Anda di halaman 1dari 8

11/20/2019 Memetik Faedah dari Kisah Ummu Sulaim – Majalah Muslimah Qonitah

 

  Edisi 05  Memetik Faedah dari Kisah Ummu Sulaim

Memetik Faedah dari Kisah Ummu Sulaim


 Qonitah  1 Desember 2014  Edisi 05, Silsilah Hadits

Al-Ustadz Abu Bakar Abdurrahman


Pembaca yang mulia, pada rubrik “Silsilah Hadits” kali ini,
kami akan membawakan sebuah hadits panjang yang di
dalamnya terdapat kisah Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha —
salah seorang sahabat wanita dari kaum Anshar—yang telah
banyak berjasa terhadap Islam dan kaum muslimin. Marilah
kita simak kisahnya. Semoga Allah memberikan taufik kepada
kita semua untuk mengambil pelajaran dari kisah ini.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bercerita:

Malik, bapaknya, berkata kepada ibunya, Ummu Sulaim,


“Sesungguhnya orang ini (yakni Nabi shalallahu ‘alaihi
wassalam, -pen.) mengharamkan khamr.”

Malik pun pergi ke negeri Syam dan meninggal di sana. Ummu Sulaim pun menjadi janda. Datanglah Abu Thalhah
meminangnya. Tatkala dilamar, Ummu Sulaim mengatakan, “Wahai Abu Thalhah, orang sepertimu tidak
semestinya lamarannya ditolak. Akan tetapi, engkau masih kafir, sedangkan aku wanita muslimah. Aku tidak boleh
menikah denganmu.”

“Kalau kamu mau,” kata Abu Thalhah, “aku akan memenuhi keinginanmu!”

Ummu Sulaim menjawab, “Apa yang ada di benakmu tentang keinginanku?”

“Aku akan memberimu emas dan perak.”

“Bukan emas dan perak yang kuinginkan darimu. Yang kuinginkan darimu adalah Islam. Jika engkau mau masuk
Islam, itulah maharku. Aku tidak meminta kepadamu selain itu.”

Abu Thalhah bertanya, “Siapa yang bisa mengajariku masuk Islam?”

“Yang akan mengajarimu adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam,” sahut Ummu Sulaim.

https://qonitah.com/memetik-faedah-dari-kisah-ummu-sulaim/ 1/8
11/20/2019 Memetik Faedah dari Kisah Ummu Sulaim – Majalah Muslimah Qonitah

Pergilah Abu Thalhah mencari Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam. Ketika itu, Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam
sedang duduk-duduk bersama para sahabat. Tatkala melihat kedatangan Abu Thalhah, Beliau shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda, “Cahaya Islam terlihat di antara kedua mata Abu Thalhah.”

Abu Thalhah pun bercerita kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam tentang ucapan Ummu Sulaim. Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wassalam pun segera menikahkan Ummu Sulaim sesuai dengan persyaratannya (yaitu setelah
Abu Thalhah masuk Islam).

Tsabit, salah satu periwayat kisah ini, mengatakan, “Belum pernah kami mendengar ada mahar yang lebih besar
daripada mahar ini, yaitu Ummu Sulaim rela Islam sebagai maharnya.”

Menikahlah Abu Thalhah dengan Ummu Sulaim. Ummu Sulaim memiliki mata yang sangat indah. Rumah tangga itu
pun berjalan sampai lahirlah seorang anak. Abu Thalhah sangat mencintai anak tersebut.

Pada suatu hari anak tersebut sakit keras. Abu Thalhah merasa cemas karena sakit yang diderita anaknya. Akan
tetapi, dia tetap beraktivitas seperti biasanya, yaitu shalat subuh. Dia mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam
untuk shalat berjamaah dan terus bersama Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam sampai tengah hari. Setelah itu, dia
pulang ke rumah, tidur sejenak, dan makan siang. Ketika datang waktu shalat zuhur, dia pun bersiap-siap untuk
mendatangi shalat zuhur.

Pada hari kematian anaknya, Abu Thalhah tidak pulang sampai akhir shalat isya. Dia pergi ke tempat Nabi
shalallahu ‘alaihi wassalam (ke masjid). Malam hari itu, putra kesayangan Abu Thalhah meninggal. Berkatalah
Ummu Sulaim kepada keluarganya, “Jangan ada seorang pun yang memberitahukan kematian anak ini kepada Abu
Thalhah sampai saya sendiri yang memberitahukannya.”

Ummu Sulaim mengurus anak tersebut dan menyelimutinya, kemudian menempatkannya di sebuah ruangan di
dalam rumahnya. Pada saat itu, datanglah Abu Thalhah dari tempat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersama
beberapa orang yang tinggal di masjid.

Abu Thalhah bertanya, “Bagaimana keadaan putraku?”

“Wahai Abu Thalhah,” jawab Ummu Sulaim, “belum pernah dia setenang ini semenjak sakit. Aku berharap dia sudah
istirahat.”

Ummu Sulaim mempersiapkan makan malam dan menghidangkannya kepada para sahabat suaminya. Mereka
makan malam bersama, lalu para tamu itu keluar. Abu Thalhah pun beristirahat di ranjangnya.

Ummu Sulaim berhias dengan sangat indah, melebihi kebiasaan berhiasnya sebelum itu. Setelah itu, dihampirinya
sang suami di ranjangnya. Pada malam itu, demi menghirup bau wangi dari Ummu Sulaim, Abu Thalhah pun
mendatangi istrinya. Setelah suaminya tenang, pada akhir malam Ummu Sulaim menceritakan kejadian yang
sebenarnya.

Kata Ummu Sulaim, “Wahai Abu Thalhah, apa pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan barang kepada kaum
yang lain, lalu mereka meminta kembali barang pinjaman tersebut. Apakah kaum yang dipinjami berhak untuk
tidak mengembalikan barang itu?”

“Tidak,” jawab Abu Thalhah.

“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah meminjamimu anak, kemudian Dia mengambilnya kembali. Oleh
karena itu, bersabarlah dan harapkanlah pahala dari Allah,” kata Ummu Sulaim.

https://qonitah.com/memetik-faedah-dari-kisah-ummu-sulaim/ 2/8
11/20/2019 Memetik Faedah dari Kisah Ummu Sulaim – Majalah Muslimah Qonitah

Abu Thalhah agak marah karenanya. Katanya, “Engkau biarkan aku (tidak memberitahuku tentang berita kematian
anakku) sampai setelah terjadi apa yang terjadi, barulah engkau memberitahukan kepadaku perihal putraku?!”

ِ ‫ ِإﻧﱠﺎ ِ ِ َو ِإﻧﱠﺎ ِإﻟَ ْﯿ ِﮫ َر‬dan memuji Allah subhanahu wa ta’ala. Keesokannya, dia mandi lalu
Abu Thalhah mengucapkan, َ‫اﺟﻌُ ْﻮن‬
pergi ke masjid Rasulullah dan shalat subuh bersama beliau. Setelah itu, dia ceritakan kepada beliau kejadian
semalam. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pun mendoakannya, “Semoga Allah memberkahi kalian berdua
pada malam yang telah kalian lewati.”

Beberapa waktu kemudian, Ummu Sulaim hamil karena hubungan mereka pada malam itu. Adalah kebiasaan
Ummu Sulaim safar bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam. Apabila Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam keluar dari
Madinah, Ummu Sulaim pun ikut keluar, dan apabila Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam masuk ke Madinah, Ummu
Sulaim pun ikut masuk ke sana.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam berpesan kepada Abu Thalhah, “Kalau Ummu Sulaim telah melahirkan,
bawalah bayi yang dilahirkannya kepadaku.”

Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam safar, Ummu Sulaim ikut bersama beliau. Sudah menjadi kebiasaan
Rasulullah, apabila pulang dari safar dan tiba di Madinah, beliau tidak langsung masuk ke Madinah. Akan tetapi,
beliau singgah dulu di suatu tempat di dekat Madinah.

Tatkala rombongan telah mendekati Madinah (di persinggahan), timbullah rasa sakit tanda akan melahirkan. Abu
Thalhah harus menjaga Ummu Sulaim sehingga tidak bisa menemani Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam
memasuki Madinah. Rasulullah pun kemudian berangkat ke Madinah.

Abu Thalhah berdoa, “Wahai Rabbku, sesungguhnya Engkau Mahatahu bahwa aku suka selalu menyertai
Rasulullah. Apabila beliau keluar, aku ikut keluar, dan apabila beliau masuk, aku ikut masuk. Engkau juga Mahatahu
bahwa sekarang aku terhalang sehingga tidak bisa menyertai beliau.”

Mendengar doa Abu Thalhah tersebut, Ummu Sulaim berkata, “Wahai Abu Thalhah, aku tidak merasakan berat
dengan apa yang kualami ini.”

Akhirnya, keduanya pun berangkat untuk menyertai Rasulullah. Rasa sakit baru terasa lagi setelah mereka tiba di
Madinah.

Ummu Sulaim pun melahirkan di Madinah.

“Wahai Anas, bayi ini jangan diberi makan sesuatu pun sebelum kaubawa ke tempat Rasulullah,” perintah Ummu
Sulaim kepada putranya, Anas bin Malik. Ummu Sulaim menyertakan buah kurma bersama Anas.

Kata Anas, “Bayi itu menangis pada malam hari. Saya tidak dapat tidur pada malam itu karena mengawasi bayi
tersebut. Keesokannya, saya bawa bayi itu ke hadapan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Ketika itu, beliau
sedang memberi tanda pada unta atau kambing (tanda bahwa hewan tersebut hewan zakat).”

Tatkala Rasulullah melihat bayi itu, beliau berkata kepada Anas, “Apakah Bintu Milhan (Ummu Sulaim) sudah
melahirkan?”

“Ya,” jawab Anas.

“Tunggu sebentar,” perintah Rasulullah. Beliau meletakkan apa yang ada di tangan beliau lalu menggendong bayi
tersebut. “Apakah engkau membawa sesuatu?” tanya beliau.

“Ya, buah kurma.”

https://qonitah.com/memetik-faedah-dari-kisah-ummu-sulaim/ 3/8
11/20/2019 Memetik Faedah dari Kisah Ummu Sulaim – Majalah Muslimah Qonitah

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mengunyah beberapa butir kurma sampai lembut. Setelah itu, beliau
mengambil kurma yang sudah bercampur dengan air liur beliau dari mulut beliau, lalu menyuapkannya ke mulut si
bayi. Rasulullah mentahnik si bayi. Bayi itu pun menyambutnya dengan mengisap rasa manis buah kurma dan air
liur Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam. Dengan demikian, makanan pertama yang masuk ke lambungnya adalah air
liur Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Lihatlah, betapa
senangnya orang-orang Anshar terhadap buah kurma.”

“Wahai Rasulullah, namailah bayi ini,” pinta Anas. Rasulullah mengusap wajah bayi itu dan memberinya nama
Abdullah. Setelah Abdullah dewasa, tidak ada pemuda Anshar yang mengunggulinya. Dari Abdullah ini lahirlah
keturunan yang banyak. Abdullah meninggal di peperangan yang terjadi di Persia.

Kisah ini adalah gabungan beberapa riwayat, yaitu riwayat ath-Thayalisi (no. 2056) dan konteks ini diambil darinya;
riwayat al-Baihaqi (4/65—56), Ibnu Hibban (725), Ahmad (3/105—106, 181, 196, 287, 290). Kisah ini juga
diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim serta al-Imam an-Nasa’i. Untuk keterangan lebih rinci, silakan lihat
Ahkamul Janaiz karya asy-Syaikh al-Albani, hlm. 35—38.

Pembaca yang dimuliakan oleh Allah, kisah di atas mengandung banyak pelajaran bagi kita. Di antara pelajaran
yang bisa dijadikan teladan oleh kaum wanita adalah keteguhan Ummu Sulaim berpegang pada agama. Lihatlah,
tidak serta-merta beliau menerima lamaran Abu Thalhah, padahal Abu Thalhah adalah pria yang punya nama dan
harta. Abu Thalhah pun menawarkan emas dan perak sebagai maharnya. Namun, Ummu Sulaim menolak semua itu
dan mempersyaratkan satu hal saja, yaitu Abu Thalhah masuk Islam.

Bandingkanlah dengan masa ini. Godaan dunia mencabik-cabik keimanan seseorang. Tidak sedikit kaum muslimin
yang murtad karena harta, terutama kaum wanita yang lemah dan mudah tergoda oleh perhiasan dunia yang
gemerlap. Banyak wanita yang menjual agamanya demi mendapatkan dunia yang fana. Mereka mengumbar aurat
demi mengejar karier, atau berpindah agama untuk mengikuti agama suami.

Bagaimana mereka kelak ketika dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah subhanahu wa ta’ala? Tatkala di alam
kubur, mereka ditanya oleh malaikat, “Apa agamamu?” Kalau tidak dapat menjawab dengan benar, saat itulah
mereka mulai mendapatkan siksaan. Dari siksa kubur sampai terjadinya hari kebangkitan, dan diikuti oleh siksa
neraka yang kekal abadi.

Pembaca yang dimuliakan oleh Allah, banyak orang mencela wanita yang materialis. Mereka menyebutnya sebagai
“cewek matre”. Namun, fenomena yang ada justru menunjukkan hal ini sering terjadi.

Pelajaran kedua dari kisah ini adalah kesetiaan istri kepada suami. Tatkala seorang wanita telah menjadi istri, dia
wajib menaati suaminya dalam hal yang ma’ruf, melayaninya, dan menghiburnya tatkala sang suami mendapat
musibah. Ummu Sulaim mempercantik diri untuk melayani suaminya, padahal dalam Islam, seorang wanita yang
sedang berdukacita diperbolehkan tidak berdandan. Jika yang meninggal adalah salah seorang kerabatnya, masa
berkabungnya adalah tiga hari. Namun, jika yang meninggal adalah suaminya, masa ihdad) (berkabung)nya 4 bulan
10 hari.

Karena kedalaman ilmunya, Ummu Sulaim menganggap bahwa menyenangkan suami lebih utama daripada dia
berdukacita dan tidak mau berhias.

Adapun mayoritas wanita pada zaman ini tidak memedulikan keadaan suami. Suami tidak dilayani dengan
semestinya. Istri tidak berhias untuknya atau keluar masuk rumah tanpa izinnya. Hidup bebas ala Barat sudah
menjadi tradisi yang tidak asing lagi di tengah-tengah kaum muslimin.

Kebanyakan wanita masa ini tidak berhias di hadapan suami. Akan tetapi, ketika ke luar rumah mereka justru
menampakkan kecantikannya. Ketika menghadiri resepsi, arisan, dan acara kumpul-kumpul lainnya, mereka

https://qonitah.com/memetik-faedah-dari-kisah-ummu-sulaim/ 4/8
11/20/2019 Memetik Faedah dari Kisah Ummu Sulaim – Majalah Muslimah Qonitah

berlomba-lomba memamerkan keindahan dan perhiasan. Mereka tidak sadar bahwa hal itu akan membuat kaum
pria tergoda. Dampak negatif pun terjadi. Banyak berita tentang perselingkuhan antara pria dan wanita yang
masing-masing sudah berkeluarga. Wallahul musta’an.

Pelajaran ketiga dari kisah ini adalah keteguhan dan kesabaran Ummu Sulaim ketika menghadapi musibah. Tatkala
putranya meninggal, Ummu Sulaim tidak berkeluh kesah. Sebaliknya, beliau beriman terhadap takdir dan ridha
kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Meski ditimpa musibah, beliau tetap menjalankan tugas rumah tangga dengan
sebaik-baiknya. Beliau mempersiapkan makan malam untuk suami dan para tamu suami. Sang suami, Abu Thalhah,
menjamu tamunya dengan baik sehingga tamunya merasa senang dan tidak merasa membebani keluarga Abu
Thalhah yang sedang ditimpa musibah.

Itu semua karena kepandaian Ummu Sulaim menyembunyikan dukacita yang sedang dialaminya. Seandainya
Ummu Sulaim menceritakan kematian putranya kepada Abu Thalhah, keadaannya pun akan berubah. Bisa jadi, Abu
Thalhah tidak mau makan malam, dan para tamu pun akan berpamitan karena merasa bahwa kedatangan mereka
menambah beban keluarga yang sedang ditimpa musibah.

Pembaca yang dimuliakan oleh Allah, mereka itulah para sahabat yang dipilih oleh Allah untuk menyertai Nabi-Nya
mendakwahkan Islam. Sudah sepantasnya mereka, para sahabat, kita jadikan suri teladan dalam kehidupan kita
sehari-hari.`

Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah ini, tetapi sengaja tidak kami sebutkan karena keterbatasan ruang.
Semoga tulisan yang sederhana ini bisa memotivasi saudaraku, khususnya kaum wanita, untuk selalu berusaha
memperbaiki diri dan beramal saleh. Wallahu a’lam bish-shawab.

   kisah ummu sulaim.  Bookmark.

 Keagungan Surat Al-Ikhlas Pola Hidup Bersahaja, Upaya Mencari Kecintaan


Rabb subhanahu wa ta’ala 

Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.

Edisi Terbaru

https://qonitah.com/memetik-faedah-dari-kisah-ummu-sulaim/ 5/8
11/20/2019 Memetik Faedah dari Kisah Ummu Sulaim – Majalah Muslimah Qonitah

Majalah Qonitah Edisi 27

Promo Tebar Dakwah

Pasang Iklan & Pemesanan?

https://qonitah.com/memetik-faedah-dari-kisah-ummu-sulaim/ 6/8
11/20/2019 Memetik Faedah dari Kisah Ummu Sulaim – Majalah Muslimah Qonitah

Kategori

Mutiara Kata
Pengantar Redaksi
Wirid
Pilar
Titian Sunnah
Tadabur Al-Quran
Silsilah Hadits
Adab
Fikih Ibadah
Fikih Wanita
Bahteraku
Figur Mulia
Kisah
Alam Wanita
Dunia Remaja
Buah Kasih
Bahasa Arab
Surat Pembaca
Fatwa Wanita
Ruang Konsultasi
Kreasiku
Tips Manfaat

Postingan Terbaru

Nyak Emat Pintar Dakwah

Meraih Surga Allah dengan Kepakan Dua Sayap Ibadah Raghbah dan Rahbah

Zikir-zikir Pagi dan Petang


https://qonitah.com/memetik-faedah-dari-kisah-ummu-sulaim/ 7/8
11/20/2019 Memetik Faedah dari Kisah Ummu Sulaim – Majalah Muslimah Qonitah

Harta, Antara Nikmat dan Petaka

Pengantar Redaksi Edisi 17

Qonitah Edisi 01 – 06

Majalah Muslimah Qonitah Edisi 01


Majalah Muslimah Qonitah Edisi 02
Majalah Muslimah Qonitah Edisi 03
Majalah Muslimah Qonitah Edisi 04
Majalah Muslimah Qonitah Edisi 05
Majalah Muslimah Qonitah Edisi 06

Qonitah Edisi 07 – 12

Majalah Muslimah Qonitah Edisi 07


Majalah Muslimah Qonitah Edisi 08
Majalah Muslimah Qonitah Edisi 09
Majalah Muslimah Qonitah Edisi 10
Majalah Muslimah Qonitah Edisi 11
Majalah Muslimah Qonitah Edisi 12

Qonitah Edisi 13 – 18

Majalah Muslimah Qonitah Edisi 13


Majalah Muslimah Qonitah Edisi 14
Majalah Muslimah Qonitah Edisi 15
Majalah Muslimah Qonitah Edisi 16
Majalah Muslimah Qonitah Edisi 17
Majalah Muslimah Qonitah Edisi 18

Copyright @ 1435 H

Diperbolehkan menyebarluaskan isi web ini untuk kepentingan dakwah islam dengan syarat bukan untuk tujuan
komersial dan tidak mengubah serta mencantumkan url sumber.

Powered by Tempera & WordPress.

https://qonitah.com/memetik-faedah-dari-kisah-ummu-sulaim/ 8/8

Anda mungkin juga menyukai