I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
WHO (World Health Organization) sejak tahun 1961 menyatakan bahwa semua bayi
baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram disebut low birth weight
infant (bayi berat badan lahir rendah, BBLR). Definisi WHO tersebut dapat disimpulkan secara
ringkas sebagai berat badan lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang
atau sama dengan 2500 gram. Kelahiran bayi berat badan lahir rendah terus meningkat
pertahunnya dinegara maju seperti amerika serikat, sedangkan di Indonesia kelahiran bayi berat
badan lahir rendah justru diikuti kematian bayi. Angka kematian neonatal diindonesia sebesar 20
per 1000 kelahiran hidup, dalam 1 tahun sekitar 89.000 bayi usia 1 bulan meninggal yang artinya
setiap 6 menit ada 1 neonatus meninggal.penyebab utama kematianneonatal adalah bayi berat
badan lahir rendah sebanyak 29 % dan insiden BBLR di Rumah Sakit Indonesia berkisar 23%.
Kejadian BBLR didaerah pedesaan sebesar 10,5% dan sebagian besar BBLR meninggal dalam
masa neonatal.
Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah biasanya memiliki fungsi sistem organ
yang belum matur sehingga dapat mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Penatalaksanaan untuk bayi BBLR biasanya mencakup bantuan pernapasan, mengupayakan
suhu lingkungan yang netral,pencegahan infeksi, pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi,
penghematan energi bayi agar energi yang dimiliki bayi dapat digunakan untuk pertunbuhan dan
perkembangan bayi., perawatan kulit untuk melindungi,dan mencegah terjadinya kerusakan
integritas kulit karena kondisi kulit bayi belum matang, pemberian obat-obatan serta perlu
adanya pemantauan data fisiologis. Masalah yang harus dihadapi oleh bayi berat badan lahir
rendah misalnya, mereka membutuhkan oksigen tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
bayi yang lahir dengan berat badan normal, karena pusat pernapasan belum sempurna. Bayi
berat badan lahir rendah memerlukan pemberian makanan yang khusus dengan alat penetes
obat atau pipa karena refleks menelan dan menghisap yang lemah. Kehangatan BBLR harus
diperhatikan, sehinggadiperlukan peralatan khusus untukmemperoleh suhuyang hampir sama
dengan suhudalam rahim. Berdasarkan hal itu, bayi BBLR sangat membutuhkan perhatian dan
perawatan intensif untuk membantu mengembangkan fungsi optimum bayi. Penanganan kasus
BBLR harus dilakukan dalam ruang perawatan khusus dan mendapatkan perawatan secara
intensif. Perawatan secara intensif pada neonatal sering dilakukan di ruang NICU(Neonatal
Intensive Care Unit).
Ruangan NICU (Neonatal Intensive Care Unit) merupakan ruang perawatan intensif
untuk bayi yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus, guna mencegah dan
mengobati terjadinya kegagalan organ-organ vital. Bayi-bayi yang berada di NICU umumnya
adalah bayi dengan risiko tinggi. Bayi risiko tinggi adalah bayi yang mempunyai kemungkinan
lebih besar untuk menderita sakit atau kematian daripada bayi lain. Istilah bayi risiko tinggi
digunakan untuk menyatakan bahwa bayi memerlukan perawatan dan pengawasan ketat.
Perawatan neonatus di rumah sakit untuk bayi yang bermasalah dengan berat badan adalah
perawatan secara intensif agar neonatus dapat memperoleh berat badan yang ideal. Perawatan
ini mencakup pula pelayanan dengan berbagai tindakan medis, bedah serta pelayanan
subspesialistik sehingga perawatan neonatus dapat dilakukan secara komprehensif. Perawatan
dilakukan diruang khusus yaitu di ruang Neonatal Intensif Care Unit (NICU), karena pada
dasarnya, perawatan BBLR selalu merujuk pada upaya menstabilkan Life Sign (tanda-tanda
kehidupan bayi) dan berapa banyak kenaikan berat tubuh yang harus dicapai setiap minggunya.
Upaya menstabilkan life sign seringkali dilakukan dalam bentuk perawatan di dalam mesin
incubator di ruang Neonatal Intensif Care Unit (NICU).
Pengetahuan perawat tentang kegawatan nafas dan tindakan resusitasi pada neonatus
yang mengalami kegawatan pernapasan sangat penting dalam pembentukan perilakuuntuk
melakukan tindakan resusitasi yang efektif. Pengetahuan ini mencakup konsep kegawatan
pernafasan, konsep asuhan keperawatan pada neonatus yang mengalami kegawatan
pernapasan, dan konsep dasar resusitasi dan konsep tindakan resusitasi yang meliputi tindakan
pengelolaan jalan nafas (airway), pemberian nafas buatan (breathing) dan tindakan pemijatan
dada (circulation), maka perawat harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang konsep
resusitasi.
Berdasarkan uraian diatas maka perawat NICU Rs. Bhayangkara Bondowoso
mengajukan permintaan pelatihan NICU.
II. DASAR :
Surat tugas nomor : S. Gas./127/VI/DIK.1.2/2016 tanggal 11 September 2016
III. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari pelatihan ini adalah pembelajaran tentang:
a) Bayi lahir dengan usia kelahiran < 28 minggu dengan berat lahir < 1000gram yang memerlukan
dukungan ventilasi mekanik dengan kriteria fisiologis dari hasil foto thorak kesan HMD dengan
belum terbentuknya surfaktan.
b) Bayi yang lahir dengan usia kelahiran < 28 minggu dan mempunyai resiko tinggi untuk gagal
nafas
c) Bayi level III adalah kondisi gawat dan reversible, pasca operasi besar/berlangsung lama atau
pasien dengan potensial kegawatan yang membutuhkan pemantauan yang ketat dan atau
terapi/tindakan agresif
d) Bayi level III adalah pasien yang membutuhkan ventilator, KriteriaFisiologis : indikasi gagal nafas,
aspiksia berat ( nilai apgar 1-3 ) aspirasi,GED berat, sepsis berat, premature yang disertai dengan
respiratory distress syndrome (RDS),Aspirasi MeconiumHypertensi Pulmonal Pasca
bedahmayorKejang lamaKetidakstabilan sirkulasi, misal : pasca bedah jantung,pasca dan bayi
dengan Ibu kehamilan/persalinan resiko tinggi.
VIII. KESIMPULAN
Keseluruhan kegiatan pelatihan Neonatal Intensif Care Unit (NICU) berjalan lancar sesuai harapan
dari awal sampai berakhirnya kegiatan.
IX. SARAN
Saran untuk pelatihan Neonatal Intensif Care Unit (NICU) agar dapat diikuti oleh seluruh perawat
yang bertugas diruang NICU, untuk memperbaharui ilmu dan mengasah kemampuan khususnya
dipenanganan resusitasi.
X. PENUTUP
Demikian laporan ini di buat sebagai pedoman dan evaluasi dalam kegiatan pelatihan selanjutnya
serta sebagai bahan pertimbangan pimpinan dalam perencanaan kegiatan pelatihan selanjutnya