302 1736 1 PB PDF
302 1736 1 PB PDF
Rio Christiawan
Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Jl. Sunter Permai Raya 36 Kota Jakarta Utara 14350
E-mail: rchristiawan@gmail.com
Naskah diterima: 18 Januari 2018; revisi: 28 November 2018; disetujui: 6 Desember 2018
http://dx.doi.org/10.29123/jy.v11i3.302
Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 367
against the government. The main problem is whether the case of PT KA will cause legal uncertainty in judicial
the Injunction of Court Number 1/Pen/Pdt/Eks/2017/ proceeding and is feared to create a new precedent that
PN.Mbo can delay a court decision that has a permanent is counterproductive in law enforcement. The research
legal force. This research is conducted through normative concludes that the injunction has violated the main
juridical method based on literature sources by means of principle of procedural law.
deductive reasoning in data verifying. The discussion in
Keywords: injunction, execution, new precedent.
this research shows and explains that the injunction in
Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 369
Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai pihak menjadi kecenderungan bahkan pola baru
yang mewakili negara dan masyarakat untuk dalam hukum acara untuk menghindari atau
melawan pencemar lingkungan (poluter) yang sebagai bentuk perlawanan terhadap proses
hendak melakukan eksekusi untuk kepentingan eksekusi. Penggunaan penetapan pengadilan
rehabilitasi lingkungan hidup. ini tentu mengandung sesat pikir dan melawan
logika hukum acara. Jika penetapan pengadilan
Penggunaan penetapan pengadilan untuk
sebagaimana tersebut di atas digunakan sebagai
memberi perlindungan hukum atas upaya
bentuk upaya hukum pada proses eksekusi, dan
eksekusi yang akan dilakukan memang tidak
terlebih lagi menjadi kecenderungan dan pola
diatur di dalam hukum acara, tetapi penetapan
baru dalam peradilan Indonesia, maka akan
pengadilan tersebut juga bertentangan dengan
kontradiktif dengan asas cepat, murah, dan biaya
hukum acara yaitu bahwa terhadap peninjauan
ringan serta peradilan sederhana. Artinya akan
kembali tidak menunda eksekusi. Artinya
menambah tahapan baru dalam proses eksekusi.
sebenarnya Pengadilan Negeri Meulaboh telah
Dampaknya adalah aspek kepastian hukum
dua kali menyimpangi hukum acara, yaitu
terhadap putusan yang sudah berkekuatan hukum
pada saat Kementerian Lingkungan Hidup dan
akan menjadi tersampingkan, sehingga proses
Kehutanan mengirimkan Surat Nomor 103/
peradilan tidak memberi kemanfaatan serta akan
PSLH/GKM.1/11/2016 tertanggal 3 November
cenderung semakin transaksional.
2016 yang meminta dilaksanakan eksekusi,
namun Pengadilan Negeri Meulaboh menerbitkan Penetapan Pengadilan Nomor 1/Pen/
Surat Nomor 12/Pen.pdt.Eks/2016/PN.Mbo yang Pdt/Eks/2017/PN.Mbo yang memberikan
isinya menolak eksekusi hingga terbit putusan perlindungan hukum dan menunda eksekusi
peninjauan kembali. menunjukkan bahwa lembaga peradilan
sekalipun tidak dapat mengeksekusi putusan
Penyimpangan hukum acara yang kedua
lembaga peradilan itu sendiri hingga tingkatan
adalah ketika Pengadilan Negeri Meulaboh
Mahkamah Agung. Persoalan ini akan menjadi
menerbitkan Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/
preseden yang tidak baik bagi penegakan hukum
Eks/2017/PN.Mboyangmemberikan perlindungan
karena hukum tidak lagi memiliki tujuan untuk
hukum dan menunda eksekusi dikarenakan ada
mencapai kepastian, kemanfaatan, dan keadilan.
gugatan baru. Hal ini menyimpangi hukum acara
yang berlaku, dan terkesan Pengadilan Negeri
Meulaboh menyimpangi hukum acara untuk B. Rumusan Masalah
mengakomodir permohonan PT KA, akibatnya Apakah Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/
hingga saat ini eksekusi tidak dapat dilaksanakan. Eks/2017/PN.Mbo dapat menunda eksekusi atas
Ironisnya majelis hakim pada tingkat peninjauan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap
kembali dalam pemeriksaan judex juris tidak (inkracht)?
menyatakan ada kekeliruan hakim kasasi pada
Mahkamah Agung.
C. Tujuan dan Kegunaan
Penggunaan penetapan pengadilan
Tujuan tulisan ini adalah untuk meneliti
sebagai bentuk upaya hukum baru ini akan
dan mengkaji penggunaan penetapan pengadilan
Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 371
voluntair untuk meminta penetapan yang hanya negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
melibatkan satu pihak saja. Perkara permohonan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
adalah termasuk pada pengertian yurisdiksi berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya
voluntair dan berdasarkan permohonan yang negara hukum Republik Indonesia. Fakta
diajukan oleh pemohon maka hakim memberikan hukum pada umumnya menunjukkan adanya
suatu penetapan (Elmiyah & Sujadi, 2005: 327). ketidakpercayaan masyarakat pada kekuasaan
kehakiman dikarenakan belum mencerminkan
Mengacu pada yurisprudensi Mahkamah
kepastian hukum (Wantu, 2012: 480).
Agung Nomor 3139/K/Pdt/1984, dikatakan bahwa
tugas pokok pengadilan adalah memeriksa dan Kanter mengilustrasikan “jika anda tidak
memutus perkara yang bersifat sengketa. Selain itu mau kehilangan kerbau demi menyelamatkan
pengadilan juga memeriksa voluntair jurisdiction, kambing janganlah anda memprosesnya ke
namun kewenangan itu terbatas pada hal-hal yang pengadilan” (Kanter, 2013: 161). Pernyataan
ditegaskan oleh peraturan perundang-undangan. Kanter tersebut menunjukkan ketidakpercayaan
Yurisdiksi penetapan pengadilan memang masyarakat terhadap institusi peradilan. Hakim
diperluas pada hal-hal yang ada urgensinya itupun sebagai salah satu pejabat kekuasaan kehakiman
dengan syarat jangan sampai memutus perkara yang melaksanakan proses peradilan harus
voluntair yang mengandung sengketa (Elmiyah memiliki tanggung jawab terhadap putusan/
& Sujadi, 2005: 327). penetapan pengadilan yang dibuatnya. Putusan/
penetapan yang dibuat oleh hakim di pengadilan
Penetapan pengadilan hanya dapat
idealnya tidak menimbulkan masalah baru di
diterbitkan untuk hal-hal yang sangat bersifat
masyarakat, artinya kualitas putusan/penetapan
limitatif dengan syarat ex-parte atau sepihak
berpengaruh pada kewibawaan dan kredibilitas
dalam keadaan sangat terbatas dan sangat
lembaga peradilan itu sendiri.
eksepsional pada hal tertentu saja dan hanya boleh
terhadap masalah yang disebut dan ditentukan Hakim dalam menyelesaikan persoalan di
oleh undang-undang yang menegaskan bahwa pengadilan mempunyai tugas untuk menemukan
masalah yang bersangkutan dapat atau boleh hukum yang tepat, hakim dalam menemukan
diselesaikan secara voluntair dalam bentuk hukum tidak cukup hanya mencari undang-
permohonan untuk mendapat penetapan (Elmiyah undang saja, sebab ada kemungkinan undang-
& Sujadi, 2005: 327-328). undang tidak mengatur secara jelas, sehingga
hakim harus menggali nilai yang hidup dalam
2. Peradilan Untuk Mewujudkan masyarakat. Idealnya dalam upaya mencapai
Kepastian Hukum kepastian hukum dalam membuat suatu penetapan
harus sesuai dengan tujuan dasar pengadilan
Kekuasaan kehakiman merupakan sehingga mengandung kepastian hukum (Wantu,
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan 2012: 483).
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Penegasan tersebut terdapat juga dalam Undang- Penetapan pengadilan yang dapat
Undang Kekuasaan Kehakiman yang mengatur memberikan kepastian hukum haruslah bersifat:
bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan (1) melakukan solusi autoritatif; (2) efisiensi,
Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 373
Alasan penundaan eksekusi telah ditentukan primer adalah merupakan bahan hukum yang
secara limitatif, sehingga bila pelaksanaan bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas
eksekusi ditunda karena sebab di luar dari yang peraturan perundangan, risalah atau catatan
telah ditentukan, maka hal ini akan merusak citra resmi, dan putusan pengadilan. Sedangkan yang
lembaga peradilan dan menurunkan kepercayaan dimaksud bahan hukum sekunder adalah buku-
masyarakat terhadap hukum, karena dipandang buku (pendapat ahli), jurnal, dan segala sesuatu
hukum dalam hal ini lembaga peradilan tidak yang dapat memberikan petunjuk bagi peneliti.
dapat memberikan kepastian hukum.
Data yang diperoleh dianalisis sehingga
dapat ditemukan alasan yang rasional mengenai
II. METODE
rumusan permasalahan dan analisisnya. Dari hasil
Metode yang digunakan dalam tulisan pengolahan tersebut dianalisis dan kemudian
ini adalah metode penelitian yuridis normatif dilakukan pembahasan dan ditarik kesimpulan
dengan fokus melakukan kajian yuridis terhadap atas penggunaan penetapan untuk menunda
penggunaan penetapan pengadilan untuk eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan
menunda eksekusi serta memberi perlindungan hukum tetap.
hukum pada salah satu pihak. Untuk mencapai
maksud di atas digunakan studi kepustakaan, yaitu III. HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan bahan hukum untuk menjawab
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
rumusan masalah. Dalam hal ini digunakan
PN.Mbo yang memberikan perlindungan
putusan pengadilan, peraturan perundangan,
hukum dan menunda eksekusi diterbitkan dalam
doktrin serta literatur yang mendukung yang
rangka eksekusi Putusan Nomor 12/Pdt.G/2012/
terbagi menjadi bahan hukum primer, sekunder
PN.Mbo jo. Putusan Nomor 50/Pdt/2014/
maupun tersier.
PN.Bna jo. Putusan Nomor 651 K/Pdt/2015 yang
Tulisan ini menggunakan pendekatan menjatuhkan putusan ganti rugi kepada PT KA.
penelitian hukum normatif dengan melakukan Dalam perkara pidana melalui Putusan Nomor
abstraksi terhadap proses deduksi dari norma 131/Pid.B/2013/PN.Mbo jo. Putusan Banding
hukum positif yang berlaku, yaitu meneliti hukum Nomor 201/Pid/2014/PN.Bna jo. Putusan Nomor
sebagai norma positif dengan menggunakan cara 1554 K/Pid.Sus/2015 yang menjatuhkan pidana
berpikir deduktif dan berdasarkan pada kebenaran denda kepada PT KA, bahkan dalam Putusan
koheren, di mana kebenaran dalam penelitian ini Peninjauan Kembali Nomor 1 PK/Pdt/2017 juga
sudah dinyatakan kredibel tanpa harus melalui menolak permohonan peninjauan kembali PT
proses pengujian atau verifikasi. KA.
Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 375
hayati, sumber daya genetik, pelepasan karbon,
terhadap 1.000 ha lahan gambut yang terbakar
dan kerugian ekonomi oleh negara yang terdiri dari
sebesar Rp251.765.250.000,- sehingga lahan
hilangnya manfaat pemakaian dan biaya pemulihan
gambut yang terbakar tersebut dapat difungsikan
yang harus dikeluarkan oleh negara. Melalui kembali. Putusan perdata tersebut sama dengan
Putusan Nomor 651 K/Pdt/2015 menyatakan putusan kasasi dalam perkara pidana melalui
bahwa judex factie pada Putusan Nomor 12/ Putusan Nomor 131/Pid.B/2013/PN.Mbo
Pdt.G/2012/PN.Mbo jo. Putusan Pengadilan jo. Putusan Nomor 201/Pid/2014/PN.Bna
Nomor 50/Pdt/2014/PN.Bna tidak bertentangan jo. Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2015
dengan hukum dan atau undang-undang sehingga menghukum termohon eksekusi untuk membayar
putusan berkekuatan hukum tetap. denda karena kebakaran hutan dan lahan yang
disebabkan karena kelalaian termohon eksekusi
Termohon eksekusi diputuskan telah
menyebabkan percepatan pemanasan global dan
melakukan perbuatan melawan hukum sehingga
mengurangi zat karbon yang sangat dibutuhkan
diputuskan harus mengganti kerugian. Sesuai
untuk kehidupan manusia.
yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 610/K/
Slip/1968, bahwa meskipun tuntutan ganti Putusan Nomor 12/Pdt.G/2012/PN.Mbo
kerugian jumlahnya dianggap tidak pantas jo. Putusan Nomor 50/Pdt/2014/PN.Bna jo.
sedang penggugat menuntut sejumlah itu, maka Putusan Nomor 651 K/Pdt/2015 menghukum PT
hakim berwenang untuk menetapkan berapa yang KA untuk membayar ganti rugi atas kerusakan
seharusnya dibayar. lingkungan yang ditimbulkan sebagai akibat
dari kebakaran hutan. Putusan Nomor 1 PK/
Mahkamah Agung mempedomani Putusan
Pdt/2017 yang dimohonkan PT KA juga menolak
Hoge Raad tanggal 24 Mei 1918 yang menyatakan
permohonan peninjauan kembali PT KA. Bahkan
bahwa pengembalian pada keadaan semula adalah
dalam perkara yang sama pengadilan pidana juga
keputusan yang paling tepat (Koespratama et al.,
telah menjatuhkan putusan hingga Mahkamah
2016: 13), maka dalam hal ini Mahkamah Agung
Agung melalui Putusan Nomor 131/Pid.B/2013/
menguatkan putusan ganti kerugian sebesar
PN.Mbo jo. Putusan Nomor 201/Pid/2014/
Rp114.303.419.000,- sebagai ganti rugi materiel
PN.Bna jo. Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2015
atas tindakan melawan hukum, ganti rugi
yang menjatuhkan pidana terhadap PT KA
tersebut dihitung untuk mengembalikan keadaan
seluruhnya adalah menggunakan pendekatan
seperti semula berdasarkan kerugian ekologis
keadilan korektif.
yang terdiri dari kerugian ekologis penyimpanan
air, pengendalian erosi, pembentukan tanah, Keadilan korektif dapat dipahami dari
keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, ratio decidendi (pertimbangan hukum) hakim
pelepasan karbon, dan kerugian ekonomi oleh untuk sampai pada putusan yang digambarkan
negara yang terdiri dari hilangnya manfaat oleh Goodheart dalam Marzuki sebagai fakta
pemakaian dan biaya pemulihan yang harus materiil (Marzuki, 2017: 39). Fakta tersebut
dikeluarkan oleh negara. berupa orang, benda, tempat, waktu, dan biaya
sehingga dapat disimpulkan secara preskriptif
Termohon eksekusi juga diharuskan
mengingat ratio decidendi (pertimbangan
melakukan tindakan pemulihan lingkungan
hukum). Keadilan korektif merupakan bentuk
Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 377
negeri dikarenakan bahwa kedua penetapan sepihak, yang mana pihak inilah yang disebut
tersebut bersifat prosesuil yang didasarkan atas pemohon (ex-parte). Adapun sifat ex-parte
suatu gugatan yang mana pihak yang terkena adalah sebagaimana dimaksud adalah hanya
dampak maupun dikutip dalam ketetapan tersebut mendengar keterangan dari pemohon atau
seharusnya diberi kesempatan untuk membela kuasanya sehubungan dengan permohonan serta
diri dan didengar hakim. memeriksa bukti dan saksi yang diajukan oleh
pemohon serta tidak ada tahapan replik-duplik
Sebagai pembanding terkait penetapan
serta kesimpulan.
pengadilan negeri ini adalah yurisprudensi
Mahkamah Agung Nomor 02 Pen/Pdt/2003 yang Pemeriksaan permohonan penetapan
membatalkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta pengadilan yang diajukan oleh pemohon
Pusat Nomor 149/Pdt/P/PN Jkt.Pst/2003, Nomor harus dilandasi bukti dan pembuktian tersebut
150/Pdt/P/PN Jkt.Pst/2003, dan Nomor 151/Pdt/P/ dibebankan kepada pemohon untuk dijadikan
PN Jkt.Pst/2003 dengan alasan pembatalan bahwa pertimbangan hakim dalam memeriksa dan
setiap hal terkait eksekusi harus ditempuh melalui memberikan penetapan yang mana bukti
gugatan dengan memberi kesempatan kepada sebagaimana dimaksud harus sesuai Pasal 1866 b
semua pihak untuk didengarkan keterangannya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal
oleh hakim sehinggar perkara sebagaimana 164 HIR/284 RBG. Setelah hakim memeriksa
dimaksud bukan termasuk yurisdiksi gugatan permohonan berikut bukti-bukti yang telah
voluntaire yang diselesaikan dengan penetapan. diajukan pemohon dan alasan-alasan pemohon
dalam mengajukan permohonan telah memenuhi
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
ketentuan, maka dengan memuat pertimbangan
PN.Mbo bukan saja menyimpangi hukum formal
hukum dalam diktum, maka penyelesaian
dan materiel, tetapi juga kontra-produktif terhadap
permohonan tersebut dapat dituangkan dalam
upaya pengadilan mewujudkan kepastian hukum.
penetapan (Elmiyah & Sujadi, 2005: 333).
Tugas utama hakim adalah menemukan hukum
melalui penyelesaian pemeriksaan perkara baik Bahwa penetapan yang dikeluarkan atau
dengan putusan maupun penetapan. Penemuan ditetapkan oleh pengadilan merupakan produk
hukum baik melalui putusan maupun penetapan yang diterbitkan oleh hakim dalam menyelesaikan
tersebut dengan cara melihat peraturan perundang- masalah yang diajukan kepadanya sehingga
undangan ataupun melakukan penemuan hukum dengan sendirinya penetapan tersebut merupakan
lainnya dalam rangka mewujudkan kepastian akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
hukum. Dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya 1868 huruf b Kitab Undang-Undang Hukum
kepastian hukum merupakan suatu keadaan di Perdata (Setiawan, 2012: 399).
mana perilaku manusia, baik individu kelompok
Apabila selama proses permohonan
maupun organisasi berada di dalam koridor
penetapan, pihak yang merasa dirugikan dapat
yang sudah digariskan oleh hukum (Afriana &
mengajukan perlawanan, dalam hal ini perlawanan
Fakhriah, 2016: 284).
bermanfaat untuk menghindari penetapan yang
Dalam permohonan penetapan yang keliru sehingga bagi pihak yang dirugikan
terlibat dalam permohonan tersebut hanyalah dapat mengajukan perlawanan (derden verzet)
Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 379
Sebagai pembanding keadilan korektif, hukum di Indonesia, mengingat perkara yang telah
penulis mencoba menggunakan pendekatan inkracht tidak dapat dieksekusi dan ditangguhkan
keadilan prosedural dalam memahami Penetapan eksekusinya oleh lembaga peradilan melalui
Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo Keadilan penetapan yang hanya mempertimbangkan
prosedural ini memfokuskan pada proses permohonan salah satu pihak, padahal ini
pengambilan keputusan yang adil dan bukan pada merupakan perkara sengketa.
hasil pengambilan keputusan tersebut, sehingga
Dalam hal disimpanginya asas hukum
keadilan ini menuntut model pengambilan
dan peraturan hukum konkret pada penerbitan
keputusan yang lebih deliberatif, perlindungan
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
kepada pihak yang dirugikan serta adanya akses
PN.Mbo seharusnya Mahkamah Agung dapat
yang setara pada proses pengambilan keputusan
melakukan koreksi atas penetapan pengadilan
(Wibisana, 2017: 299).
negeri seperti beberapa yurisprudensi yang telah
Rawls (Anshori, 2015: 50) memandang diuraikan di atas, namun penegakan hukum
keadilan prosedural sebagai berikut “first, each yang penuh penyimpangan akan berdampak
person is to have an equal right to the most bagi terabaikannya kepastian hukum mengingat
extensive basic liberty compatible with similar jika dilakukan upaya atas Penetapan Nomor 1/
liberty for others, second social and economics Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo memerlukan energi,
inequalities are to be range so that they are waktu, dan biaya terhadap perkara yang telah
both (a) reasonable expected to be to everyone’s diputus inkracht sampai dengan peninjauan
advantage, and (b) attached to positions and kembali dapat dimentahkan dengan penetapan
offices open to all.” pengadilan negeri.
Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 381
konsep hukum yang sempit dan berkiblat pada IV. KESIMPULAN
kepentingan yang sempit pula, misalnya ketika
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
hukum diidentikkan dengan hukum positif saja
PN.Mbo tidak dapat dibenarkan karena
atau hukum dikonsepkan sebagai aparat penegak
menyimpangi prosedur hukum acara yang
hukum, pereduksian tersebut ada dan disengaja
berlaku, mengingat penerbitannya tidak sesuai
dilakukan baik secara implisit maupun eksplisit
dengan kaidah hukum dan norma hukum acara
namun juga tidak jarang melalui rekayasa yang
yang berlaku. Model penetapan pengadilan
canggih yang tidak bisa diamati orang lain dengan
serupa sebagaimana Penetapan Nomor 1/Pen/
akal maupun inderawi (Sudjito, 2006: 165).
Pdt/Eks/2017/PN.Mbo harus dilakukan kajian
Apabila Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/ dan dikembalikan pada kaidah hukum acara
Eks/2017/PN.Mbo dipandang sebagai praktik yang berlaku oleh Mahkamah Agung, sehingga
baru penerapan hukum maka akan terjadi sebagai tidak menjadi pola baru dalam tata hukum acara
apa yang disebut turbulensi hukum. Apabila dalam Indonesia.
masyarakat terdapat tanda-tanda ketidakstabilan
Lebih lanjut dalam hal ini Mahkamah
serta keacakan (randomness) proses sosial dalam
Agung atas permohonan pihak terkait dalam
berbagai dimensi maka dapat disimpulkan terjadi
hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan
chaos, situasi chaos yang sebenarnya terjadi
Kehutanan harus melakukan langkah korektif
dengan sebutan turbulensi yaitu suatu keadaan
pada perkara ini dengan membatalkan Penetapan
antara atau sebuah tapal batas antara keadaan
Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo dan segera
kacau dengan keadaan teratur (Sudjito, 2006: 168).
melakukan eksekusi atas putusan Mahkamah
Penetapan nomor tunggakan perkara di Agung. Terhadap Penetapan Nomor 1/Pen/
Mahkamah Agung menimbulkan implikasi pada Pdt/Eks/2017/PN.Mbo harus segera dilakukan
fungsi Mahkamah Agung yang sebenarnya yaitu langkah korektif untuk menghindari penetapan
memeriksa kasus-kasus penting yang relevan tersebut akan menjadi yurisprudensi yang
dengan fungsinya menjaga kesatuan penerapan merusak hukum acara yang berlaku dan justru
hukum, namun saat ini Mahkamah Agung lebih menimbulkan ketidakpastian hukum.
berorientasi pada kuantitas pemutusan perkara
sehingga berdampak pada kualitas jalanya V. SARAN
peradilan di Indonesia (Ariadi et al., 2016: 3).
1. Mahkamah Agung dalam fungsinya sebagai
Mahkamah Agung dalam hal ini harus pengawas jalannya peradilan seharusnya
mengambil peranan untuk merubah negative memberi catatan khusus pada perkara ini,
chaos ke arah positive chaos. Mengingat secara khususnya Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/
umum sudah terjadi kesimpangsiuran praktik Eks/2017/PN.Mbo karena sangat berpotensi
penegakan hukum dan secara khusus bahwa menjadi kontra-produktif dengan semangat
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo penegakan hukum. Mahkamah Agung
dapat mengganggu kelestarian sumber daya alam harus menindaklanjuti dengan segera
yang diperlukan untuk kelangsungan hajat hidup untuk menerbitkan surat edaran Mahkamah
orang banyak. Agung maupun peraturan agar Penetapan
Hidup dan Kehutanan harus mengajukan Fuady, M. (2012). Aliran hukum kritis. Cetakan VI.
upaya hukum perlawanan untuk Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
membatalkan Penetapan Nomor 1/Pen/
Pdt/Eks/2017/PN-.Mbo sebagai langkah Harahap, M.Y. (2014). Hukum acara perdata tentang
gugatan, persidangan, penyitaan, pembuktian
korektif agar tidak terulang dan menjadi
& putusan pengadilan. Cetakan V. Jakarta:
pola baru yang kontra-produktif dengan
Sinar Grafika.
semangat penegakan hukum dalam tata
hukum Indonesia. Haris, A.M. (2016). Penerapan hukum acara perdata.
Cetakan VIII. Jakarta: Kencana.
Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 383
Makaro, M.T. (2014). Pokok-pokok hukum acara
perdata. Cetakan V. Jakarta: Rineka Cipta.