Anda di halaman 1dari 18

PENETAPAN PENGADILAN SEBAGAI BENTUK

UPAYA HUKUM PADA PROSES EKSEKUSI


Kajian Putusan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo

INJUNCTION AS A LEGAL REMEDY


IN THE EXECUTION PROCESS
An Analysis of Court Decision Number 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo

Rio Christiawan
Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Jl. Sunter Permai Raya 36 Kota Jakarta Utara 14350
E-mail: rchristiawan@gmail.com

Naskah diterima: 18 Januari 2018; revisi: 28 November 2018; disetujui: 6 Desember 2018

http://dx.doi.org/10.29123/jy.v11i3.302

ABSTRAK penelitian ini akan diuraikan bahwa penetapan dalam


kasus PT KA ini akan menimbulkan ketidakpastian
Pengadilan Negeri Meulaboh melalui Putusan Nomor
hukum dalam peradilan dan dikhawatirkan akan menjadi
12/Pdt.G/2012/PN.Mbo jo. Putusan Pengadilan
preseden baru yang kontraproduktif dalam penegakan
Negeri Banda Aceh Nomor 50/Pdt/2014/PN.Bna jo.
hukum dan dapat disimpulkan bahwa penetapan tersebut
Putusan Mahkamah Agung Nomor 651 K/Pdt/2015,
melanggar prinsip hukum acara.
menghukum PT KA untuk membayar ganti rugi atas
kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sebagai akibat Kata kunci: penetapan, eksekusi, preseden baru.
dari kebakaran hutan. Putusan Peninjauan Kembali
Nomor 1 PK/Pdt/2017 yang dimohonkan PT KA juga ABSTRACT
menolak permohonan peninjauan kembali PT KA.
Meulaboh District Court through its Decision Number
Ketika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
12/Pdt.G/2012/PN.Mbo in conjunction with Decision
mengajukan perintah eksekusi, justru Pengadilan
of the Banda Aceh District Court Number 50/Pdt/2014/
Negeri Meulaboh menerbitkan Penetapan Nomor 1/
PN.Bna in conjunction with Supreme Court Decision
Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo yang menunda eksekusi
Number 651 K/Pdt/2015, sentenced PT KA to pay
dan memberikan perlindungan hukum kepada PT KA,
compensation for environmental damage due to forest
dengan alasan PT KA sedang mengajukan gugatan baru
fires. PT KA filed an extraordinary request for review
kepada pemerintah. Permasalahan dalam penelitian
which was then rejected through Court Decision Number
ini apakah Penetapan Nomor 1 Pen/Pdt/Eks/2017/
1 PK/Pdt/2017. By the time the Ministry of Environment
PN.Mbo dapat menunda putusan pengadilan yang telah
and Forestry filed a writ of execution, the District Court
berkekuatan hukum tetap. Metode dalam penelitian
of Meulaboh issued the Injuction Number 1/Pen/Pdt/
ini adalah yuridis normatif dengan pengambilan data
Eks/2017/PN.Mbo which ordered postponement of the
secara kepustakaan dengan cara berpikir deduktif
execution and granted a legal protection to PT KA
dalam melakukan verifikasi data. Bagian pembahasan
with the legal basis that PT KA was filing a new claim

Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 367
against the government. The main problem is whether the case of PT KA will cause legal uncertainty in judicial
the Injunction of Court Number 1/Pen/Pdt/Eks/2017/ proceeding and is feared to create a new precedent that
PN.Mbo can delay a court decision that has a permanent is counterproductive in law enforcement. The research
legal force. This research is conducted through normative concludes that the injunction has violated the main
juridical method based on literature sources by means of principle of procedural law.
deductive reasoning in data verifying. The discussion in
Keywords: injunction, execution, new precedent.
this research shows and explains that the injunction in

I. PENDAHULUAN 2016 kepada Pengadilan Negeri Meulaboh,


A. Latar Belakang yang pada intinya surat tersebut memohon
pelaksanaan eksekusi berdasarkan putusan
Dalam praktik hukum acara perdata
kasasi. Surat tersebut dibalas oleh Pengadilan
maupun hukum acara pidana, disebutkan bahwa
Negeri Meulaboh melalui Surat Nomor 12/Pen.
kasasi merupakan bentuk upaya hukum terakhir
Pdt.Eks/2016/PN.Mbo yang isinya menyatakan
yang dapat dilakukan oleh para pihak, bahkan
penundaan eksekusi hingga turunnya putusan
upaya hukum luar biasa peninjauan kembali
peninjauan kembali. Hal ini jelas-jelas melanggar
tidak dapat menghentikan eksekusi. Pemahaman
hukum acara, bahwa peninjauan kembali tidak
bahwa putusan yang telah mempunyai kekuatan
menunda eksekusi karena kasasi adalah upaya
hukum tetap adalah putusan pengadilan yang
hukum terakhir, dan ironisnya pelanggaran
diterima (tidak dilakukan upaya hukum), atau
hukum acara tersebut justru dilakukan oleh badan
apabila dilakukan upaya hukum telah diputus
peradilan sendiri.
oleh Mahkamah Agung melalui putusan kasasi.
Kasus kebakaran hutan dan lahan PT KA,
Proses setelah putusan pengadilan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
berkekuatan hukum tetap atau setelah upaya
kembali mengajukan surat teguran kepada Ketua
hukum kasasi diputuskan Mahkamah Agung
Pengadilan Negeri Meulaboh melalui Surat
adalah eksekusi, ketentuan dalam hukum acara ini
Nomor S-24/PSLH/GKM.1/02/2017 untuk
dibuat guna memberi kepastian hukum bagi pihak
meminta dilaksanakan eksekusi terhadap PT KA,
yang berperkara. Perkara PT KA, baik perdata
menindaklanjuti Putusan Nomor 1 PK/Pdt/2017
maupun pidana pengadilan telah memutuskan
yang menolak permohonan peninjauan kembali
melalui Putusan Nomor 12/Pdt.G/2012/PN.Mbo
PT KA.
jo. Putusan Nomor 50/Pdt/2014/PN.Bna jo.
Putusan Nomor 651 K/Pdt/2015. Dalam perkara Pertimbangan hukum dari penerbitan
pidana melalui Putusan Nomor 131/Pid.B/2013/ Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo
PN.Mbo jo. Putusan Banding Nomor 201/ adalah dikabulkannya permohonan perlindungan
Pid/2014/PN.Bna jo. Putusan Nomor 1554 K/ hukum PT KA, sehingga hal ini menjadi dasar
Pid.Sus/2015. pertimbangan majelis hakim dalam menyatakan
eksekusi ditunda. Pertimbangan lain dalam
Kementerian Lingkungan Hidup dan
penerbitan Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/
Kehutanan sudah mengirimkan Surat Nomor 103/
Eks/2017/PN.Mbo adalah PT KA melakukan
PSLH/GKM.1/11/2016 tertanggal 3 November

368 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 3 Desember 2018: 367 - 384


gugatan terhadap pemerintah dengan gugatan Penetapan dapat diajukan untuk masalah
baru setelah terbitnya putusan peninjauan yang bersifat kepentingan sepihak saja (for
kembali. benefit of one party only). Penetapan diterbitkan
murni untuk menyelesaikan kepentingan
Pertimbangan majelis hakim tersebut
pemohon tentang suatu permasalahan yang
menampakkan bahwa kekuasaan kehakiman
memerlukan suatu kepastian hukum, di mana
justru menjadi alat untuk mengesampingkan
yang dipermasalahkan tersebut tidak bersentuhan
kepastian hukum yang seharusnya menjadi
dengan hak dan kepentingan orang lain. Sifat
tujuan penegakan hukum. Persoalan lainnya
penetapan harus tanpa sengketa dengan pihak
dari pertimbangan hukum majelis hakim pada
lain (without disputes or differences with another
penerbitan Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
party). Artinya tidak dibenarkan mengajukan
PN.Mbo adalah penetapan tersebut bertentangan
permohonan tentang penyelesaian sengketa
dengan hukum acara yang berlaku, karena dalam
hak atau kepemilikan maupun penyerahan serta
hal ini penetapan digunakan sebagai upaya
pembayaran sesuatu oleh orang lain atau pihak
hukum untuk menghindari eksekusi pada putusan
ketiga serta tidak ada pihak ketiga yang ditarik
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
sebagai lawan atau bersifat ex-parte (Harahap,
Menariknya perkara ini adalah menjadikan 2014: 29).
penetapan sebagai bentuk upaya hukum terhadap
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
pelaksanaan eksekusi. Menerbitkan penetapan
PN.Mbo tentang pemberian perlindungan
sesuai hukum acara adalah kewenangan
hukum dan penundaan eksekusi diterbitkan oleh
pengadilan setempat, mengingat fenomena
Pengadilan Negeri Meulaboh, secara perdata
menggunakan penetapan pengadilan sebagai
PT KA diharuskan membayar ganti kerugian
upaya hukum terhadap eksekusi ini baru terjadi
atas kebakaran hutan dan lahan dalam konsesi.
dalam kasus PT KA ini. Penetapan pengadilan
Secara pidana PT KA dijatuhkan pidana denda
sebagaimana Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/
hingga tahap peninjauan kembali sebagaimana
Eks/2017/PN.Mbo meskipun tidak dikenal di
telah diuraikan di atas, sehingga penetapan
dalam hukum acara, tetapi juga tidak dilarang
tersebut diterbitkan dengan tidak terpenuhi tiga
oleh Mahkamah Agung.
unsur syarat penerbitan penetapan sebagaimana
Mahkamah Agung secara limitatif tersebut di atas.
menentukan jenis penetapan yang tidak
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
diperbolehkan adalah hanya menetapkan status
PN.Mbo diterbitkan sesuai permohonan PT
kepemilikan atas suatu benda baik bergerak
KA sehingga pada unsur-unsur ini tidak dapat
maupun tidak bergerak, menetapkan status ahli
dipenuhi syarat penetapan untuk masalah yang
waris, dan menetapkan bahwa suatu dokumen
bersifat kepentingan sepihak saja (for benefit
adalah sah (MA RI, 2009: 47). Artinya bahwa
of one party only). Secara praktis Kementerian
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo
Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai pihak
tentang pemberian perlindungan hukum
tentu berkepentingan untuk melakukan eksekusi
dan penundaan eksekusi tidak dilarang oleh
atas putusan yang telah berkekuatan hukum.
Mahkamah Agung.
Lebih lanjut dalam hal ini K Kementerian

Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 369
Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai pihak menjadi kecenderungan bahkan pola baru
yang mewakili negara dan masyarakat untuk dalam hukum acara untuk menghindari atau
melawan pencemar lingkungan (poluter) yang sebagai bentuk perlawanan terhadap proses
hendak melakukan eksekusi untuk kepentingan eksekusi. Penggunaan penetapan pengadilan
rehabilitasi lingkungan hidup. ini tentu mengandung sesat pikir dan melawan
logika hukum acara. Jika penetapan pengadilan
Penggunaan penetapan pengadilan untuk
sebagaimana tersebut di atas digunakan sebagai
memberi perlindungan hukum atas upaya
bentuk upaya hukum pada proses eksekusi, dan
eksekusi yang akan dilakukan memang tidak
terlebih lagi menjadi kecenderungan dan pola
diatur di dalam hukum acara, tetapi penetapan
baru dalam peradilan Indonesia, maka akan
pengadilan tersebut juga bertentangan dengan
kontradiktif dengan asas cepat, murah, dan biaya
hukum acara yaitu bahwa terhadap peninjauan
ringan serta peradilan sederhana. Artinya akan
kembali tidak menunda eksekusi. Artinya
menambah tahapan baru dalam proses eksekusi.
sebenarnya Pengadilan Negeri Meulaboh telah
Dampaknya adalah aspek kepastian hukum
dua kali menyimpangi hukum acara, yaitu
terhadap putusan yang sudah berkekuatan hukum
pada saat Kementerian Lingkungan Hidup dan
akan menjadi tersampingkan, sehingga proses
Kehutanan mengirimkan Surat Nomor 103/
peradilan tidak memberi kemanfaatan serta akan
PSLH/GKM.1/11/2016 tertanggal 3 November
cenderung semakin transaksional.
2016 yang meminta dilaksanakan eksekusi,
namun Pengadilan Negeri Meulaboh menerbitkan Penetapan Pengadilan Nomor 1/Pen/
Surat Nomor 12/Pen.pdt.Eks/2016/PN.Mbo yang Pdt/Eks/2017/PN.Mbo yang memberikan
isinya menolak eksekusi hingga terbit putusan perlindungan hukum dan menunda eksekusi
peninjauan kembali. menunjukkan bahwa lembaga peradilan
sekalipun tidak dapat mengeksekusi putusan
Penyimpangan hukum acara yang kedua
lembaga peradilan itu sendiri hingga tingkatan
adalah ketika Pengadilan Negeri Meulaboh
Mahkamah Agung. Persoalan ini akan menjadi
menerbitkan Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/
preseden yang tidak baik bagi penegakan hukum
Eks/2017/PN.Mboyangmemberikan perlindungan
karena hukum tidak lagi memiliki tujuan untuk
hukum dan menunda eksekusi dikarenakan ada
mencapai kepastian, kemanfaatan, dan keadilan.
gugatan baru. Hal ini menyimpangi hukum acara
yang berlaku, dan terkesan Pengadilan Negeri
Meulaboh menyimpangi hukum acara untuk B. Rumusan Masalah
mengakomodir permohonan PT KA, akibatnya Apakah Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/
hingga saat ini eksekusi tidak dapat dilaksanakan. Eks/2017/PN.Mbo dapat menunda eksekusi atas
Ironisnya majelis hakim pada tingkat peninjauan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap
kembali dalam pemeriksaan judex juris tidak (inkracht)?
menyatakan ada kekeliruan hakim kasasi pada
Mahkamah Agung.
C. Tujuan dan Kegunaan
Penggunaan penetapan pengadilan
Tujuan tulisan ini adalah untuk meneliti
sebagai bentuk upaya hukum baru ini akan
dan mengkaji penggunaan penetapan pengadilan

370 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 3 Desember 2018: 367 - 384


untuk penundaan eksekusi terhadap putusan a. Diktum bersifat deklaratoir, yakni
yang telah berkekuatan hukum tetap. Tulisan ini hanya berisi penegasan pernyataan
atau deklarasi hukum tentang hal
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang yang diminta;
baik secara teoritis kepada disiplin ilmu hukum b. Pada penetapan pengadilan tidak
yang ditekuni oleh penulis maupun kepada para boleh mencantumkan diktum
condemnatoir (yang mengandung
hakim untuk dapat dijadikan acuan dalam praktik, hukuman) terhadap siapapun;
khususnya mengenai penetapan pengadilan. c. Pada penetapan diktum tidak dapat
memuat amar konstitutif, yaitu yang
menciptakan suatu keadaan baru
D. Tinjauan Pustaka (Harahap, 2014: 40).
1. Teori dan Dasar Hukum Penetapan
Penetapan pengadilan dapat dipersamakan
Pengadilan
dengan putusan pengadilan pada tingkat pertama
Dalam hal tidak ada perselisihan dan dan terakhir. Sesuai dengan doktrin dan praktik
dalam hal pemohon tidak mohon putusan atau yang berlaku bahwa penetapan yang dijatuhkan
keadilan dari hakim, namun hanya mohon dalam perkara yang berbentuk permohonan atau
penetapan saja maka perkara disebut sebagai voluntair pada umumnya dapat dipersamakan
perkara permohonan. Jika ada dua pihak yang dengan putusan pada tingkat pertama dan terakhir.
bersengketa dan para pihak mohon putusan maka
Suatu penetapan pengadilan dapat
disebut sebagai perkara gugatan (Hatta &Yustanti,
dikeluarkan berdasarkan adanya permohonan
2013: 4). Pemeriksaan untuk perkara permohonan
atau gugatan voluntair yang ditandatangani
sangat singkat, sedangkan dalam perkara gugatan
oleh pemohon (baik perorangan maupun badan
dilakukan pemeriksaan dan pembuktian yang
hukum) atau kuasanya yang ditujukan kepada
detail dan lengkap.
ketua pengadilan negeri. Istilah permohonan
Khususnya dalam hukum acara perdata atau gugatan voluntair ini dapat dilihat dalam
bahwa hakim harus mendengar kedua belah penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
pihak (audi et alteram partem). Hakim tidak Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
boleh mendengar keterangan dari salah satu Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang
pihak sebagai yang benar sehingga pihak lawan meskipun tidak diatur lagi dalam Undang-Undang
tidak diberi kesempatan mengeluarkan pendapat Nomor 4 Tahun 2004, dan terakhir diperbaharui
serta tidak didengar. Dalam hal memeriksa dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
perkara perdata hakim harus mendengar dan tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai pengganti
mempertimbangkan keterangan kedua belah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970.
pihak yang bersengketa dan mengajukan alat
Ketentuan sebagaimana dalam penjelasan
bukti harus di depan sidang yang dihadiri kedua
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14
belah pihak (Chandera & Tjandra, 2012: 4).
Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan
Penetapan adalah putusan yang berisi diktum Pokok Kekuasaan Kehakiman masih dianggap
penyelesaian permohonan yang dituangkan dalam relevan dan merupakan penegasan di samping
bentuk ketetapan pengadilan. Sifat dari penetapan kewenangan badan peradilan terhadap perkara
pengadilan adalah sebagai berikut: gugatan, tetapi termasuk juga pada perkara

Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 371
voluntair untuk meminta penetapan yang hanya negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
melibatkan satu pihak saja. Perkara permohonan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
adalah termasuk pada pengertian yurisdiksi berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya
voluntair dan berdasarkan permohonan yang negara hukum Republik Indonesia. Fakta
diajukan oleh pemohon maka hakim memberikan hukum pada umumnya menunjukkan adanya
suatu penetapan (Elmiyah & Sujadi, 2005: 327). ketidakpercayaan masyarakat pada kekuasaan
kehakiman dikarenakan belum mencerminkan
Mengacu pada yurisprudensi Mahkamah
kepastian hukum (Wantu, 2012: 480).
Agung Nomor 3139/K/Pdt/1984, dikatakan bahwa
tugas pokok pengadilan adalah memeriksa dan Kanter mengilustrasikan “jika anda tidak
memutus perkara yang bersifat sengketa. Selain itu mau kehilangan kerbau demi menyelamatkan
pengadilan juga memeriksa voluntair jurisdiction, kambing janganlah anda memprosesnya ke
namun kewenangan itu terbatas pada hal-hal yang pengadilan” (Kanter, 2013: 161). Pernyataan
ditegaskan oleh peraturan perundang-undangan. Kanter tersebut menunjukkan ketidakpercayaan
Yurisdiksi penetapan pengadilan memang masyarakat terhadap institusi peradilan. Hakim
diperluas pada hal-hal yang ada urgensinya itupun sebagai salah satu pejabat kekuasaan kehakiman
dengan syarat jangan sampai memutus perkara yang melaksanakan proses peradilan harus
voluntair yang mengandung sengketa (Elmiyah memiliki tanggung jawab terhadap putusan/
& Sujadi, 2005: 327). penetapan pengadilan yang dibuatnya. Putusan/
penetapan yang dibuat oleh hakim di pengadilan
Penetapan pengadilan hanya dapat
idealnya tidak menimbulkan masalah baru di
diterbitkan untuk hal-hal yang sangat bersifat
masyarakat, artinya kualitas putusan/penetapan
limitatif dengan syarat ex-parte atau sepihak
berpengaruh pada kewibawaan dan kredibilitas
dalam keadaan sangat terbatas dan sangat
lembaga peradilan itu sendiri.
eksepsional pada hal tertentu saja dan hanya boleh
terhadap masalah yang disebut dan ditentukan Hakim dalam menyelesaikan persoalan di
oleh undang-undang yang menegaskan bahwa pengadilan mempunyai tugas untuk menemukan
masalah yang bersangkutan dapat atau boleh hukum yang tepat, hakim dalam menemukan
diselesaikan secara voluntair dalam bentuk hukum tidak cukup hanya mencari undang-
permohonan untuk mendapat penetapan (Elmiyah undang saja, sebab ada kemungkinan undang-
& Sujadi, 2005: 327-328). undang tidak mengatur secara jelas, sehingga
hakim harus menggali nilai yang hidup dalam
2. Peradilan Untuk Mewujudkan masyarakat. Idealnya dalam upaya mencapai
Kepastian Hukum kepastian hukum dalam membuat suatu penetapan
harus sesuai dengan tujuan dasar pengadilan
Kekuasaan kehakiman merupakan sehingga mengandung kepastian hukum (Wantu,
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan 2012: 483).
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Penegasan tersebut terdapat juga dalam Undang- Penetapan pengadilan yang dapat
Undang Kekuasaan Kehakiman yang mengatur memberikan kepastian hukum haruslah bersifat:
bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan (1) melakukan solusi autoritatif; (2) efisiensi,

372 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 3 Desember 2018: 367 - 384


artinya dalam prosesnya harus cepat, murah, Selain mengacu pada HIR dan RBG,
dan biaya ringan; (3) sesuai dengan peraturan prosedur eksekusi juga diatur dalam Undang-
perundang-undangan; (4) mengandung aspek Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, yaitu Pasal 54 dan 55 yang secara
stabilitas, yaitu dapat memberikan rasa tertib dan
rasa aman dalam masyarakat; dan (5) mengadung teknis dijewantahkan melalui Peraturan
equality, artinya mengandung kesamaan bagi Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1980, dalam
siapa saja (Wantu, 2012: 483). kaitannya kasasi merupakan upaya hukum yang
terakhir dan upaya hukum peninjauan kembali
Kepastian hukum yang dituangkan dalam
tidak menghalangi eksekusi.
penetapan hakim merupakan hasil yang didasarkan
pada fakta-fakta persidangan yang relevan secara Prinsip eksekusi dilaksanakan pada putusan
yuridis serta menggunakan hati nurani. Dalam pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,
hal adanya permohonan penetapan, hakim selalu karena putusan pengadilan yang telah berkekuatan
dituntut untuk selalu dapat menafsirkan makna hukum tetap tidak lagi terbuka kemungkinan
peraturan perundangan dalam situasi konkret untuk dibatalkan, dalam hal ini karena upaya
yang dimohonkan kepadanya. Hakim dapat hukum luar biasa peninjauan kembali adalah
mengkonstruksi kasus yang diadili secara utuh ditujukan pada putusan pengadilan yang telah
dan objektif sehingga dapat terpenuhi kepastian berkekuatan hukum tetap (Bachir, 2015: 22).
hukum.
Eksekusi menggunakan irah-irah “Demi
Ketuhanan Berdasarkan Ketuhanan Yang
3. Pelaksanaan dan Penundaan Eksekusi Maha Esa.” Hal ini untuk menunjukkan bahwa
Pengertian eksekusi adalah merupakan eksekusi wajib dijalankan demi kepastian hukum
pelaksanaan putusan pengadilan yang telah dan keadilan para pihak melalui realisasi putusan
mempunyai kekuatan hukum tetap. Prinsipnya yang telah berkekuatan hukum tetap, namun
eksekusi dijalankan karena pihak yang kalah pelaksanaan eksekusi tidak serta merta dapat
tidak menjalankan putusan pengadilan secara dilaksanakan jika terdapat alasan yang dapat
sukarela. Eksekusi dijalankan dengan mengacu menunda eksekusi.
pada Pasal 195 dan 196 HIR atau Pasal 207 dan Alasan yang dapat menunda eksekusi
208 RBG. Dalam pengertian lain eksekusi adalah putusan pengadilan yang telah berkekuatan
menjalankan putusan pengadilan yang sudah hukum tetap adalah sebagai berikut:
berkekuatan hukum tetap.
a. Para pihak telah membuat
Putusan yang dieksekusi adalah putusan kesepakatan damai.
b. Alasan Perikemanusiaan yang dapat
yang mengandung perintah kepada salah diterima oleh pengadilan.
satu pihak untuk membayar sejumlah uang c. Masih terdapat perlawanan dari pihak
atau melaksanakan perintah hakim lainnya, ketiga.
d. Barang yang menjadi objek eksekusi
sedangkan pihak yang kalah tersebut tidak mau masih dalam perkara lain (Makaro,
melaksanakan putusan secara sukarela sehingga 2014: 235-239).
memerlukan upaya paksa dari pengadilan untuk
melaksanakannya (Haris, 2016: 313).

Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 373
Alasan penundaan eksekusi telah ditentukan primer adalah merupakan bahan hukum yang
secara limitatif, sehingga bila pelaksanaan bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas
eksekusi ditunda karena sebab di luar dari yang peraturan perundangan, risalah atau catatan
telah ditentukan, maka hal ini akan merusak citra resmi, dan putusan pengadilan. Sedangkan yang
lembaga peradilan dan menurunkan kepercayaan dimaksud bahan hukum sekunder adalah buku-
masyarakat terhadap hukum, karena dipandang buku (pendapat ahli), jurnal, dan segala sesuatu
hukum dalam hal ini lembaga peradilan tidak yang dapat memberikan petunjuk bagi peneliti.
dapat memberikan kepastian hukum.
Data yang diperoleh dianalisis sehingga
dapat ditemukan alasan yang rasional mengenai
II. METODE
rumusan permasalahan dan analisisnya. Dari hasil
Metode yang digunakan dalam tulisan pengolahan tersebut dianalisis dan kemudian
ini adalah metode penelitian yuridis normatif dilakukan pembahasan dan ditarik kesimpulan
dengan fokus melakukan kajian yuridis terhadap atas penggunaan penetapan untuk menunda
penggunaan penetapan pengadilan untuk eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan
menunda eksekusi serta memberi perlindungan hukum tetap.
hukum pada salah satu pihak. Untuk mencapai
maksud di atas digunakan studi kepustakaan, yaitu III. HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan bahan hukum untuk menjawab
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
rumusan masalah. Dalam hal ini digunakan
PN.Mbo yang memberikan perlindungan
putusan pengadilan, peraturan perundangan,
hukum dan menunda eksekusi diterbitkan dalam
doktrin serta literatur yang mendukung yang
rangka eksekusi Putusan Nomor 12/Pdt.G/2012/
terbagi menjadi bahan hukum primer, sekunder
PN.Mbo jo. Putusan Nomor 50/Pdt/2014/
maupun tersier.
PN.Bna jo. Putusan Nomor 651 K/Pdt/2015 yang
Tulisan ini menggunakan pendekatan menjatuhkan putusan ganti rugi kepada PT KA.
penelitian hukum normatif dengan melakukan Dalam perkara pidana melalui Putusan Nomor
abstraksi terhadap proses deduksi dari norma 131/Pid.B/2013/PN.Mbo jo. Putusan Banding
hukum positif yang berlaku, yaitu meneliti hukum Nomor 201/Pid/2014/PN.Bna jo. Putusan Nomor
sebagai norma positif dengan menggunakan cara 1554 K/Pid.Sus/2015 yang menjatuhkan pidana
berpikir deduktif dan berdasarkan pada kebenaran denda kepada PT KA, bahkan dalam Putusan
koheren, di mana kebenaran dalam penelitian ini Peninjauan Kembali Nomor 1 PK/Pdt/2017 juga
sudah dinyatakan kredibel tanpa harus melalui menolak permohonan peninjauan kembali PT
proses pengujian atau verifikasi. KA.

Data yang dimaksudkan dalam penelitian Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/


ini adalah bahan-bahan atau fakta-fakta atau PN.Mbo merupakan bentuk upaya hukum PT
bisa juga diartikan sebagai sumber informasi. KA guna menghindari eksekusi atas putusan
Sedangkan bahan hukum yang dimaksudkan yang telah berkekuatan hukum tetap. Memang
dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum belum diatur secara eksplisit jika pihak PT KA
primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum mengajukan permohonan penetapan untuk

374 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 3 Desember 2018: 367 - 384


memberikan perlindungan hukum dan menunda Perbuatan melawan hukum yang dilakukan
eksekusi. Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/ termohon eksekusi sesuai Putusan Nomor 651
PN.Mbo tidak lazim diterbitkan oleh pengadilan K/Pdt/2015 yang menjatuhkan putusan ganti
sebagai bentuk permohonan karena terdapat rugi kepada termohon eksekusi, secara perdata
unsur sengketa dan kepentingan pihak lain di bahwa seorang pencemar wajib membayar ganti
dalamnya (bukan ex-parte). Melihat histori rugi berdasarkan perbuatan melawan hukum
perkara ini lebih kepada bentuk upaya hukum yang dilakukannya sebagaimana dikenal dengan
lanjutan dari termohon eksekusi. Persoalannya prinsip polluter-pays principle.
adalah Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
Mishan dalam the cost of economic growth
PN.Mbo tidak dikenal dalam hukum acara serta
pada tahun enam puluhan memperkenalkan
menyimpangi hukum acara itu sendiri.
polluter-pays principle (prinsip pencemar
Merunut pada Putusan Nomor 12/ harus membayar) yang menyebutkan bahwa
Pdt.G/2012/PN.Mbo jo. Putusan Nomor 50/ pencemar semata-mata adalah seseorang/badan
Pdt/2014/PN.Bna jo. Putusan Nomor 651 K/ yang berbuat pencemaran yang seharusnya
Pdt/2015 yang menjatuhkan putusan ganti rugi dihindarinya (Muhdar, 2009: 67).
kepada PT KA yang dikuatkan Putusan Nomor
Putusan Nomor 651 K/Pdt/2015 yang
1 PK/Pdt/2017 juga menolak permohonan
menjatuhkan putusan ganti rugi kepada termohon
peninjauan kembali. PT KA dianggap harus
eksekusi menerapkan asas in dubio pro natura,
bertanggung jawab secara perdata atas dasar
yaitu bahwa dalam penyelesaian perkara
perbuatan melawan hukum. Analisis tanggung
lingkungan hidup baik secara perdata, pidana, dan
jawab perdata PT KA kepada pemerintah terhadap
administrasi memang harus menggunakan asas
pembukaan lahan dengan cara membakar
in dubio pro natura yang telah dimanifestasikan
berdasarkan Putusan Nomor 12/Pdt.G/2012/
dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
PN.Mbo adalah mengacu pada tanggung jawab
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365
Lingkungan Hidup.
dan 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Koespratama et al., 2016: 9). Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum
Lingkungan Hidup mengatur tentang kehati-
Perdata yaitu terkait perbuatan melawan hukum,
hatian, keadilan lingkungan, dan keanekaragaman
bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang
hayati, oleh sebab itu dapat dipahami jika
menimbulkan kerugian terhadap pihak lain
keberatan PT KA sebagai pemohon kasasi ditolak
mewajibkan pihak yang karena perbuatannya
oleh majelis kasasi dan Mahkamah Agung
menimbulkan kerugian untuk mengganti kerugian
memutus termohon eksekusi telah melakukan
itu. Jika Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
perbuatan melawan hukum dan menghukum
PN.Mbo diterbitkan sebagai satu rangkaian
ganti rugi berdasarkan kerugian ekologis.
dengan putusan tersebut, maka dalam hal
permohonan penetapan yang diajukan termohon Kerugian yang dimaksud terdiri dari
eksekusi mengandung sengketa dan kepentingan kerugian ekologis penyimpanan air, pengendalian
pihak lain. erosi, pembentukan tanah, keanekaragaman

Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 375
hayati, sumber daya genetik, pelepasan karbon,
terhadap 1.000 ha lahan gambut yang terbakar
dan kerugian ekonomi oleh negara yang terdiri dari
sebesar Rp251.765.250.000,- sehingga lahan
hilangnya manfaat pemakaian dan biaya pemulihan
gambut yang terbakar tersebut dapat difungsikan
yang harus dikeluarkan oleh negara. Melalui kembali. Putusan perdata tersebut sama dengan
Putusan Nomor 651 K/Pdt/2015 menyatakan putusan kasasi dalam perkara pidana melalui
bahwa judex factie pada Putusan Nomor 12/ Putusan Nomor 131/Pid.B/2013/PN.Mbo
Pdt.G/2012/PN.Mbo jo. Putusan Pengadilan jo. Putusan Nomor 201/Pid/2014/PN.Bna
Nomor 50/Pdt/2014/PN.Bna tidak bertentangan jo. Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2015
dengan hukum dan atau undang-undang sehingga menghukum termohon eksekusi untuk membayar
putusan berkekuatan hukum tetap. denda karena kebakaran hutan dan lahan yang
disebabkan karena kelalaian termohon eksekusi
Termohon eksekusi diputuskan telah
menyebabkan percepatan pemanasan global dan
melakukan perbuatan melawan hukum sehingga
mengurangi zat karbon yang sangat dibutuhkan
diputuskan harus mengganti kerugian. Sesuai
untuk kehidupan manusia.
yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 610/K/
Slip/1968, bahwa meskipun tuntutan ganti Putusan Nomor 12/Pdt.G/2012/PN.Mbo
kerugian jumlahnya dianggap tidak pantas jo. Putusan Nomor 50/Pdt/2014/PN.Bna jo.
sedang penggugat menuntut sejumlah itu, maka Putusan Nomor 651 K/Pdt/2015 menghukum PT
hakim berwenang untuk menetapkan berapa yang KA untuk membayar ganti rugi atas kerusakan
seharusnya dibayar. lingkungan yang ditimbulkan sebagai akibat
dari kebakaran hutan. Putusan Nomor 1 PK/
Mahkamah Agung mempedomani Putusan
Pdt/2017 yang dimohonkan PT KA juga menolak
Hoge Raad tanggal 24 Mei 1918 yang menyatakan
permohonan peninjauan kembali PT KA. Bahkan
bahwa pengembalian pada keadaan semula adalah
dalam perkara yang sama pengadilan pidana juga
keputusan yang paling tepat (Koespratama et al.,
telah menjatuhkan putusan hingga Mahkamah
2016: 13), maka dalam hal ini Mahkamah Agung
Agung melalui Putusan Nomor 131/Pid.B/2013/
menguatkan putusan ganti kerugian sebesar
PN.Mbo jo. Putusan Nomor 201/Pid/2014/
Rp114.303.419.000,- sebagai ganti rugi materiel
PN.Bna jo. Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2015
atas tindakan melawan hukum, ganti rugi
yang menjatuhkan pidana terhadap PT KA
tersebut dihitung untuk mengembalikan keadaan
seluruhnya adalah menggunakan pendekatan
seperti semula berdasarkan kerugian ekologis
keadilan korektif.
yang terdiri dari kerugian ekologis penyimpanan
air, pengendalian erosi, pembentukan tanah, Keadilan korektif dapat dipahami dari
keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, ratio decidendi (pertimbangan hukum) hakim
pelepasan karbon, dan kerugian ekonomi oleh untuk sampai pada putusan yang digambarkan
negara yang terdiri dari hilangnya manfaat oleh Goodheart dalam Marzuki sebagai fakta
pemakaian dan biaya pemulihan yang harus materiil (Marzuki, 2017: 39). Fakta tersebut
dikeluarkan oleh negara. berupa orang, benda, tempat, waktu, dan biaya
sehingga dapat disimpulkan secara preskriptif
Termohon eksekusi juga diharuskan
mengingat ratio decidendi (pertimbangan
melakukan tindakan pemulihan lingkungan
hukum). Keadilan korektif merupakan bentuk

376 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 3 Desember 2018: 367 - 384


keadilan yang ditujukan sebagai upaya pemberian tersebut tidak hanya menyangkut kepentingan
sanksi, pembebanan kewajiban pemulihan atau satu pihak saja (ex parte) tetapi ada kepentingan
kewajiban melakukan kompensasi bagi mereka pihak lain yang secara nyata merupakan
yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain. kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat.
Dalam konteks ini, mereka yang menimbulkan Terbitnya Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
kerugian berarti memikul tanggung jawab untuk PN.Mbo untuk memberi perlindungan hukum
mengembalikan dampak akibat kerugian tersebut kepada termohon eksekusi dan menunda proses
(Wibisana, 2017: 297). eksekusi pasca Putusan Nomor 1 PK/Pdt/2017
yang menolak permohonan peninjauan kembali
Keadilan korektif menginginkan agar
PT KA merupakan suatu penyimpangan dalam
mereka yang menyebabkan terjadinya kerugian
hukum formal maupun materiel.
untuk memperbaiki kerugian yang terjadi tersebut.
Adler & Wilkinson dalam Hudoyo et al. (2017: Penyimpangan hukum sudah terjadi
202), menyatakan bahwa keadilan korektif adalah pada saat Kementerian Lingkungan Hidup dan
dasar penerapan polluter-pays principle (prinsip Kehutanan mengirimkan Surat Nomor 103/
pencemar harus membayar) yang secara lex PSLH/GKM.1/11/2016 tertanggal 3 November
specialis diatur dalam penjelasan Pasal 87 ayat (1) 2016 yang meminta dilaksanakan eksekusi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang namun Pengadilan Negeri Meulaboh menerbitkan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Surat Nomor 12/Pen.Pdt.Eks/2016/PN-Mbo
menyatakan bahwa pasal tersebut merupakan yang isi menolak eksekusi hingga terbit putusan
realisasi pencemar harus membayar. peninjauan kembali, hal ini sudah bertentangan
dengan hukum acara yang menyatakan upaya
Pasal 87 merupakan pasal tentang
hukum peninjauan kembali tidak dapat menunda
pertanggungjawaban perdata berdasarkan
eksekusi. Selanjutnya penyimpangan hukum
perbuatan melawan hukum, maka Undang-
acara yang kedua adalah ketika Pengadilan
Undang Nomor 32 Tahun 2009 menggunakan
Negeri Meulaboh menerbitkan Penetapan Nomor
tafsir pertanggungjawaban berdasarkan
1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo yang memberikan
kesalahan (liability based on fault) (Wibisana,
perlindungan hukum dan menunda eksekusi
2017: 298). Dapat dipahami konstruksi
dikarenakan ada gugatan baru, hal ini lebih aneh
hukumnya mengingat untuk menyatakan
dan sangat bertentangan dengan logika kepastian
perbuatan melawan hukum perlu dibuktikan
hukum sehingga dapat terlihat Penetapan Nomor
kesalahan untuk menuntut tanggung jawab,
1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo adalah sangat tidak
maka kasus PT KA diadili baik secara perdata
netral.
untuk menuntut pertanggungjawaban perdata
berdasarkan perbuatan melawan hukum, Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor
sedangkan pidana untuk membuktikan secara 5/Pen/Sep/1975 yang menyatakan batal demi
materiel pertanggungjawaban berdasarkan
hukum Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta
kesalahan (liability based on fault). Pusat Nomor 272/1972.P dan Nomor 273/1972.P
dalam kasus FPC menyatakan bahwa Mahkamah
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami
Agung sebagai pengawas tertinggi jalannya
dengan terang benderang dan jelas bahwa perkara
peradilan membatalkan penetapan pengadilan

Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 377
negeri dikarenakan bahwa kedua penetapan sepihak, yang mana pihak inilah yang disebut
tersebut bersifat prosesuil yang didasarkan atas pemohon (ex-parte). Adapun sifat ex-parte
suatu gugatan yang mana pihak yang terkena adalah sebagaimana dimaksud adalah hanya
dampak maupun dikutip dalam ketetapan tersebut mendengar keterangan dari pemohon atau
seharusnya diberi kesempatan untuk membela kuasanya sehubungan dengan permohonan serta
diri dan didengar hakim. memeriksa bukti dan saksi yang diajukan oleh
pemohon serta tidak ada tahapan replik-duplik
Sebagai pembanding terkait penetapan
serta kesimpulan.
pengadilan negeri ini adalah yurisprudensi
Mahkamah Agung Nomor 02 Pen/Pdt/2003 yang Pemeriksaan permohonan penetapan
membatalkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta pengadilan yang diajukan oleh pemohon
Pusat Nomor 149/Pdt/P/PN Jkt.Pst/2003, Nomor harus dilandasi bukti dan pembuktian tersebut
150/Pdt/P/PN Jkt.Pst/2003, dan Nomor 151/Pdt/P/ dibebankan kepada pemohon untuk dijadikan
PN Jkt.Pst/2003 dengan alasan pembatalan bahwa pertimbangan hakim dalam memeriksa dan
setiap hal terkait eksekusi harus ditempuh melalui memberikan penetapan yang mana bukti
gugatan dengan memberi kesempatan kepada sebagaimana dimaksud harus sesuai Pasal 1866 b
semua pihak untuk didengarkan keterangannya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal
oleh hakim sehinggar perkara sebagaimana 164 HIR/284 RBG. Setelah hakim memeriksa
dimaksud bukan termasuk yurisdiksi gugatan permohonan berikut bukti-bukti yang telah
voluntaire yang diselesaikan dengan penetapan. diajukan pemohon dan alasan-alasan pemohon
dalam mengajukan permohonan telah memenuhi
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
ketentuan, maka dengan memuat pertimbangan
PN.Mbo bukan saja menyimpangi hukum formal
hukum dalam diktum, maka penyelesaian
dan materiel, tetapi juga kontra-produktif terhadap
permohonan tersebut dapat dituangkan dalam
upaya pengadilan mewujudkan kepastian hukum.
penetapan (Elmiyah & Sujadi, 2005: 333).
Tugas utama hakim adalah menemukan hukum
melalui penyelesaian pemeriksaan perkara baik Bahwa penetapan yang dikeluarkan atau
dengan putusan maupun penetapan. Penemuan ditetapkan oleh pengadilan merupakan produk
hukum baik melalui putusan maupun penetapan yang diterbitkan oleh hakim dalam menyelesaikan
tersebut dengan cara melihat peraturan perundang- masalah yang diajukan kepadanya sehingga
undangan ataupun melakukan penemuan hukum dengan sendirinya penetapan tersebut merupakan
lainnya dalam rangka mewujudkan kepastian akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
hukum. Dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya 1868 huruf b Kitab Undang-Undang Hukum
kepastian hukum merupakan suatu keadaan di Perdata (Setiawan, 2012: 399).
mana perilaku manusia, baik individu kelompok
Apabila selama proses permohonan
maupun organisasi berada di dalam koridor
penetapan, pihak yang merasa dirugikan dapat
yang sudah digariskan oleh hukum (Afriana &
mengajukan perlawanan, dalam hal ini perlawanan
Fakhriah, 2016: 284).
bermanfaat untuk menghindari penetapan yang
Dalam permohonan penetapan yang keliru sehingga bagi pihak yang dirugikan
terlibat dalam permohonan tersebut hanyalah dapat mengajukan perlawanan (derden verzet)

378 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 3 Desember 2018: 367 - 384


yang bersifat quasi derden verset selama proses Pdt/Eks/2017/PN.Mbo sebagai hukum konkret,
permohonan penetapan berlangsung. Dalam hal maka sebagai refleksi pada hakikatnya hukum
ini pelawan meminta agar permohonan ditolak mengandung ide atau konsep mengenai keadilan,
serta perkara diselesaikan secara contradictoir kepastian, dan kemanfaatan.
(Elmiyah & Sujadi, 2005: 335).
Raharjo merumuskan penegakan
Terhadap penetapan pengadilan bersifat hukum dapat diartikan sebagai upaya untuk
yang pertama dan terakhir artinya tidak dapat mewujudkan hukum dalam kenyataan, rumusan
diajukan banding sehingga sesuai Pasal 43 ayat tersebut tersirat dalam definisi hukum menurut
(1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Kusumaatmadja (Afriana & Fakhriah, 2016: 276)
tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah yang mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 asas dan kaidah yang mengatur kehidupan
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor masyarakat termasuk di dalamnya lembaga-
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, maka lembaga dan proses-proses untuk mewujudkan
upaya hukum terhadap penetapan pengadilan hukum tersebut dalam kenyataan.
adalah kasasi.
Soekanto (Fuady, 2012: 39) mendefinisikan
Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor penegakan hukum sebagai kegiatan
3302 K/Pdt/1196 tertanggal 28 Mei 1998 menyelarasikan nilai-nilai yang terjabarkan dalam
Mahkamah Agung menyatakan bahwa tuntutan kaidah-kaidah konkret yang mengejawantahkan
pembatalan penetapan seharusnya diajukan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
kasasi ke Mahkamah Agung sesuai dengan tahap akhir untuk mencipatakan, memelihara, dan
ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
Tahun 1985 yang menyatakan Mahkamah Agung
Kenyataannya saat ini refleksi proses
dalam tingkat kasasi berwenang membatalkan
peradilan kita adalah sebagaimana disampaikan
putusan atau penetapan pengadilan dari semua
Harkrisnowo (Fuady, 2012: 40), bahwa kondisi
lingkungan peradilan karena tidak berwenang atau
hukum di Indonesia saat ini ditengarai mendekati
melampaui batas wewenang, salah menerapkan
titik nadir, telah mendapat sorotan yang luar
atau melanggar hukum yang berlaku serta lalai
biasa dari komunitas dalam negeri maupun
memenuhi syarat yang diwajibkan oleh peraturan
internasional, proses penegakan hukum acap kali
perundangan.
diskriminatif, inkonsisten, dan mengedepankan
Sesuai Pasal 43 ayat (1) permohonan kasasi kepentingan kelompok.
terhadap penetapan hanya dapat diajukan jika
Putusan Nomor 19/G/2011/PTUN-BNA
pemohon terhadap perkaranya telah menggunakan
perkara antara WALHI melawan PT KA jelas
upaya hukum banding kecuali ditentukan lain
mendefinisikan bahwa yang dimaksud kepastian
dan permohonan kasasi hanya dapat diajukan
hukum adalah asas dalam negara hukum yang
satu kali, dalam hal penetapan diatur bahwa
mengutamakan landasan peraturan perundangan,
bersifat pertama dan terakhir sehingga upaya
kepatutan, dan keadilan dalam setiap ketetapan
hukum yang dapat dilakukan adalah kasasi.
eksekutif.
Jika kita memahami Penetapan Nomor 1/Pen/

Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 379
Sebagai pembanding keadilan korektif, hukum di Indonesia, mengingat perkara yang telah
penulis mencoba menggunakan pendekatan inkracht tidak dapat dieksekusi dan ditangguhkan
keadilan prosedural dalam memahami Penetapan eksekusinya oleh lembaga peradilan melalui
Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo Keadilan penetapan yang hanya mempertimbangkan
prosedural ini memfokuskan pada proses permohonan salah satu pihak, padahal ini
pengambilan keputusan yang adil dan bukan pada merupakan perkara sengketa.
hasil pengambilan keputusan tersebut, sehingga
Dalam hal disimpanginya asas hukum
keadilan ini menuntut model pengambilan
dan peraturan hukum konkret pada penerbitan
keputusan yang lebih deliberatif, perlindungan
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
kepada pihak yang dirugikan serta adanya akses
PN.Mbo seharusnya Mahkamah Agung dapat
yang setara pada proses pengambilan keputusan
melakukan koreksi atas penetapan pengadilan
(Wibisana, 2017: 299).
negeri seperti beberapa yurisprudensi yang telah
Rawls (Anshori, 2015: 50) memandang diuraikan di atas, namun penegakan hukum
keadilan prosedural sebagai berikut “first, each yang penuh penyimpangan akan berdampak
person is to have an equal right to the most bagi terabaikannya kepastian hukum mengingat
extensive basic liberty compatible with similar jika dilakukan upaya atas Penetapan Nomor 1/
liberty for others, second social and economics Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo memerlukan energi,
inequalities are to be range so that they are waktu, dan biaya terhadap perkara yang telah
both (a) reasonable expected to be to everyone’s diputus inkracht sampai dengan peninjauan
advantage, and (b) attached to positions and kembali dapat dimentahkan dengan penetapan
offices open to all.” pengadilan negeri.

Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/ Perlu menjadi catatan bahwa jika diajukan


PN.Mbo membawa dampak besar, hal ini gugatan baru dengan objek yang sudah pernah
dikarenakan pemohon eksekusi dalam hal ini diadili dalam persidangan sebelumnya, maka
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seharusnya pengadilan menolak gugatan tersebut
mewakili masyarakat dan negara dihadapkan karena menyimpangi asas dasar ilmu hukum nebis
pada pilihan yang sama-sama merugikan, yaitu in idem, namun dalam hal kasus PT KA jika objek
melakukan upaya hukum terhadap Penetapan perkara yang diadili berbeda maka seharusnya
Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo sesuai gugatan baru tidak menghalangi eksekusi.
mekanisme yang telah diuraikan pada bagian Menurut Kusumaatmadja (Fuady, 2012: 42)
sebelumnya, atau menghadapi gugatan baru daridalam tahap penerapannya asas-asas hukum itu
termohon eksekusi. dimantapkan melalui produk pengadilan, di sini
peran Mahkamah Agung sebagai badan peradilan
Baik melakukan upaya hukum terhadap
tertinggi mempunyai arti dan kedudukan karena
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo
menjadi pedoman bagi pengadilan di bawahnya.
maupun menghadapi gugatan baru dari termohon
eksekusi, keduanya sama-sama merugikan Dalam konteks ini jika mengacu pada
pemohon eksekusi dan keduanya tetap akan pendapat Bellefroid (Mertokusumo, 2014:
menjadi preseden yang buruk bagi penegakan 5) mengenai asas hukum, bahwa asas hukum

380 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 3 Desember 2018: 367 - 384


umum adalah norma dasar yang dijabarkan dominasi yang melestarikan kesenjangan antara
dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum hubungan formal dan hubungan nyata yang ada
tidak dianggap berasal dari aturan aturan yang dalam masyarakat sehingga ketidakteraturan
lebih umum karena asas hukum itu merupakan hukum terjadi.
pengendapan hukum positif dalam suatu
Ketidakteraturan hukum ini dapat dibaca
masyarakat. Artinya bahwa dalam hal ini
sebagai sesuatu yang positif maupun sesuatu yang
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo
negatif. Dapat dimaknai sebagai sesuatu yang
benar-benar mengesampingkan asas hukum dan
positif bila ketidakteraturan hukum ini muncul di
konstruksi hukum yang berlaku sehingga tercipta
antara praktik hukum yang tidak baik sehingga
ketidakteraturan hukum.
ketidakteraturan hukum ini bisa membuat
Ketidakteraturan hukum ini dikenal dalam stimulan yang memperbaiki relasi antara
chaos theori of law. Pemahaman ketidakteraturan penegakan hukum dan peraturan perundangan
hukum ini mengacu pada skema hubungan antara melalui refleksi ketidakteraturan hukum tersebut.
peraturan perundangan dan penegakan hukum. Ketidakteraturan hukum dapat dibaca sebagai
Skema dan hubungan hukum yang dirumuskan sesuatu yang negatif bila ketidakteraturan
dengan eksplisit dalam aturan hukum tidak tersebut merusak tata hukum, asas, dan pola relasi
menghilangkan sifat cair di belakangnya, artinya perundangan dan penegakan hukum yang sudah
terdapat interaksi antar manusia yang menentukan berjalan dengan baik dan penegak hukum dapat
makna di balik teks hukum yang ditafsirkan mengimplementasikan hukum sebagaimana
kembali oleh konteksnya. Pada akhirnya yang fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat.
muncul adalah keadaan yang kompleks, cair, dan
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
penuh ketidakteraturan. Dalam situasi demikian
PN.Mbo bila digunakan sebagai acuan atau
teks hukum tidak dapat berjalan sendiri secara
preseden perkara-perkara yang lain akan
matematis, justru ia harus berani berhadapan pada
menimbulkan chaos yang negatif dalam tata
konteks yang penuh ketidakmungkinan, bukan
hukum. Chaos yang negatif dalam tata hukum
berarti melemahkan posisi hukum tetapi hendak
tersebut dikenal sebagai chaos yang destruktif
melampaui cara berpikir yang begitu dominan
(negative chaos). Negative chaos adalah chaos
dalam mengartikan peraturan perundang-
yang menjurus pada kesesatan, kehancuran,
undangan (Faisal, 2014: 132).
dan kesengsaraan yang muncul karena ada
Samford tokoh chaos theori of law kesengajaan untuk mereduksi keutuhan realitas
mengembangkan teori chaos dalam hukum hukum baik yang terkait dengan pendekatannya,
dengan berpijak pada kekuasaan yang rumit ruang lingkupnya, objek kajiannya (Sudjito,
dan menimbulkan situasi di mana masyarakat 2006: 165).
tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang bersifat
Terbitnya Penetapan Nomor 1/Pen/
sistemik dan mekanistik. Menurut Samford
Pdt/Eks/2017/PN.Mbo adalah persis sama
(Faisal, 2014: 132) ketidakteraturan dan
dengan fenomena destruktif chaos. Fenomena
ketidakpastian merupakan reproduksi dari relasi
destruktif chaos yaitu hukum dalam keutuhannya
yang bertumpu pada hubungan antar kekuatan,
sebagai tatanan kehidupan direduksi menjadi
hubungan tersebut tergambar dalam praktik

Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 381
konsep hukum yang sempit dan berkiblat pada IV. KESIMPULAN
kepentingan yang sempit pula, misalnya ketika
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/
hukum diidentikkan dengan hukum positif saja
PN.Mbo tidak dapat dibenarkan karena
atau hukum dikonsepkan sebagai aparat penegak
menyimpangi prosedur hukum acara yang
hukum, pereduksian tersebut ada dan disengaja
berlaku, mengingat penerbitannya tidak sesuai
dilakukan baik secara implisit maupun eksplisit
dengan kaidah hukum dan norma hukum acara
namun juga tidak jarang melalui rekayasa yang
yang berlaku. Model penetapan pengadilan
canggih yang tidak bisa diamati orang lain dengan
serupa sebagaimana Penetapan Nomor 1/Pen/
akal maupun inderawi (Sudjito, 2006: 165).
Pdt/Eks/2017/PN.Mbo harus dilakukan kajian
Apabila Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/ dan dikembalikan pada kaidah hukum acara
Eks/2017/PN.Mbo dipandang sebagai praktik yang berlaku oleh Mahkamah Agung, sehingga
baru penerapan hukum maka akan terjadi sebagai tidak menjadi pola baru dalam tata hukum acara
apa yang disebut turbulensi hukum. Apabila dalam Indonesia.
masyarakat terdapat tanda-tanda ketidakstabilan
Lebih lanjut dalam hal ini Mahkamah
serta keacakan (randomness) proses sosial dalam
Agung atas permohonan pihak terkait dalam
berbagai dimensi maka dapat disimpulkan terjadi
hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan
chaos, situasi chaos yang sebenarnya terjadi
Kehutanan harus melakukan langkah korektif
dengan sebutan turbulensi yaitu suatu keadaan
pada perkara ini dengan membatalkan Penetapan
antara atau sebuah tapal batas antara keadaan
Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo dan segera
kacau dengan keadaan teratur (Sudjito, 2006: 168).
melakukan eksekusi atas putusan Mahkamah
Penetapan nomor tunggakan perkara di Agung. Terhadap Penetapan Nomor 1/Pen/
Mahkamah Agung menimbulkan implikasi pada Pdt/Eks/2017/PN.Mbo harus segera dilakukan
fungsi Mahkamah Agung yang sebenarnya yaitu langkah korektif untuk menghindari penetapan
memeriksa kasus-kasus penting yang relevan tersebut akan menjadi yurisprudensi yang
dengan fungsinya menjaga kesatuan penerapan merusak hukum acara yang berlaku dan justru
hukum, namun saat ini Mahkamah Agung lebih menimbulkan ketidakpastian hukum.
berorientasi pada kuantitas pemutusan perkara
sehingga berdampak pada kualitas jalanya V. SARAN
peradilan di Indonesia (Ariadi et al., 2016: 3).
1. Mahkamah Agung dalam fungsinya sebagai
Mahkamah Agung dalam hal ini harus pengawas jalannya peradilan seharusnya
mengambil peranan untuk merubah negative memberi catatan khusus pada perkara ini,
chaos ke arah positive chaos. Mengingat secara khususnya Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/
umum sudah terjadi kesimpangsiuran praktik Eks/2017/PN.Mbo karena sangat berpotensi
penegakan hukum dan secara khusus bahwa menjadi kontra-produktif dengan semangat
Penetapan Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo penegakan hukum. Mahkamah Agung
dapat mengganggu kelestarian sumber daya alam harus menindaklanjuti dengan segera
yang diperlukan untuk kelangsungan hajat hidup untuk menerbitkan surat edaran Mahkamah
orang banyak. Agung maupun peraturan agar Penetapan

382 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 3 Desember 2018: 367 - 384


Nomor 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo tidak Jurnal Hukum dan Pembangunan, 35(3), 326-
dipandang sebagai pola baru dalam tata 350
hukum Indonesia sebagai bentuk upaya
Faisal. (2014, Mei-Agustus). Menelusuri teori chaos
hukum terhadap eksekusi.
dalam hukum melalui paradigma critical legal
2. Negara melalui Kementerian Lingkungan theory. Jurnal Yustisia, 3(2),131 - 138

Hidup dan Kehutanan harus mengajukan Fuady, M. (2012). Aliran hukum kritis. Cetakan VI.
upaya hukum perlawanan untuk Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
membatalkan Penetapan Nomor 1/Pen/
Pdt/Eks/2017/PN-.Mbo sebagai langkah Harahap, M.Y. (2014). Hukum acara perdata tentang
gugatan, persidangan, penyitaan, pembuktian
korektif agar tidak terulang dan menjadi
& putusan pengadilan. Cetakan V. Jakarta:
pola baru yang kontra-produktif dengan
Sinar Grafika.
semangat penegakan hukum dalam tata
hukum Indonesia. Haris, A.M. (2016). Penerapan hukum acara perdata.
Cetakan VIII. Jakarta: Kencana.

Hatta, M., & Yustanti, D.E. (2013). Hukum acara


perdata dalam tanya jawab. Cetakan III.
DAFTAR ACUAN
Yogyakarta: Liberty.
Afriana, A., & Fakhriah, E.L. (2016, Juli-Desember).
Hudoyo, A.K., & Yulianti, S.W. (2017, Mei-Agustus).
Inklusifitas penegakan hukum lingkungan
Pembuktian tindak pidana lingkungan hidup
melalui tanggung jawab mutlak: Suatu tinjauan
pembakaran lahan secara berlanjut (Studi kasus
terhadap gugatan kebakaran hutan di Indonesia.
Putusan Nomor 131/Pid.B/2013/PN.Mbo).
Jurnal Hukum Acara Perdata, 2(2), 271-288.
Jurnal Hukum Verstek, 5(2), 200 - 214
Anshori, A.G. (2015). Filsafat hukum. Cetakan VII.
Kanter. (2013). Etika profesi hukum: Sebuah
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
pendekatan sosio-religius. Cetakan X. Jakarta:
Ariadi, B.S., Usanti, T.P., & Wahyudi, J. (2016, Storia Grafika.
Februari). Peran lembaga peradilan dalam
Koespratama, S., Priyono, E.A., & Hendrawati,
pembatasan upaya hukum dalam perkara
D. (2016). Pertanggungjawaban perdata PT
perdata. Jurnal Mimbar Hukum, 28(1), 1-16
Kalista Alam atas perbuatan melawan hukum
Bachir, D. (2015). Eksekusi putusan perkara perdata: yang dilakukan dalam pembukaan lahan kebun
Segi hukum & penegakan hukum. Cetakan kelapa sawit (Studi kasus Putusan Nomor
XIII. Jakarta: Akademika Presindo. 12/Pdt.G/2012/PN.Mbo). Diponegoro Law
Journal, 5(3), 1-17.
Chandera, H., & Tjandra, W.R. (2012). Pengantar
praktis penanganan perkara Pperdata. Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA
Cetakan XI. Yogyakarta: Universitas Atma RI). (2009). Pedoman pelaksanaan tugas
Jaya Yogyakarta. & administrasi pengadilan dalam empat
lingkungan peradilan. Buku II. Jakarta:
Elmiyah, N., & Sujadi, S. (2005, Juli-September). Mahkamah Agung.
Upaya-upaya hukum terhadap penetapan.

Penetapan Pengadilan Sebagai Bentuk Upaya Hukum Pada Proses Eksekusi (Rio Christiawan) | 383
Makaro, M.T. (2014). Pokok-pokok hukum acara
perdata. Cetakan V. Jakarta: Rineka Cipta.

Marzuki, P. (2017). Penelitian hukum. Cetakan XII.


Jakarta: Prenada Media.

Mertokusumo, S. (2014). Penemuan hukum. Cetakan


IX. Yogyakarta: Liberty.

Muhdar, M. (2009, Februari). Eksistensi polluter pays


principle dalam pengaturan hukum lingkungan
di Indonesia. Jurnal Mimbar Hukum, 21(1),
67-80.

Setiawan. (2012). Aneka masalah hukum & hukum


acara perdata. Cetakan XV. Bandung: Alumni.

Sudjito. (2006). Chaos theory of law: Penjelasan atas


keteraturan & ketidakteraturan dalam hukum.
Mimbar Hukum, 18(2), 159-175.

Wantu, F.M. (2012, September). Mewujudkan


kepastian hukum, keadilan & kemanfaatan
dalam putusan hakim di peradilan perdata.
Jurnal Dinamika Hukum, 12(3), 479-490.

Wibisana, A.G. (2017, Juni). Keadilan dalam satu


(Intra) generasi: Sebuah pengantar berdasarkan
taksonomi keadilan lingkungan. Jurnal Mimbar
Hukum, 29(2), 292-307.

384 | Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 3 Desember 2018: 367 - 384

Anda mungkin juga menyukai