Anda di halaman 1dari 10

Vol. 1(2) November 2017, pp.

184-193
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6893 (online)

STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 02/PDT.G/2013/PN LSM TENTANG GUGATAN


TIDAK DAPAT DITERIMA (NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD)
Khuswatun Nisa
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Muzakkir Abubakar
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh – 23111

Abstrak - Gugatan yang dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) adalah suatu gugatan
yang secara formal tidak memenuhi syarat, sehingga pokok perkaranya tidak diperiksa, sebagaimana terdapat
dalam putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm, dalam putusan tersebut
dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) karena dalam gugatan tersebut mengandung 2
(dua) peristiwa hukum, yakni wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Tujuan penulisan studi kasus ini
adalah untuk menjelaskan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lhokseumawe dalam Putusan
Nomor 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm sehingga yang menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet
ontvankelijke verklaard) dan untuk mengetahui Putusan Nomor 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm telah mencapai tujuan
hukum. Untuk memperoleh data dalam penulisan ini dilakukan penelitian kepustakaan dan studi kasus terhadap
Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe, penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data yang
bersifat teoritis sedangkan studi kasus dilakukan dengan menelaah Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe
Nomor 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm. Data dikumpulkan melalui studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm yang menyatakan gugatan
Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) adalah karena gugatan penggugat kabur (obscure
libel). Kekaburan gugatan ini disebabkan karena penggugat menggabungkan gugatan perbuatan melawan
hukum (on recht matige daad) dengan gugatan wanprestasi dalam 1 (satu) surat gugatan dan Putusan tersebut
belum mencapai tujuan hukum, yakni kepastian hukum (recht zekerheid) karena terdapat putusan yang
menerima gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (on recht matige daad) dalam 1 (satu) surat
gugatan disatu sisi ada pula putusan yang menyatakan gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (on
recht matige daad) tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) diajukan dalam 1 (satu) surat gugatan.
Disarankan kepada Mahkamah Agung R.I agar mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung R.I (PERMA) yang
mengatur mengenai kumulasi gugatan, sehingga dapat diterapkan oleh para hakim, yang pada akhirnya akan
mengakibatkan keseragaman dalam penanganan perkara kumulasi gugatan dan kepada Pengadilan Tinggi Aceh
dilakukan simposium yang dihadiri oleh delegasi dari setiap Pengadilan Negeri di bawah lingkungan atau
wilayah Pengadilan Tinggi Aceh yang membahas mengenai kumulasi gugatan perdata.
Kata Kunci : gugatan, studi kasus, pengadilan

Abstract - The lawsuit, can not be accepted (niet ontvankelijke verklaard) is a claim not formally qualify, so the
principal case is yet to be examined, as contained in Lhokseumawe District Court No. 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm,
in the decision can not be accepted (niet ontvankelijke verklaard) because in the lawsuit contains two (2) events
that tort law and tort The purpose of doing this case study is to determine the consideration of the State Court
Judge Lhokseumawe in Decision No. 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm so that the lawsuit plaintiffs can not be accepted
(niet ontvankelijke verklaard) and to determine whether the Decision No. 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm have reached
a legal purpose, namely fairness, certainty and expediency. Approach juridical studies using empirical and
descriptive study was conducted in the District Court in the District Court of Lhokseumawe and Banda Aceh.
Based on the survey results revealed that Lhokseumawe District Court Decision No. 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm
stating the claim can not be accepted (niet ontvankelijke verklaard) is due to the plaintiff obscure (obscure libel)
is due to the vagueness lawsuit plaintiffs combine lawsuit tort (on recht matige daad) with a lawsuit defaults
within 1 (one) lawsuit and the verdict has not yet reached the goal of law that legal certainty (recht zekerheid)
because there is a decision in a lawsuit breach of contract and tort (on recht matige daad) within 1 (one) letter
of claim on the one hand there is also a decision declaring lawsuit tort and tort (on recht matige daad) can not
be accepted (niet ontvankelijke verklaard) filed within one (1) lawsuit. Suggested to the Supreme Court to issue
a Regulation of the Supreme Court (PERMA) governing cumulation lawsuit, so it can be applied by the judges,
which will eventually lead to uniformity in handling cases cumulation of the lawsuit and the High Court of Aceh
do symposium, which was attended by delegates from each district court under the neighborhood or region
Aceh High Court that discussed the cumulation of a civil lawsuit.
Keywords: lawsuit, case study, court
184
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(2) November 2017 185
Khuswatun Nisa, Muzakkir Abubakar

PENDAHULUAN
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban pihak-pihak
dalam hubungan perdata.1 Hukum acara perdata diperlukan seiring dengan keberadaan dari
hukum perdata materiil guna melindungi kepentingan masyarakat agar tidak main hakim
sendiri (eigenrichting) perlu dicarikan upaya pencegahan dan pengaturan bagaimana
seseorang atau badan hukum (recht person) dapat menyalurkan kepentingannya itu dalam
suasana penerapan penegakan hukum dan keadilan melalui proses peradilan yang bebas,
berwibawa dan tidak memihak sebagai akibat dari perbedaan perselisihan atau sengketa.2
Dengan hukum acara perdata, maka akan memahami suatu proses di muka
pengadilan, tentang bagaimana cara mendapatkan penyelesaian yang diharapkan tuntas di
antara berbagai macam benturan kepentingan yang satu dengan yang lain, namun yang pasti
sekalipun nanti tercapai suatu penyelesaian, baik melalui perdamaian (dading) maupun
melalui suatu putusan pengadilan, sudah barang tentu terdapat pula pihak yang belum puas.
Gugatan didefinisikan sebagai sebuah tuntutan hak yang diajukan oleh seseorang yang
ditujukan kepada pihak lain, melalui lembaga pengadilan yang dalam bahasan ini, yakni
melalui Pengadilan Negeri, berhubung adanya perselisihan, sehingga syarat materiil untuk
menggugat ke pengadilan, mutlak harus ada perselisihan atau sengketa sebagaimana terdapat
Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I tanggal 13 Desember 1958, Nomor 4 K/Sip/1958.3
Pada intinya putusan pengadilan harus memenuhi dasar, alasan jelas dan rinci, wajib
mengadili seluruh gugatan, tidak dibenarkan mengabulkan melebihi petitum (ultra petita) dan
putusan diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum.4
Ada 2 (dua) golongan putusan pengadilan yakni putusan sela dan putusan akhir, salah
satu putusan sela dikenal dalam HIR yakni putusan provisional, sedang menurut sifatnya
putusan pengadilan dikenal 3 (tiga) macam yakni putusan declaratoir adalah putusan yang
hanya menerangkan atau menegaskan keadaan hukum semata-mata, putusan constitutif
adalah putusan yang meniadakan atau menciptakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan

1
Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000,
hlm.1.
2
R. Soeparmono, Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, CV. Mandar Maju, Semarang, 2005, hlm. 1.
3
Achmad Fauzan, Tekhnik Menyusun Gugatan di Pengadilan Negeri, Surabaya, 2006, hlm. 13.
4
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2002, hlm. 136.
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(2) November 2017 186
Khuswatun Nisa, Muzakkir Abubakar

suatu keadaan hukum baru, dan putusan condemnatoir adalah putusan yang menerangkan,
menerangkan dan berisi penghukuman.5
Gugatan yang dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) adalah
suatu gugatan yang secara formal tidak memenuhi syarat sehingga pokok perkaranya belum
diperiksa, sebagaimana terdapat dalam putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor
02/Pdt.G/2013/PN-Lsm, dalam putusan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima (niet
ontvankelijke verklaard).
Gugatan penggugat tersebut dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke
verklaard) oleh majelis hakim karena gugatan penggugat menurut majelis hakim
mengandung 2 (dua) peristiwa hukum, yakni gugatan wanprestasi dan gugatan perbuatan
melawan hukum (on recht matige daad) dalam 1 (satu) surat gugatan, sehingga menurut
majelis hakim gugatan kumulasi merupakan gugatan yang kabur (obscure libel) yang pada
akhirnya majelis hakim Pengadilan Negeri tersebut menyatakan gugatan penggugat tidak
dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) dengan dasar Yurisprudensi Mahkamah Agung
R.I serta dasar hukum timbulnya wanprestasi (Pasal 1243 KUHPerdata) timbul karena adanya
hubungan kontraktual sedangkan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata)
timbul bukan karena adanya hubungan kontraktual dimana perbuatan melawan hukum adalah
tiap perbuatan yang melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian tersebut.
Tujuan penelitian ini dibatasi pada aspek Putusan Nomor 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm
dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Lhokseumawe dalam Putusan Nomor 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm sehingga
menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) dan untuk
mengetahui apakah Putusan Nomor 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm telah mencapai tujuan hukum,
yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif (analisis data) yaitu
penelitian yang merumuskan tindakan pemecahan masalah yang sudah terindikasi untuk
memberikan gambaran sesuai keadaan atau fakta dan apabila dilihat dari tujuan termasuk
dalam penelitian yuridis normatif yakni penelitian kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan

5
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkarta Winata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Prakti),
CV. Mandar Maju, Bandung, 2005, hlm. 11.
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(2) November 2017 187
Khuswatun Nisa, Muzakkir Abubakar

dengan maksud memperoleh data sekunder yakni melalui serangkaian kegiatan membaca,
mengutip dan menelaah peraturan yang berkaitan dengan objek penelitian ini.
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang mencakup :
1. Bahan hukum primer adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas, yakni Putusan Nomor 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm.
2. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang mengikat, yaitu Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.
3. Bahan hukum tersier mencakup hal-hal yang menjelaskan bahan hukum primer dan
sekunder, yakni kamus, ensiklopedia, majalah serta jurnal ilmiah.
Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui studi kepustakaan dengan
mempelajari Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm dan
buku, literatur, jurnal kemudian membaca perundang-undangan yang menyangkut dengan
masalah yang dibahas.

PEMBAHASAN
1. Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lhokseumawe Dalam Putusan
Nomor 02/Pdt.G/PN-Lsm Yang Menyatakan Gugatan Penggugat Dinyatakan Tidak
Diterima (Niet Ontvankelikje Verklaard).

Terhadap gugatan yang diajukan oleh penggugat in casu Teuku Zulkifli Thaib
melawan tergugat Siti Nur Ainiah Amir, dkk yang didaftarkan di Kepaniteraan Perdata
Pengadilan Negeri Lhokseumawe pada tanggal 15 Januari 2013, kemudian Ketua Pengadilan
Negeri Lhokseumawe telah menunjuk Majelis Hakim (H. Supriadi, Tuty Anggraini dan
Nasri) untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo dan pada tanggal 02 Oktober 2013
majelis hakim tersebut telah menjatuhkan putusan yang amarnya menyatakan gugatan yang
diajukan oleh penggugat dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard),
dengan pertimbangan yang pada intinya sebagai berikut :
Menimbang, bahwa setelah mempelajari nota eksepsi Tergugat I, II, V dan VII di
atas, menurut Majelis Hakim bahwa antara materi eksepsi Tergugat I, II dan V dengan materi
eksepsi Tergugat VII walaupun diajukan secara terpisah, namun pada prinsipnya isinya
adalah sama, yaitu meliputi :
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(2) November 2017 188
Khuswatun Nisa, Muzakkir Abubakar

1. Gugatan Penggugat Error In Persona


Bahwa gugatan Penggugat dianggap tidak memenuhi syarat formil atau mengandung
cacat formil yaitu dengan dicantumkan nama Abang Bin Teuku Mahyudin selaku ahli waris
Teuku Mahyudin sebagai Tergugat - VI, padahal Almarhum Mahyudin tidak mempunyai ahli
waris yang bernama Abang.
2. Gugatan Penggugat kurang pihak
Bahwa gugatan penggugat kurang pihak atau kurang lengkap karena masih ada pihak
yang mesti ditarik sebagai pihak tergugat, yaitu Fachri Jamil karena tergugat I, II, III, IV, V
dan VI dalam hal pembangunan 39 (tiga puluh sembilan) pintu toko tersebut memberikan
surat kuasa tertanggal 12 Maret 2005 kepada Fachri Jamil, demikian juga tergugat VII
membuat perjanjian membangun dengan Fachri Jamil.
3. Gugatan Penggugat Kabur (Obscure Libel)
Bahwa gugatan penggugat tidak jelas atau kabur dan dianggap tidak memenuhi syarat
formil dalam suatu bentuk surat gugatan sebagaimana dalam pasal 8 Rv karena dalam posita
gugatan penggugat menguraikan wanprestasi terhadap perjanjian kerja sama pembangunan
toko Nomor 26 Tahun 2005 sementara dalam petitum gugatan menyebutkan perbuatan
tergugat adalah perbuatan melawan hukum sehingga dalam gugatan penggugat terjadi
kontradiksi atau saling bertentangan serta tidak jelas dasar hukumnya. Menimbang, bahwa
selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan satu persatu eksepsi Tergugat I, II, V
dan VII tersebut, sebagai berikut :
Ad. 1. Gugatan Penggugat Error In Persona
Menimbang, bahwa alasan eksepsi mengenai gugatan Penggugat Error In
Persona karena Penggugat memasukkan nama Abang Bin Teuku Mahyuddin
(Tergugat VI) sebagai ahli waris dari Teuku Mahyuddin.
Menimbang, bahwa Tergugat I, II, V dan VII dalam eksepsinya hanya
menyebutkan bahwa ahli waris dari Alm. Teuku Mahyuddin sejumlah 7 (tujuh) orang
dari dua perkawinannya, namun Tergugat I, II, V dan VII tidak menyebutkan nama-
nama yang menjadi ahli waris dari Alm. Teuku Mahyuddin, dengan demikian gugatan
Penggugat yang hanya menyebutkan nama Abang Bin Teuku Mahyudin tidak
menyebabkan gugatan Penggugat menjadi salah alamat karena sesungguhnya yang
menjadi Tergugat adalah Teuku Mahyudin, namun oleh karena Teuku Mahyuddin
telah meninggal dunia maka digantikan oleh salah satu ahli warisnya yang menurut
Penggugat bernama Abang.
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(2) November 2017 189
Khuswatun Nisa, Muzakkir Abubakar

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka


eksepsi ini harus ditolak.
Ad. 2. Gugatan Penggugat kurang pihak
Menimbang, bahwa berdasarkan surat bukti T-I, II, V dan VII (Surat Kuasa
tanggal 12 Maret 2005) bahwa saudara Fachri Jamil adalah penerima kuasa dari Tuan
Teuku Abdul Manaf Ibrahim, Nyonya Siti Nurainiah Amir, Tuan Teuku Mahyuddin
Amir, Nyonya Siti Nurhanifah Amir, Tuan Muhammad Sufri Amir, Tuan Muhammad
Husaini Amir dan Nona Rizki Amalia dalam hal mangadakan dan menandatangani
perjanjian pembangunan toko dengan Tergugat VII.
Menimbang, bahwa oleh karena saudara Fachri Jamil terbatas sebagai orang
yang menerima kuasa untuk menandatangani perjanjian dengan Tergugat VII
sehingga secara hukum sebenarnya yang membuat perjanjian dengan Tergugat VII
adalah Tuan Teuku Abdul Manaf Ibrahim, Nyonya Siti Nurainiah Amir (tergugat I),
Tuan Teuku Mahyuddin Amir (ayah Tergugat VI), Nyonya Siti Nurhanifah Amir
(Tergugat II), Tuan Muhammad Sufri Amir (Tergugat III), Tuan Muhammad Husaini
Amir (Tergugat IV) dan Nona Rizki Amalia (Tergugat V).
Menimbang, bahwa oleh karena saudara Fachri Jamil terbatas sebagai orang
yang menerima kuasa untuk menandatangani perjanjian dengan Tergugat VII, maka
tidak dimasukkannya saudara Fachri Jamil sebagai subjek Tergugat dalam perkara ini
tidak menyebabkan perkara ini kekurangan pihak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka
eksepsi ini harus ditolak.
Ad.3 Gugatan penggugat kabur (obscure libel)
Menimbang, bahwa penggugat di dalam posita gugatannya pada pokoknya
mendalilkan bahwa tergugat I, II, III, IV, V dan ayah tergugat VI telah melakukan
wanprestasi, yaitu menunjuk tergugat VII untuk melakukan pembangunan toko diatas
tanah yang telah ditimbun oleh penggugat padahal antara penggugat dengan tergugat
VII masih terikat pada perjanjian sebagaimana Akta Perjanjian Nomor 26 tahun 2005
oleh karena itu secara materiil penggugat menderita kerugian sejumlah Rp
6.463.230.000,- (enam milyar empat ratus enam puluh tiga juta dua ratus tiga puluh
ribu rupiah) sedangkan tergugat VII telah melakukan perbuatan melawan hukum yang
menimbulkan kerugian bagi penggugat sejumlah Rp 2.400.000.000,- (dua milyar
empat ratus juta rupiah).
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(2) November 2017 190
Khuswatun Nisa, Muzakkir Abubakar

Menimbang, bahwa secara hukum gugatan wanprestasi dan gugatan perbuatan


melawan hukum didasarkan pada ketentuan yang berbeda, yaitu gugatan wanprestasi
didasarkan pada adanya cidera janji dalam perjanjian sehingga salah satu pihak harus
bertanggung jawab, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata) sedangkan untuk gugatan perbuatan melawan hukum
(PMH), didasarkan pada Pasal 1365 KUHPerdata.
Menimbang, bahwa Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam
Yurisprudensinya, diantaranya dalam Putusan Mahkamah Agung R.I No. 1875
K/Pdt/1984 tertanggal 24 April 1986 dan dalam Putusan Mahkamah Agung R.I No.
879 K/Pdt/1997 tanggal 29 Januari 2001 menjelaskan bahwa “penggabungan
perbuatan melawan hukum dengan wanprestasi dalam satu gugatan melanggar tata
tertib beracara karena keduanya harus diselesaikan tersendiri”.
Menimbang, bahwa apabila gugatan perdata diajukan dengan dasar wanprestasi
dan Perbuatan Melawan Hukum (on recht matige daad), akan membingungkan hakim
karena didasarkan pada dasar hukum yang berbeda sehingga gugatan menjadi tidak
jelas (obscuur libel).
Dalam perkara perdata ini majelis hakim kala itu bermusyawarah yang
kemudian mengambil putusan gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima
(niet ontvankelijke verklaard) dimana dalam musyawarah ketika itu tidak ada hakim
yang berbeda pendapat (dissenting opinion) majelis hakim sepakat menjatuhkan
putusan tersebut, karena secara formal gugatan penggugat memang tidak jelas atau
kabur.
2. Putusan Nomor 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm Apakah Telah Mencapai Tujuan
Hukum, Yaitu Keadilan, Kepastian Dan Kemanfaatan.
Putusan hakim adalah suatu pernyataan oleh hakim, sebagai pejabat negara
yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan yang terbuka untuk umum
dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan perkara, dalam membicarakan
putusan hakim timbul masalah dengan keterkaitan Pasal 178 HIR / 190 RBg, yang
berisi :
1. Pada waktu musyawarah, hakim wajib karena jabatannya, untuk melengkapi segala
alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak yang berperkara.
2. Hakim wajib mengadili segala bagian tuntutan.
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(2) November 2017 191
Khuswatun Nisa, Muzakkir Abubakar

3. Hakim dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau
mengabulkan lebih dari tuntutan (ultra petita).
Setiap putusan haruslah dapat dieksekusi, karena tidak akan ada artinya jika
putusan tidak dapat di eksekusi, seperti diketahui putusan pengadilan sewaktu-waktu akan
memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), ada 3 (tiga) macam kekuatan
suatu putusan pengadilan :
1. Kekuatan mengikat (binderide kracht)
Kekuatan hukum tetap terjadi, apabila sudah tidak lagi ada upaya hukum baik itu
verzet, banding maupun kasasi sehingga putusan sudah memiliki kekuatan hukum
yang mengikat dan apabila putusan sudah memiliki kekuatan hukum mengikat, maka
tidak dapat diajukan untuk yang kedua kalinya.
2. Kekuatan pembuktian (bewijzende kracht)
Putusan hakim mempunyai kekuatan bukti terhadap pihak ketiga seperti halnya
terhadap akta otentik, terhadap pihak ketiga putusan hakim sebagai alat bukti
persangkaan dalam hal persoalan seberapa jauh kekuatan buktinya dan hal itu terserah
kebijaksanaan hakim.
3. Kekuatan eksekutorial (executorial kracht)
Kekuatan mengikat saja belum cukup bila tidak dapat dilaksanakan putusan itu, oleh
karena itu putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap juga dapat dilaksanakan, jika
perlu dengan menggunakan upaya paksa apabila pihak yang kalah tidak bersedia
melaksanakan isi putusan secara sukarela.
Dalam suatu putusan pengadilan harus memenuhi keadilan, kemanfaatan dan
kepastian hukum, ketiganya harus secara bersama-sama ada dalam suatu putusan
pengadilan, manakala ketiganya tidak memungkinkan ada dalam suatu putusan, maka
seyogyanya didahulukan keadilan, kemudian kemanfaatan dan yang terakhir kepastian
hukum.
Oleh karena dalam satu wilayah hukum saja (Pengadilan Tinggi Aceh) sudah
ada perbedaan dalam penerapan suatu putusan, sehingga menjadikan pencari keadilan
kebingungan dan tidak memberikan kepastian hukum sebab di Lhokseumawe kumulasi
gugatan tidak diperkenankan sementara di Banda Aceh diperkenankan oleh karenanya
Putusan Nomor 02/Pdt.G/2013/PN Lsm, yang diputus oleh majelis hakim Pengadilan
Negeri Lhokseumawe tidak mencapai rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum,
sebab dalam perkara tersebut telah dilakukan sita jaminan (conservatoir beslaag)
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(2) November 2017 192
Khuswatun Nisa, Muzakkir Abubakar

terhadap barang yang menjadi objek dalam perkara ini, namun pada akhirnya majelis
hakim menyatakan gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima (niet
ontvankelijke verklaard), bila majelis hakim ingin menjatuhkan putusan demikian
mengapa tidak dijatuhkan putusan sela saja, namun sampai proses panjang dan pokok
perkara juga tidak disentuh oleh majelis hakim, sehingga pemeriksaan perkara ini
hanya membuang-buang waktu, biaya, tenaga, pikiran, namun tidak menghasilkan
apapun bagi para pihak.6

KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe
Nomor 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm yang menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima
(niet ontvankelijke verklaard) adalah karena gugatan penggugat kabur (obscure libel)
kekaburan gugatan ini disebabkan karena penggugat menggabungkan gugatan perbuatan
melawan hukum (on recht matige daad) dengan gugatan wanprestasi dalam 1 (satu) surat
gugatan dan hal ini menurut majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo
melanggar tata tertib tertib beracara, karena untuk jenis gugatan seperti ini harus diselesaikan
sendiri-sendiri.
Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor 02/Pdt.G/2013/PN-Lsm belum
mencapai tujuan hukum yakni kepastian hukum (recht zekerheid) karena terdapat putusan
yang menerima gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (on recht matige daad)
dalam 1 (satu) surat gugatan disatu sisi ada pula putusan yang menyatakan gugatan
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (on recht matige daad) tidak dapat diterima (niet
ontvankelijke verklaard) diajukan dalam 1 (satu) surat gugatan, dimana putusan tersebut tidak
memenuhi asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.

DAFTAR PUSTAKA
a. Buku-Buku
Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2000

Achmad Fauzan, Teknik Menyusun Gugatan Perdata di Pengadilan Negeri, Yrama Widya,
Surabaya, 2006

6
Amsar, Kuasa Penggugat, wawancara tanggal 04 April 2016.
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(2) November 2017 193
Khuswatun Nisa, Muzakkir Abubakar

Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam teori dan
praktek, CV. Mandar Maju, Bandung, 2005

Soeparmono R, Hukum Acara Perdata & Yurisprudensi, CV. Mandar Maju, Bandung, 2005

b. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung Republik Indonesia (R.I)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Republik Indonesia (R.I) Nomor 1 tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

c. Putusan Pengadilan
Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe, Nomor 02/Pdt.G/2013/PN Lsm, tanggal 02
Oktober 2013

Anda mungkin juga menyukai