Anda di halaman 1dari 22

PENJATUHAN PIDANA PENJARA BERSYARAT

DALAM TINDAK PIDANA PERBANKAN


Kajian Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014

CONDITIONAL IMPRISONMENT SENTENCING


IN BANKING CRIMINAL CASE
An Analysis of Court Decision Number 1554 K/Pid.Sus/2014

Ramiyanto
Fakultas Hukum Universitas Sjakhyakirti
Jl. Sultan Muh. Mansyur Kb. Gede 32 Ilir, Palembang 30145
E-mail: ramiyanto90@gmail.com

Naskah diterima: 14 Mei 2016; revisi: 23 November 2016; disetujui: 24 November 2016

ABSTRAK penelitian hukum normatif dan berkesimpulan bahwa


penjatuhan pidana penjara bersyarat dalam kasus
Di Indonesia, tindak pidana perbankan diatur dalam
tersebut dapat dibenarkan dengan alasan demi keadilan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
serta fakta keseimbangan antara tingkat kesalahan
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
pelaku dan keadaan yang melingkupinya.
tentang Perbankan. Di dalam undang-undang tersebut
diatur secara tegas mengenai ancaman sanksi berupa Kata kunci: penjatuhan pidana, pidana penjara bersyarat,
pidana bagi pelanggarnya. Pasal 49 ayat (2) huruf b tindak pidana perbankan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 telah mengatur
ancaman pidana untuk tindak pidana perbankan dengan ABSTRACT
sistem minimum khusus, yaitu paling singkat tiga tahun
Banking Crime in Indonesia is regulated in Law Number
penjara dan denda paling sedikit Rp.5.000.000.000,-
10 of 1998 on the amendment to Law Number 7 of 1992
(lima miliar rupiah). Majelis hakim dalam Putusan
on Banking. The law expressly set the criminal sanctions
Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 menjatuhkan pidana
for any violation. Article 49 paragraph (2) point b of
penjara bersyarat. Putusan tersebut membatalkan
Law Number 10 of 1998, has been stipulated criminal
putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang (judex facti)
sanctions for banking crime at a special minimum system,
Nomor 437/Pid.Sus/2013 yang menjatuhkan putusan
which is imprisonment a minimum for three years and
bebas (vrijspraak). Majelis hakim dalam Putusan
fine for at least five billion rupiahs. In Decision Number
Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 telah menjatuhkan pidana
1554 K/Pid.Sus/2014 concerning banking crime, the
penjara di bawah ancaman minimum, yaitu selama
panel of judges imposes unconditional imprisonment.
enam bulan penjara dengan sistem bersyarat. Menurut
Judex facti of the District Court of Tanjung Karang in the
Pasal 14 ayat (1) KUHP, pidana bersyarat hanya dapat
decision has overturned the Decision Number 437/Pid.
dilakukan apabila majelis hakim menjatuhkan pidana
Sus/2013 which is a judgment of acquittal (vrijspraak).
penjara paling lama satu tahun. Analisis putusan ini
The panel of judges in Decision Number 1554 K/Pid.
berfokus pada pokok pertimbangan majelis hakim dalam
Sus/2014 has dropped the sentence to six-month in prison
Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 terkait penjatuhan
term, which is placed under the minimum penalty of a
pidana penjara bersyarat, dilihat dari ketentuan lamanya
criminal sentence. According to Article 14 paragraph
ancaman pidana. Penelitian ini menggunakan metode
(1) of the Criminal Code, conditional sentencing

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 317

Jurnal isi.indd 317 1/6/2017 11:30:22 AM


can only be compelling if a panel of judges dropped resolves that sentencing conditional imprisonment in
a maximum imprisonment of one year. The analysis this case is allowed for the sake of justice, as well as the
focuses on the consideration of the panel of judges in facts, the balance between error level of the accused and
making the Decision Number 1554 K/Pid.Sus/2014 and the circumstances surrounding.
sentencing conditional imprisonment in accordance to
Keywords: sentencing, conditional imprisonment
the criminal sanction and sentencing provisions. This
sentence, banking crime.
analysis employs normative legal research methods and

I. PENDAHULUAN yang disimpan di bank, sehingga merugikan


kepentingan berbagai pihak, baik bank selaku
A. Latar Belakang
badan usaha maupun nasabah selaku penyimpan
Perbankan merupakan lembaga keuangan dana, sistem perbankan, otoritas perbankan,
yang berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana pemerintah, dan masyarakat (Kustini, 2012: 1).
masyarakat. Perbankan sebagai lembaga keuangan
Saat ini di Indonesia mengenai tindak pidana
memiliki peranan strategis untuk menunjang
perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor
pelaksanaan pembangunan di Indonesia, dalam
10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
rangka meningkatkan pemerataan pembangunan
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan
Dalam undang-undang tersebut diatur secara
stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf
tegas mengenai ancaman sanksi berupa pidana
hidup rakyat banyak. Oleh karena itu, lembaga
bagi pelanggarnya. Walaupun telah diatur secara
perbankan memiliki peranan penting sebagai
tegas, namun di dalam praktik penjatuhan pidana
penunjang dalam upaya peningkatan taraf hidup
oleh majelis hakim di sidang pengadilan masih
rakyat Indonesia kepada keadaan yang lebih baik.
timbul permasalahan. Permasalahan itu timbul
Hal ini berarti baik atau tidaknya keadaan rakyat
ketika majelis hakim dalam Putusan Nomor 1554
Indonesia dalam kehidupannya juga ditentukan
K/Pid.Sus/2014 menjatuhkan pidana penjara
oleh lembaga perbankan.
bersyarat dalam kasus tindak pidana perbankan
Perkembangan dalam industri perbankan dengan terdakwa FVB dan FS.
dan teknologi informasi, selain berdampak
Terdakwa (FVB dan FS) diperiksa karena
positif dapat juga menimbulkan dampak negatif
selaku pejabat/petugas di PT BRI Cabang
berupa semakin beragamnya tindak pidana
Teluk Betung telah memberikan fasilitas kredit
perbankan. Bank sering dijadikan sebagai sarana
kendaraan bermotor fiktif sebanyak ± 10.795
dan/atau sasaran untuk memperkaya diri sendiri,
debitur kepada PT NPA. Dalam hal ini, terdakwa
keluarga atau kelompok tertentu secara melawan
(FVB dan FS) telah dengan sengaja:
hukum yang dapat dilakukan oleh anggota dewan
komisaris, direksi, pegawai bank, pihak terafiliasi, 1. Tidak melakukan pemeriksaan dokumen
dan/atau pemegang saham baik dilakukan secara yang diserahkan oleh pihak PT NPA;
bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Tindak
2. Tidak melakukan cross check kepada
pidana perbankan melibatkan dana masyarakat
debitur yang sebenarnya;

318 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 318 1/6/2017 11:30:22 AM


3. Menandatangani Instruksi Pencairan Kredit dan FS) tidak mempunyai peranan atas pencairan
dan Nota Pencairan Kredit Kendaraan kredit kendaraan bermotor yang diajukan PT
Bermotor yang ternyata fiktif; serta NPA. Menurut majelis kasasi, terdakwa (FVB
dan FS) mempunyai peranan atas pencarian kredit
4. Mencairkan Kredit Kendaraan Bermotor
kendaraan bermotor dimaksud karena terdakwa
PT NPA terlebih dahulu baru kemudian
selaku pejabat/petugas bank mempunyai tugas
dilakukan penandatanganan/pembuatan
untuk memeriksa kebenaran dan kelengkapan
blanko Instruksi Pencairan Kredit.
berkas pengajuan kredit.
Jaksa penuntut umum menuntut FVB dan
Sesuai dengan pertimbangannya tersebut,
FS kepada Pengadilan Negeri Tanjung Karang
majelis kasasi menyatakan FVB dan FS terbukti
agar keduanya dijatuhi pidana penjara masing-
bersalah melakukan tindak pidana “turut
masing selama tiga tahun dan enam bulan dengan
serta tidak melaksanakan langkah-langkah
perintah para terdakwa ditahan, serta pidana denda
yang diperlukan untuk memastikan ketaatan
masing-masing Rp.5.000.000.000,- (lima miliar
baik terhadap peraturan perundang-undangan
rupiah), subsider tiga bulan kurungan. Tuntutan
perbankan dan peraturan lain yang berkaitan
itu diajukan karena FVB dan FS terbukti bersalah
dengan bank yang dilakukan secara berlanjut.”
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
Kemudian majelis kasasi menjatuhkan sanksi
dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang
kepada FVB dan FS berupa pidana penjara
Nomor 10 Tahun 1998 jo. Pasal 55 ayat (1) kesatu
masing-masing enam bulan dan pidana denda
KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pengadilan
masing-masing Rp.5.000.000.000,- (lima miliar
Negeri Tanjung Karang tidak mengabulkan
rupiah). Dasar hukum yang digunakan oleh
tuntutan jaksa dan menjatuhkan putusan bebas
majelis kasasi adalah Pasal 49 ayat (2) huruf b
(vrijspraak) karena terdakwa tidak terbukti
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Pasal
melakukan tindak pidana yang didakwakan jaksa
55 ayat (1) kesatu KUHP jo. Pasal 64 ayat (1)
sebagaimana dicantumkan dalam Putusan Nomor
KUHP. Khusus untuk pidana penjara, majelis
437/Pid.Sus/2013.
kasasi menjatuhkan pidana penjara bersyarat.
Jaksa penuntut umum mengajukan upaya Secara yuridis (de jure), pidana penjara
hukum kasasi dengan dua alasan, yaitu: peraturan bersyarat hanya dapat dilakukan apabila hakim
hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak menjatuhkan pidana penjara paling lama satu
sebagaimana mestinya dan cara mengadili tahun (vide: Pasal 14 ayat (1) KUHP).
tidak dilaksanakan menurut undang-undang.
Dengan merujuk pada ketentuan pidana
Majelis kasasi menerima dan mengabulkan
bersyarat dalam KUHP, ada pihak yang
permintaan kasasi yang diajukan jaksa penuntut
memandang Putusan Nomor 1554 K/Pid.
umum. Selanjutnya majelis kasasi membatalkan
Sus/2014 telah menabrak undang-undang, yaitu
putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang
bertentangan dengan ancaman pidana minimal
(judex facti) dan mengadili sendiri. Di dalam
dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang
pertimbangannya, majelis kasasi menyatakan
Nomor 10 Tahun 1998, karena bagi pelanggarnya
putusan judex facti didasarkan pada pertimbangan
minimal dihukum tiga tahun penjara. Dari
yang salah karena menyatakan terdakwa (FVB
keadaaan tersebut, maka penulis tertarik untuk

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 319

Jurnal isi.indd 319 1/6/2017 11:30:22 AM


melakukan kajian terhadap Putusan Nomor pidananya ditentukan dengan sistem minimum.
1554 K/Pid.Sus/2014 yang menjatuhkan pidana Kemudian penelitian ini diharapkan juga dapat
penjara bersyarat dalam kasus tindak pidana berguna secara praktis, yaitu menjadi pegangan
perbankan yang dilihat dari jumlah atau lamanya dan pedoman bagi aparat penegak hukum pidana
ancaman pidana yang ditentukan dalam Pasal terutama hakim dalam menjatuhkan pidana
49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 penjara bersyarat yang ancamannya ditentukan
Tahun 1998. dengan sistem minimum, khususnya dalam kasus
tindak pidana perbankan.
B. Rumusan Masalah
D. Studi Pustaka
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan
masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Penjatuhan Pidana

1. Bagaimana pertimbangan majelis kasasi Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap


dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi
yang menjatuhkan pidana penjara bersyarat dalam hukum pidana. Hal ini dapat disimak
dalam kasus tindak pidana perbankan? dalam pendapat Sudarto bahwa pemberian pidana
in abstracto adalah menetapkan stelsel sanksi
2. Bagaimana penjatuhan pidana penjara
hukum pidana yang menyangkut pembentuk
bersyarat dalam Putusan Nomor 1554 K/
undang-undang, sedangkan pemberian pidana
Pid.Sus/2014 apabila dilihat dari ketentuan
in concreto menyangkut berbagai badan yang
jumlah atau lamanya ancaman pidana?
kesemuanya mendukung dan melaksanakan
stelsel sanksi hukum pidana itu. Berkaitan dengan
C. Tujuan dan Kegunaan masalah sanksi, Hoefnagles bahkan memberikan
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan arti secara luas, dikatakannya bahwa sanksi dalam
dan menganalisis pertimbangan majelis kasasi hukum pidana adalah semua reaksi terhadap
dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 pelanggaran hukum yang ditentukan undang-
yang menjatuhkan pidana penjara bersyarat undang dimulai dari penahanan tersangka dan
dalam kasus tindak pidana perbankan. Kemudian penuntutan tersangka sampai pada penjatuhan
penelitian ini juga bertujuan untuk menjelaskan vonis oleh hakim. Hoefnagles melihat pidana
dan menganalisis penjatuhan pidana penjara sebagai suatu proses waktu yang keseluruhan
bersyarat dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid. proses itu dianggap sebagai suatu pidana
Sus/2014 dilihat dari ketentuan jumlah atau (Prasetyo & Barkatullah, 2012: 83).
lamanya ancaman pidana dalam Undang-Undang Dengan merujuk pada pendapat Sudarto
Nomor 10 Tahun 1998. dan Hoefnagles di atas, Prasetyo berpendapat
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan bahwa masalah penetapan sanksi dalam hukum
sebagai referensi yang menunjang ilmu pidana merupakan suatu rangkaian kebijakan
pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan hukum yang berada dalam satu sistem. Sebagai suatu
pidana Indonesia terkait dengan pemidanaan sistem, tidaklah dapat dikatakan bahwa masing-
in concreto (penjatuhan pidana) yang ancaman masing tahap pemberian pidana berdiri sendiri,

320 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 320 1/6/2017 11:30:22 AM


akan tetapi saling terkait bahkan tidak dapat putusannya, dapat menetapkan
dipisahkan sama sekali (Prasetyo, 2013: 79). terdakwa tetap ada dalam tahanan
atau membebaskannya, apabila
Menurut Arief (2012: 4), apabila pengertian
terdapat alasan cukup untuk itu.
“pemidanaan” diartikan secara luas sebagai
suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana Merujuk pada ketentuan Pasal 193 KUHAP
oleh hakim, maka dapatlah dikatakan bahwa di atas, maka sanksi berupa pidana baru dapat
sistem pemidanaan mencakup keseluruhan dijatuhkan oleh majelis hakim apabila terdakwa
ketentuan perundang-undangan yang mengatur terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang
bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau didakwakan kepadanya. Menurut Pasal 194
dioperasionalisasikan secara konkret sehingga KUHAP, dalam putusan pemidanaan, pengadilan
seseorang dijatuhi sanksi (hukum pidana). juga menetapkan supaya barang bukti yang disita
Ini berarti semua aturan perundang-undangan diserahkan kepada pihak yang paling berhak
mengenai hukum pidana substantif, hukum pidana menerima kembali, yang namanya tercantum
formal, dan hukum pelaksanaan pidana dapat dalam putusan tersebut kecuali apabila menurut
dilihat sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan undang-undang barang bukti itu hanya dirampas
fungsional dalam arti luas. Sedangkan dalam untuk kepentingan negara atau dimusnahkan
arti sempit, hanya mencakup aturan/ketentuan atau dirusak sehingga tidak dapat digunakan
hukum pidana materiil (substantif). lagi. Kecuali apabila terdapat alasan yang sah,
pengadilan menetapkan supaya barang bukti
Secara yuridis, penjatuhan pidana
diserahkan segera sesudah sidang selesai. Perintah
(pemidanaan) oleh majelis hakim telah ditentukan
penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
sesuatu syarat apapun kecuali dalam hal putusan
tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Di
pengadilan belum mempunyai kekuatan hukum
dalam KUHAP, ketentuan mengenai penjatuhan
tetap.
pidana (pemidanaan) oleh hakim dicantumkan
dalam Pasal 193 yang rumusannya:
2. Pidana Bersyarat
1. Jika pengadilan berpendapat bahwa
terdakwa bersalah melakukan tindak Pidana bersyarat (veroorwaardelijke
pidana yang didakwakan kepadanya, maka veroordeling) sering juga disebut dengan
pengadilan menjatuhkan pidana. beberapa istilah, yaitu pidana dengan bersyarat,
pidana (hukuman) percobaan, pidana (hukuman)
2. a. Pengadilan dalam menjatuhkan dengan perjanjian, pidana (hukuman) dengan
putusan, jika terdakwa tidak ditahan, janggelan. Pidana bersyarat adalah salah satu
dapat memerintahkan supaya alternatif dari pemidanaan yang pertama kali
terdakwa tersebut ditahan, apabila diperkenalkan di Inggris (Duff dalam Hiariej,
dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan 2014: 405). Di Indonesia, pidana bersyarat untuk
terdapat alasan cukup untuk itu. pertama kalinya diterapkan pada tahun 1926 yang
dituangkan dalam Stb. 1926 Nomor 251 jo. 486,
b. Dalam hal terdakwa ditahan,
namun baru sejak 1 Januari 1927 dimasukkan
pengadilan dalam menjatuhkan

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 321

Jurnal isi.indd 321 1/6/2017 11:30:22 AM


ke dalam KUHP (Setiady, 2010: 112). Saat ini, Dilihat dari namanya, yaitu pidana
aturan tentang pidana bersyarat dicantumkan bersyarat, ada syarat-syarat yang ditetapkan
dalam Pasal 14 sampai dengan 14f KUHP. dalam putusan hakim (putusan pengadilan: pen),
yang harus ditaati oleh terpidana untuk dapatnya
Menurut Muladi, pidana bersyarat adalah
ia dibebaskan dari pelaksanaan pidana. Syarat-
suatu pidana di mana si terpidana tidak usah
syarat itu dibedakan antara syarat umum dan
menjalani pidana tersebut, kecuali bilamana
syarat khusus. Syarat umum bersifat imperatif,
selama masa percobaan terpidana telah melanggar
artinya bila hakim menjatuhkan pidana dengan
syarat-syarat umum atau khusus yang telah
bersyarat, dalam putusannya itu harus ditetapkan
ditentukan oleh pengadilan. Pidana bersyarat
syarat umum, sedangkan syarat khusus bersifat
merupakan penundaan pelaksanaan pidana.
fakultatif (tidak menjadi keharusan untuk
Pidana bersyarat bukan merupakan pidana
ditetapkan) (Chazawi, 2010: 60).
pokok melainkan merupakan cara penerapan
pidana sebagaimana pidana yang tidak bersyarat Dalam syarat umum, harus ditetapkan oleh
(Setiady, 2010: 113). Secara filosofi, pidana hakim bahwa dalam tenggang waktu tertentu
bersyarat merupakan bentuk alternatif dari pidana (masa percobaan) terpidana tidak boleh melakukan
perampasan kemerdekaan atau sebagai salah tindak pidana (Pasal 14C ayat (1)). Sementara
satu bentuk “non-custodial measures,” dan juga dalam syarat khusus, hakim boleh menentukan
sebagai salah satu bentuk “strafmodus” (Arief, hal-hal (Chazawi, 2010: 60) sebagai berikut:
2011: 16).
1. Penggantian kerugian akibat yang
Walaupun sering disebut pidana bersyarat, ditimbulkan oleh dilakukannya tindak
tetapi sesungguhnya bukan salah satu dari pidana baik seluruhnya maupun sebagian
jenis pidana karena tidak disebut dalam Pasal yang harus dibayar dalam tenggang waktu
10 KUHP. Pidana bersyarat merupakan suatu yang ditetapkan oleh hakim yang lebih
sistem penjatuhan pidana tertentu (penjatuhan pendek dari masa percobaan (Pasal 14 ayat
kurungan, denda) di mana ditetapkan dalam amar (1)).
putusan bahwa pidana yang dijatuhkan tidak
2. Dalam hal hakim menjatuhkan pidana penjara
perlu dijalankan dengan pembebanan syarat-
lebih dari tiga bulan atau pidana kurungan
syarat tertentu, maka sebaiknya digunakan
atas pelanggaran Pasal 492 (mabuk di tempat
istilah pidana dengan bersyarat. Pidana bersyarat
umum), Pasal 504 (pengemisan), Pasal 505
merupakan suatu sistem/model penjatuhan pidana
(pergelandangan), Pasal 506 (mucikari),
oleh hakim yang pelaksanaannya digantungkan
Pasal 536 (mabuk di jalan umum), hakim
pada syarat-syarat tertentu. Artinya, pidana yang
dapat menetapkan syarat-syarat khusus yang
dijatuhkan oleh hakim itu ditetapkan tidak perlu
berhubungan dengan kelakuan terpidana
dijalankan pada terpidana selama syarat-syarat
(Pasal 14A ayat (2)). Syarat-syarat khusus itu
yang ditentukan tidak dilanggarnya, dan pidana
tidak diperkenankan sepanjang melanggar
dapat dijalankan apabila syarat-syarat yang
atau mengurangi hak-hak terpidana dalam
ditetapkan tidak ditaatinya atau dilanggarnya
berpolitik (kenegaraan) dan menjalankan
(Chazawi, 2010: 54).
agamanya (Pasal 14A ayat (5)).

322 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 322 1/6/2017 11:30:22 AM


3. Tindak Pidana Perbankan b. Tindak pidana yang dilakukan dalam
menjalankan fungsi dan usahanya
Tindak pidana perbankan merupakan
sebagai bank berdasarkan Undang-
gabungan dari dua istilah, yaitu “tindak pidana”
Undang Perbankan.
dan “perbankan.” Istilah tindak pidana dipakai
sebagai pengganti istilah “strafbaar feit,” yaitu 2. Tindak pidana di bidang perbankan adalah:
perbuatan yang dapat dipidana (Sudarto, 2013: 63-
a. Segala jenis perbuatan melanggar
64). Kemudian yang dimaksud dengan perbankan
hukum yang berhubungan dengan
adalah segala seuatu yang menyangkut tentang
kegiatan dalam menjalankan usaha
bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
bank, baik bank sebagai sasaran
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
maupun sebagai sarana.
usahanya (vide: Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998). Jadi, tindak pidana b. Tindak pidana yang tidak hanya
perbankan merupakan perbuatan yang berkaitan mencakup pelanggaran terhadap
dengan segala sesuatu yang menyangkut tentang Undang-Undang Perbankan saja,
bank (kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan melainkan mencakup pula tindak
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya) pidana penipuan, penggelapan,
yang dapat dipidana. pemalsuan, dan tindak pidana lain
sepanjang berkaitan dengan lembaga
Badan Pembinaan Hukum Nasional
perbankan.
(BPHN) menyatakan bahwa pemakaian istilah
tindak pidana perbankan dan tindak pidana di Menurut Indriyanto Seno Adji dalam
bidang perbankan belum ada kesamaan pendapat. pengertian sempit, tindak pidana perbankan hanya
Apabila ditinjau dari segi yuridis tidak ada satupun terbatas kepada perbuatan yang dikategorikan
peraturan perundang-undangan yang memberikan sebagai perbuatan pidana menurut Undang-
pengertian tentang tindak pidana perbankan dengan Undang Perbankan. Sementara dalam pengertian
tindak pidana di bidang perbankan (Kustini, 2012: luas, tindak pidana perbankan tidak terbatas
2). Dalam hal ini, BPHN memberikan pengertian hanya kepada yang diatur oleh Undang-Undang
yang berbeda untuk kedua tindak pidana tersebut Perbankan, namun mencakup pula perbuatan-
(Kustini, 2012: 2) sebagai berikut: perbuatan yang dirumuskan dalam perbuatan
pidana yang mengganggu sektor ekonomi secara
1. Tindak pidana perbankan adalah:
luas, yang juga meliputi kejahatan pasar modal
a. Setiap perbuatan yang melanggar (capital market crime), kejahatan komputer
peraturan perundang-undangan (computer crime), baik dengan itu timbul akibat
sebagaimana diatur dalam Undang- kerugian pada perusahaan swasta maupun
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang pemerintah dan BUMN, fiskal dan bea cukai
Perbankan sebagaimana telah diubah (custom crime) (Kustini, 2012: 3).
dengan Undang-Undang Nomor
Secara yuridis, tindak pidana di bidang
10 Tahun 1998 (Undang-Undang
perbankan termasuk ke dalam tindak pidana
Perbankan).
administratif (administrative offences) atau

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 323

Jurnal isi.indd 323 1/6/2017 11:30:22 AM


tindak pidana yang mengganggu kesejahteraan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40
masyarakat (public welfare offences) (Jaya, 2008: (Pasal 47 ayat (2)).
190). Dalam konotasi politik, tindak pidana
4. Anggota dewan komisaris, direksi,
perbankan dapat disebut dengan istilah white
pegawai bank yang dengan sengaja tidak
collar crime karena dapat digolongkan dalam
memberikan keterangan yang wajib
tindak pidana ekonomi dalam arti luas atau
dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam
economic crime. Dalam pengertian sosial disebut
Pasal 42A dan 44 (Pasal 47A).
socio economic crime (Jaya, 2008: 194-195).
Tindak pidana perbankan diatur dalam Bab VIII 5. Anggota dewan komisaris, direksi, atau
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu: pegawai bank yang dengan sengaja tidak
Pasal 46, 47, 47A, 48, 49, 50, dan 50A. memberikan keterangan yang wajib
dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam
Tindak pidana perbankan dalam undang-
Pasal 30 ayat (1) dan (2) dan Pasal 34 ayat
undang itu dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
(1) dan (2) (Pasal 48 ayat (1)).
kejahatan dan pelanggaran. Tindak pidana yang
termasuk ke dalam jenis kejahatan adalah yang 6. Anggota dewan komisaris, direksi, atau
ditentukan dalam Pasal 46, 47, 47A, 48 ayat (1), 49, pegawai bank yang lalai tidak memberikan
50, dan 50A (vide: Pasal 51 ayat (1)). Kemudian keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana
yang termasuk ke dalam jenis pelanggaran adalah dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan (2)
tindak pidana yang ditentukan dalam Pasal 48 dan Pasal 34 ayat (1) dan (2) (Pasal 48 ayat
(vide: Pasal 51 ayat (2)). (2)).

Memperhatikan rumusan pasal-pasal dalam 7. Anggota dewan komisaris, direksi, atau


Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut di pegawai bank yang dengan sengaja (Pasal
atas, maka tindak pidana perbankan dapat dirinci 49 ayat (1)):
sebagai berikut:
a. Membuat atau menyebabkan adanya
1. Barang siapa menghimpun dana dari pencatatan palsu dalam pembukuan
masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa atau dalam laporan, maupun dalam
izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia dokumen atau laporan kegiatan usaha,
(Pasal 46 ayat (1)). laporan transaksi atau rekening suatu
bank;
2. Barang siapa tanpa membawa perintah
tertulis atau izin dari pimpinan Bank b. Menghilangkan atau tidak
Indonesia dengan sengaja memaksa bank memasukkan atau menyebabkan
atau pihak terafiliasi untuk memberikan tidak dilakukannya pencatatan dalam
keterangan sebagaimana dimaksud dalam pembukuan atau dalam laporan,
Pasal 40 (Pasal 47 ayat (1)). maupun dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha, laporan transaksi atau
3. Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai
rekening suatu bank;
bank atau pihak terafiliasi lainnya yang
dengan sengaja memberikan keterangan c. Mengubah, mengaburkan,

324 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 324 1/6/2017 11:30:23 AM


menyembunyikan, menghapus, 9. Pihak terafiliasi yang dengan sengaja
atau menghilangkan adanya suatu tidak melaksanakan langkah-langkah yang
pencatatan dalam pembukuan atau diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
dalam laporan, maupun dalam terhadap ketentuan dalam undang-undang
dokumen atau laporan kegiatan usaha, ini dan peraturan perundang-undangan
laporan transaksi atau rekening suatu lainnya yang berlaku bagi bank (Pasal 50).
bank, atau dengan sengaja mengubah,
10. Pemegang saham yang dengan sengaja
mengaburkan, menghilangkan,
menyuruh dewan komisaris, direksi, atau
menyembunyikan atau merusak
pegawai bank untuk melakukan atau tidak
catatan pembukuan tersebut.
melakukan tindakan yang mengakibatkan
8. Anggota dewan komisaris, direksi atau bank tidak melaksanakan langkah-langkah
pegawai bank yang dengan sengaja (Pasal yang diperlukan untuk memastikan ketaatan
49 ayat (2)): bank terhadap ketentuan dalam undang-
undang ini dan ketentuan perundang-
a. Meminta atau menerima, mengizinkan
undangan lainnya yang berlaku bagi bank
atau menyetujui untuk menerima suatu
(Pasal 50A).
imbalan, komisi, uang tambahan,
pelayanan, uang atau barang berharga,
untuk keuntungan pribadinya atau II. METODE
untuk keuntungan keluarganya, dalam Penelitian ini menggunakan metode
rangka mendapatkan atau berusaha penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian
mendapatkan bagi orang lain dalam terhadap hukum positif (Soekanto & Mamudji,
memperoleh uang muka, bank 2011: 13). Dalam penelitian ini yang diteliti
garansi, atau fasilitas kredit dari bank, adalah asas-asas atau prinsip hukum mengenai
atau dalam rangka pembelian atau penjatuhan pidana penjara bersyarat dan dikaitkan
pendiskontoan oleh bank atas surat- dengan jumlah atau lamanya ancaman pidana
surat wesel, surat promes, cek, dan (strafmaat) yang ditentukan dalam hukum positif.
kertas dagang atau bukti kewajiban
lainnya, ataupun dalam rangka Penelitian difokuskan pada Putusan Nomor
memberikan persetujuan bagi orang 1554 K/Pid.Sus/2014 karena telah menjatuhkan
lain untuk melaksanakan penarikan pidana penjara di bawah ancaman minimum
dana yang melebihi batas kreditnya yang ditentukan hukum positif (undang-undang)
pada bank; dengan sistem bersyarat. Pendekatan yang
digunakan yaitu: pendekatan undang-undang
b. Tidak melaksanakan langkah-langkah (statue approach), pendekatan konseptual
yang diperlukan untuk memastikan (conceptual approach), dan pendekatan kasus
ketaatan bank terhadap ketentuan dalam (case approach). Jenis data yang digunakan
undang-undang ini dan ketentuan adalah data sekunder yaitu data yang berasal dari
peraturan perundang-undangan lainnya bahan pustaka.
yang berlaku bagi bank.

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 325

Jurnal isi.indd 325 1/6/2017 11:30:23 AM


Data sekunder dalam penelitian ini berasal dapat disebut dengan “putusan pengadilan.”
dari tiga sumber, yaitu: Pertama, bahan hukum Menurut Pasal 1 angka 11 KUHAP, putusan
primer yang meliputi: UUD NRI 1945, KUUHP, pengadilan adalah pernyataan hakim yang
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka,
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau
1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menurut cara yang diatur dalam undang-undang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang ini (KUHAP: pen). Sesuai dengan ketentuan
Hukum Acara Pidana, dan Putusan Pengadilan itu, maka putusan pengadilan adalah pernyataan
Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014. Kedua, bahan hakim yang diucapkan di sidang pengadilan
hukum sekunder yang meliputi: literatur-literatur yang terbuka untuk umum. Pasal 195 KUHAP
berupa kajian para pakar hukum, dan lainnya menentukan bahwa semua putusan pengadilan
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
ini. Ketiga, bahan hukum tersier yang berupa apabila diucapkan di sidang terbuka untuk
ensiklopedia dan kamus-kamus. umum. Jadi, setiap putusan pengadilan dalam
perkara pidana harus (wajib) diucapkan di sidang
Data sekunder tersebut dikumpulkan
terbuka untuk umum. Putusan pengadilan yang
dengan teknik studi kepustakaan, yang kemudian
tidak diucapkan di sidang terbuka untuk umum
diolah dan dianalisis dengan pendekatan
oleh hakim, maka statusnya tidak sah dan tidak
kualitatif. Metode yang digunakan dalam
mempunyai kekuatan hukum sehingga tidak
melakukan analisis adalah penafsiran hukum dan
dapat dilaksanakan.
konstruksi hukum. Setelah dianalisis selanjutnya
dilakukan penarikan kesimpulan dengan logika Dalam konteks sistem peradilan di Indonesia,
berfikir deduktif, yaitu berangkat dari pernyataan Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara
yang bersifat umum diterapkan pada kasus tertinggi yang membawahi empat lingkungan
konkret. Dalam hal ini diuraikan hal-hal yang peradilan (umum, agama, militer, dan tata usaha
bersifat umum yang digunakan untuk menjawab negara). Oleh karena itu, putusan yang diterbitkan
permasalahan penjatuhan pidana penjara oleh majelis kasasi yang memeriksa perkara
bersyarat dalam kasus tindak pidana perbankan. pidana dapat juga disebut dengan “putusan
pengadilan.” Putusan pengadilan dalam perkara
III. HASIL DAN PEMBAHASAN pidana berupa pemidanaan (verordeling), bebas
(vrijspraak), dan lepas dari segala tuntutan hukum
A. Pertimbangan Majelis Kasasi dalam (ontslag van rechtsvervolging). Ketiga jenis
Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 putusan pengadilan itu dikategorikan sebagai
yang Menjatuhkan Pidana Penjara putusan akhir (eend vonnis). Dalam pembahasan
Bersyarat dalam Kasus Tindak Pidana ini, putusan pengadilan yang diterbitkan oleh
Perbankan majelis kasasi berupa pemidanaan (veroordeling),
Secara yuridis, putusan yang diucapkan yaitu suatu putusan pengadilan yang amar
oleh hakim di persidangan setelah proses putusannya menjatuhkan sanksi berupa pidana
pemeriksaan perkara pidana dinyatakan selesai kepada terdakwa.

326 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 326 1/6/2017 11:30:23 AM


Menurut Mertokusumo, suatu putusan mempertimbangkan bahwa dikabulkannya
hakim (pengadilan: pen) pada pokoknya terdiri kredit kendaraan bermotor dari PT NPA
dari empat bagian, yaitu: kepala putusan, identitas kepada BRI Cabang Teluk Betung bukan
para pihak, pertimbangan, dan amar (Wijayanta & atas kebijakan/peranan terdakwa I FVB
Firmansyah, 2011: 31). Jadi, salah satu bagian dari selaku Pejabat Administrasi Kredit dan
putusan pengadilan adalah pertimbangan hakim terdakwa II FS selaku Pejabat Supervisor
yang memuat alasan-alasan dan dasar bagi hakim Administrasi Kredit, melainkan realisasinya
dalam menjatuhkan amar putusan. Pertimbangan pencairan kredit atas peranan/kebijakan
hakim terdiri atas pertimbangan tentang duduk Pejabat Account Officer Pemutus (AVI) dan
perkaranya (feitelijke gronden) dan pertimbangan Pejabat Account Officer Pemrakarsa (ARW
tentang hukumnya (rechts gronden). Dengan dan AB), karena terdakwa I dan II tidak
demikian, pertimbangan majelis kasasi dalam mempunyai peranan yang menentukan
Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 juga terdiri dalam pencairan kredit tersebut. Peran
atas pertimbangan tentang duduk perkaranya dan terdakwa tidak mempunyai kewenangan
pertimbangan tentang hukumnya. untuk menentukan apakah kredit itu dapat
dicairkan apa tidak;
Berkaitan dengan pembahasan ini,
pertimbangan majelis kasasi dalam Putusan 4. Bahwa pertimbangan hukum tersebut
Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 adalah sebagai adalah tidak dapat dibenarkan dengan
berikut: pertimbangan sebagai berikut:

1. Bahwa alasan-alasan permohonan kasasi 1. Bahwa sebagaimana telah diuraikan


pemohon kasasi/jaksa penuntut umum dalam pertimbangan putusan judex
dapat dibenarkan karena judex facti salah facti telah didapat fakta-fakta yang
menerapkan hukum dalam mengadili relevan sesuai bukti yang diajukan
terdakwa; dalam persidangan sebagai berikut:

2. Bahwa putusan judex facti/Pengadilan a. Bahwa tugas terdakwa I dan


Negeri Tanjung Karang Nomor 437/Pid. II selaku Pejabat Administrasi
Sus/2013/PN.TK tanggal 9 September Kredit dan Supervisor
2013 yang menyatakan terdakwa I FVB Administrasi Kredit adalah
dan terdakwa II FS tidak terbukti secara memeriksa kelengkapan dan
sah dan meyakinkan bersalah melakukan kebenaran berkas permohonan
tindak pidana sebagaimana dakwaan kredit dari PT NPA terdiri
kesatu, kedua, dan ketiga penuntut umum dari data-data nasabah/calon
dan oleh karenanya kepada terdakwa I dan debitur antara lain: foto calon
II dibebaskan dari segala dakwaan adalah nasabah; foto copy KTP suami/
didasarkan pada pertimbangan hukum yang dan isteri; Kartu Keluarga;
salah; Surat Keterangan Penghasilan;
Surat Keterangan Usaha;
3.. Bahwa dasar pertimbangan hukum
Surat Pengakuan Hutang;
judex facti yang pada pokoknya

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 327

Jurnal isi.indd 327 1/6/2017 11:30:23 AM


Laporan Kunjungan Nasabah; mencairkan kredit tersebut dengan
Memorandum Analisis Kredit; mengaktifkan rekening nasabah;
Instruksi pencairan kredit;
3. Bahwa perbuatan-perbuatan terdakwa
Surat Jaminan Fiducia; Surat
I dan II tersebut tidak dapat dibenarkan
permohonhan kredit, dan lain-
oleh peraturan perbankan yang berlaku
lain.
atau tidak sesuai standar operasional
b. Bahwa setelah berkas-berkas hal ini sesuai dengan keterangan ahli
tersebut lengkap/benar setelah dalam persidangan, maupun pejabat
diperiksa kemudian diserahkan auditor dari BRI Pusat.
kepada Account Officer
5. Bahwa atas perbuatan terdakwa I dan II
Pemrakarsa, setelah diperiksa
tersebut dari dakwaan penuntut umum yang
dengan melihat kemampuan
berbentuk alternatif tersebut perbuatan
bayar dan lain-lain, baru
terdakwa memenuhi unsur-unsur dari
diserahkan kepada Account
dakwaan alternatif ke-3 melanggar Pasal
Officer Pemutus, selanjutnya
49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor
dalam hal permohonan tersebut
10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
ada jaminan fiducia dan lain-
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
lain perlu ditandatangani
tentang Perbankan jo. Pasal 55 ayat (1)
oleh pimpinan Cabang baik
ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Instruksi Pencairan Kredit.
Karena perbuatan terdakwa I dan II tersebut
2. Bahwa menurut fakta-fakta dilakukan bersama-sama dengan orang
berkas permohonan kredit yang lain, yaitu AVI selaku Account Officer
seharusnya diteliti kelengkapan Pemutus dan DW selaku Pimpinan Cabang
dan kebenarannya oleh terdakwa BRI serta perbuatan tersebut dilakukan
I dan II terdapat kekurangan atau secara berlanjut;
ketidakcocokan antara lain: KTP
6. Menimbang bahwa sebelum menjatuhkan
dan Kartu Keluarga, serta pada saat
pidana, Mahkamah Agung akan
berkas permohonan kredit turun dari
mempertimbangkan hal-hal yang
Pejabat Account Officer Pemutus dan
memberatkan dan yang meringankan;
Pemrakarsa masih ada berkas yang
belum ditandatangani oleh Account 1. Hal-hal yang memberatkan:
Officer Pemutus serta terdapat Surat
a. Perbuatan para terdakwa dapat
Jaminan Fiducia serta Instruksi
menurunkan kepercayaan
Pencairan Kredit yang belum
masyarakat kepada bank
ditandatangani Kepala Cabang BRI
khususnya BRI Teluk Betung;
sebagai persyaratan pencairan kredit,
akan tetapi meski ada berkas-berkas 2. Hal-hal yang meringankan:
yang belum ditandatangani yang
berwenang, terdakwa I dan II tetap a. Bahwa kredit fiktif tersebut

328 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 328 1/6/2017 11:30:23 AM


telah dilunasi oleh PT NPA syarat pengajuan kredit PT NPA, seperti KTP dan
selaku avalis atau penjamin; Kartu Keluarga.

b. Para terdakwa bersikap sopan Kemudian dengan pertimbangannya


dan belum pernah dihukum. tersebut, majelis kasasi menyatakan terdakwa
(FVB dan FS) terbukti bersalah melakukan
Dengan demikian dapatlah dipahami
tindak pidana “turut serta tidak melaksanakan
bahwa alasan yang digunakan oleh majelis kasasi
langkah-langkah yang diperlukan untuk
menerima kasasi jaksa penuntut umum karena
memastikan ketaatan baik terhadap peraturan
Pengadilan Negeri Tanjung Karang (judex facti)
perundang-undangan perbankan dan peraturan
telah salah dalam menerapkan hukum. Majelis
lain yang terkait dengan bank yang dilakukan
kasasi berpendapat bahwa putusan Pengadilan
secara berlanjut.” Perbuatan terdakwa (FVB dan
Negeri Tanjung Karang didasarkan pada
FS) melanggar Pasal 49 ayat (2) huruf b Undnag-
pertimbangan yang salah. Menurut majelis kasasi,
Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Pasal 55 ayat
dalam pertimbangan putusan judex facti terdapat
(1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Oleh
fakta-fakta yang relevan sesuai dengan bukti yang
karena itu, masing-masing terdakwa dijatuhi
diajukan di persidangan. Dengan mendasarkan
sanksi berupa pidana penjara selama enam bulan
pada fakta-fakta yang relevan itu, majelis kasasi
dan pidana denda sebanyak Rp.5.000.000.000,-
dalam pertimbangannya menyatakan bahwa
(lima miliar rupiah).
perbuatan terdakwa (FVB dan FS) tidak dapat
dibenarkan oleh peraturan perbankan atau tidak Secara teoritis, penjatuhan atau pemberian
sesuai dengan standar operasional prosedur. sanksi berupa pidana oleh majelis kasasi kepada
terdakwa dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid.
Perbuatan terdakwa (FVB dan FS) yang
Sus/2014 dapat disebut dengan pemidanaan in
tidak dibenarkan oleh peraturan perbankan atau
concreto. Menurut Sudarto (2013: 85), syarat
tidak sesuai dengan standar operasional prosedur
pertama untuk memungkinkan adanya penjatuhan
berarti dalam menjalankan kegiatan usaha
pidana adalah adanya perbuatan (manusia) yang
perbankan, terdakwa tidak menggunakan prinsip
memenuhi rumusan delik (tindak pidana: pen)
kehati-hatian. Pasal 2 Undang-Undang Nomor
dalam undang-undang. Hal ini adalah konsekuensi
10 Tahun 1998 dengan tegas menentukan bahwa
dari asas legalitas. Rumusan delik (tindak pidana)
perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya
ini penting artinya sebagai prinsip kepastian.
berasaskan demokrasi dengan menggunakan
Undang-undang pidana sifatnya harus pasti. Di
prinsip kehati-hatian. Sesuai dengan prinsip itu,
dalamnya harus dapat diketahui dengan pasti apa
maka terdakwa (FVB dan FS) selaku pejabat/
yang dilarang atau apa yang diperintahkan.
petugas bank (PT BRI cabang Teluk Betung)
seharusnya secara hati-hati dalam menjalankan Apabila dikaitkan dengan Putusan Nomor
tugasnya, yaitu memeriksa kebenaran dan 1554 K/Pid.Sus/2014, maka majelis kasasi
kelengkapan berkas pengajuan kredit kendaraan menjatuhkan pidana kepada terdakwa (FVB
bermotor oleh PT NPA. Ketidak hati-hatian dan FS) karena perbuatannya telah memenuhi
terdakwa (FVB dan FS) ditunjukkan pada fakta rumusan tindak pidana yang ditentukan
masih adanya kekurangan atau ketidakcocokan dalam undang-undang yang mengatur tentang

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 329

Jurnal isi.indd 329 1/6/2017 11:30:23 AM


perbankan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun perbuatan atau tindakan yang dilarang. Artinya,
1998) dan dihubungkan dengan ketentuan KUHP. tindak pidana yang dimaksud dalam ketentuan
Perbuatan terdakwa yang memenuhi rumusan tersebut ditentukan dengan merumuskan
tindak pidana (perbuatan yang dilarang) dalam perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dapat yang dilarang atau tidak boleh dilakukan.
dikategorikan sebagai tindak pidana perbankan.
Selanjutnya, ancaman pidana yang
Hal ini berarti majelis kasasi telah mengikuti
dicantumkan dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b
prinsip atau asas legalitas yang dianut oleh
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, terdiri
hukum pidana positif (vide: Pasal 1 KUHP).
dari pidana penjara dan pidana denda. Ancaman
Ketentuan yang dilanggar oleh terdakwa pidana itu dirumuskan secara kumulatif yang
(FVB dan FS) adalah Pasal 49 ayat (2) huruf b ditandai dengan kata penghubung “dan.”
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang Konsekuensi dari rumusan tersebut adalah hakim
rumusannya: “Anggota Dewan Komisaris, harus menjatuhkan pidana penjara dan pidana
Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja denda secara besamaan, tidak boleh terpisah.
tidak melaksanakan langkah-langkah yang
Dalam hal ini, majelis kasasi telah
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
menjatuhkan pidana penjara dan pidana denda
terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan
secara bersamaan kepada terdakwa (FVB dan
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
FS). Apabila dilihat dari jumlah atau lamanya
yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana
ancaman pidana yang ditentukan, maka Pasal
penjara sekurang-kurangnya tiga tahun dan
49 ayat (2) huruf b menganut sistem minimum
paling lama delapan tahun serta denda sekurang-
khusus karena telah ditentukan ancaman pidana
kurangnya Rp.5.000.000.000,- (lima miliar
minimum bagi pelaku yang melanggar ketentuan
rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.000,-
tersebut, yaitu untuk pidana penjara paling
(seratus miliar rupiah).”
singkat tiga tahun dan pidana denda paling sedikit
Tindak pidana perbankan yang diatur dalam Rp.5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor
Dengan dasar hukum Pasal 49 ayat (2)
10 Tahun 1998 termasuk ke dalam kategori
huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
kejahatan (vide: Pasal 51 ayat (1)). Kemudian
maka majelis kasasi dalam Putusan Nomor
apabila memperhatikan rumusannya, maka dapat
1554 K/Pid.Sus/2014 menjatuhkan pidana
dikategorikan sebagai tindak pidana formil. Delik
penjara selama enam bulan dan denda sebanyak
(tindak pidana: pen) formil adalah delik yang
Rp.5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). Apabila
perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan
dikaitkan dengan ancaman pidana penjaranya,
yang dilarang (Sudarto, 2013: 96) atau delik
maka majelis kasasi telah menjatuhkan di
yang menitikberatkan pada tindakan (Hiariej,
bawah ancaman minimum. Ancaman pidana
2014: 103). Jadi, tindak pidana perbankan yang
minimumnya adalah tiga tahun penjara,
dicantumkan dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b
sedangkan majelis kasasi menjatuhkan pidana
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 termasuk
penjara selama enam bulan. Majelis kasasi
ke dalam jenis kejahatan dan tindak pidana
dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014
formil karena rumusannya dititikberatkan pada

330 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 330 1/6/2017 11:30:23 AM


telah menjatuhkan pidana penjara dengan sistem oleh PT NPA selaku avalis atau penjamin dan
bersyarat. Hal itu dapat dilihat dari salah satu para terdakwa bersikap sopan dan belum pernah
amar putusannya yang berbunyi “Memerintahkan dihukum. Dengan pertimbangan tersebut, maka
pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali jika di majelis kasasi dalam Putusan Nomor 1554 K/
kemudian hari dengan putusan hakim diberikan Pid.Sus/2014 menjatuhkan pidana penjara lebih
perintah lain atas alasan, terpidana sebelum ringan dari ancaman yang ditentukan dalam Pasal
waktu percobaan selama satu tahun berakhir 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10
telah bersalah melakukan sesuatu tindak pidana.” Tahun 1998 kepada terdakwa.
Amar putusan tersebut merupakan syarat umum
dalam pidana bersyarat sebagaimana ditentukan B. Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat
dalam Pasal 14A ayat (1) KUHP. dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid.
Sus/2014 Apabila Dilihat dari Ketentuan
Pertanyaannya adalah “Apakah
Jumlah atau Lamanya Ancaman Pidana
pertimbangan majelis kasasi dalam Putusan
Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 yang menjatuhkan Di sub bahasan sebelumnya telah dijelaskan
pidana penjara bersyarat kepada terdakwa (FVB bahwa majelis kasasi telah menjatuhkan pidana
dan FS)?” Apabila melihat seluruh pertimbangan penjara bersyarat dalam kasus tindak pidana
majelis kasasi yang telah dipaparkan di atas, maka perbankan. Pidana penjara bersyarat merupakan
tidak ditemui satupun pertimbangan mengenai sistem/model pelaksanaan pidana penjara yang
penjatuhan pidana penjara bersyaratnya. dijalani oleh terpidana. Dalam hal ini, terpidana
Walaupun demikian, apabila dilihat dari amar tidak menjalani pidana penjara yang dijatuhkan
putusannya, maka majelis kasasi menjatuhkan oleh majelis hakim di dalam penjara dengan
pidana penjara bersyarat karena sesuai dengan syarat tidak melakukan suatu tindak pidana
Pasal 14A KUHP penjatuhan pidana penjara selama masa percobaan satu tahun. Apabila dalam
bersyarat dapat dilakukan apabila hakim masa percobaan terpidana melakukan suatu
menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun. tindak pidana, maka terpidana harus menjalani
Dalam hal ini, majelis kasasi telah menjatuhkan pidana penjara melalui putusan pengadilan.
pidana penjara di bawah satu tahun, yaitu selama Ketentuan yang digunakan majelis kasasi dalam
enam bulan, sehingga majelis hakim dapat menjatuhkan pidana penjara adalah Pasal 49 ayat
menjatuhkan pidana penjara bersyarat. (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998.
Majelis kasasi dalam Putusan Nomor
1554 K/Pid.Sus/2014 telah menjatuhkan pidana Ancaman pidana penjara yang ditentukan
penjara di bawah ancaman pidana minimum tiga dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang
tahun penjara, yaitu selama enam bulan penjara. Nomor 10 Tahun 1998 dirumuskan dengan sistem
Hal itu berarti pidana penjara yang dijatuhkan minimum khusus, yaitu paling singkat tiga tahun
oleh majelis kasasi lebih ringan dibanding penjara. Dengan ancaman minimum tersebut,
dengan ancamannya. Penjatuhan pidana yang maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan oleh
lebih ringan itu didasarkan pada pertimbangan majelis hakim paling sedikit tiga tahun penjara.
hal-hal yang meringankan, yaitu kredit fiktif yang Pertanyaannya adalah “Apakah majelis hakim
dilakukan terdakwa (FVB dan FS) telah dilunasi

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 331

Jurnal isi.indd 331 1/6/2017 11:30:23 AM


dapat menjatuhkan pidana penjara bersyarat yang ditentukan, seperti dalam kasus tindak
terhadap terdakwa dalam kasus tindak pidana pidana perbankan yang menjadi objek bahasan
perbankan?” Karena seperti diketahui bahwa ini. Mengenai kenyataan praktik tersebut pernah
hakim untuk dapat melakukan pidana penjara dibahas dalam Rakernas Mahkamah Agung
bersyarat apabila pidana penjara yang dijatuhkan dengan para Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua
selama satu tahun (vide: Pasal 14A ayat (1) Pengadilan Negeri tertentu seluruh Indonesia di
KUHP). Apabila jumlah atau lamanya ancaman Bandung tanggal 14-19 September 2003 yang
pidana (straf maat) yang ditentukan dalam Pasal ternyata juga menimbulkan perbedaan pendapat
49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor (Arief, 2014: 81-82) sebagai berikut:
10 Tahun 1998 dikaitkan dengan ketentuan
1. Kelompok pertama, hakim tidak boleh
pidana penjara bersyarat, maka pertanyaan
menjatuhkan pidana di bawah batas
selanjutnya adalah “Apakah majelis hakim dapat
minimum ancaman pidana menurut
menjatuhkan pidana penjara di bawah ancaman
undang-undang berdasarkan argumentasi
pidana minimum yang telah ditentukan sehingga
adanya asas legalitas dan demi kepastian
dapat menerapkan pidana penjara bersyarat?”
hukum;
Sistem minimum khusus merupakan hal
2. Kelompok kedua, hakim dapat menjatuhkan
baru karena tidak dikenal dalam KUHP sebagai
pidana di bawah minimum ancaman pidana
hukum pidana induk yang berlaku di Indonesia.
yang ditentukan undang-undang berdasarkan
Menurut Arief (2014: 182), perlunya minimal
asas keadilan dan fakta keseimbangan
(minimum) khusus dapat dirasakan dari keresahan
antara tingkat kesalahan pelaku berikut
atau kekurangpuasan warga masyarakat terhadap
keadaan yang melingkupinya.
pidana penjara yang selama ini dijatuhkan dalam
praktik, terutama pidana yang tidak jauh berbeda Dengan tidak adanya aturan pemidanaan
antara pelaku tindak pidana kelas kakap dan kelas atau penerapan sistem minimal (minimum),
teri. Lebih lanjut Arief (2014: 94) mengemukakan dapat menimbulkan ketidakjelasan dan bahkan
bahwa pada prinsipnya pidana minimal khusus dapat timbul salah pengertian tentang apa yang
merupakan suatu perkecualian, yaitu untuk delik- dimaksud pembuat (pembentuk: pen) undang-
delik tertentu yang dipandang sangat merugikan, undang dengan pencantuman pidana minimal
membahayakan atau meresahkan masyarakat dan dalam suatu perumusan delik (tindak pidana: pen).
delik-delik yang dikualifisir atau diperberat oleh Apakah berarti menganut model fixed sentence:
akibatnya (erfolgsqualifizierte delikte). MMS (Mandatory Minimum Sentence) -pidana
minimal wajib yang bersifat absolut/imperatif
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
atau menganut unfixed sentence yang bersifat
yang merumuskan ancaman pidana minimum
relatif/elastis/tidak pasti. Dalam undang-undang
tidak memberikan aturan pemidanaan yang
khusus selama ini tidak pernah ada ketentuan
dapat digunakan oleh majelis hakim ketika
bahwa pidana minimal khusus itu merupakan
menangani kasus tindak pidana perbankan.
suatu keharusan/perintah untuk diterapkan secara
Walaupun demikian, di dalam kenyaatan praktik
absolut. Jadi, tidak ada penegasan dianutnya
terjadi penjatuhan pidana (termasuk pidana
model MMS (Arief, 2014: 98).
penjara) di bawah ancaman pidana mimimum

332 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 332 1/6/2017 11:30:23 AM


Dengan demikian dapatlah disimpulkan Berkaitan dengan pemidanaan atau
bahwa ada dua pendapat terkait dengan penerapan sistem minimum, penulis lebih
penjatuhan pidana di bawah ancaman minimum condong kepada pendapat dan model kedua yaitu
pidana yang ditentukan oleh undang-undang. majelis hakim dapat menjatuhkan pidana penjara
Apabila dipahami, maka perbedaan pendapat di bawah ancaman minimum yang ditentukan
itu terjadi karena di dalam hukum pidana positif dalam undang-undang karena hakim pada
tidak dicantumkan atau diatur mengenai pedoman hakikatnya bukan hanya penegak hukum, namun
pemidanaan atas ancaman pidana minimum yang juga penegak keadilan. Hukum yang ditegakkan
dapat digunakan oleh hakim ketika menjatuhkan oleh hakim harus mampu memberikan keadilan,
pidana. Pendapat pertama menganut model fixed sehingga keadilan diposisikan di atas hukum.
sentence: MMS (Mandatory Minimum Sentence), UUD NRI 1945 telah dengan jelas menentukan
sehingga hakim tidak boleh menjatuhkan pidana bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
di bawah ancaman pidana minimum yang telah yang merdeka untuk menyelenggarakan
ditentukan dalam undang-undang. Kemudian peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
pendapat kedua menganut model unfixeed (vide: Pasal 24 ayat (1) UUD NRI 1945).
senctence, sehingga hakim boleh menjatuhkan Penegakan hukum dan keadilan itu didasarkan
pidana di bawah ancaman pidana minimum yang pada Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagaimana
ditentukan dalam undang-undang. dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 2
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Memperhatikan kedua pendapat dan model
Kekuasaan Kehakiman.
pemidanaan sistem minimum di atas, maka
dapatlah dipahami bahwa majelis kasasi dalam Pencantuman kekuasaan kehakiman dalam
Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 yang Pasal 24 ayat (1) UUD NRI 1945 dimaksudkan
menjatuhkan pidana penjara bersyarat mengikuti untuk mempertegas bahwa tugas kekuasaan
pendapat yang kedua, yaitu hakim dapat kehakiman dalam sistem ketatanegaraan
menjatuhkan pidana penjara di bawah ancaman Indonesia yakni untuk menyelenggarakan
minimum yang ditentukan oleh undang-undang, peradilan yang merdeka, bebas dari intervensi
dalam hal ini Undang-Undang Nomor 10 Tahun pihak manapun, guna menegakkan hukum dan
1998. Ini berarti majelis kasasi telah mendasarkan keadilan (Majelis Permusyawaratan Rakyat RI,
pada asas keadilan dan fakta keseimbangan antara 2013: 61).
tingkat kesalahan pelaku berikut keadaan yang
Ketentuan itu merupakan perwujudan
melingkupinya. Kemudian dilihat dari modelnya,
dari prinsip Indonesia sebagai negara hukum
majelis kasasi menganut model yang kedua, yaitu
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat
unfixed setence yang bersifat relatif/elastis/tidak
(3) UUD NRI 1945 (Majelis Permusyawaratan
pasti. Dengan sifat seperti itu, maka pidana penjara
Rakyat RI, 2014: 158). Di Indonesia, kekuasaan
dapat dijatuhkan di bawah ancaman minimum
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
atau sesuai dengan ancaman minimumnya. Jadi
Agung dan peradilan yang ada di bawahnya
secara praktis dan teoritis, penjatuhan pidana
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
penjara di bawah ancaman minimum oleh majelis
peradilan agama, lingkungan peradilan tata usaha
kasasi dapat dibenarkan.
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 333

Jurnal isi.indd 333 1/6/2017 11:30:23 AM


(vide: Pasal 24 ayat (2) UUD NRI 1945 jo. Pasal tidak mengalami kemerosotan, penyelewengan,
18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009). penyalahgunaan, dan hal negatif lainnya (Shidarta
dalam Mahfud MD et.al., 2013: 24).
Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa
lembaga/badan kekuasaan kehakiman yang Radbruch mengemukakan bahwa hukum
menyelenggarakan peradilan adalah Mahkamah merupakan suatu unsur kebudayaan, maka seperti
Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya unsur-unsur kebudayaan lain, hukum mewujudkan
serta oleh sebuah Mahkamah Konstusi. Dalam salah satu nilai dalam kehidupan konkret
konteks peradilan pidana, maka lembaga/badan manusia, yaitu nilai keadilan. Dari pernyataan itu
kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan dapat disimpulkan bahwa hukum hanya berarti
adalah Mahkamah Agung dan peradilan umum sebagai hukum kalau hukum itu merupakan suatu
yang diberikan kewenangan untuk memeriksa dan perwujudan keadilan atau sekurang-kurangnya
memutus perkara pidana. Apabila merujuk pada merupakan usaha ke arah itu (Huijbers, 1982:
hakikat kekuasaan kehakiman yang dimaksud 162). Radbruch mengajarkan konsep tiga ide
dalam konstitusi negara Indonesia (UUD NRI unsur dasar hukum yang oleh sebagian pakar
1945), maka hakim dalam peradilan pidana teori dan filsafat hukum diidentikkan sebagai
harus menegakkan hukum dan keadilan. Artinya, tiga tujuan hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan,
hukum pidana yang ditegakkan harus memberikan dan kepastian hukum. Baginya, ketiga unsur itu
keadilan. Apabila hakim perkara pidana merasakan merupakan tujuan hukum secara bersama-sama,
hukum yang akan ditegakkan tidak adil, maka yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian
harus berani mengabaikan atau menyimpangi. hukum (Ali, 2012: 288).

Hal tersebut selaras dengan pendapat Radbruch menyadari bahwa di antara tiga
yang dikemukakan oleh Mahfud MD, bahwa ide unsur dasar hukum atau tiga tujuan hukum
sebenarnya jika tujuan menangani perkara itu itu akan terjadi pertentangan. Dalam menghadapi
bukan mencari menang, melainkan mencari hal itu, maka diajarkan untuk menggunakan
keadilan, maka prinsip penegakan hukum akan asas prioritas, di mana prioritas pertama adalah
tercakup dengan sendirinya. Sebab, orang yang keadilan, kemudian kemanfaatan, dan terakhir
mencari keadilan pertama-tama akan melakukan barulah kepastian. Kemanfaatan dan kepastian
pengabaian atas hukum formal jika dirasa tidak hukum tidak boleh bertentangan dengan keadilan,
adil (Mahfud MD, 2012: 103). Pengedepanan demikian juga kepastian hukum tidak boleh
terhadap keadilan daripada hukum, maka akan bertentangan dengan kemanfaatan (Ali, 2012:
mewujudkan suatu hukum yang pro rakyat dan pro 288-289). Apabila dikaitkan pada pembahasan
keadilan sebagai salah satu pokok pikiran hukum ini, maka yang terjadi adalah pertentangan antara
progresif (Atmasasmita, 2012: 88-89). Hukum keadilan dan kepastian hukum (aturannya telah
itu harus berpihak kepada rakyat. Keadilan ditentukan secara pasti dalam undang-undang).
harus didudukan di atas peraturan (diistilahkan Dengan merujuk pada ajaran prioritas, maka
sebagai “mobilisasi hukum”) jika memang teks keadilan yang harus diutamakan. Radbruch
itu mencederai rasa keadilan rakyat. Prinsip (Huijbers, 1982: 165) mengemukakan bahwa
pro rakyat dan pro keadilan merupakan ukuran- bilamana pertentangan antara isi tata hukum
ukuran untuk menghindari agar progresivisme ini dan keadilan begitu besar, sehingga tata hukum

334 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 334 1/6/2017 11:30:23 AM


nampak tidak adil, maka pada saat itu tata hukum ditentukan dalam undang-undang yang berlaku
boleh ditinggalkan. (hukum positif). Oleh karena itu, majelis kasasi
dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 yang
Dengan cara lebih mengedepankan
menjatuhkan pidana penjara di bawah ancaman
keadilan daripada hukum formal/hukum tertulis
minimum dalam kasus tindak pidana perbankan
(perundang-undangan), maka akan tercipta suatu
sebagaimana ditentukan oleh Pasal 49 ayat (2)
putusan pengadilan yang berkualitas. Menurut
huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Sutatiek (2013: 31), putusan pengadilan yang
dapat dibenarkan. Hal itu didasarkan pada alasan
berkualitas ada (muncul) bukan hanya karena
bahwa hakim sebagai pelaksana lembaga/badan
kemahiran dalam menerapkan hukum pada suatu
kekuasaan kehakiman dalam menyelenggarakan
perkara, tetapi juga karena adanya kemampuan
peradilan bertujuan untuk menegakkan hukum
hakim dalam merekonstruksi keadilan yang ada
dan keadilan. Ketika ancaman pidana minimum
di masyarakat, baik keadilan bagi korban, pelaku
yang ditentukan dalam hukum positif dirasa tidak
maupun masyarakat umum. Hakim pidana
adil, maka hakim harus berani mengabaikan atau
yang profesional bukan hanya sebagai penerap,
menyimpangi demi keadilan.
penegak, dan penemu hukum, melainkan wajib
memperkirakan apa yang terjadi setelah putusan Adil atau tidaknya ketentuan ancaman
dijatuhkan, yaitu apakah masyarakat tambah pidana minimum dikaitkan dengan fakta
tertib atau sebaliknya, bagaimana dampak keseimbangan antara tingkat kesalahan
putusan bagi pelaku dan korban baik dalam pelaku berikut keadaan yang menyertai atau
waktu dekat maupun jangka panjang. melingkupinya. Dengan konsep seperti itu berarti
penjatuhan pidana (termasuk penjara) di bawah
Dalam hal menerapkan hukum, hakim wajib
ancaman minimum bersifat kasuistis. Artinya,
mencari untuk menemukan atau menciptakan
tidak semua kasus tindak pidana perbankan
hukum, dan memberikan solusi hukum dalam
dapat dijatuhi pidana penjara di bawah ancaman
sengketa atau perkara yang ditanganinya.
minimum yang ditentukan dalam Undang-
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam
Undang Nomor 10 Tahun 1998. Apabila pidana
proses memeriksa, mengadili dan memutus
penjara dapat dijatuhkan di bawah ancaman
perkara, hakim pidana wajib menerapkan
minimum yang ditentukan oleh hukum positif,
hukum, menemukan hukum dan sekaligus dapat
maka majelis hakim dapat juga menerapkan
mendekatkan (menjembatani) antara keadilan
pidana penjara bersyarat walaupun ancaman
hukum dengan keadilan masyarakat (dalam hal ini
minimumnya lebih dari satu tahun sebagai syarat
adalah pelaku, korban, dan masyarakat umum),
untuk menerapkan pidana bersyarat, misalnya
dan keadilan moral demi menciptakan keadilan
paling singkat tiga tahun penjara.
karena sesungguhnya makna “mengadili” dalam
konteks hakim, berarti menciptakan sesuatu yang Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
adil atau keadilan (Sutatiek, 2013: 31). penjatuhan pidana penjara bersyarat oleh majelis
kasasi dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid.
Berdasarkan pada penjelasan yang diuraikan
Sus/2014 dapat dibenarkan apabila dilihat dari
di atas, maka majelis hakim dapat menjatuhkan
jumlah atau lamanya pidana (straf maat) yang
pidana di bawah ancaman minimum yang
ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 10

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 335

Jurnal isi.indd 335 1/6/2017 11:30:23 AM


Tahun 1998. Penjatuhan pidana penjara di bawah Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 telah memberikan
ancaman minimum (termasuk dengan sistem rasa keadilan bagi semua pihak, yaitu korban dan
bersyarat) tidak menabrak Undang-Undang pelaku (terdakwa FVB dan FS). Kerugian yang
Nomor 10 Tahun 1998 karena di dalamnya tidak dialami oleh korban telah kembali dan pelaku
ada aturan mengenai pedoman pemidanaan yang telah dijatuhi sanksi berupa pidana penjara
dapat digunakan oleh majelis hakim. Dengan walaupun dengan sistem/model bersyarat.
tidak adanya aturan itu, maka majelis hakim Putusan itu dapat dijadikan sebagai contoh atau
dapat merujuk kepada doktrin terkait penjatuhan rujukan bagi majelis hakim yang lain ketika akan
pidana yang dirumuskan dengan sistem menjatuhkan pidana penjara yang ditentukan
minimum khusus. Walaupun majelis hakim dengan ancaman minimum. Kepastian hukum
dipandang menabrak undang-undang dimaksud, yang diidentikkan dengan aturan yang jelas dalam
namun tetap dibenarkan apabila pengaturannya peraturan perundang-undangan belum tentu
dirasakan tidak adil. memberikan keadilan. Keadilan adalah tujuan
yang paling tinggi daripada kepastian hukum,
Majelis kasasi dalam Putusan Nomor 1554
sehingga ketika rumusan norma dalam undang-
K/Pid.Sus/2014 telah mendasarkan pada nilai
undang dirasa tidak adil maka harus diabaikan
keadilan dan fakta keseimbangan antara tingkat
atau disimpangi.
kesalahan pelaku berikut keadaan yang menyertai
atau melingkupinya. Kesalahan terdakwa (FVB
dan FS) tidak termasuk ke dalam kategori bahaya IV. KESIMPULAN
atau tidak termasuk dalam kategori tindak pidana Berdasarkan pada pembahasan yang
berbahaya karena hanya berkaitan dengan diuraikan di atas, maka kesimpulan dalam
masalah administrasi di bidang perbankan, yaitu penelitian ini adalah sebagai berikut:
pemberian kredit fiktif.
1. Pertimbangan majelis kasasi dalam
Dalam hal ini, terdakwa (FVB dan FS) Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 yang
telah mengabulkan kredit yang diajukan oleh PT menjatuhkan pidana penjara bersyarat
NPA selaku avalis atau penjamin. Padahal syarat- dalam kasus tindak pidana perbankan
syaratnya tidak lengkap atau tidak memenuhi karena menjatuhkan pidana penjara selama
ketentuan yang berlaku. Selain itu, terdakwa enam bulan. Hal itu sesuai dengan ketentuan
juga telah bersikap sopan santun selama proses Pasal 14A KUHP, yang mana hakim dapat
persidangan berlangsung dan baru melakukan menerapkan sistem bersyarat apabila
tindak pidana. Kemudian yang paling penting pidana penjara yang dijatuhkan selama satu
adalah kredit fiktif yang dikabulkan oleh terdakwa tahun. Majelis hakim menjatuhkan pidana
(FVB dan FS) juga telah dilunasi oleh PT NPA penjara di bawah ancaman minimum yang
selaku avalis atau penjamin. Dengan dilunasinya ditentukan oleh Pasal 49 ayat (2) huruf b
kredit fiktif tersebut, maka kerugian yang dialami Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
oleh pihak bank (korban) menjadi hilang. karena terdakwa bersikap sopan selama
Merujuk pada alasan tersebut di atas, maka proses persidangan dan belum pernah
amar putusan majelis kasasi dalam Putusan dihukum serta kredit fiktif yang terjadi

336 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 336 1/6/2017 11:30:23 AM


telah dilunasi oleh PT NPA selaku avalis _________. (2014). Bunga rampai kebijakan hukum
atau penjamin. pidana (Perkembangan penyusunan konsep
KUHP baru). Jakarta: Kencana.
2. Penjatuhan pidana penjara bersyarat dalam
Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 Atmasasmita, R. (2012). Teori hukum integratif
apabila dilihat dari jumlah atau lamanya (Rekonstruksi terhadap teori hukum
pembangunan dan teori hukum pembangunan).
acaman pidana penjara yang ditentukan oleh
Yogyakarta: Genta Publishing.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
dapat dibenarkan. Walaupun pidana penjara Chazawi, A. (2010). Pelajaran hukum pidana bagian
dalam undang-undang itu ditentukan 1 (Stelsel pidana, tindak pidana, teori-teori
dengan sistem minimum khusus, namun pemidanaan, & batas belakunya hukum
majelis hakim tidak dapat dikatakan telah pidana). Jakarta: Rajawali Pers.
menabrak undang-undang karena tidak ada
Hiariej, E.O.S. (2014). Prinsip-prinsip hukum pidana.
ketentuan yang dapat menjadi pedoman
Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
bagi hakim dalam penjatuhan pidana yang
ditentukan dengan sistem minimum khusus. Huijbers, T. (1982). Filsafat hukum dalam lintasan
Alasan untuk menjatuhkan pidana penjara di sejarah. Yogyakarta: Kanisius.
bawah ancaman minimum yang ditentukan Jaya, N.S.P. (2008). Beberapa pemikiran ke arah
dalam undang-undang adalah demi keadilan pengembangan hukum pidana. Bandung: Citra
dan fakta keseimbangan antara tingkat Aditya Bakti.
kesalahan pelaku berikut keadaan yang
melingkupinya. Penjatuhan pidana penjara Kustini, T. (2012, Januari-April). Nota kesepahaman
Bank Indonesia, Kepolisian, dan Kejaksaan
di bawah ancaman minimum sesuai dengan
sebagai bentuk koordinasi penanganan tindak
model unfixed sentence yang bersifat relatif.
pidana perbankan. Buletin Hukum Perbankan
dan Kebanksentralan Departemen Hukum
Bank Indonesia, 10(1).

Majelis Permusyawaratan Rakyat RI. (2013). Tanya


jawab empat pilar kehidupan berbangsa dan

DAFTAR ACUAN bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR.

Ali, A. (2012). Menguak teori hukum (Legal theory) _________. (2014). Panduan pemasyarakatan

dan teori peradilan (Judicialprudence) Undang-Undang Dasar Negara Republik

termasuk interpretasi undang-undang Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis

(Legisprudence). Jakarta: Kencana. Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.


Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR.
Arief, B.N. (2011). Perkembangan sistem pemidanaan
di Indonesia. Semarang: Pustaka Magister. Mahfud MD., Moh. (2012). Membangun politik
hukum, menegakkan Konstitusi. Jakarta:
_________. (2012). Kebijakan formulasi ketentuan Rajawali Pers.
pidana dalam peraturan perundang-undangan.
Semarang: Penerbit Pustaka Magister. Mahfud MD., Moh. et.al. (2013). Dekonstruksi

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 337

Jurnal isi.indd 337 1/6/2017 11:30:23 AM


dan gerakan pemikiran hukum progresif.
Yogyakarta: Thafa Media.

Prasetyo, T. (2013). Kriminalisasi dalam hukum


pidana. Bandung: Nusamedia.

Prasetyo, T., & Barkatullah, A.H. (2012). Politik


hukum pidana (Kajian kebijakan kriminalisasi
dan dekriminalisasi). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Setiady, T. (2010). Pokok-pokok hukum panitensier


Indonesia. Jakarta: Alfabeta.

Soekanto, S., & Mamudji, S. (2011). Penelitian


hukum normatif (Suatu tinjauan singkat).
Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sudarto. (2013). Hukum pidana I. Semarang: Penerbit


Yayasan Sudarto.

Sutatiek, S. (2013). Menyoal akuntabilitas moral


hakim pidana dalam memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.

Wijayanta, T., & Firmansyah, H. (2011). Perbedaan


pendapat dalam putusan pengadilan.
Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

338 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 338 1/6/2017 11:30:23 AM

Anda mungkin juga menyukai