Anda di halaman 1dari 9

Lex Crimen Vol. IX/No.

4/Okt-Des/2020

TINDAK PIDANA MENGGANGGU antaranya KUHP memiliki tindak-tindak pidana


KETENANGAN SEBAGAI TINDAK PIDANA yang oleh S.R. Sianturi disebut sebagai tidnak
TERHADAP KETERTIBAN UMUM DALAM PASAL pidana “mengganggu ketenangan”5 yang
172 DAN PASAL 503 KUHP1 merupakan bagian dari tindak pidana terhadap
Oleh: Falentino Y. Salea2 ketertiban umum, terutama yaitu Pasal 172
Altje A. Musa3 KUHP dan Pasal 503 KUHP. Pasal 172 KUHP
Jusuf O. Sumampouw4 yang merupakan delik kejahatan (misdrijven),
menentukan bahwa, “barangsiapa dengan
ABSTRAK sengaja mengganggu ketenangan dengan
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengeluarkan teriakan-teriakan, atau tanda-
mengetahui bagaimana pengaturan dari tindak tanda bahaya palsu, diancam dengan pidana
pidana mengganggu ketenangan dalam Pasal penjara paling lama tiga minggu atau pidana
172 dan Pasal 503 KUHP dan bagaimana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”,6
kedudukan dari Pasal 172 dan Pasal 503 KUHP dan Pasal 503 KUHP yang merupakan delik
tersebut sebagai tindak pidana terhadap pelanggaran (overtredingen) yang menentukan,
ketertiban umum, yang dengan metode “diancam dengan pidana kurungan paling lama
penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: tiga hari atau pidana denda paling banyak dua
1. Pengaturan dari tindak pidana mengganggu ratus dua puluh lima rupiah: 1. barang siapa
ketenangan (ketenteraman) dalam Pasal 172 membikin ingar atau riuh, sehingga
dan Pasal 503 KUHP, yaitu Pasal 172 ketentraman malam hari dapat terganggu;
mengancamkan pidana terhadap perbuatan 2. barang siapa membikin gaduh di dekat
mengeluarkan teriakan atau tanda bangunan untuk menjalankan ibadat yang
pemberitahuan bahaya yang palsu; sedangkan dibolehkan atau untuk sidang pengadilan, di
Pasal 503 mengancamkan pidana terhadap waktu ada ibadat atau sidang”.7 Perbuatan-
perbuatanperbuatan berupa: a. membikin ingar perbuatan sedemikian sebenarnya amat
(rumoer) atau riuh (burengerucht), sehingga mengganggu ketenangan (ketenteraman)
ketenteraman (ketenangan) malam hari dapat terhadap para anggota masyarakat. Tetapi
terganggu, b. membikin ingar (rumoer) di dekat dalam kenyataan, pasal-pasal ini tidak begitu
bangunan untuk menjalankan ibadat yang diperhatikan untuk diterapkan oleh penegak
dibolehkan di waktu ada ibadat; dan c. hukum, karena kemungkinan ancaman
membikin ingar (rumoer) di dekat bangunan pidananya yang dapat dikatakan relatif ringan.
untuk sidang pengadilan, di waktu ada sidang. Padahal, sebagai delik-delik terhadap
2. Kedudukan dari Pasal 172 dan Pasal 503 ketertiban umum, perbuatan-perbuatan
KUHP sebagai tindak pidana terhadap sebagaimana yang diancam pidana dalam Pasal
ketertiban umum berarti korban langsung dari 172 dan Pasal 503 KUHP menimbulkan
tindak-tindak pidana tersebut adalah anggota- gangguan terhadap ketenangan
anggota masyarakat, berbeda dengan tindak (ketenteraman) banyak orang dalam
pidana terhadap perorangan di mana korban masyarakat.
langsung adalah orang tertentu saja.
Kata kunci: mengganggu ketenangan; B. Rumusan Masalah
ketertiban umum; 1. Bagaimana pengaturan dari tindak pidana
mengganggu ketenangan dalam Pasal 172
PENDAHULUAN dan Pasal 503 KUHP?
A. Latar Belakang 2. Bagaimana kedudukan dari Pasal 172 dan
KUHP sendiri memiliki banyak rumusan Pasal 503 KUHP tersebut sebagai tindak
tindak pidana yang diatur dalam Buku Kedua pidana terhadap ketertiban umum?
(Kejahatan) dan Buku Ketiga (Pelanggaran). Di
5
S.R. Sianturi, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya,
1
Artikel Skripsi. Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1983, hlm. 327.
2 6
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional
16071101368 (BPHN), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Sinar
3
Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum Harajapan, Jakarta, 1983, hlm. 76.
4 7
Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum Ibid., hlm. 195.

66
Lex Crimen Vol. IX/No. 4/Okt-Des/2020

C. Metode Penelitian c. terjemahan S.R. Sianturi terhadap Pasal


Penelitian ini menggunakan metode 172 KUHP: “barangsiapa dengan sengaja
penelitian yang disebut sebagai metode mengganggu ketenangan dengan
penelitian hukum normatif. mengeluarkan teriakan atau tanda
pemberitahuan bahaya yang palsu,
PEMBAHASAN diancam dengan pidana penjara
A. Pengaturan dari Tindak Pidana maksimum tiga minggu atau pidana
Mengganggu Ketenangan dalam Pasal 172 denda maksimum enam puluh rupiah (x
dan Pasal 503 KUHP 15)”;12
Pasal 172 dan Pasal 503 KUHP merupakan d. terjemahan R, Soesilo terhadap Pasal 172
tindak-tindak pidana yang oleh S.R. Sianturi KUHP: “barangsiapa dengan sengaja
dikelompokkan ke dalam tindak pidana karena teriakan atau dengan isyarat
“mengganggu ketenangan”.8 Dua tindak pidana palsu mengganggu
ini, sekalipun terletak dalam buku yang ketenteraman.dihukum penjara selama-
berbeda, yaitu Pasal 172 KUHP dalam Buku lamanya tiga minggu atau dendas
13
Kedua (Kejahatan) sedangkan Pasal 503 KUHP sebanyak-banyaknya Rp 900,-“.
dalam Buku Ketiga (Pelanggaran). Dua tindak Beberapa terjemahan yang dikutip
pidana ini akan dibahas satu persatu untuk sebelumnya, sekalipun terdapat perbedaan-
dapat melihat perbedaan antara dua pasal perbedaan antara satu terjemahan dengan
tersebut. terjemahan yang lain dalam memilih kata-kata,
1. Pasal 172 KUHP tetapi dapat dikatakan bahwa semua
Pasal 172 KUHP dalam teks resminya yang terjemahan tersebut mempunyai maksud yang
berbahasa Belanda berbunyi sebagai berikut, sama.
“Hij die opzettelijk door valsche alarmkreten of Tindak pidana Pasal 172 KUHP, menurut
signalen de rust verstoort, wordt gestraft met terjemahan-terjemahan tersebut, diancam
gevangenisstraf van ten hoogste drie weken of dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
geldboete van ten hoogste zestig gulden”.9 bulan atau denda paling banyak Rp900,00
Beberapa terjemahan terhadap pasal ini dapat (Sembilan ratus rupiah). Sehubungan dengan
dikemukakan antara lain, yaitu: ini perlu diperhatikan Peraturan Mahkamah
a. terjemahan Engelbrecht terhadap Pasal Agung Nomor: 02 Tahun 2012 tentang
172 KUHP: “Barangsiapa dengan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan
sengadja mengganggu ketenteraman Jumlah Denda dalam KUHP, di mana dalam
dengan mengeluarkan teriakan atau Pasal 3 ditentukan bahwa: “Tiap jumlah
tanda jang palsu, dihukum dengan maksimum hukuman denda yang diancamkan
hukuman pendjara selama-lamanya tiga dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat
minggu atau denda sebanjak-banjaknja 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan
enam puluh rupiah.10 menjadi 1.000 (seribu) kali”.14 Selanjutnya
b. terjemahan oleh Tim penerjemah BPHN dalam Pasal 4 ditentukan bahwa, “Dalam
terhadap Pasal 172 KUHP: “barangsiapa menangani perkara tindak pidana yang didakwa
dengan sengaja mengganggu ketenangan dengan pasal-pasal KUHP yang dapat
dengan mengeluarkan teriakan-teriakan, dijatuhkan pidana denda, Hakim wajib
atau tanda-tanda bahaya palsu, diancam memperhatikan pasal 3 di atas”.15 Jika
dengan pidana penjara paling lama tiga memperhatikan Peraturan Mahkamah Agung
minggu atau pidana denda paling banyak ini berarti pidana denda dalam Pasal 172
sembilan ratus rupiah”;11
12
S.R. Sianturi, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya,
Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1983, hlm. 328.
8 13
S.R. Sianturi, Op.cit., hlm. 327. R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
9
W.A. Engelbrecht dan E.M.L. Engelbrecht, Kitab2 Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
Undang2, Undang2 dan Peraturan2 Serta Undang2 Dasar Politeia, Bogor, 1991, hlm. 147.
14
Sementara Republik Indonesia, A.W. Sijthoff’s Peraturan Mahkamah Agung Nomor: 02 Tahun 2012
Uitgeversmij, Leiden, 1956, hlm. 1325. tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan
10
Ibid., hlm. 1413. Jumlah Denda dalam KUHP
11 15
Tim Penerjemah BPHN, Op.cit., hlm. 76. Ibid.

67
Lex Crimen Vol. IX/No. 4/Okt-Des/2020

menjadi Rp900,00 x 1.000 = Rp900.000,00 seseorang maka si pelaku diancam dengan


(sembilan ratus ribu rupiah). pidana sebagaimana yang ditentukan dalam
Unsur-unsur dari tindak pidana Pasal 172 Pasal 172 KUHP.
KUHP, yaitu: Pengertian “mengganggu ketenangan
a. barangsiapa; (ketenteraman)”, menurut S.R. Sianturi, “yang
b. dengan sengaja; dimaksud dengan ketenangan di sini bukan
c. mengganggu ketenangan (ketenteraman) hanya keamanan lahiriah, tetapi juga
dengan mengeluarkan teriakan atau batiniah”.20 R. Soesilo menekankan bahwa,
tanda bahaya/tanda pemberitahuan “ketenteraman harus betul-betul terganggu,
bahaya/isyarat yang palsu. orang-orang harus benar-benar menjadi gelisah
Berikut ini unsur-unsur dari Pasal 172 KUHP (takut)”.21
tersebut akan dibahas secara satu persatu. Perbuatan atau tindakan yang mengganggu
a. barangsiapa; ketenangan (ketenteraman) ini ada dua
Kata “barangsiapa” menunjukkan bahwa macam, yaitu:
siapa saja dapat menjadi pelaku atau subjek 1) mengeluarkan teriakan palsu; S.R.
tindak pidana ini. Ini dengan pembatasan “yang Sianturi memberi keterangan bahwa,
dapat melakukan tindak pidana atau subjek “teriakan pemberitahuan tanda bahaya
tindak pidana pada umumnya adalah yang palsu, misalnya meneriakkan
manusia”.16 Jadi, dalam sistem KUHP, hanya ‘kebakaran’ padahal tidak benar
manusia yang dapat menjadi pelaku atau terjadi”.22 Demikian juga R. Soesilo
subjek tindak pidana. Korporasi atau badan memberi contoh teriakan palsu
hukum bukan merupakan pelaku atau subjek “misalnya sedangkan tidak ada
tindak pidana. kebakaran, orang berteriak-teriak: Ada
b. dengan sengaja; kebakaran! Tolong! Tolong! dan lain-
E. Utrecht menulis bahwa, “menurut lain”.23
memorie van toelichting, maka kata ‘dengan 2) tanda bahaya/tanda
sengaja’ (opzettelijk) adalah sama dengan pemberitahuan/isyarat palsu;
‘willens en wetens’ (dikehendaki dan Terhadap tanda bahaya/tanda
diketahui)”.17 Jadi, menurut risalah penjelasan pemberitahuan/isyarat palsu, S.R. Sianturi
terhadap KUHP Belanda, suatu perbuatan mengemukakan bahwa, “tanda pemberitahuan
dilakukan dengan sengaja jika perbuatan itu bahaya yang palsu, misalnya dengan
dilakukan dengan dikehendaki dan diketahui. kentongan, melambaikan sehelai kain/kertas
Sekarang ini pengertian kesengajaan telah berwarna tertentu yang sudah dikenal sebagai
dikembangkan lebih lanjut sehingga dikenal tanda bahaya, padahal diketahui bahwa bahaya
adanya tiga bentuk kesengajaan, yaitu: 1. itu tidak ada”.24 Juga menurut R. Soesilo,
Kesengajaan sebagai maksud; 2. Kesengajaan “isyarat palsu misalnya sedangkan tidak ada
sebagai kepastian, keharusan; 3. Dolus pembunuhan atau pencurian, orang memukul
eventualis.18 Dengan demikian, kata “dengan kentongan atau lonceng tanda pembunuhan
sengaja” dalam Pasal 172 KUHP mencakup tiga atau pencurian, dan isyarat lain-lainnya”.25
macam kesengajaan (opzet, dolus) tersebut. Mengenai sifat dari perbuatan
c. mengganggu ketenangan (ketenteraman) mengeluarkan teriakan palsu dan isyarat palsu,
dengan mengeluarkan teriakan atau tanda oleh S.R. Sianturi dikatakan bahwa, “jadi,
bahaya/tanda pemberitahuan kepalsuannya di sini, bukan alat yang
bahaya/isyarat yang palsu. digunakan, tetapi makna dari penggunaan
Unsur ini oleh S.R. Sianturi disebut sebagai alat/sarana tersebut”.26 Sebagaimana
“unsur tindakan”,19 yaitu perbuatan yang dikatakan oleh S.R. Sianturi, yang palsu
dilarang di mana jika perbuatan itu dilakukan
20
Ibid.
21
R. Soesilo, Op.cit., hlm. 148.
16 22
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, cet.4, Rajawali Pers, S.R. Sianturi, Op.cit., hlm. 328-329.
23
Jakarta, 2013, hlm. 54. R. Soesilo, Op.cit., hlm. 147.
17 24
E. Utrecht, Op.cit., hlm. 299. S.R. Sianturi, Op.cit., hlm. 329.
18 25
Moeljatno, Op.cit., hlm. 177. R. Soesilo, Op.cit., hlm. 148.
19 26
S.R. Sianturi, Op.cit., hlm. 328. S.R. Sianturi, Loc.cit.

68
Lex Crimen Vol. IX/No. 4/Okt-Des/2020

bukanlah alat yang digunakan, jadi bukan c. terjemahan S.R. Sianturi:


kentongan atau lonceng itu yang palsu, Diancam dengan pidana kurungan
melainkan makna dari penggunaan alat-alat itu maksimum tiga hari atau denda
yang palsu. Dengan kata lain, alat-alat itu telah maksimum limabelas rupiah (x 15):
digunakan menyimpang dari tujuannya. Ke-1, barangsiapa menimbulkan
kegaduahan atau keriuhan,
2. Pasal 503 KUHP sehingga ketenteraman malam
Pasal 503 KUHP dalam teks resminya yang dapat terganggu.
berbahasa Belanda berbunyi sebagai berikut: Ke-2, barangsiapa membikin gaduh di
Met hechtenis van ten hoogste drie dagen of dekat bangunan untuk menjalan
geldboete van ten hoogste vijftien gulden ibadat yang diijinkan atau sidang
wordt gestraft: pengadilan di waktu ada ibadat
1°. hij die rumoer of burengerucht verwekt atau sidang.30
waardoor de nachtrust kan worden d. terjemahan R. Soesilo:
verstoord; Dengan hukuman kurungan selama-
2°. hij die rumoer maakt in de nabijheid lamanya tiga hari atau denda sebanyak-
van gebouwen voor eene geoorloofde banyaknya Rp 225,-, dihukum:
godsdienstoefening of voor de 1e. barangsiapa membuat riuh atau
rechtspraak bestemd, tijdens er dienst ingar, sehingga pada malam hari
wordt gedaan of zitting gehouden.27 waktunya orang tidur dapat
Beberapa terjemahan terhadap pasal ini terganggu;
dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut: 2e. barangsiapa membuat riuh didekat
a. terjemahan oleh Engelbrecht: rumah yang digunakan untuk
Dihukum dengan hukuman kurungan melakukan ibadat yang tidak
selama-lamanja tiga hari atau denda terlarang atau, untuk menjalankan
sebanjak-bajaknja lima belas rupiah: pengadilan, pada ketika orang
1°. Barangsiapa membuat ingar atau riuh, melakukan ibadat atau pengadilan
sehingga tetangganya dapat bersidang.31
terganggu dalam tidurnja malam; Terjemahan-terjemahan terhadap Pasal 503
2°. Barangsiapa membuat ingar didekat KUHP yang dikutip sebelumnya, sekalipun
rumah jang digunakan untuk terdapat perbedaan-perbedaan antara satu
melakukan ibadat jang diizinkan atau terjemahan dengan terjemahan yang lain
untuk melakukan peradilan, pada dalam memilih kata-kata yang digunakan,
ketika orang melakukan ibadat atau tetapi dapat dikatakan bahwa semua
pengadilan bersidang.28 terjemahan tersebut mempunyai maksud yang
b. terjemahan tim penerjemah BPHN sama.
terhadap Pasal 503 KUHP adalah sebagai Tindak pidana Pasal 503 KUHP, menurut
berikut: terjemahan-terjemahan tersebut, diancam
Diancam dengan pidana kurungan paling dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga)
lama tiga hari atau pidana denda paling hari atau denda paling banyak Rp225,00 (dua
banyak dua ratus dua puluh lima rupiah: ratus dua puluh lima rupiah). Sehubungan
1. barangsiapa membikin ingar atau dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung
riuh, sehingga ketentraman malam Nomor: 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian
hari dapat terganggu; Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah
2. barangsiapa membikin gaduh di Denda dalam KUHP, di mana dalam Pasal 3
dekat bangunan untuk menjalankan ditentukan bahwa, tiap jumlah maksimum
ibadat yang dibolehkan atau untuk hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP
sidang pengadilan, di waktu ada kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat
ibadat atau sidang.29 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000
(seribu) kali, maka ancaman pidana denda
27
Engelbrecht, Op.cit., hlm. 1373.
28 30
Ibid., hlm. 1461. S.R. Sianturi, Op.cit., hlm. 329.
29 31
Tim Penerjemah BPHN, Op.cit., hlm. 195. R. Soesilo, Op.cit., hlm. 326.

69
Lex Crimen Vol. IX/No. 4/Okt-Des/2020

menjadi maksimum Rp225,00 x 1.000 = teriakan atau tanda bahaya palsu, seperti
Rp225.000,00 (dua ratus dua puluh lima ribu teriakan “kebakaran! Kebakaran!” seperti
rupiah). halnya yang dapat dipidana berdasarkan Pasal
Subjek atau pelaku tindak pidana dalam 172 KUHP, melainkan sudah cukup jika
Pasal 503 KUHP adalah barangsiapa. dilakukan teriakan-teriakan atau jeritan-jeritan
Sebagaimana telah dikemukakan dalam tanpa adanya kata-kata tertentu.
pembahasan Pasal 172 KUHP. kata Teriakan itu menyebabkan ketenteraman
“barangsiapa” menunjukkan bahwa siapa saja (ketenangan) malam hari dapat terganggu.
dapat menjadi pelaku atau subjek tindak pidana Oleh S.R. Sianturi dikatakan bahwa, “yang
ini. Ini dengan pembatasan bahwa, yang dapat dimaksud dengan ketenterman malam adalah
melakukan tindak pidana atau subjek tindak ketenangan orang-orang pada umumnya di
pidana pada umumnya adalah manusia. Jadi, daerah itu untuk istirahat (tidur) malam”.35 R.
dalam sistem KUHP, hanya manusia yang dapat Soesailo memberi keterangan bahwa, “supaya
menjadi pelaku atau subjek tindak pidana. dapat dihukum menurut pasal ini, maka
Korporasi atau badan hukum bukan merupakan perbuatan itu harus dilakukan pada malam hari
pelaku atau subjek tindak pidana. – waktunya orang tidur (jam berapa, itu
Berkenaan dengan unsur perbuatan atau tergantung pada kebiasaan di tempat itu, pada
tindakan sebenarnya dalam Pasal 503 KUHP ini umumnya sesudah jam 11 malam)”.36
diatur 3 (tiga) perbuatan atau tindakan yang KUHP sendiri dalam Buku Kesatu (Aturan
dilarang dan diancam pidana, yaitu: Umum) ada memberikan definisi tentang
a. membikin ingar (rumoer) atau riuh malam hari, yaitu dalam Pasal 98 ditentukan
(burengerucht), sehingga ketenteraman bahwa, “yang disebut waktu malam yaitu
(ketenangan) malam hari dapat terganggu. waktu antara matahari terbenam dan matahari
Istilah ingar atau riuh, dijelaskan oleh terbit”.37 Berkenaan dengan adanya kata
Wirjono Prodjodikoro bahwa, menurut “malam” dalam Pasal 503, Hoge Raad
penjelasan pada KUHP Belanda, ingar (rumoer) (Mahkamah Agung Belanda), 27 Oktober 1902,
berarti membuat ramai di dalam rumah memberikan pertimbangan bahwa, “cukuplah
sehingga orang-orang tetangga terdekat apabila di dalam surat tuduhan disebutkan
terganggu dalam ketenteraman malam suatu jam tertentu di waktu malam dengan
(nachtrust), sedangkan riuh/gaduh penjelasan, bahwa kegaduhan itu dapat
(burengerucht) berarti membuat geger di mengganggu istirahat malam”.38 Berdasarkan
antara agak banyak rumah dalam suatu pertimbangan dalam putusan tersebut
kompleks rumah.32 Jadi, membikin riuh/gaduh sebenarnya sudah cukup jika teriakan-teriakan
mengakibatkan lebih banyak tetangga yang itu dilakukan waktu malam, yang menurut Pasal
terganggu dibandingkan dengan membikin 98 KUHP, berarti antara matahari terbenar dan
ingar di mana tetangga yang terganggu lebih matahari terbit.
sedikit. Jadi, perbedaan antara Pasal 503 ke-1 ini
S.R. Sianturi membicarakan ingar dan riuh dengan Pasal 172 KUHP, yaitu perbuatan
itu secara sekaligus, yakni pengertian ingar atau mengeluarkan teriakan atau tanda bahaya
riuh yaitu “suara riuh yang tidak enak didengar palsu dalam Pasal 172 dapat dilakukan waktu
dan mengganggu, seolah-olah diperbuat secara malam maupun siang, sedangkan teriakan-
main-main atau kenakalan”.33 Perbuatan teriakan dalam Pasal 503 KUHP harus dilakukan
membikin ingar atau riuh ini, “dapat berupa pada waktu malam hari untuk dapat dipidana.
teriakan-teriakan, nyanyian-nyanyian b. membikin ingar (rumoer) di dekat bangunan
melengking, memukul-mukul kaleng, membuat untuk menjalankan ibadat yang dibolehkan
anjing-anjing marah sehingga menggonggong di waktu ada ibadat
dan sebagainya”.34 Jadi, tidak perlu ada

32 35
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Ibid.
36
Indonesia, ed.3 cet.4, Refika Aditama, Bandung, 2012, R. Soesilo, Loc.cit.
37
hlm. 168. Tim Penerjemah BPHN, Op.cit., hlm. 49.
33 38
Ibid. P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Hukum Pidana
34
S.R. Sianturi, Loc.cit. Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983, hlm. 209.

70
Lex Crimen Vol. IX/No. 4/Okt-Des/2020

Bangunan untuk menjalankan ibadat ini Ada sejumlah kepentingan hukum yang
”misalnya gereja, mesjid, kelenteng, biara, dilindungi melalui hukum pidana apabila
candi, dan sebagainya”/39 Membikin ingar di kepentingan itu telah menjadi kepentingan
dekat bangunan untuk menjalankan ibadat umum. Kepentingan-kepentingan hukum yang
seperti ini di waktu ada ibadat merupakan dilindungi dalam hukum pidana tersebut,
suatu tindak pidana. Dengan adanya kata-kata biasanya dikelompokkan ke dalam tiga
”di waktu ada ibadat” berarti jika ingar dibikin golongan, yaitu:
di waktu tidak ada ibadat, maka tidak dapat a. kepentingan hukum negara;
dipidana menurut ketentuan ini. b. kepentingan hukum masyarakat; dan,
c. membikin ingar (rumoer) di dekat bangunan c. kepentingan hukum perseorangan.42
untuk sidang pengadilan, di waktu ada Kepentingan hukum negara adalah
sidang. kepentingan hukum dari negara sebagai
Bangunan untuk siang pengadilan, yaitu keseluruhan. Yang menjadi kepentingan
“gedung Mahkamah Agung, Pengadilan Negeri, hukum negara yaitu keberlanjutan,
Pengadilan Tinggi, dan sebagainya”.40 S.R. ketenteraman dan keamanan negara.
Sianturi memberi catatan bahwa, “yang Kepentingan hukum masyarakat adalah
dimaksud dengan sidang pengadilan di sini kepentingan hukum dari masyarakat itu sendiri.
tidak terbatas kepada sidang-sidang peradilan Yang menjadi kepentingan hukum masyarakat
pidana, tetapi juga peradilan perdata, agama, yaitu ketenteraman dan keamanan masyarakat.
atau administrasi, demikian pula peradilan Contoh kepentingan hukum masyarakat yaitu
militer”.41 Sekarang ini, dalam Pasal 24 ayat (2) ketenangan di malam hari. Oleh karenanya
UUD 1945 ditentukan bahwa, kekuasaan diancam dengan pidana kurungfan paling lama
kehakiman dilakukan oleh sebuah 3 hari atau pidana denda paling banyak 225
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang rupiah, barangsiapa membikin ingar atau riuh,
berada di bawahnya dalam sehingga ketenteraman malam hari dapat
lingkungan peradilan umum, lingkungan terganggu, atau, barangsiapa membikin gaduh
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, di dekat bangunan untuk menjalankan ibadat
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan yang dibolehkan atau untuk sidang pengadilan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Jadi, di waktu ada ibadat atau sidang (Pasal 503
bangunan untuk sidang pengadilan sekarang ini KUHP). Kepentingan hukum perseorangan
mencakup gedung untuk Mahkamah Agung dan adalah kepentingan hukum dari seseorang,
badan-badan peradilan di bawahnya dalam tetapi gangguan terhadap kepentingan hukum
lingkungan peradilan umum, lingkungan ini telah melibatkan kepentingan umum.
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, Kepentingan hukum perseorangan yang
lingkungan peradilan tata usaha negara, serta dilindungi dalam hukum ini terdiri dari:
Mahkamah Konstitusi. jiwa/nyawa, badan, kehormatan/nama baik,
Perbuatan membikin ingar itu harus kehormatan kesusilaan, kemerdekaan, dan
dilakukan di waktu ada sidang. Jika perbuatan harta benda.43
sekalipun dilakukan di dekat bangunan untuk Berdasarkan kepentingan-kepentingan yang
sidang pengadilan, tetapi bukan pada waktu dilindungi dalam hukum pidana ini maka S.R.
ada sidang, misalnya pada waktu tengah malam Sianturi telah membagi bukunya dalam tiga
di mana tidak sedang dilakukan sidang, maka kelompok tindak pidana, yaitu:
perbuatan tidak dapat dipidana berdasarkan Bagian I : Tindak Pidana terhadap Negara
pasal ini. Bagian II : Tindak Pidana terhadap
Masyarakat
B. Kedudukan Pasal 172 dan Pasal 503 KUHP Bagian III : Tindak Pidana terhadap Pribadi.44
Sebagai Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Salah satu bagian dari Tindak Pidana
Umum terhadap Masyarakat adalah Tindak Pidana

42
Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di
39
R. Soesilo, Loc.cit. Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm. 18.
40 43
Ibid. Ibid., hlm. 18, 19.
41 44
S.R. Sianturi, Op.cit., hlm. 330. S.R. Sianturi, Op.cit., hlm. vii, ix, xii.

71
Lex Crimen Vol. IX/No. 4/Okt-Des/2020

terhadap Ketertiban Umum. Menurut S.R. kelompok ini mempunyai akibat yang lebih luas
Sianturi tindak pidana terhadap ketertiban dalam masyarakat, yaitu terjadinya atau
umum ini mencakup: kemungkinan terjadinya keresahan / kekacauan
1. Penghasutan (Pasal 160 – 163bis) dalam masyarakat. Ini berbeda dengan
2. Pemasukan paksa ke rumah (Pasal 167, kelompok Tindak Pidana Terhadap Pribadi di
168) mana korban langsung adalah pribadi, misalnya
3. Penyertaan pada perkumpulan terlarang dalam pencurian maka korban langsung yaitu
(Pasal 169) orang yang kecurian. Berbeda dengan Tindak
4. Tindakan kekerasan terhadap orang atau Pidana Terhadap Ketertiban Umum, yang
barang (Pasal 170) merupakan bagian dari Tindak Pidana Terhadap
5. Mengganggu ketenangan (Pasal 171, 172, Masyarakat, di mana korban langsung adalah
503) anggota-anggota masyarakat.
6. Perbuatan mengganggu rapat-rapat Demikian juga berkenaan dengan Pasal 172
(Pasal 172, 174) KUHP dan Pasal 503 KUHP, yang merupakan
7. Penghinaan kepada penguasa umum, bagian dari Tindak Pidana Terhadap Ketertiban
bendera kebangsaan atau golongan Umum, korban-korban langsung dari dua tindak
rakyat (Pasal 154 – 157) pidana tersebut pada umumnya adalah
8. Pengemisan, penggelandangan dan anggota-anggota masyarakat di sekitar
pemabukan (Pasal 301, 504, 505, 300, peristiwa yang bersangkutan. Dengan demikian,
536 – 539) terutama berkenaan dengan tindak pidana
9. Tindak pidana lainnya yang melanggar Pasal 503 KUHP, ancaman pidana terhadap
ketertiban umum (Pasal 158, 159, 507, tindak pdiana Pasal 503 KUHP ini, yaitu pidana
508, 508bis, 512, 512a, 510, 511, 516, kurungan paling lama 3 hari atau denda paling
517, 518). 45 banyak Rp225,00 (x 1.000 menurut Peraturan
Tindak Pidana Pasal 172 dan Pasal 503 KUHP Mahkamah Agung Nomor: 02 Tahun 2012),
sebagai tindak pidana mengganggu ketenangan dapat dipandang terlalu rendah. Oleh
merupakan bagian dari Tindak Pidana Terhadap karenanya, ancaman pidana terhadap tindak
Ketertiban Umum. pidana dalam Pasal 503 KUHP perlu
Mengenai karakteristik Tindak Pidana ditingkatkan, baik mengenai pidana
Terhadap Ketertiban Umum dikemukakan oleh perampasan kemerdekaan, maupun pidana
S.R. Sianturi: denda yang diancamkan.
Di KUHP Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Selain itu Pasal 503 dalam KUHP
Umum diatur di Bab V Buku II dan Bab II Buku ditempatkan dalam Buku Ketiga (Pelanggaran),
III. Ternyata pada pasal 153 bis sd 181 dan pasal di mana dari sudut pembedaan jenis-jenis
503 sd 520 terdiri dari aneka tindakan: yaitu delik/tindak pidana, delik pelanggaran
yang sehubungan dengan tugas-tugas peradilan merupakan delik undang-undang (wetsdelict)
terhadap keturunan, terhadap kesusilaan, yaitu merupakan perbuatan yang nanti disadari
terhadap perasaan kepatutan, di bidang bersifat melawan hukum karena dimasukkan ke
keagamaan. Kiranya penempatan semua delik dalam undang-undang, sedangkan jika tidak
ini di bawah judul Tindak Pidana dimasukkan ke dalam undang-undang, orang-
(Kejahatan/Pelanggaran) Terhadap Ketertiban orang tidak akan menyadari bahwa perbuatan
Umum dititik beratkan kepada kemungkinan seperti itu bersifat melawan hukum. Dilihat
terjadi atau terjadinya keresahan atau dari sudut karakteristik delik pelanggaran
kekacauan dalam masyarakat.46 (overtredingen) ini, tindak pidana Pasal 503
Sebagaimana dikemukakan oleh S.R. Sianturi KUHP tidak cocok dimasukkan ke dalam delik
karakteristik dari Tindak Pidana Terhadap pelanggaran.
Ketertiban Umum adalah dititik beratkan Perbuatan membikin ingar atau riuh
kepada terjadinya atau kemungkinan terjadinya sehingga ketenteraman malam hari dapat
keresahan atau kekacauan dalam masyarakat. terganggu, membikin gaduh di dekat bangunan
Jadi, tindak pidana yang termasuk ke dalam ibadat weaktu ada ibadat, dan membin gaduh
dekat bangunan untuk sidang pengadilan pada
45
Ibid., hlm. 306. waktu ada sidang, merupakan perbuatan-
46
Ibid., hlm. 305-306.

72
Lex Crimen Vol. IX/No. 4/Okt-Des/2020

perbuatan yang oleh masyarakat Indonesia sekalipun tidak membacanya dari


dapat dirasakan sebagai melawan hukum undang-undang.
sekalipun tidak membacanya dari undang- 2. Sebagai tindak pidana terhadap
undang. ketertiban umum, ancaman pidana
Karenanya tindak pidana yang dirumuskan dalam Pasal 503 KUHP, yaitu pidana
dalam Pasal 503 KUHP lebih sesuai jika kurungan paling lama 3 hari atau denda
dipandang sebagai delik hukum (rechtsdelict) paling banyak Rp225,00 (x 1.000
dan dimasukkan sebagai bagian delik kejahatan menurut Peraturan Mahkamah Agung
(misdrijven). Jadi, Pasal 503 KUHP lebih sesuai Nomor: 02 Tahun 2012), perlu
jika ditempatkan bersama-sama dengan tindak ditingkatkan, baik mengenai pidana
pidana Pasal 172 KUHP yang terletak dalam perampasan kemerdekaan, maupun
Buku Kedua (Kejahatan). pidana denda yang diancamkan.

PENUTUP DAFTAR PUSTAKA


A. Kesimpulan Hamzah, Andi, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka
1. Pengaturan dari tindak pidana Cipta, Jakarta, 2010.
mengganggu ketenangan (ketenteraman) Jonkers, J.E., Buku Pedoman Hukum Pidana
dalam Pasal 172 dan Pasal 503 KUHP, HIndia Belanda terjemahan Tim
yaitu Pasal 172 mengancamkan pidana Penerjemah Bina Aksara dari Handboek
terhadap perbuatan mengeluarkan van het Nederlandsch-Indische Strafrecht,
teriakan atau tanda pemberitahuan Bina Aksara, Jakarta, 1987.
bahaya yang palsu; sedangkan Pasal 503 Lamintang, P.A.F. dan C.D. Samosir, Hukum
mengancamkan pidana terhadap Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung,
perbuatanperbuatan berupa: a. 1983.
membikin ingar (rumoer) atau riuh Lamintang, P.A.F. dan F.T. Lamintang, Dasar-
(burengerucht), sehingga ketenteraman dasar Hukum Pidana di Indonesia, Sinar
(ketenangan) malam hari dapat Grafika, Jakarta, 2014.
terganggu, b. membikin ingar (rumoer) di Maramis, Frans, Hukum Pidana Umum dan
dekat bangunan untuk menjalankan Tertulis di Indonesia, Rajawali Pers,
ibadat yang dibolehkan di waktu ada Jakarta, 2012.
ibadat; dan c. membikin ingar (rumoer) di Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, cet.2,
dekat bangunan untuk sidang Bina Aksara, Jakarta, 1984.
pengadilan, di waktu ada sidang. Poernomo, Bambang, Asas-asas Hukum Pidana,
2. Kedudukan dari Pasal 172 dan Pasal 503 Ghalia Indonesia, Jakarta-Surabaya-
KUHP sebagai tindak pidana terhadap Semarang-Yogya-Bandung, 1978.
ketertiban umum berarti korban Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, cet.4, Rajawali
langsung dari tindak-tindak pidana Pers, Jakarta, 2013.
tersebut adalah anggota-anggota Prodjodikoro, Wirjono, Tindak-tindak Pidana
masyarakat, berbeda dengan tindak Tertentu di Indonesia, ed.3 cet.4, Refika
pidana terhadap perorangan di mana Aditama, Bandung, 2012
korban langsung adalah orang tertentu Sianturi, S.R., Tindak Pidana di KUHP Berikut
saja. Uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta,
1983.
B. Saran Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian
1. Tindak pidana Pasal 503 sebaiknya Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
dipindahkan sebagai bagian dari Buku cet.16, Rajawali Pers, Jakarta, 2014.
Kedua (Kejahatan) KUHP karena Soesilo, R., Kitab Undang-Undang Hukum
perbuatan-perbuatan di dalamnya Pidana (KUHP) Serta Komentar-
merupakan perbuatan-perbuatan yang komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
oleh masyarakat Indonesia dapat Politeia, Bogor, 1991.
dirasakan sebagai melawan hukum

73
Lex Crimen Vol. IX/No. 4/Okt-Des/2020

Suteki dan Galang Taufani, Metodologi


Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan
Praktik), Rajawali Pers, Depok, 2018.
Utrecht, E., Hukum Pidana 1, Penerbitan
Universitas, Bandung, 1967.
Widnyana, I Made, Asas-asas Hukum Pidana,
Fikahati Aneska, Jakarta, 2010.

Peraturan Perundang-undangan:
Engelbrecht, W.A. dan E.M.L. Engelbrecht,
Kitab2 Undang2, Undang2 dan
Peraturan2 Serta Undang2 Dasar
Sementara Republik Indonesia, A.W.
Sijthoff’s Uitgeversmij, Leiden, 1956.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor: 02 Tahun
2012 tentang Penyesuaian Batasan
Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda
dalam KUHP
Tim Penerjemah BPHN, Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, Sinar Harapan, Jakarta,
1983.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana (Berita
Negara Republik Indonesia lI Nomor 9).

74

Anda mungkin juga menyukai