Anda di halaman 1dari 10

Lex Privatum Vol. IX/No.

13/Des/2021

DELIK IKUT SERTA DALAM PERKELOMPOKAN yaitu Pasal 218 KUHP yang menentukan bahwa:
MENURUT PASAL 218 KUHP SEBAGAI UPAYA Barangsiapa dengan sengaja pada waktu ada
PEMBUBARAN KERUMUNAN1 orang-orang berkerumun tidak segera pergi
Oleh : Yehezkiel Daniel Manopo2 setelah perintah yang ketiga kali yang diberikan
Nontje Rimbing3 oleh atau atas nama penguasa yang
Max Sepang4 berwenang, diancam karena ikut serta dalam
perkelompokan, dengan pidana penjara
ABSTRAK maksimum empat bulan dua minggu atau
Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk denda maksimum enamratus rupiah (x 15).5
mengetahui bagaimana pengaturan delik “ikut Rumusan Pasal 218 KUHP menunjukkan bahwa
serta dalam perkelompokan” (deelneming aan pasal itu sendiri telah memberi nama
samenscholing) dalam Pasal 218 KUHP dan (kualifikasi) delik tersebut sebagai “deelneming
bagaimana pengenaan pidana berdasarkan aan samenscholing”6 yang oleh S.R. Sianturi
Pasal 218 KUHP, yang dengan metode diterjemahkan sebagai: ikut serta dalam
penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. perkelompokan; atau yang oleh P.A.F.
Pengaturan delik “ikut serta dalam Lamintang dan C.D. Samosir diterjemahkan
perkelompokan” (deelneming aan sebagai “turut serta bergerombol”.7
samenscholing) dalam Pasal 218 KUHP yaitu Tujuan dari adanya ancaman pidana dalam
pengancaman pidana terhadap orang yang ikut undang-undang untuk perbuatan seperti,
serta dalam suatu kerumunan orang dan tidak antara lain yaitu untuk mencegah agar orang
segera pergi setelah perintah yang ketiga kali tidak lagi melakukannya. Tetapi dalam
yang diberikan oleh atau atas nama penguasa kenyataan, peristiwa-peristiwa di mana orang-
yang berwenang. 2. Pengenaan pidana orang yang berkerumun tidak mematuhi
berdasarkan Pasal 218 KUHP mengalami perintah membubarkan diri oleh penguasa yang
perubahan setelah adanya Peraturan berwsenang, antara lain polisi, masih saja
Mahkamah Agung Nomor: 02 Tahun 2012 terjadi. Padahal perintah membubarkan diri itu
tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana karena kerumunan, pengelompokan, atau
Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, di mana gerombolan orang sering kali menjadi awal dari
denda maksimum yang sebelumnya Rp9.000,00 hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya mabuk-
(sembilan ribu rupiah) menjadi Rp9.000,000,00 mabukan yang berakhir dengan perkelahian,
(sembilan juta rupiah), selain itu Pasal 218 berkerumun untuk kemudian merusak, kebut-
KUHP memiliki kemungkinan untuk kebutan, ataupun menjadi situasi untuk
dialternatifkan dengan beberapa pasal lain terjadinya penyebaran dari virus Corona.
KUHP seperti Pasal 212, 216, 510 dan 511 Peristiwa penolak perintah untuk
KUHP. pembubaran kerumunan lain dikemukakan
Kata kunci: ikut serta dalam perkelompokan; dalam berita daring, detiknews. 17/03/2021, di
bawah judul “Viral Warga Surabaya Usir Petugas
PENDAHULUAN yang Bubarkan Kerumunan, Ini Kata Polisi”, di
A. Latar Belakang mana diberitakan antara lain, bahwa, video
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) warga mengusir petugas yang hendak
memiliki berbagai macam rumusan delik (tindak membubarkan kerumunan di Surabaya viral di
pidana) untuk menjaga keamanan dan medsos dan aplikasi percakapan. Kejadian itu
ketertiban dalam masyarakat. Delik-delik terjadi pada Sabtu (13/3/2021) malam. Lalu apa
tersebut diatur alam Buku Kedua (Kejahatan, kata polisi? "Iya memang kejadian itu malam
Misdrijven) dan Buku Ketiga (Pelanggaran, Minggu. Ceritanya pada saat itu memang dari 3
Ocvertredingen),di mana salah satu di
antaranya yang merupakan delik kejahatan 5 S.R. Sianturi, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya,
Alumni AHM-PTHM, Jakarrta, 1983, hlm. 98.
6 W.A. Engelbrecht dan E.M.L. Engelbrecht, Kitab2
1 Artikel Skripsi Undang2, Undang2 dan Peraturan2 Serta Undang2 Dasar
2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. Sementara Republik Indonesia, A.W. Sijthoff’s
15071101263 Uitgeversmij, Leiden, 1956, hlm. 1332.
3 Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum 7 P.A. Lamintang dan C.D. Samosir, Hukum Pidana
4 Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum Indonesia, Sinar Baru, bandung, hlm. 97.

137
Lex Privatum Vol. IX/No. 13/Des/2021

pilar ini, Polsek, Koramil sama Satpol PP maanden en twee weken of geldboete van
melaksanakan kegiatan," terang Kapolsek ten hoogste zes honderd gulden.9
Lakarsantri Kompol Arif Santoso kepada Para ahli hukum pidana Indonesia telah
detikcom, Rabu (17/3/2021). Namun, saat membuat terjemahan-terjemahan KUHP karena
hendak dibubarkan itu, warga merasa tidak rakyat Indonesia pada umumnya tidak lagi
terima dengan bahasa dari petugas dan terjadi memahami bahasa Belanda sehingga
insiden pengusiran. Meski begitu, Arif menimbulkan kesulitan dalam pembahasan
menyebut usai insiden itu, warga kemudian teoretis maupun penggunaan praktis dari KUHP.
membubarkan diri dan tidak ada masalah Beberapa terjemahan di antaranya dapat
selanjutnya.8 dikemukakan sebagai berikut ini.
Terjemahan S.R. Sianturi: Barangsiapa
B. Rumusan Masalah dengan sengaja pada waktu ada orang-orang
1. Bagaimana pengaturan delik “ikut serta berkerumun tidak segera pergi setelah perintah
dalam perkelompokan” (deelneming aan yang ketiga kali yang diberikan oleh atau atas
samenscholing) dalam Pasal 218 KUHP? nama penguasa yang berwenang, diancam
2. Bagaimana pengenaan pidana karena ikut serta dalam perkelompokan,
berdasarkan Pasal 218 KUHP? dengan pidana penjara maksimum empat bulan
dua minggu atau denda maksimum enam ratus
C. Metode Penelitian rupiah (x 15).10
Penelitian ini merupakan jenis penelitian Terjemahan Tim Penerjemah BPHN:
yang menggunakan metode yang disebut Barangsiapa pada waktu rakyat datang
mertode penelitian kepustakaan (library berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi
research). setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama
penguasa yang berwenang, diancam karena
PEMBAHASAN ikut serta perkelompokan dengan pidana
A. Pengaturan Delik dalam Pasal 218 KUHP penjara paling lama empat bulan dua minggu
KUHP, sebagaimana dikemukakan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu
sebelumnya, yaitu staatsblad 1915 No. 732 rupiah.11
yang tetap berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Terjemahan P.A.F. Lamintang dan C.D.
Peralihan UUD 1945 dan ditegaskan berlakunya Samosir: barangsiapa dengan sengaja pada
dengan melakukan beberapa perubahan waktu orang banyak datang berkerumun, tidak
berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun segera pegi setelah diperintahkan untuk ketiga
1946 dan beberapa undang-undang kalinya oleh atau atas nama kekuasaan yang
sesuedahnya. Oleh karenanya, sebagian berwenang, karena salah telah turut serta
terbesar pasal-pasalnya, teks resminya masih bergerombol, dihukum dengan hukuman
dalam bahasa Belanda, salah satu di antaranya penjara selama-lamanya empat bulan dan dua
yaitu Pasal 218 KUHP. minggu atau dengan hukuman denda setinggi-
Pasal 218 KUHP dalam teks berbahasa tingginya sembilan ribu rupiah.12
Belanda memberikan ketentuan bahwa: Terjemahan R. Soesilo: barangsiapa pada
Hij die opzettelijk bij gelegenheid van een waktu orang berkerumun dengan sengaja tidak
volksoploop zich niet onmiddellijk verwijdert pergi dengan segera sesudah diperintahkan tiga
na het derde door of vanwege het bevoegd kali oleh atau atas nama kekuasaan yang
gezag gegeven bevel, wordt, als schuldig aan berhak, dihukum karena turut campur
deelneming aan samenscholing, gestraft berkelompok-kelompok, dengan hukuman
met gevangenisstraf van ten hoogste vier penjara selama-lamanya empat bulan dua

8 Detiknews, “Viral Warga Surabaya Usir Petugas yang 9 W.A. Engelbrecht dan E.M.L. Engelbrecht, Kitab2
Bubarkan Kerumunan, Ini Kata Polisi”, Undang2, Undang2 dan Peraturan2 Serta Undang2 Dasar
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d- Sementara Republik Indonesia, A.W. Sijthoff’s
5497338/viral-warga-surabaya-usir-petugas-yang- Uitgeversmij, Leiden, 1956, hlm. 1332.
bubarkan-kerumunan-ini-kata- 10 S.R. Sianturi, Op.cit., hlm. 98.

polisi?_ga=2.95270618.753164264.1625539908- 11 Tim Penerjemah BPHN, Op.cit., hlm. 92.

1549360760.1625539908, diakses 07/07/2021. 12 P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Op.cit., hlm. 97.

138
Lex Privatum Vol. IX/No. 13/Des/2021

minggu atau denda sebanyak-banyakya pidana dalam beberapa undang-undang di luar


Rp9000,-.13 KUHP. Contoh terkenal yaitu undang-undang
Beberapa terjemahan sebelumnya tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
menunjukkan adanya perbedaan dalam di mana pelaku/subjek tindak pidana korupsi
pemilihan kata-kata bahasa Indoensia, tetapi adalah “setiap orang”, yang dalam Pasal 1 angka
semuanya mempunyai maksud yang sama 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
karena merupakan terjemahan dari satu teks didefinisikan bahwa, “setiap orang adalah orang
yang sama. Nama (kualifikasi) delik deelneming perseorangan atau termasuk korporasi”,15
aan samenscholing diterjemahkan sedangkan dalam Pasal 1 angka 1 didefinisikan
beranekaragam, yaitu seperti: ikut serta dalam bahwa, “korporasi adalah kumpulan orang dan
perkelompokan (S.R. Sianturi), ikut serta atau kekayaan yang terorganisasi baik
perkelompokan (Tim Penerjemah BPHN), turut merupakan badan hukum maupun bukan badan
serta bergerombol (P.A.F. Lamintang dan C.D. hukum”.16 Sekalipun ada perkembangan ini,
Samosir), dan turut campur berkelompok- sistem KUHP tetap hanya mengenal manusia
kelompok (R. Soesilo). (orang perseorangan) saja sebagai
Unsur-unsur tindak pidana Pasal 218 KUHP pelaku/subjek tindak pidana.
dengan bertolak dsari terjemahan S.R. Sianturi, 2. dengan sengaja
yang akan dibandingkan dengan terjemahan Kesengajaan (Lat.: dolus; Bld.: opzet)
lain di mana diperlukan, yaitu: merupakan suatu istilah yang menunjuk pada
1. Barangsiapa suatu bentuk kesalahan. Istilah kesengajaan
2. dengan sengaja dijelaskan oleh E. Utrecht dengan
3. pada waktu ada orang-orang berkerumun mengemukakan bahwa, “menurut memorie van
4. tidak segera pergi setelah perintah yang toelichting, maka kata ‘dengan sengaja’
ketiga kali (opzettelijk) adalah sama dengan ‘willens en
5. yang diberikan oleh atau atas nama wetens’ (dikehendaki dan diketahui)”.17 Juga
penguasa yang berwenang menurut Andi Hamzah, dalam risalah
Unsur-unsur dari Pasal 218 KUHP tersebut penjelasan tersebut “sengaja (opzet) berarti ‘de
dapat dijelaskan satu persatu sebagai berikut. (bewuste) richting van den wil op bepaald
1. Barangsiapa misdrijf’ (kehendak yang disadari yang
“Barangsiapa” merupakan unsur pelaku atau ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu).
subjek dari tindak pidana. Kata barangsiapa Menurut penjelasan tersebut, sengaja (opzet)
menunjukkan bahwa siapa saja dapat menjadi sama dengan willens en wetens (dikehendaki
pelaku dari tindak pidana yang dirumuskan dan diketahui).”18 Jadi, menurut risalah
dalam Pasal 218 KUHP ini. Tetapi, pengertian penjelasan terhadap KUHP Belanda, yang dapat
siapa saja ini dengan memperhatikan bahwa digunakan juga untuk menjelaskan KUHP
“subjek perbuatan pidana yang diakui oleh Indonesia, suatu perbuatan dilakukan dengan
KUHP adalah manusia (natuurlijk persoon). sengaja jika perbuatan itu dilakukan dengan
Konsekuensinya, yang dapat menjadi pelaku dikehendaki dan diketahui (willens en wsetens).
perbuatan pidana adalah manusia ... sedangkan Sekarang ini pengertian kesengajaan (opzet,
fiksi/badan hukum (rechtspersoon) ... tidak dolus) telah dikembangkan lebih lanjut sehingga
diakui”.14 Tulisan tersebut menunjukkan bahwa dikenal adanya tiga bentuk kesengajaan, yaitu:
pelaku atau subjek tindak pidana untuk tindak- 1. Kesengajaan sebagai maksud; 2. Kesengajaan
tindak pidana yang dirumuskan dalam KUHP sebagai kepastian, keharusan; 3. “Dolus
hanyalah manusia semata-mata, sedangkan eventualis.19 Jadi, kata “dengan sengaja” dalam
badan hukum tidak menjadi pelaku atau subjek
tindak pidana dalam KUHP.
Perkembangan hukum pidana di Indonesia 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
sekarang yaitu badan hukum, atau dengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara
istilah yang lebih luas: korporasi, telah menjadi Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874).
pelaku/subjek tindak pidana untuk tindak 16 Ibid.
17 E. Utrecht, Op.cit., hlm. 299.
13 R. Soesilo, Op.cit., hlm. 172. 18 Andi Hamzah, Op.cit., hlm. 114.
14 Mahrus Ali, Op.cit., hlm. 111. 19 Moeljatno, Op.cit., hlm. 177.

139
Lex Privatum Vol. IX/No. 13/Des/2021

Pasal 218 KUHP ini mencakup juga tiga bentuk dan damai yang biasanya segera semua pergi,
kesengajaan tersebut. jika diperintahkan supaya bubar”.24
Menurut Frans Maramis, “Konsekuensi dari Menurut S.E. Sianturi, beberapa bentuk
tercantumnya unsur ’dengan sengaja’ dalam orang berkerumun yang mungkin dipandang
suatu rumusan tindak pidana, yaitu semua oleh penguasa sebagai akan merusak
unsur lain yang terletak di belakang unsur ketenteraman, ketertiban dan keamanan
‘dengan sengaja’ itu diliputi oleh unsur ‘dengan (dalam arti sempit) masyarakat yaitu:
sengaja’.”20 Jadi, dengan adanya kata “dengan 1) demonstrasi kepada penguasa atau kepada
sengaja” dalam rumusan Pasal 218 berarti pewakilan negara sahabat atau kepada
semua unsur yang terletak sesudah kata pengusaha tertentu untuk menyampaikan
“dengan sengaja”, yaitu unsur “pada waktu ada suatu yang meresahkan para demonstran;
orang-orang berkerumun”, “tidak segera pergi 2) pawai dengan membawa poster-poster
setelah perintah yang ketiga kali”, dan “yang untuk memprotes sesuatu;
diberikan oleh atau atas nama penguasa yang 3) duduk-duk berkerumun;
berwenang”, diliputi oleh unsur “dengan 4) rapat-rapat terbuka di luar atau di dalam
sengaja”. Dengan kata lain, unsur-unsur gedung/rumah;
tersebut –yang letaknya sesudah kata “dengan 5) Menonton suatu hiburan terbuka, dls.25
sengaja” - dilakukan dengan sengaja Di masa pandemi Covid19 sekarang ini,
(dikehendaki dan diketahui) oleh pelaku. pengertian orang-orang berkerumun termasuk
3. pada waktu ada orang-orang berkerumun juga kerumunan orang yang dapat menjadi
Dari sudut tata bahasa, “ke.ru.mun, sebab penularan virus corona tersebut.
ber.ke.ru.mun berhimpun banyak-banyak”,21 Sekalipun secara fisik tidak kelihatan
jadi orang-orang berkerumun berarti ada menimbulkan keonaran, tetapi dapat makin
berhimpun banyak orang. Menurut S.R. menambah/memperluas penyebaran wabah
Sianturi, “berapa jumlahnya orang-orang penyakit berupa penyakit diakibatkan virus
tersebut supaya dikatakan orang-orang corona.
bekerumun, tidak ditentukan. Penilaian
mengenai hal ini dipercayakan kepada hakim 4. tidak segera pergi setelah perintah yang
yang harus menilainya secara kasuistis dikaitkan ketiga kali
dengan situasi pada waktu itu”.22 Tentang apa yang dimaksud dengan “tidak
Berkenaan dengan keadaan “pada waktu segera pergi setelah perintah yang ketiga kali,
orang-orang berkerumun” dalam Pasal 218 diberikan keterangan oleh S.R. Sianturi:
KUHP, S.R. Sianturi menulis bahwa: Yang dimaksud dengan tidak segera pergi
Pada umumnya orang-orang berkerumun ialah tidak secepat mungkin meninggalkan
bukanlah suatu perbuatan tercela. Namun tempat perkerumunan itu. Pelaksanaan dari
dalam hal atau keadaan tertentu pergi itu adalah setelah perintah pergi itu
berkerumunnya orang-orang bermaksud diucapkan untuk ketiga kalinya dengan jangka
atau dapat menimbulkan keonaran atau waktu yang wajar. Karena hal ini juga harus
ketidaktertiban. Yang dimaksud dalam pasal diketahui oleh para pelaku, maka penguasa
ini orang-orang berkerumun ialah apabila tersebut harus tegas memberitahukan bahwa ia
oleh penguasa yang berwenang dipandang sudah untuk ketiga kalinya
akan dapat menimbulkan ketidaktertiban mengusir/membubarkan perkerumunan itu.
umum oleh ‘masa pengganggu’ tersebut”.23 Dan lebih tegas lagi apabila dengan
Pengertian “orang-orang berkerumun”, pengancaman akan diambil tindakan yang tegas
menurut R. Soesilo, yaitu “orang-orang dan jika perlu dengan kekerasan apabila tidak
berkerumun yang mengacau (volksoploop), jadi ditaati.26
bukan orang-orang berkerumun yang tenteram Pengertian “tidak segera pergi” yaitu tidak
scepat mungkin meninggalkan tempat
20
kerumunan itu; di mana pelaksanaannya
Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di
Indonesia, cet.2, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 120.
21 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Op.cit., hlm. 558. 24 R. Soesilo, Loc.cit.
22 S.R. Sianturi, Loc.cit. 25 S.R. Sianturi, Loc.cit.
23 Ibid. 26 Ibid., hlm. 99.

140
Lex Privatum Vol. IX/No. 13/Des/2021

setelah perintah pergi itu diucapkan untuk 5. yang diberikan oleh atau atas nama
ketiga kalinya. S.R. Sianturi, sebagaimana penguasa yang berwenang
dikutipkan, menekankan perintah itu harus Istilah penguasa yang berwenang (bevoegd
diberikan tiga kali dengan jangka waktu yang gezag) menunjukkan bahwa pembentuk KUHP
wajar. berkenaan dengan Pasal 218 menekankan
Perintah itu juga, sebagaimana dikemukakan bahwa penguasa yang dimaksud di sini benar-
dalam kutipan, harus tegas memberitahukan benar berwenang untuk bertindak demikian.
bahwa ia sudah untuk ketiga kalinya Dalam Pasal 218 KUHP berarti penguasa itu
mengusir/membubarkan kerumunan itu, di memang penguasa yang berwenang untuk
mana lebih tegas lagi apabila dengan memerintahkan kerumunan orang untuk
pengancaman akan diambil tindakan yang tegas membubarkan diri.
dan jika perlu dengan kekerasan apabila tidak Pengertian penguasa yang berwenang
ditaati oleh kerumunan. (bevoegd gezag), menurut S.R. Sianturi, adalah
R. Soesilo juga menekankan bahwa perintah setiap pegawai negeri yang oleh peraturan
itu harus tegas, di mana dikemukakannya: perundang-undangan diberi kewenangan untuk
Perintah itu harus dengan suara keras, memelihara ketenteraman, ketertiband an
sehingga dapat didengar oleh orang-orang keamanan. Penguasa tersebut yaitu para
itu. Perintah semafam itu biasanya disebut pamongpraja atau yang memegang jabatan
“somasi” dan dilakukan dengan kata-kata: pemerintahan seperti Gubernur, Bupati, dan
“Atas nama Undang-Undang, saya sebagainya. Pada umumnya yang dikenal
perintahkan supaya pergi, bila tidak, akan masyarakat sebagai pemelihara ketenteraman,
dilakukan tindakan dengan kekerasan”, ini ketertiban dan keamanan orang/barang adalah
diulangi sampai tiga kali. Jika sesuadah pegawai/anggota Polisi.30 Menurut S.R. Sianturi
selesai perintah yang ketiga kali, sudah selanjutnya, penguasa tersebut harus juga
dapat dihukum.27 memperkenalkan identitasnya yang
Dua penulis tersebut, yaitu S.R. Sianturi dan menunjukkan kewenangannya.31
R. Soesilo, menekankan bahwa perintah dari
penguasayang berwenang itu harus tegas untuk B. Pengenaan Pidana Berdasarkan Pasal 218
memerintahkan pergi dari tempat tersebut; KUHP
yang umumnya disertai dengan pernyataan Tentang jenis-jenis pidana yang dapat
akan dilakukan tindakan dengan kekerasan jika dikenakan dalam hal orang melakukan suatu
tidak segera pergi/tidak ditaati. delik (tindak pidana) yang dirumuskan dalam
Hoge Raad, 5 Juni 1893, mempertimbangkan KUHP, menurut I Made Widnyana, Pasal 10
bahwa, “perintah itu tidak perlu diberikan KUHP mengatur mengenai jenis-jenis pidana,
dengan waktu antara yang sama ataupun yaitu terdiri atas:
diberikan di satu tempat yang sama. Bentuk a. Pidana pokok:
perintah tidak diatur di sini”.28 Menurut 1. Pidana mati
putusan Hoge Raad ini, tidak ada bentuk 2. Pidana penjara
perintah tidak diatur dalam Pasal 218 KUHP, jadi 3. Pidana kurungan
perintah sudah memadai jika tegas 4. Pidana denda
memerintahkan untuk pergi dari tempat 5. Pidana tutupan (masuk
tersebut. Juga menurut putusan Hoge Raad ini, berdasarkan UU No. 20/1946)
perintah tidak perku diberikan dengan waktu b. Pidana tambahan:
antara yang sama, jadi, sebagaimana dikatakan 1. Pencabutan hak-hak tertentu
oleh S.R. Sianturi “perintah pergi itu diucapkan 2. Perampasan barang-barang
untuk ketiga kalinya dengan jangka waktu yang tertentu
wajar”.29 3. Pengumuman putusan hakim.32

30Ibid.
31S.R. Sianturi, Loc.cit.
27 R. Soesilo, Op.cit. 32 I Made Widnyana, Asas-asas Hukum Pidana. Buku
28 P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Op.cit., hlm. 97. Panduan Mahasiswa, Fikahati Aneska, Jakarta, 2010,
29 S.R. Sianturi, Loc.cit. hlm.78.

141
Lex Privatum Vol. IX/No. 13/Des/2021

Di antara jenis-jenis pidana pokok tersebut Pasal 218 KUHP mempunyai kemungkinan
yang diancamkan untuk delik Pasasl 218 KUHP untuk alternatif dengan Pasal 212, 216, 510 dan
yaitu pidaa penjara dan alternatifnya pidana 511 KUHP, di mana pasal-pasal tersebut adalah
denda, yaitu dalam Pasal 218 diancamkan sebagai berikut:
“pidana penjara paling lama empat bulan dua 1. Pasal 212 KUHP: barangsiapa dengan
minggu atau pidana denda paling banyak kekerasan atau ancaman kekerasan
sembilan ribu rupiah”. melawan seorang pejabat yang sedang
Khususnya berkenaan dengan pidana denda menjalankan tugas yang sah, atau orang
perlu diperhatikan ketentuan dalam Peraturan yang menurut kewajiban undang-undang
Mahkamah Agung Nomor: 02 Tahun 2012 atau atas permintaan pejabat memberi
tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana pertolongan kepadanya, diancam karena
Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, di mana melawan pejabat, dengan pidana penjara
dalam Pasal 3 ditentukan bahwa, “tiap jumlah paling lama satu tahun empat bulan atau
maksimum hukuman denda yang diancamkan pidana denda paling banyak empat ribu
dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, lima ratus rupiah.
303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan 2. Pasal 216 ayat (1) KUHP: barang siapa
menjadi 1.000 (seribu) kali”.33 Dengan ini dengan sengaja tidak menuruti perintah
denda maksimum dalam Pasal 218 KUHP atau permintaan yang dilakukan menurut
menjadi = Rp9.000,00 x 1.000 = Rp9.000,000,00 undang-undang oleh pejabat yang
(sembilan juta rupiah). Jadi, ancaman pidana tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
dalam Pasasl 218 KUHP seharusnya dibaca pejabat berdasarkan tugasnya, demikian
“pidana penjara paling lama empat bulan dua pula yang diberi kuasa untuk mengusut
minggu atau pidana denda paling banyak atau memeriksa tindak pidana; demikian
sembilan juta rupiah”. Jumlah maksimum pula barang siapa dengan sengaja
pidana denda setelah adanya Peraturan mencegah, menghalang-halangi atau
Mahkamah Agung tersebut dapat dikatakan menggagalkan tindakan guna menjalankan
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. ketentuan undang-undang yang dilakukan
Selain perubahan maksimum pidana denda, oleh salah seorang pejabat tersebut,
hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan diancam dengan pidana penjara paling
pengenaan pidana berdasarkan Pasal 219 KUHP lama empat bulan dua minggu atau pidana
yaitu adanya kemungkinan alternatif berupa denda puling banyak sembilan ribu rupiah.
pasal-pasal lain dalam KUHP yang membuat 3. Pasal 510 KUHP: (1) Diancam dengan
perbuatan tidak segera pergi dari tempat itu pidana denda paling banyak tiga ratus
oleh perintah yang ketiga kali dari penguasa tujuh puluh lima rupiah, barang siapa
yang berwsenang. Dalam suatu artikel tentang tanpa izin kepala polisi atau pejabat lain
pembubaran kerumunan dikatakan oleh Polri yang ditunjuk untuk itu: ke-1. mengadakan
bahwa “mereka dapat dijerat dengan Pasal 212 pesta atau keramaian umum; ke-2:
KUHP, 216 KUHP, dan 218 KUHP”.34 Di sini mengadakan mengadakan arak-arakan di
selain Pasal 218 disebut juga kemungkinan jalan umum. (2) Jika arak-arakan diadakan
alternatif Pasal 212 dan Pasal 216 KUHP. Juga untuk menyatakan keinginan-keinginan
R. Soesilo dalam membahas Pasal 218 KUHP secara menakjubkan, yang bersalah
ada mencatat, “bandingkan isi Pasal ini dengan diancam dengan pidana kurungan paling
Pasal 510 dan 511”.35 lama dua minggu atau pidana denda dua
ribu dua ratus lima puluh rupiah.
4. Pasal 511 KUHP: barang siapa di waktu ada
33 Peraturan Mahkamah Agung Nomor: 02 Tahun 2012 pesta, arak-arakan, dan sebagainya, tidak
tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan menaati perintah dan petunjuk yang
Jumlah Denda dalam KUHP. diadakan oleh polisi untuk mencegah
34 Kompas.com, “Tahapan Pembubaran Kerumunan, dari
kecelakaan oleh kemacetan lalu lintas di
Imbauan hingga Penegakan Hukum”,
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/24/1126 jalan umum, diancam dengan pidana
0041/tahapan-pembubaran-kerumunan-dari-imbauan- denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh
hingga-penegakan-hukum, diakses 07/07/2021. lima rupiah.
35 R. Soesilo, Loc.cit.

142
Lex Privatum Vol. IX/No. 13/Des/2021

Pasal 212 KUHP tentang melawan petugas didakwakan lebih dari satu tindak pidana,
dengan kekerasan, yang dapat menjadi tetapi pada hakekatnya ia hanya didakwa
alternatif jika orang dalam kerumunan yang atau dipersalahkan satu tindak pidana
diperintahkan untuk bubar itu melawan dengan saja.”38 Dakwaan ini dinamakan alternatif
kekerasan. Pasal 216 ayat (1) KUHP tentang karena “dakwaan-dakwaan tersebut satu
tidak menuruti perintah atau permintaan sama lain saling mengecualikan dan
petugas, yang dapat menjadi alternatif untuk merupakan alternatif”.39
Pasal 218 KUHP karena ini juga mengenai tidak Djoko Prakoso memberikan contoh dari
menuruti perintah atau permintaan petugas. dakwaan alternatif bahwa, dakwaan alternatif
Pasal 510 ayat (1) KUHP tentang tanpa izin ini dibuat dalam hal apabila hasil pemeriksaan
mengadakan pesta, keramaian umum, atau menurut jaksa masih meragukan tentang jenis
arak-arakan, yang dapat menjadi alternatif bagi tindak pidana apa yang tepat harus
Pasal 218 karena pesta, keramaian umum, atau didakwakan. Sebagai contoh misalnya jaksa
arak-arakan itu sendiri sudah merupakan masih ragu-ragu apakah perbuatan terdakwa itu
kerumunan. Pasal 511 KUHP tentang tidak sebaiknya dikualifisir sebagai pencurian atau
menaati perintah atau petunjuk petugas saat penggelapan, jadi dalam hal ini ada keragu-
ada pesta,arak-arakan, dan sebagainya, yang raguan tentang jenis tindak pidananya.
dapat menjadi alternatif bagi Paal 218 KUHP. Biasanya dalam dakwaan alternatif ini dipakai
Oleh karenanya dalam peristiwa kerumunan kata “atau” di antara tindak pidana-tindak
yang diperintahkan untuk bubar, selain pidana yang didakwakan.40
menggunakan Pasal 218 perlu selalu dilihat Dakwaan alternatif dibuat berupa dakwaan
kemungkinan untuk menggunakan beberapa yang menyertakan dua atau lebih pasal tindak
pasal lain sebagai alternatif, yaitu pasal-pasal pidana, di mana antara pasal-pasal itu
seperti Pasal 212, 216, 510 dan 511 KUHP. Jadi, ditempatkan kata “atau” yang menunjukkan
dakwaan dapat berupa dakwaan alternatif sifat alternatif. Menueut Djoko Prakoso dalam
antara Pasal 218 dan pasal-pasal lainnya itu. kutipan sebelumnya, ini biasanya terjadi jika
Sebagaimana yang diketahui, dalam hukum Jaksa Penuntut Umum masih meragukan jenis
acara pidana dikenal adanya bebrapa bentuk tindak pidana apa yang benar-benar tepat
dakwaan, yaitu: 1. Dakwaan tunggal; 2. untuk didakwakan. Pernyataan bersalah dan
Dakwaan alternatif; 3. Dakwaan subsidair; 4. hukuman yang dijatuhkan oleh Hakim hanya
Dakwaan kumulatif; 5. Dakwaan campuran. atas satu saja dari pasal-pasal yang didakwakan
Macam-macam bentuk dakwaan tersebut dapat tersebut.
diberikan penjelasan singkat sebagai berikut. 3. Dakwaan subsider. A. Karim Nasution
1. Dakwaan tunggal. Djoko Prakoso mengemukakan bahwa surat dakwaan
menyatakan bahwa dakwaan tunggal “disebut subsidiair, jika pertama-tama
berarti “terdakwa didakwa satu perbuatan dituduhkan yang terberat (umpamanya turut
saja tanpa diikuti dakwaan-dakwaan melakukan) dan selanjutnya (jika ini tidak
lain”.36 Ini jika hanya Pasal 218 KUHP saja terbukti), baru yang kurang berat
yangdijadikans ebagai dasar dakwaan. (umpamanya membantu)”.41
2. Dakwaan alternatif. Menurut Wirjono Jadi, dakwaan subsider, yaitu dakwaan yang
Prodjodikoro, dakwaan alternatif yaitu menyertakan dua atau lebih pasal tindak
“menuduh terdakwa melakukan salah pidana dengan urutan mulai dari yang
suatu dari beberapa kejahatan atau terberat sampai yang teringan,di mana
pelanggaran yang disebut dalam surat umumnya digunakan istilah primer, subsider,
tuduhan itu satu per satu”.37 Dakwaan lebih subsider, subsider lagi, dan seterusnya.
alternatif adalah “suatu dakwaan di mana Contohnya, terdakwa didakwa dengan
kepada terdakwa secara faktual
38 Djoko Prakoso, Op.cit., hlm.215.
36 Djoko Prakoso, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, 39 Ibid.
dalam Proses Hukum Acara Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 40 Ibid.

1987, hlm.214. 41 A. Karim Nasution, Masaalah Surat Tuduhan dalam


37 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Proses Pidana, Percetakan Negara RI, Jakarta, 1972, hlm.
Indonesia, cet.9, Sumur Bandung, Bandung, 1977, hlm. 77 188.

143
Lex Privatum Vol. IX/No. 13/Des/2021

dakwaan primer Pasal 340 KUHP yang disebut sebagai dakwaan campuran
(pembunuhan berencana, moord) dan merupakan gabungan dari beberapa macam
dakwaan subsider Pasal 338 KUHP bentuk dakwaan yang bermacam-macam
(pembunuhan, doodslag). Jika Hakim tersebut.
menimbang bahwa dakwaan yang lebih Tujuan dari adanya beberapa pasal yang
berat telah terbukti, yaitu pembunuhan dijadikan dasar penuntutan, yaitu selain Pasasl
berencana (Pasal 340 KUHP), maka dakwaan 218 KUHP disertakan juga satu atau beberapa
yang lebih ringan, yaitu pembunuhan dalam pasal lainnya yang rumusannya berdekatan,
Pasasl 338 KUHPidana, tidak perlu lagi untuk lebih mempersulit terdakwa meloloskan
dipertimbangkan. diri dari penegakan hukum pidana.
Perbedaan antara dakwaan subsider dan
dakwaan alternatif, menurut Andi Hamzah, PENUTUP
bahwa, dalam dakwaan subsider pembuat A. Kesimpulan
dakwaan bermaksud agar hakim memeriksa 1. Pengaturan delik “ikut serta dalam
terlebih dahulu dakwaan primair dan jika ini perkelompokan” (deelneming aan
tidak terbukti, barulah diperiksa dakwaan samenscholing) dalam Pasal 218 KUHP
subsidair.42 yaitu pengancaman pidana terhadap
4. Dakwaan kumulatif. Mengenai dakwaan orang yang ikut serta dalam suatu
kumulatif diberikan penjelasan oleh Djoko kerumunan orang dan tidak segera pergi
Prakoso bahwa, dakwaan kumulatif ialah setelah perintah yang ketiga kali yang
suatu dakwaan di mana kepada terdakwa diberikan oleh atau atas nama penguasa
didakwakan beberapa tindak pidana yang berwenang.
sekaligus. Masing-masing tindak pidana itu 2. Pengenaan pidana berdasarkan Pasal 218
merupakan tindak pidana yang berdiri KUHP mengalami perubahan setelah
sendiri. Misalnya disamping terdakwa adanya Peraturan Mahkamah Agung
melakukan pencurian biasa, membawa pula Nomor: 02 Tahun 2012 tentang
senjata api tanpa izin yang berwajib. Penyesuaian Batasan Tindak Pidana
Dengan demikian dakwaan akan disusun Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP,
sebagai dakwaan pertama, kedua, ketiga dan di mana denda maksimum yang
seterusnya. Dakwaan masing-masing sebelumnya Rp9.000,00 (sembilan ribu
tersebut harus dibuktikan sendiri-sendiri. rupiah) menjadi Rp9.000,000,00
Oleh karena itu, Hakim harus memutuskan (sembilan juta rupiah), selain itu Pasal
terbukti atau tidaknya dakwaan itu satu 218 KUHP memiliki kemungkinan untuk
demi satu. Seandainya dakwaan yang satu dialternatifkan dengan beberapa pasal
terbukti harus dijatuhi pidana dan jika lain KUHP seperti Pasal 212, 216, 510 dan
dakwaan yang lainnya tidak terbukti harus 511 KUHP.
dibebaskan. Demikian pula kalau satu dari
dakwaan itu dibatalkan, maka dakwaan B. Saran
lainnya masih berlaku.43 1. Pasal 218 KUHP tetap relevan untuk
5. Dakwaan campuran. Pengertian dakwaan diterapkan sekarang ini untuk
campuran, diberikan keterangan oleh Djoko membubarkan kerumunan orang guna
Prakoso bahwa dakwaan ini merupakan mencegah penyebaran lebih luas
“suatu bentuk dakwaan yang merupakan pandemi covid-19.
bentuk gabungan antara dakwaan alternatif 2. Dalam dakwaan berdasarkan Pasal 218
ataupun dengan dakwaan subsider. Jadi KUHP selaku perlu dipertimbangkan
terdakwa di samping didakwakan secara untuk dijadikan sebagai bentuk dakwaan
kumulatif masih didakwakan secara alternatif dengan menyertakan Pasal 212,
alternatif maupun subsider”.44 Jadi, apa Pasal 216, Pasal 510 dan/atau Pasal 511
KUHP
42 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, cet.8,
Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm. 185.
43 Djoko Prakoso, Op.cit., hlm. 216.
44 Ibid.

144
Lex Privatum Vol. IX/No. 13/Des/2021

DAFTAR PUSTAKA Sianturi, S.R., Tindak Pidana di KUHP Berikut


Ali, Mahrus, Dasar-dasar Hukum Pidana, cet.2, Uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta,
Sinar Grafika, Jakarta, 2012. 1983.
Anonim, Hukum Pidana. Kumpulan Kuliah Prof Soekanto, S. dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum
Satochid Kartanegara SH dan Pendapat- Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet.16,
pendapat Para Ahli Hukum Terkemuka, Rajawali Pers, Jakarta, 2014.
Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa, Soesilo, R., Kitab Undang-Undang Hukum
Jakarta, tanpa tahun. Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Gokkel, H.R.W. dan N. van der Wal, Istilah komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
Hukum Latin Indonesia, Intermasa, Politeia, Bogor, 1991.
Jakarta, 1971. Suteki dan Galang Taufani, Metodologi
Hamzah, Andi, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan
Cipta, Jakarta, 2010. Praktik), Rajawali Pers, Depok, 2018.
______, Hukum Acara Pidana Indonesia, cet.8, Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus
Sinar Grafika, Jakarta, 2014 Besar Bahasa Indonesia, ed.3 cet.2, Balai
Jonkers, J.E., Buku Pedoman Hukum Pidana Pustaka, Jakarta, 2002.
Hindia Belanda terjemahan tim Tresna, R., Azas-azas Hukum Pidana Disertai
penerjemah Bina Aksara dari Handboek Pembahasan Beberapa Perbuatan Pidana
van het Nederlandsch-Indische Strafrecht, Jang Penting, Tiara, Jakarta, 1959.
Bina Aksara, Jakarta, 1987. Utrecht, E., Hukum Pidana 1, cet.2, Penerbitan
Lamintang, P.A.F. dan C.D. Samosir, Hukum Universitas, Bandung, 1960.
Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, Widnyana, I Made, Asas-asas Hukum Pidana.
1983. Buku Panduan Mahasiswa, Fikahati
Lamintang, P.A.F. dan F.T. Lamintang, Dasar- Aneska, Jakarta, 2010.
dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar
Grafika, Jakarta, 2014. Peraturan perundang-undangan
Maramis, Frans, Hukum Pidana Umum dan Engelbrecht, W.A. dan E.M.L. Engelbrecht,
Tertulis di Indonesia, cet.2, Rajawali Pers, Kitab2 Undang2, Undang2 dan
Jakarta, 2013. Peraturan2 Serta Undang2 Dasar
Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, cet.2, Bina Sementara Republik Indonesia, A.W.
Aksara, Jakarta, 1984. Sijthoff’s Uitgeversmij, Leiden, 1956.
Nasution, A. Karim, Masaalah Surat Tuduhan Tim Penerjemah BPHN, Kitab Undang-Undang
dalam Proses Pidana, Percetakan Negara Hukum Pidana, Sinar Harapan, Jakarta,
RI, Jakarta, 1972 1983.
Poernomo, Bambang, Asas-asas Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Ghalia Indonesia, Jakarta-Surabaya- Peraturan Hukum Pidana (Berita
Semarang-Yogya-Bandung, 1978. Negara Republik Indonesia lI Nomor 9).
Prakoso, Djoko, Penyidik, Penuntut Umum, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Hakim, dalam Proses Hukum Acara Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987. (Lembaran Negara Republik Indonesia
Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, cet.4, Rajawali Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan
Pers,Jakarta, 2013. Lembaran Negara Republik Indonesia
Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Nomor 3874).
Pidana di Indonesia, cet.3, PT Eresco, Peraturan Mahkamah Agung Nomor: 02 Tahun
Jakarta-Bandung, 1981. 2012 tentang Penyesuaian Batasan
______, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda
cet.9, Sumur Bandung, Bandung, 1977 dalam KUHP
______, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Sumber Internet:
Indonesia, ed.3 cet.4, Refika Aditama, Detiknews, “Viral Warga Surabaya Usir Petugas
Bandung, 2012. yang Bubarkan Kerumunan, Ini Kata
Schaffmeister, D., N. Keijzer, dan E.Ph. Sutorius, Polisi”, https://news.detik.com/berita-
Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1995. jawa-timur/d-5497338/viral-warga-

145
Lex Privatum Vol. IX/No. 13/Des/2021

surabaya-usir-petugas-yang-bubarkan-
kerumunan-ini-kata-
polisi?_ga=2.95270618.753164264.1625
539908-1549360760.1625539908,
diakses 07/07/2021.
Kompas.com, “Tahapan Pembubaran
Kerumunan, dari Imbauan hingga
Penegakan Hukum”,
https://megapolitan.kompas.com/read/2
020/03/24/11260041/tahapan-
pembubaran-kerumunan-dari-imbauan-
hingga-penegakan-hukum, diakses
07/07/2021

146

Anda mungkin juga menyukai