Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

TINDAKAN RESTRAIN MEKANIK & KIMIAWI


DI WISMA SHINTA (UPI WANITA)
RSJ Prof dr. SOEROJO MAGELANG

Di susun oleh :
AFIFAH DYAH WULAN PRATIWI
070116B002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien.Restrain dilakukan pada kondisi khsusu, merupakan
intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat diatasi atau dikontrol
dengan strategi perilaku maupum modifikasi lingkungan.
Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak. Restrein seringkali
dapat dihindari dengan persiapan pasien yang adekuat, pengawasan orang tua atau staf
terhadap pasien, dan proteksi adekuat terhadap sisi yang rentan seperti alat infus. Perawat
perlu mempertimbangkan perkembangan pasien, status mental, ancaman potensial pada
diri sendiri atau orang lain dan keamannnya.
Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien pasien yang disebabkan
oleh penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint). Hubungan kematian pasien
dengan gangguan psikologi yang disebabkan penggunaan restraint adalah dimana ketika
pengendalian fisik (restrain) dilakukan, pasien pasien mengalami reaksi psikologis yang
tidak normal, yaitu seperti menigkatnya suhu tubuh, cardiac arrhythmia yang kemudian
dapat menyebabkan timbulnya positional asphyxia, excited delirium, acute pulmonary
edema, atau pneumonitis yang dapat menyebabkan kematian pada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien.Restrain dilakukan pada kondisi khsusu, merupakan
intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat diatasi atau dikontrol
dengan strategi perilaku maupum modifikasi lingkungan.
Restrain atau pengekangan fisik adalah salah satu tindakan keperawatan untuk klien
dengan perilaku kekerasan. Restrain merupakan aplikasi langsung kekuatan fisik pada
individu, tanpa ijin individu tersebut untuk membatasi kebebasan geraknya. Kekuatan
fisik ini dapat menggunakan tenaga manusia, alat mekanis atau kombinasi keduanya.
Pengekangan fisik termasuk penggunaan pengekangan mekanik seperti manset untuk
pergelangan tangan dan pergelangan kaki, serta sprei pengekangan.Restrain dengan
tenaga manusia terjadi ketika anggota staf secara fisik mengendalikan klien dan
memindahkannya ke ruangan. Restrain mekanis adalah berupa peralatan, biasanya
restrain pada pergelangan tangan, kaki yang diikatkan pada tempat tidur untuk
mengurangi agresi fisik klien seperti memukul, menendang, dan menjambak rambut.

B. Indikasi Penggunaan Restrain


Penggunaan tekhnik pengendalian fisik (restrain) dapat siterapkan dalam keadaan :
1. Pasien yang membutuhkan diagnosa atau perawatan dan tidak bisa menjadi
kooperatif karena suatu keterbatasan misalnya : pasien dibawah umur, pasien agresif
atau aktif dan pasien yang memiliki retardasi mental.
2. Ketika keamanan pasien atau orang lain yang terlibat dalam perawatan dapat
terancam tanpa pengendalian fisik (restraint).
3. Sebagai bagian dari suatu perawatan ketika pasien dalam pengaruh obat sedasi.
4. Perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri dan lingkungannya.
5. Perilaku agitasi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
6. Klien yang mengalami gangguan kesadaran.
7. Klien yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman dan pengendalian
diri.
8. Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan klien untuk
istirahat, makan dan minum
C. Kontraindikasi Pengunaan Restrain
Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) tidak boleh diterapkan dalam keadaan
yaitu:
1. Tidak bisa mendapatkan izin tertulis dari orang tua pasien untuk
melaksaanakan prosedur kegiatan.
2. Pasien pasien kooperatif.
3. Pasien-pasien memiliki komplikasi kondisi fisik

D. Prinsip Tindakan Restrain


Prinsip dari tindakan restrain ini adalah melindungi klien dari cedera fisik dan
memberikan lingkungan yang nyaman. Restrain dapat menyebabkan klien merasa tidak
dihargai hak asasinya sebagai manusia, untuk mencegah perasaan tersebut perawat harus
mengidentifikasi faktor pencetus apakah sesuai dengan indikasi terapi, dan terapi ini
hanya untuk intervensi yang paling akhir apabila intervensi yang lain gagal mengatasi
perilaku agitasi klien. Kemungkinan mencederai klien dalam proses restrain sangat besar,
sehingga perlu disiapkan jumlah tenaga perawat yang cukup dan harus terlatih untuk
mengendalikan perilaku klien. Perlu juga dibuat perencanaan pendekatan dengan klien,
penggunaan restrain yang aman dan lingkungan restrain harus bebas dari benda-benda
berbahaya.
.
E. Hal-Hal Yang Perlu Di Perhatikan Dalam Penggunaan Restraint
Pada kondisi gawat darurat, restrain/seklusi dapat dilakukan tanpa order dokter.
Sesegera mungkin (< 1jam) setelah melakukan restrain, perawat melaporkan pada dokter
untuk mendapatkan legalitas tindakan baik secara verbal maupun tertulis.
Alat restrain bukan tanpa resiko dan harus diperiksa dan di dokumentasikan untuk
memastikan bahwa alat tersebut mencapai tujuan pemasangannya, bahwa alat tersebut
dipasang dengan benar dan bahwa alat tersebut tidak merusak sirkulasi, sensai, atau
integritas kulit

F. Komplikasi Tindakan Restrain


Komplikasi yang dapat terjadi akibat restraint, sebagai berikut:
1. Gangguan sirkulasi
2. Gangguan integritas kulit
3. Penurunan neuosensori
4. Luka tekan dan kontraktur
5. Pengurangan massa tulang dan otot
6. Fraktur
7. Gangguan nutrisi dan hidrasi
8. Aspirasi dan kesulitan bernafas
9. Inkontinensia

G. Jenis-jenis Restrain
Pengendalian fisik (physical restraint) dengan menggunakan alat pengendalian fisik
dengan menggunakan alat merupakan bentuk pengendalian dengan menggunakan
bantuan alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien maupu nmenahan
gerakan rahang dan mulut pasien.
1. Alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien
a. Sheet and ties
Penggunaan selimut untuk membungkus tubuh pasien supaya tidak
bergerak dengan cara melingkarkan selimut ke seluruh tubuh pasien dan menahan
selimutnya dengan perekat atau mengikatnya dengan tali.
b. Restraint Jaket
Restraint jaket digunakan pada pasien dengan tali diikat dibelakang tempat
tidur sehingga pasien tidak dapat membukanya.Pita panjang diikatkan ke bagian
bawah tempat tidur, menjaga pasien tetap di dalam tempat tidur. Restrain jaket
berguna sebagai alat mempertahankan pasien pada posisi horizontal yang
diinginkan.
c. Papoose board
Papoose board merupakan alat yang biasa digunakan untuk menahan gerak
pasien saat melakukan perawatan gigi. Cara penggunaannya adalah
pasien ditidurkan dalam posisi terlentang di atas papan datar dan bagian atas
tubuh, tengah tubuh dan kaki pasien diikat dengan menggunakan tali kain yang
besar. Pengendalian dengan menggunakan papoose board dapat diaplikasikan
dengan cepat untuk mencegah pasien berontak dan menolak perawatan.Tujuan
utama dari penggunaan alat ini adalah untuk menjaga supaya pasien pasien tidak
terluka saat mendapatkan perawatan.
d. Restraint Mumi atau Bedong
Selimut atau kain dibentangkan diatas tempat tidur dengan salah satu ujungnya
dilipat ke tengah.Pasien diletakkan di atas selimut tersebut dengan bahu berada di
lipatan dan kaki ke arah sudut yang berlawanan.
Lengan kanan pasien lurus kebawah rapat dengan tubuh, sisi kanan selimut
ditarik ke tengah melintasi bahu kanan pasien dan dada diselipkan dibawah sisi
tubuh bagian kiri.Lengan kiri pasien diletakkan lurus rapat dengan tubuh pasien,
dan sisi kiri selimut dikencangkan melintang bahu dan dada dikunci dibawah
tubuh pasien bagian kanan.Sudut bagian bawah dilipat dan ditarik kearah tubuh
dan diselipkan atau dikencangkan dengan pinpengaman.
e. Restraint Lengan dan Kaki
Restraint pada lengan dan kaki kadang-kadang digunakan untuk
mengimobilisasi satu atau lebih ekstremitas guna pengobatan atau prosedur, atau
untuk memfasilitasi penyembuhan.Beberapa alat restraint yang da di pasaran atau
yang tersedia, termasuk restraint pergelangan tangan atau kaki sekali pakai, atau
dapat dibuat dari pita kasa, kain muslin, atau tali stockinette tipis.Jika restraint
jenis ini di gunakan, ukurannya harus sesuai dengan tubuh pasien.Harus dilapisi
bantalan untuk mencegah tekanan yang tidak semestinya, konstriksi, atau cidera
jaringan.Pengamatan ekstremitas harus sering dilakukan untuk memeriksa adanya
tanda-tanda iritasi dan atau gangguan sirkulasi. Ujung restraint tidak boleh diikat
ke penghalang tempat tidur, karena jika penghalang tersebut diturunkan akan
mengganggu ekstremitas yang sering disertai sentakan tiba-tiba yang dapat
menciderai pasien.
f. Restraint siku
Adalah tindakan mencegah pasien menekuk siku atau meraih kepala atau
wajah.Kadang-kadang penting dilakukan pada pasien setelah bedah bibir atau
agar pasien tidak menggaruk pada kulit yang terganggu.Bentuk restraint siku
paling banyak digunakan, terdiri dari seutas kain muslin yang cukup panjang
untuk mengikat tepat dari bawah aksila sampai ke pergelangan tangan dengan
sejumlah kantong vertikal tempat dimasukkannya depresor lidah. Restraint di
lingkarkan di seputar lengan dan direkatkan dengan plester atau pin.
g. Pedi-wrap
Pedi-wrap merupakan sejenis perban kain yang dilingkarkan pada leher
sampai pergelangan kaki pasien pasien untuk menstabilkan tubuh pasien serta
menahan gerakan tubuh pasien.Pedi-wrap mempunyai berbagai variasi ukuran
sesuai dengan kebutuhan. Alat bantu untuk menahan gerakan mulut dan rahang
pasien
h. Molt Mouth Prop
Molt mouth prop merupakan salah satu alat yang paling penting dalam
melakukan perawatan gigi. Alat ini biasanya digunakan dalam anestesi umum
untuk mencegah supaya mulut tidak tertutup saat perawatan dilakukan.Alat
ini juga sangat cocok dalam penanganan pasien yang tidak bisa membuka mulut
dalam jangka waktu lama karena suatu keterbatasan. Penggunaan molt
mouth prop harus memperhatikan posisi rahang pasien saat pasien membuka
mulutnya, supaya tidak terjadi dislokasi temporomandibular. Sebagai tambahan,
dokter gigi harus memindahkan molt mouth prop dari mulut pasien setiap sepuluh
hingga lima belas menit agar rahang dan mulut pasien dapat beristirahat.
i. Molt Mouth Gags
Molt mouth gags juga merupakan salah satu alat bantu yang dapat digunakan
untuk menahan mulut pasien.
j. Tongue Blades
Tongue blades merupakan alat bantu yang digunakan untuk menahan
lidah pasien supaya tidak mengganggu proses perawatan
2. Pengendalian fisik (physical restraint) tanpa bantuan alat
Pengendalian fisik tanpa bantuan alat merupakan bentuk pengendalian fisik
tanpa menggunakan bantuan alat, pengendalian bentuk ini merupakan bentuk
pengendalian yang menggunakan bantuan perawat maupun bantuan orang tua atau
pihak keluarga pasien. Pengendalian fisik dengan bantuan tenaga kesehatan
pengendalian fisik dengan menggunakan bantuan tenaga kesehatan merupakan
bentuk pengendalian fisik dimana diperlukan tenaga kesehatan, misalnya perawat
untuk menahan gerakan pasien pasien dengan cara memegang kepala, lengan, tangan
ataupun kaki pasien pasien.
Pengendalian fisik dengan bantuan orang tua pasien pengendalian fisik dengan
bantuan orang tua sebenarnya sama dengan pengendalian fisik dengan bantuan tim
medis (tenaga kesehatan). Hanya saja peran perawat digantikan oleh orang tua
pasien pasien. Cara pengendalian dengan menggunakan bantuan orang tua lebih
disukai pasien apabila dibandingkan dengan menggunakan bantuan tim medis, sebab
pasien lebih merasa aman apabila dekat dengan orang tuanya.
DAFTAR PUSTAKA

Yosep, I. Keperawatan Jiwa Edisi Refisi. Bandung: PT Refka Adiatama, 2013


Damaiyanti. M, Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Pt Refika Aditama
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Stuart, GW. 2006. Buku saku keperawatan jiwa (terjemahan). Edisi 5. Jakarta : EGC
Nasir & Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa Pengantar dan Teori. Jakarta :
Salemba Medika.
Copel, Linda Carman. 2007. Kesehatan Jiwa & Psikiatri. edisi 2. Jakarta : EGC.
Townsend, Mary C. 2010. Diagnosis Keperawatan Psikiatri. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai