Anda di halaman 1dari 261

STUDI ISLAM I

Fikih Ibadah
Dr. Akhmad Alim. MA

Pusat Kajian Islam


Universitas Ibn Khladun Bogor
Studi Islam II
Fikih Ibadah
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
ALIM, Akhmad
STUDI ISLAM I: Fikih Ibadah, Penulis, Dr. Akhmad Alim, M.A; Penyunting, Bahrum
Subagia, --Cet. 1-Bogor: Pusat Kajian Islam Universitas Ibn Khaldun, 2012. 253 hlm.;
25,7 cm.

ISBN : 978-979-1324-14-4

STUDI ISLAM II: Fikih Ibadah


Penulis:
Dr. Akhmad Alim, M.A
Penyunting:
Bahrum Subagia
Penata Letak:
Irfan Habibie
Desain Sampul:
Fathurrohman Saifuddin
Penerbit:
Pusat Kajian Islam Universitas Ibn Khaldun
Jl. K.H. Sholeh Iskandar Km. 2 Kedung Badak Bogor
Telp./Fax. (0251) 8356884

Cetakan Pertama, Shafar 1435 H- Januari 2014 M

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Ketentuan Pidana
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal
49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
palling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 72 UU No.19 Tahun 2002

Studi Islam II
Fikih Ibadah
KATA PENGANTAR

َٔٚ ‫ز أْؿطٓا‬ٚ‫ذ باهلل َٔ غس‬ٛ‫ْع‬ٚ ،٘ٝ‫ب إي‬ٛ‫ْت‬ٚ ،ٙ‫ْطتػؿس‬ٚ ،٘ٓٝ‫ْطتع‬ٚ ،ٙ‫ حنُد‬،‫إٕ احلُد هلل‬
‫ اهلل‬٫‫ إي٘ إ‬٫ ٕ‫أغٗد أ‬ٚ ،٘‫ ي‬ٟ‫ ٖاد‬٬‫كًٌ ؾ‬ٜ َٔٚ ،٘‫ َكٌ ي‬٬‫ اهلل ؾ‬ٙ‫ٗد‬ٜ َٔ ،‫ات أعُايٓا‬٦ٝ‫ض‬
ٙ‫عٗس‬ٝ‫ٔ احلل ي‬ٜ‫د‬ٚ ٣‫ أزضً٘ اهلل تعاىل باهلد‬،٘‫ي‬ٛ‫زض‬ٚ ٙ‫ عبد‬ٟ‫أغٗد إٔ حمُدا‬ٚ ،٘‫و ي‬ٜ‫ غس‬٫ ٙ‫سد‬ٚ
‫تسى‬ٚ ،ٙ‫داٖد يف اهلل سل دٗاد‬ٚ ،١َ‫ْؿض ا٭‬ٚ ،١ْ‫ ا٭َا‬٣‫أد‬ٚ ،١‫ؼ ايسضاي‬٤ً‫ ؾب‬،ً٘‫ٔ ن‬ٜ‫ ايد‬٢ً‫ع‬
٘‫ آي‬٢ً‫ع‬ٚ ً٘ٝ‫َ٘ ع‬٬‫ض‬ٚ ‫ات اهلل‬ًٛ‫ ؾؿ‬،‫ ٖايو‬٫‫ؼ عٓٗا إ‬ٜ‫ص‬ٜ ٫ ‫ًٗا نٓٗازٖا‬ٝ‫ ي‬٤‫كا‬ٝ‫ ب‬١‫ حمذ‬٢ً‫أَت٘ ع‬
:‫ أَا بعد‬.ٜٔ‫ّ ايد‬ٜٛ ‫َٔ تبعِٗ بإسطإ إىل‬ٚ ،٘‫أؾشاب‬ٚ
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

ًَُُِٕٛٔ‫َأْتُِ َٗط‬ٚ ٤٫‫تُٖٔ إ‬َُُٛ‫ ت‬ٜ٫َٚ ٔ٘ٔ‫ات‬ٜ‫ سَلٖ ُتك‬ٜ‫ا اهلل‬ٛٝ‫ا اٖتك‬َُٛٓ ‫َا‬٤ َٜٔ‫ ٔر‬٤‫ اي‬ٜ‫ٗٗا‬ٜ‫َاأ‬ٜ

“Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar


takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam
keadaan beragama Islam.” (QS. Ali-Imran: 102)

ٟ٫‫زدَا‬٢ ‫َبَحٖ ََُُِٔٓٗا‬ٚ ‫ َدَٗا‬ِٚ َ‫لَ ََِٔٓٗا ش‬ًَٜ‫ػ‬َٚ ٕ٠َ‫َاسٔد‬ٚ ٣‫ظ‬ٞ‫ِٔ َْؿ‬َٚ ِٝ‫ه‬ٜ‫ك‬ًَٜ‫ ػ‬ٟٔ‫ر‬٤‫ُِ اي‬ٝ‫ا زَبٖه‬ٛٝ‫َٗا ايٖٓاعُ اٖتك‬ٜٗ‫َاأ‬ٜ

‫بّا‬ٝٔ‫هِِ زَق‬ٝ ًَِٜٝ‫إَ ع‬ٜ‫ ن‬ٜ‫٭ ِزسَاَّ إٕٖ اهلل‬ٞ‫ا‬َٚ ٔ٘ٔ‫َٕ ب‬ٛٝ‫َي‬٤‫ َتطَآ‬ٟٔ‫ر‬٤‫ اي‬ٜ‫ا اهلل‬ٛٝ‫َاٖتك‬ٚ ّ٤‫ْٔطَآ‬َٚ ‫جٔريّا‬ٜ‫ن‬

“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah


menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa: 1)

i | Studi Islam II
Fikih Ibadah
٢‫ٔع‬ُٜٛ َََٔٚ ِِ‫ه‬ٝ َ‫ب‬ُْٛ‫هِِ ذ‬ٝ ٜ‫َ ِػؿٔسِ ي‬ٜٚ ِِ‫ه‬ٝ ٜ‫هِِ أعَُِاي‬ٝ ٜ‫ُؿًِٔضِ ي‬ٜ ‫دّاظ‬ٜ‫ ضَ ٔد‬ٟ٫ِٜٛ‫ا ق‬ٛٝ‫ي‬ٛٝ‫َق‬ٚ ٜ‫ا اهلل‬ٛٝ‫ا اٖتك‬َُٛٓ ‫َا‬٤ َٜٔ‫ ٔر‬٤‫َٗا اي‬ٜٗ‫َاأ‬ٜ

‫ُّا‬ٝٔ‫ِشّا عَع‬ٜٛ‫اشَ ؾ‬ٜ‫دِ ؾ‬ٜ‫ؾك‬ٜ ُٜ٘‫ي‬ُٛ‫َزَض‬ٚ ٜ‫اهلل‬

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan


katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-
amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu.” (QS. Al-Ahzab: 70-71)
Manusia modern cenderung melepaskan diri dari keterikatan
dengan Tuhan (al-I‟radh), untuk selanjutnya membangun tatanan yang
berpusat pada manusia (al-qadariyah). Akibatnya, kehidupan manusia
terdominasi oleh hipnotis atmosfer modernitas, yang pada gilirannya
akan membuat manusia lengah dan tidak menyadari bahwa dimensi
spiritualnya terdistorsi, sehingga tidak mengherankan jika akar
spiritualtas tercabut dari panggung kehidupan global.
Munculnya problem spiritual yang menimpa manusia modern
bermula dari hilangnya visi keilahiyan (uluhiyah) yang disebabkan oleh
ulahnya sendiri, yakni bergerak menjauh dari tuntunan Allah dalam
mengatur kehidupan. Menurut Ibn Jauzi penyebab utama krisis
keruhaniyan tersebut, berawal dari dua hal pokok, yaitu menjauh dari
Allah (al-i‟radh), dan menuhankan hawa nafsu (ittiba al-hawa) atau dalam
istilah lain dikenal dengan istilah ―memperturutkan syahwat‖(Ittiba‟ al-
syahawat). Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam (QS. Thaha:
124) dan (QS. Maryam: 19), berikut ini:

٢َُِ‫ع‬ٜ‫ٔ أ‬١َ ‫َا‬ٝٔ‫يك‬ٞ‫َِّ ا‬َٜٛ ُُٙ‫شػُس‬


ِ َْٚ ‫ا‬ٟ‫ قَِٓه‬ٟ١َ‫ػ‬ٝٔ‫ُ٘ َع‬ٜ‫ٕٖ ي‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬ٟ٢‫س‬ٞ‫عِسَضَ عَِٔ ذٔن‬ٜ‫ َِٔ أ‬َٚ

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya


baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunnya pada
harikiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)

‫٘ا‬ٜٝ‫َِٕ غ‬ٜٛ‫ك‬ًَٜٞ َ‫ِف‬َٛ‫ؾط‬ٜ ٔ‫َات‬َٛٗ‫ػ‬


ٖ ‫ا اي‬ُٛ‫َاتٖبَع‬ٚ ٜ٠‫ا‬ًٜٖ‫ا ايؿ‬ُٛ‫قَاع‬ٜ‫ـْ أ‬ًَٞ‫ـَ َِٔٔ بَعِدِِٖٔٔ ػ‬ًَٜ‫ؼ‬ٜ‫ؾ‬

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-


nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan
menemui kesesatan.‖ (QS. Maryam: 19)

ii | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Dari penafsiran ayat tersebut, Ibn Jauzi melihat bahwa ada dua
penyebab pokok, yang membuat rusaknya mental spiritual manusia,
sehingga menyebabkannya terjatuh dalam jurang kehancuran (ghayya),
yaitu (1) berpaling dari Allah (al-i‟radh), dalam hal ini menyia-nyiakan
shalat; karena orang yang meremehkan shalat berarti tanda orang yang
berpaling dari jalinan vertikal yaitu hablumminallah, dan (2)
memperturutkan hawa nafsu (Ittiba‟ al-syahawat), yaitu dengan
melampiaskan segala kesenangan, yang melampaui batas syari‘at, seperti
zina, khamr, dan sejenisnya yang menghalangi seseorang dari jalan
ketaatan kepada Allah.
Untuk itu, tidak ada solusi lain kecuali manusia harus kembali ke
pusat eksistensi tersebut, yaitu kembali kepada Allah (fafirru ilallah) dan
mengendalikan kembali hawa nafsu (dzam al-hawa). Dalam usaha
mencapai hal tersebut, maka dibutuhkan penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs)
melalui ibadah kepada Allah. Karena dengan usaha inilah jiwa akan
terbebas dari hal-hal yang mengotorinya dan kembali pada fitrahnya.
Menurut Ali Abduh, ibadah seperti shalat, zakat, membaca Al-Qur‘an,
berdzikir, dan ibadah lainnya, adalah sarana paling efektif untuk
menyucian jiwa seseorang.
Penulisan buku “Studi Islam 2: Fikih Ibadah” ini diharapkan dapat
menjawab problematika krisis spiritual tersebut, sehingga dapat
memberikan solusi yang memadai. Wallahu A‟lam Bisshawab.

Bogor, 01 Maret 2012


Dr. Akhmad Alim, M.A

iii | Studi Islam II


Fikih Ibadah
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................. v
Bab I Ibadah Dan Ruang Lingkupnya ................................................ 1
Bab II Fikih Shalat ............................................................................ 24
Bab III Fikih Zakat............................................................................ 45
Bab IV Fikih Puasa ........................................................................... 73
Bab V Ibadah Haji, Umrah Dan Ziarah ............................................ 97
Bab VI Fikih Jenazah ...................................................................... 117
Bab VII Dzikir, Istighfar, Selawat, & Do’a ................................... 139
Bab VIII Qiyamullail Dan Tadabur Al-Qur’an .............................. 190
Bab IX Panduan Shalat Sunnah ...................................................... 207
Bab X Khilafiyah Dalam Ibadah..................................................... 223
Daftar Pustaka. ................................................................................ 247
Riwayat Hidup Penulis ................................................................... 250

iv | Studi Islam II
Fikih Ibadah
BAB I

IBADAH DAN RUANG LINGKUPNYA

1. Ibadah Sebagai Tujuan Penciptaan Jin dan Manusia


Allah Subhanahu wa Ta‟ala tidak menciptakan jin dan manusia
sebagai suatu yang sia-sia. Tetapi, ada tujuan dibalik penciptaan mereka,
yang tidak lain adalah tujuan ubudiyah. Dalam arti menyembah Allah
Subhanahu wa Ta‟ala, mengesakan, mengagungkan, membesarkan, dan
mentaati-Nya, dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya. Sebagaimana firman-Nya Subhanahu wa Ta‟ala:

٢ُٕٚ‫َعبُد‬ٝٔ‫اي‬٤‫ي‬٢‫ْظَ إ‬٢‫َٱإل‬ٚ ٖٔٔ‫كتُ ٱجل‬ًَٜ‫ََا ػ‬َٚ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya


mereka menyembah-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56)
Dari Mu'azd bin Jabal Radhiyallahu „anhu, ia berkata, "Saya
membonceng Nabi Salallahu „Alaihi wa Sallam di atas keledai yang
dinamakan 'afir, lalu 'Beliau Salallahu „Alaihi wa Sallam bersabda, 'Wahai
Mu'adz, tahukah kamu apa hak Allah Subhanahu wa Ta‟ala terhadap
hamba dan apa hak hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala? Saya
menjawab. 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.' Beliau
bersabda,: 'Sesungguhnya hak Allah Subhanahu wa Ta‟ala terhadap hamba
adalah bahwa mereka menyembah Allah Subhanahu wa Ta‟ala dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan hak hamba terhadap Allah
Subhanahu wa Ta‟ala adalah bahwa Dia Subhanahu wa Ta‟ala tidak akan
menyiksa orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Saya
bertanya, 'Wahai Rasulullah, bolehlah saya memberitahukan kepada
manusia?' Beliau menjawab, 'Jangan engkau beritakan kepada mereka,
maka mereka menjadi enggan beramal.‖ (HR.Muttafaqun 'alaih).1

1 Muttafaqun 'alaih. HR. al-Bukhari no. 2856 dan Muslim no. 30, lafadz hadits ini dari riwayat
Muslim.

1 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
2. Definisi Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta
tunduk. Sedangkan menurut syara‘ (terminologi), ibadah adalah sebutan
yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa
Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang
bathin.2
Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri berkata :
Yang berhak disembah hanya Allah Subhanahu wa Ta‟ala semata,
dan ibadah digunakan atas dua hal; Pertama: menyembah, yaitu
merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala dengan
melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-
Nya karena rasa cinta dan mengagungkan-Nya. Kedua: Yang
disembah dengannya, yaitu meliputi segala sesuatu yang dicintai
dan diridhahi oleh Allah Subhanahu wa Ta‟ala berupa perkataan
dan perbuatan, yang nampak dan tersembunyi seperti, doa, zikir,
shalat, cinta, dan yang semisalnya. Maka melakukan shalat
misalnya adalah merupakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa
Ta‟ala. Maka kita hanya menyembah Allah Subhanahu wa Ta‟ala
semata dengan merendahkan diri kepada-Nya, karena cinta dan
mengagungkan-Nya, dan kita tidak menyembahnya kecuali
dengan cara yang telah disyari'atkan-Nya.3
Dari pengertian di atas dapat dirinci bahwa ibadah mencakup
ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja‘
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah
(senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan
dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan
lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan
shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan
hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan
dengan amalan hati, lisan dan badan.4

2Ibn Taimiyah,Al ‘Ubudiyah, Maktabah Darul Balagh, hlm. 6


3 - Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam, Pustaka Islamhouse,hlm.17
4- Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih,
Bogor : Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3

2 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
3. Rukun Ibadah
Setiap ibadah yang dikerjakan oleh setiap hamba, harus menenuhi
tiga pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja‘ (harapan). Rasa
cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus
dibarengi dengan raja‘. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-
unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang
mukmin:

َُْ٘ٛٗ‫شٔب‬َُٜٚ ُِِٗ‫شٔٗب‬ُٜ

“Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (QS.Al-Maa-


idah: 54)

ٔ٘٤ًٓٔ‫أغَدٗ ُسب٘اي‬ٜ ‫ا‬َُٛٓ‫ َٔ آ‬ٜٔ‫ر‬٤‫َاي‬ٚ

“Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada


Allah.” (QS.Al-Baqarah: 165)

َ‫غعٔني‬
ٔ ‫يَٓا ػَا‬ٜ ‫ا‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫َن‬ٚ ‫َزَ َٖبّا‬ٚ ‫غبّا‬ٜ َ‫ََْٓا ز‬ُٛ‫َدِع‬ٜٚ ٔ‫ِسَات‬ٝ‫ؼ‬
َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬ٞٔ‫ َٕ ؾ‬ُٛ‫زع‬٢ ‫طَا‬ُٜ ‫ا‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫ُْٖٗ ِِ ن‬٢‫إ‬

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam


(mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo‟a kepada Kami dengan penuh harap
dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu‟ kepada Kami.” (QS.
Al-Anbiya’: 90)
Mengenai tiga pilar ini, sebagian ulama salaf berkata , ―Siapa yang
beribadah kepada Allah dengan rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq,5
siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja‘ saja, maka ia adalah
murji‘.6 Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf,

5. Zindiq adalah orang yang munafik, sesat dan mulhid.


6. Murji’ adalah orang murji’ah, yaitu golongan yang mengatakan bahwa amal bukan bagian dari
iman, iman hanya dalam hati.

3 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
maka ia adalah haruriy.7 Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya
dengan hubb, khauf, dan raja‘, maka ia adalah mukmin muwahhid.‖8
4. Syarat diterimanya ibadah
Melakukan amalan ibadah merupakan sebuah kewajiban bagi
setiap muslim; karena tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah
untuk beribadah. Demikian itu sebagaimana yang difirmankan oleh
Allah ‗azza wa jalla dalam Al-Qur‘an (QS. Adz Dzariyat : 56).

ُٕٚ‫ ِعبُد‬َٝٔ‫ي‬ٜ٫ٓ ٢‫ظ إ‬


َ ْ٢‫َاإل‬ٚ َٓٔٔ‫يذ‬ٞ‫ت ا‬
ُ ٞ‫ك‬ًَٜ‫ََا ػ‬َٚ

“Dan tidaklah Aku ciptakan seluruh jin dan seluruh manusia melainkan
untuk beribadah hanya kepadaKu.‖ (QS. Adz Dzariyat : 56)
Agar amalan ibadah yang kita lakukan diterima oleh Allah, maka
harus mengikuti dua syarat, berikut ini:
a. Al-Ikhlash, yaitu berniat ikhlas kepada Allah „Azza wa Jalla.
b. Al-Ittiba‟, yaitu mengikuti syariat Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi
wa Sallam.9
Dua syarat ini sebagaimana dijelaskan oleh oleh Allah dalam Al-
Qur‘an (QS. Al Kahfi: 110),

‫أسَدّا‬ٜ ٘ٔٚ‫ٔ زَب‬٠‫ ٔبٔعبَا َد‬ٝ‫ى‬٢‫ػِس‬ُٜٜ٫َٚ ‫ ؾَأيشّا‬ٟ٬ََُ‫عٌَُِِ ع‬ًَٜٝٞ‫ٔ٘ ؾ‬ٚ‫َ زَب‬٤‫آ‬ٜ‫ائك‬ُٛ‫َ ِسد‬ٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ َُ ِٔ ن‬ٜ‫ؾ‬
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah
dia mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun
dengan Rabb- nya.” (QS. Al Kahfi: 110)
Di dalam ayat ini, Ibnu Katsir menafsirkan, bahwa maksud dari
firman Allah: ( ) adalah amal ibadah yang shaleh
merupakan bekal bagi siapa saja yang ingin berjumpa dengan Allah.

7.Haruriy adalah orang dari golongan khawarij yang pertama kali muncul di Harura’, dekat Kufah,
yang berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa besar adalah kafir.
8. Ibn Taimiyah, al-‘Ubuudiyyah, tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul Hamid al-Halaby al-
Atsar, Maktabah Darul Ashaalah 1416 H, hlm.161-162
9. Ibnu Rajab, Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, tahqiq oleh Syu’aib Al Arnauth dan Ibrahim Bajis, Saudi
Arabia: Mu’assassah ar-Risalah, 1419H. , hlm. 12.

4 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Amal ibadah tersebut tidak akan pernah diterima, kecuali sesuai dengan
syariat Allah, yaitu dengan mengikuti petunjuk Rasulallah Shalallahu
„Alaihi wa Sallam. Sementara maksud dari firman Allah: (
) adalah selalu ikhlas dalam beramal, yaitu hanya mencari ridha Allah
dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Kemudian Ibn Katsir menegaskan,
―Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah
dan mengikuti petunjuk Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam‖.10
Pendapat Ibn Katsir tersebut, dikuatkan dengan atsar sahabat Ali
bin Abi Thalib, Ibn Mas‘ud, Hasan, Sa‘id bin Zubair, dan sahabat yang
lainnya. Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Sufyan Ats Tsaury berikut
ini:

ٜ٫َٚ ، ٕ١َٓٝٓٔٔ‫ٓ ب‬ٜ٫‫إ‬٢ ٌُْ‫ع‬ٚ ٍْٛ‫ُِِ ق‬ٝ‫طتَٔك‬


ِ َٜ ٜ٫َٚ ، ٣ٌَُ‫ٓ ٔبع‬ٜ٫‫إ‬٢ ٍْٜٛ‫ُِِ ق‬ٝ‫طتَٔك‬
ِ َٜ ٜ٫ ٪َٕٛٝ‫ي‬ٛٝ‫َك‬ٜ ُ٤‫نإ ايؿكٗا‬

"ٔ١َُٓ‫ط‬
ٓ ‫ اي‬١ٔ‫َاؾك‬ُُٛ ٔ‫ٓ ب‬ٜ٫‫إ‬٢ ٠١ْٝٚ ٌْ ُ‫ع‬ٚ ٍْٛ‫ُِِ ق‬ٝ‫طتَٔك‬
ِ َٜ
Artinya: ―Para ulama berkata: „Tidak akan lurus perkataan kecuali
dengan perbuatan, tidak akan lurus perkataan dan perbuatan kecuali dengan niat
dan tidak akan sempurna perkataan dan perbuatan serta niat kecuali dengan
mengikuti sunnah Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam”.11
Dalam menyikapi dua syarat diterimanya amalan ibadah tersebut,
manusia dibagi menjadi empat golongan. Hal itu sebagaimana yang
dijelaskan oleh Ibnu Qayyim dalam Madarij al-Salikin (1/95-97), yang
kesimpulannya adalah sebagai berikut:
1. Kelompok Muwahid, yaitu orang yang dalam amalannya
menyempurnakan kedua syarat di atas, yakni ikhlas dan mutaba‘ah,
secara terintegrasi. Mereka adalah orang-orang menyembah kepada
Allah dengan sebenar-benarnya. Karena mereka mengikhlaskan
amalan mereka hanya kepada Allah, dengan mengikuti syari‘at
Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam. Mereka tidak beramal untuk

10Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Maktabah Darus Salam, Volume III, hlm. 120-
121
11Ibnu Rajab, Jâmi’ al-’Ulûm wa al-Hikam, tahqiq oleh Syu’aib Al Arnauth dan Ibrahim
Bajis, Saudi Arabia: Mu’assassah ar-Risalah, 1419H. , hlm. 9, Al-Baghdadi, Iqtidha’ Al-Ilm Al-Amal,
Beirut: Maktab Al-Islami, 1397H. , hlm. 29, Ibn Bathah Al-Ukbari, Al-Ibanah, Vol. 2, hlm. 803

5 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
manusia, karena mereka mengetahui bahwa pujian manusia sama
sekali tidak bisa mendatangkan manfaat, sebagaimana cercaan
mereka sama sekali tidak bisa mendatangkan kejelekan. Akan tetapi
mereka mengikhlaskan ibadah secara zhahir dan batin untuk Allah,
serta mereka jujur dalam mengikuti sunah Nabi Muhammad
Shalallahu „Alaihi wa Sallam.
2. Kelompok Zindiq, yaitu orang yang kehilangan ikhlas dan Ittiba‘
dalam amalannya. Dengan demikian, kelompok ini melakukan
amalan hanya karena makhluk dan kepentingan duniawi, sehingga
mereka tidak lagi mementingkan Ittiba‘ sunah Rasulallah Shalallahu
„Alaihi wa Sallam dalam amalannya tersebut.
3. Kelompok Mubtadi‟ah, yaitu orang yang beramal dengan ikhlas, tapi
tanpa Ittiba‘. Hal ini berawal dari kejahilan dalam mengamalkan
syari‘at, sehingga beribadah tanpa berdasarkan ilmu. Akibatnya,
kebanyakan dari mereka terjatuh dalam kebid‘ahan, yaitu amalan-
amalan ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasulallah Shalallahu
„Alaihi wa Sallam. Hasilnya, amalan yang mereka lakukan tidak
menambah dekat dengan Allah, tetapi amalan tersebut akan semakin
membuat mereka jauh dari Allah.
4. Kelompok Munafik, yaitu orang yang melakukan Ittiba‘ dalam
amalannya, tetapi meninggalkan keikhlasan. Hal ini disebabkan
karena riya‘ dan mencari tujuan duniawi yang sifatnya fana, sehingga
amalan ibadahnya mengharapkan pujian manusia, dan kedudukan di
sisi mereka. Hasilnya, amalan-amalan tersebut adalah sia-sia di sisi
Allah.12
Dua syarat diterima suatu amalan ibadah tersebut, akan dijelaskan dalam
uraian berikut ini:
1. Al-Ikhlas
a. Pengertian (Ta‟rif)
Ikhlas secara bahasa (lughah) memiliki beberapa makna, di antaranya
adalah sebagai berikut:

12 Ibnu Qayyim, Bada’i Al-Fawaid, Mekah: Maktabah Nizar Musthafa, 1416H. , Vol. 4,
hlm. 952, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Madarij al-Salikin, Vol. I, hlm. 95-97

6 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
1) Al-Tashfiyah, Al-tanqiyah, Al-Tahdzib, yaitu memurnikan sesuatu dari
segala macam campuran.
2) Al-Tauhid, yaitu mengesakan.
3) Al-Takhshish, yaitu mengkhususkan.
4) Al-Najah, yaitu selamat dari sesuatu.
5) Al-Ihsan, yaitu memperbaiki dan menyempurnakan.13
Adapun secara istilah, para ulama berbeda redaksi (ibarah) dalam
menggambarkanya, tetapi pada intinya sama. Ada yang berpendapat,
ikhlas adalah memurnikan tujuan ibadah untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah mengesakan Allah
dalam beribadah kepadaNya. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah
menyelamatkan ibadah dari pamer (riya‘) kepada makhluk. Ada pula
yang berpendapat, ikhlas adalah mensucikan amal dari sifat ujub, dan
segala macam penyakit hati (afat al-qulub).14
Al Harawi mengatakan: ―Ikhlas ialah, membersihkan amal dari
setiap noda. ―Ulama yang lain berkata, ‗Seorang yang ikhlas ialah
seorang yang tidak mencari perhatian di hati manusia dalam rangka
memperbaiki hatinya di hadapan Allah, dan tidak suka seandainya
manusia sampai memperhatikan amalnya, meskipun hanya seberat biji
sawi (dzarrah)‖.15 Sementara Fudhail bin ‗Iyadh berkata: ―Meninggalkan
amal karena manusia adalah riya‘. Dan beramal karena manusia adalah
syirik. Dan ikhlas ialah, apabila Allah menyelamatkan kamu dari
keduanya‖.16 Sa‘id bin Zubair mengatakan: ―ikhlas adalah mensucikan
diri dalam melakukan amal dari segala sifat riya, dan menjadikan amalan
ibadah hanya karena Allah‖.17 Al-Qurthubi berkata:‖ikhlas adalah
memurnikan amalan ibadah dari campuran kepentingan duniawi‖.18 Ibn
Hajar Al-Ashqalani berkata: ―ikhlas bermakna ihsan, yaitu seseorang

13Muhammad Ibn Abi Bakar Al-Razi, Mukhtar Al-Shihah, Madinah Munawarah: Dar Al-
thaibah, 1987, hlm. 184, Ibn Faris, Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Libanon: Dar Al-Fikr, 1415 H. , hlm.
327, hlm. 6, Ibn Hajar Al-Ashqalani, Fath Al-Bari, Riyadh: Dar Al-Salam, 1418 H. , Vol. 10, hlm. 589
14Abdul Lathif, Al-Ikhlash Wa Al-Syirk Al-Ashghar, Darul Wathan, 1412 H. , www.
alabdullatif. islamlight. net, hlm. 5, Al-Ghazali, Ihya’ Ulum Al-Din, Beirut: Al-Maktabah Al-Ashriyah,
1420 H. , Vol. 4, hlm. 502
15Ibid
16Ibn Qayyim, Madarijus Salikin, Kairo: Darul Hadits, Vol. 2, hlm. 95-96
17Al-Marwazi, Ta’dzim Al-Shalat, Madinah Munawarah: Maktabah Al-Dar, 1406 H. ,
Vol. 2, hlm. 566
18Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, Kairo: Dar Al-Hadist, 1414 H. , Vol. 2, hlm.
151

7 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
melakukan amal ibadah, seakan-akan Ia melihat Allah, atau merasa
bahwa dirinya selalu dilihat oleh Allah‖.19
Dari uraian singkat pendapat para ulama di atas, dapat dikatakan
bahwa ikhlas adalah seseorang berniat dengan amal ibadahnya, hanya
untuk mendekatkan dirinya kepada Allah semata, bukan karena mencari
pujian manusia, atau mencari kepentingan duniawi. Dengan demikian,
seseorang akan selalu memperbaiki amalannya, dengan cara
mentauhidkannya dan tidak mensyirikkan amalan tersebut kepada selain
Allah.
b. Dalil-Dalil tentang Ikhlas
Adapun mengenai dalil-dalil yang menjelaskan tentang pentingnya
ikhlas dalam melakukan amalan ibadah, adalah terdapat di dalam Al-
Qur‘an dan Al-Sunah.
Dalil-dalil dari Al-Qur‘an tentang ikhlas adalah sebagai berikut:

‫أسَدّا‬ٜ ٘ٔٚ‫ٔ زَب‬٠‫ ٔبٔعبَا َد‬ٝ‫ى‬٢‫ػِس‬ُٜٜ٫َٚ ‫ ؾَأيشّا‬ٟ٬ََُ‫عٌَُِِ ع‬ًَٜٝٞ‫ٔ٘ ؾ‬ٚ‫َ زَب‬٤‫آ‬ٜ‫ائك‬ُٛ‫َ ِسد‬ٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ َُ ِٔ ن‬ٜ‫ؾ‬
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah
dia mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun
dengan Rabb- nya.” (QS. Al Kahfi: 110)

ٜ‫ذَئو‬َٚ ٜ٠‫ا‬ٜ‫ا ايصٖن‬ُٛ‫ِت‬٪َُٜٚ ٜ٠‫ا‬ًٜٖ‫ا ايؿ‬ُُٛٝٔ‫ُك‬َٜٚ ٤‫ا‬ٜ‫َٔ ُسَٓؿ‬ٜٚ‫ُ٘ ايد‬ٜ‫َ٘ َُؼًِٔؿٔ َني ي‬٤ً‫ا اي‬ُٚ‫ ِعبُد‬َٝٔ‫اي‬٤‫ي‬٢‫ا إ‬ُٚ‫أَٔس‬ٝ ‫ََا‬َٚ

ٔ١َُٚٝ‫ك‬ٜ ٞ‫ ُٔ اي‬ٜٔ‫د‬
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya. (QS. Al-Bayyinah: 5)

َٜٔٓٔ‫ُٓ٘ ايد‬ٜ‫َٓ٘ َُؼًِٔؿّا ي‬ًٜ‫أ ِعبُ َد اي‬ٜ ِٕٜ‫ت أ‬


ُ ِ‫أَٔس‬ٝ ْٞٓٔ٢‫ ٌِ إ‬ٝ‫ق‬

19Ibn Hajar Al-Ashqalani, Fath Al-Bari, Riyadh: Dar Al-Salam, 1418 H. , Vol. 10, hlm.
589

8 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
“Katakanlah: „Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.‘‖
(QS. Al-Zumar: 11)

٢ًِٜ‫أع‬ٜ ٞ‫ٔ٘ اي‬ٚ‫دِ٘ٔ زَب‬َٚ ٤‫ا اِبتٔػَا‬٤‫ إي‬٣َ‫ ُتذِص‬١َُِٕ‫ْع‬ٚ َٔٔ َُٙ‫أسَدٕ عٔٓد‬ٜ ٔ‫ََاي‬َٚ
“Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya
yang harus dibalasnya, Tetapi (Dia memberikan itu semata-mata) Karena mencari
keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi.‖ (QS. Al-Lail: 19 – 20)

‫زّا‬ٛٝ‫ا غُه‬ٜ‫َي‬ٚ ٤‫ِِ دَصَا‬ٝ‫دُ َٔٓه‬ٜ٢‫ا ُْس‬ٜ‫ٔ٘ ي‬٤ً‫دِٔ٘ اي‬َٛ ٔ‫ ِِي‬ٝ‫عُُٔه‬ٛٞ ُْ ‫إَُْٖا‬
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan
tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insaan: 9)

‫ََا‬َٚ ‫تٔ٘ٔ ََِٔٓٗا‬٪ُْ ‫َا‬ِْٝٗ‫دُ سَسِخَ ايد‬ٜ‫س‬٢ ُٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ََٔ ن‬َٚ ٔ٘ٔ‫ سَسِث‬ٞٔ‫ُ٘ ؾ‬ٜ‫دِ ي‬٢‫ َْص‬٠َٔ‫آػٔس‬ٞ‫خ اي‬
َ ِ‫دُ سَس‬ٜ‫س‬٢ ُٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ََٔ ن‬

‫ب‬ٝٔ‫ٔ َٔٔ ْٖؿ‬٠َ‫آػٔس‬ٞ‫ اي‬ٞٔ‫ ُ٘ ؾ‬ٜ‫ي‬


“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami
tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan
di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada
baginya suatu bagianpun di akhirat.‖ (QS. Asy-Syuuraa: 20)

َُٕٛ‫ُبؼَط‬ٜ ‫ا‬ٜ‫َٗا ي‬ٝٔ‫َُِٖ ؾ‬ٚ ‫َٗا‬ٝٔ‫يُِٗ ؾ‬َِٰٜ‫ع‬ٜ‫ِ أ‬٢ٜٗٝ‫ي‬٢‫ف إ‬


ٚ َُْٛ ‫ََٓتَٗا‬ٜ٢‫ش‬َٚ ‫َا‬ْٝٗ‫ ٱيد‬ٜ٠َٰٜٛٝ‫دُ ٱحل‬ٜ‫س‬٢ ُٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ََٔ ن‬

‫بَٰطٌٔ َٖا‬َٚ ‫َٗا‬ٝٔ‫ا ؾ‬ُٞٛ‫ ََا ؾََٓع‬ٜ‫ َسبٔط‬َٚ ُ‫ا ٱيٖٓاز‬٤‫ي‬٢‫ إ‬٠َٔ‫ ٱ٭ػٔس‬ٞٔ‫يُِٗ ؾ‬ٜ ‫ظ‬
َ ٜٝ‫َٔ ي‬ٜٔ‫ير‬٤‫ ٱ‬ٜ‫ٔو‬٥ٍَِٰٚ ‫أ‬ٝ

ًََُٕٛٝ‫َع‬ٜ ٞ‫ا‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫ن‬
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya
Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan
sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang
tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu.‖ (QS.
Hud: 15-16)
9 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Dalil-dalil dari Al-Sunah tentang ikhlas adalah sebagai berikut:
Dari Umamah, ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam seraya berkata, ‖Bagaimanakah
pendapatmu (tentang) seseorang yang berperang demi mencari upah
dan sanjungan, apa yang diperolehnya?‖ Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa
Sallam menjawab, ‖Dia tidak mendapatkan apa-apa. ‖ Orang itu
mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, dan Nabi Shallallahu 'alaihi
wa salalm selalu menjawab, orang itu tidak mendapatkan apa-apa (tidak
mendapatkan ganjaran), kemudian Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam
bersabda:

ُُِ٘ٗ‫َد‬ٚ ٔ٘ٔ‫َ ب‬ٞٔ‫ ابُِتػ‬َٚ ٟ‫ُ٘ ػَائؿا‬ٜ‫ا َٕ ي‬ٜ‫ ََا ن‬٤٫٢‫ٌ إ‬٢ ََُ‫كبٌَُ َٔ َٔ ايع‬ٞ َٜ ٜ٫ ٜ‫ٕٖ اهلل‬٢‫إ‬
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal perbuatan,
kecuali yang ikhlas dan dimaksudkan (dengan amal perbuatan itu) mencari wajah
Allah.‖20
Dari Amirul Mu‘minin, Abi Hafs Umar bin Al Khathab, dia
berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda:

ٔ٘ٔ‫ِي‬ٛ‫ض‬
ُ َ‫ز‬َٚ ٔ‫ اهلل‬٢ٜ‫ي‬٢‫اَْتِ ٖٔذِسَتُ ُ٘ إ‬ٜ‫ َُ ِٔ ن‬ٜ‫ ؾ‬.٣ََْٛ ‫ ََا‬٣٨٢‫ اَِس‬ٌٚٝ‫َُْٖائه‬٢‫َإ‬ٚ ٔ‫ٖات‬ٝٓٚ‫٭عَُِاٍُ بٔاي‬ٜ ‫ا‬ٞ ‫َُْٖا‬٢‫إ‬

ُُ٘‫ٗذِسَت‬٢‫ؾ‬ٜ ‫شَٗا‬
ُ ‫ِٓ ٔه‬َٜ ٕ٠‫أ‬َٜ‫ِ اَِس‬ٜٚ‫ُبَٗا أ‬ِٝٔ‫ُؿ‬ٜ ‫َا‬ُِْٝ‫اَْتِ ٖٔذِسَتُ ُ٘ئد‬ٜ‫ َ ِٔ ن‬َٚ ،ٔ٘ٔ‫ِي‬ٛ‫ض‬
ُ َ‫ز‬َٚ ٔ‫ اهلل‬٢ٜ‫ي‬٢‫ٗذِسَتُ ُ٘ إ‬٢‫ؾ‬ٜ

ِٔ٘ٝ‫ي‬ٜ٢‫ ََا َٖادَ َس إ‬٢ٜ‫ي‬٢‫إ‬


“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya
setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang
hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya
karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya
maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”21

20HR Nasa-i, VI/25 dan sanad-nya jayyid sebagaimana perkataan Imam Mundziri
dalam At Targhib Wat Tarhib, I/26-27 no. 9. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At
Targhib Wat Tarhib, I/106, no. 8.
21HR. Muslim, no: 1907

10 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Di dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah, sesungguhnya
Rasulallah saw bersabda, Allah berfirman (hadits qudsi):

ُٜ٘‫غٔسِن‬َٚ ُُ٘‫نت‬ٞ َ‫ تَس‬ٟ٢‫ِس‬ٝ‫غ‬ٜ ٞٔ‫ِ٘ٔ َع‬ٝ‫ى ٔؾ‬ٜ َ‫أغِس‬ٜ ٬


ٟ ََُ‫سِىٔظ ََٔ عٌََُٔ ع‬ٚ‫ٔ ايػ‬٢ َ‫ٔ ع‬٤‫ا‬ٜ‫ ايػٗسَن‬٢َٓ‫غ‬ٞ ‫أ‬ٜ ‫َْا‬ٜ‫أ‬
Aku tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang melakukan suatu amal
ibadah yang ia menyekutukan selain-ku bersama-Ku, niscaya Aku
meninggalkannya dan sekutunya.22
2. Al-Ittiba’
a. Pengertian (Ta‘rif)
Al-Ittiba‘ secara bahasa bersumber dari mashdar ittaba‟a, yang
bermakna al-talwu, al-qafwu, al-i‟timam, yaitu mengikuti sesuatu.
Dikatakan mengikuti sesuatu jika berjalan mengikuti jejaknya dan
mengiringinya. Kata ini berkisar pada makna menyusul, mencari,
mengikuti, meneladani dan mencontoh. Dikatakan Ittiba‟ kepada Al-
Qur‘an, bermakna mengikutinya dan mengamalkan kandungannya. Dan
Ittiba‟ kepada Rasul Shalallahu „Alaihi wa Sallam, bermakna meneladani,
mencontoh dan mengikuti sunah-sunahnya.23
Adapun secara istilah syar‘i, Al-Ittiba‟ adalah mengikuti petunjuk
Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, dalam melaksanakan amalan
ibadah, baik dalam keyakinan (i‟tiqad), perkataan (qauliyah), perbuatan
(fi‟liyah) dan di dalam perkara-perkara yang ditinggalkan.24
Ittiba‟ kepada Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, dalam
keyakinan akan terwujud dengan meyakini apa yang diyakini oleh
Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam. Ittiba‟ kepada Rasulallah Shalallahu
„Alaihi wa Sallam, dalam perkataan, akan terwujud dengan melaksanakan
kandungan dan makna-makna dari sabda Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa
Sallam,. Ittiba‘ kepada Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, dalam
perbuatan akan terwujud dengan meneladani semua apa yang telah
dilakukan Rasulullah dalam bentuk sunah fi‟liyah.

22HR. Muslim, no. 29985


23Ibn Faris, Maqayis Al-Lughah, Vol. I, hlm. 362
24Ibn Qayyim, Al-Fawa;id,Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1393H. , hlm.199

11 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Jadi, Ittiba‘ merupakan konsekuensi syahadat yang kedua yaitu
Muhammad Rasulallah, persaksian bahwa Muhammad adalah utusan
Allah. Sebuah ikrar yang di dalamnya terdapat pengakuan atas kerasulan
Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam. Dengan demikian, syahadat
tersebut mengandung maksud bahwa risalah yang dibawa oleh Nabi
Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam adalah benar, sehingga harus
diimani dan diamalkan. Oleh karena itu, wajib bagi seorang muslim
untuk ittiba‟ kepada Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, dengan taat
terhadap apa yang diperintahkannya dan membenarkan apa yang
diberitakannya serta menjauhi apa yang dilarang dan diancamnya. Tidak
beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang beliau syariatkan.
b. Dalil-Dalil tentang Al-Ittiba‟
Adapun mengenai dalil-dalil yang menjelaskan tentang pentingnya
Ittiba‟ dalam melakukan amalan ibadah, adalah terdapat di dalam Al-
Qur‘an dan Al-Sunah.
Dalil-dalil dari Al-Qur‘an,

ِْٝٔ‫زْ زَس‬ٛٝ‫ؿ‬ٜ‫ُ٘ غ‬٤ً‫َاي‬ٚ ِِٝ‫بَه‬ُُْٛ‫ِِ ذ‬ٝ‫ه‬ٜ‫ػِؿٔ ِس ي‬َٜٚ ُ٘٤ً‫ ُِ اي‬ٝ‫شبٔبِه‬


ِ ُٜ ْٞٔٛ‫اتٖٔب ُع‬ٜ‫ َ٘ ؾ‬٤ً‫ َٕ اي‬ٛٗ‫شب‬
ٔ ‫نِٓتُ ِِ ُت‬ٝ ِٕ ٢‫ ٌِ إ‬ٝ‫ق‬
“Katakanlah, “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, niscaya Allah
akan mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian”. Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)

‫ ِِ سَ َسدّا‬٢ٗ‫ط‬
ٔ ‫ؿ‬ٝ ِْٜ‫ أ‬ٞٔ‫ا ؾ‬ُٚ‫َذٔد‬ٜ ‫ا‬ٜ‫َُِِِٓٗ ثُ ِٖ ي‬ٝ‫غذَسَ َب‬
َ ‫َُا‬ٝٔ‫ى ؾ‬ٜ ُُِّٛ‫ُشَه‬ٜ ٢ٖ‫َٕ َست‬َُِٛٓٔ٪ُٜ ‫ا‬ٜ‫ ي‬ٜ‫و‬ٚ‫زَب‬َٚ ‫ا‬ًٜٜ‫ؾ‬

‫ُّا‬ًِٝٔ‫ا تَط‬ًَُُِّٛ‫ُط‬َٜٚ َ‫ت‬َِٝ‫ك‬ٜ‫َُٖٔا ق‬


“Maka demi Rabbmu, mereka tidaklah beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.‖ (QS. An-Nisa`: 65)

ِِٝ‫ه‬ِٝٔٝ‫ش‬ُٜ ‫ ِِئَُا‬ٝ‫إذَا دَعَان‬٢ ٍ٢ ُٛ‫َئًسٖض‬ٚ ٔ٘٤ًٔ‫اي‬ُٛ‫ب‬ٝٔ‫ضتَذ‬


ِ ‫ا ا‬َُٛٓ‫َٔ آ‬ٜٔ‫ر‬٤‫َٗا اي‬ٜٜٗ‫َا أ‬ٜ

12 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah engkau penuhi panggilan
Allah dan RasulNya, apabila Dia memanggil kepada apa-apa yang
menghidupkan kamu.” (Al-Anfaal: 24)

ٔ‫اب‬ٜ‫يعٔك‬ٞ‫ ُد ا‬ٜٔ‫َٓ٘ غَد‬ًٜ‫َٕٓ اي‬٢‫ٓ َ٘ إ‬ًٜ‫ا اي‬ٛٝ‫َاتَٓك‬ٚ ‫ا‬ُٛٗ‫اَِْت‬ٜ‫ِِ َعِٓ ُ٘ ؾ‬ٝ‫ََا ََْٗان‬َٚ ُُٙٚ‫ؾؼُر‬ٜ ٍُ ُٛ‫ ُِ ايسَٓض‬ٝ‫تَان‬ٜ‫ََا آ‬َٚ
“Dan apa yang Rasululah datangkan kepada kalian maka ambillah dan
apa yang dilarang kepada kalian darinya maka jauhilah dan bertaqwalah kepada
Allah karena sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS. Al-Hasyr: 7)

َٜٔٔ‫نتُبِٓا َ َع ايػٖأٖد‬ٞ ‫ا‬ٜ‫ ٍَ ؾ‬ُٛ‫َاٖتبَ ِعَٓا ايسٖض‬ٚ َ‫ت‬ٞ‫ِْصَي‬ٜ‫زَبٖٓا آَٖٓا بُٔا أ‬


“Ya Allah, kami beriman dengan apa yang telah engkau turunkan, dan
kami telah mengikuti (Ittiba‟) Rasul, maka catatlah kami dalam golongan orang
yang bersaksi. (QS. Ali Imran: 53)
Dalil-dalil dari Al-Sunah,

ًٜ٘ٓ‫ اي‬٢َ‫دِ عَؿ‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬٢ْٔ‫َِٔ عَؿَا‬َٚ ، ًَٜ٘ٓ‫ا َع اي‬ٜ‫ط‬ٜ‫ ِد أ‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬٢ٔٓ‫ا َع‬ٜ‫ط‬ٜ‫َ ِٔ أ‬
“Siapa yang taat kepadaku maka dia telah taat kepada Allah dan siapa
yang durhaka kepadaku maka dia telah durhaka kepada Allah.‖ (HR.
Bukhari)

َِٔ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬٢َ‫ب‬ٞ‫َأ‬ٜ ََِٔٚ ٔ٘٤ً‫ ٍَ اي‬ُٛ‫َا زَض‬ٜ ٪‫ا‬ٛٝ‫اي‬ٜ‫ ق‬.٢َ‫ب‬ٜ‫ َ ِٔ أ‬٤٫٢‫ إ‬، ٜ١ٖٓ‫ذ‬
َ ‫ي‬ٞ‫ َٕ ا‬ًُٛٝ‫َدِػ‬ٜ ٢ٔ‫أَٖت‬ٝ ٌٗ ٝ‫ن‬

.٢َ‫ب‬ٜ‫ ِد أ‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬٢ْٔ‫ َِٔ عَؿَا‬َٚ ، ٜ١ٖٓ‫ذ‬


َ ٞ‫ َدػَ ٌَ اي‬٢ٔٓ‫ا َع‬ٜ‫ط‬ٜ‫أ‬
“Semua umatku akan masuk jannah (surga), kecuali orang-orang yang
enggan”. Para shahabat bertanya: Ya Rasulullah siapa orang enggan itu?
Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam menjawab: “Barang siapa yang
mentaatiku maka dia kan masuk jannah, dan barang siapa yang memaksiatiku
maka sungguh dia telah enggan.“ (HR. Bukhari)

ْٓ‫َ زَد‬ُٛٗ‫ؾ‬ٜ ‫أَِسَُْا‬ٜ ًَِٜٔ٘ٝ‫ِظَ ع‬ٝ‫ي‬ٜ ‫ا‬ًََُٟ‫َِٔ عٌََُٔ ع‬

13 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
“Artinya: Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada
asalnya dari agama kita maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim)

ٙ‫َ زَد‬ُٜٛٗ‫ٔ٘ ؾ‬ٝٔ‫ظ ؾ‬


َ ِٜٝ‫َْا َٖرَا ََا ي‬٢‫أَِس‬ٜ ٞٔ‫خ ؾ‬
َ َ‫أسِد‬ٜ ِٔ َ
“Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-
apa yang bukan darinya maka dia tertolak. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

ًَِّٞ‫ؾ‬ٝ‫ أ‬ُُُْٞٔٛ‫ت‬ِٜٜ‫َُا زَأ‬ٜ‫ا ن‬ٛ٥ًَ‫ؾ‬


“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”25

٣َ‫َس‬ٝ‫ط‬
َ ‫ؾ‬ٜ ِِ ٝ‫عٔؼِ َِٔٓه‬َٜ َِٔ ُْٖ٘٢‫إ‬ٜ‫ْظ ؾ‬ٞٔ‫ِٕ َعبِدْ َسَبػ‬٢‫َإ‬ٚ ٔ١َ‫اع‬٤ٛ‫َاي‬ٚ ٢‫َايطُِٖع‬ٚ ٔ‫ اهلل‬٣َٛ‫ك‬ٞ َ‫ِِ ٔبت‬ٝ‫ِه‬ٝ‫ؾ‬
ٔ ِٚ‫أ‬ٝ

‫ِا ٔبَٗا‬ٛ‫ه‬ٝ ٖ‫َٔظ تََُط‬ِٜٔ‫ِ َٔ ايسٖاغٔد‬ٜٝٚٔ‫ َُِٗد‬ٞ‫ اي‬٤ٔ‫ا‬ٜ‫ؿ‬ًُٜ‫يؼ‬ٞ‫ ا‬١ٖٔٓ‫ض‬


ُ َٚ ٞٔ‫طٖٓت‬
ُ ‫ِِ ٔب‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ؾع‬ٜ ‫ِسّاظ‬ٝ‫نٔج‬ٜ ‫ا‬ٟ‫ؾ‬ٜ٬ٔ‫ا ِػت‬

ٔ‫َادٔر‬ٖٛٓ‫َٗا بٔاي‬ًَِٜٝ‫ِا ع‬ٛ‫ك‬


ٗ َ‫ع‬َٚ
“Saya berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar,
dan taat (kepada pemerintah) walaupun (pemerintah tersebut) seorang budak
Habasyi. Karena sesungguhnya barangsiapa yang tetap hidup di antara kalian,
maka dia akan melihat perselisihan yang sangat banyak. Maka wajib atas kalian
(untuk mengikuti) sunnahku dan sunnah khulafa` yang mendapatkan hidayah
dan petunjuk. Berpegangteguhlah kalian dengannya serta gigitlah ia dengan gigi
geraham kalian”. (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dan
dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa`)

Dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu „anhuma dari Nabi Shalallahu


„Alaihi wa Sallam beliau bersabda:

25HR. Buhari, no. 631

14 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
٢‫ز‬َُٛٝ‫أ‬ٞ‫غَ ٗس اي‬َٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٣َ‫ ُٖد‬٣َ‫يُٗد‬ٞ‫ِ ُس ا‬ٝ‫ َػ‬َٚ ٔ٘٤ً‫ب اي‬
ُ ‫ح ٔنتَا‬
ٔ ٜٔ‫يشَد‬ٞ‫ِ َس ا‬ٝ‫ٕٖ َػ‬٢‫إ‬ٜ‫أَٖا َبعِ ُد ؾ‬ٜ

ٕ١َ‫ٌٗ بٔ ِدع‬ٝ‫َن‬ٚ ٠١َ‫ٕ بٔ ِدع‬١َ‫ٌٗ َُشِدَث‬ٝ‫َن‬ٚ ‫ َُشِدَثَاُتَٗا‬٢‫ز‬َُٛ‫أ‬ٝ ٞ‫َغَ ٗس اي‬ٚ٠١ٜ‫اي‬ًَٜ‫ٕ ق‬١َ‫ٌٗ بٔ ِدع‬ٝ‫َن‬ٚ ‫َُشِدَثَاُتَٗا‬

٢‫ ايٖٓاز‬ٞٔ‫ ؾ‬١ٕٜ‫اي‬ًَٜ‫ٌٗ ق‬ٝ‫َن‬ٚ ٠١ٜ‫اي‬ًَٜ‫ق‬


“Amma ba‟du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, dan
sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad, dan sejelek-jelek perkara
adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bid‟ah dan setiap
bid‟ah adalah kesesatan dan semua kesesatan berada dalam neraka. (HR.
Muslim dan An-Nasa`i)
c. Kriteria Amalan Yang Mutaba‟ah
Ukuran yang menunjukkan bahwa kita telah mewujudkan Ittiba‟
kepada Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam dalam ibadah, adalah
dengan terwujudnya 6 kriteria, sebagaimana berikut ini:
1) Sebab pelaksanaannya (as-sabab)
Dalam masalah ibadah, sebab pelaksanaannya harus sesuai dengan
apa yang telah ditetapkan oleh syari‘at, maka siapa saja yang beribadah
dengan sebab yang tidak sesuai dengan tuntunan syari‘at, maka ibadah
tersebut akan berubah menjadi perbuatan bid‘ah. Sebagai contoh,
seseorang shalat dua rakaat disebabkan mendengar suara petir, atau
menyembelih hewan kurban sebab menyambut datangnya tahun baru
Masehi.
2) Jenis (an-nau‟/al-jinsu)
Dalam masalah ibadah, jenis yang dipilih harus sesuai dengan apa
yang telah ditetapkan oleh syari‘at, maka apabila ada yang
menyelisihinya, maka dampaknya akan terjadi penyimpangan ibadah.
Misalnya dalam masalah udhiyah (hewan kurban), syari‘at telah
menentukan jenisnya yaitu harus dari jenis bahimatul an‟am (onta, sapi,
domba, dan kambing). Bila ada seseorang yang berkurban (udhiyah)
dengan jenis kuda atau ayam, maka ibadah kurbannya tersebut tidak sah,
bahkan digolongkan dalam amal bid‘ah.

15 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
3) Ukuran (al-qadr)
Dalam masalah ibadah, ukurannya harus sesuai dengan apa yang
telah diukur oleh syari‘at, maka apabila ada seseorang yang shalat
Zhuhur 6 raka‘at atau shalat magrib 7 raka‘at, maka shalat Zhuhurnya
dan Magribnya tersebut, tidak diterima karena menyelisihi syari‘at.
4) Sifat (as-sifat)
Dalam masalah ibadah, sifatnya harus sesuai dengan apa yang
telah disifati oleh syari‘at, maka ada orang yang wudhu menyelisihi sifat
wudhu Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam seperti
mendahulukan mencuci kaki sebelum mencuci wajah atau seseorang
yang mengawali shalat dengan salam, dan mengahiri dengan takbiratul
ihram-, maka kedua ibadah seperti ini tidak akan diterima, karena
menyelisihi sunah Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam.
5) Waktu Pelaksanaannya (al-zaman/al-waqtu)
Dalam masalah ibadah, waktu pelaksanaannya harus sesuai
dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari‘at, maka apabila ada orang
yang menyembelih udhhiyahnya sebelum shalat idul Adh-ha, maka tidak
dianggap sebagai udhhiyah. Karena waktu disyari‘atkannya udhhiyah
(menyembelih) di hari Iedul Adhha adalah setelah shalat Ied, bukan
sebelumnya.
6) Tempat Pelaksanaannya (al-makan)
Dalam masalah ibadah, tempat pelaksanaannya harus sesuai
dengan apa yang telah tentukan oleh syari‘at, maka apabila ada orang
yang beri‘tikaf di kamar rumahnya atau pergi melakukan thawaf kepada
Allah di kuburan. Kedua ibadah ini tidak akan diterima, karena i‘tikaf
tempat disyariatkannya adalah di masjid. Sedangkan thawaf hanya
diperbolehkan di Ka‘bah.26
d. Urgensi Niat dalam Ibadah
Islam sangat memperhatikan masalah niat, karena niat adalah ruh
amal ibadah dan inti sarinya (lubb). Perbuatan tanpa niat bagaikan jasad

26Muhammad bin Shalih bin 'Utsaimin, Al-Ibda' fi Kamaalisy-Syar'i wa Khothrul-


Ibtida', hm. 21-23

16 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
tanpa ruh, sehingga dapat dikatakan amalan tanpa niat ikhlas adalah
tiada bermakna, dan menghilangkan pahala dari kebaikan yang
dilakukan. Bahkan Imam Syafi‘i menegaskan, bahwa niat adalah
mencakup sepertiga ilmu agama ini, dan merangkum 70 (tujuh puluh)
bab fiqih. Lebih dari itu, Ibnu Rajab mengatakan bahwa niat adalah pilar
agama, tanpa niat agama ini akan runtuh.27
Oleh karena itu, niat adalah fondasi dasar (asas) dari amalan
ibadah, yang dapat membedakan antara sah, dan rusaknya suatu ibadah,
atau diterima dan ditolaknya suatu amalan ibadah. Perbuatan bisa
dikatakan sah jika niatnya juga sah, begitu juga sebaliknya, jika niatnya
rusak, maka amalannya juga dikatakan rusak, tentunya hal ini sangat
menentukan kesesuaian dengan balasan yang akan diterima di dunia dan
di akhirat.28
Ibn Qayyim mengibaratkan niat yang ikhlas, bagaikan sebatang
pohon yang tertanam di dalam hati, yang cabang-cabangnya adalah
amal-amal, sedangkan buah-buahannya adalah baiknya kehidupan dunia
dan surga yang penuh dengan kenikmatan di akherat. Sebagaimana
buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan tidak terlarang untuk
dipetik, maka buah dari niat yang berupa tauhid dan keikhlasan di dunia
pun akan tetap mengalir. Adapun syirik, kedustaan, dan riya‘ adalah
pohon yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia adalah
berupa rasa takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada,
dan gelapnya hati, dan buahnya di akherat nanti adalah berupa buah
Zaqqum dan siksaan yang terus menerus. Allah telah menceritakan
kedua macam pohon ini di dalam surat Ibrahim ayat 24-26 berikut ini,29

27Ibnu Rajab, Jâmi’ al-’Ulûm wa al-Hikam, tahqiq oleh Syu’aib Al Arnauth dan Ibrahim
Bajis, Saudi Arabia: Mu’assassah ar-Risalah, 1419H. , hlm. 9
28 Ibn Qayyim al-Jauziyah, I’lam al-Muwaq-qi’in, Kairo: Maktabah Ibn Taimiyah, Vol. 4,
hlm. 250
29Ibn Qayyim al-Jauziyah, al-Fawa’id, hlm. 158

17 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ٞٔ‫ ِسعَُٗا ؾ‬ٜ‫َؾ‬ٚ ْ‫ًَٗا ثَابٔت‬ِٝ‫ؾ‬ٜ‫ٕ أ‬١َ‫ٔب‬ٝٓ‫ط‬ٜ ٕ٠َ‫ػذَس‬
َ ‫ن‬ٜ ٟ١َ‫ٔب‬ٜٝٓ‫ ط‬ٟ١ًَُٜٔ‫ ن‬٬َ‫ُ٘ َج‬٤ً‫ِـَ قَ َسبَ اي‬ٜٝ‫ِِ تَسَ ن‬ٜ‫أي‬

ٌَُ‫َج‬َٚ َُٕٚ‫س‬٤‫تَرَن‬َٜ ًُِِٗ٤َ‫يع‬ٜ ٢‫ُ٘ ا٭َِجَاٍَئًٖٓاع‬٤ً‫سبُ اي‬٢ ِ‫َك‬ٜٚ ‫ زَٓبَٔٗا‬٢ِٕ‫ذ‬٢‫ بٔإ‬٣‫ٌٖ سٔني‬ٝ‫ًَٗا ن‬ٜٝ‫ن‬ٝ‫ أ‬ٞٔ‫ِت‬٪‫ٔ ُت‬٤‫ايطَُٖا‬

٣‫سَاز‬ٜ‫يَٗا َٔ ِٔ ق‬ٜ ‫ ََا‬٢‫ ا٭زِض‬٢‫ِم‬ٛ‫ؾ‬ٜ ِٔ َٔ ِ‫ ا ِدُتجٖت‬١َٕ‫ج‬ٝٔ‫ٕ َػب‬٠‫ػذَ َس‬


َ ٜ‫ ن‬١َٕ‫ج‬ٝٔ‫ٕ ػَب‬١ًَُٜٔ‫ن‬
“Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan
cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap
musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu
untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang
buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari
permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (QS. Ibrahim: 24-26)
 Pengertian (Ta‟rif) Tentang Niat
Niat secara lughah berasal dari kata an-nawa ( ), yang bermakna
al-qashdu (bermaksud), al-iradah (berkeinginan), al-azimah (bertujuan), al-
ibtigha (mencari).30 Adapun niat menurut istilah syar‘i adalah keinginan
melakukan ketaatan kepada Allah, yang diiringi dengan melaksanakan
perbuatan atau meninggalkannya.31
Dalam Al-Qur‘an banyak menjelaskan masalah niat dalam
beberapa nash dan istilah yang beragam, walaupun niat tidak disebutkan
secara langsung, tetapi substansinya berpusat pada niat, tujuan dan
keikhlasan. Firman Allah Subhanahu wa Ta‟ala dalam al-quran surat al-
Bayyinah ayat ke-5 dan Surat al-Zumar ayat 2 dan 11, Surat al-A‘raf ayat
29, Surat al-Ghafir ayat 14 dan 65, dan Surat Luqman ayat 32. Di dalam
ayat-ayat tersebut, secara detail menjelaskan tentang urgensi ikhlas
sebagai ruh dari sebuah niat. Niat juga diungkapkan dengan
menggunakan istilah al-iradah (keinginan). Hal ini dapat dilihat di dalam
Al-Quran Surat al-Isra‘ ayat 19, al-Furqan ayat 62, al-Qoshash ayat 19,
al-Baqarah ayat 233 dan 228, Surat Hud ayat 88. Di dalam ayat-ayat

30Muhammad Ibn Abi Bakar Al-Razi, Mukhtar Al-Shihah, Madinah Munawarah: Dar Al-
thaibah, 1987, hlm. 687, Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab, Beirut: Daar Ihya at Turats al-’Arabi, Vol. 14,
hlm. 343
31Ibid

18 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
tersebut al-iradah diungkapkan dalam makna yang berbeda-beda dalam
konteks yang beragam pula, tetapi semua iradah (keinginan) tersebut
dikembalikan pada niat dan tujuan. Niat juga diungkapkan dengan kata
al-ibtigha‟ (tujuan, sasaran atau target). Misalnya di dalam Al-Qur‘an surat
an-Nisa‘ ayat 94, at-Tahrim ayat 1, al-Qashash ayat 55, dan Ali ‗Imran
ayat 5 dan ayat 85, dan di dalam surat al-Ra‘d ayat 22 dan al-Isra‘ ayat
28. Di dalam ayat-ayat tersebut al-ibtigha‟ muncul dalam konteks
larangan maupun perintah. Dengan demikian, perbuatan yang
diperintahkan membutuhkan niat, perbuatan yang dilarang pun juga
membutuhkan niat.
Adapun dalam pandangan Al-Sunah, niat selalu dikaitkan dengan
maksud dan tujuan seseorang dalam melakukan amalan ibadah. Jika
tujuannya karena Allah maka hal itu disebut ikhlas, dan jika karena
manusia atau kepentingan duniawi, maka niat tersebut berubah menjadi
riya‘. Selain itu, Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam menjadikan niat
sebagai salah satu syarat sahnya suatu amalan, sehingga suatu amalan
tiada bernilai pahala jika tanpa disertai dengan niat. Hal itu sebagaimana
yang dijelaskan dalam hadist Umar bin Khatthab berikut ini.

ٍَِٛ‫ض‬
ُ َ‫ ضَُٔ ِعتُ ز‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ َعُِٓ٘ ق‬ٝ‫َ اهلل‬ٞٔ‫ٓابٔ زَق‬ٜٛ‫ؼ‬
َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬٢ٔ‫ عَُُسَ ِب‬٣‫ـ‬ٞ‫ِ سَؿ‬ٞٔ‫ب‬ٜ‫َِٔ أ‬َٝٓٔٔ٪ِ ُُ ٞ‫ اي‬٢‫ِس‬َٜٝٔ‫َعِٔ أ‬

ٔ‫ اهلل‬٢ٜ‫ي‬٢‫اَْتِ ٖٔذِسَتُُ٘ إ‬ٜ‫ َُِٔ ن‬ٜ‫ ؾ‬.٣ََْٛ ‫ ََا‬٣٨٢‫ٓ اَِس‬٢ٌٝ‫ََُْٓا ئه‬٢‫َإ‬ٚ ٔ‫َٓات‬ٝٔٓ‫٭عَُِاٍُ بٔاي‬ٜ ‫ا‬ٞ ‫ََُْٓا‬٢‫ إ‬٪ٍُِٛ ‫ك‬ٝ َٜ ٔ‫اهلل‬

‫شَٗا‬
ُ ‫ِٓ ٔه‬َٜ ٕ٠‫أ‬َٜ‫ِ اَِس‬ٜٚ‫ُبَٗا أ‬ِٝ‫ؿ‬
ٔ ُٜ ‫َا‬ُِْٝ‫اَْتِ ٖٔذِسَتُُ٘ ئد‬ٜ‫َِٔ ن‬َٚ ،ٔ٘ٔ‫ِي‬ٛ‫ض‬
ُ َ‫ز‬َٚ ٔ‫ اهلل‬٢ٜ‫ي‬٢‫ٗذِسَتُُ٘ إ‬٢ ٜ‫ِئ٘ٔ ؾ‬ٛ‫ض‬
ُ َ‫ز‬َٚ

ِٔ٘ٝ‫ي‬ٜ٢‫ ََا َٖادَ َس إ‬٢ٜ‫ي‬٢‫ٗذِسَتُ ُ٘ إ‬٢‫ؾ‬ٜ


“Dari Amir al-Mu‟minīn, Abu Hafsh „Umar bin al-Khaththab ra, dia
berkata bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya setiap amal
perbuatan tergantung pada niatnya dan setiap orang pun (akan dibalas) sesuai
dengan yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-
Nya, maka hijrahnya sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang-siapa
yang hijrahnya karena urusan duniawi yang ingin digapainya atau karena seorang
wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang
diniatkannya tersebut.” (HR. Buhari dan Muslim)

19 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
 Fungsi Niat (Fawaid al-Niyah) dalam Ibadah
Fungsi niat dalam amalan ibadah ada dua perkara, yaitu:
1. Pertama: membedakan antara ibadah dengan adat (tamyiz al-„ibadat „an
al-„adat). Misalnya seseorang duduk di masjid untuk istirahat atau
i‘tikaf, hal ini dapat dibedakan dengan niatnya. Demikian juga
menyerahkan harta kepada orang lain, apakah akadnya hibah,
hadiyah, atau wadi‘ah, atau zakat, sedekah biasa atau sebagai
kaffarat. Semua itu, akan dibedakan dengan niatnya.
2. Kedua, membedakan antara peringkat ibadah yang satu dengan
ibadah yang lainnya (tamyiz mzrztib zl-„ibadat ba‟dhuha min ba‟dhin).
Misalnya macam-macam shalat ada yang fardhu dan ada pula yang
sunnah, demikian juga apakah bersifat qadha‘ atau ada‘.32
 Waktu Niat dan Tempatnya
Menukil kesepakatan ulama, Ibnu Taimiyyah mengemukakan
bahwa waktu niat itu di awal melakukan amalan ibadah. Adapun tempat
niat adalah di hati, bukan diucapkan dengan lisan,33 kecuali waktu
tertentu yang disunahkan untuk melafazkan niat, seperti ketika haji dan
umrah, dengan mengatakan: "Labbaik Allahumma Hajjan" (Ya Allah, aku
penuhi panggilan-Mu untuk haji), atau "Labbaik Allahumma 'Umratan"
(Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah), sehingga apa yang
ada dalam hati dikuatkan dengan kata-kata yang dilafazkan. Sebab
Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam melafazkan niat haji dan juga
melafazkan niat umrah. Maka demikian ini sebagai dalil disyariatkannya
melafazkan niat karena mengikuti Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam.
Sebagaimana para sahabat juga melafazkan demikian itu seperti
diajarkan oleh Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam dan mereka
mengeraskan suara mereka.34

32Al-Zarkasyi, Al-Mantsur, Kuwait: Wuzarah Al-Auqaf Kuwait, 1405H. , Vol. 2, hlm.


285, IbnU Rajab, Jâmi’ al-’Ulûm wa al-Hikam, tahqiq oleh Syu’aib Al Arnauth dan Ibrahim Bajis,
Saudi Arabia: Mu’assassah ar-Risalah, 1419H. , hlm. 9
33 Ibn Taimiyyah, Majmu’ Fatawa, Vol. 26, hlm. 21-24.
34Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-
Ulama Besar Saudi Arabia, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi'i, hlm. 80 83

20 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
 Besar Kecilnya Pahala Amalan Dzahir Tergantung Pada Kualitas
Niatnya
Niat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pahala amalan
dzahir yang kita lakukan, semakin niatnya ikhlas, semakin besar pula
pahala yang akan kita dapatkan. Demikian juga sebaliknya, niat yang
salah akan mempengaruhi rusaknya amalan yang kita lakukan, dan
menghapus pahalanya. Oleh karena itu, menata niat sebelum melakukan
amal adalah amat penting, sehingga amalan yang dilakukan terjaga
pahalanya dan kualitasnya. Lebih jelasnya, kita tadaburi firman Allah
berikut ini:

ِِٝ‫ َِٔٓه‬٣َٛ‫ك‬ٞ ٖ‫ ُ٘ ايت‬ٝ‫ََٓاي‬ٜ ِٔٔ‫ه‬ٜ‫َي‬ٚ ‫َُٖا‬٩‫ ٔدََا‬٫َٚ ‫ ََُٗا‬ُٛ‫ش‬ٝ‫ َ٘ ي‬٤ً‫ََٓا ٍَ اي‬ٜ ِٔ‫ي‬ٜ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”
(QS. Al-Hajj: 37)
Dari ayat di atas, menunjukkan bahwa amalan dzahir yang berupa
penyembelihan hewan kurban, ditentukan oleh kualitas niat dalam
hatinya yang terwujud dalam bentuk ketaqwaan, sehingga bentuk dzahir
berupa daging dan darah hewan kurban tidak sampai pada Allah, tetapi
niatnya itulah yang sampai pada keridhaan Allah. Ibnu Taimiyyah
rahimahullah berkata:

ٔ‫ِب‬ًٛٝٝ‫ك‬ٞ‫ اي‬ٞٔ‫ََا ؾ‬َٚ ،ٔ‫ب‬ِٛ ًٝٝ‫ك‬ٞ‫ ِدزَُٖا مبَا يف اي‬ٜ‫ؿػُسُ ق‬


ِ َٜٚ ‫ ِدزَُٖا‬ٜ‫ُِ ق‬ٝ‫ ِعع‬َٜ ٜ٠َ‫أٖس‬٤‫أعَُِاٍَ ايع‬ٜ ٞ‫ٕٖ اي‬ٜ‫أ‬

ٝ‫ اهلل‬٤٫‫إ‬٢ ٢ٕ‫َُِا‬ٜ٢‫إ‬ٞ‫ِبٔ َٔ َٔ اي‬ًٛٝٝ‫ك‬ٞ‫ اي‬ٞٔ‫ِسَ ََا ؾ‬ٜٔ‫اد‬ٜ‫فُ َك‬٢‫عِس‬َٜ ٜ٫ ٌَُ‫اق‬ٜ‫تَؿ‬َٜ


“Sesungguhnya amalan-amalan lahiriah (dzohir) nilainya menjadi besar
atau menjadi kecil sesuai dengan apa yang ada di hati, dan apa yang ada di hati
bertingkat-tingkat. Tidak ada yang tahu tingkatan-tingkatan keimanan dalam
hati-hati manusia kecuali Allah.”

21 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
٢ًُِٜٔٝ‫ٕٖ اي ٖسد‬٢‫َإ‬ٚ ،٢‫ف‬ٜ٬ِ‫إػ‬٢ٞ‫َاي‬ٚ ٢ٕ‫َُِا‬ٜ٢‫ِبٔ ََٔٔ اإل‬ًٛٝٝ‫ك‬ٞ‫ ََا يف اي‬٢ٌُ‫اق‬ٜ‫اقٌَُ ٔبتَؿ‬ٜ‫أعَُِاٍَ َتتَؿ‬ٜ ٞ‫ٕٖ اي‬٢‫إ‬ٜ‫ؾ‬

٢‫أزِض‬ٜ ٞ‫َاي‬ٚ ٤‫ِ َٔ ايطَُٖا‬ٝ‫َُا َب‬ٜ‫َُا ن‬٢َِٗٝ‫ت‬ٜ٬َ‫َِٔ ؾ‬ٝ‫ََب‬ٚ ‫َاسٔدّا‬ٚ ٚ‫ ايؿٖـ‬ٞٔ‫ا ََُُُٗا ؾ‬ٜ‫َِٕ َك‬ٛ‫ه‬ٝ َٝ‫ي‬ٜ
“Sesungguhnya amalan-amalan berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan
perbedaan tingkatan keimanan dan keikhlasan yang terdapat di hati. Dan sungguh
ada dua orang yang berada di satu shaf sholat akan tetapi perbedaan nilai sholat
mereka berdua sejauh antara langit dan bumi”.35
Salah satu rahasia kenapa Allah menjadikan sedikit infaq yang
dikeluarkan oleh para sahabat Nabi lebih tinggi nilai pahalanya, dari
pada beribu-ribu ton emas yang kita sedekahkan. Hal itu dikarenakan,
kualitas niat para sahabat sangatlah tinggi, sementara kualitas niat kita
tidak sebanding dengan niat mereka. Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi
wa Sallam pernah bersabda,

ُٜ٘‫ؿ‬ٝٔ‫ا َْؿ‬ٜ‫َي‬ٚ ِِٖٔٔ‫أسَد‬ٜ ‫ؼَ َُ ٖد‬ًَٜ‫أسُدٕ ذَ َٖبّا ََا ب‬ٝ ٌَ ِ‫لَ َٔج‬ٜ‫ِْؿ‬ٜ‫ ِِ أ‬ٝ‫أسَدَن‬ٜ ٖٕٜ‫ أ‬ِٛ ًٜٜ‫ ؾ‬ٞٔ‫ؾشَاب‬
ِ ٜ‫ا أ‬ٛٗ‫طب‬
ُ ‫ا َت‬ٜ‫ي‬
“Janganlah kalian mencela para sahabatku, kalau seandainya salah seorang
dari kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan menyamai infaq
mereka (kurma atau gandum sebanyak-pen) dua genggam tangan atau segenggam
tangan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Al-Baydhawi mensyarah hadist ini, seraya berkata:

‫ ََا‬٢‫٭دِس‬ٜ ‫َا‬ٚ ٢ٌِ‫ك‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫أسُدٕ ذَ َٖبّا ََٔ اي‬ٝ ٢ٌِ‫ام َٔج‬ٜ‫ِِ بٔإِْؿ‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ٍُ‫َٓا‬َٜ ٜ٫ ٔ‫ِح‬ٜ‫يشَد‬ٞ‫ ا‬٢َٓ‫َ ِع‬

ٌَ َ‫ك‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫ُٕ ا٭‬٢‫از‬ٜ‫ُك‬ٜ ‫ُت ََا‬ٚ‫ا‬ٜ‫ضَببُ ايتٖؿ‬


َ َٚ ٔ٘ٔ‫ِؿ‬ٝ‫ؿ‬
ٔ َْ ِٚ‫أ‬ٜ ٣ّ‫عَا‬ٜ‫ ط‬ٚ‫ام َُد‬ٜ‫ِْؿ‬٢‫أسَدُُِِٖ بٔإ‬ٜ ٍُ‫َٓا‬َٜ

ٔ١ٖٝٚٓ‫م اي‬٢ ِ‫َؾٔد‬ٚ ٢‫ف‬ٜ٬ِ‫إلػ‬٢ ‫ِ ٔد ا‬ٜ٢‫َِٔ َص‬

“Makna hadits ini adalah salah seorang dari kalian meskipun menginfakan
emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan meraih pahala dan karunia
sebagaimana yang diraih oleh salah seorang dari mereka (para sahabat) meskipun

35-Ibn Taimiyah, Minhaj alSunnah, Vol. 6, hl. 136-137

22 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
hanya menginfakan satu mud makanan atau setengah mud. Sebab perbedaan
tersebut adalah karena (mereka) yang lebih utama (yaitu para sahabat) disertai
dengan keikhlasan yang lebih dan niat yang benar.‖36
Walhasil, niat yang berkualitas akan mempengaruhi kualitas suatu
amalan ibadah yang kita amalkan. Dengan demikian, niat adalah bagian
yang amat penting dalam struktur amal, sehingga baik tidaknya amal
adalah ditentukan pada niat pelakunya.

36Redaksi ini sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari, Vol. 7, hlm. 34

23 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
BAB II
FIKIH SHALAT

1. Kedudukan Shalat dalam Islam


Islam telah mengagungkan kedudukan shalat, menempatkannya
dalam posisi yang mulia yaitu sebagai rukun Islam yang paling agung
setelah dua kalimat syahadat. Dari Ibnu Umar Radhiallahu „anhuma
bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam
bersabda, "Islam itu didirikan atas lima pondasi, bersaksi bahwa tiada
Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah
Shubhanahu wa Ta‟alLa dan bersaksi bahwa Muhammad Shalallahu Alaihi
Wa Sallam adalah utusan Allah Shubhanahu wa Ta‟alla, mendirikan shalat,
menunaikan zakat , berhaji dan melaksnakan puasa ramadhan‖.
Shalat juga merupakan ibadah pertama yang akan dipertanggung-
jawabkan di hadapan Allah Shubhanahu wa Ta‟alla pada hari kiamat. Dari
Abdullah bin Qarth Radhiallahu „anhu bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
Alaihi Wa Sallam bersabda, "Amal ibadah yang pertama yang akan
dihisab oleh Allah pada hari kiamat adalah shalatnya, jika shalatnya baik
maka baiklah seluruh amalannya yang lain dan jika shalatnya rusak maka
rusaklah seluruh amalannya yang lain‖.
Shalat juga sebagai pembeda antara seorang muslim dengan orang
yang kafir. Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu „anhu bahwa Nabi
Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda, "Di antara seseorang
dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat‖.
Shalat juga sebagai tameng yang melindungi seseorang dari
kemaksiatan. Allah berfirman: "Dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.‖ (QS. Al-Ankabut:
45)
Shalat juga sebagai alat yang dapat menghapuskan dosa. Dari Abi
Hurairah Radhiallahu „anhu bahwa Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi wa

24 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Sallam bersabda: Bagaimanakah pendapat kalian jika ada sebuah sungai
di hadapan pintu salah seorang di antara kalian dan dia mandi padanya
lima kali sehari, maka apakah akan ada daki yang tertinggal pada
badannya? Para shahabat berkata: Tidak ada daki yang tertinggal pada
jasadnya. Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda, "Itulah
perumpamaan shalat lima waktu di mana Allah Ta‟ala menghapuskan
kesalahan dengannya.‖37
Shalat juga merupakan pesan terakhir, yang diwasiatkan Rasulullah
Shalallahu „Alaihi wa Sallam pada umatnya, saat beliau menghadapi
sakaratul maut adalah: ―Jagalah shalat, jagalah shalat dan budak-budak
yang kalian miliki‖.
2. Ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat
Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka ia telah
kufur. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Hal itu berdasarkan dalil
berikut ini :
 Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu „anhu, bahwa
Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda

ٔ٠٬
ٜ ٖ‫ى ايؿ‬ٝ ِ‫س تَس‬٢ ٞ‫ؿ‬ٝ‫ه‬ٞ‫َاي‬ٚ ٔ‫سِى‬ٚ‫ َٔ ايػ‬ِٝ‫ََب‬ٚ ٢ٌُ‫ َٔ اي ٖسد‬ِٝ‫ٕٖ َب‬٢‫إ‬
Sesungguhnya (batas pemisah) antara seseorang dengan kemusyrikan dan
kekafiran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim).
 Diriwayatkan dari Buraidah bin Al Hushaib Radhiallahu „anhu, ia
berkata: aku mendengar Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam
bersabda:

َ‫س‬ٜ‫ؿ‬ٜ‫ ِد ن‬ٜ‫ك‬ٜ‫نَٗا ؾ‬ٜ َ‫َُ ِٔ تَس‬ٜ‫ ؾ‬٠ٝ٬


ٜ ٖ‫َُِٓٗ ُِ ايؿ‬ٝ‫ََب‬ٚ ‫ََِٓٓا‬ٝ‫ِ َب‬ٟٔ‫ر‬٤‫ي َعِٗ ُد اي‬ٜٞ‫ا‬
Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat, barangsiapa yang
meninggalkannya maka benar benar iatelah kafir. (HR.Abu Daud,
Turmudzi, An Nasa'i, Ibnu Majah dan Imam Ahmad)
 Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam telah berwasiat:

37Shahih Bukhari 1/184 no: 528 dan shahih Muslim 1/463 no: 667

25 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
َ‫ ِدػَ َسز‬ٜ‫ك‬ٜ‫دّا ؾ‬َُٚ‫نَٗا عَُِدّا ََُتع‬ٜ َ‫َُِٔ تَس‬ٜ‫ ؾ‬،‫ عَُِدّا‬ٜ٠٬
ٜ ٖ‫ا ايؿ‬ٛٝ‫ َتتِسُن‬ٜ٫َٚ ،‫ّا‬٦ِٝ‫غ‬
َ ٔ‫ِا بٔاهلل‬ٛ‫ن‬ٝ ٢‫ ُتػِس‬ٜ٫

ٔ١٤ًُٔٞ‫َ َٔ اي‬
Janganlah kamu berbuat syirik kepada Allah sedikitpun, dan janganlah
kamu sengaja meninggalkan shalat, barangsiapa yang benar-benar dengan
sengaja meninggalkan shalat maka ia telah keluar dari Islam.
Adapun kosekwensi hukum yang berlaku karena kufur (keluar
dari Islam), yaitu :
a. Kehilangan haknya sebagai wali, karena syarat perwalian adalah
harus Islam dan adil.
b. Kehilangan haknya untuk mewarisi harta kerabatnya. Hal itu
berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan dari Usamah bin Zaid
Radhiallahu „anhu, Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:

ًَِِٔ‫ ُُط‬ٞ‫اؾٔ ُس اي‬ٜ‫ه‬ٞ‫ اي‬٫ٜ َٚ َ‫اؾٔس‬ٜ‫ه‬ٞ‫ ُُطًِٔ ُِ اي‬ٞ‫خ اي‬


ُ ٢‫َس‬ٜ ٜ٫
Tidak boleh seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak boleh orang
kafir mewarisi orang muslim. (HR.Bukhari dan Muslim)
c. Dilarang baginya untuk memasuki kota Makkah dan tanah haram.
Berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta‟alla:

ِِ٢َٗٔ‫يشَسَاَّ َبعِدَ عَا‬ٞ‫طذٔدَ ا‬


ِ َُٞ‫ا اي‬ُٛ‫سَب‬ٞ‫َك‬ٜ ٬ٜ‫َٕ َْذَظْ ؾ‬ٛٝ‫ن‬٢‫ ُُػِس‬ٞ‫ََُْٓا اي‬٢‫ا إ‬َُٛٓ ‫َٔ آ‬ٜٔ‫ٓر‬ٜ‫َُٗا اي‬ٜٜٓ‫َا أ‬ٜ

‫َٖرَا‬
“Hai orang orang yang beriman, sesungguhnya orang- orang musyrik itu najis,
maka janganlah mereka mendekati Al Masjidil Haram sesudah tahun
ini…” (QS. At Taubah: 28)
d. Diharamkan makan hewan sembelihannya. karena salah satu syarat
penyembelihannya adalah bahwa penyembelihnya harus seorang
muslim, adapun orang murtad, paganis, majusi, dan sejenisnya, maka
sembelihan mereka tidak halal.

26 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
e. Tidak boleh dishalatkan jenazahnya dan tidak boleh dimintakan
ampunan dan rahmat untuknya. Berdasarkan firman Allah
Subhaanahu wa Ta‟alla:

ٔ٘ٔ‫ي‬ُٛ‫زَض‬َٚ ًٜٔ٘ٓ‫ا بٔاي‬ُٚ‫س‬ٜ‫ؿ‬ٜ‫َُِِْٓٗ ن‬٢‫ٔ إ‬ٙ٢‫قبِس‬ٜ ٢ًَٜ‫ِِ ع‬ٝ‫ تَك‬٫َٚ ‫بَدّا‬ٜ‫أسَدٕ َُِِِٔٓٗ ََاتَ أ‬ٜ ٢ًَٜ‫ٓ ع‬٢ٌَ‫ تُؿ‬٫َٚ

َٕٛٝ‫اضٔك‬ٜ‫َُٖ ِِ ؾ‬ٚ ‫ا‬ُٛ‫ََات‬َٚ


“Dan janganlah kamu sekali-kali menshalatkan (jenazah) seorang yang mati
di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburannya,
sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka
mati dalam keadaan fasik.” (QS. At -Taubah: 84)
f. Dilarang menikah dengan wanita muslimah. Karena orang kafir
tidak boleh menikahi wanita muslimah, berdasarkan nash dan ijma‘.
Allah Subhaanahu wa Ta‟allaberfirman:

َٓٔ٢ْٗٔ‫ميَا‬٢‫ُِ بٔإ‬ًِٜ‫أع‬ٜ ًُٜ٘ٓ‫َُٖٔٓ اي‬ُٛٓ‫ش‬


ٔ ‫اََِت‬ٜ‫ََٔٓاتُ ََُٗادٔسَاتٕ ؾ‬٪ِ ُُ ٞ‫ُِ اي‬ٝ‫َن‬٤‫إذَا دَا‬٢ ‫ا‬َُٛٓ‫َٔ آ‬ٜٔ‫ٓر‬ٜ‫َُٗا اي‬ٜٜٓ‫َا أ‬ٜ

ًَٕٛٓٝٔ‫َش‬ٜ ُِِٖ ٫َٚ ُِِٗ‫ي‬ٜ ٌْٓٔ‫ َُٖٔٓ س‬٫ ٢‫ٓاز‬ٜ‫ؿ‬ٝ‫ه‬ٞ‫ اي‬٢ٜ‫ي‬٢‫ َُٖٔٓ إ‬ُٛ‫ تَ ِس ٔدع‬٬ٜ‫ََٔٓاتٕ ؾ‬٪ِ َُ َُُُُٖٓٔٛ‫ِٕ عًَٔ ُِت‬٢‫إ‬ٜ‫ؾ‬

َُٓٔٗ‫ي‬ٜ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila perempuan perempuan yang beriman
datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka,
Allah lebih mengetahui tentang mereka, jika kamu telah mengetahui bahwa
mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka
kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir, mereka tidak halal bagi
orang-orang kafir itu, dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka …”
(QS. Al Mumtahanah: 10)
g. Keutamaan shalat berjamaah
 Pahala shalat berjama`ah melebihi pahala shalat sendirian dua
puluh tujuh derajat.

27 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ٔ١َ‫يذََُاع‬ٞ‫ ا‬ٝ٠٬َ‫ ؾ‬:ٍَ‫ا‬ٜ‫ضًِ ق‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍَ اهللٔ ؾ‬ِٛ ُ‫ عَُُسَ إٖٔ زَض‬٢ٔ ِ‫ اب‬٢ٔ‫َع‬

١َ‫َٔ دَ َزد‬ِٜ٢‫َ ٔعػِس‬ٚ ٣‫طبِع‬


َ ‫ ِسدٔ ٔب‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫ اي‬٠ٔ٬َ‫كٌَُ َِٔٔ ؾ‬ٞ‫أؾ‬
“Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam
bersabda : Shalat berjama`ah lebih utama daripada shalat sendirian dua
puluh tujuh derajat.‖ (HR. Buhari dan Muslim)
 Pahala shalat berjamaah melampui pahala shalat malam

٘٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ٍَ اي‬ُٛ‫ ضَُٔعِتُ زَض‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫إ زق‬٤‫َعِٔ ُعجَُِإ بِٔ عَؿ‬

٢ًٌِٝ٤‫اَّ ْٔؿِـَ اي‬ٜ‫أَُْٖا ق‬ٜ‫ه‬ٜ‫ٕ ؾ‬١َ‫ دََُاع‬ٞٔ‫َ ؾ‬٤‫ٔعػَا‬ٞ‫ اي‬٢٤ًَ‫ (( َِٔ ؾ‬٪ٍُٛٝ‫َك‬ٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ع‬

.ًِ‫ َط‬ٙ‫ا‬ٚ‫ ز‬.))ُ٘٤ًٝ‫ِ ٌَ ن‬ًٝ٤‫ اي‬٢٤ًَ‫أَُْٖا ؾ‬ٜ‫ه‬ٜ‫ٕ ؾ‬١َ‫ دََُاع‬ٞٔ‫ؿبِ َض ؾ‬


ٗ ‫ اي‬٢٤ًَ‫َِٔ ؾ‬َٚ
―Dari Utsman bin `Affan Radhiallahu „anhu berkata: Saya telah
mendengar Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda,
―Barangsiapa yang shalat Isya dengan berjama`ah maka seakan-akan ia
shalat seperdua malam, dan barangsiapa yang shalat Shubuh dengan
berjama`ah maka seakan-akan ia shalat sepanjang malam.” (HR.
Muslim)
 Setiap langkah yang diayunkan seorang muslim untuk
menegakkan shalat berjama`ah terhitung disisi Allah sebagai
pahala dan ganjaran baginya. Tidaklah setiap ayunan langkahnya
melainkan terangkat baginya satu derajat dan dihapuskan satu
dosa untuknya. Sebagaimana hadits yang terdapat di dalam
shahihain.

ًَِٜٔ٘ٝ‫٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ٍُ اي‬ُٛ‫اٍَ زَض‬ٜ‫ ق‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫ زق‬ٜ٠َ‫ِس‬َٜ‫ ُٖس‬ٞٔ‫عَ ِٔ أب‬

َ ُ‫ٔ ت‬١َ‫يذََُاع‬ٞ‫ ا‬ٞٔ‫ ؾ‬٢ٌُ‫ اي ٖسد‬ٝ٠٬َ‫ ؾ‬:َِ٤ًَ‫َض‬ٚ


ٔ٘ٔ‫ق‬ُٛ‫ ض‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ٔ٘ٔ‫ت‬ِٝ‫ َب‬ٞٔ‫تٔ٘ٔ ؾ‬٬َ‫ ؾ‬٢ًَٜ‫كعٖـُ ع‬

28 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
٢ٜ‫َ ثُِٖ ػَسَزَ إي‬٤ُٛ‫ُق‬ٛٞ‫أ ِسطََٔ اي‬ٜ‫َقٖأ ؾ‬ٛ‫ أُْٖ٘ إذَا َت‬ٜ‫ذَئو‬َٚ ‫ا‬ٟ‫قعِؿ‬
ٔ َٜٔ٢‫َ ٔعػِس‬ٚ ‫ػَ ُِطّا‬

١٠ َ‫ُ٘ ٔبَٗا َد َزد‬ٜ‫ زُؾٔعَتِ ي‬١٫‫ إ‬ٟ٠َٛٞٛ‫ َػ‬ٝ‫ؼِط‬َٜ ِِٜ‫ ي‬ٝ٠٬ٖ‫ ايؿ‬١٫‫سدُُ٘ إ‬٢ ِ‫ؼ‬ُٜ ٫ ٔ‫طذٔد‬
ِ َُ ٞ‫اي‬

ٞٔ‫ِ٘ٔ ََا دَاَّ ؾ‬ًَٜٝ‫ ع‬ًَِّٞ‫ تُؿ‬ٝ١ٜ‫ٔه‬٥٬َُٞ‫ اي‬٢ٍ‫ِِ تَ َص‬ٜ‫ ي‬٢٤ًَ‫إذَا ؾ‬ٜ‫ ؾ‬٠١َ٦ٝٔٛ‫تِ َعُِٓ٘ ٔبَٗا َػ‬٤ُٛ‫س‬َٚ

‫ٕ ََا‬٠٬َ‫ ؾ‬ٞٔ‫ِِ ؾ‬ٝ‫َصَاٍُ أسَدُن‬ٜ ٫َٚ ،َُُِ٘‫ًُِٖٗ ا ِزس‬٤‫ِ٘ٔ اي‬ًَٜٝ‫ ع‬ٌَٚ‫ًُٗ ِٖ ؾ‬٤‫ اي‬٪ ٍُِٛ ‫ك‬ٝ َ‫ُ ت‬ٙ١٬َ‫َُؿ‬

ٜ٠٬ٖ‫ َس ايؿ‬ٜ‫اَِْتع‬
“Dari Abu Hurairah Radhiallahu „anhu berkata: Rasululah Shalallahu
„Alaihi wa Sallam bersabda: Pahala shalat seseorang yang berjamaah
melebihi pahala shalat sendirian di rumahnya dan dipasarnya dua puluh
lima kali lipat. Yang demikian itu apabila ia berwudhu` dengan sebaik-
baiknya, kemudian ia pergi menuju masjid, tidak ada tujuan lain kecuali
untuk shalat berjama`ah maka tidaklah setiap langkah yang
diayunkannya melainkan terangkat baginya satu derajat dan dihapuskan
untuknya satu dosa, apabila ia melakukan shalat berjama`ah maka para
malaikat senantiasa mendoakannya selama ia masih berada di tempat
shalatnya dan juga ia belum berhadats. Para Malaikat berdoa:
“Allahumma shalli `alaihi, Allahummarhamhu (Ya Allah, Ampunilah
dia dan rahmatilah).” Dan tetap ia dianggap shalat selama ia menunggu
waktu shalat berikutnya tiba.” (HR. Buhari)
 Seseorang yang istiqamah shalat berjama`ah dijamin terlepas dari
sifat nifaq.

‫دّا َُطًُِّٔا‬ٜ‫َ٘ غ‬٤ً‫ اي‬٢ٜ‫ك‬ًَٜٞ ِٕ‫ُ أ‬ٖٙ‫اٍَ َِٔ ضَس‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫دٕ زق‬ِٛ ُ‫طع‬
ِ َ ٢ِٔ‫ اب‬٢ٔ‫َع‬

٢٤ًَ‫ِِ ؾ‬ٝ‫ه‬ٚٝ‫َ٘ غَ َسعَئَٓٔب‬٤ً‫إٕٖ اي‬ٜ‫ٖٔ ؾ‬٢ٗ‫ ٔب‬٣َ‫َُٓاد‬ٜ ُ‫ِح‬َٝ‫َاتٔ س‬ًٜٖٛ‫ٔ ايؿ‬٤٫ُ٪َٖ ٢ًَٜ‫ ع‬ٞ‫شَاؾٔغ‬ًُٜٝٞ‫ؾ‬

ٞٔ‫تُِِ ؾ‬ِٝ٤ًَ‫ِِ ؾ‬ٝ‫ِ أْٖه‬ٛ‫ي‬َٜٚ ٣َ‫يُٗد‬ٞ‫ ا‬٢َُٔٓ‫َإُْٖٖٗٔ َِٔٔ ض‬ٚ ٣َ‫يُٗد‬ٞ‫ضََٓٔ ا‬


ُ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ِٗ ع‬٤ً‫اي‬

١ٜ ٖٓ‫ض‬
ُ ُِِ‫نت‬ٞ َ‫ِ تَس‬ٜٛ‫َي‬ٚ ِِٝ‫ه‬ٚٝٔ‫ َْب‬ٜ١ٖٓ‫ض‬
ُ ُِِ‫نت‬ٞ َ‫يتَس‬ٜ ٔ٘ٔ‫ت‬ِٝ‫ َب‬ٞٔ‫ ُُتَؼًَِّـُ ؾ‬ٞ‫ َٖرَا اي‬ًَِّٞ‫ُؿ‬ٜ ‫َُا‬ٜ‫ِِ ن‬ٝ‫تٔه‬ُٛٝ‫ُب‬

29 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ِٔ َٔ ٕ‫طذٔد‬
ِ َ ٢ٜ‫عُِٔدُ إي‬َٜ ُِٖ‫زَ ث‬ُٛٗ٥ٛ‫شطُٔٔ اي‬
ِ ُٜٝ‫ٖٗسُ ؾ‬ٜٛ ‫ََت‬ٜ ٣ٌُ‫َََا َِٔٔ َزد‬ٚ ُِِ‫ًت‬ًَٜٞ‫ك‬ٜ‫ِِ ي‬ٝ‫ه‬ٚٝ‫َْٔب‬

‫ؾعُُ٘ ٔبَٗا‬ِٜ‫َس‬ٜٚ ٟ١َٓ‫ط‬


َ ‫َٖا َس‬ِٛٝٛ‫ؼ‬َٜ ٕ٠َٛ ٞٛ‫ َػ‬ٌٚٝ‫ُ٘ بٔه‬ٜ‫ُ٘ ي‬٤ً‫َتبَ اي‬ٜ‫ ن‬١٫‫ َُطَادٔدٔ إ‬ٞ‫ٔ اي‬ٙٔ‫َٖر‬

ًُِّٛٝ‫ ََُٓاؾٔلْ َع‬١٫‫ًـُ َعَِٓٗا إ‬٤َ‫ََتؼ‬ٜ ‫ََا‬َٚ ‫تَُٓا‬ِٜ‫دِ زَأ‬ٜ‫ك‬ٜ‫َي‬ٚ ٟ١َ٦ٝٚ‫ض‬


َ ‫ َعُِٓ٘ ٔبَٗا‬٥‫شُط‬َٜٚ ٟ١َ‫َد َزد‬

.ٚ‫ ايؿٖـ‬ٞٔ‫اَّ ؾ‬ٜ‫ُك‬ٜ ٢ٖ‫ َست‬٢ًُِٜٔٝ‫َٔ ايسٖد‬ِٝ‫ َب‬٣َ‫َٗاد‬ُٜ ٔ٘ٔ‫ ب‬٢َ‫ِت‬٪ُٜ ٌُُ‫إَ اي ٖسد‬ٜ‫دِ ن‬ٜ‫ك‬ٜ‫َي‬ٚ ٢‫ام‬ٜ‫ؿ‬ٚٓ‫اي‬

.ًِ‫ َط‬ٙ‫ا‬ٚ‫ز‬
“Dari Ibnu Mas`ud Radhiallahu „anhu berkata: Barangsiapa yang ingin
bertemu dengan Allah kelak (dalam keadaan) sebagai seorang muslim,
maka hendaklah dia memelihara shalat setiap kali ia mendengar
panggilan shalat. Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan sunnanal huda
(jalan-jalan petunjuk) dan sesungguhnya shalat berjama`ah merupakan
bagian dari sunnanil huda. Apabila kamu shalat sendirian di rumahmu
seperti kebiasaan shalat yang dilakukan oleh seorang mukhallif (yang
meninggalkan shalat berjama`ah) ini, berarti kamu telah meninggalkan
sunnah nabimu, apabila kamu telah meninggalkan sunnah nabimu,
berarti kamu telah tersesat. Tiada seorang pun yang bersuci (berwudhu`)
dengan sebaik-baiknya, kemudian dia pergi menuju salah satu masjid
melainkan Allah mencatat baginya untuk setiap langkah yang
diayunkannya satu kebajikan dan diangkat derajatnya satu tingkat dan
dihapuskan baginya satu dosa. Sesungguhnya kami berpendapat, tiada
seorang pun yang meninggalkan shalat berjama`ah melainkan seorang
munafik yang jelas-jelas nifak. Dan sesungguhnya pada masa dahulu ada
seorang pria yang datang untuk shalat berjama`ah dengan dipapah oleh
dua orang laki-laki sampai ia didirikan di dalam barisan shaff shalat
berjama`ah.” (HR. Muslim)
 Orang yang shalat berjama`ah terbebas dari segala perangkap
syaithan

30 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
٘٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ٍَ اي‬ُٛ‫اٍَ ضَُٔ ِعتُ زَض‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫ٔ زق‬٤‫ اي ٖد ِزدَا‬ٞٔ‫َعِٔ أب‬

ٔ‫د‬ٜ‫ ق‬١٫‫ إ‬ٝ٠٬ٖ‫٘ٔ ايؿ‬ٝٔ‫اُّ ؾ‬ٜ‫ تُك‬٫ ٣ٚ‫ بَ ِد‬٫َٚ ٕ١َِٜ‫س‬ٜ‫ ق‬ٞٔ‫ٕ ؾ‬١َ‫ث‬٬َ‫ٍُ ََا َِٔٔ ث‬ٛٝ‫َك‬ٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ع‬

ٜ١َٝ‫ؾ‬
ٔ ‫ا‬ٜ‫ك‬ٞ‫ِبُ اي‬٥‫ر‬ٚ ‫ٌُ اي‬ٝ‫َأن‬ٜ ‫إَُْٖا‬ٜ‫ٔ ؾ‬١َ‫يذََُاع‬ٞ‫ِِ بٔا‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ع‬ٜ‫ا ُٕ ؾ‬ِٜٛٝ‫ػ‬
ٖ ‫ ُِ اي‬٢ًَِٜٗٝ‫َذَ ع‬ٛ‫ش‬
ِ ‫ضَت‬
ِ‫ا‬
―Dari Abu Darda Radhiallahu „anhu berkata: Saya telah
mendengar Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:
Tidaklah dari tiga orang yang berada di sebuah perkampungan maupun
sebuah dusun dan mereka tidak mendirikan shalat berjama`ah di
dalamnya, melainkan syaithan telah menguasai diri mereka. Maka
hendaklah atas kamu bersama jama`ah, sesungguhnya srigala hanya
menerkam kambing yang terpisah dari kawannya.” (HR. Abu Daud)

ِٔ َ ٍَ‫ا‬ٜ‫َِ ق‬٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫ٖ ؾ‬ٞٔ‫ اهلل عٓ٘ إٖٔ ايٖٓب‬ٞ‫ زق‬ٜ٠‫ِ َس‬َٜ‫ ُٖس‬ٞٔ‫َعِٔ أب‬

َ‫ِ زَاغ‬ٚ‫دَا أ‬ٜ‫َُا غ‬٤ًٝ‫ ن‬ٟ٫‫ ُْ ُص‬١ٖٔٓ‫ذ‬


َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬ٞٔ‫ ُ٘ ؾ‬ٜ‫ ُ٘ ي‬٤ً‫ِ زَاغَ أعَ ٖد اي‬ٚ‫طذٔ ٔد أ‬
ِ َُٞ‫ اي‬٢ٜ‫دَا إي‬ٜ‫غ‬
―Dari Abu Hurairah Radhiallahu „anhu bahwa Rasulullah Shalallahu
„Alaihi wa Sallam bersabda: Siapa yang datang ke masjid pagi-pagi
atau setelah matahari tergelincir (maksudnya lebih awal dari waktu
shalat), Allah menyediakan baginya tempat di surga setiap kali dia
datang.‖ (HR. Bukhari dan Muslim)
 Melakukan shalat berjamaah berarti ia merealisasikan shalat pada
waktunya.

ًَِٜٔ٘ٝ‫٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫ٖ ؾ‬ٞٔ‫ت ايٖٓب‬


ُ ٞ‫ ضَأي‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫ِٕد زق‬ٛ‫ َطِ ُع‬٢ٔ‫٘ٔ ِب‬٤ً‫َعِٔ َعبِدٔاي‬

‫ ؟‬ٟٙ‫ ثُ ِٖ أ‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬.‫ٔتَٗا‬ٞ‫َق‬ٚ ٢ًَٜ‫ ع‬ٝ٠٬ٖ‫ ايؿ‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫٘ٔ ؟ ق‬٤ً‫ اي‬٢ٜ‫ب إي‬
ٗ ‫ٌ أ َس‬٢ ََُ‫يع‬ٞ‫ ا‬ٟٗ ‫ َِ أ‬٤ًَ‫َض‬ٚ

٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬.ٔ٘٤ً‫ اي‬٢ٌٝٔ‫ ضَب‬ٞٔ‫ذَٗادُ ؾ‬


ٔ ‫ي‬ٞ‫ ا‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ ؟ ق‬ٟٜٙ‫ ثُِٖ أ‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬.٢َِٜٔ‫َائد‬ٛ‫ي‬ٞ‫ ثُِٖ بٔسٗ ا‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ق‬

.ٟ‫ ايبؼاز‬ٙ‫ا‬ٚ‫ ز‬.َْٞٔ‫صَاد‬ٜ‫ضتَ َصدِتُ ُ٘ ي‬


ِ ‫ ا‬ٛ٢ ٜ‫َي‬ٚ ٖٔ٢ٗ‫ ٔب‬ٞٔٓ‫سَدَٖث‬

31 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
―Dari Abdullah bin Mas`ud Radhiallahu „anhu berkata: Saya
bertanya kepada Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, “Apakah
amal yang paling disukai Allah ?”, jawab Rasulullah Shalallahu „Alaihi
wa Sallam: “Shalat pada waktunya”. Saya bertanya: “Kemudian apa
lagi?”, jawab Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam: “Berbakti
kepada kedua orang tua”. Saya bertanya: “Kemudian apa lagi?”, jawab
Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam: “Berjihad di jalan Allah”.
Berkata Abdullah bin Mas`ud Radhiallahu „anhu, “Rasulullah Shalallahu
„Alaihi wa Sallam menyampaikan semuanya itu kepadaku, seandainya
aku meminta penjelasan lebih dari itu, niscaya beliau akan
menambahkannya.” (HR. Al Bukhari)
 Berjalan menuju masjid untuk berjamaah bisanya dilakukan
dengan tenang

٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ اي‬٢ٍُٛ‫ َعَ زَض‬ًَِّٞ‫ََُٓا َْشُِٔ ُْؿ‬َِٝ‫ ب‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫ زق‬ٜ٠‫قتَا َد‬ٜ ٞٔ‫َعِٔ أب‬

٢ٜ‫ًَٓا إي‬َٞ‫ضَتعِذ‬
ِ ‫ ا‬٪ ‫ا‬ٛٝ‫اي‬ٜ‫ِِ ؟ ق‬ٝ‫ُْه‬ٞ‫ ((ََا غَأ‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬ٟ١َ‫ًب‬َٜ‫ؾطَُٔعَ د‬ٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫٘ ع‬٤ً‫اي‬

‫ِا‬ًٛ٤َ‫ؿ‬ٜ‫نتُِِ ؾ‬ٞ َ‫َُا أ ِدز‬ٜ‫ ؾ‬ٝ١َٓٝٔ‫ُِ ايطٖه‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ؾع‬ٜ ٜ٠٬ٖ‫ِتُُِ ايؿ‬ٝ‫ا إذَا أَت‬ًَٛٝ‫ؿع‬ٞ َ‫ ت‬٬ٜ‫اٍَ ؾ‬ٜ‫ ق‬.ٔ٠٬ٖ‫ايؿ‬

.ًِ‫ َط‬ٙ‫ا‬ٚ‫ ز‬.))‫ا‬ُٛٗٔ‫أت‬ٜ‫ِِ ؾ‬ٝ‫ه‬ٜ‫ضبَك‬


َ ‫ََا‬َٚ
―Dari Abu Qatadah Radhiallahu „anhu berkata: Ketika kami sedang
shalat bersama-sama Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, tiba-tiba
kami mendengar suara hiruk pikuk. Maka Rasulullah Shalallahu
„Alaihi wa Sallam bersabda: “Apa yang terjadi dengan kalian”, jawab
mereka : “Kami tergesa-gesa hendak shalat”. Sabda Rasulullah
Shalallahu „Alaihi wa Sallam: “Jangan kalian lakukan itu, apabila
kamu pergi shalat, berjalanlah dengan tenang. Apa yang kamu dapati
dalam shalat ikutilah, dan apa yang kamu ketinggalan, sempurnakanlah
kemudian.” (HR. Muslim)
 Allah menjadi saksi atas setiap orang yang memelihara shalat
berjama`ah di masjid dengan penuh keimanan. Firman Allah
Subhanahu wa Ta‟alla :

32 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
٠ٜ‫ا‬ٜ‫ ايصٖن‬٢َ‫َات‬٤َٚ ٜ٠ٜ٬ٖ‫اَّ ايؿ‬ٜ‫َأق‬ٚ ٢‫٭ػٔس‬ٞ‫ ا‬٢َِّٛٝٞ‫َاي‬ٚ ٔ‫َأََ بٔاهلل‬٤ َِٔ ٔ‫عُُِسُ َطَادٔدَ اهلل‬َٜ ‫إَُْٖا‬

َٜٔٔ‫ ُُِٗتَد‬ٞ‫ا َٔ َٔ اي‬ُْٛٛٝ‫َه‬ٜ ٕ‫ أ‬ٜ‫و‬٥ٜٔ٫ِٚ ‫ أ‬٢َ‫ؾعَط‬ٜ ‫هلل‬


ٜ ‫ ا‬٫٤ ‫ؼ إ‬
َ ِ‫ؼ‬َٜ ِِٜ‫َي‬ٚ
“Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain
Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah : 18)

 Berharap agar ―amin‖ yang diucapkan dapat berbarengan


dengan ―aminnya‖ imam dan ―aminnya‖ para malaikat.

ٍ‫ا‬ٜ‫َِ ق‬٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ٍَ اي‬ُٛ‫ اهلل عٓ٘ إٖٔ زَض‬ٞ‫ زق‬ٜ٠‫ِ َس‬َٜ‫ ُٖس‬ٞٔ‫َعِٔ أب‬

َّٖ‫د‬ٜ‫ُ٘ ََا تَك‬ٜ‫ؿٔسَ ي‬ٝ‫ٔ غ‬١ٜ‫ٔه‬٥٬َُٞ‫ُُٓ٘ تَأَٔنيَ اي‬َٝٔ‫لَ تَأ‬ٜ‫َاؾ‬ٚ َِٔ ُْٖ٘‫إ‬ٜ‫ا ؾ‬َُٛٓٚ‫أ‬ٜ‫َ إذَا أََٖٔ اإلََاُّ ؾ‬٪

.ًِ‫َط‬ٚ ٟ‫ ايبؼاز‬ٙ‫ا‬ٚ‫ ز‬.ٔ٘ٔ‫َِٔٔ ذَِْب‬


―Dari Abu Hurairah Radhiallahu „anhu bahwa Rasulullah Shalallahu
„Alaihi wa Sallam bersabda: Apabila Imam membaca “Amin”, maka
ucapkan pula “Amin” olehmu. Barangsiapa yang ucapan “Amin”nya
berbarengan dengan ucapan “Amin”nya malaikat, diampuni segala
dosanya yang telah lalu.‖ (HR. Bukhari dan Muslim)
h. Hikmah shalat berjamaah
Disyariatkannya shalat berjamaah, tentu memiliki banyak hikmah.
Di antaranya adalah sebagaimana berikut:
Pertama: Mamperlihatkan syiar Islam, yaitu syi‘ar shalat, sebab
seandainya manusia tetap melaksanakan shalat di rumah mereka maka
tidak ada yang mengetahui bahwa di sana ada syari‘at shalat.
Kedua: Menjalin kasih sayang sesama manusia, sebab saling bertemu
dengan manusia dan saling berjabatan tangan akan melahirkan rasa kasih
sayang dan saling mencintai. Diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam
33 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
kitab shahihnya dari Abi Hurairah Radhiallahu „anhu bahwa Nabi
Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda: Kalian tidak akan
masuk surga sehingga kalian beriman, dan tidak akan beriman sehingga
kalian saling mencintai, tidakkah aku tunjukkan kepada kalian suatu
amalan yang apabila kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai?.
Sebarkanlah salam di antara kalian.‖38
Ketiga: Terbentuknya rasa persamaan sesama manusia. Sebab di
dalam mesjid akan berkumpul orang yang paling kaya di samping orang
yang paling miskin, seorang penguasa bersebelahan dengan rakyat,
seorang hakim berjejer bersama orang yang dihakimi dan anak-anak atau
remaja berdampingan dengan orang yang sudah tua, dengan ini maka
akan tercipta rasa persamaan, oleh karena itulah Rasulullah Shalallahu
„Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk meluruskan shaf. Dan Nabi
Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda: Luruskanlah shaf dan
janganlah kalian bershaf bengkok sehingga hati-hati kalian menjadi
berselisih.‖39
Keempat: Akan terbentuk rasa peka dengan keadaan orang lain. Peka
dengan keadaan orang-orang fakir dan orang-orang yang sakit serta
keadaan orang yang meremehkan shalat. Sebab jika keadaan orang yang
fakir diketahui oleh jama‘ah mesjid maka mereka akan bersedekah
kepadanya dan menghiburnya, begitu juga jika seseorang tidak
menghadiri shalat berjama‘ah maka para jama‘ah akan mengetahui jika
dia sakit, sehingga dengan ini para jama‘ah akan membantunya, atau jika
ada salah seorang jama‘ah yang meremehkan shalat berjama‘ah maka
mereka akan menasehatinya dengan segera.40
i. Hukum shalat berjamaah
Shalat berjama`ah hukumnya wajib, ini pendapat mayoritas ulama.
Kewajiban ini berlaku atas setiap muslim laki-laki, baik ia dalam keadaan
menetap maupun dalam perjalanan, dalam keadaan aman maupun
dalam keadaan genting. Hal itu berdasarkan dalil-dalil dari Al Qur`an
dan As-Sunnah dan pendapat Ahlu Ilmi. Di antara dalil-dalil tersebut
adalah :

38Muslim: no: 54
39Shahih Muslim: no: 432
40- Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Shalat Jamaah, Pustaka Islamhouse,2010,hlm.8

34 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
 Firman Allah Subhaanahu wa Ta‟alla yang memerintahkan Nabi-
Nya untuk mendirikan shalat berjama`ah di dalam keadaan yang
genting :

‫ا‬ُٚ‫أػُر‬ٞ َٝ‫َٔي‬ٚ ٜ‫َُِِٓٗ َٖ َعو‬ٚ ُٝ١ٜ‫ٔؿ‬٥‫طآ‬ٜ ِِٝ‫ًتَك‬ٜٞ‫ ؾ‬ٜ٠ٜ٬ٖ‫يُُِٗ ايؿ‬ٜ َ‫ُِت‬ٜ‫أق‬ٜ‫ِِ ؾ‬٢ٗٝٔ‫ٓتَ ؾ‬ٝ‫َإذَا ن‬ٚ

‫ا‬ٛ٥ًَ‫ُؿ‬ٜ ِِٜ‫ ي‬٣َ‫ أػِس‬٠١ٜ‫ٔؿ‬٥‫طآ‬ٜ ٔ‫ت‬ٞ‫تَأ‬ٞ‫َي‬ٚ ِِٝ‫ٔه‬٥‫زَآ‬َٚ َٔٔ ‫ا‬ُْٛٛٝ‫َه‬ًٜٝٞ‫ا ؾ‬ُٚ‫ضذَد‬


َ ‫إذَا‬ٜ‫شَتُِِٗ ؾ‬
َ ًِٔ‫أض‬

ُِِٗ‫شَت‬
َ ًِٔ‫َأض‬ٚ َُِِٖ‫ا سٔرِز‬ُٚ‫َأػُر‬ٝ‫ي‬َٞٚ ٜ‫ا َ َعو‬ٛ٥ًَ‫ُؿ‬ًٜٝٞ‫ؾ‬
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu
kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah
segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata,
kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah
menyempurnakan seraka'at), maka hendaklah mereka pindah dari
belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan
yang kedua yang belum bershalat, lalu bershalatlah mereka denganmu, dan
hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata.” (QS. An-
Nisa’: 102)
Ayat ini menegaskan bahwa dalam keadaan kecamuk perang,
Allah masih mewajibkan untuk tetap melakukan shalat dengan
cara berjamaah. Apalagi dalam keadaan aman, tentu shalat yang
dilakukan dengan berjamaah akan lebih wajib.
 Firman Allah Subhaanahu wa Ta‟alla:

‫ا َ َع ايسٖأنعٔني‬ُٛ‫نع‬ٜ ِ‫َاز‬ٚ ٜ٠‫ا‬ٜ‫ا ايصٖن‬ُٛ‫َات‬٤َٚ ٜ٠٬


ٜ ٖ‫ا ايؿ‬ُُٛٝٔ‫َأق‬ٚ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah bersama
orang-orang yang ruku'.‖ (QS.Al-Baqarah:43)
Ayat ini merupakan nash yang menunjukan hukum wajibnya
shalat berjama`ah, indikasinya adalah dikaitkan dengan lafadz
akhir ayat tersebut yang berbunyi: ―Warka`uu ma`ar raaki`iin‖.
Yang artinya perintah melaksanakan shalat bersama orang-orang
yang mendirikan shalat.

35 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
 Terdapat dalam hadist-hadist, sebagaimana diriwayatkan dari
Abu Hurairah Radhiallahu „anhu bahwa Rasulullah Shalallahu
„Alaihi wa Sallam bersabda :

ٔ٠٬ٖ‫بَ ثُِٖ آَُسَ بٔايؿ‬ِٜٛ‫ش‬ُٜٝ‫بٕ ؾ‬ٜٛ‫ش‬


َ ٔ‫دِ ََُٖ ُِتُ إِٔ آَُسَ ب‬ٜ‫ك‬ٜ‫ٔ ي‬ٙٔ‫َد‬ٝ‫ ٔب‬ٞٔ‫ؿط‬ٞ َْ ٟٔ‫ر‬٤‫َاي‬ٚ

ِِ ٢ًَِٜٗٝ‫مَ ع‬ٚ‫أسَس‬ٜ‫ ؾ‬٣ٍ‫زدَا‬٢ ٢ٜ‫ُّٖ ايٖٓاعَ ثُِٖ أػَأيـَ إي‬٪َٝ‫ؾ‬ٜ ٬ُ‫يَٗا ثُِٖ آَُسَ زَد‬ٜ َٕٖ‫ذ‬٪َ ُٝ‫ؾ‬ٜ

(ً٘ٝ‫ )َتؿل ع‬.ُِِٗ‫َت‬ُٛٝ‫ُب‬


Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya, rasanya aku ingin menyuruh
mengumpulkan kayu bakar, dan kuperintahkan mengumandangkan
adzan untuk mendirikan shalat, kemudian aku instruksikan seseorang
untuk mengimami jama`ah shalat. Selanjutnya aku berbalik menuju
orang-orang yang tidak shalat berjama`ah, lalu aku bakar mereka
bersama rumah-rumah mereka. (HR. Buhari dan Muslim)

َِ ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫ٖ ؾ‬ٞٔ‫ ايٖٓب‬٢َ‫ أت‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫ زق‬ٜ٠َ‫ِس‬َٜ‫ ُٖس‬ٞٔ‫عَِٔ أب‬

.ٔ‫طذٔد‬
ِ َُ ٞ‫ اي‬٢ٜ‫ إي‬ُْٞٔ‫د‬ٛٝ‫َك‬ٜ ْ‫ٔد‬٥‫ا‬ٜ‫ ق‬ٞٔ‫ِظَ ي‬ٝ‫ي‬ٜ ُْٖ٘‫٘ٔ إ‬٤ً‫ٍَ اي‬ُٛ‫َا زَض‬ٜ ٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬٢َُِ‫َزدٌُْ أع‬

‫ـ‬
َ ٖ‫ َسػ‬ٜ‫ ؾ‬.ٔ٘ٔ‫ت‬ِٝ‫ َب‬ٞٔ‫ُ٘ ؾ‬ٜ‫ـَ ي‬ٚ‫ُسَػ‬ٜ ِٕ‫َِ أ‬٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ِٗ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ٍَ اي‬ُٛ‫ؾطَأ ٍَ زَض‬ٜ

ٍَ ‫ا‬ٜ‫ ق‬.َِِ‫ َْع‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫َ ؟ ق‬٤‫دَا‬ٚٓ‫ ٌَِٖ َتطَُِعُ اي‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫ُ ؾ‬ٙ‫ َدعَا‬٢٤‫َي‬ٚ ‫ُٖا‬ًٜٜ‫ ؾ‬.ُٜ٘‫ي‬

(ً٘ٝ‫َتؿل ع‬.)ِ‫أدٔب‬ٜ‫ؾ‬
―Dari Abu Hurairah Radhiallahu „anhu katanya seorang laki-laki
buta datang kepada Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, lalu
bertanya: „Ya Rasulullah, aku ini buta. Tidak ada orang yang akan
menuntunku pergi ke masjid (untuk shalat berjama`ah). Lalu dia
memohon kepada Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam agar
membolehkannya shalat di rumahnya. Mula-mula Rasulullah Shalallahu
„Alaihi wa Sallam membolehkannya, tetapi setelah orang itu pergi belum
begitu jauh, dia dipanggil kembali oleh Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa

36 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Sallam seraya bertanya: “Apakah adzan dan shalat terdengar sampai
kerumahmu?‟ Jawab orang buta itu: „Terdengar, ya Rasulullah !. Sabda
Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam: “Kalau begitu, penuhilah panggilan
adzan tersebut!”. (HR. Buhari dan Muslim)

‫دّا َُطًُِّٔا‬ٜ‫َ٘ غ‬٤ً‫ اي‬٢ٜ‫ك‬ًَٜٞ ِٕ‫ُ أ‬ٖٙ‫اٍَ َِٔ ضَس‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫دٕ زق‬ِٛ ُ‫طع‬
ِ َ ٢ِٔ‫ اب‬٢ٔ‫َع‬

٢٤ًَ‫ِِ ؾ‬ٝ‫ه‬ٚٝ‫َ٘ غَ َسعَئَٓٔب‬٤ً‫إٕٖ اي‬ٜ‫ٖٔ ؾ‬٢ٗ‫ ٔب‬٣َ‫َُٓاد‬ٜ ُ‫ِح‬َٝ‫َاتٔ س‬ًٜٖٛ‫ٔ ايؿ‬٤٫ُ٪َٖ ٢ًَٜ‫ ع‬ٞ‫شَاؾٔغ‬ًُٜٝٞ‫ؾ‬

ٞٔ‫تُِِ ؾ‬ِٝ٤ًَ‫ِِ ؾ‬ٝ‫ِ أْٖه‬ٛ‫ي‬َٜٚ ٣َ‫يُٗد‬ٞ‫ ا‬٢َُٔٓ‫َإُْٖٖٗٔ َِٔٔ ض‬ٚ ٣َ‫يُٗد‬ٞ‫ضََٓٔ ا‬


ُ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ِٗ ع‬٤ً‫اي‬

١ٜ ٖٓ‫ض‬
ُ ُِِ‫نت‬ٞ َ‫ِ تَس‬ٜٛ‫َي‬ٚ ِِٝ‫ه‬ٚٝٔ‫ َْب‬ٜ١ٖٓ‫ض‬
ُ ُِِ‫نت‬ٞ َ‫يتَس‬ٜ ٔ٘ٔ‫ت‬ِٝ‫ َب‬ٞٔ‫ ُُتَؼًَِّـُ ؾ‬ٞ‫ َٖرَا اي‬ًَِّٞ‫ُؿ‬ٜ ‫َُا‬ٜ‫ِِ ن‬ٝ‫تٔه‬ُٛٝ‫ُب‬

ِٔ َٔ ٕ‫طذٔد‬
ِ َ ٢ٜ‫عُِٔدُ إي‬َٜ ُِٖ‫زَ ث‬ُٛٗ٥ٛ‫شطُٔٔ اي‬
ِ ُٜٝ‫ٖٗسُ ؾ‬ٜٛ ‫ََت‬ٜ ٣ٌُ‫َََا َِٔٔ َزد‬ٚ ُِِ‫ًت‬ًَٜٞ‫ك‬ٜ‫ِِ ي‬ٝ‫ه‬ٚٝ‫َْٔب‬

‫ؾعُُ٘ ٔبَٗا‬ِٜ‫َس‬ٜٚ ٟ١َٓ‫ط‬


َ ‫َٖا َس‬ِٛٝٛ‫ؼ‬َٜ ٕ٠َٛ ٞٛ‫ َػ‬ٌٚٝ‫ُ٘ بٔه‬ٜ‫ُ٘ ي‬٤ً‫َتبَ اي‬ٜ‫ ن‬١٫‫ َُطَادٔدٔ إ‬ٞ‫ٔ اي‬ٙٔ‫َٖر‬

ًُِّٛٝ‫ ََُٓاؾٔلْ َع‬١٫‫ًـُ َعَِٓٗا إ‬٤َ‫ََتؼ‬ٜ ‫ََا‬َٚ ‫تَُٓا‬ِٜ‫دِ زَأ‬ٜ‫ك‬ٜ‫َي‬ٚ ٟ١َ٦ٝٚ‫ض‬


َ ‫ َعُِٓ٘ ٔبَٗا‬٥‫شُط‬َٜٚ ٟ١َ‫َد َزد‬

ٚ‫ ايؿٖـ‬ٞٔ‫اَّ ؾ‬ٜ‫ُك‬ٜ ٢ٖ‫ سَت‬٢ًُِٜٔٝ‫َٔ ايسٖد‬َِٝ‫ ب‬٣َ‫َٗاد‬ُٜ ٔ٘ٔ‫ ب‬٢َ‫ِت‬٪ُٜ ٌُُ‫إَ اي ٖسد‬ٜ‫دِ ن‬ٜ‫ك‬ٜ‫َي‬ٚ ٢‫ام‬ٜ‫ؿ‬ٚٓ‫اي‬

(ًِ‫ َط‬ٙ‫ا‬ٚ‫)ز‬
―Dari Ibnu Mas`ud Radhiallahu „anhu berkata: Barangsiapa yang
ingin bertemu dengan Allah kelak (dalam keadaan) sebagai seorang
muslim, maka hendaklah dia memelihara shalat setiap kali ia mendengar
panggilan shalat. Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan sunnanal huda
(jalan-jalan petunjuk) dan sesungguhnya shalat berjama`ah merupakan
bagian dari sunnanil huda. Apabila kamu shalat sendirian di rumahmu
seperti kebiasaan shalat yang dilakukan oleh seorang mukhallif (yang
meninggalkan shalat berjama`ah) ini, berarti kamu telah meninggalkan
sunnah nabimu, apabila kamu telah meninggalkan sunnah nabimu,
berarti kamu telah tersesat. Tiada seorang pun yang bersuci (berwudhu`)
dengan sebaik-baiknya, kemudian dia pergi menuju salah satu masjid
melainkan Allah mencatat baginya untuk setiap langkah yang
37 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
diayunkannya satu kebajikan dan diangkat derajatnya satu tingkat dan
dihapuskan baginya satu dosa. Sesungguhnya kami berpendapat, tiada
seorang pun yang meninggalkan shalat berjama`ah melainkan seorang
munafik yang jelas-jelas nifak. Dan sesungguhnya pada masa dahulu ada
seorang pria yang datang untuk shalat berjama`ah dengan dipapah oleh
dua orang laki-laki sampai ia didirikan di dalam barisan shaff shalat
berjama`ah.” (HR. Muslim)
j. Adab shalat berjamaah di masjid
 Memilih pakaian yang bagus. Allah Ta‟ala berfirman

ٕ‫طذٔد‬
ِ َ ٌٚٝ‫ِِ عٔٓدَ ن‬ٝ‫َٓتَه‬ٜ٢‫ ش‬ٞ‫ا‬ُٚ‫ آدََّ ػُر‬ٞٔٓ‫َا َب‬ٜ
“Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
masjid.” (QS. Al-A’raf: 31)
 Berwudhu dari rumah terlebih dahulu, sebagaimana diterangkan
oleh Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam.

٢‫ٔض‬٥‫سَا‬ٜ‫ َِٔٔ ؾ‬ٟ١َ‫ك‬ٜ٢‫س‬ٜ‫َ ؾ‬ٞٔ‫ك‬ٞ‫َك‬ٝ‫تٔ اهللٔٔي‬ُُٛٝ‫ِتٕ َِٔٔ ب‬َٝ‫ ب‬٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٢َ‫تٔ٘ٔ ثُِٖ َػ‬َِٝ‫ ب‬ٞٔ‫ٖٗسَ ؾ‬ٜٛ َ‫َِٔ ت‬

ٟ١َ‫عُ دَ َزد‬ٜ‫ تَسِؾ‬٣َ‫أػِس‬ٝ ٞ‫َاي‬ٚ ٟ١َ٦ٝٔٛ‫ َػ‬٥‫إسِدَاَُُٖا َتشُط‬٢ ُٙ‫َتَا‬ٛٛٞ ‫اَْتِ َػ‬ٜ‫هلل ن‬
ٔ‫ا‬
“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah
satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah
satu dari kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan, maka kedua
langkahnya salah satunya akan menghapus dosa dan langkah yang
lainnya akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim)
 Membaca doa menuju masjid. Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa
Sallam mengajarkan kita untuk mengucapkan doa. Dari Anas bin
Malik, bahwa Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:

38 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
‫ا‬٤‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٠ٖٛ ٝ‫ا ق‬ٜ‫َي‬ٚ ٍَِٛ‫ا َس‬ٜ‫٘ٔ ي‬٤ً‫ اي‬٢ًَٜ‫تُ ع‬ًٞ‫ن‬٤ َٛ‫٘ٔ َت‬٤ً‫ اي‬٢ِِ‫اٍَ ٔبط‬ٜ‫ك‬ٜ‫تٔ٘ٔ ؾ‬ِٝ‫إذَا ػَسَزَ اي ٖسدٌُُ َِٔٔ َب‬٢

ُٜ٘‫ٍُ ي‬ٛٝ‫َك‬ٝ‫ؾ‬ٜ ُ‫َاطٔني‬ٖٝ‫ُ٘ ايػ‬ٜ‫ ي‬٢ٖ‫ؾَتتََٓش‬ٜ َ‫ت‬ٝٔ‫ُق‬َٚٚ َ‫ت‬ٝٔ‫ؿ‬ٝ‫َن‬ٚ َ‫ت‬ٜٔ‫ٔرٕ ُٖد‬٦َٓٝٔ‫اٍُ س‬ٜ‫ُك‬ٜ ٍَ‫ا‬ٜ‫٘ٔ ق‬٤ً‫بٔاي‬

َٞٔ‫ُق‬َٚٚ َٞٔ‫ؿ‬ٝ‫َن‬ٚ َٟٔ‫دِ ُٖد‬ٜ‫ ق‬٣ٌُ‫ بٔ َسد‬ٜ‫يو‬ٜ ‫ـ‬


َ ِٜٝ‫إْ آػَ ُس ن‬َِٜٛٝ‫غ‬
―Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya lalu mengucapkan:
“Bismillahi tawakkaltu „alallaahi, laa haula wa laa quuwata illa billah”
(Dengan nama Allah aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan
kekuatan kecuali dengan izin Allah). „ Beliau bersabda, “Maka pada
saat itu akan dikatakan kepadanya, „Kamu telah mendapat petunjuk,
telah diberi kecukupan, dan mendapat penjagaan‟, hingga setan-setan
menjauh darinya. Lalu setan yang lainnya berkata kepadanya (setan yang
akan menggodanya, pent.), “Bagaimana (engkau akan mengoda) seorang
laki-laki yang telah mendapat petunjuk, kecukupan, dan penjagaan.”
(HR. Abu Daud dan At-Tirmizi)
 Ketika hendak menuju masjid, dianjurkan membaca :

َُٜٞٔٓٝٔ َِٔ‫ع‬َٚ ‫زّا‬ُْٛ ٞٔ‫ ضَ ُِع‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ‫زّا‬ُْٛ ٟ٢‫ بَؿَس‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ‫زّا‬ُْٛ ٞٔ‫ًب‬ٜٞ‫ ق‬ٞٔ‫ًُِٖٗ ا ِدعٌَِ ؾ‬٤‫اي‬

‫زّا‬ُْٛ ٞٔ‫ؿ‬ًَٞ‫َػ‬ٚ ‫زّا‬ُْٛ َٞٔ‫أََا‬َٜٚ ‫زّا‬ُْٛ ٞٔ‫شت‬


ِ ‫ََت‬ٚ ‫زّا‬ُْٛ ٞٔ‫ِق‬ٛ‫ؾ‬َٜٚ ‫زّا‬ُْٛ ٟ٢‫َطَاز‬ٜ َِٔ‫ع‬َٚ ‫زّا‬ُْٛ

‫زّا‬ُْٛ ٞٔ‫َا ِدعَ ٌِي‬ٚ


“Allahummaj‟al fii qolbi nuura wa fii bashari nuura wa fii sam‟i nuura
wa „an yamiinihi nuura wa „an yasaarii nuura wa fauqi nuura wa tahti
nuura wa amaami nuura wa khalfi nuura waj‟al lii nuura (Ya Allah
jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya
dalam pendengaranku, cahaya dari kananku, cahaya dari kiriku, cahaya
dari belakangku, dan jadikanlah untukku cahaya.” (HR. Muslim)
 Berdoa Ketika Masuk Masjid sebagaimana terdapat dalam
hadits Abu Sa‘id radhiyallahu ‗anhu:

39 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
‫إذَا ػَ َس َز‬٢َٚ .ٜ‫َابَ َزسَُِٔتو‬ٛ‫ِب‬ٜ‫ أ‬٢ٔ‫ؾتَضِ ي‬ٞ‫ًُِٖٗ ا‬٤‫ اي‬٢ٌٝ‫َك‬ًٜٝٞ‫طذٔدَ ؾ‬
ِ َُ ٞ‫ُِ اي‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ٌََ‫إذَا َدػ‬٢

ٜ‫كًِٔو‬ٜ‫ َٔ ِٔ ؾ‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬٢ْٚ٢‫ًُٗ ِٖ إ‬٤‫ٌ اي‬٢ ٝ‫َك‬ًٜٝٞ‫ؾ‬


―Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid, maka
ucapkanlah, „Allahummaftahlii abwaaba rahmatik‟ (Ya Allah,
bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu). Jika keluar dari masjid,
ucapkanlah: „Allahumma inni as-aluka min fadhlik‟ (Ya Allah, aku
memohon pada-Mu di antara karunia-Mu).” (HR. Muslim)
 Tidak Lewat di Depan Orang yang Sedang Shalat. Rasulullah
Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:

ُٜ٘‫ِسّا ي‬ٝ‫ َػ‬،َِٔٝ‫زَِبٔع‬ٜ‫َٔكـَ أ‬ٜ ِٕٜ‫إَ أ‬ٜ‫ه‬ٜ‫ ي‬،ًَِٜٔ٘ٝ‫ ََاذَا ع‬ًَٞٓٔ‫ُُؿ‬ٞ‫ اي‬َٟ‫َد‬ٜ ََِٔٝ‫َُازُٓ ب‬ٞ‫ُِ اي‬ًِٜ‫َع‬ٜ ِٛ‫ي‬ٜ

َِٜٔ٘‫َد‬ٜ ََِٔٝ‫َُُسَٓ ب‬ٜ ِٕٜ‫َٔ ِٔ أ‬


Seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui
(dosa) yang ditanggungnya, niscaya ia memilih untuk berhenti selama 40 (
tahun), itu lebih baik baginya daripada lewat di depan orang yangsedang
shalat. (HR. Bukhari dan Muslim)
 Melaksanakan Shalat Dua Rakaat Sebelum Duduk. Rasulullah
Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda :

٢ٌِ‫ذ‬َٜ ِٕٜ‫قبِ ٌَ أ‬ٜ ٔ٢ ِٝ‫ن َعَت‬ٞ َ‫عِ ز‬ٜ‫َسِن‬ًٜٝٞ‫طذٔ َد ؾ‬


ِ َُ ٞ‫ ِِ اي‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ٌََ‫إذَا َدػ‬٢
Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat
dua rakaat sebelum dia duduk. (HR. Bukhari dan Muslim)
 Menghadap Sutrah41 Ketika Shalat. Dalil yang menunjukkan
disyariatkannya shalat menghadap sutrah terdapat dalam sabda
Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam berikut :

41- Yang dimaksud denagan sutrah adalah pembatas dalam shalat, bisa berupa tembok, tiang,
orang yang sedang duduk/sholat, tongkat, tas, dll. Sutrah disyariatkan bagi imam dan bagi orang
yang shalat sendirian.

40 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
‫َدُِٕ ََِٔٓٗا‬ٝ‫ي‬َٞٚ ٕ٠‫ضتِ َس‬
ُ ٢ٜ‫ي‬٢‫ٌ إ‬ٚ َ‫ُؿ‬ًٜٝٞ‫ِِ ؾ‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ٢٤ًَ‫إذَا ؾ‬٢
Apabila salah seorang di antara kalian shalat, hendaknya ia shalat
dengan menghadap sutrah dan mendekatlah padanya. (HR. Abu
Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih sebagaimana dalam Shahihul Jaami’)
 Menjawab panggilan adzan. Rasulullah shallallahu ‗alihi wa
sallam bersabda:

ُٕٓٔ‫ذ‬٪َ ُُٞ‫ِ ٍُ اي‬ٛ‫ك‬ٝ َٜ ‫ِا َٔجٌَِ ََا‬ٛ‫ي‬ِٝٛ‫ك‬ٝ ٜ‫ ؾ‬٤َ ‫إذَا ضَُٔ ِعتُ ُِ ائٓدَا‬٢
Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang
diucapkan muadzin. (HR. Bukhari dan Muslim)

٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ثُ َِٓ ق‬٫ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫هلل أ‬


ٝ ‫نبَ ُس ا‬ٞ ٜ‫هلل أ‬
ٝ ‫ ا‬٪ُِٝ‫أسَدُن‬ٜ ٍَ ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬،ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫هلل أ‬
ٝ ‫نبَ ُس ا‬ٞ ٜ‫هلل أ‬
ٝ ‫ ا‬٪ُٕٓٔ‫ذ‬٪َ ُُٞ‫ا ٍَ اي‬ٜ‫إذَا ق‬٢

َٕٓ ٜ‫غَٗدُ أ‬
ِ ٜ‫ أ‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ثَُِٓ ق‬٫ٝ‫ٓ اهلل‬ٜ٫‫إ‬٢ َٜ٘‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٫ ِٕٜ‫غَٗدُ أ‬
ِ ‫أ‬ٜ ٪ٍَٜ‫كا‬ٜ‫ ؾ‬،ٝ‫ٓ اهلل‬ٜ٫٢‫َ٘ إ‬ٜ‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٫ ِٕٜ‫غَٗدُ أ‬
ِ ‫أ‬ٜ

٢ًَٜ‫َٓ ع‬َٞ‫ س‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ثَُِٓ ق‬٫ٔ‫ٍُ اهلل‬ُٛ‫ َٕٓ َُشََُٓدّا زَض‬ٜ‫أغَِٗدُ أ‬ٜ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬،ٔ‫ٍُ اهلل‬ُٛ‫َُشََُٓدّا زَض‬

‫ا‬ٜ‫ ي‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬،٢‫اغ‬ًٜٜ‫ؿ‬ٞ‫ اي‬٢ًَٜ‫َٓ ع‬َٞ‫ س‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ثَُِٓ ق‬٫ٔ‫ٓا بٔاهلل‬ٜ‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٠َٓٛٝ‫ا ق‬ٜ‫َي‬ٚ ٍَِٛ‫ َس‬ٜ٫ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬،ٔ٠‫ا‬ًَٜٓ‫ايؿ‬

َِٓ ُ‫ ث‬٫ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫ أ‬ٝ‫بَسُ اهلل‬ٞ‫ن‬ٜ‫ أ‬ٝ‫ اهلل‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬،ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫ أ‬ٝ‫نبَسُ اهلل‬ٞ ٜ‫ أ‬ٝ‫ اهلل‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ثَُِٓ ق‬٫ٔ‫ٓ بٔاهلل‬ٜ٫٢‫ إ‬ٜ٠َٓٛ‫ق‬ٝ ‫ا‬ٜ‫َي‬ٚ ٍَِٛ‫َس‬

ٜ١َٓ‫ذ‬
َ ‫ي‬ٞ‫ًبٔ٘ٔ َدػَ ٌَ ا‬ٜٞ‫ َٔ ِٔ ق‬٫ٝ‫ٓ اهلل‬ٜ٫‫إ‬٢ َٜ٘‫ي‬٢‫ إ‬٫ٜ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬،ٝ‫ٓ اهلل‬ٜ٫‫إ‬٢ َٜ٘‫ي‬٢‫ إ‬٫ٜ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ق‬
“Apabila muadzin mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka
hendaklah kalian yang mendengar menjawab, “Allahu Akbar Allahu
Akbar.” Kemudian muadzin mengatakan, “Asyhadu An Laa Ilaaha
Illallah”, maka dijawab, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.” Muadzin
mengatakan setelah itu, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”,
maka maka dijawab, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.” Saat
muadzin mengatakan, “Hayya „Alash Shalah”, maka maka dijawab
“Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Saat muadzin mengatakan,

41 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
“Hayya „Alal Falah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata
illa billah.” Kemudian muadzin berkata, “Allahu Akbar Allahu
Akbar”, maka dijawab, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Dan muadzin
berkata, “Laa Ilaaha illallah”, maka dijawab, “La Ilaaha illallah” Bila
yang menjawab adzan ini mengatakannya dengan keyakinan hatinya
niscaya ia pasti masuk surga.” (HR. Muslim)
Ketika selesai mendengarkan adzan, dianjurkan membaca doa
yang diajarkan Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam dalam hadits
berikut :

ٔ‫ٔ آت‬١َُٔ٥‫كا‬ٜ ٞ‫ٔ اي‬٠‫ا‬ًٜٖ‫َايؿ‬ٚ ٔ١َٖ‫ٔ ايتٖا‬٠َٛ‫ٔ ايدٖ ِع‬ٙٔ‫ُِٖٗ زَبٖ َٖر‬٤ً‫َ اي‬٤‫دَا‬ٚٓ‫طَُِعُ اي‬َٜ َ‫اٍَ سٔني‬ٜ‫َِٔ ق‬

ُٜ٘‫ًتِ ي‬٤َ‫َعَدِتَُ٘ س‬ٚ ٟٔ‫ر‬٤‫دّا اي‬ُُِٛ‫اَّا َش‬ٜ‫َاِب َعجُِ٘ َك‬ٚ ٜ١ًٜٝٔ‫ك‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫َاي‬ٚ ٜ١ًٜٝٔ‫َض‬ٛ‫ي‬ٞ‫َُشَُٖدّا ا‬

ٔ١َ ‫َا‬ٝ‫ٔك‬ٞ‫ِ َّ اي‬َٜٛ ٞٔ‫ا َعت‬ٜ‫غَؿ‬


“Barangsiapa yang setelah mendengar adzan membaca doa : Allahumma
Robba hadzihid da‟wattit taammah was shalatil qaaimah, aati
muhammadanil wasiilata wal fadhiilah wab‟atshu maqaamam
mahmuudanil ladzi wa „adtahu “(Ya Allah pemilik panggilan yang
sempurna ini dan shalat yang didirikan berilah Muhammad wasilah dan
keutamaan dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji yang telah
Engkau janjikan padanya) melainkan dia akan mendapatkan syafaatku
pada hari kiamat.” (HR. Bukhari)
 Tidak Keluar dari Masjid Tanpa Uddzur. Hal ini sebagaiamana
dikisahkan dalam sebuah riwayat dari Abu as Sya‘tsaa
Radhiyallahu „anhu, beliau berkata :

ٔ‫طذٔد‬
ِ َُ ٞ‫اَّ زَدٌُْ َِٔٔ اي‬ٜ‫ك‬ٜ‫ُٕ ؾ‬ٚ‫ذ‬٪َ ُُٞ‫أذَٖٕ اي‬ٜ ٜ‫ ؾ‬ٜ٠‫ِ َس‬َٜ‫ ُٖس‬ٞٔ‫ب‬ٜ‫طذٔدٔ َعَ أ‬
ِ َُ ٞ‫ اي‬ٞٔ‫دّا ؾ‬ُٛ‫قع‬ٝ ‫نٖٓا‬ٝ

‫أَٖا‬ٜ ٜ٠‫ِ َس‬َٜ‫ ُٖس‬ُٛ‫ب‬ٜ‫اٍَ أ‬ٜ‫ك‬ٜ‫طذٔدٔ ؾ‬


ِ َُٞ‫ ػَسَزَ َِٔٔ اي‬٢ٖ‫ُ َست‬َٙ‫ بَؿَس‬ٜ٠‫ِ َس‬َٜ‫ ُٖس‬ُٛ‫ب‬ٜ‫تَِبعَُ٘ أ‬ٜ‫أ‬ٜ‫ ؾ‬ٞٔ‫َ ُِػ‬ٜ

َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُ٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫ ؾ‬٢ِٔ‫اض‬ٜ‫ك‬ٞ‫بَا اي‬ٜ‫ أ‬٢َ‫دِ عَؿ‬ٜ‫ك‬ٜ‫َٖرَا ؾ‬

42 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
“Kami pernah duduk bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid.
Kamudian muadzin mengumandangkan adzan. Lalu ada seorang laki-
laki yang berdiri kemudian keluar masjid. Abu Hurairah melihat hal
tersebut kemudian beliau berkata : “ Perbuatan orang tersebut termasuk
bermaksiat terhadap Abul Qasim” (Nabi Muhammad) Shalallahu
„Alaihi wa Sallam.” (HR Muslim)
 Memanfaatkan Waktu Antara Adzan dan Iqomah. Yaitu dengan
mengisi shalat sunnah qabliyah, membaca Al-Qur‘an, berdizikir,
atau berdoa. Waktu ini merupakan waktu yang dianjurkan
untuk berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa
Sallam:

١َ‫اإلقا‬ٚ ٕ‫سد بني ا٭ذا‬ٜ ٫ ٤‫ايدعا‬


Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak. (HR. Tirmidzi)
 Menempati shaf yang utama. Bagi laki-laki yang paling depan,
adapun bagi wanita yang paling belakang. Imam Muslim
meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Shalallahu
„Alaihi wa Sallam bersabda,

‫ٔ آػٔسَُٖا‬٤‫فٔ ائٓطَا‬ٛٝ‫ِسُ ؾُؿ‬ٝ‫ َػ‬َٚ ‫غَسَٖٗا آػٔسَُٖا‬َٚ ‫يَٗا‬ٝٚ ‫أ‬ٜ ٢ٍ‫فٔ ائسدَا‬ٛٝ‫ِسُ ؾُؿ‬ٝ‫َػ‬

‫يَٗا‬ٖٝٚ‫أ‬ٜ ‫غَسَٖٗا‬َٚ
Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya
adalah yang terakhir. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang terakhir dan
seburuk-buruknya adalah yang pertama. (HR.Muslim)
 Merapikan dan merapatkan shaf shalat. Sebagaimana yang
dijelaskan di dalam hadits dari sahabat Abu Abdillah Nu‘man
bin Basyir, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah Shalallahu
„Alaihi wa Sallam bersabda :

ِِٝ‫ِٖٔه‬ٛ‫ُ ُد‬ٚ َِٔٝ‫ َب‬ٝ‫ؿ ٖٔ اهلل‬ٜ ٔ‫ؼَاي‬ُٜٝ‫ ي‬ِٚ ٜ‫ ِِ أ‬ٝ‫ه‬ٜ‫ِؾ‬ٛ‫ؿ‬ٝ ُ‫ٕٖٗ ض‬ٛ‫ط‬
َ ‫يُت‬ٜ

43 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Hendaknya kalian bersungguh- sungguh meluruskan shaf-shaf kalian
atau Allah sungguh-sungguh akan memperselisihkan di antara wajah-
wajah kalian. (HR. Bukhari dan Muslim)
 Jangan mendahului gerakan imam.Sebagaimana dijelaskan
dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu „anhu:

‫اٍَ ضَُٔ َع‬ٜ‫إذَا ق‬٢َٚ ‫ا‬ُٛ‫نع‬ٜ ِ‫از‬ٜ‫عَ ؾ‬ٜ‫إذَا زَن‬٢ٜ‫ِ٘ٔ ؾ‬ًَٜٝ‫ا ع‬ٛٝ‫ؼتًَٔؿ‬
ِ ‫ا َت‬ًٜٜ‫ِتَِٖ بٔ٘ٔ ؾ‬٪ُٝ‫إََاُّ ٔي‬٢ ٞ‫َُْٖا ُدعٌَٔ اي‬٢‫إ‬

٢٤ًَ‫إذَا ؾ‬٢َٚ ‫ا‬ُٚ‫اضِذُد‬ٜ‫ضذَدَ ؾ‬


َ ‫إذَا‬٢َٚ ُ‫يشَُِد‬ٞ‫ ا‬ٜ‫يو‬ٜ ‫ا زَٖبَٓا‬ٛٝ‫ي‬ٛٝ‫ك‬ٜ‫ُ ؾ‬َٙ‫ُ٘ ئَُِٔ سَُٔد‬٤ً‫اي‬

َُٕٛ‫أدِ َُع‬ٜ ‫ضّا‬ًُٛٝ‫ا د‬ٛ٥ًَ‫ؿ‬ٜ‫دَأيطّا ؾ‬


“Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah
menyelisihnya. Apabila ia ruku‟, maka ruku‟lah. Dan bila ia
mengatakan „sami‟allahu liman hamidah‟, maka katakanlah,‟Rabbana
walakal hamdu‟. Apabila ia sujud, maka sujudlah. Dan bila ia shalat
dengan duduk, maka shalatlah kalian dengan duduk semuanya.‖ (HR.
Bukhari)
 Berdoa ketika keluar masjid. Dari Abu Humaid atau dari Abu
Usaid dia berkata: Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam
bersabda:

‫إذَا ػَسَ َز‬٢َٚ ٜ‫َابَ َزسِ َُتٔو‬ٛ‫ِب‬ٜ‫ أ‬ٞٔ‫ؾتَضِ ي‬ٞ‫ًُِٖٗ ا‬٤‫ٌِ اي‬ٝ‫َك‬ًٜٝٞ‫طذٔدَ ؾ‬
ِ َُٞ‫ِِ اي‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ٌََ‫إذَا َدػ‬٢

ٜ‫كًِٔو‬ٜ‫ َٔ ِٔ ؾ‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُٗ ِٖ إ‬٤‫ ٌِ اي‬ٝ‫َك‬ًٜٝٞ‫ؾ‬


Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka
hendaknya dia membaca, “Allahummaftahli abwaaba rahmatika”
(Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan apabila keluar,
hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika
(Ya Allah, aku meminta kurnia-Mu). (HR. Muslim)

44 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
BAB III
FIKIH ZAKAT

1. Definisi Zakat
Zakat secara bahasa memiliki banyak arti yang saling berdekatan,
yaitu:
 Zakat berarti ― ‖ berarti bertambah atau tumbuh.
Makna seperti dapat kita lihat dari perkataan ‗Ali bin Abi Tholib,

‫ باإلْؿام‬ٛ‫صن‬ٜ ًِ‫ايع‬
“Ilmu itu semakin bertambah dengan diinfakkan.”
 Zakat berarti ― ‖, yang lebih baik. Sebagaimana dapat kita
lihat pada firman Allah Ta‟ala,

ٟ٠‫ا‬ٜ‫ِسّا َُِٔٓ٘ شَن‬ٝ‫يَُُٗا زَٓبَُُُٗا َػ‬ٜٔ‫بِد‬ُٜ ِٕٜ‫أ َزدَِْا أ‬ٜ ٜ‫ؾ‬


“Dan kami menghendaki, supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka
dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu.” (QS.
Al-Kahfi: 81)
 Zakat juga berarti ― ‖ mensucikan. Sebagaimana firman Allah
Ta‟ala,

‫ٓاَٖا‬ٜ‫ضَ َِٔ شَن‬ًٜٞ‫ؾ‬ٜ‫ ِد أ‬ٜ‫ق‬


“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.‖ (QS.
Asy-Syams: 9)

‫ِِ ٔبَٗا‬٢ٗٝٓٔ‫َتُصَن‬ٚ ُُِِٖ‫ٓس‬٢ٜٗٛ ‫ ُت‬١ٟ ٜ‫ِِ ؾَدَق‬٢ٗ‫َأي‬َِٛ‫أ‬ٜ ِٔ َٔ ِ‫ػُر‬


45 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At Taubah: 103)42
Adapun secara istilah syar‘i, zakat berarti penunaian kewajiban
pada harta yang khusus, dengan cara yang khusus, dan disyaratkan
ketika dikeluarkan telah memenuhi haul (masa satu tahun) dan nishob
(ukuran minimal dikenai kewajiban zakat). Zakat pun kadang
dimaksudkan untuk harta yang dikeluarkan. Sedangkan muzakki adalah
istilah untuk orang yang memiliki harta dan mengeluarkan zakatnya.43
Hubungan antara definisi zakat secara bahasa dan istilah sangat
erat, yaitu pokok harta itu akan tumbuh dengan bertambah barokah
ketika dikeluarkan dan juga orang yang mengeluarkan akan
mendapatkan berkah dengan do‘a dari orang yang berhak menerima
zakat tersebut. Harta lain yang tersisa juga akan bersih dari syubhat,
ditambah dengan terlepasnya dari kewajiban-kewajiban yang berkaitan
dengan harta tersebut.44
2. Fungsi Zakat
Zakat merupakan ibadah maliyah (harta), yang memiliki tiga fungsi
sekaligus, yaitu fungi diniyah (keagamaan), khuluqiyyah (akhlak) dan
ijtimaiyyah (sosial) yang memiliki posisi sangat penting, setrategis dan
mentukan, baik dilihat dari ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan
kesejahteraan umat.45 Fungsi zakat ini akan dirinci dalam uraian
berikut:46
a. Fungi diniyah
 Menegakan satu rukun dari rukun-rukun Islam yang
menjadi sentral kebahagiaan hamba di dunia dan di
akhirat.

42- Al-Mu’jam Al-Wasith, Mesir : Dar Al-Maarif, 1972,Vo.1,hlm.396


43- Ibid
44- Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Disertasi UIN Syarif
Hidayatullah, 2001, hlm.17
45- Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Disertasi UIN Syarif
Hidayatullah, 2001, hlm.1
46- Muhamad bin Soleh al-Utsaimin, Zakat dan Faedah-Faedahnya, Puataka Islamhouse,2010,
hlm.8

46 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
 Zakat dapat mendekatknan hamba kepada Tuhannya
dan menambah keimananya, seperti ketaatan-ketaatan
yang lain.
 Zakat adalah pintu surga bagi orang yang
menunaikannya. Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam
bersabda,

َِٔٔ ‫َُْٗا‬ٛٝٛ‫َُب‬ٚ ‫َْٔٗا‬ٛٛٝ ‫زَُٖا َِٔٔ ُب‬ُٛٗ‫ظ‬ٝ ٣َ‫ا تُس‬ٟ‫سَؾ‬ٝ‫ٔ غ‬١َٓ‫ذ‬


َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬٢ٔ‫َٕٓ ؾ‬٢‫إ‬

َ‫اب‬ٜ‫ط‬ٜ‫اٍَ ئ َُِٔ أ‬ٜ‫ٓ٘ٔ ق‬ًٜ‫ٍَ اي‬ُٛ‫َا زَض‬ٜ َ٢ٖٔ َُِٔٔ‫اٍَ ي‬ٜ‫ك‬ٜ‫ْٓ ؾ‬٢ٔ‫أعِسَاب‬ٜ َّ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫َٖاؾ‬٢‫ز‬ُٛٗ‫ظ‬ٝ

ّْ‫َا‬ْٝٔ‫ع‬
ُ ‫َايَٓٓا‬ٚ ٢ًٌِٜٝٓ‫ٓ٘ٔ بٔاي‬ًٜٔ‫ي‬٢ًَٜٓ‫َؾ‬ٚ َّ‫َا‬ٝٔ‫ؿ‬
ٓ ‫أدَاَّ اي‬َٜٚ َّ‫عَا‬ٜٛٓ ‫طعَ َِ اي‬ٞ ٜ‫َأ‬ٚ َّٜ٬ٜ‫ه‬ٞ‫اي‬
“Sesungguhnya di surga terdapat kamar yang luarnya dapat
terlihat dari dalamnya dan dalamnya dapat terlihat dari
luarnya.” Kemudian ada seorang badui berdiri lantas bertanya,
“Kepada siapa (kamar tersebut) wahai Rasulullah?” Beliau
bersabda, “Bagi orang yang berkata baik, memberi makan (di
antaranya lewat zakat, pen), rajin berpuasa, shalat karena Allah
di malam hari di saat manusia sedang terlelap tidur.”
(HR.Tirmidzi)
 Pahala dan keberkahan yang besar yang diperoleh dari
menunaikan zakat, Allah Subhaanahu wa Ta‟alla
berfirman:

ٔ‫ات‬ٜ‫ ايؿٖدَق‬ٞٔ‫ُسِب‬َٜٚ ‫بَا‬ٚ‫س‬ٞ‫ ُ٘ اي‬١ً‫اي‬ٝ‫َ ُِشَك‬ٜ

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” (Al-


Baqoroh: 276).
Dan berfirman:

47 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ُِ‫ت‬ِٝ‫ََا آَت‬َٚ ٔ٘٤ً‫عٔٓدَ اي‬ُٛ‫َسِب‬ٜ ‫ا‬ًٜٜ‫ ؾ‬٢‫ ايٖٓاع‬٢ٍ‫َا‬َِٜٛ‫ أ‬ٞٔ‫َ ؾ‬ُٛ‫َسِب‬ٝ‫ ِّي‬ٟ‫با‬ٚ‫ٔ ز‬َٚ ُِ‫ت‬ِٝ‫ََا آَت‬َٚ

ٕٛٝ‫كعٔؿ‬
ِ ُُٞ‫هُٗ ُِ اي‬ٜ ٔ٦ٜ‫ِي‬ٚ‫أ‬ٝ ٜ‫ٔ٘ ؾ‬٤ً‫دِ َ٘ اي‬َٚ َُٕٚ‫د‬ٜ‫س‬٢ ُ‫ ت‬٠ٕ‫ا‬ٜ‫ٔ شَن‬َٚ

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia


bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka
(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya).” (QS: Ar-rum: 39)
Nabi bersabda:

٫ٚ ،‫ب‬ٝ‫ َٔ نطب ط‬- ٠‫عادٍ متس‬ٜ ‫ أميا‬- ٠‫َٔ تؿدم بعدٍ متس‬

‫ٗا يؿاسب٘ نُا‬ٝ‫ٓ٘ مثريب‬ُٝٝ‫أػرٖا ب‬ٜ ‫ ؾإٕ اهلل‬،‫ب‬ٝٛ‫ اي‬٫‫كبٌ اهلل إ‬ٜ

ٌ‫ٕ َجٌ اجلب‬ٛ‫ ته‬٢‫ ست‬ًٙٛ‫ أسدنِ ؾ‬ٞ‫سب‬ٜ


“Barang siapa bersedekah dengan dengan sepadan satu butir
kurma, dari hasil kerja yang baik(halal), dan Allah tidak
menerima kecuali yang baik, maka Allah Subhaanahu wa
Ta‟alla akan mengambilnya dengan tangan kananya, kemudian
mengembangkanya untuk pemiliknya sebagaimana salah seorang
dari kalian mengembangkan hingga menjadi seperti gunung.”
(HR: Bukhori dan Muslim)
 Allah Subhaanahu wa Ta‟alla menghapus dosa-dosa dengan zakat,
sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam:

‫ ايٓاز‬٤‫ املا‬٤٢‫ؿ‬ٜٛ ‫ نُا‬١٦ٝٛ‫ اخل‬٤٢‫ؿ‬ٛ‫ ت‬١‫ايؿدق‬ٚ


“Dan sedekah itu dapat memadamkan dosa sebagaimana air
memadamkan api.” (HR.Tirmidzi)
b. Fungsi Akhlakiyah
48 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
 Memasukan muzakki ke dalam barisan orang-orang dermawan
yang pemurah.
 Zakat mengharuskan muzakki memiliki sifat penyayang kepada
saudara-saudaranya yang tidak punya, dan para penyayang itu
disayang Allah.

ٔ٘ٔ‫ؿط‬ٞ َٓٔ‫بُي‬
ٓ ٔ‫ش‬ُٜ ‫٘ٔ ََا‬ٝٔ‫٭ػ‬ٜ َٓ‫ُشٔب‬ٜ ٢َٓ‫ِِ َست‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ُٔ َٔ٪ِ ُٜ ٫
Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga dia mencintai
saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. (HR.Bukhari)
 Terbukti bahwa ketika jiwa memberikan kontribusinya secara
finansial bagi kepentingan kaum muslimin, akan menjadikan
dada terasa lapang dan jiwa terasa lega, dan mengharuskan
seseorang menjadi dicintai karena telah memberikan manfaat
bagi saudaranya.
 Bahwa zakat itu dapat mensucikan akhlak pelakunya dari sifat
kikir dan pelit, sebagaimana Firman-Nya:

‫ِ ٔبَٗا‬٢ِّٗٝ‫َتُصَن‬ٚ ُُِِٖ‫س‬ٜٚٗٛ ‫ُت‬ٟ١ٜ‫ِِ ؾَدَق‬٢ٗ‫َأي‬َِٜٛ‫ػُرِ َٔ ِٔ أ‬


“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS: At-Taubah: 103)

c. Fungsi Ijtimaiyyah
 Zakat mengokohkan ikatan-ikatan cinta antara kaya dan miskin,
karena jiwa sesungguhnya diciptakan dengan kecenderungan
mencintai orang yang berbuat baik kepadanya.

ِ‫ َٓه‬٤‫ا‬ٝٓ‫ بني ا٭غ‬١‫ي‬ٚ‫ْد‬ٛ‫ه‬ٜ٫ ٞ‫ن‬


―Agar harta itu jangan hanya beredar di tangan orang-orang yang kaya
saja diantara kalian..” (QS. Al-Hasyr:7)
 Zakat dapat menutupi kebutuhan fakir miskin yang
mayoritas di kebanyakan negeri.

49 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
 Zakat dapat memperkokoh kaum muslimin dan
meninggikan derajat mereka, karena itu salah satu dari
sasaran zakat adalah jihad fi sabilillah, seperti yang akan
kamisebutkan insya Allah.
 Zakat dapat menghapus rasa iri dengki dan cemburu dari
dalam dada kaum fakir miskin, orang miskin jika melihat
orang-orang kaya menikmati hartanya tanpa ia dapat
mengambil manfaat sedikit pun darinya, terkadang
tumbuh dalam dirinya rasa cemburu dan permusuhan
terhadap orang-orang kaya akibat mereka tidak
memberikan perhatian terhadap haknya, tidak pula
memenuhi kebutuhanya, jika orang kaya memberikan
sebagian hartanya kepada si miskin pada setiap putaran
tahunya, maka semua perasaan ini akan lenyap dan
tumbuhlah rasa cinta dan kebersamaan.
 Zakat dapat menumbuhkan harta dan memperbanyak
berkah, sebagaimana dalam hadits, bahwa Nabi
Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:

.ٍ‫ َٔ َا‬١‫َا ْكؿت ؾدق‬


“Tidaklah zakat itu dapat mengurangi harta”
 Di dalam pembayaran zakat terdapat perluasan daerah
harta, karena suatu harta jika dicairkan sebagian darinya,
maka akan meluas jangkauanya, dan banyak orang yang
mengambil manfaat darinya, berbeda jika harta hanya
berputar di antara orang-orang kaya saja sedang orang-
orang miskin tidak mendapatkan sedikitpun darinya.
3. Kewajiban Berzakat
Zakat adalah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban Islam, ia
adalah salah satu dari rukun-rukunya, dan termasuk rukun yang
terpenting setelah syahadat dan sha
lat, Kitab dan sunnah serta ijma' telah menunjukan kewajibanya.
Dalil yang menyatakan wajibnya zakat di antaranya terdapat dalam
ayat,
50 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ٜ٠‫ا‬ٜ‫ا ايصَٓن‬ُٛ‫ت‬ٜ‫َآ‬ٚ ٜ٠‫ا‬ًَٜٓ‫ا ايؿ‬ُُٛٝٔ‫ق‬ٜ‫َأ‬ٚ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku‟lah beserta orang-orang
yang ruku.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Perintah zakat ini berulang di dalam Al-Qur‘an dalam berbagai ayat
sampai berulang hingga 32 kali.
Begitu juga dalam sabda Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam ketika
memerintahkan pada Mu‘adz yang ingin berdakwah ke Yaman,

َِٔٔ ُ‫ػَر‬٪ِ ُ‫ ت‬، ِِ٢ٗ‫َأي‬َِٛ‫أ‬ٜ ٢ٔ‫ ؾ‬ٟ١ٜ‫ِِ ؾَدَق‬٢ًَِٜٗٝ‫ؾتَ َسضَ ع‬ٞ‫َٓ٘ ا‬ًٜ‫َٕٓ اي‬ٜ‫عًِٔ ُُِِِٗ أ‬ٜ‫أ‬ٜ‫ ؾ‬ٜ‫ا ئرَٔيو‬ُٛ‫اع‬ٜ‫ط‬ٜ‫ِٕ ُِِٖ أ‬٢‫إ‬ٜ‫ؾ‬

ِِ٢ٗ٥ٔ‫سَا‬ٜ‫ك‬ٝ‫ ؾ‬٢ًَٜ‫َتُسَدُٓ ع‬ٚ ِِ٢ٗ٥ٔ‫َا‬ٝٓٔ‫غ‬ٞ ‫أ‬ٜ


“Jika mereka telah mentaati engkau (untuk mentauhidkan Allah dan
menunaikan shalat ), maka ajarilah mereka sedekah (zakat) yang diwajibkan atas
mereka di mana zakat tersebut diambil dari orang-orang kaya di antara mereka
dan kemudian disebar kembali oleh orang miskin di antara mereka.‖ (HR.
Bukhari)
Dari nash-nash di atas telah jeas bahwa hukum zakat adalah wajib.
Maka barang siapa mengingkari kewajibanya maka ia adalah kafir dan
murtad dari Islam harus diminta agar bertaubat, jika tidak bertaubat
dibunuh, dan barang siapa kikir dengan enggan mengeluarkan zakat atau
mengurangi sesuatu derinya maka ia termasuk orang-orang dzolim yang
berhak atas sangsi dari Allah Subhaanahu wa Ta‟alla, Allah Subhaanahu wa
Ta‟alla berfirman:

ُِِٗ‫ي‬٤ ٙ‫ غَس‬َٛ ُٖ ٌَِ‫يُِِٗ ب‬٤ ٟ‫ِسا‬َٝ‫َػ‬ُٖٛ ًِٔ٘ٔ‫ك‬ٜ‫ُ٘ َٔٔ ؾ‬١ً‫َٕ بَُٔا آتَاُُِٖ اي‬ًَٛٝ‫َِبؼ‬ٜ َٜٔٔ‫ر‬٤‫طَبٖٔ اي‬
َ ِ‫ش‬َٜ ٜ٫َٚ

ًََُِٕٛٝ‫ُ٘ بَُٔاَتع‬١ً‫َاي‬ٚ ٢‫٭زِض‬ٜ ‫َا‬ٚ ٔ‫َات‬ٚ‫٘ٔ َٔريَاخُ ايطَُٖا‬١ًٔ‫َي‬ٚ ٔ١َ ‫َا‬ٝٔ‫ك‬ٞ‫ َاي‬ِٛ َٜ ٔ٘ٔ‫ ب‬ٞ‫ا‬ًٛٝٔ‫َٕ ََا َبؼ‬ٛٝ‫ٖق‬ٜٛٛ ُٝ‫ض‬
َ

ْ‫َػبٔري‬
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah
berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik

51 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang
mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan
kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.‖ (QS: Ali-Imron: 180)
4. Hukum Orang yang Enggan Menunaikan Zakat
Orang yang enggan menunaikan zakat ada dua keadaan, yaitu karena
inkar, dan bakhil.
 Pertama: Orang yang mengingkari kewajiban zakat. Sebagaimana
yang sudah maklum bahwa bahwa zakat adalah bagian dari
rukun Islam. Para ulama bersepakat (berijma‘) bahwa siapa yang
menentang dan mengingkari rukun tarsebut, termasuk di
dalamnya kewajiban zakat, maka ia telah kafir dan murtad dari
Islam. Karena ini adalah perkara ma‘lum minad diini bid
doruroh, yaitu sudah diketahui akan wajibnya. Imam Nawawi
Rahimahullah berkata, ―Barangsiapa mengingkari kewajiban zakat
di zaman ini, ia kafir berdasarkan kesepakatan para ulama.‖47
Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar berkata, ―Adapun
hukum asal zakat adalah wajib. Siapa yang menentang hukum
zakat ini, ia kafir.‖48
 Kedua: Orang yang enggan menunaikan zakat karena bakhil,
bukan karena inkar, maka hukum orang yang seperti ini adalah
fasik, karena telah melakukan maksiat, yaitu melanggar perintah
yang telah ditetapkan oleh Allah.
5. Ancaman bagi yang enggan menunaikan zakat
 Ancaman siksa yang amat berat. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:

47 - Imam Nawawi, Syarh Muslim, 1: 205.


48 - Imam Ibn Hajar, Fathul Bari, 3: 262.

52 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ٕ‫سُِِٖ ٔبعَرَاب‬ٚ‫َبػ‬ٜ‫٘ٔ ؾ‬١ً‫ اي‬٢ٌٝٔ‫ضب‬
َ ٞٔ‫ََْٗا ؾ‬ٛٝ‫ُٓؿٔك‬ٜٜ٫َٚ ٜ١ٖ‫ؿٔك‬ٞ‫َاي‬ٚ َ‫َٕ ايرٖ َٖب‬ُٚ‫هٓٔص‬ٞ َٜ َٜٔٔ‫ر‬٤‫َاي‬ٚ

ِِ ُُٖ‫ز‬ُٛٗ‫ظ‬ٝ َُِٛ ُٗ‫ُب‬ُٛٓ‫َد‬ٚ ُُِِٖٗ ‫ ٔبَٗا دٔبَا‬٣َٛ‫ه‬ٞ ُ‫ؾت‬ٜ ََِٖٓٗ ‫ َد‬٢‫ َْاز‬ٞٔ‫َٗا ؾ‬ًَِٜٝ‫ ع‬٢َُِ‫ش‬َُٝ ِٛ َٜ ٣ِٝٔ‫ي‬ٜ‫أ‬

َُٕٚ‫هٓٔص‬ٞ َ‫ٓتُ ُِت‬ٝ‫ ََا ن‬ٞ‫ا‬ٛٝ‫ق‬ُٚ‫ر‬ٜ‫ ِِ ؾ‬ٝ‫ؿطٔه‬ٝ ْٜ‫نَٓصِتُِِ ٭‬ٜ ‫َٖعرَا ََا‬
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari
dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan)
kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu
sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan
itu.” (QS: At-Taubah: 34-35)
 Harta yang tidak dizakati akan berubah menjadi adzab baginya.
Rasullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

ٔ١َ ‫َا‬ٝ‫َِّ ائك‬َٜٛ َٕ‫ا‬ٜ‫ذَا ن‬٢‫ٓ إ‬ٜ٫‫إ‬٢ ‫َٗا‬ٜ‫ ََِٔٓٗا سَ ٓك‬ٟٓٔ‫د‬٪َ ُٜ ٜ٫ ٕ١َٓ‫ ؾٔك‬ٜ٫َٚ ٕ‫ََا َِٔٔ ؾَا ٔسبٔ ذََٖب‬

ُُ٘‫ بَٔٗا َدِب َٗت‬٣َٛ‫ه‬ٞ ُٜٝ‫ ؾ‬،َََِٓٗ ‫ َد‬٢‫ َْاز‬ٞٔ‫َٗا ؾ‬ًَِٜٝ‫َ ع‬ُِٞٔ‫أس‬ٝ ٜ‫ ؾ‬،٣‫ٔضُ َٔ ِٔ َْاز‬٥‫ؿا‬ٜ َ‫ُ٘ ؾ‬ٜ‫ت ي‬
ِ ‫ش‬
َ ‫ؾُٔؿ‬

‫ـ‬
َ ٞ‫ي‬ٜ‫َِٔ أ‬ٝ‫ط‬
ٔ َُِ‫ُ ػ‬ُٙ‫دَاز‬ٞ‫إ َٔك‬ٜ‫ ن‬٣َِّٜٛ ٞٔ‫ِ٘ٔ ؾ‬ٝ‫ي‬ٜ٢‫ِدَتِ إ‬ٝ‫ ٔع‬ٝ‫َُٓا بَ ُسدَتِ أ‬ًٜٝ‫ ن‬،ُُٙ‫ظِٗس‬ٜ َٚ ُُ٘‫ َدِٓب‬َٚ

٢‫ ايَٓٓاز‬٢ٜ‫ي‬٢‫إَٓا إ‬٢َٚ ،ٔ١َٜٓ‫ اجل‬٢ٜ‫ي‬٢‫إَٓا إ‬٢ ُ٘ ًِٜٝٔ‫ضب‬


َ ٣َ‫َس‬ٝ‫ؾ‬ٜ ،ٕ١َٓ‫ض‬
َ
“Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan
zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya
lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam,
lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut.
Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya
pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian
ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.‖ (HR.
Muslim)

53 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Dan dalam riwayat yang sohih dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam, ia berkata: " Barang siapa Allah berikan kepadanya harta, lalu
ia tidak menunaikan zakatnya, maka akan ditampilkan dihadapanya
pada hari kiamat seekor ular jantan yang memiliki dua bisa, ular itu
menjulurkan mahkota kepalanya karena penuh dengan racun bisa, lalu
memakaikan kalung kepadanya, kemudian memegang kedua tulang
rahangnya, kemudian mengatakan: Aku adalah hartamu, aku adalah
harta simpananmu, Kemudian Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
membaca:

ُِِٗ‫ي‬٤ ٙ‫َ غَس‬ُٖٛ ٌَِ‫يُِِٗ ب‬٤ ٟ‫ِسا‬َٝ‫ػ‬َٛ ُٖ ًِٔ٘ٔ‫ك‬ٜ‫ُ٘ َٔٔ ؾ‬١ً‫َٕ بَُٔا آتَاُُِٖ اي‬ًَٛٝ‫بِؼ‬َٜ َٜٔٔ‫ر‬٤‫شطَبَٖٔ اي‬
ِ َٜٜ٫َٚ

ٔ١َ ‫َا‬ٝ‫ٔك‬ٞ‫ِ َاي‬َٜٛ ٔ٘ٔ‫ ب‬ٞ‫ا‬ًٛٝٔ‫َٕ ََا َبؼ‬ٛٝ‫ٖق‬ٜٛٛ ُٝ‫ض‬


َ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah
berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik
bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang
mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat.‖
(QS: Ali-Imran: 180)
Dalam sahih Bukhari dari Abu Hurairoh Radhiyallahu 'anhu, ia
berkata; Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

ّٜٛ ٘‫ق‬ُٜٛٛ ٕ‫بتا‬ٝ‫ أقسع ي٘ شب‬ٟ‫غذاعا‬١َ‫ا‬ٝ‫ّ ايك‬ٜٛ ٘‫د شنات٘ َجٌ ي‬٪ٜ ًِ‫ ؾ‬ٟ٫‫ اهلل َا‬ٙ‫َٔ آتا‬

‫و أْا نٓصى‬ٝ‫٭ْا َاي‬ٛ‫ك‬ٜ - ٘ٝ‫عين غدق‬ٜ - ٘ٝ‫أػر بًٗصَت‬ٜ ِ‫ ث‬١َ‫ا‬ٝ‫ايك‬


“Barang siapa Allah berikan kepadanya harta, lalu ia tidak menunaikan
zakatnya, maka akan ditampilkan dihadapanya pada hari kiamat seekor ular
jantan yang memiliki dua bisa, ia menjulurkan mahkota kepalanya karena penuh
dengan racun bisa, ular itu memakaikan kalung kepadanya, kemudian memegang
kedua tulang rahangnya, kemudian mengatakan: Aku adalah hartamu, aku
adalah harta simpananmu.”
Diriwayatkan dari Abu Dzar Radhiyallahu „anhu, ia berkata, ―Aku
datang menemui Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam yang sedang
berlindung di bawah naungan Ka‘bah. Beliau bersabda, ‗Merekalah

54 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
orang-orang yang paling merugi, demi Rabb Pemilik Ka‘bah‘. Beliau
mengucapkannya tiga kali. Abu Dzar berkata, ―Aku pun menjadi sedih,
aku menarik nafas lalu berkata, ‗Ini merupakan peristiwa yang buruk
pada diriku. Aku bertanya, Siapakah mereka? Ayah dan ibuku menjadi
tebusannya?‘‖ Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab,

٣ٌُ‫ٌِْ ََا ُِِٖ ََا َِٔٔ َزد‬ًٜٝٔ‫َق‬ٚ ‫رَا‬ٜ‫ََٖه‬ٚ ‫رَا‬ٜ‫ ٔعبَادٔ اهللٔ َٖه‬ٞٔ‫اٍَ ؾ‬ٜ‫ٓ َِٔ ق‬ٜ٫٢‫ إ‬،ٟ٫‫َا‬َِٜٛ‫َِٕ أ‬ٚ‫نجَ ُس‬ٞ ٜ‫ا٭‬

‫ُِ ََا‬ٜ‫ ِعع‬ٜ‫ٔ أ‬١َ ‫َا‬ٝ‫َِّ ائك‬َٜٛ ُِ٘‫َت‬٤‫ٓ دَا‬ٜ٫٢‫اَتَٗا إ‬ٜ‫ شَن‬ٟٓٔ‫د‬٪َ ُٜ ٜ٫ ‫سّا‬ٜ‫ِ بَك‬ٜٚ‫ أ‬ٟ٬ٔ‫ب‬٢‫ِ إ‬ٜٚ‫غَُّٓا ا‬ٜ ٝ‫تِسُى‬َٜٝ‫ِتُ ؾ‬ُُٛ َٜ

َُِٓ‫ ث‬٢‫َٔ ايَٓٓاع‬ِٝ‫ َب‬ٝ‫َ اهلل‬ٞٔ‫ك‬ٞ‫َك‬ٜ ٢َٓ‫ َست‬،‫َِْٔٗا‬ٚ‫ ُس‬ٝ‫شُُ٘ بٔك‬ٛٔ ِٓ‫ََت‬ٚ ،‫ٔؾَٗا‬ٜ٬ٞ‫ظ‬ٜ‫ُ بٔأ‬ٜٙ‫أ‬ٜٛ‫ َت‬٢َٓ‫ضِ َُُٔ َست‬ٜ‫َأ‬ٚ ُِٕٛ‫ه‬ٝ َ‫ت‬

‫أػِسَاَٖا‬ٝ ٢
َ ًَ‫َٖا ع‬ٜ٫ِٚ‫أ‬ٝ ُ‫د‬ِٛ ‫َت ُع‬
“Orang-orang yang banyak hartanya! Kecuali yang menyedekahkannya
kepada hamba-hamba Allah begini dan begini. Namun sangat sedikit mereka itu.
Tidaklah seorang lelaki mati lalu ia meninggalkan kambing atau unta atau sapi
yang tidak ia keluarkan zakatnya melainkan hewan-hewan itu akan datang
kepadanya pada hari kiamat dalam bentuk yang sangat besar dan sangat gemuk
lalu menginjaknya dengan kukunya dan menanduknya dengan tanduknya. Hingga
Allah memutuskan perkara di antara manusia. Kemudian hewan yang paling
depan menginjaknya kembali, begitu pula hewan yang paling belakang berlalu,
begitulah seterusnya.” (HR. Bukhari)
6. Syarat-syarat zakat
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam masalah
kewajiban zakat. Syarat tersebut berkaitan dengan dua hal, yaitu yang
berkaitan dengan muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dan
berkaitan dengan harta.49
a. Syarat pertama, berkaitan dengan muzakki: (1) Islam, dan (2)
merdeka. Adapun anak kecil dan orang gila (jika memiliki harta
dan memenuhi syarat-syaratnya) masih tetap dikenai zakat yang
nanti akan dikeluarkan oleh walinya. Pendapat ini adalah
pendapat terkuat dan dipilih oleh mayoritas ulama.

49 - Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2: 12-13 dan Az Zakat, 64-66.

55 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
b. Syarat kedua, berkaitan dengan harta yang dikeluarkan
sebagaimana yang akan dijelaskan dalam uraian berikut ini:
1) Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan
halal. Adapun harta yang haram, baik substansi bendanya
maupun cara mendapatkannya, jelas tidak dapat dikenakan
kewajiban zakat, karena Allah tidak menerima sesuatu yang
haram.50

ََٔٓٔ ِٝ‫ه‬ٜ‫أػِ َس ِدَٓا ي‬ٜ ‫ََُٔٓا‬َٚ ُِِ‫طِبت‬


َ ‫ن‬ٜ ‫ٔبَاتٔ ََا‬ٝٓ‫ط‬ٜ َٔٔ ٞ‫ا‬ٛٝ‫ْؿٔك‬ٜ‫ أ‬ٞ‫ا‬َُٛٓ ‫َٔ آ‬ٜٔ‫ٓر‬ٜ‫َُٗا اي‬ٜٜٓ‫َا أ‬ٜ

ٞ‫ا‬ُٛ‫ٕ ُتػُِٔك‬ٜ‫ٓ أ‬ٜ٫‫إ‬٢ ٜٔ٘‫طتُِ بٔآػٔ ٔر‬


ِ ‫ي‬َٜٚ َٕٛٝ‫حَ َُِٔٓ٘ تُٓؿٔك‬ٝٔ‫يؼَب‬ٞ‫ ا‬ٞ‫ا‬ََُُُٛٓٝ‫ َت‬ٜ٫َٚ ٢‫٭زِض‬ٜ ‫ا‬

ْ‫د‬َُٝٔ‫ْٓ س‬ٞٔٓ‫غ‬ٜ َ٘١ً‫ َٕٓ اي‬ٜ‫ا أ‬ًُُِٜٞٛ‫َاع‬ٚ ٔ٘ٝٔ‫ؾ‬


“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah)
sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum
datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada
lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.”
(QS Al Baqarah: 254)
2) Dimiliki secara sempurna. Yang dimaksud dengan syarat ini
adalah harta tersebut di bawah control dan kekuasaan
pemiliknya dan tidak berkaitan dengan hak orang lain.
3) Termasuk harta yang berkembang secara hakiki atau secara
hukum. Yang bertambah secara hakiki seperti: hewan ternak,
biji-bijian dan buah-buahan, dan harta perdagangan. Yang
bertambah secara hukum seperti: emas dan perak jika tidak
diperdagangkan. Sebab meskipun keduanya tidak
bertambah, namun secara hukum dianggap bertambah,
karena kapan saja seseorang menghendaki dia bisa
memperdagangkannya. Adapun harta yang tidak
berkembang, atau tidak ada potensi untuk berkembang,
maka tidak wajib dizakati. Kuda dan hamba sahaya, di
zaman Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam termasuk harta
yang tidak produktif. Karenanya tidak menjadi objek zakat.

50 - Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam PerekonomianModern, Jakarta : Disertasi UIN Syarif


Hidayatullah, 2001, hlm.32

56 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Adapun Dalil dari syarat ini adalah sabda Nabi Shalallahu
'Alaihi wa Sallam.

ٔ٘ٔ‫سَض‬ٜ‫ ؾ‬٫ٜ َٚ ٔٙٔ‫ َعبِد‬٢ٔ‫ ؾ‬١٠ ٜ‫ ؾَدَق‬٢ًِِٔ‫ُُط‬ٞ‫ اي‬٢ًَٜ‫ِظَ ع‬ٝ‫ي‬ٜ


“Seorang muslim tidak dikenai kewajiban zakat pada budak dan
kudanya.” (HR. Bukhari)
Dari sini, maka tidak ada zakat pada harta yang disimpan
untuk kebutuhan pokok semisal makanan yang disimpan,
kendaraan, dan rumah
4) Telah mencapai nishab. Yaitu, telah mencapai ukuran
minimal suatu harta dikenai zakat. Dari Abu Sa‘id Al
Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam bersabda,

ٕ‫ِد‬ٚ‫ َذ‬٢‫َٕ ػَُِظ‬ُٚ‫َُا د‬ٝٔ‫ِظَ ؾ‬ٝ‫ي‬َٜٚ ، ٠١ٜ‫ ؾَدَق‬٣‫َام‬ٚ‫أ‬ٜ ٢‫َٕ ػَُِظ‬ُٚ‫َُا د‬ٝٔ‫ِظَ ؾ‬ٝ‫ي‬ٜ

٠١ٜ‫ ؾَدَق‬٣‫ِضُل‬ٚ‫أ‬ٜ ‫ظ‬


٢ َُِ‫َٕ ػ‬ُٚ‫َُا د‬ٝٔ‫ظ ؾ‬
َ ِٝ‫ي‬َٜٚ ، ٠١ٜ‫ؾَدَق‬
“Tidak zakat bagi perak di bawah 5 uqiyah51, tidak ada zakat
bagi unta di bawah 5 ekor dan tidak ada zakat bagi tanaman di
bawah 5 wasaq.‖52 (HR. Bukhari)
5) Telah mencapai haul. Artinya harta yang dikenai zakat telah
mencapai masa satu tahun atau 12 bulan Hijriyah. Nabi
shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

ٍُِٛ‫ش‬
َ ٞ‫ِٔ٘ اي‬ًَٜٝ‫ٍَ ع‬ُٛ‫َش‬ٜ ٢َٓ‫ سَت‬٠‫ا‬ٜ‫ شَن‬٣ٍ‫ ََا‬٢ٔ‫ظ ؾ‬
َ ِٝ‫ي‬َٜٚ
“Dan tidak ada zakat pada harta hingga mencapai haul.” ( HR.
Abu Daud)

51 - Satu uqiyah sama dengan 40 dirham. Jadi nishob perak adalah 5 uqiyah x 40 dirham/uqiyah =
200 dirham (Lihat Syarh ‘Umdatul Ahkam, Syaikh Sa’ad Asy Syatsri, 1: 376).
52 - Satu wasaq sama dengan 60 sho’. Jadi nishob zakat tanama adalah 5 wasaq x 60 sho’/wasaq =
300 sho’ (Lihat Syarh ‘Umdatul Ahkam, Syaikh Sa’ad Asy Syatsri, 1: 376). Satu sho’ kira-kira sama
dengan 3 kg. Sehingga nishob zakat tanaman = 300 sho’ x 3 kg/sho’ = 900 kg.

57 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Syarat ini berlaku bagi zakat pada mata uang dan hewan
ternak. Sedangkan untuk zakat hasil pertanian tidak ada
syarat haul. Zakat pertanian dikeluarkan setiap kali panen.

َ‫َاي ٓصَزِع‬ٚ ٌَِ‫َايَٓؼ‬ٚ ٕ‫غَات‬ُٚ‫ِسَ َعِس‬ٝ‫غ‬ٜ َٚ ٕ‫غَات‬ُٚ‫ دََٓٓاتٕ َعِس‬ٜ‫ِْػَأ‬ٜ‫ أ‬ٟٔ‫ٓر‬ٜ‫َ اي‬ُٖٛ َٚ

‫إذَا‬٢ ٔٙ٢‫ا َِٔٔ ثََُس‬ًٛٝٝ‫ِسَ َُتَػَابٕٔ٘ ن‬ٝ‫غ‬ٜ َٚ ‫َاي ٓسَُٓإَ ََُتػَأبّٗا‬ٚ َُٕٛ‫ت‬َِٜٓ‫َايص‬ٚ ًُ٘ٝٝ‫ن‬ٝ‫ا أ‬ٟ‫ؼتًَٔؿ‬
ِ َُ

ٔٙٔ‫َِّ سَؿَاد‬َٜٛ ُٜ٘ٓ‫ا سَك‬ُٛ‫ت‬ٜ‫َآ‬ٚ َ‫ثَُِس‬ٜ‫أ‬


“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan
yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk
dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya
(yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah
haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada
fakir miskin).” (QS. Al-An’am: 141)
6) Lebih dari kebutuhan pokok. Yang dimaksud dengan
kebutuhan pokok adalah apabila kebutuhan tersebut
dikeluarkan, maka seseorang bisa jadi akan celaka, seperti
nafkah, tempat tinggal, dan pakaian.53 Dalilnya firman Allah :

ٛ‫ٕ قٌ ايعؿ‬ٛ‫ٓؿك‬ٜ ‫ْو َاذا‬ٛ‫طأي‬ٜٚ


“Mereka bertanya tentang apa yang harus diinfaqkan (dizakatkan),
katakan : yang lebih dari kebutuhan.”(QS. Al-Baqarah: 219)
Menurut Ali Ashabuni, maksud “al-afw” pada ayat tersebut
adalah sesuatu yang sifatnya lebih dari kebutuhan pokok.
Maka dari itu, zakat dikeluarkan dari harta yang lebih dari
kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan dan papan.54
7. Harta Yang Wajib Dizakati

53 - Ibid
54 - Ali Asshabuni, Shaffatus tafasir, Beirut : Dar Ihya al-turast Al-Arabi, 1993, Vol.1,hlm.140

58 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Zakat hanya disyariatkan pada jenis-jenis harta yang mengalami
pertambahan, baik yang bertambah dengan zatnya itu sendiri, seperti
binatang ternak, hasil bumi, dan harta dagangan. Atau bertambah
dengan penggunaannya, seperti emas dan perak.
Untuk lebih jelasnya akan diperinci dalam uraian berikut ini :
a. Zakat Atsman (emas, perak dan mata uang)
 Dalil ketentuan zakat emas dan perak, sebagaimana
diriwayatkan dari ‗Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu „anhu,
Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

َِٖٔ‫ َدزَا‬ٝ١َ‫َٗا ػَُِط‬ٝٔ‫ؿ‬ٜ‫ٍُِ ؾ‬ٛ‫ش‬


َ ٞ‫َٗا اي‬ًَِٜٝ‫سَاٍَ ع‬َٚ ٣َِِٖ‫تَا ٔدز‬٥َ‫ َٔا‬ٜ‫يو‬ٜ ِ‫اَْت‬ٜ‫ذَا ن‬٢‫إ‬ٜ‫ؾ‬

َُٕٚ‫ ٔعػِس‬ٜ‫و‬ٜ‫َٕ ي‬ٛٝ‫َه‬ٜ ٢َٓ‫ ايرَٓ َٖبٔ – َست‬٢ٔ‫ ؾ‬٢ٔٓ‫َ ِع‬ٜ – ْ٤ِ٢َ‫ غ‬ٜ‫ِو‬ًَٜٝ‫ِظَ ع‬ٝ‫ي‬َٜٚ

ُ‫َٗا ْٔؿِـ‬ٝٔ‫ؿ‬ٜ‫ٍُ ؾ‬ِٛ َ‫يش‬ٞ‫َٗا ا‬ًَِٜٝ‫سَاٍَ ع‬َٚ ‫َٓازّا‬ٜٔ‫َٕ د‬ُٚ‫ ٔعػِس‬ٜ‫يو‬ٜ َٕ‫ا‬ٜ‫إذَا ن‬٢ٜ‫َٓازّا ؾ‬ٜٔ‫د‬

ٜ‫شطَابٔ ذَئو‬
ٔ ٔ‫ؾب‬ٜ ‫َُا شَا َد‬ٜ‫ز ؾ‬٣ ‫َٓا‬ٜٔ‫د‬
“Bila engkau memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu satu tahun
(sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat sebesar
lima dirham. Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat
sedikit pun –maksudnya zakat emas- hingga engkau memiliki dua
puluh dinar. Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar, dan telah
berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau
dikenai zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan dari (nishob) itu,
maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu.” (HR.Bukhari)
Dari sahabat Abu Sa‘id Al Khudri radhiyallahu ‗anhu, ia
menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam
bersabda,

٠١ٜ‫ ؾَدَق‬٣‫َام‬ٚ‫أ‬ٜ ‫ظ‬


٢ َُِ‫َٕ ػ‬ُٚ‫َُا د‬ٝٔ‫ظ ؾ‬
َ ِٝ‫ي‬ٜ
“Tidaklah ada kewajiban zakat pada uang perak yang kurang dari
lima uqiyah.” (HR. Bukhari)

59 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Dan pada hadits riwayat Abu Bakar Radhiyallahu „anhu
dinyatakan,

٢‫ي ُعػِس‬ٞ‫ٔ زُبِ ُع ا‬١ٜ‫ٓق‬٢‫ ايس‬٢ٔ‫َؾ‬ٚ


“Dan pada perak, diwajibkan zakat sebesar seperempat puluh (2,5
%).” (HR. Bukhari)
 Nishob zakat emas
Nishob zakat emas adalah 20 mitsqol atau 20 dinar. Satu
dinar setara dengan 4,25 gram emas. Sehingga nishob zakat
emas adalah 85 gram emas (murni 24 karat). Jika emas
mencapai nishob ini atau lebih dari itu, maka ada zakat. Jika
kurang dari itu, tidak ada zakat kecuali jika seseorang ingin
bersedekah sunnah.
 Kadar zakat emas
Besaran zakat emas adalah 2,5% atau 1/40 jika telah
mencapai nishob. Contohnya, emas telah mencapai 85 gram,
maka besaran zakat adalah 85/40 = 2,125 gram. Jika
timbangan emas adalah 100 gram, besaran zakat adalah
100/40 = 2,5 gram.
 Nishob zakat perak
Nishob zakat perak adalah 200 dirham atau 5 uqiyah. Satu
dirham setara dengan 2,975 gram perak. Sehingga nishob
zakat perak adalah 595 gram perak (murni). Jika perak telah
mencapai nishob ini atau lebih dari itu, maka ada zakat. Jika
kurang dari itu, tidak ada zakat kecuali jika seseorang ingin
bersedekah sunnah.
 Kadar zakat perak
Besaran zakat perak adalah 2,5% atau 1/40 jika telah
mencapai nishob. Contohnya, 200 dirham, maka zakatnya
adalah 200/40= 5 dirham. Jika timbangan perak adalah 595
gram, maka zakatnya adalah 595/40 = 14,875 gram perak.
 Zakat mata uang
Mata uang wajib dizakati karena fungsinya sebagai alat tukar
sebagaimana emas dan perak yang ia gantikan fungsinya saat

60 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ini. Hukum mata uang ini pun sama dengan hukum emas
dan perak karena kaedah yang telah ma‘ruf “al badl lahu
hukmul mubdal” (pengganti memiliki hukum yang sama
dengan yang digantikan).
Yang mejadi patokan dalam nishob mata uang adalah nishob
emas atau perak. Jika mencapai salah satu nishob dari
keduanya, maka ada zakat. Jika kurang dari itu, maka tidak
ada zakat. Jika kita perhatikan yang paling sedikit nishobnya
ketika ditukar ke mata uang adalah nishob perak. Patokan
nishob inilah yang lebih hati-hati dan lebih menyenangkan
orang miskin. Besaran zakat mata uang adalah 2,5% atau
1/40 ketika telah mencapai haul.
Contoh perhitungan zakat mata uang:
Simpanan uang yang telah mencapai haul adalah
Rp.10.000.000,-
 Harga emas saat masuk haul = Rp.500.000,-/gram
(perkiraan). Nishob emas = 85 gram x Rp.500.000,-
/gram = Rp.42.500.000,-.
 Harga perak saat masuk haul = Rp.5.000,-/gram
(perkiraan). Nishob perak = 595 gram x Rp.5.000,-
/gram = Rp.2.975.000,-.
 Yang jadi patokan adalah nishob perak. Simpanan di atas
telah mencapai nishob perak, maka besar zakat yang
mesti dikeluarkan = 1/40 x Rp.10.000.000,- =
Rp.250.000,-.55
b. Zakat Perdagangan (‗urudhudh tijaroh)
1) Dalil akan wajibnya zakat perdagangan adalah firman Allah
Ta‟ala,

ََٔٔ ِِٝ‫ه‬ٜ‫أػِ َس ِدَٓا ي‬ٜ ‫ََُٔٓا‬َٚ ُِِ‫طِبت‬


َ ‫ن‬ٜ ‫ٔبَاتٔ ََا‬ٝٓ‫ط‬ٜ َِٔٔ ‫ا‬ٛٝ‫ِْؿٔك‬ٜ‫ا أ‬َُٛٓ ‫آ‬ٜ َٜٔٔ‫ٓر‬ٜ‫َُٗا اي‬ٜٜٓ‫َا أ‬ٜ

٢‫أزِض‬ٜ ٞ‫اي‬

55 - Panduan Zakat (6): Zakat Penghasilan — Muslim.Or.Id

61 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al-
Baqarah: 267)
Yang dimaksud ( ) ‗hasil usaha kalian‘ pada ayat di
atas adalah perdagangan. Hal itu sebagaimana yang
ditegaskan oleh imam Bukhari dalam shahihnya, dan juga
dikuatkan oleh Ibnul Arabi dalam tafsirnya.56
a) Syarat zakat barang dagangan
 Barang tersebut dimiliki atas pilihan sendiri dengan
cara yang mubah baik lewat jalan cari untung
(mu‘awadhot) seperti jual beli dan sewa atau secara
cuma-cuma (tabaru‘at) seperti hadiah dan wasiat.
 Barang tersebut bukan termasuk harta yang asalnya
wajib dizakati seperti hewan ternak, emas, dan
perak. Karena tidak boleh ada dua wajib zakat dalam
satu harta.
 Barang tersebut sejak awal dibeli diniatkan untuk
diperdagangkan.
 Nilai barang tersebut telah mencapai salah satu
nishob dari emas atau perak, Kalau mencapai
nishob, maka dikeluarkan zakat sebesar 2,5% atau
1/40.
 Telah mencapai haul (melalui masa satu tahun
hijriyah).
b) Rumus zakat perdagangan
Perhitungan zakat barang dagangan= nilai barang
dagangan 57 + uang dagang yang ada + piutang yang
diharapkan – utang yang jatuh tempo.58
Contoh:59

56 - Shahih Al Bukhari pada Kitab Zakat, Ibnul Arabi, Ahkamul Qur’an,1: 469.
57 - dengan harga saat jatuh haul, bukan harga saat beli
58 - utang yang dimaksud adalah utang yang jatuh tempo pada tahun tersebut (tahun pengeluaran
zakat). Jadi bukan dimaksud seluruh hutang pedagang yang ada. Karena jika seluruhnya, bisa jadi ia
tidak ada zakat bagi dirinya.
59 - Panduan Zakat (7): Zakat Barang Dagangan — Muslim.Or.Id

62 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Pak Muhammad mulai membuka toko dengan modal
100 juta pada bulan Muharram 1432 H. Pada bulan
Muharram 1433 H, perincian zakat barang dagangan
Pak Muhammad sebagai berikut:

- Nilai barang dagangan = Rp.40.000.000


- Uang yang ada = Rp.10.000.000
- Piutang = Rp.10.000.000
- Utang = Rp.20.000.000 (yang jatuh tempo tahun 1433 H)
Perhitungan Zakat
= (Rp. 40.000.000 + Rp. 10.000.000 + Rp. 10.000.000 – Rp. 20.000.000) x 2,5%
= Rp. 40.000.000 x 2,5%= Rp. 1.000.000

2) Zakat Hasil Pertanian


 Dalil wajibnya zakat pertanian

ََٔٔ ِِٝ‫ه‬ٜ‫أػِ َس ِدَٓا ي‬ٜ ‫ََُٔٓا‬َٚ ُِِ‫طِبت‬


َ ‫ن‬ٜ ‫ٔبَاتٔ ََا‬ٝٓ‫ط‬ٜ َِٔٔ ‫ا‬ٛٝ‫ِْؿٔك‬ٜ‫ا أ‬َُٛٓ ‫آ‬ٜ َٜٔٔ‫ٓر‬ٜ‫َُٗا اي‬ٜٜٓ‫َا أ‬ٜ

٢‫أزِض‬ٜ ٞ‫اي‬
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari
apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. (QS. Al-
Baqarah: 267)

َ‫َاي ٓصَزِع‬ٚ ٌَِ‫َايَٓؼ‬ٚ ٕ‫غَات‬ُٚ‫ِسَ َعِس‬ٝ‫غ‬ٜ َٚ ٕ‫غَات‬ُٚ‫ دََٓٓاتٕ َعِس‬ٜ‫ِْػَأ‬ٜ‫ أ‬ٟٔ‫ٓر‬ٜ‫َ اي‬ُٖٛ َٚ

‫إذَا‬٢ ٔٙ٢‫ا َِٔٔ ثََُس‬ًٛٝٝ‫ِسَ َُتَػَابٕٔ٘ ن‬ٝ‫غ‬ٜ َٚ ‫َاي ٓسَُٓإَ ََُتػَأبّٗا‬ٚ َُٕٛ‫ت‬َِٜٓ‫َايص‬ٚ ًُ٘ٝٝ‫ن‬ٝ‫ا أ‬ٟ‫ؼتًَٔؿ‬
ِ َُ

ٔٙٔ‫َِّ سَؿَاد‬َٜٛ ُٜ٘ٓ‫ا سَك‬ُٛ‫ت‬ٜ‫َآ‬ٚ َ‫ثَُِس‬ٜ‫أ‬


“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung
dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang

63 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah
dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
disedekahkan kepada fakir miskin).” (QS. Al-An’am: 141)
 Hasil pertanian yang wajib dizakati
Zakat hasil pertanian diwajibkan pada tanaman yang
merupakan kebutuhan pokok dan dapat disimpan.Yaitu:
sya‘ir (gandum kasar), hinthoh (gandum halus), kurma
dan kismis (anggur kering).

٪٣ٌَ‫ َدب‬٢ٔ‫ َُعَاذٔ ِب‬َٚ ٢َ‫ض‬َُٛ ٢ٔ‫ب‬ٜ‫ عَِٔ أ‬ٜ٠‫ بُ ِس َد‬٢ٔ‫ب‬ٜ‫ عَِٔ أ‬٢َٝ‫ش‬
ِ َٜ ٢ِٔ‫ ب‬ٜ١َ‫ًش‬ٜٞ‫َعِٔ ط‬

‫أ َسََُُٖا‬ٜ ٜ‫ ؾ‬٢ََُٔٝ‫ي‬ٞ‫ ا‬٢ٜ‫ي‬٢‫ َبعََجَُُٗا إ‬-ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬- ًٜٔ٘ٓ‫ٍَ اي‬ُٛ‫َٕٓ زَض‬ٜ‫أ‬

َِٔٔ ٜٓ٫‫إ‬٢ ٔ١ٜ‫ ايؿَٓدَق‬٢ٔ‫أػُرَا ؾ‬ٞ َ‫ ت‬ٜ٫ «٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫َق‬ٚ.ِِ٢َٜٗٓٔ‫أَِسَ د‬ٜ َ‫عًََُٔٓا ايَٓٓاع‬ُٜ ِٕٜ‫أ‬

.٢‫َايتَُِٓس‬ٚ ٔ‫ب‬ٝٔ‫َايصَٓب‬ٚ ٔ١ِٜٛٓ‫ش‬


ٔ ‫ي‬ٞ‫َا‬ٚ ٢‫ػَعٔري‬
ٓ ‫ اي‬١َٔ‫٭زَِبع‬ٜ ‫ؾَٓافٔ ا‬
ِ ٜ‫ٔ ا٭‬ٙٔ‫َٖر‬
“Dari Tholhah bin Yahya, dari Abu Burdah, dari Abu Musa
dan Mu‟adz bin Jabal berkata bahwa Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam mengutus keduanya ke Yaman dan
memerintahkan kepada mereka untuk mengajarkan agama. Lalu
beliau bersabda, “Janganlah menarik zakat selain pada empat
komoditi: gandum kasar, gandum halus, kismis dan kurma.”
(HR. Baihaqi)
Dari Al Harits dari Ali, beliau mengatakan:

‫ب‬ٝ‫هٔ متس ؾصب‬ٜ ‫هٔ بس ؾتُس ؾإٕ مل‬ٜ ‫ عٔ أزبع َٔ ايرب ؾإٕ مل‬١‫ايؿدق‬

‫ب ؾػعري‬ٝ‫هٔ شب‬ٜ ‫ؾإٕ مل‬


“Zakat (pertanian) hanya untuk empat komoditi: Burr (gandum
halus), jika tidak ada maka kurma, jika tidak ada kurma

64 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
maka zabib (kismis), jika tidak ada zabib maka sya‟ir (gandum
kasar).” (HR. Ibn Abi Syaibah)
Dari Thalhah bin Yahya, beliau mengatakan: Saya
bertanya kepada Abdul Hamid dan Musa bin Thalhah
tentang zakat pertanian. Keduanya menjawab,

‫ب‬ٝ‫ايصب‬ٚ ‫ايتُس‬ٚ ١ٛٓ‫ يف احل‬١‫إمنا ايؿدق‬


“Zakat hanya ditarik dari hinthah (gandum halus), kurma, dan
zabib(kismis).” (HR. Ibn Abi Syaibah)
 Nishob zakat pertanian
Nishob zakat pertanian adalah 5 wasaq. Demikian
pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Dalilnya adalah
hadits,

٠١ٜ‫ ؾَدَق‬٣‫ِضُل‬ٚ‫أ‬ٜ ‫ظ‬


٢ َُِ‫َٕ ػ‬ُٚ‫َُا د‬ٝٔ‫ظ ؾ‬
َ ِٝ‫ي‬َٜٚ
“Tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.” (HR.
Bukhari)
Keterangan :
1 wasaq = 60 sho‘, 1 sho‘ = 4 mud.
Nishob zakat pertanian = 5 wasaq x 60 sho‘/wasaq =
300 sho‘ x 4 mud = 1200 mud.
Ukuran mud adalah ukuran dua telapak tangan penuh
dari pria sedang. Dewan Fatwa Saudi Arabia atau Al-
Lajnah Ad-Da`imah yang diketuai Asy-Syaikh Abdul
Aziz bin Abdullah bin Baz, wakilnya Asy-Syaikh
Abdurrazzaq ‗Afifi dan anggotanya Abdullah bin
Ghudayyan memperkirakan 1 sho‘ sama dengan 3 kg.
(Fatawa Al-Lajnah, 9/371)
Jadi, jika 1 sho‘ sama dengan 3 kg, maka nishob zakat
tanaman = 5 wasaq x 60 sho‘/ wasaq x 3 kg/ sho‘ =
900 kg.

65 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
 Kadar zakat hasil pertanian
- Pertama, jika tanaman diairi dengan air hujan atau dengan
air sungai tanpa ada biaya yang dikeluarkan atau bahkan
tanaman tersebut tidak membutuhkan air, dikenai zakat
sebesar 10 %.
- Kedua, jika tanaman diairi dengan air yang memerlukan
biaya untuk pengairan misalnya membutuhkan pompa
untuk menarik air dari sumbernya, seperti ini dikenai
zakat sebesar 5%.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits dari Ibnu
‗Umar, Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

َ٢ٔ‫َََا ضُك‬ٚ ، ُ‫ي ُعػِس‬ٞ‫ّٓا ا‬ٜ‫س‬٢ َ‫إَ َعج‬ٜ‫ِ ن‬ٚ‫أ‬ٜ ُُٕٛٝ‫ ُع‬ٞ‫َاي‬ٚ ُ٤‫تٔ ايطََُٓا‬ٜ‫َُا ضَك‬ٝٔ‫ؾ‬

٢‫ ُعػِس‬ٞ‫ـ اي‬
ُ ‫ؿ‬
ِ ْٔ‫ض‬٢ ِ‫ٔبايَٓك‬
“Tanaman yang diairi dengan air hujan atau dengan mata air
atau dengan air tada hujan, maka dikenai zakat 1/10 (10%).
Sedangkan tanaman yang diairi dengan mengeluarkan biaya,
maka dikenai zakat 1/20 (5%).” (HR.Bukhari)
3) Zakat Hewan Ternak
Ada tiga jenis hewan ternak yang wajib dizakati, yaitu:
 Unta dan berbagai macam jenisnya.
 Sapi dan berbagai macam jenisnya, termasuk kerbau.
 Kambing dan berbagai macam jenisnya, termasuk
kambing kacang (ma‘iz) dan domba.
Hewan ternak dapat dibagi menjadi empat macam:
 Hewan ternak yang diniatkan untuk diperdagangkan.
Hewan seperti ini dikenai zakat barang dagangan walau
yang diperdagangkan cuma satu ekor kambing, satu ekor
sapi atau satu ekor unta.
 Hewan ternak yang diambil susu dan digembalakan di
padang rumput disebut sa-imah. Hewan seperti ini
dikenai zakat jika telah mencapai nishob dan telah
memenuhi syarat lainnya.
66 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
 Hewan ternak yang diberi makan untuk diambil susunya
dan diberi makan rumput (tidak digembalakan). Seperti
ini tidak dikenai zakat karena tidak termasuk hewan yang
diniatkan untuk diperdagangkan, juga tidak termasuk
hewan sa-imah.
 Hewan ternak yang dipekerjakan seperti untuk memikul
barang dan menggarap sawah. Zakat untuk hewan ini
adalah hasil upah dari jerih payah hewan tersebut jika
telah mencapai haul dan nishob.
Syarat wajib zakat hewan ternak:
 Ternak tersebut ingin diambil susu, ingin
dikembangbiakkan dan diambil minyaknya. Jadi, ternak
tersebut tidak dipekerjakan untuk membajak sawah,
mengairi sawah, memikul barang atau pekerjaan
semacamnya. Jika ternak diperlakukan untuk bekerja,
maka tidak ada zakat hewan ternak.
 Ternak tersebut adalah sa-imah yaitu digembalakan di
padang rumput yang mubah selama setahun atau
mayoritas bulan dalam setahun. Yang dimaksud padang
rumput yang mubah adalah padang rumput yang tumbuh
dengan sendirinya atas kehendak Allah dan bukan dari
hasil usaha manusia.
 Telah mencapai nishob, yaitu kadar minimal dikenai zakat
sebagaimana akan dijelaskan dalam tabel. Syarat ini
sebagaimana berlaku umum dalam zakat.
 Memenuhi syarat haul (bertahan di atas nishob selama
setahun).
Dalil wajibnya zakat hewan ternak

ٕ١َ٥‫َٔا‬َٚ َٜٔ٢‫ ٔعػِس‬٢ٜ‫ي‬٢‫أزَِبعٔنيَ إ‬ٜ ِ‫اَْت‬ٜ‫إذَا ن‬٢ ‫َُٔٔتَٗا‬٥‫ضا‬


َ ٢ٔ‫ ؾ‬٢َِٓ‫ي َػ‬ٞ‫ٔ ا‬١ٜ‫ ؾَدَق‬٢ٔ‫َؾ‬ٚ

٠‫غَا‬

67 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
“Mengenai zakat pada kambing yang digembalakan (dan
diternakkan) jika telah mencapai 40-120 ekor dikenai zakat 1
ekor kambing.” (HR.Bukhari)

َ‫ِٕ آػُر‬ٜ‫ أ‬٢َْٔ‫أ َس‬ٜ ٜ‫ ؾ‬٢ََُٔٝ‫ي‬ٞ‫ ا‬٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬-ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬- ُٓ٢ٔ‫ ايَٓب‬٢ٔٓ‫َب َعَج‬

ٟ١َٓ‫ط‬
ٔ َُ َ‫أزَِبعٔني‬ٜ ٢ٌٓ ٝ‫َٔ ِٔ ن‬َٚ ٟ١َ‫ع‬ٝٔ‫ َتب‬ِٚ ٜ‫عّا أ‬ٝٔ‫ َتب‬٠َٟ‫س‬ٜ‫ثٔنيَ بَك‬ٜ٬َ‫ٓ ث‬٢ٌٝ‫َِٔٔ ن‬
―Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam memerintahkanku untuk
mengambil dari setiap 30 ekor sapi ada zakat dengan kadar satu
ekor tabi‟ (sapi jantan umur satu tahun) atau tabi‟ah (sapi betina
umur satu tahun) dan setiap 40 ekor sapi ada zakat dengan
kadar 1 ekor musinnah (sapi berumur dua tahun).”
(HR.Tirmidzi)
Kadar wajib zakat hewan ternak

ZAKAT UNTA

Nishob (jumlah unta) Kadar wajib zakat

5-9 ekor 1 kambing


10- 14 ekor 2 kambing
15-19 ekor 3 kambing
20-24 ekor 4 kambing
25-35 ekor 1 bintu makhod (unta betina berumur 1 tahun)
36-45 ekor 1 bintu labun (unta betina berumur 2 tahun)
46-60 ekor 1 hiqqoh (unta betina berumur 3 tahun)
61-75 ekor 1 jadza‘ah (unta betina berumur 4 tahun)
76-90 ekor 2 bintu labun (unta betina berumur 2 tahun)
91-120 ekor 2 hiqqoh (unta betina berumur 3 tahun)
121 ekor ke atas setiap kelipatan 40: 1 bintu labun, setiap kelipatan
50: 1 hiqqoh

68 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ZAKAT SAPI

Nishob (jumlah sapi) Kadar wajib zakat

30-39 ekor 1 tabi‘ 1 tabi‘ (sapi jantan berumur 1 tahun)


40-59 ekor 1 musinnah (sapi betina berumur 2 tahun)
60-69 ekor 2 tabi‘
70-79 ekor 1 musinnah dan 1 tabi‘
80-89 ekor 2 musinnah
90-99 ekor 3 tabi‘
100-109 ekor 2 tabi‘ dan 1musinnah
110-119 ekor 2 musinnah dan 1 tabi‘
120 ke atas setiap 30 ekor: 1 tabi‘ atau tabi‘ah, setiap 40 ekor: 1
musinnah

ZAKAT KAMBING/DOMBA

Nishob (jumlah Nishob (jumlah kambing)


kambing)

69 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
40-120 ekor 1 kambing dari jenis domba yang berumur 1 tahun
121-200 ekor 2 kambing
201-300 ekor 3 kambing
301 ke atas setiap kelipatan seratus bertambah 1 kambing
sebagai wajib zakat

8. Asnaf yang berhak mendapatkan zakat


Asnaf zakat ada delapan sebagaimana dijelaskan oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya:

َ‫زَٔني‬٢ ‫ػَا‬ٞ‫َاي‬ٛ‫أب‬ٜ‫ق‬ٚ‫ ايس‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ُُِِٗ‫ب‬ًٛٝٝ‫ٔ ق‬١ٜ‫ؿ‬٤‫َي‬٪ُُ ٞ‫َاي‬ٚ ‫َٗا‬ًَِٜٝ‫يعَأًَٔنيَ ع‬ٞ‫َا‬ٛٓٔٝٔ‫ َُطَان‬ٞ‫َاي‬ٚ ٤‫سَا‬ٜ‫ك‬ٝ‫ؿ‬ًٞٔ‫اتُ ي‬ٜ‫َُْٖا ايؿٖدَق‬٢‫إ‬

ِْٝٔ‫ِْ سَه‬ًَٝٔ‫ُ٘ ع‬١ً‫َاي‬ٛٗ٢ً١‫ََٔ اي‬ٚ ٟ١َ‫ك‬ٜ٢‫س‬ٜ‫ٌ ؾ‬٢ ٝٔ‫طب‬


ٖ ‫ٔ اي‬٢ ِ‫َاب‬ٚ ٔ٘١ً‫ٌ اي‬٢ ٝٔ‫ضب‬
َ ٞٔ‫َؾ‬ٚ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” ( QS:
At-Taubah: 60)
Mereka itu ada delapan golongan:
 Pertama: fakir, yaitu mereka yang tidak mendapatkan sesuatu
yang mencukupi separuh dari kebutuhanya, jika seseorang tidak
memiliki sesuatu yang ia dapat nafkahkan untuk diri sendiri dan
keluarganya selama setengah tahun, maka ia adalah fakir, ia
diberi dari zakat sesuatu yang mencukupi dirinya dan
keluarganya selama setahun.
 Kedua: Miskin, mereka adalah orang-orang yang memiliki harta,
namun tidak dapat memenuhi kebutuhanya selama setahun
penuh, maka mereka diberi sesuatu yang dapat
70 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
menyempurnakan kekurangan untuk nafkah setahun. Jika
seseorang tidak memiliki uang namun ia memiliki sumber
pendapatan, seperti profesi, atau gaji, atau investasi yang dapat
memberikan kecukupan padanya, maka ia tidak diberi zakat,
sebagaimana Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

.‫ َهتطب‬ٟٛ‫ يك‬٫ٚ ‫ٗا يػين‬ٝ‫ سغ ؾ‬٫


Tidak ada bagian bagi orang kaya, tidak pula bagi oarng yang kuat dan
berpenghasilan.
 Ketiga: Amil, yaitu orang-orang yang mendapat tugas dari
penguasa negara untuk mengumpulkan zakat dari para muzakki,
dan membaginya kepada orang-orang yang berhak dan
menjaganya, mereka ini diberi zakat sepadan dengan pekerjaanya
meski meraka kaya.
 Keempat: Muallaf, mereka adalah para pemimpin kabilah yang
tidak memiliki iman yang kuat, mereka diberi zakat untuk
menguatkan keimanan mereka, sehingga mereka menjadi
penyeru-penyeru islam dan tauladan yang baik. Jika seseorang
lemah keislamanya, namun ia bukan kepala kabilah yang ditaati
dan hanya orang awam, apakah diberi zakat agar menguatkan
imanya.Sebagian ulama memandang perlu untuk diberi zakat,
karena kepentingan agama lebih besar dari pada kepentingan
tubuh, orang yang fakir diberi zakat agar menjadi makanan
tubuhnya, maka memberi makan hati dengan keimanan jauh
lebih bermanfaat, sebagian ulama yang lain berpendapat tidak
diberi zakat, karena kepentingan menguatkan imanya adalah
kepentingan pribadi yang khusus denganya.
 Kelima: Budak, termasuk di dalamnya memerdekakan budak dari
uang zakat, dan membantu para budak yang ingin membeli
dirinya, dan membebaskan tawanan islam.
 Keenam: Orang-orang yang berhutang, yaitu orang-orang yang
tidak memiliki sesuatu yang dapat menutupi hutangnya, mereka
diberi dari zakat sesuatu yang dapat menutupi hutangnya baik
sedikit maupun banyak, meski mereka kaya makanan, maka jika

71 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ada seseorang yang memiliki pemasukan yang mencukupi untuk
makanan buat dirinya dan keluarganya, namun ia memiliki
hutang yang ia tidak mampu membayarnya, maka ia diberi zakat
untuk sekedar menutupi hutangnya, dan tidak boleh
menggugurkan hutang kepada fakir yang berhutang lalu
menggantinya dari uang zakat.
 Ketujuh: Fii sabilillah, yakni jihad fi sabilillah, para mujahid dapat
diberi zakat sejumlah yang dapat menyukupi mereka dalam
berjihad, dan digunakan untuk membeli peralatan jihad. Dan
termasuk dalam sabilillah adalah: menuntut ilmu syar'i, pelajar
ilmu syar'i dapat diberi uang zakat agar bisa menuntut ilmu dan
membeli kitab yang diperlukan, kecuali jika ia memiliki harta
yang dapat mencukupinya dalam memenuhi kebutuhan itu.
 Kedelapan: Ibnu sabil, yaitu musafir yang perjalananya terputus, ia
dapat diberi zakat agar dapat sampai ke negerinya.60

60 - Muhamad bin Soleh al-Utsaimin, zakat dan faedah-faedahnya, Pustaka


Islamhouse,2010,hlm.12

72 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
BAB IV
FIKIH PUASA

1. Fadhilah Puasa
Puasa memiliki banyak manfaat, baik secara fisik maupun mental. Di
antara keutamaan itu akan diuraikan dalam perspektif wahyu dan sains
modern, berikut ini:
a. Manfaat Puasa perspektif wahyu
 Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala mewajibkan ibadah
puasa ini kepada semua umat manusia, sejak Nabi Adam
Alaihissalam sampai Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
.

ِٝ‫بًٔه‬ٜ‫َٔ َٔٔ ق‬ٜٔ‫ر‬٤‫ ٱي‬٢ًَٜ‫نتٔبَ ع‬ٝ ‫َُا‬ٜ‫َاُّ ن‬ٝ‫ؿ‬


ٚ ‫ُِ ٱي‬ٝ‫ه‬ًَٜٝ‫ٔتبَ ع‬ٝ‫ ن‬ٞ‫ا‬َُٛٓ‫َا‬٤ َٜٔٔ‫ر‬٤‫َٗا ٱي‬ٜٜٗ‫َٰأ‬ٟ

َٕٛٝ‫ِ َتتٖك‬ٝ‫ه‬٤ًَ‫يع‬ٜ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
 Puasa menjadi sebab ampunan dan penebus segala kesalahan.
Dalam Shahihain, Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu,
sesungguhnya Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda:

٘‫ؿٔس ي٘ َا تكدّ َٔ ذْب‬ٝ‫استطابا غ‬ٚ ‫َٔ ؾاّ زَكإ إمياْا‬

73 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Barangsiapa yang puasa di bulan Ramadhan karena iman dan
mengharapkan pahala niscaya diampuni dosanya yang terdahulu.

‫س‬٥‫ٓٗٔ إذا ادُِتٔٓبَت ايهبا‬ٝ‫ؿِّسات ملا ب‬ٜ‫ َه‬١‫ إىل اجلُع‬١‫اجلُع‬ٛ‫ات اخلُط‬ًٛ‫ايؿ‬
Shalat lima waktu, shalat Jum'at hingga Jum'at berikutnya merupakan
penebus dosa yang ada di antaranya, apabila dijauhi dosa-dosa besar.

 Pahala puasa akan dibalas langsung oleh Allah Subhanahu wa


Ta'ala, dengan lipatan tak terhingga. Dalam Shahihain, dari Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam bersabda:

٘‫ نٌ عٌُ ابٔ آدّ ي‬٪‫ (قاٍ اهلل تعاىل‬٪ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍ اهلل ؾ‬ٛ‫قاٍ زض‬

٬‫ّ أسدنِ ؾ‬ٛ‫ّ ؾ‬ٜٛ ٕ‫ ؾإذا نا‬١ٖٓ‫اّ ُد‬ٝ‫ايؿ‬ٚ ٘‫ ب‬ٟ‫أْا أدص‬ٚ ٞ‫ّ ؾإْ٘ ي‬ٛ‫ ايؿ‬٫‫إ‬

‫ ْؿظ‬ٟ‫اير‬ٚ ِ٥‫ ؾا‬ْٞ‫ إ‬٪ٌ‫ك‬ًٝ‫ قاتً٘ ؾ‬ٚ‫ؿؼب ؾإٕ ضابٖ٘ أسد أ‬ٜ ٫ٚ ‫سؾح‬ٜ

ِ٥‫ض املطو يًؿا‬ٜ‫ب عٓد اهلل َٔ ز‬ٝ‫ِ أط‬٥‫ف ؾِ ايؿا‬ًٛ‫ خل‬ٙ‫د‬ٝ‫حمُد ب‬

) َ٘ٛ‫ زب٘ ؾسغ بؿ‬ٞ‫إذا يك‬ٚ ٙ‫س‬ٛ‫س ؾسغ بؿ‬ٛ‫ إذا أؾ‬٪‫ؿسسُٗا‬ٜ ٕ‫ؾسستا‬
“Allah Shubhanahu wa ta‟alla berfirman: setiap amal ibadah anak cucu
Adam adalah untuknya kecuali puasa, maka ia adalah untuk -Ku dan
Saya yang membalasnya. Puasa merupakan perisai. Apabila salah seorang
darimu berpuasa maka janganlah ia mengucap kata-kata kotor dan
membuat gaduh. Maka jika seseorang mencelanya atau memusuhinya
maka hendaklah ia berkata: sesungguhnya Saya puasa. Demi diri
Muhammad yang berada di tangan -Nya, sungguh bau mulut orang yang
puasa lebih wangi di sisi Allah Shubhanahu wa ta‟alla dari pada aroma
minyak kesturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: apabila

)61( HR. Al-Bukhari 38, Muslim 760, at-Tirmidzi 683, Ahmad 2/241.
)62( HR. Muslim 233, at-Tirmidzi 214, Ibnu Majah 1086 dan Ahmad 2/400.

74 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ia berbuka, ia bahagia dengan berbukanya dan apabila ia bertemu Rabb-
nya ia senang dengan puasanya.‖

١ٓ‫كاعَـ احلط‬ٜ ٘‫ نٌ عٌُ ابٔ آدّ ي‬٪ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍ اهلل ؾ‬ٛ‫قاٍ زض‬

‫أْا‬ٚ ٞ‫ّ ؾإْ٘ ي‬ٛ‫ ايؿ‬٫‫ إ‬٪‫ قعـ قاٍ اهلل تعاىل‬١٥‫بعػس أَجاهلا إىل ضبعُا‬

‫ص‬ٟ‫ ايرتَر‬ٙ‫ا‬ٚ‫ طز‬.ًٞ‫طعاَ٘ َٔ أد‬ٚ ٘‫ت‬ٛٗ‫َ َدعُ غ‬ٜ ٘‫ ب‬ٟ‫أدص‬


Setiap amal perbuatan manusia adalah untuk-Nya, kebaikan dilipat
gandakan sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat. Firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala: kecuali puasa maka ia untuk-Ku dan Saya yang
membalasnya, dia meninggalkan syahwat dan makanan karena Saya.

 Puasa merupakan perisai, maksudnya pemelihara dan penutup


orang yang puasa dari perbuatan sia-sia. Karena itulah beliau
bersabda: "Apabila salah seorang darimu berpuasa maka janganlah ia
mengucap kata-kata kotor dan membuat gaduh. Dan menjaganya pula
dari api neraka. Karena itulah imam Ahmad meriwayatkan
dengan isnad yang hasan, dari Jabir Radhiyallahu 'anhu, bahwa
Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

َٔ ‫طَِتذٔٔٗ بٗا ايعبد‬َٜ ١ٓ‫اّ د‬ٝ‫ يؿ‬٪ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍ اهلل ؾ‬ٛ‫قاٍ زض‬

‫ايٓاز‬
Puasa adalah perisai yang hamba menjadikannya sebagai tameng dari api
neraka.

 Puasa akan memberi syafaat bagi yang mengerjakannya di hari


kiamat. Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu,

)63( HR. Al-Bukhari 1805, Muslim 1151, at-Tirmidzi 764, an-Nasa`i 2216, Ibnu Majah 1638 dan
Ahmad 2/273.
)64( HR. At-Tirmidzi 764 dan Ibnu Majah 1638
)65( HR. Ahmad 3/396.

75 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
sesungguhnya Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda:

ّٜٛ ‫ػؿعإ يًعبد‬ٜ ٕ‫ايكسآ‬ٚ ّ‫ا‬ٝ‫ ايؿ‬٪ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍ اهلل ؾ‬ٛ‫قاٍ زض‬

ٍٛ‫ك‬ٜٚ ٘ٝ‫ ؾ‬ٞٔٓ‫ؾػَؿِّ ِع‬ٜ ٠ٛٗ‫ايػ‬ٚ ّ‫عا‬ٛ‫ زب َٓعتُ٘ اي‬ٟ‫ أ‬٪ّ‫ا‬ٝ‫ٍ ايؿ‬ٛ‫ك‬ٜ ١َ‫ا‬ٝ‫ايك‬

ٕ‫ػؿعا‬ٝ‫ ؾ‬٪ٍ‫٘ قا‬ٝ‫ ؾ‬ٞٔٓ‫ؾػَؿِّ ِع‬ٜ ًٌٝ‫ّ باي‬ٛٓ‫ َٓعتُ٘ اي‬٪ٕ‫ايكسآ‬


“Puasa dan al-Qur`an memberi syafaat bagi hamba di hari kiamat.
Puasa berkata: Wahai Rabb, Saya menghalanginya makan dan syahwat,
maka berilah syafaatku padanya. Dan al-Qur`an berkata: 'Saya
menghalanginya tidur di malam hari maka berilah syafaatku padanya.'
Beliau bersabda: maka keduanya memberi syafaat.

b. Manfaat puasa perspektif sains modern


 Ibadah puasa adalah sarana pencegahan dari sejumlah penyakit
dan gangguan kesehatan yang timbul akibat kebiasaan makan
berlebihan dan berkesinambungan sepanjang tahun tanpa
pernah berhenti.
 Ibadah puasa merupakan sarana terapi untuk beberapa penyakit
ganas dan kronis.
 Ibadah puasa mampu membangkitkan kinerja seluruh proses
vital yang berlangsung di dalam tubuh, meningkatkan
performanya. Puasa pun meremajakan komponen-komponen
sel dasar dan energi yang tersimpan di dalamnya sehingga lebih
kuat dan lebih mampu menghadapi hal-hal yang berat atau
keadaan darurat di saat tubuh mengalami pasokan makanan yang
sedikit atau tidak mendapatkan pasokan selama sekali dalam
jangka waktu tertentu.
 Ibadah puasa menjadi pengontrol dan penekan gejolak seksual
yang membara, terutama di kalangan ramaja dan anak muda.

66( HR. Ahmad 2/174, ath-Thabrani dan al-Hakim, ia berkata : Shahih menurut syarat Muslim. Al-
Mundziri berkata : semua perawinya dijadikan hujjah dalam shahih.

76 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
 Ibadah puasa tidak memberatkan atau menyulitkan tubuh.
Gejala memberatkan yang dirasakan secara ilusif (termasuk
lapar) sebenarnya hanyalah karena menyalahi kebiasaan dan jam
makan.
 Ibadah puasa merangkum dua proses anabolisme dan
kataolisme sekaligus dalam satu waktu, sehingga ia bisa
memenuhi pasokan glukosa sebagai satu-satunya bahan bakar
untuk sel otak dan sebagai bahan bakar utama seluruh jaringan
lainnnya.67
2. Kekhususan Puasa Ramadhan
 Puasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala
merupakan rukun Islam ke-4.
 Qiyam Ramadhan (shalat malam) penuh iman dan
mengharap pahala dengan shalat tarawih serta tahajud
pada sepuluh hari terakhir.
 Turunnya Al-Qur'an yang merupakan petunjuk.
Sebagaimana firman Allah: “Sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah: 185)
 Terdapat malam lailatul qodar yang lebih baik dari seribu
bulan, setara dengan kurang lebih 83 tahun 4 bulan.
 Perang Badar Kubro terjadi di pagi bulan Ramadhan,
yang memisahkan antara hak dan batil, sehingga Islam
dan pembelanya Allah menang dalam melawan syirik
dan pembelanya.
 Pada bulan Ramadhan terjadi Fathul Mekkah
(pembebasan Mekkah), di mana Allah menolong rasul-
Nya sehingga manusia masuk agama Allah dengan
berbondong-bondong.
 Pada bulan Ramadhan dibukakan pintu surga dan
rahmat, pintu neraka ditutup dan syaitan dibelenggu.
 Bau mulut orang yang berpuasa lebih baik di sisi Allah
daripada bau minyak misk.

67 - Dr. Abdul Jawwad Ash-Shawi, Terapi Puasa : Manfaat Puasa ditinjau dari Sains Modern, Jakarta
:Pepublika,2007

77 | Studi Islam II
Fikih Ibadah

Malaikat memintakan ampun untuk orang yang berpuasa
hingga dia berbuka puasa.
 Terdapat di dalam hadits bahwa ibadah nafilah (sunnah)
di bulan Ramadhan menyamai pahala faridhah (ibadah
wajib) di bulan lain, sedangkan faridhah (ibadah wajib) di
bulan Ramadhan menyamai pahala 70 faridhah pada
bulan yang lain.
 Pada bulan Ramadhan diturunkan rahmat, dosa
dihapuskan dan do‘a dikabulkan.
 Ia merupakan bulan kesabaran, dan ganjaran pahala
kesabaran adalah surga.
 Orang yang berpuasa diampuni dosanya pada akhir
malam Ramadhan, hal itu sebagaimana seorang pekerja
yang mendapat upah setelah usai dari pekerjaannya. 68
3. Adab-adab puasa dan sunnah-sunnahnya
 Makan sahur dan mengakhirkannya.
 Menyegerakan berbuka, sebagaimana sabda Rasulullah -
shalallah alaihi wasalam-,

َ‫س‬ٞٛ‫ٔؿ‬ٞ‫ا اي‬ًٖٛٝ‫ ََا َعذ‬٣‫ِس‬ٝ‫ؼ‬


َ ‫َصَا ٍُ ايٖٓاعُ ٔب‬ٜ ٜ٫
“Manusia senantiasa dalam keadaan baik selama menyegerakan
berbuka puasa.” (HR. Bukhari, Muslim, dan
Tirmidzi)
 Berbuka dengan buah kurma muda sebelum shalat
magrib, jika tidak ada dengan kurma masak, jika tidak
ada beliau minum beberapa teguk air, dan berkata
setelah iftornya:

ُ٘٤ً‫ اي‬٤َ ‫ِٕ غَا‬٢‫٭دِ ُس إ‬ٜ ‫ت ا‬


َ َ‫ََثب‬ٚ ُ‫م‬ُٚ‫يعُس‬ٞ‫ت ا‬
ٔ ٤ًَ‫َابِت‬ٚ ٝ‫َُأ‬٤‫ب ايع‬
َ ََٖ‫ذ‬
“Hilang rasa dahaga, urat-urat kembali basah dan pahala
ditetapkan dengan kehendak Allah.” (HR. Abu Dawud)

68 Abdullah Ibn Jarullah al-Jarullah, Ringkasan Hukum-Hukum Seputar Puasa,Pustaka


Islamhouse,2010,hlm.12

78 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
 Menjauhi rofast, yaitu perkataan dan perbuatan maksiat.
 Di antara yang menghilangkan pahala kebaikan dan
mendatangkan kejelekan adalah menyibukkan diri
dengan permainan puzzles (game), menonton sinetron,
film, lomba-lomba, menghadiri majelis sia-sia dan
duduk-duduk (nongkrong) di jalan.
 Hendaknya tidak berlebih-lebihan dalam urusan makan.
Sebagaimana hadits:

٣ٔٛٞ ‫ّ غَس٘ا َِٔٔ َب‬٤‫عَا‬ٚ٢ ََّ‫ٮ ابُِٔ آد‬


ٜ َ ‫ََا‬
“Tidak ada wadah yang diisi penuh oleh anak Adam yang lebih
buruk daripada perutnya.” (HR. Ahmad)
 Bersedekah dengan ilmu, harta, kedudukan, tenaga dan
akhlak. Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah orang
yang paling dermawan dengan kebaikan, terlebih lagi di
bulan Ramadhan.
4. Hukum-hukum puasa
a. Diantara hukum-hukum puasa
 Dalam ibadah puasa ada puasa yang harus dilakukan secara
tatabu' (berurutan), seperti: pusa Ramadhan, puasa kafarah
qotlul khata‟ (penebus dosa pembunuhan yang tidak disengaja),
puasa kafarah zhihar (penebus dosa menyerupakan istri dengan
ibu), kafarah jima (penebus dosa berhubungan badan) di siang
Ramadhan dan yang lainnya. Ada pula puasa yang tidak
mengharuskan tatabu' (berurutan) seperti qodho (mengganti)
puasa Ramadhan, puasa 10 hari bagi yang berhaji ketika tidak
memiliki hadyi (hewan sembelihan) dan yang lainnya.
 Puasa tatawu' (sunah) menutupi kekurangan puasa wajib.
 Terdapat larangan menyendirikan puasa hari Jumat dan hari
Sabtu yang bukan puasa wajib. Dilarang juga berpuasa sebulan
penuh di luar Ramadhan dan puasa wishol (menyambung puasa
pada malam harinya). Diharamkan puasa pada dua hari raya
dan hari tasyrik ( tanggal 11-13 Zulhijah, kecuali bagi jamaah

79 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
haji yang tidak memiliki hewan sembelihan untuk bayar hadyu
-pent).
 Masuknya bulan Ramadhan ditetapkan dengan melihat hilal
(bulan baru) atau menyempurnakan bilangan hari di bulan
Syaban menjadi 30 hari. Adapun menentukan masuknya bulan
dengan hisab (penghitungan) tidaklah sunah.
 Puasa diwajibkan atas setiap muslim, balig, berakal, mukim,
mampu, tidak terdapat penghalang seperti haid dan nifas (bagi
wanita).
 Anak kecil yang berumur 7 tahun diperintahkan jika mampu.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa yang berumur lebih dari
sepuluh tahun dipukul jika meninggalkannya sebagaimana
halnya shalat.
 Jika orang kafir masuk Islam, anak kecil menjadi balig, orang
gila sembuh di siang Ramadhan, mereka diharuskan menahan
diri dari apa-apa yang membatalkan puasa sampai matahari
tenggelam, tetapi tidak diharuskan mengganti puasa hari itu
dan hari-hari sebelumnya.
 Orang gila tidak diwajibkan berpuasa. Jika sesekali sadar
kemudian kumat lagi, dia harus berpuasa saat sadarnya, sama
halnya dengan orang yang pingsan.
 Siapa yang meninggal di pertengahan bulan Ramadhan, tidak
ada kewajiban baginya atau keluarganya melunasi sisa hari
setelahnya.
 Siapa yang tidak tahu hukum wajibnya puasa Ramadhan, atau
tidak tahu haramnya makan atau berjima (bersetubuh) di siang
Ramadhan, Jumhur Ulama (kebanyakan ulama) menganggapnya
sebagai uzur, itu pun bila sebab kebodohan/ketidaktahuannya
memang dapat dimaklumi (tinggal di pedalaman misalnya–
pent). Adapun orang yang tinggal di tengah-tengah kaum
muslimin dan sangat mungkin baginya bertanya dan belajar,
maka tidak ada uzur baginya.
b. Puasa musafir (orang yang bepergian)
 Syarat untuk dapat berbuka puasa ketika safar (bepergian)
adalah perjalanannya haruslah perjalanan jauh atau urf (dinilai

80 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
oleh keumuman masyarakatnya sebagai safar) dan telah
melampaui negerinya serta bangunan-bangunannya. Safarnya
pun bukan safar maksiat (menurut Jumhur Ulama) dan bukan
memaksudkan muslihat untuk tidak puasa.
 Orang yang sedang safar (bepergian), boleh berbuka dengan
kesepakatan umat. Baik ia mampu berpuasa ataupun tidak.
Baik puasa memberatkan baginya ataupun tidak.
 Siapa yang berazam ingin bersafar pada bulan Ramadhan,
tidak boleh berniat untuk berbuka hingga mulai bersafar.
Tidak pula berbuka (membatalkan puasanya) kecuali setelah
keluar atau meninggalkan bangunan-bangunan kampungnya.
 Jika matahari tenggelam dan berbuka di daratan, kemudian
pesawat lepas landas (take off) sehingga melihat matahari, dia
tidak diharuskan imsak (berpuasa), karena dia telah
menyempurnakan puasanya hari itu.
 Siapa yang sampai ke suatu negeri dan berniat tinggal di
tempat itu lebih dari 4 hari, wajib baginya berpuasa menurut
Jumhur Ulama.
 Siapa yang memulai puasa dan dia mukim, kemudian bersafar
di siang hari, boleh baginya berbuka.
 Boleh berbuka bagi mereka yang kebiasaannya melakukan
perjalanan jika memiliki negeri yang dijadikan tempat tinggal
tetap, seperti: petugas pos, supir mobil sewa, awak pesawat
dan para pegawai. Sekalipun safar (perjalanan) mereka setiap
hari. Wajib bagi mereka mengqodho (mengganti puasa yang
ditinggal). Demikian pula para pelaut yang memiliki tempat
tinggal di darat.
 Jika musafir tiba di tempat tujuan siang hari, lebih terjaga jika
dia imsak (menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang
dilarang ketika berpuasa) sebagai penghormatan terhadap
bulan Ramadhan. Tetapi wajib baginya mengqodho
(mengganti), baik ia imsak ataupun tidak.
 Jika mulai puasa di negerinya, kemudian bersafar ke negeri lain
yang puasanya dimulai sebelum atau sesudahnya, maka
hukumnya mengikuti negeri yang dia datangi.

81 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
c. Puasa orang yang sakit
 Setiap penyakit yang menyebabkan seseorang keluar dari batas
sehat boleh berbuka puasa. Adapun sesuatu yang ringan
seperti pilek atau sakit kepala, tidak boleh berbuka karenanya.
Jika menurut dokter atau dia mengetahui dan amat yakin jika
berpuasa justru akan menyebabkan sakit atau memperparah
penyakitnya atau menunda kesembuhan penyakitnya, boleh
baginya berbuka, bahkan makruh baginya berpuasa
 Jika puasa dapat menyebabkan pingsan, boleh berbuka dan
wajib menggantinya. Jika tersadar sebelum matahari tenggelam
atau setelahnya, maka puasanya sah jika pagi harinya dia
berpuasa. Jika pingsannya sejak fajar sampai Magrib, Jumhur
Ulama berpendapat puasanya tidak sah. Sedangkan qodho
(mengganti puasa) bagi yang pingsan, menurut Jumhur Ulama
adalah wajib, sekalipun pingsannya berlangsung lama.
 Bila lapar dan haus yang sangat membuatnya kelelahan dan
dikhawatirkan dapat membinasakan atau merusak indranya
secara yakin, bukan wahm (dugaan), maka boleh berbuka, dan
ia harus mengganti puasanya. Pekerja berat tidak boleh
berbuka, kecuali jika puasa memudaratkan aktifitasnya dan
dikhawatirkan akan membahayakan dirinya, ia boleh berbuka
dan mengganti puasanya. Ujian sekolah bukanlah uzur yang
dibolehkan untuk berbuka.
 Penyakit yang dapat sembuh, ditunggu kesembuhannya
kemudian mengqhodo (mengganti puasanya). Tidak boleh
diganti dengan ith'âm (memberi makan). Bila penyakitnya
kronis dan sulit sembuh, demikian pula orang tua yang sudah
lemah, mengganti puasanya dengan memberi makan orang
miskin setiap harinya setengah sho' (kurang lebih 1-1,5 kg )
dari makanan pokok negerinya.
 Siapa yang sakit kemudian sembuh dan mampu berpuasa
tetapi tidak mengqodho (mengganti puasa yang tertinggal
semasa sakit) hingga meninggal dunia, menggantinya dengan
memberi makan satu orang miskin dari hari yang tidak
dipuasainya yang dikeluarkan dari hartanya. Jika salah seorang
dari keluarganya berkenan berpuasa untuknya hal itu sah.
82 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
d. Puasa orang tua, lemah dan pikun
 Orang tua yang sudah hilang kekuatannya tidak diharuskan
berpuasa. Ia boleh berbuka jika puasa membebani dan
memberatkannya. Adapun yang sudah tidak bisa
membedakan dan sampai pada batasan pikun, tidak wajib
baginya atau keluarganya sesuatu pun karena sudah tidak ada
kewajiban atasnya.
 Siapa yang memerangi dan mengepung musuh di negerinya
dan puasa membuatnya lemah dalam berperang, boleh baginya
berbuka sekalipun tanpa safar. Jika berbuka dibutuhkan
sebelum perang, dia boleh berbuka.
 Jika sebab berbukanya lahiriah, seperti sakit, tidak mengapa
berbuka terang-terangan. Siapa yang sebab berbukanya tidak
lahiriah seperti haid, yang utama baginya berbuka dengan tidak
terang-terangan, menghindari tuduhan/prasangka.

e. Niat puasa
 Disyaratkan niat dalam puasa fardhu. Demikian pula puasa
wajib, seperti: qodho (mengganti) dan kafarah (penebusan dosa).
Niat boleh dilakukan di bagian malam manapun sekalipun
sesaat sebelum fajar.
 Niatnya tempatnya di dalam hati.
 Nafilah mutlak (sunah yang tidak terikat waktunya) tidak
disyaratkan niat di malam harinya. Sedangkan nafilah mu'ayyan
(sunah yang terikat waktunya) yang lebih hati-hati
meniatkannya sejak malam hari.
 Siapa yang disyari'atkan untuk berpuasa wajib seperti qodho,
nazar dan kafarah haruslah menyempurnakannya. Tidak boleh
berbuka tanpa uzur. Adapun puasa nafilah/sunah,
pengamalnya memerintah dirinya sendiri, jika berkehendak
dapat berpuasa atau berbuka, sekalipun tanpa uzur.
 Bagi seseorang yang tidak tahu akan masuknya bulan
Ramadhan kecuali setelah terbit fajar, diharuskan imsak
(menahan diri dari apa-apa yang membatalkan puasa) di hari
83 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
itu. Dia harus mengqodho (mengganti) menurut Jumhur
Ulama).
 Orang yang di penjara atau dalam tahanan, jika menyaksikan
masuknya bulan Ramadhan atau mengetahui dari pemberitaan
orang yang tepercaya, wajib atasnya berpuasa. Jika tidak, dia
boleh berijtihad untuk dirinya sendiri (menentukan awal bulan
Ramadhan) dan beramal dengan perkiraan kuatnya.
f. Ifthor (berbuka) dan imsak (menahan)
 Jika seluruh lingkaran matahari telah tenggelam, orang yang
puasa berbuka. Jangan pedulikan akan adanya cahaya merah
yang tersisa di langit.
 Jika terbit fajar, wajib bagi orang yang berpuasa untuk imsak
(menahan) seketika itu juga, sama saja apakah ia telah
mendengar azan ataupun tidak. Adapun berhati-hati dengan
imsak (menahan) sebelum fajar dalam waktu tertentu seperti 10
menit atau yang sepertinya itu adalah bid'ah.
 Negeri yang malam dan siangnya 24 jam, bagi kaum muslimin
di sana wajib untuk berpuasa sekalipun siangnya panjang.
g. Pembatal puasa
 Pembatal puasa (selain haid dan nifas) tidaklah membatalkan
kecuali dengan tiga syarat: Dia melakukannya dengan
pengetahuan bukan karena jahil, ingat dan tidak lupa, sadar
dan tidak terpaksa atau dipaksa. Di antara pembatal itu adalah:
jima (bersetubuh), menyengaja muntah, haid/nifas, dibekam,
makan dan minum.
 Di antara pembatal puasa ada yang semakna dengan makan
dan minum, seperti: obat-obatan dan tablet melalui oral
(mulut), injeksi/infus makanan dan transfusi darah. Sedangkan
suntikan yang tidak mengandung unsur makanan dan
minuman, hanya sekedar pengobatan, tidaklah membatalkan
pusa. Cuci darah tidak membatalkan puasa. Pendapat kuat
mengenai suntik biasa, tetes mata dan telinga, cabut gigi dan
pengobatan luka, semua itu tidaklah membatalkan. Spray
penyakit asma juga tidak membatalkan. Periksa darah tidak
membatalkan puasa. Obat kumur tidak membatalkan puasa

84 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
selama tidak ditelan. Pembiusan ketika pengobatan gigi dan
rasanya masuk sampai ditenggorokan tidak membatalkan
puasanya.
 Siapa yang sengaja makan atau minum pada siang Ramadhan
tanpa uzur, maka dia telah melakukan dosa besar. Wajib
bertobat dan mengganti puasanya.
 Jika lupa makan atau minum, hendaknya meneruskan
puasanya, karena sesungguhnya Allahlah yang telah
memberinya makan dan minum. Jika melihat orang lain yang
makan dan minum karena lupa hendaklah mengingatkannya.
 Jika dia perlu berbuka demi menolong orang yang dalam
bahaya, boleh baginya berbuka dan mengganti puasanya.
 Siapa yang diwajibkan berpuasa, kemudian berjima
(bersetubuh) di siang Ramadhan dengan sengaja dan sadar,
maka dia telah merusak puasanya, wajib bertobat dan
menyempurnakan puasanya hari itu. Dia juga harus mengqodho
dan menunaikan kafarah mugholazoh.69 Demikian juga yang
melakukan zina, sodomi, atau bersetubuh dengan hewan.
 Siapa yang hendak berjima (bersetubuh) dengan istrinya dengan
terlebih dahulu membatalkan puasanya dengan makan, maka
maksiatnya lebih besar. Dia telah melecehkan kesucian bulan
dua kali, dengan makan dan bersetubuh. Menunaikan kafarah
mugholazoh lebih ditekankan.
 Jika masuk subuh dan dia bangun dalam keadaan junub, hal itu
tidak merusak puasanya. Boleh mengakhirkan mandi junub,
haid dan nifas setelah terbit fajar. Dia harus bersegera mandi
semata karena untuk melakukan shalat.
 Jika orang yang puasa tidur kemudian mimpi basah, maka
puasanya tidak batal dan tetap menyelesaikan puasanya.
 Siapa yang istimna (onani) di siang Ramadhan dengan sesuatu
yang mungkin baginya untuk tidak melakukannya, seperti
memegang dan mengulang-ulang pandangan, haruslah

69Membebaskan budak, jika tidak ada puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu puasa
maka dengan memberi makan 60 orang miskin.

85 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
bertaubat kepada Allah dan berimsak (menahan) sisa hari itu
dan menggantinya di hari lain.
 Siapa yang tiba-tiba muntah tidak harus mengganti puasanya.
Siapa yang sengaja muntah hendaknya mengganti puasanya.
Jika muncul mual seolah akan muntah tetapi kemudian
kembali normal secara sendirinya, puasanya tidak batal.
Adapun ludah dan dahak jika menelannya sebelum sampai
kemulutnya, puasanya tidak batal, tetapi jika dia menelannya
setelah sampai di mulutnya maka puasanya batal. Makruh
mencicipi makanan tanpa hajah.
 Apa yang terjadi pada orang yang puasa, seperti luka, mimisan,
masuk ke air, adanya rasa bensin di tenggorokkan karena
mencium baunya tanpa sengaja, tidaklah membatalkan puasa.
Turunnya tetes mata ke tenggorokan, memakai minyak
rambut, memulas kulit dengan hana dan mendapatkan cita rasa
baunya di tenggorokan tidaklah mengapa. Tidak batal puasa
karena memakai hinna (pacar kuku), celak, dan minyak
rambut. Demikian pula penggunaan krim pelembab kulit.
Tidak mengapa mencium bau minyak wangi dan bukhur
(wewangian yang dibakar), akan tetapi berhati-hati dari
sampainya asap ke tenggorokan.
 Untuk kehati-hatian bagi orang yang puasa adalah tidak
berbekam. Khilaf (beda pendapat) dalam hal ini cukup kuat.
 Rokok termasuk pembatal puasa. Ia bukanlah sesuatu yang
dapat dijadikan uzur untuk tidak berpuasa.
 Berendam di air dan memakai pakaian basah untuk
mendinginkan tubuh tidak mengapa bagi yang berpuasa.
 Jika makan, minum atau jima (bersetubuh) dengan sangkaan
masih malam, lalu sadar bahwa fajar sudah terbit, tidak ada
apa-apa baginya.
 Jika berbuka dengan sangkaan matahari telah tenggelam
padahal belum, haruslah mengqodho (mengganti) menurut
Jumhur Ulama (kebanyakan ulama).

86 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
 Jika terbit fajar sedang di mulutnya masih ada makanan atau
minuman, para ahli fikih telah sepakat untuk mengeluarkannya
dan sah puasanya.70
h. Hukum berpuasa bagi wanita
 Anak perempuan yang baru baligh tetapi karena malu tidak
berpuasa, baginya taubat, mengganti hari yang terlewati dan
memberi makan satu orang miskin setiap harinya sebagai
kafarah (penebus dosa) jika belum menggantinya hingga tiba
Ramadhan berikutnya. Sama halnya dengan hukum wanita
yang tetap berpuasa ketika haid karena malu dan tidak
mengganti puasanya.
 Istri tidak boleh berpuasa –selain Ramadhan- ketika suaminya
ada bersamanya, kecuali suaminya mengizinkan. Jika suaminya
sedang bersafar tidak mengapa.
 Wanita haid jika melihat lendir putih –cairan putih yang keluar
dari rahim seusai haid- ini diketahui oleh wanita, berarti dia
telah bersih. Hendaknya meniatkan puasa pada malamnya dan
berpuasa setelahnya. Jika masih belum bersih pada waktunya,
diperiksa dengan diusap dengan kapas atau yang sepertinya,
jika bersih hendaknya berpuasa. Wanita haid atau nifas jika
darahnya berhenti pada malam hari kemudian berniat puasa
tetapi belum mandi hingga terbit fajar, menurut mazhab
seluruh ulama puasanya sah.

70 Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersada:
َ
ِ ‫إِ َذا سَ ِمعَ أحَ ُد ُك ْم ال ِّندَا َء َو‬
‫اإل َنا ُء عَ لَى َي ِد ِه َفال يَضَعْ ُه حَ َّتى َي ْقضِ يَ حَاجَ َت ُه ِم ْن ُه‬
“Jika salah seorang di antara kalian mendengar kumandang azan sementara wadah makanan
masih ada di tangannya, janganlah meletakkannya hingga selesai dari hajatnya.”
[HR. Ahmad 10910 dan Abu Dawud no. 2352. Disahihkan oleh al-Albani dalam Sahih Abu Dawud]
Ketika Syaikh bin Baz -rahimahullah- ditanya apakah boleh minum sebelum usainya azan, beliau
menjawab: Jika orang yang berpuasa tidak mengetahui bahwa itu adalah azan subuh, tetapi
seperti kebiasaan orang-orang yang mengandalkan jam dan penanggalan, tidak mengapa ia
minum. Ia boleh memakan dan meminum apa yang ada di tangannya meskipun azan
berkumandang, karena azan yang dikumandangkan adalah dugaan masuknya waktu subuh,
bukan kepastian subuh. Muazin mengabarkan apa yang dia lihat di jam atau penanggalan. Bisa
jadi waktu subuh sudah benar-benar keluar dan bisa jadi juga belum. Allah mewajibkan imsak
(menahan) dengan tabayun (melihat lansung). Hendaknya bagi seorang mukmin untuk menjaga
agar berhenti dari makan sahur sebelum fajar atau sebelum azan hingga tidak jatuh dalam subhat
(keraguan). Akan tetapi jika sempat makan sesuatu yang ringan bersamaan dengan azan atau
minum ketika azan, yang nampak adalah tidak mengapa jika tidak mengetahui waktu fajar
benar-benar telah terbit.
[Transkripsi dari fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Bâz di acara Nûrun Ala ad-Darb] –pent.

87 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
 Wanita yang tahu bahwa haidnya akan datang esok hari,
hendaknya tetap terus dalam niat puasanya dan tidak berbuka
sampai mendapatkan darah.
 Yang utama bagi wanita haid adalah tetap pada tabiatnya dan
ridha dengan apa yang telah Allah gariskan atasnya.
Hendaknya tidak memakai apa-apa yang mencegah haid.
 Jika wanita hamil mengalami persalinan dan janinnya sudah
berbentuk, maka ia nifas dan tidak berpuasa. Jika janinnya
belum berbentuk, itu adalah mustahadhah (darah penyakit),
atasnya berpuasa jika mampu.
 Wanita nifas jika sudah bersih sebelum 40 hari, berpuasa dan
mandi untuk shalat. Jika melebihi 40 hari hendaknya
meniatkan puasa dan mandi. Darah yang masih keluar setelah
40 hari dianggap istihadhah (darah penyakit).
 Darah istihadhah (darah penyakit) tidak berpengaruh pada
keabsahan puasa.
 Pendapat yang kuat adalah mengkiaskan wanita hamil dan
menyusui dengan orang sakit; boleh berbuka dan tidak ada
kewajiban atasnya selain qodho (mengganti). Sama saja apakah
khawatir akan dirinya atau anaknya.
 Wanita yang wajib berpuasa, jika disetubuhi oleh suaminya
pada siang Ramadhan dengan keridhaannya, maka hukumnya
sama seperti hukum suaminya. Adapun jika dipaksa, atasnya
berusaha menolak dan tidak ada kafarah baginya.71
5. Kesalahan-Kesalahan Dalam Berpuasa
Banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh orang yang sedang
menunaikan ibadah puasa, baik yang disadari atau tidak. Di antara
kesalahan itu adalah:
 Menyia-nyiakan waktu di bulan Ramadhan
Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia, yang di dalamnya
banyak keutamaan-keutamaan. Namun sangat disayangkan,
kebanyakan orang tidak meresponya dengan amal kebaikan.

71 - Muhammad Shaleh al-Munajid, Tujuh Puluh Masalah Seputar Puasa, Pustaka Islamhouse, 2010,
hlm. 5-14

88 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Bahkan justeru sebaliknya, Ramadhan diisi dengan amalan sia-
sia. Padahal semua itu akan dipertanggungjawabkan kelak.
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Tidak akan
melangkah dua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga
dia akan ditanya tentang umurnya di manakah dia manfaatkan,
tentang ilmunya apakah yang telah diperbuatnya, tentang
hartanya dari mankah dia dapatkan dan ke manakah disalurkan
dan tentang badannya pada apakah dipergunakan.‖72 Dalam
hadist yang lain Rasulullah mengingatkan orang yang rugi,
karena menyia-nyiakan kesempatan di bulan ramadhan, sehingga
selesai ramadhan, ia tidak mendapatkan apa-apa. Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

٘‫ػؿسي‬ٜ ٕ‫٘ زَكإ ثِ اْطًخ قبٌ أ‬ًٝ‫زغِ أْـ زدٌ دػٌ ع‬ٚ
“Sungguh celaka seseorang yang mendapatkan bulan ramadhan kemudian
berakhir bulan ramadhan tetapi dosanya tidak diampuni.” (HR.
Tirmidzi dan dia berkata “ Hadits Hasan Gharib” dan
dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dari shahabat Abu
Hurairah)
 Berpuasa tetapi tidak shalat
Kesalahan ini sangat fatal, karena dia telah melakukan dosa
besar bahkan dosa kekufuran. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:

َ‫نٔني‬٢‫ملػِس‬ٝ ‫ا ََٔٔ ا‬ُْٛٛٝ‫ تَه‬٫َٚ ٜ٠٬َٓ‫ا ايؿ‬ُُٛٝٔ‫ق‬ٜ‫َأ‬ٚ


“Dirikanlah shalat dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Allah.” (Qs. Ar-Ruum:31)
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

ٔ٠٬
ٜ َٓ‫ى ايؿ‬ٜ ِ‫س تَس‬٢ ٞ‫ؿ‬ٝ‫ه‬ٞ‫َاي‬ٚ ٔ‫ َٔ ايػٔٓسِى‬ِٝ‫ََب‬ٚ ٢ٌُ‫َٔ اي ٓسَد‬ِٝ‫َٕٓ َب‬٢‫إ‬

72 - HR. Turmudzi: 4/612 no: 2417 dan dia berkata: Hadits hasan shahih.

89 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
“Sesungguhnya pembatas antara seseorang dan kesyirikkan dan
kekufuran adalah meninngalkan shalat.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda:

َ‫س‬ٜ‫ؿ‬ٜ‫ ِد ن‬ٜ‫ك‬ٜ‫نَٗا ؾ‬ٜ َ‫َُ ِٔ تَس‬ٜ‫ ؾ‬، ٝ٠ٜ٬َٓ‫َُٓٗ ُِ ايؿ‬ِٝ‫ََب‬ٚ ‫ََٓٓا‬َِٝ‫ ب‬ٟٔ‫ٓر‬ٜ‫ي َعِٗ ُد اي‬ٞ‫ا‬
Perjajian antara kami dengan mereka adalah shalat, barangsiapa yang
meninggalkan shalat sungguh dia telah kafir. (HR. An-Nasai, At-
Tirmidzi dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-
Albani)
 Tidak meninggalakan perkataan dusta dan ghibah. Tentang
kesalahan ini Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

َ٘‫غَسَاب‬َٚ َُ٘ ‫طعَا‬ٜ َ‫َدَع‬ٜ ِٕٜ‫ أ‬ٞٔ‫ ؾ‬١٠ َ‫ٓ٘ٔ سَاد‬ًٜٔ‫ظي‬


َ ًِٜٜٝ‫يعٌَََُ بٔٔ٘ ؾ‬ٞ‫َا‬ٚ ٢‫ز‬ُٚٓ‫ِ ٍَ ايص‬ٛ‫ق‬ٜ ‫َدَ ِع‬ٜ ِِٜ‫َ ِٔ ي‬
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan
mengamalkannya, dan melakukan tindakan kebodohan, maka Allah
tidak butuh atas perbuatannya meninggalkan makan dan minumnya.”
(HR. Bukhari)
 Melaksakan shalat terawih dengan cepat-cepat tidak tuma‟ninah.
Kesalahan ini dapat membatalkan shalat, karena tuma‟ninah
merupakan rukun shalat itu sendiri. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam pernah melihat seseorang yang shalatnya tidak
tuma‟ninah, belum sempurna dari satu gerakakn sudah pindah
pada gerakan shalat yang lainnya. Lalu Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam menyuruh untuk mengulang shalatnya. Orang
yang shalat wajib untuk menyempurnakan gerakan shalatnya,
tuma‟ninah dalam ruku, sujud dan gerkan shalat lainnya.
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

ٔ‫د‬ُٛ‫طُذ‬
ٓ ‫َاي‬ٚ ٢‫ع‬ٛٝ‫ ايسُٓن‬ٞٔ‫ًبَُ٘ ؾ‬ُٞ‫ُِ ؾ‬ٝٔ‫ُك‬ٜ ٜ٫ َُِٔ ٔ‫ي‬ٜ٠٬
ٜ َ‫ ؾ‬ٜ٫ ‫ ُُطًُِٔٔنيَ ظ‬ٞ‫َا َ ِعػَ َس اي‬ٜ

90 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
“Wahai sekalian muslim, tidak ada shalat bagi orang yang tidak
meluruskan tulang punggunya ketika ruku dan sujud.” (HR. Ibnu Abi
Syaibah, Ibnu Majah dan Ahmad)
 Berlebih-lebihan dalam makan dan minum

َ‫ؾٔني‬٢‫ملطِس‬ٝ ‫بُ ا‬
ٓ ‫ش‬
ٔ ُٜ ٫ َُْ٘ٓ٢‫ا إ‬ٛٝ‫ؾ‬٢‫ ُتطِس‬٫َٚ ‫ا‬ُٛ‫َاغِسَب‬ٚ ‫ا‬ًٛٝٝ‫َن‬ٚ
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al-
A’raaf: 31)
 Menjadikan bulan Ramadhan kesempatan untuk mengemis.
Tentang hal ini Rasulullah shallallahu ‗alaihi wasallam bersabda
:― Senantiasa seseorang meminta-minta kepada manusia sampai
pada hari kiamat datang dalam keadaan wajahnya tidak tersisa
sepotong dagingpun.‖ (HR Bukhari dan Muslim)

6. Khatimah: Puasa Sebagai Tazkiyatun Nafs dan Jasad73


Puasa adalah ritual klasik yang terdapat pada semua agama
wahyu. Inilah yang disitir dalam firman Allah: kama kutiba „ala l-ladzina
min qablikum (QS 2:183), sebagaimana diinstruksikan kepada umat-umat
para nabi zaman dahulu– yang nota bene semuanya beragama Islam jua.
Bagaimana persisnya cara mereka berpuasa hanya dapat diduga-duga,
mungkin begini dan mungkin begitu, namun sukar untuk dipastikan
seperti apa praktiknya. Yang jelas, syariat Nabi Muhammad saw sebagai
telah menganulir sekaligus mengintrodusir bentuk final tata tertib puasa
bagi kaum beriman (alladzina amanu) seperti anda. Artinya, cara berpuasa
yang tidak sejalan atau berbeda dengan regulasi yang ditetapkan dalam
syariat Islam (yakni preskripsi al-Qur‘an dan tradisi Rasulullah) dianggap
nihil.
Ditilik dari sudut semantik, lafaz „shiyam‟ yang dipakai al-Qur‘an
untuk ‗puasa‘ asalnya mengandung arti bertahan atau menahan diri, dari
kata kerja reflexif: shama–yashumu. Namun, dalam konteks syariat Islam,

73 - Syamsuddin Arif, Puasa: Tazkiyatun Nafs dan Jasad, Jurnal pemikiran Islam, Islamia, (Insists-
Republika) edisi 19 Juli 2012

91 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
puasa (shiyam) yang dimaksud ialah menahan diri dari makan-minum dan
kegiatan seksual sejak terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan niat
ibadah kepada Allah tentunya. Khusus di bulan suci Ramadhan, puasa
merupakan kemestian perorangan (fardhu „ayn) setiap individu yang
berakal dan tumbuh dewasa, dengan beberapa pengecualian yang
diuraikan detilnya dalam buku-buku fikih. Di luar bulan suci Ramadhan,
kaum Muslim juga dibolehkan dan dianjurkan berpuasa secara suka rela
(tathawwu„) berdasarkan petunjuk Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam,
disamping puasa denda dan kompensasi (qadha) sesuai dengan aturan
yang berlaku.
a. Multifungsi Puasa
Seperti halnya yang lain, puasa adalah ibadah multifungsi dan
multidimensi.
 Pertama, boleh kita namakan fungsi konfirmatif. Jangan
mengaku orang Islam dan beriman kalau tidak puasa di
bulan suci Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan.
Berpuasa merupakan bukti pengukuh keislaman dan
keimanan.
 Kedua, fungsi purifikatif. Orang yang berpuasa
sesungguhnya mensucikan dirinya. Puasa adalah
instrumen pembersih kotoran-kotoran jiwa, seperti
halnya shalat. Orang yang berpuasa tidak hanya menolak
yang haram dan menjauhi yang belum tentu halal dan
belum tentu haram. Jangankan yang syubhat dan yang
haram, sedangkan yang jelas halal pun tak dijamahnya.
Puasa berfungsi mematahkan dua syahwat sekaligus:
yakni syahwat perut dan syahwat kemaluan. Demikian
kata Imam ar-Razi dalam kitab tafsirnya (Mafatih al-
Ghayb, cetakan Darul Fikr Lebanon 1426/2005, juz 4,
jilid 2, hlm. 68). Syah Waliyyullah ad-Dihlawi
menambahkan: puasa itu ibarat tiryaq penawar bagi
racun-racun syaitan, semacam detoxifikasi spiritual.
Dengan puasa anda memukul naluri kebinatangan (al-
bahimiyyah) yang mungkin selama ini menguasai diri anda.
Puasa sejati melumpuhkan syaitan dan membuka
92 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
gerbang malakut (Hujjatullah al-Balighah, cetakan Kairo
1355 H, juz 1, hlm. 48-50). Itulah sebabnya mengapa
dalam suatu riwayat disebutkan bahwa mereka yang
berhasil menamatkan puasa sebulan Ramadhan disertai
iman dan pengharapan bakal dihapus dosa-dosanya
sehingga kembali suci fitri bagaikan bayi baru dilahirkan
dari rahim ibunya.
 Ketiga, fungsi iluminatif. Para awliya‟ dan orang-orang
shalih diketahui amat suka berpuasa karena, seperti
dituturkan oleh Syekh Abdul Wahhab as-Sya‗rani dalam
kitabnya, mereka justru memperoleh pencerahan batin
(ghayat an-nuraniyyah) dan peneguhan rohani serta
berbagai kebajikan yang berlimpah tatkala mereka
berpuasa (Tanbih al-Mughtarrin, cetakan Damaskus hlm.
55). Hal karena puasa menaikkan status mereka ke
derajat malaikat yang penuh taat dan hampa maksiat.
Hasilnya semakin dekat mereka kepada Allah, sumber
hakiki segala ilmu dan hikmah manusia. Puasa
menjernihkan ruang komunikasi spiritual antara alam
nasut dengan alam malakut. Di saat berpuasa, sinyal-sinyal
makrifat akan lebih jelas, lebih mudah dan lebih banyak
dapat ditangkap.
 Keempat, fungsi preservatif. Selain mensucikan jiwa dan
mencerahkan nurani, ibadah puasa juga berdampak
positif terhadap kesehatan tubuh kita. Sebuah hadis yang
disandarkan kepada Rasulullah menyatakan:
―Berpuasalah, niscaya anda sehat.‖ (shumu, tashihhu),
riwayat Imam at-Thabarani dari Abi Hurayrah
Radhiyallahu 'anhu. dan Ibn ‗Adiyy dari Sayyidina ‗Ali dan
Ibn ‗Abbas Radhiyallahu 'anhu. Meskipun jalur transmisi
hadis ini masih diperdebatkan, kebenaran matan atau
isinya sudah banyak dibuktikan secara medis. Kalau kita
makan tiga kali sehari maka rata-rata tiap 8 jam lambung
kita mendapat tugas baru. Padahal makanan di
ditampung dan dicerna oleh lambung selama 4 jam,
diolah sampai diserap oleh usus selama 4 jam. Ini
93 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
berarti perut kita terus-menerus bekerja tanpa istirahat
sama sekali. Nah, puasa memberikan interval waktu bagi
organ-organ pencernaan tersebut untuk merenovasi sel-
sel yang rusak dan memberikan kesempatan energi
tubuh memenuhi kebutuhan organ-organ lainnya.
Benarlah sabda Rasulullah: ―Segala sesuatu ada zakatnya.
Zakatnya tubuh adalah puasa (li-kulli syay‟in zakah, wa
zakatul jasad as-shawmu)‖, hadis riwayat Imam Ibn Majah
dari Abi Hurayrah r.a. (no. 1745). Bukankah zakat itu
makna dasarnya bersih dan tumbuh, sehingga puasa
berarti tazkiyatun nafs plus tazkiyatul jasad.
Penelitian mutakhir Hari Basuki dan Dwi Prijatmoko (2005) dari
FKG Universitas Jember menyimpulkan bahwa puasa selama bulan
Ramadhan dapat menurunkan risiko kardiovaskuler melalui perubahan
komposisi tubuh, tekanan darah dan plasma kolesterol. Tidak ada yang
perlu dikhawatirkan dari puasa walaupun di musim panas yang waktu
siangnya lebih panjang dari dari waktu malam, seperti di Eropa atau
Australia. Sebagaimana ditegaskan A. J. Carlson, Profesor Fisiologi di
Universitas Chicago Amerika Serikat, seorang manusia normal yang
sehat bisa bertahan hidup 50 hingga 75 hari tanpa makanan, asalkan
tidak terkena unsur-unsur toksik dan atau tekanan emosi. Cadangan
lemak dalam tubuh manusia diyakini lebih dari cukup untuk
memberinya tenaga untuk bekerja selama beberapa minggu.
Di atas itu semua, puasa merupakan ibadah transformatif. Puasa
sebagaimana disyariatkan niscaya mengubah diri anda menjadi orang
bertaqwa. La„allakum tattaqun, firman Allah dalam kitab suci Al-Qur‘an
(2:183). Kalau latihan militer bisa mengubah seseorang yang asalnya
lemah lembut lagi penuh kasih sayang menjadi keras dan bengis tak
mengenal belas kasihan, maka latihan Ramadhan dapat mengubah
seseorang yang tadinya fasiq (banyak melanggar hukum Allah) atau
munafiq menjadi shaleh dan bertaqwa kepada Allah. Dan ini logis kalau
kita ingat bahwa puasa itu merupakan ibadah rahasia, bukan ibadah
publik yang dapat disaksikan oleh orang lain seperti halnya sholat, zakat
dan haji. Hanya Allah dan kita sendiri sebagai pelakunya yang
mengetahui apakah kita berpuasa ataukah tidak.

94 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Dampak transformatif ini juga terkait dengan kecerdasan emosi.
Daniel J. Goleman (1995) mengutip penelitian seorang psikolog
terhadap sejumlah anak-anak TK usia 4 tahun. Anak-anak ini dipanggil
satu per satu oleh guru mereka ke dalam sebuah ruangan dan
disuguhkan sepotong kue lezat di atas meja. Sang guru berkata: ―Bu
Guru akan keluar sebentar dan kamu boleh makan kue ini, tetapi kalau
kamu tunggu beberapa menit sampai Bu Guru datang, kamu akan dapat
dua (ditambah sepotong lagi).‖ Empat belas tahun kemudian,
setamatnya mereka dari sekolah menengah, anak-anak yang dulunya
langsung makan kue tersebut ditemukan rendah prestasinya, labil
emosinya, cenderung suka bertengkar dan sulit mencapai target yang
dikehendaki, sementara mereka yang sabar menunggu sampai Bu Guru
datang dan karenanya mendapat imbalan dua potong kue, ditemukan
lebih baik prestasinya, mempunyai emosi yang stabil, lebih berdikari dan
mampu mengendalikan diri dalam keadaan tertekan sekalipun. Begitu
pula orang seperti Imam as-Syafi‗i dan para ilmuan hebat lainnya sukses
dalam karirnya berkat banyak puasa.
b. Multidimensi Puasa
Dalam salah satu kitabnya yang terkenal, Imam al-Ghazali
menguraikan beberapa dimensi puasa yang baik diketahui jika kita
menghendaki hasil optimal sebagaimana tersebut di atas, dan bukan
sekadar hasil minimal yaitu gugurnya kewajiban dan tetapnya identitas
diri sebagai mukmin-muslim. Menurutnya, ada tiga dimensi puasa.
 Pertama, dimensi eksoterik, di mana anda menahan diri dari
makan, minum dan kegiatan seksual. Beliau menyebutnya shawm
al-bathn wa al-farj. Dimensi ini penting karena menjadi syarat
minimal puasa.
 Kedua, dimensi semi-esoterik, di mana seseorang itu tidak hanya
berpuasa perut dan kemaluannya, tetapi juga panca indera dan
anggota badan lainnya. Yakni apabila ia mengunci penglihatan,
pendengaran, dan kaki tangannya dari segala yang haram dan
syubhat. Imam al-Ghazali mengistilahkannya shawm al-jawarih.
 Yang ketiga adalah dimensi esoterik, di mana anda berpuasa
total, mencekik syahwat badaniah dan syahwat batiniah
sekaligus. Namanya shawm al-qalb, yaitu apabila hati dan akal
95 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
pikiran pun berpuasa dari pelbagai keinginan, kerinduan, dan
harapan kepada sesuatu dan sesiapa jua melainkan Allah.
Menurut Imam al-Ghazali, seyogyanya puasa kita merangkum
tiga dimensi tersebut.74

74 - Lihat: Ihya’ ‘Ulumiddin, juz 3, hlm. 428-430

96 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
BAB V
IBADAH HAJI, UMRAH DAN ZIARAH

1. Keutamaan Ibadah Umrah


Umrah memiliki beberapa keutamaan, di antaranya sebagaimana
uraian berikut ini:
 Umrah adalah jihad sebagaimana ibadah haji. Sebagaimana
terdapat dalam hadist, ‗Aisyah berkata,

ٔ٘ٝٔ‫ ٔقتَاٍَ ؾ‬ٜ٫ ْ‫َٔٓ دَٔٗاد‬٢ًَِٜٗٝ‫اٍَ « َْعَِِ ع‬ٜ‫ٔ ٔدَٗادْ ق‬٤‫ ايٓٔطَا‬٢ًَٜ‫ٓ٘ٔ ع‬ًٜ‫ٍَ اي‬ُٛ‫َا زَض‬ٜ ُ‫ت‬ًٞٝ‫ق‬

ٝ٠َ‫يعُُِس‬ٞ‫َا‬ٚ ُٓ‫يشَر‬ٞ‫ا‬

“Wahai Rasulullah, apakah wanita juga wajib berjihad?” Beliau


Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab, “Iya. Dia wajib berjihad tanpa
ada peperangan di dalamnya, yaitu dengan haji dan „umroh.” (HR.
Ibnu Majah)
 Menghapus dosa di antara dua umrah. Dari Abu Hurairah, ia
berkata, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

ٝ١َٓ‫ذ‬
َ ٞ‫ اي‬ٜ٫ٓ ‫إ‬٢ ٤ْ ‫ُ٘ دَصَا‬ٜ‫ظ ي‬
َ ِٝ‫ي‬ٜ ‫ ُز‬ُٚ‫ َُبِس‬ٞ‫يشَ ٓرُ اي‬ٞ‫َا‬ٚ ، ‫ََُُٓٗا‬ِٝ‫ئَُا َب‬٠َ‫ٓاز‬ٜ‫ؿ‬ٜ‫ ن‬٠َٔ‫يعُُِس‬ٞ‫ ا‬٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٠ٝ‫يعُُِ َس‬ٞ‫ا‬

“Antara umrah yang satu dan umrah lainnya, itu akan menghapuskan
dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasannya
melainkan surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
 Umrah menghilangkan kefakiran dan menghapus dosa. Dari
Abdullah, Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

97 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
‫ح‬
َ ‫هٔريُ ػََب‬ٞ‫ اي‬٢ٔ‫ِٓؿ‬َٜ ‫َُا‬ٜ‫بَ ن‬ُُْٛٓ‫َاير‬ٚ َ‫س‬ٞ‫ك‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫ اي‬٢ٕ‫َا‬ٝ‫ِٓٔؿ‬َٜ ‫ََُُْٓٗا‬٢‫إ‬ٜ‫ٔ ؾ‬٠‫يعُُِ َس‬ٞ‫َا‬ٚ ٓ٢‫يشَر‬ٞ‫َٔ ا‬ِٝ‫ا َب‬ُٛ‫تَأبع‬

ٝ١َٓ‫ذ‬
َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬ٜ٫ٓ ٢‫ب إ‬
ْ ‫َا‬ٛ‫ٔ َث‬٠‫ َز‬ُٚ‫ َُبِس‬ٞ‫ اي‬١َٔٓ‫شذ‬
َ ًٞٔ‫ظي‬
َ ِٜٝ‫َي‬ٚ ٔ١َٓ‫ؿٔك‬ٞ‫َاي‬ٚ ٔ‫َايرََٖٓب‬ٚ ٔ‫د‬ٜ‫يشَ ٔد‬ٞ‫ا‬

“Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan


kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan
karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji
yang mabrur kecuali surga.” (HR. An-Nasai)
2. Keutamaan Ibadah Haji
Keutamaan haji banyak disebutkan dalam Al Qur‘an dan As
Sunnah. Berikut beberapa di antaranya:
 Haji merupakan amalan yang paling afdhol. Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu, ia berkata,

ٔ٘٤ً‫ميَإْ بٔاي‬٢‫اٍَ « إ‬ٜ‫كٌَُ ق‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫ أ‬٢ٍ‫٭عَُِا‬ٜ ‫ٗ ا‬٣ٜ‫ضًِ – أ‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٗ – ؾ‬٢ٔ‫ٌَٔ ايٖٓب‬٦‫ض‬
ُ

ٍَ ‫ا‬ٜ‫ٌَ ثُِٖ ََاذَا ق‬ٝٔ‫ ق‬. » ٔ٘٤ً‫ اي‬٢ٌٝٔ‫ضب‬


َ ٢ٔ‫اٍَ « دَٔٗادْ ؾ‬ٜ‫ٌَ ثُِٖ ََاذَا ق‬ٝٔ‫ ق‬. » ٔ٘ٔ‫ي‬ُٛ‫زَض‬َٚ

ْ‫ز‬ُٚ‫ َبِس‬ٙ‫سَر‬

“Nabi shallallahu „alaihi wa sallam ditanya, “Amalan apa yang paling


afdhol?” Beliau shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, “Beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya.” Ada yang bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?”
Beliau shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allah.”
Ada yang bertanya kembali, “Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur”,
jawab Nabi shallallahu „alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari)
 Jika ibadah haji tidak bercampur dengan dosa (syirik dan
maksiat), maka balasannya adalah surge. Dari Abu Hurairah,
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

ٝ١ٖٓ‫ذ‬
َ ٞ‫ اي‬٫٤ ‫إ‬٢ ْ٤‫ُ٘ دَصَا‬ٜ‫ظ ي‬
َ ِٝ‫ي‬ٜ ‫ ُز‬ُٚ‫ َُبِس‬ٞ‫يشَ ٗر اي‬ٞ‫َا‬ٚ

98 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
“Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
 Haji termasuk jihad fii sabilillah (jihad di jalan Allah). Dari
‗Aisyah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata,

ٖٔٔ‫ه‬ٜ‫ ي‬، ٜ٫ « ٍَ‫ا‬ٜ‫ ُْذَأٖدُ ق‬ٜ٬ٜ‫ؾ‬ٜ‫ أ‬، ٢ٌََُ‫يع‬ٞ‫كٌََ ا‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫ذَٗادَ أ‬


ٔ ‫ي‬ٞ‫ ا‬٣َ‫ َْس‬،ٔ٘٤ً‫ٍَ اي‬ُٛ‫َا زَض‬ٜ

»ْ‫ز‬ُٚ‫ َبِس‬ٙ‫ذَٗادٔ سَر‬


ٔ ‫ي‬ٞ‫كَ ٌَ ا‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫أ‬

“Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling
afdhol. Apakah berarti kami harus berjihad?” “Tidak. Jihad yang paling utama
adalah haji mabrur”, jawab Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.” (HR.
Bukhari)
 Haji akan menghapuskan kesalahaan dan dosa-dosa. Dari Abu
Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam bersabda,

َُ٘ٗ‫أ‬ٝ ُ٘ ِ‫دَت‬ٜ‫َي‬ٚ ٢َِّٛٝ‫ن‬ٜ َ‫طُلِ َزدَع‬ٞ‫َؿ‬ٜ ِِٜ‫َي‬ٚ ِ‫ح‬ٝ‫َسِؾ‬ٜ ًِِٜٜ‫ٔ٘ ؾ‬٤ًٔ‫َِٔ سَ ٖري‬

“Siapa yang berhaji ke Ka‟bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak
berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika
dilahirkan oleh ibunya.‖ (HR. Bukhari)
 Haji akan menghilangkan kefakiran dan dosa. Dari Abdullah
bin Mas‘ud, Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

‫ح‬
َ ‫هٔريُ ػََب‬ٞ‫ اي‬٢ٔ‫ِٓؿ‬َٜ ‫َُا‬ٜ‫بَ ن‬ُْٛٗ‫َاير‬ٚ َ‫س‬ٞ‫ك‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫ اي‬٢ٕ‫َا‬ٝ‫ِٓٔؿ‬َٜ ‫َُُْٖٗا‬٢‫إ‬ٜ‫ٔ ؾ‬٠‫يعُُِ َس‬ٞ‫َا‬ٚ ٚ‫يشَر‬ٞ‫َٔ ا‬ِٝ‫ا َب‬ُٛ‫تَأبع‬

ٝ١ٖٓ‫ذ‬
َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬٫٤ ٢‫ب إ‬
ْ ‫َا‬ٛ‫ٔ َث‬٠‫ َز‬ُٚ‫ َُبِس‬ٞ‫ اي‬١ٖٔ‫شذ‬
َ ًٞٔ‫ظي‬
َ ِٜٝ‫َي‬ٚ ٔ١ٖ‫ؿٔك‬ٞ‫َاي‬ٚ ٔ‫َايرَٖٖب‬ٚ ٔ‫د‬ٜ‫يشَ ٔد‬ٞ‫ا‬

“Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan


kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan
karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji
yang mabrur kecuali surga.” (HR. An-Nasai)
99 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
 Orang yang berhaji adalah tamu Allah. Dari Ibnu ‗Umar, dari
Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, beliau bersabda.

ُٙٛٝ‫ي‬ٜ‫َضَأ‬ٚ ُُٙٛ‫أدَاب‬ٜ ٜ‫٘ٔ َدعَاُِِٖ ؾ‬٤ً‫دُ اي‬ٞ‫َؾ‬ٚ ُ‫ ُُ ِعتَُٔس‬ٞ‫َاي‬ٚ ٗ‫يشَاز‬ٞ‫َا‬ٚ ٔ٘٤ً‫ اي‬٢ٌٝٔ‫ضب‬
َ ٢ٔ‫ ؾ‬٣٢‫يػَاش‬ٞ‫ا‬

ُِِٖ‫ا‬ٜٛ‫أ ِع‬ٜ ٜ‫ؾ‬

“Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumroh
adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun
memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada
Allah pasti akan Allah beri.” (HR. Ibnu Majah)
3. Alternatif Ibadah Haji
Dalam melakukan ibadah haji terdapat tiga cara, yaitu: Tamattu,
Qiran dan Ifrad.
 Haji Tamattu‘ ialah berihram untuk umrah pada bulan-bulan
haji (Syawwal, Dzulqaidah dan sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah), dan diselesaikan umrahnya pada waktu-waktu
itu. Kemudian berihram untuk haji dari Mekkah atau
sekitarnya pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah) pada
tahun umrahnya tersebut.
 Haji Qiran ialah, berihram untuk umrah dan haji sekaligus,
dan terus berihram (tidak tahallul) kecuali pada hari nahr
(tanggal 10 Dzulhijjah). Atau berihram untuk umrah terlebih
dahulu, kemudian sebelum melakukan thawaf umrah
memasukkan niat haji.
 Haji Ifrad ialah, berihram untuk haji dari miqat atau
dari Mekkah bagi penduduk Mekkah, atau dari tempat lain di
daerah miqat bagi yang tinggal disitu, kemudian tetap dalam
keadaan ihramnya sampai hari nahr, selanjutnya melakukan
thawaf, sa‘i, mencukur rambut dan bertahallul.
Ibadah haji yang lebih utama ialah haji Tamattu‘, karena Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam memerintahkan hal itu dan menekankannya
kepada para shahabat.

100 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
4. Cara Melaksanakan Umrah75
 Apabila telah sampai di miqat, maka mandi dan memakai wangi-
wangian jika hal itu memungkinkan, kemudian memakai pakaian
ihram (sarung dan selendang), lebih utama berwarna putih. Bagi
wanita boleh mengenakan pakaian yang ia sukai, asal tidak
menampakkan perhiasan. Setelah itu berniat ihram untuk umrah
seraya mengucapkan:

‫و‬
ٜ ٜ‫ ي‬١ٜ َُِ‫ٓع‬ٚ‫َاي‬ٚ َ‫شَُِد‬ٞ‫ ٖٕ اي‬٢‫و إ‬
ٜ ِٝ‫يٖب‬ٜ ٜ‫و‬ٜ‫و ي‬
ٜ ِٜ٢‫ غَس‬ٜ٫ ٜ‫ِو‬ٝ‫ٖب‬ٜ‫ ي‬،ٜ‫ِو‬ٝ‫يٖب‬ٜ ِٖ ًُٗ٤‫و اي‬
ٜ ِٝ‫يٖب‬ٜ ٟ٠َ‫ عُُِس‬ٜ‫ِو‬ٝ‫يٖب‬ٜ

. ٜ‫و‬ٜ‫و ي‬
ٜ ِٜ٢‫ غَس‬ٜ٫ ٜ‫ًو‬ُُٞٞ‫َاي‬ٚ

“Kusambut panggilan-Mu untuk melaksanakan umrah. Kusambut


panggilan-Mu yaa Allah, ku sambut panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-
Mu, ku sambut panggilan-Mu, sesungguhnya segala puji, nikmat, dan
kerajaan adalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu .”
Bagi kaum pria hendaknya mengucapkan talbiah ini dengan suara
keras, sedangkan bagi wanita hendaknya mengucapkannya
dengan suara pelan.
Kemudian memperbanyak membaca talbiyah, dzikir dan istighfar
serta menganjurkan berbuat baik dan mencegah kemunkaran.
 Apabila telah sampai di Mekkah, maka thawaf di Ka‘bah
sebanyak tujuh putaran, mulai dari Hajar Aswad sambil
bertakbir dan selesai di Hajar Aswad pula. Disunahkan zikir
serta do‘a yang kehendaki. Antara Rukun Yamani dan Hajar
Aswad sebaiknya membaca:

٢‫ب ايٖٓاز‬
َ ‫َٔقَٓا عَرَا‬ٚ ٟ١َٓ‫ط‬
َ ‫ٔ َس‬٠‫ اٯػٔ َس‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ٟ١َٓ‫ط‬
َ َ‫َا س‬ِْٝٗ‫ ايد‬ٞٔ‫زَٖبَٓا آٔتَٓا ؾ‬

“Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di


akhirat, dan lindungilah kami dari siksa api neraka .”

75 - Lihat Bimbingan Haji dan Umrah, Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah

101 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Kemudian setelah thawaf, shalat dua rakaat di belakang maqam
Ibrahim walaupun agak jauh dari tempat tersebut jika hal itu
mungkin, jika tidak mungkin, maka dlakukan di tempat lain di
dalam masjid.
 Kemudian keluar menuju Safa dan naik ke atasnya sambil
menghadap Ka‘bah, kemudian membaca tahmid serta takbir
tiga kali sambil mengangkat kedua tangan, membaca do‘a dan
mengulanginya setiap do‘a tiga kali sesuai sunnah Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, lalu ucapkanlah:

ٕ٤َِٞ‫ غ‬ٌٚٝ‫ ن‬٢ًَٜ‫َ ع‬َُٖٛٚ ُ‫يشَُِد‬ٞ‫ُ٘ ا‬ٜ‫َي‬ٚ ‫و‬


ٝ ًُُٞٞ‫ُ٘ اي‬ٜ‫ ي‬،ُٜ٘‫ ي‬ٜ‫و‬ِٜ٢‫ غَس‬ٜ٫ َُٙ‫سِد‬َٚ ٝ‫ اهلل‬٤٫‫إ‬٢ َٜ٘‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٫

. َُٙ‫سِد‬َٚ َ‫٭سِصَاب‬ٜ ٞ‫ََٖصَ َّ ا‬ٚ َُٙ‫َْؿَسَ َعبِد‬ٚ َُٙ‫عِد‬َٚ َ‫ِْذَص‬ٜ‫ أ‬َُٙ‫سِد‬َٚ ٝ‫ اهلل‬٫٤ ٢‫ َ٘ إ‬ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٫ٜ .ْ‫ِس‬ٜٔ‫د‬ٜ‫ق‬

Tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah Yang Maha Esa, tiada
sekutu bagi-Nya, hanya bagi-Nya segala kerajaan dan hanya bagi-Nya
segala puji, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada Tuhan yang
patut disembah selain Allah Yang Maha Esa, yang menepati janji-Nya
dan memenangkan hamba-Nya serta telah menghancurkan golongan kafir
sendirian
Kemudian melakukan sa‘i umroh sebanyak tujuh kali putaran
dengan berjalan cepat di antara tanda hijau dan berjalan biasa
sebelum dan sesudah tanda tersebut, kemudian naik ke atas
Marwa, lalu bacalah takbir dan tahmid tiga kali apabila mungkin
sebagaimana yang anda lakukan di Safa.
Dalam thawaf ataupun Sa‘i, tidak ada bacaan zikir wajib yang
khusus untuk itu. Akan tetapi dibolehkan bagi yang melakukan
thawaf atau sa‘i untuk membaca zikir dan do‘a atau bacaan Al-
Qur‘an yang mudah baginya, dengan mengutamakan bacaan-
bacaan zikir dan do‘a yang bersumber dari tuntunan Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.
5. Bila telah selesai melakukan sa‘i, maka mencukur dengan bersih
(gundul) atau cukup memendekkannya. Dengan demikian
selesailah rangkaian umrah dan selanjutnya diperbolehkan
melakukan hal-hal yang tadinya menjadi larangan ihram. Apabila

102 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
kita melakukan haji Tamattu, maka wajib menyembelih hewan
pada hari Nahr, yaitu seekor kambing atau sepertujuh onta/sapi,
jika tidak mendapatkannya, maka wajib melakukan puasa
sepuluh hari; tiga hari di waktu haji, dan tujuh hari setelah
pulang ke tanah air.
6. Cara Melaksanakan Haji
a. Hari Tarwiyah (Tanggal delapan Dzul Hijjah)
Amalan yang dilakukan :
1) Disunnahkan untuk mandi dan memakai wewangian sebelum
ihram.
2) Disunnahkan bagi yang hajinya tamattu' untuk ihram haji
sebelum tergelincir matahari.
3) Niat ihram untuk haji dengan mengucapkan: Labbaika Hajjan
(Ya Allah aku sambut panggilan-Mu untuk menunaikan
ibadah haji).
Jika ia khawatir ada halangan untuk menyempurnakan
hajinya, maka hendaklah ia mengucapkan syarat:

َِٞٔٓ‫ِحُ َسَبط‬ٝ‫ِ َس‬ًَِّٞ‫ َُش‬ٜ‫ظ ؾ‬


ْ ٔ‫ِ سَاب‬ٞٔٓ‫ط‬
َ ‫إٕ سََب‬ٚ

“Jika aku terhalang oleh sesuatu, maka tempat tahallulku adalah di


tempat aku terhalangi.”
Adapun jika ia tidak khawatir, maka tidak perlu
mengucapkan syarat di atas.
4) Menuju Mina pada Hari Tarwiyah dan menginap di sana pada
malam sembilan. Tidak keluar dari Mina kecuali setelah
terbitnya matahari dan melakukan shalat lima waktu di sana.
5) Memperbanyak bacaan talbiyah.

ٜ‫يو‬ٜ ٜ١َُِ‫ٓع‬ٚ‫َاي‬ٚ َ‫ُِد‬ٜ‫حل‬ٞ‫ٕٖ ا‬٢‫ إ‬،ٜ‫و‬ِٝ‫ٖب‬ًٜٜ‫ه‬ٜ‫ ي‬ٜ‫ِو‬ٜ٢‫ غَس‬ٜ٫ ٜ‫و‬ِٝ‫ٓب‬ٜ‫ ي‬،ٜ‫و‬ِٖٝ‫ب‬ٜ‫ًُِٖٗ ي‬١‫ اي‬ٜ‫و‬ِٝ‫ٖب‬ٜ‫( ي‬

) ٞ‫و‬ٜ‫و ي‬
ٜ ِٜ٢‫ غَس‬ٜ٫ ،ٝ‫ًو‬ُُٞٞ‫َاي‬ٚ

103 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
“Kusambut panggilan-Mu, ya Allah.Kusambut panggilan-Mu.
Kusambut panggilan-Mu.Tiada sekutu bagi-Mu.Kusambut
panggilan-Mu.Sesungguhnya segala puji, karunia dan kekuasaan
hanyalah milik-Mu.Tiada sekutu bagi-Mu”.
Bacaan talbiyah ini tetap diucapkan hingga akan melempar
Jumrah 'Aqabah pada Hari Kurban.
6) Mengqashar shalat yang empat raka'at tanpa jamak. Dengan
melaksanakannya secara jamaah dan bersungguh-sungguh
untuk melakukan shalat witir.
b. Hari Arafah (Tanggal sembilan Dzul Hijjah)
Amalan yang dilakukan:
1) Menuju Arafah setelah terbitnya matahari pada tanggal
sembilan Dzul Hijjah.
2) Tinggal sementara di Masjid Namirah hingga tergelincirnya
matahari jika hal ini mudah dilakukan. Jika tidak, maka tidak
mengapa, karena hukumnya adalah sunnah.
3) Shalat Dzuhur dan Ashar secara jamak dan qashar (jamak
takdim) seperti yang dilakukan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam agar tersedia banyak waktu untuk berada di Arafah
dan berdo‘a.
4) Disunnahkan bagi jamaah haji ketika di Padang Arafah
untuk bersungguh-sungguh dalam zikir, berdo‘a dan
merendahkan diri pada Allah Ta'ala. Ketika berdo‘a,
hendaklah mengangkat kedua tangan. Jika ia bertalbiyah
atau membaca Al-Qur'an maka itu juga baik.
5) Berada di Padang Arafah hingga terbenamnya matahari.
6) Berbuat kebaikan pada sesama jamaah haji dengan
memberikan minuman dan membagi makanan.
c. Malam Muzdalifah
Amalan yang dilakukan:
1) Dari Arafah berangkat menuju Muzdalifah setelah
terbenamnya matahari dengan penuh sakinah dan khusyu'.

104 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
2) Shalat Maghrib dan Isya secara jamak dan qashar dengan
satu adzan dan dua iqamah sesampainya di Muzdalifah.
3) Jika jamaah haji tidak mungkin sampai di Muzdalifah
sebelum pertengahan malam, maka untuk lebih hati-hatinya
agar shalat Maghrib dan Isya di jalan.
4) Bersegera tidur setelah shalat dan tidak sibuk dengan hal
lainnya.
5) Menginap di Muzdalifah. Ini adalah hal yang wajib.
Diperbolehkan bagi orang-orang yang lemah baik laki
maupun perempuan untuk meninggalkan Muzdalifah di
akhir malam setelah bulan tidak tampak lagi. Adapun siapa
yang tidak lemah atau bersama orang yang lemah, maka ia
tetap tinggal di Muzdalifah hingga Shalat Fajar/Subuh
sebagai realisasi mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Bersegera melakukan Shalat
Fajar, kemudian menuju Masy'aril haram76 lalu mengesakan
Allah dan bertakbir dan berdo‘a apa yang ia inginkan
sampai langit terlihat kuning sekali. Jika tidak mudah
baginya menuju Masy'aril Haram, maka hendaklah ia
berdo‘a di tempatnya. Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu
'Alaihi wa Sallam: "Aku berada di sini dan Muzdalifah
seluruhnya adalah mauqif".
d. Hari Kurban (tanggal sepuluh Dzul Hijjah)
Amalan yang dilakukan:
1) Meninggalkan Muzdalifah menuju Mina sebelum terbitnya
matahari dengan penuh sakinah dan kekhusyu'an.
2) Disunnahkan untuk lebih cepat ketika melewati wadi
Muhassir, jika hal itu memungkinkan.
3) Menyibukkan diri dengan talbiyah hingga sampai di Jumrah
'Aqabah, lalu menghentikan bacaan, menjadikan Mina di
sebelah kanan dan Ka'bah di sebelah kirinya, melempar

76
Yang dimaksud adalah Quzah, yaitu gunung yang sangat terkenal di Muzdalifah. Hadits ini
merupakan hujjah/alasan para ulama fikih bahwa Masy'ar il Haram adalah Quzah. Jumhur ulama
tafsir dan sejarah serta ulama hadits berkata: Masy'aril Haram adalah seluruh wilayah Muzdalifah.
Lihat Syarah Muslim oleh Imam Nawawi rahimahullah.

105 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Jumrah 'Aqabah dengan tujuh kerikil secara berurutan,
mengangkat tangan setiap kali lemparan dan bertakbir.
4) Jika jamaah haji sudah selesai dari melempar Jumrah
'Aqabah, hendaklah menyembelih hadyu. Disunnahkan
baginya untuk menyembelih sendiri jika hal itu
memungkinkan, sebagai mana yang dilakukan oleh nabi
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Ketika menyembelih
mengucapkan:

‫يو‬ٚ ‫ ايًِٗ ٖرا َٓو‬،‫اهلل أنرب‬ًٛٗ‫بطِ اي‬


“Allah Maha Besar, Ya Allah, ini adalah dari Engkau dan
untuk-Mu, dengan menyebut nama Allah.”
Hendaknya mengarahkan (hewan yang disembelih) ke arah
kiblat.
5) Jika sudah selesai menyembelih, menggundul rambut atau
memendekkannya. Menggundul adalah lebih utama. Tidak
cukup hanya memendekkan sebagian rambut kepala,
bahkan mesti meratakannya seperti halnya menggundul.
Adapun bagi wanita, memendekkan (ujung rambut) sebesar
ujung jari.
6) Setelah melempar Jumrah 'Aqabah dan menggundul atau
memendekkan rambut, dibolehkan bagi orang yang sedang
ihram melakukan apa saja kecuali berhubungan badan
dengan istri. Inilah yang dinamakan tahallul awwal.
7) Disunnahkan setelah tahallul awal, untuk membersihkan
diri, memakai wewangian dan menuju ke Mekkah untuk
melakukan Thawaf Ifadhah. Thawaf ini dinamakan
(Thawaf Ziarah) yang merupakan rukun yang tidak
sempurna haji melainkan dengannya. Setelah itu maka
dihalalkan melakukan semuanya termasuk berjima' (dengan
istri).
8) Sa'i antara Shafa dan Marwah bagi jamaah haji yang
tamattu', ifrad dan qiran dan belum thawaf qudum.
9) Jika ia mendahulukan kurban sebelum lempar jumrah atau
mencukur rambut, maka hal itu dibolehkan, walaupun yang

106 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
lebih utama adalah melempar, kemudian menyembelih, lalu
mencukur rambut dan thawaf.
e. Hari-hari Tasyriq (Tanggal 11, 12, 13 Dzul Hijjah)
Amalan yang dilakukan:
1) Para jamaah haji kembali menuju Mina pada Hari Raya
setelah thawaf dan sa'i. Mereka tinggal di sana sampai
selesai hari-hari tasyriq dan malam-malamnya. Bagi mereka
yang hendak meninggalkan Mina pada tanggal dua belas,
maka wajib baginya menginap malam sebelas dan malam
dua belas. Adapun malam tiga belas bagi mereka yang ingin
tetap tinggal.
2) Melempar jumrah yang tiga, dimulai dari jumrah yang kecil
(Sughra), sedang(Wustha) kemudian yang besar (Aqabah).
Melempar pada setiap jumrah tujuh kerikil secara berurutan
dan bertakbir pada setiap lemparan. Lempar jumrah
dilakukan setelah tergelincirnya matahari.
3) Disunnahkan setelah melempar untuk ke samping kanan
dan menghadap kiblat lalu berdo‘a dalam waktu yang lama
sambil mengangkat kedua tangan. Ini dilakukan di Jumrah
Sughra (kecil) dan Wustha (tengah). Dan tidak dilakukan di
Jumrah 'Aqabah.
4) Thawaf Wada', inilah amalan haji yang terakhir.
5) Memanfaatkan hari-hari (haji) dalam rangka ketaatan pada
Allah yaitu dengan membaca Al-Qur'an, dzikir dan takbir
dan lain-lain.
7. Kewajiban-Kewajiban Bagi Yang Sedang Ihram
Diwajibkan bagi yang sedang berihram untuk haji dan umrah hal-hal
berikut:
 Melaksanakan apa yang diwajibkan Allah kepadanya, seperti
kewajiban shalat pada waktunya secara berjamaah.
 Menjauhi apa yang dilarang Allah, berupa: rafats (berkata
buruk, bercumbu mesra dengan istri), fusuq (melanggar
perintah agama), jidal (berbantah-bantahan) dan perbuatan
maksiat lainnya.

107 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
 Menghindari ucapan atau perbutan yang mengganggu dan
menyakiti sesama muslim.
 Menjauhi larangan-larangan ihram, yaitu:
a. Mencabut rambut atau memotong kuku. Sedangkan bila
rambut atau kuku itu lepas dengan tidak disengaja di saat
Ihram, maka ia tidak dikenakan denda apa-apa.
b. Mempergunakan wangi-wangian di badannya atau
pakaiannya, begitu juga pada makanan dan minumannya.
Adapun jika ada sisa wangi-wangian yang ia pergunakan
saat sebelum ihram, maka tak mengapa.
c. Membunuh binatang buruan atau menghalaunya, atau
membantu orang yang berburu, selagi ia masih dalam
keadaan ihram.
d. Memotong pepohonan atau mencabut tanaman yang
masih hijau di tanah haram, begitu juga memungut
barang temuan, kecuali jika bermaksud untuk
mengumum-kannya, karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam melarang semua perbuatan tersebut.
Larangan-larangan ini berlaku pula bagi yang tidak
berihram.
e. Meminang atau melangsungkan akad nikah, baik untuk
dirinya maupun untuk orang lain, begitu juga
mengadakan hubungan dengan istri atau menjamahnya
dengan syahwat selama ia dalam keadaan ihram.
Larangan-larangan tersebut di atas berlaku bagi pria dan wanita.
Khusus bagi pria ada larangan-larangan sebagai berikut:
a. Mengenakan tutup kepala yang melekat. Adapun
menggunakan payung atau berteduh di bawah atap
kendaraan, atau membawa barang-barang di atas kepala,
tidaklah mengapa.
b. Memakai kemeja dan semacamnya yang berjahit untuk
menutupi seluruh badan atau sebagiannya, begitu juga

108 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
jubah, sorban, celana dan sepatu, kecuali jika tidak
mendapatkan sarung lalu dia memakai celana, atau tidak
mendapatkan sandal kemudian mengenakan sepatu,
maka tak mengapa baginya.
Sedangkan bagi wanita diharamkan saat ihram untuk menggunakan
sarung tangan dan menutup mukanya dengan cadar atau kerudung.
Tetapi bila ia berhadapan muka dengan kaum pria yang bukan mahram,
maka ia wajib menutup mukanya dengan kerudung atau semacamnya,
sebagaimana kalau ia tidak dalam ihram.
Apabila seseorang yang berihram mengenakan pakaian yang berjahit,
atau menutup kepalanya, atau mempergunakan wangi-wangian, atau
mencabut rambutnya, atau memotong kukunya karena lupa atau tidak
mengetahui hukumnya, maka ia tidak dikenakan fidyah. Dan hendaklah
segera ia menghentikan perbuatan-perbuatan tadi di saat ia ingat atau
mengetahui hukumnya.
Bagi yang sedang berihram, boleh mengenakan sandal, cincin,
kacamata, alat bantu pendengaran (earphone), jam tangan, ikat pinggang
biasa, ikat pinggang bersaku untuk menyimpan uang dan surat-surat.
Diperbolehkan menggganti pakaian ihram dan mencucinya, serta
mandi dan membasuh kepala. Apabila lantaran mandi dan membasuh
tadi terdapat rambut yang rontok tanpa disengaja, maka ia tak dikenakan
apa-apa, begitu juga halnya bila ia terkena luka.
8. Berziarah ke Masjid Nabawi
 Disunnahkan bagi anda pergi ke Madinah kapan saja,
dengan niat ziarah ke Masjid Nabawi dan shalat di dalamnya.
Karena shalat di Masjid Nabawi lebih baik dari seribu kali
shalat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram sebagaimana
sabda Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.
 Ziarah ke Masjid Nabawi ini sama sekali tidak ada
hubungannya dengan ibadah haji, oleh karena itu tidak perlu
berihram maupun membaca talbiyah.
 Apabila anda telah sampai di Masjid Nabawi, masuklah
dengan mendahulukan kaki kanan, bacalah: Bismillahirra-
hmaanirrahim dan selawat untuk nabi Muhammad Shalallahu
109 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
'Alaihi wa Sallam dan mohonlah kepada Allah agar Dia
membukakan untuk anda segala pintu rahmat-Nya, dan
bacalah:

٢ِِٝ‫ٕ ايع ٖس ٔد‬٢ ‫ا‬ِٜٛٝ‫ َٔع َٔ ايػٖع‬٢ِِٜٔ‫عد‬ٜ‫ك‬ٞ‫أْٔ٘ اي‬ًُٜٛٞ‫َض‬ٚ ٢ِِٜ٢‫س‬ٜ‫ه‬ٞ‫٘ٔ اي‬٢ٗ‫ ِد‬َٚ َٚ ٢ِِٝ‫ي َع ٔع‬ٞ‫ذُ بٔاهللٔ ا‬ِٛ ‫أ ُع‬ٜ

ٜ‫َابَ َزسِ َُٔتو‬ٛ‫ِب‬ٜ‫ أ‬ٞٔ‫ؾتَ ِضي‬ٞ‫ ايًِٖٗ ا‬.


“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung kepada wajah-
Nya yang Maha Mulia, dan kepada kekuasaan-Nya Yang Maha
Dahulu (qadim), dari godaan setan yang terkutuk. Ya Allah,
bukakanlah bagiku segala pintu rahmat-Mu.”
Do‘a ini juga dianjurkan untuk dibaca setiap masuk masjid-
masjid yang lain.
 Setelah memasuki masjid Nabawi, segeralah anda melakukan
shalat tahiyatul masjid. Afdhalnya, shalat ini dilakukan di
Raudhah, jika tak mungkin, lakukanlah di tempat lain di
dalam masjid itu.
 Kemudian tujulah makam Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam, dan berdirilah di depannya menghadap ke arahnya,
kemudian ucapkanlah dengan sopan:

ُُ٘‫ات‬ٜ‫َبَسَن‬ٚ ٔ‫ اهلل‬ٝ١َُِ‫َ َزس‬ٚ ٗٞٔ‫َٗا ايٖٓب‬ٜٜٗ‫ أ‬ٜ‫و‬ًَِٜٝ‫ُّ ع‬ٜ٬ٖ‫ايط‬


“Semoga salam sejahtera, rahmat Allah dan berkah-Nya terlimpah
kepadamu wahai Nabi (Muhammad).”

ِٖ‫ًُٗع‬٤‫ اي‬،ُ٘‫عَدِتَع‬َٚ ٟٔ‫عر‬٤‫دَ اي‬ِٛ ‫ َُشُُِع‬ٞ‫عاَّ اي‬ٜ‫َُك‬ٞ‫َاِب َعجِعُ٘ اي‬ٚ ٜ١ًِٜٝ‫ك‬


ٔ ٜ‫ؿ‬ٞ‫َاي‬ٚ ٜ١ًِٜٝ‫ض‬
ٔ َٛ‫ي‬ٞ‫ًُِٖٗ آتٔ٘ٔ ا‬٤‫اي‬

ٔ٤‫يذَصَا‬ٞ‫كٌََ ا‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫أَٖتٔٔ٘ أ‬ٝ ِٔ‫ٔ َع‬ٙ٢‫أدِص‬ٜ


“Ya Allah, berilah beliau kedudukan tinggi di sorga serta kemuliaan,
dan bangkitkanlah beliau di tempat terpuji yang telah Engkau
janjikan kepadanya. Ya Allah, limpahkan kepadanya sebaik-baik
pahala, beliau yang telah menyampaikan risalah kepada umatnya.”
110 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Kemudian beranjaklah sedikit kesebelah kanan, agar dapat
berada dihadapan makam Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu,
ucapkanlah salam kepadanya dan berdo‘alah memohonkan
ampunan dan rahmat Allah untuknya.
Kemudian bergeserlah lagi sedikit kesebalah kiri, agar anda
dapat berada dihadapan makm Umar Radhiyallahu 'anhu,
ucapkanlah salam dan berdo‘alah untuknya.
 Disunnahkan bagi anda berziarah ke masjid Quba dalam
keadaan telah bersuci dari hadats, dan lakukan shalat di
dalamnya, karena Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
melakukan hal itu dan menganjurkannya.
 Disunnahkan pula bagi anda berziarah ke pemakaman Baqi,
Makam Utsman Radhiyallahu 'anhu (di Baqi) dan juga makam
para syuhada Uhud dan makam Hamzah Radhiyallahu 'anhu,
ucapkanlah salam dan berdo‘a untuk mereka, karena Nabi
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah menziarahi mereka dan
berdo‘a untuk mereka, dan beliaupun mengajarkan para
shahabat, apabila mereka berziarah agar mengucapkan:

ٝ‫َ اهلل‬٤‫غععا‬
َ ِٕ٢‫ْٖععا إ‬٢‫َإ‬ٚ ًَُِٔٝٔٔ‫طع‬
ِ ُُ ٞ‫َاي‬ٚ َ‫َٔٓٔني‬٪ِ ‫ ُُع‬ٞ‫ َٔع َٔ اي‬٢‫َاز‬ٜٚ‫ ِٖع ٌَ ايعد‬ٜ‫ ِِ أ‬ٝ‫ِه‬ٝ‫ًع‬َٜ‫ُّ ع‬ٜ٬‫طع‬
ٖ ‫اي‬

ٜ١َٝ‫يعَأؾ‬ٞ‫ ِِ ا‬ٝ‫ه‬ٜ‫َي‬ٚ ‫يَٓا‬ٜ ٜ‫أٍُ اهلل‬ٜ ِ‫َِٕ َْط‬ٛ‫ك‬ٝ ٔ‫س‬٫ٜ ِِٝ‫بٔه‬


“Semoga salam sejahtera terlimpahkan untuk kamu sekalian, wahai
para penghuni makam yang mu‟min dan yang muslim, dan kamipun
insya Allah akan menyusul kamu sekalian, semoga Allah
mengaruniakan keselamatan untuk kami dan kamu sekalian.”
 Di Madinah Munawwarah tidak ada masjid ataupun tempat
yang disunnahkan untuk diziarahi selain Masjid Nabawi dan
tempat-tempat tersebut di atas, oleh karena itu janganlah
memberatkan diri atau berpayah-payah mengerjakan sesuatu
yang tidak ada pahalanya, bahkan mungkin akan
mendapatkan dosa karena perbuatan tersebut.
9. Kriteria Haji Mabrur

111 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Mendapatkan gelar haji mabrur adalah impian setiap orang yang
berhaji, karena keutamaan yang ada di dalamnya begitu agung.
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

ٝ١ٖٓ‫ذ‬
َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬٤٫‫إ‬٢ ٤ْ ‫ُ٘ دَصَا‬ٜ‫ِظَ ي‬ٝ‫ي‬ٜ ُ‫ز‬ُٚ‫ َُبِس‬ٞ‫يشَرٗ اي‬ٞ‫ا‬ٚ
“Haji yang mabrur tidak lain pahalanya adalah surga.” (HR.
Muslim)
Haji mabrur bukan hanya sekedar memenuhi ritual haji semata.
Bisa jadi haji seseorang sah secara hukum, sehingga kewajiban berhaji
baginya telah gugur, namun belum tentu hajinya diterima oleh Allah
Ta‘ala. Oleh karenanya, disebut haji mabrur, kalau memenuhi kriteria
berikut ini :
 Pertama: Harta yang dipakai untuk haji adalah harta yang halal,
karena Allah tidak menerima kecuali yang halal, sebagaimana
ditegaskan oleh sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam,

‫بّا‬ٝٚ‫ط‬ٜ ٤٫‫إ‬٢ ٌَُ‫كب‬ٞ َٜ ٜ٫ ْ‫ب‬ٝٚ‫ط‬ٜ َ٘٤ً‫ ٖٕ اي‬٢‫إ‬


“Sungguh Allah baik, tidak menerima kecuali yang baik.‖
(HR.Muslim)
 Kedua: Amalan-amalannya dilakukan dengan ikhlas dan sesuai
dengan tuntunan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam (mutabaah).
 Ketiga: Hajinya dipenuhi dengan memperbanyak amal shaleh,
seperti dzikir, shalat di Masjidil Haram, shalat pada waktunya
dengan berjamaah, berbuat kebajikan kepada siapa saja selama
proses haji. Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah ditanya
tentang maksud haji mabrur, maka beliau menjawab,

٢ّٜ٬ٜ‫ه‬ٞ‫بُ اي‬ٝٔ‫َط‬ٚ ٢ّ‫عَا‬ٛ٤ ‫طعَاُّ اي‬ٞ ٢‫إ‬


“Memberi makan dan berkata-kata baik.” (HR.Baihaqi)

112 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
 Keempat: Tidak berbuat maksiat selama proses haji, sepertti
rafats,77 fusuq78 dan jidal.79 Allah berfirman,

ٜ٫َٚ َ‫م‬ٛ‫ؾطُع‬ٝ ٫ٜ َٚ َ‫عح‬ٜ‫ زَؾ‬ٜ٬‫ع‬ٜ‫يشَع ٖر ؾ‬ٞ‫ٖٗٔ ا‬٢ٝ‫ع َسضَ ؾٔع‬ٜ‫ َُِٔ ؾ‬ٜ‫ََاتْ ؾ‬ًِٛٝ‫غُٗسْ َع‬
ِ ‫أ‬ٜ ٗ‫يشَر‬ٞ‫ا‬

ٚ‫يشَر‬ٞ‫ ا‬ٞٔ‫دٔدَاٍَ ؾ‬
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui, barang siapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji,
maka tidak boleh rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama
mengerjakan haji.” (QS.Al-Baqarah: 197)

َُ٘ٗ‫أ‬ٝ ُ٘ ِ‫دَت‬ٜ‫َي‬ٚ ََِّٜٛ ٔ٘ٔ‫ت‬٦ََِٝٗ ‫ن‬ٜ َ‫ؿطُلِ َزدَع‬ٞ َٜ ِِٜ‫َي‬ٚ ِ‫ؾح‬ٝ ِ‫َس‬ٜ ًِِٜٜ‫َِٔ سَرٖ ؾ‬
“Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusuq, ia akan
kembali pada keadaannya saat dilahirkan ibunya.” (HR. Muslim)
 Kelima: Terjadi perubahan yang lebih baik pasca haji, sehingga
kualitas keimanannya semakin meningkat. Al-Hasan al-Bashri
mengatakan, ―Haji mabrur adalah pulang dalam keadaan zuhud
terhadap dunia dan mencintai akhirat.‖ Ia juga mengatakan,
―Tandanya adalah meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk
yang dilakukan sebelum haji.‖ Ibnu Hajar al-Haitami
mengatakan, ―Dikatakan bahwa tanda diterimanya haji adalah
meninggalkan maksiat yang dahulu dilakukan, mengganti teman-
teman yang buruk menjadi teman-teman yang baik, dan
mengganti majlis kelalaian menjadi majlis dzikir dan
kesadaran.‖80

77
- Rafats adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk di dalamnya
bersenggama, bercumbu atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan sendiri selama
ihram.
78
- Fusuq adalah keluar dari ketaatan kepada Allah, apapun bentuknya. Dengan kata lain, segala
bentuk maksiat adalah fusuq yang dimaksudkan dalam hadits di atas.
79
- Jidal adalah berbantah-bantahan secara berlebihan.

80 - Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathâiful Ma'ârif Fîma Li Mawâsimil 'Am Minal Wazhâif, al-Maktabah
asy-Syâmilah., 1/68.

113 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
DAFTAR GAMBAR
MIQOT

Catatan:
1. Miqot ada dua, yaitu miqat zamani dan miqat makani. Miqot zamani yaitu
bulan-bulan haji, mulai dari bulan Syawwal, Dzulqo‘dah, dan Dzulhijjah.
Miqot makani yaitu tempat mulai berihram bagi yang punya niatan haji atau
umroh. Ada lima tempat: (1) Dzulhulaifah (Bir ‗Ali), miqot penduduk
Madinah (2) Al Juhfah, miqot penduduk Syam, (3) Qornul Manazil (As Sailul
Kabiir), miqot penduduk Najed, (4) Yalamlam (As Sa‘diyah), miqot
penduduk Yaman, (5) Dzat ‗Irqin (Adh Dhoribah), miqot pendudk Irak.
Itulah miqot bagi penduduk daerah tersebut dan yang melewati miqot itu.
2. Penduduk Makkah yang ingin berihram haji atau umrah, maka hendaklah ia
ke tanah halal, yaitu di luar tanah haram dari arah mana saja.

3. Tidak boleh bagi seseorang yang berhaji atau berumroh melewati miqot tanpa
ihram. Jika melewatinya tanpa ihram, maka wajib kembali ke miqot untuk
berihram. Jika tidak kembali, maka wajib baginya menunaikan dam (fidyah),
namun haji dan umrahnya sah. Jika ia berihram sebelum miqot, maka haji dan
umrahnya sah, namun dinilai makruh.

114 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
115 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
116 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
BAB VI
FIKIH JENAZAH

Fikih jenazah secara singkat dapat dibagi menjadi tiga bagian,


sebagaimana berikut ini, yaitu :
 Bagian pertama berhubungan dengan sebelum terjadinya
kematian
 Bagian ke dua berhubungan dengan setelah terjadinya
kematian
 Bagian ke tiga berhubungan dengan pasca penguburan
1. Hal yang berhubungan dengan sebelum terjadinya kematian
a. Persiapan menuju kematian. Yaitu dengan memperbanyak amal
shalih dan menjauhkan diri dari berbagai hal yang akan
membawa dirinya pada kemurkaan Allah. Allah berfirman dalam
Al-Qur'an: “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya,
maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh. Dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhan-nya."(QS.
Al Kahfi: 110).
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibn Umar, Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Jadilah kamu di dunia
seperti orang asing atau melintas di jalanan.‖ Dan pada saat itu
Ibnu Umar berkata: ―Apabila kamu tengah berada di waktu sore,
janganlah kamu menunggu pagi. Dan ketika kamu berada di
waktu pagi, janganlah kamu menunggu datangnya sore.
Pergunakanlah sehatmu sebelum datang sakitmu, dan
kehidupanmu sebelum kematianmu.‖ Dalam satu riwayat

117 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
dikatakan: ―Persiapkanlah dirimu, untuk menjadi bagian dari ahli
kubur.‖
b. Memperbanyak mengingat kematian. Hal ini amat penting bagi
kehidupan seorang muslim. Dengannya, akan melahirkan
perilaku waspada dalam mengarungi kehidupan dunia yang
bersifat sementara ini. Lebih dari itu, dirinya akan berusaha
untuk mengingat kehidupan akhirat. Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu „Anhu, ia berkata: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam bersabda: ―Perbanyaklah mengingat penghancur
kenikmatan. Yaitu, kematian.‖81 Yang dimaksud dengan
penghancur di sini adalah pemutus dari semua kenikmatan.
c. Ziarah kubur. Amalan ini merupakan sarana yang efektif, yang
dapat mengingatkan manusia pada kematian. Sehingga, dirinya
bersiap-siap menuju pintu kehidupan abadi yaitu kehidupan
akhirat. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu „Anhu, ia berkata:
―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam berziarah ke kubur
ibunya. Maka, beliau-pun menangis. Hal itu membuat orang-
orang yang ada di sekelilingnya juga menangis. Pada saat itu,
Nabi berkata: ‗Aku meminta izin kepada Allah untuk
memintakan ampunan baginya. Akan tetapi, Allah tidak
mengizinkanku. Kemudian, aku meminta izin kepada Allah
untuk menziarahi kuburnya. Maka, Allah-pun mengizinkanku.
Oleh karena itu, ziarahilah kuburan. Karena, ziarah kubur akan
mengingatkan kita pada kematian.‖82
d. Penulisan wasiat. Amalan ini sering dilupakan oleh kebanyakan
orang, padahal amalan ini amatlah berharga. Oleh karenanya
hendaknya setiap muslim mempunyai wasiat yang tertulis untuk
kemaslahatan agamanya dan juga kaum muslimin. Hal tersebut
sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam:
―Tidak selayaknya seorang muslim yang menginap sebanyak dua
malam. Kemudian, ia memiliki sesuatu untuk diwasiatkan,
kecuali mencatat wasiatnya tersebut di dekat bagian kepalanya

81 Hadits Shahih, diriwayatkan oleh imam Ahmad, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Hakim.
Kemudian, hadits ini dianggap shahih oleh imam al Dzahabi.
82 HR. Muslim

118 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
(bantal).‖ Kemudian, Ibnu Umar berkata: ―Semenjak aku
mendengarkan sabda Rasulullah tersebut, aku tidak melewati
malam-malamku. Kecuali, aku telah memiliki wasiat.‖83 Dalam
menulis wasiat, harus memperhatikan hal-ha berikut ini,
 Disunnahkan bagi orang yang memberikan warisan
untuk memberikan wasiat kepada kerabatnya yang tidak
mendapatkan hak waris. Hal tersebut sesuai dengan
firman Allah: ―Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di
antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-
bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf. (ini adalah)
kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.‖84
 Wasiat ini tidak lebih dari sepertiga harta yang hendak
diwariskan. Bahkan, akan lebih baik lagi apabila kurang
dari satu per tiganya. Dalam kitab ―Shahihain‖ dikatakan
bahwa Sa‘ad bin Abi Waqqash berkata: ―Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta yang
berlimpah. Tidak ada satu-pun yang menjadi pewaris
hartaku. Kecuali, putriku semata wayang. Apakah aku
harus mewasiatkan tiga per dua harta tersebut?‖ Maka,
Rasulullah pun menjawab: ‗Tentu saja tidak.‖ Kemudian,
Sa‘ad bin Abi Waqqash bertanya lagi: ―Dengan setengah
harta tersebut?‖ Rasulullah-pun menjawab: ‗Bukan‖,
Sa‘ad bertanya lagi: ―Mungkin dengan satu per tiga
hartaku?‘ Maka Rasulullah menjawab: ―Ya, satu per tiga.
Dan itu-pun lebih dari banyak.‖ Kemudian, Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam meneruskan: ―Wahai Sa‘ad,
lebih baik kamu membiarkan ahli warismu dalam
keadaan kaya. Dari pada kamu membiarkan mereka
miskin dan meminta-minta kepada orang lain.‖ Dalam
kitab ―Shahih Bukhari‖ disebutkan bahwasanya Ibnu
Abbas Radhiyallahu „Anhuma berkata: ―Seandainya
manusia memberikan kurang dari satu per tiga sampai

83 HR. Muttafaq ‘Alaihi


84 QS. Al Baqarah: 180

119 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
satu per empat, maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam akan berkata: ―Satu per tiga. Itu-pun, sudah lebih
dari banyak.‖
 Wasiat harta tidak berlaku bagi orang yang telah
mendapatkan harta warisan. Rasulullah bersabda:
―Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada
orang yang berhak mendapatkannya. Oleh karena itu,
tidak ada wasiat bagi orang yang mendapatkan hak
waris.‖85
 Diharamkan melakukan wasiat yang membahayakan
pihak-pihak tertentu, seperti: mewasiatkan agar harta
yang dimilikinya tidak boleh diberikan kepada para
pewarisnya. Atau, mengutamakan sebagian ahli waris
dibanding ahli waris yang lainnya. Dan seandainya orang
yang mewariskan tersebut masih tetap melakukan hal
tersebut, maka wasiatnya dianggap tidak sah dan tidak
dapat diterima. Hal tersebut sesuai dengan sabda
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Barang siapa
yang membuat-buat sesuatu yang baru dalam ajaran kita.
Padahal, sesuatu tersebut bukan bagian dari ajaran kita.
Maka, tidak dapat diterima.‖86
 Sebaiknya seorang Muslim memberikan wasiat terhadap
keluarganya untuk bertakwa kepada Allah, dan agar tidak
meratapinya pasca kematian, dengan menjerit-jerit ketika
dirinya meninggal, memukul-mukul pipi, menyobek
pakaian dan mengucapkan hal-hal yang akan membuat
murka Allah.
 Ketika berwasiat, seorang muslim dianjurkan untuk
menghadirkan dua orang saksi yang adil. Dengan
harapan, isi wasiatnya tidak akan dirubah atau diganti
ketika dirinya telah meninggal dunia.

85 Hadits Hasan yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi dan Baihaqi.
86 HR. Muttafaq Alaihi

120 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
e. Sabar dalam menjalani sakit.Dengan itu, orang yang sedang sakit
akan lapang dada dalam menerima seluruh ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Allah. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda: ―Orang-orang yang beriman memang menakjubkan.
Semua perbuatannya baik. Dan semuanya itu tidak dimiliki oleh
siapapun. Kecuali, orang yang beriman. Seandainya mereka
mendapatkan kebaikan, maka mereka bersyukur dan
menganggap itulah yang terbaik baginya. Dan seandainya
mereka ditimpa keburukan, mereka akan bersabar dan
menganggap semua itu adalah yang terbaik bagi mereka.‖87 Dari
‗Atha bin Abi Rabah, ia berkata: ―Ibnu Abbas berkata kepada
saya: ‗Maukah kuperlihatlkan kepadamu perempuan ahli surga?‘
Maka akupun berkata: ‗Ya, tentu.‘ Ia berkata: ‗Perempuan kulit
hitam ini telah datang kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam dan berkata: ‗Aku menderita penyakit epilepsi. Sehingga,
pakaianku terbuka (tanpa sadar). Mintakanlah do‘a untukku.‘
Maka, Rasulullah berkata: ―Seandainya kamu memilih bersabar,
maka kamu akan mendapatkan surga. Dan seandainya kamu
memilih yang lain, maka aku telah mendo‘akan kesembuhanmu.‘
Perempuan itu-pun menjawab: ―Aku akan bersabar.‘ Kemudian,
ia meneruskan perkataannya: ‗Bajuku telah tersingkap. Maka,
do‘akanlah agar di lain waktu tidak tersingkap lagi.‘ Maka
Rasulullah-pun mendo‘akan perempuan tadi.‖88
Selain sabar, Orang yang sedang dalam sakit hendaknya
memahami bahwa sakit yang dideritanya akan menghilangkan
dosa-dosa. Dari Abu Sa‘id al Khudriyyi dan Abu Hurairah
Radhiyallahu „Anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam bersabda: ―Segala sesuatu yang menimpa seorang Muslim
dari rasa lelah, penyakit menahun, sedih, dilukai, dirampas
sampai terkena duri, maka Allah akan menggantinya dengan
menghapus dosa-dosanya.‖89 Orang yang sakit juga harus
memiliki prasangka baik terhadap Allah. Di samping, mengingat
kasih sayangnya yang begitu berlimpah. Dari Abu Hurairah

87 HR. Muslim
88 HR. Muttafaq ‘Alaihi
89 HR. Muttafaq ‘Alaihi

121 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Radhiyallahu „Anhu, ia berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam bersabda: ―Allah berfirman: ―Aku tergantung kepada
prasangka hambaku.90 Dan aku akan bersama mereka ketika
mereka mengingat-Ku. Seandainya mereka mengingatku dalam
jiwanya, maka aku pun akan mengingat mereka dalam jiwa-Ku.
Dan seandainya mereka mengingat-Ku di suatu tempat, maka
Aku akan mengingat mereka di suatu tempat yang lebih baik dari
tempat mereka.‖91

f. Sakaratul maut. Paling tidak ada tiga hal yang harus dilakukan
dalam kondisi sakaratul maut, yaitu :
 Apabila seseorang telah merasakan datangnya kematian,
maka sebaiknya ia memperbanyak untuk membaca
kalimat: ―Lâ Ilâha Illallâh (Tidak ada Tuhan selain
Allah).‖ Adapun orang-orang yang berada di
sekelilingnya membantunya membaca talqin tersebut
apabila yang sakit lupa. Hal tersebut sesuai dengan sabda
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Talqinkanlah
kematian kalian dengan mengucapkan Lâ Ilâha Illallâh
(Tidak ada Tuhan selain Allah).‖92 Dan dari Muadz bin
Jabal Radhiyallahu „Anhu, bahwasanya Rasulullah

90 Tegasnya: Allah berfirman: “Aku dapat melakukan apapun yang diperkirakan hambaku bahwa
aku akan melakukannya.” Dalam konteks di atas, lebih mengedepankan sisi permohonan dari pada
rasa takut.
Imam Qurthubi dalam bukunya: “Al Mufham” dikatakan bahwa makna: “Tergantung
prasangka hambaku kepadaku” adalah: Prasangka seorang hamba untuk mendapatkan jawaban
dari Allah ketika berdoa, menerima taubatnya dan mendapatkan ampunan ketika dirinya
memohonnya kepada Allah. Ia juga berprasangka bahwa Allah akan memberikan balasan ketika
dirinya melakukan ibadah yang sesuai dengan syarat. Semua itu dipegang oleh manusia sesuai
dengan janji Allah yang dikuatkan oleh Hadits Nabi yang lain: “Berdoalah kepada Allah, niscaya
Allah akan mengabulkannya.”
Adapun prasangka akan mendapatkan ampunan dosa dengan terus melaksanakan dosa
adalah bagian dari kebodohan dan kelalaian. Dan hal tersebut akan menggiringnya pada aliran
Murjiah. Anda dapat melihat keterangan ini dalam kitab: “Syarhu as Sunnah” (5/273).
Khithabi berkata: “Yang akan diterima prasangkanya oleh Allah adalah orang-orang yang
sering berbuat baik. Seakan-akan Allah berkata: “Perbaikilah amal perbuatan kalian. Maka, Allah
akan berbaik sangka kepada kalian.” Dan seandainya amal perbuatan manusia yang berprasangka
itu buruk, maka akan buruk pula prasangka Allah terhadapnya. Dan sikap berbaik sangka juga
termasuk ke dalam bagian harapan, permohonan maaf. Sesungguhnya Allah maha mulia dan
agung. Anda dapat melihatnya pada kitab: “Syarhu as Sunnah” (5/272)
91 HR. Muttafaq ‘Alaihi
92 HR. Muslim

122 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Barang siapa yang
akhir kehidupannya ditutup dengan membaca Lâ Ilâha
Illallâh (Tidak ada Tuhan selain Allah) akan masuk
surga.‖93Dan dari Umar bin Khattab Radhiyallahu „Anhu,
ia berkata: ―Hadirilah saat-saat datangnya kematian salah
seorang di antara kalian. Dan bimbinglah mereka untuk
mengucapkan talqin dengan mengucapkan Lâ Ilâha
Illallâh (Tidak ada Tuhan selain Allah). Karena, mereka
melihat apa yang tidak kalian lihat.‖94
 Sebaiknya, orang-orang yang berada di sekeliling orang
yang tengah sakaratul maut berbicara tentang yang baik-
baik saja. Karena, pada saat itu, para malaikat mengamini
apa yang mereka katakan.Dari Ummu Salamah
Radhiyallahu „Anha, ia berkata: Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Apabila kalian hadir untuk
menjenguk orang yang sakit dan hendak meninggal,
maka katakanlah yang baik-baik. Karena, para malaikat
akan mengamini apa yang kalian ucapkan.‖95
 Disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah
sakaratul maut ke arah kiblat. Para ulama telah
menyebutkan dua cara bagaimana menghadapkan ke
arah kiblat. Pertama: Berbaring telentang di atas
punggungnya. Sedangkan kedua telapak kakinya
dihadapkan ke arah kiblat. Setelah itu, kepala orang
tersebut diangkat sedikit agar ia menghadap ke arah
kiblat. Kedua: Mengarahkan bagian kanan tubuh orang
yang tengah sakaratul maut menghadap kiblat.
2. Hal yang berhubungan dengan setelah terjadinya kematian
Setelah kematian seseorang dapat diyakini secara hukum.
Sehingga, dalam keputusan medis, ruh orang tersebut telah dibuktikan
meninggalkan jasadnya secara sempurna. Maka, bagi orang-orang yang

93 Hadits Hasan yang diriwyatkan Ahmad (5/233) dan Abu Dawud (3116)
94 HR. Muslim dalam kitab: “Iman”
95 HR. Muslim

123 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
menghadiri kematian tersebut, mereka diwajibkan untuk melakukan
beberapa hal tertentu:
a. Menutupkan kedua matanya dan mendo‘akannya. Hal tersebut
sesuai dengan sebuah hadits yang datang dari Ummu Salamah
Radhiyallahu „Anha, ia berkata: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam menemui Abu Salamah. Pada saat itu, pandangannya
telah kabur.96 Maka, Rasulullah-pun berkata: ―Ketika ruh
manusia dicabut, maka pandangan mata akan mengikutinya.‖
Seketika itu juga, keluarganya menjerit histeris. Kemudian,
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melanjutkan kembali
perkataannya: ―Janganlah kalian mendo‘akan diri kalian, kecuali
dengan yang baik-baik. Karena para malaikat akan mengamini
apa yang kalian ucapkan.‖ Kemudian, Rasulullah melanjutkan
kembali perkataannya: ―Ya Allah, ampunilah Abu Salamah dan
angkatlah derajatnya ke dalam golongan orang-orang yang
mendapatkan petunjuk. Dan ampunilah seluruh dosa yang telah
dilakukannya di masa lalu. Ya Allah, Tuhan semesta alam,
ampunilah kami dan dia. Luaskanlah ia di alam kuburnya dan
berikanlah cahaya di dalamnya.97
b. Kerabat dan keluarga orang yang meninggal hendaknya bersabar
dan rela dengan ketentuan Allah. Menyerahkan segala keputusan
kepada Allah dan kembali kepada kehendak-Nya. Allah
berfirman dalam al Quran: ―Dan sungguh akan Kami berikan
cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang
yang apabila ditimpa musibah. Mereka mengucapkan: "Innaa
lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun." Mereka itulah yang mendapatkan
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya. Dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.‖98
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Seorang
muslim yang tertimpa suatu musibah, kemudian berkata:

96 Dikatakan pandangan orang yang tengah sakaratul maut telah memudar. Artinya, seseorang
yang melihat sesuatu. Akan tetapi, ia tidak terfokus pada pandangannya tersebut.
97 HR. Muslim
98 QS. Al Baqarah: 155-157

124 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
―Sesungguhnya kami hanya milik Allah dan akan kembali kepada
Allah. Oleh karena itu, berikanlah pahala atas semua musibah
yang aku terima. Dan tinggalkanlah sisi baik dari musibah
tersebut. Niscaya Allah akan meninggalkan sisi baik dari
musibah tersebut.‖99
c. Diperbolehkan untuk menangis dalam batas kewajaran, tanpa
menjerit dan berteriak-teriak. Sebagaimana terdapat dalam hadist
Anas Radhiyallahu ‗Anhu, ia berkata: ―Kami masuk ke rumah
Abu Saif100 bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Pada
saat itu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam mengangkat
tubuh Ibrahim dan menciumnya. Tidak lama berselang, kami
masuk kembali ke kamarnya dan Ibrahim menghembuskan
nafasnya yang terakhir. Maka, kedua mata Rasulullah terlihat
berkaca-kaca dan mengalirkan air mata. Abdurrahman bin ‗Auf-
pun berkata kepada Rasulullah: ―Wahai Rasulullah!‖ Rasulullah
menjawab: ―Bin ‗Auf, air ini adalah rahmat dari Allah.‖
Kemudian, beliau meneruskan: ―Mata akan mengalirkan air, hati
akan melahirkan kesedihan. Dan kita tidak akan berbicara,
kecuali yang diridloi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan kami
akan merasa sedih dengan kepergianmu, Ibrahim.‖101 Ibnu
Bathal dan ulama lainnya berkata: ―Hadits ini menjelaskan
bahwa menangis dan bersedih diperbolehkan oleh agama.
Tentunya, kesedihan yang diwarnai dengan aliran air mata dan
kelembutan hati dan bukan kesedihan yang diwarnai kemurkaan
terhadap keputusan Allah.102
d. Dilarang meratapi Jenazah, dengan merobek-Robek
pakaian,mencakar-cakar wajah, dan lain sebagainya. Dari Ibnu
Mas‘ud Radhiyallahu „Anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Bukan termasuk ke dalam golongan
kami orang-orang yang memukul-mukul pipi, merobek-robek
pakaian dan berdo‘a dengan do‘a-do‘a di zaman Jahiliyyah.‖103
Dalam hadist lain, dari Umar bin Khattab Radhiyallahu „Anhu,

99 HR. Muslim
100 Suami pengasuh Ibrahim, putra Rasulullah Saw.
101 HR. Muttafaq ‘Alaihi
102 Lihat: “Fathul Bari” (3/208).
103 Hadits Shahih yang diriwayatkan Abu Dawud dan Baihaqi.

125 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
―Seorang jenazah akan disiksa di dalam kuburnya, hanya karena
ratapan terhadapnya.‖104
e. Memberitahukan Berita Kematian. Hal itu bertujuan untuk
memberitahukan pihak keluarga jenazah, kerabat, sahabat-
sahabatnya dan orang-orang yang sudah selayaknya diberi tahu.
Dengan harapan, semua elemen masyarakat tersebut dapat bahu
membahu dalam mengurus jenazah, mengkafani, menshalatkan
dan mengantarkannya ke tempat peristirahatan terakhir. Karena,
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri telah
mengumumkan kematian raja Najasyi pada hari kematiannya
kepada orang-orang. Kemudian, beliau keluar menuju masjid
untuk melaksanakan shalat ghaib bersama masyarakat muslim.
Sebagaimana Rasulullah juga mengumumkan kematian Zaid,
Ja‘far dan Ibnu Rawahah sebelum datangnya berita kematian
mereka dalam peperangan Mu‘tah.105
f. Menyelesaikan hutang orang yang meninggal. Adapun yang
berkewajiban melunasinya adalah pihak keluarga dan kerabat
terdekat. Pelunasannya diambilkan dari harta si mayit, atau iuran
dari pihak keluarga apabila si mayit tidak meninggalkan harta
sedikit pun. Karena, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam telah
memberitahukan bahwa seorang jenazah tidak dapat masuk ke
dalam surga hanya karena dirinya memiliki hutang.‖106 Dan
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam juga pernah tidak mau
menshalatkan seorang jenazah. Sampai hutang-hutangnya
dilunasi. Atau, ada seseorang yang berjanji untuk menyelesaikan
seluruh hutang-hutangnya tersebut.107 Apabila tidak ada satu-pun
orang yang dapat menutupi hutang si jenazah, maka pada
kesempatan ini yang berkewajiban menutup seluruh hutangnya
adalah kas negara —seandainya ia berada dalam wilayah negara
Islam— hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam: ―Barang siapa yang meninggalkan harta, maka
untuk ahli warisnya. Dan barang siapa yang meninggalkan

104 HR. Muttafaq ‘Alaihi


105 Hadits hasan yang diriwayatkan imam Ahmad
106 Hadits shahih yang diriwayatkan imam Ahmad, Abu Dawud, Nasa’I, Hakim dan Baihaqi.
107 Hadits Hasan yang diriwayatkan imam Ahmad, Hakim dan Baihaqi.

126 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
peninggalan108 ataupun hutang, maka tanggungan kewajiban
dipikulkan kepada walinya. Dan aku adalah wali dari orang-
orang yang beriman.‖109
g. Berkabung atas kematian si jenazah. Adapun prosedurnya,
seorang perempuan tidak diperbolehkan untuk mempergunakan
pakaian berkabung atas kematian salah seorang kerabatnya lebih
dari tiga hari. Apabila suaminya yang meninggal, maka ia wajib
mempergunakan pakaian berkabung tersebut atas kematian
suaminya selama empat bulan sepuluh hari. Semuanya itu
didasarkan kepada sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam:
―Janganlah seorang perempuan mempergunakan pakaian
berkabung, kecuali atas kematian suaminya. Maka, pada saat itu,
ia diwajibkan untuk berkabung selama empat bulan sepuluh hari.
Selain itu, ia juga tidak diperbolehkan untuk mempergunakan
pakaian yang berwarna. Kecuali, pakaian Ashab,110 tidak boleh
mempergunakan celak mata, dan jangan berjalan dengan
mempergunakan minyak wangi, menghiasi wajah dengan
perona, jangan menyisir. Kecuali, ketika dirinya bersuci.
Sehingga, mengharuskan dirinya untuk mempergunakan
beberapa tumbuhan yang dapat menghilangkan bau tidak enak
dari kemaluannya.‖111
h. Mempercepat Proses Penguburan. Sudah seharusnya keluarga
orang yang meninggal atau orang yang datang untuk bertakziah
mempercepat proses penguburan si mayit. Hal tersebut sesuai
dengan sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Apabila
salah seorang dari kalian meninggal dunia, maka janganlah kalian
membiarkannya. Dan percepatlah proses penguburannya.‖112

108 Yang dimaksud di atas adalah keluarga. Ibnu Atsir mengatakan bahwa asal mula kalimat
(Dhaya’) adalah (Dha’a), (Yadhi’u), (dhaya’an). Dan kalimat keluarga (al ‘Iyal) mempergunakan
bentuk infinitif, seperti anda berkata: “Barang siapa yang mati dan meninggalkan kemiskinan
(faqran). Maka, kalimat kemiskinan (faqran) di sini berarti orang-orang yang fakit (Fuqara).
109 HR. Muslim dari Jabir Radhiyallahu ‘Anhu.
110 Yang dimaksud dengan pakaian ‘Ashab adalah: Pakaian yang telah dipintal terlebih dahulu
sebelum ditenun. Dan ‘Ashab itu sendiri merupakan nama tumbuhan yang tumbuh di Yaman.
Dimana tumbuhan tersebut dipergunakan untuk bahan pakaian. Dan nabi telah menganjurkan
kaum perempuan mempergunakan bahan ini, agar mereka terjauh dari berhias.
111 Karena, tujuan di dalamnya hanyalah untuk menghilangkan bau yang tidak enak dan bukan
untuk berhias diri dan mempergunakan wewangian.
112 HR. Thabrani dari Ibnu Umar. Al Hafidz, dalam kitab: “Al Fath” (3/219) mengatakan bahwa
hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dengan isnad hasan.

127 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
i. Memandikan jenazah. Para ulama telah bersepakat atas
diwajibkannya memandikan jenazah seorang muslim.113 Adapun
orang yang mati syahid tidak perlu dimandikan. Hal tersebut
sesuai dengan perintah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
untuk menguburkan para syuhada dalam perang Uhud begitu
saja, tanpa memandikan mereka terlebih dahulu. Bahkan,
seandainya orang yang mati syahid tersebut dalam keadaan
junub,114 maka mereka juga tetap tidak perlu dimandikan.
Dikisahkan bahwa Handhalah bin Abu Amir keluar menuju
medan perang Uhud. Padahal, pada saat itu ia dalam keadaan
junub. Ketika ia mati syahid, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam bersabda: ―Sahabat kalian tengah dimandikan oleh
malaikat.‖115 Begitu pula ketika Hamzah bin Abdul Muthallib
dan Handhalah bin Rahib syahid di medan Uhud. Dan pada saat
itu, mereka juga dalam keadaan junub. Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Aku melihat para malaikat tengah
memandikan keduanya.‖116 Adapun tata cara memandikan
jenazah adalah sebagaimana diriwayatkan dari Ummu Athiyah, ia
berkata: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam masuk ke dalam
ruangan kami ketika putri-putrinya meninggal dunia. Kemudian,
beliau berkata: ‗Mandikanlah mereka sebanyak tiga sampai lima
kali. Atau, lebih dari itu jika kalian menganggap itu perlu. Akan
lebih baik lagi dengan mempergunakan air dan tumbuh-
tumbuhan yang dapat membuat kesat.117 Setelah itu, berikanlah
kamper (kapur barus). Seandainya kalian telah selesai melakukan
semuanya, maka beritahukanlah kepadaku.‖ Setelah kami selesai
memandikan, maka Rasulullah-pun mengadzankan keduanya
dan menyelesaikan seluruh haknya. Setelah itu, Rasulullah
berkata: ‗Segeralah tutup dan berikan kain kafan kepada
keduanya.‖ Sedangkan dalam riwayat lain dikatakan: ―Mulailah

113 Lihat: “Bidayah al Mujtahid”, milik: Ibnu Rusyd (1/226)


114 Selesai melakukan hubungan biologis dengan istrinya dan belum mandi wajib.
115 Hadits ini adalah hadits shahih yang diriwayatkan Ibnu Hibban, Hakim dan Baihaqi. Kemudian,
hadits ini diperkuat keshahihannya oleh imam Hakim dan disetujui oleh imam Dzahabi.
116 Hadits ini adalah hadits Hasan yang diriwayatkan imam Thabrani dalam kitab: “Al Mu’jam al
Kabir” (11/391), No: 12094). Dan Haitsami dalam kitab: “Al Mujma’” hadits ini diriwayatkan Thabrani
dalam kitab: “Al Kabir” dengan isnad yang shahih.
117 Dalam hadits disebutkan sebuah nama tumbuhan bernama daun Shidr

128 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
dengan membasuh tempat-tempat yang diwajibkan dalam
berwudlu.‖ Sedangkan dalam kalimat lain dikatakan:
―Mandikanlah mereka. Seandainya kalian menganggap perlu,
maka mandikanlah sebanyak tiga, lima, tujuh atau lebih dari itu.‖
Dan di dalam hadits tersebut juga, Ummu ‗Athiyah berkata:
―Maka kami-pun mengepang rambut jenazah menjadi tiga
bagian. Setelah itu, kami meletakkannya di bagian belakang.‖118
j. Mengkafani jenazah. Yang disunnahkan ketika mengkafani
jenazah adalah dengan memperhatikan hal berikut:
 Disunnahkan agar kain kafan yang digunakan masih
bagus. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
―Apabila salah seorang di antara kalian mengkafankan
saudara laki-lakinya, hendaknya ia mengkafani jenazah
saudaranya tersebut dengan sebaik-baiknya.‖119
 Hendaknya, kain kafan yang dipergunakan masih baru.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Dawud,
Ibnu Hibban dan Hakim yang berasal dari hadits Abu
Sa‘id. Yaitu, ketika ajal datang menjemputnya, ia mencari
kain kafan yang masih baru. Kemudian, ia
mempergunakannya. Setelah itu, ia berkata: ―Saya
mendengar Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda: ‗Sesungguhnya setiap jenazah akan
dibangkitkan dengan kain kafan yang dipergunakannya
ketika meninggal dunia.‖120
 Hendaknya kain yang dipergunakan sebagai kafan
berwarna putih. Hal tersebut sesuai dengan perkataan
Aisyah Radhiyallahu „Anha: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam dikafani dengan mempergunakan tiga lapis
kain berwarna putih.‖121 Dan sesuai dengan sabda
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Pakailah pakaian
kalian yang berwarna putih. Karena itulah pakaian yang

118 HR. Bukhari (1253), HR. Muslim (2133), HR. Ahmad (5/84), HR. Abu Dawud (3142, 3146), HR.
Nasa’i (4/28-29) dan HR. Ibnu Majah (1458).
119 Lihat: “Tharhu al Tatsrib” (3/273-275)
120 Hadits ini merupakan hadits shahih yang diriwayatkan Hakim (1/340). Kemudian, hadits ini
dianggap shahih dan disetujui oleh imam Dzahabi.
121 Keterangannya telah disampaikan sebelumnya.

129 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
paling bagus. Dan pergunakanlah kain berwarna putih
tersebut sebagai kafan kalian ketika datang kematian.‖ 122
Imam Nawawi berkata: ―Sabda Rasulullah: ‗Kain
berwarna putih‘ merupakan dalil yang menunjukkan
bahwa mempergunakan kain kafan putih merupakan
perbuatan yang dianjurkan. Dan pendapat ini telah
menjadi kesepakatan.‖123
 Hendaknya kain tersebut terbuat dari bahan katun. Hal
tersebut sesuai dengan perkataan Aisyah Radhiyallahu
„Anha: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dikafani
dengan mempergunakan tiga lapis kain berwarna putih
yang berasal dari daerah Suhul dan terbuat dari katun.‖124
Imam Nawawi berkata: ―Riwayat tersebut menunjukkan
adanya anjuran untuk mempergunakan kain kafan yang
terbuat dari bahan katun.‖125
 Hendaknya kain yang dipergunakan sebagai kafan
berjumlah ganjil. Hal tersebut sesuai dengan perkataan
Aisyah Radhiyallahu „Anha: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam dikafani dengan mempergunakan tiga lapis
kain kafan.‖
 Hendaknya kain kafan tersebut dibubuhi wewangian.
Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam: ―Apabila kalian membubuhkan
wewangian kepada jenazah, maka bubuhkanlah sebanyak
tiga kali.‖126 Akan tetapi, hukum ini tidak diperuntukkan
bagi jenazah orang yang tengah melakukan ihram. Hal
tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah ketika
mendengar kematian seseorang yang tengah berihram
karena terjatuh dari kendaraannya dan mengalami patah

122 Hadits ini merupakan hadits shahih yang diriwayatkan Ahmad (1/247), Tirmidzi (994), Abu
Dawud (3878) dan Ibnu Majah (1472)
123 Lihat: “Syarh an Nawawi ‘Ala Shahih Muslim” (7/11).
124 HR. Muttafaq ‘Alaihi.
125 Lihat: “Syarh an Nawawi ‘Ala Shahih Muslim” (7/12)
126 Hadits ini merupakan hadits shahih yang diriwayatkan Ahmad (3/331), Ibnu Abi Syaibah (4/92),
Ibnu Hibban (752), Hakim (1/355), Baihaqi (3/405). Hadits ini dianggap shahih oleh Hakim dan
disepakati oleh imam Dzahabi.

130 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
tulang leher. Pada saat itu, Rasulullah bersabda: ―Dan
jangan kalian pakaikan wewangian kepadanya.‖
g. Shalat Jenazah. Adapun pelaksanaan shalat jenazah harus
memperhatikan hal berikut,
 Membaca surat al Fatihah. Dan pembacaan tersebut dilakukan
setelah melakukan takbir yang pertama.
 Membaca selawat kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.
Dan pembacaan tersebut dilakukan setelah melakukan takbir
yang ke dua. Dalam hal ini, tidak ada satu-pun teks baku yang
menentukan bentuk selawat kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam. Akan tetapi, yang paling utama adalah membacakan
selawat Ibrahim yang biasa dibacakan dalam setiap shalat.
 Membaca do‘a untuk jenazah sebagaimana do‘a di bawah ini:

ٚ ًَُٜ٘‫ع ِ َ ِدػ‬ٚ‫َض‬َٚ ُٚ ٜ٘‫ّ ُِْصُي‬٢‫س‬ٞ‫ن‬ٜ‫ أ‬ُٚ ِ٘ٓ‫ؿ َع‬ٝ ِ‫ َاع‬ٚٔ٘ٔ‫ َعَاؾ‬ٚ َُُِ٘‫ َا ِزس‬ُٚ ٜ٘‫ؿٔسِي‬ٞ‫ًُِٖٗ اغ‬١ٜ‫أي‬

َٔ ُ‫َض‬ٝ‫ِب‬ٜ‫بُ ا٭‬ِٛ ٖ‫ٓ َايج‬٢‫َٓك‬ُٜ ‫َُا‬ٜ‫َا ن‬ٜ‫ا‬ٜٛ‫خل‬ٜ ‫ ََْكِّ٘ٔ َٔ َا‬ٚ ٔ‫ َايبَسَد‬ٚ ٢‫ر‬ًٖٞ‫ َايج‬ٚ ٔ٤‫ا‬ٜ‫٘ ُبامل‬ًٞ‫ط‬ٞ‫َاغ‬

ٔ‫ِسّا‬ٝ‫دّا َػ‬ِٚ ‫ َ َش‬ٚ ًِٖٜٔ٘‫ِسّا َِٔٔ أ‬ٝ‫ّ َػ‬٬ِٖٜ‫ َأ‬ٖٛٔٔ‫ِسّأَِٔ دَاز‬ٝ‫٘ ُدَازّا َػ‬ٞ‫بِدٔي‬ٜ‫ َأ‬ٚ ،٢‫َايدْٖظ‬

َِٔٔ َٚٔ ٘ٔ‫ ؾِتَٓت‬٢َٔٔ َٚ ٢‫كبِس‬ٜ ‫بٔ اي‬ٜ‫ٔ َِٔ عَرا‬ِٙ‫أعٔر‬َٜ ٚ ،ٜ١ٖٓ‫جل‬ٜ ‫ُ٘ ا‬ًٞٔ‫أ ِدػ‬َٜ ٚ ٔ٘‫ِد‬ٚ‫َِٔ َش‬

.٢‫بٔايٖٓاز‬ٜ‫عَرا‬
“Ya Allah, ampunilah dosanya, rahmatilah di barzahnya, selamatkan ia,
dan maafkanlah kesalahannya, muliakanlah kedudukannya,
lapangkanlah kuburannya, bersihkanlah dosanya seperti bersihnya yang
mandi dengan air segar dan air bersih. Bersihakanlah ia dari segala
kesalahan, sebagaimana bersihnya pakian yang putih dari kotoran.
Gantilah rumahnya dengan pengganti yang lebih baik, keluarganya dengan
keluarga yang lebih baik, istrinya dengan istri yang lebih baik.

131 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Masukkanlah ia ke dalam surga, peliharalah ia dari siksa kubur dan
siksa api neraka.”

 Setelah membaca takbir yang keempat, hendaknya membaca


do‘a seperti di bawah ini:

ََِ‫أ ِزس‬ٜ ‫َا‬َٜ ‫٘ ُبٔ َسسِ َُتٔو‬ٜ‫ َي‬َٚ ‫ٓا‬ٜ‫ؿٔسِي‬ٞ‫ َاغ‬ُٚ َٙ‫ؿتٔٓا ََبعِد‬ٞ ُ‫ َت‬٫َ ُٚ َٙ‫أدِس‬َٜ ‫سَِٓا‬٢ ِ‫ ُتش‬ٜ٫َ ًُِٓٗ‫ي‬ٜ‫أ‬

.َُِٔٝٔٔ‫ايسٖاس‬
“Ya Allah, janganlah Engkau menghalangi pahala amal baiknya,
janganlah Engkau menjadikan fitnah bagi kami sesudah ia wafat
meninggalkan kami, dan ampunilah dosa kami dan do‟a dia.”
 Selesai membaca do‘a terakhir kemudian membaca salam dua
kali:

.ُُ٘‫ت‬ٜ‫َبسَنا‬ٚ ٔ‫اهلل‬ٝ١َُِ‫ َزس‬َٚ ِِٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ُّ ع‬ٜ٬ٖ‫يط‬ٜ‫ا‬


 Posisi imam dalam shalat jenazah perempuan adalah berdiri di
bagian tengahnya. Sedangkan jenazah laki-laki posisi imam
berdiri pas di bagian kepalanya.sebagaimana terdapat dalam
hadist Samrah, ia berkata: ―Saya shalat di belakang Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Kami menshalatkan jenazah
perempuan yang meninggal pada saat masa nifasnya belum
selesai. Maka Rasulullah-pun berdiri di bagian tengahnya.‖128
Dari Abu Ghalib al Hannath, ia berkata: ―Saya menyaksikan
Anas bin Malik menshalatkan jenazah seorang laki-laki. Maka, ia
berdiri pas di bagian kepalanya. Dan ketika diajukan seorang
jenazah perempuan, Ibnu Abbas pun menshalatkannya dan
memilih berdiri di bagian tengah. Pada saat itu, di tengah-tengah
kami hadir ‗Ala bin Ziyad. Ketika ia melihat adanya perbedaan
tempat berdiri antara jenazah laki-laki dan perempuan, ia
berkata: ―Wahai Abu Hamzah, apakah Rasulullah Shalallahu

127 HR. Muslim, Shahih Muslim Juz II hlm. 663


128 HR. Muttafaq ‘Alaihi.

132 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
„Alaihi Wa Sallam juga berdiri seperti ini ketika menshalatkan
jenazah laki-laki. Persis, seperti yang kamu lakukan. Dan
Rasulullah juga berdiri di tempat yang sama denganmu ketika
menshalatkan jenazah perempuan?‘ Ibnu Abbas menjawab:
‗Benar.‖129

129 Hadits ini merupakan hadits shahih yang diriwayatkan Ahmad (3/118, 204), Abu Dawud (3194),
Tirmidzi (1034), Ibnu Majah (1494), Thayalisi (2149) dan Baihaqi (4/32)

133 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
h. Mempercepat Proses Penguburan. Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu „Anhu bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam bersabda: ―Percepatlah dalam mengurus jenazah. Karena
hal itu adalah pilihan terbaik baginya. Maka, percepatlah proses
penguburannya. Dan alangkah buruknya seandainya kalian tidak
berbuat demikian. Di mana kalian hanya meletakkan jenazah itu
di bawah kendali kalian.‖ Dari Abu Bakrah, ia berkata: ―Kamu
telah meliat bagaimana kami berjalan bersama Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ketika membawa jenazah. Dan kami
berjalan hampir sama seperti gerakan pasir.‖130 Dan dalam
sebuah riwayat dikatakan: ―Percepatlah proses penguburan
jenazah. Seandainya kalian mempercepatnya, maka kalian telah
mendekatkan jenazah tersebut kepada kebaikan. Akan tetapi,
alangkah buruknya seandainya kalian tidak berbuat demikian.
Dimana kalian hanya meletakkan jenazah itu di bawah kendali
kalian.‖ (HR. Muslim)
i. Mengiringi jenazah. Diwajibkan mengusung jenazah dan
mengiringinya sampai kubur. Karena, itu semuanya merupakan
hak jenazah muslim yang harus ia dapatkan dari saudaranya
sesama umat Islam. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda: ―Hak seorang muslim atas muslim yang lainnya
(dalam riwayat lain dikatakan: ‗Kewajiban seorang muslim
terhadap saudaranya) ada lima perkara: ‗Menjawab salam,
menjenguk ketika sakit, mengiringi jenazah, memenuhi
undangan dan mendo‘akan orang yang bersin.‖131
j. Proses Penguburan. Dengan memperhatikan hal berikut ini,
 Disunnahkan untuk memasukkan jenazah ke dalam kubur
dengan mendahulukan arah kepalanya terlebih dahulu.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas: ―Bahwasanya
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menarik jenazah dari
bagian kepalanya sebanyak satu tarikan.‖132

130 Hadits ini merupakan hadits shahih yang diriwayatkan Ahmad (5/36), Abu Dawud (3182), Nasa’i
(4/43) dan Hakim (1/355). Hadits ini dianggap shahih oleh imam Dzahabi. Dan yang dimaksud
dengan gerakan pasir adalah cara berjalan yang cepat.
131 HR. Muttafaq ‘Alaihi yang diambil dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu.
132 Lihat: “Al Mughni” Ibnu Qudamah (2/497).

134 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
 Disunnahkan mengarahkan jenazah di kuburnya pada arah
kiblat.
 Meletakkan jenazah di dalam kubur hendaknya berkata:
―Bismillahi Wa „Ala Sunnati Rasulillah Shallallahu „Alaihi
Wasallam‖133 yang artinya: ―Dengan menyebut nama Allah dan
mengikuti sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.‖
 Disunnahkan untuk membacakan istighfar untuk jenazah.
Tepatnya, ketika selesai proses penguburan. Dari Utsman
Radhiyallahu „Anhu, ia berkata: ―Apabila Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam selesai menguburkan jenazah seseorang, beliau
berdiri di atas kuburan dan berkata: ―Mohonkanlah ampunan
dan penetapan bagi jenazah ini. Karena, pada saat ini ia tengah
ditanya.‖134
3. Hal yang berhubungan dengan pasca penguburan
a. Takziyyah. Yang dimaksud dengan takziyyah adalah berusaha
untuk menghibur keluarga yang terkena musibah, agar mereka
untuk menyerahkan seluruh bencana yang mereka rasakan
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hal itu sebagaimana yang
dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ketika
bertakziah. Rasulullah Sallallahu ‗Alaihi Wasallam bersabda:
‗Sesungguhnya hanya milik Allah-lah seluruh yang diambil-Nya,
dan hanya milik Allah-lah yang diberikan-Nya. Dan segala
sesuatu miliknya akan memiliki akhir. Oleh karena itu,
hendaknya kamu bersabar dan mawas diri.‖135 Adapun
keutamaan takziyah ini sebagaimana disebutkan dalam hadist
yang diriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad bin Abi Bakar
Bin Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya dari Rasulullah
Salallahu „Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda: ―Tidak ada satu-pun
orang mukmin yang bertakziah kepada saudaranya yang tertimpa
musibah, kecuali Allah akan menutupinya dengan kain
kemuliaan pada hari kiamat.‖136

133 HR.Ahmad dari Hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma.


134 HR.Abu Dawud
135 HR. Muttafaq ‘Alaihi
136 Hadits ini merupakan hadits hasan yang diriwayatkan imam Ahmad, Nasa’I, Ibnu Hibban dan
Hakim. Hadits ini kemudian dinilai shahih dan disepakati oleh imam Dzahabi.

135 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
b. Yang Bermanfaat Bagi Manusia Setelah Meninggal Dunia. Di
antaranya:
 Do‘a anak-anaknya, pahala shadaqah jariyah, dan pahala ilmu
yang bermanfaat. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu „Anhu
bahwasanya Rasulullah Sallallahu „Alaihi Wa Sallam bersabda:
‗Apabila seseorang meninggal dunia, maka amal perbuatannya
akan terputus. Kecuali, tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat atau anak shalih yang mendo‘akannya.‖137
 Do‘a kaum muslimin dan permohonan ampun mereka kepada
Allah untuk dirinya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala: ―Dan orang-orang yang datang sesudah
mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo‘a: "Ya Tuhan
kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dahulu dari kami.‖138
 Bershadaqah untuk orang yang telah meninggal. Dari Ibnu
Abbas Radhiyallahu „Anhu bahwasanya ibunya Sa‘ad bin
‗Ubbadah Radhiyallahu ‗Anhu meninggal dunia. Pada saat itu,
Sa‘ad sedang tidak ada di sisinya. Maka, Sa‘ad-pun bertanya:
―Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal. Sayangnya, aku
tengah tidak berada di sisinya. Apakah bermanfaat bagi ibuku
seandainya aku bershadaqah untuknya?‘ Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam menjawab: ‗Tentu saja.‘ Maka Sa‘ad berkata:
‗Aku bersaksi di hadapanmu bahwa kebun yang tengah berbuah
ini aku shadaqahkan untuk ibuku.‖139 Dan dari Abu Hurairah
Radhiyallahu „Anhu bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Sesungguhnya ayahku
telah meninggal dunia. ia meninggalkan harta benda. Akan
tetapi, ia tidak berwasiat. Apakah aku dapat menggantikannya
untuk menshadaqahkan harta tersebut untuknya?‘ Maka
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab: ‗Tentu saja.‘140

137 Lihat: “Fatawa Syaikh Husnaini Makhluf” (2/260), Cet: Daar al I’tisham
138 QS. Al Hasyr: 10
139 HR. Bukhari
140 HR. Muslim

136 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
 Menghajikan dan Mempuasakan Orang Yang Telah Meninggal
Dunia. Dari Buraidah bin Hashib Radhiyallahu „Anhu, ia berkata:
―Ketika aku duduk bersama dengan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam, datanglah seorang perempuan menemui beliau, ia
berkata: ―Aku telah bershadaqah untuk ibuku dengan
membebaskan seorang budak perempuan. Dan ibuku telah
meninggal‘ maka, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda: ‗Engkau pasti akan mendapatkan pahala dan semoga
Allah mengembalikan harta warisan itu kepadamu.‘ Perempuan
itu kembali berkata: ‗Wahai Rasulullah, ia memiliki hutang puasa
selama satu bulan, apakah aku dapat menggantikan puasanya?‘
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pun bersabda: ‗Puasalah
untuknya‘ Perempuan itu kembali berkata: ‗Ibuku juga belum
berhaji sama sekali. Apakah aku dapat menghajikannya?‘ Maka
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab: ‗Berhajilah
untuknya.‖141
 Ziarah Kubur. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
mengajarkan kepada kita untuk melakukan ziarah kubur. Setelah
sebelumnya beliau melarang perbuatan tersebut. Dari Buraidah
bin Hashib Radhiyallahu „Anhu, ia berkata: ―Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam bersabda: ‗Sesungguhnya aku telah melarang
kalian untuk melakukan ziarah kubur. Akan tetapi, sekarang,
berziarahlah. Karena, perbuatan tersebut akan mengingatkan
kalian pada hari akhirat.‖142 Adapun do‘a yang dibaca adalah,

ِِٝ‫ بٔه‬ٝ‫َاهلل‬٤‫ِٕ غَا‬٢‫ْٖا إ‬٢‫َإ‬ٚ ًَُِِٔٝٔٔ‫ملط‬ٝ ‫َا‬ٚ ََِٔٝٔٓٔ٪ِ ‫مل‬ٝ ‫ ََٔٔ ا‬٢‫َاز‬ٜٚ‫ٌَِٖ ايد‬ٜ‫ِِ أ‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ُّ ع‬ٜ٬ٖ‫يط‬ٜ‫أ‬

.١َٝ‫ُِ ايعَأؾ‬ٝ‫ه‬ٜ‫َي‬ٚ‫يَٓا‬ٜ ٜ‫ٌَُ اهلل‬٦‫ض‬


ِ ٜ‫َٔ) أ‬ِٜ‫س‬٢ ٔ‫أػ‬ٞ َ‫طت‬
ِ ‫مل‬ٝ ‫َا‬ٚ ََِٔٝٔ‫ ٔد‬ٞ‫طتَك‬
ِ ‫مل‬ٜ ‫ ا‬ٝ‫َ ِسسَُِ اهلل‬ٜٚ( َِٕٛ‫ك‬ٝ ٔ‫س‬٫ٜ
“Semoga keselamatan dianugrahkan kepada kalian wahai para penghuni
kubur yang beriman dan beragama Islam. Sesunggunya kami Insaya
Allah akan menyusul kalian. (Semoa Allah merahmati orang-orang
diantara kami yang telah lebih dahu meningal dan juga yang menyusul

141 HR. Muslim


142 HR. muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i.

137 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
kemudian). Aku memohon kepada Allah untuk kami dan untuk kalian
(agar diberi selamat).

143 HR. Ibn Majah, Juz I hlm. 94. Dan lafal yang dikurung adalah milik Imam Muslim, Sahih Muslim,
Juz II hlm. 671

138 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
BAB VII
DZIKIR, ISTIGHFAR, SELAWAT, & DO’A

A. Dzikir dan Keutamaannya


1. Dzikir sebagai pilar kehidupan
Dzikir memilki peran yang amat besar dalam kehidupan, sehingga
Allah menjulukinya sebagai ―urusan yang besar‖ (waladzikrullahi akbar).
Sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam firmanya,

َُٕٛ‫ؿَٓع‬
ِ َ‫ُِ ََا ت‬ًِٜ‫ع‬َٜ ًُٜ٘ٓ‫َاي‬ٚ ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫ٓٔ٘ أ‬ًٜ‫ ُس اي‬ٞ‫رٔن‬ٜ‫َي‬ٚ
“Dan sesungguhnya dzikir kepada Allah itu adalah urusan yang amat
besar. Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Ankabut:
45)
Dalam bahasa hadist, dzikir disebut sebagai “khairul a‟mal”
(amalan terbaik), “azka a‟mal” (amalan tersuci), “arfa‟ a‟mal‖ (amalan
tertinggi). Sebagaimana sabda Rasulallah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam,

ِِٝ‫ه‬ٜ‫ِسْ ي‬ٝ‫ َػ‬َٚ ِِٝ‫ َد َزدَاتٔه‬ٞٔ‫ؾعَٔٗا ؾ‬ِٜ‫أز‬َٜٚ ِِٝ‫هٔه‬ًَٝٔ َ‫اَٖا ٔعِٓد‬ٜ‫أشِن‬َٜٚ ِِٝ‫أعَُِائه‬ٜ ٢‫ِس‬ٝ‫ؼ‬
َ ‫ِِ ٔب‬ٝ‫ُه‬٦ٔ‫َْٓب‬ٝ‫ا أ‬ٜ‫ي‬ٜ‫أ‬

‫ا‬ُٛ‫ب‬٢‫َكِس‬ٜٚ ُِِٗ‫ق‬ٜ‫أ ِعَٓا‬ٜ ‫ا‬ُٛ‫ب‬٢‫تَكِس‬ٜ‫ِِ ؾ‬ٝ‫َٓن‬ٚ‫ِا عَ ُد‬ٛ‫ك‬ٜ ًَٞ‫ِٕ ت‬ٜ‫ِِ َِٔٔ أ‬ٝ‫ه‬ٜ‫ِسْ ي‬ٝ‫َ َػ‬ٚ ٢‫م‬٢‫َز‬ٛ‫ي‬ٞ‫َا‬ٚ ٔ‫ ايرََٖٓب‬٢‫ام‬ٜ‫ِْؿ‬٢‫َِٔٔ إ‬

٢ٜ‫ٓٔ٘ َتعَاي‬ًٜ‫ ُس اي‬ٞ‫اٍَ ذٔن‬ٜ‫ ق‬٢ًَٜ‫ا ب‬ٛٝ‫اي‬ٜ‫ ِِ ق‬ٝ‫ه‬ٜ‫أ ِعَٓاق‬ٜ


“Inginkah kalian aku beritahu amalan kalian yang terbaik dan tersuci
serta tertinggi pada derajat kalian, ia lebih baik dari berinfak emas dan perak dan
lebih baik dari kalian menjumpai musuh lalu kalian memenggal kepalanya dan

139 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
mereka memenggal kepala kalian? Mereka menjawab: ya, lalu rasulullah
menjawab: amalan tersebut adalah dzikrullah.” (HR. Tirmidzi)144
Ayat dan hadist tersebut menjelaskan tentang urgensi dzikir,
bahwa dzikir adalah pilar kehidupan seorang mukmin, karena dengan
dzikir, jiwa seseorang akan senatiasa hidup. Sebaliknya, tanpa dzikir
kehidupan seseorang serasa mati, karena kosong dari nilai-nilai ilahi.
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah menggambarkan
perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah seperti orang yang
hidup, sementara orang yang tidak berdzikir kepada Allah sebagai orang
yang mati:

ٟٚ‫َِ َجٌَُ اير‬٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢٤ًَ‫ٍُ اهللٔ ؾ‬ِٛ ُ‫اٍَ زَض‬ٜ‫ ق‬،ٍَ‫ا‬ٜ‫ َعِٓ ُ٘ ق‬ٝ‫َ اهلل‬ٞٔ‫ زَق‬٢َ‫ِض‬َُٛ ٞٔ‫ب‬ٜ‫َعِٔ أ‬

ٔ‫ت‬َُٚٝٞ‫َاي‬ٚ َٚٞ‫يش‬ٞ‫سُ زَبُٖ٘ َجَ ٌُ ا‬ٝ‫َرِن‬ٜ ٜ٫ ٟٚ‫َاير‬ٚ ُٖ٘‫سُ زَب‬ٝ‫َرِن‬ٜ


“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan orang yang tidak
berdzikir, adalah seumpama orang yang hidup dan mati.” (HR. Bukhari)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan, bahwa
zikir bagi hati laksana makanan bagi tubuh. Maka sebagaimana tubuh
tidak akan merasakan kelezatan makanan ketika menderita sakit.
Demikian pula hati tidak akan dapat merasakan manisnya iman apabila
hatinya melupakan dzikir, dan terpedaya oleh cinta dunia. Apabila hati
seseorang telah disibukkan dengan mengingat Allah, senantiasa
memikirkan kebenaran, dan merenungkan ilmu, maka dia telah
diposisikan hati sesuai dengan tempatnya.145
Maka dari itu dzikir adalah ruh kehidupan, sehingga kebutuhan
manusia terhadap dzikir lebih penting dari kebutuhannya terhadap
nafasnya sendiri. Oleh sebab itu, Allah perintahkan kita agar
memperbanyak dzikir kepada-Nya, sebagai upaya menyambung tali
munajat yang akan mempererat hubungan spiritual kita kepada Allah,

144 Hadits riwayat At Tirmidzi dalam sunannya kitab Ad da’awaat ‘An Rasulillah no.
3377 dan Ibnu Majah dalam sunannya kitab Al Adab bab Fadhlu dzikr no. 3790 dan dishahihkan
Albaniy dalam Shahih Al Jami’ no. 2629
145 Ibn Taimiyah, Majmu’ Fatawa, Vol. 2, hlm. 344

140 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
sehingga kehidupan kita lebih bermakna dan mencapai tujuannya. Allah
berfirman:

‫نجٔريّا‬ٜ ‫سّا‬ٞ‫ ذٔن‬ٜ‫ا اهلل‬ُٚ‫س‬ٝ‫ا اذِن‬َُٛٓ ‫َا‬٤ َٜٔٔ‫ٓر‬ٜ‫َُٗا اي‬ٜٜٓ‫َآأ‬ٜ


“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-Ahzaab: 41)

ِِٝ‫سِن‬ٝ‫أذِن‬ٜ ُْٞٔٚ‫س‬ٝ‫اذِن‬ٜ‫ؾ‬
“Maka ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku juga akan mengingat
kalian.” (QS. al-Baqarah: 152)
Orang mukmin yang memenuhi panggilan Allah agar senantiasa
berdzikir, maka kehidupannya akan selalu diisi dengan dzikir, sehingga
duduk dan berdirinya adalah dzikir, bahkan berbaringnya pun bernilai
dzikir. Hal itu sebagaimana difirmankan oleh Allah,

٢‫ ِزض‬ٜ‫َا٭‬ٚ ٔ‫َات‬َُٛ َٓ‫ل ايط‬٢ ًَٞ‫ ػ‬ٞٔ‫ َٕ ؾ‬ُٚ‫ٓس‬ٜ‫ه‬ٜ‫تَؿ‬َٜٚ ِِ٢ٗ‫ٔب‬ُٛٓ‫ ُد‬٢ًَٜ‫َع‬ٚ ‫دّا‬ُٛ‫قع‬ٝ َٚ ‫َاَّا‬ٝٔ‫ٓ َ٘ ق‬ًٜ‫ َٕ اي‬ُٚ‫س‬ٝ‫َرِن‬ٜ َٜٔٔ‫ٓر‬ٜ‫اي‬

.٢‫ب ايَٓٓاز‬
َ ‫ٔكَٓا عَرَا‬ٜ‫و ؾ‬
ٜ َْ‫ا ضُِبشَا‬ًٟٔ‫كتَ َٖرَا بَاط‬ٞ ًَٜ‫زَٓبََٓا ََا ػ‬
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
(QS. Ali Imran: 191)

ُ‫َايرٖانٔسَات‬ٚ ‫نجٔريّا‬ٜ َ٘ ٤ً‫ َٕ اي‬ُٚ‫اٍَ ايرٖانٔس‬ٜ‫ٔ٘ ق‬٤ً‫ ٍَ اي‬ُٛ‫َا زَض‬ٜ َُٕٚ‫سد‬ٚ ٜ‫ُُؿ‬ٞ‫ََا اي‬َٚ ‫ا‬ٛٝ‫اي‬ٜ‫ َٕ ق‬ُٚ‫سد‬ٚ ٜ‫ُُؿ‬ٞ‫ضبَ َل اي‬
َ
Rasulallah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Al mufarridun telah
mendahului dalam kebaikan, ” mereka bertanya, ”Siapakah al mufarridun, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Laki-laki dan perempuan yang banyak
berdzikir.‖146

146 Hadits riwayat Muslim dalam shahihnya, kitab Ad Du’a wa Dzikir wa Taubah wal
Istighfar, bab Al Hats Ala Dzikr, no. 2676]

141 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Dalam ayat dan hadist tersebut, Allah menyebutkan Karakter
mukmin dan komunitas yang cinta dzikir, dan Allah selalu memuji
mereka, bahkan Allah memerintahkan agar karakter tersebut dijadikan
contoh dalam kehidupan. Allah berfirman,

ٜ‫َٓاى‬ِٝ‫ َتعِدُ َع‬٫ٜ َٚ َُ٘ٗ‫ ِد‬َٚ َِٕٚ‫ِ ُد‬ٜ٢‫ُس‬ٜ ٚٞٔ‫ َعػ‬ٞ‫َاي‬ٚ ٔ٠‫يػَدَا‬ٞ‫َِٕ زَٖبُِِٗ بِا‬ٛ‫َ ِد ُع‬ٜ َِٜٔٚ‫ َعَ اير‬ٜ‫طو‬
َ ‫ؿ‬ٞ َْ ‫ؾبٔ ِس‬
ِ ‫َا‬ٚ

ُُٙ‫أَِس‬ٜ َٕ ‫ا‬ٜ‫َن‬ٚ ُٙ‫َا‬َٖٛ َ‫َاٖتبَع‬ٚ ‫َْا‬٢‫س‬ٞ‫ًبَُ٘ عَِٔ ذٔن‬ٜٞ‫ًَٓا ق‬ٜٞ‫ؿ‬ٞ‫أغ‬ٜ َِٔ ِ‫ٔع‬ٛ‫ ُت‬٫ٜ َٚ ‫َا‬ِْٝٗ‫ٔ ايد‬٠‫َا‬ٝ‫ش‬
َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬١ٜ َِٜٓ٢‫ِدُ ش‬ٜ٢‫َعُِٓٗ ِِ تُس‬

‫ا‬ٟ‫سُط‬ٝ‫ؾ‬
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru
Rabnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah
kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan
kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengkuti orang yang hatinya telah
Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah
keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi: 28)
Sebaliknya Allah mencela karakter nisyan atau ghaflah (lupa diri)
yang merupakan lawan dari karakter dzikir, sehingga Allah
memerintahkan agar kita menjauhi mereka. Allah berfirman,

َ‫يػَاؾًٔٔني‬ٞ‫هِٔ َٔ ِٔ ا‬ٝ َ‫ا ت‬ٜ‫َي‬ٚ


“Dan janganlah kamu termasuk golongan mereka-mereka yang melupkan
Allah (tidak berdzikir).” (QS. Al-A'raf: 204)

َٕٛٝ‫اضٔك‬ٜ‫ ُٖ ُِ ايؿ‬ٜ‫ٔو‬٦‫ي‬ِٜٚ‫أ‬ٝ ِِ ُٗ‫ط‬


َ ‫ؿ‬ٝ ْٜ‫ْطَاُٖ ِِ أ‬ٜ‫أ‬ٜ‫ٓ َ٘ ؾ‬ًٜ‫ا اي‬ُٛ‫ َٔ َْط‬ٜٔ‫ٓر‬ٜ‫اي‬ٜ‫ا ن‬ُْٛٛٝ‫ تَه‬٫َٚ
“Dan janganlah kamu menjadi termasuk orang-orang yang melupakan
Allah, maka Allah pun akan melupakan mereka.” (QS. Al-Hasyr: 19)

ٜ‫ٔو‬٦‫ي‬ٜٚٝ‫أ‬ٜ‫و ؾ‬
ٜ ‫ؿعٌَِ ذَٔي‬ٞ َٜ ََِٔٚ ٔ‫س اهلل‬٢ ٞ‫ِِ عَِٔ ذٔن‬ٝ‫دُن‬٫ٜ ِٚ‫أ‬ٜ ٫ٜ َٚ ِِٝ‫ه‬ٝ‫َاي‬َِٜٛ‫ ِِ أ‬ٝ‫ه‬٢ًُٗٞ‫ ت‬٫ٜ ‫ا‬َُٛٓ ‫َا‬٤ َٜٔٔ‫ر‬٤‫َٗا اي‬ٜٜٗ‫َاأ‬ٜ

َُٕٚ‫يؼَاضٔس‬ٞ‫ُٖ ُِ ا‬

142 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-
anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun:
9)

2. Fadhilah dzikir
Keutamaan dan faedah dzikir sangatlah banyak, bahkan Ibnu
Qayyim menyebutkan lebih dari seratus keutamaan berdzikir dalam
kitabnya yang bertajuk Al Waabil Ashshoyyib Wa Raafi‟ Al kalimi Al
Thoyyib. Di antara keutamaan dan faedah dzikir tersebut adalah:
a. Dzikir sebagai obat yang dapat memberikan ketenangan bagi hati
seseorang. Semakin rutin seseorang dalam melakukan dzikir, maka
semakin tenang hatinya. Hal itu dikarenakan dzikir merupakan
vitamin ruhani yang dapat mengendalikan hati seseorang sehingga
dapat terkendali. Dengan demikian, hati yang terkendali akan
mencapai puncak ketenangan. Allah telah menjelaskan dalam Al-
Qur'an, bahwa hati dapat menjadi tenang dan tentram dengan
melakukan amalan dzikir,

ُ‫ب‬ِٛ ًٝٝ‫ك‬ٞ‫ ٗٔ اي‬٦َُٔ ٞٛ‫هلل َت‬


ٔ ‫ ا‬٢‫س‬ٞ‫ بٔرٔن‬ٜ٫‫أ‬ٜ ٔ‫ اهلل‬٢‫س‬ٞ‫ُِبُِِٗ بٔرٔن‬ًٛٝٝ‫ٔ ٗٔ ق‬٦َُ ٞٛ‫ََت‬ٚ ‫ِا‬َُٛٓ‫ َٔ آ‬ِٜٚ‫اير‬

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
dzikir kepada Allah. Ingatlah bahwa hanya dengan dzikrullah hati menjadi
tenang.” (QS. Arra’du: 28)
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

ِ‫ت‬ٜ‫َْصَي‬ٚ ٝ١َُِ‫َِتُٗ ِِ اي ٖسس‬ٝ‫ػ‬


ٔ ٜ‫غ‬َٚ ٝ١ٜ‫ٔه‬٥‫ًا‬َُٜٞ‫ؿِتُٗ ِِ اي‬٤ َ‫ا س‬٤‫ي‬٢‫دَ ٌٖ إ‬َٚ ٖ‫َ٘ عَص‬٤ً‫ َٕ اي‬ُٚ‫س‬ٝ‫َرِن‬ٜ ِّْٛ‫ق‬ٜ ُ‫كعُد‬ٞ َٜ ‫ا‬ٜ‫ي‬

َُٙ‫ َُِٔ ٔعِٓد‬ٝٔ‫ ُ٘ ؾ‬٤ً‫سَُٖ ِِ اي‬ٜ‫ذَن‬َٚ ٝ١َٓٝٔ‫ ِِ ايطٖه‬٢ًَِٜٗٝ‫ع‬

“Tidaklah ada suatu kaum yang duduk untuk berdzikir kepada Allah
ta‟ala melainkan malaikat akan meliputi mereka dan rahmat akan
menyelimuti mereka, dan akan turun kepada mereka ketenangan, dan Allah

143 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para malaikat yang ada di sisi-
Nya.” (HR. Muslim)
b. Dzikir dapat mengusir syetan dan melindungi orang yang berdzikir
darinya, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam:

‫ٔ ضٔسَاعّا‬ٙ٢‫ثَس‬ٜ‫ أ‬ٞٔ‫ُٓ ؾ‬ٚ‫عَ ُد‬ٞ‫ ػَسَزَ اي‬٣ٌُ‫ َزد‬٢ٌَ‫ َُج‬ٜ‫ ن‬ٜ‫َٕٓ َجٌََ ذَٔيو‬٢‫إ‬ٜ‫َٓ٘ ؾ‬ًٜ‫ا اي‬ُٚ‫س‬ٝ‫ِٕ تَرِن‬ٜ‫ِِ أ‬ٝ‫َآَُسُن‬ٚ

َُ٘‫ؿط‬ٞ َْ ُ‫سش‬٢ ِ‫ش‬ُٜ ‫ا‬ٜ‫ي َعبِدُ ي‬ٞ‫ ا‬ٜ‫رَٔيو‬ٜ‫ؿطَُ٘ َُِِِٔٓٗ ن‬ٞ َْ َ‫أسِسَش‬ٜ ٜ‫ ؾ‬٣‫ سَؿٔني‬٣ِٔ‫ سٔؿ‬٢ًَٜ‫ ع‬٢َ‫ت‬ٜ‫ذَا أ‬٢‫ إ‬٢َٓ‫َست‬

ًٜٔ٘ٓ‫س اي‬٢ ٞ‫ٓا بٔرٔن‬ٜ‫ي‬٢‫ٕ إ‬٢ ‫ا‬َِٜٛٝ‫ػ‬


ٓ ‫َٔ ِٔ اي‬
Dan Aku memerintahkan kalian untuk banyak berdzikir kepada Allah.
Permisalannya itu seperti seseorang yang dikejar-kejar musuh lalu ia
mendatangi benteng yang kokoh dan berlindung di dalamnya. Demikianlah
seorang hamba tidak dapat melindungi dirinya dari syetan kecuali dengan
dzikir kepada Allah. (HR. Ahmad dalam Musnadnya,
disahihkan Syeikh Al Albaniy dalam Shohih Al Jaami’)
Hadist di atas sangat jelas, bahwa dzikir adalah benteng yang
melindungi diri kita dari ancaman setan. Dengan demikian, jika kita
lalai dari dzikir maka benteng perlindungan akan lemah, sehingga
syetan mudah masuk untuk menggoda dan menguasai diri kita.
Sebagaimana firman Allah:

ْٜٔ٢‫س‬ٜ‫ ُ٘ ق‬ٜ‫ ي‬َٛ ُٗ‫ؾ‬ٜ ‫اّْا‬ِٜٛٝ‫غ‬


َ ُٜ٘‫ض ي‬
ِ ٜٓٔٝ‫ٔ ُْك‬٢ َُِ‫س اي ٓسَس‬٢ ٞ‫عِؼُ عَٔ ذٔن‬َٜ َََٔٚ
“Barangsiapa yang berpaling dari dzikir (Rabb) Yang Maha Pemurah (al-
Qur‟an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan
itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. Az Zukhruf:
36)
c. Dzikir menghapus dosa dan dapat menyelamatkan dari adzab Allah,
karena dzikir merupakan satu kebaikan yang besar dan kebaikan
menghapus dosa dan menghilangkannya. Tentunya hal ini dapat
menyelamatkan orang yang berdzikir dari adzab Allah sebagaimana
sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam:

144 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ًٜٔ٘ٓ‫س اي‬٢ ٞ‫ٓ٘ٔ َِٔٔ ذٔن‬ًٜ‫ب اي‬
ٔ ‫ُ٘ َِٔٔ عَرَا‬ٜ‫ ي‬٢َ‫ِْذ‬ٜ‫ أ‬ٝ‫ط‬
ٓ ٜ‫ا ق‬ًََُٟ‫ْٓ ع‬ََٞٔ‫ََا عٌََُٔ آد‬
“Tidaklah seorang manusia mengamalkan satu amalan yang lebih
menyelamatkan dirinya dari adzab Allah dari dzikrullah.” (HR. Ahmad
dalam Musnadnya dan dishahihkan Syeikh Albaniy dalam
Shohih Al Jami’)
d. Dzikir mendatangkan pahala besar dan ampunan

ٞٔ‫أدِسّا عَع‬َٜٚ ٟ٠‫يُِِٗ َػِؿٔ َس‬ٜ ُ٘٤ً‫أعَ ٖد اي‬ٜ ‫ت‬


ٔ ‫َايرٖانٔسَا‬ٚ ‫نجٔريّا‬ٜ َ٘ ٤ً‫ َٔ اي‬ٜ٢‫َايرٖانٔس‬ٚ
“Dan kaum lelaki yang banyak mengingat Allah demikian pula kaum
perempuan, maka Allah persiapkan untuk mereka ampunan dan pahala
yang sangat besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

ٓ٢ٌٝ‫ ن‬٢ًَٜ‫َ ع‬ُٖٛ َٚ ُ‫شَُِد‬ٞ‫ُ٘ اي‬ٜ‫َي‬ٚ ٝ‫ًو‬ُُٞٞ‫ُ٘ اي‬ٜ‫ُ٘ ي‬ٜ‫ ي‬ٜ‫و‬ٜ٢‫ا غَس‬ٜ‫ُ ي‬َٙ‫سِد‬َٚ ًُٜ٘ٓ‫ٓا اي‬ٜ‫ي‬٢‫َ٘ إ‬ٜ‫ي‬٢‫ا إ‬ٜ‫اٍَ ي‬ٜ‫َِٔ ق‬

ٕ١َٓ‫ط‬
َ َ‫ س‬ٝ١َ٥‫ُ٘ َٔا‬ٜ‫تَٔبتِ ي‬ٝ‫َن‬ٚ ٕ‫اب‬ٜ‫ق‬٢‫ ز‬٢‫ُ٘ عَ ِدٍَ َعػِس‬ٜ‫اَْتِ ي‬ٜ‫ٕ ن‬٠َ‫ َ ٓس‬ٜ١َ٥‫ َٔا‬٣َِّٜٛ ٞٔ‫سْ ؾ‬ٜ‫ ٔد‬ٜ‫ٕ ق‬٤َِٞ‫غ‬

َٞٔ‫ُ ُِط‬ٜ ٢َٓ‫ َست‬ٜ‫ِ َُ٘ ذَئو‬َٜٛ ٢ٕ‫ا‬َِٜٛٝٓ‫ُ٘ سٔ ِسشّا َِٔٔ ايػ‬ٜ‫اَْتِ ي‬ٜ‫َن‬ٚ ٕ١َ٦ٔٝٓ‫ض‬
َ ٝ١َ٥‫تِ َعُِٓ٘ َٔا‬َٝٔ‫ َُش‬َٚ

ٜ‫نجَسَ َِٔٔ ذَئو‬ٞ ٜ‫أسَدْ عَُٔ ٌَ أ‬ٜ ‫ٓا‬ٜ‫ي‬٢‫َ بٔٔ٘ إ‬٤‫كٌََ ََُٔٓا دَا‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫أسَدْ بٔأ‬ٜ ٔ‫ت‬ٞ‫َأ‬ٜ ِِٜ‫َي‬ٚ
“Barang siapa mengucapkan (dzikir): (
) dalam sehari seratus kali, maka itu sama dengan
pahala memerdekakan sepuluh budak, ditulis seratus kebaikan untuknya dan
dihapus seratus dosanya. Juga menjadi pelindungnya dari syeitan pada hari itu
sampai sore dan tidak ada satupun yang lebih utama dari amalannya kecuali
seorang yang beamal dengan amalan yang lebih banyak dari hal itu.” (HR.
Buhari dan Muslim)
e. Dzikir adalah taman syurga dunia dan syurga akhirat

145 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ُِِ‫إذَا َ َسزِت‬٢" َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ٖ اهلل‬٢ًَ‫ٍُ اهللٔ ؾ‬ِٛ ُ‫اٍَ زَض‬ٜ‫ ق‬،ُِ٘ٓ‫ َع‬ٝ‫َ اهلل‬ٞٔ‫ عَُُسَ زَق‬٢ٔ‫َعِٔ اِب‬

،٢‫س‬ٞ‫ن‬ٚ‫لُ اير‬ًَٜ‫اٍَ س‬ٜ‫ق‬،‫ٍَِ اهللٔ؟‬ٛ‫ض‬


ُ َ‫َا ز‬ٜ ٔ١ٖٓ‫ذ‬
َ ‫ي‬ٞ‫ضُ ا‬ٜ‫ا‬ٜ٢‫َََا ز‬ٚ ‫ِا‬ٛ‫ي‬ٝ‫ا‬ٜ‫ ق‬،‫ِا‬ٛ‫ازَِت ُع‬ٜ‫ٔ ؾ‬١ٖٓ‫ذ‬
َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬٢‫َاض‬ٜ٢‫بٔس‬

‫ِا‬ٛ‫ؿ‬٥ َ‫ِِ س‬٢ًَِٜٗٝ‫ِا ع‬ٛ‫َت‬ٜ‫إذَا أ‬٢ ٜ‫ ؾ‬، ٢‫س‬ٞ‫ن‬ٚ‫لَ اير‬ًَٜ‫َِٕ س‬ٛ‫ُب‬ًَٜٝٞٛ ٔ١ٜ‫ٔه‬٥٬
ٜ َُٞ‫ٖازَاتْ ََٔٔ اي‬ٝ‫ض‬
َ َ‫٘ٔ َتعَاىل‬٤ًٔ‫ٕٖ ي‬٢‫إ‬ٜ‫ؾ‬

.ِِ٢ٗ‫ٔب‬
“Dari ibnu Umar Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam bersabda, “Apabila kalian melalui taman-taman surga, maka
kelilingilah ia.” Sahabat bertanya, “apakah taman-taman surga wahai
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam?", beliau menjawab, "yaitu
halaqoh-halaqoh dzikir, karena sesungguhnya Allah memiliki pasukan-
pasukan dari malaikat, yangmencari halaqoh-halaqoh dzikir, yang apabila
mereka menjumpainya, mareka akan mengelilinginya.” (HR. Ahmad,
Tirmidzi dan Baihaqi)

ُِِِٖ‫أ ِػبٔس‬َٜٚ َّ‫ا‬ًَٜٓ‫ ايط‬َٞٓٔٓٔ ٜ‫أَٓتَو‬ٝ ِ٨٢‫س‬ٞ‫ق‬ٜ‫َا َُشََُٓدُ أ‬ٜ ٍَ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬ٞٔ‫َ ب‬ٟ٢‫ضِس‬ٝ‫ أ‬ٜ١ًِٜٝ‫ي‬ٜ َِٖٝٔ‫بِسَا‬٢‫تُ إ‬ٝٔ‫ك‬ٜ‫ي‬

ُ‫يشَُِد‬ٞ‫َا‬ٚ ًٜٔ٘ٓ‫ضِبشَإَ اي‬


ُ ‫ضَٗا‬
َ ‫َٕٓ غٔسَا‬ٜ‫َأ‬ٚ ْٕ‫عَا‬ٝٔ‫ََْٓٗا ق‬ٜ‫َأ‬ٚ ٔ٤‫َُا‬ٞ‫ اي‬ٝ١َ‫ٔ عَرِب‬١َ‫ ايتُٓسِب‬ٝ١َ‫ٔب‬ٜٝٓ‫ ط‬ٜ١َٓ‫ذ‬
َ ‫ي‬ٞ‫َٕٓ ا‬ٜ‫أ‬

ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫ٓ ُ٘ أ‬ًٜ‫َاي‬ٚ ًُٜ٘ٓ‫ٓا اي‬ٜ‫ي‬٢‫ َ٘ إ‬ٜ‫ي‬٢‫ا إ‬ٜ‫َي‬ٚ ًٜٔ٘ٓٔ‫ي‬


“Aku berjumpa dengan Ibrohim pada malam isra‟ dan mi‟roj, lalu ia
berkata: “Wahai Muhammad, sampaikan salamku kepada umatmu dan
beritahulah mereka bahwa syurga memiliki tanah yang terbaik dan air yang
paling menyejukkan. Syurga itu dataran kosong (Qai‟aan) dan tumbuhannya
adalah (dzikir) Subhanallahi Wala ilaha illa Allah wallahu Akbar.” (HR.
Tirmidzi)147
f. Dzikir adalah kunci kemenangan

147 Hadits riwayat At Tirmidziy dalam sunannya kitab Al Da’awaat ‘An Ar Rasul bab Ma
Ja’a Fi Fadhl Tasbiih wa Tahlil Wa takbir wa Tahmid no. 3462 dan dihasankan Al Albani dalam
Silsilah Shohihah no. 105

146 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
َُٕٛ‫ًٔش‬ٞ‫ ِِ تُؿ‬ٝ‫ه‬٤ًَ‫ع‬ٜ‫نجٔريّا ي‬ٜ َ٘ ٤ً‫ا اي‬ُٚ‫س‬ٝ‫َاذِن‬ٚ ‫ا‬ُٛ‫اِثُبت‬ٜ‫ ؾ‬ٟ١َ٦‫تُِِ ٔؾ‬ٝٔ‫ك‬ٜ‫إذَا ي‬٢ ‫ا‬َُٛٓ‫آ‬ٜ َٔ ٜٔ‫ر‬٤‫َٗا اي‬ٜٜٗ‫َا أ‬ٜ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bertemu dengan pasukan


musuh maka tegarlah kalian dan ingatlah kepada Allah dengan sebanyak-
banyaknya, mudah-mudahan kalian mendapatkan kemenangan.” (QS. Al-
Anfal: 45)
g. Dzikir sebagai barometer keimanan

‫ميَاّْا‬٢‫َاتُُ٘ شَادَِتُِِٗ إ‬ٜٜ‫ ِِ آ‬٢ًَِٜٗٝ‫َتِ ع‬ًُٝٔ‫إذَا ت‬٢َٚ ُِِٗ‫ُب‬ًٛٝٝ‫ت ق‬


ِ ًٜٔ‫َد‬ٚ ُ٘٤ً‫إذَا ذُنٔ َس اي‬٢ َٔ ٜٔ‫ر‬٤‫ َٕ اي‬َُٛٓٔ٪ِ ُُ ٞ‫َُْٖا اي‬٢‫إ‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang yang apabila
disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayat mereka maka bertambahlah keimanan
mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)
B. Istighfar dan Keutamaannya
1. Perintah Beristighfar
Manusia adalah makhluk yang sering lupa dan melakukan
kesalahan, sehingga dalam bahasa hadistnya disebut ―mahalul khotho‟ wa
nisyan‖. Untuk itu, sebaik-baiknya orang adalah yang selalu bertaubat
dan memohon ampun atas segala dosa yang ia lakukan. Istighfar
merupakan salah satu jalan tuk memohon ampunan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan hamba-hamba -
Nya yang beriman untuk beristighfar dan Allah-pun menjanjikan mereka
dengan ampunan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫ُّا‬ٝٔ‫زّا ٖزس‬ٛٝ‫ؿ‬ٜ‫إَ غ‬ٜ‫هلل ن‬


ٜ ‫ ٖٕ ا‬٢‫هلل إ‬
ٜ ‫ا ا‬ُٚ‫ضَتػِؿٔس‬
ِ ‫َا‬ٚ
“Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Nisa’: 106)

ِِٝ‫بَه‬٤ًٜ‫ُِ َُتَك‬ًِٜ‫ع‬َٜ ٝ‫َاهلل‬ٚ ٔ‫ََٔٓات‬٪ِ ُُٞ‫َاي‬ٚ َ‫َِٔٓٔني‬٪ُُ ًٞٔ‫َي‬ٚ ٜ‫َاضَِتػِؿٔ ِسئرَْٔبو‬ٚ ٝ‫ا اهلل‬٤‫ي‬٢‫ َ٘ إ‬ٜ‫ي‬٢‫ا إ‬ٜ‫ْٖ ُ٘ ي‬ٜ‫ ِِ أ‬ًِٜ‫اع‬ٜ‫ؾ‬

ِِٝ‫َان‬ٛ‫َِج‬َٚ
147 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak)
melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-
orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu
berusaha dan tempat tinggalmu.” (QS. Muhammad: 19)

ِْٝٔ‫زْ ٖزس‬ٛٝ‫ؿ‬ٜ‫ غ‬ٜ‫ ٖٕ اهلل‬٢‫هلل إ‬


ٜ ‫ا ا‬ُٚ‫ضَتػِؿٔس‬
ِ ‫َا‬ٚ
“Dan mohonlah ampunan kepada Allah, karenasesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.‖ (QS. Al-Muzzammil: 20)

‫ازّا‬٤‫ؿ‬ٜ‫إَ غ‬ٜ‫ْٖ ُ٘ ن‬٢‫ ِِ إ‬ٝ‫ا زَبٖه‬ُٚ‫ضَتػِؿٔس‬


ِ‫تا‬
ُ ًٞٝ‫ؾك‬
“Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada
Tuhanmu, - sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.‖ (QS. Nuh: 10)

ٟٔ‫ٌٖ ذ‬ٝ‫ِتٔ ن‬٪َُٜٚ ٢َُ٘‫ َُط‬٣ٌَ‫د‬ٜ‫ أ‬٢ٜ‫ي‬٢‫طّٓا إ‬


َ َ‫ِِ َتَاعّاس‬ٝ‫تعِه‬َُٚ ُٜ ِٔ٘ٝ‫ي‬ٜ٢‫ا إ‬ُٛ‫ب‬ُٛ‫ِِ ثُِٖ ت‬ٝ‫ا زَبٖه‬ُٚ‫ضَتػِؿٔس‬
ِ ‫ِٕ ا‬ٜ‫َأ‬ٚ

٣‫نبٔري‬ٜ ّ٣َِٜٛ َ‫ُعَرَاب‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫أػَافُ ع‬ٜ ْٞٚ٢‫إ‬ٜ‫ِا ؾ‬ٛ‫ي‬٤َٛ‫ ِٕ َت‬٢‫َإ‬ٚ ًُِٜ٘‫ك‬ٜ‫ٌ ؾ‬٣ ِ‫ك‬ٜ‫ؾ‬
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan
memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu
yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang
mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiama.” (QS. Hud: 3)
Ayat-ayat tersebut memerintahkan kita untuk beristighfar.
Perintah ini berulangkali kita jumpai dalam banyat ayat, bahkan di dalam
surat hud tercatat ada empat ayat di dalam yang menyebut perintah
beristighfar, yaitu pertama ayat 3 di atas, ayat 52, 61, dan 90. Yang lebih
menarik lagi, bahwa secara korelatif, perintah beristighfar pada ayat-ayat
tersebut diawali dengan perintah menyembah dan mengabdi semata-
mata kepada Allah. Itu artinya terdapat korelasi antara orang yang
bertauhid dengan kebutuhannya terhadap istighfar.148

148 Atabik Luthfi, Tafsir Tazkiyah, Jakarta: Gema Insani, 2009, hlm. 68

148 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Jadi manusia yang bertuhid sangat membutuhkan istighfar dalam
kehidupannya. Tentu istighfar yang dimaksud tidak hanya sekedar
ucapan dengan lisan ―astaghfirullah‖, tetapi secara aplikatif adalah sikap
waspada, mawas diri dan berhati-hati dan bersikap dan berperilaku agar
terhindar dari kesalahan. Dan jika terjermus ke dalam kemaksiatan
segera sadar dan mampu bangkit dari kesalahan dengan bersungguh-
sungguh bertaubat dalam arti menyuguhkan pengabdian dan karya yang
lebih bermanfaat untuk umat.149
Secara aplikatif, kebiasaan beristighfar sudah dicontohkan oleh
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Tercatat dalam sebuat riwayat
Imam Muslim bahwa Rasulullah (memberi pelajaran kepada umatnya)
senantiasa beristighfar setiap hari tidak kurang dari 70 kali. Bahkan di
riwayat Imam Bukhari beliau beristighfar setiap hari lebih dari 100 kali
(Bukhari Muslim). Pelajaran yang diambil dari prilaku Rasulullah ini
adalah bahwa beristighfar tidak harus menunggu setelah melakukan
kesalahan, tetapi bagaimana hendaknya aktifitas ini berlangsung
senantiasa menghiasi kehidupan sehari-hari kita tanpa terkecuali.150

2. Fadhilah Istighfar
a. Istighfar dapat menghapus dosa

‫ُّا‬ٝٔ‫زّا زَس‬ٛٝ‫ؿ‬ٜ‫َ٘ غ‬٤ً‫ذٔدِ اي‬َٜ َ٘٤ً‫طَتػِؿٔ ِس اي‬


ِ َٜ ُِٖ‫ؿطَُ٘ ث‬ٞ َْ ِِ ًٔٞ‫َع‬ٜ ِٚ‫أ‬ٜ ‫ّا‬٤ُٛ‫عٌَُِِ ض‬َٜ ََِٔٚ
“Dan barangsiapa yang mengerjakankejahatan dan menganiaya dirinya,
kemudian ia mohon ampun kepadaAllah, niscaya ia mendapati Allah Maha
Pengampun lagi MahaPenyayang.” (QS. An-Nisa: 110)

149 Ibid
150 Ibid

149 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ُ‫ػِؿٔس‬َٜ َََٔٚ ِِ٢ٗ‫ٔب‬ُُْٛ‫ ئر‬ٞ‫ا‬ُٚ‫س‬ٜ‫ضَتػِؿ‬
ِ ‫ا‬ٜ‫ ؾ‬ٜ‫ اهلل‬ٞ‫ا‬ُٚ‫س‬ٜ‫طُِِٗ ذَن‬
َ ‫ؿ‬ٝ ِْٜ‫ أ‬ٞ‫ا‬ًُُٜٜٛ‫ِ ظ‬ٜٚ‫ أ‬ٟ١َ‫ا ٔسػ‬ٜ‫ ؾ‬ٞ‫ا‬ًَٛٝ‫ؾع‬ٜ ‫إذَا‬٢ َٜٔٔ‫ر‬٤‫َاي‬ٚ

ِِ٢ٗٚ‫ٔ زٖب‬َٚ ٠‫ُُِٖ َٖػِؿٔ َس‬٩‫ دَصَآ‬ٜ‫و‬٦ٔ‫ع‬ٜ‫ِي‬ٚ‫أ‬ٝ ًَُُِْٜٛ‫ع‬َٜ َُِِٖٚ ٞ‫ا‬ًَٛٝ‫ع‬ٜ‫ ََا ؾ‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞ‫ا‬ٚٗ‫ُؿٔس‬ٜ ِِٜ‫َي‬ٚ ٝ‫ اهلل‬٤٫٢‫بَ إ‬ُْٛٗ‫اير‬

َ‫يعَأًَٔني‬ٞ‫أدِ ُس ا‬ٜ َِ ِ‫َْٔع‬ٚ ‫َٗا‬ٝٔ‫ َٔ ؾ‬ٜٔ‫َِْٗازُ ػَائد‬ٜ‫شٔتَٗا ا٭‬


ِ ‫ َٔٔ َت‬ٟ٢‫ َدٖٓاتْ َتذِس‬َٚ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan kejiatau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalumemohon ampun terhadap
dosa-dosa mereka dan siapa lagi yangdapat mengampuni dosa selain daripada
Allah? Dan mereka tidakmeneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga
yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan
itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS. Ali Imron: 135-
136)
b. Istighfar adalah sebab bagi turunnya keberkahan rizki yang turun
dari langit dan bumi, mendatangkan keberkahan harta dan anak.

ِِٝ‫ُُِ ٔددِن‬َٜٚ* ‫ ِدزَازّا‬َٚ ِٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ ع‬٤‫ ايطَُٖا‬٢ٌٔ‫ُسِض‬ٜ* ‫ازّا‬٤‫ؿ‬ٜ‫إَ غ‬ٜ‫ُْٖ٘ ن‬٢‫ِِ إ‬ٝ‫ا زَبٖه‬ُٚ‫ضَتػِؿٔس‬
ِ ‫ًتُ ا‬ٞٝ‫ك‬ٜ‫ؾ‬

‫َِْٗازّا‬ٜ‫ ِِ أ‬ٝ‫ه‬٤‫ذعٌَ ي‬
ِ َٜٚ ٕ‫ِِ َدٖٓات‬ٝ‫ه‬٤‫ذعٌَ ي‬
ِ َٜٚ َ‫ََبٓٔني‬ٚ ٣ٍ‫َا‬َِٛ‫أ‬ٜ ٔ‫ب‬
“Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepadaTuhanmu,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu,
dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di
dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)
c. Beristighfar akan mendatangkan kehidupan yang bahagia

ٌٖٝ‫ِتٔه‬٪َُٜٚ ٢َُ٘‫ َُط‬٣ٌَ‫أد‬ٜ ٢ٜ‫ي‬٢‫طّٓا إ‬


َ ‫ِِ َتَاعّا َس‬ٝ‫تعِه‬َُٚ ُٜ ِٔ٘ٝ‫ي‬ٜ٢‫ا إ‬ُٛ‫ب‬ُٛ‫ِِ ثُِٖ ت‬ٝ‫ا زَبٖه‬ُٚ‫ضَتػِؿٔس‬
ِ ‫ِٕ ا‬ٜ‫َأ‬ٚ

٣‫نبٔري‬ٜ ّ٣َِٛٝ‫ِِ عَرَاَب‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫أػَافُ ع‬ٜ ْٞٚ٢‫إ‬ٜ‫ِا ؾ‬ٛ‫ي‬٤َٛ‫ ِٕ َت‬٢‫َإ‬ٚ ًُِٜ٘‫ك‬ٜ‫ٌ ؾ‬٣ ِ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬ٟٔ‫ذ‬
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan

150 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada
waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap
orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari
kiamat.” (QS. Huud: 3)
d. Istighfar sebab bertambahnya kekuatan jasmani dan rohani

٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬ٟ٠ٖٛ ‫ك‬ٝ ُِٝ‫صدِن‬٢ َٜٚ ‫ِِ َٔدِزَازّا‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ع‬٤َ ‫ُسِضٌِٔ ايطَُٖا‬ٜ ِٔ٘ٝ‫ي‬ٜ٢‫ا إ‬ُٛ‫ب‬ُٛ‫ِِ ثُِٖ ت‬ٝ‫ا زَبٖه‬ُٚ‫ضَتػِؿٔس‬
ِ ‫ ا‬٢ِّٛ‫ق‬ٜ‫َا‬َٜٚ

َ‫سَٔني‬٢ ِ‫ِا َُذ‬ٛ‫ي‬٤َٛ‫ا تََت‬ٜ‫َي‬ٚ ِِٝ‫ٖتٔه‬ٛ‫ق‬ٝ


“Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu
bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras
atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan
janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. Hud: 52)
e. Istighfar adalah benteng dari bencana. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:

َُٕٚ‫طَتػِؿٔس‬
ِ َٜ َُِِٖٚ ُِِٗ‫َب‬ٚ‫ َُعَر‬ٝ‫ا َٕ اهلل‬ٜ‫ََا ن‬َٚ ِِ٢ٗٝٔ‫ت ؾ‬
َ ْٜ‫َأ‬ٚ ُِِٗ‫َب‬ٚ‫عَر‬ُٝ‫ٔي‬ٝ‫إَ اهلل‬ٜ‫ََا ن‬َٚ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamuberada
di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akanmengazab mereka, sedang
mereka meminta ampun.” (QS. Al-Anfal: 33)
f. Istighfar adalah akan mendatangkan rahmat Allah

ََُُٕٛ‫ ِِ تُ ِسس‬ٝ‫ه‬٤ًَ‫ع‬ٜ‫هلل ي‬
ٜ ‫َٕ ا‬ُٚ‫ا َتطَِتػِؿٔس‬ٜ‫ِي‬ٛ‫ي‬ٜ ٔ١َٓ‫ط‬
َ‫ش‬َ ٞ‫قبِ ٌَ اي‬ٜ ١َٔ٦ٚٝ‫ط‬
ٖ ‫َٕ بٔاي‬ًٛٝٔ‫ّئ َِ َتطَِت ِعذ‬٢ِٛ‫ق‬ٜ ‫َا‬ٜ ٍَ‫ا‬ٜ‫ق‬
“Dia berkata: "Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakankeburukan
sebelum (kamu minta) kebaikan? Hendaklah kamumeminta ampun kepada
Allah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Naml: 46)
g. Isitgfar adalah penghapus dosa di dalam majlis. Diriwaytkan oleh
Al-Tirmidzi di dalam sunannya dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu
bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
―Barangsiapa yang berada pada sebuah majlis yang terjadi padanya
keributan, lalu sebelum dirinya bangkit dari majlis itu hendaklah dia
151 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
membaca:

.ٜ‫و‬ِٝ‫ي‬ٜ٢‫ب إ‬
ُ ِٛ‫ُت‬ٜ‫َأ‬ٚ ٜ‫ضَتػِؿٔسُى‬
ِ ٜ‫ أ‬،َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٫٤ ‫إ‬٢ َ٘‫ع‬ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٫ٜ ِٕٜ‫غَِٗ ُد أ‬ٜ‫ أ‬،ٜ‫َٔبشَُِدٔى‬ٚ ًُِٖٗ٤‫و اي‬
ٜ َْ‫ضِبشَا‬
ُ
“Maha Suci Engkau, ya Allah, aku memuji -Mu. Aku bersaksi bahwa
tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku minta ampun dan
bertaubat kepada-Mu.‖ (HR. Tirmudzi)
3. Bacaan Istighfar Yang Ma‘tsur
Lafadz istighfar itu sangat banyak, dan telah disebutkan di dalam
hadits riwayat yang banyak pula. Di antaranya adalah yang diriwayatkan
dalam hadist berikut ini,
a. Riwayat Abu Dawud dari hadits Zaid bin kharisah, bahwa salah
satu istighfar yang dibaca oleh Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
adalah.

٘ٝ‫ب إي‬ٛ‫أت‬ٚ ّٛٝ‫ ايك‬ٞ‫ احل‬ٖٛ ٫‫ إي٘ إ‬٫ ٟ‫أضتػؿس اهلل اير‬

“Aku meminta ampun kepada -Mu Ya Allah, Yang tiada tuhan yang
berhak disembah selain Dia, Dialah Yang Maha Hidup dan Yang berdiri
sendiri, dan aku bertaubat kepada -Nya.” (HR. Abu Dawud)
b. Riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhma berkata: ―Sesungguhnya
kami benar-benar menghitung dzikir Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam dalam satu kali majelis (pertemuan), beliau mengucapkan 100
kali (istighfar dalam majelis): ―Ya Rabb, ampunilah aku, terimalah
taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Menerima Taubat dan Maha
Penyayang.‖ (HR Abu Dawud)

ُِٝٔ‫ب اي ٖسس‬
ُ ‫ٖا‬ٛ‫ت ايٖت‬
َ ِْٜ‫و أ‬
ٜ ْٖ٢‫ إ‬ٞ
ٖ ًَٜ‫َُتبِ ع‬ٚ ُِٞٔٓ َ‫َا ِزس‬ٚ ٞٔ‫ؿٔ ِسي‬ٞ‫زَب اغ‬

“Ya Allah ampunilah dan sayangilah aku dan terimalah taubatku,


sesungguhnya Engkau Maha penerima Taubat dan Maha Penyayang.”
c. Riwayat Syaddad bin Aus berkata, ―Penghulu istighfar (sayyidul
istighfar) itu adalah seorang hamba mengucapkan:

152 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ٜ‫عِدٔى‬َٚ َٚ ٜ‫ َعِٗدٔى‬٢ًَٜ‫َْا ع‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٜ‫َْا َعبِدُى‬ٜ‫َأ‬ٚ ِٞٔٓ‫كَت‬ٞ ًَٜ‫ ػ‬،َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٤٫‫إ‬٢ َ٘‫ع‬ٜ‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٫ ِٞٚ‫ِْتَ زَب‬ٜ‫ًُِٖٗ أ‬٤‫ي‬ٜ‫ا‬

ُ٤ِٛ‫ُب‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ًَٖٜٞ‫ ع‬ٜ‫ ٔبٓٔعِ َُٔتو‬ٜ‫و‬ٜ‫ُ ي‬٤ِٛ‫ُب‬ٜ‫ أ‬،ُ‫ ََا ؾََٓ ِعت‬ٚ‫ َِٔٔ غَس‬ٜ‫ِذُ بٔو‬ُٛ‫أع‬ٜ ،ُ‫ ِعت‬ٜٛ‫ََا اضَِت‬

.َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٫٤ ٢‫ب إ‬


َ ِٛ ُْٗ‫ػِؿٔسُ اير‬َٜ ٜ٫ ُْٖ٘٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬ٞ
ِ ٔ‫ؿٔ ِسي‬ٞ‫اغ‬ٜ‫ ؾ‬ٞ
ِ ٔ‫بٔرَِْب‬
“Ya Allah! Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah
hamba -Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan -Mu semampuku.
Aku berlindung kepada -Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui
nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu,
ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.
“Barangsiapa yang membacanya pada waktu siang dengan penuh keyakinan
lalu dia meninggal pada siang hari itu sebelum memasuki waktu sore maka
dia termasuk penghuni surga, dan barangsiapa yang membacanya pada waktu
malam dengan penuh keyakinan dan dirinya meninggal sebelum memasuki
waktu pagi maka dia termasuk penghuni surga.” (HR. Bukhari)
C. Selawat Atas Nabi
1. Perintah Berselawat Ke Atas Nabi
Selawat ke atas Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam merupakan suatu
amalan yang disyariatkan oleh Islam. Hal itu sebagaimana dijelaskan
dalam firman Allah,

‫ُّا‬ًِٝٔ‫ا تَط‬ًَُُٛٓٔ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ا ع‬ًَٛٓٝ‫ا ؾ‬َُٛٓ‫َٔ آ‬ٜٔ‫ٓر‬ٜ‫َُٓٗا اي‬ٜٜ‫َا أ‬ٜ ٓ٢ٞٔ‫ ايَٓب‬٢ًَٜ‫َٕ ع‬ًَٛٓٝ‫ُؿ‬ٜ َُ٘‫هت‬ٜ ٔ٥٬َ َٚ ًَٜ٘ٓ‫َٕٓ اي‬٢‫إ‬
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56).
Ayat di atas secara tegas menjelaskan bahwa Allah dan para
malaikat berselawat atas Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, dan
memerintahkan kepada kita agar berselawat untuk nabi Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam. Makna selawat yang datang dari Allah Ta‟ala kepada hamba-
Nya adalah limpahan rahmat, pengampunan, pujian, kemualian dan
keberkahan dari-Nya. Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari
153 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Allah Ta‟ala untuk mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan)
menuju cahaya (petunjuk-Nya), sebagaimana dalam firman-Nya,

َ‫َِٔٓٔني‬٪ُُ ٞ‫ا َٕ بٔاي‬ٜ‫َن‬ٚ ٢‫ز‬ُٛٓٓ‫ اي‬٢ٜ‫ي‬٢‫َُاتٔ إ‬ًٝٓٝ‫ِِ ََٔٔ ايع‬ٝ‫سدَه‬٢ ِ‫ؼ‬ُٝٔ‫هتُُ٘ ي‬ٜ ٔ٥٬َ َٚ ِِٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ ع‬ًَٞٓٔ‫ُؿ‬ٜ ٟٔ‫ٓر‬ٜ‫َ اي‬ُٖٛ

‫ُّا‬ٝٔ‫َزس‬
“Dialah yang berselawat kepadamu (wahai manusia) dan malaikat-Nya
(dengan memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari
kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada
orang-orang yang beriman.” (QS Al-Ahzaab: 43)
Selawat dari para malaikat bermakna do‘a kepada manusia dan
memohonkan ampunan bagi mereka, sebagaimana disebutkan didalam
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

َٜٔٔ‫ر‬٤ًٔ‫َٕ ي‬ُٚ‫طَِتػِؿٔس‬َٜٚ ٔ٘ٔ‫َٕ ب‬َُٛٓٔ٪ِ َُٜٚ ِِ٢ٗٔ‫َٕ ٔبشَُِدٔ زَٓب‬ُٛ‫طَٓبٔش‬ُٜ ُٜ٘‫ِي‬ٛ‫َِٔ َس‬َٚ َ‫يعَسِؽ‬ٞ‫َٕ ا‬ًُِٛٝٔ‫ش‬َٜ َٜٔٔ‫ر‬٤‫اي‬

ِِ٢ٗ‫َٔق‬ٚ ٜ‫و‬ًٜٝٔ‫ا ضَب‬ُٛ‫َاٖتَبع‬ٚ ‫ا‬ُٛ‫َٔ تَاب‬ٜٔ‫ر‬٤ًٔ‫ؿٔسِ ي‬ٞ‫اغ‬ٜ‫ُّا ؾ‬ًٞٔ‫ع‬َٚ ٟ١َُِ‫ٕ َزس‬٤َِٞ‫ٌٖ غ‬ٝ‫َضٔعِتَ ن‬ٚ ‫ا زَٖبَٓا‬َُٛٓ‫آ‬

ِِ٢ٗ٥ٔ‫ضَ َِٔٔ آَبا‬ًَٜ‫َِٔ ؾ‬َٚ َُِِٗ‫عَدِت‬َٚ ٞٔ‫ت‬٤‫ اي‬٣ِٕ‫ًُِِٗ َدٖٓاتٔ عَد‬ٞٔ‫أدِػ‬َٜٚ ‫زَٖبَٓا‬٧ ٢ِٝٔ‫يذَش‬ٞ‫عَرَابَ ا‬

ٕ‫ٔر‬٦َِٛ َٜ ٔ‫َات‬٦ٓٔٝ‫ط‬
ٖ ‫ اي‬٢‫ َِٔ تَل‬َٚ ٔ‫َات‬٦ٖٔٝٓ‫ُِ ايط‬٢ٗ‫َٔق‬ٚ٨ ُِٝٔ‫يشَه‬ٞ‫صُ ا‬ٜ٢‫يعَص‬ٞ‫ِْتَ ا‬ٜ‫ أ‬ٜ‫ْٖو‬٢‫ِِ إ‬٢ٗ‫ٖأت‬ٜٓ٢‫ ُذز‬َٚ ِِ٢ٗ‫َا ٔد‬ٚ‫أ ِش‬َٜٚ

ُِٝٔ‫ي َعع‬ٞ‫ِ ُش ا‬ٛ‫ؿ‬ٜ ٞ‫ اي‬َٛ ُٖ ٜ‫ذَئو‬َٚ َُ٘‫دِ َزسٔ ُِت‬ٜ‫ك‬ٜ‫ؾ‬


“(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan Malaikat yang berada di
sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta
memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya
Tuhan Kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, Maka berilah
ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan
peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. Ya Tuhan Kami,
dan masukkanlah mereka ke dalam syurga 'Adn yang telah Engkau janjikan
kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan
isteri-isteri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari (balasan)

154 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
kejahatan. dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (pembalasan) kejahatan
pada hari itu Maka Sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya
dan Itulah kemenangan yang besar.” (QS. Ghofir: 7 – 9)
Adapun makna selawat kita atas Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
adalah kita berdo‘a kepada Allah Ta‟ala agar Nabi Muhammad beliau
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam diberikan keagungan di dunia dan akhirat.
Keagungan di dunia dengan dimuliakan penyebutan (nama) Nabi
Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, dikokohkan syariat Islam yang
beliau bawa. Dan di akhirat dengan melipat gandakan pahala kebaikan
Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, memudahkan syafa‘at
beliau kepada umatnya dan menampakkan keutamaan beliau pada hari
kiamat di hadapan seluruh makhluk.151
2. Fadhilah berselawat atas Nabi
Fadhilah berselawat atas Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah
amat banyak, bahkan Ibnu Qoyyim menyebutkan 39 manfaat
berselawat, di antaranya adalah sebagai berikut:
 Melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
 Mendapatkan sepuluh selawat dari Allah bagi yang membaca
selawat satu kali.
 Ditulis baginya sepuluh kebaikan dan dihapus darinya sepuluh
kejahatan.
 Diangkat baginya sepuluh derajat.
 Kemungkinan do‘anya terkabul bila ia mendahuluinya dengan
selawat, dan do‘anya akan naik menuju kepada Tuhan semesta
alam.
 Penyebab mendapatkan syafa‘at Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bila
diiringi oleh permintaan wasilah untuknya atau tanpa diiringi
olehnya.
 Penyebab mendapatkan pengampunan dosa.
 Dicukupi oleh Allah apa yang diinginkannya.

151 Abdul Muhsin Ibn Hamd Al-Abbad, As-Shalatu Ala Al-Nabi: Fadhluha wa
Kaifiyatuha, Madinah: Majallah Ja’mi’ah Islamiyah, 1394 H, hlm. 47-61

155 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
 Mendekatkan hamba dengan nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pada
hari kiamat.
 Menyebabkan Allah dan malaikat-Nya berselawat untuk orang yang
berselawat.
 Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab selawat dan salam orang
yang berselawat untuknya.
 Mengharumkan majelis dan agar ia tidak kembali kepada
keluarganya dalam keadaan menyesal pada hari kiamat.
 Menghilangkan kefakiran.
 Menghapus predikat ―kikir‖ dari seorang hamba jika ia berselawat
untuk nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ketika namanya disebut.
 Orang yang berselawat akan mendapatkan pujian yang baik dari
Allah di antara penghuni langit dan bumi, karena orang yang
berselawat, memohon kepada Allah agar memuji, menghormati dan
memuliakan rasul-Nya, maka balasan untuknya sama dengan yang
ia mohonkan, maka hasilnya sama dengan apa yang diperoleh oleh
rasul-Nya.
 Akan mendapatkan berkah pada dirinya, pekerjaannya, umurnya
dan kemaslahatannya, karena orang yang berselawat itu memohon
kepada Tuhannya agar memberkati nabi-Nya dan keluarganya, dan
do‘a ini terkabul dan balasannya sama dengan permohonannya.
 Nama orang yang berselawat itu akan disebutkan dan diingat di sisi
Rasul Shalallahu 'Alaihi wa Sallam seperti penjelasan terdahulu, sabda
Rasul: ―Sesungguhnya selawat kalian akan diperdengarkan
kepadaku. ‖ Sabda beliau yang lain: ―Sesungguhnya Allah
mewakilkan malaikat di kuburku yang menyampaikan kepadaku
salam dari umatku. ‖ Dan cukuplah seorang hamba mendapatkan
kehormatan bila namanya disebut dengan kebaikan di sisi
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.
 Meneguhkan kedua kaki di atas Shirath dan melewatinya
berdasarkan hadits Abdurrahman bin Samirah yang diriwayatkan
oleh Said bin Musayyib tentang mimpi Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam: ―Saya melihat seorang di antara umatku merangkak di
atas Shirath dan kadang-kadang berpegangan lalu selawatnya

156 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
untukku datang dan membantunya berdiri dengan kedua kakinya
lalu menyelamatkannya. ‖ (HR. Abu Musa Al-Madiniy)
 Akan senantiasa mendapatkan cinta Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam bahkan bertambah dan berlipat ganda. Dan itu termasuk
ikatan Iman yang tidak sempurna kecuali dengannya, karena
seorang hamba bila senantiasa menyebut nama kekasihnya,
menghadirkan dalam hati segala kebaikan-kebaikannya yang
melahirkan cinta, maka cintanya itu akan semakin berlipat dan rasa
rindu kepadanya akan semakin bertambah, bahkan akan menguasai
seluruh hatinya. Tetapi bila ia menolak mengingat dan
menghadirkannya dalam hati, maka cintanya akan berkurang dari
hatinya. Tidak ada yang lebih disenangi oleh seorang pecinta kecuali
melihat orang yang dicintainya dan tiada yang lebih dicintai hatinya
kecuali dengan menyebut kebaikan-kebaikannya. Bertambah dan
berkurangnya cinta itu tergantung kadar cintanya di dalam hati, dan
keadaan lahir menunjukkan hal itu.
 Akan mendapatkan petunjuk dan hati yang hidup. Semakin banyak
ia berselawat dan menyebut nabi, maka cintanyapun semakin
bergemuruh di dalam hatinya sehingga tidak ada lagi di dalam
hatinya penolakan terhadap perintah-perintahnya, tidak ada lagi
keraguan terhadap apa-apa yang dibawanya, bahkan hal tersebut
telah tertulis di dalam hatinya, menerima petunjuk, kemenangan
dan berbagai jenis ilmu darinya. Ulama-ulama yang mengetahui dan
mengikuti sunnah dan jalan hidup beliau, setiap pengetahuan
mereka bertambah tentang apa yang beliau bawa, maka bertambah
pula cinta dan pengetahuan mereka tentang hakekat selawat yang
diinginkan untuknya dari Allah.152
Adapun hadist-hadist yang menerangkan tentang keutamaan
berselawat atas Nabi adalah sebagai berikut:
a. Pahalanya akan dilipat gandakan oleh Allah, diampunkan dosa, dan
ditinggikan derajat

152 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Jala’ul Afham fii Fadhl Al-Shalat Ala Muhammad Khair Al-
Anam, Maktabah Misykah Al-Islamiyah, hlm. 176-182

157 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ُ‫تِ عٓ٘ َعػِس‬ٜٛٓ ُ‫س‬ٚ ،ٕ‫َات‬ًَٜٛ‫٘ َعػِسَ ؾ‬ًٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢ًَ‫ ؾ‬، ٟ٠‫اسد‬ٚ ٟ٠٬‫َٓ ؾ‬ًٞ‫ ع‬٢ ًٜٓ‫ََٔ ؾ‬

ٕ‫ت ي٘ َعػِسُ َد َزدَات‬


ِ ‫زُؾٔ َع‬ٚ ، ٕ‫ات‬َٝٛ‫ػ‬
“Barangsiapa yang mengucapkan selawat kepadaku satu kali maka Allah akan
berselawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya,
serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak).” (HR an-
Nasa’i, Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim)
b. Berselawat akan mendatangkan cahaya hidup

ِٞٔٓ‫ ُػ‬ًِٝ‫ِِ َتب‬ٝ‫تَه‬٬َ‫ٕٖ ؾ‬٢‫إ‬ٜ‫ٖ ؾ‬ًَٜٞ‫ِ ع‬ٛ٥ًَ‫َؾ‬ٚ ،‫ِدّا‬ٝ‫ِ ٔع‬ٟ٢‫قبِس‬ٜ ‫ا‬ًَٛٝ‫ذع‬


ِ ‫ َت‬٫َٚ ‫زّا‬ِٛ ُ‫قب‬ٝ ِِٝ‫ِتَه‬ُٛٝ‫ا ُب‬ًَٛٝ‫ذع‬
ِ َ‫ ت‬٫

ُِِ‫نِٓت‬ٝ ‫جَُُا‬ِٝ‫َس‬
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan dan
jangan kalian jadikan kuburanku sebagai id. Berselawatlah untukku karena
selawat kalian sampai kepadaku di mana pun kalian berada.” (HR.
Ahmad dan Abu Dawud)
Mendapatkan syafa‘at pada hari kiamat

‫إذَا‬٢« ٪ٍُٛٝ‫َك‬ٜ ًََِٜٓ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢ًَٜٓ‫َٓ ؾ‬ٞٔ‫َُْٓ٘ ضَُٔعَ ايَٓب‬ٜ‫ أ‬،٢‫يعَاف‬ٞ‫ ا‬٢ِٔ‫ ب‬ٚ٢‫ عَُِس‬٢ٔ‫َعِٔ َعبِدٔ اهللٔ ِب‬

٢ًَٜٓ‫ ؾ‬ٟ٠‫ا‬ًٜ‫ؾ‬
َ ًََٜٓٞ‫ ع‬٢ًَٜٓ‫َُْٓ٘ َِٔ ؾ‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬،ًََٜٓٞ‫ا ع‬ًَٛٓٝ‫ٍُ ثَُِٓ ؾ‬ٛٝ‫َك‬ٜ ‫ا َٔجٌَِ ََا‬ٛٝ‫ي‬ٛٝ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬،َٕٓٔ‫ذ‬٪َ ُُ ٞ‫ضَُٔ ِعتُُِ اي‬

،‫ِ٘ٔ ٔبَٗا َعػِسّا‬ًَٜٝ‫اهلل ع‬


“Dari Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia
mendengar Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika kalian
mendengar adzan oleh muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang ia
ucapkan, kemudian bacalah selawat untukku. Sesungguhnya barangsiapa
mengucapkan satu kali selawat kepadaku niscaya Allah mengucapkan
selawat kepadanya sebanyak sepuluh kali.” (HR. Ahmad, Muslim,
Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasai)

158 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
٢‫ ايَٓٓاع‬٢ٜ‫ِي‬ٚ‫أ‬ٜ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ٓ َِ ق‬ًَٜ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُٓ٘ ع‬ًٜ‫ اي‬٢ًَٜٓ‫ ٍَ اهللٔ ؾ‬ُٛ‫َٕٓ زَض‬ٜ‫ أ‬،ٕ‫د‬ُٛ‫ َطِع‬٢ٔ‫َعِٔ َعبِدٔ اهللٔ ِب‬

ٟ٠ٜ٬َ‫َٓ ؾ‬ًَٜٞ‫نجَسُُِِٖ ع‬ٞ ٜ‫ أ‬١َٔ ‫َا‬ٝ‫ِ َّ ائك‬َٜٛ ٞٔ‫ب‬


Dari Abdullah bin Mas‘ud Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya manusia yang
paling dekat kedudukannya denganku pada hari kiamat adalah orang yang
paling banyak membaca selawat untukku. ” (HR. Tirmidzi. Ia
berkata: Hadits hasan gharib)

ٞٔ‫ا َعت‬ٜ‫تُِ٘ غَؿ‬ٜ‫ َعػِسّا أ ِدزَن‬ٞٔ‫ُ ُِط‬ٜ َ‫سٔني‬َٚ ‫ؿبٔضُ َعػِسّا‬


ِ ُٜ َِٔٝ‫ٖ ٔس‬ًَٜٞ‫ ع‬٢٤ًَ‫َِٔ ؾ‬
“Barangsiapa yg berselawat untukku di waktu pagi sepuluh kali & di waktu
sore sepuluh kali, maka ia berhak mendapatkan syafa‟atku.” (HR.
Thabarani)
c. berselawat pada hari jum‘at memiliki keutamaan khusus

٢ٌَ‫ؾك‬ٜٞ‫ " َِٔٔ أ‬٪ًََِٜٓ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢ًَٜٓ‫ٍُ اهللٔ ؾ‬ُٛ‫اٍَ زَض‬ٜ‫ ق‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬٣‫ِع‬ٚ‫أ‬ٜ ٞٔ‫ب‬ٜ‫ أ‬٢ٔ‫ ِب‬٢‫ِع‬ٚ‫أ‬ٜ ِٔ‫َع‬

،ٝ١ٜ‫ؿَعِك‬
ٓ ‫٘ٔ اي‬ٝٔ‫َؾ‬ٚ ،ٝ١َ‫ؿؼ‬ٞ َٓ‫٘ٔ اي‬ٝٔ‫َؾ‬ٚ ،َ‫بٔض‬ٝ‫٘ٔ ق‬ٝٔ‫َؾ‬ٚ ،َُّ‫٘ٔ ػًُٔلَ آد‬ٝٔ‫ ؾ‬،ٔ١َ‫يذُ ُُع‬ٞ‫ُِّ ا‬َٜٛ ِِٝ‫َٓأَه‬ٜٜ‫أ‬

ٍَُٛ‫َا زَض‬ٜ ٪‫ا‬ٛٝ‫اي‬ٜ‫ك‬ٜ‫َٓ " ؾ‬ًَٜٞ‫ ع‬٠١َ‫ق‬ُٚ‫ِِ َعِس‬ٝ‫اتَه‬ًَٜ‫َٕٓ ؾ‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬،ٔ٘ٝٔ‫ٔ ؾ‬٠‫ا‬ًَٜٓ‫َٓ ََٔٔ ايؿ‬ًَٜٞ‫ا ع‬ُٚ‫نجٔس‬ٞ ٜ‫أ‬ٜ‫ؾ‬

َٕٓ٢‫ " إ‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬،َ‫ت‬ًَٝٔ‫دِ ب‬ٜ‫َق‬ٚ ٞٔٓ‫َ ِع‬ٜ - ‫زَِتَ؟‬٢ ‫أ‬ٜ ِ‫د‬ٜ‫َق‬ٚ ‫اُتَٓا‬ًَٜ‫ ؾ‬ٜ‫ِو‬ًَٜٝ‫ِـَ ُتعِسَضُ ع‬ٝ‫ن‬ٜ َٚ ،ٔ‫اهلل‬

"ِِ٢ًَِٜٗٝ‫َاتُ اهللٔ ع‬ًَٜٛ‫ٔ ؾ‬٤‫َا‬ٝٔ‫ِْب‬ٜ‫أ‬ٞ‫ ِدطَا َد اي‬ٜ‫ ٌَ أ‬ٝ‫ن‬ٞ‫ ِٕ تَأ‬ٜ‫ض أ‬


٢ ِ‫ز‬ٜ‫أ‬ٞ‫ اي‬٢ًَٜ‫دٌََٓ سَسََّٓ ع‬َٚ َٓ‫ عَص‬ٜ‫اهلل‬
Dari Aus bin Abu Aus Radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Seutama-utama hari kalian
adalah hari Jum‟at. Pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu pula
Adam meninggal, pada hari itu sangkakala kehancuran dunia ditiup dan
pada hari itu pula sangkalala kebangkitan makhluk ditiup. Maka
perbanyalah membaca selawat untukku pada hari itu, karena sesungguhnya
bacaan selawat kalian akan ditunjukkan kepadaku. ” Para sahabat

159 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana selawat kami akan ditunjukkan
kepada Anda sementara jasad Anda telah hancur?” Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan
kepada bumi untuk memakan jasad para nabi „alaihim selawat wa salam. ”
(HR. Ahmad dan Abu Daud)

3. Ancaman bagi orang yang tidak berselawat


a. Orang yang tidak mau berselawat akan dihinakan oleh Allah dan
diturunkan derajatnya,

ًَٖٜٞ‫ ع‬ٌَٚ‫ُؿ‬ٜ ًِِٜٜ‫ُ ؾ‬َٙ‫ ذُنٔسِتُ ٔعِٓد‬٣ٌُ‫ِْـُ َزد‬ٜ‫َزغٔ َِ أ‬


“Terhinalah seorang yang aku (namaku) disebut disisinya namun ia tidak
mau berselawat untukku.” (HR. Tirmidzi)
b. Orang yang tidak mau berselawat disebut sebagai orang bakhil

ًَٖٜٞ‫ ع‬ٌَٚ‫ُؿ‬ٜ ًِِٜٜ‫ُ ؾ‬َٙ‫ ذُنٔسِتُ ٔعِٓد‬ٟٔ‫ر‬٤‫ٌ اي‬٢ ِ‫ ٌٖ ايُبؼ‬ٝ‫ ٌُ ن‬ٝٔ‫ايَبؼ‬


“Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut ia
tidak berselawat untukku.” (HR. Nasa’i, Tirmidzi dan Thabarani)
c. Orang yang tidak mau berselawat akan dijauhkan dari jalan surga

ٜ١ٖٓ‫جل‬ٜ ‫ َل ا‬ٜ‫س‬٢ ٜ‫َ ط‬٧ٔٛ‫ٖ ُػ‬ًَٜٞ‫ ع‬ٜ٠ٜ٬ٖ‫ ايؿ‬ٞ


َ ٔ‫َ ِٔ َْط‬
“Barangsiapa yang lupa mengucapkan selawat untukku maka ia telah
menyalahi jalan surga.” (HR. Ibnu Majah)
d. Suatu majlis yang tidak dibacakan selawat akan kehilangan berkah di
dalamnya. Dari Abu Hurairah, Abul Qosim bersabda: ―Suatu kaum
yang duduk pada suatu majelis lalu mereka bubar sebelum dzikir
kepada Allah dan berselawat untuk nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam,
maka Allah akan menimpakan kebatilan atas mereka, bila Ia
menghendaki maka mereka akan disiksa dan bila Ia menghendaki
maka mereka akan diampuni.‖ (HR. Tirmidzi dan mentahsinnya
serta Abu Daud)
160 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
4. Waktu dan tempat yang dianjurkan membaca selawat
a. Sebelum berdo‘a:
Fadhalah bin ‗Abid berkata: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
mendengar seorang laki-laki berdo‘a dalam sholatnya, tetapi tidak
berselawat untuk nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, maka beliau
bersabda: ―Orang ini tergesa-gesa‖ Lalu beliau memanggil orang
tersebut dan bersabda kepadanya dan kepada yang lainnya:

ُِٖ‫ ث‬، ٚٞٔ‫ ايٖٓب‬٢ًَٜ‫ ع‬ًَِّٞ‫ُؿ‬ٜ ُِٖ‫ ث‬، ًَٜٔ٘ٝ‫ٔ ع‬٤‫َايجَٖٓا‬ٚ ٔ‫دٔ اهلل‬ُِٝٔ‫ بَٔتش‬ٞ‫بِدَأ‬ًَٜٝٞ‫ِِ ؾ‬ٝ‫ أسَدُن‬٢٤ًَ‫إذَا ؾ‬

َ٤‫َدِعُ َبعِدُ بَُٔا غَا‬ٝ‫ٔي‬


“Bila salah seorang di antara kalian sholat (berdo‟a) maka hendaklah ia
memulainya dengan pujian dan sanjungan kepada Allah lalu berselawat
untuk nabi, kemudian berdo‟a setelah itu dengan apa saja yang ia inginkan.”
(HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dan Hakim)

ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٓ ؾ‬ٞٔ‫ ايٖٓب‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞٔ‫ ايدٖاع‬ٞ


َ ًَِّ‫ُؿ‬ٜ ٢ٖ‫بْ َست‬ُٛ‫ُ َشِذ‬٤‫اي ٗدعَا‬
“Do‟a itu terhalangi, hingga orang yang berdo‟a itu berselawat untuk nabi
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.” (HR. Thabarani)
b. Ketika menyebut, mendengar dan menulis nama beliau:

ًَٖٜٞ‫ ع‬ٌَٚ‫ُؿ‬ٜ ًِِٜٜ‫ُ ؾ‬َٙ‫ ذُنٔسِتُ ٔعِٓد‬٣ٌُ‫ِْـُ َزد‬ٜ‫ َِ أ‬ٜ‫َزغ‬


“Celakalah seseorang yang namaku disebutkan di sisinya lalu ia tidak
berselawat untukku.‖ (HR. Tirmidzi dan Hakim)
c. Memperbanyak selawat untuknya pada hari Jum‘at:

ِِٝ‫َته‬ٜ٬َ‫ٕٖ ؾ‬٢‫إ‬ٜ‫٘ٔ ؾ‬ٝٔ‫ٔ ؾ‬٠٬


ٜ ٖ‫ٖ ََٔٔ ايؿ‬ًَٜٞ‫ا ع‬ُٚ‫نجٔس‬ٞ ٜ‫أ‬ٜ‫ٔ ؾ‬١َ‫ ُِع‬ٝ‫ُُّ اجل‬َٜٛ ِِٝ‫ٖأَه‬ٜ‫كٌََ أ‬ٞ‫إٕٖ أؾ‬

ًَٖٜٞ‫ ع‬٠١َ‫ق‬ُٚ‫َعِس‬

161 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
“Sesungguhnya di antara hari-hari yang paling afdhal adalah hari Jum‟at,
maka perbanyaklah selawat untukku pada hari itu, karena selawat kalian
akan sampai kepadaku.” (HR. Abu Daud, Ahmad dan Hakim)
d. Ketika masuk dan keluar masjid:
Dari Fatimah Radhiyallahu „Anha berkata: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam bersabda: ―Bila anda masuk mesjid, maka ucapkanlah:

ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ٍ‫ آ‬٢ًَٜ‫ع‬َٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٌَٚ‫ًُِٖٗ ؾ‬٤‫ اهللٔ اي‬٢ٍُٛ‫ زَض‬٢ًَٜ‫ُّ ع‬ٜ٬ٖ‫َايط‬ٚ ٔ‫ اهلل‬٢ِِ‫ٔبط‬

ٜ‫َابَ زَسِ َُتٔو‬ٛ‫َٓا أِب‬ٜ‫ ٌِ ي‬ٚٗ‫ض‬


َ َٚ ‫يَٓا‬ٜ ‫ؿٔ ِس‬ٞ‫َاغ‬ٚ
“Dengan nama Allah, salam untuk Rasulullah, ya Allah selawatlah untuk
Muhammad dan keluarga Muhammad, ampunilah kami dan mudahkanlah
bagi kami pintu-pintu rahmat-Mu.”
Dan bila keluar dari mesjid maka ucapkanlah itu, tapi (pada penggalan
akhir) diganti dengan: ( ) “Dan permudahlah bagi kami
pintu-pintu karunia-Mu. ” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)

5. Selawat yang Ma‘tsur


Selawat yang ma‘tsur adalah selawat yang diajarkan oleh Nabi
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dalam hadits-hadits yang shahih, bukan
selawat-selawat bid‘ah yang dibuat oleh kelompok tertentu. Karena
selawat adalah ibadah, maka syarat diterimanya harus ikhlas karena
Allah, dan mutaba‘ah yaitu berselawat yang sesuai dengan sunah Nabi
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Diantara selawat yang ma‘tsur adalah
sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam:

ُٙ‫ؾَٓا‬َٞ‫دِ عَس‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬ٜ‫ِو‬ًَٜٝ‫ُّ ع‬ٜ٬ٖ‫اَٖاايط‬ٜ ٔ‫ٍَِ اهلل‬ٛ‫ض‬


ُ َ‫َا ز‬ٜ ٌَِٝٔ‫ ق‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬ٜ٠َ‫ ُعذِس‬٢ِٔ‫عِبٔ ب‬ٜ‫َعِٔ ن‬

‫َُا‬ٜ‫ َُشَُٖدٕ ن‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٌَٚ‫يًُِٗٓ ؾ‬ٜ‫ِا ا‬ٛ‫ي‬ِٝٛ‫ق‬ٝ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ؟ ق‬ٝ٠٬
ٜ ٖ‫ِـَ ايؿ‬ٝ‫ه‬ٜ ٜ‫ؾ‬

162 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ٔ َ ْ‫ِد‬َُٝٔ‫ س‬ٜ‫َِِ أْٖو‬ٖٝٔ ‫ أبِسَا‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫ِتَ ع‬ًَٜٝ‫ؾ‬
٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞ‫ى‬٢‫يًُِٗٓ بَاز‬ٜ‫ ا‬.ْ‫ِد‬ٝ‫ذ‬

.ْ‫ِد‬ٝٔ‫ِدْ َذ‬َُٝٔ‫ س‬ٜ‫ِ َِ أْٖو‬ٖٝٔ ‫ٍ أبِسَا‬٢ ٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫تَ ع‬ٞ‫َُا بَازَن‬ٜ‫ َُشَُٖ ٕد ن‬٢ٍٰ‫ا‬
“Ka‟ab bin Ujrah berkata, „Dikatakan, Wahai Rasulullah! Adapun (cara
mengucapkan) salam kepadamu, sungguh kami telah mengetahuinya, lalu
bagaimana berselawat kepadamu?” Beliau menjawab, ” Ucapkanlah, ” Ya Allah
berilah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad
sebagaimana Engkau telah memberi rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga
Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji lagi Maha Agung.
Dan berilah barakah kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi
Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada Nabi Ibrahim
dan keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji lagi
Maha Agung.”
Ibnu Abi Laili berkata, ―Ka‘ab telah menemuiku dan berkata, ‖
Bukankah aku telah menghadiahi kamu suatu hadiah yang telah
diberikan Rasulullah pada kami?‖ Kami berkata, ―Wahai Rasulullah,
kami telah mengetahui bagaimana (cara mengucapkan) salam kepadamu,
lalu bagaimana berselawat kepadamu?‖ Beliau menjawab, ‖ Ucapkanlah

ٜ‫َِِ أْٖو‬ٖٝٔ ‫ أبِسَا‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫تَ ع‬ًَِٜٝ‫َُا ؾ‬ٜ‫ َُشَُٖدٕ ن‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٌَٚ‫يًُِٗٓ ؾ‬ٜ‫ا‬

٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫نتَ ع‬ٞ َ‫َُا بَاز‬ٜ‫ َُشَُٖدٕ ن‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞ‫ى‬٢‫يًُِٗٓ بَاز‬ٜ‫ ا‬.ْ‫ِد‬ٝ‫ذ‬
ٔ َ ْ‫ِد‬َُٝٔ‫س‬

.ْ‫ِد‬ٝ‫ذ‬
ٔ َ ْ‫ِد‬َُٝٔ‫ س‬ٜ‫ِ َِ أْٖو‬ٖٝٔ ‫أبِسَا‬
Ya Allah berilah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga
Nabi Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi rahmat kepada Nabi
Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji
lagi Maha Agung. Dan berilah barakah kepada Nabi Muhammad dan kepada
keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada
Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau adalah Maha
Terpuji lagi Maha Agung.” (HR. Bukhari dan Muslim)

163 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢٤ًَ‫ٍُ اهللٔ ؾ‬ِٛ ُ‫تَاَْا زَض‬ٜ‫ ا‬٪ٍَ‫ا‬ٜ ‫ َعُِٓ٘ ق‬ٝ‫َ اهلل‬ٞٔ‫ زَق‬ٟٚ‫يبَدِز‬ٞ‫دٕ ا‬ِٛ ُ‫طع‬
ِ َ ٢ٔ‫ب‬ٜ‫ أ‬٢ٔ‫ َع‬َٚ

ٕ‫ضعِد‬
َ ُِٔ‫ُ٘ َبػِسُ ب‬ٜ‫اٍَ ي‬ٜ‫ك‬ٜ‫ َعُِٓ٘ ؾ‬ٝ‫َ اهلل‬ٞٔ‫ زَق‬ٜ٠َ‫ ُعبَاد‬٢ِٔ‫ ضَعِدٔ ب‬٢‫ َذًِٔظ‬٢ٔ‫َْشُِٔ ؾ‬ٚ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ

ٔ‫ٍُ اهلل‬ِٛ ‫ض‬


ُ َ‫ت ز‬ٜ‫ؾطَه‬ٜ ‫ ؟‬ٜ‫و‬ًَِٜٝ‫ ع‬٢ًَِّ‫ـَ ُْؿ‬ِٜٝ‫ٍَ اهللٔ ن‬ِٛ ‫ض‬
ُ َ‫َا ز‬ٜ ٜ‫و‬ًَِٜٝ‫ ع‬٢ًَِّ‫ِٕ ُْؿ‬ٜ‫ أ‬ٝ‫ا َسََْا اهلل‬ٜ

ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢٤ًَ‫ٍُ اهللٔ ؾ‬ِٛ ُ‫اٍَ زَض‬ٜ‫ُ٘ ثُِٖ ق‬ٞ‫ي‬ٜ‫طِأ‬َٜ ِِٜ‫ُْٖ٘ ي‬ٜ‫َٓا أ‬َُِٖٝٓ َ‫ ت‬٢ٖ‫َِ َست‬٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢٤ًَ‫ؾ‬

٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫تَ ع‬ًَِٜٝ‫َُا ؾ‬ٜ‫ َُشَُٖدٕ ن‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٌَٚ‫يًُِٗٓ ؾ‬ٜ‫ِا ا‬ٛ‫ي‬ِٝٛ‫ق‬ٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ

َِِٖٝٔ ‫ أبِسَا‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫نتَ ع‬ٞ َ‫َُا بَاز‬ٜ‫ٍ َُشَُٖدٕ ن‬٢ ٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞ‫ى‬٢‫َبَاز‬ٚ .َِِٖٝٔ ‫أبِسَا‬

ًِ‫ َط‬ٙ‫ا‬ٚ‫ ز‬.ُِِ‫دِ عًَٔ ُِت‬ٜ‫َُا ق‬ٜ‫ُّ ن‬ٜ٬ٖ‫َايط‬ٚ .ْ‫ِد‬ٝ‫ذ‬


ٔ َ ْ‫ِد‬َُٝٔ‫ س‬ٜ‫أْٖو‬
“Abu Mas‟ud Al-Badry Radhiyallahu 'anhu berkata, ” Ketika kami berada di
majlis Sa‟d bin Ubadah, tiba – tiba Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
dating kepada kami. Lalu ditanya oleh Basyr bin Sa‟ad, ” Allah menyuruh kami
membaca selawat atamu wahai Rasulullah, maka bagaimakan cara membaca
selawat itu? Rasulullah dia sejenak, hingga kami merasa khawatir kalau – kalau
pertanyaan itu salah, tetapi kemudian beliau bersabda, „Bacalah, Ya Allah berilah
rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad
sebagaimana Engkau telah memberi rahmat kepada Nabi Ibrahim Dan berilah
barakah kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad
sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada Nabi Ibrahim dan keluarga
Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji lagi Maha Agung”
Dan mengenai sungguh telah kami ketahui.” (HR. Muslim)

٢ًَِّ‫ِـَ ُْؿ‬ٝ‫ن‬ٜ ٔ‫ٍَ اهلل‬ِٛ ‫ض‬


ُ َ‫َا ز‬ٜ ٪‫ِا‬ٛ‫ي‬ٝ‫ا‬ٜ‫ ق‬٪ٍَ‫ا‬ٜ ‫ َعُِٓ٘ ق‬ٝ‫َ اهلل‬ٞٔ‫ زَق‬ٚ٣ٔ‫ِدٕ ايطٖاعٔد‬َُٝ ُ‫ س‬٢ٔ‫ب‬ٜ‫ َعِٔ أ‬َٚ

٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫تَ ع‬ًَِٜٝ‫َُا ؾ‬ٜ‫َتٔ٘ٔ ن‬ٜٓٚ‫َ ُذز‬ٚ ٔ٘ٔ‫د‬َٚ ِ‫اش‬ٜ ٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٌَٚ‫يًُِٗٓ ؾ‬ٜ‫اٍَ ا‬ٜ‫ ؟ ق‬ٜ‫ِو‬ًَٜٝ‫ع‬

164 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
َِِٖٝٔ ‫ أبِسَا‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫تَ ع‬ٞ‫َُا بَازَن‬ٜ‫َتٔ٘ٔ ن‬ٜٓٚ‫ذُز‬َٚ ٔ٘ٔ‫د‬َٚ ِ‫اش‬ٜ ٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞ‫ى‬٢‫َبَاز‬ٚ .َِِٖٝٔ ‫أبِسَا‬

ْ‫ِد‬ٝ‫ذ‬
ٔ َ ْ‫ِد‬َُٝٔ‫ س‬ٜ‫أْٖو‬
“Abu Hamid as Sa‟idy Radhiyallahu 'anhu berkata, Para Shahabat bertanya, ”
Wahai Rasulullah bagaimana cara membaca selawat kepadamu?” Jawab Nabi, “
Ya Allah berilah rahmat kepada Nabi Muhammad, para istri dan anak
keturunanya sebagaimana Engkau telah memberi rahmat kepada Nabi Ibrahim
Dan berilah barakah kepada Nabi Muhammad, para istri dan anak
keturunanya, sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada Nabi Ibrahim.
Sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji lagi Maha Agung.‖ (HR.
Bukhari dan Muslim)

D. Do’a Beserta Adabnya


1. Perintah berdo‘a
Di antara ketaatan yang paling mulia dan ibadah serta taqarrub
yang paling agung yang semestinya dijalankan oleh seorang muslim
adalah berdo'a, karena di dalam do'a tersebut terkandung rasa
pengakuan terhadap kebesaran Allah Yang Maha Menciptakan dan
kekuatan-Nya, serta kekayaan-Nya, juga kekuasaan-Nya, dan di dalam
do'a juga terkandung kerendahan seorang hamba dan kebutuhannya di
hadapan Tuhannya yang Mahapencipta dan Mahatinggi.153
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan kita untuk berdo'a
dan Dia telah menjanjikan bahwa do‘a-do‘a yang telah kita panjatkan
akan dikabulkan. Bahkan Allah mencela bagi siapa saja yang tidak mau
berdo‘a kepada-Nya, dan memasukkan mereka itu dalam golongan
orang-orang yang sombong (takabur). Allah berfirman,

153Amin Abdullah Asy-Syaqawy, Al-Du’a: Adabuhu wa Mawani’uhu,


Terjemah:Muzaffar Sahid Mahsun, Pustaka Islamhouse, 2009, hlm. 3

165 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ََِٖٓٗ َ‫َٕ د‬ًُٛٝ‫َدِػ‬ٝ‫ض‬
َ ٞٔ‫َٕ عَِٔ ٔعبَادَت‬ُٚ‫هبٔس‬ٞ َ‫طت‬
ِ َٜ َٜٔٔ‫ر‬٤‫ ٖٕ اي‬٢‫ ِِ إ‬ٝ‫ه‬ٜ‫ضتَذٔبِ ي‬
ِ ٜ‫ أ‬ُْٞٔٛ‫ُِ ا ِدع‬ٝ‫اٍَ زَبٗه‬ٜ‫َق‬ٚ

َٜٔ٢‫دَاػٔس‬
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo‟alah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina.” (QS.
Al-Ghafir: 60)
Ayat tersebut menjelaskan pada kita, bahwa setiap do‘a akan
dikabulkan oleh Allah selama do‘a tersebut tidak mengandung unsur
dosa atau pemutusan silaturahmi. Allah mengabulkan do‘a, dengan
melalui 3 (tiga) cara, yaitu: 1) Do‘a yang secara langsung dikabulkan, 2)
Do‘a yang dikabulkan dengan cara digantikan dengan yang lebih baik,
yaitu dengan menyelamatkannya dari marabahaya yang mengancam
jiwanya. 3) Do‘a yang dikabulkan dengan cara ditunda, dan akan
diberikan di akhirat. Hal itu sebagaimana terdapat dalam hadist Nabi
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam,

ٕ٠َٛ‫ بٔ َد ِع‬ُٛ‫َدِع‬ٜ ٣ًِِٔ‫اٍَ « َا َِٔٔ َُط‬ٜ‫ ق‬-ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬- ٖ٢ٔ‫ٕٖ ايٖٓب‬ٜ‫دٕ أ‬ٝٔ‫ ضَع‬٢ٔ‫ب‬ٜ‫عِٔ أ‬

ُُ٘‫َت‬ٛ‫ُ٘ َد ِع‬ٜ‫ِٕ ُت َعذٌَٖ ي‬ٜ‫إَٖا أ‬٢ ٕ‫خ‬ٜ٬َ‫ ث‬٣َ‫إسِد‬٢ ‫ُ٘ بَٔٗا‬٤ً‫ُ اي‬ٙ‫ا‬ِٜٛ‫أع‬ٜ ٤٫‫إ‬٢ ٣ِٔ‫ َزس‬ٝ١َ‫ع‬ٝٔٛ‫ق‬ٜ ٜ٫َٚ ِِْ‫ث‬٢‫َٗا إ‬ٝٔ‫ِظَ ؾ‬ٝ‫ي‬ٜ

‫َٗا‬ًِٜ‫ٔ َٔج‬٤ٛٗ‫فَ َعُِٓ٘ َٔ َٔ ايط‬٢‫َؿِس‬ٜ ِٕٜ‫إَٖا أ‬٢َٚ ٔ٠َ‫ اٯػٔس‬٢ٔ‫ُ٘ ؾ‬ٜ‫َ ٖدػٔسََٖا ي‬ٜ ِٕٜ‫إَٖا أ‬٢َٚ
“Dari Abu Said bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda: „Apabila seorang muslim berdo‟a dengan suatu do‟a yang tidak
mengandung unsur dosa atau pemutusan silaturahmi melainkan Allah akan
memberikan kepadanya salah satu dari tiga hal, yaitu; (1) Allah akan
menyegerakan pengabulan do‟anya, atau (2) Allah menjadikannya sebagai
simpanan baginya di akhirat, atau (3) Allah menghilangkan daripadanya
keburukan yang semisalnya.” (HR. Ahmad)
2. Fadhilah berdo‘a
Do‘a memiliki keutamaan dan fadhilah yang amat banyak, yang di
antaranya adalah sebagai berikut:
166 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
a. Do‘a adalah ibadah

ٝ٠َ‫يعٔبَاد‬ٞ‫ ا‬َٛ ُٖ ُ٤‫ي ٗدعَا‬ٜ‫ا‬


“Do‟a adalah ibadah.” (HR. Abu Daud dan Tirmizi)

ِِٝ‫ه‬ٜ‫ذبِ ي‬
ٔ َ‫ضت‬
ِ ٜ‫ أ‬ُْٞٔٛ‫ُِ ا ِدع‬ٝ‫اٍَ زَبٗه‬ٜ‫َق‬ٚ
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo‟alah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al- Ghafir: 60)
b. Do‘a adalah pembuka rahmat

٢ِٔٓ‫ع‬َٜ ‫ّا‬٦ِٝ‫غ‬
َ ُ٘٤ً‫ٌَٔ اي‬٦‫ض‬
ُ ‫ََا‬َٚ ٔ١َُِ‫َابُ اي ٖسس‬ِٛ‫ب‬ٜ‫ُ٘ أ‬ٜ‫ؾٔتشَتِ ي‬ٝ ٔ٤‫ِِ بَابُ اي ٗدعَا‬ٝ‫ُ٘ َِٔٓه‬ٜ‫ؾتٔضَ ي‬ٝ َِٔ

ٖٕ٢‫ إ‬-ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬- ٔ٘٤ً‫ ٍُ اي‬ُٛ‫اٍَ زَض‬ٜ‫َق‬ٚ ».١َٝ‫يعَأؾ‬ٞ‫ٍَ ا‬ٜ‫طِأ‬ُٜ ِٕٜ‫ِ٘ٔ َٔ ِٔ أ‬ٝ‫ي‬ٜ٢‫ب إ‬
ٖ َ‫أس‬ٜ

ٔ٤‫٘ٔ بٔاي ٗدعَا‬٤ً‫ِِ ٔعبَا َد اي‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ؾع‬ٜ ٍِ ‫ص‬٢ َِٜٓ ِِٜ‫َُٖٔا ي‬َٚ ٍَ‫عُ َُٖٔا َْ َص‬ٜ‫ِٓؿ‬َٜ َ٤‫اي ٗدعَا‬
“Barang siapa diantara kalian telah dibukakan baginya pintu do‟a, pasti
dibukakan pula baginya pintu rahmat, dan tidaklah Allah diminta sesuatu
yang Dia berikan lebih Dia senangi dari pada diminta kekuatan. ” Dan
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “sesungguhnya do‟a itu
bermanfaat baik terhadap apa yang terjadi maupun belum terjadi, maka
hendaklah kalian berdo‟a.” (HR. At-Tirmidzi)
c. Do‘a adalah senjata dan kekuatan ruhani

َِٔٔ ٝ١َ‫يعٔؿَاب‬ٞ‫ٔ ا‬ٙٔ‫ َٖر‬ٞ‫ِٕ َتًِٗٔو‬٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫ اي‬٢ٔٓ‫عَدَِت‬َٚ ‫ًُِٖٗ آتٔ ََا‬٤‫ اي‬٢َٔٓ‫عَدِت‬َٚ ‫ ََا‬٢ٔ‫ِْذٔصِي‬ٜ‫ًُِٖٗ أ‬٤‫اي‬

ٌَٔ‫كب‬ٞ َ‫طت‬
ِ َُ َِٜٔ٘‫َد‬ٜ ‫٘ٔ ََاد٘ا‬ٚ‫َِٗتٔـُ بٔسَب‬ٜ ٍَ‫َُاشَا‬ٜ‫ ؾ‬.» ٢‫٭زِض‬ٜ ‫ ا‬٢ٔ‫ تُ ِعبَدِ ؾ‬ٜ٫ ٢ّٜ٬ِ‫ض‬٢‫ اإل‬٢ٌِٖٜ‫أ‬

٢ًَٜ‫ُ ع‬ٙ‫ا‬ٜ‫ك‬ٞ‫ي‬ٜ‫أ‬ٜ‫ُ ؾ‬َٙ٤‫زدَا‬٢ َ‫أػَر‬ٜ ٜ‫ ؾ‬٣‫س‬ٞ‫ بَه‬ُٛ‫ب‬ٜ‫ُ أ‬ٙ‫تَا‬ٜ‫أ‬ٜ‫ِ٘ٔ ؾ‬ٝ‫ُ عَِٔ َِٓ ٔهَب‬ُٙ٩‫زدَا‬٢ ٜ‫ط‬ٜ‫ ضَك‬٢ٖ‫ٔ َست‬١ًِٜ‫ٔكب‬ٞ‫اي‬

167 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ُْٖ٘٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬ٜ‫ زَبٖو‬ٜ‫ ََُٓاغَدَُتو‬ٜ‫رَاى‬ٜ‫٘ٔ ن‬٤ً‫ٖ اي‬٢ٔ‫َا َْب‬ٜ ٍَ‫ا‬ٜ‫َق‬ٚ .ٔ٘ٔ٥‫زَا‬َٚ َِٔٔ َُ٘ ‫يتَ َص‬ٞ‫ِ٘ٔ ثُِٖ ا‬ٝ‫َِٓهَٔب‬

ٜ‫عَدَى‬َٚ ‫ ََا‬ٜ‫و‬ٜ‫ِٓذٔ ُص ي‬ُٝ‫ض‬


َ
“Ya Allah wujudkanlah untuk kami apa yang engkau janjikan, ya Allah
berikanlah kepada kami apa yang engkau janjikan, ya Allah jika
sekumpulan kaum muslimin ini binasa, maka tidak ada yang akan
menyembah engkau di muka bumi ini. ” Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam terus melantunkan do‟a seraya membentangkan kedua tanganya
menghadap kiblat hingga selempangnya jatuh, maka datanglah Abu Bakar
mengambil selempang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan
meletakanya di atas pundaknya dan menjaganya dari belakang dan berkata:
wahai nabi Allah, do‟a engkau kepada Tuhanmu sudah cukup, karena Dia
pasti akan mewujudkan apa yang Dia janjikan untukmu.” (HR.
Muslim)

ُٜ٘‫ضَتذَِبَٓا ي‬
ِ ‫ا‬ٜ‫أ ِزسَُِ ايسٖاسُٔٔنيَ ؾ‬ٜ َ‫ِْت‬ٜ‫َأ‬ٚ ٗ‫َ ايكٗس‬ٞٔٓ‫ط‬
ٖ َ ْٜٞٚ‫ زَبُٖ٘ أ‬٣َ‫ذِ َْاد‬٢‫بَ إ‬ٜٜٛٗ‫َأ‬ٚ

٣َ‫س‬ٞ‫ذٔن‬َٚ ‫ َِٔٔ ٔعِٓدَْٔا‬ٟ١َُِ‫ًُِِٗ َ َعُِِٗ َزس‬ِٜ‫َٔج‬َٚ ًُِٜٖٜ٘‫ُ أ‬ٙ‫َِٓا‬ٝ‫َآَت‬ٚ ٍّ‫ؿَٓا ََا بٔ٘ٔ َِٔٔ قُس‬ٞ َ‫هػ‬ٜ ٜ‫ؾ‬

َٜٔٔ‫ًعَابٔد‬ٞٔ‫ي‬
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku),
Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang
Maha Penyayang di antara semua Penyayang”. Maka Kamipun
memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada
padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat
gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk
menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS: Al-Anbiya’:
83-84)
d. Do‘a dapat menjauhkan murka Allah

ً٘ٝ‫ػِكَبِ ع‬َٜ ٜ‫ اهلل‬٢ٍ‫أ‬ٜ ِ‫ط‬َٜ ِِٜ‫َ ِٔ ي‬

168 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
“Barang siapa tidak mau meminta kepada Allah, niscaya Dia akan marah
kepadanya.” (HR. Ahmad)

3. Adab-adab berdo‘a
Agar do‘a kita mustajabah, maka hendaklah kita menjaga adab-adab
dalam berdo‘a, yang diantaranya adalah:
a. Membuka do‘a dengan hamdalah dan pujian bagi Allah Subhanahu
wa Ta'ala dan selawat atas nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.
Sebagaimana hadits fadhalah bin Ubaid: Tatkalah Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam duduk, tiba-tiba masuk seorang laki-laki
lalu berdo‘a: ―Allahumaghfirli warhamni. ‖ Maka Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam bersabda:

٪ٍ‫ ؾكا‬٢١ً‫ إذ دػٌ زدٌْ ؾؿ‬ٟ‫ضًِ قاعدا‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ ٍ اهلل ؾ‬ٛ‫ُٓا زض‬ٝ‫ب‬

‫ت‬ًٝ‫ إذا ؾ‬،ًٞ‫ٗا املؿ‬ٜ‫ٍ اهلل" عذًت أ‬ٛ‫ ؾكاٍ زض‬.‫ازمحين‬ٚ ٞ‫ايًِٗ اغؿس ي‬

‫ زدٌ آػس بعد‬٢١ً‫ ثِ ؾ‬." ٘‫ٓ ثِ ادع‬ًٞ‫ ع‬ٌٚ‫ؾ‬ًٖٛٗ‫ أ‬ٖٛ ‫ؾكعدت ؾامحد اهلل مبا‬

ٙ‫ا‬ٚ‫ ادع تُذب (ز‬ًٞ‫ٗا املؿ‬ٜ‫أ‬: ‫ ؾكاهلل ايٓيب‬،‫ايٓيب‬٣ً‫ ع‬٢ً‫ؾ‬ٚ ،‫ذيو ؾشُد اهلل‬

)ْٞ‫ؾشش٘ ا٭يبا‬ٜٛ‫ايرتَر‬
Tatkalah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam duduk, tiba-tiba masuk
seorang laki-laki lalu berdo‟a: “Allahummaghfirli warhamni.” Maka
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Kamu tergesa-gesa
wahai orang yang berdo‟a, jika kamu berdo‟a maka duduklah, lalu ucapkan
pujian kepada Allah dengan sesuatu yang layak bagi-Nya, dan berselawatlah
kepadaku kemudian berdo‟alah. ” Kemudian ada laki-laki lain berdo‟a
setelah itu, ia mengucapkan pujian kepada Allah dan berselawat kepada
nabi, maka nabi bersabda kepadanya:” Wahai orang yang berdo‟a,
berdo‟alah engkau niscaya dikabulkan” (HR: Tirmizi, disahihkan Al-
Bani)

169 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
b. Mengakui dosa
Mengakui dosa menunjukan kesempurnaan ubudiyah kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana do‘a Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam, dan do‘a Nabi Yunus Alaihi Salam. :

‫ِز‬ٛٝ‫ب ايػَؿ‬
ُ ‫ٖا‬ٛ‫ت ايٖت‬
َ ِْٜ‫و أ‬
ٜ ْٖ٢‫ إ‬ٞ
ٖ ًَٜ‫َُتبِ ع‬ٚ ٢ٞ‫ؿٔ ِس ي‬ٞ‫ اغ‬ٚ‫َزب‬
“Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau
Maha Penerima taubat dan Maha Pengampun.” (HR. Abu Dawud
dan Tirmidzi)

َ‫ائُٕني‬ٜ‫ٓتُ َٔ َٔ ايع‬ٝ‫ ن‬ْٞٚ‫ إ‬ٜ‫َ٘ إٯ أْتَ ضُبشَاَْو‬ٜ‫َُاتٔ إٔ ٯ إي‬ًٝٝ‫ ايع‬ٞٔ‫ ؾ‬٣‫ؾَٓاد‬ٜ


“Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau,
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.‖ (QS: Al-Anbiya’:
87)
c. Bersungguh-sungguh dalam berdo‘a dan berketetapan hati dalam
meminta
Sabda Rasul Shalallahu 'Alaihi wa Sallam:

٫ ْ٘‫ ؾإ‬،‫ين‬ٛ‫ت ؾأع‬٦‫ايًِٗ إٕ غ‬: ٔ‫ي‬ٛ‫ك‬ٜ ٫ٚ ،١‫عصّ املطأي‬ًٝ‫إذا دعا أسدنِ ؾ‬

)ًِ‫َط‬ٚ ٟ‫ ايبؼاز‬ٙ‫ا‬ٚ‫ ي٘ (ز‬ٙ‫َطتهس‬


“Jika salah seorang dari kalian berdo‟a, maka hendaknya berketetapan hati
dalam meminta, dan janganlah mengatakan: Ya Allah jika engkau mau
berilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang bisa memaksa Allah.”
(HR: Bukhari Muslim)
d. Berwudhu, menghadap kiblat dan mengangkat tangan ketika
berdo‘a
Hal itu akan lebih mendatangkan kekhusu‘an dan kejujuran dalam
menghadap. Abu Abdillah bin Zaed mengatakan:

170 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ِ‫ ث‬،٢‫اضتطك‬ٚ ‫ ؾدعا‬ٞ‫طتطك‬ًٝٝ‫ضًِ إىل ٖرا املؿ‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ػسز ايٓيب ؾ‬

ٙ٤‫قًب زدا‬ٚ ١ً‫اضتكبٌ ايكب‬


“Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam keluar ke tempat salat untuk minta
hujan, lalu beliau berdo‟a dan meminta hujan, kemudian menghadap kiblat
dan membalik selempangnya.”
Dan sebagaimana hadits Abu Musa Al-Asy‘ari, tatkala Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam selesai dari perang hunain – Abu Musa
mengatakan: Beliau meminta air lalu berwudhu, kemudian
mengangkat kedua tanganya seraya berdo‘a:‖ Ya Allah ampunilah
Ubaid bin Amir.‖ Dan aku melihat putih ketiaknya. (HR. Bukhari
Muslim)
e. Merendahkan suara dalam berdo‘a
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

َٜٔٔ‫عتَد‬ٝ‫ب امل‬
ُ ‫ش‬
ٔ ُٜٜ٫ َُْ٘‫ إ‬٠١َٝ‫ػُؿ‬َٚ ٟ‫ِ تَكَسُعا‬ٝ‫ا زَبَه‬ُٛ‫ادع‬

“Berdo‟alah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut,
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.‖
(QS. Al-A’raf: 55)

ٕٛ‫ إْهِ تدع‬،ٟ‫با‬٥‫ غا‬٫ٚ ِ‫ٕ أؾ‬ٛ‫ تدع‬٫ ِ‫ إْه‬،ِ‫أْؿطه‬٣ً‫ا ع‬ٛ‫ ازبع‬،‫ٗا ايٓاع‬ٜ‫أ‬

)ٟ‫ ايبؼاز‬ٙ‫ا‬ٚ‫ َعهِ (ز‬ٖٛٚ ‫ا‬ٟ ‫ب‬ٜ‫ا قس‬ٟ ‫ع‬ٝ‫مس‬


“Wahai manusia, sayangilah diri kalian, sesungguhnya kalian tidak berdo‟a
kepada yang tuli dan tidak pula yang jauh, kalian berdo‟a kepada Yang
Maha Mendengar dan Dekat, dan Dia selalu menyertaimu.‖ (HR.
Bukhari)
f. Menghadap ke arah kiblat
Dari Badr bin Zaid dia berkata, Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
pernah keluar ke lapangan ini untuk meminta hujan, maka beliau berdo‟a

171 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
dan shalat istisqa`, kemudian beliau menghadap ke kiblat dan membalik
kain yang beliau pakai.” (HR. Bukhari)
g. Mengangkat kedua tangan ketika berdo‘a
Dari Salman Radhiyallahu 'anhu dia berkata: Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Rabb kalian -Tabaraka wa
Ta‟ala- Maha Malu lagi Maha Pemurah kepada hamba-Nya, Dia malu
kepada hamba-Nya tatkala dia mengangkat kedua tangannya kepada-Nya
lantas Dia mengembalikannya dalam keadaan kosong. ” (HR. Abu
Daud)
h. Berwudhu sebelum berdo‘a, jika memungkinkan.
Dalam hadits Abu Musa Al-Asy‘ari, bawa Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam meminta air lalu berwudhu kemudian beliau
mengangkat kedua tangannya lalu berdo‘a, “Ya Allah, ampunilah
Ubaid Abu Amir. ” (HR. Bukhari)
i. Memilih waktu-waktu yang dianjurkan dan saat-saat yang mulia.
Seperti saat-saat setelah shalat, saat azan, antara azan dan iqamat,
sepertiga malam terakhir, hari Jumat, hari arafah, saat turun hujan,
saat sujud, saat berangkat menyerbu musuh dalam jihad fisabililah,
dan lain-lain.
j. Tidak mendo‘akan jelek kepada diri, keluarga dan harta
Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

٫ ،ِ‫ايه‬َٛ‫ أ‬٢ً‫ا ع‬ٛ‫ تدع‬٫ٚ ،ِ‫دن‬٫ٚ‫ أ‬٢ً‫ا ع‬ٛ‫ تدع‬٫ٚ ،ِ‫ أْؿطه‬٢ً‫ا ع‬ٛ‫ تدع‬٫

ِ‫بًه‬ٝ‫طتذ‬ٝ‫ّ ؾ‬٤‫ا‬ٛ‫ٗا ع‬ٝ‫طأٍ ؾ‬ٜ ١‫ا َٔ اهلل ضاع‬ٛ‫اؾك‬ٛ‫ت‬


“Janganlah kalian mendo‟akan jelek terhadap diri kalian, jangan pula
terhadap anak-anak dan harta kalian, jangan sampai kalian mendapati
satu saat Allah diminta satu permintaan lalu Dia mengabulkan untuk
kalian.” (HR. Muslim)
k. Hendaknya makanan, minuman dan pakaiannya dari yang halal

172 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ٚ‫َا زَب‬ٜ ٚ‫َا زَب‬ٜ ٔ٤‫ ايطَُٖا‬٢ٜ‫ي‬٢‫ِ٘ٔ إ‬َٜ‫َد‬ٜ ٗ‫َُُد‬ٜ َ‫غبَس‬ٞ ‫أ‬ٜ َ‫غعَح‬
ِ ‫أ‬ٜ َ‫س‬ٜ‫ٌُ ايطٖؿ‬ُٜٝٔٛ ٌَُ‫سَ اي ٖسد‬ٜ‫ثُِٖ ذَن‬

ُ‫طَتذَاب‬
ِ ُٜ ٢ْٖٜ‫أ‬ٜ‫ ؾ‬٢ّ‫يشَسَا‬ٞ‫َ بٔا‬٣ٔ‫ر‬ٝ‫غ‬َٚ ّْ‫ًَبطُُ٘ سَسَا‬َٞ َٚ ّْ‫ََػِسَبُُ٘ سَسَا‬ٚ ّْ‫عَُُُ٘ سَسَا‬ٛٞ ََٚ

ٜ‫ئرَٔيو‬
“Kemudian Nabi menyebutkan seorang laki-laki yang lusuh lagi kumal
karena lama bepergian mengangkat kedua tanganya ke langit tinggi-tinggi
seraya berdo‟a: Ya Rabbi, ya Rabbi (Wahai Tuhanku), sementara
makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dagingnya
tumbuh dari yang haram, maka bagaimana mungkin do‟anya bisa
terkabulkan?” (HR. Muslim)
l. Tidak tergesa-gesa dalam berdo‘a

٢ٔ‫بي‬
ِ ٔ‫طَِتذ‬َٜ ًِِٜٜ‫ ؾ‬٢ٚ‫ِتُ زَب‬ٛ‫دِ دَ َع‬ٜ‫ ٍُ ق‬ٛٝ‫َك‬ٝ‫ؾ‬ٜ ٌَِ‫َ ِعذ‬ٜ ِِٜ‫ِِ ََا ي‬ٝ‫٭سَدٔن‬ٜ ُ‫طتَذَاب‬
ِ ُٜ
“Akan dikabulkan permintaan seseorang di antara kamu, selagi tidak
tergesa-gesa, yaitu mengatakan: Saya telah berdo‟a kepada Tuhanku tetapi
tidak dikabulkan.” (HR. Bukhari)
m. Berdo‘a dengan khusyu‘ dan yakin bahwa do‘anya pasti akan
dikabulkan

ٕ‫ًب‬ٞ‫ق‬ٜ َِٔٔ ّ٤‫بُ ُدعَا‬ٝٔ‫طتَذ‬


ِ َٜ ٜ٫ َ٘٤ً‫ٕٖ اي‬ٜ‫ا أ‬ًُُِٜٛ‫َاع‬ٚ ٔ١َ‫دَاب‬٢‫َٕ بٔاإل‬ُٛٓ‫ٔق‬َُٛ ُِِ‫ِْت‬ٜ‫َأ‬ٚ َ٘٤ً‫ا اي‬ُٛ‫ا ِدع‬

ٜٙ٫ ٣ٌٔ‫اؾ‬ٜ‫غ‬
“Mohonlah kepada Allah sedangkan kamu merasa yakin akan dikabulkan
karena sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan do‟a dari hati yang
lalai.” (HR. Tirmidzi)

4. Contoh-contoh do‘a dari kitab dan sunah:


Pertama: Do‘a-do‘a dari al-qur‘an:
173 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ٟ‫اَا‬ٜ‫َُك‬َٚ ٟ‫سا‬ٜ‫َت َُطتَك‬٤‫ إََْٗا ضَآ‬ٟ‫اَْػَسَاَا‬ٜ‫ف َعَٓا عَرٓابَ َد َََِٗٓ إَٕ عَرَابََٗا ن‬٣‫زََبَٓا اؾس‬
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahanam
dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.
Sesungguhnya jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat
kediaman.” (QS. Al-Fur’qan: 65-66)

ٟ‫دعًََٓائً ُُتَكٔنيَ إََاَا‬ٜ‫ا‬ُٕٛٓٝ‫ أع‬ٜ٠َ‫س‬ٝ‫أتَٓا ق‬ٜ٢‫ذُز‬َٚ ‫َ ٔدَٓا‬ٚ‫يَٓا َٔٔ أش‬ٜ ‫زََبَٓا َٖب‬
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam
orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Fur’qan:74)

َٜٔٔ‫ًر‬ٜٔ‫ ي‬ٟ٬ٔ‫ٔبَٓا غ‬ًٛٝٝ‫ ق‬ٞٔ‫ تَذعٌَ ؾ‬ٜ٫َٚ ٢ٕ‫َْا بٔايإلميَا‬ٛٝ‫ضبَك‬


َ َٜٔٔ‫ر‬١‫ََْٔٓا اي‬ٛ‫َإلػ‬ٚ ‫يَٓا‬ٜ ‫زََبَٓا اغؿٔس‬

ِْٝٔ‫ َسس‬٠‫ؾ‬ٚ٩َ‫ ز‬ٜ‫ا زََبَٓآ إَْو‬َُٛٓ ‫َا‬٤


“Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang
telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; ya Tuhan
kami, sesungguhnya engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al-Hasyr: 10)

َ‫َأْتَ ػَ ُري ايسَاسُٔني‬ٚ َِ‫َازس‬ٚ ‫َزبٔ اغؿٔس‬


“Ya Tuhanku, berilah ampun dan berilah rahmat, dan engkau adalah
pemberi rahmat Yang Paling baik.” (QS. Al-mukminun: 118)

٢‫َٔقَٓا عَرَابَ ايَٓاز‬ٚ ٟ١َٓ‫ط‬


َ َ‫ٔ س‬٠َ‫٭ػٔس‬ٜ ‫يف ا‬٢ َٚ ٟ١َٓ‫ط‬
َ ‫َا َس‬ُْٝٓ‫ ايد‬ٞٔ‫َأتَٓا ؾ‬٤ ‫زََبَٓآ‬
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat
dan peliharalah kami dari siksa neraka.‖ (QS. Al-Baqarah: 201).

174 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
٢ًَٜ‫َُا سًََُتَُ٘ ع‬ٜ‫ا ن‬ٟ‫َٓآ إؾس‬ًَٜٝ‫تَشٌُٔ ع‬ٜ٫َٚ ‫أَْا زََبَٓا‬ٜٛ‫ أػ‬ٜٚ‫َٓآ أ‬ٝٔ‫َاػٔرَْآ إٕ َْط‬٪‫ ُت‬٫ٜ ‫زََبَٓا‬

‫َازسََُٓآ‬ٚ ‫يَٓا‬ٜ ‫اغؿٔس‬ٚ ‫َاعـُ َعٓٓا‬ٚ ٔ٘ٔ‫يَٓا ب‬ٜ ٜ١ٜ‫اق‬ٜ‫ ط‬ٜ٬َ ‫تَشًَُٔٓآ‬ٜ٫َٚ ‫بًَٔٓا زَبَٓآ‬ٜ‫َٔ َٔٔ ق‬ٜٔ‫ر‬١‫اي‬

َٜٔ٢‫ؿٔس‬ٜ‫ّ ايه‬٢ٜٛ‫ ايك‬٢ًَٜ‫يَٓا ؾاْؿُسَْا ع‬ََُٜٛ‫أْت‬


“Ya Tuhan kami, janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau
kami tersalah, Ya Tuhan kami janganlah engkau bebankan kepada kami
beban yang berat sebagaimana engkau bebankan kepada orang-orang yang
sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah engkau pikulkan kepada kami
apa yang kami tak sanggup memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah
kami; dan rahmatilah kami. Engkau penolong kami, maka yolonglah kami
terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 286)

ُ‫ََٖاب‬ٛ‫ت اي‬
َ ْ‫ أ‬ٜ‫ إَْو‬ٟ١ٜ‫ َزمح‬ٜ‫دُْو‬ًَٜٓٔ ‫يَٓا‬ٜ ‫ََٖب‬ٚ ‫تَٓا‬َٜ‫ًَبَٓا بَع َد إذ َٖد‬ٝٝ‫ؽ ق‬٢‫ تُص‬٫ٜ ‫زََبَٓا‬
“Ya Tuhan kami, janganlah engkau jadikan hati kami condong kepada
kesesatan sesudah engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah
kepada kami rahmat dari sisi engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah
Maha Pemberi (karunia).‖ (QS. Ali-Imran: 8)

٢ٞ‫ي‬ٜٛ‫ا ق‬ُٛٗ‫ك‬ٜ ‫َؿ‬ٜ ْٞ‫َٔٔٔيطَا‬٠ٟ‫ٌ عْك َد‬ًٝ‫َس‬ٚ ٟ٢‫ أَس‬ٞ


٢ ‫س ي‬ٚ‫ط‬َٜٚ ٟ٢‫ ؾَدز‬ٞ‫ اغسَغ ي‬ٚ‫َزب‬
“Ya Tuhanku, lapangkanlah untuku dadaku, dan mudahkanlah untuku
urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti
perkataanku.” (Tahaa: 25-28)

٢ٞ‫اغؿٔس ي‬ٜ‫ ؾ‬ٞٔ‫ُتُ َْؿط‬ًٜٜ‫ ظ‬٢ْٞٓ‫َزبٔ إ‬


“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu
ampunilah aku.” (QS. Al-Qasash: 16)

َٜٔ٢‫اؾٔس‬ٜ‫ّ ايه‬٢ٜٛ‫ َٔ َٔ ايك‬ٜ‫محتٔو‬


ٜ ‫َْذٔٓآبٔ َس‬ٚ َ‫ائُني‬١‫ّ ايع‬٢ٜٛ‫ئًك‬ٟ١َٓ‫ًَٓآ ؾٔت‬َٜ‫ تَذع‬٫ٜ ‫زَبَٓآ‬

175 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
“Ya Tuhan kami; janganlah engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum
yang zalim.” (QS. Yunus: 85- 86)

َٜٔ٢‫اؾٔس‬ٜ‫ّ ايه‬٢ٜٛ‫ ايك‬٢ًَٜ‫َاْؿُسَْا ع‬ٚ ‫َثَبٔتأقدَآََا‬ٚ ‫َْا‬٢‫يف أَس‬٢ ‫ؾَٓا‬ٜ‫َإضسَا‬ٚ ‫َبَٓا‬ُُْٛ‫يَٓا ذ‬ٜ ‫زَبَٓآ اغؿٔس‬

“Ya Tuhan kami ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang
berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir .” (QS. Ali Imran: 147)

ٟ‫َْا َزغَدا‬٢‫يَٓا َٔٔ أَس‬ٜ ٤٢ََٖٝٚ ٟ١ٜ‫ َزمح‬ٜ‫دُْو‬ٜ‫َأتَٓا َٔٔ ي‬٤ ‫زََبَٓآ‬
“Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisimu dan
sempurnakan bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (QS.
Al-Kahfi: 10)

ٟ‫ُا‬ًٞٔ‫ ع‬ِْٞٔ‫شد‬٢ ٚ‫ٖزب‬


“Ya Tuhanku, tambahkanlah kepada kami ilmu pengetahuan.‖ (QS. Thaha:
114)

٢‫َاطٔني‬ٖٝ‫ت ايػ‬
ٔ ‫ َِٔٔ ََُٖصَا‬ٜ‫ذُ بٔو‬ُٛ‫ع‬ٜ‫ب أ‬
ٚ ‫ٖز‬
“Ya Tuhanku aku berlindung kepada engkau dari bisikan-bisikan setan.” (QS
Al-Mukminun: 97)

ُِٝٔ‫يشَه‬ٞ‫ ُص ا‬ٜ‫ص‬٢ َ‫يع‬ٞ‫ت ا‬


َ ْٜ‫و أ‬
ٜ ْٖ٢‫يَٓا زَٖبَٓا إ‬ِٜ‫ؿٔس‬ٞ‫َاغ‬ٚ ‫ا‬ُٚ‫س‬ٜ‫ؿ‬ٜ‫ َٔ ن‬ٜٔ‫ر‬٤ًِّ‫ ي‬١ٟ َٓ‫ًَٓا ؾِٔت‬َٞ‫ا َتذِع‬ٜ‫زَٖبَٓا ي‬
“Ya Tuhan kami, janganlah engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-
orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau,
Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-
Mumtahanah: 5)

٤‫عُاي ٗدعَا‬َُٝٔ‫ ض‬ٜ‫ْٖو‬٢‫ إ‬١ٟ َ‫ب‬ٝٚ‫ط‬ٜ ٟ١ٖٜٚ‫ ُذز‬ٜ‫دُِْو‬٤‫ َٔٔ ي‬ٞٔ‫بي‬


ِ َٖ ٚ‫َزب‬

176 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
“Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.
Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do‟a.” (QS Ali Imran: 38)

ًَُِٝٔ‫يع‬ٞ‫ ُع ا‬ُٖٝٔ‫ت ايط‬


َ ْٜ‫و أ‬
ٜ ْٖ٢‫كبٌِٖ َٖٔٓا إ‬ٜ َ‫زَٖبَٓا ت‬
“Ya Tuhan kami, terimalah dari pada kami (amalan kami), sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-
Baqarah: 127)

٤‫كبٌِٖ ُدعَا‬ٜ َ‫َت‬ٚ‫ زَٖبَٓا‬ٞٔ‫ت‬ٜٖٚ‫َٔٔ ذُز‬َٚ ٔ٠٬


ٜ ٖ‫ َِ ايؿ‬ٝٔ‫ َُك‬ًَٞٔٓٞ‫ ا ِدع‬ٚ‫َزب‬
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap
mendirikan salat, ya Tuhan kami perkenankanlah do‟aku.” (QS Ibrahim:
40)

ُ‫شطَاب‬
ٔ ٞ‫ُّ اي‬ٛٝ‫َك‬َِٝٛ َٜ َ‫َٔٓٔني‬٪ِ ُُ ًٞٔ‫َي‬ٚ َٖٟ‫َائد‬ٛ‫َٔي‬ٚ ٞٔ‫ؿٔ ِسي‬ٞ‫زَٖبَٓا اغ‬
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-
orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” (QS Ibrahim: 41)

٢‫ب ايٖٓاز‬
َ ‫َٔقَٓاعَرَا‬ٚ ‫َبَٓا‬ُُْٛ‫يَٓا ذ‬ٜ ‫ؿٔ ِس‬ٞ‫اغ‬ٜ‫َْٖٓا آَٖٓا ؾ‬٢‫زَٖبَٓا إ‬
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala
dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali-Imran: 16)

َٜٔٔ‫ؿطٔد‬ٞ ُُٞ‫ّ اي‬٢ِٛ‫ك‬ٜ ٞ‫ اي‬٢ًَٜ‫ ع‬ِْٞٔ‫ اْؿُس‬ٚ‫َزب‬


“Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang
berbuat kerusakan itu.” (QS Al-Ankabut: 30)

َ‫ِسُايسٖاسُٔٔني‬ٝ‫ْتَ َػ‬ٜ‫َأ‬ٚ ‫َا ِزسََُِٓا‬ٚ ‫يَٓا‬ٜ ‫ؿٔ ِس‬ٞ‫اغ‬ٜ‫زَٖبَٓا آَٖٓا ؾ‬

177 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
“Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami
rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Paling Baik.” (QS Al-
Mukminun: 109)

ٕ٤َِٞ‫ غ‬ٌٚٝ‫ه‬٣ًَٜ‫ ع‬ٜ‫ْٖو‬٢‫يَٓا إ‬ٜ ‫ؿٔ ِس‬ٞ‫َاغ‬ٚ ‫زََْا‬ُْٛ ‫يَٓا‬ٜ ِِ ُِٔ‫ت‬ٜ‫زَٖبَٓا أ‬


“Ya Tuhan kami, sempurnakan bagi kami cahaya kami, dan ampunilah kami,
sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS AT-Tahrim:
8)

َٜٔٔ‫نتُِبَٓا َ َع ايػٖأٖد‬ٞ ‫ا‬ٜ‫زَٖبَٓا آَٖٓا ؾ‬


“Ya Tuhan kami, kami telah beriman maka catatlah kami bersama orang-orang
yang menjadi saksi (atas kebenaran al-qur‟an dan kenabian Muhamad
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam).” (QS Al-Maidah: 83)

Kedua: Do‘a-do‘a dari sunnah

ِ‫ضتُس‬
ِ ‫ًُِٖٗ ا‬٤‫ اي‬.ٞٔ‫ َاي‬َٚ ًِٖٜٞٔ‫َأ‬ٚ َٟ‫َا‬ُِْٝ‫د‬َٚ ِٜٞٔٓٔ‫ د‬ٞٔ‫ ؾ‬ٜ١َٝٔ‫يعَاؾ‬ٞ‫َا‬ٚ َٛ‫ؿ‬ٞ َ‫يع‬ٞ‫ ا‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

َُِٜٞٔٓٝٔ ِٔ‫َ َع‬ٚ ٞٔ‫ؿ‬ًَٞ‫ََِٔٔ ػ‬ٚ َٖٟ‫َد‬ٜ ٢ِٔٝ‫ َِٔٔ َب‬ٞٔٓ‫ع‬ٞ ‫ؿ‬ٜ ِ‫ًُِٖٗ اس‬٤‫ اي‬،ٞٔ‫عَات‬ِٚ ‫َآَِٔٔ َز‬ٚ ،ٞٔ‫زَات‬ِٛ ‫َع‬

. ِٞٔ‫غتَاٍَ َٔ ِٔ َتشِت‬ٞ ‫أ‬ٝ ِٕ ٜ‫و أ‬


ٜ ‫َُٔت‬ٜ‫ِذُ ٔب َعع‬ُٛ‫أع‬َٜٚ ٞٔ‫ِق‬ٛ‫ؾ‬ٜ ِٔ ََٔٚ ٞٔ‫ َعِٔ غَُٔاي‬َٚ
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan dalam urusan
agamaku dan duniaku, keluargaku dan hartaku. Ya Allah, tutupilah aku dari
segala yang memalukanku dan tentramkanlah aku dari rasa takut. Ya Allah,
peliharalah aku dari depanku, belakangku, dari kananku dan kiriku, serta
atasku. Dan aku berlindung dengan keagungan-Mu dari ancaman yang datang
dari arah bawahku.”

178 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
َٜ٘‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٫ ،ٟ٢‫ بَؿَس‬ٞٔ‫ ؾ‬ٞٔٓ‫ًُِٖٗ عَأؾ‬٤‫ اي‬،ٞٔ‫ ضَ ُِع‬ٞٔ‫ ؾ‬ٞٔٓ‫ًُِٖٗ عَأؾ‬٤‫ اي‬،َْٞٔ‫ بَد‬ٞٔ‫ ؾ‬ٞٔٓ‫ًُِٖٗ عَأؾ‬٤‫اي‬

.َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٫٤ ‫إ‬٢


“Ya Allah, sehatkanlah badanku, Ya Allah sehatkanlah pendengaranku. Ya
Allah sehatkanlah penglihatanku. Tiada Tuhan yang patut disembah selain
Engkau.”

.َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٫٤ ٢‫ َ٘ إ‬ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٫ٜ ،٢‫كبِس‬ٜ ٞ‫ب اي‬


ٔ ‫َِٔٔ عَرَا‬َٚ ٢‫س‬ٞ‫ك‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫َاي‬ٚ ٢‫س‬ٞ‫ؿ‬ٝ‫ه‬ٞ‫ َٔ َٔ اي‬ٜ‫ذُ ٔبو‬ِٛ ُ‫أع‬ٜ ْٞٚ٢‫ًُٗ ِٖ إ‬٤‫اي‬
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran serta siksa
kubur, Tiada Tuhan yang yang patut disembah selain Engkau.”

‫ ََا‬ٜ‫عِدٔى‬َٚ َٚ ٜ‫ َعِٗدٔى‬٢ًَٜ‫َْا ع‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٜ‫َْا َعبِدُى‬ٜ‫َأ‬ٚ ٞٔٓ‫كَت‬ٞ ًَٜ‫ ػ‬. َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٤٫‫إ‬٢ َٜ٘‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٫ ٞٚ‫ِْتَ زَب‬ٜ‫ًُِٖٗ أ‬٤‫اي‬

ِ‫ؿٔس‬ٞ‫اغ‬ٜ‫ ؾ‬ٞٔ‫ُ بٔرَِْب‬٤ِٛ‫ُب‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ًَٖٜٞ‫ ع‬ٜ‫ ٔبٔٓعِ َُتٔو‬ٜ‫يو‬ٜ ُ٤ِٛ‫ُب‬ٜ‫ أ‬،ُ‫ؾَٓ ِعت‬
َ ‫ ََا‬ٚ‫ َِٔٔ غَس‬ٜ‫ذُ ٔبو‬ِٛ ُ‫أع‬ٜ ،ُ‫ ِعت‬ٜٛ ‫ضَت‬
ِ‫ا‬

. َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٫٤ ٢‫ب إ‬


َ ُِْٛٗ‫ػِؿٔسُ اير‬َٜ ٜ٫ ُْٖ٘٢‫ إ‬،ٞٔ‫ي‬
“Ya Allah, Engkaulah Tuhanku. Tiada Tuhan yang patut disembah selain
Engkau, Kau ciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu dan aku tetap pada
sumpah dan janjiku kepada-Mu sekuat tenagaku. Aku berlindung kepada-Mu
dari kejahatan yang aku perbuat. Aku datang kepada-Mu menyatakan
pengakuan akan segala nikmat-Mu yang Kau limpahkan kepadaku. Dan aku
datang kepada-Mu mengakui segala dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya
tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.”

٢ٌِ‫ُبؼ‬ٞ‫َََٔٔ اي‬ٚ ،٢ٌَ‫هط‬ٜ ٞ‫َاي‬ٚ ٢‫يعَذِص‬ٞ‫ ََٔٔ ا‬ٜ‫ِذُ ٔبو‬ٛ‫أ ُع‬َٜٚ ،٢َٕ‫يشَص‬ٞ‫َا‬ٚ َِٚٗ‫ي‬ٞ‫ ََٔٔ ا‬ٜ‫ِذُ ٔبو‬ٛ‫ ُع‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

.٢ٍ‫سدَا‬ٚ ‫س اي‬٢ ِٗ‫ق‬ٜ َٚ ٢ِٜٖٔ‫ ايد‬١َٔ‫ًب‬ٜٜ‫ َِٔٔ غ‬ٜ‫ذُ ٔبو‬ِٛ ُ‫أع‬َٜٚ ،٢ٔ‫ذِب‬
ُ ‫ي‬ٞ‫َا‬ٚ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari duka cita dan kesusahan. Aku
berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, serta dari rasa kikir dan
jiwa pengecut. Aku berlindung kepada-Mu dari cengkraman hutang dan
penindasan manusia.”

179 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
َِٟ‫ِس‬ٝ‫ َػ‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫َأ‬ٚ ٟ‫ُ َْذَاسا‬َٙ‫َآػٔس‬ٚ ٟ‫سا‬ٜ٬ٜ‫ُ٘ ؾ‬ٜٛ‫ض‬
َ ِٚ‫أ‬َٜٚ ،ٟ‫سا‬ٜ٬َ‫ ؾ‬٢َِّٛٝ‫ي‬ٞ‫ٍَٖ َٖرَا ا‬ٚ‫أ‬ٜ ٌَِ‫ًُِٖٗ ا ِدع‬٤‫اي‬

.َُِٔٝٔٔ‫أ ِزسَ َِ ايسٖاس‬ٜ ‫َا‬ٜ ٔ٠‫َاٯػٔ َس‬ٚ ‫َا‬ِْٝٗ‫ايد‬


“Ya Allah, jadikanlah permulaan hari ini kebaikan dan pertengahannya
keberuntungan serta akhirnya kesuksesan. Aku berlindung kepada-Mu kebaikan
dunia dan akhirat, wahai Yang Maha Pengasih lebih dari mereka yang berhati
kasih.”

٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٢‫س‬ٜ‫ ايٖٓع‬ٜ٠‫ ٖر‬ٜ‫َي‬ٚ ،ٔ‫ِت‬َُٛ ٞ‫ َبعِدَ اي‬٢‫ِؼ‬ٝ‫ي َع‬ٞ‫َبَ ِسدَ ا‬ٚ ،ٔ٤‫كَا‬ٜ‫ك‬ٞ‫ بَعِدَ اي‬٢َ‫ق‬ٚ‫ ايس‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

ٜ‫ِذُ بٔو‬ٛ‫أ ُع‬َٜٚ ٕ١٤ًٔ‫ٕ َُك‬١َٓ‫ ؾِٔت‬ٜ٫َٚ ٕ٠‫ٔ َُكٔ ٖس‬٤‫ قَسٖا‬٢‫ِس‬ٝ‫غ‬ٜ ٞٔ‫ ؾ‬،ٜ‫و‬٥ٔ‫كا‬ٜ ٔ‫ ي‬٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٢‫ِم‬ٛ‫ػ‬
ٖ ‫َاي‬ٚ ،٢ِِٜ٢‫س‬ٜ‫ه‬ٞ‫ اي‬ٜ‫و‬٢ٗ‫ ِد‬َٚ

.ُُٙ‫ َتػِؿٔس‬٫ٜ ٟ‫ِ ذَِْبا‬ٚ‫أ‬ٜ ١ٟ َ٦ِٝٛٔ َ‫ُتبَ ػ‬ٞ‫ن‬ٜ‫ أ‬ِٚ ‫أ‬ٜ ،ًَٖٜٞ‫ ع‬٣َ‫ ِعتَد‬ُٜ ِٚ‫أ‬ٜ َٟٔ‫أ ِعتَد‬ٜ ِٚ‫أ‬ٜ ،ًَِٜٞ‫ظ‬ٝ‫ أ‬ِٚ ٜ‫ًٔ َِ أ‬ٞ‫ظ‬ٜ‫ ِٕ أ‬ٜ‫أ‬
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu keridhaan terhadap keputusan-Mu,
kelapangan hidup setelah mati, kenikmatan memandang wajah-Mu yang mulia
dan kerinduan untuk berjumpa dengan-Mu, tidak dalam kesusahan yang
meyedihkan dan tidak dalam cobaan yang menyesatkan. Dan aku berlindung
kepada-Mu dari menganiaya atau dianiaya atau diserang dan berbuat kesalahan
atau dosa yang Engkau tidak ampuni.”

.٢‫يعُُِس‬ٞ‫ٍ ا‬٢ َ‫أ ِزذ‬ٜ ٢ٜ‫ي‬٢‫ ُز ٖد إ‬ٜ‫ ِٕ أ‬ٜ‫و أ‬


ٜ ٔ‫ِذُ ب‬ٛ‫ ُع‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُٗ ِٖ إ‬٤‫اي‬
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kembali ke masa hidup yang
terhina.”

ٞٚٓ‫فِ َع‬٢‫َاؾِس‬ٚ َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٤٫‫إ‬٢ ‫ ِسطََٔٓٗا‬ٜ‫ ٭‬ٟٔ‫ِٗد‬َٜ ٜ٫ ٢‫م‬ٜ٬ِ‫ػ‬ٜ‫َا٭‬ٚ ٢ٍ‫٭عَُِا‬ٜ ‫ ا‬٢ٔ‫ط‬


َ ‫ ِس‬ٜ‫ ٭‬ْٞٔٔ‫ًُِٖٗ اِٖد‬٤‫اي‬

.َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٫٤ ‫إ‬٢ ‫َٗا‬٦ََٝٚ‫ ض‬َٞٚٓ‫فُ ع‬٢‫َؿِس‬ٜ ٜ٫ ‫َٗا‬٦َٝٚ‫ض‬


َ
“Ya Allah, tunjukilah aku kepada sebaik-baik perbuatan dan budi pekerti, tiada
satupun dapat menunjukinya selain Engkau. Dan jauhkanlah aku dari
keburukannya, tiada satupun dapat menjauhkannya selain engkau.”

180 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ٜ‫ذُ بٔو‬ِٛ ُ‫أع‬ٜ ْٞٚ٢‫ًُٗ ِٖ إ‬٤‫ اي‬،ٞٔ‫زشِق‬٢ ٞٔ‫ ؾ‬ٞٔ‫ىي‬ٞ ٢‫َبَاز‬ٚ ،ِٟ٢‫ دَاز‬ٞٔ‫ ؾ‬ٞٔ‫عِي‬ٚ‫َض‬َٚٚ ،ِٜٞٔٓٔ‫ِ د‬ٞٔ‫ؾًِٔ ِضي‬ٜ‫ًُٗ ِٖ أ‬٤‫اي‬

٢‫ام‬ٜ‫ك‬ٚ‫َايػ‬ٚ ٢‫ِم‬ٛ‫ط‬
ُ ‫ؿ‬ٝ ٞ‫َاي‬ٚ ٢‫س‬ٞ‫ؿ‬ٝ‫يه‬ٞ‫ ََٔٔ ا‬ٜ‫ذُ ٔبو‬ِٛ ُ‫أع‬َٜٚ ،ٔ١َِٓٝ‫َايطٖ ٔه‬ٚ ٔ١٤‫ي‬ٚ‫َاير‬ٚ ٔ١ًٜٞ‫يػَؿ‬ٞ‫َا‬ٚ ٔ٠َٛ‫ط‬
ِ ‫ك‬ٜ ٞ‫ََٔٔ اي‬

ٔ‫ًُِٖٗ آت‬٤‫ اي‬،٢ّ‫ا‬ٜ‫ضِك‬ٜ‫ٔ ا٭‬٤َٚٞ‫َض‬ٚ ٢ّ‫يذُرَا‬ٞ‫َا‬ٚ ٢ِٞ‫َايبُه‬ٚ ِٚٗ‫ ََٔٔ ايؿ‬ٜ‫ِذُ بٔو‬ُٛ‫أع‬َٜٚ ،ٔ٤‫َا‬ٜٚ‫َايس‬ٚ ٔ١َ‫َايطٗ ُِع‬ٚ

ٜ‫ذُ بٔو‬ِٛ ‫ ُع‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫ اي‬،‫َٖا‬ٜ٫ِٛ َ َٚ ‫َٗا‬ٝٗٔ‫َي‬ٚ َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬،‫اَٖا‬٤‫ِسُ َِٔ شَن‬ٝ‫ِْتَ َػ‬ٜ‫ أ‬،‫شَناَِّٖا‬َٚ ‫َاَٖا‬ٛ‫ك‬ٞ َ‫ِ ت‬ٞٔ‫ؿط‬ٞ َْ

. ‫يَٗا‬ٜ ‫ب‬
ُ ‫طَتذَا‬
ِ ُٜ ٜ٫ ٕ٠َٛ ‫دَ ِع‬َٚ ‫ػبَع‬
ِ ‫ َت‬ٜ٫ ٣‫ظ‬ٞ‫َْؿ‬ٚ ،‫ؼِػَع‬َٜ ٜ٫ ٔ‫ب‬ًٜٞ‫َق‬ٚ ،‫ع‬ٜ‫ِٓؿ‬َٜ ٜ٫ ٣ًِٞٔ‫َِٔٔ ع‬
“Ya Allah perbaikilah untukku agama-ku, dan lapangkanlah bagiku tempat
kediamanku serta berkahilah untukku rizkiku.”
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keras hati, kelalaian, kehinaan dan
kemiskinan. Aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran, kefasikan, pertikaian,
rasa ingin tersohor dan rasa ingin dipandang. Aku berlindung kepada-Mu dari
tuli. Ya Allah karuniakanlah ketaqwaan pada jiwaku dan sucikanlah ia, karena
Engkaulah sebaik-baik dzat yang mensucikannya, Engkaulah Pelindungnya dan
Pemiliknya.”
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tak bermanfaat, hati yang
tak khusyu‟, jiwa yang tak puas dan do‟a yang tak terkabulkan.”

‫ ََا‬ٚ‫ َِٔٔ غَس‬ٜ‫ِذُ بٔو‬ُٛ‫أع‬َٜٚ ،ٌُِ‫أع‬ٜ ِِٜ‫ ََا ي‬ٚ‫َِٔٔ غَس‬َٚ ،ُ‫ًت‬َُٞٔ‫ ََا ع‬ٚ‫ َِٔٔ غَس‬ٜ‫ِذُ بٔو‬ٛ‫ ُع‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

.ًِِِٜ‫ع‬ٜ‫ ِِ أ‬ٜ‫ ََا ي‬ٚ‫ََِٔٔ غَس‬ٚ ُ‫عًَُِٔت‬


“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang telah ku perbuat dan
yang belum ku perbuat. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang telah ku
ketahui dan yang belum ku ketahui.”

٢‫ِع‬َُٝٔ‫د‬َٚ ،ٜ‫ َُٔتو‬ٞ‫ ْٔك‬ٜ٠‫أ‬ٜ ِ‫ؾذ‬َٜٚ ٜ‫َٔتو‬ٝ‫ عَأؾ‬٢ٍٛٗ ‫ش‬


َ َ‫َت‬ٚ ،ٜ‫ ْٔعِ َُٔتو‬٢ٍ‫َا‬ٚ‫ َِٔٔ َش‬ٜ‫ِذُ ٔبو‬ٛ‫أ ُع‬ٜ ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

ٜ‫ٔو‬ٛ‫ؼ‬
َ‫ض‬َ

181 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari lenyapnya nikmat yang Engkau
karuniakan, berobahnya kesehatan yang Engkau anugrahkan, kejutan bencana
dari-Mu dan dari segala bentuk amarah-Mu.”

ِٕٜ‫ أ‬ٜ‫ذُ ٔبو‬ِٛ ُ‫أع‬َٜٚ ٢َّ‫َٗس‬ٞ‫َاي‬ٚ ٢‫يشَسَم‬ٞ‫َا‬ٚ ٢‫م‬٢‫يػَس‬ٞ‫ََٔٔ ا‬َٚ ٟٚ‫َايتٖ َسد‬ٚ ٢ِّ‫يَٗد‬ٞ‫ ََٔٔ ا‬ٜ‫ذُ ٔبو‬ِٛ ‫أ ُع‬ٜ ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

٣‫َُع‬ٜ‫و َِٔٔ ط‬
ٜ ‫ِذُ ٔب‬ٛ‫َأ ُع‬ٚ ،ٟ‫ِػا‬ٜٔ‫د‬ٜ‫ِتَ ي‬َُٛ ‫أ‬ٜ ِٕٜ‫ َِٔٔ أ‬ٜ‫ذُ ٔبو‬ِٛ ‫أ ُع‬َٜٚ ٔ‫ِت‬َُٛٞ‫إُ ٔعِٓدَ اي‬ِٜٖٛٝ‫َ ايػ‬ٜٞٔٓٛ ‫َتؼَٖب‬َٜ

.‫طبَع‬ٜ ٢ٜ‫ إي‬ٟٔ‫ِٗد‬َٜ


“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kehancuran, terjatuh, tenggelam,
terbakar dan kesengsaraan masa tua. Aku berlindung kepada-Mu dari sentuhan
setan disaat kematian. Aku berlindung kepada-Mu dari kematian karena digigit
binatang. Dan aku berlindung kepada-Mu dari rasa rakus yang membawa kepada
tabi‟at jahat.‖

َِٔٔ ٜ‫ذُ بٔو‬ِٛ ُ‫أع‬َٜٚ ،ٔ٤‫َا‬ٚ‫ ِد‬ٜ‫َا٭‬ٚ ٔ٤‫َا‬ِٖٛ ٜ‫َا٭‬ٚ ٢ٍ‫٭عَُِا‬ٜ ‫َا‬ٚ ٢‫م‬ٜ٬ِ‫٭ػ‬ٜ ‫ا‬ٞ ٔ‫سَات‬ٜ‫ َِٔٔ َُِٓه‬ٜ‫ذُ بٔو‬ِٛ ُ‫أع‬ٜ ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

. ٔ٤‫٭عِدَا‬ٜ ‫ا‬ٞ ١َٔ‫غََُات‬َٚ ٚ ‫يعَ ُد‬ٞ‫س ا‬٢ ِٗ‫ق‬َٜٚ ،٢ِٜٖٔ‫ ايد‬١َٔ‫ًب‬ٜٜ‫غ‬


“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pekerjaan buruk, perbuatan munkar,
hawa nafsu jahat dan penyakit membinasakan. Aku berlindung kepada-Mu dari
cengkraman hutang dan penindasan lawan, serta kegembiraan musuh melihatku.”

،ٞٔ‫َٗا َعَاغ‬ِٝ‫ ٔؾ‬ٞٔ‫يت‬٤‫َ ا‬ٟ‫َا‬ُِْٝ‫ د‬ٞٔ‫ؾًِٔضِ ي‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٟ٢‫أَِس‬ٜ ٝ١َُِ‫َ عٔؿ‬ُٖٛ ٟٔ‫ر‬٤‫َ اي‬ِٜٞٔٓٔ‫ِ د‬ٞٔ‫ؾًِٔضِ ي‬ٜ‫ًُِٖٗ أ‬٤‫اي‬

٢ٌَ‫َا ِدع‬ٚ ،٣‫ِس‬ٝ‫ َػ‬ٌٚٝ‫ ن‬ٞٔ‫ ؾ‬ٞٔ‫ ي‬ٟ٠‫َا َد‬ٜ٢‫ ش‬ٜ٠‫َا‬َٝ‫يش‬ٞ‫ ا‬٢ٌَ‫َا ِدع‬ٚ ،ٟٔ‫َٗا َعَاد‬ِٝ‫ي‬ٜ٢‫ إ‬ٞٔ‫يت‬٤‫َ ا‬ٞٔ‫ آػٔسَت‬ٞٔ‫ؾًِٔضِ ي‬ٜ‫َأ‬ٚ

،ًَٖٜٞ‫ َتِٓؿُسِ ع‬ٜ٫َٚ ِْٞٔ‫َاِْؿُس‬ٚ ،ًَٖٜٞ‫ ُتعِٔٔ ع‬ٜ٫َٚ ٞٚٓ‫ ٔع‬ٜ‫ أ‬ٚ‫ زَب‬،ٍّ‫ غَس‬ٌٚٝ‫ َِٔٔ ن‬ٞٔ‫ ي‬ٟ١َ‫ِتَ زَاس‬َُٛ ٞ‫اي‬

ٟ‫ٖاٖا‬ٚ‫أ‬ٜ ،ٜ‫و‬ِٜٝ‫ي‬٢‫ إ‬ٟ‫ؼبٔتا‬


ِ َُ ،ٜ‫يو‬ٜ ٟ‫ازا‬٤‫ غَه‬،ٜ‫يو‬ٜ ٟ‫ازا‬٤‫ ذَن‬ًَٞٔٓٞ‫ًُِٖٗ ادِع‬٤‫ اي‬،ٞٔ‫ ي‬٣ َ‫يُٗد‬ٞ‫سِ ا‬ٚ‫ط‬َٜٚ ْٞٔٔ‫َاِٖد‬ٚ

182 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
،ٞٔ‫ًب‬ٜٞ‫َاِٖدٔ ق‬ٚ ،ٞٔ‫ذت‬
ٖ ‫بتِ ُس‬َٚ‫َث‬ٚ ٞٔ‫َت‬ٛ‫َ ٔدبِ َد ِع‬ٜ‫َأ‬ٚ ٞٔ‫َِبت‬ٛ‫طٌِٔ َس‬ٞ‫َاغ‬ٚ ٞٔ‫َِبت‬ٛ‫كبٌِٖ َت‬ٜ َ‫ ت‬ٚ‫ َزب‬،ٟ‫ِبا‬َُٝٓٔ

ٟ٢‫ ؾَ ِدز‬ٜ١َُِٝ‫ؼ‬
ٔ‫ض‬َ ًٌِِٝ‫َاض‬ٚ ،ْٞٔ‫د ِدٔيطَا‬ٚ َ‫َض‬ٚ
“Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku yang merupakan pelindung segala
urusanku, perbaikilah keadaan duniaku yang merupakan tempat kehidupanku,
perbaikilah akhiratku yang merupakan tempat kembaliku. Jadikanlah hidup ini
sebagai tambahan bagiku untuk berbuat segala kebajikan dan jadikanlah
kematian sebagai peristirahatan akhir bagiku dari segala kejahatan.”
“Ya Allah, jadikanlah aku hamba-Mu yang banyak mengingat-Mu, banyak
mensyukuri nikmat-Mu, sangat patuh terhadap perintah-Mu, selalu merendahkan
diri di haribaan-Mu dan senantiasa mengadu dan berserah diri kepada-Mu.”
“Tuhanku, terimalah taubatku, bersihkanlah dosaku, kabulkanlah do‟aku,
kuatkanlah alasanku, tunjukilah hatiku, luruskanlah perkataanku dan
lenyapkanlah keburukan hatiku.”

،ٜ‫سَ ْٔعِ َُٔتو‬ٞ‫ غُه‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫َأ‬ٚ ٔ‫ اي ٗسغِد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٜ١َُِٜ٢‫يعَص‬ٞ‫َا‬ٚ ،٢‫٭َِس‬ٜ ‫ ا‬ٞٔ‫ ايجٖبَاتَ ؾ‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ٞ ْٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

ًُِِٜ‫ ََا َتع‬٢‫ِس‬ٝ‫ َِٔٔ َػ‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٟ‫ ؾَادٔقا‬ٟ‫َٔيطَاْا‬ٚ ،ٟ‫ُِا‬ًَٝٔ‫ ض‬ٟ‫با‬ًٜٞ‫ ق‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٜ‫ ُسطَِٔ ٔعبَادَتٔو‬َٚ

.ٔ‫ب‬ِٛ ُٝ‫ي ُػ‬ٞ‫ُّ ا‬٤٬َ‫ِْتَ ع‬ٜ‫َأ‬ٚ ًُِِٜ‫ َُٖٔا َتع‬ٜ‫ضَتػِؿٔسُى‬


ِ ٜ‫َأ‬ٚ ،ًُِِٜ‫ ََا تَع‬ٚ‫ َِٔٔ غَس‬ٜ‫ِذُ بٔو‬ٛ‫أ ُع‬َٜٚ
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu ketetapan hati dalam segala urusan,
keteguhan kehendak menuju kebenaran. Aku mohon agar aku dapat mensyukuri
nikmat-Mu, mengabdi kepada-Mu dengan baik. Aku mohon kepada-Mu
kesucian hati, kejujuran kata. Aku mohon kepada-Mu kebaikan yang Engkau
ketahui dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang Engkau ketahui,
aku mohon ampunan-Mu dari segala kejahatanku yang Engkau ketahui, karena
Engkaulah yang mengetahui segala yang ghaib.”

183 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ٜ‫َتَسِى‬ٚ ٔ‫ِسَات‬ٝ‫ؼ‬
َ ‫ي‬ٞ‫ ٔؾعٌَِ ا‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫ اي‬،ٞٔ‫ؿط‬ٞ َْ ٖ‫ غَس‬ٞٔٓ‫َٔق‬ٚ ،ٟٔ‫ ُزغِد‬ُِٞٔٓ ٢ٗ‫ي‬ٜٞ‫ًُِٖٗ أ‬٤‫اي‬

ٞٔٓ٤‫َؾ‬ٛ‫ؾَت‬ٜ ٟ١َٓ‫ ٔؾِت‬ٜ‫ َزدِتَ بٔٔعبَادٔى‬ٜ‫إذَا أ‬٢َٚ ،ََُٞٔٓ‫َتَ ِسس‬ٚ ٞٔ‫ِٕ َتػِؿٔسَي‬ٜ‫َأ‬ٚ ،َِٔٝ‫ َُطَأن‬ٞ‫َ ُسبٖ اي‬ٚ ٔ‫سَات‬ٜ‫ ُُِٓه‬ٞ‫اي‬

.٣ِٕٛ‫ؿُت‬ٞ َ َ‫ِس‬ٝ‫غ‬ٜ ‫ ََِٔٓٗا‬ٜ‫و‬ِٝ‫ي‬ٜ٢‫إ‬


“Ya Allah, ilhamkanlah petunjuk kepadaku dan jagalah aku dari kejahatan
diriku.”
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu agar aku dapat berbuat segala kebajikan, dan
meninggalkan segala kemunkaran, serta mencintai orang-orang miskin. Aku
mohon kepada-Mu limpahan ampunan dan rahmat kepadaku. Aku mohon,
apabila Engkau menghendaki untuk menimpakan cobaan kepada seluruh hamba-
Mu, agar Kau pulangkan aku kepada-Mu dalam keadaan selamat dari cobaan
itu.”

. ٜ‫و‬ٚ‫ ُسب‬٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬ٞٔٓ‫ُب‬ٚ‫س‬ٜ‫ُك‬ٜ ٣ٌََُ‫ ع‬ٌٚٝ‫ب ن‬


ٖ ‫َ ُس‬ٚ ،ٜ‫شٔٗبو‬ُٜ َِٔ ٖ‫َ ُسب‬ٚ ،ٜ‫ ُسٖبو‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُٗ ِٖ إ‬٤‫اي‬
“ Ya Allah, aku mohon kepada-Mu agar aku dapat mencintaimu, mencintai
hamba-Mu yang mencintai-Mu, dan mencintai segala perbuatan yang
mendekatkanku menuju cinta-Mu.”

،ٞٔٓ‫ِت‬ٚ‫ََثب‬ٚ ،ٔ‫َاب‬ٛ‫ِسَ ايٖج‬ٝ‫َ َػ‬ٚ ،٢‫ِسَ ايٖٓذَاغ‬ٝ‫ َػ‬َٚ ،ٔ٤‫ِسَ اي ٗدعَا‬ٝ‫َ َػ‬ٚ ،ٔ١ٜ‫ َُطِأي‬ٞ‫ِسَ اي‬ٝ‫ َػ‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ ُِٖٗ إ‬٤ً‫اي‬

،ٞٔ‫َات‬٦ِٝٛٔ َ‫ؿٔسِ ػ‬ٞ‫َاغ‬ٚ ،ٞٔ‫ت‬ٜ٬َ‫كبٌِٖ ؾ‬ٜ َ‫َت‬ٚ ،ٞٔ‫عِ دَ َزدَات‬ٜ‫َازِؾ‬ٚ ،ْٞٔ‫َُِا‬ٜ٢‫سَكِّلِ إ‬َٚ ،ِٜٞٔٓ٢‫َاش‬َٛ ٌِِّ‫َثَك‬ٚ

.ٔ١ٖٓ‫ذ‬
َ ‫ي‬ٞ‫ َٔ َٔ ا‬٢ًُٜ‫يع‬ٞ‫ت ا‬
ٔ ‫ ايدٖزَدَا‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫َأ‬ٚ
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu sebaik-baik permintaan, sebai-baik do‟a,
sebaik-baik keberuntungan dan sebaik-baik pahala. Tetapkanlah jejakku,
beratkanlah timbangan kebaikanku, nyatakanlah imanku, tinggikanlah
derajatku, terimalah shalatku dan ampunilah segala kesalahanku. Aku mohon
kepada-Mu derajat yang tinggi dalam surga.”

184 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
،َُ٘ٓ‫َبَا ٔط‬ٚ َُٙ‫أٖس‬ٜ‫َظ‬ٚ ،َُٙ‫َآػٔس‬ٚ ُٜ٘‫ٖي‬ٚ‫أ‬َٜٚ َُ٘‫َأَع‬ٛ‫ َد‬َٚ َُُ٘ٔ‫َات‬ٛ‫َ َػ‬ٚ ،٢‫ِس‬ٝ‫ؼ‬
َ ٞ‫َاتٔضَ اي‬ٛ‫ؾ‬ٜ ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

َ‫س‬ٜٚٗٛ ‫َُت‬ٚ ،ٟ٢‫ ِشز‬ٚ٢ َ‫َتَكَع‬ٚ ،ٟ٢‫س‬ٞ‫عَ ذٔن‬ٜ‫ِٕ تَسِؾ‬ٜ‫ أ‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫ اي‬،ٔ١ٖٓ‫ذ‬
َ ‫ي‬ٞ‫ ََٔٔ ا‬ًُٜٞ‫يع‬ٞ‫تٔ ا‬ٜ‫َاي ٖدزَدا‬ٚ

.ٔ١ٖٓ‫ذ‬
َ ‫ي‬ٞ‫ َٔ َٔ ا‬٢ًُٜ‫يع‬ٞ‫ت ا‬
ٔ ‫ اي ٖدزَدَا‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٞٔ‫ ذَِْب‬ٞٔ‫َتػِؿٔسَي‬ٚ ،ٞٔ‫سِد‬ٜ‫ؿ َٔ ؾ‬
ٚ َ‫َُتش‬ٚ ٞٔ‫ًب‬ٜٞ‫ق‬
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu segala pembuka kebaikan, penutupnya dan
semua yang mendatangkannya, awalnya dan akhirnya, lahirnya dan bathinnya,
dan aku mohon derajat yagn tinggi dalam surga.”
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu agar Kau tinggikan namaku, Kau hapus
dosaku, Kau sucikan hatiku, dan Kau pelihara kamaluan-ku, serta Kau ampuni
dosaku dan ku mohon kepada-Mu derajat yang tinggi dalam surga.‖

ٞٔ‫َؾ‬ٚ ٞٔ‫ك‬ًٞ‫ َػ‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ٞٔ‫س‬ِٚ ‫ ُز‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ٟ٢‫ بَؿَس‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ،ٞٔ‫ ضَ ُِع‬ٞٔ‫ ؾ‬ٜ‫ى‬٢‫ِٕ ُتبَاز‬ٜ‫ أ‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

ٔ‫ اي ٖدزَدَات‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٞٔ‫طَٓات‬
َ ‫كبٌِٖ َس‬ٜ َ‫َت‬ٚ ،ًََُٞٔ‫ ع‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ َٟ‫َا‬ِٝ‫ َش‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ًِٖٜٞٔ‫ أ‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ،ٞٔ‫ك‬ًُٝ‫ػ‬

. ٔ١ٖٓ‫ذ‬
َ ٞ‫ َٔ َٔ اي‬٢ًُٜ‫يع‬ٞ‫ا‬
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu agar kau limpahkan keberkahan pada
pendengaranku, penglihatanku, jiwaku, bentuk ciptaku dan akhlakku, serta pada
keluargaku, hidupku dan amal perbuatanku. Dan terimalah segala amal
kebajikanku. Dan aku mohon kepada-Mu derajat yang tinggi dalam surga.”

.ٔ٤‫٭عِدَا‬ٜ ٞ‫ ا‬١َٔ‫غََُات‬َٚ ٔ٤‫كَا‬ٜ‫ك‬ٞ‫ اي‬٤ِٔٛ‫ض‬


ُ َٚ ٔ٤‫ا‬ٜ‫َ َدزِ ٔى ايػٖك‬ٚ ٔ٤ٜ٬َ‫ب‬ٞ‫ َِٔٔ َدِٗ ٔد اي‬ٜ‫ِذُ بٔو‬ٛ‫ ُع‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُٗ ِٖ إ‬٤‫اي‬
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari beratnya cobaan, pedihnya
kesengsaraan, buruknya keputusan dan kegembiraan musuh melihatku.”

،٢‫بِؿَاز‬ٜ‫َا٭‬ٚ ٔ‫ِب‬ًٛٝٝ‫ك‬ٞ‫فَ اي‬ٚ‫ًُِٖٗ َُؿَس‬٤‫ اي‬. ٜ‫ِٔٓو‬ٜٔ‫ د‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞٔ‫ًب‬ٜٞ‫تِ ق‬ٚ‫ ثَب‬،ٔ‫ب‬ِٛ ًٝٝ‫ك‬ٞ‫ًبَ اي‬ِّٜ‫ًُِٖٗ َُك‬٤‫اي‬

ٜ٫َٚ ‫َٔٓا‬ٛ‫أ ِع‬َٜٚ ‫ٖٓا‬٢ٗ‫ ُت‬ٜ٫َٚ ‫ََِٓا‬٢‫س‬ٞ‫ن‬ٜ‫َأ‬ٚ ‫ؿَٓا‬


ِ ٝ‫ َتِٓك‬ٜ٫َٚ ‫شدَِْا‬٢ ًُِٖٗ٤‫ اي‬.ٜ‫ َعٔتو‬ٜ‫ طا‬٢ًَٜ‫َِبَٓا ع‬ًٛٝٝ‫فِ ق‬ٚ‫ؾَس‬

.‫َٓا‬ًَِٜٝ‫ِثٔسِ ع‬٪ُ‫ ت‬٫ٜ َٚ ‫َآثٔسَِْا‬ٚ ،‫سََِٓا‬٢ ِ‫َتش‬


185 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
“Ya Allah, yang mengendalikan semua hati, tetapkanlah hatiku diatas agama-
Mu.
Ya Allah, yang mengarahkan semua hati dan penglihatan, arahkanlah hati kami
untuk ta‟at kepada-Mu.”
“Ya Allah, tambahkanlah kebaikan kepada kami, dan janganlah Kau kurangi,
muliakanlah kami, dan janganlah Kau jadikan kami manusia hina, karuniailah
kami segala pemberian-Mu, dan janganlah Kau putuskan kami dari pemberian-
Mu, utamakanlah kami, dan janganlah Kau kesampingkan kami.”

ًُِٖٗ٤‫ اي‬، ٔ٠َ‫ابٔ اٯػٔس‬ٜ‫عَر‬َٚ ‫َا‬ِْٝٗ‫ ايد‬٢ِٟ‫أدٔسَِْا َِٔٔ ػٔص‬َٜٚ ‫ًَِّٗا‬ٝ‫ ن‬٢‫ز‬ِٛ َُ‫٭‬ٝ ‫ا‬ٞ ٞٔ‫طِٔ عَأقبََتَٓا ؾ‬
ٔ ‫ ِس‬ٜ‫ًُِٖٗ أ‬٤‫اي‬

ٔ٘ٔ‫ ََا تُبًَِّػَُٓا ب‬ٜ‫ا َعتٔو‬ٜ‫َِٔٔ ط‬َٚ ٜ‫َٔتو‬ٝ‫ؿ‬


ٔ ِ‫َِٔ َع‬ٝ‫ََب‬ٚ ٜ‫َِٓٓا‬ٝ‫ٍُ بٔ٘ٔ َب‬ِٛ ‫ش‬
ُ ‫ََا َت‬ ٜ‫ٔتو‬َِٝ‫يَٓا َِٔٔ َػػ‬ٜ ِِٔ‫قط‬ٞ‫ا‬

‫َْا‬٢‫بِؿَاز‬ٜ‫َأ‬ٚ ‫ضَُِا ٔعَٓا‬ٜ‫ت ِعَٓا بٔأ‬َٚ َٚ ‫َا‬ِْٝٗ‫ٔبَ ايد‬٥‫ؿا‬


َ َ ‫َٓا‬ًَِٜٝ‫ُٕ بٔ٘ٔ ع‬َٚٛٗ ‫ ََا ُت‬٢ِٔٝ‫َٔك‬ٝ‫ي‬ٞ‫ََٔٔ ا‬َٚ ،ٜ‫َدَٖٓتو‬

٢ًَٜ‫َاِْؿُسَِْا ع‬ٚ ‫ ََُٓا‬ًٜٜ‫ َِٔ ظ‬٢ًَٜ‫أزََْا ع‬ٞ َ‫َا ِدعٌَِ ث‬ٚ ،‫خَ َٖٔٓا‬٢‫َاز‬ٛ‫ي‬ٞ‫ًَٗا ا‬َٞ‫َادِع‬ٚ ،‫َتَٓا‬َِِٝٝ‫أس‬ٜ ‫ٖأتَٓا ََا‬ٛ‫ق‬ٝ َٚ

‫َِٔٓٓا‬ٜٔ‫ د‬ٞٔ‫َِبَتَٓا ؾ‬ٝ‫ؿ‬


ٔ َُ ٌَِ‫ذع‬
ِ ‫ َت‬ٜ٫َٚ ‫َُٔٓا‬ًٞٔ‫ؼَ ع‬ًِٜ‫ َب‬ٜ٫َٚ ‫َُٓا‬ٚ َٖ َ‫نبَس‬ٞ ٜ‫َا أ‬ِْٝٗ‫ ايد‬٢ٌَ‫ذع‬
ِ ‫ َت‬ٜ٫َٚ ،ٜ‫َِٔ عَادَاْا‬

. ‫َ ِسسَ َُُٓا‬ٜ ٜ٫َٚ ٜ‫ؾو‬ٝ ‫ؼَا‬َٜ ٜ٫ َِٔ ‫ٔبَٓا‬ُُْٛ‫َٓا بٔر‬ًَِٜٝ‫ ع‬ٞ‫ تُطًَِّط‬٫ٜ َٚ
“Ya Allah, baikkanlah kesudahan segenap urusan kami, dan lindungilah kami
dari kenistaan hidup di dunia dan siksaan hidup di akhirat. Ya Allah,
karuniailah kami rasa takut kepada-Mu yang dapat menghalangi kami dari
perbuatan durjana, dan karuniailah kami ketaatan kepada-Mu yang dapat
menyampaikan kami ke dalam sorga-Mu. Karuniailah kami keyakinan hati yang
dapat meringankan kami dari aneka cobaan dunia. Limpahkanlah kepada kami
kenikmatan lewat pendengaran kami, penglihatan kami, dan kekuatan kami
selama kami hidup, dan jadikanlah semua itu pewaris dari kami. Jadikanlah
balas dendam kami hanya kepada orang-orang yang menganiaya kami dan
menangkanlah kami terhadap orang-orang yang memusuhi kami. Janganlah
Engkau jadikan dunia ini puncak tujuan kami dan batas pengetahuan kami.
Janganlah Engkau jadikan cobaan kami dalam agama kami. Dan janganlah Kau
beri kekuasaan orang-orang yang tidak takut kepada-Mu dan tidak mengasihi
kami, dikarenakan dosa-dosa kami.”
186 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ٜ١َ ٬
ٜ ٖ‫َايط‬ٚ ،ٍّ‫ بٔس‬ٌٚٝ‫ َِٔٔ ن‬ٜ١َُِٝٔٓ‫ي َػ‬ٞ‫َا‬ٚ ،ٜ‫َِٔ َػِؿٔسَٔتو‬٥‫عَصَا‬َٚ ،ٜ‫ِ ٔدبَاتٔ زَسِ َُٔتو‬َُٛ ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

.٢‫ َٔ َٔ ايٖٓاز‬ٜ٠‫َايٖٓذَا‬ٚ ،ٔ١ٖٓ‫ذ‬


َ ٞ‫ِشَ بٔاي‬ٛ‫ؿ‬ٜ ٞ‫َاي‬ٚ ،ٍّ‫ غَس‬ٌٚٝ‫َٔ ِٔ ن‬
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu segala yang mendatangkan rahmat-Mu, segala
yang menimbulkan ampunan-Mu, ku mohon keberuntungan dari segala kebajikan,
keselamatan dari berbagai kejahatan dan keberuntungan memperoleh sorga serta
keselamatan dari api neraka.‖

٤٫َ‫ إ‬ٟ‫ِٓا‬َٜ‫ د‬ٜ٫َٚ َُ٘‫ ٖس ِدت‬ٜ‫ ؾ‬٤٫٢‫ إ‬ٟ‫ َُٖٓا‬ٜ٫َٚ ،َُ٘‫ضتَسِت‬


َ ٤٫‫إ‬٢ ٟ‫ِبا‬ٝ‫ َع‬ٜ٫َٚ ،َُ٘‫سِت‬ٜ‫ؿ‬ٜ‫ غ‬٤٫٢‫ إ‬ٟ‫َٓا ذَِْبا‬ٜ‫ تَدَعِ ي‬ٜ٫ ًُِٖٗ٤‫اي‬

٤٫٢‫غْ إ‬٬
ٜ َ‫َٗا ؾ‬ِٝٔ‫يَٓا ؾ‬َٜٚ ٜ‫قا‬٢‫ ز‬ٜ‫يو‬ٜ َٖٞٔ ٔ٠‫َاٯػٔ َس‬ٚ ‫َا‬ِْٝٗ‫ ايد‬٢‫ٔر‬٥‫َا‬ٛ‫ َِٔٔ َس‬ٟ١َ‫ سَاد‬ٜ٫َٚ ،ُ٘ َ‫ت‬ِٝ‫ك‬
َ ٜ‫ق‬

َُِٔٝٔٔ‫أ ِزسَ َِ ايسٖاس‬ٜ ‫َا‬ٜ ‫َتَٗا‬ِٝ‫ك‬


َ ٜ‫ق‬
“Ya Allah, janganlah Kau biarkan pada diri kami suatu dosa kecuali Kau
ampuni, janganlah Kau biarkan suatu cacat kecuali Kau tutupi, janganlah Kau
biarkan kesusahan kecuali Kau bukakan jalan keluar, janganlah Kau biarkan
hutang kecuali Kau lunaskan, dan janganlah Kau biarkan hajat duniawi dan
ukhrowi yang Engkau ridhoi dan baik bagi kami kecuali Kau penuhi, wahai Yang
Maha Pengasih lebih dari mereka yang berhati kasih.”

‫ِٗ ٔبَٗا‬ًُٝ‫َت‬ٚ ٟ٢‫أَِس‬ٜ ‫ََتذَُِعُ ٔبَٗا‬ٚ ،ٞٔ‫ًب‬ٜٞ‫ ٔبَٗا ق‬ٟٔ‫ َتِٗد‬،ٜ‫ َِٔٔ ٔعِٓدٔى‬ٟ١َُِ‫ َزس‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

،ًََُٞٔ‫ ٔبَٗا ع‬ِّٞ‫َتُصَن‬ٚ ،ٞ٢ِٗ‫د‬َٚ ‫ضُ ٔبَٗا‬ٚٝ‫َُتَب‬ٚ ٟٔ‫عُ ٔبَٗا غَأٖد‬ٜ‫َتَسِؾ‬ٚ ٞٔ‫ب‬٥ٔ‫ا‬ٜ‫ ٔبَٗا غ‬ٝ‫غ‬ٜ‫ََتشِؿ‬ٚ ،ٞٔ‫غ ِعج‬
َ

.ٕ٤ِٛ‫ض‬
ُ ٌٚٝ‫ ٔبَٗا َِٔٔ ن‬ُُٞٔٓ ٔ‫ََتعِؿ‬ٚ ،ٞٚٓ‫ٔؿَتَٔ َع‬ٞ‫َتَسُدٗ ٔبَٗا اي‬ٚ ،ٟٔ‫ ٔبَٗا ُزغِد‬ُُٞٔٓ ٢ًُٗٞ‫َت‬ٚ
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu rahmat dari-Mu, yang dengannya Kau
tunjuki hatiku, dengannya Kau satukan segala perkaraku, dengannya Kau
kumpulkan urusan-urusanku yang berserakan, dengannya Kau pelihara diriku
dikala ku tiada. Dengannya Kau angkat derajatku dikala aku ada, dengannya
kau cerahkan wajahku, dengannya kau sucikan perbuatanku, dengannya kau
ilhamkan jalanku yang terang, dengannya Kau hindarkan diriku dari segala
cobaan, dan dengannya Kau jaga diriku dari berbagai kejahatan.”
187 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ٜ١ٜ‫ك‬ٜ‫َُسَاؾ‬َٚ ،ٔ٤‫ػَٗدَا‬
ٗ ‫صٍَ اي‬٢ ‫ َِٓع‬َٚ ٔ٤‫طعَدَا‬
ٗ ‫ِؼَ اي‬ٝ‫ َع‬َٚ ،ٔ٤‫كَا‬ٜ‫ك‬ٞ‫َِّ اي‬َٜٛ َ‫ِش‬ٛ‫ؿ‬ٜ ٞ‫ اي‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

.ٔ٤‫٭عِدَا‬ٜ ‫ ا‬٢ًَٜ‫َايٖٓؿِسَ ع‬ٚ ٔ٤‫َا‬ٝ‫ِْٔب‬ٜ‫ا٭‬


“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu kemenangan di hari penentuan (kiamat),
kehidupan sebagaimana kehidupan orang-orang yang bahagia, martabat
sebagaimana martabat para syuhada, dan hidup bersama para nabi serta
kemenangan terhadap musuh-musuh.”

،ْ‫غ‬٬
ٜ ٜ‫َِتَبعُُ٘ ؾ‬ٜ ٟ‫َْذَاسا‬ٚ ،٣‫ل‬ًُٝ‫ ػ‬٢ِٔ‫ ُسط‬ٞٔ‫ ؾ‬ٟ‫َُِاْا‬ٜ٢‫َإ‬ٚ ٣ٕ‫َُِا‬ٜ٢‫ إ‬ٞٔ‫ ؾ‬ٟ١ٖ‫ؾش‬
ٔ ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

.ٟ‫َاْا‬ٛ‫ق‬
ِ ٢‫ز‬َٚ ٜ‫ َِٔٓو‬ٟ٠‫ََػِؿٔ َس‬ٚ ،ٜ‫ َِٔٓو‬ٟ١َٝ‫عَأٔؾ‬َٚ ٜ‫ َِٔٓو‬ٟ١َُِ‫ َزس‬َٚ
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu kebenaran dalam iman, keimanan dalam
akhlak, kesuksesan yang disertai kebahagiann, limpahan rahmat dan keselamatan
serta ampunan dan keridhaan dari-Mu.”

ٜ‫ِذُ بٔو‬ٛ‫ ُع‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫ اي‬،٢‫ َدز‬ٜ‫ك‬ٞ‫قَا بٔاي‬ٚ‫َايس‬ٚ ،٢‫ل‬ًٝٝ‫طَٔ اخل‬
ِ ُ‫س‬َٚ ،ٔ١٤‫يعٔؿ‬ٞ‫َا‬ٚ ٜ١ٖ‫ؿش‬
ٚ ‫ اي‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

٣ِِٝ‫طتَٔك‬
ِ َُ ‫ط‬
ٕ ‫ ؾٔسَا‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞٚ‫ٕٖ زَب‬٢‫ إ‬،‫ٔتَٗا‬َٝ‫ؾ‬
ٔ ‫ِْتَ آػٔرْ بَٔٓا‬ٜ‫ أ‬١ٕٖ‫ دَاب‬ٌٚٝ‫س ن‬ٚ َ‫َِٔٔ غ‬َٚ ،ٞٔ‫ؿط‬ٞ َْ ‫س‬ٚ َ‫َِٔٔ غ‬
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu kesehatan, kesucian jiwa, pekerti yang baik,
dan keridhaan hati menghadapi takdir. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu
dari kejahatan diriku dan dari kejahatan setiap yang melata di atas bumi yang
hanya Engkaulah penuntunnya. Sesungguhnya Tuhanku selalu berada di jalan
yang lurus.”

ْ٤َِٞ‫ غ‬ٜ‫ِو‬ًَٜٝ‫ ع‬٢ٜ‫ؼِؿ‬َٜ ٜ٫َٚ ٞٔ‫َت‬ْٜٝٔ٬َ‫ع‬َٚ ِٟٚ‫ُِ ضٔس‬ًِٜ‫ََتع‬ٚ ،ْٜٞٔ‫ ََها‬٣َ‫َتَس‬ٚ ،َٞٔ٬
ٜ ٜ‫ َتطَُِعُ ن‬ٜ‫ْٖو‬٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬

ٗ‫ُُكٔس‬ٞ‫ ُُػِؿٔلُ اي‬ٞ‫دٌَُ اي‬َٛ ‫َاي‬ٚ ،ُ‫ِس‬ٝ‫ذ‬


ٔ ‫ ُُطَِت‬ٞ‫ِحُ اي‬ٝ‫طتَٔػ‬
ِ ُُ ٞ‫َاي‬ٚ ،ُ‫ِس‬ٝٔ‫ك‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫ٔظُ اي‬٥‫َْا ايَبا‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٟ٢‫أَِس‬ٜ َِٔٔ

،٢ٌِٝ‫ُُرِْٔبٔ ايرٖٔي‬ٞ‫ أِبٔتَٗاٍَ اي‬ٜ‫ِو‬ٝ‫ي‬ٜ٢‫ٌُ إ‬٢ٗ‫ِبَت‬ٜ‫َأ‬ٚ ،٢ٔٝٔ‫ُٔطِ ٔه‬ٞ‫ اي‬ٜ١ٜ‫ َطِأي‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬،ٔ٘ٔ‫ بٔرَِْب‬ٜ‫ِو‬ٝ‫ي‬ٜ٢‫فُ إ‬٢‫ ُُ ِعتَس‬ٞ‫اي‬

188 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
،ُُُِ٘‫و ٔدط‬
ٜ ٜ‫ذٍَٖ ي‬َٚ ،ُُ٘‫قَبت‬ٜ َ‫ ز‬ٜ‫يو‬ٜ ِ‫َ َِٔ ػَكَ َعت‬٤‫ دُعَا‬٢‫ِس‬ٜ٢‫ـٔ ايكٖس‬٥ٔ‫يؼَا‬ٞ‫َ ا‬٤‫ ُدعَا‬ٜ‫ِى‬ٛ‫أ ِد ُع‬َٜٚ

. ًِ‫ض‬ٚ ٘‫ؾشب‬ٚ ٘‫ آي‬٢ً‫ع‬ٚ ‫دْا حمُد‬ٝ‫ ض‬٢ً‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬ٚ ُُ٘‫ؿط‬ٝ ِْٜ‫و أ‬
ٜ ‫ي‬ٜ َِٔ‫ َزغ‬َٚ

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar pembicaraanku, Melihat


tempat ku berada, Mengetahui yang rahasia dan yang nyata dariku, dan tiada
suatupun dari keadaanku yang luput dari pengetahuan-Mu. Aku ini hamba-Mu
yang hina lagi kekurangan, yang mengharap pertolongan dan perlindungan, yang
cemas dan takut, serta mengakui segala dosanya di keharibaan-Mu. Aku mohon
kepada-Mu sebagai orang miskin yang meminta-minta, aku tunduk dihadapan-
Mu sebagai orang yang berdosa lagi hina, dan ku tengadahkan do‟a kepada-Mu
sebagai orang yang dicekam rasa takut dan marabahaya, sebagai orang yang patuh,
tunduk dan takluk di keharibaan-Mu.”

189 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
BAB VIII
QIYAMULLAIL DAN TADABUR AL-QUR’AN

A. Qiyamullail dan Keutamaannya


1. Qiyamullail dan Kelezatan Bermunajat
Qiyamullail adalah sarana berkomunikasi seorang hamba dengan
Rabbnya. Sang hamba merasa nikmat di kala munajat dengan
Penciptanya di keheningan malam. Karena waktu malam, di saat
kebanyakan manusia tertidur pulas, adalah waktu yang spesial untuk
berdo‘a, beristighfar, bertasbih, dan memuji Sang Pencipta.

‫ا‬ًٟٝٔ‫َُك‬َٛ ‫ق‬ٜٞ‫َأ‬ٚ ‫عّٰا‬ٞ‫َط‬ٚ ٗ‫أغَد‬ٜ َ٢ٖٔ ٢ٌِٝ‫ي‬٤‫ ٱ‬ٜ١َ٦‫غ‬


ٔ ‫ ٖٕ َْا‬٢‫إ‬
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk
khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS. Al-Muzammil: 6)
Lebih dari itu, pada malam hari terdapat rahasia agung, di mana
ada satu waktu yang semua do‘a akan dikabulkan, baik do‘a yang
berkaitan dengan kebaikan dunia, maupun kebaikan akhirat. Nabi
Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

‫ا‬٤‫ي‬٢‫ٔ إ‬٠َ‫آػٔس‬ٞ‫َاي‬ٚ ‫َا‬ِْٝٗ‫ ايد‬٢‫أَِس‬ٜ َِٔٔ ‫ِسّا‬ٝ‫َ٘ َػ‬٤ً‫ٍُ اي‬ٜ‫َطِأ‬ٜ ًِِْٔ‫كَٗا َزدٌُْ َُط‬ٝ ٔ‫َاؾ‬ُٜٛ ‫ا‬ٜ‫ ي‬ٟ١َ‫طَاع‬ٜ‫ ي‬٢ًٌِٝ٤‫ اي‬ٞٔ‫ٕٖ ؾ‬٢‫إ‬

ٕ١ًِٜٜٝ‫ ٌٖ ي‬ٝ‫و ن‬
ٜ ٔ‫ذَي‬َٚ ُٙ‫ٖا‬ٜ٢‫ُ إ‬ٙ‫ا‬ٜٛ‫أ ِع‬ٜ
“Sesungguhnya di waktu malam terdapat suatu saat, tidaklah seorang
muslim mendapati saat itu, lalu dia memohon kebaikan kepada Allah „azza
wajalla baik kebaikan dunia maupun akhirat, kecuali Allah akan
memperkenankannya. Demikian itu terjadi pada setiap malam.” (HR.
Muslim)
Dalam hadist yang lain disebutkan, bahwa waktu malam yang
paling baik bagi seorang hamba adalah pada sepertiga malam terakhir;
190 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
karena pada waktu ini, Allah berada paling dekat dengan hamba-Nya.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat,

ََُِٔٔ َِٕٛ‫ه‬ٝ َ‫ِٕ ت‬ٜ‫عِتَ أ‬ٜٛ ‫ضَت‬


ِ ‫ ا‬٢ٕ٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬،٢‫آػٔس‬ٞ‫ اي‬٢ًٌِٝ٤‫ِفٔ اي‬ٛ‫ َد‬ٞٔ‫ َعبِدٔ ؾ‬ٞ‫ُِٕ ايسٖبٗ ََٔٔ اي‬ٛ‫ه‬ٝ َٜ ‫ َسبُ ََا‬ٞ‫ق‬ٜ‫أ‬

.ِٔٝ‫ه‬ٜ‫ ؾ‬١َٔ‫و ايطٖاع‬


ٜ ًٞٔ‫ ت‬ٞٔ‫ ُس اهلل ؾ‬ٝ‫َرِن‬ٜ
“Keadaaan paling dekat antara Rabb dengan hamba-Nya adalah pada
waktu separuh malam terakhir. Oleh karena itu, jika engkau bisa menjadi orang
yang berdzikir kepada Allah ketika itu maka lakukanlah.‖154

َُِٔٝ‫ِي‬ٛ‫ك‬ٝ َٜ ٢‫ِس‬ٝ‫٭ ٔػ‬ٜ ‫حُ ا‬ًُٝ‫ ث‬٢ٜ‫َبِك‬ٜ َِٔٝ‫َا ٔس‬ِْٝٗ‫ٔ ايد‬٤‫ ايطَُٖا‬٢ٜ‫ي‬٢‫ٕ إ‬١ًِٜٝ‫ي‬ٜ ٌٖٝ‫ ن‬٢ٜ‫ََتعَاي‬ٚ ٜ‫ٍُ زَٗبَٓا َتبَازَى‬٢‫ِٓص‬َٜ

ُٜ٘‫ب ي‬
َ ِٝٔ‫ضتَذ‬
ِ ٜ‫أ‬ٜ‫ ؾ‬ٞ
ِ ِْٔٛ‫َدِ ُع‬ٜ َِٔ ُٜ٘‫ؿٔ َس ي‬ٞ‫أغ‬ٜ ٜ‫ِ ؾ‬ُْٞٔ‫طَتػِؿٔس‬
ِ َٜ َِٔ َُ٘ٝٛٔ ‫ ِع‬ٝ‫أ‬ٜ‫ ؾ‬ٞ
ِ ٔٓ‫ي‬ٜٝ‫طِأ‬َٜ
“Rabb kita turun ke langit dunia pada setiap malam pada sepertiga malam
yang terakhir, kemudian berfirman: “Barang siapa berdo‟a kepada-Ku akan Aku
kabulkan, barang siapa meminta kepada-Ku akan Aku beri, barang siapa
memohon ampun kepadaku akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
2. Qiyamullail dan Tradisi Salafusshalih ( )

Kebiasaan qiyamullail adalah warisan nilai agung yang merupakan


tradisi orang-orang shaleh yang telah diwariskan para Nabi terdahulu.
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

٢َٔ‫ ع‬٠‫ ََِٓٗا‬َٚ ٔ٘٤ً‫ اي‬٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٠١َ‫سِب‬ٝ‫ ق‬٢ٌِٝ٤ً‫َاَّ اي‬ٝ‫ٕٖ ٔق‬٢‫َإ‬ٚ ، ِِٝ‫ه‬ًِٜ‫قب‬ٜ َ‫بُ ايؿٖأيشٔني‬ٜ‫ُْٖ٘ دَأ‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬٢ًٌِٝ٤‫ اي‬٢ّ‫َا‬ٝ‫ِِ بٔٔك‬ٝ‫ِه‬ًٜٝ‫ع‬

"ٔ‫ذطَد‬
َ ٞ‫ٔ اي‬٢ َ‫ٔ ع‬٤‫ئًدٖا‬٠‫ َس َد‬ََٞٛٚ ٔ‫َات‬٦ٝٚ‫ط‬
ٖ ًٔ‫ؿٔ ْريي‬ٞ‫َتَه‬ٚ ، ٢ِِ‫ث‬٢‫إ‬ٞ‫اي‬
“Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “Kerjakanlah Qiyamul Lail sebab
ia merupakan kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kamu pada zaman dahulu. Ia
juga merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta‟aala, sebagai

154 Hadits shahih, riwayat Tirmidzi (no. 3579), Abu Dawud (no. 1277), dan An-Nasa’i
(no. 572), dari jalur ‘Amru bin Abasah radhiyallahu’anhu

191 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
penebus amal keburukan-keburukanmu, pencegah dosa dan penangkal penyakit
pada badan.” (HR. Tirmidzi)
Allah berfirman,

‫ َُعّا‬ٜ‫َط‬ٚ ‫ا‬ٟ‫ِؾ‬ٛ‫َٕ زَٖبُِِٗ َػ‬ُٛ‫َ ِدع‬ٜ ٢‫َُكَادٔع‬ٞ‫ٔ اي‬٢ َ‫ُبُِِٗ ع‬ُٛٓ‫ ُد‬٢ٜ‫َتَتذَاؾ‬

“Lambung-lambung mereka jauh dari pembaringan (karena qiyamullail),


mereka berdo‟a kepada Rabb mereka dalam keadaan takut dan berharap kepada-
Nya.” (QS. As-Sajadah: 16)

٢ٌٔ٥‫طا‬
ٖ ًٓٔ‫ ي‬ٙ‫ِِ سَل‬٢ٗ‫َأي‬َِٛ‫أ‬ٜ ٞٔ‫َؾ‬ٚ َُٕٚ‫طَتػِؿٔس‬
ِ َٜ ُِِٖ ‫ز‬٢ ‫ضشَا‬
ِ ٜ‫أ‬ٞ‫َبٔاي‬ٚ َُٕٛ‫ِٗذَع‬َٜ ‫ ََا‬٢ًٌِٝ٤‫ا ََٓٔٔ اي‬ًًٟٜٝٔ‫ا ق‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫ن‬

٢ُّٚ‫ َُشِس‬ٞ‫َاي‬ٚ
“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam (karena qiyamullail); Dan di
akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). Dan pada harta-
harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang
tidak mendapat bagian.” (Adz-Dzaariyaat: 17-19)
Tradisi qiyamullail tersebut harus kita teladani dan dijaga agar tetap
lestari dan istiqamah. Karena ketika tradisi ini diabaikan, maka yang
terjadi adalah lemahnya jiwa dan mundurnya kekuatan kaum muslimin.
Oleh karena itu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam telah
mengingatkan hal itu dalam sabdanya, sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Abdullah bin ‗Amr bin al-‗Ash, ia berkata, ―Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam berkata kepadaku:

.٢ًٌِٝ٤‫َا َّ اي‬ٝ‫ى ٔق‬ٜ َ‫ؾتَس‬ٜ ٌَ ًِٝ٤‫ُِّ اي‬ٛ‫ك‬ٝ َٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ ن‬،٣ٕٜ٬ٝ‫هِٔ َٔجٌَِ ؾ‬ٝ َ‫ ت‬٫ٜ ٔ‫َا َعبِدَ اهلل‬ٜ
“Wahai 'Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa
mengerjakan shalat malam, sekarang dia meninggal-kan shalat malam.”
(Muttafaq 'alaih)
3. Fadhilah Qiyamullail
Qiyamullail memiliki keutamaan yang banyak dalam Islam,
diantaranya adalah,

192 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
a. Qiyamullail adalah pilar calon penghuni syurga
Allah Ta‟ala berfirman:

‫ا‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫طٓٔنيَ ن‬
ٔ‫ش‬ِ َُ ٜ‫قبٌَِ ذَئو‬ٜ ‫ا‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫َُِِْٓٗ ن‬٢‫َٔ ََا آتَاُِِٖ زَٓبُُِِٗ إ‬ٜٔ‫ آػٔر‬٣ُٕٛٝ‫ ُع‬َٚ ٕ‫ َدَٓٓات‬ٞٔ‫ ُُتَٓكٔنيَ ؾ‬ٞ‫َٕٓ اي‬٢‫إ‬

٢ٌٔ٥‫طَا‬
ٓ ًٔ‫ِِ سَلْٓ ي‬٢ٗ‫َأي‬َِٛ‫أ‬ٜ ٞٔ‫َؾ‬ٚ َُٕٚ‫طَتػِؿٔس‬
ِ َٜ ُِِٖ ٢‫ضشَاز‬
ِ ‫َبٔا٭‬ٚ َُٕٛ‫ذع‬
َ َِٜٗ ‫ ََا‬٢ًٌِٜٝٓ‫ ََٔٔ اي‬٬ًٜٝٔ‫ق‬

٢ُّٚ‫ َُشِس‬ٞ‫َاي‬ٚ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman (Surga)
dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka
oleh Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang
yang berbuat baik; Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di akhir-
akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). Dan pada harta-harta
mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak
mendapat bagian.” (Adz-Dzaariyaat: 15-19)
b. Qiyamullail adalah amalan ibadah sunah yang paling afdhal setelah
ibadah fardu
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dia berkata: Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

٢ًٌِٝ٤‫ اي‬٠ٝ‫ا‬ًَٜ‫ٔ ؾ‬١َ‫ك‬ٜ٢‫س‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫ٔ َبعِدَ اي‬٠‫ا‬ًٜٖ‫كَ ٌُ ايؿ‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫أ‬


“Seutama-utama shalat sesudah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR.
Muslim)
c. Orang yang mendirikan qiyamullail dicatat sebagai ad-dzakirin dan ad-
dzakirat (orang yang berdzikir).

َٜٔ٢‫ ايرٖانٔس‬ٞٔ‫نٔتبَا ؾ‬ٝ ‫عّا‬َُٝٔ‫ د‬٢ِٔٝ‫نعََت‬ٞ َ‫ ز‬٢٤ًَ‫ِ ؾ‬ٜٚ‫َا أ‬ًٝ٤َ‫ؿ‬ٜ‫ ؾ‬٢ٌِٝ٤ً‫ُ٘ َِٔٔ اي‬ًِٜٖٜ‫ اي ٖسدٌُُ أ‬ٜ‫غ‬ٜ‫ِك‬ٜٜ‫إذَا أ‬٢

ٔ‫َايرٖانٔسَات‬ٚ
“Apabila seorang suami membangunkan isterinya, kemudian mereka berdua
shalat bersama sebanyak dua raka‟at, maka mereka berdua akan dicatat

193 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
termasuk dalam golongan lelaki dan perempuan yang banyak mengingat
Allah.”. (HR. Abu Dawud)
d. Qiyamullail dapat melepaskan ikatan syetan

٪ٕ٠‫ َد‬ٞ‫ٌٖ عُك‬ٝ‫ب ن‬


ُ ٢‫َكِس‬ٜ ٕ‫د‬ٜ‫اخَ عُك‬ًَٜ‫ َْاَّ ث‬َٛ ُٖ ‫إذَا‬٢ ِِ ٝ‫أسَدٔن‬ٜ ‫ع‬
٢ ٞ‫ٔ زَأ‬١َٝ‫أؾ‬ٜ‫ ق‬٢ًَٜ‫إُ ع‬ِٜٛٝ‫ػ‬
ٖ ‫عِكٔ ُد اي‬َٜ

ٜ‫َقٖأ‬ٛ‫ِٕ َت‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬٠َ‫د‬ٞ‫تِ عُك‬٤ًَ‫َ٘ اِْش‬٤ً‫سَ اي‬ٜ‫رَن‬ٜ‫ ؾ‬ٜ‫غ‬ٜ‫ِك‬ٝ‫ضَت‬


ِ ‫ِٕ ا‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬. ِ‫د‬ٝ‫ازِق‬ٜ‫ٌْ ؾ‬ٜ٢ٜٛ‫ٌِْ ط‬ٝ‫ي‬ٜ ٜ‫ِو‬ًَٜٝ‫ع‬

َ‫ؾبَض‬
ِ ٜ‫ا أ‬٤‫ي‬٢‫َإ‬ٚ ٢‫ظ‬ٞ‫بَ ايٖٓؿ‬ٜٝٚ‫ا ط‬ٟٛٝٔ‫ؾبَضَ َْػ‬
ِ ٜ‫أ‬ٜ‫ ؾ‬٠‫ َد‬ٞ‫ًتِ عُك‬٤َ‫ اِْش‬٢٤ًَ‫ِٕ ؾ‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬٠‫ َد‬ٞ‫ًتِ عُك‬٤َ‫اِْش‬

َٕ‫ا‬ًِٜ‫نط‬ٜ ‫ظ‬
٢ ٞ‫ح ايٖٓؿ‬
َ ٝٔ‫َػب‬
“Setan mengikat tengkuk kepala seseorang dari kalian saat dia tidur dengan
tiga tali ikatan, dimana pada tiap ikatan tersebut dia meletakkan godaan,
“Kamu mempunyai malam yang sangat panjang maka tidurlah dengan
nyenyak. ” Jika dia bangun dan mengingat Allah maka lepaslah satu tali
ikatan, jika dia berwudhu maka lepaslah tali yang lainnya, dan jika dia
mendirikan shalat maka lepaslah seluruh tali ikatannya sehingga pada pagi
harinya dia akan merasakan semangat dan kesegaran yang menenteramkan
jiwa. Namun bila dia tidak melakukan itu, maka pagi harinya jiwanya
menjadi jelek dan menjadi malas beraktifitas.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
e. Qiyamullail dapat meninggikan derajat di dunia dan di surga

‫د‬ُُِٛ‫ َٓش‬ٟ‫اَا‬ٜ‫ َك‬ٜ‫ زَٓبُو‬ٜ‫َِب َعجَو‬ٜ ٕٜ‫ أ‬٢َ‫ َعط‬ٜ‫ٓو‬ٜ‫ ي‬١ٟ ًٜٔ‫ؾَت َٗذَٓدِ بٔٔ٘ َْاؾ‬ٜ ٢ًٌِٜٝٓ‫َٔ َٔ اي‬َٚ
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajjudlah kamu sebagai
suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat
kamu ke tempat yang terpuji.‖ (Qs. al-Isra’: 79)

194 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ٝ‫أعَدَٖٖا اهلل‬ٜ ،‫َٖا‬٢‫أٖس‬ٜ‫َبَا ٔطَٔٓٗا َِٔٔ ظ‬ٚ ‫أٖسَُٖعا َِٔٔ بَا ٔطَٔٓٗا‬ٜ‫ ظ‬٣َ‫ُس‬ٜ ‫ا‬ٟ‫سِؾ‬ٝ‫ٔ غ‬١ٖٓ‫ذ‬
َ ٞ‫ اي‬ٞٔ‫إٕٖ ؾ‬

ُ‫َايٖٓاع‬ٚ ٢ًٌِٝ٤‫ بٔاي‬٢٤ًَ‫َؾ‬ٚ ،َّ‫َا‬ٝٔ‫ؿ‬


ٓ ‫أدَاَّ اي‬َٜٚ ،َّٜ٬ٜ‫ه‬ٞ‫َٕ اي‬ٜ٫ٜ‫َأ‬ٚ ،َّ‫عَا‬٤ٛ‫طعََِ اي‬ٞ ٜ‫ ئ َُِٔ أ‬٢ٜ‫َتعَاي‬

.ّْ‫َا‬ْٝٔ
“Sesungguhnya di dalam Surga terdapat kamar-kamar yang bagian luarnya
terlihat dari dalam dan bagian dalamnya terlihat dari luar. Allah Ta‟ala
menyediakannya bagi orang yang suka memberi makan, melunakkan
perkataan, senantiasa berpuasa, dan shalat malam pada saat manusia tidur.”
(HR. Thabrani)
4. Qiyamullail dan Kesehatan Jiwa
Sebuah penelitian ilmiah telah membukikan bahwa qiyamullail dapat
membebaskan seseorang dari berbagai penyakit, khususnya penyakit
jiwa. Mohammad Sholeh, dalam Disertasinya yang berjudul “Pengaruh
Shalat Tahajjud terhadap Peningkatan Perubahan Response Ketahanan Tubuh
Imonologik: Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi”, mengungkapkan hasil
penelitiannya terhadap 51 siswa SMU Lukmanul Hakim Pondok
Pesantren Hidayatullah Surabaya. Dari 51 siswa hanya 23 yang sanggup
bertahan menjalankan shalat tahajud selama sebulan penuh. Setelah diuji
lagi tinggal 19 siswa yang bertahan shalat tahajud selama dua bulan.
Shalat dimulai pukul 02-00 hingga 3:30 sebanyak 11 rakaat.
Selanjutnya hormon kortisol mereka diukur di tiga laboratorium di
Surabaya, yaitu laboratorium Paramita, Prodia dan Klinika. Hasilnya,
ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yang rajin qiyamullail secara
ikhlas berbeda jauh dengan orang yang tidak mengamalkan qiyamullail.
Mereka yang rajin dan ikhlas qiyamullail memiliki ketahanan tubuh dan
kemampuan individual untuk menaggulangi masalah-masalah yang
dihadapi dengan stabil. Qiyamullail selain bernilai ibadah, juga sekaligus
sarat dengan muatan psikologis yang dapat mempengaruhi kontrol
kognisi. Dengan cara memperbaiki persepsi dan motivasi positif yang

195 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
efektif, emosi yang positif dapat menghindarkan seseorang dari stress
dan gangguan penyakit jiwa.155
Hasil penelitian Prof. Dr. Muhammad Sholeh tersebut, dapat
diterima secara aqli dan naqli. Secara aqli dapat dilihat pada ruhani yang
sehat akan mempengaruhi pada kesehatan jasmani, sehingga orang yang
terbiasa mengamalkan qiyamullail, secara ruhani akan selalu terjaga
kesehatan jiwanya, dan secara jasmani akan berpengaruh secara
signifikan terhadap kesehatan fisiknya. Adapun secara naqli,
sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam,

٢َٔ‫ ع‬٠‫ ََِٓٗا‬َٚ ٔ٘٤ً‫ اي‬٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٠١َ‫سِب‬ٝ‫ ق‬٢ٌِٝ٤ً‫َاَّ اي‬ٝ‫ٕٖ ٔق‬٢‫َإ‬ٚ ، ِِٝ‫ه‬ًِٜ‫قب‬ٜ َ‫بُ ايؿٖأيشٔني‬ٜ‫ُْٖ٘ دَأ‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬٢ًٌِٝ٤‫ اي‬٢ّ‫َا‬ٝ‫ِِ بٔٔك‬ٝ‫ِه‬ًٜٝ‫ع‬

"ٔ‫ذطَد‬
َ ٞ‫ٔ اي‬٢ َ‫ٔ ع‬٤‫ئًدٖا‬٠‫ َس َد‬ََٞٛٚ ٔ‫َات‬٦ٝٚ‫ط‬
ٖ ًٔ‫ؿٔ ْريي‬ٞ‫َتَه‬ٚ ، ٢ِِ‫ث‬٢‫إ‬ٞ‫اي‬

“Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “Kerjakanlah Qiyamul Lail sebab


ia merupakan kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kamu pada zaman dahulu. Ia
juga merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta‟aala, sebagai
penebus amal keburukan-keburukanmu, pencegah dosa dan penangkal penyakit
pada badan.” (HR. irmidzi)
Qiyamullail adalah bagian dari pendidikan jiwa (tarbiyah ruhiyah)
yang akan membentuk kekuatan ruhani pada diri seseorang, sehingga
terbentuklah pribadi yang tangguh dan optimis. Pribadi yang tangguh
akan selalu berjiwa besar, dan pantang menyerah, serta tidak mudah
putus asa dalam menghadapi cobaan. Dengan demikian, seberat apapun
beban cobaan yang dihadapinya, akan terasa menjadi lebih ringan. Hal
itu sebagaimana yang terjadi pada diri Rasulallah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam, yaitu ketika pada masa awal dalam mengemban risalah kenabian,
Rasulullah dihadapkan dengan cobaan yang amat berat, sehingga salah
satu solusi yang ditawarkan oleh Allah adalah qiyamullail. Korelasinya
adalah dengan qiyamullail ruhani akan menjadi kuat dan tangguh,
sehingga mampu menghadapi segala cobaan, walaupun cobaan itu berat,

155 Penjelasan lebih lanjut, silahkan baca Mohammad Sholeh, Terapi Salat Tahajjud:
Menyembuhkan Berbagai Penyakit, Penerbit Hikmah Populer, 2007.

196 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
akan menjadi ringan bagi orang yang jiwanya tangguh. Hal itu
sebagaimana Allah jelaskan dalam firmanya,

‫ إ‬،َٕ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ٌ اي‬٢ ٓٔ‫زَت‬َٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫شدِ ع‬٢ ِٜٚ‫أ‬، ‫ا‬ًًٟٜٝٔ‫ـِ َُِٔٓ٘ ق‬ٝ‫ اِْك‬٢ٚ‫أ‬ٜ ُٜ٘‫ْٔؿِؿ‬،‫ا‬ًًٟٜٝٔ‫ٓا ق‬ٜ‫ي‬٢‫ٌَِ إ‬ًٜٝٓ‫ اي‬٢ِٝ‫ُُ ٓصٌََُٔٓ ق‬ٞ‫َُٗا اي‬ٜٜٓ‫َا أ‬ٜ

‫ا‬ًٟٝٔ‫ا ثَك‬ٟ‫ِي‬ٛ‫ق‬ٜ ٜ‫و‬ًَِٜٝ‫ ع‬ٞٔ‫ك‬ًُٞٓ‫ض‬


َ ‫َْٓا‬
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), Bangunlah (untuk sembahyang)
di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah
dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu
dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Aku akan mengembankan kepadamu
perkataan yang berat.” (QS. Al-Muzammil: 1-4)
Setelah turun ayat tersebut, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
tidak pernah meninggalkan qiyamullail, bahkan qiyamullail telah menjadi
rutinitas beliau yang untuk setiap malamnya. Dari Aisyah Radhiallahu
„Anha berkata: "Bahwasannya Rasulullah Shalallaahu „Alaihi Wa „Ala
Alihi Wa Sallam senantiasa melakukan qiyamullail sampai pecah-pecah
(bengkak) kedua kakinya, lalu akupun berkata kepada Beliau: "Mengapa
Anda lakukan ini wahai Rasulullah, padahal telah diampuni dosa anda
yang lalu dan yang akan datang?" Beliau Shallallaahu „Alaihi Wa „Ala
Alihi Wa Sallam bersabda: ―Aku hanya ingin menjadi hamba yang pandai
bersyukur.‖ (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Kiat-Kiat Agar Mudah Qiyamullail
Qiyamullail memerlukan kesungguhan (mujahadah). Dengan
mujahadah, akan melahirkan sebuah tekad yang gigih, sehingga mudah
bagi kita untuk merealisasikan qiyamullail dengan izin Allah. Berikut ini
kiat-kiat agar kita mudah untuk mengamalkan qiyamullail, yaitu:
a. Memahami keutamaan qiyamullail, sebagaimana yang telas dijelaskan
dalam pembahasan di atas.
b. Membangkitkan 'azzam (keinginan Kuat) untuk bangun shalat
malam.
c. Mempersiapkan diri untuk tidur di awal waktu.
d. Berusaha meninggalkan maksiat, dosa dan perbuatan bid'ah. Karena

197 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
semua itu melemahkan keimanan, sehingga mengakibatkan malas
beribadah. Al-Imam Hasan Al-Bashri pernah menegaskan:
―Sesungguhnya orang yang telah melakukan dosa, akan terhalang
dari qiyamullail. ‖ Ada seseorang yang bertanya: ―Aku tidak dapat
bangun untuk untuk qiyamullail, maka beritahukanlah kepadaku apa
yang harus kulakukan?‖ Beliau menjawab: ―Jangan engkau
bermaksiat (berbuat dosa) kepada-Nya di waktu siang, niscaya Dia
akan membangunkanmu di waktu malam‖. Sufyan Ats-Tsauri
berkata, ―Aku sulit sekali melakukan qiyamullail selama 5 bulan
disebabkan satu dosa yang aku lakukan.‖
e. Makan malam jangan kekenyangan, karena terlalu kenyang
menyebabkan susah untuk bangun dari tidur.
f. Membuat kesepakatan dengan istri dan anak-anak bahwa keluarga
punya program qiyamullail berjama‘ah, sehingga dengan amal jama‘i
ini akan lebih menggugah semangat beribadah.
g. Berdo‘a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Agar dipermudah dalam
beribadah qiyamullail ini.

B. Tadabbur Al-Qur‘an
1. Perintah membaca Al-Qur‘an dan istiqamah di dalamnya
Al-Qur`an adalah kalamullah, firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam selama 23
tahun. Ia adalah kitab suci umat Islam yang merupakan sumber
petunjuk dalam beragama dan pembimbing dalam menjalani kehidupan
di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, merupakan suatu kewajiban bagi
setiap muslim untuk selalu berinteraksi aktif dengan al-Qur`an,
menjadikannya sebagai sumber inspirasi, berpikir dan bertindak.
Membaca Al-Qur`an merupakan langkah pertama dalam
berinteraksi dengannya, kemudian diteruskan dengan tadabbur, yaitu
dengan merenungkan dan memahami maknanya sesuai petunjuk salafus
shalih, lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, kemudian
dilanjutkan dengan mengajarkannya.
Di samping itu, kita juga dianjurkan menghapalnya dan menjaga
hapalan tersebut agar jangan terlupakan, karena hal itu merupakan salah
198 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
satu bukti nyata bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala berjanji akan menjaga
Al-Qur`an dari perubahan dan penyimpangan seperti kitab-kitab yang
diturunkan sebelumnya. Dan salah satu bukti terjaganya Al-Qur'an
adalah tersimpannya di dada para penghapal al-Qur'an dari berbagai
penjuru dunia, bangsa arah dan ajam (non arab).156
Perintah tersebut, sebagaimana terdapat dalam firman Allah
berikut ini,

ٔ‫ ٔهتَاب‬ٞ‫ َٔ َٔ اي‬ٜ‫و‬ِٝ‫ي‬ٜ٢‫ إ‬ٞ


َ ٔ‫س‬ٚٝ‫أتٌُِ ََا أ‬

“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab


Rabbmu)Al-Qur'an.‖ (QS. al-Kahfi: 27)

ٔ‫ ٔهتَاب‬ٞ‫ َٔ َٔ اي‬ٜ‫ِو‬ٝ‫ي‬ٜ٢‫ إ‬ٞ


َ ٔ‫س‬ٚٝ‫اتٌُِ ََآأ‬

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (al-


Qur'an).” (QS. Al-'Ankabut: 45)

ََٔٔ َٕٛٝ‫ن‬ٜ‫ ِٕ أ‬ٜ‫تُ أ‬٣‫أَٔس‬َٝٚ ٕ٤ِ٢َ‫ٌٗ غ‬ٝ‫ُ٘ ن‬ٜ‫َي‬ٚ ‫ سَسََٖٗا‬ٟٔ‫ر‬٤‫ٔ اي‬٠‫ َد‬ًَٞ‫يب‬ٞ‫ٔ ا‬ٙٔ‫أ ِعبُدَ َزبٖ َٖر‬ٜ ِٕٜ‫أَٔسِتُ أ‬ٝ ‫َُْٖآ‬٢‫إ‬

َٕ‫َا‬٤ِ‫س‬ٝ‫ك‬ٞ‫َا اي‬ًِٛٝ‫ت‬ٜ‫ ِٕ أ‬ٜ‫َأ‬ٚ .َ‫ ُُطًُِٔٔني‬ٞ‫اي‬


“Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Rabb negeri ini (Mekah)
yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku
diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". Dan supaya
aku membacakan Al-Qur'an (kepada manusia).” (QS. an-Naml: 91-92)
Dari penjelasan ayat di atas, memerintahkan pada kita kaum
muslimin agar senantiasa akrab dengan bacaan Al-Qur‘an; karena di
dalamnya mengandung kebaikan di dunia dan akhirat. Lebih dari itu,
membaca Al-Qur‘an dan kegiatan menghafalnya, merupakan faktor
penting untuk menjaga keutuhan dan keaslian Al-Qur`an dari
perubahan dan campur tangan manusia, seperti yang menimpa kitab-

156 Muhammad Iqbal Ahmad Gazali, Keutamaan Membaca dan Menghafal al-Qur`an,
Pustaka Islamhaose, 2010, hlm. 2

199 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
kitab sebelumnya. Demikian juga, tilawah Al-Qur‘an juga mendorong
dalam membentuk persatuan kaum muslimin secara bahasa,
memperkuat persatuan agama Islam, dan memudahkan sarana
komunikasi di antara mereka serta memperkokoh barisan mereka.
2. Tradisi generasi salafusshalih dalam membaca Al-Qur‘an
Kalau kita membaca sejarah umat ini, maka akan kita jumpai dari
mereka suatu keteladanan yang agung, di mana para generasi salafus
shalih senantiasa akrab dengan bacaan Al-Qur‘an, bahkan mereka
memiliki rutinitas amalan tilawah untuk setiap harinya. Hal itu
sebagaimana dijelaskan dalam hadist berikut ini,

٢ْٓٔ٢‫ « إ‬-ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬- ًٜٔ٘ٓ‫ٍُ اي‬ُٛ‫اٍَ زَض‬ٜ‫اٍَ ق‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬٢‫ زق‬٢َ‫ض‬َُٛ ٢ٔ‫ب‬ٜ‫َعِٔ أ‬

َِٔٔ ُِِٗ‫ي‬ٜ٢‫فُ ََٓاش‬٢‫أعِس‬َٜٚ ٢ًٌِٜٝٓ‫َٕ بٔاي‬ًُٛٝ‫َدِػ‬ٜ َ‫ سٔني‬٢ٕ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ٔٓنيَ بٔاي‬ٜ٢‫غعَس‬


ِ ٜ‫ٔ ا٭‬١ٜ‫ك‬ٞ‫َاتَ زُؾ‬ٛ‫ؾ‬
ِ ٜ‫فُ أ‬٢‫٭عِس‬ٜ

‫ا بٔايََٓٗاز‬ٛٝ‫يُِِٗ سٔ َني َْصَي‬ٜ٢‫أزَ ََٓاش‬ٜ ِِٜ‫ت ي‬


ُ ِٓٝ‫ ِٕ ن‬٢‫َإ‬ٚ ٢ًٌِٜٝٓ‫ بٔاي‬٢ٕ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ِِ بٔاي‬٢ٗ‫َأت‬ٛ‫ؾ‬
ِ ٜ‫أ‬

“Abu Musa Al Asy‟ary Radhiyallahu 'anhu berkata: “Rasulullah


Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui suara
kelompok orang-orang keturunan Asy‟ary dengan bacaan Al Quran, jika mereka
memasuki waktu malam dan aku mengenal rumah-rumah mereka dari suara-
suara mereka membaca Al Quran pada waktu malam, meskipun sebenarnya aku
belum melihat rumah-rumah mereka ketika mereka berdiam (di sana) pada
siang hari.‖ (HR. Muslim)
Sebagai penguat hadist di atas, Ali Al-qari dalam kitab Mirqat Al
Mafatih Syarh Misykat Al Mashabih, meriwayatkan kebiasaan para sahabat
yang istiqamah dalam mengamalkan tilawah Al-Qur‘an pada setiap
malam, sehingga terdengar suara mereka seperti suara segerombolan
lebah.

ٌ‫ ايٓش‬ٟٚ‫ ايكسإٓ ند‬٠٤‫قسا‬ٚ ًٌٝٗ‫ايت‬ٚ ‫ض‬ٝ‫ بايتطب‬ٞ‫ت ػؿ‬ٛ‫ؾ‬

200 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
“Suara yang lirih berupa ucapan tasbih (Subhanallah), tahlil (Laa Ilaaha
Illallah), dan bacaan Al Quran seperti dengungannya lebah.‖157
Di dalam Atsar yang lain, dari Utsman bin Affan berkata: Jikalau
hati kamu bersih niscaya kamu tidak pernah kenyang dari membaca
Kalamullah. ―Itulah penyebab mereka selalu membaca Al-Qur`an dan
menjaga wirid bacaan (hizib) mereka. Hasan al-Bashri Rahimahullah
berkata: "Carilah kenikmatan dalam tiga perkara: shalat, Al-Qur`an dan
do‘a. Jika kamu mendapatkannya maka pujilah Allah SWT atas hal itu,
dan jika kamu tidak mendapatkannya maka ketahuilah bahwa pintu
kebaikan telah ditutup atasmu.‖158
Imam an-Nawawi Rahimahullah berkata: "Sepantasnya seseorang
menjaga rutinitas dan memperbanyak membaca al-Qur`an. Para salaf
mempunyai kebiasaan yang bervariasi dalam mengkhatamkan al-Qur`an.
Ibnu Abi Daud meriwayatkan dari sebagian salaf bahwa di antara
mereka ada yang mengkhatamkan setiap dua bulan, ada yang setiap
bulan, ada yang setiap sepuluh hari. Dan dari sebagian mereka ada yang
mengkhatamkan setiap delapan hari, dan dari kebanyakan mereka adalah
mengkhatamkan al-Qur`an setiap tujuh malam. Dan dari sebagian
mereka ada yang mengkhatamkan setiap tiga hari. Dan yang terbaik
bahwa hal itu berbeda menurut tugas dan kewajiban seseorang. Apabila
dengan pelan ia bisa memahami makna dan tafsirnya secara baik, maka
hendaklah ia membaca menurut kadar yang ia bisa mendapatkan
kesempurnaan pemahaman yang dia baca. Demikian pula orang yang
sibuk menyebarkan ilmu (mengajar, berdakwah dan sejenisnya) maka
hendaklah membatasi diri agar tidak mengurangi tugas utamanya. Dan
jika bukan seperti golongan di atas dan tidak punya tugas yang lain,
maka hendaklah ia memperbanyak membacanya sebatas kemampuannya
yang tidak menyebabkan rasa bosan.159
3. Keutamaan membaca Al-Qur‘an
Adapun di antara keutamaan membaca Al-Qur`an adalah
sebagaimana berikut:

157 Hadist diriwayatkan oleh AL-Darimi, no. 5771, dalam Ali Ibn Sulthon Muhammad
Al-Qari, Mirqat Al Mafatih Syarh Misykat Al Mashabih, Beirut: Dar AL-Fikr, 2002.
158 HR. al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman no. 7226
159 An-Nawawi, At-Tibyan, hlm. 46

201 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
a. Pembaca Al-Qur‘an adalah manusia yang terbaik

َُُ٘٤ًَ‫َع‬ٚ َٕ‫سِآ‬ٝ‫يك‬ٞ‫ َِ ا‬٤ًَ‫ِِ َ ِٔ َتع‬ٝ‫ِسُن‬ٝ‫َػ‬

“Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur`an dan


mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
b. Bacaan Al-Qur‘an akan menambah derajat di surga

ٜ‫يتَو‬ٜ٢‫ٕٖ َِٓص‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬.‫ا‬ِْٝٗ‫ ايد‬ٞٔ‫ٌُ ؾ‬ٚ‫ِٓتَ تُسَت‬ٝ‫ُا ن‬ٜ‫ٌِ ن‬ٚ‫زَت‬َٚ ٢‫َازِتَل‬ٚ ٞ‫سَأ‬ٞ‫ أق‬٪٢ٕ‫ُكاٍُ ئؿا ٔسبٔ ايكسآ‬ٜ

‫َُٖا‬٩َ‫س‬ٞ‫ت تَك‬
َ ِٓ‫ن‬ٝ ١َٕٜ‫س آ‬٢ ٔ‫عِٔٓدَ آػ‬
“Akan dikatakan kepada para penghafal Al-Qur`an, “Bacalah dan naiklah
ke atas. Bacalah dengan tartil sebagaimana dulu kamu di dunia membacanya
dengan tartil. Karena jenjang kamu (di surga) berada di akhir ayat yang dulu
kamu biasa baca.” (HR. Ahmad dan dinyatakan shahih oleh Al-
Albani dalam Shahih Al-Jami’)
c. Membaca satu hurufnya dilipatkan pahalanya menjadi 10 kebaikan,
dan apabila bacaanya di dalam shalat maka pahalanya bertambah
agung.

ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬- ًٜٔ٘ٓ‫ٍُ اي‬ُٛ‫اٍَ زَض‬ٜ‫ٍُ ق‬ٛٝ‫َك‬ٜ ٘ٓ‫ اهلل ع‬٢‫دٕ زق‬ُٛ‫ٓ٘ٔ بَِٔ َطِع‬ًٜ‫َعِٔ َعبِد اي‬

ٜ٫ ‫أَِجَأيَٗا‬ٜ ٢‫ ٔب َعػِس‬ٝ١َٓ‫ط‬
َ َ‫يش‬ٞ‫َا‬ٚ ٠١َٓ‫ط‬
َ ‫ُ٘ بٔ٘ٔ َس‬ًٜٜ‫ٓ٘ٔ ؾ‬ًٜ‫ا َِٔٔ ٔنتَابٔ اي‬ٟ‫ سَسِؾ‬ٜ‫سَأ‬ٜ‫ « َِٔ ق‬-ًِ‫ض‬ٚ

ْ‫ِْ سَسِف‬ََٝٔٚ ْ‫ّْ سَسِف‬ٜ٫َٚ ْ‫ئـْ سَسِف‬ٜ‫هٔ ِٔ أ‬ٜ‫َي‬ٚ ْ‫ٍُ امل سسِف‬ٛٝ‫ق‬ٜ‫أ‬
―Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu ‗anhu berkata: „Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf
dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu
kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak
mengatakan satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan
Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam
kitab Shahih Al Jami’)

202 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
« -ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬- ًٜٔ٘ٓ‫ٍُ اي‬ُٛ‫اٍَ زَض‬ٜ‫اٍَ ق‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬٢‫ زق‬ٜ٠‫ِ َس‬َٜ‫ ُٖس‬٢ٔ‫ب‬ٜ‫َعِٔ أ‬

.» ٣ٕ‫ ضَُٔا‬٣ّ‫ا‬ٜ‫اتٕ ٔعع‬ٜ‫خَ ػًَٔؿ‬ٜ٬َ‫٘ٔ ث‬ٝٔ‫ذٔدَ ؾ‬َٜ ِٕٜ‫ًِٖٔ٘ٔ أ‬ٜ‫ أ‬٢ٜ‫ي‬٢‫إذَا َزدَعَ إ‬٢ ِِٝ‫أسَدُن‬ٜ ُٓ‫شٔب‬ُٜٜ‫أ‬

ٔ‫خ‬ٜ٬َ‫ُ٘ َِٔٔ ث‬ٜ‫ِسْ ي‬ٝ‫تٔ٘ٔ َػ‬ٜ٬َ‫ ؾ‬٢ٔ‫ِِ ؾ‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ َٓٔ٢ٗ‫ ٔب‬ٝ‫سَأ‬ٞ‫َك‬ٜ ٕ‫َات‬ٜ‫خُ آ‬ٜ٬َ‫ج‬ٜ‫اٍَ « ؾ‬ٜ‫ ق‬.َِِ‫ًَٓا َْع‬ٞٝ‫ق‬

. »٣ٕ‫ ضَُٔا‬٣ّ‫ا‬ٜ‫اتٕ ٔعع‬ٜ‫ػًَٔؿ‬


Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Maukah salah seorang dari kalian
jika dia kembali ke rumahnya mendapati di dalamnya 3 onta yang hamil,
gemuk serta besar?” Kami (para shahabat) menjawab: “Iya”, Rasulullah
shallallahu „alaihi wasallam bersabda: “Salah seorang dari kalian membaca
tiga ayat di dalam shalat lebih baik baginya daripada mendapatkan tiga onta
yang hamil, gemuk dan besar. ” (HR. Muslim).
d. Membaca Al Quran adalah perdagangan yang tidak pernah merugi

َُٕٛ‫َسِد‬ٜ ٟ١َْٝٔ‫ا‬ًَٜ‫َع‬ٚ ‫َٓاُِِٖ ضٔسّٓا‬ٞ‫ا ََُٔٓا َزشَق‬ٛٝ‫ك‬ٜ‫ِْؿ‬ٜ‫َأ‬ٚ ٜ٠‫ا‬ًَٜٓ‫ا ايؿ‬َُٛ‫ا‬ٜ‫ق‬ٜ‫َأ‬ٚ ًٜٔ٘ٓ‫َٕ ٔنتَابَ اي‬ًِٛٝ‫َت‬ٜ َٜٔٔ‫ٓر‬ٜ‫اي‬

ْ‫ز‬ٛٝ‫زْ غَه‬ٛٝ‫ؿ‬ٜ‫َُْٓ٘ غ‬٢‫كًِٔٔ٘ إ‬ٜ‫دَُِِٖ َٔ ِٔ ؾ‬ٜ٢‫َص‬ٜٚ َُِِٖ‫ز‬ُٛ‫أد‬ٝ ِِ َُٗٝٔ‫َٓؾ‬ُٛٝٔ‫ي‬، َ‫ز‬ُٛ‫ي ِٔ تَب‬ٜ ٠َٟ‫ٔتذَاز‬
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al-Qur‟an)
dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami
anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka
itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah
menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada
mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30)
e. Kenikmatan yang tiada bandingnya

٢‫ ايَٖٓٗاز‬٤‫َآْا‬ٚ ٢ًٌِٝ٤‫َ اي‬٤‫ُِّ بٔ٘ٔ آَْا‬ٛ‫ك‬ٝ َٜ َُٛٗ‫ؾ‬ٜ َٕ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ اي‬ٝ‫ُ اهلل‬ٙ‫ زَدٌُْ آتَا‬٢َِٔٝٓ‫ اِث‬٢ٔ‫ ؾ‬٤٫‫إ‬٢ َ‫ َسطَد‬٫ٜ

٢‫ ايَٖٓٗاز‬٤َ ٜ‫َآْا‬ٚ ٢ًٌِٝ٤‫ اي‬٤َ ٜ‫ ُ٘ آْا‬ٝ‫ِٓؿٔك‬ُٜ َُٛٗ‫ؾ‬ٜ ٟ٫‫ ََا‬ٝ‫ اهلل‬ُٙ‫ َزدٌُْ آتَا‬َٚ

203 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
“Tidak boleh ghibthah (menginginkan sesuatu yang dimiliki orang lain)
kecuali dalam dua hal: (pertama) orang yang diberikan Allah Subhanahu wa
Ta'ala keahlian tentang al-Qur`an, maka dia melaksanakannya (membaca
dan mengamalkannya) malam dan siang hari. Dan seorang yang diberi oleh
Allah Subhanahu wa Ta'ala kekayaan harta, maka ia infakkan sepanjang
hari dan malam.” (Muttafaqun alaih)
f. Al-Qur`an memberi syafaat di hari kiamat

ٔ٘ٔ‫ؾِشَاب‬ٜ‫عّأ٭‬ِٝ‫ٔ غَٔؿ‬١َ ‫َا‬ٝ‫ٔك‬ٞ‫ِ َّ اي‬َٜٛ ٞٔ‫ت‬ٞ‫َأ‬ٜ ُْٖ٘٢‫إ‬ٜ‫سِآ َٕ ؾ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ِا اي‬ٚ٩ُ َ‫س‬ٞ‫أق‬


“Bacalah al-Qur`an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat
memberi syafaat bagi ahlinya (yaitu orang yang membacanya, mempelajari dan
mengamalkannya).” (HR. Muslim)
g. Dikumpulkan bersama para malaikat

ًَِٜٔ٘ٝ‫َ ع‬َُٖٛٚ ِٔ٘ٝ‫تََت ِعتَعُ ٔؾ‬َٜٚ َٕ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ اي‬ٝ‫سَأ‬ٞ‫َك‬ٜ ٟٔ‫ر‬٤‫َاي‬ٚ ‫ٔظ‬٠‫يبَسَ َز‬ٞ‫ ا‬٢ّ‫هٔسَا‬ٞ‫ اي‬٢‫س‬ٜ‫ َعَ ايطٖؿ‬٢ٕ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫أٖسُ بٔاي‬ٜ‫امل‬

٢ٕ‫أدِسَا‬ٜ ُٜ٘‫م ي‬ٙ ‫غَا‬


“Orang yang membaca al-Qur'an dan ia mahir dalam membacanya maka ia
dikumpulkan bersama para malaikat yang mulia lagi berbakti. Sedangkan
orang yang membaca al-Qur`an dan ia masih terbata-bata dan merasa berat
dalam membacanya, maka ia mendapat dua pahala.” (Muttafaqun
'alaih)
h. Orang yang membaca Al-Qur‘an akan harum akhlaknya

ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍ اهلل ؾ‬ٛ‫ قاٍ زض‬٪ٍ‫ اهلل عٓ٘ قا‬٢‫ زق‬ٟ‫ ا٭غعس‬٢‫ض‬َٛ ٞ‫عٔ أب‬

‫ب‬ٝ‫طعُٗا ط‬ٚ ‫ب‬ٝ‫ زحيٗا ط‬١‫كسأ ايكسإٓ َجٌ ا٭تسد‬ٜ ٟ‫َٔ اير‬٪‫ َجٌ امل‬٪ًِ‫ض‬ٚ

، ًٛ‫ب س‬ٝ‫طعُٗا ط‬ٚ ‫ض هلا‬ٜ‫ ز‬٫ ٠‫كسأ ايكسإٓ َجٌ ايتُس‬ٜ ٫ ٟ‫َٔ اير‬٪‫َجٌ امل‬ٚ

ٌ‫َج‬ٚ ، ‫طعُٗا َس‬ٚ ‫ب‬ٝ‫ زحيٗا ط‬١ْ‫كسأ ايكسإٓ َجٌ ايسحيا‬ٜ ٟ‫َجٌ املٓاؾل اير‬ٚ

204 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ٙ‫ا‬ٚ‫ ز‬.‫طعُٗا َس‬ٚ ‫ض‬ٜ‫ظ هلا ز‬ٝ‫ ي‬١ً‫كسأ ايكسإٓ نُجٌ احلٓع‬ٜ ٫ ٟ‫املٓاؾل اير‬

ًِ‫َط‬ٚ ٟ‫ايبؼاز‬
―Dari Abu Musa Al Asy‘ari semoga Allaah meridhoinya berkata:
telah bersabda Rasulullaah: „Perumpamaan orang mu‟min yang membaca
Al Qur‟an seperti buah utrujah (jeruk), baunya harum rasanya lezat, dan
perumpamaan orang mu‟min yang tidak membaca Al Qur‟an seperti Tamroh
(kurma) tidak ada baunya tetapi rasanya manis. Sedang perumpamaan orang
munafiq yang membaca Al Qur‟an separti Rihanah, baunya harum tetapi
rasanya pahit, sedang orang munagiq yang tidak membaca Al Qur‟an seperti
Handholah, tidak ada baunya dan pahit rasanya.” (HR Bukhari dan
Muslim)
i. Tilawah Al-Qur‘an dan Tazkiyatun nafs
Tazkiyatun nafs adalah sebuah sebuah upaya untuk menyucikan
jiwa dari segala hal yang mengotorinya, kemudian menghiasinya dengan
amal shaleh dan sifat-sifat terpuji, agar selalu tunduk dan patuh kepada
Allah demi terwujudnya akhlak al-karimah.160
Dari pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa tazkiyatun nafs
itu pada dasarnya melakukan dua hal. Pertama, menyucikan jiwa kita dari
sifat-sifat (akhlaq) yang buruk/tercela ( ), seperti kufur, nifaq,
riya‘, hasad, ujub, sombong, pemarah, rakus, suka memperturutkan
hawa nafsu, dan sebagainya. Kedua, menghiasinya jiwa yang telah kita
sucikan tersebut dengan sifat-sifat (akhlaq) yang baik/terpuji ( ),
seperti ikhlas, jujur, zuhud, tawakkal, cinta dan kasih sayang, syukur,
sabar, ridha, dan sebagainya.
Tazkiyatun nafs merupakan bagian dari keimanan (sathrul iman).161
Bahkan dalam Al-Qur‘an disebutkan, bahwa tazkiyatun nafs merupakan
kunci keselamatan, dan kebahagiaan. Allah berfirman,

160 Ibrahim Muhammad Ali, Riyadl Al-Insi Fii Tazkiyah Al-Nafs, Aman: Jam’iyyah Al-
Muhafadzah, 2005, hlm. 39, Miqdad Yaljin, Jawanib al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, Riyadh: Jami'ah
AIImam, 1997, him. 24
161Ali Ibn Abduh Ibn Syakir Abu Humaidi, Tazkiyah Al-Nafs Fii Al-Islam Wa Fii Falsafah
Al-Uhra, Mekah: Universitas Ummul Qura, 2009, hlm. 13

205 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
َِٔ ‫ب‬
َ ‫دِ ػَا‬ٜ‫َق‬ٚ ‫اَٖا‬٤‫ضَ َِٔ شَن‬ًٜٞ‫ؾ‬ٜ‫دِ أ‬ٜ‫َاَٖا ق‬ٛ‫ك‬ٞ َ‫َت‬ٚ ‫زََٖا‬ُٛ‫ؾذ‬ٝ ‫يَٗ ََُٗا‬ٜٞ‫أ‬ٜ‫ٖاَٖا ؾ‬ٛ‫ض‬
َ ‫ََا‬َٚ ٣‫ظ‬ٞ‫َْؿ‬ٚ

‫دَضٖاَٖا‬
“Demi jiwa dan penyempurnaannya, maka Ia mengilhaminya dengan
keburukan (fujur) dan kebaikan (taqwa), sungguh sangat beruntung orang yang
membersihkannya, dan sangat rugi orang yang mengotorinya.” (QS. Al-Syams:
7-10)
Adapun hubungan antara tilawah Al-Qur‘an dan tazkiyatun nafs
adalah sangat erat, dimana tilawah Al-Qur‘an adalah bagian dari amalan
yang berfungsi untuk mensucikan jiwa seseorang. Bahkan tilawah Al-
Qur‘an dan tazkiyatun nafs, keduanya adalah tugas yang diemban oleh
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam kepada umatnya, sehingga
hubungan keduannya tidak bisa dipisah-pisahkan. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an,surat Al-Jumu‘ah, ayat ke-2:

َ‫ ٔهتَاب‬ٞ‫عًَِّ ُُُُِٗ اي‬َُٜٚ ِِ٢ِّٗٝ‫ُصَن‬َٜٚ ٔ٘ٔ‫َات‬ٜ‫ِِ آ‬٢ًَِٜٗٝ‫ ع‬ًِٛٝ‫ت‬َٜ َُِِِٗٓٚ ‫ا‬ٟ‫ي‬ُٛ‫نيَ زَض‬َٚٝٚٝ‫أ‬ٞ‫ اي‬ٞٔ‫ بَ َعحَ ؾ‬ٟٔ‫ر‬٤‫َ اي‬ُٖٛ

٣‫ َٗبٔني‬٣ٍ‫ا‬ًَٜ‫ ق‬ٞٔ‫ؿ‬ٜ‫قبِ ٌُ ي‬ٜ َٔٔ ‫ا‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫ٕ ن‬٢‫َإ‬ٚ ٜ١َُٞ‫يشٔه‬ٞ‫َا‬ٚ


“Dia-lah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang
rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
menyucikan mereka dan mengajarkan mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan
sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS.
Al-Jumu’ah: 2)

َ‫ ٔهتَاب‬ٞ‫ُِ اي‬ٝ‫ُعًَُُٔٓه‬َٜٚ ِِٝ‫ه‬ٝٓٔ‫ُصَن‬َٜٚ ‫َأتَٓا‬ٜ‫ِِ آ‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ ع‬ًِٛٝ‫َت‬ٜ ِِٝ‫ َٔٓٓه‬ٟ٫ُٛ‫ِِ زَض‬ٝ‫ه‬ٝٔ‫ًَٓا ؾ‬َٞ‫أزِض‬ٜ ‫َُا‬ٜ‫ن‬

ًَُُِٕٜٛ‫ا َتع‬ُْٞٛٛٝ‫ ِِ تَه‬ٜ‫ِ َٓا ي‬ٝ‫عًَُُٔٓه‬َُٜٚ ٜ١َُٞ‫يشٔه‬ٞ‫َا‬ٚ


“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu),
Kami telah mengutus kepadamu rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat
Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab
dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu
ketahui.‖ (QS Al-Baqarah: 151)
206 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
Dalam hadist Nabi162 perintah tazkiyatun nafs sejajar dengan
perintah tilawah Al-Qur‘an. Hal itu tampak jelas ketika Nabi Shalallahu
'Alaihi wa Sallam menyebut keutamaan mensucikan diri sebagai bagian
dari keimanan (sathrul iman), kemudian mensejajarkannya dengan
amalan tilawah Al-Qur‘an. Bahkan orang yang dalam hatinya tidak terisi
Al-Qur‘an, bagaikan rumah yang runtuh. Artinya jiwa yang tidak diisi
dengan Al-Qur‘an akan mudah rusak dan hancur.163

‫ؼسب‬ٞ‫ت اي‬
ٔ َِٝ‫يب‬ٞ‫ا‬ٜ‫ٕ ن‬٢ ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ْ َٔ َٔ اي‬٧َِٝ‫ِؾٔ٘ٔ غ‬ٛ‫ َد‬٢ٔ‫ظ ؾ‬
َ ِٝ‫ي‬ٜ ٟٔ‫ر‬٤‫ ٖٕ اي‬٢‫إ‬
“Sesungguhnya orang yang tidak ada sedikitpun al-Qur`an di dalam
rongganya, ia seperti rumah yang runtuh.”164
BAB IX
PANDUAN SHALAT SUNNAH

Di antara rahamat Allah kepada hambanya adalah bahwa Allah


mensyari'atkan bagi setiap kewajiban, sunnah yang sejenis; agar orang
mukmin bertambah imannya dengan melakukan yang sunnah, dan
menyempurnakan yang wajib pada hari kiamat, karena kewajiban-
kewajiban mungkin ada yang kurang.

162 Hal itu sebagaimana terdapat dalam hadis Muslim dalam kitab Thaharah, bab fadl
al-wudhu, yang berbunyi:
‫ والصدقة برهان‬، ‫والصالة نور‬، ‫ والحمد هلل تمألن أو تمأل الميزان مابين السموات واألرض‬، ‫الطهور شطراإليمان‬
”‫ كل الناس تغدو فبائع نفسه فمعتقها أو موبقها‬، ‫ والقرآن حجة لك أو عليك‬، ‫ والصبر ضياء‬،Bersuci adalah separuh
keimanan dan Alhamdulillah itu memenuhi timbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah itu dapat
memenuhi atau mengisi penuh apa-apa yang ada diantara langit-langit dan bumi. Shalat adalah
cahaya; sedekah adalah tanda keimanan bagi yang memberikannya; sabar adalah cahaya; al-Quran
adalah hujjah untuk kebahagiaanmu – jikalau mengikuti perintah-perintahnya dan menjauhi
larangan-larangannya – dan dapat pula sebagai hujjah atas kemalanganmu – jikalau tidak mengikuti
perintah-perintahnya dan suka melanggar larangan-larangannya. Setiap orang itu pada pagi
harinya menjual dirinya kepada Allah berarti ia memerdekakan dirinya sendiri dari siksa Allah Ta'ala
dan ada yang merusak dirinya sendiri pula karena tidak menginginkan keridhaan Allah Ta'ala. “ (HR.
Muslim)
163Ali Ibn Abduh Ibn Syakir Abu Humaidi, Tazkiyah Al-Nafs Fii Al-Islam Wa Fii Falsafah
Al-Uhra, Mekah: Universitas Ummul Qura, 2009, hlm. 13
164 HR. at-Tirmidzi 2910

207 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Shalat ada yang wajib dan ada yang sunnah, puasa ada yang
wajib dan ada yang sunnah, demikian pula haji, sedekah dan lainnya, dan
seorang hamba senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan
melakukan yang sunnah-sunnah sehingga Allah mencintainya.
Shalat sunnah bermacam-macam:
- Ada yang disyariatkan berjamaah seperti shalat tarawih,
istisqa', shalat khusuf, dan shalat ied.
- Ada yang tidak disyariatkan berjamaah seperti shalat
istikharah.
- Ada yang mengikuti shalat fardhu seperti sunnah rawatib.
- Ada yang tidak mengikuti yang lain seperti shalat dhuha.
- Ada yang mempunyai waktu seperti shalat tahajjud.
- Ada yang tidak ditentukan waktunya seperti sunnah mutlak.
- Ada yang terikat dengan sebab, seperti tahiyatul masjid, dan
dua rakaat wudhu'.
- Dan ada yang tidak terikat dengan sebab, seperti sunnah
mutlak.
- Ada yang mu'akkad, seperti shalat ied, istisqa', khusuf, dan
shalat witir.
- Ada yang tidak mu'akkad seperti shalat sebelum maghrib
dan lainnya.165
Macam-Macam Shalat Sunah
1. Sunah Rawatib
Shalat sunat rawatib adalah shalat yang mengiringi shalat wajib
yang lima waktu (baik sebelum atau sesudahnya). Ada dua pendapat
mengenai jumlah rakaat shalat sunah rawatib:
a. Pendapat pertama berdasarkan hadits nabi riwayat Bukahri
Muslim, shalat rawatib dilakukan sesudah shalat wajib berjumlah
sepuluh rakaat

165 - Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam, Pustaka
Islamhouse,2012

208 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ًَِٜٔ٘ٝ‫ٖ اهلل ُع‬٢ًَ‫ ؾ‬ٚ٢ٔ‫تُ ََٔٔ ايٖٓب‬ٞ‫سَؿٔع‬٪ ُ٘ٓ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢‫ عَُُسَ زق‬٢ٔ‫َعِٔ َعبِدٔ اهللٔ اِب‬

َ‫ َب ِعد‬٢ِٔٝ‫ن َعَت‬ٞ َ‫ز‬َٚ ‫ َبعِدََٖا‬٢َِٔٝ‫ن َعت‬ٞ َ‫ز‬َٚ ٢‫عِٗس‬٥ ‫قبٌَِ اي‬ٜ ٢َِٔٝ‫ن َعت‬ٞ َ‫ ز‬٪ٕ‫نعَات‬ٜ َ‫َِ َعػَسَ ز‬٤ًَ‫َض‬ٚ

‫(َتؿل‬. ٢‫ؿبِض‬
ٗ ‫بٌَِ اي‬ٜ‫ ق‬٢ِٔٝ‫نعََت‬ٞ َ‫ز‬َٚ ٔ٘ٔ‫ت‬ِٝ‫ َب‬٢ٔ‫ٔ ؾ‬٤‫ئعػَا‬ٞ‫ َبعِدَ ا‬٢ِٔٝ‫نعََت‬ٞ َ‫ز‬َٚ ٔ٘ٔ‫ت‬َِٝ‫ ب‬٢ٔ‫ملػِسبٔ ؾ‬ٜ ٞ‫ا‬

َ‫ع‬ًٜ‫ط‬ٜ ٜ‫ذا‬٢‫إَ إ‬ٜ‫ملطًِ (ن‬ٚ. )ٔ٘ٔ‫ت‬ِٝ‫ َب‬٢ٔ‫ٔ ؾ‬١َ‫ ُُع‬ٝ‫جل‬ٞ‫ َبعِدَ ا‬٢َِٔٝ‫نعَت‬ٞ َ‫ز‬َٚ ‫يَُُٗا‬ٜ ٕ١َٜ‫َا‬ٚ‫ز‬٢ ٢ٔ‫َؾ‬ٚ )ً٘ٝ‫ع‬

.)٢ِٔٝ‫ؿَت‬ٜ ِٝ‫ ػَٔؿ‬٢ِٔٝ‫نعََت‬ٞ َ‫ ز‬٤٫٢‫ إ‬٢


٢ ١ًَ‫ُؿ‬ٜ ٜ٫ ُ‫ؿذِس‬ٜ ٞ‫اي‬
Rincian dari hadist di atas seperti berikut:
1) Dua rakaat sebelum shalat dzuhur dan dua sesuadahnya.
2) Dua rakaat sesudah shalat maghrib dan dilaksanakan di
rumah.
3) Dua rakaat sesudah shalat isya di rumah.
4) Dua rakaat sebelum shalat shubuh.
5) Dua rakaat sesudah shalat jum‘ah di rumah. (H.R. Imam
Muslim).
b. Pendapat kedua sunat rawatib bukan sepuluh tetapi jumlahnya 18
rakaat. Yang mentukan perbedaannya adalah sebagai berikut:
sebelum dzuhur bukan dua tetapi empat rakaat, sebulum ashar
bukan dua rakaat tetapi empt rakaat dan ditambah seblum maghrib
dua rakat (18 takaat) dengan tambahan berdasarkan hadits nabi
sebagai berikut:
1) Empat rakaat sebelum shalat dhuhur. (H.R. Imam
Bukhari).
2) Empat rakaat sebelum shalat ‗ashar. (H.R. Imam
Turmudzi).
3) Dua rakaat sebelum maghrib. (H.R. Ibnu Hibban)166
2. Shalat Wudhu
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

166 Al-Shan’ni, Subul al-salam, Juz II, hllm. 3-5.

209 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ََٔٔ ٣٢٦َِٝ‫َُأبػ‬٢ِٗٝ‫ؿطَُ٘ٔؾ‬ٞ َْ ِ‫شِدَخ‬َٜ ِِٜ‫ ي‬٢ِٔٝ‫ َعَت‬ٞ‫ زَن‬٢٤ًَ‫َؾ‬ٚ َ٤ِٛ‫ق‬
ُ ٛٝ‫ي‬ٞ‫طَٔ ا‬
َ ‫ ِس‬ٜ‫أ‬ٜ‫ ؾ‬ٜ‫َقَأ‬ٛ‫َِٔ َت‬

ٔ‫َطًِ عٔ عجُإ ب‬ٚ ‫ ايبؼاز‬ٙ‫ا‬ٚ‫ (ز‬.َُ٘ٗ‫أ‬ٝ ُِ٘‫دَت‬ٜ‫َي‬ٚ ٣َِّٜٛٝ‫ِبٔ٘ٔ ن‬ُْٛ‫َاػَسَزَ َِٔٔ ذ‬ِْٝ ٗ‫ايد‬

.)ٕ‫عؿا‬
“Barang siapa yang berwudu dengan sempurna kemudian shalat dua
rakaat syukur wudhu disertai ikhlash yang tulus (hatinya tidak terganggu oleh
urusan dunia sedikitpun), maka ia diampuni dosanya bagaikan seorang bayi yang
lahir dari perut ibunya.” (HR.Bukhari Muslim)
3. Shalat Tahajud
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

. ٟ‫ِدا‬ُُٛ ِ‫اَّا َش‬ٜ‫ َك‬ٜ‫ زَٗبو‬ٜ‫ِب َعجَو‬َٜ ِٕٜ‫ أ‬٢َ‫ َعط‬ٜ‫و‬٤‫ ي‬١ٟ ًٜ‫ؾَت َٗذٖدِ بٔٔ٘ َْأؾ‬ٜ ٢ًٌِٜٝ‫َٔ َٔ اي‬َٚ
“Dan pada sebagian malam hari, bertahajudlah kamu sebagai suatu
ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Rab-mu mengangkat kamu ke tempat
tertingi.” ( QS. Al-Isra:79)

.َِٕٛ‫ك‬ٝ ٔ‫ِٓؿ‬ُٜ ُِِٖ‫قَٓا‬َٞ‫َُٖٔا َزش‬َٚ ٟ‫َُعا‬ٜ‫َط‬ٚ ‫ا‬ٟ‫ِؾ‬ٛ‫َِٕ زَٖبُِِٗ َػ‬ٛ‫َ ِد ُع‬ٜ ٢‫َُكَادٔع‬ٞ‫ٔ اي‬٢ َ‫ُِبُِِٗ ع‬ُٛٓ‫ ُد‬٢ٜ‫َتَتذَاؾ‬
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya (karena banyaak shalat
malam), sedang mereka berdo‟a kepada Rab-nya dengan rasa takut dan penuh
harap.” (QS. Al-Sajdah ayat 6)
Sabda Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam di antarnya:

.٢ٌِٝ‫ي‬٤‫ف ا‬
ُ ِٛ‫ َد‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫ضَُِ ُع ؟ ؾ‬ٜ‫ٌ أ‬٢ ِٝ٤ً‫ اي‬٣ٗ ٜ‫ أ‬٪ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ٖ اهلل‬٢ً‫ ؾ‬٢ُٝٔ‫ٔ ٌَ ايٖٓب‬٦‫ض‬
ُ

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ditanya oleh shahabat, “Ya


Rasulullah disaat manakah waktu yang paling didengar oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala”? Sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: “Waktu tengah
malam

210 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
.ُٙ‫ٖا‬ٜ٢‫ُ إ‬ٙ‫ا‬ٜٛ‫ ِع‬ٜ‫ٖأ‬٫٢‫ِسّا إ‬ٝ‫هلل تعاىلَ َػ‬
ٜ ‫َ ٌُ ا‬٦‫ط‬
ِ َٜ ًِِْٔ‫كَٗا عَبِدْ َُط‬ٝ ‫َأؾ‬ُٜٜٛ٫ْ١َ‫ ضَاع‬٢ًٌِٝ٤‫ٕٖ َٔ َٔ اي‬٢‫إ‬

Sesungguhnya dari sebagian malam itu ada suatu saat, tidak memohon seorang
hamba kepada suatu kebaikan keciali Allah Subhanahu wa Ta'ala akan
memberinya.”
4. Shalat Taubah
Firman Allah dalam Al-Qur‘an surat al-Tahrim ayat 8:

.‫سّا‬ِٛ ‫ؿ‬
ُ َّْ١َ‫ِب‬ٛ‫هلل َت‬
ٔ ‫ ا‬٢ٜ‫ي‬٢‫ِا إ‬ٛ‫ُِب‬ٛ‫ ُت‬ِٛ َُٓ‫أ‬ٜ َٔ ِٜٔ‫ر‬٤‫َٗٗااي‬ٜٜ‫َأ‬ٜ

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan


taubat yang semurni-murninya.”
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

ٜ‫طَِتػِؿٔسُ اهلل‬َٜ ُِٖ‫ ث‬٢ِٔٝ‫ن َعَت‬ٞ َ‫ ز‬٢ًَِّ‫ُؿ‬ٝ‫ؾ‬ٜ ُِّٛ‫ك‬ٝ َٜ ُِٖ‫ِزَ ث‬ُٛٗٛ٤ ‫طُٔ اي‬
ٔ ِ‫ُش‬ٝ‫ؾ‬ٜ‫َرِْبُ ذَِْبّا‬ٜ ٕ‫ََأَِٔ َعبِد‬

.ُٜ٘‫هلل ي‬
ٝ ‫سَا‬ٜ‫ؿ‬ٜ‫غ‬٫٤ ‫إ‬٢

“Jika seorang hamba melakukan dosa, kemudian berwudhu dengan


wudhu yang sempurna, kemudian berdiri untuk shalat dua rakaat, kemudian
memohon ampun dari segala dosa, niscaya Allah memberi ampun padanya.”
(HR.Imam Abu dawud)167
Syarat-Syarat Taubat
Ulama berkata taubat nashuha adalah yang terkumpul tiga syarat
taubat dosa kepada Allah, ditambah satu yaitu dosa dengan sesama, yang
taubat harus mengembalikan hak orang lain. Adapun tiga syarat taubat
dosa kepada Allah:

167 (HR. Imam Abu dawud. Sunan Abu Dawud Juz II hlm. 86. Sunan Al Turmudzi, Juz II
hlm. 257. Imam Al-Albani berepndapat bahwa hadits tersebut shahih dalam shahih Abu dawud, Al-
Albani Juz I, hlm. 282).

211 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
َٕ‫ا‬ٜ‫ِٕ ن‬٢‫َإ‬ٚ ،ِٔ٘ٝ‫ي‬ٜ٢‫ٔ إ‬٠‫ َد‬ِٛ ‫ي َع‬ٞ‫ ا‬٢َّ‫َ عَد‬٢ًَ‫يعَصُِّ ع‬ٞ‫َا‬ٚ ،َ‫ ََاسَدَخ‬٢ًَٜ‫َايٖٓدَُّ ع‬ٚ ،ٔ‫ ايرِْٖب‬٢َٔ‫عُ ع‬ٜ٬ٞ‫ق‬٢‫اإل‬ٜ

16٨.ٔ٘‫ؾِشَأب‬ٜ‫ملئٮ‬٢ٔ‫ا‬ٜ‫َُع‬ٞ‫َ َز ٗد اي‬َُٖٛٚ ْ‫ زَأبع‬٠‫َد غَسِط‬ِٜ‫ٔش‬٢َٚٝٔ‫٭دَا‬ٜ ٔٗ‫ل‬ٜ‫احل‬

Dari pengertian hadits di atas dapat dirumuskan syarat taubat


sebagai berikut:
- Al-Nadam, yaitu penyesalan dan merasa sedih hati atas seala
dosa yang telah dilakukan.
- Al-„azmu „ala al-tarki al-dzambi, yaitu niyat yang kuat untuk tidak
melakukan dosa kembali dimasa-masa yang akan datang. Ketika
taubat hendaknya disebut segala dosa satu persatunya
- Al-liqla‟, yaitu meningnggalkan dari segala dosa yang pernah
dikerjakan atau tidak akan melakukan dosa-dosa yang sama atau
yang lebih ringan dari dosa dosa masa lalu
- Atbi‟ssayiati bilhasanati, perbutan jahatnya diikuti atau diganti
dengan amal yang baik (shalih).
- Al-muqinuna bi al-ijabah, yaitu disertai keyakinan dengan seyakin-
yakinnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengampuni
segala dosa yang pernah dilakukan.
- Al-Radu al-madzalim liashhabiha, yaitu mengembalikan hak orang
lain jika dosa dengan sesama manusia. Misalnya minta
dima‘afkan, minta dihalalkan, dan atu minta dibebaskan dari hak
orang lain yang pernah didhaliminya.
5. Shalat Hajat
Hadist berasal dari Abu ‗Ashim al-Ubad dari Faid Abdurrahman
dari Abdullah bin Abi Aufa al-Islamy, ia berkata: Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam keluar dan berkata kepada kami yang artinya:
‖Barangsiapa yang mempunyai hajat kepada Allah atau kepada manusia,
maka hendaknya ia berwudhu dengan sempurna kemudian shalat hajat
dua rakaat dan diakhiri dengan membaca tahmid kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan membaca selawat kepada Nabi Muhamad

168 (Aly Al-Shabuny, Tafsir Shafwah al-Tafasir, Dar al-Fiqr, Beirut Ibanon, (tt). Juz III, hlm.
410).

212 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ‖. Kemudian ia memohon kepada Allah, baik
urusan dunia atau urusan akherat, niscaya dikabulkan Allah Subhanahu
wa Ta'ala.‖169
6. Shalat Istikharah
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya:
―Jika di antara kamu merasa sulit atau ragu untuk menentukan suatu
perkara, maka hendaknya shalat dua rakaat selain shalat fardhu.‖ (HR.
Bukhari dari Jabir).
Do‘a Shalat Istikharah:

ٜ‫ْٖو‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬٢ِِٝ‫ ايعَ ٔع‬ٜ‫كًِٔو‬ٜ‫ َِٔ ؾ‬ٜ‫ًو‬َٝ٦ِ‫ض‬ٜ‫َأ‬ٚ ٜ‫ ِدزَٔتو‬ٝ‫ بك‬ٜ‫ ٔدزُى‬ٞ‫ضتَك‬


ِ ٜ‫َأ‬ٚ ٜ‫ُٔو‬ًٞٔ‫ بٔع‬ٜ‫ِسُى‬ٝ‫ؼ‬
ٔ َ‫ضت‬
ِ ٜ‫ أ‬٢ْٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬١‫ي‬ٜ‫أ‬

َ‫٭َِس‬ٜ ‫ٕٖ َٖرَا‬ٜ‫ُِ أ‬ًِٜ‫نِٓتَ َتع‬ٝ ِٕ٢‫ًُِٖٗ إ‬١‫ي‬ٜ‫ أ‬.ٔ‫ب‬ِٛ ُٝ‫ ُّ اي ُػ‬٬َ‫َأِْتَ ع‬ٚ ًُِِٜ‫ع‬ٜ‫أ‬ٜ٫َٚ ًُِِٜ‫َتَع‬ٚ ُ‫ ٔدز‬ٞ‫ق‬ٜ‫أ‬ٜ٫َٚ ُ‫ ٔدز‬ٞ‫تَك‬

)ًٔ٘ٔٔ‫أد‬َٜٚ ٣ِ ٢‫أَِس‬ٜ ٌٔ‫ِ (عَٔاد‬٣٢‫أَِس‬ٜ ٔ١َ‫َعَأقب‬ٚ ِ٢ٔ‫ََعَاغ‬ٚ َ٣‫َا‬ُِْٝ‫د‬َٚ ِ٢ِٜٔٓٔ‫ د‬٢‫ِسْ ىلِ ؾ‬ٝ‫ َػ‬....

٢ٔ‫ ي‬ٙ‫غَس‬.... َ‫ ا٭ ََِس‬ٜ‫ٕٖ َٖرا‬ٜ‫ُِ أ‬ًِٜ‫ِٓتَ تَع‬ٝ‫ِٕ ن‬٢‫إ‬٢ٚ .ِٔ٘ٝ‫ ىلٔؾ‬ٞ‫ِ ثُِٖ بَأزى‬٢ٔ‫ُ ي‬ِٙ‫س‬ٚ‫ط‬َٜٚ ٢ٔ‫ُ ي‬ِٙ‫ ُدز‬ٞ‫اق‬ٜ‫ؾ‬

٢ٚٓ‫ُ٘ َع‬ٞ‫ؾ‬٢‫اؾِس‬ٜ‫أدًٔٔ٘ٔ) ؾ‬َٜٚ ِ٣٢‫أَِس‬ٜ ٢ٌٔ‫ (آد‬٣٢‫أَِس‬ٜ ٔ١َ‫عَأقب‬َٚ ِ٢ٔ‫ َعَاغ‬َٚ َ٣‫َا‬ُِْٝ‫د‬َٚ ٢ِٜٔٓ‫ ٔد‬٢‫ٔؾ‬

ٜ‫٭َِسَ ٔعِٓدَى‬ٜ ‫ٕٖ ا‬ٜ‫ًُِٖٗ أ‬١‫ي‬ٜ‫ِ ب٘ٔ أ‬٢ٔٓ‫ق‬


ٚ َ‫ ثُِٖ ز‬،َٕ‫ا‬ٜ‫حُ ََا ن‬َِٝ‫ِسَ س‬ٝ‫ؼ‬
َ ٞ‫ُ ىلَ اي‬ِٙ‫ ُدز‬ٞ‫َاق‬ٚ ُِ٘ٓ‫ َع‬٢ٔٓ‫ؾ‬ٞ‫ؾٔس‬ٞ‫َا‬ٚ

٢ًُِٔٓٞٔ‫أس‬َٜٚ ،ِ٢ٔ‫ؼتَازُي‬
ِ ُُ ٞ‫ِْتَ اي‬ٜ‫ِٔ أ‬ٝ‫ه‬ٜ‫ ؾ‬،٢ٔ‫ؿط‬ٞ َٓ‫ُٔي‬ُٙ‫ ِػتَاز‬ٜ‫أَِسّا أ‬ٜ ًُِِٜ‫أع‬ٜ ٜ٫َٚ ،٢ٚٓ‫ِبْ َع‬ٛ‫ذ‬
ُ ِ‫َ َش‬َُٖٛٚ

ٌٚٝ‫َ ن‬٢ًَ‫ ع‬ٜ‫ْٖو‬٢‫ إ‬،ٔ٠‫٭ػٔ َس‬ٜ ‫َا‬ٚ ‫َا‬ِْٝٗ‫َايد‬ٚ ٢ِٜٔٚ‫ ايد‬٢ٔ‫ؾ‬ٟ١َ‫أسَُِدَٖٔا عَأقب‬َٜٚ ٜ‫ ٔعِٓدَى‬٢‫ز‬ِٛ َُ‫٭‬ٝ ‫ ا‬٢ٌَُِ‫أد‬ٜ َ٢ًَ‫ع‬

ْ‫ِس‬ٜٔ‫د‬ٜ‫ ق‬٢ٕ٦ِٝ‫غ‬
َ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan pengetahuan-Mu.
Aku memohon nasib yang baik kepada-Mu, aku memohon dari karunia-Mu yang
agung, karena Engkau yang Maha Kuasa, sedangkan aku tak kuasa (apapun).
Engkau Yang Maha Mengetahui, sedangkan aku tidak mengetahaui. Engkaulah

169 (Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Dar al-Fiqr, Beirut, Libanon, hdits no. 1384, Juz I
hlam. 441).

213 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Yang Maha mengetahui segala yang ghaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui
bahwa sesunguhnya perkara ini…..adalah baik bagiku dalam agama, kehidupan,
sekarang atau nanti, maka berikanlah ia untuk-ku, dan mudahkanlah ia bagiku,
kemudian berkahkanlah ia padaku. Namun jika Engkau mengetahui bahwa
sesunguhnya urusan ini…….adalah buruk bagiku dalam agama, kehidupan,
sekarang atau nanati, maka singkirkanlah ia dariku. Berilah aku penggantinya
yang lebih baik, dimana saja ia berada, kemudian ridailah aku padanya”.Ya
Allah sesungguhnya segala sesuatu itu ada dalam kekuasaan-Mu dan tertutup dari
padaku. Aku tidak mengetahui apa yang harus aku pilih untuk diriku, maka
pilihkanlah apa yang baik bagiku. Bawalah aku ke pada sesuatu yang amat baik
dan terpuji akibatnya dalam agama, dunia dan ekherat. Sesungguhnya Engkau
atas segala sesuatau adalah Maha Kuasa.” 170
7. Shalat Witir
Shalat witir hukumnya sunnah muakkad. Disunahkan shalat
witir, karena Allah amat mencintai kepada yang melakukanya. Shalat
witir dilaksanakan tiga rakaat atau minimal satu rakaat. Shalat witir juga
bisa dilaksanakan sesudah shalat sunah ba‘diyah ‗isya atau sbelum tidur
jika khawatir tidak dapat bangun pada waktu tengah malam. Namun
para ulama berpendapat, berdasarkan hadits Nabi Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam bahwa shalat witir utamanya dilaksanakan pada waktu malam
setelah selesai shalat malam sebelum shalat sunnat fajar shubuh. Sabda
Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam:

)‫ أمحد عٔ ابٔ عُس‬ٙ‫ا‬ٚ‫(ز‬. ٢ًٌِٝ٤‫ َاي‬٠ٜ٬َ‫ِا ؾ‬ٚ‫تٔ ُس‬ٜ‫أ‬ٜ‫ُايَٖٓٗأز ؾ‬٠ٜ٬َ‫ِتَسَتِ ؾ‬ٚ‫أ‬ٜ ٔ‫سب‬٢ ِ‫ملػ‬ٜ ‫ُا‬٠ٜ٬َ‫ؾ‬
Shalat Maghrib adalah witirnya shalat diwaktu siang, maka berwitirlah kamu
pada waktu malam, (HR. Imam Ahmad dari Ibn Umar Radhiyallahu
'anhu)

170
Doa ini adalah doa Abu Hasan Syadszaly. )Syekh ‘Athoillah, Syarah al-Hikam, Al-
Ma’arif, Bandung (tt). Juz I hlm. 89).

214 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
―Akhirilah shalat malam kamu dengan witir.‖ 171

Sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam lainnya yang artinya:


―Hendaklah kalian shalat witir pada saat shalat malam, karena
sesungguhnya Allah adalah witir (Tunggal). Allah mencintai yang
menunggalkan-Nya.‖ (HR. Muslim)
8. Shalat Tahiyat al-Masjid
Tahiyyat masjid artinya menghormati masjid. Dan menurut
Muhammad Syata al-Dimyathi, Tahiyyat masjid artinya mengagungkan
Dzat Allah yang mempunyai masjid. Shalat sunnah tahiyyat masjid ini
tidak sunah bagi orang yang masuk ke dalam Masjid Al-Haram (di
Mekkah). Mereka yang masuk Masjid Al-Haram dan niat untuk thawaf,
maka ia langsung thawaf, karena thawaf dipandang sama dengan shalat
tahiyyat masjid.172
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

٢ِٔٝ‫نعََت‬ٞ َ‫َ ز‬ًَِّٞ‫ُؿ‬ٜ ٢ٖ‫ذًِٔظِ سَت‬َٜ ٜ٬ٜ‫طذٔ َد ؾ‬


ِ َُ ٞ‫ ُِ اي‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ٌََ‫إذَا َدػ‬٢
“Apabila salah seorang di antara kamu masuk ke masjid, maka
janganlah duduk sampai ia shalat dua rak‟at.” (HR. Bukhari)
9. Shalat isyraq
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

٢٤ًَ‫ ثُِٖ ؾ‬، ُ‫عَ ايػُِٖظ‬ًَٝٞٛ‫ ت‬٢ٖ‫ َست‬ٜ‫سُ اهلل‬ٝ‫َرِن‬ٜ َ‫قعَد‬ٜ ُِٖ‫ ث‬، ٕ١َ‫ دََُاع‬ٞٔ‫ ؾ‬ٜ٠‫يػَدَا‬ٞ‫ ا‬٢٤ًَ‫َِٔ ؾ‬

"ٟ١َٖ‫ تَا‬ٟ١َٖ‫ تَا‬١ٟ َٖ‫ تَا‬، ٕ٠‫عُُِ َس‬َٚ ٕ١ٖ‫ َسذ‬٢‫أدِس‬ٜ ٜ‫ ُ٘ ن‬ٜ‫ت ي‬
ِ َْ‫ا‬ٜ‫ٔ ن‬٢ ِٝ‫ن َعَت‬ٞ َ‫ز‬
“Barang siapa shalat Subuh berjama‟ah, lalu duduk berdzikr mengingat
Allah sampai matahari terbit. Setelah itu ia shalat dua rak‟at, maka ia akan

171
(Imam Bukhari, Al-Tajrid al-Shartih/Mukhtashr al-Bukhari, Maktabah al-Yamamah, li
al-Thba’ wa al-Nasyar, Beirut Libaon, Juz II, hadits no. 499 hlm. 159).
172 (Al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin Juz I hlm. 255).

215 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
mendapatkan pahala seperti satu kali hajji dan umrah secara sempurna, sempurna
dan sempurna.” (HR. Tirmidzi)
Shalat ini dikerjakan pada waktu dhuha di bagian awalnya ketika
matahari terbit setinggi satu tombak (jarak antara terbit matahari/syuruq
dengan setinggi satu tombak kira-kira ¼ jam).
10. Shalat Dhuha
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

٠١ٜ‫ٕ ؾَدَق‬٠َ‫د‬ُِٝٔ‫ٌٗ َتش‬ٝ‫َن‬ٚ ٠١ٜ‫ٕ ؾَدَق‬١َ‫ش‬ٝٔ‫ ٌٗ َتطِب‬ٝ‫ه‬ٜ‫ ؾ‬١٠ ٜ‫ِِ ؾَدَق‬ٝ‫سَدٔن‬ٜ‫ َٔ ِٔ أ‬٢ََٜ٬ُ‫ ض‬ٌٚٝ‫ ن‬٢ًَٜ‫ؿبٔضُ ع‬
ِ ُٜ

٢‫س‬ٜ‫ ُُِٓه‬ٞ‫ اي‬٢َٔ‫ْ ع‬٢َِْٗٚ ٠١ٜ‫فٔ ؾَدَق‬ُٚ‫ َُعِس‬ٞ‫أَِسْ بٔاي‬َٜٚ ٠١ٜ‫ٕ ؾَدَق‬٠َ‫بٔري‬ٞ‫ٌٗ تَه‬ٝ‫َن‬ٚ ٠١ٜ‫ٕ ؾَدَق‬١ًًِٜٝٔٗ‫ٌٗ َت‬ٝ‫َن‬ٚ

٢َ‫كش‬
ٗ ‫ن ُعَُُٗا َٔ َٔ اي‬ٜ ِ‫َس‬ٜ ٢ٕ‫ن َعتَا‬ٞ َ‫ ز‬ٜ‫ُ َِٔٔ ذَٔيو‬٨٢‫ذِص‬َُٜٚ ٠١ٜ‫ؾَدَق‬
“Pada pagi hari setiap persendian kamu harus bersedekah; setiap tasbih
adalah sedekah. Setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan
Laailaahaillallah) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar ma‟ruf
adalah sedekah, nahi mungkar juga sedekah dan hal itu bisa terpenuhi oleh dua
rak‟at yang dikerjakannya di waktu Dhuha.” (HR. Muslim)

11. Shalat qabliyyah dan Ba’diyah Jum’at


Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

ُِٖ‫َبتٔ٘ٔ ث‬ٛٞ ‫سُؽَ َِٔٔ ُػ‬ٞ‫َؿ‬ٜ ٢ٖ‫ِْؿَتَ َست‬ٜ‫ُ٘ ثُِٖ أ‬ٜ‫زَ ي‬ٚ‫د‬ٝ‫ ََا ق‬٢٤ًَ‫ؿ‬ٜ‫ ؾ‬ٜ١َ‫يذُ ُُع‬ٞ‫ ا‬٢َ‫ت‬ٜ‫غَتطٌََ ثُِٖ أ‬ٞ ‫ ا‬٢َٔ

٣ّ‫ٖا‬ٜٜ‫ أ‬١َٔ‫ث‬ٜ٬َ‫كٌَِ ث‬ٜ‫َؾ‬ٚ ٣َ‫٭ػِس‬ٝ ‫ٔ ا‬١َ‫يذُ ُُع‬ٞ‫ِ َٔ ا‬َٝ‫َب‬ٚ َُِ٘ٓٝ‫ُ٘ ََا َب‬ٜ‫ؿٔ َس ي‬ٝ‫َ َعَُ٘ غ‬٢ًَِّ‫ُؿ‬ٜ
“Barang siapa yang mandi kemudian menghadiri shalat Jum‟at,
sebelumnya ia shalat semampunya, lalu ia diam sampai khatib menyelesaikan
khutbahnya, kemudian ia shalat bersamanya, maka akan diampuni dosa-dosanya
antara Jum‟at yang satu ke Jum‟at berikutnya dengan ditambah tiga hari.” (HR.
Muslim)
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

216 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
‫أزَِبعّا‬ٜ ‫ َبعِدََٖا‬ٌَٚ‫ُؿ‬ًٜٝٞ‫ ؾ‬١ٜ َ‫يذُ ُُع‬ٞ‫ ُِ ا‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ٢٤ًَ‫إذَا ؾ‬٢
“Apabila salah seorang di antara kamu shalat Jum‟at, maka kerjakanlah
setelahnya empat rak‟at.” (HR. Muslim)
Bisa juga ia kerjakan hanya dua rak‘at karena Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah melakukannya.
12. Shalat Ied
Shalat idul fitri dilakukan setelah selesai puasa bulan ramadhan,
shalat idul adha dilakukan selesai haji dan sepuluh hari bulan zulhijjah,
keduanya termasuk kebaikan Islam, umat islam menunaikannya setelah
melakukan dua ibadah yang agung sebagai syukur kepada Allah.
Hukum shalat dua hari raya: sunnah mu'akkadah atas setiap
muslim dan muslimah.
Waktu shalat ied yaitu mulai matahari meninggi setinggi tombak
hingga tergelincir, jika tidak tahu datangnya ied kecuali setelah tergelincir
matahari, maka shalat pada esok harinya, pada waktunya, dan tidak
menyembelih hewan kurban kecuali setelah selesai shalat ied.
Sifat pergi untuk shalat ied:
 Orang yang pergi shalat ied disunnahkan membersihkan diri,
memakai pakaian yang paling bagus; untuk menampakkan
kegembiraan pada hari itu, adapun wanita, tidak boleh
menampakkan perhiasannya dan tidak memakai parfum, pergi
shalat bersama-sama orang, sedangkan wanita haid, ia
mendengarkan khutbah ied dan tidak masuk tempat shalat.
 Makmum disunnahkan pergi pagi-pagi setelah shalat subuh
dengan berjalan kaki jika bisa, adapun imam maka agak akhir
hingga tiba waktu shalat, dan disunnahkan pergi melalui satu
jalan dan kembali melalui jalan lain, untuk menampakkan syi'ar,
dan mengikuti sunnah nabi.
 Disunnahkan makan beberapa biji kurma sebelum berangkat
shalat idul fitri, adapun shalat idul adhal disunnahkan tidak

217 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
makan sebelum shalat hingga makan dari kurbannya jika
berkurban.
Tempat shalat ied:
 Shalat ied dilakukan di tanah lapang dekat kota, jika sudah
sampai ke tempat shalat, maka shalat dua rakaat dan duduk
berdzikir kepada Allah, dan shalat ied tidak dilakukan di masjid
kecuali ada halangan seperti hujan dan sebagainya.
 Jika telah memasuki tempat shalat ied, boleh shalat sunnah
sebelum shalat ied dan sesudahnya selama tidak pada waktu
yang dilarang, maka tidak disyari'atkan kecuali shalat tahiyatul
masjid, jika telah pulang ke rumahnya disunnahkan shalat dua
rakaat.
Sifat shalat ied:
 Jika tiba waktu shalat, maka imam maju dan memimpin shalat
dua rakaat tanpa adzan dan iqamah, pada rakaat pertama
bertakbir tujuh kali atau sembilan kali dengan takbiratul ihram,
dan pada rakaat kedua lima kali setelah berdiri.
 Kemudian setelah membaca fatihah disunnahkan membaca
surat al-A'la dengan keras pada rakaat pertama, dan pada rakaat
kedua setelah fatihah membaca surat al-Ghasyiyah, atau pada
rakaat pertama membaca surat Qaaf, dan pada rakaat kedua
membaca surat (iqtarabatissaa'ah), suatu kali membaca ini, dan
suatu kali membaca yang itu.
 Setelah salam, berkhutbah satu kali menghadap kepada jamaah,
hendaklah isi khutbah adalah memuji Allah, bersyukur
kepadanya, menyanjungnya, mengingatkan wajibnya
mengamlkan syari'at Allah, mendorong mereka bersedekah,
menganjurkan untuk berkurban dan menjelaskan hukum-
hukumnya kepada mereka.
 Apabila hari raya bertepatan pada hai jum'at, maka siapa yang
telah shalat ied gugur baginya shalat jum'at, maka shalat dhuhur,

218 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
adapun imam dan orang yang tidak shalat ied, maka wajib shalat
jum'at.
 Apabila imam lupa salah satu takbir dan sudah mulai membaca
maka gugur; karena takbir itu sunnah dan telah lewat waktuya,
dan tidak mengangkat tangan pada takbir-takbir tambahan pada
kedua rakaat di shalat ied dan shalat istisqa'.
13. Shalat Khusuf dan Shalat Kusuf
Khusuf adalah gerhana bulan total atau sebagian di malam hari
sedangkan Kusuf adalah gerhana matahari total atau sebagian.
Hukum Shalat Khusuf dan Kusuf: Hukum kedua shalat ini sunah
ma'akkadah bagi setiap muslim dan muslimah baik yang sedang mukim
atau safar.
Mengetahui Waktu Gerhana.
Waktu gerhana matahari dan bulan memiliki waktu-waktu
tertentu seperti halnya waktu terbit matahari dan bulan, Allah Subhanahu
wa Ta'ala telah menetapkan bahwa waktu gerhana matahari terjadi pada
akhir bulan sedangkan gerhana bulan terjadi pada malam-malam
purnama.
Sebab-sebab Gerhana
Apabila terjadi gerhana bulan ataupun matahari manusia
dianjurkan untuk melakukan shalat di mesjid-mesjid atau di rumah-
rumah sekalipun di mesjid itu lebih utama, sebagaimana gempa, petir,
gunung berapi, memiliki sebab-sebab tertentu demikian juga gerhana
matahari dan bulan juga telah Allah tetapkan penyebab keduanya. Dan
hikmah di balik itu adalah menakut-nakuti hamba-Nya agar kembali
kepada Allah.
Waktu Shalat:
Shalat gerhana dimulai sejak terjadinya gerhana hingga gerhana
tersebut hilang.
Tata Cara Shalat Gerhana:

219 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Shalat gerhana tidak dimulai dengan azan dan iqomat akan tetapi
dengan panggilan: Ash-Shalatu Jaami'ah sekali atau lebih. Kemudian
imam bertakbir dan membaca Al-Fatihah serta surat yang panjang
dengan suara keras lalu ruku' dengan ruku' yang lama kemudian i'tidal
dengan membaca Sami'allahu liman hamidah, Rabbana walakal hamdu,
tetapi tidak sujud. Kemudian membaca surat Al-Fatihah dan membaca
surat yang lebih pendek dari yang pertama kemudian ruku' dengan ruku'
yang lebih pendek dari yang pertama kemudian i'tidal, lalu turun sujud
dengan sujud yang panjang dan sujud yang pertama lebih panjang dari
yang kedua dan diselai dengan duduk di antara dua sujud kemudian
berdiri untuk rakaat kedua lalu melakukan hal yang sama dengan rakaat
pertama hanya saja lebih ringan dari yang pertama kemudian dilanjutkan
dengan tahiyat dan salam.
Sifat Khutbah Shalat Gerhana
Disunnahkan bagi imam untuk melakukan khutbah setelah
shalat gerhana untuk mengingatkan manusia akan kejadian yang besar
ini agar hati-hati mereka menjadi lunak kemudian meminta mereka
untuk benyak berdo‘a dan istighfar. Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha
berkata, telah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam lalu beliau melakukan shalat dan memanjangkan
berdirinya lalu ruku' dengan ruku' yang panjang kemudian berdiri lama
tetapi lebih pendek dari yang pertama kemudian ruku' dan sujud dengan
memanjangkan keduanya, lalu berdiri untuk raka'at kedua kemudian
ruku' yang panjang tetapi lebih pendek dari ruku' yang pertama
kemudian mengangkat kepalanya untuk berdiri lama tetapi lebih pendek
dari yang pertama kemudian ruku' dan sujud.
Lalu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menyelesaikan
shalatnya dan matahari telah kelihatan kembali maka beliau berkhutbah
memuja dan meuji Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bersabda,
Sesungguhnya matahari dan bulan adalah salah satu tanda dari tanda-
tanda kebesaran Allah dan keduanya tidaklah terjadi gerhana
dikarenakan hidup atau matinya seseorang maka apabila kalian
melihatnya maka bertakbirlah dan berdo‘alah kepada Allah serta
lakukanlah shalat dan bersedekahlah wahai umat Muhammad,
sesungguhnya tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah ketika
220 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
melihat hamba-Nya melakukan perzinahan wahai umat Muhammad
seandainya kalian mengetahui apa yang kuketahui niscaya kalian akan
banyak menangis dan sedikit tertawa, saksikanlah bukankah telah aku
sampaikan.‖ (HR. Muttafaq 'alaihi)
14. Shalat Istisqa (memohon hujan)
Kesunnahan Sebelum Shalat Istisqa
Imam (pemerintah) sunnah memerintahkan kepada seluruh umat
Islam untuk:
a. Melaksanakan puasa selama tiga hari.
b. Memperbanyak infak, sedekah dan yang lainnya.
c. Mengembalikan hak orang lain dari hasil kedzhaliman.
d. Bertaubat dari dosa.(Do‘a taubat lihat pada bagian do‘a
shalat taubat).
e. Pada hari yang keempat semua umat Islam termasuk usia
lanjut dan anak-anak diperintahkan untuk keluar rumah
dengan memakai baju sederhana (kebalikan memkai baju di
hari raya) disertai rasa tawadhu (rendah hati) dan banyak
penyesalan dari segala dosa.
f. Mengeluarkan semua binatang ternak (menurut satu
pendapat, karena ternak juga memerlukan air).
Cara Shalat Istisqa
a. Dilaksanakan di tempat (lapangan) terbuka dan waktunya
kapan saja.
b. Boleh dilakukan di waktu karohah (makruh melakukan
shalat) seperti ba‘da shalat shubuh atau ba‘da shalat ashar,
karena shalat istisqa termasuk kategori shalat dzati sababin
(shalat yang ada sebabnya, yaitu disebabkan tidak ada hujan).
c. Boleh dilakukan lebih dari dua rakaat
d. Jika shalatnya dua rakaat, maka pelaksanaannya sebagaimana
shalat dua rakaat shalat sunnah ied, baik dalam syarat
maupun rukun, misalnya
e. Membaca takbir sambil mengangkat kedua tangan tujuh kali
(pada rakaat pertama) sesudah membaca do‘a iftitah sebelum
membaca ta‘awudz. Dan membaca takbir 5 kali pada rakaat
kedua
221 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
f. Di rakaat pertama stelah membaca Al-Fatihah adalah
membaca surat Qaaf, atau surat Al-A‘la
g. Dirakaat kedua setelah membaca Al-Fatihah adalah
membaca surat Iqtarobat Al-Sa‘ah (surat Al-Ghasyiah).
h. Disunnahkan Khutbah Dua Kali
i. Pada khutbah kedua disunnahkan menghadap kiblat dan
membelakangi jama‘ah.
j. Khatib dan para jamaah disunnahkan membulak-balikan
selendangnya, bagian atas diputarkan ke bawah dan
sebaliknya. Jika memakai selendang di sebelah kanan, maka
dipindahakan kesebelah kiri dan sebaliknya173
k. Berdo‘a kepada Allah dengan khusu‘ untuk meminta hujan
dengan suara yang pelan atau suara keras yang terdengar
oleh jama‘ah
l. Selesai berdo‘a kemudian khatib dalam mengakhiri
kutbahnya kembali menghadap ke arah jamaah.
m. Do‘a Jika Hujan Sudah Turun

ٔ٘ٔ‫َ َزسِ َُت‬ٚ ٔ‫كٌِ اهلل‬ٜ‫ِّسَِْأبؿ‬ََٛ ‫ؾبَِبَٓا َْأؾعّا‬


َ ًُِٖٗ١‫ي‬ٜ‫أ‬

―Ya Allah curahkanlah hujan yang manfaat bagi kami‖.


Kami telah dicurahkan hujan dari karunia Allah dan rahmat-
Nya‖.
n. Do‘a Agar Hujan Berhenti

٢‫ػذَس‬
ٖ ‫ت اي‬
ٔ ‫ََٓأب‬َٚ ٔ‫َايكٖ ِسب‬ٚ ٓ٢ِٜ‫ن‬ٜ‫َ ا٭‬٢ًَ‫ًُِٖٗ ع‬١‫ي‬ٜ‫ أ‬،‫َٓا‬ًَِٜٝ‫ َع‬٫َٚ ‫َٓا‬ِٝ‫ي‬ٜ‫َا‬ٛ‫ًُِٖٗ َس‬١‫أي‬

―Ya Allah turunkanlah hujan kesekeliling kami, tetapi tidak


menjadi petaka bagi kami. Ya Allah turunkanlah hujan ke
daratan tinggi, bukit-biukit, pedalaman lembah-lembah dan
tumbuh-tumbuhan yang menumbuhkan pepohonan‖.

173 Hadits berasal dari Abdillah bin Jaed, ia berkata; saya melihat Rasuulah SAW keitka
akan melaksanakan shlat istisqa, beliau pertama kalinya mengahadap kepada para jamaah
(shahabat) lalu memalingkan badannya mengahadap kiblat sambil memohon kepada Allah.
Kemudian beliau membalikan selendangnya, kemudian shalat istisqa dua rakaat sambil
mengeraskan bacaannya”. (Imam Bukhari, Al-Tajrid al-Sharih, hadits no. 522, hlm.167).

222 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
BAB X
KHILAFIYAH DALAM IBADAH

A. Adil dalam Menyikapi Masalah Khilafiyah


Perbedaan dalam alam pikir manusia yang merupakan
sunnatullah haruslah disikapi dengan adil. Maksud adil adalah
menempatkannya pada koridor syariah, bukan rasio semata atau hawa
nafsu. Adanya perbedaan, bukannya menjadi dalil untuk membiarkan
perbedaan itu berjalan secara liar dalam kehidupan manusia, sehingga
menyebabkan perpecahan.174
Dalam Islam, terdapat otoritas yang mengatur persoalan
keagamaan. Islam bukan seperti aliran postmodern yang kata Francois
Lyotard anti-otoritas, tidak mengenal benar dan salah atau menurut
Ernest Gellner curiga kepada kebenaran ilahiyyah.
Oleh sebab itu, ia perlu dikelola dengan ilmu-ilmu yang lain,
seperti ushul fikih, akidah dan tarikh. Karena, konsep ilmu dalam Islam
itu bersifat tauhidi tidak dikotomis. Tauhidi maksudnya, satu konsep ilmu
harus berjalinan erat dengan ilmu lain tidak boleh dipisah secara
dikotomik, karena semuanya ada dalam satu jaringan konsep (networking
concept).
Perbedaan dalam perkara agama memang tidak tunggal, tapi
perbedaan itu sendiri beragam jenisnya. Ada yang bisa ditolelir ada pula
yang tidak bisa dikompromikan. Prinsip inilah yang telah dijalankan oleh
para ulama terdahulu. Kenyataannya, sejak zaman Nabi Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam, sahabat, tabi‘in dan tabiut tabi‘in, perbedaan itu telah ada.
Perdebatan di antara sahabat pun kerap terjadi. Namun hal tidak
memunculkan cacian ataupun tidak sampai terjadi pembiaran terhadap

174- Kholili Hasib, Fiqhul Khilaf dan Adil dalam Menyikapi Perbedaan,
http://hidayatullah.com

223 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
merebaknya kesesatan apalagi sampai penyuburan penyimpangan
agama. Sebab masing-masing disikapi dengan adil.
Dalam urusan-urusan yang berkaitan dengan furuiyyah, para
ulama dan imam mujtahid tidak pernah menyikapinya dengan ta‟ashub
(fanatik) berlebihan jika terjadi perbedaan. Tidak ada tadlil (penyesatan),
takfir (pengkafiran) dan tafsiq (menghukumi fasik). Dalam berdakwah,
mereka tidak pula sombong atau memaksakan diri agar pendapatnya
wajib diikuti semua umat.175
Adab itu pernah dicontohkan oleh Imam Malik. Dikisahkan
bahwa Harun al-Rasyid menyarankan agar Imam Malik mempopulerkan
kitabnya, al-Muwatta‟, dengan cara digantungkan di Ka‘bah. Harun al-
Rasyid melihat keilmuan Imam Malik tiada yang menandingi pada waktu
itu, sehingga dengan cara itu sang Khalifah ingin madzhab Imam Malik
diikuti semua penduduk negeri. Akan tetapi, Imam Malik secara
diplomatis menjawab: ‖Jangan Tuan lakukan itu. Sebab sahabat
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam saja sudah berselisih dalam
masalah furu‘. Lagi pula, umat Islam sudah tersebar di berbagai negeri,
sedang sunnah sudah sampai pada mereka, dan mereka juga punya
Imam yang diikuti. Harun al-Rasyid pun berkomentar:‖Semoga Allah
Subhanahu wa Ta'ala memberi taufiq kepadmu, wahai Abi Abdillah‖
(diriwayat oleh al-Suyuthi dalam al-Inshaf fi Asbabi al-Ikhtilaf).
Beda hasil ijtihad di kalangan sahabat juga tidak memicu saling
penyesatan dan pengkafiran. Contoh tentang hukum berdiri ketika ada
jenazah lewat. Sebagian sahabat memandangnya hukum itu untuk
menghormati malaikat, bukan jenazah. Sehingga ini berlaku untuk
jenazah yang muslim maupun kafir. Sahabat lainnya berpandangan
bahwa hal itu dikarenakan kengerian kematian. Sebagaian lagi menilai
hukum itu berlaku khusus untuk jenazah kafir dengan alasan Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah beridiri ketika dilewati jenazah
Yahudi karena takut jenazah tersebut melebihi kepalanya. Semua hukum
ini berjalan di kalangan sahabat dan tabi‘in. Tiada seorang pun saling
menyesatkan. Karena semua berdasar dari riwayat yang dipercaya.

175 - Ibid

224 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Kompromi dan saling menerima pendapat seperti tersebut tidak
terjadi jika perbedaannya itu menyangkut persoalan yang prinsip dalam
akidah. Sebab, dalil-dalil yang jelas, dan pasti (qath‟iy) dalam akidah tidak
pernah berubah. Ajaran bahwa Nabi terakhir adalah nabi Muhammad
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam tidak pernah berubah. Jumlah shalat wajib
juga tidak akan dikurangi atau ditambahi. Barangsiapa yang mengubah,
maka tidak boleh dibiarkan karena menyesatkan. Orang-orang yang
mengaku Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam seperti Musailamah al-
Kadzdzab, Thulaihah al-Asadi, Sajah binti Al-Harits at-Tamimiya, dan
lain-lain tidak pernah diakui ajarannya oleh para sahabat sebagai ijtihad,
tapi penyesatan. Ketika Imam Syafi‘i ditanya tentang aliran Syi‘ah, yang
secara prinsip akidah menurut beliau berbeda, beliau mengkritiknya
dengan sangat keras, dan berkata: ―Kelompok ini adalah golongan
terjelek.‖ (baca al-Manaqib jilid I).
Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa ada aturannya dalam
mengelola perbedaan. Para ulama memberi nama Fiqhul Khilaf (Fikih
Perbedaan). Biasanya Fiqhul Khilaf juga diikuti dengan kajian Fiqhul I‟tilaf
(Fikih Persatuan) untuk menjelaskan mekanisme, dan konsep-konsep
yang tepat dalam menentukan sikap, hal-hal apa saja yang bisa masuk
toleransi dan prinsip-prinsip apa saja yang tidak bisa dikompromikan.
Oleh sebab itu, memahami apa itu konsep ikhltilaf mutlak dibutuhkan.176
B. Pembagian Khilafiyah
Secara umum ikhtilaf itu dibagi menjadi dua yaitu; Ikhtilafu al-
Tanawwu‟ (perbedaan fariatif) dan Ikhtilafu al-Tadlad (perbedaan
kontradiktif). 177
1. Ikhtilaf Tanawwu‟ adalah jika perbedaan itu tidak saling
kontradiktif antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing
dari pendapat tersebut mempunyai kesamaan makna namun
redaksinya berbeda, sebagaimana halnya dengan qira‟ah sab‟ah.
Di antara contoh ikhtilaf tanawwu‟ adalah perbedaan dalam
adzan Jum‘at, bacaan do'a iftitah, tasyahhud, qunut shubuh, dan
bacaan basmalah dalam fatihah, yang kesemuanya disyariatkan.

176 - Ibid
177 - Ibn Taimiyah, Raf’ al-Malam An Aimmah al-A’lam,

225 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Dalam masalah ijtihad seperti ini, tidak diperkenankan saling
berselisih (tanazu‘). Lebih-bebih sampai memicu tadlil (saling
menyesatkan) dan takfir (mengkafirkan). Karena menurut Ibn
jarir At-Thabari, semua itu sifatnya adalah alternative (takhyir),
pilihan yang tidak perlu dipertentangkan.
2. Ikhtilaf Tadhad yaitu perbedaan yang kontrdiktif yang tidak
mungking dipertemukan, karena antra pendapat yang satu
dengn yang lainnya sling bersebrangan. Dalam perbedaan
seperti ini tidak sepatutnya ditoleransi, karena kebenaran hanya
ada pada salah satu dari pendapat tersebut. Contoh dalam
ikhtilaf tadhad ini kebanyakan terjadi pada masalah-masalah
aqidah, bukan masalah-masalah furuiyyah. Oleh karena itu ahlu
sunnah tidak boleh memberikan toleransi pada syi‘ah, khawarij,
mu‘tazilah, murji‘ah, paham pluralisme, liberalisme dan
sejenisnya. Karena paham mereka itu telah keluar dari jalur
sunah, oleh sebab itu Ibn Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid
memasukkan semua fikih para ulama madhab empat, bahkan
madhab dzhahiriyyah, tsauriyyah, thabariyyah, dan madhab fikih
lainnya, akan tetapi Ibn Rusyd tidak mewadahi madhab syiah,
murjiah, mu‘tazilah dan sejenisnya, karena madhab ini dianggap
telah keluar dari jalur sunah dan penyebab iftiraq (perpecahan)
di tubuh umat Islam.178

C. Perbedaan Antara Ikhtilaf (perbedaan) dan Iftiraq


(perpecahan)
Membedakan antara Ikhtilaf (perbedaan) dan Iftiraq (perpecahan)
termasuk perkara yang sangat penting. Karena mayoritas manusia -
terlebih para du'at dan sebagian penuntut ilmu yang belum matang
dalam medalami ilmu agama- tidak dapat membedakan antara
permasalahan khilafiyah dengan perpecahan. Akibatnya, terjadi
ketimpangan dalam menghukumi suatu masalah.179

178 - Lihat Ibn Rusyd, Bidayat al-Mujtahid, Dar Al-Syuruq, 2011, Ibn Taimiyah, Raf’ul Malam
An Aimmah al-A’lam, Maktabah Waqfiyyah.
179 - Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql, Sebab-Sebab Perpecahan Umat dan Cara
Penanggulangannya,Pustaka Islamhouse,2009, hlm.4

226 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Oleh sebab itu, sudah sewajarnya mengetahui perbedaan antara
ikhtilaf dan iftiraq ini. Agar dapat menempatkan suatu hukum sesuai pada
tempatnya. Paling tidak, ada lima perbedaan yang dapat dijadikan
pijakan, yaitu :
 Iftiraq adalah bentuk perselisihan yang sangat tajam. Bahkan
dapat dikatakan sebagai buah dari perselisihan. Banyak sekali
kasus yang membawa perselisihan ke muara perpecahan, meski
kadang kala perselisihan tidak mesti berujung kepada
perpecahan. Jadi, perpecahan adalah sesuatu yang lebih dari
sekedar perselisihan. Tentu saja, tidak semua ikhtilaf
(perselisihan) disebut perpecahan. Namun setiap perpecahan
sudah pasti ikhtilaf. Banyak sekali persoalan yang diperdebatkan
kaum muslimin termasuk kategori ikhtilaf, di mana masing-
masing pihak yang berbeda pendapat tidak boleh memvonis
kafir atau mengeluarkan salah satu pihak dari Ahlus Sunnah wal
Jama'ah.
 Iftiraq hanya terjadi pada permasalahan prinsipil, yaitu masalah
ushuluddin yang tidak boleh diperselisihkan. Yakni masalah-
masalah ushuluddin yang ditetapkan oleh nash yang qath'i, ijma
atau sesuatu yang telah disepakati sebagai manhaj (pedoman
operasional) Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Siapa saja yang
menyelisihi masalah di atas, maka ia termasuk orang yang
berpecah dari Al-Jama'ah. Adapun selain itu, masih tergolong
perkara ikhtilaf.
 Ikhtilaf bersumber dari sebuah ijtihad yang disertai niat yang
lurus. Dalam hal ini, mujtahid yang keliru mendapat satu pahala
karena niatnya yang jujur mencari kebenaran. Sementara
mujtahid yang benar mendapat pahala lebih banyak lagi. Kadang
kala pihak yang salah juga pantas dipuji atas ijtihadnya. Adapun
bila ikhtilaf tersebut bermuara kepada perpecahan, tidak
diragukan lagi hal itu tercela. Sementara perpecahan yang tidak
berpangkal dari ijtihad atau niat yang tulus. Pelakunya sama
sekali tidak mendapat pahala bahkan mendapat cela dan dosa.
Maka dapat kita katakan bahwa perpecahan itu berpangkal dari
bid'ah, menuruti hawa nafsu, taqlid buta dan kejahilan.

227 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
 Iftiraq tidak terlepas dari ancaman dan siksa serta kebinasaan.
Tidak demikian halnya dengan ikhtilaf walau bagaimanapun
bentuk ikhtilaf yang terjadi diantara kaum muslimin, baik akibat
perbedaan dalam masalah-masalah ijtihadiyah, atau akibat
mengambil pendapat keliru yang masih bisa ditolerir, atau akibat
memilih pendapat yang salah karena ketidaktahuannya terhadap
dalil-dalil sementara belum ditegakkan hujjah atasnya, atau
karena uzur, seperti dipaksa memilih pendapat yang salah
sementara orang lain tidak mengetahuinya, atau akibat kesalahan
takwil yang hanya dapat diketahui setelah ditegakkan hujjah.180

D. Solusi Khilafiyah
Solusi dari masalah khilafiyah adalah dengan jalan kembali kepada
tuntunan Allah.
 Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

ٞ‫ا‬ٛٝ‫سٖق‬ٜ‫ تَؿ‬٫ٜ َٚ ٟ‫عا‬َُٝٔ‫٘ٔ د‬١ً‫ٌ اي‬٢ ِ‫شب‬


َ ‫ ٔب‬ٞ‫ا‬ُُٛٔ‫َا ِعتَؿ‬ٚ
“Artinya : Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS.Ali Imran : 103)
 Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

ِِٝ‫ه‬ٝ‫حي‬٢‫َتَرِ َٖبَ ز‬ٚ ٞ‫ا‬ًَٛٝ‫ػ‬ٞ‫ؾتَؿ‬ٜ ‫ا‬ُٞٛ‫ تََٓاشَع‬٫ٜ َٚ


“Artinya : Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan
kamu menjadi gentar dan hilang kekuatan.” (QS.Al-Anfal : 46)
 Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala

ُ‫َٓات‬ٚٝ‫يَب‬ٞ‫ُٖ ُِ ا‬٤‫ َٔٔ َبعِدٔ ََا دَا‬ٞ‫ا‬ٛٝ‫ؿ‬ًَٜ‫َا ِػت‬ٚ ٞ‫ا‬ٛٝ‫سٖق‬ٜ‫ َٔ تَؿ‬ٜٔ‫ر‬٤‫اي‬ٜ‫ا ن‬ُْٞٛٛٝ‫ تَه‬٫ٜ َٚ

180 - Ibid

228 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
“Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-
berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.”
(QS.Ali Imran : 105)
 Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

ٔ٘ٝٔ‫ا ؾ‬ٛٝ‫سٖق‬ٜ‫ا َتتَؿ‬ٜ‫َي‬ٚ َٜٔٚ‫ا ايد‬ُُٛٝٔ‫ق‬ٜ‫ ِٕ أ‬ٜ‫أ‬


“Artinya: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya.” (QS.Asy-Syura : 13)
 Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

ًٔ٘ٔٝٔ‫ضب‬
َ َٔ‫ِِ ع‬ٝ‫سٖمَ بٔه‬ٜ‫ؾتَؿ‬ٜ ٌَ ُ‫ا ايطٗب‬ُٞٛ‫ تَٖتٔبع‬٫ٜ َٚ ُُٙٛ‫اٖتٔبع‬ٜ‫ا ؾ‬ٟ ُٝٔ‫طتَك‬
ِ َُ ٞٔ‫ٕٖ َٖعرَا ؾٔسَاط‬ٜ‫َأ‬ٚ
“Artinya : Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang
lurus, maka ikutilah dia ; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan
(yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-
Nya.” (QS.Al-An'am : 153)

‫ إٕ اعتؿُتِ ب٘ نتاب اهلل‬ٙ‫ا بعد‬ًٛ‫هِ َا إٕ متطهتِ ب٘ ئ تك‬ٝ‫قد تسنت ؾ‬ٚ


“Sungguh aku telah meninggalkan ditengah-tengah kalian, satu hal yang bila
kalian berpegang teguh dengannya, niscaya selama-lamanya kalian tidak akan
tersesat, bila kalian benar-benar berpegang tegunh dengannya, yaitu kitab Allah
(Al Qur‟an).” (HR. Muslim)
E. Contoh Khilafiyah
a. Qunut Shubuh
Dalam masalah hukum qunut shalat Shubuh, para ulama
berbeda menjadi tiga pendapat, yaitu :
 Pendapat pertama, qunut shubuh disunnahkan secara terus-
menerus. Ini adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan
bin Shalih, dan Imam Syafi ‘iy.
 Pendapat kedua , qunut shubuh tidak disyariatkan karena sudah
mansukh ‗terhapus hukumnya‘. Ini adalah pendapat Abu
Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury, dan lain-lainnya dari ulama Kufah.

229 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
 Pendapat ketiga, qunut pada shalat shubuh tidaklah disyariatkan
kecuali pada qunut nazilah yang boleh dilakukan pada shalat
shubuh dan pada shalat-shalat lainnya. Ini adalah pendapat
Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa‘d, Yahya bin Yahya Al-Laitsy, dan
ahli fiqih dari para ulama Ahlul Hadits.
Adapun dalil-dalil yang dijadikan argumentasi dari masing-
masing pendapat adalah sebagaimana berikut :
Dalil Pendapat Pertama

٢ٖ‫ٔ َست‬٠‫يػَدَا‬ٞ‫ٔ ا‬٠ٜ٬َ‫ِ ؾ‬ٞٔ‫ُٓتُ ؾ‬ٞ‫َك‬ٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ٔ٘ٔ‫َآي‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢٤ًَ‫ٍُِ اهللٔ ؾ‬ٛ‫ض‬
ُ َ‫ََا شَاٍَ ز‬

‫َا‬ِْٝٗ‫ازَمَ ايد‬ٜ‫ؾ‬
Terus-menerus Rasulullah shallallahu „alaihi wa alihi wa sallam qunut
pada shalat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia.181
Dalil Pendapat Kedua

٢‫ؿذِس‬ٜ ‫ٔ اي‬٠ٜ٬َ‫ َسؽُ َِٔٔ ؾ‬ٞ‫َؿ‬ٜ َِٔٝ‫ٍُ ٔس‬ِٛ ٝ‫َك‬ٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ٔ٘ٔ‫َآي‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢٤ًَ‫ِ ٍُ اهللٔ ؾ‬ٛ‫ض‬
ُ َ‫إَ ز‬ٜ‫ن‬

ٍُِٛ‫ك‬ٝ َٜ ُِٖ‫يشَُِدُ ث‬ٞ‫ ا‬ٜ‫و‬ٜ‫َي‬ٚ ‫ُ زَبَٖٓا‬َٙ‫ئ َُِٔ سَُٔد‬ٝ‫ضَُ٘ ضَُٔعَ اهلل‬ٞ‫عُ زَأ‬ٜ‫َسِؾ‬ٜٚ ُ‫س‬ٚ‫هب‬ٜ َُٜٚ ٔ٠٤َ ‫كٔسَا‬ٞ‫ََٔٔ اي‬

١ٜ َ‫ع‬ِٝ‫ِ زَٔب‬ٞٔ‫ب‬ٜ‫ٖاؽَ ِبَٔ أ‬ٝ‫َ َع‬ٚ ٣ّ‫ ِبَٔ ٖٔػَا‬ٜ١ًََُٜ‫َض‬ٚ ٔ‫ِد‬ٝ‫َٔي‬ٛ‫ي‬ٞ‫ِدَ ِبَٔ ا‬ٝ‫َٔي‬ٛ‫ي‬ٜٞ‫ ا‬٢‫ِْر‬ٜ‫ًُِٖٗ أ‬٤‫ي‬ٜ‫ِْٔ ا‬٥‫قا‬ٜ َُٖٛ َٚ

ِِ ٢ًَِٜٗٝ‫ًَٗا ع‬َٞ‫َا ِدع‬ٚ َ‫ َُكَس‬٢ًَٜ‫ ع‬ٜ‫تَو‬ٜ‫أ‬ٞ‫َط‬ٚ ِ‫ًُِٖٗ اغِدُد‬٤‫ي‬ٜ‫َٔ ا‬َِٝٔٓٔ٪ِ ُُٞ‫َٔ ََٔٔ اي‬ِٝ‫كعَٔؿ‬
ِ َ‫طت‬
ِ ُُ ٞ‫َاي‬ٚ

ُٜ٘‫ِي‬ٛ‫ض‬
ُ َ‫ز‬َٚ ٜ‫ؿتٔ اهلل‬
َ َ‫ ع‬ٜ١ٖٝ‫ؿ‬
َ ُ‫ع‬َٚ َٕ‫َا‬ٛ‫ن‬ٞ َ‫ذ‬َٚ ٟ٬ِ‫ع‬٢‫ز‬َٚ َٕ‫َا‬ٝ‫ش‬
ِ ٔ‫ي َعِٔي‬ٞ‫ًُِٖٗ ا‬٤‫ي‬ٜ‫ِضُـَ ا‬ُٜٛ ِٞٔٓ‫ط‬
ٔ ‫ن‬ٜ

181 - Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf 3/110 no. 4964, Ahmad 3/162,
Ath-Thahawy dalam Syarh Ma’ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadits Wa Mansukhih
no. 220, Al-Hakim dalam Al-Arba’in sebagaimana dalam Nashbur Rayah 2/132, Al-Baihaqy 2/201
dan dalam Ash-Shugra ` 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no. 639, Ad-
Daraquthny dalam Sunan -nya 2/39, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 6/129-130 no. 2127, Ibnul
Jauzy dalam At-Tahqiq no. 689-690 dan Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah no. 753, dan Al-Khatib Al-Baghdady
dalam Mudhih Auwan Al-Jama’ Wa At-Tafriq 2/255 dan Al-Qunut sebagaimana dalam At-Tahqiq
1/463.

230 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ِٚ ‫أ‬ٜ ِِ٢ًَِٜٗٝ‫ِبَ ع‬ٛ‫ُت‬َٜ ِٜٚ‫ْ أ‬٤َِٞ‫ غ‬٢‫٭َِس‬ٜ ‫ ََٔٔ ا‬ٜ‫و‬ٜ‫ِظَ ي‬ٝ‫ي‬ٜ ٪ ٍََ‫ِْص‬ٜ‫ُٖا أ‬ٜ‫ ي‬ٜ‫ ذَئو‬ٜ‫َُْ٘ تَسَى‬ٜ‫ً َػَٓا أ‬َٜ‫ثُِٖ ب‬

ُُِٕٛ ٔ‫اي‬ٜ‫ُِِْٖٗ ظ‬٢‫إ‬ٜ‫َبُِِٗ ؾ‬ٚ‫عَر‬ُٜ


“Adalah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, ketika selesai
membaca (surah pada rakaat kedua) dalam shalat Fajr kemudian
bertakbir lalu mengangkat kepalanya (i‟tidal), berkata, „ Sami‟allahu
liman hamidah rabbana walakal hamdu,‟ lalu beliau berdo‟a dalam
keadaan berdiri, „Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid,
Salamah bin Hisyam, „Ayyasy bin Abi Rabi‟ah, dan orang-orang yang
lemah dari kaum mukminin. Ya Allah, keraskanlah pijakan-Mu
(adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadikanlah atas mereka tahun-
tahun (kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi
pada masa) Nabi Yusuf. Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri‟lu,
Dzakwan, dan „Ashiyah yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-
Nya.‟ Kemudian sampai kepada kami kabar bahwa beliau meninggalkan
do‟a tersebut tatkala telah turun ayat, „Tak ada sedikit pun campur
tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka,
atau mengadzab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang
yang zalim.” (HR. Bukhai dan Muslim)
 Dalil Pendapat Ketiga
Pertama, hadits Sa‘ad bin Thariq bin Asyam Al-Asyja‘i,

٘‫آي‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍُ اهلل ؾ‬ِٛ ُ‫ًـَ زَض‬َٞ‫تَ ػ‬ًِٝ٤َ‫ ؾ‬ٜ‫ْٖو‬٢‫َبتٔ إ‬ٜ‫َا أ‬ٜ ٪ ِٞٔ‫ب‬ٜ‫ًتُ ٭‬ٞٝ‫ق‬

ٔ١ٜ‫ِؾ‬ٛ‫ه‬ٝ ٞ‫َبٔاي‬ٚ ‫َ اهلل َعُِِِٓٗ ََُٖٗٓا‬ٞٔ‫َ زَق‬ًَٞٔ‫ع‬َٚ َٕ‫َ ُعجَُِا‬ٚ َ‫عَُُس‬َٚ ٣‫س‬ٞ‫ِ بَه‬ٞٔ‫ب‬ٜ‫َأ‬ٚ ًِ‫ض‬ٚ

.ْ‫ِ َُشِدَخ‬ٞٔٓ‫ِ َب‬ٟٜ‫ "أ‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫" ؾ‬٢‫ؿذِس‬ٜ ‫ اي‬٢‫َِٕ يف‬ٛ‫كُُٓت‬ٞ َ‫ِا ب‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫ه‬ٜ‫ َٔ ؾ‬ِٝٔٓ‫ض‬
ٔ َ‫ػَُِظ‬
Saya bertanya kepada ayahku, „ Wahai ayahku, engkau shalat di
belakang Rasulullah shallallahu „ alaihi wa alihi wa sallam dan di
belakang Abu Bakar, „Umar, „Utsman, dan „Ali radhiyallahu „anhum di
sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut

231 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
pada shalat Shubuh?‟ Maka dia menjawab, „ Wahai anakku, (qunut
Shubuh) adalah perkara baru.182
Kedua, hadits Ibnu ‗Umar,

٪ ُ‫ت‬ًٞٝ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬."ِ‫كُٓت‬ٞ َٜ ًِِٜٜ‫ ؾ‬٢‫ؿبِض‬


ٗ ‫ اي‬ٜ٠ٜ٬َ‫ عَُُسَ ؾ‬٢ٔ‫تُ َعَ أِب‬ِٝ٤ًَ‫ ؾ‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬٢‫ص‬ًِٜ‫ِ َٔذ‬ٞٔ‫ب‬ٜ‫َعِٔ أ‬

. ِٞٔ‫ؾِشَاب‬ٜ‫أسَ ٕد َٔ ِٔ أ‬ٜ ِٔ‫ُ٘ َع‬ٝ‫ؿع‬ٜ ِ‫س‬ٜ‫ "ََا أ‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫"ظ ق‬ٜ‫ََُِٓ ُعو‬ٜ ُ‫"آي ٔهبَس‬
“Dari Abu Mijlaz, beliau berkata, „ Saya shalat Shubuh bersama Ibnu
„Umar lalu beliau tidak qunut.‟ Maka saya berkata, „ Apakah lanjut
usia yang menahanmu (melakukan qunut)?‟ Ibnu „Umar berkata, „ Saya
tidak menghafal hal tersebut dari para shahabatku.” (HR.Thabrani)
 Solusi khilafiyah
Dari perbedaan pendapat diatas, sudah semestinya kita harus
bersikap bijaksana. Jika posisi kita sebagai makmum, sudah sepatutnya
untuk mengikuti imamnya dalam perkara ijtihadiyah ini. Maka jika
imam melakukan qunut, hendaknya dia juga melakukan qunut bersama
imam. Dan jika imam tidak melakukan qunut maka janganlah
melakukan qunut. Dikarenakan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda: ―Imam itu dijadikan untuk diikuti.‖ Dan beliau bersabda:
―Janganlah kalian menyelisihi imam-imam kalian.‖ Dan juga telah
shahih dari beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda:
―‖Mereka (para imam) shalat untuk kalian, maka jika mereka benar,
maka (pahala itu) untuk kalian dan juga untuk mereka, dan jika mereka
salah, maka (pahala) bagi kalian dan (dosa) atas mereka‖. Adapun
mendahului imam, maka itu tidak diperbolehkan. Maka jika imam
melakukan Qunut, tidak boleh bagi makmum untuk mendahuluinya,
maka dia harus mengikutinya. Inilah sikap yang dipegang oleh para
sahabat dalam menyikapi masalah khilafiyah. Sebagaimana dicontohkan
oleh Abdullah bin Mas‘ud Radhiyallahu 'anhu yang tetap bermakmum di

182- Diriwayatkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no. 1080 dan dalam Al-Kubra no. 667,
Ibnu Majah no. 1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thayalisy no. 1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-
Mushannaf 2/101 no. 6961, Ath-Thahawy 1/249, Ath-Thabarany 8/8177-8179, Ibnu Hibban
sebagaimana dalam Al-Ihsan no. 1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98,
Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 677-678.

232 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
belakang ‗Utsman, ketika melakukan shalat Dzuhur dan Ashar
dengan cara tidak diqashar di Mina, padahal bagi Abdullah bin Mas‘ud,
Dzuhur dan Ashar tersebut sunahnya diqashar. Akhirnya masalah ini
ditanyakan kepadanya, dia menjawab: ―Menyelisihi imam itu buruk.‖
b. Perihal basmalah dibaca jahr (keras)atau sirr (pelan) dalam
shalat.
 Pendapat pertama. Basmalah tidak termasuk ayat dari surat Al-
Fatihah, sunnah dibaca secara sirr ketika membaca Al-Fatihah
dalam shalat, baik shalat sirriyyah maupun jahriyyah. Pendapat ini
dipegang oleh Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah dan Sufyan
ats-Tsauri. Ibnu Katsir menerangkan dalam tafsirnya : 1/118

ٔ‫ ايجابت ع‬ٖٛ ‫ٖرا‬ٚ ،٠٬‫ يف ايؿ‬١ًُ‫ جيٗس بايبط‬٫ ْ٘‫ٕ إىل أ‬ٚ‫ذٖب آػس‬ٚ

،‫اخلًـ‬ٚ ‫ـ َٔ ضًـ ايتابعني‬٥‫ا‬ٛ‫ط‬ٚ ،ٌ‫عبد اهلل بٔ َػؿ‬ٚ ١‫ ا٭زبع‬٤‫اخلًؿا‬

.ٌ‫أمحد بٔ سٓب‬ٚ ،ٟ‫ز‬ٛ‫ايج‬ٚ ،١‫ؿ‬ٝٓ‫ س‬ٞ‫ َرٖب أب‬ٖٛٚ


Ulama lain berpendirian bahwasanya basmalah tidak dikeraskan dalam
shalat, riwayat ini adalah yang tetap (meyakinkan) dari khalifah empat
dan Abdullah bin Mughaffal dan sekelompok ulama salaf, tabi‟in dan
khalaf. Ini menjadi pilihan madzhab Abu Hanifah, ats-Tsauri dan
Ahmad bin Hanbal.

ُ٘٤ً‫ اي‬ٞ
َ ٔ‫عَُُسَ زَق‬َٚ ٣‫س‬ٞ‫بَا بَه‬ٜ‫َأ‬ٚ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُ٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫ٖ ؾ‬ٞٔ‫ ٖٕ ايٖٓب‬ٜ‫و أ‬
ٕ ٔ‫ َاي‬٢ِٔ‫ ب‬٢‫َْظ‬ٜ‫َع ِٔ أ‬

}َ‫ُٔني‬ٜ‫يعَاي‬ٞ‫ب ا‬
ٚ َ‫٘ٔ ز‬٤ًٔ‫يشَُِ ُدي‬ٞ‫ بٔ {ا‬ٜ٠‫ا‬ًٜٖ‫ َٕ ايؿ‬ُٛ‫ؿَتٔتش‬ٞ َٜ ‫ا‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫َعَُُِٓٗا ن‬
“ Dari Anas bin Malik, “ Bahwasanya Nabi Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam dan Abu Bakar, Umar Radhiyallahu „anhuma mereka semua
membuka (bacaan) shalat dengan alhamdulillahirabbil‟alamin.”
(HR.Bukhari)

233 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
ٔ‫ ب‬ٜ٠٤َ ‫كٔسَا‬ٞ‫ؿَتتٔضُ اي‬ٞ َٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُ٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ٍُ اي‬ُٛ‫إَ زَض‬ٜ‫تِ ن‬ٜ‫اي‬ٜ‫ ق‬ٜ١َ‫ػ‬٥ٔ‫َعِٔ عَا‬

}َ‫ُٔني‬ٜ‫يعَاي‬ٞ‫ب ا‬
ٚ َ‫٘ٔ ز‬٤ًٔ‫يشَُِ ُدي‬ٞ‫{ا‬
“Dari Aisyah ia berkata, “ Bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam membuka bacaan shalat dengan alhamdulillahirabbil
„alamin.” (HR. Ibnu Majah)
 Pendapat kedua. Basmalah termasuk ayat dalam surat Al-
Fatihah dan wajib dibaca beserta Al-Fatihah secara keras (jahr)
dalam shalat jahriyyah dan secara sirr dalam shalat sirriyyah.
Pendapat ini menjadi pegangan Imam Asy-Syafi‘i dan
pengikutnya. Di kalangan penganut madzhab Asy-Syafi‘i
terdapat kesepakatan, sebagaimana diterangkan An-Nawawi,
bahwa basmalah termasuk dalam Surat Al-Fatihah tanpa ada
perselisihan.

ٍٚ‫ َٔ ا‬١ًَ‫ نا‬١ٜ‫ِ آ‬ٝ‫ ؾُرٖبٓا إ بطِ اهلل ايسمحٔ ايسس‬١‫اَا سهِ املطأي‬

(333 ‫ ف‬/ 3 ‫ع غسغ املٗرب –ز‬ُٛ‫ف ) اجمل‬٬‫ ػ‬٬‫ ب‬١‫ايؿاحت‬


“Adapun hukum masalah, madzhab kami bahwasanya basmalah itu satu
ayat yang sempurna dari awal surat al-Fatihah tanpa ada perselisihan.” (
al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab : 3/333)
Ibnu Katsir menjelaskan siapa saja yang memegang pendapat ini
dalam tafsirnya 1/117 :

ٖٛٚ ،٠‫ز‬ٛ‫ايط‬ٚ ١‫ إىل أْ٘ جيٗس بٗا َع ايؿاحت‬،‫ زمح٘ اهلل‬،ٞ‫ؾرٖب ايػاؾع‬

‫ ؾذٗس‬، ‫ا‬ٟ‫ػًؿ‬ٚ ‫ا‬ٟ‫ املطًُني ضًؿ‬١ُ٥‫أ‬ٚ ‫ايتابعني‬ٚ ١‫ـ َٔ ايؿشاب‬٥‫ا‬ٛ‫َرٖب ط‬

ٔ‫… )تؿطري اب‬١ٜٚ‫َعا‬ٚ ،‫ابٔ عباع‬ٚ ،‫ابٔ عُس‬ٚ ،٠‫س‬ٜ‫ ٖس‬ٛ‫ أب‬١‫بٗا َٔ ايؿشاب‬

(11٧ / 1 – ‫نجري‬

234 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Imam asy-Syafi‟i berpendapat bahwasanya basmalah dikeraskan beserta
al-Fatihah dan surat, ini juga menjadi pendapat segolongan dari kalangan
sahabat dan tabi‟in dan para imam kaum muslimin zaman dahulu dan
kemudian. Yang mengeraskan basmalah dari kalangan sahabat di
antaranya Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Mu‟awiyah…

٢ِٝٔ‫ اي ٖسس‬٢َُٔ ِ‫٘ٔ اي ٖسس‬٤ً‫ اي‬٢ِِ‫ ٔبط‬ٜ‫سَأ‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬ٜ٠َ‫ِس‬َٜ‫ ُٖس‬ٞٔ‫ب‬ٜ‫َ أ‬٤‫زَا‬َٚ ُ‫ت‬ِٝ٤ًَ‫اٍَ ؾ‬ٜ‫ ق‬٢‫ ُُذُِٔس‬ٞ‫ اي‬٣ِِٝ‫َعِٔ ُْ َع‬

‫اٍَ آَٔ َني‬ٜ‫ك‬ٜ‫ا ايكٖايِّنيَ} ؾ‬ٜ‫َي‬ٚ ِِ٢ًَِٜٗٝ‫بٔ ع‬ُٛ‫ َُػِك‬ٞ‫ اي‬٢‫ِس‬ٝ‫غ‬ٜ { َ‫ؼ‬ًَٜ‫إذَا ب‬٢ ٢ٖ‫ َست‬٢ٕ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ اي‬ّٚٝ‫ بٔأ‬ٜ‫سَأ‬ٜ‫ثُِٖ ق‬

٢ِٔٝ‫ ائاثََِٓت‬ٞٔ‫ع ؾ‬
٢ ًُٛٝ‫ذ‬ٞ‫اَّ َٔ ِٔ اي‬ٜ‫إذَا ق‬٢َٚ ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫ ُ٘ أ‬٤ً‫ضذَ َد اي‬
َ ‫َُا‬٤ًٝ‫ ٍُ ن‬ٛٝ‫َك‬ٜٚ َ‫ا ٍَ ايٖٓاعُ آَٔني‬ٜ‫ك‬ٜ‫ؾ‬

٢ٍُٛ‫ بٔسَض‬ٟ٠‫ا‬ًَٜ‫ِِ ؾ‬ٝ‫أغَِبُٗه‬ٜ ٜ‫ ي‬ْٞٚ٢‫ٔ إ‬ٙٔ‫َد‬ٝ‫ ٔب‬ٞٔ‫ؿط‬ٞ َْ ٟٔ‫ر‬٤‫َاي‬ٚ ٍَ‫ا‬ٜ‫َِ ق‬٤ًَ‫إذَا ض‬٢َٚ ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫ُ٘ أ‬٤ً‫اٍَ اي‬ٜ‫ق‬

)َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُ٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫اي‬


―Dari Nu‘aim al-Mujmir ia berkata, “Aku shalat di belakang Abu
Hurairah kemudian ia membaca Bismillahirrahmanirrahim, lalu
membaca Ummul-Qur‟an (Al-Fatihah) sampai beliau membaca:
“Waladh-dhaallin”, beliau berkata: “Aamiin”. Maka manusia berkata
(juga): “Aamiin”. Dan beliau berucap setiap kali sujud: “Allahu
Akbar”, dan ketika bangkit dari duduk raka‟at kedua beliau berkata:
“Allahu Akbar”. Dan apabila beliau salam maka beliau berkata:
“Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya akulah di
antara kalian yang paling serupa shalatnya dengan Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.” (Sunan an-Nasa`i : 3/459,
Sunan ad-Daruquthni : 3/291)
 Pendapat ketiga. Basmalah bukan termasuk ayat dari surat al-
Fatihah maka hukumnya makruh dibaca beserta al-Fatihah
dalam shalat fardhu baik secara pelan maupun keras, namun
boleh dibaca dalam shalat sunat. Ini menjadi pegangan Imam
Malik dan pengikutnya. Ibnu Katsir berkata dalam Tafsir Ibnu
Katsir :1/118 :

235 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
‫ ضسّا‬٫ٚ ‫ دٗسّا‬٫ ،١ًٝ‫ بايه‬١ًُ‫كسأ ايبط‬ٜ ٫ ْ٘‫ أ‬٪‫عٓد اإلَاّ َايو‬ٚ
Menurut Imam Malik : Basmalah tidak dibaca secara keseluruhan, baik
dibaca keras maupun pelan-pelan
Sedang Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan 1/96:

‫ ايهتاب‬١‫ َٔ ؾاحت‬١ٜ‫طت عٓدِٖ آ‬ٝ‫ أْٗا ي‬٪٘‫أؾشاب‬ٚ ‫ َرٖب َايو‬١ً‫مج‬ٚ

،‫ دٗسا‬٫ٚ ‫يف غريٖا ضسا‬٫ٚ ١‫ب‬ٛ‫ يف املهت‬ًٞ‫كسأ بٗا املؿ‬ٜ ٫ٚ ،‫غريٖا‬٫ٚ

.٘‫ز َٔ َرٖب٘ عٓد أؾشاب‬ٛٗ‫ املػ‬ٖٛ ‫ ٖرا‬.ٌ‫اؾ‬ٛٓ‫كسأٖا يف اي‬ٜ ٕ‫ش أ‬ٛ‫جي‬ٚ


“Kesimpulan madzhab Malik dan sahabatnya, bahwasanya basmalah
bukan termasuk surat al-Fatihah dan juga surat selainnya, basmalah
tidak dibaca dalam shalat fardhu dan juga selainnya baik secara sirr
maupun jahr, namun boleh dibaca dalam shalat sunat. Pendapat inilah
yang masyhur dari Imam Malik menurut sahabat-sahabatnya.

‫عُس‬ٚ ‫ بهس‬ٞ‫َع أب‬ٚ ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ت َع ايٓيب ؾ‬ًٝ‫عٔ أْظ قاٍ ؾ‬

‫ـ‬ٝ‫قع‬ٚ ‫ض‬ٝ‫ا ب ( احلُد هلل زب ايعاملني ) )ؾش‬ٛ‫ اهلل عُٓٗا ؾاؾتتش‬ٞ‫زق‬

(‫ض‬ٝ‫ ؾش‬٪ ْٞ‫ل ا٭يبا‬ٝ‫ حتك‬7٧ / 3– ٞ٥‫ضٓٔ ايٓطا‬


“Dari Anas ia berkata, “ Aku shalat beserta Nabi Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam, Abu Bakar, Umar Radhiyallahu 'anhu mereka membuka
bacaan dengan al-hamdulillahirabbil „alamin.” (Sunana an-Nasa`i:
3/47, menurut pentahqiqan al-Albani, hadis sahih)

ٔ٘٤ً‫ اي‬٢ِِ‫ٍُ ٔبط‬ٛٝ‫ق‬ٜ‫ٔ أ‬٠‫ا‬ًٜٖ‫ ايؿ‬ٞٔ‫َْا ؾ‬ٜ‫َأ‬ٚ ٞٔ‫ب‬ٜ‫ أ‬ٞٔٓ‫اٍَ ضَُٔ َع‬ٜ‫ ق‬٣ٌ٤‫ َُػَؿ‬٢ِٔ‫٘ٔ ب‬٤ً‫ َعبِدٔ اي‬٢ِٔ‫َعِٔ اب‬

‫أسَدّا‬ٜ َ‫ز‬ٜ‫ِِ أ‬ٜ‫َي‬ٚ ٍَ‫ا‬ٜ‫يشَدَخَ ق‬ٞ‫َا‬ٚ ٜ‫ٖاى‬ٜ٢‫ٖ َُشِدَخْ إ‬َٞٓ‫ِ ُب‬ٟٜ‫ أ‬ٞٔ‫اٍَ ي‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬٢ِٝٔ‫ اي ٖسس‬٢َُٔ ِ‫اي ٖسس‬

ٞٔ‫يشَدَخُ ؾ‬ٞ‫ِ٘ٔ ا‬ٝ‫ي‬ٜ٢‫ِبػَضَ إ‬ٜ‫إَ أ‬ٜ‫َِ ن‬٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُ٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ اي‬٢ٍُٛ‫ؾِشَابٔ زَ ض‬ٜ‫َِٔٔ أ‬
236 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ٞٔ‫ب‬ٜ‫ َعَ أ‬َٚ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُ٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫ ؾ‬ٚٞٔ‫ِتُ َعَ ايٖٓب‬ًٝ٤َ‫دِ ؾ‬ٜ‫َق‬ٚ ٍَ‫ا‬ٜ‫ َُِٔٓ٘ ق‬ٞٔٓ‫ ِع‬َٜ ٢ّ‫ا‬ًِٜ‫ض‬٢‫إ‬ٞ‫اي‬

‫ت‬
َ ِْٜ‫إذَا أ‬٢ ‫ًَٗا‬ٞٝ‫ا تَك‬ًٜٜ‫يَٗا ؾ‬ٝٛٝ‫َك‬ٜ َُِِِٗٓٔ ‫سَدّا‬ٜ‫ضَُِعِ أ‬ٜ‫ِِ أ‬ًٜٜ‫ َعَ ُعجَُِإَ ؾ‬َٚ َ‫ َعَ عَُُس‬َٚ ٣‫س‬ٞ‫بَه‬

َ‫ُٔني‬ٜ‫عَاي‬ٞ‫ب اي‬
ٚ ‫٘ٔ َز‬٤ًٔ‫يشَُِ ُدي‬ٞ‫ ٌِ ا‬ٝ‫ك‬ٜ‫ت ؾ‬
َ ًِٝ٤َ‫ؾ‬
“Dari Abdullah bin Mughaffal ia berkata, “Ayahku mendengar aku
mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, maka ayahku berkata,” Hai
anakku ini termasuk sesuatu yang diada-adakan (muhdats), jauhilah
perkara baru yang diada-adakan (bid‟ah). Ayahku berkata, “ Aku
tidak melihat seorang pun dari sahabat Nabi yang lebih benci kepada
bid‟ah dalam Islam. Sungguh aku telah shalat beserta Nabi Shalallahu
'Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, Umar, Usman, maka aku tidak
mendengar seorang pun mengucapkan basmalah, maka janganlah kamu
mengucapkannya. Jika kamu shalat maka bacalah al-hamdulillahi rabbil
„alamin.‖ (Sunan at- Tirmidzi : 1/412, dan ia menghukumi
hadis hasan)
 Pendapat keempat. Basmalah dapat dibaca sekali tempo secara
keras dan sekali tempo secara pelan, walau secara sirr dianggap
lebih sering dikerjakan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.
Pendapat ini dimotori oleh Ibnu al-Qayyim dalam kitabnya
Zadul Ma‘ad fi Hadyi Khair al-`Ibad : 1/119

‫ُّٔا‬٥‫ذَٗسُ ٔبَٗا دَا‬


ِ َٜ ‫نجَسَ َُٔٓا‬ٞ ٜ‫َٗا أ‬ٝٔ‫ؼِؿ‬َُٜٚ ٟ٠َ‫ تَاز‬٢ِٝٔ‫ اي ٓسس‬٢َُٔ ِ‫٘ٔ اي ٓسس‬١ً‫ اي‬٢ِِ‫ذَٗسُ بٔٔبط‬
ِ َٜ َٕ‫ا‬ٜ‫َن‬ٚ

ٔ٘ٔ٥‫ؿا‬ٜ ًُٜ‫ ػ‬٢ًَٜ‫ ع‬ٜ‫ ذَٔيو‬٢ٜ‫ؼِؿ‬َٜٚ ‫سّا‬ٜ‫َضَؿ‬ٚ ‫بَدّا سَكَسّا‬ٜ‫ٕ ػَُِظَ َسٓاتٕ أ‬١ًِٜٜٝ‫َي‬ٚ ٣َِّٜٛ ٌٓٝ‫ ن‬ٞٔ‫ؾ‬

ِٔ َٔ ‫ٔ َٖرَا‬١ًٜٔ‫اق‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫ اي‬٢‫أعِؿَاز‬ٜ ٞ‫ اي‬ٞٔ‫ٔ ؾ‬ٙٔ‫د‬ًَٜ‫ ب‬٢ٌِٖٜ‫َأ‬ٚ ٔ٘ٔ‫ؾِشَاب‬ٜ‫ أ‬٢‫ز‬ُُِٛٗ ُ‫ د‬٢ًَٜ‫ع‬َٚ َٜٔٔ‫ايسٓاغٔ د‬

ٕ١َٖٝٔ ‫َا‬ٚ َ‫ح‬ٜٔ‫أسَاد‬َٜٚ ٕ١ًَُِٜ‫اظٕ َُذ‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫ي‬ٜ‫٘ٔ بٔأ‬ٝٔ‫ػبٓحٔ ؾ‬


َ ٓ‫ ايت‬٢ٜ‫شتَازَ إي‬
ِ َٜ ٢ٓ‫ َست‬٢ٍ‫ ُُشَا‬ٞ‫ اي‬٢ٌَ‫أَِش‬ٜ

237 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
‫ِقٔ ْع‬َٛ ‫ََٖرَا‬ٚ ٣‫ض‬ٝٔ‫ِسُ ؾَش‬ٝ‫غ‬ٜ ‫حيَٗا‬ٝ ٢‫َؾَس‬ٚ ٣‫ض‬ٜ‫س‬٢ َ‫ِسُ ؾ‬ٝ‫غ‬ٜ ٔ‫ح‬ٜٔ‫أسَاد‬ٜ ٞ‫ اي‬ٜ‫ًو‬ٞٔ‫ضُ ت‬ٝٔ‫ؿش‬
َ ٜ‫ؾ‬

.‫قؼُِّا‬
َ ‫دّا‬١ًَ‫ َُذ‬ٞٔ‫طتَدِع‬
ِ َٜ
Ibnul Qayyim berkata: “Dahulu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam kadang-kadang mengeraskan lafadz bismillahirrahmanirahim dan
lebih sering tidak membacanya secara keras. Dengan demikian tidak
diragukan lagi bahwa beliau tidak selalu mengeraskan basmalah ketika
shalat lima waktu dalam sehari semalam, baik ketika bermukim ataupun
bepergian. Beliau memperlihatkan hal ini kepada khulafa` rasyidin,
kepada para sahabatnya dan penduduk kota-kota besar. Ini merupakan
hal yang paling mustahil sehingga harus dijelaskan lagi. Untuk membahas
masalah ini rupanya membutuhkan ruang yang berjilid-jilid yang tebal .”
Pendapat ini menggunakan thariqat al-jam‟u wa at-taufiq (metode
mengumpul dan mengkompromikan) dari beberapa dalil yang
berbeda. Metode ini adalah metode yang seyogyanya ditempuh
pertama kali jika menemukan dalil yang sepintas terindikasikan
ta‘arudh atau bertentangan. Di mata ulama kelompok ini, riwayat
yang menjelaskan bahwa Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah
mengeraskan bacaan basmalah diakui dan diamalkan, namun
riwayat yang mensirrkan basmalah dianggap lebih kuat dan lebih
sering dilakukan oleh Nabi dan para sahabat. Agar tidak ada
sunnah yang diabaikan atau ditinggalkan, maka diamalkan saja
keduanya.
 Pendapat kelima : Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Abi
Laila dan al-Hakam menurut penuturan al-Qadhi Abu Thayyib
ath-Thabari, bahwa basmalah mau dibaca keras atau pelan itu
sama saja.

‫ذِٗ َس‬
َ ‫ي‬ٞ‫ٕٖ ا‬ٜ‫ أ‬٢ِٜ‫يشَه‬ٞ‫َا‬ٚ ٢ًِٜٝ‫ي‬ٜ ٞٔ‫ب‬ٜ‫ أ‬٢ٔ‫ٗ َعِٔ اِب‬ٟ٢‫بَس‬ٛ٤ ‫بٔ اي‬ٝٚٛ٤ ‫ اي‬ُٛ‫ب‬ٜ‫ أ‬ٞٔ‫اق‬ٜ‫ك‬ٞ‫ اي‬٢ٜ‫سَه‬َٚ

.ْ٤‫َا‬ٛ‫ض‬
َ ‫ضِسَازَ ٔبَٗا‬٢‫إ‬ٞ‫َاي‬ٚ

238 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Az-Zaila‘i menukil, ulama yang berpendapat basmalah boleh
dibaca pelan maupun keras di antaranya Ishaq bin Rahawaih,
dan Ibnu Hazm.183
Pada dasarnya pendapat kelima ini alasan yang dipakai hampir
sama dengan pendapat keempat. Kedua riwayat dari Nabi itu
sama-sama diakui sah berasal dari Nabi Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam maka dari itu keduanya sama saja untuk diikuti dan
diamalkan.
 Solusi dari pendapat di atas
Dari uraian di atas, dapat diambil solusi jalan tengah, yaitu boleh
menjahrkan basmalah dan boleh juga mensirrkan basmalah
dalam shalat. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Ash-Shan‘ani
dalam Subul as-Salam.

.‫َٗا‬ٝٔ‫ؼِؿ‬ُٜ ٟ٠َ‫َتَاز‬ٚ ، ‫ َدِٗسّا‬ٟ٠‫ بَٔٗا تَا َز‬ٝ‫سَأ‬ٞ‫َك‬ٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ َِ ن‬٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُ٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫ُْٖ٘ ؾ‬ٜ‫ب أ‬
ُ ‫ َس‬ٞ‫ق‬ٜ‫أ‬ٞ‫َاي‬ٚ
“Pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran adalah bahwasanya Nabi
SAW membaca basmalah secara jahr kadang-akadang, dan membaca
dengan pelan di waktu lain.” ( Subul as-Salam : 2/104)
Ulama yang menguatkan pendapat ini di antaranya pada masa
modern ini adalah Syaikh bin Bazz:

ٔ‫يه‬ٚ ، ‫ ذيو‬٢ً‫دٍ ع‬ٜ ‫شّا ؾسحيا‬ٝ‫جّا ؾش‬ٜ‫ سد‬١ًُ‫ ْعًِ يف اجلٗس بايبط‬٫ٚ

‫إذا دٗس اإلَاّ بعض‬ٚ ‫٘ ايٓصاع‬ٝ‫ ؾ‬ٞ‫ٓبػ‬ٜ ٫ٚ ٌٗ‫ض‬ٚ ‫اضع‬ٚ ‫ا٭َس يف ذيو‬

ٕ‫يهٔ ا٭ؾكٌ أ‬ٚ ، ‫ بأع‬٬‫ٖا ؾ‬٩‫كس‬ٜ ْ٘‫ٕ أ‬ََٛٛ‫عًِ املأ‬ٝ‫ ي‬١ًُ ‫إ بايبط‬ٝ‫ا٭س‬

. ١‫ش‬ٝ‫ح ايؿش‬ٜ‫ با٭ساد‬٬ُ‫ٕ ايػايب اإلضساز بٗا ع‬ٛ‫ه‬ٜ


“Kami tidak mengetahui ada hadis yang sahih dan sharih mengenai
mengeraskan basmalah yang menunjukkan atas itu. Namun dalam hal
ini luas dan mudah, tidak seyogyanya dijadikan bahan pertikaian. Jika

183- Nasb Rayyah fi Takhrij al-Ahadits al-Hidayah : 2/219

239 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
imam mengeraskan basmalah di suatu saat supaya makmum tahu
bahwa ia membacanya hal ini tidak apa-apa, namun yang lebih utama
dan yang lebih sering adalah membacanya dengan pelan sebagai bentuk
pengamalan terhadap hadis-hadis yang sahih “ ( Fatawa Islamiyyah
: 1/479)
Pendapat senada dikemukakan oleh ulama kontemporer yang
berpandangan seperti ini misalnya Syeikh Fauzan:

٫‫ بأع بريو إ‬٬‫إ ؾ‬ٝ‫ إٕ ؾعً٘ بعض ا٭س‬١ٜ‫ اجلٗس‬٠٬‫ يف ايؿ‬١ًُ‫اجلٗس بايبط‬

ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍ اهلل ؾ‬ٛ‫ زض‬١ٓ‫ ٭ٕ ايجابت َٔ ض‬،ٞ‫ تٓبػ‬٫ ً٘ٝ‫ ع‬١َٚ‫إٔ املدا‬

ِْٗ‫أ‬ٚ ،ِٝ‫ٕ ببطِ اهلل ايسمحٔ ايسس‬ٚ‫ جيٗس‬٫ ِْٗ‫ٔ أ‬ٜ‫٘ ايساغد‬٥‫ػًؿا‬ٚ ًِ‫ض‬ٚ

‫ أَا‬. ١‫ بعد ايؿاحت‬٠‫ز‬ٛ‫ٕ بايط‬ٚ‫جيٗس‬ٚ ١ٜ‫ اجلٗس‬٠٬‫ يف ايؿ‬١‫ ايؿاحت‬٠٤‫ٕ بكسا‬ٚ‫جيٗس‬

ٞ‫ٓبػ‬ٜ ٬‫ ؾ‬،‫ُّا‬٥‫ٕ بٗا دا‬ٚ‫ا جيٗس‬ْٛ‫سد أِْٗ نا‬ٜ ًِ‫ِ ؾ‬ٝ‫بطِ اهلل ايسمحٔ ايسس‬

٢‫) املٓتك‬. ‫ بأع بريو‬٬‫إ ؾ‬ٝ‫ ؾعًٗا بعض ا٭س‬ٛ‫ي‬ٚ ‫ اجلٗس هلا‬٢ً‫ ع‬١َٚ‫املدا‬

(7 ‫ ف‬/ ٨0 ‫شإ – (ز‬ٛ‫ ايؿ‬٣ٚ‫َٔ ؾتا‬


“Mengeraskan basmalah dalam shalat jahriyyah jika dilakukan kadang-
kadang tidak ada masalah, kecuali jika dilakukan terus menerus maka
sebaiknya tidak dilakukan. Karena yang tetap dari sunnah Nabi
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan Khulafaurrasyidin bahwasanya
mereka tidak mengeraskan basmalah. Mereka mengeraskan bacaan al-
Fatihah dalam shalat jahriyyah dan mengeraskan bacaan surat sesudah
al-Fatihah. Adapun basmalah, maka tidak ada riwayat yang
menerangkan mereka mengeraskan terus menerus, maka dari itu tidak
seyogyanya terus menerus mengeraskan bacaan basmalah, namun jika
sekali-kali mengeraskan maka yang demikian itu tidak apa-apa.” ( al-
Muntaqa min Fatawa al-Fauzan : 80/4)
Dijelaskan pula dalam Fatawa al-Azhar :

240 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
، ‫اْا‬ٝ‫ضًِ نإ جيٗس بٗا أس‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ ؾ‬٢‫ إٕ ايٓب‬٪ ٍ‫كا‬ٜ ٕ‫ميهٔ أ‬ٚ

٣‫ زأ‬٣‫ش ايتعؿب ٭‬ٛ‫ جي‬٬‫ا ؾ‬ٝ‫ؾ‬٬‫َا داّ ا٭َس ػ‬ٚ ، ٣‫اْا أػس‬ٝ‫طس بٗا أس‬ٜٚ

)٠٬‫ٌ ايؿ‬ٛ‫ب‬ٜ ٫ ‫إ بٗا‬ٝ‫ت‬٢‫إٔ عدّ اإل‬ٚ ،‫كس‬ٜ ٫ٚ ‫ٓؿع‬ٜ ‫إ بٗا‬ٝ‫ت‬٢‫ إٔ اإل‬٣‫أز‬ٚ .

(7٨٩ ‫ ف‬/ ٨ ‫ ا٭شٖس – (ز‬٣ٚ‫ؾتا‬


“Dan mungkin dikatakan: Bahwa Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
mengeraskan basmalah di suatu waktu dan mensirrkannya di waktu yang
lain. Sepanjang persoalan itu masalah khilafiyyah maka tidak boleh
bersikap ta‟ashub dengan pendapat manapun. Dan saya memandang,
membaca basmalah itu ada manfaatnya dan tidak berbahaya,
sebagaimana tidak membaca basmalah (dengan keras) juga tidak
membatalkan shalat.” (Fatawa al-Azhar : 8/489)
c. Bilangan Rakaat Shalat Tarawih184
Imam al-Baehaqy meriwayatkan dengan sanad hadits yang
shahih, bahwa para shahabat nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
melaksanakan shalat tarawih 20 (dua puluh) rakaat pada masa Umar bin
Khathab. Juga Imam Malik Rahimahullah meriwayatkan dalam kitab al-
Muwatha bahwa para shahabat melakukan shalat tarawih 23 rakaat.
Lanjut Iamam Baehaqi shalat dimalam ramadhan menjadi 23 (dua puluh
tiga) rakaat itu, karena ditambah dengan witir 3 rakaat. Pelaksanaan
tarawih dua puluh rakaat ini, awalnya bukan shahabat nabi penduduk
Madinah. Karena penduduk Madinah melakukanya 36 rakaat.
Imam Abul Qasim Abdul Karim al-Rafi‘i menjelaskan:‖
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melaksanakan shalat tarawih dua
puluh rakaat selama dua malam, dan pada malam ketiga para shahabat
nabi telah berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat dua puluh
rakaat berjamaah, namun nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam tidak nampak,
pada keesokan harinya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ditanya
oleh shahabat: ―Ya rasul ! mengapa tidak shalat di Mesjid lagi, jawab

184 - Badrudin Syubki, Rakaat Shalat Tarawih Pendapat Empat Madzhab, Bogor : PUSKI
UIKA

241 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Rasululhha Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Aku
takut shalat tarawih itu diwajibkan atas kamu, kemudian kamu sekalian
tidak kuat melaksanakannya, karena panjang bacaannya, seperti hadits
dirwatkan oleh Imam Malik‖.
Dalam kitab al-Mughni, Imam Ibnu Qudamah mengutip
pendapat Imam Malik bahwa dua puluh rakaat shalat tarawih adalah
pendapat yang mukhtar (pilihan), karena pendapat Ibnu Shalih Maula al-
Taumah, yang menyatakan bahwa shalat tarawih itu 41 (empat puuh
satu) rakaat ditambah witir lima rakaat, (46 rakaat) adalah pendapat yang
dhaif.
Madzhab Syafi‘i dan Ahamd bin Hambal bahwa landasan yang
digunakan shalat tarawih adalah hadits riwayat shahih dari Sa‘id bin
Yajid bahwa shalat tarawih di zaman Nabi adalah 20 rakaat. Sedangkan
Madzhab Malik melaksnakan 39 rakaat sesuai riwayat ahli Madinah.
Sedangkan pelaksanaan shalat tarawih di Masjid Mekkah dan Madinah
sa‘at ini adalah tetap mengacu kepada pendapat Madzhbab resmi
pemerintah saudi Arabia, yaitu Hanbali dengan pelaksanaaan 20 rakaat.
Dan pada malam ke-20 Ramadhan hingga akhir bulan, di kedua mesjid
tersebut juga dilaknakan shalat qiyamullail (shalat tengah malam)
sebanyak 10 raka‘at dimulai sekitar pukul 00 wib hingga menjelang
sahur. Karena ada hadits yang menjeksakan tentang shalat malam bulan
Ramadhan (qiyamurramadhan), maka ada juga yang berpendapat bahwa
pelaksnaan shalat tarawih juga mengacu kepada shalat malam
sebagaimana telah dilaksnakan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam. Pendapat ini kemudian diikuti oleh beberapa ulama mutakhirin.
Adapun jumlah rakaat shalat malam Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam adalah sebagai berikut:
 Shalat malam 11 rakaat terdiri dari 4 rakaat x 2+3 raka‘at witir.
(HR. Imam Bukhari)
 Sebelas rakaat terdiri dari 4 raka‘at x 2+2 rakaat witir + 1 rakaat
witirt. (HR. Muslim dari Aisyah ra).
 Sebelas rakaat terdiri dari 2 raka‘at x 4 & 2 rakaat witir + 1
raka‘at wtir (HR. Muslim).
 Delapan raka‘at + raka‘at witir (HR Ibnu Hibban).

242 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
 Delapan rakaat + 3 rakaat wiitir= 11 rakaat.
Hadits yang menjelaskan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
melaksanakan qiyamul Ramadhan delapan rakaat ditambah tiga (sebelas
rakaat) adalah berasal dari riwayat Imam Malik dari Abi Sa‘id al-
Maqbari dari Abi Salamah bin Abdur Rahman. Abi Salamah bertanya
kepada Aisyah: ―Bagaimana shalat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
di bulan Ramadhan?‖ Jawab Aisyah:

ٜ٬ٜ‫ ؾ‬،‫أزَِبعّا‬ٜ ٚ٢ًَ‫ُؿ‬ٜ ٟ١َ‫نع‬ٜ َ‫ َز‬٠َ‫ َعػَس‬٣َ‫إسِد‬٢ َ٢ًَ‫َٖا ع‬٢‫ِس‬ٝ‫غ‬ٜ ِ٢ٔ‫ؾ‬ٜ٫َٚ َٕ‫ َز َكَا‬٢ٔ‫دُ ؾ‬ِٜ‫َص‬ٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ََان‬

ُِٖ‫ ث‬،ٖٔٗ٢‫ِٔي‬ٛ‫ط‬ٝ َٚ ٖٔ٢ِٗٓٔ‫ٌَِ َعِٔ ُسط‬٦‫ط‬


ِ َ‫ ت‬ٜ٬ٜ‫أزَِبعّا ؾ‬ٜ ٚ٢ًَ‫ُؿ‬ٜ ُِٖ‫ ث‬،ٖٔٗ٢ٔ‫ِي‬ٛ‫ط‬ٝ َٚ ٖٔ٢ٗٔٓ‫ط‬
ِ ‫ٌَِ عَِٔ ُس‬٦‫ط‬
ِ ‫َت‬

٢ٕ‫ َتَٓاََا‬٢َِِٝٓٔٝ‫ٕٖ ع‬ٜ‫ َأ‬١َ‫ػ‬٥‫َا عَٔا‬ٜ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ِتَٔسَ ق‬ٛ‫ِٕ ُت‬ٜ‫قبٌَِ أ‬ٜ ُّ‫تََٓا‬ٜ‫ٍَِ اهللٔ أ‬ٛ‫ض‬
ُ َ‫َاز‬ٜ ُ‫ت‬ًٞٝ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬.‫ثّا‬ٜ٬َ‫ ث‬ٚ٢ًَ‫ُؿ‬ٜ

.٢ٔ‫ًب‬ٜٞ‫َٓاُّ ق‬َٜٜ٫َٚ
“Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam tidak menambah shalatnya sebelas
rakaat, baik di bulan ramadhan atau yang lainnya. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam pertama shalat empat rakaat”.Kata Aisyah kepada Abi
Salamah:“Engkau (wahai Abi Salamah) jangan bertanya tentang baik dan
panjangnya shalat Rasulullah empat rakaat itu”. Kemudian Rasulullah shalat lagi
empat rakaat. Kata Aisyah: “Engkau jangan bertanya lagi (hai Abi salamah)
tentang baik dan panjangnya shalat empat rakaat itu”. Kemudian Rasulullah
shalat witir tiga rakaat. Aku (kata Aisyah) bertanya kepada Rasulullah: “Ya
Rasulullah! apakah engkau tidur sebelum witir?” Rasulullah menjawab: “Wahai
Aisyah sesungguhnya kedua mataku tidur, namun hatiku tidak pernah tidur”.
Hadist riwayat Aisyah itu bukan menunjukkan shalat tarawih,
akan tetapi maksudnya shalat qiyamulail atau (mungkin) shalat tahajjud,
karena jika shalat yang delapan rakaat diartikan shalat tarawih, maka
berarti di bulan syawal dan yang lainnya juga, boleh ada shalat tarawih.
Bahkan Syekh Jaenuddin al-Malyabary dalam kitab Fath al-Mu‟in
mengatakan:

.٢َ‫كش‬
ٗ ‫َاي‬ٚ ٢‫َايعَؿِس‬ٚ ٢‫عِٗس‬٥ ‫ اي‬١ٖٔٓ‫ض‬
ُ ٔ‫ف‬ٜ٬ٔ‫ ِِ تَؿٔضٖ ٔخب‬ٜ‫أزَِبعّأََِٓٗا ي‬ٜ ٢
ٖ ًَ‫ِؾ‬ًٜٜٛ‫ؾ‬

243 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
“Jika shalat tarawih dilakukan empat rakaat dengan satu kali bacaan
salam, maka hukmnya tidak shah, berbeda dengan shalat sunat dhuhur, ashar dan
dhuha”.
Namun Muhammad Syatha al-Dimyathi mengatakan kata-kata:
, maksudnya empat rakaat atau lebih, misalnya delapan
rakaat, dua belas rakaat, enam belas rakaat atau dua puluh rakaat yang
dinyatakan tidak shah,

.‫ا‬ٟ‫ك‬ًَُّٜٞٛ٬ٞ‫ ُ٘ َْؿ‬ٜ‫ت ي‬
ِ ‫ش‬
ٖ َ‫ ؾ‬١٫٢‫َإ‬ٚ ‫ا‬ٟ‫إَ عَأَدّاعَأمل‬ٜ‫ ِٕ ن‬٢‫إ‬
“Tidak shah shalat tarawih empat rakaat atau lebih dengan satu kali salam, jika
dilakukan dengan sengaja dan mengetahui hukumnya. Dan jika tidak tahu
hukumnya dan tidak sengaja, maka shalat itu menjadi shah seperti shalat sunah
muthlak lainnya.”
Namun perbedaan pendapat ini, hanya dalam bilangan jumlah
rakaat shalat tarawih, bukan perbedaan dalam subtansi shalat qiyamullail
di bulan Ramadhan. Karenanya Imam Taqyuddin al-Subky membuat
kaidah fiqh (ushul fiqh) dalam kitab Jam‘ul Jawami‘:

‫ُٓٗادُُٔعَا‬ٝٝ‫ُِعُ ب‬ٜ‫ ؾَ ٖض اجل‬ٜ‫ذا‬٢‫َإ‬ٚ -‫ا‬ٜٜٛ‫إذَا َتعَازَقَا َتطَك‬٢ ٕ٢ ‫تَا‬ٜ٬َ٦ِ‫ملط‬ٜ ‫َا‬ٚ


“Jika dua maslah ta‟arudh (bertentengan) maka bisa gugur dua-duanya, namun
jika kedua masalah itu dapat dikumpulkan, maka kedua masalah itu hendaknya
dikumpulkan.”
Jadi yang paling adil (baik) dalam pelaksanaan ibadah tarawih di
malam Ramadhan adalah sebagai berikut: (a) umat Islam hendaknya
sahalat qiyamullail di bulan Ramadhan, sebagai realisasi dari hadits Nabi
, minimal diawal malam hari melaksanakan tarawih 20 rakaat.
(b) Qiyamu Ramadhan (tarawih) dilanjutkan di tengah malamnya
dengan tahajud 8 rakkat yang disertai witir tiga rakaat, dan atau (c) Di
iawal malam hari 8 rakaat dan di tengah malam harinya 20 rakaat yang
disertai witir tiga rakaat witir.
Ibnu Quddamah berkata berdasarkan hadits Nabi Muhammad
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam riwayat Abi Dzar.
244 | Studi Islam II
Fikih Ibadah
ٔ١ًٜٝ٤ً‫ اي‬ٜ‫و‬ًٞٔ‫َا َّ ت‬ٝٔ‫يُٗ ِِ ق‬ٜ ‫ب‬
َ َ‫نت‬ٜ ‫ف‬
ُ ٢‫ِٓؿَس‬َٜ ٖ٢‫ سَت‬٢ّ‫إلََا‬٢ ‫ َعَ ا‬ٛ٥ًَ‫إذَا ؾ‬٢ َّ ِٛ‫ك‬ٜ ‫ ٖٕ اي‬ٜ‫أ‬
“Masyarakat muslim jika shalat di malam ramadhan dengan berjamaah
sampai selesai, maka shalatnya dinilai sama dengan shalat satu malam.‖

٢ٔ‫ضـَ ِب‬
ُ ُِٜٛ ٔ١َٜ‫َا‬ٚ‫ ٔز‬٢ٔ‫اٍَ ؾ‬ٜ‫ ق‬.ٔ١َ‫َُاع‬ٜ‫ اجل‬٢ٔ‫ًَٗا ؾ‬َٜ‫ع‬ٜ‫ َعبِدٔ اهللٔ ؾ‬٢ٔ‫ب‬ٜ‫ؼتَازُ ٔعِٓدَ أ‬
ِ ‫مل‬ٝ ‫َا‬ٚ

.ٌَُ‫ك‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫ض أ‬٢ ِٜٚ‫ ايتٖسَٔا‬٢ٔ‫ُؾ‬١َ‫َُاع‬ٜ‫جل‬ٜ‫ا‬:٢َ‫ِض‬َُٛ


―Abi Abdillah berpendapat bahwa madzhab pilihan pada pelaksanaan
shalat tarawih adalah melaksanakan shalat tarawih dengan berjamaah. Demikian
pula pada riwayat Yusuf bin Musa berjamaah dalam shalat tarawih adalah lebih
utama.”
Adalah Umar bin Khattab, beliau melaksanakan shalat tarawih
dengan berjamaah, karenanya al-Mazani dan Ibnul Hakim dari
golongan Madzhab Hanafi, juga golongan Ahmad Bin Hanbal, mereka
melaksanakan shalat tartawih dengan berjamaah.
Imam Ahmad berkata: ―Para imam shalat tarawih hendaknya
membaca ayat Al-Qur‘an ketika menjadi imam dibulan ramadhan,
dengan bacaan surat Al-Qur‘an yang ringan bagi ma‘mum, disesuaikan
dengan kondisi makmum‖. Namun Al-Qadhi berkata: Disunahkan bagi
imam membaca al-Qur‘an diwaktu shalat tarawih, satu kali khataman
Al-Qur'an dalam satu bulan Ramadhan, agar para ma‘mun dapat
mendengarkan dengan baik bacaan shalat imam. Dan tidak sunah atau
makruh hukumnya bagi imam dalam shalat tarawih, jika lebih cepat dari
satu kali khataman membaca Al-Qur'an dalam satu bulan Ramadhan
(misalnya dua kali atau lebih ), karena dalam keadaan bacaan cepat, Al-
Qur'an susah disimak dengan baik oleh ma‘mum. Hal ini berbeda di luar
shalat tarawih, pada bulan Ramadhan bahkan disunahkan banyak
membaca Al-Qur‘an, namun tidak boleh cepat dari satu pekan satu kali
khatam Al-Qur‘an. Dan jika para jamaah sepakat dengan imam untuk
membaca surat-surat al-Quran yang panjang dalam berjamaah tarawih,
itu lebih utama. Dalm sebuah hadits Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam di
jelaskan oleh Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu.

245 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
.ُ‫ِز‬ٛ‫ش‬
ُ‫ط‬ٖ ‫ اي‬٢ِٔٓ‫ع‬َٜ ُ‫غ‬٬
ٜ ٜ‫َِتَٓا ايؿ‬ٛ‫ؿ‬ٝ َ‫ ِٕ ت‬ٜ‫َٓا أ‬ِٝٔ‫ٖ َػػ‬٢‫َِ سَت‬٤ً‫ض‬ٚ ًٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ٖ اهلل‬٢ًَ‫ ؾ‬ٚ٢‫ َ َع ايٖٓب‬ٜ‫ُٓا‬ٝ‫ق‬
"Kami shalat malam ramadhan bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam sehingga kami khawatir lambat makan sahur".

246 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Jawwad Ash-Shawi, Terapi Puasa : Manfaat Puasa ditinjau dari


Sains Modern, Jakarta :Republika, 2007.
Abdul Lathif, Al-Ikhlash Wa Al-Syirk Al-Ashghar, Darul Wathan,
1412 H
Abdullah Ibn Jarullah al-Jarullah, Ringkasan Hukum-Hukum Seputar
Puasa, Pustaka Islamhouse, 2010.
Al-Baghdadi, Iqtidha‟ Al-Ilm Al-Amal, Beirut: Maktab Al-Islami, 1397
H.
Al-Ghazali, Ihya‟ Ulum Al-Din, Beirut: Al-Maktabah Al-Ashriyah,
1420 H.
Ali Ibn Abduh Ibn Syakir Abu Humaidi, Tazkiyah Al-Nafs Fii Al-
Islam Wa Fii Falsafah Al-Uhra, Mekah: Universitas Ummul
Qura, 2009.
Al-Marwazi, Ta‟dzim Al-Shalat, Madinah Munawarah: Maktabah Al-
Dar, 1406 H.
Al-Qurthubi, Al-Jami‟ li Ahkam Al-Qur‟an, Kairo: Dar Al-Hadist,
1414 H.
Aly Al-Shabuny, Tafsir Shafwah al-Tafasir, Dar al-Fiqr, Beirut Ibanon,
(tt). Juz III.
Al-Zarkasyi, Al-Mantsur, Kuwait: Wuzarah Al-Auqaf Kuwait, 1405H.
Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Shalat Jamaah, Pustaka Islamhouse,
2010, hlm.8
Badrudin Syubki, Rakaat Shalat Tarawih Pendapat Empat Madzhab,
Bogor: PUSKI UIKA
Bukhari, Al-Tajrid al-Shartih/Mukhtashr al-Bukhari, Maktabah al-
Yamamah, li al-Thba‘ wa al-Nasyar, Beirut Libaon.
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta :
Disertasi UIN Syarif Hidayatullah, 2001, hlm.17
Ibn Faris, Mu‟jam maqayis Al-Lughah, Libanon: Dar Al-Fikr, 1415 H.
Ibn Hajar Al-Ashqalani, Fath Al-Bari, Riyadh: Dar Al-Salam, 1418 H.

247 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim, Maktabah Darus Salam,
Volume III.
Ibn Qayyim al-Jauziyah, I‟lam al-Muwaq-qi‟in, Kairo: Maktabah Ibn
Taimiyah, Vol. 4.
Ibn Qayyim, Al-Fawa‟id, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1393H.
Ibn Qayyim, Madarijus Salikin, Kairo: Darul Hadits, Vol. 2.
Ibn Rajab, Jami‟ al-‟Ulum wa al-Hikam, tahqiq oleh Syu‘aib Al Arnauth
dan Ibrahim Bajis, Saudi Arabia: Mu‘assassah ar-Risalah,
1419H.
Ibn Rusyd, Bidayat al-Mujtahid, Dar Al-Syuruq, 2011, Ibn Taimiyah,
Raf‘ul Malam An Aimmah al-A‘lam, Maktabah Waqfiyyah.
Ibn Taimiyah, al-„Ubuudiyyah, tahqiq Syaikh ‗Ali bin Hasan bin ‗Ali
‗Abdul Hamid al-Halaby al-Atsar, Maktabah Darul Ashaalah
1416 H.
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Dar al-Fiqr, Beirut, Libanon.
Ibnu Qayyim, Bada‟i Al-Fawaid, Mekah: Maktabah Nizar Musthafa,
1416H.
Ibrahim Muhammad Ali, Riyadl Al-Insi Fii Tazkiyah Al-Nafs, Aman:
Jam‘iyyah Al-Muhafadzah, 2005.
Miqdad Yaljin, Jawanib al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, Riyadh: Jami'ah
AIImam, 1997.
Mohammad Sholeh, Terapi Salat Tahajjud: Menyembuhkan Berbagai
Penyakit, Penerbit Hikmah Populer, 2007.
Muhamad bin Soleh al-Utsaimin, Zakat dan Faedah-Faedahnya,
Puataka Islamhouse, 2010.
Muhammad Akmansyah, Konsep Pendidikan Spiritual „Abd Al-Qodir Al-
Jailani, Jakarta: Desertasi UIN Syarif Hidayatullah, 2010.
Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah
oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Jakarta: Pustaka Imam
Asy-Syafi'i.
Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam, Pustaka
Islamhouse.
Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam, Pustaka
Islamhouse, 2012

248 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Muhammad bin Shalih bin 'Utsaimin, Al-Ibda' fi Kamaalisy-Syar'i wa
Khothrul-Ibtida.
Muhammad Ibn Abi Bakar Al-Razi, Mukhtar Al-Shihah, Madinah
Munawarah: Dar Al-thaibah, 1987.
Muhammad Iqbal Ahmad Gazali, Keutamaan Membaca dan Menghafal
al-Qur`an, Pustaka Islamhaose, 2010, hlm. 2
Muhammad Shaleh al-Munajid, Tujuh Puluh Masalah Seputar Puasa,
Pustaka Islamhouse, 2010.
Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql, Sebab-Sebab Perpecahan Umat dan
Cara Penanggulangannya, Pustaka Islamhouse, 2009.
Syamsuddin Arif, Puasa: Tazkiyatun Nafs dan Jasad, Jurnal pemikiran
Islam, Islamia, (Insists-Republika) edisi 19 Juli 2012.
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur‟an
dan As-Sunnah yang Shahih, Bogor : Pustaka At-Taqwa Po Box
264 Bogor 16001.

249 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Riwayat Hidup Penulis

anggal 10 Desember 2011, memiliki sejarah

T tersendiri bagi Dr. Akhmad Alim. Anak kampung


ini berhasil lulus mempertahankan disertasi
doktornya dan menjadi seorang Doktor termuda
serta tercepat di Universitas Ibn Khaldun (UIKA)
Bogor dengan predikat cum laude. Salah satu pengujinya yaitu Prof.
Dr. Ahmad Tafsir, pakar pendidikan dari Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Jati Bandung memuji Disertasi dan
keilmuannya.“UIKA kini memiliki pakar tentang Ibn Jauzi,” kata Prof.
Ahmad Tafsir.
Pada sidang terbuka tersebut, Ahmad Alim mempertahankan
Disertasinya yang berjudul “Pendidikan Jiwa Ibn Jauzi dan
Relevansinya terhadap Pendidikan Spiritual Manusia Modern”. Ia
menjawab semua pertanyaan para penguji dengan tangkas dan
lancar. Tim penguji Disertasi terdiri atas Prof.Dr.KH. Didin
Hafidhuddin, MS, Prof.Dr.H. Ahmad Tafsir, Prof.Dr.H. Didin Saifudin
Bukhari, MA, Dr.H. Adian Husaini, Msi, dan Dr.H. Ibdalsyah,MA.
Melalui Disertasi ini, Dr. Alim menawarkan solusi Pendidikan
Jiwa berdasarkan konsep yang disusun oleh seorang ulama besar
bernama Ibn Jauzi. Memang, untuk menyelesaikan disertasinya,
Alim harus bekerja keras. Dia melakukan penelitian di berbagai
perpustakaan, termasuk di Universitas Islam Madinah dan
Universitas Ummul Qura Mekkah. “Saya sudah mengecek, belum
ada yang menulis masalah ini,” papar Alim.
Dr.Akhmad Alim, sehari-hari lebih akrab dipanggil Ustadz Alim.
Maklum, sembari menyelesaikan program doktoralnya, ia juga
dipercaya oleh Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, MS, menjadi
pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa dan Sarjana (PPMS) Ulil

250 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Albaab Bogor -sebuah pesantren yang didirikan oleh Mohammad
Natsir, tahun 1987.
Akhmad Alim selama ini sudah dikenal "haus ilmu". Sejarah
pendidikannya tidak terlepas dari nadzar sang ibunya sendiri, yang
merupakan seorang perempuan yang buta huruf. Sang Ibu adalah
seorang anak yatim piatu sejak kecil. Kakak-kakaknya diambil dan
diasuh orang, sedang ia sendiri tidak, sehingga Ia hidup
sebatangkara. Karena tidak ada biaya, ia keluar sekolah ketika kelas
dua SD. Semenjak itu, ia mencari uang sendiri dengan berjualan
daun pisang serta ikut menanam padi di sawah.
Ayah Alim pun bukan orang yang berpendidikan. Sama seperti
ibunya yang tidak lulus sekolah dasar. Hal inilah yang -menurut Alim
-kadang membuatnya heran, mengapa ia diberi nama Ahmad Alim
yang artinya “pujian kepada Allah hamba yang berilmu”. Padahal
kedua orang tuanya itu tidak bisa bahasa Arab. Ketika ditanyakan
tentang hal itu, sang ayah berkata, “nama itu pemberian dari
seorang Kyai yang merespon nadzar Ibumu”.
Diwakafkan Sang Ibu
Akhmad Alim lahir di Rembang, 28 Februari 1982. Saat kecil,
Alim sering sakit-sakitan. Bahkan, kabarnya, ia baru bisa berjalan
setelah 21 bulan. Padahal bayi normal biasanya sudah bisa berjalan
umur 12 bulan. Ibu Alim sangat sedih. Saat itulah Sang Ibu berdoa,
“Ya Allah, Jika anak saya ini tetap hidup dan bisa berjalan, anak ini
saya wakafkan untuk sekolah bahkan setinggi-tingginya yang tidak
ada di kampung ini.”
Alasan yang mendorong mengapa sang ibu sangat perhatian
pada pendidikan, adalah kakek Alim yang merupakan pejuang dan
guru ngaji di zaman Belanda. Jadi sang ibu sempat protes mengapa
anak-anak seorang guru ngaji tapi sekolahnya tidak ada yang tuntas.
Ini memang wajar karena kakek dan neneknya wafat sejak ibu

251 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
Akhmad Alim masih bayi. Tetapi justru karena itu, sang ibu berjuang
agar anak-anaknya kelak bisa sekolah setinggi-tingginya.
Itulah yang memotivasi Akhmad Alim untuk terus bersekolah.
Bahkan sejak kecil ia terbiasa sekolah double. Saat bersekolah di
Sekolah Dasar di pagi hari, sore hari dia bersekolah di madrasah
ibtidaiyah. Begitu juga saat bersekolah di SLTP, ia juga merangkap
ngaji di sebuah pesantren. Begitu pula ketika di ia bersekolah di
tingkat SLTA, ia juga merangkap menimba ilmu di sebuah Pesantren
di Pati, Jawa Tengah. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan tingkat
DI, D2, D3, Sl, S2 dan sampai S3. Alim menyelesaikan jenjang S-l di
Universitas Muhammad Ibnu Sa’ud LIPIA Jakarta dan S-2 di
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Menurut Ahmad Alim, ia mempunyai kebiasaan, ketika dulu
masih bersekolah dan menghadapi ujian, ia meminta doa dari sang
ibu. Keesokannya Sang Ibu pun langsung berpuasa dan shalat
tahajud ketika malam untuk mendoakan kesuksesan anaknya. Walau
pun sang ibu tidak memodali materi, tetapi selalu memberikan doa.
Ketika berangkat sekolah sang ibu selalu berwasiat, “Ibu tidak bisa
memberi kamu biaya, tidak bisa memberi biaya kamu makan. Ibu
hanya membekali kamu dengan basmalah. Dengan basmalah kamu
bisa makan dan kamu bisa hidup dan membiayai kuliah.”
Dengan bekal tersebut ternyata Akhmad Alim tidak pernah kecil
hati dan tidak merasa kekurangan. Bahkan untuk biaya sekolah pun,
Akhmad Alim selalu mendapat beasiswa. "Kalau pun tidak mendapat
beasiswa ada saja rizki dan kemudahan dari jalan yang tidak
diperkirakan sebelumnya” ungkapnya.
Ada kisah, seorang pegawai di sebuah perusahaan yang nge-
fans terhadap Ahmad Alim. Orang tersebut mengaku pengikut
fanatik satu organisasi Islam. Ia mengaku sedih, karena yang aktif di
masjidnya kebanyakan pengikut organisasi lain. Pegawai itu
kemudian merasa bersyukur karena kehadiran Alim mampu

252 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
merangkul berbagai kelompok. Di tengah penulisan tesis S-2, tiba-
tiba si pegawai melunasi seluruh biaya pendidikan Akhmad Alim.
Begitu pula saat Ahmad Alim hendak berangkat ke Madinah
untuk penelitian disertasi. Ada seorang pengusaha yang sadar
bahwa hidup mencari uang terus, karena ia ternyata tidak pernah
mengeyangkan hatinya. Akhirnya ia mengaji dan kemudian
merasakan ketenangan. Ia belajar pada bahasa Arab pada Akhmad
Alim mulai “dari nol” sampai bisa menerjemahkan Al-Quran 30 juz.
Saat Ahmad Alim berangkat ke Madinah untuk melakukan
penelitian, orang itu mengusahakan semua biayanya. “Rizki itu dari
Allah,” kata Ahmad Alim yang kini sehari-hari menjadi Imam di
Masjid al-Hijri Universitas Ibn Khaldun Bogor.

Belajar Ke Universitas Ummul Qura Mekah

Setelah menyelesaikan pendidikan Dokornya, Alim tidak lantas


berhenti kuliah. Bahkan kehausan akan ilmu, semakin bertambah.
Untuk itu, setahun kemudian Ia berangkat ke Mekah untuk belajar
Metodologi Pengajaran Bahasa Arab dan Tahfidz di Universitas
Ummul Qura Mekah.

Kini, Alim aktif sebagai ketua progam kaderisasi ulama Pesantren


Tinggi Ulil Albab, sekaligus dosen pasca sarjana Universitas Ibn
Khaldun Bogor.

253 | Studi Islam II


Fikih Ibadah
1 | Studi Islam II
Fikih Ibadah

Anda mungkin juga menyukai