Anda di halaman 1dari 6

S2 Bimbingan dan Konseling, UNNES Tanggal : 23-12-2019

Disusun oleh : Julia Surya Pengampu : Prof. Dr. DYP Sugiharto. ,M.Pd.,Kons
NIM : 0106519022 Mata Kuliah: Landasan Kependidikan
JUDUL: From learner-centered to learning-centered: Becoming a ‘hybrid’ practitioner
Bremner, Nicholas. (2019). From Learner-centered to Learning-centered: Becoming A ‘Hybrid’ Practitioner.
International Journal of Educational Research, 97, 53-64.
DOI: 10.1016/j.ijer.2019.06.012
1. Pertanyaan Penelitian:
a. Bagaimana keyakinan para guru tentang pendidikan yang berpusat pada peserta didik berkembang
selama hidup mereka? Apa alasan yang diberikan untuk perubahan tertentu, atau kurangnya perubahan?
b. Apakah hubungan antara keyakinan guru tentang pendidikan berpusat pada peserta didik dan praktek
mengajar mereka? Apakah alasan yang diberikan untuk kecocokan atau ketidakcocokan antara keyakian
dan praktek?
2. Pendahuluan
Transisi dari pendidikan terpusat pada guru (teacher-centered education) ke berpusat pada peserta didik
(student-centered) atau berpusat pada peserta didik (learner-centered) menjadi perdebatan yang umum atas
perubahan pendidikan yang terjadi di dunia. Pendidikan berpusat pada peserta didik dianggap sebagai
prakten terbaik pendidikan, dan diakui oleh beberapa organisasi internasional seperti UNESCO
(Schweisfurth, 2015). Pendidikan berpusat pada peserta didik telah diterapkan dalam Pengajaran Bahasa
Inggris (English Language Teaching, yang secara tradisional pasif, terpaku pada grammar, pendekatan
pendidikan berpusat pada guru ditinggalkan dan lebih aktif, komunikatif, pendekatan pendidikan berpusat
pada pelaajr digalakkan (de Segovia & Hardison, 2009; Kurihara & Samimy, 2007; Zappa-Hollman, 2007).
Namun, berdasarkan laporan dari berbagai belahan dunia menyatakan bahwa implementasi pendidikan
berpusat pada peserta didik tidak berhasil, dimana kelas-kelas masih didominasi oleh pendidikan berpusat
pada guru.
Ada beberapa literature mengidentifikasikan alasan kegagalan implementasi pendidikan berpusat
pada peserta didik. Alasan terkuat yang dianggap menjadi penyebab kegagalan adalah perubahan
perencanaan yang gagal mengenal betapa kompleksnya perubahan dari pendidikan berpusat pada guru ke
pendidikan berpusat pada peserta didik bagi guru-guru. Fullan (2016) mendefinisikan perubahan pendidikan
“kompleks” sebagai perubahan yang melibatkan perubahan mendasar dalam keyakinan guru serta praktik
mereka, dan beberapa penulis telah menyarankan bahwa perencana perubahan harus lebih mendukung
proses kepercayaan guru dan perubahan praktik (Beauchamp & Thomas, 2009; Brinkmann, 2019; Geijsel &
Meijers, 2005).
Fokus artikel ini adalah pada penemuan penelitian yang mengeksplorasi sejarah kehidupan
pendidikan lima guru EFL Meksiko, dan khususnya bagaimana berpusatnya peserta didik mereka merasakan
keyakinan dan praktik mereka berada pada titik yang berbeda dalam hidup mereka. Meskipun setiap sejarah
kehidupan unik bagi individu, beberapa kejadian muncul pada lima kasus. Meskipun memulai karir mereka
dengan sebagian besar keyakinan dan praktik yang berpusat pada guru, kelima guru menjadi lebih yakin
dengan pendekatan yang lebih berpusat pada peserta didik. Namun, mereka menghadapi beberapa rintangan
untuk menerapkan keyakinan mereka pada praktek. Hal ini menuntun mereka untuk mengadopsi sikap yang
lebih pragmatis, yang dimulai dengan kombinasi ‘hybrid’ praktek berpusat pada guru-peserta didik,
tergantung pada bagaimana kesesuaian mereka melihat di situasi yang berbeda. Penemuan penelitian ini
melengkapi studi kasus lain (O’Sullivan, 2004; Schweisfurth, 2013; Vavrus, 2009) dalam menantang ide
pendidikan pendidikan berpusat pada peserta didik sebagai “praktek terbaik” yang tidak dipermasalahkan.
Studi ini merupakan bagian dari proyek penelitian yang lebih besar yang mengeksplorasi
kehidupan lima guru bahasa Inggris Meksiko dan peserta didik mereka (Bremner, 2017).
Mengingat pentingnya keyakinan guru dalam proses perubahan pendidikan, penelitian ini
berfokus pada cara keyakinan guru tentang pendidikan yang berpusat pada peserta didik
telah dikembangkan dari waktu ke waktu sehubungan dengan praktik mereka.
Ekplorasi etrospektif pada keyakinan guru dan praktek berubah sepanjang masa
2.1 Tujuan
diidentifikasi sebagai literature perubahan pendidikan, merespon pada panggilan Fullan
penelitian
(2016); Phipps and Borg (2009); Wideen, Mayer-Smith, and Moon, (1998). Dengan
eksplorasi keyakinan dan praktek guru-guru tersebut dalam kurun waktu tertentu,
memunculkan pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan pendidikan berpusat pada peserta
didik hendaknya dipandang sebagai “praktek terbaik” dalam pendidikan. Perubahan
praktek yang dilaporkan oleh partisipan diringkas di artikel ini merupakan transisi untuk
menjadi guru “hibrida” yang menjadi perhatian utama.
3. Metodologi
Partisipan penelitian ini adalah lima guru Bahasa Inggris (Rebecca, Isabella, Antonio,
Ricardo dan Elizabeth) di Universitas Meksiko. Guru-guru ini dipilih menggunakan
purposive, strategi kenyamanan sampel. Purposive sampling sesuai dengan penelitian ini
karena secara khusus mengeksplorasi pengalaman guru-guru yang 1) telah mengalami
suatu transisi dari keyakinan berpusat pada guru dan lebih mempraktekkan keyakinan dan
praktek berpusat pada peserta didik; dan 2) mengalami beberapa tahun dalam upaya
mengimplementasikan pendekatan berpusat pada peserta didik di kelas.
Institusi dimana penelitian ini dilaksanakan adalah “University of San Martin” (USM) di
3.1 Tempat dan
Meksiko. Untuk melindungi anonimitas partisipan, nama asli dan nama asli universitas
Partisipan
telah diganti dengan nama samaran. USM adalah sebuah universitas umum, swasta di
Meksiko yang mengizinkan guru-guru dengan gelar tertentu “kebebasan akademik” ketika
memutuskan bagaimana mengajar kelas. Pada saat penelitian, seluruh 150 guru Bahasa
Inggris USM diundang untuk mengikuti sejumlah pelatihan, dan banyak diantaranya
berkaitan dengan pendidikan berpusat pada peserta didik. Ketika peneliti menetap di San
Martin pada saat itu, dan menjalin hubungan dengan beberapa profesional di universitas,
sehingga memudahkan peneliti untuk memperoleh akses pada partisipan dan penjelasan
serta persetujuan partisipan.
Penelitian ini menggunakan metode kalualitatif dengan pendekatan “riwayat hidup”. Data
analisis pada penelitian riwayat hidup adalah suatu proses berkelanjutan yang dimulai dari
wawancara. Dan untuk menganalisis data digunakan aplikasi NVIVO.
Mengingat kekhususan, sifat individu pada masing-masing kasus, dan riwayat kehidupan
pendidikan setiap guru dianalisis secara terpisah, menggunakan coding kronologis untuk
memisahkan cerita mereka ke dalam periode-periode kunci kronologi. Kemudian, dalam
setiap periode kronolgi, coding tematik digunakan untuk membuat kategori yang berkaitan
3.2 Data analisis dengan pertanyaan penelitian. Coding ini terdiri dari perpaduan antara coding dediktif dan
induktif. Meskipun terdapat tingkatan coding deduktif tertentu, tema baru yang muncul
lebih bersifat induktif. Contoh kunci suatu tema yang muncul secara induktif adalah cerita
partisipan tentang gerakan mereka menuju pergerakan ‘hibrida’, yang dikembangkan
menjadi fokus utama artikel ini.
Setelah menganalisis setiap kasus secara individual, analisis lintas kasus dilaksanakan
(menggunakan NVivo) untuk mengumpulkan tema kunci yang muncul dari kelima
partisipan. Pada awalnya, guru-guru kebanyakan mengikuti pola yang sama dimana pada
akhirnya beralih ke praktek perpaduan berpusat pada guru dan berpusat pada peserta didik.
pada bagian hasil dimulai dengan menyajikan detail riwayat kehidupan pendidikan
Rebecca dan Antonio. Kemudian diikuti riwayat kehidupan pendidikan Isabella, ricardo
dan Elizabeth. Bagian pertama dari kedua kasus, perhatian diberikan untuk menjaga
nuansa riwayat hidup individu, digunakan kutipan langsung. Namun, dikarenakan
keterbatasan alur, maka tidak bisa dilakukan penilaian secara detail yang membuat setiap
riwayat hidup begitu unik.

Terdapat dua batasan penelitian. Keterbatasan pertama, ukuran sample yang sangat kecil.
Meskipun tema yang sama muncul pada seluruh kelima guru tersebut, hal ini tidak sesuai
untuk menyamaratakan penemuan pada semua guru di USM, mengingat populasi yang
luas. Namun demikian, mengingat telah digambarkan konteks dan temuan secara rinci
(dengan jauh lebih detail di Bremner, 2017), masing-masing pembaca akan dapat
memutuskan bagaimana tema yang muncul dari penelitian dapat ditransfer ke konteks
spesifik (Lincoln & Guba, 1985).
Keterbatasan kedua, kecenderungan melaporkan diri sendiri secara inheren pada penelitian
riwayat hidup. Partisipan tidak bisa mengingat peristiwa-peristiwa tertentu, tidak
mengungkapkan seluruh kebenaran dikarenakan alasan tertentu. Merkipun masalah ini bisa
dihindari, langkah-langkah tertentu diambil untuk meningkatkan kredibilitas penemuan.
3.3 Batasan Jadwal digunakan untuk mendorong mengingat kembali (Adriansen, 2012; Sheridanetal.,
penelitian 2011) dengan membangun kepercayaan dan trasnparansi antara peneliti dan partisipan dan
ini membuat beberapa kejadian menjadi jelas dengan tidak menghakimi, serta tidak ada
‘jawaban benar’.
Tidak memungkin bagi peneliti untuk melakukan triangulasi terhadap apa yang dikatakan
oleh partisipan tentang praktek pengajaran di masa lalu. Namun, triangulasi bisa dilakukan
terhadap praktek saat ini dengan melakukan observasi dan kelompok fokus dengan peserta
didik mereka. Secara keseluruhan, perspektif pada praktek saat ini mirip dengan praktek
yang diobservasi oleh peneliti dan melakukan diskusi pada wawancara ketiga. Dalam
Bremner (2017), peneliti pda penelitian yang lalu mampu mencantumkan “triangulation
boxes” untuk mengintegrasikan triangulasi secara sistematis ke bagian utama narasi
riwayat hidup. Namun, dikarenakan keterbatasan ruang, peneliti tidak mampu melakukan
hal ini, meskipun peneliti mencantumkan referensi singkat pada narasi hasil observasi.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, peneliti mengadopsi pendekatan “riwayat hidup”
(life history). Penelitian sejarah kehidupan mengeksplorasi bagaimana manusia “secara
personal dan subjektif mengalamai, masuk akal, dan menjelaskan hal-hal yang terjadi”
(Goodson & Sikes, 2001: 39). Hal ini sesuai khususnya pada saat mencoba mengeksplorasi
fenomena komples sepanjang masa, dan oleh karena itu cocok ketika mempelajari evolusi
keyakinan dan praktek guru-guru tersebut.
3.4 Prosedur
penelitian Terdapat empat tahapan pada penelitian ini, yaitu:
a. Observasi kelas. Tahap pertama pengumpulan data melibatkan pelaksanaan
serangkaian pengamatan terhadap guru dalam konteks kelas di USM. Tujuan utama
pelaksanaan observasi adalah: 1) membangun kepercayaan partisipan; 2) untuk
memberikan rangsangan pada wawancara selanjutnya; dan 3) melakukan triangulasi
data observasi dengan data wawancara, untuk meningkatkan ‘kepercayaan’ terhadap
penelitian (Lincoln & Guba, 1985). Kelompok fokus peserta didik yang tidak dibahas
di artikel ini juga akan dilakukan triangulasi pada observasi peneliti terhadap praktek-
praktek guru-guru pada saat itu.
b. Wawancara pertama riwayat hidup. Tahap selanjutnya adalah mengadakan interview
panjang (45 – 80 menit) dengan setiap partisipan. Tujuan utama wawancara ini adalah
untuk mengembangkan suatu ide awal terhadap perubahan keyakinan dan praktek
utama yang terjadi pada kehidupan profesional setiap partisipan. Wawancara adalah
semi-terstruktur, mengikuti tema utama pada daftar pertanyaan penelitian,
memberikan kesempatan kepada partisipan dan peneliti untuk mengeksplorasi
pendamping. Setelah wawancara pertama, peneliti melakukan analisis data awal (lihat
bagian berikutnya) dan menghasilkan ringkasan tertulis dari riwayat hidup sedidikan
masing-masing peserta. Draf ini kemudian diberikan kepada setiap partisipan untuk
“pengecekan keanggotaan”, yang merupakan cara lain untuk meningkatkan potensi
kepercayaan pada penelitian.
c. Jadwal kegiatan. Setelah wawancara awal, guru-guru diminta untuk membuat jadwal
tertulis dirumah untuk mengambarkan beberapa perubahan utama yang mereka
rasakan yang terjadi pada riwayat kehidupan mereka secara visual. Mereka kemudian
diundang pada wawancara kedua sehingga mereka dapat menjelaskan apa yang ditulis
pada jadwal mereka. Konsisten dengan penelitian sebelumnya (Adriansen, 2012;
Sheridan, Chamberlain, & Dupuis, 2011) jadwal kegiatan memberikan manfaat bagi
partisipan untuk mengingat kembali dan menyusun ide mereka dan memungkinkan
suatu struktur untuk memfasilitasi wawancara pasca jadwal kegiatan.
d. Wawancara ketiga dan membuat grafik ringkasan. Hal ini merupakan tahapan terakhir
dengan mengundang guru-guru untuk menilai (dari 1 s/d 10) bagaimana pendidikan
berpusat pada peserta didik mereka merasakan keyakinan dan praktek mereka telah
berada pada titik tertentu dalam kehidupan mereka. Melalui dialog yang dibangun
bersama, partisipan dan peneliti membuat grafik ringkasan untuk meringkas perubahan
utama keyakinan dan praktek guru-guru dalam kehidupan mereka (ide yang sama bisa
ditemukan di Berends, 2011; Patterson, Markey, & Somers, 2012).
4. Hasil Penelitian
Riwayat kehidupan pendidikan Rebecca dimulai dengan pengalaman di sekolah dan
universitas, dimana lebih menekankan pada pembelajaran berpusat pada guru. Sehingga
ketika mulai mengajar pada tahun 1995 lebih banyak menerapak pembelajaran berpusat
pada guru. Pada tahun 2000, setelah mengikuti kursus Bahasa Inggris Berserfitikat (In-
4.1 Riwayat
service Certificate in English Language Teaching (ICELT)) yang diselenggarakan oleh
kehidupan
British Council, Rebecca mulai beralih ke pembelajaran berpusat pada peserta didik
pendidikan
meskipun hanya berskala 2 hingga 5. Pada tahun 2009 Rebecca melanjutkan pendidikan
Rebecca
magister di bidang Pendidikan di Inggris. Rebecca merasakan penerapan pembelajaran
berpusat pada peserta didik pada saat mengikuti kursus meningkat dari skala 5 hingga 10.
Setelah pendidikan magister tersebut selesai, Rebecca kembali ke Mexico menerapkan
pembelajaran berpusat pada peserta didik. Namun, ditemukan beberapa kesulitan untuk
menerapkan pembelajaran berpusat pada peserta didik secara sepenuhnya. Tidak semua
materi bisa disampaikan dengan pendekatan pembelajaran berpusat pada peserta didik,
seperti materi mengenai grammar. Karena menghadapi kesulitan pada saat penyampaian
materi tertentu dengan pendekatan pembelajaran berpusat pada peserta didik, maka
Rebecca memadukan pembelajaran berpusat pada guru dan pembelajaran berpusat pada
peserta didik. Hal ini menunjukkan Rebecca beralih menjadi perpaduan lebih ‘hibrida’
pada pembelajaran berpusat pada guru – peserta didik.
Berdasarkan pengalaman Rebecca, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berpusat pada
peserta didik bukan pendekatan mengajar terbaik yang absolut pada setiap situasi. Ini
menunjukkan bahwa tanpa adanya kendala kontekstual, guru memiliki alasan pedagogis
yang baik untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada guru.
Riwayat kehidupan pendidikan Antonio hampir sama dengan Rebecca, namun memiliki
beberapa perbedaan. Selama masa pendidikan S1, pengalaman belajar Antonio lebih pada
pendekatan pembelajaran berpusat pada guru. Pada tahun 2007, setelah Antonio memulai
mengajar, timbul pertanyaan pada diri sendiri mengenai keefektifan pendekatan
pembelajaran berpusat pada guru. Misalnya, pada saat diharuskan merancang ujian Bahasa
Inggris yang diujicoba pada peserta didiknya. Setelah ujicoba, ditemukan bahwa hasil
pembelajaran pendekatan berpusat pada guru lebih cocok untuk materi grammar, tetapi
sangat tidak memuaskan pada keterampilan komunikatif. Setelah beberapa tahun, Antonio
4.2 Riwayat
mulai mengadakan percobaan pendekatan pembelajaran berpusat pada peserta didik di
kehidupan
kelas. Secara umum, ditemukan umpan balik yang positif dari peserta didik setelah
pendidikan
penerapan pendekatan pembelajaran berpusat pada peserta didik. Namun, pada saat
Antonio
penerapan pembelajaran berpusat pada peserta didik, menghadapi kesulitan yang bersifat
administratif. Pihak kampus mewajibkan untuk menerapkan pendekatan pembelajaran
berpusat pada guru untuk materi tertentu, seperti materi grammar yang berlandaskan pada
buku teks.
Dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran berpusat pada peserta didik tidak bisa
dianggap sebagai pendekatan yang sempurna. Ada beberapa materi yang membutuhkan
partisipasi aktif dari peserta didik, namun ada materi tertentu yang membutuhkan peserta
didik untuk menjadi pendengar.
Ketiga partisipan ini memulai pengalaman mengajarnya dengan pendekatan pembelajaran
berpusat pada guru, perlahan-lahan beralih ke pendekatan pembelajaran berpusat pada
peserta didik dan mendapatkan umpan balik yang positif dari peserta didik. Namun,
ketiganya mengidentifikasi berbagai kendala signifikan yang pada akhirnya menyebabkan
ketiganya beralih menjadi menjadi perpaduan lebih ‘hibrida’ pada pembelajaran berpusat
4.3 Riwayat pada guru – peserta didik.
kehidupan Dapat disimpulkan bahwa metode atau pendekatan kombinasi dapat diterapkan selama
pendidikan kebutuhan pembelajaran peserta didik terpenuhi.
Isabella,
Elizabeth dan Pada titik ini, perlu dicatat perbedaan penting antara cara di mana para peserta tampaknya
Ricardo telah menafsirkan istilah pendidikan yang berpusat pada peserta didik. Meskipun kelima
guru tersebut merujuk pada pendekatan "hibrida" yang lebih pragmatis pada akhir sejarah
kehidupan pendidikan mereka, Rebecca dan Antonio menunjukkan bahwa sejauh mana
mereka percaya pada pendidikan yang berpusat pada siswa telah sedikit menurun (ke "8"
dan "9" masing-masing). Namun, Isabella, Ricardo dan Elizabeth masih menilai
kepercayaan mereka sebagai "10". Hal ini menunjukkan bahwa interpretasi mereka tentang
pendidikan yang berpusat pada peserta didik mungkin mengimplikasikan penerimaan
bawaan bahwa setiap kombinasi metode atau pendekatan mungkin diadopsi, selama
kebutuhan pembelajaran siswa dipertimbangkan. Masalah konseptual ini dibahas lagi di
bagian berikut.
5. Pembahasan dan Kesimpulan
5.1 Pembahasan Setiap partisipan memiliki keunikan riwayat hidup, namun kelimanya memliki perubahan
keyakinan dan praktek yang mirip. Mereka memulai pengalaman mengajar dengan
pendekatan pembelajaran berpusat pada guru, perlahan-lahan beralih
5.2 Kesimpulan
Komentar

Anda mungkin juga menyukai