Anda di halaman 1dari 27

Dosen Pengampu: Kelas IV A

Nova Adi Kurniawan, S.Pd.,M.Pd Pembelajaran Bahasa Inggris

PENDEKATAN KONTEKSTUAL
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah


Pembelajaran Bahasa Inggris

Dibuat Oleh:

Nama : Hendra Tarmizi


NIRM : 1209.15.07669
Prodi : PGMI
Smester : IV

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

AULIAURRASYIDIN

TEMBILAHAN

2016/2017

1
Kata Pengantar

Puji dan syukur saya haturkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
izin dan kekuatan kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN
BAHASA INGGRIS”. Shalawat beriring salam penulis ucapkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menyampaikan risalahnya kepada manusia untuk
membimbing umatnya ke jalan Allah SWT.

Tidak lupa saya sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu dan membimbing saya dalam mengerjakan makalah ini. Saya juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah
memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun unrtuk makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Tembilahan, Mei 2017

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penerapan pembelajaran kontekstual di Amerika Serikat bermula
dari pandangan para ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada
tahun1916 mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang
berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Intinya, siswa akan
belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan
apa yang mereka ketahui, serta proses belajar akan lebih produktif jika
siswa terlibat aktif dalam proses belajar disekolah.
Dikarenakan ada beberapa penyebab kurang berhasilnya
pembelajaran di dalam kelas. Dalam proses pembelajaran sering kali hanya
mengarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi otak
anak dipaksa untuk menghafal dan menimbun informasi (materi pelajaran)
tanpa di tuntut untuk memahami informasi yang di ingatnya itu unruk
menghubungkan ke kehidupan sehari-hari. Akibat dari permasalah seperti
ini banyak peserta didik yang hanya pintar secara teoritis tetapi miskin pada
pengeplikasiannya.
Dengan demikian penerapan pembelajaran kontekstual yang di
dalamnya menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
menemukan materi yang di ajarakan sehingga anak akan belajar lebih
bermakana dan mampu mangaplikasikan apa yang telah si pelajarinya ke
dalam kehidupan sehar-hari.
Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan
pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan
ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks yang lainnya.
Dengan kata lain, pendekatan kontekstual (CTL) merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan

3
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilkinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa
mencapai tujuannya. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan
strategi dari pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai
tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi
anggota kelas (siswa).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disampaikan pada paparan di atas, ada
beberapa permasalahan yang bisa penulis diangkat, yaitu:
1. Apa pengertian dari pendekatan kontekstual?
2. Apa prinsip ilmiah dalam CTL?
3. Apa saja komponen-komponen pendekatan kontekstual dalam
Pembelajaran Bahasa Inggris?
4. Bagaimana cara menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual di
dalam kelas?
5. Bagaimana strategi dalam pendekatan kontekstual?
C. Tujuan
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang disampaikan di
atas, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain:
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari pendekatan kontekstual.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Ilmiah dalam CTL.
3. Untuk mengetahui komponen-komponen pendekatan kontekstual dalam
Pembelajaran Bahasa Inggris.
4. Untuk mengetahui cara menerapkan pendekatan pembelajaran
kontekstual dikelas.
5. Untuk mengetahui strategi dalam pendekatan kontekstual.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Pendekatan Kontekstual


Pembelajaran kontekstual adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran
semacam ini sangat penting dikuasai oleh guru terutama pada saat mengajar di
jenjang pendidikan dasar SD/MI1. Pembelajaran kontekstual bertujuan
membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks
ke konteks yang lainnya. Lee (dalam hasanah, 2003) mendefenisikan transfer
adalah kemampuan berfikir dan beragumentasi tentang dituasi baru melalui
penggunaan pengetahuan awal. Ia dapat berkonotasi positif jika belajar atau
pemecahan masalah di tingkatkan melalui penggunaan pengetahuan awal, dan
berkonotasi negatif jika pengetahuan awal secara nyata mengganggu proses
belajar. Transfer dapat juga terjadi dalam suatu konteks melalui pemberian tugas
yeng terkait erat dengan materi pelajaran atau antar dua atau lebih konteks di
mana pengetahuan di perlukan dalam suatu situasi tertentu, dan kemudian
digunakan dalam konteks yang lainnya.2
Sistem CTL menurut Jhonson (2007:67) merupakan proses pendidikan
yang menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang
mereka pelajari dengan menghubungkan subjek akademik dalam konteks

1
Muhammad Subawa dan Sunarti, strategi belajar mengajar bahasa berbagai pendekatan,
metode, dan media pengajar, (Bandung : Pustaka setia, 2008), hlm.10
2
Hasanah M, Penilaian pembelajaran bahasa di sekolah dasar, (Malang : Fakultas Sastra,
2003), hlm.12

5
kehidupan keseharian mereka, dengan konteks keaaan pribadi sosial dan budaya
mereka.3
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and
learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mangaitkan
konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata memotivasi siswa membuat
hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehiidupan mereka
sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tegaga kerja4. pendekatan
kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
meteri yang di ajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
antara pengetahuan yang di milikinya dengan penerapan dalam kehidupan
mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran
efektif, yakni: kontruktivisme, bertanya, menemukan, medyarakat belajar,
refleksi, dan penilaian sebenarnya.5
Pola pembelajaran kontekstual sangatlah berbeda dengan pembelajaran
konvensional yang selama ini kita kenal, pebedaan antara keduanya
sebagaimana tergambar dalam tebel berikut ini.

Perbedaan Pola Pembelajaran Konvensional dan Kontekstual


Konvensional Kontekstual
 Menyandarkan kepada hafalan  Menyandarkan kepada memori
spesial
 Pemilihan informasi yang di  Pemilihan informasi berdasarkan
lakukan oleh guru kebutuhan individu siswa
 Cendrung terfokus pada satu  Cendrng mengintegrasikan
bidang tertentu beberapa bidang ( disiplin)
 Memberikan tumpukan  Selalu mengeaitkan informasi
informasi kepada siswa sampai dengan pengetahuan awal yang

3
Tukiran Taniredja dkk, Model-Model Pembelajaran Inovatif Dan Kreatiif, (Bandung :
Alfabeta, 2015), hlm. 49
4
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (jakarta : kencana prenada
media group, 2004), hlm. 104.
5
Hasanah M, Op.Cit, hlm.14

6
pada saatnya di perlukan telah di miliki siswa

 Penilaian hasil belajar hanya  Menerapkan penilaian autentik


melalui kegiatan akademik melalui penerapan praktis dalam
berupa ujian/ulangan. pemecahan masalah

Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep yang di dukung oleh


berbagai penilitian aktual di dalam ilmu kognitif ( cognitife science)dan teori-
teori tentang tingkah laku (behavior theories) yang secara bersama-sama
mendasari konsepsi dan proses pembelajaran kontekstual, adalah sebagai
berikut:
1. Konstruktivisme berbasis pengetahuan ( knowledge-besed constructivisme)-
baik intruksi langsung maupun kegiatan konstruktivis dapat sesuai dan efektif
di dalam pencapaian tujuan belajar siswa ( Resnick dan Hall, 1988).
2. Pembelajaran berbasis uasaha/teori pertumbuhan kecerdasan (effor-based
learning/incremental theory of intelegence)-peningkatan usaha seseorang
untuk menghasilkan peningkatan kemampuan. Teori ini berlawnan dengan
gagasan bahwa kecerdasan seseorang tidak dapat diubah. Bekerja keras untuk
mencapai tujuan belajar akan memotivasi seseorang untuk terlibat dalam
kegiatan yang berkaitan dengan komitmen untuk belajar.
3. Sosialisasi (sicialization)- anak-anak mempelajari standar, nilai-nilai, dan
pengetahuan kemasyarakatan dengan mengajukan berbagai pertanyaan dan
menerima tantangan untuk menemukan yang tidak segera terlihat, bersama-
sama dengan kejelasan konsep, pembenaran pemikiran mereka, dan
pencapaian informasi. Sesungguhnya, belajar adalah suatu proses sosial, oleh
karenanya faktor sosial dan budaya perlu di perhatikan selama perencanaan
pengajaran. Sifat daar sosial dari belajar juga mengendalikan penentuan
tujuan belajar (Broko dan Putnam, 1998).
4. Pembelajaran situasi (situated learning) – pengetahuan dan belajar di
kondisikan dalam fisik tertentu dan konteks sosial. Serangkaian tatanan yang

7
mungkin di pergunakan seperti rumah, masyarakat, tempat kerja, akan
tergantung pada tujuan pengajaran dan tujuan pembelajaran yang di harapkan.
5. Pembelajaran distribusi (distibuted learning)- pengetahuan mungkin di
pandang sebagai pendistribusian dan penyebaran (Lave, 1988) individu,
orang lain, dan berbagai benda (artidacts) seperti alat-alat musik dan alat-alat
simbolis (Soloman, 1993) dan bukan semata-mata sebagai suatu kekayaan
individual. Dengan demikian, manusia merupakan suatu bagian terintegrasi
dari proses belajar, harus berbagai pengetahuan dan tugas-tugas (Broko dan
Putnam, 1998).6

Pembelajaran kontekstual pertama kali diajukan pada awal abad ke-20 (


khususnya di USA) oleh Jhon Dewey yang mengatakan bahwa kurikulum dan
metode mengajar terkait dengan pengalaman dan minat siswa. Pembelajaran
kontekstual mengakui bahwa belajar merupakan suatu yang kompleks dan
multidimensi yang jauh melampaui berbagai metodologi yang hanya berorientasi
kapada latihan dan rangsangan tanggapan (stimulus-response). Berdasarkan teori
pembalajaran kontekstual, belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi
atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal sesuai
dengan kerangka berfikir yang di milikinya (ingatan, pengalaman, dan
tanggapan).

Pendekatan ini mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari


makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu dapat
terjadi melalui pencarian hubugan yang msuk akal dan bermanfaat. Pemaduan
materi pembelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran
kontekstual kayaakan pehaman masalah dan cara unuk menyelesaikannya. siswa
mampu secara independen menggunakan pengetahuannya untuk meyelesaikan
masalah-masalah baru dan belum pernah di hadapi, serta memiliki tanggung
jawab lebih terhadap belajarnyaseiring dengan peningkatan pengalaman dan
pengetahuan mereka.pembelajaran kontekstual di katakan sebagai sebuah
pendekatan yang mengakui dan menunjukan kondisi alamiah dari pengetahuan.
6
Hasanah M, Op.Cit, hlm.14-15

8
Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas, suatu pendekatan pembelajaran
kontekstual menjadikan pengalaman menjadikan pengalaman yang relevan dan
berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan
dalam pembelajaran seumur hidup. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu
konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang di pelajari siswa dengan konteks
di mana materi tersebut di gunakan, serta berhubungan dengan bagaimana
seseorang belajar atau gaya siswa belajar. konteks memberikan arti, relevan dan
manfaat penuh terhadap belajar.

Materi pelajaran akan lebih berarti jika siswa siswa mempelajari materi
pelajaran yang di ajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti
di dalam proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih
berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan
pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya
untuk membangun pengetahuan baru. Selanjutnya siswa memanfaatkan kembali
pemahaman pengetahuan dan kemampuannya itu dari berbagai konteks di luar
sekolah untuk menyelesaikan permasalahan di duunia nyata yang kompleks,
baik secara mandiri maupun dengan berbagai kombinasi dan sstruktur
kelompok.

Jadi, jelaslah bahwa pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan


menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif
bukannya menjadi pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap
belajarnya. penerapan pembalajaran kontekstual akan sangat membantu guru
untuk menghubugkan materi mata pelajaran siswa dengan dunia nyata dan
memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan
aplikasinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara
dan pekerja.7

Berdasarkan pemahaman tersebut, teori pembelajaran kontekstual berfokus


pada multi aspek lingkungan belajar diantaranya ruang kelas, laboratorium sains,

7
Hasanah M, Op.Cit, hlm.20

9
laboratorium komputer, tempat kerja, maupun tempat-tempat lainnya (misalnya
ladang, sungai dan sebagainya). Ia mendorong para guru untuk memilih dan
mendesin lingkungan belajar yang di mungkinkan untuk mengaitkan
berbagaibentuk pengalaman sosial, budaya, pisik dan psikologi dalam mencapai
hasil belajar. di dalam satu lingkungan yang demikian siswa menemui hubungan
yang sangat bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis dalam
konteks dunia nyata; konsep di pahami melalui proses penemuan, pemberdayaan
dan hubungan.

The Northwest Regional Education Laboratory USA mengidentifikasi ada


6 kunci dasar pembelajaran kontekstual, sebagai berikut:
1. Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penilaian pribadi sangat
terkai dengan kepentingan siswa dalam mempelajari isi materi pelajaran.
Pembelajaran di rasakan terkait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti
manfaat isi pembelajaran, jika mereka merasakan berkepentingan untuk
belajar demi kehidupan mendatang. Perinsip ini sejalan dengan pembelajaran
beermakna (meaningfull learning) yang di ajukan oleh Ausuble.
2. Penerapan pengetahuan: adalah kemampuan siswa untuk memahami apa yang
di pelajari dan di terapkan dalam tatanan kehidupan dan fungsi di masa
sekarang atau masa depan.
3. Berfikir tingkat tinggi: siswa di wajibkan untuk memanfaatkan berfikir kritis
dan berfikir kreatifnya dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu dan
pemecahan suatu masalah.
4. Kurikulum dikembangkan berdasarkan standar isi pembalajaran harus di
kaitkan dengan standar lokal, provinsi, nasional, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta dunia kerja.
5. Responsif terhadap budaya: guru harus memahami dan mengahargai nilai,
keparcayaan, dan kebiasaan, siswa teman pendidik dan masyarakat tempat ia
mendidik. Ragam individu dan budaya satu kelompok serta hubungan antara
ndaya tersebut akan mempengaruhi pembelajaran dan sekaligus akan
berpengaruh terhadap cara mengajar guru,. Setidaknya, ada 4 hal yang perlu d

10
perhatkan di dalam pembelajaran kontekstua, yaitu individu siswa, kelompok
siswa baik sebagai tim atau keseluruhan kelas, tatanan sekolah dan besarnya
tatanan komunitas kelas.
6. Penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi penilaian (misalnya
penilaian proyek tugas terstruktur, kegiaatan siswa, penggunaan portofolio,
rubik, data cek, pedoman observasi dan sebagainya) akan merefleksikan hasil
belajar sesungguhnya.

B. Prinsip Ilmiah dalam CTL


Menurut Jhonson (2007:86) terdapat tiga prinsip Ilmiah dalam CTL yaitu:
1. Prinsip kesalingbergantungan, kesalingbergantungan mewujudkan diri,
misalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah dan
ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal ini tampak
jelas ketika objek yang di hubungkan, dan ketika kemitraan menggabungkan
sekolah dengan dunia bisnis dan kominitas.
2. Prinsip diferensiasi, diferensiasi menjadi nyata ketika CTL menantang para
siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk
menghormati peerbedaan-perbedaan, untuk menjasi kreatif, untuk bekerja
sama untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk
menyadari baha keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
3. Prinsip pengorganisasian diri, terlihat ketika para siswa mencari dan
memnemukan kemampuan mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat
darii umpan balik yang di berikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha-
usaha mereka dalam tuntutan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi, dan
berparan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa yang
membuat hati mereka bernyanyi.8
Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara
garis besar, langkahnya adalah berikut ini.
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dangan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri.

8
Tukiran Taniredja dkk, Op.Cit, hlm. 53-54

11
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan „masyarakat belajar‟ (belajar dalam kelompok-kelpmpok).
5. Hadirkan „model‟ sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakuakan refleksi di akhir pertemuan.

Adapun peran guru dalam pembelajaran aktif yang tentu saja termasuk
dalam pendekatan kontekstual adalah sebagai fasilitator. Fasilitator adalah
seseorang yang mengatur peserta didik untuk belajar dan memiliki
keterampilan-keterampilan yang di perlukan dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Sebagai fasilitator, guru menyediakan fsilitas pedagogis,
psikologis, dan akademik bagi pengembangan dan pembangunan struktur
kognitif siswanya. Dengan kata lain, guru wajib dan harus menguasai teori
pendidikan dan metode pembelajran sserta mumpuni dalam penguasaan
bahan ajar. Tugas pokok seorang guru sebagai fasilitator pada saat tatap muka
di dalam kelas terutama adalah:
a. Menilai para siswa;
b. Merencanakan pembelajaran;
c. Mengimplementasikan rencanagan pembelajaran;
d. Melaksanakan evaluasi proses pembelajaran.9
C. Komponen-komponen Pendekatan Kontekstual dalam PBI
Kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7
komponen. Ke 7 komponen tersebut yang melandasi pelaksanaan proses
kontekstual. Ke 7 komponen tersebut sebagai berikut:
1. Kontruktivisme (contructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran
kontekstual. Pandangan konstruktivisme adalah pengetahuan dibangun sedikit
demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks terbatas (sempit) dan
tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukan lah seperangkat fakta-fakta,
9
Warsono, Hariyanto, pembelajaran aktif, (Bandung: PT remaja rosdakarya, 2012), hlm
20-21

12
konsep, atau kaidah yang siap diambil dan diingat. Tetapi manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman nyata. Peserta didik perlu
dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna
bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Peserta didik harus
mengkonstruksikan pengalaman mereka sendiri. Esensi dari konstruktivime
adalah ide bahwa peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan
suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi
itu akan menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus
dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan.
Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan
dibandingkan dengan seberapa banyak peserta didik memperoleh dan
mengingat penegetahuan. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses
tersebut dengan:
a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi peserta didik
b. Memberikan kesempatan peserta didik menemukan dan menerapkan
idenya sendiri, dan
c. Menyadarkan peserta didik agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam
belajar.
2. Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya,
karena itu bertanya merupakan strategi pembelajaran yang berbasis
kontekstual. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya
berguna untuk:
a. Mengecek pemahaman peserta didik
b. Membangkitkan respon pada peserta didik
c. Mengetahui sejauh mana keingintahuan peserta didik
d. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui peserta didik
e. Memfokuskan peserta didik pada sesuatu yang dikehendaki peserta didik
f. Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari peserta didik
g. Untuk menyegarkan kembali pengetahuan peserta didik.

13
Pada semua aktifitas belajar, questioning dapat diterapkan dalam
ineraksi antara peserta didik dengan peserta didik, antara guru dengan peserta
didik, antara peserta didik dengan orang lain yang didatangkan ke kelas dan
sebagainya.
3. Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik
diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil dari
menemukan sendiri. Siklus inquiry adalah sebagai berikut:
a. Observasi (observation)
b. Bertanya (questioning)
c. Mengajukan dugaan (hipotesis)
d. Pengumpulan data (data gathering)
e. Penyimpulan (conclussion)
Kata kunci dari strategi inquiry adalah peserta didik menemukan
sendiri. Adapun langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri adalah sebagai
berikut:
a. Merumuskan masalah dalam mata pelajaran apapun
b. Mengamati atau melakukan observasi
c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,
tabel, karya lainnya, dan
d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman
sekelas, guru, atau audience lainnya.
4. Masyarakat Belajar
Vygotsky, seorang psikolog Rusia, menyatakan bahwa pengetahuan dan
pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain.suatu
permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendirian, tetapi
membutuhkan bantuan orang lain. Kerja sama saling memberidan menerima
sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu persoalan.konsep masyarakat
belajar dalam kontekstual menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam

14
berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam
kelompok belajar secara alamiah.
Dalam kelas kontekstual, penerapan komponen masyarakat belajar
dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.
Peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat
heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun
dilihat dari bakat dan minatnya.
5. Pemodelan (modeling)
Adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai
contoh yang dapat ditiru oleh setiap peserta didik. Misalnya, guru
memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau
bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru agama memberikan
contoh merapatkan saf, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara
melempar bola, dan sebagainya.
6. Refleksi (reflection)
Refleksi merupakan proses pengedapan pengalaman yang telah
dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-
kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses
refleksi, pengalaman belajar itu akan menjadi bagian dari pengetahuan yang
dimilikinya. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan kontekstual,
setiap berakhir apda proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk “merenung” atau “mengingat” kembali apa yang
telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas peserta didik meanfsirkan
pengalamannya sendiri sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman
belajarnya.
7. Penilaian Sebenarnya (authentic assesment)
Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik. Gambaran
perkembangan peserta didik perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan
bahwa peserta didik mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila
data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahawa peserta didik

15
mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil
tindakan yang tepat agar peserta didik terbebas dari kemacetan belajar.
karena gambaran-gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan
disepanjang proses pembelajaran, assesment tidak dilakukan di akhir periode
seperti akhir semester.10
Kemajuan belajar dinilai dari proses dengan berbagai cara, bukan
melalui hasil. Penilai tidak hanya guru tetapi bisa juga teman lain atau orang
lain. Karakteristik authentic assessment adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
b. Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif
c. Yang diukur bukan hanya mengingat fakta melainkan keterampilan dan
performansi
d. Berkesinambungan
e. Terintegrasi, dan
f. Dapat digunakan sebagai feed back.
Dengan demikian, pembelajaran yang benar memang seharusnya
ditekankan pada upaya membantu peserta didik agar mampu mempelajari
sesuatu, bukan ditekankan pada bagaimana diperolehnya sebanyak mungkin
informasi di akhir periode pembelajaran.11
D. Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Inggris
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks bermakna
yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang
dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan
peran guru. Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran kontekstual
harus menekankan pada hal-hal sebagai berikut:
1. Berbasis masalah (problem-based learning), yaitu suatu pendekatan
pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks
bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keteramppilan pemecahan
masalah, serta untuk memproleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari

10
Tukiran Taniredja dkk, Op.Cit, hlm.118-122
11
Muhammad subawa dan Sunarti, Op.Cit, hlm.14-15

16
materi pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat dalam pemecahan masalah yang
mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi pelajaran.
Pendekatan ini mencakup pengumpulan informasi yang berkaitan dengan
pertanyaan, mensintesa, dan mempersentasikan penemuannya kepada orang
lain (Moffit dalam Hasanah, 2003).
2. Pengajaran autentik (Authentic Instruction), yaitu pendekatan pengajaran
yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Ia
mengembangkan keterampilan berfikir dan pemecahan maslah yang
pentingdi dldalam konteks kehidupan nyata.
3. Belajar berbasis inquiri (Inquiry-based learning) yang membuuhkan strategi
pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan
untuk belajar bermakna.
4. Belajar berbasis projek/tugas terstruktur (Project-based learning) yang
membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana
lingkungan belajar siswa (kelas) di desain agar siswa dapat melakukan
penyeledikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari
suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.
pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja mandiri dalam
mengkonstruk (membentuk) pembelajatrannya dan mengkomunikasikannya
dalam produk nyata (Buck Institute For Education dalam Hasanah, 2003)
5. Belajar berbasis kerja (work-bassed learning) yang memerlukan suatu
pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks
tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan
bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali dalam tempat kerja. Jadi
dalam hal ini tempat krja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas di padukan
dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa (Smith dalam Hasanah,
2003).
6. Belajar jasa-layanan (Service learning) yang memerlukan penggunaan
metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa-layanan masyarakat
dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa-layanan
tersebut, jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa-layanan dan

17
pembelajaran akademis. Dengan kata lain penekatan ini menyajikan suatu
penerapan praktis dari pengetahuan bam yang di perlukan dan berbagai
keterampilan untuk memenuhi kebutuhan di dalam masyarakat melalui
proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya (McPherson, 2001).
7. Belajar kooperatif (cooperative learning) yang memerlukan pendekatan
pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama
dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar
(Holubec, 2001).12
Berkaitan dengan faktor kebutuhan individual siswa, maka untuk
menggunakan pendekatan pengajaran kontekstual guru harus memperhatikan
hal-hal berikut ini.
1. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental
(developmentally approprite) siswa. hubungan antara isi kurikulum dan
metodologi yang di gunakan untuk mengajar siswa harus didasarkan kepada
kondisi sosial, emosional dan perkembangan intelektual siswa. jadi, usia
siswa dan karakteristik individual lainnya serta kondisi sosial dan lingkungan
budaya siswa haruslah menjadi perhatian di dalam ,erencanakan
pembelajaran. Contohnya, apa yang telah di pelajari dan di lakukan oleh sisa
SLTP tentunya berbeda dengan apa yang di pelajari dan di kerjakan dengan
siswa SMU (Kilmer, 2001).
2. Membentuk group belajar yang saling tergantung (interdependet learning
groups). Siswa saling belajar dari sesamanya di dalam kelompok-kelompok
kecil dan belajar bekerjasama dalam tim lebih besar (kelas)merupakan bentuk
kerjasama yang diperlukan oleh orang dewasa ditempat kerja dan konteks
lain. Jadi dalam hal ini sisa diharapkan untuk berperan aktif.
3. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran yang mandiri (self
regulated learning) yang memiliki 3 karakteristik umum, yaitu kesadaran
berpukir, penggunaan strategi dan motivasi berkelanjutan. Berdasarkan
penelitian bahwa siswa usia 5 s.d 16 tahun secara bertahap mengalami
perkembangan kesadaran terhadap (i) keadaan pengetahuan yang dimilkinya,

12
Hasanah M, Op.Cit, hlm.25-26

18
(ii) karakteristik tugas-tugas yang mempengaruhi pembelajarannya secara
individual, dan (iii) strategi belajarnya (Brown, Bransford, Ferrara &
Campione, 1993; Flavell, 1978 dalam Paris & Winograd, 1998).
4. Siswa membutuhkan pemahaman terhadap kekuatan dan kelemahannya untuk
menata tujuan yang diinginkan dan membangun strategi untuk mencapai
kompetensi dan rasa percaya diri, sehingga mereka dapat memahami
pentingnya memanfaatkan waktu untuk berpikir dan merefleksikan suatu
pilihan berkaitan dengan tantangan hidupnya.
5. Sementara itu, guru juga harus menciptakan suatu lingkungan dimana siswa
dapat merefleksikan bagaimana mereka belajar,menyelesaikan tugas-tugas
sekolah, menghadapi hambatan, dan bekerja sama secara harmonis dengan
guru yang lainnya. jadi, jelaslah bahwa pembelajaran mandiri berkaitan
bukan hanya dengan berpikir sederhana terhadap berpikir siswa, tetapi
membantu mereka di dalam menggunakan berpikirnya untuk mengarahkan
perencanaan mereka, menyelesaikan performan (prestasi) mereka, sehingga
mereka secara efektif dapat menyelesaikan masalah yang disajikan bagi
mereka.
6. Mempertimbangkan keragaman siswa (diversity of students). Dikelas guru
harus mengajar siswa dengan berbagai keragamannya, misalnya latar
belakang suku bangsa, status sosial ekonimi, bahasa utama yang dipakai
dirumah, dan berbagai kekurangan yang mungkin mereka memiliki. Dengan
demikian diharapkan guru dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran siswa nya.
7. Memperhatikan multi-intelegensi (multiple intelligences) siswa. dalam
menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual, maka cara siswa
berpartisipasi di dalam kelas harus memperhatikan kebutuhan dan delapan
orientasi pembelajarannya (spasial-verbal, linguistik-verbal, interpersonal,
musikal-ritmik, naturalis, badan-kinestetika, intra personal dan
logismatematis, (Gardner, 1993)). Oleh karena itu, di dalam melayani siswa
dikelas, guru harus memadukan berbagai strategi pendekatan pembelajaran

19
kontekstual sehingga pengajaran akan efektif bagi siswa dengan berbagai
intelegensinya itu (Brockman, 2001).
8. Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan pembelajaran
siswa, perkembangan pemecahan masalah dadn keterampilan berpikir tingkat
tinggi. Agar pembelajaran kontekstual mencapai tujuannya, maka jenis dan
tingkat pertanyaan yang tepat harus diungkapkan dan ditanyakan. Pertanyaan
harus secara hati-hati direncanakan untuk menghasilkan tingkat berpikir,
tanggapan, dan tindakan yang diperlukan siswa dan seluruh peserta didalam
proses pembelajaran kontekstual (Frazee dalam Hasanah, 2003).
9. Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment). Penilaian autentik
mengevaluasi penerapan pengtahuan dan berpikir kompleks seorang siswa,
dari pada hanya sekedar hapalan informasi faktual. Kondisi alamiah
pembelajaran kontekstual memerlukan penilaian interdisiplin yang dapat
mengukur pengetahuan dan keterampilan lebih dalam dan dengan cara yang
bervariasi dibandingkan dengan penilaian satu disiplin (Ananda, 2001).13
Berkaitan dengan faktor peran guru, agar proses pengajaran kontekstual
dapat lebih efektif kaitannya dengan pembelajaran siswa, guru diharuskan
merencanakan, mengimplementasikan, merefleksikan dan menyempurnakan
pembelajaran. Untuk keperluan itu, guru harus melaksanakan beberapa hal
sebagai berikut.
1. Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa.
2. Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses
pengkajian secara seksama.
3. Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa, selanjutnya
memilih dan mengkaitkannya dengan konsep dan teori yang akan dibahas
dalam proses pembelajaran kontekstual.
4. Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari
dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan
kehidupan mereka.

13
Tukiran Taniredja dkk, Op.Cit, hlm.168-175

20
5. Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong siswa untuk
mengkaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan atau
pengalaman yang telah dimilki sebelumnyadan mengkaitkan apa yang
dipelaajrinya dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, siswa
didorong untuk membangun kesimpulan yang merupakan pemahaman siswa
teradap konsep atau teori yang sedang dipelajarinya.
6. Melakukan penilaian terhadap pemahaman siswa. Hasil penilaian tersebut
dijadikan sebagai bahan refleksi terhadap rancangan pembelajaran dan
pelaksanaannya.
E. Strategi Implementasi Pendekatan Kontekstual
Dalam pembelajaran kontesktual diperlukan strategi pengajaran sebagai
berikut.
1. Menekankan pada pemecahan masalah atau problem. Pengajaran kontekstual
dapat dimulai dengan suatu simulasi atau masalah nyata. Dalam hal ini siswa
menggunakan keterampilan berpikir kritis dan pendekatan sistematik untuk
menemukan dan mengungkpakan masalah atau isu-isu. Mungkin juga, siswa
menggunakan berbagai isi materi pembelajaran untuk menyelesaikan
masalah. Masalah yang dimaksudkan adalah yang relevan dengan keluuarga
siswa, pengalaman, sekolah, tempat kerja, dan masyarakat, yang memiliki arti
penting bagi siswa.
2. Mengakui kebutuhan pembelajaran terjadi diberbagai konteks, misalnya,
rumah, masyarakat, dan tenpat kerja. Pembelajaran kontekstual menyarankan
bahwa pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari fisik dan konteks sosial
tempat ia berkembang. Bagaimana dan dimana siswa memperoleh dan
memunculkan pengetahuan selanjutnya menjadi sangat berarti, dan
pengalaman belajarnya akan diperkaya jika ia mempelajari berbagai
keterampilan di dalam konteks yang bervariasi (rumah, masyarakat, tempat
kerja, keluarga).
3. Mengontrol dan mengarahkan pembelajaran siswa sehingga mereka menjadi
pembelajar yang mandiri (self-regulated learners). Akhirnya, siswa harus
menjadi pembelajar sepanjang hayat yang mampu mencari, menganalisis, dan

21
menggunakan informasi tanpa atau dengan sedikit bimbingan, dan semkain
menyadari bagaimana mereka memproses informasi, menggukan strategi
pemecahan masalah, serta memanfaatkannya. Untuk mencapai itu, melalui
pengajaran kontekstual, siswa harus diperkenankan melakukan uji coba (trill
and error), menggunakan waktu dan struktur materi yang refleksi, dan
memperoleh dukungan yang cukup serta bantuan untuk berubah dari
pembelajar yang dependent menjadi pembelajar independent.
4. Bermuara pada keragaman konteks sudut yang dimiliki siswa. secara
menyeluruh ternyata populasi siswa sangatlah beragam ditinjau dari
perbedaan dalam niali, adat-istiadat sosial, dan perspektif. Di dalam proses
pembelajaram kontekstual, perbedaan tersebut dapat menjadi daya pendorong
untuk belajar dan sekaligus menambah kompleksitas pembelajaran itu sendiri.
Kerjasama tim dan aktivitas kelompok (grup) belajar di dalam proses
pembelajaran kontekstual sangatlah menghargai keragaman siswa,
memperluas perspektif, dan membangun keterampilan interpersonal (yaitu
berpikir melalui berkomunikasi dengan orang lain (Gardner dalam Suparno,
2001)).
5. Mendorong siswa untuk belaajr dari sesamanya dan bersama-sama atau
menggunakan grup belajar interdependen (interdependent learning group).
Siswa akan dipengaruhi dan berkontribusi terhadap pengetahuan dan
kepercayaan orang lain. Grup belajar atau komunitas pembelajaran akan
terbentuk di dalam tempat kerja dan sekolah kaitannya dengan suatu usaha
untuk bersama-sama memakai pengetahuan, memussatkan pada tujuan
pembelajaran, dan memperkenankan semua orang untuk belajar dari
sesamanya. Dalam hal ini, para pendidik harus bertindak sebagai fasilitator,
pelatih dan pembimbing akademis.
6. Menggunakan penilaian autentik (authentic assessment). Pembelajaran
kontekstual diharapkan membangun pengetahuan dan keterampilan dengan
cara yang bermakna melalui pengikutsertaan siswa ke dalam kehidupan nyata
atau konteks autentik. Untuk proses pembelajaran yang demikian itu
diperlukan suatu bentuk penilaian yang didasarkan kepada metodologi dan

22
tujuan dari pembelajaran itu sendiri, yang disebut dengan penilaian autentik.
Penilaian autentik menunjukkan bahwa pembelajaran telah terjadi, menyatu
ke dalam proses belajar mengajar, memberikan kesempatan dan arahan
keapda siswa untuk maju sekaligus dipergunakan sebagai alat kontrol untuk
melihat kemajuan siswa dan umpan balik bagi praktek pengajaran.
Sementara itu, Center for Occupational Research and Development
(CORD) menyampaikan lima strategi bagi pendidik dalam ramgka penerapan
pembelajaran kontekstual, yang disingkat dengan REACT, yaitu:
1. Relating. Belajar diartikan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
2. Experiencing. Belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi) penemuan
(discovery), dan penciptaan (invention).
3. Applying. Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks
pemanfaatannya.
4. Cooperating. Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian
bersama, dan sebagainya.
5. Transfering. Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau
konteks baru.14
Alwasilah (2007:17) menyebutkan bahwa ada tujuh ayat pendidikan kontekstual,
yaitu : (1) pengajaran berbassis problem; (2) menggunakan konteks yang beragam;
(3) mempertimbangkan kebinhekaan siswa; (4) memberdayakan siswa untuk
belajar sendiri; (5) belajar melalui kolaborasi; (6) menggunakan penilitan Autentik;
(7) mengejar standar tinggi.15
Strategi pengajaran yang berasosiasi dengan CTL:
1. CBSA
2. Pendekatan proses
3. Pendidkan sepanjang hayat
4. Pembelajaran autentik
5. Pembelajaran berbasis inkuiri
6. Pembelajaran berbasis masalah

14
Arend,R.I, Belajar untuk mengajar, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007 ), hlm. 21-22
15
Tukiran Taniredja dkk, Loc.Cit, hlm.54

23
7. Pembelajaran kooperatif
8. Pembelajaran berbasis kerja.
Berdasarkan observasi yang di lakukan pada 20 Februari 2017, tealah di
temukan permasalahan-permasalahan yang ada didalam pembelajaran seperti
situasi kelas yang ribut, banyaknya siswa yang asyik berbicara dengan
temannya, ada yang asyik main sendiri, dan anak yang menggagu temannya
yang sedang belajar sehingga tidak banyak siswa yang meperhatikan pelajaran
tapi meskipun begitu siswa yang ada tetap aktif dalam pembelajaran mereka
patuh pada perintah yang di tugaskan oleh guru nya misalnya seperti diperintah
membaca dan menulis.
Hal seperti itu mungkin terjadi karena biasanya dalam pembelajaran
bahasa inggris guru hanya fokus untuk menyampaikan meteri yang ada di buku
panduan saja kepada pesertaa didiknya. Sehingga proses pembelajaran akan
cendrung lebihh ke menghafalkan, anak-anak hanya di suruh membaca dan
menulis saja tanpa mengetahui lebih makna materii yang ddi pelajarinya
tersebut. Nah hal seperti inilah yang menjadikan pembelajaran tidak akan
bermakna bagi peserta didik, apalalgi dalam mata pelajaran bahasa asing seperti
bahasa Inggris ini jika pembelajarannya tidak bermakna maka siswa akan
mudah melupakan materi pelajaran yang telah lalu ataupun yang sudah di
pelajarinya dalam artia materi hanya di kuasai pada saat pembelajaran saja tapi
tidak sampai pada pembawan kepada kehidupan sehari-hari.
Ini lah yang membuat Pendekatan Konntekstual dalam pembelajaran
Baahasa Inggris perlu untuk di lakukan seorang guru karna sistem kontekstual
ini menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka
pelajari dengan menghubungkan subjek akademik dalam konteks kehidupan
keseharian mereka, dengan konteks keaaan pribadi sosial dan budaya mereka.
Sehingga belajar itu tidak hanya sekedar belajar saja dan peserta didik akan
lebih menguasai meteri serta kegunaan materi yang di pelajari tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa
pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang memudahkan guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Perbedaan antara pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional
ialah, pendekatan kontekstual siswa secara aktif terlibat dalam proses
pembelajaran, siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling
mengoreksi dan pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau
masalah yang disimulasikan. Sedangkan pendekatan tradisional siswa adalah
penerima informasi secara pasif, siswa belajar secara individual, dan
pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.
Dalam pendekatan kontekstual terdapat beberapa komponen-komponen
yaitu kontruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan
(inquiry), masyarakat belajar, pemodelan (modeling), refleksi (reflection),
penilaian sebenarnya (authentic assesment).
Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup mudah. Yaitu
dengan mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dangan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri,
melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik,
mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya, menciptakan
„masyarakat belajar‟ (belajar dalam kelompok-kelpmpok), menghadirkan
„model‟ sebagai contoh pembelajaran, dan melakukan refleksi di akhir
pertemuan.

25
Strategi dalam pendekatan kontekstual yaitu CBSA, pendekatan proses,
pendidkan sepanjang hayat, pembelajaran autentik, pembelajaran berbasis
inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran kooperatif, pembelajaran
berbasis kerja.

B. Saran
Dengan pemahaman tentang pendekatan kontekstual ini, diharapkan semua
guru mata pelajaran dapat menerapkan strategi ini dalam melaksanakan proses
belajar mengajar disekolah dan dapat lebih meningkatkan kualitas maupun
kuantitas penguasaan materi mata pelajaran siswa disekolah dan pada akhirnya
mampu meningkatkan kulitas sumber daya manusia Indonesia sebagaimana
tujuan dan fungsi pendidikan nasional.

26
DAFTAR PUSTAKA

Arend, R.I. 2007. Belajar Untuk Mengajar (Learning to Teach). Diterjemahkan


oleh Helly P. Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Hasanah, M. 2003. Penilaian Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.
Bahan Ajar. Disajikan dalam Pemagangan Dosen PGSD Universitas Negeri
Bengkulu. Malang: Fakultas Sastra.
Hasanah, M. 2003. Perencanaan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di
Sekolah Dasar. Bahan Ajar. Disajikan dalam Pemagangan Dosen PGSD
Universitas Negeri Bengkulu. Malang: Fakultas Sastra.
Nurhadi. 2003. Pendekatan Kontekstual. Malang: Penerbit Universitas Negeri
Malang.
Suparno. 2001. Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Pendekatan Kontekstual.
Makalah Disajikan dalam Seminar Menyongsong Pemberlakuan Kurikulum
Baru Bidang Bahasa Indonesia di FS-UM, 22 Oktober 2001.
Subawa M, Suarti. 2008. Stretegi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Berbagai
Pendekatan, Metode, Teknik dan Media Pengajar. Bandung: Pustaka Setia
Trianto. 2004. Mendesain model pembelajaran inovatif-pogresif, jakarta: kencana
prenada media group.
Taniredja Tukiran dkk. 2015. Model-Model Pembelajaran Inovatif Dan
Kreatiif.Bandung : Alfabeta.
Warsono, Hariyanto. 2012. pembelajaran aktif. Bandung: PT remaja rosdakarya.
Wilson, B. G. 1996. Constructivist Learning Environments: Case Study in
Intructional Design. New Jersey: Englewood Cliffs.

27

Anda mungkin juga menyukai