Anda di halaman 1dari 31

Resimen Mahasiswa (Menwa) adalah salah satu komponen pendukung sebagai kekuatan

sipil untuk mempertahankan negeri sebagai perwujudan Sistem Pertahanan dan


Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Menwa bermarkas di perguruan tinggi dan
beranggotakan para mahasiswa yang terpanggil untuk membela negeri.

Para anggota Menwa (wira) di setiap kampus membentuk satuan sebagai salah satu unit
kegiatan kemahasiswaan (UKM). Komandan satuan bertanggungjawab dan melapor
langsung kepada rektor/pimpinan perguruan tinggi. Pembinaan Menwa dilakukan oleh
pembantu rektor bagian kemahasiswaan dengan supervisi dari Angkatan Bersenjata.

Komponen lambang Garuda

• Bintang di kanan atas dihadapan burung garuda dengan sayap kanan 6 (enam) dan
kiri 7 (tujuh), leher 59 dan ekor enam dengan warna kuning emas dan melirik ke
sebelah kanan.
• Di tengah-tengah di depan burung garuda terdapat simbul silang senjata pena
dalam genggaman burung garuda dengan warna putih.
• Pita yang melandasi dengan warna putih dengan tulisan ditengah warna merah “
Widya Castrena Dharma Siddha”.
• Perisai yang menjadi alas warna hitam.

[sunting] Arti dan Maksud

• Bintang di kanan berarti cita-cita yang luhur, baik dan benar.


• Bulu sayap berjumlah 13, ekor 6 dan leher 59 (13 Juni 1959 = tahun kelahiran
resimen mahawarman).
• Perisai berarti sebagai komponen pertahanan Negara.

Lambang Sembilan Unsur Resimen Mahasiswa Indonesia

[sunting] Komponen Lambang Sembilan Unsur

• Perisai Segilima menggambarkan keteguhan sikap


• Padi dan Kapas menggambarkan dasar bernegara dan pandangan hidup bangsa
Indonesia, yaitu Pancasila.
• Bintang, Sayap Burung, Jangkar dan Lambang Polri menandakan bahwa
Resimen Mahasiswa berada di bawah naungan ketiga unsur angkatan dan Polri
• Pena dan Senjata melambangkan pengabdiannya, wira melakukan keselarasan
antara ilmu pengetahuan dan ilmu keprajuritan.
• Buku Tulis menyatakan bahwa tugas pokok setiap wira adalah mengembangkan
ilmu pengetahuan, selain melaksanakan tugas-tugas kemenwaan.

[sunting] Warna Kebanggaan


Resimen Mahasiswa Indonesia menggunakan baret ungu. Dalam aplikasinya di
lingkungan Menwa, warna ini mempunyai arti :

• Mulia
• Berpengetahuan
• Terpelajar

[sunting] Panca Dharma Satya


Panca Dharma Satya adalah janji Resimen Mahasiswa Indonesia :

1. Kami adalah mahasiswa warga Negara, Negara Kesatuan Republik Indonesia


yang berdasarkan Pancasila.
2. Kami adalah mahasiswa yang sadar akan tanggung jawab serta kehormatan akan
pembelaan negara dan tidak mengenal menyerah.
3. Kami Putra Indonesia yang berjiwa ksatria dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Mahaesa serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan.
4. Kami adalah mahasiswa yang menjunjung tinggi nama dan kehormatan Garba
Ilmiah dan sadar akan hari depan Bangsa dan Negara.
5. Kami adalah mahasiswa yang memegang teguh disiplin lahir dan batin, percaya
pada diri sendiri dan mengutamakan kepentingan Nasional di atas kepentingan
pribadi maupun golongan.

[sunting] Semboyan
Semboyan Resimen Mahasiswa Indonesia adalah "Widya Castrena Dharmasiddha",
berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti "Penyempurnaan Pengabdian Dengan Ilmu
Pengetahuan dan Ilmu Keprajuritan". Yang dimaksudkan oleh Ilmu Pengetahuan adalah
segala macam cabang keilmuan yang didapat saat menjadi mahasiswa. Hal ini
dipergunakan untuk menempuh jenjang karier, dengan tidak melupakan tujuan utama
melakukan pengabdian pada masyarakat.

Sedangkan Ilmu Keprajuritan adalah yang bersangkutan dengan jiwa keperwiraan,


keksatriaan serta kepemimpinan, bukan sekadar keahlian dalam bertempur atau pun yang
sejenis.
[sunting] Lambang Resimen Mahasiswa Mahawarman
Lambang Menwa terdiri atas lambang Garuda dan lambang sembilan unsur. Lambang
lengan dijahit di lengan kanan, sedangkan lambang sembilan unsur dijahit di lengan kiri
serta di baret ungu Menwa.

Lambang Garuda Resimen Mahasiswa Mahawarman

[sunting] Sejarah
Tanggal 13 Juni - 14 September 1959 diadakan wajib latih bagi para mahasiswa di Jawa
Barat. Mahasiswa yang memperoleh latihan ini siap mempertahankan home-front dan
bila perlu ikut memanggul senjata ke medan laga. Mahasiswa-mahasiswa walawa
(WAJIB LATIH) dididik di Kodam VI/ Siliwangi dan para walawa diberi hak
mengenakan lambang Siliwangi.

Pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta, Komando Pimpinan Besar Revolusi


Presiden RI Bung Karno mencetuskan Trikora. Seluruh rakyat menyambut komando ini
dengan gegap gempita dengan semangat revolusi untuk merebut Irian Barat; termasuk
juga mahasiswanya.

Isi Trikora:

1. Pantjangkan Sangsaka Merah Putih di Irian Barat


2. Gagalkan Negara Boneka Papua
3. Adakan Mobilisasi Umum

Sejak Trikora bergema maka kewaspadaan nasional makin diperkuat, makin memuncak
sehingga timbul rencana pendidikan perwira cadangan di Perguruan Tinggi.

Berdasarkan dua surat keputusan Pangdam VI Siliwangi, maka oleh pihak Universitas
pada 20 Januari 1962 dibentuk suatu badan koordinasi yang diberi nama Badan Persiapan
Pembentukan Resimen Serba Guna Mahasiswa Dam VI Siliwangi (disingkat BPP)
Resimen Mahasiswa DAM VI/ Siliwangi, beranggotakan :
1. Prof. drg. R. G. Surya Sumantri ( Rektor Unpad) selaku Koordinator
2. Dr. Isrin Nurdin (Pembantu Rektor ITB) selaku Wakil Koordinator I
3. Drs. Kusdarminto (PR Unpar) selaku wakil Koordinator II
4. Major. Moch. Sunarman dari PUS PSYAD pada waktu itu selaku sekretaris.

Pada Februari 1962 diadakan Refreshing Course selama sepuluh minggu di Resimen
Induk Infantri dan dilanjutkan dengan latihan selama 14 hari yang dikenal dengan
sebutan Latihan Pasopati. Pada 20 Mei 1962 anggota Resimen Mahasiswa Angkatan
1959 dilantik oleh Pangdam VI/SLW menjadi bagian organik dari Kodam VI/SLW.

Dalam rencana kerja empat tahunnya tercantumlah pembentukan kader inti dan ini sudah
terlaksana sejak permulaan semester 2 tahun ajaran 1962-1963. termasuk pembentukan
kader inti putri. Mahasiswa/i Jabar (Bandung khususnya) mengikuti Latihan di Bihbul,
tempat penggodokan prajurit-prajurit TNI. (Sekarang Secaba Dam III/ Slw, Bihbul).
Satuan-satuan inti dari Yon mahasiswa dari beberapa universitas dan akademi dikirim ke
tempat ini di bawah asuhan pelatih-pelatih dari RINSIL. 12 Juni 1964 keluarlah Surat
Keputusan Menteri Koordinator Komponen Pertahanan dan Keamanan DR. A.H.
Nasution Jenderal TNI yang mengesahkan Duaja Resimen Mahawarman. Penyerahan
Duaja dilakukan oleh Menko sendiri. Garuda Mahawarman resmi berdiri berdampingan
dengan Harimau Siliwangi.

[sunting] Nama Skomen (Menwa di Tingkat Provinsi)


di Republik Indonesia
• Indra Pahlawan di Riau
• Jayakarta di Daerah Khusus Ibukota Jakarta
• Mahabanten di Banten
• Mahadarma di Timor Timur (belum dibubarkan hingga 10 Oktober 2004)
• Mahadwiyudha di Bengkulu
• Mahadana di Nusa Tenggara Timur
• Mahadasa di Aceh
• Mahadipa di Jawa Tengah
• Mahajani Nusa Tenggara Barat
• Mahakarta Daerah Istimewa Yogyakarta
• Mahaleo di Sulawesi Tenggara
• Mahamaku di Maluku
• Mahanata di Kalimantan Selatan
• Mahapura di Kalimantan Barat
• Maharatan di Lampung
• Maharuyung di Sumatera Barat
• Mahasamra di Sulawesi Utara
• Ugracena di Bali
• Mahasurya di Jawa Timur
• Mahatara di Sumatera Utara
• Mahawarman di Jawa Barat
• Mahawijaya di Sumatera Selatan
• Mahacandra di Irian Jaya/Papua
• Mulawarman di Kalimantan Timur
• Pawana Cakti di Sulawesi Tengah
• Sultan Thaha di Jambi
• Wolter Monginsidi di Sulawesi Selatan
• Mahabahari di Kepulauan Riau

[sunting] Alumni Menwa yang Terkenal


• Menwa Batalyon I/ITB
o Arifin Panigoro
o Budiono Kartohadiprojo
o Fadel Muhammad
o Harjanto Dhanutirto
o Rama Royani
• Menwa Akademi Teknik Jenderal Achmad Yani
o Abdullah Gymnastiar
• Menwa Batalyon II/Unpad
o Nugraha Besoes
o Prof. H. Himendra W, dr, SpAn, KIC
o Yusuf Anwar
o Prof. Dr. Nasrullah Natsir
• Menwa Universitas Indonesia
o Ismeth Abdullah
• Menwa Universitas Brawijaya
o Prof. Ir. Syamsul Bahri, MS
Masa Perjuangan Pergerakan Nasional

Sejarah perjuangan pergerakan nasional dimulai sebagai babakan baru dengan lahirnya
gerakan “BOEDI OETOMO” pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa STOVIA
Jakarta. BOEDI OETOMO merupakan wadah pergerakan kebangsaan yang kemudian
menentukan perjuangan nasional selanjutnya. Dengan lahirnya gerakan ini, maka terdapat
cara dan kesadaran baru dalam kerangka perjuangan bangsa menghadapi kolonial
Belanda dengan membentuk organisasi berwawasan nasional. Organisasi ini merupakan
salah satu upaya nyata untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan dan selanjutnya
terbentuklah berbagai organisasi perjuangan yang lain, seperti Syarikat Dagang Islam,
Indische Partij dan lain sebagainya.
Mahasiswa Indonesia di negeri Belanda pada tahun 1908 mendirikan Indische Verenigde
(VI) yang berubah menjadi Perkoempoelan Indonesia (PI), kemudian pada tahun 1922
berubah lagi menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI). Sejak itu hingga tahun 1924 PI tegas
menuntut kemerdekaan Indonesia, hingga pada dekade ini, para pemuda mahasiswa
Indonesia yang belajar di luar negeri telah membuka lembaran baru bangsa Indonesia
untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia melalui forum luar negeri.

Perhimpoenan Indonesia (PI-1922), Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI-


1926) dan Pemoeda Indonesia (1927) merupakan organisasi pemuda dan mahasiswa yang
memiliki andil besar dalam merintis dan menyelenggarakan Kongres Pemoeda Indonesia
tahun 1928, kemudian tercetuslah “Soempah Pemoeda”. Dengan demikian, semangat
persatuan dan kesatuan semakin kuat menjadi tekad bagi setiap pemuda Indonesia dalam
mencapai cita-cita Indonesia merdeka.

Masa Pendudukan Jepang

Tekanan pemerintah Jepang mengakibatkan aktifitas pemuda dan mahasiswa menjadi


terbatas, bahkan menjadikan mereka berjuang di bawah tanah. Sekalipun demikian para
pemuda mahasiswa mampu mengorganisir dirinya dengan mengadakan sidang pertemuan
pada tanggal 3 Juni 1945 di Jl. Menteng 31 Jakarta, dengan menghasilkan keputusan
bahwa pemuda mahasiswa bertekad dan berkeinginan kuat untuk merdeka dengan
kesanggupan dan kekuatan sendiri. Keputusan tersebut kemudian dikenal dengan Ikrar
Pemoeda 3 Joeni 1945.

Menjelang Jepang terpuruk kalah tanpa syarat dalam Perang Dunia II, untuk memperkuat
posisinya di Indonesia, Jepang melatih rakyat dengan latihan kemiliteran. Tidak
ketinggalan pemuda, pelajar dan mahasiswa. Pasukan pelajar dan mahasiswa yang
dibentuk oleh Jepang disebut dengan “GAKUKOTAI”.

Masa Kemerdekaan

Meskipun kemerdekaan Indonesia telah diproklamirkan, keikutsertaan pemuda dan


mahasiswa terus berlanjut dengan perjalanan sejarah TNI. Tanggal 23 Agustus 1945,
PPKI membentuk BKR. Di lingkungan pemuda dan mahasiswa dibentuk BKR Pelajar.
Setelah mengikuti kebijakan Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, maka diubah menjadi
TKR, sedangkan di lingkungan pelajar dan mahasiswa diubah menjadi TKR Pelajar.

Pada tanggal 24 Januari 1946 TKR diubah lagi menjadi TRI. Untuk mengikuti kebijakan
Pemerintah ini, pada kesekian kalinya, laskar dan barisan pemuda pelajar dan mahasiswa
mengubah namanya. Nama-nama tersebut menjadi bermacam-macam antara lain: TRIP,
TP, TGP, MOBPEL dan CM.

Pada tanggal 3 Juni 1946, Presiden RI telah mengambil keputusan baru untuk mengubah
TRI menjadi TNI. Keputusan ini dimaksudkan agar dalam satu wilayah negara kesatuan,
yaitu tentara nasional hanya mengenal satu komandan. Dengan demikian maka laskar dan
barisan pejuang melebur menjadi satu dalam TNI. Sementara itu laskar pelajar dan
mahasiswa disatukan dalam wadah yang kemudian dikenal sebagai “Brigade 17/TNI-
Tentara Pelajar”. Peleburan badan-badan perjuangan di kalangan pemuda pelajar dan
mahasiswa ini merupakan manifestasi dari semangat nilai-nilai persatuan dan kesatuan,
kemerdekaan serta cinta tanah air, dalam kadarnya yang lebih tinggi. Semangat berjuang,
berkorban dan militansi untuk mencapai cita-cita luhur dan tinggi, merupakan motivasi
pemuda pelajar dan mahasiswa yang tidak pernah padam hingga sekarang, yaitu dengan
mengisi kemerdekaan melalui pembangunan nasional.

Masa Penegakan Kedaulatan Republik Indonesia

Dengan diakuinya kedaulatan Negara Kesatuan RI sebagai hasil keputusan Konferensi


Meja Bundar 27 Desember 1949 di Den Haag, maka perang kemerdekaan yang telah
mengorbankan jiwa raga dan penderitaan rakyat berakhir sudah. Karenanya Pemerintah
memandang perlu agar para pemuda pelajar dan mahasiswa yang telah ikut berjuang
dalam perang kemerdekaan, dapat menentukan masa depannya, yaitu perlu diberi
kesempatan untuk melanjutkan tugas pokoknya, “BELAJAR”. Sehingga pada tanggal 31
Januari 1952 Pemerintah melikuidasi dan melakukan demobilisasi Brigade 17/TNI-
Tentara Pelajar. Para anggotanya diberi dua pilihan, terus mengabdi sebagai prajurit TNI
atau melanjutkan studi.

Kondisi sosial ekonomi dan politik di dalam negeri sebagai akibat dari pengerahan tenaga
rakyat dalam perang kemerdekaan, dianggap perlu diatur dan ditetapkan dengan Undang-
Undang. Maka dikeluarkanlah UU Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara.
Pada dekade 1950-an, ternyata perjalanan bangsa dan negara ini mengalami banyak
ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Pemberontakan demi pemberontakan
terjadi di tengah-tengah perjuangan untuk membangun dirinya. Pemberontakan itu antara
lain DI/TII, pemberontakan Kartosuwiryo dan sebagainya. Pemberontakan meminta
banyak korban dan penderitaan rakyat banyak. Rakyat tidak bisa hidup dengan tenang,
karena situasi tidak aman dan penuh kecemasan.

Memperhatikan kondisi semacam itu, satu tradisi lahir kembali. Para mahasiswa terjun
dalam perjuangan bersenjata untuk ikut serta mempertahankan membela NKRI bersama-
sama ABRI. Sebagai realisasi pelaksanaan UU Nomor 29 Tahun 1954, diselenggarkan
Wajib Latih di kalangan mahasiswa dengan pilot proyek di Bandung pada tanggal 13 Juni
1959, yang kemudian dikenal dengan WALA 59 (Wajib Latih tahun 1959). WALA 59
merupakan batalyon inti mahasiswa yang merupakan cikal bakal Resimen Mahasiswa
sekarang ini. Kemudian disusul Batalyon 17 Mei di Kalimantan Selatan. Bermula dari
itulah, pada masa demokrasi terpimpin dengan politik konfrontasi dalam hubungan luar
negeri, telah menggugah semangat patriotisme dan kebangsaan mahasiswa untuk
mengabdi kepada nusa dan bangsa sebagai sukarelawan. Penyelenggaraan pendidikan
dan latihan kemiliteran selanjutnya dilaksanakan untuk mempersiapkan mahasiswa
sebagai potensi pertahanan dan keamanan negara melalui RINWA (Resimen Induk
Mahasiswa), yang selanjutnya namanya berubah menjadi MENWA (Resimen
Mahasiswa).

Masa Orde Lama


Persiapan perebutan Irian Barat ditandai dengan upaya-upaya memperkuat kekuatan
nasional. Di lingkungan mahasiswa dikeluarkan Keputusan Menteri Keamanan Nasional
Nomor: MI/B/00307/61 tentang Latihan Kemiliteran di perguruan tinggi sebagai
“Pendahuluan Wajib Latih Mahasiswa”. Dengan dicanangkannya operasi pembebasan
Irian Barat pada tanggal 19 Desember 1962, dikenal dengan TRIKORA, maka untuk
menindaklanjutinya, Menteri PTIP mengeluarkan Instruksi Nomor 1 Tahun 1962 tentang
Pembentukan Korps Sukarelawan di lingkungan Perguruan Tinggi. Berikutnya, kedua
keputusan di atas disusul dengan Keputusan Bersama Wampa Hankam dan Menteri PTIP
Nomor: M/A/20/1963 tanggal 24 Januari 1963 tentang Pelaksanaan Wajib Latih dan
Pembentukan Resimen Mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi. Pengembangannya
dilakukan dalam satuan-satuan Resimen Induk Mahasiswa (RINWA), yang diatur dalam
Keputusan Bersama Wampa Hankam dan Menteri PTIP Nomor: 14A/19-20-21/1963
tentang Resimen Induk Mahasiswa.

Tahun 1964 melalui Instruksi Menko Hankam/Kasab Nomor: AB/34046/1964 tanggal 21


April 1964 dilakukan pembentukan Menwa di tiap-tiap Kodam. Hal ini dipertegas dengan
Keputusan Bersama Menko Hankam/Kasab dan Menteri PTIP Nomor: M/A/165/1965
dan Nomor: 2/PTIP/65 tentang Organisasi dan Prosedur Resimen Mahasiswa, Menwa
ikut serta mendukung operasi Dwikora (Dwi Komando Rakyat) tanggal 14 Mei 1964.
Sebagai bukti keikutsertaan ini dapat diketahui bahwa hingga tanggal 20 Mei 1971,
sebanyak 802 (delapan ratus dua) orang anggota Menwa memperoleh anugerah “Satya
Lencana Penegak” dan beberapa memperoleh anugerah “Satya Lencana Dwikora”.

Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, di mana Menwa memiliki andil yang besar
dalam membantu menegakkan NKRI, maka PKI (Partai Komunis Indonesia) merasakan
ancaman, sehingga pada tanggal 28 September 1965, Ketua PKI D.N. Aidit menuntut
kepada Presiden Soekarno supaya Resimen Mahasiswa yang telah dibentuk di seluruh
Indonesia dibubarkan. Tetapi hal itu tidak berhasil.

Masa Orde Baru

Peran Resimen Mahasiswa terus berlanjut dalam bidang Pertahanan Keamanan Negara,
sekalipun tantangan juga semakin besar. Pada masa awal Orde Baru, keterlibatan Menwa
cukup besar dalam penumpasan sisa-sisa G 30 S/PKI, dilanjutkan dengan menjadi bagian
dari Pasukan Kontingen Garuda ke Timur Tengah, operasi teritorial di Timor Timur dan
sebagainya. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan dasar kemiliteran untuk
menciptakan kader dan generasi baru bagi Menwa juga terus dilaksanakan.

Di lain pihak, di lingkungan Perguruan Tinggi pada tahun 1968 dikeluarkan keputusan
untuk wajib latih bagi mahasiswa (WALAWA) dan wajib militer bagi mahasiswa
(WAMIL) berdasarkan Keputusan Menhankam Nomor: Kep/B/32/1968 tanggal 14
Februari 1968 tentang Pengesahan Naskah Rencana Realisasi Program Sistem Wajib
Latih dan Wajib Militer bagi Mahasiswa. Dilanjutkan operasionalisasinya dengan
Keputusan Bersama Dirjen Dikti dan Kas Kodik Walawa Nomor 2 Tahun 1968 dan
Nomor: Kep/002/SKW-PW/68. Program ini kemudian diganti dengan Pendidikan
Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan (PACAD) pada tahun 1973 (Keputusan
Bersama Menhankam/Pangab dan Menteri P & K Nomor: Kep/B/21/1973 dan Nomor:
0228/U/1973 tanggal 3 Desember 1973 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Kewiraan
dan Pendidikan Perwira Cadangan di Perguruan Tinggi/Universitas/Akademi). Program
WALAWA ini diikuti oleh seluruh mahasiswa dan berbeda dengan Menwa
keberadaannya.

Pada tahun 1974 Program WALAWA dibubarkan, dan pada tahun 1975 sejalan dengan
perkembangan dan kemajuan penyempurnaan organisasi Menwa terus diupayakan.
Setelah dikeluarkan Keputusan Bersama Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri
Nomor: Kep/39/XI/1975, Nomor: 0246 a/U/1975 dan Nomor: 247 Tahun 1975 tanggal
11 November 1975 tentang Pembinaan Organisasi Resimen Mahasiswa Dalam Rangka
Mengikutsertakan Rakyat Dalam Pembelaan Negara, disebutkan bahwa Resimen
Mahasiswa dibentuk menurut pembagian wilayah Propinsi Daerah Tingkat I sehingga
berjumlah 27 Resimen Mahasiswa di Indonesia. Sedangkan keanggotaan Menwa adalah
mahasiswa yang telah lulus pendidikan Menwa (latihan dasar kemiliteran) dan Alumni
Walawa.

Sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut di atas, dikeluarkan Keputusan Bersama


Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/02/I/1978, Nomor:
05/a/U/1978 dan Nomor: 17A Tahun 1978 tanggal 19 Januari 1978 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pembinaan Organisasi Resimen Mahasiswa, hingga kemudian dalam
perkembangannya dilakukan lagi penyempurnaan peraturan pada tahun 1994.

Pada tanggal 28 Desember 1994 Organisasi Menwa mengalami penyempurnaan melalui


Keputusan Bersama Menhankam, Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/11/XII/1994,
Nomor: 0342/U/1994 dan Nomor: 149 Tahun 1994 tanggal 28 Desember 1994 tentang
Pembinaan dan Penggunaan Resimen Mahasiswa Dalam Bela Negara. Sebagai
pelaksanaan ketentuan tersebut dikeluarkan serangkaian keputusan pada Direktur
Jenderal terkait dari ketiga Departemen Pembina, yang terdiri atas Keputusan Dirjen
Persmanvet Dephankam RI Nomor: Kep/03/III/1996 tanggal 14 Maret 1996 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan dan Latihan Resimen Mahasiswa, Nomor:
Kep/04/III/1996 tanggal 14 Maret 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pakaian Seragam,
Tunggul dan Dhuaja Menwa dan Pemakaiannya dan Nomor: Kep/05/III/1996 tanggal 14
Maret 1996 tentang Peraturan Disiplin Resimen Mahasiswa. Serta Keputusan Dirjen
Dikti Depdikbud RI Nomor: 522/Dikti/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan
Satuan Resimen Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Masa Reformasi

Pada masa reformasi yang salah satu agendanya adalah penghapusan Dwi Fungsi TNI,
berimbas pada keberadaan Resimen Mahasiswa Indonesia, karena Menwa dianggap
merupakan perpanjangan tangan TNI di lingkungan perguruan tinggi. Kemudian muncul
tuntutan pembubaran Menwa di berbagai perguruan tinggi pada awal tahun 2000, namun
Menwa tetap eksis hingga sekarang.
Menyikapi tuntutan tersebut, para Pimpinan Menwa di berbagai daerah baik Komandan
Satuan maupun Kepala Staf Resimen Mahasiswa mengadakan berbagai koordinasi
tingkat regional dan nasional, antara lain dilaksanakan di Bandung, Yogyakarta, Bali dan
Jakarta.

Para Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan yang dikoordinasikan oleh Dirmawa
Ditjen Dikti Depdiknas juga membentuk tim untuk membahas masalah Menwa dan
mengadakan pertemuan di Yogyakarta, Jakarta dan terakhir di Makassar pada awal
sampai pertengahan tahun 2000.

Pada akhir September 2000 diadakan Rapat Koordinasi antara tim PR III Bidang
Kemahasiswaan dengan seluruh Kepala Staf Resimen Mahasiswa se-Indonesia di Asrama
Haji Pondok Gede, Jakarta Timur yang menghasilkan rancangan Keputusan Bersama 3
Menteri (Menhan, Mendiknas dan Mendagri) yang baru.

Pada tanggal 11 Oktober 2000 diterbitkan Keputusan Bersama Menhan, Mendiknas dan
Mendagri & OtdaNomor: KB/14/M/X/2000, Nomor: 6/U/KB/2000 dan Nomor: 39 A
Tahun 2000 tanggal 11 Oktober 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen
Mahasiswa. Sebagai penjabaran ketentuan dari KB 3 Menteri tersebut, dikeluarkan
serangkaian surat dari Dirjen terkait dari 3 Departemen Pembina, yakni: Surat Mendagri
& Otda RI Nomor: 188.42/2764/SJ tanggal 23 Nopember 2000 tentang Keputusan
Bersama Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah, Surat Edaran Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor: 212/D/T/2001 tanggal
19 Januari 2001 tentang Tindakan Keputusan Bersama Tiga Menteri, Surat Telegram
Dirjen Sundaman Dephan RI Nomor: ST/02/I/2001 tanggal 23 Januari 2001 tentang
Kedudukan Resimen Mahasiswa, Surat Telegram Dirjen Sundaman Dephan RI Nomor:
ST/03/2001 tanggal 9 Februari 2001, Surat Telegram Dirjen Pothan Dephan RI Nomor:
ST/06/2001 tanggal 18 Juli 2001 dan Surat Dirjen Kesbangpol Depdagri RI Nomor:
340/294.D.III tanggal 28 Januari 2002.

Para Kepala Staf Resimen Mahasiswa se-Indonesia terus mengadakan berbagai


pertemuan yang akhirnya bersepakat perlu adanya organisasi Menwa di tingkat Nasional
sehingga terbentuk Badan Koordinasi Nasional Corps Resimen Mahasiswa Indonesia
(BAKORNAS CRMI), yang disahkan keberadaannya pada Rapat Komando Nasional
yang pada waktu itu karena ingin menyesuaikan dengan tuntutan reformasi maka diberi
nama menjadi Kongres Resimen Mahasiswa Indonesia tahun 2002 di Medan.

Walaupun arah pembinaan dan pemberdayaan Menwa menjadi kurang optimal dengan
belum terbitnya Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) dari KB 3
Menteri tersebut di atas, pengabdian Menwa terus berlanjut. Salah satunya adalah sebagai
pelopor pembentukan posko relawan kemanusiaan yang dikoordinasikan oleh Dephan RI
untuk bencana Tsunami Aceh pada akhir Desember 2004 sampai dengan pertengahan
2005. Demikian juga ketika terdapat bencana gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006,
Menwa dari berbagai daerah juga mengirimkan relawannya.
Dalam perkembangan terakhir, BAKORNAS CRMI dirasa kurang efektif karena
berbagai kendala teknis. Dan dalam Rakomnas (Rapat Komando Nasional) Resimen
Mahasiswa Indonesia di Jakarta pada tanggal 24-26 Juli 2006 yang dihadiri oleh
pimpinan Komando Resimen Mahasiswa Indonesia tingkat propinsi dan pimpinan
Komandan Satuan Perguruan Tinggi dari seluruh Indonesia, BAKORNAS CRMI di
bubarkan dan dibentuk badan tingkat nasional baru yakni Komando Nasional Resimen
Mahasiswa Indonesia atau disingkat KONAS MENWA INDONESIA, sebagai lembaga
kepemimpinan struktural Menwa di tingkat nasional. Lembaga baru ini kian eksis hingga
saat ini setelah mampu mendorong kembali pelaksanaan latsarmil, dan pendidikan
lanjutan bagi anggota Menwa, serta menghidupkan kembali satuan-satuan Menwa yang
vakum serta membangun Staf Komando Resimen (SKOMEN) Menwa di provinsi-
provinsi baru. KONAS MENWA INDONESIA juga melakukan terobosan baru dengan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan tingkat nasional serta memperkuat aspek
legalitas MENWA Indonesia, antara lain dengan mengeluarkan berbagai Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak) seperti Juklak pembinaan dan Perberdayaan Resimen Mahasiswa
Indonesia, Juklak Pendidikan dan Latihan Resimen Mahasiswa Indonesia, Juklak
Peraturan Disiplin Resimen Mahasiswa Indonesia, sambil memproses revisi SKB 3
Menteri menjadi SKB 4 Menteri, termasuk melaksanakan berbagai kegiatan sebagai
mana dituangkan dalam buku profil ini. Hingga saat ini KONAS MENWA INDONESIA
merupakan struktur organisasi tertinggi Resimen Mahasiswa Indonesia dalam hal
koordinasi serta komando organisasi Menwa di tingkat nasional.

2010 22:44
Sebagaimana eksistensi Menwa yang seiring dengan proses perjuangan kebangsaan, yang
dimaksud dengan Pendiri MENWA adalah sebagaimana periodisasi sebagai berikut;

1. Masa Perjuangan Kemerdekaan (era TP/TRIP/CM) adalah Kepala Staf Angkatan


Perang (KASAP) RI, Jenderal T.B. Simatupang di tahun 1946, tentang pembentukan
Brigade XVII yang terdiri atas kesatuan Tentara Pelajar (TP), Tentara Republik Indonesia
Pelajar (TRIP), Tentara Genie Pelajar (TGP) dan Corps Mahasiswa (CM) dengan para
tokoh pimpinannya seperti Mas Isman, Prof. DR. Mahar Mardjono, Chaerul Saleh,
Koento Wijoyo, Prof. DR. Erie Sadewo, Prof. Dr. Satrio, Prof. Dr. Sri Soemantri
Martosuwignyo, SH., Lafran Pane, Sutan Takdir Alisyahbana, Prof. DR. Daoed Joesoef,
Prof. DR. Ir. Rooseno, dan masih banyak yang lainnya.

2. Masa Perjuangan DWIKORA-TRIKORA dengan nama WALAWA adalah Kepala


Staf Angkatan Bersenjata (KASAB) RI, Jenderal Besar A.H. Nasution ditahun 1961
dengan radiogram No.1 ke setiap Kodam untuk pembentukan dan pelatihan Wajib Latih
Mahasiswa (WALAWA) di setiap Perguruan Tinggi di wilayah masing-masing.

3. Masa Pemerintahan Orde Baru dengan nama MENWA adalah Mendikbud RI, Prof.
DR. Daoed Joesoef dan PANGAB, Jenderal M. Joesoef di tahun 1978 (seiring terbitnya
SKB tiga Menteri tentang Pembinaan Resimen Mahasiswa
4. Masa pemerintahan saat ini, dengan nama Komando Nasional Resimen Mahasiswa
Indonesia (KONAS MENWA Indonesia) didirikan oleh Para Pimpinan Menwa Tingkat
Propinsi dan Tingkat Perguruan Tinggi seluruh Indonesia dalam RAKOMNAS MENWA
Indonesia pada 24-26 Juli 2006 di Jakarta

LAMBANG RESIMEN MAHASISWA INDONESIA

MAKNA UNSUR LAMBANG

1. Perisai Segilima

Menggambarkan keteguhan sikap

2. Padi dan Kapas

Menggambarkan dasar bernegara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

3. Bintang , Sayap Burung , Jangkar dan Lambang Polri

Resimen Mahasiswa berada di bawah naungan ketiga unsur angkatan dan Polri

4. Pena dan Senjata

Di dalam pengabdiannya, wira melakukan keselarasan antara ilmu pengetahuan dan ilmu
keprajuritan.
5. Buku Tulis

Tugas pokok setiap wira adalah mengembangkan ilmu pengetahuan, di samping


melaksanakan tugas-tugas kemenwaan.

6. Semboyan

Widya Castrena Dharma Siddha

PATAKA RESIMEN MAHASISWA INDONESIA

BENDERA RESIMEN MAHASISWA INDONESIA

SUSKAPIN Resimen Mahasiswa


(MENWA)
Written by Connie Rahakundini bakrie
Monday, 14 December 2009
Beberapa negara seperti AS dan Inggris mengorganisasikan
komponen cadangan nasionalnya secara sangat spesifik. Di AS misalnya, komponen
cadangan nasionalnya terdiri dari: (i) Marine Reserve Force; (ii) Naval Reserve Force;
(iii) Air force Reserve; (iv) US Coast Guard Reserve; (v) US Army Reserve; serta (vi)
Army National Guard; dan masing-masing komponen mempunyai code of conduct
sendiri. Sementara itu Inggris membagi komponen cadangan nasionalnya menjadi: (i) the
Reserve of Army; (ii) Royal Navy Reserve; (iii) Royal Marine Reserve; dan (Royal
Auxiliary Air Force Reserve. Sementara di Filipina, komponen cadangan terdiri dari dua
bagian:
(1) Auxiliary Reserve Units – yang direkrut dari kaum sipil yang bekerja di sektor publik;
dan (2) Citizens Armed Forces Geographic Units (CAFGUs) yang direkrut dari penduduk
sipil biasa. CAFGUs itu sendiri dibagi lagi menjadi dua bagian: (a) non-active military
reserve; dan (b) militia units (kelompok paramiliter) yang ditugaskan untuk melakukan
aktivitas counter-insurgency.

Ada dua pola pengangkatan komponen cadangan nasional yang umum dilakukan, pertama
adalah enlistment, yaitu pewajiban bagi mereka yang memenuhi syarat kesehatan, dll; dan
cara kedua adalah recruitment melalui pendaftaran secara sukarela. Hal ini berbeda
dengan RUU kita yang mewajibkan seluruh warganegara untuk melakukan military
service, mungkin maksudnya mengikuti pola seperti Israel, yang jika saja dikelola dan
diorganisir dengan baik dan terintegrasi deperti di Israel, dipastikan akan menjadi
kekuatan maha dahsyat yang potensial dan dapat dipergunakan oleh negara sewaktu
waktu jika diperlukan.

Berunsurkan warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana
nasional. Komponen Cadangan terdiri atas Komponen Cadangan Matra Darat, Komponen
Cadangan Matra Laut dan Komponen Cadangan Matra Udara yang dibentuk secara adil
dan merata diseluruh wilayah negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Komponen Cadangan disusun dalam struktur organisasi yang berbentuk satuan
sebagaimana yang berlaku pada masing-masing struktur organisasi Angkatan Darat,
Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Sebagai unsur potensial Komponen Cadangan Pertahanan Negara, organisasi Resimen


Mahasiswa telah mengorganisir diri di setiap tingkatan hirarki kewilayahan mulai dari
Tingkat Kampus (Satuan Resimen Mahasiswa), Tingkat Lokal (Sub Resimen Mahasiswa),
Tingkat Provinsional (Komando Resimen Mahasiswa) dan di Tingkat Pusat (Komando
Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia).

Sekilas gambar pada acara paparan tentang Suskapin Menwa di Batalyon 302
Makkopassus Cijantung III beberapa waktu yang lalu. Selamat belajar, berlatih dan
berjuang adik adik, tetaplah bersemangat dan bersatu, karena di tanganmu semua masa
depan bangsamu ini berada !
Skep Dewan Korps
Mahawarman
Written by Seli
Thursday, 19 June 2008
KOMANDO RESIMEN MAHASISWA MAHAWARMAN

JAWA BARAT

SURAT KEPUTUSAN
Nomor : SKEP / 185 / A / VI / 2008

Tentang

PENGANGKATAN DEWAN KORPS MAHAWARMAN


PERIODE 2008 – 2010

KOMANDO RESIMEN MAHASISWA MAHAWARMAN

Menimbang : Dalam rangka pembinaan dan kelancaran organisasi


Resimen Mahasiswa Mahawarman Jawa Barat dipandang perlu segera
mengeluarkan Surat Keputusan Pengangkatan Dewan Korps Mahawarman Periode 2008 –
2010

Mengingat :1. Surat Keputusan Kongres Mahawarman Jawa Barat


Nomor : SKEP / 01 / A / VI / 2006 tentang Pengesahan Dewan Korps Resimen
Mahasiswa Mahawarman Jawa Barat

1. Surat Keputusan Bersama Menhan, Mendiknas,Mendagri dan Otonomi Daerah


Nomor : KB / 14 / M / X / 2000, 6 / u / KB / 2000 dan 39 A tahun 2000 tanggal 11
Oktober 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa
Indonesia
2. Surat Keputusan Danmenwa Mahawarman Jawa Barat Nomor : SKEP / 219 / A /
VII / 2006 tanggal 4 Juli 2006 tentang Pengesahan Naskah Rako XIII

Memperhatikan : Hasil rapat Alumni tanggal 29 Desember 2007 tentang


Pengangkatan Dewan Korps Mahawarman

MEMUTUSKAN

Menetapkan :1. Mengangkat kepada nama – nama yang terlampir sebagai


Dewan Korps Mahawarman Periode 2008 – 2010

1. Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

Dengan catatan :
Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini akan
diadakan perubahan/ralat seperlunya.

Salinan : Surat Keputusan ini disampaikan kepada :

1. Gubernur Propinsi Jawa Barat


2. Aster Kasdam III / Siliwangi
3. Para Dansat di Jajaran Menwa Mahawarman Jawa Barat
4. Arsip

Petikan : Surat Keputusan ini disampaikan kepada yang berkepentingan untuk


dipergunakan dan diindahkan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Bandung
Pada tanggal : 17 Juni 2008
KOMANDAN RESIMEN MAHASISWA

ttd

PROF. DR. SOEDJONO D. SH. MBA. MM.


BRIGJEN TNI ( PURN )

S. Ketetapan Kongres
Mahawarman
Written by Administrator
Friday, 20 June 2008
SURAT KETETAPAN
NO : 001/KM/VI/2006

TENTANG PEMBENTUKAN KORPS MAHAWARMAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KONGRES MAHAWARMAN


TAHUN 2006 DENGAN INI,

MENIMBANG

1. Program kerja demi berjalannya organisasi dan pencapaian tujuan organisasi


dengan sebaik-baiknya dalam tiga tahun kedepan.
2. Program kerja diharapkan dapat menjadi panduan dan pedoman bagi setiap
pengurus dan anggota KORPS MAHAWARMAN TAHUN 2006 untuk mematuhi
dan menjalankannya dengan penuh tanggung jawab yang tinggi.

MENGINGAT

1. SK Komandan Resimen Mahasiswa Mahawarman Jawa Barat, Nomor :


SKEP/140/A/IV/2006, tentang pembentukan panitia pelaksana kongres
mahawarman tanggal 17 s.d 18 Juni 2006.

MEMPERHATIKAN

1. Usulan dan rancangan draft yang dibuat SC/Panitia Kongres


2. Aspirasi dan Usulan peserta Korps Mahawarman tahun 2006

MEMUTUSKAN
Menetapkan,

1. Dibentuk Dewan Korps Mahawarman yang terdiri dari perwakilan masing-masing


Batalyon, Kompi BS dan Detasemen atas Rekomendasi dari Komandan Satuan
masing-masing.
2. Perwakilan Dewan Korps Mahawarman terdiri dari Batalyon 1 orang, Batalyon
Gabungan 2 orang, Kompi BS 1 orang.
3. Pengumpulan nama dari masing-masing perwakilan tersebut harus diserahkan
paling lambat dua mingu dari ditetapkan keputusan ini.
4. Tindak lanjut dari hasil kongres akan dilaksanakan Rapat Dewan Korps
Mahawarman selambat-lambatnya 1 bulan dari tanggal ditetapkan keputusan ini.

Ditetapkan di : Bandung
Pada Tanggal : 17 Juni 2006
Pukul : 15.45 WIB

PIMPINAN SIDANG
KONGRES MAHAWARMAN TAHUN 2006

YAKOBUS SM DRS. H. YAYAT HIDAYAT., MSi


KETUA WAKIL KETUA I
NAZARUDIN RIAN YUNITA, AKS
WAKIL KETUA II

Peran Masyarakat dan Swasta Sebagai Sumber Daya Bangsa Guna Mendukung
Sistem Pertahanan Negara
Written by Ir. Arifin Panigoro
Thursday, 09 July 2009
Gagasan Korps Perwira Cadangan

Tugas bela negara bukanlah semata-mata tanggung-jawab tentara.


Pasal 30 Ayat 1 UUD 1945 secara tegas menyebutkan bahwa "Tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara". Selama kita
64 tahun menjalani kehidupan bernegara yang merdeka, berbagai gagasan tentang sistem
pertahanan negara telah kita kembangkan. Sebuah acuan yang kini berlaku ialah UU
Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Ketentuan umum pada Pasal 1 Ayat 2
UU tersebut menyebut adanya "sistem pertahanan semesta yang melibatkan seluruh warga
negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh
pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk
menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari
segala ancaman".

Merujuk pada pasal itu, jelas bahwa warga masyarakat dan swasta (korporasi) sebagai
sumber daya nasional dilibatkan dalam sistem pertahanan negara, paling tidak sebagai
Komponen Cadangan seperti dimaksud dalam Ayat 6, atau Komponen Pendukung (Ayat
7). Ada pun TNI berperan sebagai Komponen Utamanya (Ayat 5).

Pada bagian penjelasan UU Nomor 3 Tahun 2002 itu dikatakan bahwa dalam era
globalisasi ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi-informas i sangat
mempengaruhi pola dan bentuk ancaman.

Ancaman atas kedaulatan negara yang semula bersifat konvensional (militer) kini
berkembang menjadi multi-dimensional (militer dan nir-militer) , dengan sumber
ancaman dari dalam dan luar negeri. Ancaman yang bersifat multi-dimensional tersebut
bisa berupa penetrasi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun gangguan
keamanan yang terkait dengan kejahatan internasional, antara lain terorisme, imigran
gelap, bahaya narkotika, pencurian kekayaan alam, bajak laut, dan perusakan lingkungan.

Dengan demikian, permasalahan pertahanan menjadi begitu kompleks. TNI sendiri telah
mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan baru itu, antara lain dengan doktrin
Operasi Militer Bukan Perang (Military Operation Other Than War, MOOW), yakni
pengerahan kapasitas militer untuk operasi non-tempur. Toh, jangkauan operasi ini
terbatas. Dengan begitu, tantangan baru ini menuntut tanggung jawab semua instansi yang
terkait, baik instansi pemerintah, lembaga non-pemerintah, bahkan masyarakat luas.
Dalam konteks ini, di mana peran masyarakat dan swasta (lembaga non-pemerintah) ? UU
Nomor 3 Tahun 2002 itu sendiri jelas mengklasifikasikan bala pertahanan negara yang
tergolongkan pada tiga kelompok, yakni Komponen Utama (TNI), Komponen Cadangan
dan Komponen Pendukung. Hal ihwal tentang Komponen Cadangan itu kini sudah
tertuang dalam RUU tentang Komponen Cadangan Pertahanan Nasional yang draft
akademisnya telah berada di tangan DPR. Sedangkan Komponen Pendukung belum jelas
betul sosoknya.

Menurut draft yang ada, Komponen Cadangan pertahanan negara itu disiapkan untuk
dikerahkan melalui mobilisasi umum guna meningkatkan kapasitas Komponen Utama
(TNI). Karena mengandung frasa "mobilisasi umum", draft tersebut dikesankan sebagai
RUU Wajib Militer. Sementara itu, RUU yang sama menyebutkan bahwa Komponen
Pendukung adalah sumber daya bangsa yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan Komponen Utama dan Komponen Cadangan. Dan sementara ini disebut-
sebut bahwa Resimen Mahasiswa masuk dalam kategori Komponen Pendukung ini.
Dengan demikian, untuk pertanyaan di mana peran masyarakat dan swasta dalam sistem
pertahanan negara kita, jawabnya adalah pada Komponen Cadangan dan Komponen
Pendukung.

Namun, yang lebih utama adalah pertanyaan bagaimana pelembagaan dari Komponen
Cadangan dan Komponen Pendukung itu sendiri agar penggunaan sumber daya
pertahanan kita bisa lebih efektif dan efisien. Atau dengan kata lain, lebih ekonomis.
Salah satu pendekatan untuk membangun postur dan kelembagaan yang efektif atas
Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung itu ialah secara interaktif memadukan
gagasan yang muncul dengan hakekat ancaman terhadap pertahanan itu sendiri. Dan
hakekat ancaman ini pun berubah secara dinamis dari masa ke masa. Di sinilah
pentingnya disusun sebuah Strategic Defense Review (SDR) yang punya kedalaman,
hingga bisa menyentuh profil gangguan pada jangka pendek, menengah maupun jangka
panjang. SDR harus menjadi acuan bagi upaya membangun sistem Komponen Cadangan
dan Komponen Pendukung yang tangguh namun sekaligus ekonomis. Dari situlah
kemudian kita pertanyakan apakah kata kunci "mobilisasi umum" pada RUU Komponen
Cadangan Pertahanan Nasional itu bisa membangun sebuah kekuatan yang efektif. Ini
tentu bisa kita perdebatkan. Tetapi yang jelas, mobilisasi umum akan memakan biaya
besar. Bukankah ongkos besar itu akan lebih baik bila sebagian digunakan untuk
memperkuat kapasitas komponen utama yang ada. Misalnya, untuk kesejahteraan prajurit,
pemeliharaan alutsista, dan pemeliharaan kesamaptaan teknis.

Pemberdayaan Menwa

Ongkos membangun sebuah kekuatan cadangan akan lebih kecil bila kita memanfaatkan
"bahan baku" yang lebih siap pakai. Pengalaman kita selama 50 tahun dengan Resimen
Mahawarman membuktikan bahwa kita seharusnya bisa memetik sumber daya yang lebih
siap pakai untuk keperluan pertahanan negara dari Korps Baret Ungu tersebut. Namun,
sejarah menunjukkan bahwa kita telah menyia-nyiakan kapasitas lebih dari Resimen
Mahasiswa. Padahal kita bisa membayangkan betapa besar sebetulnya manfaat yang bisa
diraih bila para anggota dan alumni Menwa itu diberdayakan secara sistemik dalam upaya
bela negara.

Pada uraian di atas sudah disebutkan bahwa dalam tatanan yang akan dibangun, posisi
anggota Korps Baret Ungu yang mahasiswa aktif maupun para alumninya berada pada
jenjang Komponen Pendukung. Namun, para anggota Resimen Mahasiswa itu bisa kita
tingkatkan kompetensinya untuk memasuki jenjang Komponen Cadangan, melalui suatu
bentuk Korps Pendidikan Perwira Cadangan (Reserve Officer Training Corps, ROTC).
Dalam program ini, ketika anggota menwa lulus dari bangku perguruan tinggi, mereka
bukan saja menyandang gelar sebagai sarjana (S-1), namun lebih dari itu mereka juga
menjadi seorang perwira militer, yaitu Letnan Dua Cadangan. Kita tinggal
mensinkronkan, agar para anggota menwa tersebut mengambil kuliah dan latihan
kemiliteran yang tersistem dalam Satuan Kredit Semester (SKS), sehingga memiliki bekal
pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) sebagai perwira militer. Sedangkan sikap
postur (attitude) sebagai perwira, dibentuk dalam kegiatan sebagai warga Korps, yang
merupakan transformasi kegiatan kemenwaan yang kita lakukan selama ini. Setelah lulus
sebagai perwira, para alumni Menwa yang sekaligus Perwira Cadangan itu akan terjun ke
masyarakat, baik sebagai profesional, wirausaha, pegawai negeri, atau bahkan pekerja
seni misalnya. Tetapi sekaligus mereka pun langsung masuk ke dalam jajaran kekuatan
Komponen Cadangan.

Dalam suasana damai, pekerjaan apa pun yang mereka jalani tak menghilangkan hak dan
kewajiban mereka sebagai anggota satuan Komponen Cadangan. Tentunya dengan
terlebih jauh mengatur kewenangan, hak dan kewajiban mereka, serta kelembagaan yang
akan mengendalikan mereka sebagai bagian dari kekuatan Komponen Cadangan. Dengan
mencetak perwira dari perguruan tinggi itu, yang merupakan peran serta masyarakat yang
nyata dalam pembentukan sumber daya manusia bela negara yang berbasiskan tingkat
kesukarelaan yang tinggi, beban biaya yang harus ditanggung negara juga akan lebih
ringan. Belum lagi, dari aspek kecabangan militer, perwira dari "hasil cetakan" perguruan
tinggi itu akan lebih beragam dan lebih siap menghadapi berbagai aspek perang multi-
dimensional. Di sinilah ada imbal-balik dari segi mutu. Boleh jadi, dari aspek kemiliteran
inti, seperti aspek ke-infantri- an, kualitas perwira cetakan universitas itu mungkin tak
se-‘trengginas’ dari akademi militer. Namun dari segi kecabangannya, mereka bisa
diharapkan akan lebih mumpuni, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang diikuti dengan lebih intens oleh dunia perguruan tinggi. Perusahaan-
perusaha an swasta nasional (korporasi nasional), bahkan juga multi-nasional, bisa
berpartisipasi dalam mendidik sumber daya manusia siap pakai ini, dengan skema
beasiswa atau ikatan dinas, misalnya.

Korporasi tidak akan rugi karena ikut mencetak sarjana plus, yang pada saatnya akan
memperkuat jajaran sumber daya manusia mereka. Lulusan universitas yang sekaligus
telah meraih kualifikasi perwira itu jelas akan memiliki kelebihan dibanding sarjana pada
umumnya. Mereka tak hanya telah memiliki bekal intelegensia sesuai disiplin ilmunya,
lebih dari itu mereka juga telah menerima gemblengan nilai-nilai keperwiraan yang akan
diperlukan dalam organisasi apapun. Aspek leadership misalnya. Belum lagi soal disiplin
dan penghormatan atas hirarki. Pihak korporasi akan memperoleh tenaga yang lebih andal
dan bertanggung jawab. Lepas dari soal silang-pendapat domain operasional antara
pertahanan dan keamanan, yang implementasinya adalah pembagian kerja antara TNI dan
Polri, perwira-perwira lulusan perguruan tinggi itu bisa diharapkan akan lebih efektif
dalam menangkal bahaya narkotika, illegal logging, illegal fishing, trafficking, imigran
gelap, perusakan lingkungan dan gangguan-gangguan lainnya yang berbasiskan teknologi
tinggi. Dengan cara pandang yang sama, kelompok-kelompok sumber daya dalam
komponen pendukung, seperti pramuka, hansip, linmas, satpam, organisasi pemuda,
cabang olahraga tertentu, kelompok pencinta alam, bahkan satgas partai, bisa pula
diberdayakan untuk menunjang kekuatan Komponen Cadangan. Mereka bisa difungsikan
sesuai kompetensinya masing-masing, di bawah pimpinan dan pembinaan para perwira
cadangan.

Penutup

Kenyataan bahwa RUU Komponen Cadangan Pertahanan Nasional tak kunjung dibahas
di DPR, meskipun draftnya sudah muncul sejak 2005, agaknya itu tak lepas dari
kebimbangan banyak fihak tentang implementasinya bila draft tersebut menjadi undang-
undang. Ada konsekuensi biaya yang besar dan ada pula kerumitan dalam penyusunan
kelembagaannya. Pemberdayaan Menwa dan para alumninya itu tampaknya bisa menjadi
terobosan, di tengah situasi nyata bahwa Komponen Utama pertahanan negera kita cukup
kepayahan menghadapi berbagai gangguan yang mengancam pertahanan nasional kita.
Bila hal tersebut berlangsung berlarut-larut, kedaulatan negara menjadi taruhannya.

Noopolitik : Menang Tanpa Menusuk


Contributed by Budiono Kartohadiprodjo, Ir
Monday, 09 November 2009
Last Updated Monday, 09 November 2009
Loncatan kemajuan teknologi informasi telah menggeser bentuk interaksi tradisional, dari single
point to single point
ke bentuk multipoints to multipoints dengan kecepatan transmisi yang luar biasa. Manusia satu
dengan lainnya menyatu,
dihimpun oleh arus informasi yang sama, lalu mementuk dunia baru yang bersifat maya. Itulah
cyberspace. Kemudahan
akses informasi dan komunikasi dunia maya agaknya berpengaruh kuat pada urusan diplomasi,
sosial, bisnis, dan
militer. Tren yang kemudian muncul adalah konsep keunggulan informasi (information superiority)
pada negara maju
menjadi tulang punggung dan senjata strategis untuk meraih kepentingan nasionalnya. Ini
berlaku pada suasana damai
maupun perang, untuk urusan ekonomi-kesejahteraan maupun keamanan. Kesadaran baru
bahwa informasi punya
kekuatan tak terduga, dan sangat strategis, karena sifat pemanfaatannya yang multisektor, kini
telah melahirkan cabang
keilmuan yang dikenal dengan strategi informasi, information strategy.
Dalam pertumbuhannya, strategi informasi membelah ke arah dua kutub. Yang pertama,
esensinya teknologi, dan
fokusnya bergulat dengan keandalan dan keunggulan infrastruktur. Kutub kedua esensinya politik
dan dunia ide-ide.
Fokusnya bergulat dengan cara-cara meramu konten informasi dan cara penyebarannya.
Tujuannya, memikat, menarik
perhatian, lalu membentuk persepsi pada pihak lain agar mau menerima ide dan nilai-nilai baru
sesuai dengan skenario
yang dirancang. Dengan begitu, mereka akan mengikuti kehendak sang penganjur tanpa
unsur paksaan.
Kutub kedua ini kemudian dikenal dengan nama noopolitik, berasal dari bahasa Yunani noos,
pikiran. Konsep ini
merupakan kelanjutan ramalan Pierre Teilhard de Chardin, seorang teolog Jesuit Prancis di abad
ke-20, yang pada 1925
menujumkan bahwa kehidupan manusia akan tumbuh pada taraf kehidupan yang tinggi sebagai
hasil interaksi
intelektual secara global, interaksi sosial dan energi spiritual. Oleh Teilhard, interaksi ini disebut
“noosphare”, yang bisa merujuk pada pandangan bahwa kehidupan manusia akan
diperankan
oleh kekuatan akal, pola pergaulan dan kekuatan spiritualnya.
Kutub maya noopolitik itu kini menjadi statecraft, kendaraan politik negara, dalam bersinggungan
dengan negara lain,
terkait dengan kepentingan nasionalnya. Sifatnya sangat bertolak belakang dengan realpolitik,
yaitu tata cara yang lazim
dalam melaksanakan politik luar negeri yang penuh dengan kalkulasi kekuatan dalam wilayah
geografis. Noopolitik lebih
merupakan cara berpolitik luar negeri pada psychic terrain, wilayah spiritual, kejiwaan, dari
noosphare dengan
menggunakan ide-ide, nilainilai, hukum, dan etika yang berlaku secara global untuk mencapai
kepentingan nasionalnya.
Ada perbedaan yang menonjol antara realpolitik dan noopolitik. Realpolitik bekerja melalui hard
power, yaitu orang,
senjata, peluru kendali, kapal perang. Sedangkan noopolitik menekankan pada soft power, yaitu
penekanan pada
kemampuan memikat, bukan memaksa. Reapolitik menuntut apa keinginan kita menjadi
kebenaran pihak lain,
sedangkan noopolitik lebih fokus agar kebenaran yang ingin kita capai juga menjadi keinginan
pihak lain. Realpolitik
cenderung berperilaku amoral, sedangkan noopolitik berprinsip bahwa kemenangan hanya bisa
diraih dengan saling
berbagi.
Pelaku noopolitik bisa negara, militer, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pengalaman
pun mengatakan,
memobilisasi LSM yang didukung negara akan lebih efektif. Terutama untuk menutupi
kepentingan Negara sponsor
yang mungkin bisa menimbulkan ketegangan bila kedok operasinya terkuak. Sekadar contoh,
aksiaksi Greenpeace
dalam menentang percobaan nuklir Prancis di Pasifik Selatan, yang sulit untuk tidak disebut
disponsori dan didukung
operasinya oleh salah satu negara adikuasa.
Gerakan yang hangat diembuskan pada saat ini adalah upaya penegakan hak asasi manusia
dan reformasi politik di
berbagai negara, termasuk Indonesia. Dalam operasi ini, doktrin noopolitik “peace trough
knowledge”
menggantikan doktrin lama “peace trough strenght”. Gerakan reformasi politik
melalui doktrin
“peace trough knowledge” yang diembuskan negara maju, untuk mencapai grand
strategy-nya, sudah kita
rasakan getaran dan dampaknya. Tujuannya, apa lagi kalau bukan single ideology dan single
currency di bawah
pimpinannya. Di situ perlu ada proyek perubahan asas kekeluargaan oleh asas individualisme
dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Dengan noopolitik, bangsa ini telah terbius. Ideologi baru yang menyatakan bahwa
“semua manusia diciptakan
sama, dan mereka dianugerahi oleh Pencipta mereka dengan hak-hak tertentu, bahwa di antara
hak-hak tersebut adalah
kehidupan, kebebasan, dan mencari kebahagiaan’’ seolah menjadi kebenaran
yang kita cari. Kita terbawa
pada alam ide bahwa manusia diciptakan “tunggal” dan “sama”, dan
prinsip itu tibatiba
menjadi keyakinan kita untuk meraih kebahagiaan. Pada saat itu pula kita melupakan konsep
lama yang kita yakini
sebelumnya bahwa segala sesuatu diciptakan berpasangan secara seimbang.
Konsep “hidup berpasangan” yang “pernah” diyakini bangsa ini
tampak sejalan dengan
ajaran di kitab suci Al-Quran, surat ke-51 Adz-Dzariyaat ayat 49. Di sana difirmankan,
‘’Dan Kami ciptakan
Menwa Mahawarman
http://mahawarman.org Powered by Joomla! Generated: 3 November, 2010, 04:25
segala sesuatu berpasang-pasangan supaya kamu mendapat pengajaran.” Hal serupa
dijelaskan dalam Kitab
Kejadian 1 ayat 27: ”Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar- Nya, menurut
gambar Allah
diciptakannya dia laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.”
Dengan paham manusia diciptakan “sama” dan dianugerahi oleh Pencipta mereka
hak-hak tertentu, maka
dalam pergaulan hidupnya, masing-masing individu memiliki kekuasaan yang sama tinggi.
Kedudukan dan kekuasaan
yang sama tinggi itu menjadikannya masingmasing bebas. Karena itu, unit terkecil masyarakat
dengan paham ini adalah
individu. Hubungan tenggang rasa di antara mereka tidak dikenal. Mereka hanya mengenal
“kontrak atau
perjanjian”, yaitu ketentuan yang mengatur pembagian kekuasaan di antara mereka dan
disusun atas dasar
kekuatan akal semata.
Dengan paham semacam ini, yang mengabaikan unsur rasa dalam pergaulan hidupnya, bisa
dimengerti bahwa unsur
kekuatan dan kekuasaan menjadi hal yang paling mempengaruhi dalam kehidupan keseharian.
Berbeda dengan konsep
yang mengakui bahwa manusia diciptakan berpasangan. Ada unsur tenggang rasa di antara
mereka. Ada
keterpanggilan untuk mempertimbangkan akibat dari perbuatannya atas sesamanya.
Kebebasannya selalu dalam
rangka kebahagiaan kesatuan kelompoknya, dan kebebasan kelompoknya selalu dalam rangka
kebahagiaan individu
anggotanya. Kebebasan dalam persatuan, persatuan dalam kebebasan. Dalam masyarakat
dengan paham ini, unit
terkecilnya adalah keluarga.
Strategi noopolitik telah berhasil menggeser nilai paham kekeluargaan itu dengan nilai paham
individualisme dalam
kehidupan bangsa ini. Kita sendiri mungkin tak benar-benar menyadarinya. Mereka menang
tanpa menusuk. Noopolitik
telah menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga setiap orang bisa memberdayakan segala
kekuasaan dan
kekuatan yang melekat pada dirinya untuk kepentingannya, seraya mengabaikan kepentingan
sesama dan masa depan
bangsanya.
Ke depan, kondisi ini sangat membahayakan persatuan bangsa. Sudah saatnya pemerintah
mengatur tentang sepak
terjang LSM asing ataupun lokal di dalam negeri, mengingat dalam strategi noopolitik, peran
yang dilakukan LSM sangat
penting dan strategis. Sebagai perpanjangan tangan negara donor, tidak mustahil ada titipan
atau agenda yang
dimasukkan secara tersembunyi dalam aktivitas LSM yang tanpa disadari oleh mereka sendiri.
Bukankah asas
profitabilitas dalam masyarakat individualis adalah dogma yang harus dipatuhi?
Hal itu perlu mendapat perhatian lebih serius dari semua pihak untuk mengantisipasi eselamatan
bangsa ini. Bukankah
kita cinta perdamaian tapi lebih cinta kemerdekaan?
Budiono K
(Pengamat Geopolitik)
Menwa Mahawarman
http://

Anda mungkin juga menyukai