Anda di halaman 1dari 8

UPAYA KOMANDAN SATUAN DALAM RANGKA MENGURANGI TINGKAT

PELANGGARAN ANGGOTA DISATUAN

Prajurit TNI adalah warga negara yang tunduk pada hukum dan memegang
teguh disiplin, taat kepada atasan, setia kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Prajurit TNI tunduk
kepada hukum baik secara umum maupun khusus, baik nasional maupun
internasional bahkan tunduk kepada hukum secara khusus dan hanya diberlakukan
untuk TNI saja. Hal ini diatur dalam undang-undang nomor 26 tahun 1997 tentang
Hukum Disiplin Prajurit ABRI sekarang TNI, dan keputusan Panglima TNI Nomor
Kep/22/VIII/2005 tanggal 10 Agustus 2005. Keduanya mengatur hukum dan
peraturan disiplin prajurit, seorang prajurit melanggar aturan itu akan mendapatkan
sanksi. Kehidupan prajurit TNI mengenal adanya pelanggaran disiplin murni dan
pelanggaran disiplin tidak murni. Pelanggaran disiplin murni adalah setiap perbuatan
yang bukan tindak pidana tetapi bertentangan dengan kedinasan atau peraturan
kedinasan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan prajurit, maka
akibat pelanggaran tersebut akan dijatuhi hukuman disiplin prajurit. Pelanggaran
disiplin tidak murni adalah setiap perbuatan yang merupakan tindak pidana, yang
sedemikian ringan sifatnya sehingga dapat diselesaikan secara hukum disiplin
prajurit.

Jenis hukuman disiplin yang berlaku bagi prajurit TNI adalah: teguran,
penahanan ringan dan penahanan berat. TNI yang ada di negara ini bukan TNI yang
kebal terhadap hukum, dengan jumlah pasukan yang cukup banyak, sudah tentu
ada satu dua orang atau oknum yang bertindak keluar dari jalur serta tidak disiplin,
sehingga terjadi pelanggaran-pelanggaran. Angka pelanggaran yang dilakukan oleh
prajurit TNI, yang paling menonjol saat ini kasus desersi, perkelahian (antar prajurit
TNI, dengan Polri dan Masyarakat), narkoba dan asusila. Sejak periode 2009 - 2014
(dalam kurun 5 tahun) telah terjadi peningkatan kasus pelanggaran yang sangat
signifikan dan banyak yang berakhir dengan berhenti tidak dengan hormat . Dari
data yang ada diketahui dan sering kita mendengar beberapa oknum anggota TNI
yang melakukan tindakan 7 (tujuh) pelanggaran berat, hal ini menunjukkan bahwa
masih banyak terjadi pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh prajurit TNI, padahal
pada masing-masing Kesatuan selalu ditekankan penegakan disiplin. Penegakan
disiplin di satuan dilakukan dengan memberikan pengertian dan penegasan kepada
prajurit tentang peraturan militer maupun peraturan lain yang berlaku di masyarakat,
pada saat apel, jam komandan maupun melalui penyuluhan. Memberikan sanksi
pada prajurit yang melanggar berupa tindakan disiplin maupun hukuman disiplin
sebagaimana yang diatur dalam peraturan disiplin prajurit TNI.

Tindakan disiplin dilakukan oleh atasan yang melihat langsung prajurit yang
melanggar atau berdasarkan laporan, sedangkan hukuman disiplin dilaksanakan
oleh Dansat melalui Sidang Parade Hukuman Disipin atau dilimpahkan ke
Mahkamah Militer. Sanksi yang diberikan mulai dari tindakan fisik berupa lari, korve,
masuk sel batalyon, sel Polisi Militer dan Rumah Tahanan Militer sampai tindakan
administrasi seperti penundaan kenaikan pangkat, dibebaskan dari jabatan, ditunda
sekolah, skorsing dan pemberhentian dengan tidak hormat . Guna menegakkan
disiplin dan mencegah terjadinya pelanggaran telah dibuat aturan dan pemberian
sanksi yang ketat. Yang menjadi masalah, walaupun sudah diberlakukan aturan dan
penegakan disiplin yang ketat serta pemberian sanksi pada setiap pelanggaran,
kenyataan di lapangan masih saja terjadi pelanggaran oleh prajurit. Untuk menjawab
permasalahan diatas dalam tulisan ini akan dibahas yaitu upaya Komandan Satuan
dalam rangka mengurangi tingkat pelanggaran anggota disatuan? Kecenderungan
perilaku pelanggaran disiplin prajurit dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor dari dalam individu prajurit meliputi
kondisi fisik dan psikologis, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor lingkungan
diluar individu prajurit . Faktor Internal. Tipe Kepribadian. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kecenderungan perilaku pelanggaran disiplin prajurit adalah
kepribadian individu. Dari hasil penelitian yang dilakukan Shinta Wijaya pada tahun
2008 tentang perbedaan kecenderungan perilaku pelanggaran disiplin prajurit
ditinjau dari tipe kepribadian pada prajurit TNI AD, tipe kepribadian menyumbang
sebesar 14,5% sebagai faktor penyebab terjadinya kecenderungan pelanggaran
disiplin oleh prajurit. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada
perbedaan yang sangat signifikan kecenderungan perilaku pelanggaran disiplin
prajurit ditinjau dari tipe kepribadian pada prajurit TNI AD. Keimanan dan
Ketaqwaan. Faktor internal lain yang mempengaruhi kecenderungan perilaku
pelanggaran disiplin prajurit selain tipe kepribadian adalah keimanan dan ketaqwaan
prajurit kepada Tuhan YME. Masalah keimanan dan ketaqwaan merupakan aspek
esensial yang berpengaruh terhadap sikap, perilaku dan tindakan prajurit dalam
kehidupannya sehari-hari. Prajurit yang mempunyai dasar keimanan dan ketaqwaan
yang kuat yang ditandai dengan ketaatan dalam menjalankan ajaran agama yang
dianutnya mempunyai kecenderungan lebih taat terhadap aturan yang berlaku.
Pemahaman terhadap hukum. Dalam beberapa kasus pelanggaran disiplin,
insubordinasi, dan tindak kejahatan yang dilakukan prajurit ditemukan bahwa
pemahaman terhadap hukum masih kurang. Mereka masih beranggapan sebagai
warga negara kelas satu yang mempunyai keistimewaan hukum sehingga
menganggap remeh supremasi hukum yang diwakili lembaga-lembaga, kepolisian,
kejaksaan dan pengadilan. Ada kecenderungan seorang prajurit hanya takut/taat
terhadap komandannya sehingga polisi dan aparat penegak hukum lainnya dapat
diancam untuk tidak mengungkap kasus pelanggaran yang dilakukannya. Moril.
Kondisi moril prajurit sangat berpengaruh terhadap tingkat pelanggaran yang
dilakukan prajurit di satuan. Menurut Copeland (1980), kualitas moril mencakup
disiplin, pengendalian diri, kehormatan diri, loyalitas, kepercayaan terhadap diri
sendiri dan pengertian yang mendalam akan kebanggaan diri dan corps. Berbagai
penelitian telah dilakukan dan menunjukkan adanya korelasi, tinggi rendahnya moril
prajurit dengan tinggi rendahnya pelanggaran disiplin. Moril prajurit yang rendah
dapat dilihat dari beberapa indikasi. Pertama, terjadinya banyak kasus atau masalah
hambatan dan gangguan kejiwaan yang secara ilmiah disebut neuro-psychiatris.
Kedua, terjadinya banyak pelanggaran disiplin, insubordinasi, tindak pidana, disersi,
asusila, ditemukannya anggota yang menderita penyakit kelamin dan adanya
keinginan anggota untuk pindah satuan . Faktor Eksternal. Peran kepemimpinan.
Peran pemimpin dalam organisasi/satuan sangat penting karena kulitas
kepemimpinan menentukan kualitas kehidupan sebuah komunitas termasuk sebuah
Kesatuan. Satuan yang dipimpin seorang Leader yang berbobot akan menjadi
satuan yang berbobot pula. Kepemimpinan seorang komandan satuan memberikan
andil yang besar bagi penegakkan disiplin di satuan sehingga mampu meminimalisir
terjadinya pelanggaran anggota. Pemimpin yang baik merupakan segala-galanya
bagi prajurit yang baik. Seorang komandan atau pemimpin yang tidak konsekuen
atas apa yang diucapkannya dan tidak bertanggungjawab akan membuat anak buah
kehilangan tempat berpegang dan mengalami konflik, sehingga akan berpengaruh
terhadap terjadinya penyimpangan dan pelanggaran oleh prajurit. Situasi lingkungan
kerja dan pangkalan. Lingkungan kerja yang dinamis dan pangkalan yang teratur
dan bersih berpengaruh terhadap sikap seseorang. Situasi kerja yang monoton dan
pangkalan yang sepi dan tidak teratur akan sangat menjemukan sehingga
mendorong prajurit memasuki situasi yang menekan (stress) dan berpengaruh
terhadap moril prajurit. Beban Tugas. Setiap individu mempunyai kemampuan dan
batas kemampuan baik secara fisik maupun mental psikologis. Beban tugas yang
melebihi kemampuan fisik dan mental seseorang dapat memicu timbulnya tingkat
stress yang apabila tidak mendapat perhatian dan penanganan akan menimbulkan
terjadinya pelanggaran. Kasus disersi prajurit disatuan salah satunya disebabkan
oleh adanya beban tugas yang diluar kemampuan fisik dan mental psykologis
prajurit yang bersangkutan. Persoalan rumah tangga dan beban ekonomi.
Terjadinya kasus kekerasan dalam rumah tangga, terindikasinya prajurit yang
“ngobyek” , menjadi backing perjudian, menjadi bodyguard, terlibat dalam pencurian,
perampokan dan tindakan kriminal lainnya selain pengaruh dari sikap mental
individu prajurit faktor lainnya adalah persoalan rumah tangga dan beban tuntutan
ekonomi/biaya hidup. Kepemimpinan yang Efektif Mendorong Penurunan Tingkat
Pelanggaran di Satuan. Kepemimpinan (Teori dasar) Dari perumusan-perumusan
tentang kepemimpinan yang ada dapat disimpulkan dalam kepemimpinan terdapat
empat unsur yaitu unsur manusia yang memimpin, unsur manusia yang dipimpin,
unsur sarana untuk memimpin dan unsur tujuan kepemimpinan . Menurut
perumusan Angkatan Darat kepemimpinan adalah seni serta kecakapan untuk
mempengaruhi, memimpin, menuntun bawahannya kearah tujuan tertentu
sedemikian rupa sehingga mereka itu mau bekerja sama denagan penuh keikhlasan
kepercayaan dan ketaatan dan penghargaan. Dalam Diktat Kepemimpinan ABRI
(Susgati Bintal ABRI ) kepemimpinan mengandung pengertian seni pelaksanaan
menggunakan pengaruh dan memberikan bimbingan kepada orang-orang yang
dipimpin, sehingga dari pihak yang dipimpin itu timbul kemauan kepercayaan,
respek, ketaatan dan kerjasama yang ikhlas yang diperlukan dalam penunaian
tugas-tugas yang dipikulnya, tanpa banyak menggunakan alat dan waktu, tetapi
dengan banyak keserasian antara apa yang menjadi obyek kelompok atau kesatuan
dengan apa yang menjadi kebutuhan atau tujuan perorangan. Dalam Field Manual
22-100, kepemimpinan adalah seni mempengaruhi dan mengarahkan orang-orang
sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek dan kerjasama
secara loyal untuk menyelesaikan tugas. (The art of influencing and direction men in
such a way as to obtain their willing obedience, confidence, respect and loyal
cooperation in order to accomplish the mission ) Kepemimpinan (Arti penting)
Mengenai pentingnya seorang pemimpin dan kepemimpinan dapat ditemui dan telah
dijelaskan dalam berbagai ajaran agama. Sebagai contoh dalam ajaran Islam,
ditandaskan oleh Rasulullah Muhammad SAW : “ Apabila berangkat tiga orang
dalam perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang diantaranya
menjadi pemimpin” (Hadist Riwayat Abu Dawud). Dalam beberapa ayat Al Qur’an
juga banyak yang berkaitan dengan eksistensi pemimpin diantaranya adalah QS Al
Baqarah : 124, Al Anbiya: 72, 73, Shad : 26, dan Al An’am : 165. Konsepsi
kepemimpinan menurut Al Kitab telah dirumuskan dalam seminar Agama-agama
X/1990 serta dalam buku Leory Eims dengan judul 12 Ciri Kepemimpinan Yang
Efektif. Pada ajaran Budha masalah kepemimpinan ditampilkan dalam falsafah
Dhamma pada uraian Thakada. Pada ajaran Hindu, falsafah kepemimpinan
dijelaskan dengan istilah yang menarik dan memiliki makna yang mendalam, seperti
: Panca Stiti Dharma (lima ajaran seorang pemimpin), Catur Kotamaning Nrepati (
empat sifat utama seorang pemimpin), Asta Brata (Delapan sifat mulia dewa), Catur
Naya Sandhi ( empat tindakan seorang pemimpin). Dalam suatu komunitas,
organisasi ataupun satuan seorang pemimpin dan tujuan kepemimpinan mempunyai
peran yang sangat penting dan strategis. Peran seorang pemimpin dan
kepemimpinan yaitu antara lain : seorang pemimpin mempunyai tugas/peran
mempengaruhi, mengajak, menggerakkan, mengambil keputusan guna pencapaian
suatu goal atau tujuan yang ditetapkan dan harus siap menjadi figur, tauladan,
contoh, panutan dari seluruh orang yang dipimpinnya. Dalam prespektif militer,
tujuan kepemimpinan adalah dalam rangka dalam mewujudkan satuan yang
memiliki daya tempur yang efektif, yaitu satuan yang diorganisasi, diperlengkapi dan
dilatih agar mampu melaksanakan tugas dengan waktu yang relatif singkat dan
dengan sarana, tenaga, biaya dan alat perlengkapan serta pengorbanan yang
sedikit-dikitnya . Seorang pemimpin juga sebagai penegak kedisiplinan dan norma
dasar keprajuritan. Tantangan tugas dan tanggung jawab yang diemban dalam
upaya penegakkan disiplin dan penegakkan norma dasar keprajuritan tidaklah
ringan. Kompleksitas permasalahan dalam upaya penegakkan kedisiplinan dan
norma dasar keprajuritan dihadapkan pengaruh lingkungan memerlukan perhatian,
tekad dan semangat yang tinggi dari seorang pemimpin. Kepemimpinan (Kriteria
efektif) Atas dasar tujuan dan peran penting dari pemimpin itu Plato (pemikir Yunani)
mengidentifikasikan bahwa menjadi seorang pemimpin haruslah memiliki kriteria
etis. Pertama, seorang pemimpin harus mengandalkan daya nalar dalam
menjalankan tugas kepemimpinannya. Kedua, seorang pemimpin harus berpijak
pada norma-norma moral khususnya keadilan dan kebenaran serta kepedulian yang
tinggi terhadap anggota yang dipimpinya. Bahasa psikologisnya adalah pemimpin
yang punya empati besar terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Dasar filosofis
penentuan kriteria diatas adalah bahwa yang diurus oleh seorang pemimpin
bukanlah benda-benda melainkan manusia, olehnya pemimpin harus mempunyai
kepekaan terhadap kehidupan orang-orang yang dipimpinnya. Keberhasilan
kepemimpinan terletak pada seberapa besar kepedulian terhadap anggota yang
dipimpinnya. Seperti diketahui salah satu kebutuhan manusia adalah perhatian,
pengakuan atau penghargaan. Timbulnya motivasi pada seseorang untuk berbuat ,
erat hubungannya dengan kebutuhan psikis orang tersebut. Oleh karenanya agar
berhasil menjalankan kepemimpinannya secara efektif seorang pemimpin di
satuan harus mengerti betul dinamika kondisi psikologis, tipe kepribadian, motif dan
norma- norma yang ada pada anak buah. Untuk mengetahui tipe kepribadian dan
kondisi psikologis anggota bisa dilakukan dengan memanfaatkan hasil pemeriksaan
psikologi oleh tim Psikologi AD maupun dengan menjalin kerjasama dengan
perguruan tinggi yang ada di wilayah dimana satuan berada dengan memberikan
kesempatan kepada mahasiswa mengadakan penelitian tentang kondisi prajurit
untuk kepentingan menyusun skripsi/thesis yang hasilnya juga dapat dimanfaatkan
satuan. Pemimpin harus dapat berperan sebagai hakim yang adil, peran ini sangat
sulit dilakukan karena ada kecenderungan dalam diri siapapun untuk berpihak pada
kelompok tertentu yang cocok. Dalam rangka mewujudkan tindakan yang obyektif
dan adil, pemimpin harus bertindak berdasarkan fakta yang ada dan tidak pilih kasih
yang pada akhirnya akan membawa dampak negatif dalam perkembangan satuan.
Agar putusannya dapat obyektif ada empat pedoman yang dapat digunakan dalam
menilai kegiatan yang dilakukan anak buah. Pertama, benar menurut agama, bahwa
perbuatan yang dilakukan dihadapkan pada aturan yang berlaku dalam agama yang
dianut oleh anggota yang bersangkutan. Kedua, benar menurut negara, aturan
perundang-undangan yang berlaku secara umum bagi setiap warga negara, KUHP,
Undang Undang, dan lain-lain. Ketiga, benar menurut umum, adalah aturan-aturan,
norma-norma, nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat umum. Keempat, benar
menurut nilai-nilai, norma-norma kaidah dan aturan yang berlaku dalam organisasi
TNI (KUHPM, KUHDM, Protap-protap dan lain-lain). Seorang pemimpin harus
konsekuen dan berani bertanggung jawab sehingga akan mendapat respek dan
ditaati. Semua tindakannya akan dinilai positif oleh anak buah dan selanjutnya
prajurit akan rela melaksanakan perintahnya dan bertanggung jawab pula atas apa
yang dikerjakannya. Dalam falsafah Jawa dinyatakan “ Sabda Pandita Ratu sepisan
dadi tan kena wola-wali”. Yang artinya bahwa perkataan, janji atau perintah seorang
pemimpin harus jelas dan ditepati sekali terucap atau dikeluarkan tidak boleh
berubah-ubah sehingga tidak menimbulkan kebingungan di tengah anak buah.
Suatu hal yang mutlak harus dapat ditampilkan oleh seorang pemimpin adalah
kejujuran dan kemampuan diri menjadi figur teladan bagi anggota di satuannya, baik
dalam pola pikir, pola ucap dan pola tindak dan dapat menjadi pelopor dalam
penegakan disiplin dan aturan. Sri Sultan HB X mengatakan : “Kekuatan terdasyat
seorang pemimpin adalah keteladanan dan kejujurannya”. Dengan kualitas diri
seperti ini seorang pemimpin akan lebih efektif meluruskan penyimpangan yang
dilakukan oleh anggota sehingga meminimalisir terjadinya berbagai bentuk
pelanggaran. Penerapan Reward and Punishment. Reward atau penghargaan
mempunyai peran penting dalam menumbuhkan motivasi anggota untuk bekerja dan
melaksanakan tugasnya dengan baik. Salah satu kebutuhan manusia menurut teori
psikologi adalah kebutuhan akan penghargaan. Dengan memahami dan memenuhi
kebutuhan tersebut maka prestasi kerja akan meningkat. Menurut teori Maslow,
manusia mempunyai tingkat kebutuhan yang tersusun secara hierarkhi, motivasi
dalam pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan faktor pendorong yang
menyebabkan seseorang mau bekerja ekstra keras. Bila suatu kebutuhan telah
dicapai individu, maka kebutuhan yang lebih tinggi menjadi kebutuhan baru yang
harus dicapai. Menurut Maslow, kebutuhan kita dapat digambarkan menjadi 5
katagori yang potensial sebagai pendorong motivasi kerja. Pertama, kebutuhan
dasar atau fisiologis seperti sandang, pangan, papan dan kebutuhan seks
merupakan kebutuhan dasar untuk dapat bertahan hidup. Kedua, berupa kebutuhan
rasa aman secara mental dan fisik dari lingkungan kerja. Ketiga, adalah kebutuhan
rasa memiliki seperti cinta, kasih, penerimaan, persahabatan dan kebutuhan sosial
lainnya yang berhubungan dengan proses sosial, kebutuhan rasa memiliki ini
dipenuhi dengan menyediakan lingkungan dan iklim kerja yang menyenangkan bagi
anggota, yang mendorong setiap individu untuk merasa sebagai bagian penting dari
tim kerja. Keempat adalah kebutuhan penghargaan diri yaitu respek dan pujian atas
keberhasilan dan merasa diri berharga, bagi anggota kebutuhan ini dipenuhi dengan
mendapatkan penghargaan dan pengakuan atas pengetahuan, ketrampilan dan
usaha kerasnya. Kebutuhan ini membuat individu menjadi puas bekerja sama
dengan tim kerja. Bentuk kebutuhan ini berupa penghargaan finansial, kenaikan gaji,
kenaikan pangkat, kesempatan sekolah dan lain-lain. Kelima adalah kebutuhan
aktualisasi diri yaitu kebutuhan untuk terus berkembang dan mencapai potensi
penuh individu. Kebutuhan ini berfokus kepada pengembangan individu seperti
otonomi, kreatifitas, mengambil resiko dan memenuhi kebutuhan sendiri, ini
merupakan jenis kebutuhan tertinggi menurut teori Maslow. Kebutuhan ini dapat
berupa keinginan mengembangan karier, kesempatan untuk menampilkan
produktifitas dan kualitas kerja yang tinggi, serta kesempatan untuk
mengembangkan dan mewujudkan kreatifitas. Beberapa pakar tentang motivasi
menyatakan bahwa penghargaan merupakan faktor penting dalam upaya
peningkatan kinerja seseorang disamping faktor yang lain. Penghargaan yang
diperoleh seseorang anggota atas prestasi kerjanya bukan saja berpengaruh pada
individu prajurit yang menerimanya tetapi juga berpengaruh pada kelompok,
keluarga dan lingkungan sehingga rasa kebanggaan akan timbul, percaya diri
semakin kuat dan anggota merasa puas karena prestasinya diakui sehingga pada
gilirannya akan meningkatkan disiplin, dan etos kerja serta berkurangnya
pelanggaran anggota. Punishment. Peraturan merupakan pedoman bagi perilaku
anggota untuk menciptakan dan mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif.
Segala pelanggaran yang dilakukan prajurit baik sengaja maupun tidak disengaja
terhadap hukum dan atau peraturan disiplin prajurit dan atau melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan sendi-sendi kehidupan prajurit yang berdasarkan Sapta
Marga dan Sumpah Prajurit atau melanggar aturan kedinasan, merugikan organisasi
dan kehormatan prajurit, ketidak disiplinan prajurit akan berpengaruh terhadap etos
kerja / kinerja satuan. Untuk itu perlu diterapkan sanksi atau hukuman yang jelas,
tegas dan adil terhadap setiap pelanggaran prajurit. Penerapan hukuman bagi
prajurit yang melanggar tidak saja untuk membuat jera tetapi lebih dari pada itu
harus dapat memotivasi pelanggar agar dapat merubah perilaku buruk menjadi baik.
Hukuman harus memenuhi tiga aspek yaitu adil, memberikan efek jera dan
mencegah orang lain berbuat pelanggaran yang sama. Banyak prajurit yang mau
menjalankan aturan bila diawasi dan dikontrol dengan ketat hal tersebut terjadi
karena adanya sikap manusia yang ingin bebas dan tidak mau diatur. Menurut teori
X dari Mc Gregor bahwa manusia rata-rata mempunyai sikap sebagai berikut: a.
Malas, tidak menyukai dan menghindari kerja. b. Tidak jujur. c. Tidak
tertarik mencapai tujuan kerja. d. Harus dipaksa atau diancam dengan hukum
agar berkerja mencapai tujuan organisasi. e. Pasif dan maunya diperintah dan
bukannya menerima tanggung jawab. f. Tidak suka mengambil tanggung
jawab. g. Hanya dapat dimotivasi dengan insentif yang berkaitan dengan
kebutuhan fisiologi atau rasa aman. h. Mempunyai kapasitas terbatas untuk
pemecahan masalah secara kreatif. i. Harus diamati dan dikontrol dengan baik
untuk menjamin penampilan kerja. Dari beberapa sikap manusia dalam teori X Mc
Gregor menunjukan adanya kecenderungan manusia untuk tidak disiplin. Dengan
adanya kondisi seperti ini maka pemimpin harus dapat memotivasi antara lain
dengan basis kontrol dan pemberian hukuman. Disamping membuat jera dan dapat
memotivasi pelanggar untuk merubah perilaku maka hukuman harus dapat
memberikan sanksi moral terhadap pelaku, sehingga dapat : a. Membimbing
hati nurani agar berkembang lebih positif secara bertahap dan berkesinambungan.
b. Memupuk, mengembangkan, menerapkan nilai-nilai dan sifat positif kedalam
pribadi pelanggar. c. Mengikis dan menjauhkan dari sifat-sifat dan nilai-nilai
buruk. Setiap pelanggaran sekecil apapun harus segera diambil tindakan dan tidak
boleh ditunda-tunda. Penundaan berarti akan memberikan peluang terjadinya
pelanggaran. Sebuah peristiwa kecil (pelanggaran) bila didiamkan akan memicu
pelanggaran yang lebih besar. Banyak orang yang tidak menyadari setiap kerusakan
nilai-nilai dimulai dari hal-hal kecil . Dalam ilmu psikologi dikenal teori Tear Window
atau Broken Window, teori ini dipopulerkan oleh dua orang ahli krimialitas
(kriminolog) George L Kelling dan Catherine M Coles (1996). Melalui studinya
mereka berdua menyimpulkan “pelanggaran/kriminalitas terjadi sebagai akibat (yang
tak terelakan) dari adanya ketidakteraturan. Semua itu bermula dari, sebut saja,
adanya jendela pecah (broken window) yang didiamkan oleh pemiliknya akan
mendorong para pelaku kriminal lain untuk memecahkan kaca jendela lainnya.”
Dalam bukunya yang berjudul Tipping Point, Gladwell menjelaskan “ jendela yang
pecah yang tidak diperbaiki telah menimbulkan kesan ketidakpedulian, sehingga
dalam waktu dekat akan ada lagi jendela yang kacanya pecah, yang disusul dengan
vandalisme dan keonaran-keonaran”. Hukuman yang diberikan oleh pimpinan
terhadap anggota yang melanggar tujuan akhirnya adalah menciptakan kondisi
disiplin baik secara pribadi, kelompok maupun satuan yaitu terwujudnya sikap
prajurit yang berpikir tertib, bersikap tertib, bertingkah laku tertib sesuai aturan yang
benar. Kondisi disiplin tidak tumbuh dengan sendirinya tetapi lahir dan dimulai dari
disiplin pribadi, mengarah pada disiplin keluarga, disiplin kelompok, disiplin golongan
yang akhirnya menjadi disiplin satuan. Ketidaktertiban berawal dari ketidakdisiplinan
pribadi, ketidaktertiban menggunakan waktu kerja yang kemudian melahirkan
penyimpangan administrasi, kehidupan dinas, dengan tidak terasa menjurus pada
ketidaktertiban dalam melaksanakan tugas kedinasan. Aturan kedinasan sudah
jelas, perangkat hukum telah memadai, maka sekecil apapun pelanggaran harus
diberikan sanksi, apabila sanksi dilaksanakan dengan konsekuen dan konsisten,
tentu mempunyai arti besar yang berdampak positif bagi satuan. Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan, reward dan punishment mempunyai peran
penting dalam mengurangi tingkat pelanggaran prajurit disatuan, melalui penerapan
kepemimpinan yang efektif dan pemberian reward dan punishment yang tepat dan
proporsional tingkat pelanggaran prajurit disatuan dapat diminimalisir.

Original Post hans komp: http://hans-komp.blogspot.com/2014/03/essay-upaya-


dalam-kurangi-pelanggaran.html

Anda mungkin juga menyukai