Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS ETIK

ETIKA KEDOKTERAN

Oleh :
dr. Tri Sandi Utomo

Narasumber :
dr. XXXXXXXXXXX

INTERNSIP RSUD DR. R. SOETIJONO


PERIODE 10 MEI 2019 – 9 MEI 2020
BLORA
2019
Berita Acara Presentasi Kasus Etika

Pada hari ini, Senin, tanggal 11 Desember 2019 telah dipresentasikan kasus etika oleh :

Nama : dr. Tri Sandi Utomo

Judul / Topik : Etika Kedokteran

No. ID dan Nama Pendamping : dr. Ken Mardyanah

No. ID dan Nama Narasumber : dr. xxxxxxxxxxxxxxxx

No. ID dan Nama Wahana : RSUD dr. R. Soetijono Blora

Nama Peserta Presentasi No. ID Peserta Tanda Tangan


1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
9. 9.
10. 10.
11. 11.
12. 12.
13. 13.
14. 14.
15. 15.
16. 16.
17. 17.
18. 18.
19. 19.
20. 20.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping,

Dr. Ken Mardyanah


NIP 19600226 200604 2002
No. ID dan Nama Peserta : dr. Tri Sandi Utomo Presenter : dr. Tri Sandi Utomo
Nama Wahana : RSUD dr. R. Soetijono Blora Pendamping : dr. Ken Mardyanah
TOPIK : Etika Kedokteran
Tanggal (kasus) : -
Nama : dr. X No. RM : -
Tanggal Presentasi : 11 Desember 2019 Pendamping : dr. Ken Mardyanah
Tempat Presentasi : RSUD dr. R. Soetijono Blora
OBJEKTIF PRESENTASI
√ Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran √ Tinjauan Pustaka
o Diagnostik o Manajemen √ Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja √ Dewasa o Lansia o Bumil
Deskripsi :

dr. X, seorang dokter puskesmas Y merujuk pasien PEB tanpa diberikan regimen
MgSO4 terlebih dahulu dan juga dilakukan pemeriksaan dalam kepada pasien tersebut.
Selain itu dalam merujuk, pasien dibiarkan berjalan dari ambulance saat di IGD RSUD dr. R.
Soetijono Blora.

Bahan Bahasan √ Tinjauan Pustaka o Riset √ Kasus o Audit


Cara Membahas o Diskusi √ Presentasi o E-mail o Pos
dan Diskusi
DAFTAR PUSTAKA:
1. Adam K, Hadad T, Rafly A, dkk. 2007. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik
di Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia

2. Hanafiah, Jusuf, dkk. 1999. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, edisi 3. Jakarta:
EGC

Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui dan memahami kode etik kedokteran Indonesia.
2. Mengetahui sanksi pelanggaran kode etik kedokteran Indonesia.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

o Deskripsi :
Seorang pasien wanita dirujuk dari puskesmas Y dengan G1P0A0 parturien aterm kala I
fase laten + PEB. Pasien sudah terpasang IVFD namun belum dilakukan pemberian
regimen MgSO4. Dari keterangan bidan yang merujuk tidak dipasang regimen
dikarenakan antidotumnya tidak ada yaitu Ca Glukonas. Pasien juga telah dilakukan
pemeriksaan dalam di puskesmas. Setelah sampai di IGD dr. R. Soetijono Blora, pasien
dibiarkan berjalan sendiri saat turun dari ambulance. Pasien dengan PEB ditakutkan bisa
menjadi eklamsi jika tidak dilakukan pemberian regimen MgSO4 apalagi dalam keadaan
ini juga dilakukan pemerikasaan dalam, akan meningkatkan risiko terjadinya eklamsi
yang akan membahayakan keadaan pasien dan bayi nya.

1. PEMBAHASAN

Berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia, dokter X melanggar pasal 7a yakni seorang
dokter harus dalam setiap praktik medisnya memberikan pelayanan medis yang kompeten
dengan kebebasan teknik dan moral sepenuhnya disertai kasih sayang dan penghormatan
atas martabat manusia. Selain itu juga melanggar pasal 7c yaitu seorang dokter harus
menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan
harus menjaga kepercayaan pasien.

Tindakan dokter A tersebut juga melanggar pedoman disiplin yang diterapkan Konsil
Kedokteran Indonesia tahun 2006 point 1 dan point 6 yaitu :

Point 1 : Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.

Point 6 : Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau
tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah sehingga dapat
membahayakan pasien.

Untuk kasus etik, dokter X hanya mendapat sanksi moral. Untuk kasus disiplin
profesi, apabila terjadi pengaduan, dokter X dapat diproses oleh Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan apabila dinyatakan bersalah dapat dijatuhi
sanksi.
Sanksi terhadap disiplin tersebut ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 69 ayat 3, yaitu :

 Pemberian peringatan tertulis.


 Rekomendasi pencabutan STR/SIP. Pencabutan dapat dilakukan minimal 1 tahun,
maksimal selama-lamanya.
 Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di Institusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi. Dapat berupa pendidikan formal, atau berupa pelatihan atau
magang di Institusi pendidikan kedokteran minimal 3 bulan atau maksimal 1 tahun
 Pada kasus- kasus pelanggaran etikolegal, diberikan hukuman sesuai peraturan
kepegawaian yang berlaku dan diproses ke pengadilan

2. KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA

Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam
bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh
penguasa pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu
dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak
dikenal adalah sumpah Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah
tersebut berisikan kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau
semacam code of conduct bagi dokter.
World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968
menghasilkan sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik
Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien,
kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik
Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran
Internasional.
Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada
prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam
membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-
salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika
ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis
memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis
(clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan
memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter,
seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi
dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya),
beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak
melakukan perbuatan yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur),
serta sikap altruisme (pengabdian profesi).
Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip
moral kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran,
dengan memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan
banyak latihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik
tertentu (clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian
pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa
pendidikan etik belum tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila
teladan yang diberikan para seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam
pendidikan.
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian
pelaksanaan etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang,
serta lembaga MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah
dan cabang. Selain itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis
dengan Panitia Etik di dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar
profesi di rumah sakit. Bahkan di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis
Kehormatan Etik Rumah Sakit (Makersi).
Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya”
akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik
profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk
yang lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat
kurang kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan
oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar
etik (profesi) kedokteran.
Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu
kedokteran, disusunlah Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia
yang terbaru ditetapkan dari hasil Mukernas Etik Kedokteran III tahun 2001 sebagai
pedoman etik bagi dokter dalam menjalankan profesi kedokteran.

Kode Etik Kedokteran Indonesia diuraikan dalam pasal-pasal berikut :


KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar
profesi yang tertinggi

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik
hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan
pasien

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang
dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya
Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknik dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang dan
penghormatan atas martabat manusia

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan
dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam
menangani pasien

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi makhluk insane

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan


masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, baik
fisik maupun psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang
sebenar-benarnya

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien ia wajib merujuk pasien
kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam bidang tersebut

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
laainnya

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya terhadap seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain beredia dan mampu memberikannya

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin


diperlakukan

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawatnya, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik

Pasal 17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan

Untuk menetapkan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Kedokteran, dibutuhkan


pedoman penegakan disiplin profesi kedokteran. Konsil Kedokteran Indonesia telah
menetapkan pedoman tersebut pada tahun 2006. Pada pedoman penegakan disiplin profesi
kedokteran, yang merupakan bentuk pelanggaran disiplin kedokteran adalah :

1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.


2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki kompetensi
sesuai.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki
kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki
kompetesi dan kewenangan yang sesuai, atau tidak melakukan pemberitahuan perihal
penggantian tersebut.
5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental
sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien.
6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau
tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah sehingga dapat
membahayakan pasien.
7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan pasien.
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai kepada pasien atau
keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.
9. Melakukan tindakan medic tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga
dekat atau wali atau pengampunya.
10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medic, sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi.
11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak
sesuai dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
dan etika profesi.
12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan
sendiri dan atau keluarganya.
13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau keterampilan
atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara praktik kedokteran yang
layak.
14. Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan manusia
sebagai subjek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik dari lembaga yang
diakui pemerintah.
15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak
membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan
mampu melakukannya.
16. Menolak atau menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang
layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika
profesi.
17. Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan atau etika profesi.
18. Membuat keterangan medic yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar dan patut. Berkaitan dengan KODEKI pasal 7.
19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan atau eksekusi
hukuman mati.
20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, NAPZA, yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan atau etika profesi.
21. Melakukan pelecehan sexual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan kepada
pasien di tempat praktik.
22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya.
23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau
memberikan resep obat/alat kesehatan.
24. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang
dimiliki, baik lisan ataupun tulisan yang tidak benar/menyesatkan.
25. Ketergantungan pada narkotika, NAPZA, alcohol, serta zat adiktif lainnya.
26. Berpraktik dengan meggunakan STR/SIP yang tidak sah.
27. Ketidak jujuran dalam menentukan jasa medic.
28. Tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya yang diperlukan
MKDKI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.

Sanksi terhadap disiplin tersebut ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 29


Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 69 ayat 3, yaitu :

1. Pemberian peringatan tertulis.


2. Rekomendasi pencabutan STR/SIP. Pencabutan dapat dilakukan minimal 1 tahun,
maksimal selama-lamanya.
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di Institusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi. Dapat berupa pendidikan formal, atau berupa pelatihan atau
magang di Institusi pendidikan kedokteran minimal 3 bulan atau maksimal 1 tahun.
4. Pada kasus- kasus pelanggaran etikolegal, diberikan hukuman sesuai peraturan
kepegawaian yang berlaku dan diproses ke pengadilan

3. KESIMPULAN
Apabila dalam suatu tindakan seorang seorang dokter melanggar etik kedokteran,
maka seorang dokter mendapat sanksi moral. Untuk kasus disiplin profesi, apabila terjadi
pengaduan, seorang dokter dapat diproses oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia (MKDKI) dan apabila dinyatakan bersalah dapat dijatuhi sanksi.

Sanksi terhadap disiplin tersebut ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 29


Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

4. SARAN
Seorang dokter sebaiknya bisa memahami, menghayati, mengamalkan serta menaati
kode etik kedokteran dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
melakukan setiap tindakan terhadap pasien, hendaknya dokter harus selalu
melakukannya sesuai standar pelayanan atau standar operasional prosedur untuk
meminimalisir kejadian yang tidak diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam K, Hadad T, Rafly A, dkk. 2007. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang


Baik di Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia

2. Hanafiah, Jusuf, dkk. 1999. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, edisi 3. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai

  • Kasus 21 Tifoid
    Kasus 21 Tifoid
    Dokumen2 halaman
    Kasus 21 Tifoid
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Draft
    Draft
    Dokumen11 halaman
    Draft
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Laporan Etik Sandi
    Laporan Etik Sandi
    Dokumen13 halaman
    Laporan Etik Sandi
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Kasus 20 Hipertensi
    Kasus 20 Hipertensi
    Dokumen3 halaman
    Kasus 20 Hipertensi
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Laporan KET Sandi
    Laporan KET Sandi
    Dokumen28 halaman
    Laporan KET Sandi
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • KB IMPLAN
    KB IMPLAN
    Dokumen3 halaman
    KB IMPLAN
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Kasus 24 DHF
    Kasus 24 DHF
    Dokumen2 halaman
    Kasus 24 DHF
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Laporan KET Sandi
    Laporan KET Sandi
    Dokumen28 halaman
    Laporan KET Sandi
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Kasus 3 Heg
    Kasus 3 Heg
    Dokumen2 halaman
    Kasus 3 Heg
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Kasus 3 Heg
    Kasus 3 Heg
    Dokumen2 halaman
    Kasus 3 Heg
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Paket 6 Bimbingan Ukmppd
    Paket 6 Bimbingan Ukmppd
    Dokumen24 halaman
    Paket 6 Bimbingan Ukmppd
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Paket 1 Bimbingan Ukmppd
    Paket 1 Bimbingan Ukmppd
    Dokumen25 halaman
    Paket 1 Bimbingan Ukmppd
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Bab 4 Metode Mini Project
    Bab 4 Metode Mini Project
    Dokumen13 halaman
    Bab 4 Metode Mini Project
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • 0 - Metodologi Penelitian
    0 - Metodologi Penelitian
    Dokumen64 halaman
    0 - Metodologi Penelitian
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • 4 Juli 2018 - Kulit
    4 Juli 2018 - Kulit
    Dokumen19 halaman
    4 Juli 2018 - Kulit
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Proposal Penelitian
    Proposal Penelitian
    Dokumen51 halaman
    Proposal Penelitian
    kirnamara
    Belum ada peringkat
  • Kasus 2 Dermatitis Kontak Iritan
    Kasus 2 Dermatitis Kontak Iritan
    Dokumen2 halaman
    Kasus 2 Dermatitis Kontak Iritan
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Kasus Borang
    Kasus Borang
    Dokumen1 halaman
    Kasus Borang
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Kasus 1 Asma Bronkial
    Kasus 1 Asma Bronkial
    Dokumen2 halaman
    Kasus 1 Asma Bronkial
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Lomba Balita Sehat
    Lomba Balita Sehat
    Dokumen3 halaman
    Lomba Balita Sehat
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Kesehatan Terpadu Remaja
    Penyuluhan Kesehatan Terpadu Remaja
    Dokumen2 halaman
    Penyuluhan Kesehatan Terpadu Remaja
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Pos Bindu
    Pos Bindu
    Dokumen3 halaman
    Pos Bindu
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Kelas Stunting
    Kelas Stunting
    Dokumen4 halaman
    Kelas Stunting
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Keluarga Sehat
    Keluarga Sehat
    Dokumen4 halaman
    Keluarga Sehat
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Tinea Korporis
    Tinea Korporis
    Dokumen10 halaman
    Tinea Korporis
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Kelas Ibu Balita
    Kelas Ibu Balita
    Dokumen3 halaman
    Kelas Ibu Balita
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Tinea
    Tinea
    Dokumen20 halaman
    Tinea
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Kuesioner Odf
    Kuesioner Odf
    Dokumen1 halaman
    Kuesioner Odf
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat
  • Ceklis Kegiatan Lansia
    Ceklis Kegiatan Lansia
    Dokumen1 halaman
    Ceklis Kegiatan Lansia
    Mbel'z Mbel'z Embil'z
    Belum ada peringkat