Anda di halaman 1dari 16

Pengertian Senyawa Hidrokarbon

Senyawa hidrokarbon adalah senyawa yang tersusun dari atom unsur karbon (C)
dan hidrogen (H). Plastik seperti LDPE dan HDPE (polietilena) dan PP (polipropilena)
terbuat dari etena dan propena yang merupakan hasil olahan gas alam. Senyawa etena
dan propena termasuk ke dalam golongan senyawa hidrokarbon.
Lihat juga materi StudioBelajar.com lainnya:
Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit
Struktur Atom
Klasifikasi Hidrokarbon
Berdasarkan jenis ikatan antara atom karbon, senyawa hidrokarbon dapat dibedakan
menjadi hidrokarbon jenuh dan tak jenuh. Seluruh ikatan antar atom karbon pada
hidrokarbon jenuh merupakan ikatan kovalen tunggal. Pada hidrokarbon tak jenuh,
terdapat satu atau lebih ikatan rangkap ataupun ikatan rangkap tiga.
Berdasarkan bentuk rantai karbon dan jenis ikatannya, senyawa hidrokarbon
dikelompokkan menjadi:

1. Hidrokarbon alifatik,
yaitu hidrokarbon dengan rantai terbuka dengan ikatan tunggal (jenuh) ataupun ikatan
rangkap (tak jenuh).

2. Hidrokarbon alisiklik,
yaitu hidrokarbon dengan rantai tertutup atau melingkar.

3. Hidrokarbon aromatik,
yaitu hidrokarbon rantai melingkar dengan ikatan konjugasi, yaitu ikatan tunggal dan
ikatan rangkap yang berselang-seling.
Tata Nama Senyawa Hidrokarbon Alifatik
Alkana
Alkana adalah senyawa hidrokarbon alifatik jenuh dengan rumus umum CnH2n+2. Alkana
membentuk deret homolog, yaitu kelompok senyawa dengan rumus umum sama dan
sifat bermiripan. Berikut tabel deret homolog alkana dengan rumus molekul, rumus
bangun, dan nama dari masing-masing senyawa.

Aturan IUPAC untuk penamaan alkana adalah sebagai berikut.

1. Rantai C yang terpanjang ditetapkan sebagai rantai utama. Bila terdapat dua atau
lebih rantai terpanjang yang sama panjangnya, maka dipilih rantai dengan cabang
terbanyak sebagai rantai utama.

2. Cabang dari rantai utama dengan substituen hidrokarbon (gugus alkil) diberi nama
dengan mengganti akhiran ana pada alkana menjadi il. Berikut tabel struktur dan
nama dari beberapa gugus alkil.

3. Atom-atom C pada rantai utama diberi nomor secara berurut dimulai dari salah satu
ujung rantai yang posisi cabangnya mendapat nomor terkecil.

4. Untuk substituen cabang yang sejenis dinyatakan dengan awalan di, tri, tetra, penta,

dan seterusnya.
5. Substituen-substituen cabang ditulis berdasarkan urutan alfabetik. Awalan
substituen seperti di, tri, n– (normal), sek– (sekunder), ters– (tersier) diabaikan
dalam pengurutan alfabetik, kecuali awalan iso tidak diabaikan.
Alkena
Alkena adalah senyawa hidrokarbon alifatik tak jenuh dengan ikatan rangkap dua.
Rumus umum alkena adalah CnH2n. Aturan IUPAC dalam penamaan alkena hampir
sama dengan alkana, namun dengan beberapa modifikasi aturan berikut.
1. Rantai utama yang dipilih adalah rantai terpanjang yang mengandung ikatan
rangkap. Nama rantai utama diturunkan dari nama alkana dengan jumlah C
sama dengan mengganti akhiran ana menjadi ena.

2. Urutan penomoran pada rantai utama dimulai dari salah satu ujung rantai yang
posisi atom C berikatan rangkapnya mendapat nomor terkecil. Nomor posisi
ikatan rangkap didasarkan pada nomor atom C berikatan rangkap yang
nomornya lebih kecil.

Alkuna
Alkuna adalah senyawa hidrokarbon alifatik tak jenuh dengan ikatan rangkap tiga.
Rumus umum alkuna adalah CnH2n−2. Aturan IUPAC dalam penamaan alkuna
hampir seluruhnya sama dengan alkena. Dalam penamaan alkuna, nama rantai
utama yang diturunkan dari alkena dengan jumlah C sama yang memiliki
akhiran ena diubah menjadi una. Contoh:
Kegunaan Senyawa Hidrokarbon
Berikut kegunaan hidrokarbon secara umum dikelompokkan berdasarkan banyak atom
C pada rantai hidrokarbon.

Secara spesifik, kegunaan dari hidrokarbon alifatik, antara lain:

Alkana
1. sebagai bahan bakar, misal metana yang merupakan komponen utama LNG
(Liquefied Natural Gas), propana atau butana yang merupakan komponen utama
LPG (Liqufied Petroleum Gas);
2. sebagai pelarut organik nonpolar, misal pentana, heksana, dan heptana; dan
3. sebagai bahan baku dalam industri petrokimia, misal untuk pembuatan alkena
dengan reaksi cracking dan pembuatan haloalkana.
Alkena
Sebagai bahan baku dalam industri petrokimia, misal untuk pembuatan alkana,
haloalkana, alkohol, aldehid, keton, dan polimer. Etena merupakan hormon tumbuhan
yang dapat mempercepat matangnya buah, selain itu etena juga merupakan bahan
baku dari plastik polietilena. Propena merupakan bahan baku pembuatan plastik
polipropilena. 1,3-Butadiena merupakan bahan baku pembuatan karet sintetis
polibutadiena. Isoprena (2-metil-1,3-butadiena) juga merupakan bahan baku pembuatan
karet poliisoprena.

Alkuna
Senyawa alkuna yang paling penting adalah etuna (asetilena). Asetilena digunakan
sebagai bahan bakar dalam pemotongan logam dan penyambungan logam dengan las
karbit (oxyacetylene welding). Pembakaran asetilena dengan oksigen dapat menghasilkan
panas hingga sekitar 3000°C. Dalam jumlah sedikit, asetilena dapat dibuat melalui
reaksi batu karbit (kalsium karbida) dengan air seperti berikut.
Contoh Soal
nama IUPAC dari senyawa berikut.

Jawab:
a.

Rantai utama: C7 (heptana)


Cabang: metil (―CH3) pada C-2, C-5, dan C-5’; isopropil (―CH(CH3)2) pada C-4
Nama IUPAC: 4-isopropil-2,5,5-trimetilheptana

b.

Rantai utama: C6 (heksadiena)


Posisi ikatan rangkap: C-1 dan C-4

Cabang: etil (―CH2CH3) pada C-2; propil (―CH2CH2CH3) pada C-3


Nama IUPAC: 2-etil-3-propil-1,4-heksadiena
c.

Rantai utama: C8 (oktuna)


Posisi ikatan rangkap tiga: C-4

Cabang: metil (―CH3) pada C-2 dan C-7; etil (―CH2CH3) pada C-3 dan C-6
Nama IUPAC: 3,6-dietil-2,7-dimetil-4-oktuna

Senyawa Hidrokarbon: Referensi


Brown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science (13th edition). New Jersey:
Pearson Education, Inc.
Johari, J.M.C. & Rachmawati, M. 2009. Kimia SMA dan MA untuk Kelas X Jilid 1. Jakarta:
Esis
McMurry, John. 2012. Organic Chemistry (8th edition). California: Brooks/Cole
Petrucci, Ralph H. et al. 2017. General Chemistry: Principles and Modern Applications
(11th edition). Toronto: Pearson Canada Inc.
Purba, Michael. 2006. Kimia 1B untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga
Retnowati, Priscilla. 2004. SeribuPena Kimia SMA Kelas X Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Tro, Nivaldo J. 2015. Chemistry: Structure and Properties. New Jersey: Pearson Education,
Inc.
TUGAS MAKALAH KIMIA
HIDROKARBON
TERMOKIMIA
LAJU REAKSI

SMA NEGERI 1 KELUMPANG HILIR

Nama : Maria Damayanti


Nurlaila Hakimil Mei Muna
Kelas : XI MIA 2
Termokimia
Termokimia adalah ilmu yang mempelajari reaksi kimia dan perubahan energi yang
terlibat. Dalam mempelajari termokimia, diperlukan definisi “sistem” dan
“lingkungan”. Sistem adalah segala sesuatu yang menjadi fokus perhatian kita.
Lingkungan adalah segala sesuatu selain sistem.
Hukum pertama termodinamika menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan
ataupun dimusnahkan. Implikasi hukum ini pada energi dalam sistem,
yaitu perubahan energi dalam, ΔE sama dengan penjumlahan kalor (q) yang diserap
atau dilepas sistem dengan kerja (w) yang dilakukan atau diterima sistem.

Persamaan Termokimia dan Entalpi


Persamaan termokimia adalah persaman reaksi setara yang menyertakan kalor
reaksi (entalpi reaksi) — yang menunjukkan hubungan antara massa dan energi.
Contoh persamaan termokimia:
2H2(g) + O2(g) → 2H2O(g) ΔH= −483,6 kJ
Entalpi, H, yaitu fungsi keadaan yang merupakan jumlah dari energi dalam (E) dan
hasil kali dari tekanan (P) dan volum (V) sistem. Pada tekanan konstan, perubahan
entalpi, ΔH, yang terjadi dalam suatu reaksi disebut juga sebagai entalpi reaksi
(ΔHrx) memiliki nilai yang sama dengan kalor reaksi (q).

Entalpi reaksi (ΔHrx) juga merupakan fungsi keadaan, yang nilainya bergantung
pada Hakhir dan Hawal. Dalam suatu reaksi kimia, “akhir” dan “awal” bisa dinyatakan
sebagai “produk” dan “reaktan”. Jadi, Hproduk dapat lebih dari ataupun kurang dari
Hreaktan sehingga tanda nilai ΔHrx bergantung pada apakah kalor diserap atau dilepas
oleh sistem reaksi. Reaksi disebut eksoterm bilamana melepas kalor sehingga
entalpi sistem menurun dan ΔHrx< 0. Reaksi disebut endoterm bilamana menyerap
kalor sehingga entalpi sistem meningkat dan ΔHrx> 0.

Diagram termokimia: entalpi untuk reaksi eksoterm (A) dan endoterm (B)
(Sumber: Silberberg, Martin S. 2009. Chemistry: The Molecular Nature of Matter and
Change (5th edition). New York: McGraw Hill)

Kalorimetri
Kalorimetri adalah cara penentuan kalor reaksi dengan kalorimeter. Kalorimeter
merupakan sistem terisolasi (tidak ada perpindahan materi dan energi dengan
lingkungan). Jika dianggap keseluruhan kalorimeter adalah sistem, maka qsistem = 0.
Dengan mengukur perubahan temperatur (ΔT), dapat dihitung jumlah kalor (q) yang
terlibat dalam reaksi di dalam kalorimeter sebagaimana rumus:

Kalorimeter bom (kalorimetri volum konstan)

Kalorimeter bom
(Sumber: Gilbert, Thomas N. et al. 2012. Chemistry: The Science in Context
(3rd edition). New York: W. W. Norton & Company, Inc.)
Pada kalorimeter bom berlaku rumus:

[V konstan]
Kalorimeter sederhana (kalorimetri tekanan konstan)

Termokimia: Kalorimeter sederhana


(Sumber: Petrucci, Ralph H. et al. 2011. General Chemistry: Principles and Modern
Applications (10th edition). Toronto: Pearson Canada Inc.)
Pada kalorimeter sederhana berlaku rumus:

[V konstan]
Entalpi Pembentukan Standar dan Reaksi
Entalpi pembentukan standar, ΔHf°, didefinisikan sebagai perubahan entalpi dalam
reaksi pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsur penyusunnya pada keadaan
standar (tekanan 1 atm, temperatur 298 K). Entalpi pembentukan standar dari unsur-
unsur dalam bentuk paling stabil (seperti C (grafit), H2 (g), N2 (g), Ca (s))
didefinisikan sama dengan 0. Dari nilai-nilai entalpi pembentukan standar, dapat
dihitung nilai entalpi reaksi standar, ΔHrx°, yaitu perubahan entalpi dalam reaksi
pada keadaan standar.
Sebagai contoh, pada reaksi hipotetis berikut di mana a, b, c, dan d adalah koefisien
stoikiometrik,
aA + bB → cC + dD

Hukum Hess
Hukum Hess menyatakan bahwa ketika reaktan terkonversi menjadi produk, nilai
perubahan entalpi dari reaksi tetap sama, baik dengan satu langkah ataupun dengan
sederetan langkah. Dengan kata lain, perubahan entalpi dari keseluruhan proses
sama dengan jumlah total perubahan entalpi setiap langkah. Perhatikan contoh
berikut.

Dalam penerapan hukum Hess, kadangkala persamaan termokimia yang tersedia


perlu dimanipulasi terlebih dahulu. Berikut aturan dalam memanipulasi persamaan
termokimia:
1. Ketika persamaan reaksi dibalik (reaktan menjadi produk, produk menjadi
reaktan), tanda nilai ΔH juga harus dibalik (dari positif menjadi negatif, dan
sebaliknya).
2. Substansi yang dihilangkan dari kedua sisi persamaan reaksi harus dalam fase
yang sama.
3. Jika semua koefisien dari suatu persamaan reaksi dikali atau dibagi dengan
faktor yang sama, maka nilai ΔH reaksitersebut juga harus dikali atau dibagi
dengan faktor tersebut.
Pendekatan Energi Ikatan dan Entalpi Reaksi
Energi ikatan (entalpi ikatan), D, adalah energi yang dibutuhkan untuk memutus
ikatan pada 1 mol molekul dalam fase gas. Entalpi reaksi dapat diestimasi dari total
energi ikatan dari ikatan yang putus dikurangi total energi ikatan dari ikatan yang
terbentuk.
Tabel energi ikatan rata-rata
(Sumber: Brown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science
(13th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.)
Contoh soal
Estimasilah nilai pembakaran berikut dari data energi ikatan rata-rata pada
tabel di atas.

Jawab:
ΔH = ∑D(reaktan) − ∑D(produk)
= [12D(C−H) + 2D(C−C) + 7D(O=O)] –[8D(C=O) + 12D(O−H)]
= [12(413 kJ) + 2(348 kJ) + 7(495 kJ)] – [8(799 kJ) + 12(463 kJ)]
= 9117 kJ – 11948 kJ
ΔH = −2831 kJ
Laju Reaksi
Pengertian Laju Reaksi
Laju reaksi adalah perubahan konsentrasi dari reaktan ataupun produk per satu
satuan waktu. Untuk reaksi dengan reaktan A dan B menghasilkan produk C dan D
seperti pada rumus persamaan reaksi berikut, seiring waktu jumlah molekul reaktan
A dan B akan berkurang dan jumlah molekul produk C dan D akan bertambah, dan
rumus laju reaksi (v) yaitu:

Tanda negatif pada laju


perubahan konsentrasi reaktan A dan B (reaktan) ditujukan agar nilainya positif,
sebagaimana laju reaksi adalah besaran yang nilainya harus selalu positif.
Satuannya adalah M s-1 atau mol L-1 s-1.

Teori Tumbukan
Teori tumbukan menyatakan bahwa partikel-partikel reaktan harus saling
bertumbukan untuk bereaksi. Tumbukan antar partikel reaktan yang berhasil
menghasilkan reaksi disebut tumbukan efektif. Energi minimum yang harus dimiliki
oleh partikel reaktan untuk bertumbukan efektif disebut energi aktivasi (Ea). Pada
dasarnya, laju reaksi bergantung pada:
1. Orientasi (arah) tumbukan partikel
Pada reaksi umumnya, partikel harus dalam orientasi yang tertentu ketika
bertumbukan agar tumbukan yang terjadi efektif menghasilkan reaksi. Sebagai
contoh, perhatikan beberapa tumbukan yang mungkin terjadi antara molekul gas NO
dan molekul gas NO3 dalam reaksi:
NO(g) + NO3(g) → 2NO2(g)

Ilustrasi pentingnya orientasi dari tumbukan


(Sumber: Silberberg, Martin S. 2009. Chemistry: The Molecular Nature of Matter and
Change (5th edition). New York: McGraw Hill)
2. Frekuensi terjadinya tumbukan partikel
Semakin sering terjadinya tumbukan partikel (frekuensi tumbukan tinggi) maka
semakin besar peluang terjadinya tumbukan efektif sehingga laju reaksi juga
menjadi semakin cepat.
3. Energi partikel reaktan yang bertumbukan
Energi partikel reaktan yang bertumbukan harus melampaui energi aktivasi, yakni
energi penghalang terjadinya reaksi, sehingga reaksi dapat terjadi. Bila energi
aktivasi semakin rendah, maka laju reaksinya akan semakin cepat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi antara lain:
1. Konsentrasi Reaktan
Semakin tinggi konsentrasi reaktan, semakin banyak jumlah partikel reaktan yang
bertumbukan, sehingga semakin tinggi frekuensi terjadinya tumbukan dan lajunya
meningkat. Sebagai contoh, dalam reaksi korosi besi di udara, laju reaksi korosi besi
lebih tinggi pada udara yang kelembabannya lebih tinggi (konsentrasi reaktan H 2O
tinggi)
2. Wujud Fisik Reaktan
Jika reaktan yang bereaksi dalam wujud fisik (fasa) yang sama, semuanya gas atau
semuanya cair, maka tumbukan antar partikel didasarkan pada gerak acak termal
dari partikel. Jika reaktan yang bereaksi berbeda wujud fisik (fasa), tumbukan yang
efektif hanya terjadi pada bagian antarfasa. Jadi, reaksi dengan reaktan-reaktan
berbeda fasa dibatasi oleh luas permukaan kontak reaktan. Oleh karena itu, semakin
luas permukaan kontak reaktan per unit volum, maka semakin tinggi frekuensi
terjadinya tumbukan partikel reaktan dan laju reaksi meningkat. Sebagai contoh,
pada reaksi pembakaran kayu, akan lebih mudah dan cepat membakar kayu
gelondongan yang telah dipotong menjadi balok-balok kecil dibanding dengan
langsung membakar kayu gelondongan tersebut.
3. Temperatur
Semakin tinggi temperatur maka semakin tinggi energi kinetik dari partikel reaktan,
sehingga frekuensi tumbukan dan energi tumbukan meningkat. Oleh karena itu,
semakin tinggi temperatur, laju reaksi juga semakin cepat. Sebagai contoh, pada
reaksi glowing stick menyala (reaksi chemiluminescence), glowing stick menyala
lebih cepat dan terang di dalam air panas dibanding dalam air dingin.
4. Keberadaan Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tanpa terkonsumsi di dalam
reaksi tersebut. Katalis menyediakan alternatif jalur reaksi dengan energi aktivasi
yang lebih rendah dibanding jalur reaksi tanpa katalis sehingga reaksinya menjadi
semakin cepat.
Hukum Laju
Hukum laju (persamaan laju) menyatakan hubungan antara laju reaksi dengan
konsentrasi dari reaktan dipangkatkan bilangan tertentu. Untuk reaksi:
aA + bB → cC + dD
Hukumnya adalah:

di mana nilai konstanta laju, k dan nilai x dan y ditentukan berdasarkan eksperimen,
bukan berdasarkan koefisien stoikiometri persamaan reaksi setara. Untuk reaksi
tersebut, dikatakan reaksi orde ke-x terhadap A, orde ke-y terhadap B, dan orde
reaksi total sama dengan x + y.
Contoh soal:

Eksperimen Laju reaksi awal (M s-1) [NO2] awal (M) [CO] awal (M)
1 0,005 0,10 0,10
2 0,080 0,40 0,10
3 0,005 0,10 0,20
Berdasarkan data eksperimen reaksi di atas, tentukan:
1. orde reaksi terhadap NO2
2. orde reaksi terhadap CO
3. orde reaksi total
4. konstanta laju
5. laju reaksi ketika [NO2] = 0,40 M dan [CO] = 0,40 M
Jawab:
Pertama, asumsikan bahwa hukum laju dari reaksi ini yaitu:

a. Untuk menghitung nilai x pada [NO2]x, kita perlu membandingkan data eksperimen
1 dan 2, di mana [NO2] bervariasi namun [CO] konstan.

atau

Diperoleh 16 = (4)x, dengan demikian x = 2. Jadi, orde reaksi terhadap NO2 = 2.


b. Untuk menghitung nilai y pada [CO]y, kita perlu membandingkan data eksperimen
1 dan 3, di mana [CO] bervariasi namun [NO2] konstan.

atau

Diperoleh 1 = (2)y, dengan demikian y = 0. Jadi, orde reaksi terhadap CO = 0.


c. Hukum laju reaksi ini yaitu . Orde reaksi keseluruhan = x + y = 2 + 0 =
2
d. Untuk menghitung konstanta laju, digunakan salah satu data eksperimen di atas,
misalnya eksperimen 1.

e.

Anda mungkin juga menyukai