Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari, sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah
lepas dari aktivitas berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Komunikasi
dilakukan untuk menyampaikan informasi, baik itu pesan, ide dan gagasan. Bahasa
merupakan alat komunikasi yang terpenting untuk menyampaikan pesan atau
maksud antara seseorang kepada orang lain. Chaer (2004 : 11) menyatakan bahwa
fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya
dimiliki oleh manusia.
Unjuk rasa merupakan bentuk komunikasi atau ekspresi berpendapat di
muka umum. Demonstrasi dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor
9 tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yaitu
unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau
lebih, untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara
demonstratif di muka umum, dengan asas keseimbangan antara hak dan kewajiban,
musyawarah mufakat, kepastian hukum dan keadilan, proporsional, serta asas
manfaat. Selain itu kebebasan menyampaikan pendapat telah tercantum secara
hukum internasional dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia.
Bahasa digunakan para pengunjuk rasa untuk mengungkapkan segala hasil
pemikirannya. Dalam hal ini, tanpa penguasaan bahasa yang baik, demonstran tidak
dapat menyampaikan aspirasinya dalam bentuk tulisan atau orasi. Selain itu, bahasa
yang digunakan pada orasi maupun tulisan pada poster unjuk rasa terkadang
menggunakan gaya bahasa.
Gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa secara khas yang ditempuh
oleh pembicara (dalam orasi) dan penulis (dalam bahasa tulis) agar gagasan-
gagasan mereka dapat secara tepat diterima oleh pendengar atau pembaca.
Penggunaan gaya bahasa setidaknya dapat menilai pribadi, watak, dan
kemampuan seseorang dalam penggunaan bahasa tertentu. Semakin baik gaya
bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya

1
bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan padanya (Keraf, 2004 :
113).
Penggunaan majas atau gaya bahasa bertujuan untuk memberikan efek-efek
tertentu pada pembaca agar sebuah tulisan menjadi lebih hidup. Selain itu, menurut
Nurgiyanto (1998) penggunaan gaya bahasa merupakan teknik untuk
mengungkapkan bahasa yang maknanya tidak merujuk pada makna harfiah kata-
kata yang mendukung melainkan pada makna yang ditambah atau tersirat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan


beberapa masalah yaitu sebagai berikut.

1. Makna yang terkandung dalam tulisan poster unjuk rasa di Prancis.


2. Jenis-jenis gaya bahasa yang digunakan dalam tulisan poster unjuk rasa di
Prancis.

2
BAB II

ANALISIS

Data 1

Vive le socialisme
Vive l’autogestion
Vive la sécu

Hidup sosialisme
Hidup manajemen diri
Hidup keamanan

A. Konteks
Poster tersebut digunakan pada saat aksi unjuk rasa para pelajar di Prancis
setelah sebelumnya Anas, 22 tahun, seorang pelajar yang melakukan aksi bakar diri
di Lyon pada tanggal 8 November 2019 sebagai bentuk protes kesulitan keuangan
yang kerap dihadapi mahasiswa Prancis. Aksi membakar diri yang dilakukan oleh
Anas mendapatkan simpati dari para pelajar di Prancis lainnya karena hal tersebut
dirasa mendefinisikan kehidupan mereka. Kejadian tersebut memicu unjuk rasa di
sejumlah kota di Prancis memprotes kesulitan keuangan yang dihadapi para
mahasiswa. Badan-badan persatuan mahasiswa di seluruh Prancis menuntut adanya
evaluasi ulang uang kuliah dan mengubah ke sistem beasiswa. Kemudian mereka

3
juga menginginkan asraama-asrama mahasiswa dan layanan kesehatan yang lebih
baik di kampus-kampus.

B. Analisis Bentuk Struktur


Poster demonstrasi tersebut terdapat tiga frasa yang terdiri dari verba (vive)
+ nomina (le socialisme, l’autogestion, la sécu). Setiap frasanya diawali dengan
kata “vive” yang berupakan konjugasi subjonctif dari kata “vivre” “hidup” dan
merupakan bentuk interjeksi. Kemudian, kata “socialisme, autogestion, sécu”
merupakan kata nomina yang ditandai dengan article défini “le, l’, la” dan
berfungsi sebagai objek dalam suatu frasa atau klausa. Pada frasa pertama terdapat
kata “socialisme” “sosialisme” yang merupakan suatu ideologi yang meyakini
bahwa pemerintahlah yang berhak untuk mengalokasikan sumber daya dan
kekayaan suatu negara (Landreth & Collander, 1994). Autogestion merupakan suatu
kata yang berasal dari kata dasar gestion yang berarti manajemen atau pengelolaan.
Penambahan kata auto- di depan mengubah maknanya menjadi auto manajemen
atau swakelola yang berarti pengelolaan yang dilakukan oleh sendiri. Terakhir, kata
“sécu” merupakan bentuk apocope atau pemenggalan kata di akhir dari kata
sécurité yang artinya yang merujuk pada kata “jaminan”.

C. Analisis Makna
Menurut Larrouse.fr, kata vive merupakan sebuah kata yang
mengekspresikan keinginan untuk keberlangsungan hidup yang panjang. Menurut
KBBI, kata “hidup” berarti masih terus ada, bergerak, bekerja semestinya. Ketika
dijadikan dalam satu susunan kata, kata “hidup” ini menjelaskan kata berikutnya
yang digabungkan dalam satu frase. Ketika dihubungkan dalam frase, kata vive
mempunyai makna konotatif yaitu makna yang mengalami pergeseran dari makna
denotatif, tetapi tetap berkaitan dengan makna sebenarnya. Pergeseran pada makna
konotatif tersebut antara lain bergantung pada citra asosiasi dan penilaian tentang
baik buruknya sesuatu (Baylon dan Fabre, 1990:131). Kata vive dalam konteks ini
berarti mendeskripsikan suatu gerakan, membuat sesuatu menjadi lebih hidup atau
diterapkan dan berjalan dengan sebagaimana mestinya. Sesuatu tersebut di antara

4
adalah “le socialisme, l’autogestion dan la sécu” sebagai objek yang diperjuangkan
oleh rakyat di Perancis.

Sosialisme merupakan sebuah kritik terhadap Kapitalisme. Salah satu kritik


Sosialisme kepada Kapitalisme adalah sistem tersebut membuat yang kaya semakin
kaya dan yang miskin semakin miskin. Hal tersebut sejalan dengan unjuk rasa yang
dilakukan oleh para mahasiswa yang tertekan dengan kondisi keuangan serta
meningkatnya biaya hidup bersama dengan naiknya ketidak stabilan keuangan yang
di alami. L’autogestion atau ‘swakelola’ merujuk pada universitas-universitas yang
sudah diliberalisasi oleh pemerintah. Sementara sécu merujuk pada sécu sociale atau
jaminan sosial yang didapatkan pada saat sakit, hari tua (pensiun), keluarga, dan
kecelakaan kerja.

D. Analisis Gaya Bahasa

Pada tulisan dalam poster unjuk rasa di atas terdapat gaya bahasa anafora.
Anafora adalah gaya bahasa repetisi yang merupakan pengulangan kata pertama
pada setiap baris atau kalimat. L’anafore est une structure dans laquelle un même
mot commence les propositions ou les phrases. (www.etudes-literaire.com/bac-
francais/figure-de-style.php) “Anafora adalah struktur di mana sebuah kata
memulai kalimat atau frasa-frasa”. Dalam poster tersebut terdapat pengulangan
kata “vive” yang ditulis di setiap awal frasa. Pengulangan tersebut dilakukan untuk
menekankan pada perjuangan untuk menghidupkan hak-hak yang sedang
diperjuangkan.

Data 2

5
Partagé des savoirs
Partagé du pouvoir

Berbagi pengetahuan
Berbagi kekuasaan

A. Konteks

Aksi unjuk rasa tersebut dilakukan oleh ratusan ribu pekerja sektor publik
di kota-kota besar Perancis seperti Prancis dan Nantes untuk memprotes kebijakan
ekonomi pemerintah, termasuk rencana untuk merevisi undang-undang
ketenagakerjaan, menyusun serangkaian reformasi sensitif lainnya termasuk
asuransi pengangguran dan pelayanan publik. Para demonstran memprotes rencana
Presiden Emmanuel Macron untuk memangkas tunjangan pensiun, merombak
asuransi pengangguran dan memungkinkan pesaing perusahaan kereta api nasional
SNCF untuk memasuki pasar Prancis. Pekerja sektor publik marah dengan rencana
untuk memangkas jumlah pegawai sektor publik sebanyak 120.000 pada tahun
2022, termasuk dengan pemutusan hubungan kerja sukarela, dan memperkenalkan
reformasi lain termasuk pembayaran berdasarkan prestasi.

B. Analisis Struktur
Teks pada poster unjuk rasa di atas terdapat dua frasa yang di setiap frasanya
terdiri dari verba (partagé ) + determinator artikel (des, du) + nomina (savoirs,
pouvoir). Partagé merupakan konjugasi participe passé dari kata kerja partager
yang mempunyai arti “berbagi”. “Des” “du” merupakan determinator yang
merupakan sebuah kata yang mendahului nomina yang membentuk frase nominal
dengan inti nomina tersebut. “Des” digunakan untuk menunjukan objek jamak,
sementara “du” merujuk pada objek maskulin tunggal. Kata savoirs merupakan
bentuk jamak dari kata savoir yang berarti “pengetahuan” dan pouvoir berarti
“kekuasaan”.

C. Anlisis Makna

Definisi partager menurut Larrouse.fr adalah Action de diviser une chose


en portions, fait de partager quelque chose avec quelqu'un “aksi memecah sesuatu

6
menjadi beberapa bagian, berbagi sesuatu dengan seseorang”. Namun, dalam
konteks demokrasi, kata partagé des savoirs mempunyai makna konotatif yaitu
mengandaikan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk diperhitungkan.
Hal itu merupakan ekspresi dari tuntutan akan hak yang sama bagi setiap individu
untuk diakui sebagai anggota masyarakat. Bentuk-bentuk partagé des savoirs
‘berbagi pengetahuan’ ini, melalui gerakan-gerakan yang dilakukan untuk
berkonfrontasi agar suaranya didengar. Berangkat dari Partagé des savoirs,
kemudian berakhir pada partagé du pouvoir ‘berbagi kekuasaan’ yang mempunyai
makna konotatif bahwa rakyat juga dapat berpartisipasi dalam kebijakan-kebijakan
pemerintahan.

D. Analisis Gaya Bahasa

Pada teks dalam poster demonstrasi tersebut terdapat penggunaan gaya


bahasa repetisi anafora, yaitu pengulangan kata partagé di setiap awal frasa.
Pengulangan kata tersebut digunakan sebagai bentuk penekanan bahwa dalam
negara demokrasi, rakyat mempunyai hak untuk turut serta membuat kebijakan
negara. Selain itu, gaya bahasa yang ditemukan dalam teks tersebut adalah adanya
penggunaan gaya bahasa Paronomasia. Paronomasia adalah gaya bahasa yang
berupa pernyataan yang berisi penjajaran kata-kata yang sama bunyinya, tetapi
berlainan maknanya atau bersifat homofon. ‘Une paronomase consiste à employer
côte à côte des mots dont le sens est différent, mais le son à peu près semblable.’
(www.etudes-litteraire.com/figures-de-style) “Paronomasia terdiri dari penggunaan
kata-kata yang berdekatan yang memiliki makna berbeda, tetapi bunyinya hampir
sama”. Paranomasia dalam teks poster tersebut terdapat pada kata savoirs dan
pouvoir.

Savoirs pouvoir
sa.vwaʁ pu.vwaʁ
Kata savoirs dan pouvoir mempunyai bunyi yang hampir sama, tetapi kedua
kata tersebut memiliki makna yang berbeda.

7
Data 3

Le pouvoir par le peuple pour le peuple


Kekuasaan oleh rakyat untuk rakyat

A. Konteks

Sama seperti data sebelumnya, poster tersebut digunakan oleh para


pengunjuk rasa pada bulan Maret 2016, ketika Presiden Prancis François Hollande
mengumumkan rencana untuk mengubah undang-undang ketenagakerjaan negara.
Banyak pekerja yang tidak terlalu senang dengan hal tersebut, sehingga serikat
pekerja dan mahasiswa mengadakan demonstrasi massal pada 9 maret 2016. Dalam
posternya pengunjuk rasa tersebut menuliskan slogan demokrasi yaitu le pouvoir
par le peuple pour le peuple “kekuasaan oleh rakyat untuk rakyat” sebagai bentuk
pertentangan terhadap rencana kebijakan baru pemerintah.

B. Analisis Struktur

Teks pada poster demonstrasi tersebut merupakan frasa nominal yang terdiri
dari nomina (Le pouvoir) + nomina partikel (par, pour) + nomina (le peuple). Kata
“le” merupakan artikel yang digunakan untuk merujuk pada nomina maskulin
tunggal. Le pouvoir merupakan pergeseran kelas kata dari verba menjadi nomina
yang ditandai dengan artikel le yang semula berarti ‘dapat/mampu’ menjadi
‘kekuasaan’. Le peuple berkedudukan sebagai subjek sementara le pouvoir adalah
objek.

8
C. Analisis Makna

Le pouvoir merupakan sebuah nomina yang memiliki arti “kemampuan”.


Namun, dalam konteks ini, kata pouvoir memiliki makna konotatif yaitu kekuasaan
terhadap kebijakan perundang-undangan atau pemerintahan. Le pouvoir par le
peuple pour le peuple “kekuasaan dari rakyat untuk rakyat” merupakan potongan
slogan demokrasi “le pouvoir du peuple, par le peuple, pour le peuple” yang
mempunyai makna bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Slogan tersebut
ditulis dengan bendera Prancis sebagi medianya yang mengimplikasikan
kekecewaan besar rakyat terhadap pemerintahan Prancis. Penggunaan slogan
demokrasi pada aksi unjuk rasa tersebut menunjukkan bahwa pengunjuk rasa
menyerukan peringatan terhadap pemerintah bahwa semua warga negara memiliki
hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Para
pengunjuk rasa ingin menekankan bahwa warga negara dapat berpartisipasi baik
secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan
pembuatan hukum yang dalam konteks ini adalah kebijakan ekonomi yang dirasa
merugikan para pekerja di Prancis.

D. Analisis Gaya Bahasa

Dalam teks poster demonstrasi di atas, terdapat penggunaan gaya bahasa


Aliterasi. Gaya bahasa aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud pengulangan
bunyi konsonan yang sama. Aliterasi adalah sejenis gaya bahasa yang
memanfaatkan purwakanti atau pemakaian kata-kata yang permulaannya sama
bunyinya (Tarigan, 2009: 175). Pada slogan Le pouvoir par le peuple pour le
peuple ditemukan bentuk pengulangan bunyi konsonan [p] pada kata pouvoir, par,
pour dan peuple. Selain itu, terdapat penggunaan gaya bahasa epistrofa. Epistrofa
atau epifora adalah gaya bahasa repetisi yang berupa pengulangan kata pada akhir
baris atau kalimat berurutan. Le pouvoir par le peuple pour le peuple terdapat
pengulangan kata le peuple di akhir frasa. Penggunaan majas epistrofa ini bertujuan
untuk menekankan bahwa rakyat memegang kekuasaan penuh atas kebijakan
negara. Kemudian, ditemukan juga penggunaan majas metonimia. Metonimia

9
adalah gaya bahasa yang berupa pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditautkan
dengan orang, barang, atau hal sebagai penggantinya
(https://kbbi.web.id/metonimia). Pada teks slogan tersebut, metonimia dapat
ditemukan pada kata le pouvoir. Le pouvoir merupakan bentuk metonimia dari
orang-orang yang mempunyai hak atau kekuasaan dan otoritas politik. Sehingga,
pada konteks ini le pouvoir mempunyai makna yang merujuk pada le
gouvernement.

10

Anda mungkin juga menyukai