Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Pengertian

Batu buli-buli disebut juga batu vesica, vesical kalkuli, vesical stone,

bladder stone. Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah masa yang

berbentuk kristal yang terbentuk atas material mineral dan protein yang

terdapat pada urin. Batu saluran kemih pada dasarnya dapat terbentuk

pada setiap bagian tetapi lebih banyak pada saluran penampung

terakhir. Pada orang dewasa batu saluran kencing banyak mengenai

system bagian atas (ginjal, pyelum) sedangkan pada anak- anak sering

pada system bagian bawah (buli-buli). Di Negara berkembang batu buli-

buli terbanyak ditemukan pada anak laki-laki pre pubertas. Komponen

yang terbanyak penyusun batu buli-buli adalah garam kalsium. Pada

awalnya merupakan bentuk yang sebesar biji padi tetapi kemudian dapat

berkembang menjadi ukuran yang lebih besar. Kadangkala juga

merupakan batu yang multiple (Jong, 2004).

Batu buli-buli atau kandung kemih adalah batu yang tidak normal

didalam saluran kemih yang mengandung komponen kristal matriks

organik tepatnya pada vesika urinari atau kandung kemih. Batu kandung
9

kemih sebagian berasal mengandung batu kalsium oksalat, atau fosfat

(Arjatmo dan Utama, 2001).

Batu buli-buli terutama mengandung kalsium dan magnesium dalam

kombinasinya dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya (Smeltzer and

Bare, 2002).

2. Anatomi Buli-buli

Buli-buli atau vesika urinaria adalah adalah organ berongga yang

terdiri atas 3 lapis otot polos (detrusor) yang saling beranyaman, yakni

(1) terletak paling dalam adalah otot longitudinal, (2) di tengah

merupakan otot sirkuler, dan (3) paling luar merupakan otot longitudinal.

Mukosa buli-buli terdiri atas sel transisional yang sama seperti pada

mukosa pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli,

kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu

segitiga yang disebut trigonum buli-buli.

Secara anatomis, buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu (1)

permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2)

permukaan inferiolateral, dan (3) permukaan posterior. Permukaan

superior merupakan lobus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli

(Purnomo B.B, 2011).


10

Gambar 2.1 Sistem Urinarius

Gambar 2.2 Anantomi Buli-buli

Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian

mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih).

Dalam menampung urine, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal, yang

volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml;

sedangkan kapasitas buli-buli ada anak menurut formula dari Koff adalah

: Kapasitas buli-buli = [ Umur (tahun) + 2 ] x 30 ml


11

Sebagai contoh, seorang anak berusia 2 tahun kapasitas buli- bulinya

adalah [2+2] x 30 ml = 120 mL.

Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan

pada saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan

diperkusi. Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf

aferen dan mengaktifkan pusat miksi di medulla spinalis segmen sakral

S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot-otot detrusor, terbukanya

leher buli-buli, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses

miksi (Purnomo B.B, 2011).

B. Etiologi

Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu

buli-buli menurut yaitu faktor intrinsik yang terdiri dari herediter (keturunan) :

penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya, umur, penyakit ini paling

sering didapatkan pada usia 30-50 tahun, jenis kelamin, jumlah pasien laki-

laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.

Sedangkan faktor ekstrinsik diantaranya terdiri dari geografi, pada beberapa

daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi

dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk

batu), sedangkan daerah bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai

penyakit batu saluran kemih. Iklim dan temperatur, asupan air kurangnya

asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi,

dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. Diet, diet yang banyak
12

purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran

kemih. Pekerjaan, penyakit ini sering dijumpai pada orang yang

pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life

(Purnomo B.B, 2011).

Batu kandung kemih dapat disebabkan oleh kalsium oksalat atau agak

jarang sebagai kalsium fosfat. Batu vesika urinaria kemungkinan akan

terbentuk apabila dijumpai satu atau beberapa faktor pembentuk kristal

kalsium dan menimbulkan agregasi pembentukan batu proses

pembentukan batu kemungkinan akibat kecenderungan ekskresi agregat

kristal yang lebih besar dan kemungkinan sebagai kristal kalsium oksalat

dalam urine. Dan beberapa medikasi yang diketahui menyebabkan batu

ureter pada banyak klien mencakup penggunaan obat-obatan yang terlalu

lama seperti antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi.

(Arjatmo dan Utama, 2001).

Menurut Smeltzer (2002) bahwa, batu kandung kemih disebabkan

infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan

perubahan metabolisme kalsium).

C. Patofisiologi

Pada umumnya batu buli-buli terbentuk dalam buli-buli, tetapi pada

beberapa kasus batu buli terbentuk di ginjal lalu turun menuju buli-buli,

kemudian terjadi penambahan deposisi batu untuk berkembang menjadi


13

besar. Batu buli yang turun dari ginjal pada umumnya berukuran kecil

sehingga dapat dikeluarkan spontan melalui uretra.

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama

pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis

urine), yaitu pada system kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan

bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi

infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, striktura, dan

buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan

terjadinya pembentukan batu.

Batu terdiri dari atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan

organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal

tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam

urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan

terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan

presipitasi membentuk inti baru (nukleasi) yang kemudian akan

mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi

kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal

masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu

agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi

kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu

sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran

kemih (Purnomo B.B, 2011).


14

Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di

dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam

saluran kemih, atau adanya korpus alineum di dalam saluran kemih yang

bertindak sebagai inti batu.

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang

berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium

oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat,

batu magnesium amonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein,

dan batu jenis lainnya. Meskipun pathogenesis pembentukan batu-batu di

atas hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang

memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini

misalkan, batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam,

sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine

bersifat basa (Purnomo B.B, 2011).

Penyebab spesifik dari batu kandung kemih adalah bisa dari batu

kalsium oksalat dengan inhibitor sitrat dan glikoprotein. Beberapa promotor

(reaktan) dapat memicu pembentukan batu kemih seperti asam sitrat

memacu batu kalsium oksalat. Aksi reaktan dan intibitor belum di

kenali sepenuhnya dan terjadi peningkatan kalsium oksalat, kalsium fosfat

dan asam urat meningkat akan terjadinya batu disaluran kemih. Adapun

faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu kandung kemih,

mencangkup infeksi saluran ureter atau vesika urinari, stasis urine,


15

periode imobilitas dan perubahan metabolisme kalsium. Telah diketahui

sejak waktu yang lalu, bahwa batu kandung kemih sering terjadi pada laki-

laki dibanding pada wanita, terutama pada usia 60 tahun keatas serta klien

yang menderita infeksi saluran kemih (Smeltzer and Bare, 2002).

D. Komposisi Batu

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur; kalsium

oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP),

xanthyn, dan sistin, silikat, dan senyawa lainnya. Data mengenai

kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk

usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif (Purnomo

B.B, 2011)

1. Batu Kalsium

Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80 % dari

seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium

oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Faktor

terjadinya batu kalsium adalah :

a. Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-

300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab

terjadinya hiperkalsiuri, antara lain :

1) hiperkalsiuri absobtif yang terjadi karena adanya peningkatan

absorbsi kalsium melalui usus.


16

2) hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan

reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.

3) hiperkalsiuri resortif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi

kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer

atau pada tumor paratiroid.

b. Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 gram

per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami

gangguan pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien

yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat,

diantaranya adalah teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei,

jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.

c. Hiperurikosuria, adalah kadar asam urat di dalam urine yang melebihi

850 mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urine bertindak

sebagai inti dalam urine berasal dari makanan yang mengandung

banyak purin maupun berasal dari metabolism endogen.

d. Hipositraturia. Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium

membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium

dengan oksalat atau fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan

kalsium sitrat lebih mudah larut dari pada kalsium oksalat. Oleh karena

itu sitrat dapat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu

kalsium. Hipositraturi dapat terjadi pada : penyakit asidosi tubuli ginjal


17

atau renal tubular acidosis, sindrom malabsorbsi, atau pemakaian

diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu yang lama.

e. Hipomagnesuria. Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak

sebagai penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine

magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat

sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab

tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus

(inflammatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan

malabsorbsi (Purnomo B.B, 2011).

2. Batu Struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya

batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab

infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitteryang

dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi

bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada

reaksi : CO (NH2)2 + H2O 2NH3 +CO2.

Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium,

amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium

fosfat (MAP) atau (Mg NH4 PO4 H2O) dan karbonat apatit (Ca10 [PO4]6

CO3. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus

spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Psuedomonas dan Stafilokokus.


18

Meskipun E coli banyak menimbulkan infeksi saluran kemih tetapi kuman

ini bukan termasuk pemecah urea (Purnomo B.B, 2011).

3. Batu Asam Urat

Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih.

Di antaranya 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan

sisanya merupakan campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat

banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout, penyakit

mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi anti kanker, dan

banyak yang mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah

sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol, dan

diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk

mendapatkan penyakit ini. Adapun faktor predisposisi terjadinya batu

asam urat adalah urin yang terlalu asam, dehidrasi atau konsumsi air

minum yang kurang dan tingginya asam urat dalam darah (Purnomo B.B,

2011).

4. Batu Jenis Lain

Batu sistin, batu xantin, batu triamteren, dan batu silikat sangat

jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme

sistin, yaitu kelainan dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian

batu xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim

xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi

xanthin dan xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang


19

mengandung silikat (magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang

berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan

timbulnya batu silikat (Purnomo B.B, 2011).

E. Tanda Dan Gejala

Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain; nyeri

saat kencing/disuria hingga stranguri, perasaan tidak enak sewaktu

kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali

dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri saat miksi seringkali dirasakan

(refered pain) pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang sampai kaki.

Pada anak-anak seringkali mengeluh adanya enuresis nokturna, disamping

sering menarik-narik penisnya (pada anak laki-laki) atau menggosok-gosok

vulva (pada anak perempuan) (Purnomo B.B, 2011).

Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi

dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi

obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa

menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam

kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah,

nyeri dan perut kembung (Smeltzer and Bare, 2002).

Ketika batu menghambat dari saluran urin, terjadi obstruksi,

meningkatkan tekanan hidrostatik. Bila nyeri mendadak terjadi akut disertai

nyeri tekan disaluran osteovertebral dan muncul mual muntah maka klien

sedang mengalami episode kolik renal. Diare, demam dan perasaan tidak
20

nyaman di abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat refleks

dan proxsimitas anatomik ginjal kelambung, pankreas dan usus besar. Batu

yang terjebak dikandung kemih menyebabkan gelombang nyeri luar biasa,

akut dan kolik yang menyebar kepala obdomen dan genitalia. Klien sering

merasa ingin kemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya

mengandung darah akibat aksi abrasi batu gejala ini disebabkan kolik

ureter. Umumnya klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5

sampai dengan 1 cm secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1

cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan

secara spontan dan saluran urin membaik dan lancar. (Smeltzer and Bare,

2002).

F. Penatalaksanaan Medis

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih

secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih

berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih

adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi atau harus diambil

karena sesuatu indikasi sosial.

Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan

hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi

saluran kemih, harus segera dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih

tidak menimbulkan penyulit seperti diatas tetapi diderita oleh seorang yang

karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita seorang pilot pesawat


21

terbang) mempunyai resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran

kemih pada saat yang bersangkutan sedang mrnjalankan profesinya; dalam

hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.

Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan

dengan ESWL, melalui tindakan endurologi, bedah laparaskopi,atau

pembedahan terbuka (Purnomo, B.B, 2011).

1. Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang

dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang

diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine

dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat

mendorong batu keluar dari saluran kemih.

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi)

Alat ESWL adalah alat pemecah batu yang diperkenalkan pertama

kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal,

batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasive

dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil

sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang

pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri

kolik dan menyebabkan hematuria.


22

3. Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk

mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan

kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang

dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan

melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses

pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai

energi hidrolik, energi gelombang suara, atau dengan energy laser.

Beberapa tindakan endourologi itu adalah :

a. PNL (Percutanues Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan

batu yang berada didalam saluran ginjal dengan cara memasukkan

alat endoskopi ke system kalises melalui insisi pada kulit. Batu

kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-

fragmen kecil.

b. Litrotipsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan

memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) kedalam buli-buli.

Pemecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.

c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukkan alat

ureteroskopi per uret-tram guna melihat keadaan ureter atau system

pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada

di dalam ureter maupun system pelvikalises dapat dipecah melalui

tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.


23

4. Bedah Laparoskopi

Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat

ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu

ureter.

5. Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk

tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,

pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.

Pembedahan terbuka itu antara lain adalah : pielolitotomi atau

nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan

ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani

tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak

berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis

atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang

menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.

G. Komplikasi Batu Buli

1. Hidronefrosis

Adalah pelebaran pada ginjal serta pengisutan jaringan ginjal,

sehingga ginjal menyerupai sebuah kantong yang berisi kemih, kondisi

ini terjadi karena tekanan aliran balik ureter dan urine keginjal akibat

kandung kemih tidak mampu lagi menampung urine. Sementara urin

terus-menerus bertambah dan tidak bisa dikeluarkan. Bila hal ini terjadi
24

maka, akan timbul nyeri pinggang, teraba benjolan besar didaerah ginjal

dan secara progresif dapat terjadi gagal ginjal.

2. Uremia

Adalah peningkatan ureum didalam darah akibat ketidak mampuan

ginjal menyaring hasil metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala

mual muntah, sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, koma, nafas dan

keringat berbau urin.

3. Pyelonefritis

Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang naik secara

assenden ke ginjal dan kandung kemih. Bila hal ini terjadi maka akan

timbul panas yang tinggi disertai menggigil, sakit pinggang, disuria,

poliuria, dan nyeri ketok kosta vertebra.

4. Komplikasi lainnya seperti gagal ginjal akut sampai kronik, obstruksi

pada kandung kemih, perforasi pada kandung kemih, hematuria atau

kencing nanah dan nyeri pinggang kronik.

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Urin

Pemeriksaan urine sering dilakukan karena tidak mahal dan hasilnya

dapat menggambarkan jenis batu dalam waktu yang singkat. Pada

pemeriksaan dipstick, batu buli berhubungan dengan hasil pemeriksaan

yang positif jika mengandung nitrat, leukosit esterase dan darah. Batu

buli sering menyebabkan disuri dan nyeri hebat, oleh sebab itu banyak
25

pasien sering mengurangi konsumsi air minum sehingga urin akan pekat.

Pada orang dewasa, batu buli akan menyebabkan urin asam.

Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya sel darah merah dan

pyuria (leukosit) , dan adanya kristal yang menyusun batu buli.

Pemeriksaan urin juga berguna untuk memberikan antibiotik yang

rasional jika dicurigai adanya infeksi.

2. Pemeriksaan Imaging

a. Urografi

Pemeriksaan radiologis yang digunakan harus dapat

memvisualisasikan saluran kemih yaitu ginjal, ureter dan vesika

urinaria (KUB). Tetapi pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena

hanya dapat menunjukkan batu yang radioopaque. Batu asam urat

dan amonium urat merupakan batu yang radiolucent. Tetapi batu

tersebut terkadang dilapisi oleh selaput yang berupa kalsium

sehingga gambaran akhirnya radioopaque. Pelapisan adalah hal yang

sering, biasanya lapisan tersebut berupa sisa metabolik, infeksi dan

disebabkan hematuri sebelumnya.

b. Cystogram/ intravenous pyelografi

Jika pada pemeriksaan klinik dan foto KUB tidak dapat

menunjukkkan adanya batu, maka langkah selanjutnya adalah dengan

pemeriksaan IVP. Adanya batu akan ditunjukkan dengan filling defek.


26

c. Ultrasonografi (USG)

Batu buli akan terlihat sebagai gambaran hiperchoic, efektif untuk

melihat batu yang radiopaque atau radiolucent.

3. CT Scan

Pemeriksaan ini dilakukan untuk banyak kasus pada pasien yang

nyeri perut, massa di pelvis, suspect abses, dan menunjukkan adanya

batu buli-buli yang tidak dapat ditunjukkan pada IVP. Batu akan terlihat

sebagai batu yang keruh.

4. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya lubang hitam yang

semestinya tidak ada pada buli yang seharusnya terisi penuh, ini

diasosiasikan sebagai batu.

5. Sistoskopi

Pada pemeriksaan ini dokter akan memasukkan semacam alat

endoskopi melalui uretra yang ada pada penis, kemudian masuk dalam

bladder.

I. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah bantuan, bimbingan penyuluhan,

pengawasan atau perlindungan yang diberikan oleh seorang perawat untuk

kebutuhan klien. Asuhan keperawatan merupakan faktor penting dalam

survival klien dan dalam aspek pemeliharaan, rehabilitasi dan preventif

perawatan kesehatan (Doenges, 2000).


27

Proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yaitu pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian langkah awal dan dasar bagi seseorang perawatn dalam

melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan

menganalisa data.

Pengkajian dilakukan secara langsung maupun tidak langsung

melalui observasi keadaan umum klien, wawancara dengan klien dan

keluarganya, pemeriksaan fisik dari kepala sampai ujung kaki dengan

tehnik inspeksi, perkusi, palpasi, dan auskultasi.

Data dasar pengkajian menurut pasien batu buli merujuk pada kasus

urolitiasis menurut Doenges (2000) adalah :

a. Aktifitas/ Istirahat

Gejala : Pekerjaan monoton, pekerjaan pasien dimana terpajan pada

lingkungan, keterbatasan aktifitas/mobilisasi, sehubungan dengan

kondisi sebelumnya.

b. Sirkulasi

Tanda : Peningkatan TD/Nadi, kulit hangat dan kemerahan pucat.

c. Eliminasi

Gejala : Riwayat adanya ISK kronis; obstruksi sebelumnya (kalkulus),

penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh, rasa terbakar,

dorongan berkemih, diare.


28

Tanda : Oliguria, hematuria, piuria, perubahan pola berkemih.

d. Makanan/ Cairan

Gejala : Mual/Muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium

oksalat, dan fosfat, ketidak cukupan pemasukan cairan; tidak minum

air dengan cukup.

Tanda : Distensi abdominal, penurunan/tidak adanya bising usus,

muntah.

e. Nyeri/ Tidaknyamanan

Gejala : Episode akut yang berat, nyeri kronik, lokasinya tergantung

pada lokasi batu, nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak

hilang dengan posisi atau tindakan lain.

Tanda : Melindung; perilaku distraksi, nyeri tekan pada area ginjal

pada palpasi.

f. Keamanan

Gejala : Penggunaan alkohol, demam, menggigil.

g. Penyuluhan/ Pembelajaran

Gejala : Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi,

gout, ISK kronis, riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen

sebelumnya, hiperparatirodisme, penggunaan antibiotic, antihipertensi,

natrium bikarbonat, aluorinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan

kalsium dan vitamin.


29

2. Diagnosa keperawatan

Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan

perumusan diagnosa. Diagnosa keperawatan adalah cara

mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik

pasien respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.

Untuk membentuk diagnosa keperawatan yang akurat, perawat

harus mampu melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang

valid dan data harus saling berkaitan, mengelompokkan data,

membedakan diagnosa keperawatan dari masalah kolaboratif,

merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat.

Diagnosa keperawatan pada pasien batu buli merujuk pada kasus

urolitiasis menurut Doenges (2000) adalah :

a. Nyeri akut berhubungan dengan :

1) Peningkatan frekuensi/ dorongan kontraksi uretral.

2) Trauma jaringan, pembentukan edema, iskemia seluler.

b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan :

1) Stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau uretera.

2) Obstruksi mekanik, inflamasi.

c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan

dengan :

1) Mual/ muntah

2) Diuresis pasca obstruksi.


30

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis,

dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan :

1) Kurang terpajan/ mengingat; salah interprestasi informasi.

2) Tidak mengenal sumber informasi.

3. Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai

intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan,

atau mengurangi masalah-masalah klien (Hidayat, 2005).

Setelah diagnosis keperawatan teridentifikasi, suatu rencana asuhan

keperawatan dan dibuat hasil atau tujuannya ditetapkan. Hasil adalah

perubahan yang terproyeksi pada status kesehatan pasien, kondisi klinis,

atau perilaku yang terjadi setelah intervensi keperawatan. Sasaran akhir

dari asuhan keperawatan menjadi status kesehatan yang diinginkan.

Rencana harus ditetapkan intervensi dapat dibuat (Wong, 2008).

Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada pasien Batu Buli

merujuk pada kasus urolitiasis menurut Doenges (2000) adalah :

a. Nyeri akut berhubungan dengan :

1) Peningkatan frekuensi/ dorongan iskemia ureteral

2) Trauma jaringan, pembentukan edema, iskemia selular

Kriteria Hasil : Tampak rileks, mampu tidur/ beristirahat dengan

tepat Intervensi :
31

1) Catat lokasi, lama intensitas, dan penyebaran. Perhatikan tanda

nonverbal, contoh; peningkatan TD dan nadi, gelisah, merintih,

menggelepar

Rasional : Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan

gerakan kalkulus.

2) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke perawat

terhadap perubahan kejadian/ karakteristik nyeri

Rasional : Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesik

sesuai waktu dan mewaspadakan perawat akan

kemungkinan lewatnya batu/ terjadinya komplikasi

3) Berikan tindakan nyaman, contoh : pijatan punggung, lingkungan

istirahat

Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan

meningkatkan koping.

4) Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus, bimbing imajinasi

dan aktifitas terapeutik

Rasional : Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam

relaksasi otot

5) Pertahankan patensi kateter bila digunakan

Rasional : Mencegah statis atau retensi urine, menurunkan resiko

tekanan ginjal dan infeksi

6) Berikan obat sesuai indikasi


32

Rasional : Biasanya diberikan selama episode akut untuk

menurunkan kolik uretral dan meningkatkan relaksasi

otot/ mual

7) Berikan kompres hangat pada punggung

Rasional : Menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan

reflex spasme

8) Pertahankan patensi kateter bila digunakan

Rasional : Mencegah statis/ retensi urine, menurunkan resiko

peningkatan tekanan ginjal dan infeksi

b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan :

1) Stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau uretera.

2) Obstruksi mekanik, inflamasi.

Kriteria Hasil : Tidak mengalami tanda obstruksi

Intervensi :

1) Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine

Rasional : Memberikan informasi tentang adanya komplikasi

2) Tentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi

Rasional : Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang

menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera

3) Dorong meningkatkan pemasukan cairan

Rasional : Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah dan dapat

membantu lewatnya batu


33

4) Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat

kesadaran

Rasional : Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit

dapat menjadi toksik pada SSP

5) Periksa semua urine. Catatan adanya keluhan batu dan kirim

kelaboratorium untuk analisa

Rasional : Penemuan batu meningkatkan identifikasi tipe batu dan

mempengaruhi pilihan terapi

6) Periksa semua urine. Catat adanya keluaran batu dan kirim ke

laboratorium untuk analisa

Rasional : Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan

mempengaruhi pilihan terapi.

7) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit, BUN, kreatinin

Rasional : Peninggian BUN, kreatinin, dan elektrolit

mengindikasikan disfungsi ginjal.

8) Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas

Rasional : Menetukan adanya ISK, yang penyebab/gejala

komplikasi

9) Berikan obat sesuai indikasi

Rasional : Meningkatkan pH urine untuk menurunkan pembentukan

batu asam

10) Pertahankan patensi kateter tak menetap bila digunakan


34

Rasional : Mungkin diperlukan untuk membantu aliran urine/

mencengah retensi dan komplikasi

11) Siapkan pasien/ bantu untuk prosedur endoskopi

Rasional : Kalkulus pada ureter distal dan tengah mungkin

digerakkan oleh sistoskopi endoskopi untuk

penangkapan batu dalam kandung keteter.

12) Pyelitotomi terbuka atau perkutanues, nefrolitotomi, ureterolitotomi

Rasional : Pembedahan mungkin diperlukan untuk membuang batu

yang terlalu besar melalui ureter

13) Litotripsi ultrasonic perkutaneus

Rasional : Tindakan gelombang syok invasive untuk batu pelvik/

kaliks ginjal atau ureter atas

14) Litotripsi gelombang syok ekstrakorporeal

Rasional : Prosedur non-invasif dimana batu ginjal dihancurkan

dengan syok gelombang dari luar tubuh.

c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan

dengan :

1) Mual/ muntah

2) Diuresi pasca obstruksi

Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital stabil, berat badan dalam rentang

normal, nadi perifer normal, membrane mukosa lembab, turgor kulit

baik
35

Intervensi :

1) Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan

Rasional : Membandingkan keluaran aktual dan di antisipasi

membantu dalam evaluasi adanya atau derajat

statis/kerusakan ginjal

2) Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4liter perhari dalam

toleransi jantung

Rasional: Mempertahankan keseimbangan cairan untuk

homeostatis juga tindakan “mencuci yang dapat

membilas batu keluar

3) Awasi tanda-tanda vital. Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit

dan membrane mukosa

Rasional : Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan

intervensi

4) Timbang berat badan setiap hari

Rasional : Peningkatan berat badan yang cepat memungkinkan

berhubungan dengan retensi

5) Berikan cairan intra vena

Rasional : Meningkatkan volume sirkulasi (bila pemasukan oral

tidak cukup) meningkatkan fungsi ginjal

6) Catat insiden muntah dan diare


36

Rasional : Mual/ muntah dan diare secara umum berhubungan

dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka pada

kedua ginjal dan lambung

7) Awasi Hb/ Ht, elektrolit

Rasional : Mengkaji hidrasi dan keefektifan/kebutuhan intervensi

8) Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembut sesuai toleransi.

Rasional : Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas GI/iritasi

dan membantu mempertahankan cairan dan

keseimbangan nutrisi

9) Berikan obat sesuai indikasi : antiemetic

Rasional : menurunkan mual/muntah

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis,

dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan :

1) Kurang terpapar/ mengingat : salah interprestasi informasi

2) Tidak mengenal sumber informasi

Kriteria Hasil : Menghubungkan gejala dengan faktor penyebab,

melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi dalam

program pengobatan

Intervensi :

1) Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa datang

Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat

membuat pilihan berdasarkan informasi


37

2) Tekankan pentingnya peningkatan pemasukan cairan, contoh 3-4

liter cairan perhari atau 6-8 liter cairan perhari

Rasional : Pembilasan system ginjal menurunkan kesempatan statis

ginjal dan pembentukan bau

3) Diet rendah purin, contoh membatasi daging berlemak, kalkun,

tumbuhan polong, gandum, alkohol

Rasional : Menurunkan pemasukan oral terhadap prekusor asam

urat

4) Diet rendah oksalat, contoh pembatasan makan coklat, minuman

mengandung kafein, bit, bayam

Rasional : Menurunkan pembentukan batu kalsium oksalat

5) Diet rendah kalsiu/fosfatdengan jeli karbonat alumunium 30-40ml,

30 menit perjam

Rasional : Mencegah kalkulus dengan membentuk presipitat yang

tak larut dalam traktur GI, mengurangi beban nefron

ginjal

6) Diet rendah kalsium, contoh membatasi susu, keju, sayur berdaun

hijau, yogurt

Rasional : Menurunkan resiko pembentukan batu kalsium

7) Diskusikan program obat-obatan


38

Rasional : Obat-obatan diberikan untuk mengasamkan atau

mengalkalikan urine, tergantungpada penyebab

pembentukan batu

8) Mendengar dengan aktif tentang program terapi/perubahan pola

hidup

Rasional : Membantu pasien bekerja melalui perasaan dan

meningkatkan rasa control terhadap apa yang terjadi

9) Identifikasi tanda/ gejala yang memerlukan evaluasi medik,

contoh,nyeri berulang, hematuria, oliguria

Rasional : Dengan peningkatan kemungkinan berulangnya batu,

intervensi segera dapat mencegah komplikasi serius

10) Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap iritasi/kateter bila ada

Rasional : Meningkatkan kemampuan perawatan diri dan

kemandirian

4. Pelaksanaan

Merupakan proses keperawatan tahap kekempat yang dilakuka

dengan melaksanakan strategikeperawatan/ tindakan keperawatan yang

telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap

ini harus diperhatikan berbagai hal tantang bahaya-bahaya fisik dan

perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur

tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam

memahami tingkat perkembangan pasien (Hidayat, 2005).


39

Dalam melakukan tindakan keperawatan harus sesuai dengan prioritas

keperawatan. Prioritas keperawatan ditulis dalam urutan tertentu untuk

memudahkan pengurutan diagnose keperawatan berkaitan yang dipilih

yng tersaji dalam pedoman rencana perawatan. Pada situasi pasien

tertentu, prioritas keperawatan berbeda berdasarkan kebutuhan khusus

pasien dan dapat beragam dari menit ke menit. Diagnosa keperawatan

yang merupakan prioritas hari ini mungkin menjadi kurang prioritas

keesokan harinya tergantung pada fluktuasi kondisi fisik dan psikososial

pasien atau respon perubahan pasien terhadap kondisi yang ada.

Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat 2 jenis tindakan yaitu:

a. Tindakan jenis mandiri, tindakan yang dilakukan tanpa adanya

pesanan dokter

b. Tindakan kolaborasi, diimplementasikan bilaperlu bekerjasama

dengan anggota kesehatan lainnya.

5. Evaluasi

Manakala prioritas keperawatan telah ditentukan, tahap berikutnya

penetapan tujuan pengobatan. Dalam setiap kondisi medis mempunyai

tujuan pemulangan yang ditetapkan, yang dinyatakan secara luas dan

mencerminkan status umum yang diinginkan oleh pasien terhadap

kondisiyang ada. Akan tetapi sebelum dilakuka pemulangan terlebih

dahulu dilakukan evaluasi.


40

Evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses pembuatan

keputusan. Perawat mengumpulkan, menyorti, dan menganalisis data

untuk menetapkan apakah (1) tujuan telah tercapai, (2) rencana

memerlukan modifikasi, atau (3) alternative baru harus dipertimbangkan

(Wong, 2008).

Tujuan evaluasi sendiri adalah untuk dapat memberikan umpan balik

dari rencana tindakan keperawatanyang telah disusun, menilai, dan

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan melalui perbandingan

pelayanan atau tindakan keperawatan yang telah diberikan serta

hasilnya dengan standar yang telah ditentukan dalam rencana tindakan

keperawatan sebelumnya.

Menurut Nursalam (2002) terdapat 3 komponen untuk mengevaluasi

tindakan keperawatan, yaitu :

a. Struktur

Evalusi struktur merupakan falsafah yaitu kita memandang

manusia adalah holistik

b. Fokus tipe evaluasi

Ini adalah aktifitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas

pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan

segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk

membantu keefektifan terhadap tindakan


41

c. Hasil (Sumatif)

Fokus evaluasi adalah perubahan prilaku atau status kesehatan

klien pada akhir tindakan keperawatan.

6. Dokumentasi

Pendokumentasian dilakukan setelah pelaksanaan setiap tahap

proses keluarga dilakukan dan disesuaikan dengan urutan waktu.

Adapun manfaat dari pendokumentasian di antaranya sebagai alat

komunikasi antara tim kesehatan lainnya, sebagai dokumen resmi dalam

sistem pelayanan kesehatan, sebagai alat pertanggung jawaban dan

pertanggung gugatan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien

dan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian

menurut Nursalam (2003). Memberikan panduan petunjuk cara

pendokumentasian dengan benar yaitu :

a. Jangan menghapus dengan tipe-x atau mencoret tulisan yang salah.

Cara yang benar adalah dengan membuat suatu garis pada tulisan

yang salah, tulis kata “salah” lalu di paraf kemudian tulis catatan yang

benar

b. Jangan menulis komentar yang bersifat dengan mengkritik klien

ataupun tenaga kerja yang lain, tulislah hanya uraian obyektif perilaku

klien dan tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

c. Catat hanya fakta catatan harus akurat dan realible

d. Koreksi kesalahan sesegera mungkin


42

e. Jangan biarkan catatan akhir perawat kosong

f. Semua catatan harus dapat dibaca, ditulis dengan tinta, dan

menggunakan bahasa lugas

g. Catat hanya untuk diri sendiri karena perawat bertanggung jawab dan

bertanggung gugat atas informasi yang ditulis

h. Hindari penulisan yang bersifat umum, tulis harus lengkap, singkat,

padat, dan obyektif

i. Mulailah mencatat dokumentasi dengan waktu dan diakhiri dengan

tanda tangan

1) Prinsip-prinsip pendokumentasian yaitu ;

a) Tersedianya format untuk dokumentasi

b) Dokumentasi dilakukan oleh orang yang melakukan tindakan atau

mengobervasi langsung

c) Dokumentasi dibuat segera setelah melakukan tindakan

d) Catatan dibuat kronologis

e) Penulisan singkat dilakukan secara umum

2) Tujuan utama pendokumentasian

a) Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat

kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan tindakan keperawatan

dan mengevaluasi tindakan

b) Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum dan etika

3) Manfaat dan pentingnya dokumentasi keperawatan.


43

Dokumentasi keperawatan mempunyai makna yang penting bila

dilihat dari berbagai aspek :

a) Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi

keperawatan, dimana perawat sebagai pengguna jasa, maka

dokumentasi tersebut dapat dipergunakan sebagi barang bukti di

pengadilan

b) Jaminan mutu (kualitas pelayanan)pencatatan data klien yang lengkap

dan akurat akan memberikan kemudahan bagi perawat dalam

membantu menyelesaikan masalah klien dan untuk mengetahui

sejauh mana masalah klien dapat diatasi dan seberapa jauh masalah

baru dapat diidentifikasi dan monitor melalui catatan yang akurat. Hal

ini dapat membantu meningkatkan mutu yang lengkap.

c) Komunikasi, dokumentasi keadaan klien merupakan alat perekam

terhadap masalah yang berkaitan dengan klien, perawat atau tenaga

kesehatan lain kan bisa melihat catatan yang ada dan sebagai alat

komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan

keperawatan.

d) Keuangan, semua tindakan keperawatan yang belum, sedang dan

telah diberikan di catat dengan lengkap dan dapat digunakan sebagai

acuan atau pertimbangan dalam biaya keperawatan.

e) Pendidikan, isi pendokumentasian menyangkut kronologis dari

kegiatan asuhan keperawatan yang dapat di pergunakan sebagai


44

bahan dan referensi pembelajaran bagi siswa dan profesi

keperawatan

f) Penelitian, isi data yang terdapat di dalam dokumentasi keperawatan

mengandung informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan atua objek

riset dan pengembangan profesi keperawatan.

g) Akreditasi, melalui dokumentasi keperawatan dapat dilihat sejauh

mana peran dan fungsi keperawatan dalam memberikan askep pada

klien (Yosep, 2007).

Anda mungkin juga menyukai