Anda di halaman 1dari 7

SGD 1.

3 skenario 3

Parasetamol merupakan obat analgesik yang umum digunakan. Biasanya parasetamol dikombinasikan dengan
tramadol. Penggunaan bersamaan terbukti dapat memberikan efek analgesik dengan risiko efek samping lebih rendah.
Namun, penggunaan parasetamol dan tramadol jangka waktu panjang dapat menyebabkan peningkatan risiko
terjadinya disfungsi ginjal. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan hilangnya
kesadaran.

Parasetamol tergolong obat analgesik antipiretik dengan efek anti inflamasi minimal, yang umumnya digunakan untuk
meredakan sakit kepala, demam dan nyeri ringan hingga sedang.6,7 Apabila dikombinasikan dengan analgesik opioid,
parasetamol dapat digunakan untuk pengobatan nyeri yang lebih berat, seperti nyeri paska operasi dan terapi paliatif
untuk pasien kanker.

Sumber : JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Volume 5, Nomor 4, Oktober 2016 Online : http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/medico ISSN Online : 2540-8844 Intan Ayuningtyas Hapsari, Taufik Eko Nugroho

1. Metabolisme obat secara umum


a. Pengaruh organ organ dalam proses metabolisme obat

Meskipun setiap jaringan memiliki kemampuan untuk memetabolisasi obat, tapi hati adalah organ utama metabolisme
obat. Jaringan lain yang memperlihatkan aktivitas cukup besar mencakup saluran cerna, paru, kulit, ginjal, dan otak.

Setelah pemberian peroral, banyak obat (mis.isoproterenol, meperidin, pentazosin morfin) diserap utuh dari usus halus
dan diangkut mula-mula melalui sistem porta ke hati, tempat mereka menjalani metabolisme ekstensif. Proses ini
disebut First Pass .

Beberapa obat yang diberikan per oral (mis. klonazepam, Idorpromazin, siklosporin) lebih ekstensif dimetabolisasi di
usus daripada di hati, sementara yang lain (mis. midazolam) mengalami metabolisme di usus yang signifikan (sekitar
50%). Karena itu, metabolisme di usus dapat berperan dalam efek first-pass keseluruhan, dan orang dengan gangguan
fungsi hati mungkin semakin mengandalkan metabolisme usus tersebut untuk mengeliminasi obat. Gangguan
metabolisme usus untuk obat tertentu (mis. felodipin, siklosporin A) juga dapat menyebabkan peningkatan bermakna
kadar plasma dan interaksi antarobat yang relevan secara klinis.

Selain itu, usus bagian bawah mengandung mikroorganisme yang mampu melakukan banyak reaksi biotransformasi.
Selain itu, obat dapat dimetabolisasi oleh asam lambung (mis. penisilin), oleh enzim pencernaan (mis. polipeptida
seperti insulin), atau oleh enzim di dinding usus (mis. katekolamin simpatomimetik).

Sumber : Farmakologi Katzung ed. 12,

Metabolisme Obat

Fase I ialah oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Reaksi lase I ini mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar, yang
dapat bersifat inaktif, kurang aktif, atau lebih aktil daripada bentuk aslinya. Reaksi fase ll, yang disebut juga reaksi
sintetik, merupakan konjugasi obat atau metabolit hasil reaksi fase I dengan substrat endogen misalnya asam
glukuronat, sulfat, asetat, atau asam amino. Hasil konjugasi ini bersifat lebih polar dan lebih mudah terionisasi sehingga
lebih mudah diekskresi. Metabolit hasil konjugasi biasanya tidak aktil kecuali untuk prodrug tertentu. Tidak semua obat
dimetabolisme melalui kedua fase reaksi tersebut; ada obat yang mengalami reaksi fase I saja (satu atau beberapa
macam reaksi) atau reaksi fase ll saja (satu atau beberapa macam reaksi). Tetapi, kebanyakan obat dimetabolisme
melalui beberapa reaksi sekaligus atau secara berurutan menjadi beberapa macam metabolit.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya di dalam sel, yakni enzim
mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan
enzim nonmikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel
jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel saluran cerna, dan plasma. Di lumen saluran cerna juga terdapat enzim
nonmikrosom yang dihasilkan oleh flora usus.

Enzim mikrosom mengkatalisis reaksi konyugasi glukuronid, sebagian besar reaksi oksidasi obat, serta reaksi reduksi dan
hidrolisis. Sedangkan enzim nonmikrosom mengkatalisis reaksi konyugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi, serta reaksi
reduksi dan hidrolisis.

Oksidasi obat-obat tertentu oleh sitokrom Paso menghasilkan senyawa yang sangat reaktif, yang dalam keadaan normal
segera diubah menjadi metabolit yang lebih stabil. Tetapi, bila enzimnya diinduksi atau kadar obatnya tinggi sekali, maka
metabolit antara yang terbentuk juga banyak sekali. Karena inaktivasinya tidak cukup cepat, maka senyawa tersebut
sempat bereaksi dengan komponen sel dan menyebabkan kerusakan iaringan. Contohnya ialah parasetamol. Reaksi
oksidasi terjadi di mitokondria dan plasma sel hati serta jaringan lain, dan dikatalisis oleh enzim alkohol dan aldehid
dehidrogenase, xantinoksidase, tirosin hidroksilase' dan monoamin oksidase.

Enzim nonmikrosom mengkatalisis semua reaksl konyugasi yang bukan dengan glukuronat yaitu konyugasi dengan asam
asetat, glisin, glutation, asam sulfat, asam foslat, dan gugus metil. Sistem ini juga mengkatalisis beberapa reaksi oksidasi,
reduksi, dan hidrolisis.

Reaksi hidrolisis dikatalisis oleh enzim esterase nonspesifik di hati, plasma, saluran cerna' dan di tempat lain, serta oleh
enzim amidase yang terutama terdapal di hati.

Reaksi reduksi mikrosomal dan nonmikrosomal terjadi di hati dan iaringan lain untuk senyawa azo dan nitro, misalnya
kloramfenikol. Reaksi ini seringkali dikatalisis oleh enzim llora usus dalam lingkungan usus Yang anaerob.

Eksresi

Glomerulus yang merupakan jaringan kapiler dapat melewatkan semua zat yang lebih kecil dari albumin melalui celah
antarsel endotelnya sehingga semua obat yang tidak terikat protein plasma mengalami filtrasi di sana'

Di tubuli proksimal, asam organik (penisilin, probenesid, salisilat, konyugat glukuronid, dan asam urat) disekresi aktif
melalui sistem transport untuk asam organik, dan basa organik (neostigmin, kolin, histamin) disekresi aktif melalui
sistem transport untuk basa organik. Kedua sistem transport tersebut relatif tidak selektil sehingga hingga teriadi
kompetisi antar-asam organik dan antar-basa organik dalam sistem transportnya masing-masing. Untuk zal-zal endogen
misalnya asam urat, sistem transport ini dapat berlangsung dua arah, artinya teriadi sekresi dan reabsorpsi. Di tubuli
proksimal dan distal terjadi reabsorpsi pasil untuk bentuk non-ion. Oleh karena itu untuk obat berupa elektrolit lemah,
proses reabsorpsi ini bergantung pada pH lumen tubuli yang menentukan derajat ionisasinya. Bila urin lebih basa, asam
lemah terionisasi lebih banyak sehingga reabsorpsinya berkuran g, akibatnya ekskresinya meningkat. Sebaliknya, bila
urin lebih asam, ekskresi asam lemah berkurang. Keadaan yang berlawanan terjadi dalam ekskresi basa lemah. prinsip
ini digunakan untuk mengobati keracunan obat yang ekskresinya dapat dipercepat dengan pemba saan atau
pengasaman urin, misalnya salisilat, fenobarbital.

Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu ditu_runkan atau interval
pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam me nyesuaikan dosis atau interval
pemberian obat.

Banyak metabolit obat yang terbentuk di hati diekskresi ke dalam usus melalui-empedu, kemu_ dian dibuang melalui
feses, tetapi lebih sering diserap kembali di saluran cerna dan akhirnya dieks_ kresi melalui ginjal. Ada 3 sistem transport
ke dalam empedu, semuanya transport aktif yaitu masing-masing untuk asary organik termasuk glukuronid, basa
organik, dan zat netral misalnya steroid. Telah disebutkan bahwa konyugat glukuronid akan mengalami sirkulasi
enterohepatik.

Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil
sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan seba_ gai pengganti darah untuk
menentukan kadar obat tertentu. Flambut pun dapat digunakan untuk mene_ mukan logam toksik, misalnya arsen, pada
kedokteran forensik.

Sumber : Farmakologi UI

b. Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat

Sumber : Farmakologi UI

Metabolisme obat di hati terganggu bila terjadi kerusakan parenkim hati misalnya oleh adanya zat hepatotoksik atau
pada sirosis hepatis. Dalam hal ini dosis obat yang eliminasinya terutama melalui metabolisme di hati harus disesuaikan
atau diku' rangi. Demikian juga penurunan alir darah hepar oleh obat, gangguan kardiovaskular, atau latihan fisik berat
akan mengurangi rnetabolisme obat tertentu dihati.

Pada neonatus, terutama bayi prematur, aktivitas enzim metabolisme ini rendah (baik enzim mikrosom maupun enzim
nonmikrosom). Ditambah dengan lungsi ekskresi dan sawar darah-otak yang belum sempurna, maka kelompok umur ini
sangat peka terhadap elek toksik obat tertentu. Misalnya' kurangnya aktivitas glukuronidase pada neonatus mendasari
terjadinya hiperbilirubinemia dengan risiko kernikterus, keracunan kloramlenikol, atau analgesik opioid tertentu.
Kemampuan biotransformasi meningkat dalam beberapa bulan pertama kehidupan baYi.

c. Fisiologi dan histology organ terkait

Fisiologi Hati

Hati adalah organ metabolik yang sangat penting dalam tubuh, organ ini dilihat sebagai pabrik biokimia utama
(Sherwood, 2012).

Fungsi hati antara lain:


1. Metabolisme karbohidrat. Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan glikogen dalam jumlah
besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa kimia
yang penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat (Guyton et al., 2008).

2. Metabolisme lemak Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah dengan mengsekresikan garam empedu yang
membantu pencernaan lemak melalui efek deterjennya (emulsifikasi) sehingga mempermudah penyerapan lemak dan
ikut serta dalam pembentukan misel (Sherwood, 2012).

3. Metabolisme protein Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino, pembentukan ureum
untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, dan interkonversi beragam asam amino dan membentuk senyawa lain
dari asam amino (Guyton et al., 2008).

4. Sintesis Protein Plasma Hati memproduksi banyak protein. Kebanyakan protein tersebut merupakan proten fase akut
yaitu protein yang diproduksi dan di sekresikan ke dalam plasma apabila terdapat rangsangan stress. Protein lainnya
yang diproduksi adalah protein yang mengangkut steroid dan hormone lain dalam plasma serta faktor−faktor
pembekuan. Protein tersebut antara lain albumin, orosomukoid, antiprotease ɑ1 dan lain−lain (Ganong, 2008).

5. Lain−lain Fungsi hati yang lainnya adalah sebagai tempat penyimpanan vitamin, dan menyimpan besi dalam bentuk
ferritin. Hati membentuk zat−zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak dan mengeluarkan atau
mengekskresikan obat−obatan, hormon dan zat lain (Guyton et al., 2008).

Histologi Hati

Organ terbesar dalam tubuh selain kulit dengan berat 1,5 Kg atau sekitar 2% berat tubuh orang dewasa.Lobus Kanan
lebih besar dari lobus kiri. Kelenjar terbesar terletak di rongg perut dibawah diafragma. Perantara system pencernaan
dengan darah Memproses setiap nutrien yang diserap oleh usus halus sebelum disebarkan ke seluruh tubuh. Darah di
hati 75% (kaya nutrient tetapi O2 rendah) berasal dari vena portae yang berasal dari lambung, usus dan limpa 25% nya
(kaya O2) disuplai oleh a. hepatica. Seluruh materi yang diserap oleh usus tiba di hati melalui v portae kecuali lipid
kompleks yang terutama diangkut oleh pembuluh limfe .Sangat optimal untuk menampung, mengubah dan
mengumpulkan metabolit dari darah serta untuk menetralisir dan mengeluarkan zat toksik dalam darah.
Pengeluarannya melalui empedu

Hepar dibungkus simpai tipis jaringan ikat fibrous (serabut kolagen dan elastis) yang kuat -> Glisson’s capsule. Kapsul
Glisson -> septa bercabang -> masuk ke hepar -> sampai ke portae hepatic -> membuat hepar berlobulus

Dalam satu lobuli terdapat ribuat hepatosit yang tersusun radial. Dibagian perifer lobuli terdapat 3 – 6 area portal. Pada
bagian pusat atau central dari lobuli hepar terdapat venula yang disebut vena sentralis Area portal berisi : Venula
(Cabang vena portal) ,Arteriol (Cabang a.hepatica),Duktus epitel kuboid (Cabang duktis biliaris),Ketiga nama struktur
diatas biasa disebut trias portaArea portal juga terdapat serabut saraf dan pembuluh limfe Dikelilingi atau dijaga oleh
stroma berupa jaringan ikat retikuler Venula tersebut mengandung darah dari vena mesenterica superior dan inferior
serta vena lienalis Arteriol menerima darah dari truncus coeliacus dari aorta abdominalis. Duktusnya membawa empedu
yang dibuat oleh sel sel parenkim (hepatosit)

Hepatosit Berbentuk polyhedral besar Nukleus sferis besar dengan nucleolus dan permukaannya halus Sitoplasma
eusinofilik (karena banyak mtokondria dan sedikit RE) Membentuk suatu lempeng yang berhubungan seperti susunan
batu bata Tersusun radial di sekeliling vena sentralis Bercabang dan beranastomose secara bebas -> membentuk
struktur menyerupai spons Celah diantara lempeng ada komponen mikrovaskuler (sinusoid) Sinusoid dan hepatosit
dipisahkan oleh lamina basal dan celah sinusoid (celah disse)
Sinusoid Pembuluh darah yang melebar tidak teratur Dikelilingi dan ditunjang selubung serat reticular halus Celah
antara sinusoid dan hepatosit : celah disse

Sel dalam Sinusoid

Sel endotel Berbeda dengan endhotel biasa : tidak menyerap perak nitrat. Sitoplasma meluas sebagai film tipis yang
melapisi dinding sinusoid. Nukleus : padat, kecil terpulas gelap

Sel Kupffer Sel Fagositik, Bentuk Stelata. Ditemukan pada sinusoid. Lebih besar dari sel endotel. Sitoplasma meluas
sebagai prosesus mengandung tetes tetes lemak, lisosom, reticulum endoplasmic granuler, vakuola yang jernih. Nukleus
besar.Tercat dengan :LITHIUM CARMINE ,TRYPAN BLUE,TINTA INDIA. Fungsi utamanya adalah menghancurkan eritrosit
tua, Menggunakan ulang heme, Menghancurkan bakteri atau debris yang dapat memasuki darah portal dari usus,
Bekerja sebagai sel penyaji antigen pada imunitas adaptif

Sel Ito Disebut juga hepatic stellate cells. Droplet lipid kecil mengandung vitamin A. Menyimpan banyak vitamin A tubuh.
Menghasilkan komponen matriks ekstrasel. Berperan mengatur imunitas setempat Ditemukan di celah perisinusoid /
celah disse

2. Prinsip pemberian terapi

Dosis dan frekuensi pemberian yang dibutuhkan untuk mencapai kadar darah dan jaringan yang efektif secara terapetis
bervariasi pada masing-masing pasien karena perbedaan individual dalam distribusi obat serta laju metabolisme dan
eliminas obat. Perbedaan ini ditentukan oleh faktor genetik dan variabel non-genetik, misalnya usia, jenis kelamin,
ukuran hati, fungsi hati, irama sirkadian, suhu tubuh, serta faktor gizi dan lingkungan seperti pajanan ke penginduksi
atau penghambat metabolisme obat.

Faktor genetik yang memengaruhi kadar enzim ikut berperan menimbulkan perbedaan ini, menyebabkan "poli-
morfisme genetik" ( didefinisikan sebagai adanya alel varian dari suatu gen pada frekuensi populasi≥ 1% menyebabkan
perubahan ekspresi atau aktivitas fungsional produk gen, atau keduanya) dalam metabolisme obat. Contoh pertama
obat-obat yang terbukti dipengaruhi polimorfisme genetik adalah pelemas otot suksinilkolin, obat antituberkulosis
isoniazid, dan antikoagulan warfarin.

Terdapat polimorfisme genetik enzim-enzim metabolisme obat fase I dan II yang telah diketahui pasti dan relevan secara
klinis yang menyebabkan perubahan kemanjuran obat atau reaksi samping obat.

Faktor diet dan lingkungan. Faktor makanan dan lingkungan ikut berperan dalam variasi Individual dalam metabolisme
obat. Makanan yang dipanggang arang dan sayuran cruciferae diketahui menginduksi enzim CYP1A, jus grapefruit
diketahui menghambat metabolisme CYP3A obat yang diberikan bersamanya. Perokok memetabolisasi sebagian obat
lebih cepat daripada bukan perokok karena induksi enzim (lihat bagian sebelumnya). Pekerja industri yang terpajan ke
sebagian pestisida memetabolisasi obat tertentu lebih cepat daripada orang yang tidak terpajan.

Usia & Jenis Kelamin. Meningkatnya kerentanan terhadap aktivitas farmakologik atau toksik obat pernah dilaporkan
pada pasien yang berusia sangat muda atau sangat tua dibandingkan dengan dewasa muda. Laporan-laporan klinis
mengisyaratkan bahwa perbedaan dependen-jenis kelamin serupa dalam metabolisme obat juga terdapat pada manusia
untuk etanol, propranolol, beberapa benzodiazepin, estrogen, dan salisilat.

Interaksi antarobat selama metabolism. Banyak substrat, berkat lipofilisitas mereka yang relatif tinggi, tidak saja
ditahan di tempat aktif enzim tetapi terus terikat secara nonspesifik ke membran retkulum endoplasma lemak. Dalam
keadaan ini, mereka dapat menginduksi enzim-enzim mikrosom, terutama setelah pemakaian berulang. Secara akut,
bergantung pada kadar obat yang tersisa di tempat aktif, mereka juga dapat menghambat secara kompetitif
metabolisme obat lain yang diberikan bersama.

Obat-obat yang dapat menginduksi enzim antara lain adalah berbagai sedatif-hipnotik, antipsikotik, antikejang,
antituberkulosis rifampin, dan insektisida.

Interaksi Antara Obat & Senyawa Endogen. Sebagian obat memerlukan konjugasi dengan bahan endogen seperti GSH,
asam glukuronat, atau sulfat untuk inaktivasi mereka. Karena itu, berbagai obat mungkin bersaing untuk substrat
endogen yang sama, dan obat yang bereaksi lebih cepat mungkin secara efektif menguras kadar substrat endogen dan
mengganggu metabolisme obat yang bereaksi lebih lambat.

Penyakit yang Memengaruhi Metabolisme. Obat Penyakit akut atau kronik yang memengaruhi arsitektur atau fungsi
hati sangat memengaruhi metabolisme sebagian obat oleh hati. Penyakit-penyakit ini mencakup hepatitis alkohol, sirosis
alkoholik aktif atau inaktif, hemokromatosis, hepatitis aktif kronik, sirosis biliaris, dan hepatitis virus akut atau hepatitis
imbas-obat. Bergantung pada keparahannya, penyakit-penyakit ini dapat secara bermakna mengganggu enzim-enzim
pemetabolisasi obat, terutama oksidase di mikrosom, dan karenanya memengaruhi eliminasi obat. Sebagai contoh,
waktu paruh klordiazepoksid dan diazepam pada pasien dengan sirosis hati atau hepatitis virus akut sangat memanjang,
disertai peningkatan efek mereka. Karena itu, obat-obat ini dapat menyebabkan koma pada pasien dengan penyakit hati
jika diberikan dalam dosis biasa.

Sumber : Farmakologi Katzung

3. Efek samping dikaitkan dengan fungsi organ

Paracetamol merupakan obat yang sering digunakan untuk mengobati demam dan nyeri ringan seperti sakit kepala dan
nyeri otot. Meskipun aman dikonsumsi pada dosis terapeutik, namun overdosis obat yang disebabkan oleh pemakaian
jangka panjang ataupun penyalahgunaan masih sering terjadi. Overdosis paracetamol akan mengakibatkan terjadinya
nekrosis sel hepar daerah sentrolobuler yang dapat menyebabkan gagal hepar akut.

Ketika terjadi overdosis, kadar glutathion-SH (GSH) dalam sel hati menjadi sangat berkurang yang berakibat kerentanan
sel sel hati terhadap cedera oleh oksidan dan juga memungkinkan N-asetil-p-benzokuinon (NAPQI) berikatan secara
kovalen pada makromolekul sel yang menyebabkan disfungsi berbagai sistem enzim (Goodman & Gilman, 2008).

Efek hepatotoksisitas yang merusak selsel hati (Sheen, et al. 2002). Kerusakan hepar terjadi karena pada dosis yang
berlebihan, hasil metabolisme parasetamol yang berupa NAPQI tidak dapat dinetralisir semuanya oleh glutathion hepar.
Senyawa NAPQI bersifat toksik dan dapat menyebabkan terjadinya reaksi rantai radikal bebas (Correia & Castagnoli,
1989). Efek yang ditimbulkan yaitu adanya kerusakan pada organ-organ seperti organ hepar.

Salah satu indikator kerusakan hati yaitu dengan melihat kadar SGOT-SGPT. Kadar SGOTSGPT digunakan untuk tujuan
diagnostik. Dua enzim yang paling sering berkaitan dengan kerusakan hepatoselular adalah aminotransferase yang
terdiri dari Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamik Piruvat Transaminase (SGPT). Kedua
enzim ini berfungsi penting pada pembentukan asam-asam amino yang tepat yang dibutuhkan untuk menyusun protein
di hepar.

Sumber : Ita Dwi rafita, Lisdiana, & Aditya Marianti / Unnes Journal of Life Science 4 (1) (2015) 29-37

Ginjal merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai tempat ekskresi dan menjaga homeostasis.Parameter untuk
mengetahui fungsi ginjal dapat diketahui dengan pemeriksaan kadar urea dalam darah atau serum, kadar kreatinin
dalam serum, GFR, klirens kreatinin, dan klirens urea.Urea adalah hasil metabolisme dari protein dan asam amino yang
diproduksi di dalam hati dan hampir seluruhnya dieliminasi melalui ekskresi urin.

Anda mungkin juga menyukai