Anda di halaman 1dari 76

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN

Disusun oleh :
Eka Mayasari (18308141011)
Biologi B

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
SISTEM KARDIOVASKULER

KEGIATAN 1

MENGAMATI STRUKTUR ANATOMI JANTUNG MAMALIA

A. Tujuan
Mengamati struktur anatomi makroskopis jantung mamalia
B. Alat dan bahan
1. Jantung kambing segar atau yang telah diawetkan di lemari es.
2. Skalpel
3. Pinset
4. Klem
5. Penusuk
6. Gunting
7. Bak Parafin
C. Cara kerja

Siapkan jantung kambing yang akan diamati dan letakkan pada bak parafin

amati bagian-bagian jantung tersebut secara seksama dari bagian luar terlebih
dahulu kemudian lanjutkan ke bagian dalam seperti: Pericardium, Apeks
jantung, Atrium kanan, Atrium kiri, Ventrikel kakan, Ventrikel kiri, Trieus
aorta, Arteri pulmonalis, Vena cava interior,Vena cava exterior dan Arteri
corona

Lakukan pegirisan melalui bagian median jantung kemudian amatilah bagian-


bagian dalamnya

Amati perbedaan struktur otot atrium dan ventrikel, otot ventrikel kiri dan
ventrikel kanan, dinding arteri dan vena, valvula bikuspidalis dan trikuspidalis
D. Hasil

E. Pembahasan
Praktikum pengamatan struktur anatomi jantung mammalia ini dilaksanakan di
Laboratorium Zoologi FMIPA UNY. Percobaan ini bertujuan untuk mengamati
struktur dan anatomi jantung. Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran
sebesar kepalan tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh
darah dengan kontraksi ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang,
2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya dinamakan
ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium dan
ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum. Dari hasil praktikum dapat
disimpulkan bahwa ada beberapa bagian yang bisa diamati.
 Jantung bagian luar :
1. Aorta
2. Vena pulmonalis
3. Apeks jantung
4. perikardium
 Jantung bagian dalam :
1. Arteri pulmonalis
2. Atrium kanan
3. Atrium kiri
4. Arteri pulmonalis
5. Ventrikel kanan
6. Ventrikel kiri
7. Septum
1. Pada bagian – bagian jantung tersebut memiliki peranan masing-masing yaitu
 Bagian luar :
1. Aorta
adalah arteri terbesar dalam badan manusia. Bersumber dari bilik
kiri jantung dan membawa darah beroksigen kepada semua
bagian tubuh dalam peredaran sistemik. Aorta adalah arteri
elastis, oleh karenanya maka dapat mengembang. Apabila
ventrikel kiri berkontraksi untuk memaksa darah mengalir ke
aorta, aorta mengembang. Regangan ini memberikan energi
potensial yang akan membantu mempertahankan tekanan darah
sewaktu diastole karena saat itu, aorta akan berkontraksi secara
pasif
2. Vena pulmonalis
Vena pulmonalis adalah vena yang membawa darah kaya
oksigen dari paru-paru ke jantung tepatnya di atrium kiri.
Ukurannya lebih kecil dari vena cava dan terdiri dari vena
pulmonalis kanan dan vena pulmonalis kiri. Fungsi vena
pulmonalis adalah untuk membawa darah kaya oksigen kembali
ke jantung untuk kemudian diedarkan ke seluruh tubuh.
3. Apeks jantung
bentuknya bulat dan susah ditentukan secara radiografi,
kalau dapat ditentukan biasanya berada setinggi rawan iga
keenam, dibawah dan medial tempat terabanya detak apeks.
Detak apeks yang berasal dari jantung umumnya dapat diraba di
dada sebelah kiri,selain itu derak apeks juga dihasilkan oleh
gerak jantung kiri yang cukup rumit ketika kontraksi.
4. Perikardium
kantung yang membungkus jantung pada manusia dan beberapa
jenis hewan yang mempunyai fungsi utama sebagai dinding
terluar jantung. Perikardium merupakan satu struktur kantung
yang melapisi seluruh jantung kecuali bagian atrium kiri.
Perikardium terdiri atas lapisan mesotel di bagian dalamnya dan
lapisan fibrosa diluarnya. Di dalam kantung ini terdapat sekitar
5 sampai 10 cc cairan serous yang berfungsi untuk melumas
pergerakan, sekaligus memberi ruang gerak bagi otot jantung.
Bagian kantung yang menempel pada bagian epikardial jantung
disebut perikardium visceral, bagian ini lebih tipis dan fleksibel,
sehingga memudahkan jantung untuk bergerak. Bagian kantung
yang tidak menempel dengan jantung (berada pada posisi luar)
disebut perikardium parietal, bagian ini cenderung lebih tebal
dan keras, sehingga dapat melindungi jantung dari benturan luar
dan juga menahan pembesaran volume jantung ketika terjadi
kelebihan darah di dalam jantung.
 Bagian dalam
1. Arteri pulmonalis
salah satu dari dua pembuluh bercabang dari batang paru yang
merupakan bagian integral dari anatomi jantung utuh dan
merupakan pembuluh yang mengangkut darah de-oksigen ke
paru-paru yang berasal dari ventrikel kanan. Fungsi dasar dari
arteri pulmonalis adalah untuk membawa darah terdeoksigenasi
(darah kaya oksigen) dari ventrikel kanan jantung ke paru-paru.
Arteri pulmonalis menghubungkan paru-paru dan ventrikel
kanan jantung dan dibagi menjadi arteri pulmonalis kiri dan
arteri pulmonalis kanan. Darah terdeoksigenasi yang
dikumpulkan dari tubuh kemudian dikirim kembali ke ventrikel
kanan jantung. Proses pemompaan darah dilakukan di dalam
jantung yaitu di dinding ventrikel kanan. Dengan cara ini darah
yang kekurangan oksigen dilewatkan ke paru-paru melalui
ventrikel kanan. Kemudian darah-darah tersebut diperkaya
dengan oksigen dan dikirim kembali ke ventrikel kiri, dan
kemudian didistribusikan ke seluruh bagian tubuh manusia
2. Atrium kanan
berfungsi sebagai tempat penampungan darah yang rendah
oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui
vena cava superior, vena cava inferior, serta sinus koronarius
yang berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan
ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru.
3. Atrium kiri
berfungsi sebagai penerima darah yang kaya oksigen dari kedua
paru melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir
ke ventrikel kiri, dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta.

4. Ventrikel
Permukaan dalam ventrikel memperlihatkan alur-alur otot yang
disebut trabekula. Beberapa alur tampak menonjol, yang disebut
muskulus papilaris. Ujung muskulus papilaris dihubungkan 10
dengan tepi daun katup atrioventrikuler oleh serat-serat yang
disebut korda tendinae. 1) Ventrikel kanan, menerima darah dari
atrium kanan dan dipompakan ke paru-paru melalui arteri
pulmonalis. 2) Ventrikel kiri, menerima darah dari atrium kiri
dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta. Kedua ventrikel
ini dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel
5. Septum
Fungsi utama dari septum pada jantung, juga dikenal sebagai
septum ventrikel, adalah untuk memisahkan dua sisi jantung. Ini
adalah fungsi penting karena sisi kanan jantung membawa darah
miskin oksigen dari ekstremitas ke jantung, dan sisi kiri jantung
berisi darah kaya oksigen dan dibagikan melalui pembuluh
darah. Tanpa septum, darah tidak dapat diisi oksigen dengan
benar. Septum di dalam jantung dibagi menjadi dua bagian:
septum yang memisahkan atrium dan ventrikel septum yang
membagi ventrikel jantung. Septum terdiri dari jaringan otot
tebal yang dimulai pada ujung bawah jantung dan melewati
melalui arteri pulmonalis dan aorta
2. Cara kerja jantung
Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (
disebut diastol). Selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar
dari ruang jantung (disebut sistol). Kedua serambi mengendur dan berkontraksi
secara bersamaan. Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak
karbondioksida (darah kotor) akan mengalir ke seluruh tubuh mengalir melalui
dua vena terbesar (vena cava) menuju ke dalam serambi kanan. Setelah atrium
kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam bilik kanan.
Darah dari bilik kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam
arteri pulmonalis menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh
yang sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru-paru,
menyerap oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya
dihembuskan.
Darah yang kaya akan oksigen (darah bersih) mengalir ke dalam vena
pulmonalis menuju ke serambi kiri. Peredaran darah di antara bagian kanan
jantung, paru-paru dan atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner.
Darah dalam serambi kiri akan didorong menuju bilik kiri, yang
selanjutnya akan memompa darah bersih ini melewati katup aorta masuk ke
dalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen ini disediakan
untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru.
F. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa struktur
anatomi makroskopis jantung adalah
 Jantung bagian luar :
1. Aorta
2. Vena pulmonalis
3. Apeks jantung
4. perikardium
 Jantung bagian dalam :
1. Arteri pulmonalis
2. Atrium kanan
3. Atrium kiri
4. Arteri pulmonalis
5. Ventrikel kanan
6. Ventrikel kiri
7. Septum
G. Daftar pustaka
Gardner Gray O’Rahilly. 1995. Anatomi Kajian Ranah Tubuh Manusia
(Terjemahan).Jakarta : UI Press
Kartolo Wulangi. 1993. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta: Depdikbud
Nurcahyo, Heru, Tri Harjana. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan Dasar.
Yogyakarta: FMIPA UNY
Pearce, Enelin. 1995. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia
Soewolo, dkk. 1999. Fisiologi manusia. Malang: FMIPA UNM
SISTEM KARDIOVASKULER

KEGIATAN 2

MENGHITUNG DENYUT NADI DAN CARDIAC OUTPUT

A. Tujuan
1. Mengukur denyut nadi (pulsus) pada arteri radialis
2. Menghitung cardiac output (CO)
B. Alat dan bahan
1. Jam (stopwatch)
2. Tally counter
C. Cara kerja

Tempelkan ketiga jari pada pergelangan tangan di atas arteri radialis dengan
sedikit menekan kemudian sedikit kurangi tekanan tersebut sampai terasakan
denyut nadi

Hitunglah banyaknya denyutan selama 1 menit

Lakukan kegiatan olahraga (lari, naik turun tangga) kurang lebih selama 10
menit

Lakukan pengukuran danyut nadi seperti langkah pertama denagn data hasil
pengukuran kedua

Menghitung cardiac output dengan menggunakan rumus Cardiac ouput (CO)


= HR x SV
D. Hasil

Denyut nadi
No. Nama Umur Sebelum Sesudah
kegiatan kegiatan
1. Waryati 19 tahun 74×/menit 105×/menit
2. Nuzul jauharoh A.U 19 Tahun 89×/menit 115×/menit
3. Eka mayasari 19 tahun 85×/menit 120×/menit

E. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan di Laboratorium Zoologi FMIPA UNY
pada tanggal 12 November 2019 dengan judul menghitung denyut nadi dan cardiac
output didapatkan hasil sebagai berikut
Denyut nadi
No. Nama Umur Sebelum Sesudah
kegiatan kegiatan
1. Waryati 19 tahun 74×/menit 105×/menit
2. Nuzul jauharoh A.U 19 Tahun 89×/menit 115×/menit
3. Eka mayasari 19 tahun 85×/menit 120×/menit
Denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung yang khusus dan menyebar
melalui sistem ini ke semua bagian miokardium. Struktur yang membentuksistem
penghantar adalah simpul sinoatrial (simpul SA), lintasan antar simpul diatrium, simpul
atrioventrikular (simpul AV), berkas HIS dan cabang-cabangnya, dansistem purkinye.
Simpul SA merupakan pacu jantung normal, kecepatannyamenentukan frekuensi
denyut jantung (Guyton and Hall, 2005).
Darah yang didorong ke aorta selama sistole tidak hanya bergerak maju dalam
pembuluh darah tetapi juga menimbulkan gelombang bertekanan yang berjalan
sepanjang arteri. Gelombang bertekanan meregang dinding arteri sepanjang
perjalanannya, dan regangan dapat diraba sebagai denyut. Denyut yang diraba pada
arteri radialis pada pergelangan tangan kira-kira 0,1 detik setelah puncak sisistolik ke
aorta. Inilah yang disebut nadi. Dengan bertambahnya usia, arteri menjadi lebih kaku
dan gelombang denyut bergerak lebih cepat (Ganong, 2002).
Frekuensi denyut jantung bisa dirumuskan :
HR= CO/SV
Keterangan :
HR = denyut jantung
CO = volume darah semenit
SV = voume sekuncup

Kecepatan denyut nadi yang normal yaitu 72 kali permenit. Pada


umumnya,makin tinggi frekuensi denyut nadi permenit, makin banyak darah yang
dipompakan (Guyton and Hall, 2005). Secara umum, rangsang yang meningkatkan
denyut jantung juga meningkatkan Tekanan darah, sedangkan yang menurunkan denyut
jantuung juga menurunkan tekanan darah. Tetapi terdapat perkecualian seperti
terjadinya hipotensi dan takikardi akibat rangsang pada reseptor regang atrium
(Ganong, 2002).
Frekuensi denyut nadi sebagian besar berada di bawah pengaturan
ekstrinsiksistem saraf otonom, serabut parasimpatis dan simpatis mempersarafi nodus
SA dan AV, mempengaruhi kecepatan dan frekuensi konduksi impuls. Stimulasi
serabut parasimpatis akan mengurangi frekuensi denyut nadi, sedangkan stimulasi
simpatis akan mempercepat denyut nadi (Price and Wilson, 2000). Frekuensi denyut
nadi diperlambat oleh kerja vagus dan dipercepat oleh kerja simpatis. Frekuensi denyut
nadi dapat kurang dari 40 pada 25% remaja sehat yang sedang tidur (Muhardi, 2001).
Apabila terjadi penurunan tekanan darah dan frekuesi denyut nadi
yangberlebihan dapat digunakan efedrin yang berfungsi berdasarkan reseptor
adrenergik yang menghasilkan respon simpatis. Oleh karena efedrin dapat
menyebabkan vasokonstriksi perifer, sehingga pada penggunaan klinis efedrin
meningkatkan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi (Morgan et al, 2002).
Frekuensi denyut jantung (HR, heart rate) yaitu banyak denyut jantung
permenit. Stroke volume (SV) yaitu volume satu kali pompa yang merupakan volume
akhir diastole dikurangi volume akhir sistole. Volume akhir diastole tergantung
regangan (komplains), tekanan mendorong (filling pressure) vena cava. Cardiac output
(CO) adalah banyaknya darah yang dipompa selama satu menit. Cardiac output
merupakan hasil kali stroke volume dengan frekuensi denyut jantung. Cardiac output
merupakan htasil perkalian antara stroke volume (volume kuncup) dengan frekuensi
denyut jantung permenit. Stroke volume yaitu volume darah yang dipompa oleh jantung
dalam sekali pompa dengan rata - rata untuk orang dewasa 70 ml.
Hukum Starling (Starling’s law) yaitu makin tinggi regangan pada otot jantung,
maka makin kuat kontraksinya. pengamatan denyut jantung/nadi radalis juga dilakukan
sebelum (normal) dan setelah melakukan aktivitas. Denyut nadi seorang dewasa 60-
100 kali/menit. Pada pengamatan ini didapatkan hasil sebelum kegiatan menunjukkan
denyut nadi waryati sebesar 74 kali/menit , nuzul 89 kali/menit, eka mayasari 85
kali/menit. Hal tersebut menunjukkan bahwa denyut nadi sebelum kegiatan terindikasi
normal. Berdasarkan teori umur diatas 18 tahun denyut nadi menunjukkan 60-100
kali/menit (Amran,2012:1). Pada saat sesudah kegiatan denyut nadi dari waryati
menunjukkan 105 kali/menit, nuzul 115 kali/menit dan eka menunjukkan 120
kali/menit. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan karena berbagai faktor. Hal ini
dikarenakan kerja jantung meningkat dalam memompa darah guna memenuhi
kebutuhan oksigen dalam tubuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi denyut nadi yaitu usia, jenis kelamin,
aktivitas, status kesehatan, obat-obatan dan kondisi emosional. Dari data di atas juga
dapat diketahui bahwa meningkatnya aktivitas dapat mengakibatkan naiknya cardiac
output. Hal ini juga dikarenakan kerja jantung meningkat dalam memompa darah guna
memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam
hukum straling, yaitu bahwa dalam batas-batas normal, otot jantung akan berkontraksi
lebih kuat bila serabutnya direnggangkan. Sewaktu olahraga sejumlah darah vena akan
kembali ke dalam atrium kanan terus ke ventrikel kanan dengan cepat dan banyak. Hal
ini akan meregangkan serabut-serabut otot ventrikel kanan, dengan demikian kekuatan
kontraksi dan cardiac output ventrikel kanan akan bertambah kemudian pada gilirannya
ventrikel kiri juga akan berkontraksi lebih kuat.
F. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
1. Mengukur denyut nadi pada arteri radialis
Denyut nadi
No. Nama Umur Sebelum Sesudah
kegiatan kegiatan
1. Waryati 19 tahun 74×/menit 105×/menit
2. Nuzul jauharoh A.U 19 Tahun 89×/menit 115×/menit
3. Eka mayasari 19 tahun 85×/menit 120×/menit

2. Menghitung cardiac output (CO)


CO atau cardiac output bisa dihitung dengan rumus :
CO = HR × SV
Keterangan :
HR = heart rate/denyut jantung
CO = cardiac output/volume darah semenit
SV = stroke volume/voume sekuncup
G. Daftar pustaka
Muhardi. 2001. Fisiologi Kardiovaskular. Jakarta: Bagian Anestesiology dan Terapi
Intensif FK UI, P:25.
Morgan, Edward G., Mikhail, Maged S., and Murray, Michael J. 2002. Clinical
Anesthesiology. (3rded). New York: McGraw-Hill Companies Inc.
Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, PP, 529, 549, 587.
Guyton AC, Hall JE.2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, PP: 137,147.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31637/4/Chapter%20II.pdf diakses
pada 13 november 2019 pukul 19.20
SISTEM KARDIOVASKULER

KEGIATAN 3

MENGUKUR KADAR HEMOGLOBIN

A. Tujuan
Mengukur kadar hemoglobin (Hb) darah
B. Alat dan bahan
1. Hemoglobinnometer Sahli
2. Blood lancet steril (disposible)
3. Pipet khusus dengan selang karet
4. Kapas alkohol
5. Aquadest
6. Larutan HCl 0,1 N
7. Telquish chart
C. Cara kerja

Tusuklah ujung jari tengah atau jari manis naracoba dengan menggunakan
blood lancet steril (disposable) sehingga darah keluar .

Teteskan pada masing-masing bulatan satu tetes darah pada kaca objek

Kemudian hisap lagi cairan tersebut dan tiup lagi sampai 3 kali agar darah dan
larutan tercampur rata

Isilah tabung berskala dari hermometer sahli dengan larutan HCL 0,1 N sampai
tanda angka 2

Hisaplah darah langsung dari probandus (naracoba) atau darah awetan dengan
menggunakan pipet khusus yang telah tersedia sampai tanda garis pada pipet
Kemudian bersihkan ujung pipet dengan kertas tissue dan tiuplah darah yang
terdapat dalam pipet tersebut ke dalam tabung yang telah terisi HCL 0,1 N

Biarkan selama kurang lebih 2 menit

Kemudian tambahkan tetes demi tetes aquadest sambil diaduk dengan


pengaduk khusus sampai warnanya sesuai dengan warna tabung standar dari
hemometer sahli

Kemudian baca dan catat angka pada tabung berskala yang menunjukkan
kadar Hb dalam gr/100 ml darah atau gr % atau gr/dl.

D. Hasil

No. Nama Umur Kadar Hb


1. Waryati 19 8,9
2. Nuzul jauharoh A.U 19 9,9
3. Eka mayasari 19 10

E. Pembahasan
Dalam praktikum ini, praktikan menggunakan metode Sahli untuk mengukur
kadar hemoglobin dengan langkah-langkah sebagai berikut : Pertama, praktikan
mensterilkan kulit ujung jari tengah atau jari manis naracoba dengan kapas alkohol dan
membiarkan hingga mengering, kemudian menusuk ujung jari tengah atau jari manis
naracoba dengan menggunakan blood lancet steril (disposable) sehingga darah keluar
dan menghisap darah tersebut dengan pipet khusus yang telah disediakan sampai tanda
garis pada pipet, kemudian mengsi tabung berskala dari hemometer Sahli dengan
larutan HCl 0,1 N, kemudian meniup darah yang terdapat dalam pipet ke dalam tabung
hemometer yang telagh berisi NaCl 0,1 N, kemudian diaduk dan ditambahkan sedikit
demi sedikit aquades hingga warnanya sesuai dengan warna standar dari tabung
hemometer Sahli, kemudian membaca dan mencatat angka pada tabung berskala yang
menunjukkan kadar Hb dalam gr/100 mL darah atau dr % atau gr/dL.
Metode sahli merupakan satu cara penetapan hemoglobin secara visual. Darah
diencerkan dengan larutan HCl sehingga hemoglobin berubah menjadi hematin asam.
Untuk dapat menentukan kadar hemoglobin dilakukan dengan mengencerkan larutan
campuran tersebut dengan aquadest sampai warnanya sama dengan warna batang gelas
standar.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut
untuk kadar hemoglobin waryati sebesar 8.9 , kadar hemoglobin nujul sebesar 9.9 dan
kadar hemoglobin eka mayasari sebesar 10. Menurut Syarifah (2015), kadar
hemoglobin dalam darah sangat tergantung pada jenis kelamin dan umur seseorang.
1. Pria Dewasa : 13,2-17,3 g/100 ml darah
2. Wanita : 11,7-15,5 g/100 ml darah
3. Bayi (baru lahir) : 15,2-23,6 g/100 ml darah
4. Anak (1-3 tahun) : 10,8-12,8 g/100 ml darah
5. Anak (4-5 tahun) : 10,7-14,7 g/100 ml darah
Berdasarkan teori yang ada diatas , kadar Hb dalam kelompok tidak ada yang mencapai
normal . hal tersebut disebabkan karena berbagai faktor antara lain
1. Human Erorr
2. Tidak tepat mengambil sampel darah sebanyak 20 mikron
3. Tidak baik caranya pada saat pencampuran antara darah dan HCl pada waktu
mengencerkan
4. Adanya gelembung udara di permukaan pada waktu membaca
5. Membandingkan warna pada cahaya yang kurang terang
Kesalahan seperti diatas dapat menyebabkan kurang akuratnya hasil pemeriksaan
Haemoglobin. Sehingga diharapkan pemeriksa benar benar memperhatikan cara kerja
dan faktor diatas agar hasil yang didapatkan lebih akurat.
F. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kita dapat
mengukur kadar hemoglobin(Hb) seperti pada tabel dibawah ini
No. Nama Umur Kadar Hb
1. Waryati 19 8,9
2. Nuzul jauharoh A.U 19 9,9
3. Eka mayasari 19 10

G. Daftar pustaka
Syarifah. 2015. Panduan Praktikum Fisiologi Hewan. Palembang: Universitas Islam
Negeri Raden Fatah.
KEGIATAN 4

PENGARUH SUHU LINGKUNGAN TERHADAP SUHU TUBUH

A. Tujuan
1. Melakukan pengukuran suhu tubuh hemoeterm
2. Mengamati pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh manusia
B. Alat bahan
1. Termometer batang
2. Air dingin
3. Air hangat
4. Pengukur waktu
C. Cara kerja
1. Pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu badan manusia

Mengukur suhu tubuh normal dengan cara menempelken termometer


di ketiak

Untuk mengukur pada suhu panas , kantong plastik yang berisi air
panas ditempelkan pada tengkuk leher

Untuk mengukur pada suhu dingin, kantong plastik yang berisi air
dingin ditempelkan pada tengkuk leher

2. Pengukuran suhu tubuh poikiloterm pada katak

Letakkan termometer tersebut ke dalam mulut katak selama kurang


lebih 5 menit, kemudian amati skalanya dan catat suhunya

Setelah itu masukkan katak ke dalam tabung erlenmeyer 1 L yang telah diisi
air dingin 3⁄4 volumenya , juga amati perubahan suhu setelah selama 5 menit
direndam

Ulangi dengan cara yang sama tetapi air dingin diganti dengan air
hangat , amati dan catat suhunya

Apakah ada perbedaan suhu katak antara sebelum dan sesudah perlakuan
D. Hasil
No. Nama Suhu normal Suhu dingin Suhu panas
1. Katak 31 27 40,1
2. Waryati 37,4 37,4 38,3
3. Nuzul Jauharoh A.U 37,2 37,1 37,5
4. Eka Mayasari 37,3 37 37,5

E. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan di Laboratorium Zoologi FMIPA
UNY dengan judul menghitung denyut nadi dan cardiac output didapatkan hasil sebagai
berikut

Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan dapat


diklasifikasikan menjadi dua, yaitu poikiloterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu
berubah seiring dengan berubahnya suhu lingkungan. Sementara, hewan homeoterm
yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan/tidak berubah sekalipun suhu
lingkungannya berubah.
Contoh hewan poikiloterm adalah reptil, sedangkan hewan homoioterm adalah
aves dan mamalia. Suhu tubuh hewan poikiloterm biasanya lebih rendah daripada suhu
tubuh hewan homoioterm. Akan tetapi, pada saat tertentu ketika suhu lingkungan di
gurun mencapai 50o C suhu tubuh reptile, misalnya kadal dapat menjadi lebih tinggi
(misalnya 42o C) daripada suhu tubuh mamalia gurun, yang suhunya tetap sekitar 37o
C atau 38o C.
Hewan poikiloterm juga dapat disebut sebagai ektoterm karena suhu tubuhnya
ditentukan dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternalnya. Sementara,
homoioterm dapat disebut endoterm karena suhu tubuhnya diatur oleh produksi panas
yang terjadi dalam tubuh. (Isnaeni, 2010:209-210)
Salah satu cara untuk mengelompokkan karakteristik termal hewan adalah
dengan menekankan pada sumber utama panas tubuhnya. Seekor hewan ektotermik
memanaskan tubuhnya terutama dengan menyerap panas dari sekelilingnya. Jumlah
panas yang ia peroleh dari metabolismenya sendiri umumnya dapat diabaikan. Sebagian
besar invertebrate, ikan, amfibi, dan reptilian adalah ektotermik. Sebaliknya, seekor
hewan endotermik mendapatkan sebagian besar atau semua panas tubuhnya dari
metabolismenya sendiri. Mamalia, burung, beberapa ikan, dan sejumlah besar serangga
adalah endotermik. Banyak diantara hewan endotermik mempertahankan suhu
lingkungan internal hamper konstan meskipun suhu sekelilingnya berfluktuasi.
Baik hewan ektotermik maupun endotermik mengatur suhu tubuhnya denagn
menggunakan beberapa kombinasi dari empat kategori umum adaptasi
1. Penyesuaian laju pertukaran panas antara hewan dan sekelilingnya. Insulasi
tubuh, seperti rambut, bulu, dan lemak yang terletak persisi dibawah kulit
mengurangi kehilangan panas dari tubuh hewan. Mekanisme lain yang
mengatur pertukaran panas umumnya melibatkan adaptasi system sirkulasi.
Sebagai contoh, banyak hewan endotermik dan beberapa hewan ektotermk
dapat mengubah jumlah darah yang mengalir ke kulitnya. Peningkatan aliran
darah umunya disebabkan oleh vasodilatasi, yaitu peningkatan diameter
pembuluh darah superficial (pembuluh darah yang berada dekat permukaan
tubuh). Sinyal saraf umumnya menyebabkan otot dinding pembuluh darah
berelaksasi dan lebih banyak darah mengalir melalui pembuluh itu. Ketika hal
ini terjadi, lebih banyak panas dipindahkan ke lingkungan melalui konduksi,
konveksi, dan radiasi. Penyesuaian sebaliknya, yaitu vasokonstriksi,
menurunkan aliran darah dan hilangnya panas dengan menurunkan diameter
pembuluh darah superfisial.
2. Pendinginan melalui kehilangan panas evaporatif. Hewan endodermik dan
ektodermik terestrial kehilangan air melalui pernafasannya dari kulit. Jika
kelembapan udara cukup rendah, air akan menguap dan hewan ini akan
kehilangan panas dengan cara pendinginan melalui evaporasi.
3. Respon perilaku. Banyak hewan dapat meningkatkan atau menurunkan
hilangnya panas tubuh dengan cara berpindah tempat
4. Perubahan laju produksi panas metabolik. Hal ini hanya berlaku bagi hewan
endotermik,khususnya mamalia dan unggas. Banyak spesies mamalia dan
unggas dapat melipatgandakan produksi panas metaboliknya sebanyak dua
atau tiga kali lipat ketika kedinginan.(Campbell,2004:100-102)
Manusia merupakan organisme endotermik yang sebagian besar atau semua
panas tubuhnya dari metabolismenya sendiri, manusia juga akan mempertahankan
suhu internal tubuhnya meski suhu lingkungan di sekitarnya mengalami perubahan.
Hal ini dilakukan agar panas yang dihasilkan dari proses metabolisme dan yang
diperoleh dari lingkungan sekitar harus seimbang dengan banyaknya panas yang
dikeluarkan dari tubuh. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, didapati suhu tubuh
praktikan rata-rata sebesar 36,82 oC, ini berarti mencocoki suhu normal manusia
yang berkisar antara 36-37,5 oC. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa
organisme endotermik homoiotermik seperti manusia akan mengontrol suhu
tubuhnya sesuai dengan perubahan lingkungan eksternanya dengan berbagai cara.
Ketika kondisi lingkungan dingin, manusia dapat melipatgandakan produksi
panasnya hingga dua atau tiga kali lipat agar suhu tubuh tetap stabil. Ketika kondisi
panas, manusia dapat melepas panas melalui kulit, saluran pernafasan, mulut, feses,
dan urine. Kehilangan panas terbanyak ialah melalui kulit yaitu 80 %. Hal tersebut
dibuktikan dengan data rata-rata suhu tubuh praktikan setelah diberi perlakuan
suhu dingin, rata-rata suhunya sebesar 36,76 oC. Ketika diberi perlakuan suhu
panas, rata-rata suhu tubuh praktikan adalah 37,14. Keduanya masih dalam
rentangan suhu tubuh manusia normal.
Pengaturan panas tubuh yang paling penting adalah pada sel-sel saraf
hipothalamus yang peka terhadap perubahan suhu badan internal terutama suhu
darah. Mekanisme pengaturan panas pada manusia tergolong cepat karena
melibatkan sistem saraf maupun hormon sehingga disebut sistem neuro-endokrin.
Regulasi panas badan menggunakan sistem feedback (umpan balik negatif) artinya
apabila panas badan melampaui suhu optimum, maka hipothalamus akan berusaha
menurunkan suhu tubuh ke suhu optimal dan begitu pula sebaliknya. Sebagai
ilustrasi jika suhu lingkungan tinggi atau suhu badan meningkat 1-2 oC, maka
kenaikan suhu tersebut akan mempengaruhi sel-sel saraf hipothalamus selanjutnya
hipothalamus akan menginstruksikan lewat neuro-endokrin ke saraf perifer agar
meningkatkan perkeringatan sehingga panas badan banyak yang keluar.
Selanjutnya suhu darah yang telah turun tersebut akan ke hipothalamus dan
menginstruksikan agar aktifitas sel-sel sarafnya diturunkan sehingga suhu badan
tetap dalam kondisi optimal. (Nurcahyo dan Harjana, 2013)
Dari sini diketahui bahwa tubuh manusia akan selalu berusaha
mempertahankan keadaan normal dengan suatu system tubuh yang sempurna
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di
luar tubuh tersebut. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dengan
temperature luar adalah jika perubahan temperature luar tubuh tersebut tidak
melebihi 20 % untuk kondisi panas dan 35 % untuk kondisi dingin dari keadaan
normal tubuh
Suhu tubuh manusia diatur oleh system thermostat di dalam otak yang
membantu suhu tubuh yang konstan antara 36.50C dan 37.50C. Suhu tubuh normal
manusia akan bervariasi dalam sehari. Seperti ketika tidur, maka suhu tubuh kita
akan lebih rendah dibanding saat kita sedang bangun atau dalam aktivitas. Dan
pengukuran yang diambil dengan berlainan posisi tubuh juga akan memberikan
hasil yang berbeda. Pengambilan suhu di bawah lidah (dalam mulut) normal sekitar
37 C, sedang diantara lengan (ketiak) sekitar 36.5 C sedang di rectum (anus) sekitar
37.5 C.
Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa suhu waryati, nuzul
dan eka termasuk ke dalam suhu yang normal . rentang suhu konstan tubuh manusia
adalah 36,5°C-37,5°C. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suhu tubuh
seperti
1. Kecepatan metabolisme basal
2. Rangsangan saraf simpatis
3. Hormon pertumbuhan
4. Hormone tiroid
5. Hormon kelamin
6. Demam (peradangan)
7. Status gizi
8. Aktivitas
9. Gangguan organ
10. Lingkungan
Adapun pada praktikum yang dilakukan pada katak, maka didapati hasil suhu
katak tanpa perlakuan adalah 31oC. Adapun suhu katak diberi perlakuan suhu
dingin adalah 27oC, sedangkan saat diberi perlakuan suhu panas rata-rata suhunya
sebesar 40,1 oC. Hal ini dikarenakan katak termasuk jenis amfibia yang termasuk
dalam kelompok organisme poikiloterm. Hewan poikiloterm juga dapat disebut
sebagai ektoterm karena suhu tubuhnya ditentukan dan dipengaruhi oleh suhu
lingkungan eksternalnya.
F. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
Pengukuran suhu tubuh manusia dapat dilakukan dengan menempatkan termometer
suhu tubuh di ketiak, selama 5 menit, kemudian melihat suhu yang ditunjukkan oleh
termometer tersebut.
Manusia termasuk organisme homoiotermik disamping aves dan mamalia, yang
cenderung mempertahankan suhu internal dalam tubuhnya meskipun suhu lingkungan
mengalami perubahan. Suhu tubuh normal manusia kurang lebih sebesar 36-37 oC.
Tatkala diberi perlakuan suhu panas di lingkungannya dan juga diberi perlakuan suhu
dingin, suhu tubuh manusia tetap stabil dalam rentang tersebut.
Pengukuran suhu katak dapat dilakukan dengan meletakkan termometer batang
ke dalam mulut katak selama 5 menit.Katak termasuk hewan poikilotermik disamping
reptilia, amphibia, dan hewan lainnya, yang suhu tubuhnya cenderung mengalami
fluktuasi seiring dengan perubahan suhu lingkungannya. Tatkala diberi perlakuan
panas, suhu tubuh katak ikut memanas, dan tatkala diberi perlakuan suhu dingin suhu
tubuh katak ikut mendingin.
G. Daftar pustaka
Isnaeni, Wiwi. 2010. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius
Nurcahyo, Heru dan Tri Harjana. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan.
Yogyakarta : Jurdik Biologi FMIPA UNY.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi Keenam.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
SISTEM EKSKRESI
KEGIATAN 5
PEMERIKSAAN PROTEIN DALAM URINE

A. Tujuan
Melakukan pemeriksaan adanya kandungan protein dalam urin
B. Alat dan bahan
1. Urin naracoba
2. Tabung reaksi
3. Pipet pasteur
4. Asam sulfosalisilat
5. Rak tabung reaksi
C. Cara kerja

Masukkan kedalam tabung reaksi 2 ml urine naracoba

Teteskan 3-5 tetes asam sulfosalisilat 20% ke dalam tabung reaksi

Tanpa dipanaskan , menghomogenkan dengan cara digoyangkan. Lalu


tunggu beberapa saat dan amati

Jika terdapat protein terdapat warna putih-putih maka hasilnya positif,


sedangkan jika tidak terdapat warna putih pada urin maka hasilnya negatif

D. Hasil
Uji asam sullfosalisilat
Nama Hasil Warna
Waryati - Kuning jernih
Nuzul Jauharoh A.U - Kuning jernih
Eka Mayasari - Kuning jernih

+ terdapat endapan putih


- tidak terdapat endapan putih
E. Pembahasan
Sistema urinaria (ginjal) terdiri dari organ - organ yang memproduksi urine dan
mengeluarkannya dari tubuh. Sistem ini merupakan salah satu sitem utama untuk
mempertahankan homeostatis (kekonstanan lingkungan internal) (Sloane, 2003: 318).
Ginjal memproduksi urine yang mengandung zat sisa metabolik dan mengatur
komposisi cairan tubuh melalui tiga proses utama: filtrasi glomerulus, reabsorpsi
tubulus, dan sekresi tubulus.
Urine normal tidak mengandung protein, karena protein memiliki berat molekul
tinggi sehingga tidak dapat melewati membran endotel kapiler dan kapsula Bowman.
Lain halnya dengan glukosa, karena glukosa dapat melewati membran filtrasi akan
tetapi seluruh glukosa tersebut diserap kembali (reabsorpsi) lewat tubulus (Heru
Nurcahyo dan Tri Harjana, 2013: 51). Prinsip pemeriksaan protein dalam urine dengan
menggunakan uji asam sulfosalisilat adalah kemampuan asam kuat untuk
mepresipitasikan protein yang terdapat dalam urine (Heru Nurcahyo dan Tri Harjana,
2013: 53-54).
Berdasarkan table diatas dapat disimpulkan bahwa urin yang dihasilkan dari
beberapa naracoba menunjukkan hasil yang negative yaitu tidak adanya endapatan
berwarna putih didalam urin dan warna yang dihasilkan berupa warna kuning jernih.
Hal ini menujukkan bahwa urin dari beberapa naracoba sehat (Wilmar, 2000).
Untuk hasil negatif yaitu tidak terdapat adanya endapat putih, karena pada saat
diteteskan asam sulfosalisilat tidak menunjukkan perubahan warna. Menurut teori yang
ada, urin yang mengandung protein menandakan bahwa filtrasi yang dilakukan oleh
ginjal tidak sempurna. Indikator adanya protein seperti (albumin) dalam urin dapat
ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada urin (Wilmar, 2000). Dari teori
tersebut dapat disimpulkan bahwa urin diindikasikan normal dan dalam keadaan yang
sehat.
F. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan menggunakan uji asam
sulfosalisilat dapat disimpulkan bahwa urin dari beberapa naracoba menunjukkan hasil
yang negative yaitu tidak adanya endapan putih dan tidak terjadi perubahan warna. Urin
dari beberapa naracoba normal dan dalam keadaan sehat.
G. Daftar pustaka
Nurcahyo, Heru dan Tri Harjana. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan.
Yogyakarta: Jurdik Biologi FMIPA UNY.
Sloane, Ethel. 2003. Anatoni dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit EGC.
Wilmar, M. (2000). Praktikum Urin, Penuntun Praktikum Biokimia. Jakarta: Widya
Medika.
SISTEM EKSKRESI
KEGIATAN 6
PEMERIKSAAN GLUKOSA DALAM URINE

A. Tujuan
Melakukan pemeriksaan adanya kandungan glukosa dalam urin
B. Alat dan bahan
1. Tabung reaksi
2. Lampu spiritus
3. Penjepit tabung reaksi
4. Reagen fehling
5. Urin
C. Cara kerja

Mempersiapkan reagen fehling

Masukkan ke dalam tabung reaksi 2ml urin naracoba lalu tambahkan


2ml larutan fehling A dan fehling B

Gunakan penjepit tabung reaksi dan panaskan tabung reaksi tersebut


diatas lampu spiritus sampai mendidih

Tunggu beberapa saat hingga dingin , lalu amati . jika terdapat


endapan merah bata berarti menunjukkan hasil positif , jika tidak terdapat
endapan merah bata berarti menunjukkan hasil yang negatif

D. Hasil
Nama Hasil Warna
Sebelum Sesudah
A B
Waryati Kuning Hijau Biru Hijau
Nuzul Jauharoh A.U Kuning Hijau Biru Hijau
Eka Mayasari Kuning Hijau Biru Hijau
E. Pembahasan
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Urin
disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandungkemih, akhirnya
dibuang keluar tubuh melalui uretra. Cairan dan materipembentuk urin berasal dari
darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi
ketika molekul yang penting bagi tubuh. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam
kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan
dibuang keluar tubuh (Winarno 2002).
Zat - zat abnormal yang ditemukan dalam urine dan merupakan indikator
adanya kelainan fungsi ginjal:
1. Glukosa (diabetes mellitus)
2. Benda keton (ketosis)
3. Albumin (nephritis)
4. Sel darah merah (nephritis)
5. Urine pada kondisi tertentu juga mengandung senyawa - senyawa lain, misalnya obat,
hormon (hCG), dan sebagainya (Heru Nurcahyo dan Tri Harjana, 2013: 52).
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-
obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang "kotor".
Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran
kencing yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika
urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya
cukup steril dan hampir bau yang dihasilkan berasal dari urea. Sehingga bisa diakatakan
bahwa urin itu merupakan zat yang steril. Urin dapat menjadi penunjuk dehidrasi.
Kadar glukosa darah (KGD) merupakan salah satu indikator parameter fungsi
fisiologis hewan maupun manusia yang jumlahnya pada kondisi normal berkisar antara
70 mg/dL. Pada kondisi tertentu jumlah KGD mengalami peningkatan sehingga dalam
urine ditemukan glukosa karena telah melebihi nilai ambang (tresshold). Adanya
glukosa dalam urine (glukosuria) dapat diketahui dengan tes Fehling atau Benedict. Hal
itu menunjukkan bahwa seseorang mengalami gangguan pemeliharaan homeostasis
kadar glukosa darah (Heru Nurcahyo dan Tri Harjana, 2013: 56).
Uji Fehling
Parinsip uji Fehling adalah sifat mereduksi glukosa terhadap kuprioksida
(CuSO4) sehingga terbentuk endapan berwarna merah bata (merah kekuningan) (Heru
Nurcahyo dan Tri Harjana, 2013: 56).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan 3 urin naracoba tersebut
menunjukkan hasil yang negatif yaitu menunjukkan warna hijau. Berdasarkan teori
pada uji fehling akan terbentuk endapan berwarna merah bata (+). Hal tersebut
menunjukkan bahwa urin dalam keadaan normal. Hal ini ditinjau dari fungsi urine yaitu
untuk membuang zat-zat sisa yang sudah tidak diperlukan dalam tubuh. Sedangkan
pada dasarnya, glukosa merupakan suatu zat yang masih diperlukan oleh tubuh sebagai
sumber energi.
Bila dalam urine probandus ditemukan adanya glukosa (hasil reaksi fehling
menunjukkan hasil positif), artinya ini mengindikasikan adanya penyakit glukosuria.
Penyakit Glukosuria adalah suatu penyakit yang ditandai adanya glukosa dalam urine.
Penyakit tersebut sering juga disebut penyakit gula atau kencing manis (diabetes
millitus). Di antara penyebab penyakit ini adalah :
- Terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak gula
- Kurang mengkonsumsi garam
F. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pemeriksaan glukosa dalam uring dengan menggunakan uji fehling A dan B
menunjukkan hasil yang negatif yaitu tidak terdapat endapan berwarna merah bata.
Artinya urin dalam keadaan normal dan sehat.
G. Daftar pustaka
Nurcahyo, Heru dan Tri Harjana. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan.
Yogyakarta: Jurdik Biologi FMIPA UNY.
Winarno, F.G.2002. Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
SISTEM EKSKRESI
KEGIATAN 7
MENGAMATI ANATOMI MAKROSKOPIS GINJAL MAMALIA

A. Tujuan
Mengamati struktur anatomi makroskopis ginjal mamalia
B. Alat dan bahan
1. Bak parafin
2. Alat seksi yang terdiri atas
- Skalpel
- Pinset
- Klem
- Penusuk
- Gunting
3. Ginjal kambing
C. Cara kerja

Amati struktur anatomi bagian luar ginjal dengan saksama

Kemudian belahlah ginjal tersebut dan amati bagian-bagian

D. Hasil
E. Pembahasan
Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke
tulang punggung. Sisi luarnya cembung, pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk
dan keluar pada hilum (Nangsari, Nyayu Syamsiar.1988:177).
Beratnya 150 gram sebuah. Di atas sebuah ginjal terdapat supra renalis. Ginjal
kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri. Setiap ginjal dipisahkan di sebelah
luar, bagian korteks yang dibentuk oleh massa berbentuk bulat disebut glomerulus. Di
sebelah dalam, bagian medula tersusun atas 6 sampai 18 massa berbentuk piramid yang
disebut piala ginjal. Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hilum dan berakhir di
kalises ginjal yang menghubungkan dengan pelvis ginjal. Pelvis membentang terus dari
badan ginjal sampai ke ureter, suatu tabung dengan otot polos pada dindingnya yang
menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kencing. Otot polos pada dinding kandung
kencing berkontraksi secara refleks (Nangsari, Nyayu Syamsiar.1988:178).
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian korteks dan medula ginjal
(Junquiera dan Carneiro, 2007). Di dalam korteks terdapat berjuta–juta nefron
sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit
fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontortus proksimal, tubulus
kontortus distal, dan tubulus koligentes (Purnomo, 2003).

Beratnya 150 gram sebuah. Di atas sebuah ginjal terdapat supra renalis. Ginjal
kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri. Setiap ginjal dipisahkan di sebelah
luar, bagian korteks yang dibentuk oleh massa berbentuk bulat disebut glomerulus. Di
sebelah dalam, bagian medula tersusun atas 6 sampai 18 massa berbentuk piramid yang
disebut piala ginjal. Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hilum dan berakhir di
kalises ginjal yang menghubungkan dengan pelvis ginjal. Pelvis membentang terus dari
badan ginjal sampai ke ureter, suatu tabung dengan otot polos pada dindingnya yang
menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kencing. Otot polos pada dinding kandung
kencing berkontraksi secara refleks (Nangsari, Nyayu Syamsiar.1988:178).
Korpuskula renalis terdiri atas glomerulus dan dikelilingi olehkapsul yang
dinamakan kapsula Bowman. Glomerulus adalah jaringan kapiler khusus yang tumbuh
dari cabang arteri renalis disebut arteriole renalis aferen. Kapiler-kapiler bersama-sama
berkumpul membentuk arteriole renalis eferen, yang membawa darah keluar dari
glomerulus ke daerah tubulus renalis dimana punjungnya membentuk jaringan kapiler
yang luar biasa disebut kapiler peritubuler (Nangsari, Nyayu Syamsiar.1988:178).
Arteriole eferen glomerulus bukannya arteriole khusus dan secara keseluruhan
diameternya biasanya dua kali arteriole eferen, ini disebabkan tunika media pembuluh
aferen banyak lapisan substansi otot polos . tetapi lumen arteriole aferen besar
kemungkinan sama dengan arteriole eferen pada kebanyakan unti glomerulus
(Nangsari, Nyayu Syamsiar.1988:178).
Modifikasi lebih lanjut termasuk sekelompok sel-sel yang tidak biasa di dalam
tunika media sebelum arteriole ini memberikan reaksi kepada glomerulus; sel-sel
dikenal sebagai juxtaglomerulus, sebab sel-sel tersebut dekat berbatasan dengan
glomerulus. Sel-sel juxtaglomerulus terlihat di dalam produksi substansi kimia renin
(Nangsari, Nyayu Syamsiar.1988:179).
Kapsula bowman adalah permulaan dari tubula renalis, dan tidak dikeluarkan
oleh glomerulus. Lapisan viseral kapsula melekat erat dengan glomerulus. Lapisan ini
mempunyai sekelompok sel-sel disebut podosit yang membentuk celah pori-pori untuk
menjaga masuknya molekul-molekul besar darah ke dalam kapsula Bowman.
Akibatnya, struktur kompleks yang mengelilingi glomerulus, yaitu filtrasi secara
selektif memilih dan hanya molekul-molekul kecil saja yang dapat melalui filter.
Ruangan-ruangan di antara dua lapisan yang berisi cairan dan material yang
telah disaring oleh glomerulus; cairan ini dinyatakan sebagai filter glomerulus. Tubulus
renalis dimulai di dalam kapsula Bowman dari sini tubulus jalannya berkelok-kelok dan
dikenal sebagai kelokan pertama atau tubula proksimal dan sesudah itu terdapat sebuah
simpai disebut simpai Henle (Loop Henle). Kemudian tubula itu berkelok-kelok lagi,
kelokan kedua disebut tubula distal, yang bersambung dengan tubula penampung yang
berjalan melintasi korteks dan medula, berakhir di puncak salah satu piramida
(Nangsari,Nyayu Syamsiar.1988:179).
Struktur ginjal
Bila dibuat irisan frontal ginjal dibagian tengah melalui hilus renalis, maka
tampak bahwa ginjal ada dua bagian yaitu korteks renalis dan medula renalis (Mashudi,
Sugeng.2011:82).
Korteks renalis
Korteks renalis merupakan bagian luar ginjal yang berwarna merah cokelat terletak
langsung di bawah kapsula fibrosa dan berbintik-bintik. Bintik-bintik pada korteks
renalis karena adanya korpuskulus renalis dari Malphigi yang terdiri atas kapsula
Bowman dan glomerulus.
1. Kapsula Bowman
Kapsula Bowman merupakan permulaan dari saluran ginjal yang meliputi
glomerulus.
2. Glomerulus
Glomerulus merupakan anyaman pembuluh-pembuluh darah pada ginjal.
Secara fisiologis pada glomerulus terjadi filtrasi darah untuk mengeluarkan zat-
zat yang tidak digunakan tubuh.
3. Tubulus renalis
Tubulus renalis merupakan bagian korteks yang masuk ke dalam medula di
antara piramida renalis, sering disebut kolumna renalis (Bertini).
Medula renalis
Medula renalis terletak dekat hilus, sering terlihat berupa hilus, sering terlihat
berupa garis-garis putih oleh karena adanya saluran-saluran yang terletak dalam
piramida renalis. Tiap piramida renalis mempunyai basis yang menjurus ke arah korteks
dan apeksnya bermuara ke dalam kaliks minor sehingga menimbulkan tonjolan yang
disebut papila renalis, pada papil ini terdapat lubang-lubang keluar dari saluran-saluran
ginjal sehingga disebut lamina kribrosa (jumlah duktus papilaris ginjal kurang lebih 18-
20 buah). Jaringan medula dari piramida renalis ada yang menonjol masuk ke dalam
jaringan korteks disebut fascilus radiatus ferreini. Saluran-saluran di dalam medula
lengkung Henle (pars ascenden dan pars descenden), duktus koligentes, dan duktus
Bellini (duktus papilaris) (Mashudi, Sugeng. 2011:82).
F. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diamati struktur anatomi
makroskopis ginjal mamalia :
1. Struktur anatomi mikroskopi ginjal dapat dibagi menjadi 3 secara garis besar :
a) Bagian korteks yang tampak granular dan b) Bagian medula yang tampak
bergaris-garis dan c) Pelvis di inti bagian dalam medial ginjal.
2. Dari ginjal mamalia (kambing) yang diamati didapati bagian-bagian sebagai
berikut : a) Hilus, b) Kapsula, c) Korteks Renalis, d) Medula Renalis, e) Pelvis
Renalis, f) Piramid renalis
G. Daftar pustaka
Basuki B Purnomo. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Malang : Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya
Junqueira L.C., J.Carneiro, R.O. Kelley. 2007. Histologi Dasar. Edisi ke-5. Tambayang
J., penerjemah. Terjemahan dari Basic Histology. EGC. Jakarta.
Sugeng Mashudi. (2011). Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Dasar. Jakarta:
Salemba Medika.
Syamsiar Nangsari, Nyayu. 1988. Pengantar Fisiologi Manusia. Jakarta: Depdikbud
PPLPTK Jakarta
SISTEM EKSKRESI
KEGIATAN 8
PEMERIKSAAN WARNA, KEJERNIHAN DAN pH URINE
A. Tujuan
Mengamati warna, kejernihan dan pH urine
B. Alat dan bahan
1. Tabung reaksi
2. pH stick
3. Urin naracoba
C. Cara kerja
1. Pemeriksaan warna urin

Masukkan kira-kira 10 ml urine naracoba ke dalam tabung reaksi kemudian


amati dengan cara menerawangkan tabung yang berisi urine tersebut dari
arah datangnya sumber cahaya dan posisi tabung agak dimiringkan

Nyatakan warna urine tersebut dalam tidak berwarna, kuning muda, kuning
tua, kuning kemerahan, merah, coklat kehijauan, putih seperti susu.

D. Hasil
No. Nama Warna pH Kekeruhan
1. Waryati Bening kekeruhan 7 Jernih
2. Nuzul Jauharoh A.U Kuning 6 Keruh
3. Eka Mayasari Kuning 7 Jernih
E. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapat warna urin dari probandus
menunjukkan warna kuning muda. Berdasarkan teori yang ada warna urine ditentukan
oleh besarnya diuresis; makin besar diuresis, makin muda warna urine tersebut.
Biasanya warna normal urine berkisar antara warna kuning muda dan kuning tua.
Warna itu disebabkan oleh beberapa macam zat warna, terutama urokom dan urobilin.
Hal tersebut menujukkan warna urin dari masing-masing probandus normal.
Tingkat kejernihan urin dari masing-masing probandus ada jernih dan keruh.
Perlu diperhatikan apakah urine yang dianalisis itu keruh pada saat dikeluarkan atau
setelah dibiarkan beberapa lama. Tidak semua macam kekeruhan menunjukan sifat
abnormal. Urine yang normalpun akan keruh jika dibiarkan atau didinginkan,
kekeruhan ringan itu disebut nubecula dan terjadi dari lendir, sel-sel epitel dan leukosit
yang lambat laun mengendap. Ada sebab-sebab urine menjadi keruh di antaranya :
1. Bila urine keruh sejak awal ditampung, kemungkinan adanya fosfat yang cukup
banyak (dari konsumsi makanan), adanya bakteri, sel-sel epitel atau sel eritrosit
dan leukosit, chylus yang berasal dari adanya butir-butir lemak atau adanya zat-
zat koloidal lain.
2. Bila urine menjadi keruh setelah didiamkan, kemungkinan adanya nubecula,
urat-urat amorf, fosfat-fosfat amorf, adanya bakteri yang bukan berasal dari
dalam badan namun terdapat pada botol penampung.
Untuk pH dari masing urin probandus sekitar 6-7. Hal ini menunjukkan nilai yang
masih normal, karena filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus
ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun,
tergantung pada status asam-basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi
sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu
menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari
(bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan
keseimbangan asam-basa jug adapt mempengaruhi pH urine.
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :
 pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih
(Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia),
terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.
 pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis
sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau
metabolic memicu pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi
pengasaman.
Tetapi menurut Pearce (2002), urine yang normal tetaplah bisa dikenali ciri-cirinya
yaitu :
1. Jumlah rata-ratanya 1-2 liter per hari, tetapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah
cairan yang dimasukkan.
2. Warnanya bening orange pucat tanpa endapan, tetapi adakala jonjot lendir tipis
nampak terapung di dalamnya.
3. Baunya tajam.
4. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.
5. Berat jenis berkisar dari 1010 sampai 1025.

F. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
:
No. Nama Warna pH Kekeruhan
1. Waryati Bening kekeruhan 7 Jernih
2. Nuzul Jauharoh A.U Kuning 6 Keruh
3. Eka Mayasari Kuning 7 Jernih

Untuk warna , ph dan kekeruhan urin dapat dikatakan normal. Urine merupakan hasil
metabolisme, sehingga warna; kejernihan; dan pH urine berbeda-beda tergantung dari
kandungannya sebagai hasil dari metabolisme tubuh yang didapat dari makanan atau
faktor patogen yang ada.
G. Daftar pustaka
Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT
Gramedia.
SISTEM KARDIOVASKULER
KEGIATAN 9
MENGHITUNG SEL DARAH MERAH (ERYTHROCYTE)

A. Tujuan praktikum

Menghitung sel darah merah

B. Alat dan Bahan


1. Toma Hemasitometer (counting camber)
2. Pipet khusus bertanda 101
3. Blood lancet steril disposable
4. Etil alkohol 70%
5. Kapas
6. Larutan garam
7. Fisiologis
8. Larutan hayem

C. Cara Kerja
1. Sterilkan kulit ujung jari tengah atau manis dengan kapas alkohol, biarakan
sampai mengering.
2. Menusuk ujung jari tengah atau jari manis naracoba menggunakan blood lancet
streril (disposable) sehingga darah keluar dan diteteskan pada masing- masing
bulatan satu tetes pada kaca obyek yang telah dipersiapkan.
3. Menyiapkan pipet khusus untuk perhitungan sel darah merah (ada kristal warna
merah) dengan tanda 101. Memastikan pipet selalu dalam keadaan bersih dan
kering.
4. Mengambil darah langsung dari naracoba (probandus ) dengan menggunakan
pipet khusus sampai melebihi tanda 0,5 kemudian bersihkan ujungnya dengan
kertas tisu sehingga bersih dan darah tepat pada batas 0,5.
5. Dengan segera menghisap larutan pengencer (hayem) sampai tanda 101,
kemudian meletakan pipet pada posisis horizontal. Memegang kedua ujung pipet
dengan ibu jari dan telunjuk lalu digerakan secara perlahan agar darah bercampur
dengan reagen. Menyiapkan bilik hitung. sebelum dan sesudah memakai
membersihkan bilik hitung dan kaca penutupnya menggunakan kertas tisu
dengan hati-hati. Letakan bilik hitung di meja stage mikroskop dan jepitah
dengan seksaama, memgamati bagian-bagian dari bilik hitung dengan
menggunakan perbesaran lemah 40 x10 sampai jelas betul letak kotak-kotaknya
dan kegunaanya.
6. Meneteskan cairan darah yang telah dicampur larutan hayem dalam pipet
sebanyak satu tetes lewat tepi kaca penutup dari bilik hitung sehingga cairan
merata ke seluruh bilik hitung.
7. Periksa dengan perbesaran lemah 40x10 dan carilah kotak tengah dari bilik
hitung. Kotak tersebut masih dibagi lagi menjadi 25 kotak kecil, tiap kotak kecil
tersebut masaih dibagi lagi menjadi 16 kotak kecil
8. Untuk menghitung jumlah SDM gunakan perbesaran kuat 10x10 dan alat
pengitung hand tally counter
9. Untuk menghemat waktubiasanya dari 25 kotak kecil hanya dipilih 5 kotak
sebagai sampel. Kotak tersebut dapat dipilih secara random atau dipilih kotak
pada bagian kanan atas, kiri atas, kanan bawah, kiri bawah, dan tengah.
10. Untuk menghindari perhitungan rangkap , maka sel sel darah merah yang
menempel pada garis dilakukan dengan langkah-langkah: hitung sel darah merah
yang berada dalam kotak dan sel-sel yang menempel pada garis atas dan kiri
sajasedangkan yang menempel pada garis kanan dan bawah tidak dihtung.
11. Setelah diketahui jumlah SDM kemudian dimasukkan ke dalam rumus untuk
mengetahui jumlah SDM per mm3 Jumlah SDM /mm3= SDM yang
terhitungx10x5x200 atau Jumlah SDM /mm3= SDM yang terhitungx10.000

D. Hasil
No Nama Umur Jumlah eritrosit
1 Eka Maya 19 tahun 5.490.000
sdm/mm3
2 Nuzul jauharoh 19 tahun 6.010.000
sdm/mm3
3 Waryati 19 tahun 5.190.000
sdm/mm3
E. Pembahasan
Sel darah merah, eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak dan
berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalam hewan
bertulang belakang. Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul
yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin akan mengambil oksigen dari paru-paru dan
insang, dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna
merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya
adalah zat besi. Pada manusia, sel darah merah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu
membentuk kepingan bikonkaf. Di dalam sel darah merah tidak terdapat nukleus. Sel
darah merah sendiri aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahaui jumlah sel darah merah (erytrosit).
Alat dan bahan yang digunakan yaitu blood lancet steril (disposable), alkohol, kapas
dan larutan Hayem. Langkah kerja yang dilakukan yaitu mensterilkan ujung jari tengah
atau jari manis menggunakan kapas yang telah ditetesi alkohol, biarkan hingga
mengering. Kemudian Menusuk ujung jari menggunakan blood lancet steril sehingga
darah keluar. Mengambil darah dengan pipet khusus sampai tanda 0,5 kemudian
membersihkan ujungnya dengan kapas. Kemudian menghisap larutan Hayem sampai
tanda 101, lalu dikocok secara perlahan. Meneteskan cairan diatas dengan pipet lewat
tepi kaca penutup hingga merata dan menghitung jumlah SDP dengan mikroskop pada
kotak bagian tengah (E) kemudia dilanjutkan pada kotak yang berada di atas (B), bawah
(H), kanan(F) dan kiri (D) dari kotak tengah. enghitung dengan rumus :
Jumlah SDM/mm3 = jumlah SDM x 10 x 5 x 200 atau
Jumlah SDM/mm3 = jumlah SDM x 10.000
Berdasarkan hasil prakttikum yang telah dilakukan penghitungan jumlah eritrosit
yaitu Eka Mayasari sebanyak diperoleh hasil 5.490.000 SDM/ mm3, Nuzul Jauharoh
sebanyak 5.490.000 SDM/ mm3, Waryati sebanyak 5.190.000 SDM/ mm3.
Berdasarkan teori, jumlah eritrosit normal pada orang dewasa berkisar antara 4.500.000
– 6.000.000 sel per mm3 (pada laki-laki) dan 4.000.000 – 5.500.000 sel per mm3 (pada
perempuan). Maka dapat diketahui bahwa jumlah eritrosit Eka Mayasari, Nuzul
Jauharoh, Waryati termasuk normal.
F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan yaitu perhitungan jumlah
eritrosit Eka Mayasari sebanyak diperoleh hasil 5.490.000 SDM/ mm3, Nuzul Jauharoh
sebanyak 5.490.000 SDM/ mm3, Waryati sebanyak 5.190.000 SDM/ mm3. Maka dapat
diketahui bahwa jumlah eritrosit Eka Mayasari, Nuzul Jauharoh, Waryati termasuk
normal.
G. Daftar Pustaka
SISTEM KARDIOVASKULER

KEGIATAN 10

MENGHITUNG SEL DARAH PUTIH (LEUCOCYTE)

A. Tujuan praktikum
Menghitung sel darah putih
B. Alat dan Bahan
1. Pipet khusus tanda 11
2. Bilik hitung
3. Blood lancet steril
4. Kapas alkohol
5. Reagen turk
C. Cara Kerja
1. Sterilkan kulit ujung jari tengah atau jari manis dengan kapas yang beralkohol
sampai mengering.
2. Tusuklah ujung jari tengah atau jari manis naracoba dengan menggunakan
bloodlancet steril atau disposable sehingga darah keluar.
3. Ambil darah dengan pipet khusus sampai tanda 0.5 kemudian bersihkan
ujungnya dengan kertas tisu. Setelah itu hisap reagen turk sampai tanda 11,
kemudian lakukan pengocokan secara perlahan-lahan agar tercampur rata
seperti pada perhitungan SDM.
4. Siapkan bilik hitung seperti pada penghitungan SDM kemudian carilah 4 kotak
(A,C,G,I) yang tetletak pada pojok kanan atas, kiri atas, kiri bawah, dan kanan
bawah. Perhatikan bahwa tiapnkotak tersebut dibagi menjadi 16 kotak kecil.
5. Teteskan cairan dalam pipet lewat tepi kaca penutup sehingga merata dan
hitunglah SDP seperti ada penghitungan SDM.
6. Jumlah SDP yang terhaitung masukan ke dalam rumus berikut untuk mengetahui
jumlah SDP sesungguhnya jumlah SDP per mm3 = (ax20x10)/4 atau jumlah
SDP per mm3= bx20x10
D. Hasil
Waryati
No Kotak Jumlah SDP
1 A 14
2 C 17
3 G 24
4 I 25
Jumlah (a) 60
Rata-rata tiap kotak 15
(b)
Jumlah SDP / mm3 = (ax20x10)/4 = 60x20x10/4=3000
Atau = bx20x10=15x20x10=3000
Eka Mayasari
No Kotak Jumlah SDP
1 A 27
2 C 20
3 G 24
4 I 33
Jumlah (a) 104
Rata-rata tiap kotak 26
(b)
Jumlah SDP / mm3 = (ax20x10)/4 = 104x20x10/4=5200
Atau = bx20x10=26x20x10=3000
Nuzul Jauharoh
No Kotak Jumlah SDP
1 A 38
2 C 50
3 G 50
4 I 61
Jumlah (a) 199
Rata-rata tiap kotak 49.75
(b)

Jumlah SDP / mm3 = (ax20x10)/4 = 199x20x10/4=9950


Atau = bx20x10=49.75x20x10=9950
E. Pembahasan
Leukosit adalah sel darah yang mengendung inti, disebut juga sel darah putih.
Leukositmempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme
terhadap zat-zat asingan. Sebenarnya leukosit merupakan kelompok sel dari beberapa
jenis.
Untuk klasifikasinya didasarkan pada morfologi inti adanya struktur khusus
dalam sitoplasmanya.Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih dapat
dibedakan yaitu :
1. Granulosit
Yang mempunyai granula spesifik, yang dalam keadaan hidup berupa tetesan
setengah cair,dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang
bervariasi.Terdapat tiga jenis leukosit granuler : Neutrofil, Basofil, dan Asidofil
(atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna
netral, basa dan asam.
2. Agranulosit
Yang tidak mempunyai granula spesifik, sitoplasmanya homogen dengan inti
bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler yaitu :
limfosit (sel kecil, sitoplasma sedikit) dan monosit (sel agak besar mengandung
sitoplasma lebih banyak).
 Neutrofil
Di antara granulosit, netrofil merupakan merupakan jenis sel
yang terbanyak yaitu sebanyak 6070% dari jumlah seluruh leukosit atau
3000-6000 per mm3 darah normal.Pada perkembangan sel netrofil
dalam sumsum tulang, terjadi perubahan bentuk intinya,sehingga dalam
darah perifer selalu terdapat bentuk-bentuk yang masih dalam
perkembangan.
Dalam keadaan normal perbandingan tahap-tahap mempunyai
harga tertentu sehingga perubahan perbandingan tersebut dapat
mencerminkan kelainan. Sel netrofil matang berbentuk bulat
dengandiameter 10-12 mikrometer. Intinya berbentuk tidak bulat
melainkan berlobus berjumlah 2-5 lobi bahkandapat lebih. Makin muda
jumlah lobi akan berkurang. Yang dimaksudkan dengan lobus yaitu
bahan inti yang terpisah-pisah oleh bahan inti berbentuk benang. Inti
terisi penuh oleh butir-butir khromatin padat sehingga sangat mengikat
zat warna basa menjadi biru atau ungu. Oleh karena padatnya inti, maka
sukar untuk untuk memastikan adanya nukleolus.Dalam netrofil
terdapat adanya bangunan pemukul genderang pada inti netrofil yang
tidal lain sesuai dengan Barr Bodies yang terdapat pada inti sel wanita.
Barr Bodies dalam inti netrofil tidak seperti sel biasa melainkan
menyendiri sebagai benjolan kecil. Hal ini dapat digunakanuntuk
menentukan apakah jenis kelamin seseorang wanita.Dalam sitoplasma
terdapat 2 jenis butir-butir ata granul yang berbeda dalam
penampilannya dengan ukuran antara (0.3-0.8 mikrometer).Granul pada
neutrofil tersebut yaitu : Azurofilik yang mengandung enzym lisozom
dan peroksidase, dimana sudah mulai tampak sejak masih dalam
sumsum tulang yang makin dewasa makin berkurang jumlahnya.
Ukurannya lebih besar dari pada jenis butir yang kedua dan
kebanyakan telah kehilangan kemampuan mengikat warna. Dengan
pewarnaan Romanovsky butiran ini tampak ungu kemerah-merahan.
Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat
bakterisidal (protein Kationik) yang dinamakan fagositin. Dinamakan
butir spesifik karena hanya terdapat pada sel netrofil dengan ukran lebih
halus. Butiran ini baru tampak dalam tahap mielosit, berwarna ungu
merah muda dan pada sel dewasa akan tampak lebih banyak daripada
butir azurofil. Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma
granuler, sedikit mitokonria, apparatus Golgi rudimenter dan sedikit
granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler
terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif.
Dengan adanya asam amino D oksidase dalam granula
azurofilik penting dalam pengenceran dinding sel bakteri yang
mengandung asam amino D. Selama proses fagositosis dibentuk
peroksidase. Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan
dengan peroksida dan halida bekerja padamolekul tirosin dinding sel
bakteri dan menghancurkannya.Dibawah pengaruh zat toksik tertentu
seperti streptolisin toksin streptokokus membran granula-granula
neutrofil pecah, mengakibatkan proses pembengkakandiikuti oleh
aglutulasi organel - organel dan destruksi neutrofil. Neotrofil
mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan
glikolisis baik secara aerob maupun anaerob. Kemampuan nautrofil
untuk hidup dalam lingkungan anaerobsangat menguntungkan, karena
mereka dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkandebris
pada jaringan nekrotik.
 Eosinofil
Jumlah sel eosinofil sebesar 1-3% dari seluruh lekosit atau 150-
450 buah per mm3 darah.Ukurannya berdiameter 10-15 mikrometer,
sedikit lebih besar dari netrofil. Intinya biasanya hanya terdiriatas 2 lobi
yang dipisahkan oleh bahan inti yang sebagai benang. Butir-butir
khromatinnya tidak begitu padat kalau dibandingkan dengan inti
netrofil.Eosinofil berkaitan erat dengan peristiwa alergi, karena sel-sel
ini ditemukan dalam jaringanyaang mengalami reaksi alergi. Eosinofil
mempunyai kemampuan melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih
selektif dibanding neutrofil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen
danantibodi, ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan
fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibodi. Eosinofil
mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankandarah
dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-
proses Patologi.
 Limfosit
Limfosit dalam darah berkuran sangat bervariasi sehingga pada
pengamatan sediaan apus darahdibedakan menjadi : limfosit kecil (7-8
mikrometer), limfosit sedang dan limfosit besar (12 mikrometer).Jumlah
limfosit menduduki nomer 2 setelah netrofil yaitu sekitar 1000-3000 per
mm3 darah atau20-30% dari seluruh leukosit. Di antara 3 jenis limfosit,
limfosit kecil terdapat paling banyak.Limfosit kecil ini mempunyai inti
bulat yang kadang-kadang bertakik sedikit. Intinya gelapkarena
khromatinnya berkelompok dan tidak nampak nukleolus. Sitoplasmanya
yang sedikit tampak mengelilingi inti sebagai cincin berwarna biru
muda. Kadang-kadang sitoplasmanya tidak jelas mungkin karena butir-
butir azurofil yang berwarna ungu. Limfosit kecil kira-kira berjumlah
92% dari seluruh limfosit dalam darah.
Limfosit mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem
imunitas tubuh, sehingga sel-seltersebut tidak saja terdapat dalam darah,
melainkan dalam jaringan khusus yang dinamakan jaringan limfoid.
Berbeda dengan sel-sel leukosit yang lain, limfosit setelah dilepaskan
darisumsum tulang belum dapat berfungsi secara penuh oleh karena hars
mengalami differensiasi lebih lanjut.
Apabila sudah masak sehingga mampu berperan dalam respon
immunologik, makasel-sel tersebut dinamakan sebagai sel
imunokompeten. Sel limfosit imunokompeten dibedakan menjadi
limfosit B dan limfosit T, walaupun dalam sediaan apus kita tidak
dapatmembedakannya. Limfosit T sebelumnya mengalami diferensiasi
di dalam kelenjar thymus,sedangkan limfosit B dalam jaringan yang
dinamakan Bursa ekivalen yang diduga keras jaringansumsum tulang
sendiri.
Kedua jenis limfosit ini berbeda dalam fngsi
immunologiknya.Sel-sel limfosit T bertanggung jawab terhadap reaksi
immune seluler dan mempunyai reseptor permukaan yang spesifik
untuk mengenal antigen asing. Sel limfosit B bertugas untuk
memproduksi antibody humoral antibody response yang beredar dalam
peredaran darah danmengikat secara khusus dengan antigen asing yang
menyebabkan antigen asing tersalut antibody,kompleks ini
mempertinggi fagositosis, lisis sel dan sel pembunuh (killer sel atau sel
K) dari organisme yang menyerang. Sel T dan sel B secara marfologis
hanya dapat dibedakan ketikadi aktifkan oleh antigen.

 Monosit
Jenis sel agranulosit ini berjumlah sekitar 3-8% dari seluruh
leukosit. Sel ini merupakan sel yang terbesar diantara sel leukosit karena
diameternya sekitar 12-15 mikrometer. Bentuk inti dapat berbentuk
oval, sebagai tapal kuda atau tampak seakan-akan terlipat-lipat. Butir-
butir khromatinnya lebih halus dan tersebar rata dari pada butir
khromatin limfosit. Sitoplasma monosit terdapat relatif lebih banyak
tampak berwarna biru abu-abu. Berbeda dengan limfosit, sitoplasma
monositmengandung butir-butir yang mengandung perioksidase seperti
yang diketemukan dalam netrofil.
Monosit mampu mengadakan gerakan dengan jalan membentuk
pseudopodia sehinggadapat bermigrasi menembus kapiler untuk masuk
ke dalam jaringan pengikat. Dalam jaringan pengikat monosit berbah
menjadi sel makrofag atau sel-sel lain yang diklasifikasikan sebagai
selfagositik. Didalam jaringan mereka masih mempunyai membelah
diri. Selain berfungsifagositosis makrofag dapat berperan
menyampaikan antigen kepada limfosit untuk bekerjasamadalam sistem
imun.
Sel ini disebut juga sel darah putih berfungsi untuk melindungi
tubuh dari serangan penyakit, Jika tubuh kita diserang penyakit maka sel
lekosit akan melakukan tugas perlindungan tubuh dengan cara
mendeteksi, menandai dan memusnahkan. Kalau diumpamakan sel
lekosit seperti pasukan penjaga keamanan yang terdiri dari bermacam-
macam batalyon, ada batalyon tempur, perbekalan, pengolah data dll.
Saat ada sel jahat maka sel lekosit akan mendeteksi apakah sel jahat ini
sudah pernah datang sebelumnya , jika sel jahat tersebut pernah datang
maka lekosit tahu pasukan mana yang bisa menghancurkannya. Jika sel
jahat baru pertama kali masuk maka lekosit akan menandainya dan
membentuk pasukan khusus untuk menghadapinya, sehingga jika suatu
saat sel jahat ini kembali maka lekosit akan tahu pasukan mana cocok
untuk menghancurkannya.
Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik; baik infeksi
bakteri, virus, parasit, dan sebagainya. Kondisi lain yang dapat
menyebabkan leukositosis yaitu:
Anemia hemolitik
Sirosis hati dengan nekrosis
Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga)
Keracunan berbagai macam zat
Obat: allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin,
streptomisin, dan sulfonamid.
Menurut Kornadi (1998), peran butir darah putih adalah sebagai
unit yang aktif dalam system pertahanan tubuh serta melindungi tubuh
dari infeksi. Hewan yang terinfeksi akan mempunyai jumlah butir darah
putih yang melebihi batas normal (leukositosis) yang disebabkan oleh
pengeluaran zat-zat tertentu dari benda asing yang masuk ke dalam
tubuh dan jaringan mati yang meningkatkan permeabilitas sinusoid
sumsum tulang sehingga sumsum tulang akan mengeluarkan granulosit
dan monosit kedalam peredaran darah.
Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen) relatif dibanding
limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the left. Infeksi yang
disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi bakteri dan malaria. Kondisi
noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the left antara lain asma dan penyakit-
penyakit alergi lainnya, luka bakar, anemia perniciosa, keracunan merkuri (raksa), dan
polisitemia vera.
Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif dibanding netrofil
disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the right biasanya merupakan
infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the right antara lain
keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.
Praktikum yang telah dilakukan pada tanggal 17 September 2019 yaitu
penghitungan sel darah putih . Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui jumlah sel
darah putih (SDP). Penghitungan jumlah SDP ini sangat diperlukan untuk mengetahui
fungsi fisiologis pada manusia. Alat dan bahan yang digunakan yaitu pipet khusus
bertanda “11”, bilik hitung, blood lancet steril (disposable), kapas, dan alkohol. Pada
praktikum ini, kesterilan sangan diperlukan untuk mengurangi potensi penularan
penyakit tertentu. Prosedur kerja yang dilakukan yaitu mensterilkan ujung jari tengah
atau jari manis menggunakan kapas yang telah ditetesi alkohol, biarkan hingga
mengering. Kemudian menusuk ujung jari menggunakan blood lancet steril sehingga
darah keluar. Setelah itu mengambil darah dengan pipet khusus sampai tanda 0,5
kemudian membersihkan ujungnya dengan kapas. Kemudian menghisap reagen Turk
sampai tanda 11, lalu dikocok secara perlahan. Meneteskan cairan diatas dengan pipet
lewat tepi kaca penutup hingga merata dan menghitung jumlah SDP Kemudian
menghitung dengan rumus :
Jumlah SDP/mm3 = (jumlah total SDP x 20 x 10)/4
atau
Jumlah SDP/mm3 = jumlah rata-rata SDP x 20 x 10
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil jumlah sel
darah putih Waryati yaitu sejumlah 3000 SDP /mm3, jumlah sel darah putih Nuzul yaitu
sejumlah 5200 SDP /mm3, jumlah sel darah putih Eka Mayasari yaitu sejumlah 9950
SDP/mm3.
Berdasarkan sumber, nilai normal dari leukosit pada tubuh orang dewasa sekitar
4500-10000 sel/mm3. Maka dapat diketahui bahwa jumlah sel darah Waryati dibawah
normal. Menurut sumber, leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan
oleh agranulositosis, anemia aplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus
(misalnya dengue), keracunan kimiawi, dan postkemoterapi. Penyebab dari segi obat
antara lain antiepilepsi, sulfonamid, kina, kloramfenikol, diuretik, arsenik (terapi
leishmaniasis), dan beberapa antibiotik lainnya. Jumlah sel darah putih Nuzul dan Eka
Mayasari termasuk normal.
Jumlah SDP rendah dibawah standar mengindikasikan bahwa orang tersebut
memiliki kelainan dalam proses penyembuhan dikarenakan kadar SDP yang sedikit.
Sedangkan bagi orang yang memiliki SDP berlebih mengindikasikan potensi adanya
leukimia, sehingga diharapkan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
F. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa jumlah sel
darah putih Waryati yaitu 3000 SDP /mm3 termasuk dibawah normal, sedangkan jumlah
sel darah putih Nuzul yaitu sejumlah 5200 SDP /mm3, dan jumlah sel darah putih Eka
Mayasari yaitu sejumlah 9950 SDP/mm3 termasuk dalam kisaran jumlah sel darah putih
yang normal.
G. Daftar Pustaka
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Nurcahyo, Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan.
Yogyakarta : FMIPA UNY.
Soedjono, Basoeki. 1988. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
SISTEM KARDIOVASKULER
KEGIATAN 11
PENGARUH TEKANAN OSMOTIK TERHADAP ERITROSIT

A. Tujuan
1. Mengetahui kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit pada berbagai konsentrasi
larutan.
2. Mengetahui hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.
B. Alat bahan
1. Mikroskop cahaya
2. Stopwatch
3. Kaca benda dengan cekungan dan gelas penutup (Cover Glass),
4. Pipet pasteur
5. Garam fisiologis 0,7%, 1 %, 3 %
6. Vaselin album,
7. Antikoagulan (Heparin atau Kalium Oksalat)
8. Darah perifer (probandus)
C. Cara kerja
1. Mengambil darah perifer dari ujung jari manis sesuai SOP (standar operasional
prosedur aseptis)
2. Meneteskan 1 tetes darah di atas cekungan kaca objek, kemudian menambahkan 1 tetes
NaCl 0,7 %, mengamati di bawah mikroskop dengan hati-hati dan mengamati kapan
eritrosit tampak mulai hemolisis.
3. Melakukan seperti cara 1 untuk larutan NaCl 1 % dan 3 % dan aquades, mencatat
hasilnya dalam table.
4. Untuk mengetahui kecepatan terjadinya reaksi melakukan seperti di atas dengan
menggunakan larutan NaCl lebih pekat daripada 1%. Mencatat hasilnya dalam tabel.
D. Hasil
No Nama Larutan Waktu Krenasi

1. Eka Mayasari NaCl 0.7 % 2 menit 50 detik

NaCl 1% 1 menit 30 detik

NaCl 3% 1 menit 10 detik

2. Nuzul Jauharoh NaCl 0.7 % 1menit 56 detik

NaCl 1% 1 menit 36 detik

NaCl 3% 1 menit 5 detik

3. Waryati NaCl 0.7 % 1 menit 53 detik

NaCl 1% 1 menit 4 detik

NaCl 3% 1 menit 0 detik

E. Pembahasan
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang
warnannya merah. Warna merah itu keadaannya tidak tetap tergantung pada banyaknya
kadar oksigen dan karbondioksida didalamnya. Darah yang banyak mengandung karbon
diogsida warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam darah di ambil dengan cara
bernapas, dan zat tersebut sangat berguna pada peristiwa pembakaran/ metabolisme di
dalam tubuh.
Darah adalah cairan yang tersusun atas plasma cair (55%), yang komponen
utamanya adalah air, dan sel-sel yang mengambang di dalamnya (45%). Plasma kaya
akan protein-protein terlarut lipid, dan karbohidrat. Limfe sangat mirip dengan plasma,
hanya saja kosentrasinya sedikit lebih rendah total tubuh darah sendiri merupakan satu
per dua belas berat tubuh, dan pada manusia umumnya volume darah adalah kurang dari
lima liter (George, 1999).
Darah adalah jaringan hidup yang bersirkulasi mengelilingi seluruh tubuh
dengan perantara jaringan arteri, vena dan kapilaris, yang membawa nutrisi, oksigen,
antibodi, panas, elektrolit dan vitamin ke jaringan seluruh tubuh. Darah manusia terdiri
atas plasma darah, globulus lemak, substansi kimia (karbohidrat, protein dan hormon),
dan gas (oksigen, nitrogen dan karbon dioksida). Sedangkan plasma darah terdiri atas
eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan trombosit (platelet) (Watson,
2002).
Menurut Djukri dan Heru (2015), cairan tubuh hakekatnya merupakan pelarut
zat-zat yang terdapat dalam tubuh, dengan demikian mengandung berbagai macam zat
yang diperlukan oleh sel dan sisa-sisa metabolisme yang dibuang oleh sel. Selain itu,
cairan tubuh juga pemberi suasana pada sel, sebagai contoh kehangatan (suhu),
kekentalan (viskositas), dan keasaman (pH) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik
maupun kimiawi dari dalam dan luar tubuh. Zat-zat yang diperlukan sel antara lain:
1) Oksigen untuk pembakaran dan menghasilkan energi ensimatis.
2) Makanan dalam bentuk sari-sari makanan (glukosa, asam lemak, dan asam
amino) untuk membentuk energi, dinding sel, dan sintesa protein.
3) Vitamin
4) Mineral sebagai katalisator proses ensimatis.
5) Air untuk pelarut dan media proses kimiawi dalam sel.
Zat-zat yang dihasilkan oleh sel anatara lain:
a. Karbon dioksida dari proses pembakaran.
b. Protein dari sintesis di ribosoma.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi cairan interseluler antara lain:
a. Suhu
b. Derajat keasaman (pH)
c. Kekentalan (viskositas) cairan.
Bila sel dimasukkan kedalam suatu larutan tanpa menyebabkan sel
membengkak atau mengkerut disebut larutan isotonis, oleh karena tidak terjadi
perubahan osmosis, yang terjadi hanyalah meningkatnya volume cairan ekstrasel.
Larutan NaCl 0,9% atau dextrose 5% merupakan contoh larutan isotonis. Larutan
isotonis mempunyai arti klinik yang penting karena dapat diinfuskan kedalam darah
tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan osmosis antara cairan ekstrasel dan
intrasel (Siregar, 1995).
Cairan yang memiliki kekentalan atau konsentarasi sama dengan cairan dalam
sel disebut isotonis (osmotic equilibrium), lebih tinggi daripada dalam sel disebut
hipertonis, dan lebih rendah daripada sel disebut hiipotonis. Cairan hipertonis akan
menarik air secara osmosis dari sitoplasma eritrosit ke luar sehingga eritrosit akan
mengalami penyusutan dan membran selnya tampak berkerut-kerut atau yang disebut
krenasi atau plasmolysis. Sebaliknya, cairan hipotonis akan menyebabkan air berpindah
ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga eritrosit akan menggembung (plasmoptysis)
yang kemudian pecah (hemolisis) (Djukri dan Heru, 2015)
Krenasi merupakan proses pengkerutan sel darah akibat adanya larutan hipotonis dan
hipertonis. Faktor penyebab krenasi yaitu adanya
peristiwa osmosis yang menyebabkan adanya
pergerakan air dalam sel sehingga ukuran sel
menjadi berkurang atau mengecil. Proses yang
sama juga terjadi pada tumbuhan yaitu plasmolisis
dimana sel tumbuhan juga mengecil karena
dimasukkan dalam larutan hipertonik. Krenasi ini
dapat dikembalikkan dengan cara menambahkan
cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit
(Watson, 2002).

Menurut Lakitan (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan osmotik


larutan adalah:

a. Konsentrasi: peningkatan konsentrasi larutan mengakibatkan terjadinya peningkatan


tekanan osmosis.
b. Ionisasi molekul terlarut: tekanan osmosis.
c. Hidrasi molekul terlarut: air yang berikatan dengan molekul terlarut disebut hidrasi air.
Hidrasi air dapat meningkatkan tekanan osmosis.
d. Temperatur: tekanan osmosis meningkat seiring denganpeningkatan temperatur.

Mekanisme mengembang dan mengkerut sel saat sel dalam larutan diakibatkan
karena aliran air keluar dari vakuola tengah. Vakuola tengah akan mengkerut dan
protoplasma serta dinding sel yang menempel juga akan keluar bersama vakuola itu,
jika penurunannya terlalu besar maka protoplasma akan terlepas dari dinding sel waktu
mengkerut itulah protoplasma akan mengalami serangkaian bentuk tidak beraturan,
akhirnya berbentuk membulat yang dianggap terpengaruh oleh gaya permukaan. Jika
telah terlepas dari pengaruh tegangan, dinding sel tidak lagi mengkerut bersama
protoplasma sebab dinding sel lebih kaku sifatnya. Ruang yang terbentuk antara dinding
sel dan protoplasma yang mengkerut akan terisi oleh larutan yang masuk dengan lebar
melalui dinding yang permeabel.
Potensial osmotik mempunyai pengertian yaitu zat cair dalam vakuola dan
bagian-bagian sel lainnya yang mengandung zat-zat terlarut di dalamnya, artinya zat
cair tersebut adalah suatu larutan dan potensial airnya (seandainya dikeluarkan dari sel
adalah potensial larutan atau potensial osmotik yang nilainya lebih rendah daripada
potensial air murni.sedangkan potensial tekanan yaitu keadaan dinding sel yang cukup
mengandung air memberikan tekanan pada isi sel yang arahnya ke luar sel. Akibatnya
di dalam sel timbul tekanan hidrostatik yang arahnya ke luar sel. Tekanan hidrostatik
yang arahya keluar sel disebut turgor. Sementara plasmolisis yaitu peristiwa keluarnya
isi sel ke lingkungan akibat meningkatnya konsentrasi zat terlarut di lingkungan.
Semakin besar konsentrasi larutan maka akan semakin banyak sel yang mengalami
plasmolisis. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan osmosis anatara lain
konsentrasi, ionisasi molekul, hidrasi, dan temperatur.

Praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kecepatan dan faktor
yang mempengaruhi kecepatan hemolysis dan krenasi eritrosit pada berbagai
konsentrasi larutan. Praktikum ini dilakukan dengan mengambil darah perifer ujung
jari secara aseptis yang ditempatkan pada cekungan gelas objek, lalu ditetesi dengan
berbagai konsentrasi larutan NaCl untuk kemudian diamati di bawah mikroskop dan
dicatat waktu terjadinya hemolysis atau krenasi.
Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopik diketahui bahwa pada larutan NaCl
konsentrasi 0,7% eritrosit nampak menggembung atau bengkak sehingga dapat
dikatakan bahwa pada konsentrasi tersebut eritrosit mengalami hemolysis dan akhirnya
mengalami lisis pada waktu 2 menit 50 detik pada darah Maya, 1 menit 56 detik pada
darah Nuzul, dan 1 menit 53 detik pada darah Waryati . Hal tersebut terjadi karena
larutan NaCl pada konsentrasi 0,7% bersifat hipotonik (lebih encer), sehingga terjadi
osmosis atau perpindahan cairan dari konsentrasi rendah yaitu larutan NaCl 0,5% dan
0,7% menuju ke cairan yang berkonsentrasi lebih tinggi yaitu sitoplasma eritrosit,
dengan kata lain air dari larutan NaCl tersebut akan ditarik masuk ke dalam eritrosit
sehingga mengembang dan pecah atau lisis.
Peristiwa krenasi ditunjukkan pada eritrosit yang berada pada larutan NaCl 1%
dan 3% yaitu eritrosit nampak mengecil dan mengkerut ketika diamati dengan
mikroskop. Pada pengamatan eritrosit yang berada pada larutan NaCl 1% dan 3%
mikroskop, darah Maya lisis pada waktu 1 menit 30 detik dan 1 menit 10 detik, darah
Nuzul pada waktu 1 menit 5 detik, darah Waryati 1 menit 4 detik dan 1 menit. Hal
tersebut terjadi karena larutan NaCl pada konsentrasi tersebut bersifat hipertonik (lebih
pekat), sehingga terjadi osmosis atau perpindahan cairan dari konsentrasi rendah yaitu
sitoplasma eritrosit menuju ke cairan yang berkonsentrasi lebih tinggi yaitu larutan
NaCl 1% maupun 3%. Dengan kata lain cairan sitoplasma di dalam eritrosit ditarik
keluar sehingga selnya kehilangan air yang mengakibatkan sel nampak mengkerut.
Adanya pertimbangan bahwa kepekatan cairan di luar sel akan berpengaruh
terhadap peristiwa hemolysis atau krenasi, maka dapat dikatakan bahwa kecepatan
hemolysis dan kecepatan krenasi dipengaruhi oleh kepekatan cairan di luar sel eritrosit.
Semakin encer cairan di luar sel maka semakin cepat sel tersebut mengalami hemolysis,
dan semakin pekat cairan di luar sel maka semakin cepat pula terjadinya krenasi.
Dengan kata lain kecepatan hemolysis dan kecepatan krenasi dipengaruhi oleh adanya
peristiwa osmosis. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Watson (2002) yang
menyatakan bahwa faktor penyebab krenasi yaitu adanya peristiwa osmosis yang
menyebabkan adanya pergerakan air dalam sel sehingga ukuran sel menjadi berkurang
atau mengecil. Proses yang sama juga terjadi pada tumbuhan yaitu plasmolisis dimana
sel tumbuhan juga mengecil karena dimasukkan dalam larutan hipertonik. Krenasi ini
dapat dikembalikkan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar
eritrosit.
Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan hemolisis dan krenasi pada tabel hasil
diketahui bahwa ada kelompok yang menunjukkan kecepatan hemolisis eritrosit pada
NaCl 0,7% kemudian dilanjutkan krenasi. Semakin encer cairan di luar sel seharusnya
semakin cepat sel mengalami hemolisis. Sedangkan pada larutan NaCl semakin pekat
larutannya yaitu 1% dan 3% maka potensi kecepatan eritrosit seharusnya semakin
tinggi. Maka hasil praktikum yang didapatkan telah sesuai dengan teori yang ada.
F. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum ini adalah:
Kecepatan hemolysis dan krenasi dipengaruhi oleh kepekatan cairan di luar sel.
Semakin pekat larutan NaCl maka potensi kecepatan eritrosit seharusnya semakin
tinggi. Eritrosit mengalami hemolysis pada larutan hipotonis NaCl 0,7% dan
mengalami krenasi pada larutan hipertonis NaCl 1% dan 3%.
G. DAFTAR PUSTAKA
Djukri dan Heru N. 2015. Petunjuk Praktikum Biologi Lanjut. Yogyakarta: PPs UNY.
George, F. 1999. Schaum's Outline of Theory and Problems og Biology. Jakarta:
Airlangga.
Lakitan, B. 2001. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat Edisi 10. Jakarta : EGC
Buku Kedokteran.
Siregar. 1995. Neuro Fisiologi edisi kelima. Bagian ilmu faal. Fakultas Kedokteran.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
KEGIATAN 12

MENGUKUR LAJU RESPIRASI

A. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh ukuran tubuh terhadap laju respirasi hewan.
2. Mengetahui pengaruh luas permukaan tubuh terhadap laju respirasi hewan.
B. Alat dan bahan
1. Respirometer dengan selangnya
2. Pipet Pateur dan penggaris
3. Butiran KOH
4. Vaselin
5. Larutan eosin
6. Jangkrik
C. Cara kerja
1. Hewan ditimbang terlebih dahulu sebelum percobaan dilakukan
2. Ke dalam botol respirometer ditaruh 3 butir KOH dan pada lubang selangnya
ditetesi larutan eosin.
3. Batas antara sumbat botol dengan selang leletkan dengan vaselin sedemikian rupa
sehingga udara tidak dapat keluar (bocor)
4. Masukkan hewan ke dalam respirometer
5. Catatlah skala pada penggaris dari awal sampai eosin tidak bergerak.
6. Konversikan panjang dan diameter selang menjadi volume udara
7. Ulangi untuk jenis hewan lainnya.
D. Hasil praktikum
No. JANGKRIK BERAT WAKTU
(gram)
1 Jangkrik I 1,4 5 menit : 0,2 ml
10 menit : 0,5 ml
15 menit : 0,59 ml
20 menit : 0,76 ml
22 menit : 0,9 ml
2 Jangkrik II 1,28 5 menit : 0,09 ml 40 menit : 0,53 ml
10 menit : 0,12 ml 45 menit : 0,64 ml
15 menit : 0,19 ml 50 menit : 0,7 ml
20 menit : 0,29 ml 55 menit : 0,75 ml
25 menit : 0,31 ml 60 menit :0,8 ml
30 menit : 0,4 ml 1 jam 5 menit : 0,9 ml
35 menit : 0,48 ml

E. PEMBAHASAN
Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-
senyawa organik menjadi CO2, H2O dan energi. Respirasi yaitu suatu proses
pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia
dengan menggunakan oksigen. Dari respirasi akan dihasilkan energi kimia ATP untak
kegiatan kehidupan, seperti sintesis (anabolisme), gerak, pertumbuhan. Proses respirasi
ini juga diartikan sebagai proses pengikatan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida
oleh darah melalui permukaan organ pernapasan. Oksigen merupakan zat yang mutlak
dibutuhkan oleh tubuh untuk mengoksidasi zat
makanan berupa karbohidrat, lemak dan protein sehingga menghasilkan energi
(Burhanuddin, 2010).
Respirasi bertujuan untuk menghasilkan energi. Energi hasil respirasi tersebut
sangat diperlukan untuk aktivitas hidup, seperti mengatur suhu
tubuh, pergerakan, pertumbuhan dan reproduksi. Jadi kegiatan pernapasan dan
respirasi tersebut saling berhubungan karena
pada proses pernapasan dimasukkan udara dari luar (oksigen) dan oksigen tersebut
digunakan untuk proses respirasi guna memperoleh energi dan selanjutnya sisa respirasi
berupa gas karbon dioksida (CO2) dikelurkan melalui proses pernafasan.

Salah satu proses fisiologi tubuh serangga seperti jangkrik menggunakan proses
respirasi untuk mendapatkan suplai energi dengan mengambil oksigen dari udara luar
(Chown dan Nicolson, 2004). Oksigen akan ditransfer menuju sel dan digunakan untuk
respirasi oksidatif yang berperan dalam proses serapan energi (Klowden, 2007).

Praktikum untuk mengukur laju respirasi ini dilakukan dengan menggunakan


objek berupa jangkrik. Prinsip kerja respirometer adalah dengan mengamati banyaknya
oksigen yang digunakan untuk pernapasan hewan uji dalam satu waktu yang ditandain
dengan pergerakan cairan uji (eosin) pada pipa skala. Reagen yang digunakan dalam
uji respirometer ini KOH dan eosin. KOH digunakan untuk mengikat karbondioksida
yang dihembuskan oleh hewan uji danmengubahnya menjadi K2CO3. Eosin bekerja
sebagai penanda skala dan bergerak karena adanya penyurutan volume udara dalam
tabung respirometer (Pearson Education, 2015)

Dengan cara memasukkan jangkrik ke dalam botol yang didalamnya sudah


diberi 3 butir KOH kemudian sumbat botol dengan selang dileletkan vaselin, sehingga
udara tidak dapat keluar (bocor). Untuk mengetahui penyusutan udara dalam tabung,
pada ujung terbuka pipa berskala diberi setetes larutan eosin. Kecepatan larutan eosin
itu bergerak ke dalam menunjukkan kecepatan pernapasan organisme (serangga) yang
diselidiki.

Dalam percobaan ini diamati tiap 5 menit sekali dan jarak yang ditempuh oleh
larutan eosin bergerak. Sehingga diperoleh data jangkrik I memerlukan waktu 22 menit
agar eosin mencapai 0,9 ml sedangkan jangkrik II memerlukan waktu 1 jam 5 menit
agar eosin bisa mencapai 0,9 ml. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa ukuran tubuh
berpengaruh terhadap laju respirasi, semakin besar ukuran tubuh maka semakin banyak
kebutuhan oksigen yang diperlukan, sehingga dalam praktikum ini eosin dalam
mencapai 0,9 ml semakin cepat. Dalam praktikum ini ukuran jangkrik I 1,4 gram
sedangkan jangkrik II 1,28 gram.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi suatu organisme diantaranya


usia, berat badan, jenis kelamin, suhu,aktivitas, dan emosi. Semakin tua usia suatu
organisme maka semakin sedikit respirasi yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan
oleh penurunan regenerasi sel. Semakin berat suatu organisme maka semakin banyak
respirasi yang dibutuhkan, karena jumlah selyang dimiliki organisme tersebut menjadi
lebih banyak (Isnaeni, 2006).

Pernafasan pada serangga dilakukan denga menggunakan sistem trakea. Udara


keluar dan masuk tidak melalui mulut melainkan melalui lubang – lubang sepanjang
kedua sisi tubuhnya. Lubang – lubang pernafasan tersebut dinamakan stigma atau
spirakel. Pada masing – masing ruas tubuh terdapat sepasang stigma, sebuah di sebelah
kira dan sebuah lagi di sebelah kanan. Stigma selalu terbuka dan merupakan lubang
menuju ke pembuluh trakea. Trakea bercabang – cabang sampai ke pembuluh halus
yang mencapai seluruh bagian tubuh. Udara masuk melalui stigma, kemudian
menyebar mengikuti trakea dengan cabang – cabangnya. Jadi, oksigen diedarkan tidan
melalui darah melainkan langsung dari pembuluh trakea ke sel – sel yang ada
disekitarnya. Dengan demikian cairan tubuh serangga (“darah serangga”) tidak
berfungsi mengangkut udara pernafasan tetapi hanya berfungsi mengedarkan sari – sari
makanan dan hormon.

Mekanisme respirasi pada serangga,terdiri dari tiga fase, yaitu fase inspirasi,
pertukaran gas, dan fase ekspirasi. Fase inspirasi memerlukan waktu seperempat detik,
spirakel pada bagian dada terbuka, udara masuk. Fase pertukaran gas memerlukan
waktu sekitar satu detik, spirakel daerah dada
ataupun perut menutup. Fase ekspirasi memerlukan waktu sekitar satu detik, spirakel
daerah perut terbuka selama kurang lebih sepertiga detik. Setelah masuk ke dalam
trakea, oksigen menuju trakeol, kemudian masuk kedalam sel-sel tubuh secara difusi.
Karbondioksida yang merupakan sisa pernapasan dikeluarkan juga melalui sistem
trakea yang bermuara pada spirakel (Sunarto, 2004).

Respirasi berperan sebagai penyedia oksigen yang kemudian digunakan untuk


proses metabolisme sehingga dihasilkan energi yang bermanfaat untuk
menjalankan sistem-sistem kehidupan (Isnaeni, 2006). Laju metabolisme
juga berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi
dari molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen. Laju respirasi dapat
diketahui dengan mengukur banyaknya gas karbondioksida, uap air, dan energi yang
dihasilkan. Semakin besar nilai kompone – komponen tersebut, maka semakin besar
laju respirasinya (Tobin, 2005)

F. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar
ukuran tubuh, maka kebutuhan oksigen yang diperlukan semakin banyak hal ini
berkaitan dengan kebutuhan O2 untuk menjalankan proses metabolisme. Dalam
praktikum ini dapat dilihat, jangkrik berukuran besar memerlukan waktu yang lebih
cepat untuk membuat eosin mencapai 0,9 ml dibandingkan jangkrik II.

G. DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin, A.I. 2010. Ikhtiologi. Yayasan Citra Emulsi : Makassar.
Chown, S. L. and S. W. Nicolson. 2004. Insect Physiological Ecology. Oxford
University Press. New York.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius : Yogyakarta.
Klowden, M. J. 2007. Physiological Systemsin insects. Elseiver : USA.
Pearson Education. 2015. How The Respirometer Works. www.phschool.com, diakses
pada 29/11/19 pukul 08.18 WIB.
Sunarto. 2004. Konsep dan Penerapan Sains Biologi. Tiga Serangkai : Solo.
Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Thomson Brooks/Cole : Canada.
SISTEM KARDIOVASKULER

KEGIATAN 13

UJI GOLONGAN DARAH DENGAN SISTEM “ABO”

A. Tujuan
Menentukan golongan darah dengan sistem ABO
B. Alat dan bahan
1. Blood lancet steril (desposable)
2. Kapas alkohol
3. Obyek gelas 2 buah
4. Tusuk gigi beberapa batang
5. Serum Anti- A dan serum Anti- B
6. Larutan garam fisiologis
C. Cara kerja
1. Menyiapkan kaca obyek dan bersihkan kemudian beri tanda lingkaran sebanyak
3 buah dengan spidol (Gambar 2).

Anti- A NaCl Anti- B


Gambar 2. Posisi bulatan pada kaca obyek
2. Mensterilkan kulit ujung jari tengah atau jari manis dengan kapas alkohol,
biarkan sampai mengering.
3. Menusuk ujung jari tengah atau jari manis naracoba dengan menggunakan
blood lancet steril (desposable) sehingga darah keluar dan teteskan pada masing
masing bulatan satu tetes darah pada kaca obyek yang telah dipersiapkan.
4. Uji tetes pertama dengan serum Anti- A, tetes darah kedua dengan NaCl
fisiologis dan tetes darah ketiga dengan serum Anti- B, kemudian aduk dengan
menggunakan pengaduk (dari batang korek api, tusuk gigi atau lainnya, asalkan
ujung yang telah dipergunakan untuk mengaduk tidak dipergunakan untuk
mengaduk lagi). Amati pada masing-masing tetes darah, apakah terjadi
aglutinasi atau tidak, kemudian tentukan apakah jenis golongan darah naracoba
tersebut.
D. Hasil
No Nama Anti A Anti B Waktu Pembekuan Gol Darah
Darah
1 Eka Mayasari - - 4 menit O
2 Waryati - - 5 menit 30 detik O
3 Nuzul + - 5 menit 15 detik A

E. Pembahasan
Darah adalah cairan jaringan yang dialirkan melalui pembuluh darah.
Darah terdiri atas sel-sel merah (sel darah putih dan sel darah merah), trombosit
(keping darah),dan plasma darah. Ada beberapa sistem penggolongan darah pada
manusia, misalnya sistem ABO dan rhesus (Rh). Dasar penggolongan darah adalah
adanya aglutinogen (antigen) di dalam sel darah merah dan aglutinin (antibodi) di
dalam plasma (serum). Aglutinogen adalah zat yang digumpalkan dan aglutinin
adalah zat yang menggumpalkan (Poejadi, A. 1994.)
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa darah Eka
Mayasari dan Waryati tidak mengalami penggumpalan pada anti A maupun anti B
sehingga dapat disimpulkan bahwa golongan darah Eka Mayasari dan Waryati
adalah 0. Sedangkan pada Nuzul mengalami penggumpalan pada anti A sehingga
dapat disimpulkan bahwa golongan darah Nuzul adalah A. Untuk menentukan
golongan darah pedomannya sebagai berikut:

Genotype Golongan Agutinogen Aglutinin

OO O - anti-A dan
anti-B
OA / AA A A anti-B

OB / BB B B anti-A
AB AB A dan B -

Jika darah seseorang yang diuji dicampur dengan serum aglutinin A


mengalami penggumpalan, maka kemungkinan golongan darah orang tersebut
adalah A atau AB. Jika darah tidak menggumpal, kemungkinan orang tersebut
memiliki golongan darah B atau O. Apabila diuji dengan serum aglutinin B terjadi
penggumpalan, kemungkinan orang tersebut memiliki golongan darah B atau AB.
Akan tetapi jika tidak menggumpal, maka kemungkinan orang tersebut bergolongan
darah A atau O (Suryo. 2001)
Antingen adalah sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun,
terutama dalam produksi antibodi. Antingen biasanya berupa protein atau polisarida,
tetapi dapat juga berupa molekul lainnya, termasuk molekul kecil dipasangkan
dengan protein pembawa. Anti gen ini dibagi menjadi anti gen A dan anti gen B.
dimana anti gen A hanya terdapat dan dihasilkan pada seseorang bergolongan darah
A dan O, sedangkan anti gen B hanya terdapat pada seseorang bergolongan darah B
dan O (Suryo. 2001)
Dikatakan bergolongan darah A, karena setelah darah tersebut dicampur
dengan serum alfa (anti A), darah tersebut mengalami aglutinasi. Aglutinasi terjadi
dikarenakan di dalam sel darah tersebut mengandung aglutinogen A, dan serum
darahnya dapat membuat agglutinin anti-B. Dikatakan bergolongan darah B, karena
setelah darah tersebut dicampur dengan serum beta (anti B), darah tersebut
mengalami aglutinasi. Aglutinasi terjadi dikarenakan di dalam sel darah tersebut
mengandung aglutinogen B, dan serum darahnya dapat membuat agglutinin anti-A.
Dikatakan bergolongan darah O, karena tidak mengalami aglutinasi setelah
dicampurkan serum alfa (anti A) maupun serum beta (anti B). Hal ini dikarenakan
di dalam sel darah tersebut tidak mengandung aglutinogen, dan serum darahnya
dapat membuat agglutinin anti-A dan aglutinin anti-B (Subowo. 1992.)

Apabila antigen a bertemu dengan anti A dalam darah seseorang, maka


akan terjadi penggumpalan darah dan dapat menyebabkan kematian. Hal ini berarti
golongan darah orang tersebut adalah A. Apabila antigen b bertemu dengan anti B
dalam darah seseorang, maka akan terjadi penggumpalan darah dan dapat
menyebabkan kematian. Hal ini berarti golongan darah orang tersebut adalah B
(Suryo. 2001)
Apabila dalam darah seseorang diberi zat anti A, maka akan terjadi
penggumpalan. Begitu juga bila darah orang tersebut diberi zat anti B. Hal ini berarti
golongan darah orang itu adalah AB. Apabila dalam darah seseorang diberi zat anti
A dan zat anti B tidak mengalami penggumpalan, maka golongan darah orang
tersebut adalah O. Berdasarkan hal ini, golongan darah penting sekali untuk
diperhatikan, terutama dalam transfusi darah. Golongan darah seseorang harus
diperiksa terlebih dahulu sebelum melakukan transfusi darah baik darah si pemberi
(donor) maupun si penerima (resepien) untuk menghindari terjadinya penggumpalan
atau aglutinasi (Suryo. 2001)
Fungsi penggolongan darah manusia sangat besar manfaatnya, yaitu
untuk transfusi darah dan membantu penyelidikan tindak kriminal. Transfusi darah
adalah pemberian darah dari seseorang yang disebut dengan donor. Kepada orang
yang memerlukan yang disebut dengan resipien. Dalam proses transfusi darah
diusahakan agar aglutinogen pada darah donor tidak berjumpa dengan zat antinya
yang terdapat di dalam plasma darah resipien. Pada umumnya transfusi darah dapat
dilakukan dalam keadaan sebagai berikut : kecelakaan dan tubuh luka parah, tubuh
yang terbakar, penyakit kronis, kekurangan darah yang akut, pada saat tubuh
kehilangan banyak darah, misalnya pada waktu operasi (Prawirohartono, 1995).
Penggolongan darah penting dilakukan sebelum transfusi darah karena
pencampuran golongan darah yang tidak cocok menyebabkan aglutinasi dan
destruksi sel darah merah (Srikini, 2004).
F. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:
1) Berdasarkan uji golongan darah menggunakan sistem ABO maka dapat
disimpulkan bahwa golongan darah Eka Mayasari dan Waryati adalah 0.
Sedangkan Nuzul adalah A.
2) Apabila darah + anti A mengalami penggumpalan dan darah + anti B tidak
menggumpal maka golongan darah orang tersebut adalah A.
3) Apabila darah + anti B tidak menggumpal dan darah + anti B mengalami
penggumpalan maka golongan darah orang tersebut adalah B.
4) Apa bila darah + anti A tidak menggumpal dan darah + anti B tidak
menggumpal maka golongan darah orang tersebut adalah O.
G. Daftar pustaka
Prawirohartono, Slamet. 1995. Sains Biologi. Bumi Aksara. Jakarta
Poejadi, A. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Universitas Indonesia. Yogyakarta.
Srikini. 2004. Sains Biologi. Jakarta : Erlangga.
Subowo. 1992. Histologi Umum. Bumi Aksara. Jakarta.
Suryo. 2001. Genetika Manusia Cetakan Kesembilan. UGM Press. Yogyakarta
SISTEM KARDIOVASKULER

KEGIATAN 14

MENENTUKAN WAKTU KOAGULASI DARAH

A. Tujuan
Menentukan waktu koagulasi darah
B. Alat dan bahan
1. Kaca objek (1 buah)
2. Jarum pentul
3. Blood lancet steril
4. Kapas Alkohol
C. Cara kerja
1. Mensterilkan kulit ujung tengah jari atau jari manis dengan kapas alkohol dan
biarkan sampai kering
2. Menusuk ujung jari tengah atau manis naracoba dengan menggunakan blood
lancet steril sehingga darah keluar
3. Meneteskan satu tetes darah pada kaca objek yang telah disiapkan, kemudian
setiap 30 detik lakukan tusukan menggunakan jarum pentul pada tetes darah
4. Mengamati adanya benang-benang, jika ada catatlah waktunya. Waktu tersebut
merupakan waktu koagulasi darah.
D. Hasil praktikum

No Nama Anti A Anti B Waktu Pembekuan Gol Darah


Darah
1 Eka Mayasari - - 4 menit 0
2 Waryati - - 5 menit 30 detik 0
3 Nuzul + - 5 menit 15 detik A

E. Pembahasan
Pembekuan darah adalah rangkaian kompleks dan peristiwa dimana fibrinogen,
protein plasma yang larut diubah menjadi bakuan fibrin yang stabil atau dengan
kata lain proses pembekuan darah adalah perubahan fibrinogen (protein yang larut)
menjadi fibrin (protein yang tidak larut) (Gibson, 1996).
Pembekuan atau penggumpalan darah atau disebut juga koagulasi terjadi
apabila darah ditampung dan dibiarkan begitu saja. Akan terjadilah suatu mass yang
menyerupai jelly, yang kemudian menjadi massa yang memadat dengan
meninggalkan cairan jernih, yang disebut serum darah. Gumpalan itu sendiri terdiri
dari filamen fibrin yang mengikat sel darah merah, sel darah putih dan platelet.
Kloting (penggumpalan) mulai 15 detik sampai 2 menit setelah luka, dan umumnya
akan berakhir dalam waktu 5 menit (Frandson, 1996).

Menurut Wulangi (1993), mekanisme pembekuan darah digambarkan


dalam skema seperti berikut :

Darah normal membeku dalam 4 – 8 menit. Jika lebih dari 8 menit


disebabkan karena terjadi defisiensi vitamin K. Waktu koagulasi adalah saat mulai
keluarnya tetesan darah pertama sampai mulai terlihat benang – benang fibrin pada
tetes kedua (Seeley,2000).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa waktu
koagulasi Eka Mayasari adalah 4 menit, sedangkan waktu koagulasi Waryati 5
menit 30 detik, dan waktu koagulasi Nuzul 5 menit 15 detik. Dari hasil tersebut
dapat diketahui bahwa waktu koagulasi praktikan normal.
Menurut Pearce (2009:166-167), empat faktor yang mempengaruhi
pembekuan darah adalah :
1) Garam kalsium dalam keadaan normal ada dalam darah.
2) Sel yang terluka yang membebaskan trombokinase.
3) Thrombin yang terbentuk dari protrombin bila ada trombokinase,
4) Fibrin yang terbentuk dari fibrinogen di samping thrombin.
Pembekuan darah dipercepat karena :
1) oleh panas yang sedikit lebih tinggi daripada suhu tubuh,
2) kontak dengan bahan kasar, seperti pinggiran yang kasar dari
1. pembuluh darah yang rusak.
Diperlambat karena :
1) Suhu yang rendah
Hal tersebut dikarenakan darah merupakan jenis protein sehingga apabila
berada pada suhu rendah dapat memperlambat proses koagulasi
(Pearce,1997)
2) Pengocokan atau pengadukan
Jika sering di aduk maka fibrinogen akan pecah menjadi protrombin, jika
pengadukannya lambat, maka akan membantu aktivator protrombin untuk
membentuk fibrin (Wulangi,1993)
3) Zat anti koagulasi anti koagulan
Kerja dari zat ini akan memperlambat proses koagulasi sehingga proses
koagulasi berlangsung lambat (Pearce, 1997)
4) Ada tidaknya penyakit
Penyakit seperti defisiensi vitamin K, menyebabkan terhambatnya
pembentukan protrombin (Wulangi,1993)
5) Antitrombin
Plasma protein di produksi oleh sel endothelium yang dengan perlahan –
lahan menonaktifkan thrombin (Wulangi,1993)
6) Heparin
Dihasilkan oleh basofil dan sel endothelium yang meningkatkan efektivitas
antitrombin dan bekerja sama dengan anti thrombin menonaktifkan trombin
7) Prosctacyclin
Turunan prostaglandin yang dihasilkan oleh endothelium. Menghambat
pelepasan faktor – faktor yang berperan dalam pembekuan darah (Seeley,
dkk.,2000)
Menurut Pearce (1997), faktor – faktor yang dapat mempercepat koagulasi
antara lain:
1. Pemanasan
Pada suhu 37°C darah akan lebih cepat membeku daripada suhu di
bawahnya
2. Pengocokan
Bila darah di kocok pelan – pelan koagulasi akan dipercepat, sedangkan
kalau dikocok keras akan memperlambat koagulasi karena jaringan fibrin
akan pecah
3. Luas permukaan kontak
Proses koagulasi akan di percepat dengan menambah luas permukaan
kontak. hal ini dapat dilakukan dengan jalan memasukkan kasa atau kapas
ke dalam larutan darah
4. Kondisi Tubuh
Apabila tidak memiliki kelainan apapun maka prose koagulasi akan
berlangsung dengan cepat daripada yang memiliki kelainan atau penyakit
tertentu
F. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa waktu
koagulasi praktikan 4-6 menit sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu koagulasi
praktikan dalam kategori normal.
G. Daftar pustaka
Frandson, D.R. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. UGM Press : Yogyakarta.
Gibson, J. M., 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat, Buku
Kedokteran : Jakarta.
Pearce, E.C. 1997. Anatomi dan Fisiologi Untuk para media. Gramedia : Jakarta.
Seeley, R.R., Stephen, T.D., dan Tale, P. 2000. Anatomy and Physiology.
McGrawHill : Boston.
Wulangi, S.K. 1993. Prinsip – Prinsip Fisiologi Hewan. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan : Jakarta.
SISTEM KARDIOVASKULER
KEGIATAN 3
MENGUKUR TEKANAN DARAH SISTOLE DAN DIASTOLE
A. Tujuan Praktikum
Mengukur tekanan darah sistole dan diastole
B. Alat dan Bahan
1. Tensimeter dengan sabuk tekanya

2. Stetoskop

C. Cara Kerja
1. Lilitkan sabuk tekan yang telah dilengkapi dengan pompa dan sphymomanometer
(tenzimeter) pada lengan atas tepatnya di atas sendi siku.
2. Letakan kepala stetoskop pada bawah sabuk tekan tepat di atas sendi siku .
3. Letakan kepala stetoskop pada bawah sabuk tekan tepat di ata arteri radialis selanjutnya
dengarkan suara denyut jantung.
4. Pompa sampai sabuk tekan menekan dan suara jantung tidak terdengar lagi.
5. Kendorkann pengatur sekrup pada pompa sedemikian sehingga udara keluar dan pantau
suara jantung dengan sekasama apabila suara jantung terdengar maka hal itu
menunjukkan tekanan sistole, teruskan penggembosan dan monitor terus suara jantung
sampai tak terdengar lagi, pada saat itu merupakan tekanan diastole.
D. Hasil

No Nama Umur Tekanan darah


Sebelum Sesudah
1 Waryati 19 119/80 130/80
2 Eka Mayasari 19 112/64 110/90
3 Nuzul Jauharoh 19 110/70 120/100
Total 341/214 360/270
Rata-rata 113.6/71.3 360/270
E. Pembahasan

Praktikum yang telah dilaksanakan pada tanggal 24 November 2019 dengan topik
pengaruh aktivitas dan suhu terhadap tekanan darah. Pada hasil pegukuran tekanan darah
sebelum dan setelah dilakukan aktivitas lari selama 5 menit menunjukkan hasil yang berbeda.
Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mempengaruhi tekanan darah.
Gerak merupakan suatu kebiasaan yang tidak lepas dari setiap manusia. Manusiatidak
pernah berhenti bergerak bahkan disaat seorang tidur, karena tanpa disadari jantung manusia
tetap bergerak untuk memompa darah ke seluruh tubuh walaupun setiap orang memiliki
aktivitas yang berbeda-beda setiap saat. Namun, seiring berkembangnya teknologi dari semua
bidang yang ada, maka tingkat kesadaran akan aktivitas fisik yang sangat penting untuk
kesehatan manusia sangat rendah.
Dengan meningkatnya aktivitas fisik seseorang maka kebutuhan darah yang
mengandung oksigen akan semakin besar. Kebutuhan ini akan dipenuhi oleh jantung dengan
meningkatkan aliran darahnya. Hal ini juga direspon pembuluh darah dengan melebarkan
diameter pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga akan berdampak pada tekanan darah
individu tersebut (Rai, 2012).
Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda, semakin tinggi
suhu suatu benda maka semakin panas benda tersebut dan semakin rendah suhu suatu benda
maka semakin dingin benda tersebut. Suhu tubuh manusia sendiri merupakan perbedaan antara
jumlah panas yang dproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan
luar.
Manusia punya kemampuan untuk beradaptasi terhadap suhu lingkungan.
Meningkatnya aktivitas fisik menyebabkan peningkatan suhu inti yang secara refleks memicu
mekanisme pengeluaran panas(Lauralee, 2013).
Pada data, sebelum berlari tekanan darah sistole terendah adalah 110 mmHg dan yang
tertinggi adalah 119 mmHg. Setelah berlari terjadi peningkatan pada tekanan darah sistole
hingga mencapai 120 mmHg dan dari data yang diambil terjadi penurunan pada sistole setelah
berlari menjadi 130 mmHg. Sebelum berlari tekanan darah diastole terendah adalah 64 mmHg
dan yang tertinggi adalah 80 mmHg. Setelah berlari tekanan diastole terendah adalah 80 mmHg
dan yang tertinggi adalah 100 mmHg.

Pada hasil pengukuran tekanan darah di temukan 3 orang praktikan yang mempunyai
tekanan darah yang meningkat. Tekanan darah yang meningkat ini dipengaruhi oleh tingkatan
aktivitas. Tekanan darah setelah beraktivitas lebih besar dibandingkan dengan tekanan darah
pada saat istirahat. Hal tersebut diakibatkan karena pada saat beraktivitas sel tubuh memerlukan
pasokan O2 yang banyak akibat dari metabolisme sel yang bekerja semakin cepat pula dalam
menghasilkan energi. Sehingga peredaran darah di dalam pembuluh darah akan semakin cepat
dan curah darah yang dibutuhkan akan semakin besar. Akibat adanya vasodilatasi pada otot
jantung dan otot rangka serta vasokontriksi arteriol yang menyebabkan arteriol menyempit dan
kerja jantung tiap satuan waktupun bertambah sehingga volume darah pada arteriol akan
meningkat dan tekanannyapun meningkat. Dapat dikatakan bahwa volume darah yang masuk
dari arteri ke jantung meningkat. Pada organ-organ tersebut dan menyebabkan aliran darah ke
saluran pencernaan dan ginjal berkurang. Persentase darah yang dialirkan ke organ-organ
tersebut untuk menunjang peningkatan aktivitas metabolik keduanya dan kerja jantung juga
akan semakin cepat dalam memompa darah (Andrajati, 2008). Pada saat frekuensi denyut
jantung cepat, tekanan arteri turun secara tajam selama fase ejeksi sistolik ventrikel karena
katup atrioventrikulat tertarik kebawah meningkatkan kapasitas atrium. Kerja ini menyedot
darah ke atrium dari vena besar. Sedotan darah ke atrium selama sistolik turut membantu secara
nyata pada arus balik vena (Ganong, 2002). Hal ini menjelaskan mengapa pada beberapa sunjek
terjadi penurunan pada tekanan sistole setelah berlari.

Suhu tubuh dapat diartikan sebagai keseimbangan anatara panas yang diproduksi
dengan panas yang hilang dari tubuh. Kulit merupakan organ tubuh yang bertanggung jawab
untuk memelihara suhu tubuh agar tetap normal dengan mekanisme tertentu (Asmadi, 2008).
Panas diproduksi oleh tubuh melalui proses metabolisme, aktivitas otot dan sekresi kelenjar.
Produksi panas dapat meningkat atau menurun dipengaruhi oleh suatu sebab, misalnya oleh
karena penyakit ataupun stress (Asmadi, 2008). Panas dapat hilang dari tubuh melalui tiga cara,
yatu; melalui kulit, dalam udara ekspirasi dan melalui urin dan feses. Panas yang hilang dari
kulit melalui konduksi, radiasi, dan konveksi, melalui perspirasi dan penguapan keringat.
Kehilangan ini dikontrol oleh variasi jumlah darah yang melewati kulit, dihasilkan oleh
perubahan ukuran pembuluh darah didalamnya. Kehilangan panas melalui kulit dipengaruhi
oleh jumlah dan jenis pakaian yang dikenakan (John, 2003). Konduksi merupakan hilangnya
panas secara langsung dari satu benda ke benda yang lebih dingin. Radiasi adalah penyebaran
panas dari kulit ke udara yang lebih dingin. Konveksi bervariasi dengan aliran udara melalui
kulit, misalnya ketika digerakkan oleh angin atau kipas angin.8 Penurunan suhu tubuh
seseorang juga berhubungan dengan pacu jantung. Suhutubuh berhubungan dengan detak
jantung, dimana suhu tubuh mengalami naik turun sekitar 10 C per 24 jam. Temperatur tubuh
manusia minimum selama tidur dan meningkat pada jam jam awal pagi. Mekanisme kontrol
umpan balik negatif secara aktif berjalan untuk memelihara temperatur titik dari kumpulan
regulasi untuk suatu waktu pada hari tersebut (Guyton, 1986). Keringat juga membantu proses
penurunan suhu, akibat panas tubuh yang dihasilkan tubuh sudah terlalu tinggi maka panas
tubuh dikeluarkan lewat keringat. Keringat disekresi akibat terjadinya dilatasi pembuluh darah
kulit dibawah control sarag hipotalamus, korteks serebri dan bagian lain sistem saraf pusat.
F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terjadi
perubahan pada hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah subjek berlari.
Terdapat pengaruh dari aktifitas fisik (berlari) terhadap tekanan darah dan suhu.
Terdapat hubungan antara peningkatan tekanan darah dan penurunan suhu tubuh setelah
berlari.
G. Daftar Pustaka
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Ganong, William F. MD. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta:
EGC.
Guyton, A.C. 1986. Text Book of Medical Physiology. New York: W. B. Saunders Co.
John Girson. 2003. Fisiologi & Anatomi Modern Untuk Perawat Edisi 2 . Jakarta :
ECG.
Lauralee Sherwood. 2013. Fisiologi Manusia Edisi 6. Jakarta : ECG.
R. Andrajati, E. Sukandar, J. Sigit, I Ketut, A. Adji, Kusnandar. 2008. Penuntun
Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia. Depok: Departemen Farmasi
FMIPA UI.

Rai, Ade. T. Halim. 2012. 101 Fitness di Usia 40+. Jakarta: Libri.

Anda mungkin juga menyukai