Anda di halaman 1dari 9

4.

1 Uji Sumur Gas

Secara garis besar, terdapat dua jenis uji sumur untuk sumur gas,

yang pertama adalah uji deliveribilitas termasuk back pressure test, Isochronal test

dan Modified Isochronal test dan yang kedua adalah pressure test (pressure

buildup dan pressure drawdown).

4.2 Uji Deliverabilitas

Pada pertama kalinya pengujian untuk menentukan kemampuan sumur gas

untuk berproduksi dilakukan dengan cara membuka sumur dan menghubungkan

sumur dengan tekanan atmosfer, dan harga AOF diukur langsung dengan

menggunakan impact pressure gauge yang dipasang dipermukaan. Penyajian

dengan cara ini hanya efektif untuk digunakan pada sumur yang dangkal,

sedangkan sumur gas yang dalam dengan ukuran tubing yang kecil akan

memberikan hasil yang tidak akurat. Pembukaan sumur yang relatif lama akan

menyebabkan pemborosan gas secara sia-sia, selain dapat menimbulkan

kerusakan pada formasi serta dapat menimbulkan bahaya lain yang tidak

diinginkan. Berdasarkan alasan diatas, maka mulai dikembangkan metoda uji

deliverability yang lebih modern dengan menggunakan laju aliran yang sesuai dan

dapat dikontrol, diantaranya yakni Back Pressure, Isochronal dan Modified

Isochronal.

Deliverabilitas adalah kemampuan dari suatu sumur gas untuk

berproduksi, yang dinyatakan dalam bentuk grafik (Pr2 –Pwf2) vs Qsc. Uji

deliverability merupakan suatu uji sumur yang umum digunakan untuk


menentukan produktivitas sumur gas. Uji ini terdiri dari tiga atau lebih aliran

dengan laju alir, tekanan dan data lain yang dicatat sebagai fungsi dari waktu.

Indikator produktivitas yang diperoleh dari uji ini adalah Absolute Open Flow

Potential (AOFP), yang didefinisikan sebagai kemampuan suatu sumur gas untuk

memproduksi gas ke permukaan dengan laju alir maksimum pada tekanan alir

dasar sumur (sandface) sebesar tekanan atmosphere (± 14,7 psia). Hal ini tidak

dapat diukur secara langsung tetapi dapat diperoleh dari uji deliverability.

Pada masa awal tes penentuan deliverabilitas ini sudah dikenal persamaan

empiris yang selaras dengan hasil pengamatan. Persamaan ini menyatakan bahwa

hubungan antara Qsc terhadap ∆p2 pada kondisi aliran yang stabil.

Qsc =C (Pr2 –Pwf2)n

Dimana :

Qsc = laju aliran gas (Mscf/d)

C = koefisien performance yang menggambarkan posisi kurva deliverabilitas

yang stabil

(Mscfd/psia2)

n = bilangan eksponen, merupakan inverse slope dari garis kurva

deliverability yang stabil dan mencerminkan derajat pengaruh

faktor inersia-turbulensi terhadap aliran, umumnya berharga antara

0.5-1 atau n = tan θ

Pr = tekanan rata-rata reservoir (psia)

Pwf = tekanan alir dasar sumur (psia)


Gambar 4.1

Grafik Deliverabilitas

4.2.1. Back Pressure Test

Convensional back pressure atau disebut juga flow after flow test , metode

ini pertama kali ditemukan oleh Pierce dan Rawlins (1929) untuk mengetahui

kemampuan sumur berproduksi dengan memberikan tekanan balik

(back pressure) yang berbeda-beda. Pelaksanaan dari tes yang konvensional ini

dimulai dengan jalan menutup sumur, untuk menentukan harga Pr. Selanjutnya

sumur diproduksi dengan laju sebesar Qsc sehingga aliran mencapai stabil,

sebelum diganti dengan laju produksi lainnya. Setiap perubahan laju produksi

tidak didahului dengan penutupan sumur.

Gambar skematis dari proses “back pressure test” diperlihatkan pada

Gambar 4.2. Analisis deliverability didasarkan pada kondisi aliran yang stabil.
Untuk keperluan ini diambil tekanan alir di dasar sumur (Pwf), pada akhir

dari periode suatu laju produksi.

Lama waktu pencapaian kondisi stabil dipengaruhi oleh

permeabilitas batuan. Waktu untuk mencapai kestabilan ini dapat diperkirakan

berdasarkan waktu mulai berlakunya aliran semi mantap.

Gambar 4.2

Diagram Laju Produksi dan Tekanan Dari Back Pressure Test

Prosedur pelaksanaan Back Pressure Test adalah sebagai berikut:

1. Sumur ditutup hingga mencapai keadaan kesetimbangan statik, tekananterukur

dicatat sebagai tekanan rata – rata reservoir (Pr).

2. Sumur diproduksi dengan laju aliran tertentu (q1) hingga mencapai tekanan

stabil dan catat laju alir serta tekanan alir sebagai q1dan Pwf1.

3. Kemudian ubah laju aliran menjadi q2 hingga mencapai tekanan stabil dan catat

laju alir serta tekanan alir sebagai q2 dan Pwf2.


4. Ulangi langkah 2 dan 3, umumnya hingga empat kali.

5. Setelah diperoleh sejumlah perubahan laju aliran, sumur kemudian ditutup.

4.2.2. Isochronal Test

Back Pressure Test hanya dapat memberikan hasil yang baik bila

dilangsungkan pada reservoir dengan permeabilitas tinggi. Sedang untuk reservoir

dengan permeabilitas rendah, akan diperlukan waktu yang cukup lama untuk

mencapai kondisi yang stabil, sehingga apabila uji dilakukan pada sumur

yang belum mempunyai fasilitas produksi, jumlah gas yang dibakar cukup besar.

Bertolak dari kelemahan back-pressure test, maka Cullender

mengembangkan isochronal test untuk memperoleh harga deliverability pada

sumur dengan permeabilitas rendah yang memerlukan waktu yang lama untuk

mencapai kondisi stabil. Cullender juga mengusulkan suatu cara tes berdasarkan

anggapan, bahwa jari-jari daerah penyerapan yang efektif (efektive drainage

radius), rd adalah fungsi dari tD dan tidak dipengaruhi oleh laju produksi. Ia

mengusulkan laju yang berbeda tetapi dengan selang waktu yang sama, akan

memberikan grafik log ∆p2 vs log Qsc yang linier dengan harga eksponen n yang

sama, seperti pada kondisi aliran yang stabil.

Tes ini terdiri dari serangkaian proses penutupan sumur sampai tekanan

reservoir (Pr) mencapai stabil, yang diusulkan dengan pembukaan sumur,

sehingga menghasilkan laju produksi tertentu selama jangka waktu t, tanpa

menanti kondisi stabil. Diagram laju produksi dan tekanan di dasar sumur dapat
dilihat pada Gambar 4.3. Setiap perubahan laju produksi didahului oleh penutupan

sumur sampai tekanan reservoir (Pr) mencapai stabil.

Pada Gambar 4.3 ditunjukkan beberapa hal penting yang berkaitan dengan

urutan uji isochronal, yaitu :

1. Waktu alir, kecuali pengaliran yang terakhir, berlangsung dalam selang waktu

yang sama.

2. Perode penutupan berlangsung sampai P = Pr, bukannya selang waktu yang

sama panjang.

3. Pada periode pengaliran terakhir, sumur dialirkan sampai mencapai keadaan

stabil, tetapi hal ini tidak mutlak.

Gambar 4.3

Diagram Laju Produksi dan Tekanan Dari Isochronal Test


Prosedur pelaksanaan dari isochronal test adalah sebagai berikut:

1. Sumur ditutup hingga mencapai keadaan keseimbangan statik, tekananterukur

dicatat sebagai tekanan rata-rata reservoir (Pr).

2. Sumur diproduksikan dengan laju aliran q1 selama waktu t1, dan catat laju

aliran serta tekanan alir sebagai q1dan Pwf1.

3. Sumur ditutup kembali selama waktu t, hingga mencapai kondisi

kesetimbangan statik (Pr).

4. Sumur diproduksi selama waktu t2 (sama dengan t1) dengan ukuran choke yang

berbeda dan catat laju aliran dan tekanan alir sebagai q2 dan Pwf2.

5. Ulangi langkah 3 dan 4 beberapa kali (umumnya cukup sampai empat titik)

dengan waktu alir t1.

4.2.3. Modified Isochronal Test

Metoda ini merupakan pengembangan dari metoda isochronal,

perbedaannya terletak pada penutupan sumur tidak perlu mencapai kondisi stabil.

Pada reservoir yang ketat, penggunaan tes isochronal belum tentu menguntungkan

bila diinginkan penutupan sumur sampai mencapai keadaan stabil. Katz dkk(1959)

telah mengusulkan suatu metode untuk memperoleh hasil yang mendekati hasil

tes isochronal. Perbedaan metode ini dengan metode lain terletak pada

persyaratan bahwa penutupan sumur tidak perlu mencapai stabil. Selain dari itu,

selang waktu penutupan dan pembukaan sumur dibuat sama besar.

Pengolahan data untuk analisa deliverabilitas tes modified isochronal sama

seperti pada metode isochronal, kecuali untuk harga Pr diganti dengan Pws, yaitu
harga tekanan yang dibaca pada akhir dari setiap massa penutupan sumur. Dari

Gambar 4.4. terlihat bahwa untuk suatu harga q diperoleh pasangan ∆p2 dengan

kondisi sebagai berikut :

q1= (Pws1)2- (Pwf1)2

q2= (Pws2)2- (Pwf2)2

q3= (Pws3)2- (Pwf3)2

q4= (Pws4)2- (Pwf4)2

Sedangkan pengolahan kurva deliverabilitas yang stabil diperoleh

dengan jalan menggambarkan sebuah garis sejajar yang melalui (Pws2- Pwf2).

Gambar 4.4

Diagram Tekanan Dan Laju Produksi Selama Tes Modified Isochronal

Prosedur pelaksanaan dari modified isochronal test adalah sebagai berikut:

1. Sumur ditutup dan tekanan terukur dicatat sebagai tekanan rata-rata reservoir

Pwf1 (=Pr). Selama periode penutupan sumur, tekanan statik sumur akan
membentuk beberapa harga Pws yang mana harga Pws ini akan semakin kecil

untuk periode aliran berikutnya.

2. Sumur diproduksi dengan laju aliran tertentu (q1) selama waktu t1 dan catat

laju aliran serta tekanan alir sebagai q1 dan Pwf1.

3. Sumur ditutup kembali selama waktu t, dan catat tekanannya sebagai Pwf2.

4. Sumur diproduksi selama t2 (sama dengan t1) dengan ukuran choke yang

berbeda, dan catat laju aliran dan tekanan alir sebagai q2 dan Pwf2.

5. Ulangi langkah 3 dan 4 beberapa kali (umumnya cukup sampai empat titik)

dengan waktu aliran dan waktu penutupan sama dengan t1 hingga mencapai

kondisi extended flow.

Anda mungkin juga menyukai