MENGENAI:
Kelompok 5:
Puji syukur penulis ucapkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Tugas besar yang Penulis kerjakan mengenai Bencana dalam Industri Konstruksi
mengingat bahwa dalam melaksanakan penanggulangan bencana pada tahap
konstruksi terdapat beberapa permasalahan. Permasalahan yang terjadi yaitu pada saat
merencakan pembangunan tidak adanya perencanaan penanggulangan bencana,
pengurangan risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan
pembangunan, persyaratan analisis risiko, pelaksanaan dan penegakan rencana tata
ruang dan sebagainya.
Sumber dari laporan karya ilmiah ini berupa Undang-Undang No. 24 Tahun
2007, Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008, Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
46 Tahun 2008, Peraturan Presiden No. 17 Tahun 2018 dan Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Barat No 2 Tahun 2010 dan jurnal-jurnal. Dari sumber-sumber yang penulis
susun, semua informasi dan fakta sesuai dengan laporan tugas besar ini, sehingga
menurut penulis data-data didalam laporan ini sudah cukup akurat.
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan
yang diberikan selama penyusunan tugas ini, terutama kepada:
- Bapak Prof. Dr. Manlian Ronald. A. Simanjuntak, ST., MT., D.Min sebagai
dosen mata kuliah Aspek Hukum dan Administrasi Proyek untuk segala
bimbingan, arahan, informasi selama penyusunan laporan tugas besar.
- Teman-teman angkatan 68 dan 69 yang telah memberikan informasi, saran,
dan semangat.
Penyusun menyadari akan kekurangan dalam penyusunan tugas ini, maka
penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk memperoleh hasil tugas yang optimal.
Akhir kata semoga tugas besar ini bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
i
Abstrak
ii
Abstract
iii
DAFTAR ISI
iv
2.3 Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008......... 16
2.3.1 BAB I Ketentuan Umum ....................................................................... 16
2.3.2 BAB II Prabencana ............................................................................... 16
2.3.3 BAB III Tanggap Darurat ..................................................................... 17
2.3.4 BAB IV Pascabencana .......................................................................... 18
2.3.5 BAB V Pemantauan dan Evaluasi......................................................... 18
2.3.6 BAB VI Ketentuan Lain-Lain ............................................................... 19
2.3.7 BAB VII Ketentuan Penutup ................................................................ 19
2.4 Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negri No. 46 Tahun 2008
19
2.4.1 BAB I Ketentuan Umum ....................................................................... 20
2.4.2 BAB II Pembentukan, Kedudukan, Tugas dan Fungsi BPBD Provinsi
dan BPBD Kabupaten/Kota ................................................................................ 20
2.4.3 BAB III Organisasi ............................................................................... 21
2.4.4 BAB IV Eselon dan Kepegawaian ........................................................ 24
2.4.5 BAB V Tata Kerja................................................................................. 25
2.4.6 BAB VI Pembinaan dan Pengawasan ................................................... 25
2.4.7 BAB VII Pembiayaan ........................................................................... 26
2.4.8 BAB VIII Ketentuan Penutup ............................................................... 26
2.5 Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 17 Tahun 2018 ............. 26
2.6 Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Daerah Jawa Barat No.2 Tahun 2010 27
2.6.1 BAB I Ketentuan Umum ....................................................................... 28
2.6.2 BAB II Asas dan Prinsip ....................................................................... 28
2.6.3 BAB III Maksud dan Tujuan................................................................. 29
2.6.4 BAB IV Tanggungjawab dan Wewenang ............................................. 29
2.6.5 BAB V Badan Penanggulangan Bencana ............................................. 30
2.6.6 BAB VI Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Alam ................. 30
2.6.7 BAB VII Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Nonalam dan
Bencana Sosial .................................................................................................... 31
2.6.8 BAB VIII Standar Operasional Prosedur .............................................. 31
v
2.6.9 BAB IX Pengelolaan Bantuan .............................................................. 32
2.6.10 BAB X Kerjasama................................................................................. 32
2.6.11 BAB XI Partisipasi Masyarakat, Lembaga Usaha, dan Lembaga
Internasional ........................................................................................................ 33
2.6.12 BAB XII Penyelesaian Sengketa .......................................................... 35
2.6.13 BAB XIII Pemantauan, Pelaporan, dan Evaluasi.................................. 35
2.6.14 BAB XIV Pengawasan dan Pertanggungjawaban ................................ 36
2.6.15 BAB V Ketentuan Lain-Lain ................................................................ 36
2.6.16 BAB XVI Ketentuan Peralihan ............................................................. 37
2.6.17 BAB XVII Ketentuan Penutup ............................................................. 37
BAB 3 STUDI KASUS......................................................................................... 38
3.1 Ancaman Sesar Lembang di Bandung ......................................................... 38
3.1.1 Kota Bandung dan Sesar Lembang ....................................................... 38
3.1.2 Pembahasan ........................................................................................... 39
3.2 Kebakaran Pipa PT. Pertamina (Persero) akibat Kegiatan PT. KCIC Jakarta
Bandung .................................................................................................................. 41
3.2.1 Kronologi Insiden ................................................................................. 41
3.2.2 Pembahasan ........................................................................................... 41
BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................. 44
4.1 Kesimpulan ................................................................................................... 44
4.2 Rekomendasi ................................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 46
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
Rangkaian bencana yang dialami Indonesia, khususnya pada tahun 2004 dan
2005, telah mengembangkan kesadaran mengenai kerawanan dan kerentanan
masyarakat. Sikap reaktif dan pola penanggulangan bencana yang dilakukan dirasakan
tidak lagi memadai. Dirasakan kebutuhan untuk mengembangkan sikap baru yang lebih
proaktif, menyeluruh, dan mendasar dalam menyikapi bencana.
Dunia teknik sipil berhubungan dengan berbagai macam bangunan, baik
bangunan umum maupun bangunan penanggulangan bencana, dimana kinerja proyek
bangunan teknik sipil diukur berdasarkan biaya, mutu, dan waktu. Mutu bangunan
diperlukan untuk menjamin bangunan akan aman terhadap kegagalan, baik pada saat
pembangunan maupun selama umur pelayanan/ penggunaan bangunan.
Kegagalan bangunan dapat memicu bencana ataupun meningkatkan dampak
bencana. Dengan demikian, teknik sipil sangat berperan dalam upaya penanggulangan
bencana.
Pola penanggulangan bencana mendapatkan dimensi baru dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
yang diikuti beberapa aturan pelaksana terkait, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No.
21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Peraturan Menteri
Dalam Negeri (Permendagri) No. 46 Tahun 2008 Tentang Pedoman Organisasi dan
Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Peraturang Daerah (Perda)
Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana.
Upaya penanggulangan bencana di daerah perlu dimulai dengan adanya
kebijakan daerah yang bertujuan menanggulangi bencana sesuai dengan peraturan yang
ada. Strategi yang ditetapkan daerah dalam menanggulangi bencana perlu disesuaikan
dengan kondisi daerah. Operasi penanggulangan bencana perlu dipastikan efektif,
efisien dan berkelanjutan.
1
2
2. Apa saja hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007,
Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008, Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
46 Tahun 2008, Peraturan Presiden No. 17 Tahun 2018 dan Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Barat No 2 Tahun 2010?
4. Bagaimana penegakkan peraturan (UU, PP, Permen, Perpres dan Perda) terkait
kasus kegagalan konstruksi di Indonesia?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Bencana
3
4
2.1.2 Risiko
BNPB dan BPBD terdiri atas unsur pengarah penanggulangan bencana dan
pelaksana penanggulangan bencana.
Fungsi dari BNPB dan BPBD adalah perumusan dan penetapan kebijakan
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat
serta efektif dan efisien dan pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan
bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. unsur pelaksana penanggulangan
bencana mempunyai tugas secara terintegrasi yang meliputi:
a. Prabencana;
b. Saat tanggap darurat; dan
c. Pascabencana.
Lembaga usaha adalah setiap badan hukum yang dapat berbentuk badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, atau swasta yang didirikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjalankan jenis usaha tetap
12
dan terus menerus yang bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
1. Prabencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap prabencana
dalam situasi tidak terjadi bencana dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya
bencana. Maka dari itu perlu adanya perencanaan penanggulangan bencana,
pengurangan risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan
pembangunan, persyaratan analisis risiko, pelaksanaan dan penegakan rencana
tata ruang, pendidikan dan pelatihan serta persyaratan standar teknis
penanggulangan bencana.
Pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan
dilakukan dengan cara mencantumkan unsur-unsur rencana penanggulangan
bencana ke dalam rencana pembangunan pusat dan daerah. Persyaratan analisis
13
risiko bencana sebagaimana dimaksud disusun dan ditetapkan oleh BNPB dan
ditunjukkan dalam dokumen yang disahkan oleh pejabat pemerintah sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan. BNPB melakukan pemantauan dan
evaluasi atas pelaksanaan analisis risiko.
Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk
mengurangi risiko bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan tentang
penataan ruang, standar keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggar.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat
potensi terjadi bencana harus adanya kesiapsiagaan yang dilakukan untuk
memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana.
Lalu adanya peringatan dini yang dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat
dan tepat dalam rangka mengurangi terkena bencana serta mempersiapkan
tindakan tanggap darurat.
Mitigasi bencana dilakukan melalui pelaksanaan penataan ruang,
pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan dan
penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara
konvensional maupun modern.
2. Saat Tanggap Darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber
daya;
b. penentuan status keadaan darurat bencana;
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
3. Pascabencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi
rehabilitasi dan rekonstruksi.
14
2.3 Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008
Mengingat Pasal 50 ayat 2, Pasal 58 ayat 2, dan Pasal 59 ayat 2 pada Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, maka perlu
ditetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 mengenai
Penyelenggaran Penanggulangan Bencana. Peraturan ini terdiri dari 7 Bab dengan 96
pasal.
2. Pelaporan
Penyusunan laporan dilakukan oleh unsur pengarah dan unsur pelaksana BNPB
dan/atau BPBD. Laporan digunakan untuk memverifikasi perencanaan program
BNPB dan/atau BPBD.
3. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dalam rangka pencapaian standar minimum dan
peningkatan kinerja penanggulangan bencana. Evaluasi dilakukan oleh unsur
pengarah BNPB untuk tingkat nasional dan unsur BNPB untuk tingkat daerah.
Dalam hal bantuan untuk penanggulangan bencana yang berasal dari negara
asing, BNPB wajib berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Departemen Luar Negeri,
ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.4 Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negri No. 46 Tahun
2008
Tahun 2008 mengenai Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan
Bencana Daerah. Peraturan ini terdiri dari 8 bab dengan 37 pasal.
2.4.2 BAB II Pembentukan, Kedudukan, Tugas dan Fungsi BPBD Provinsi dan
BPBD Kabupaten/Kota
1. Kepala BPBD
2. Unsur Pengarah
Unsur Pengarah BPBD Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
3. Unsur Pelaksana
a. Kepala Pelaksana
b. Sekretariat Unsur Pelaksana
c. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan
d. Bidang Kedauratan dan Logistik
e. Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi
22
1. BPBD Provinsi
a. Kepala Pelaksana BPBD Provinsi ► Jabatan Struktural Eselon II.a
b. Kepala Sekretariat BPBD Provinsi ► Jabatan Struktural Eselon III.a
c. Kepala Bidang BPBD Provinsi ► Jabatan Struktural Eselon III.a
d. Kepala Subbagian dan Kepala Seksi BPBD ► Jabatan Struktural Eselon IV.a
25
2. BPBD Kabupaten/Kota
a. Kepala Pelaksana BPBD Klasifikasi A ► Jabatan Struktural Eselon II.b
b. Kepala Sekretariat BPBD Klasifikasi A ► Jabatan Struktural Eselon III.b
c. Kepala Pelaksana BPBD Klasifikasi B ► Jabatan Struktural Eselon III.a
d. Kepala Sekretariat BPBD Klasifikasi B ► Jabatan Strukutral Eselon IV.a
e. Kepala Subbagian dan Kepala Seksi BPBD ► Jabatan Struktural Eselon IV.a
2.5 Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 17 Tahun 2018
Peraturan Presiden No. 17 Tahun 2018 yang mengatur hal terkait Penyelengaraan
Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu. Bahwa dalam rangka
melaksanakan penanggulangan bencana secara terkoordinasi, terencana dan terpadu
perlu memperhatikan aspek good governance dan bersikap hati-hati.
Pada Perpres No. 17 Tahun 2018 pasal 1 menjelaskan mengenai:
1. Keadaan tertentu adalah suatu keadaan dimana status keadaan darurat bencana
belum ditetapkan atau status keadaan darurat bencana telah berakhir dan/atau
tidak diperpanjang.
2. Definisi bencana yang masih mengacu pada UU No. 24 Tahun 2007.
3. Keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan sekelompok masyarakat yang
memerlukan tindakan penanganan segera dan memadai yang meliputi kondisi
siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat ke pemulihan.
27
4. Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat merupakan kematian, luka,
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau
kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat.
Pada Perpres No. 17 Tahun 2018 pasal 2 menjelaskan mengenai penentuan status
keadaan darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
dengan tingkatan bencana. Untuk tingkat nasional ditetapkan oleh Presiden, tingkat
daerah provinsi oleh Gubernur dan tingkat daerah kabupaten/kota oleh bupati/wali
Kota.
Pada Perpres No. 17 Tahun 2018 pasal 3 menjelaskan bahwa dalam keadaan
tertentu Kepala BNPB dapat melaksanakan penyelengaraan penanggulangan bencana
termasuk kemudahan akses dalam penanganan darurat, dilakukan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. Setelah mendapatkan keputusan dalam rapat
koordinasi antar kementerian/lembaga yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator
yang membidangi koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Penyelengaraan penanggulangan bencana tersebut dilakukan pada kondisi:
1. Adanya potensi bencana dengan tingkat ancaman maksimum; dan
2. Telah terjadi evakuasi/penyelamatan/pengungsian atau gangguan fungsi
pelayanan umum yang berdampak luas terhadap kehidupan social dan
ekonomi masyarakat.
Pada Perpres No. 17 Tahun 2018 pasal 4 menjelaskan bahwa Peraturan Presiden
No. 17 Tahun 2018 mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
2.6 Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Daerah Jawa Barat No.2 Tahun 2010
a. Kemanusiaan
b. Keadilan
c. Kesamaan kedudukan dalam hokum dan pemerintahan
d. Keseimbangan, keselarasan, dan keserasian
e. Ketertiban dan kepastian hokum
f. Kebersamaan
realisasi capaian hasil kinerja kegiatan, dilengkapi dengan permasalahan yang dihadapi
dan upaya pemecahan masalah dalam pelaksanaan kegiatan.
1. Pengawasan
2. Pertanggungjawaban
Dalam hal bencana terjadi pada saat APBD belum ditetapkan, maka pendanaan
kegiatan tanggap darurat bencana dapat memafaatkan uang Kas Daerah yang tersedia.
37
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai teknis pelaksananya, ditetapkan oleh Gubernur.
Peraturan Daerah ini mulai berlaku setelah diundangkannya di Bandung.
Peraturan ini tercatat di dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
Nomor 1
BAB 3
STUDI KASUS
Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dan juga merupakan
Kota Pusat dari Metropolitan Bandung Raya (Kota Bandung, Kab. Bandung, Kab.
Bandung Barat, dan Kota Cimahi) yang terletak di 6 50' 38" - 6 68' 50" LS dan 107 33'
34" - 107 43' 50" BT. Kota Bandung memiliki luas wilayah sebesar 167,31km2 dengan
jumlah penduduk (tahun 2016) sebanyak 3.596.623 jiwa.
Sebagai Kota Metropolitan terbesar dan terpadat di Jawa Barat, Kota Bandung
berfungsi sebagai Kota Perdagangan dan Jasa yang tidak hanya melayani kotanya,
namun juga Kawasan Metropolitan Bandung Raya. Kota Bandung terdiri dari 30
kecamatan dan 151 kelurahan, yang terbagi ke dalam 8 Sub Wilayah Kota (SWK).
Kota Bandung terletak pada ketinggian 768 m di atas permukaan laut rata-rata,
dengan ketinggian di bagian utara pada umumnya lebih tinggi daripada di bagian
selatan. Ketinggian di bagian utara Kota Bandung sekitar 1.050 msl, sedangkan di
bagian selatan sekitar 675 msl. Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga
Bandung merupakan suatu cekungan (Bandung Basin). Sungai utama yang melalui
Kota Bandung adalah Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum serta anak-anak
sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah selatan dan bertemu di Sungai
Citarum. Dengan kondisi demikian, Bandung bagian selatan sangat rentan terhadap
masalah banjir.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sistem Informasi Tata Ruang Berbasis
Mitigasi Bencana Kota Bandung, kota Bandung memiliki risiko bencana antara lain
banjir, tanah longsor, gunung api, dan gempa bumi. Menurut Daryono (2019) pada
Pusat Studi Gempa Nasional 2017, Sesar Lembang merupakan patahan besar di Jawa
38
39
Barat yang mengelilingi tepi utara Bandung, dan berada tepat di selatan gunung berapi
aktif Tangkuban Perahu. Saat ini, aktivitas Sesar Lembang menunjukkan bukti
geomorfik yang jelas dan berbagai kajian kebumian menunjukkan bukti Sesar
Lembang adalah sesar aktif. Sesar Lembang memiliki panjang 29 km dan merupakan
sesar oblique dengan kimpinen geser mengkiri dan komponen sesar naik. Berdasarkan
penggalian paleoseismologi Sesar Lembang, ditemukan bukti setidaknya terjadi 3
gempa bumi pada abad ke-15, 2300-60 sebelum masehi, dan 19620-19140 BP. Sesar
Lembang ini dapat menghasilkan gempa berkekuatan mulai dari 6,5 hingga 7,0 Mw,
dengan waktu pengulangan 170-670 tahun.
3.1.2 Pembahasan
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, istilah bencana adalah suatu peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Selain itu, definisi dari
bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
40
peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi karena alam,
tsunami, letusan gunung berapi, banjir, kekeringan, angin topan, tanah longsor,
kebakaran hutan/lahan karena faktor alam, dan kejadian antariksa/benda-benda
angkasa.
Berdasarkan kedua definisi di atas, Kota Bandung memiliki potensi yang besar
untuk terjadinya bencana alam. Terutama gempa bumi yang diakibatkan oleh letak
Sesar Lembang yang berdekatan. Oleh karena itu, pemerintah harus bersikap proaktif
dalam perencanaan penanggulangan bencana, mempersiapkan sumberdaya yang
memadai untuk melakukan mitigasi jika terjadi bencana. Kemudian pemerintah harus
juga mengedukasi masyarakat akan potensi bencana gempa dan melakukan pelatihan
antisipasi gempa bumi. Pemda Jawa Barat juga sebaiknya memindahkan pusat
pembangunan dan pemerintahan keluar ke kota-kota yang lebih rendah potensi
bencananya serta siap infrastrukturnya.
Masyarakat juga harus aktif untuk mengikuti arahan dan pelatihan yang
diberikan pemerintah, baik dalam situasi non-bencana maupun dalam situasi bencana
demi meminimalisir korban jiwa. Kemudian masyarakat hendaknya aktif mengkritisi
pemerintah apabila terjadi pelanggaran dan kekeliruan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana, serta swasta dalam perencanaan serta pelaksanaan proyek
41
3.2 Kebakaran Pipa PT. Pertamina (Persero) akibat Kegiatan PT. KCIC
Jakarta Bandung
Berdasarkan data yang diperoleh dari detik.com, telah terjadi kebakaran hebat
di Kampung Mancong, Kelurahan Melong, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi,
Jawa Barat pada hari Selasa tanggal 22 Oktober 2019. Lebih tepatnya, kejadian tersebut
terjadi di samping jalur tol Padalarang KM 130. Kebakaran tersebut berlangsung dari
pukul 13.00 WIB dan baru dapat dipadamkan oleh petugas pemadam kebakaran sekitar
pukul 17.20 WIB. Penyebab dari insiden kebakaran tersebut diduga merupakan imbas
dari bocornya pipa PT. Pertamina (Persero). Pipa tersebut merupakan pipa yang
mengalirkan BBM (bahan bakar minyak) berjenis pertamina dex dari Terminal BBM
Ujung Berung menuju Terminal BBM Padalarang.
Di saat yang bersamaan, terdapat proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung yang
dikerjakan oleh PT. KCIC (Kereta Cepat Indonesia China). Proyek tersebut diduga
merupakan penyebab dari terjadinya kebakaran hebat di daerah Padalarang tersebut.
Pekerjaan tiang bor yang dilakukan oleh PT. KCIC diduga mengenai pipa PT.
Pertamina (Persero). Seorang petugas operator alat berat dikabarkan tewas akibat
insiden tersebut. Sampai saat paper ini dituliskan, investigasi mendalam masih
dilakukan oleh kedua belah pihak, baik PT. KCIC sebagai terduga dan PT. Pertamina
(Persero) selaku pemilik pipa.
3.2.2 Pembahasan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Selain itu, definisi dari bencana nonalam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa
gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Dalam kasus ini, kejadian kebocoran pipa pertamina dex milik PT. Pertamina
(Persero) merupakan suatu risiko yang tidak diurus dengan baik. Terdapat beberapa
penjelasan dari masing-masing sudut pandang yang mungkin dapat menjelaskan
mengenai proses risiko tersebut. Salah satu Pihak yang paling bertanggung jawab
adalah Pemerintah Daerah. Pemerintah selaku pemilik lahan dan Pembina dalam proses
konstruksi, seharusnya memberikan seluruh perhatian terhadap seluruh proyek maupun
pekerjaan yang ada di atas teritorinya. Pemerintah Daerah sebagai pemberi ijin kerja,
harus sudah melakukan pemeriksaan terhadap kondisi eksisting (misalnya kondisi peta
utilitas di daerah sekitar). Bagaimana mungkin Pemerintah dapat mengeluarkan ijin
tanpa dilakukan pemeriksaan desain trase PT. KCIC terhadap kondisi eksisting yang
seharusnya benar-benar dipahami betul oleh Pemerintah.
Pihak terakhir yang tentu saja terlibat adalah Masyarakat. Selaku pengamat
dalam dunia konstruksi serta menjadi pihak yang dirugikan apabila terjadi suatu
kegagalan dari proses konstruksi, Masyarakat wajib mengikuti maupun memberikan
masukkan terhadap proyek yang berlangsung, baik itu merupakan masukkan yang
bersifat konstruktif maupun destruktif. Berdasarkan informasi yang diterima,
masyarakat sekitar sudah mengupayakan fungsi pengawasan dan mengingatkan
Kontraktor akan lokasi pipa milik PT. Pertamina (Persero) yang sangat berdekatan
dengan lokasi proyek.
Guna tercapaianya suatu proses yang baik dan sempurna dari masing-masing
proyek, diperlukan kolaborasi antara ketiga Pihak (Pemerintah Daerah), Kontraktor
selaku Pelaku Jasa Konstruksi, dan Masyarakat selaku Pengawas.
4.1 Kesimpulan
44
45
4.2 Rekomendasi
Detik News. Kebakaran Pipa Pertamina Cimahi Diduga Akibat Bor Proyek Kereta
Cepat (On-Line). Tersedia di www:
https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4755711/kebakaran-pipa-
pertamina-cimahi-diduga-akibat-bor-proyek-kereta-cepat (30 Oktober 2019).
Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Bencana
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2008 Tentang
Pedoman Organisasi dan Tata Kerja BPBD
PT. Viva Media Baru. Waspada, Ancaman Sesar Lembang di Bandung. (On-Line).
Tersedia di www:
https://www.viva.co.id/foto/digital/21891-waspada-ancaman-sesar-lembang-di-
bandung (30 Oktober 2019)
46