Anda di halaman 1dari 17

UNDANG- UNDANG TRASNPORTASI II (KERETA

API)
STASIUN KERETA API

OLEH:

FERDIANA ROSINTA (12.01.038)

3B

DOSEN PENGAMPU:
SAHAR ANDHIKA P, MH

JURUSAN DIV TRANSPORTASI DARAT

2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh negara-
negara yang telah maju dan juga oleh negara-negara yang sedang berkembang.
Seperti di negara Indonesia untuk bidang transportasi perkotaan maupun transportasi
antar kota dapat tercipta suatu sistem transportasi yang menjamin pergerakan
manusia/barang secara lancar, aman, dan nyaman yang merupakan tujuan dari sektor
perhubungan (transportasi). Karena sistem transportasi yang efisien merupakan salah
satu prasyarat untuk kelangsungan pelaksanaan pembangunan. Prasarana sistem
jaringan transportasi adalah jaringan prasarana dasar yang dapat menunjang
pertumbuhan ekonomi. Sistem jaringan dan sistem pergerakan inilah yang dapat
dijadikan dasar peramalan kebutuhan. Tentu hal tersebut tidak terlepas dari pengaruh
antara sarana dan prasarana saling berkaitan satu sama lain sehingga dapat
menunjang kegiatan pergerakan antara orang satu dengan yang lain, apalagi jika
sarana sudah mendukung namun prasarananya tidak, maka tetap saja akan
menimbulkan masalah, begitu pun sebaliknya.
Dalam hal ini jelas bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam
berbagai hal diantaranya mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah
dan pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka
mewujudkan Wawasan Nusantara termasuk salah satu moda transportasi tersebut
adalah perkeretaapian, yang dalam sistem transportasi nasional mempunyai
karakteristik pengangkutan secara massal dan keunggulan tersendiri, yang tidak dapat
dipisahkan dari moda transportasi lain. Disini jelas bahwa perkeretapian ini perlu
dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung wilayah,
baik nasional maupun internasional, untuk menunjang, mendorong, serta
menggerakkan pembangunan nasional guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Identifikasi Masalah

Dalam penyelenggaraan suatu moda transportasi tentu tidak terlepas dari prasarana
serta sarana begitu saja, baik yang di jalan raya maupun dengan penyelenggaraan moda
transportasi Kereta Api (KA), dalam UU No.23 Tahun 2007 dijelaskan bahwa
Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan
sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk
penyelenggaraan transportasi kereta api. Sedangkan yang dimaksud dengan Kereta Api
(KA) sendiri adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri
maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang
bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Dalam Peraturan
Pemerintah No.56 Tahun 2009 pada pasal 2 menjelaskan bahwa Perkeretaapian
diselenggarakan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara masal
dengan selamat, aman, nyaman, cepat, tepat, tertib, teratur, dan efisien (ayat 1). Serta
penyelenggaraan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk
menunjang pemerataan pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak
pembangunan nasional. Disini dalam Bab IV UU No.23 Tahun 2007 Tentang
Perkeretaapian pasal 35 ayat 1 berbunyi bahwa prasarana perkeretaapian umum dan
perkeretaapian khusus meliputi:

a. Jalur kereta api;


b. Stasiun kereta api; dan
c. Fasilitas operasi kereta api.

Disini saya akan menjelaskan lebih rinci mengenai stasiun kereta api sebagai salah
satu prasarana penting penunjang moda transportasi kereta api. Dalam ayat 3 UU No.23
Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian berbunyi, bahwa stasiun kereta api berfungsi
sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani:

1. Naik turun penumpang;


2. Bongkar muat barang; dan/atau
3. Keperluan operasi kereta api
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penjelasan mengenai Stasiun Kereta api Menurut UU No. 23


Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian

Penyelenggara prasarana perkeretaapian adalah pihak yang


menyelenggarakan prasarana perkeretaapian, dalam hal ini adalah pemerintah.
Dan stasiun merupakan salah satu wewenang dari pihak PT KAI Indonesia dengan
fungsi sebagai operator, stasiun kereta api sendiri merupakan tempat
pemberangkatan dan pemberhentian kereta api ( PP No.56 Tahun 2009 Tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian). Dalam UU No.23 Tahun 2007 Tentang
Perkeretaapian Bagian Ketiga mengenai Stasiun Kereta Api pasal 54 berbunyi
bahwa:

1. Stasiun kereta api untuk keperluan naik turun penumpang sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf a paling rendah dilengkapi dengan
fasilitas:
a. keselamatan;
b. keamanan;
c. kenyamanan;
d. naik turun penumpang;
e. penyandang cacat;
f. kesehatan; dan
g. fasilitas umum.

2. Stasiun kereta api untuk keperluan bongkar muat barang sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf b dilengkapi dengan fasilitas:
a. keselamatan;
b. keamanan;
c. bongkar muat barang; dan
d. fasilitas umum.

3. Untuk kepentingan bongkar muat barang di luar stasiun dapat dibangun


jalan rel yang menghubungkan antara stasiun dan tempat bongkar muat
barang.
4. Stasiun kereta api untuk keperluan pengoperasian kereta api sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c harus dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan dan kepentingan pengoperasian kereta api.
Lalu dijelaskan juga dalam beberapa pasal yang berbunyi sebagai berikut:
Di stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) dapat dilakukan
kegiatan usaha penunjang angkutan kereta api dengan syarat tidak mengganggu
fungsi stasiun. ( Pasal 55)

(1) Stasiun kereta api dikelompokkan dalam:


a. kelas besar;
b. kelas sedang; dan
c. kelas kecil.
(2) Pengelompokan kelas stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan kriteria:
a. fasilitas operasi;
b. frekuensi lalu lintas;
c. jumlah penumpang;
d. jumlah barang;
e. jumlah jalur; dan
f. fasilitas penunjang. (Pasal 56)

(1) Stasiun kereta api dapat menyediakan jasa pelayanan khusus.


(2) Jasa pelayanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. ruang tunggu penumpang;
b. bongkar muat barang;
c. pergudangan;
d. parkir kendaraan; dan/atau
e. penitipan barang.
(3) Pengguna jasa pelayanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai
tarif jasa pelayanan tambahan. (Pasal 57)

Ketentuan lebih lanjut mengenai stasiun kereta api diatur dengan Peraturan
Pemerintah. (Pasal 58)
3.2 Penjelasan mengenai Stasiun Kereta api Menurut Peraturan Lain
yakni PP No.56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian
Selain pada Undang- Undang No.23 Tahun 2007 mengenai
Perkeretaapian, juga dijelaskan pada beberapa peraturan lain yang
berkaitan baik penyelenggaraan, pembinaan, maupun yang lainnya
diantaranya ada pada PP No.56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian. Pada peraturan tersebut dijelaskan pula mengenai stasiun
kereta api pada Paragraf 3 Stasiun Kereta Api dari Pasal 85 sampai Pasal
101 dengan bunyi sebagai berikut;

Paragraf 3
Stasiun Kereta Api

Stasiun kereta api meliputi:


a. jenis stasiun kereta api;
b. kelas stasiun kereta api; dan
c. kegiatan di stasiun kereta api. (Pasal 85)

(1)Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b, menurut


jenisnya terdiri atas:
a. stasiun penumpang;
b. stasiun barang; atau
c. stasiun operasi.

(2) Stasiun kereta api berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau
berhenti untuk melayani:
a. naik dan turun penumpang;
b. bongkar muat barang; dan/atau
c. keperluan operasi kereta api. ( Pasal 86)

Stasiun penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf


paling sedikit dilengkapi dengan fasilitas:
a. keselamatan;
b. keamanan;
c. kenyamanan;
d. naik turun penumpang;
e. penyandang cacat;
f. kesehatan;
g. fasilitas umum;
h. fasilitas pembuangan sampah; dan
i. fasilitas informasi. (Pasal 87)

(1) Stasiun penumpang terdiri atas:

a. emplasemen stasiun; dan


b. bangunan stasiun.

(2) Emplasemen stasiun penumpang paling sedikit meliputi:


a. jalan rel;
b. fasilitas pengoperasian kereta api; dan
c. drainase.

(3) Bangunan stasiun penumpang paling sedikit meliputi:


a. gedung;
b. instalasi pendukung; dan
c. peron. (Pasal 88)

Stasiun barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf b paling sedikit
dilengkapi dengan fasilitas:
a. keselamatan;
b. keamanan;
c. bongkar muat;
d. fasilitas umum; dan
e. pembuangan sampah. (Pasal 89)

(1) Stasiun barang terdiri atas:


a. emplasemen stasiun; dan
b. bangunan stasiun.

(2) Emplasemen stasiun barang paling sedikit meliputi:


a. jalan rel;
b. fasilitas pengoperasian kereta api; dan
c. drainase.

(3) Bangunan stasiun barang paling sedikit meliputi:


a. gedung; dan
b. instalasi pendukung. (Pasal 90)

(1) Untuk kepentingan bongkar muat barang di luar stasiun, dapat dibangun jalan rel yang
menghubungkan antara stasiun dan tempat bongkar muat barang.
(2) Pembangunan jalan rel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
persyaratan teknis jalan rel dan dilengkapi dengan fasilitas operasi kereta api. (Pasal 91)

Stasiun operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf c harus dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan dan operasi kereta api. (Pasal 92)

(1) Stasiun operasi terdiri atas:


a. emplasemen stasiun; dan
b. bangunan stasiun.
(2) Emplasemen stasiun operasi paling sedikit meliputi:
a. jalan rel;
b. fasilitas pengoperasian kereta api; dan
c. drainase.
(3) Bangunan stasiun operasi paling sedikit meliputi:
a. gedung; dan
b. instalasi pendukung. (Pasal 93)

Kegiatan di stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 huruf c meliputi:
a. kegiatan pokok;
b. kegiatan usaha penunjang; dan
c. kegiatan jasa pelayanan khusus. (Pasal 94)

Kegiatan pokok di stasiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf a meliputi:


a. melakukan pengaturan perjalanan kereta api;
b. memberikan pelayanan kepada pengguna jasa kereta api;
c. menjaga keamanan dan ketertiban; dan
d. menjaga kebersihan lingkungan. (Pasal 95)
(1) Kegiatan usaha penunjang penyelenggaraan stasiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal
94 huruf b dilakukan untuk mendukung penyelenggaraan perkeretaapian.
(2) Kegiatan usaha penunjang dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan
penyelenggara prasarana perkeretaapian. (Pasal 96)

(1)Kegiatan usaha penunjang di stasiun dapat dilakukan oleh penyelenggara prasarana


perkeretaapian dengan ketentuan:
a. tidak mengganggu pergerakan kereta api;
b. tidak mengganggu pergerakan penumpang dan/atau barang;
c. menjaga ketertiban dan keamanan; dan
d. menjaga kebersihan lingkungan.
(2) Penyelenggara prasarana perkeretaapian dalam melaksanakan kegiatan usaha
penunjang harus mengutamakan pemanfaatan ruang untuk keperluan kegiatan pokok
stasiun. (Pasal 97)

(1) Kegiatan jasa pelayanan khusus di stasiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf
c dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan penyelenggara prasarana
perkeretaapian yang berupa jasa pelayanan:
a. ruang tunggu penumpang;
b. bongkar muat barang;
c. pergudangan;
d. parkir kendaraan; dan/atau
e. penitipan barang.

(2) Penyelenggara prasarana perkeretaapian dapat mengenakan tarif kepada pengguna jasa
pelayanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh penyelenggara
prasarana perkeretaapian apabila fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal
89 telah terpenuhi. (Pasal 98)

(1) Stasiun penumpang dikelompokkan dalam:


a. kelas besar;
b. kelas sedang; dan
c. kelas kecil.
(2) Pengelompokan kelas stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan kriteria:
a. fasilitas operasi;
b. jumlah jalur;
c. fasilitas penunjang;
d. frekuensi lalu lintas;
e. jumlah penumpang; dan
f. jumlah barang.
(3) Kelas stasiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian bobot
setiap kriteria dan nilai komponen. (Pasal 99)

(1)Penetapan kelas stasiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 dilakukan oleh:


a. Menteri, untuk stasiun pada jaringan jalur kereta api nasional;
b. gubernur, untuk stasiun pada jaringan jalur kereta api provinsi; dan
c. bupati/walikota, untuk stasiun pada jaringan jalur kereta api kabupaten/kota.
(2) Penetapan kelas stasiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. (Pasal 100)

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, kegiatan, dan kelas stasiun kereta api diatur dengan
peraturan Menteri. (Pasal 101)

3.3 Stasiun Kereta Api Indonesia

3.3.1 Sejarah Kereta Api di Indonesia

Stasiun-stasiun di Indonesia dibangun antara tahun 1880-1940 pada zaman Hindia


Belanda dengan arsitektur Eropa, misalnya stasiun Tugu Yogyakarta, Stasiun Tanjung Priok
dan Jakarta Kota, Stasiun Bogor, bahkan stasiun kecil antara Semarang dan Solo dibangun
sangat indah seperti Kedung Jati, Salem, Gundih, Sumberlawang (perlu dilestarikan untuk
pariwisata bersama Yogya dan Solo serta Semarang: Joglosemar). Berita teakhir bahwa di
Solo akan dioperasikan lagi lokomotif uap untuk pariwisata melalui Jl. Slamet Riyadi
(september 2009). Selain Baramex, maka (kalau jembatan Magelang telah dibangun kembali),
maka perlu dibuka lagi untuk pariwisata dengan lokomotif uap Wonogiri-Solo-Yogyakarta-
Magelang-Borobudur (buat jalur baru ke Borobudur). Mengingat lamanya bagunan stasiun
tersebut, dapat kita telusuri bagunan stasiun pertama yang ada di Indonesia, yang dimulai
dari stasiun Semarang Gudang di Tambaksari, Kemijen. Kota Semarang, Jawa Tengah
merupakan titik awal jalur kereta api penumpang dan barang, namun apabila kita mencari
posisi pasti kompleks dimana stasiun kereta api pertama di Indonesia masih terjadi perbedaan
pendapat, tapi hal ini justru malah menarik. Stasiun yang ada di Semarang tersebut berawal
dari informasi yang dihimpun dari peta-peta kuno koleksi Koninklijk Instituut voor de Tropen
dan foto-foto koleksi Koninkjilk Instituut voor Tall, Land- en Volkenkinde (KITLV) yang
kemudian dipadupadankan dengan peta dari citra satelit melalui program Google Earth. Dari
rujukan buku yang diambil (buku Spoorwegstations op Java tulisan Michien van Ballegoijen
de Jong Amsterdam, 1993), pada tanggal 10 Agustus 1867, untuk pertama kali resmi
dioperasikan angkutan penumpang kereta api dari Stasiun Samarang menuju Tangoeng
(Tanggung) sepanjang 25 kilometer melintasi Halte Allas-Toewa (Alas Tua) dan Broemboeng
(Brumbung) Pembangunan stasiun dan jalur relnya berlangsung tiga tahun. Pencangkulan
pertama pada 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda LAJW Baron Sloet va
Beele. Nederlandsch-Indische Spooerweg Maatschappij, disingkat NIS, disebut sebagai
perusahaan swasta Belanda yang memiliki dan mengoperasikan kereta api angkutan
penumpang dan barang untuk jalur Samarang-Tangoeng. Dan berikut adalah sepuluh stasiun
tertua yang ada di Indonesia:

1. Stasiun Semarang Gudang / Tambaksari (1864)

Stasiun ini dibangun pada tanggal 16 Juni 1864 yang diresmikan oleh Gubernur
Jenderal Baron Sloet van de Beele. Untuk pengoperasian rute ini, pemerintah Belanda
menunjuk Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), salah satu markas
NIS yang sekarang dikenal sebagai Gedung Lawang Sewu. Dan tepatnya pada 10
Agustus 1867 sebuah kereta meluncur untuk pertama kalinya di stasiun ini.

2. Stasiun Semarang Tawang (1868)


Stasiun Semarang Tawang (kode SMT) adalah stasiun induk di Tanjung Mas,
Semarang Utara, Semarang yang melayani kereta api eksekutif dan bisnis. Kereta api
ekonomi tidak singgah di stasiun ini. Stasiun ini merupakan stasiun kereta api besar
tertua di Indonesia setelah Semarang Gudang dan diresmikan pada tanggal 19 Juli
1868 untuk jalur Semarang Tawang ke Tanggung. Jalur ini menggunakan lebar 1435
mm. Pada tahun 1873 jalur ini diperpanjang hingga Stasiun Solo Balapan dan melanjut
hingga Stasiun Lempuyangan di Yogyakarta
3. Stasiun Lempuyangan (1872)

Stasiun Lempuyangan (kode: LPN, +114 m dpl) adalah stasiun kereta api yang
terletak di Kota Yogyakarta, berjarak sekitar 1 km di sebelah timur dari stasiun utama
di kota ini, yaitu Stasiun Yogyakarta. Stasiun yang didirikan pada tanggal 2 Maret 1872
ini melayani pemberhentian semua KA ekonomi yang melintasi Yogyakarta. Stasiun
Lempuyangan beserta dengan rel yang membujur dari barat ke timur merupakan
perbatasan antara Kecamatan Gondokusuman di utara dan Danurejan di selatan.
4. Stasiun Ambarawa (1873)
Museum Kereta Api Ambarawa adalah sebuah stasiun kereta api yang sekarang
dialihfungsikan menjadi sebuah museum di Ambarawa, Jawa Tengah yang memiliki
kelengkapan kereta api yang pernah berjaya pada zamannya. Salah satu kereta api
uap dengan lokomotif nomor B 2502 dan B 2503 buatan Maschinenfabriek Esslingen
sampai sekarang masih dapat menjalankan aktivitas sebagai kereta api wisata. Kereta
api uap bergerigi ini sangat unik dan merupakan salah satu dari tiga yang masih tersisa
di dunia. Dua di antaranya ada di Swiss dan India. Selain koleksi-koleksi unik tadi,
masih dapat disaksikan berbagai macam jenis lokomotif uap dari seri B, C, D hingga
jenis CC yang paling besar (CC 5029, Schweizerische Lokomotiv und Maschinenfabrik)
di halaman museum.
5. Stasiun Kedungjati (1873)

Stasiun Kedungjati (KEJ) merupakan stasiun kereta api yang terletak di


Kedungjati, Kedungjati, Grobogan. Stasiun yang terletak pada ketinggian +36 m dpl
ini berada di Daerah Operasi 4 Semarang. Stasiun Kedungjati diresmikan pada bulan
21 Mei 1873. Arsitektur stasiun ini serupa dengan Stasiun Willem I di Ambarawa,
bahkan dulu beroperasi jalur KA dari Kedungjati ke Ambarawa, yang sudah tidak
beroperasi pada tahun 1976. Pada tahun 1907, Stasiun Kedungjati yang tadinya
dibangun dari kayu diubah ke bata berplester dengan peron berkonstruksi baja dengan
atap dari seng setinggi 14,65 cm.
6. Stasiun Solo Balapan (1873)

Stasiun Solo Balapan (kode: SLO, +93m) adalah stasiun induk di Kestalan dan
Gilingan, Banjarsari, Surakarta yang menghubungkan Kota Bandung, Jakarta,
Surabaya, serta Semarang. Stasiun ini didirikan oleh jaringan kereta api masa kolonial
NIS pada abad ke-19 (tepatnya 1873).
7. Stasiun Purwosari (1875)

Stasiun Purwosari (PWS) merupakan stasiun kereta api yang terletak di Jl.
Slamet Riyadi No. 502, Purwosari, Lawiyan, Surakarta. Stasiun yang terletak pada
ketinggian +98 m dpl ini berada di Daerah Operasi 6 Yogyakarta. Stasiun Purwosari
dibangun pada tahun 1875, dan merupakan stasiun tertua di Surakarta.
Pembangunannya ditangani oleh NISM. Stasiun Purwosari berada di wilayah
Mangkunegaran.
3.3.2 Fasilitas-Fasilitas Pendukung yang ada di Stasiun Kereta Api

Fasilitas-fasilitas yang ada di stasiun kereta api umumnya terdiri atas:

 Pelataran parkir di muka stasiun;


 Tempat penjualan tiket, dan loket informasi;
 Peron (tempat naik-turun para penumpang di stasiun, jadi peron adalah lantai
pelataran tempat para penumpang naik-turun dan jalur rel melintas di stasiun)
atau ruang tunggu;
 Ruang kepala stasiun, dan
 Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya, seperti
sinyal, wesel (alat pemindah jalur), telepon, telegraf, dan lain sebagainya.

Stasiun besar biasanya diberi perlengkapan yang lebih banyak daripada stasiun
kecil untuk menunjang kenyamanan penumpang maupun calon penumpang kereta
api, seperti ruang tunggu (VIP ber AC), restoran, toilet, mushola, area parkir, sarana
keamanan (polisi khusus kereta api), sarana komunikasi, dipo lokomotif, dan sarana
pengisian bahan bakar. Pada papan nama stasiun yang dibangun pada zaman
Belanda, umumnya dilengkapi dengan ukuran ketinggian rata-rata wilayah itu dari
permukaan laut, misalnya Stasiun Bandung di bawahnya ada tulisan plus-minus 709
meter.

Perkembangan yang ada sekarang pada stasiun kereta api dudah dilengkapi
dengan akses parkir yang berbasis teknologi yakni denagn parkir elektronik (e-
parking) yang sudah diterapkan pada 23 stasiun kereta api di Indonesia, yakni pada
stasiun-stasiun berikut ini;
1) Bogor
2) Cilebut
3) Bojong Gede
4) Citayam
5) Depok
6) Pondok Cina
7) Tanjung Barat
8) Duren Kalibata
9) Bekasi
10) Kranji
11) Cakung
12) Klender Baru
13) Klender
14) Parung Panjang
15) Cisauk
16) Serpong
17) Rawa Buntu
18) Sudimara
19) Jurang Mangu
20) Pondok Ranji
21) Kebayoran
22) Tangerang
23) Poris
Dengan parkir elektronik ini bisa menekan kebocoran pendapatan dan
memberikan efisiensi serta kenyamanan sehingga masyarakat bisa merasa
aman saat memarkir kendaraannya. Hanya butuh waktu empat detik untuk
melakukan pembayaran. Kartu-kartu yang dapat digunakan untuk melakukan
transaksi parkir elektronik, yakni Flazz dari BCA, Brizzi (BRI), Tapcash (BNI),
dan e-money (Bank Mandiri). Kartu multitrip yang dikeluarkan Commuterline
pun bisa digunakan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Penyelenggaraan moda transportasi, terutama transportasi di Perkeretaapian haruslah
mendapatkan pelayanan serta perhatian khusus mengingat bahwa kereta api ini merupakan
moda yang jalurnya berbeda dengan apa yang ada dijalan raya, kereta api ini mempunyai ciri
khas sendiri dengan jalur yang pasti dan dalam melakukan perjalanannya pun tidak boleh asal
berhenti, karena semua kereta api yang berjalan diatas rel kereta itu diatur oleh PPKA
(Petugas Pengatur Kereta Api), maka dari itu antara sarana dan prasarana yang ada haruslah
saling seimbang, baik dari segi perawatan maupun pemanfaatannya. Dan stasiun kereta api
sendiri, merupakan prasarana yang wajib ada, guna tercipta suatu moda transportasi nasional
yang memadai agar kereta api tersebut dapat dioperasikan. Stasiun kereta api ini peruntukan
serta fungsinya hampir sama seperti terminal, yakni guna menaikkan serta menurunkan
penumpang dengan selamat, aman, dan nyaman bagi siapapun pengguna jasanya termasuk
harus menyediakan fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan ibu hamil. Maka dari itu, kita
sebagai masyarakat yang menjadi konsumen haruslah ikut serta dalam menjaga segala
fasilitas yang telah ada selain daripada peran serta dari pemerintah sebagai regulator maupun
dari pihak PT. KAI sebagai operator agar fasilitas yang telah ada dapat lebih berkembang
menjadi lebih baik lagi.

4.2 Saran
Dari penjelasan mengenai stasiun kereta api yang ada diatas, berikut beberapa saran
yang dapat diambil point-pointnya;
 Pengaturan mengenai sistem parkir, dibeberapa stasiun masih terlihat tidak rapi dan
kurang pas dilihat, mungkin dengan meniru e-parking yang telah diterapkan
dibeberapa stasiun di Jakarta-Bogor dapat menjadi suatu referensi tersendiri.
 Membuat area khusus untuk penumpang dapat belanja, semisal toko yang berbasis
swalayan sehingga terlihat lebih tertib, indah, dan bersih. Tidak seperti jika ada penjual
asongan terlihat disekitar stasiun yang terlihat kurang tertib juga terkadang penjual
tersebut membahayakan keselamatan dirinya sendiri.
 Integrasi antar moda satu dengan yang lain, contonya seperti stasiun Gambir yang
terintegrasi dengan Busway ke airport sehingga memudahkan penumpang dalam
melakukan perpindahan.

Anda mungkin juga menyukai