Anda di halaman 1dari 40

KERETA API MODERN

(LRT, MRT, DAN KAC)

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Perundang-Undangan Transportasi Darat II
Oleh :

DESKA ULIYANI
(281009)

Dosen : Sahar Andhika, M.H

POLITEKNIK TRANSPORTASI DARAT INDONESIA – STTD


PROGRAM STUDI TRANSPORTASI DARAT
SARJANA TERAPAN AHLI JENJANG
2023

i
KATA PENGANTAR

Kereta Api Modern di Indonesia terdiri LRT, MRT dan KAC yang merupakan
implementasi teknologi dalam transportasi perkeretaapian. Pengembangan ini
bertujuan untuk memperlancar perpindahan orang pada dan mengurangi beban
lalu lintas di jalan. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
Prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan,
dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api. Penulisan ini
membahas terkait peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan
Kereta Api Modern (LRT, MRT dan KAC) di Indonesia. Penulis menyadari bahwa
penulisan ini terdapat banyak kekurangan baik dari segi ilmu pengetahuan
ataupun sumber-sumber yang ada tetapi penulis mempunyai harapan besar bahwa
penulisan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan terkait peraturan dan
penyelenggaraan transportasi perkeretaapian khususnya Kereta Api Modern.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Daftar Gambar iv
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II DASAR HUKUM 3
BAB III SUBSTANSI PENGATURAN 4
A. Definisi Umum……………………………………………….................. 4
B. Tatanan Perkeretaapian…………………………………………............. 5
C. Pembinaan………………………………………………........................ 6
D. Penyelenggaraan ………………………………………………............... 7
E. Lalu Lintas………………………………………………........................ 13
F. Angkutan……………………………………………….......................... 14
G. Pengangkutan Orang Dengan Kereta Api ………………………………. 15
H. Tarif………………………………………………................................. 16
I. Lalu Lintas Dan Angkutan Kereta Api Kecepatan Tinggi……………….. 17
BAB IV ANALISA 19
A. Light Rail Transit (LRT)……………………………………………….... 19
B. Mass Rapid Transit (MRT)………………………………………………. 24
C. Kereta Api Cepat (KAC)………………………………………………… 29
BAB V KESIMPULAN……………………………………………………... 35
Daftar Pustaka……………………………………………………………..... 36

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Light Rail Transit (LRT) ………………………………………..…19


Gambar 4.2 Mass Rapid Transit (MRT) …………………………………...……24
Gambar 4.3 Maklumat Pelayanan MRT Jakarta…………………………………26
Gambar 4.4 Kereta Api Cepat……………………………………………………29

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkeretaapian merupakan salah satu transportasi untuk memperlancar
roda perekonomian, membuka akses kedaerah pedalaman atau terpencil,
mernperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, menegakkan kedaulatan
negara, serta mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat. Pentingnya
Perkeretaapian tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan jasa
angkutan bagi mobilitas orang serta barang di dalam negeri, dari dan ke luar
negeri, serta berperan sebagai pendorong dan penggerak bagi pertumbuhan
daerah dan pengembangan wilayah. Perkeretaapian adalah satu kesatuan
sistem yang terdiri atas Prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta
norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi
kereta api.

Perkeretaapian Indonesia saat ini masih menggunakan teknologi yang


disesuaikan dengan teknologi yang sudah terpasang, Teknologi lama pada
perkeretaapian dalam penyelenggaraannya kurang efisien untuk dilakukan
modernisasi secara menyeluruh terhadap prasarana dan saranany secara
harmonis dalam mendukung perkembangan teknologi perkeretaapian dunia.
Konsep yang dikedepankan yaitu meletakkan peralatan dan sarana modern di
atas prasarana lama yang ditingkatkan, sehingga layana kereta api dengan
kecepatan lebih tinggi dan modern yang berkualitas. Pada teknologi modern
perkeretaapian berkembang teknologi system kendali operasi bahkan
teknologi tanpa awak, serta teknologi modern yang memungkinkan
penggunaan berbagai altenatif sumber energy untuk pengoperasiannya.

LRT dan MRT merupakan mode transportasi berbasis rel yang ditenagai
oleh listrik. LRT dan MRT dapat beroperasi di atas permukaan tanah atau di
bawah permukaan tanah, yang membedakan antar LRT & MRT adalah
kecepatan tempuhnya dan kapasistasnya. LRT umumnya memiliki kecepatan
yang lebih pelan berkisar 20-40 km/jam dan hanya dalam rangkaian 3 kereta
saja dan memiliki pemberhentian yang jaraknya berdekatan. Sedangkan MRT
memiliki kecepatan yang lebih cepat yang setara dengan KRL dan dapat
memiliki rangkain kereta hingga 6 gerbong, jarak pemberhentian antara
stasiun akan lebih jauh dibandingkan dengan LRT. Selain LRT dan MRT,
dalam meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan
perkeretaapian, adanya program kebijakan penyelenggaraan kereta api cepat.
Perkembangan teknologi kereta api cepat sangat pesat dan akan menjadi

1
moda andalan yang digunakan. Pengembangan ini bertujuan untuk
memperlancar perpindahan orang pada dan mengurangi beban lalu lintas di
jalan, selain itu juga pengembangan kereta api kecepatan tinggi (kecepatan
minimal 300 km/jam) harus didukung oleh pengembangan sistem produksi,
pengoperasian, perawatan dan pemeliharaan kereta api sesuai dengaan
kemampuan sumber daya yang tersedia. Perkeretaapian mempunyai peran
sebagai penghubung wilayah dan menunjang, mendorong, serta
menggerakkan pembangunan nasional guna meningkatkan kesejahteraan raky

2
BAB II
DASAR HUKUM

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian;


2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 56
Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Kereta Api sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor
72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Proyek
Strategis Nasional;
5. Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2015 tentang Percepatan
Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di
wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi;
6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 121 Tahun 2017 Tentang Lalu Lintas
Kereta Api;
7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 110 Tahun 2017 Tentang GAPEKA.
8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 63 Tahun 2019 tentang Standar
Pelayanan Minimum Angkutan Orang dengan Kereta Api;
9. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 140 Tahun 2017 Tentang Penugasan
Perseroan Terbatas Mass Rapid Transit Jakarta sebagai Operator Utama
Pengelola Kawasan Transit Oriented Development Koridor (Utara-Selatan)
Fase I Mass Rapid Transit Jakarta;
10. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 95 Tahun 2019 Tentang Standar
Pelayanan Minimum Angkutan Orang dengan Moda Raya Terpadu/Mass
Rapid Transit dan Lintas Raya Terpadu/Light Rail Transit;
11. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 34 Tahun 2019 Tentang Tarif
Angkutan Perkeretaapian Mass Rapid Transit/MRT Jakarta;
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggara Bidang Perkeretaapian;
13. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 7 Tahun
2022 Tentang Penyelenggaraan Kereta Api Kecepatan Tinggi;
14. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 25 Tahun
2023 Tentang Penyelenggara Kereta Api Ringan Terintegrasi Di Wilayah
Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi.

3
BAB III
SUBSTANSI PENGATURAN

A. DEFINISI UMUM
1. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana,
sarana dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan
prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api;
2. Kereta Api adalah Sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik
berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian
lainnya yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait
dengan perjalanan kereta api;
3. Kereta Api Kecepatan Tinggi adalah Kereta Api yang mempunyai
kecepatan lebih dari 200 km/jam;
4. Prasarana Perkeretaapian adalah Jalur Kereta Api, Stasiun Kereta api, dan
Fasilitas Operasi Kereta Api agar Kereta Api dapat di operasikan;
5. Prasarana Perkeretaapian adalah Jalur Kereta Api, Stasiun Kereta Api,
Fasilitas Operasio Kereta Api beserta fasilitas pendukung agar Kereta Api
Kecepatan Tinggi dapat dioperasikan;
6. Sarana Perkeretaapian adalah Kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel;
7. Jaringan Pelayanan perkeretaapian adalah gabungan lintas – lintas
pelayanan perkeretaapian;
8. Jalur Kereta Api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rei
yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api
dan ruang pengawasan jalur Kereta Api, termasuk bagian atas dan
bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu Iintas Kereta Api.
9. Jalan rel adalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton,
atau konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah, dan di atas
tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang mengarahkan jalannya
kereta api.
10. Fasilitas operasi kereta api adalah segala fasilitas yang diperlukan agar
kereta api dapat dioperasikan.
11. Stasiun Kereta Api Kecepatan Tinggi adalah tempat pemberangkatan dan
pemberhentian Kereta Api Kecepatan Tinggi;
12. Sarana perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel.
13. Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, atau badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk
perkeretaapian.
14. Fasilitas penunjang kereta api adalah segala sesuatu yang melengkapi
penyelenggaraan angkutan kereta api yang dapat memberikan

4
kemudahan, kenyamanan, dan keselamatan bagi pengguna jasa kereta
api.
15. Lalu lintas kereta api adalah gerak sarana perkeretaapian di jalan rel.
16. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang
dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api.
17. Gapeka merupakan singkatan dari Grafik Perjalanan Kereta Api yang
merupakan pedoman pengaturan pelaksanaan perjalanan kereta api yang
digambarkan dalam bentuk garis yang menunjukkan stasiun, waktu,
jarak, kecepatan, dan posisi perjalanan kereta api mulai dari berangkat,
bersilang, bersusulan, dan berhenti yang digambarkan secara grafis untuk
pengendalian perjalanan kereta api.
18. Penyelenggara Prasarana perkeretaapian adalah pihak yang
menyelenggarakan prasarana perkeretaapian.
19. Penyelenggara sarana perkeretaapian adalah badan usaha yang
mengusahakan sarana perkeretaapian umum.

B. TATANAN PERKERETAAPIAN
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 4, Kereta api menurut
jenisnya terdiri dari:
a. kereta api kecepatan normal;
b. kereta api kecepatan tinggi;
c. kereta api monorel;
d. kereta api motor induksi linear;
e. kereta api gerak udara;
f. kereta api levitasi magnetik;
g. trem; dan
h. kereta gantung.
Pasal 5, Perkeretaapian menurut fungsinya terdiri dari :
a. Perkeretaapian umum yang terdiri dari perkeretaapian perkotaan dan
antarkota ;
b. Perkeretaapian khusus, yang hanya digunakan secara khusus oleh badan
usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut.
Pasal 6, Tatanan perkeretaapian umum,
Tatanan perkeretaapian adalah hierarki kewilayahan pada jaringan
perkeretaapian yang membentuk satu kesatuan sistem pelayanan
perkeretaapian di suatu wilayah, yang meliputi :
a. Perkeretaapian nasional;
Tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan orang dan/atau barang
lebih dari satu provinsi
b. Perkeretaapian provinsi; dan

5
Tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan orang dan/atau barang
yang melebihi satu kabupaten/kota dalam satu provinsi
c. Perkeretaapian kabupaten/kota.
Tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan orang dan/atau barang
lebih dalam satu kabupaten/kota
Pasal 7, Untuk mewujudkan tatanan perkeretaapian, ditetapkan rencana induk
perkeretaapian, yang terdiri dari :
a. rencana induk perkeretaapian nasional;
b. rencana induk perkeretaapian provinsi; dan
c. rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota.
Pasal 11, Rencana induk perkeretaapian, ditetapkan oleh :
a. Pemerintah untuk rencana induk perkeretaapian nasional;
b. pemerintah provinsi untuk rencana induk perkeretaapian provinsi; dan
c. pemerintah kabupaten/kota untuk rencana induk perkeretaapian
kabupaten/kota.

C. PEMBINAAN
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 13, Perkeretaapian dikuasai
oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Pembinaan
perkeretaapian, meliputi:
a. Pengaturan;
Yang dimaksud dengan “pengaturan” meliputi penetapan kebijakan
umum dan kebijakan teknis, antara lain penentuan norma, standar,
pedoman, kriteria, rencana, dan prosedur.
b. Pengendalian; dan
c. Yang dimaksud dengan “pengendalian” adalah pemberian arahan,
bimbingan, supervisi, pelatihan, perizinan, sertifikasi, serta bantuan
teknis di bidang pembangunan dan pengoperasian.
d. Pengawasan
Yang dimaksud dengan “pengawasan” adalah kegiatan pemantauan dan
evaluasi terhadap penyelenggaraan perkeretaapian agar sesuai dengan
peraturan perundangundangan, termasuk melakukan tindakan korektif
dan penegakan hukum
Negara mempunyai kewenangan untuk mengatur penyelenggaraan
perkeretaapian dan pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah. Arah pembinaan bertujuan untuk memperlancar
perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman,
nyaman, cepat, tepat, tertib, dan teratur, serta efisien. Sasaran pembinaan
perkeretaapian sebagaimana bertujuan untuk menunjang pemerataan,
pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional.

6
Pasal 14, Pembinaan perkeretaapian nasional dilaksanakan oleh Pemerintah
yang meliputi :
a. Penetapan arah dan sasaran kebijakan pengembangan perkeretaapian
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
b. Penetapan, pedoman, standar, serta prosedur penyelenggaraan dan
pengembangan perkeretaapian;
c. Penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang
perkeretaapian;
d. Pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, dan bantuan teknis kepada
Pemerintah Daerah, penyelenggara dan pengguna jasa perkeretaapian;
dan
e. Pengawasan terhadap perwujudan pengembangan sistem perkeretaapian.
Pembinaan perkeretaapian provinsi dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi
meliputi :
a. penetapan arah dan sasaran kebijakan pengembangan perkeretaapian
provinsi, dan kabupaten/kota;
b. pemberian arahan, bimbingan, pelatihan dan bantuan teknis kepada
kabupaten/kota, penyelenggara dan pengguna jasa perkeretaapian; dan
c. pengawasan terhadap penyelenggaraan perkeretaapian provinsi.
Pembinaan perkeretaapian kabupaten/kota dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten/kota yang meliputi:
a. penetapan arah dan sasaran kebijakan pengembangan perkeretaapian
kabupaten/kota;
b. pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, dan bantuan teknis kepada
penyelenggara dan pengguna jasa perkeretaapian; dan
c. pengawasan terhadap penyelenggaraan perkeretaapian kabupaten/kota.
Pasal 15, Dalam melakukan pembinaan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
harus mengintegrasikan perkeretaapian dengan moda transportasi lainnya.

D. PENYELENGGARAAN
Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar
perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman,
nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang
pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak
pembangunan nasional. Penyelenggaraan perkeretaapian diselenggarakan
berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2007, adapun pasal – pasal
yang berkaitan terkait penyelenggaraan perkeretaapian sebagai berikut:
Pasal 17, Penyelenggaraan perkeretaapian umum dan khusus, terdiri dari
penyelenggaraan :
1. prasarana perkeretaapian; dan/atau

7
2. sarana perkeretaapian.

Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian


Pasal 18,Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum dan khusus
meliputi kegiatan:
1. Pembangunan Prasarana;
Pembangunan prasarana perkeretaapian meliputi pembangunan jalur
kereta api, stasiun kereta api dan fasilitas pengoperasian kereta api yang
sebagaimana harus memenuhi persyaratan teknis prasarana perkeretaapian
yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 19, Pembangunan prasarana perkeretaapian umum wajib
berpedoman pada ketentuan rencana induk perkeretaapian dan memenuhi
persyaratan teknis prasarana perkeretapian.
2. Pengoperasian Prasarana;
Pengoperasian prasarana wajib memenuhi persyaratakn kelaikan teknis
berupa persyaratan sistem dan persyaratan komponen dan kelaikan
operasional berupa persyaratan kemampuan prasarana perkeretaapian
sesuai dengan rencana operasi perkeretaapian.
Pasal 20, Pengoperasian prasarana perkeretaapian umum wajib
memenuhi standar kelaikan operasi prasarana perkeretaapian.
3. Perawatan Prasarana;
Perawatan prasarana dilakukan oleh penyelenggara prasarana
perkeretaapian dengan berpedoman pada standar dan tata cara perawatan
prasarana perkeretaapian dengan menggunakan peralatan perawatan yang
sesuai dengan jenis prasarana perkeretaapian. Perawatan Prasarana
meliputi perawatan berkala dan perbaikan untuk mengembalikan
fungsinya.
Pasal 21, Perawatan prasarana perkeretaapian umum wajib memenuhi
standar perawatan prasarana perkeretaapian dan dilakukan oleh tenaga
yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi keahlian di bidang prasarana
perkeretaapian.
4. Pengusahaan Prasarana.
Pengusahaan prasarana dilakukan berdasarkan norma, standar, dan
kriteria prasarana perkeretaapian yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 22, Pengusahaan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana
wajib dilakukan berdasarkan norma, standar, dan kriteria perkeretaapian.
Pasal 23, Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum, dilakukan
oleh Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri sendiri
maupun melalui kerja sama.

8
Pasal 24, Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian
umum wajib memiliki :
1. izin usaha;
Izin usaha penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum diterbitkan
oleh pemerintah.
2. izin pembangunan; dan
Izin pembangunan prasarana perkeretaapian umum diterbitkan setelah
dipenuhinya persyaratan teknis prasarana perkeretaapian.
3. izin operasi.
Izin operasi prasarana perkeretaapiaan diterbitkan setelah dipenuhinya
persyaratan kelaikan operasi prasarana perkeretaapian.

Berdasarkan PP 56 Tahun 2009 Penyelenggaraan Perkeretaapian


juga meliputi Penyelenggaraan Prasarana dan Penyelenggaraan Sarana
Perkeretaapian.
1. Penyelenggaran Prasarana Perkeretaapian
Prasarana Perkeretaapian terdiri dari :
a) jalur kereta api;
b) stasiun kereta api; dan
c) fasilitas pengoperasian kereta api
Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian meliputi pembangunan
prasarana, pengoperasian prasarana, perawatan prasarana dan
pengusahaan prasarana.
Pembangunan prasarana perkeretaapian harus memenuhi persyaratan
teknis prasarana perkeretaapian yang telah di tetapkan oleh Menteri,
pembangunan prasarana perkeretaapian meliputi :
a) pembangunan jalur kereta api;
b) pembangunan stasiun kereta api; dan
c) pembangunan fasilitas pengoperasian kereta api.

Berdasarkan PP 56 Tahun 2009 Pasal 117 Prasarana perkeretaapian yang


dioperasikan wajib memenuhi persyaratan kelaikan teknis dan kelaikan
operasional. Kelaikan Teknis Prasarana Perkeretaapian diantaranya
Persyaratan Sistem dan Persyaratan Komponen yang meliputi jalan rel,
jembatan, terowongan, stasiun, peralatan persinyalan, peralatan
telekomunikasi, dan instalasi listrik.
Berdasarkan PP 56 Tahun 2009 Pasal 139 Persyaratan kelaikan operasional
merupakan persyaratan kemampuan prasarana perkeretaapian sesuai dengan
rencana operasi perkeretaapian, persyaratan tersebut meliputi beban gandar,
kecepatan, frekuensi, ruang bebas. Perawatan prasarana perkeretaapian

9
wajib dilakukan oleh penyelenggara prasarana perkeretaapian dengan
berpedoman pada standar dan tata cara perawatan prasarana perkeretaapian
yang telah ditetapkan oleh Menteri. Berdasarkan PP 56 Tahun 2009 Pasal
173 Perawatan prasarana perkeretaapian meliputi perawatan berkala dan
perbaikan untuk mengembalikan fungsinya.

Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian


Berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 25,
Penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum,meliputi kegiatan :
1. Pengadaan Sarana;
Setiap pengadaan sarana harus didasarkan pada persyaratan teknis dan
standar spesifikasi teknis yang ditentukan, kebutuhan operasional,
pelestarian fungsi lingkungan hidup dan mengutamakan produksi dalam
negeri.
Pasal 26, Pengadaan sarana perkeretaapian umum wajib memenuhi
persyaratan teknis sarana perkeretaapian.
2. Pengoperasian Sarana;
Setiap sarana perkeretaapian wajib memenuhi kelaikan operasi yang
meliputi pengujian yang dilakukan dengan membandingkan antara kondisi
dan fungsi sarana dengan persyaratan dan spesifikasi teknis serta
melaksanakan pemeriksaan sarana perkeretaapian.
Pasal 27, Pengoperasian sarana perkeretaapian umum wajib memenuhi
standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian.
3. Perawatan Sarana;
Perawatan Sarana meliputi perawatan berkala dan perbaikan untuk
mengembalikan fungsinya.
Pasal 29, Perawatan sarana perkeretaapian umum wajib :
a) memenuhi standar perawatan sarana perkeretaapian; dan
b) dilakukan oleh tenaga yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi
keahlian di bidang sarana perkeretaapian.
4. Pengusahaan Sarana.
Pengusahaan sarana dilakukan berdasarkan norma, standar, dan kriteria
prasarana perkeretaapian yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 30, Pengusahaan sarana perkeretaapian umum wajib dilakukan
berdasarkan norma, standar, dan kriteria sarana perkeretaapian.
Pasal 31, Penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum dilakukan oleh
Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri – sendiri maupun
melalui kerja sama. Dalam hal tidak ada badan usaha yang
menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum, Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan sarana perkeretaapian.

10
Pasal 32, Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum
wajib memiliki :
1. izin usaha
Izin usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum diterbitkan oleh
Pemerintah.
2. izin operasi
Izin operasi sarana perkeretaapian umum, diterbitkan oleh :
a. Pemerintah untuk pengoperasian sarana perkeretaapian umum yang
jaringan jalurnya melintasi batas wilayah provinsi dan batas wilayah
negara;
b. pemerintah provinsi untuk pengoperasian sarana perkeretaapian
umum yang jaringan jalurnya melintasi batas wilayah kabupaten/kota
dalam satu provinsi; dan
c. pemerintah kabupaten/kota untuk pengoperasian sarana
perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya dalam wilayah
kabupaten/kota.

Berdasarkan PP 56 Tahun 2009 Pasal 177 Penyelenggaraan Sarana


Perkeretaapian meliputi : Pengadaan sarana, pengoperasian sarana, perawatan
sarana dan pengusahaan sarana. Sarana Perkeretaapian meliputi lokomotif,
kereta, gerbong dan peralatan khusus stasiun kereta api.
Pasal 179 Pengadaan Sarana Perkeretaapian didasarkan pada :
1. persyaratan teknis dan standar spesifikasi teknis yang telah ditentukan;
2. kebutuhan operasional;
3. pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
4. mengutamakan produksi dalam negeri.
Berdasarkan PP 56 Tahun 2009 Pasal 198 Pengoperasian Sarana
Perkeretaapian wajib memenuhi kelaikan operasi sarana perkeretaapian,
yang meliputi pengujian sarana perkeretaapian dan pemeriksaan sarana
perkeretaapian.
Berdasarkan PP 56 Tahun 2009 Pasal 229 Penyelenggara sarana
perkeretaapian wajib melakukan perawatan terhadap sarana perkeretaapian
agar tetap laik operasi. Perawatan sarana perkeretaapian dilaksanakan sesuai
jadwal yang ditetapkan. Pada PP 56 Tahun 2009 Pasal 230 dijelaskan bahwa
Perawatan sarana perkeretaapian meliputi perawatan berkala dan perbaikan
untuk mengembalikan fungsinya.
Dalam membangun kereta api kecepatan tinggi Badan Usaha wajib
memenuhi persyaratan perizinan untuk menyelenggarakan Prasarana
Perkeretaapian Umum sebagaimana yang tertuang dalam PP Nomor 33
Tahun 2021 yang meliputi Izin Usaha, Izin Pembangunan dan Izin Operasi.

11
Badan Usaha yang telah ditetapkan sebagai pemenang tender, ditunjuk, atau
ditugaskan untuk menyelenggarakan Prasarana Perkeretaapian umum wajib
menandatangani perjanjian penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian umum
dengan Menteri, gubernur, bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.
Perjanjian penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian umum sebagaimana
tertuang dalam PP Nomor 33 Tahun 2021 yang paling sedikit memuat :
1. lingkup penyelenggaraan;
2. Jangka waktu hak penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian umum;
3. hak dan kewajiban termasuk risiko yang harus ditanggung para pihak,
yang didasarkan pada prinsip pengalokasian risiko secara efidien dan
seimbang;
4. standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan dan keluhan
masyarakat;
5. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian
penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian umum;
6. penyelesaian sehgketa;
7. pemutusan atau pengakhiran perjanjian penyelenggaraan;
8. fasilitas penunjang Prasarana Perkeretaapian;
9. keadaan memaksa;
10. untuk perjanjian konsesi perlu diatur ketentuan mengenai penyerahan
Prasarana Perkeretaapian dan fasilitasnya pada akhir masa hak
penyelenggaraan; dan tarif awal dan formula penyesuaian tarif.
Jika perjanjian konsesi untuk pembangunan prasarana kereta api cepat telah
berakhir, maka Prasarana Perkeretaapian umum, lahan, dan seluruh aset
yang diperhitungkan sebagai investasi dalam penyelenggaraan Prasarana
Perkeretaapian umum diserahkan kepada Menteri Perhubungan selaku
Pembina Perekeretaapian Nasional sebagamana yang diatur dalam PP
Nomor 33 Tahun 2021 Pasal 7, Prasarana, Perkeretaapian umum, lahan, dan
seluruh aset yang diperhitungkan sebagai investasi meliputi:
1. jalur dan bangunan Kereta Api terdiri atas ruang manfaat Jalur Kereta
Api, ruang milik Jalur Kereta Api, ruang pengawasan Jalur Kereta Api,
terowongan, dan jembatan rel;
2. stasiun Kereta Api;
3. fasilitas operasi;
4. depo;
5. balai yasa;
6. fasilitas pendukung lainnya.
Untuk mendapakan Izin Operasi Sarana Kereta Api Badan Usaha yang
telah memeliki Izin Usaha dapat mengajukan permohonan izin operasi

12
sarana kereta api cepat kepada Menteri karena pengoperasian sarana
kereta api kecepatan tinggi jaringan jalurnya melintasi batas wilayah
provinsi dan/atau wilayah negara, persyaratan dari izin operasi sarana
perkeretaapian umum yamg wajib dipenuhi sesuai dengan PP Nomor 33
Tahun 2021 pasal 13 diantaranya sebagai berikut:
1. memiliki studi kelayakan;
2. memiliki paling sedikit 2 (dua) rangkaian Kereta Api sesuai dengan
spesifikasi teknis Sarana Perkeretaapian;
3. Sarana Perkeretaapian yang akan dioperasikan telah lulus uji pertama
yang dinyatakan dengan sertifikat uji pertama;
4. tersedianya Awak Sarana Perkeretaapian yang memiliki sertifikat
kecakapan, serta tenaga perawatan, dan tenaga pemeriksa Sarana
Perkeretaapian yang memiliki sertifikat keahlian;
5. menyusun sistem dan prosedur pengoperasian, pemeriksaan, dan
perawatan Sarana Perkeretaapian;
6. menyediakan fasilitas perawatan Sarana Perkeretaapian;
7. lintas pelayanan telah ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya;
8. membuat dan melaksanakan sistem manajemen keselamatan.

E. LALU LINTAS
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 120,
Pengoperasian kereta api menggunakan prinsip berlalu lintas satu arah pada
jalur tunggal dan jalur ganda atau lebih dengan ketentuan:
1. setiap jalur pada satu petak blok hanya diizinkan dilewati oleh satu kereta
api; dan
2. Jalur kanan digunakan oleh kereta api untuk jalur ganda atau lebih.
Pasal 121, Pengoperasian kereta api yang dimulai dari stasiun keberangkatan,
bersilang, bersusulan, dan berhenti di stasiun tujuan diatur berdasarkan grafik
perjalanan kereta api. Grafik perjalanan kereta api dibuat oleh pemilik
prasarana perkeretaapian sekurang-kurangnya berdasarkan:
1. Jumlah kereta api;
2. Kecepatan yang diizinkan;
3. Relasi asal tujuan; dan
4. Rencana persilangan dan penyusulan.
Grafik perjalanan kereta api dapat diubah apabila terjadi perubahan pada
prasarana, jumlah sarana, kecepatan kereta api, kebutuhan angkutan dan
keadaan memaksa.
Pasal 21, Dalam pengoperasiannya, lalu lintas perkeretaapian di pengaruhi
oleh kecepatan dan frekuensi kereta api. Adapun kecepatan maksimum

13
kereta api ditentukan berdasarkan kecepatan maksimum yang paling rendah
antara kecepatan maksimum kemampuan jalur dan kecepatan maksimum
sarana perkeretaapian dan sifat barang yang diangkut.
Pasal 22, Untuk kepentingan pengoperasian kereta api dan menjamin
keselamatan perjalanan, pada setiap lintas pelayanan ditentukan frekuensi
kereta api yang didasarkan pada kemampuan jalur kereta api yang dapat
dilewati kereta api sesuai dengan kecepatan sarana perkeretaapian, jarak
antara dua stasiun atau petak blok dan fasilitas operasi dan untuk frekuensi
perjalanan kereta api dapat digolongkan dalam frekuensi rendah, sedang dan
tinggi.
Pasal 24, Pelaksanaan perjalanan kereta api yang dimulai dari stasiun
keberangkatan, bersilang, bersusulan dan berhenti di stasiun tujuan diatur
berdasarkan Gapeka. Gapeka dibuat oleh pemilik prasarana perkeretaapian
didasarkan pada pelayanan angkutan kereta api yang akan dilaksanakan.
Pembuatan Gapeka harus memperhatikan : masukan dari penyelenggara
sarana perkeretaapian, kebutuhan angkutan kereta api dan sarana
perkeretaapian yang ada. Gapeka dapat berupa Gapeka pada jaringan jalur
kereta api nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
Pasal 25, Gapeka dapat diubah apabila terdapat perubahan pada kebutuhan
angkutan, jumlah sarana perkeretaapian, kecepatan kereta api, prasarana
perkeretaapian, dan/atau keadaan memaksa.
Pasal 30, Pengaturan perjalanan kereta api terdiri atas wilayah pengaturan
setempat, daerah dan terpusat, dimana dilakukan oleh petugas pengatur
perjalanan kereta api sesuai Gapeka. Dan bertanggungjawab terhadap
keselamatan urusan perjalanan kereta api di wilayah pengaturannya.

F. ANGKUTAN
Undang – Undang 23 Tahun 2007 Pasal 127, Angkutan kereta api
dilaksanakan dalam lintas-lintas pelayanan kereta api yang membentuk satu
kesatuan dalam jaringan pelayanan perkeretaapian, yang meliputi :
1. Jaringan Pelayanan Perkeretaapian antarkota; dan
2. Jaringan Pelayanan Perkeretaapian perkotaan.
Pasal 128, Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 127 ayat (2) huruf a merupakan pelayanan yang
menghubungkan:
1. antarkota antarnegara;
2. antarkota antarprovinsi;
3. antarkota dalam provinsi; dan
4. antarkota dalam kabupaten.

14
Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 127 ayat (2) huruf b yang berada dalam suatu wilayah perkotaan dapat:
1. melampaui 1 (satu) provinsi;
2. melampaui 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; dan
3. berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
Kereta Api, terkait Jaringan Pelayanan dan Angkutan Kereta Api
Pasal 2, Angkutan Kereta Api dilaksanakan pada Jaringan Jalur kereta api
dalam lintas pelayanan kereta api yang membentuk jaringan pelayanan
perkeretaapian, Jaringan pelayanan perkeretaapian terdiri dari jaringan
pelayanan perkeretaapian antarkota dan jaringan pelayanan perkeretaapian
perkotaan.
Pasal 9, Jaringan pelayanan perkeretaapian antar kota diselenggarakan
dengan ciri-ciri pelayanan :
1. Menghubungkan beberapa stasiun antarkota;
2. Tidak menyediakan layanan penumpang berdiri;
3. Melayani penumpang tidak tetap;
4. Memiliki jarak dan/atau waktu tempuh panjang;
5. Memiliki frekuensi kereta api sedang atau rendah; dan
6. Melayani kebutuhan angkutan penumpang dan/atau barang antarkota.
Pasal 10, Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan diselenggarakan
dengan ciri-ciri pelayanan :
1. Menghubungkan beberapa stasiun di wilayah perkotaan;
2. Melayani banyak penumpang berdiri;
3. Memiliki sifat perjalanan ulang alik/komuter;
4. Melayani penumpang tetap;
5. Memiliki jarak dan/atau waktu tempuh pendek;
6. Melayani kebutuhan angkutan penumpang didalam kota dan dari daerah
sub-urban menuju pusat kota atau sebaliknya.
Pasal 120, Pengoperasian kereta api antarkota dan kereta api perkotaan
dilakukan oleh awak sarana perkeretaapian yang terdiri dari masinis dan
asisten masinis. Jenis Angkutan dengan Kereta Api terdiri atas angkutan
orang dan angkutan barang.
Pasal 133, Pengoperasian kereta api harus memenuhi standar pelayanan
minimum yang meliputi standar pelayanan minimum di stasiun kereta api
dan dalam perjalanan.

G. PENGANGKUTAN ORANG DENGAN KERETA API


Pasal 130, Pengangkutan orang dengan kereta api dilakukan dengan
menggunakan kereta, dalam keadaan tertentu penyelenggara sarana

15
perkeretaapian dapat melakukan pengangkutan orang dengan menggunakan
gerbong atas persetujuan pemerintah atau pemerintah daerah, dimana
pengangkutan orang menggunakan gerbong wajib memperhatikan
keselamatan dan fasilitas minimal.
Pasal 131, Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib memberikan fasilitas
khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah
lima tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.
Pasal 132, Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengangkut orang
yang telah memiliki karcis, Orang yang telah memiliki karcis berhak
memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. Karcis
merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian angkutan orang.
Pasal 133, Dalam penyelenggaraan pengangkutan orang dengan kereta api,
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib:
1. mengutamakan keselamatan dan keamanan orang;
2. mengutamakan pelayanan kepentingan umum;
3. menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan;
4. mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif angkutan kepada
masyarakat;
5. mematuhi jadwal keberangkatan kereta api.
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengumumkan kepada
pengguna jasa apabila terjadi pembatalan dan penundaan keberangkatan,
keterlambatan kedatangan, atau pengalihan pelayanan lintas kereta api
disertai dengan alasan yang jelas.
Pasal 136, Dalam kegiatan angkutan orang Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian berwenang untuk :
1. memeriksa karcis;
2. menindak pengguna jasa yang tidak mempunyai karcis;
3. menertibkan pengguna jasa kereta api atau
4. masyarakat yang mengganggu perjalanan kereta api; dan
5. melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap masyarakat yang
berpotensi menimbulkan gangguan terhadap perjalanan kereta api.
Pasal 137, Pelayanan angkutan orang harus memenuhi standar pelayanan
minimum yang meliputi pelayanan di stasiun keberangkatan dalam
perjalanan dan di stasiun tujuan.

H. Tarif
Pasal 151,
1. Tarif angkutan kereta api terdiri dari tarif angkutan orang dan tarif
angkutan barang;

16
2. Pedoman tarif angkutan orang dan tarif angkutan barang ditetapkan oleh
Pemerintah.
3. Pedoman penetapan tarif angkutan berdasarkan perhitungan modal, biaya
operasi, biaya perawatan, dan keuntungan.
Pasal 152
1. Tarif angkutan orang ditetapkan oleh Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian dengan memperhatikan pedoman tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2).
2. Tarif angkutan orang dapat ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah untuk:
a) angkutan pelayanan kelas ekonomi; dan
b) angkutan perintis.
Pasal 153
1. Untuk pelayanan kelas ekonomi, dalam hal tarif angkutan yang ditetapkan
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 152 ayat (2) huruf a lebih rendah daripada tarif yang dihitung oleh
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berdasarkan pedoman penetapan
tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah, selisihnya menjadi tanggung jawab
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam bentuk kewajiban pelayanan
publik.
2. Untuk pelayanan angkutan perintis, dalam hal biaya yang dikeluarkan oleh
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian untuk mengoperasikan sarana
perkeretaapian lebih tinggi daripada pendapatan yang diperoleh
berdasarkan tariff yang ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah, selisihnya menjadi tanggung jawab Pemerintah atau Pemerintah
Daerah dalam bentuk subsidi angkutan perintis.
Pasal 154
1. Apabila Penyelenggara Sarana Perkeretaapian menggunakan prasarana
perkeretaapian yang dimiliki atau dioperasikan oleh Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
membayar biaya penggunaan prasarana perkeretaapian.
2. Besarnya biaya penggunaan prasarana perkeretaapian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan pedoman penetapan biaya
penggunaan prasarana perkeretaapian yang ditetapkan oleh Pemerintah.

I. LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API KECEPATAN


TINGGI
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2022,
menyatakan bahwa
Pasal 142, Stasiun Kereta Api Kecepatan Tinggi meliputi :

17
1. Jenis Stasiun Kereta Api Kecepatan Tinggi;
2. Kelas Stasiun Kereta Api Kecepatan Tinggi;
3. Kegiatan di Stasiun Kereta Api Kecepatan Tinggi.
Jenis Stasiun Kereta Api Kecepatan Tinggi terdiri atas stasiun penumpang
dan stasiun operasi. Stasiun penumpang merupakan Stasiun Kereta Api
Kecepatan Tinggi untuk keperluan naik turun penumpang.
Pasal 158, Pelayanan penumpang Kereta Api Kecepatan Tinggi harus
memenuhi SPM, yang merupakan acuan bagi penyelenggara Prasarana
Perkeretaapian dan/atau Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dalam
memberikan pelayanan kepada pengguna jasa.
Pasal 159, SPM pelayanan penumpang Kereta Api Kecepatan Tinggi terdiri
atas SPM di Stasiun Kereta Api Kecepatan Tinggi dan SPM dalam
Perjalanan.
Pasal 163, Dalam hai terjadi Keterlambatan perjalanan Kereta Api Kecepatan
Tinggi, penyelenggara sarana harus mengumumkan alasan Keterlambatan
kepada calon
penumpang secara langsung atau melalui media pengumuman paling lambat
60 (enam puluh) menit sebelum jadwal keberangkatan atau sejak pertama kali
diketahui adanya Keterlambatan. Keterlambatan pada Kereta Api Kecepatan
Tinggi, terbagi atas:
1. Keterlambatan operasional; dan
2. Keterlambatan akibat adanya Force Majeure.
Pengumuman Keterlambatan dilakukan pada setiap Stasiun Kereta Api
Kecepatan Tinggi.
Pasal 164, Keterlambatan operasional berupa Keterlambatan perjalanan
kereta api yang disebabkan oleh suatu keadaan manajemen penyelenggara
perkeretaapian tidak mampu memenuhi jadwal keberangkatan atau jadwal
kedatangan yang telah ditentukan sebelumnya. Keterlambatan akibat adanya
force majeure berupa Keterlambatan kereta api yang disebabkan oleh faktor-
faktor di luar kemampuan manajemen penyelenggara perkeretaapian sesuai
ketentuan peraturan perundang - undangan.

18
BAB IV
ANALISA

A. LIGHT RAIL TRANSIT (LRT)

Sumber : Google.2023
Gambar 4.1 Light Rail Transit

Lintas Raya Terpadu/ Light Rail Transit (LRT) adalah angkutan massal
yang berbasis pada jalan rel atau jalur khusus dengan sistem kereta api
ringan/ light rail transit yang beroperasi secara cepat, nyaman, aman,
terjadwal dan berfrekuensi tinggi. Terdapat beberapa type LRT sebagai
berikut :
1. LRT Type 1
LRT ini beroperasi di jalan bersama dengan lalu lintas kendaraan, tipe ini
membutuhkan percepatan dan perlambatan mendekati performansi
kendaraan bermotor. Kapasitas angkut kereta api ringan dari type ini
sekitar 10 000 sampai dengan 30.000 penumpang per jam. Kecepatan
perjalanan sekitar 15 sampai 20 km/jam.
2. Kereta api ringan di jalur ekslusif
Disebut juga LRT II beroperasi pada lintasan eksklusif, sehingga
mempunyai keunggulan daya angkut yang lebih besar antara 25 000
sampai 40 000 penumpang per jam karena dapat dioperasikan pada
frekuensi yang lebih kerap, bahkan ada yang dapat dioperasikan pada
headway dibawah 1 menit tanpa kondektur didalam kereta dan waktu
naik turun penumpang di stasiun 20 detik. Kecepatan perjalanan kereta
api ringan dari type ini sekitar 25 sampai 35 km/jam.

LRT diIndonesia saat ini dioperasikan di Wilayah Jabodebek dan


Palembang, Untuk meningkatkan pelayanan transportasi dalam mendukung
pembangunan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi, perlu dilakukan
percepatan penyelenggaraan Kereta Api Ringan atau Light rail Transit
terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi yang ramah

19
lingkungan. Light Rail Transit (LRT) sebagai angkutan massal yang kini
dalam tahap pembangunan di Indonesia, Rencana pembangunan LRT Jakarta
mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2015 tentang Percepatan
Penyelenggaraan Transportasi Umum di Provinsi DKI Jakarta. Dalam
pelaksanaannya berpedoman pada peraturan perundangan yang ada.
Karenanya, ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2015 tentang
Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan /Light Rail Transit
Terintegrasi Di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi. Sebagaimana
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2015 tentang Percepatan
Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/ Light Rail Transit Terintegrasi di
Wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi sebagaimana telah diubah kembali
dengan Peraturan Presiden Nomor 49 tahun 2017 tentang Perubahan Kedua
atas Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2015 tentang Percepatan
Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/ Light Rail Transit Terintegrasi di
Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi serta ditetapkannya Peraturan
Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 25 Tahun 2023 Tentang
Penyelenggara Kereta Api Ringan Terintegrasi Di Wilayah Jakarta, Bogor,
Depok dan Bekasi Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi,
Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi yang
selanjutnya disebut LRT Jabodebek.

Dalam penyelenggaraannya, Pemerintah menugaskan Penyelenggara


LRT Jabodebek untuk penyelenggaraan prasarana dan sarana LRT Jabodebek.
Penyelenggaraan prasarana LRT Jabodebek terdiri atas :
1. pembangunan prasarana;
2. pengoperasian prasarana;
3. perawatan prasarana; dan
4. pengusahaan prasarana.
Penyelenggaraan sarana LRT Jabodebek, terdiri atas :
1. pengadaan sarana;
2. pengoperasian sarana;
3. perawatan sarana; dan
4. pengusahaan sarana.

Pasal 115 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 tahun


2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, telah diatur mengenai
kewenangan Menteri, Gubernur, Bupati/ Walikota untuk menetapkan trase
jalur kereta api sesuai dengan kewenangannya. Bahwa Perkeretaapian
Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi merupakan program prioritas nasional yang

20
akan dilaksanakan dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha (KPBU). Setelah dilakukan evaluasi baik dari aspek legalitas, aspek
teknis maupun aspek perencanaan terhadap dokumen permohonan penetapan
trase jalur kereta api Light Rail Transit (LRT), pada prinsipnya telah
memenuhi persyaratan. Berdasarkan beberapa pertimbangan diatas maka
ditetapkan pula Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor:
KP. 394 Tahun 2015 tentang Penetapan Trase Jalur Layang Kereta Api Umum
Nasional Jenis Light Rail Transit di Wilayah Jabodebek oleh PT.ADHI Karya
(Persero) Tbk.

Ditegaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2017 ini, untuk


pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud (meliputi, penyelenggaraan
pengoperasian prasarana, perawatan prasarana, dan pengusahaan prasarana
termasuk pendanaan pembangunan prasarana Kereta Api Ringan/Light Rail
Transit terintegrasi), Pemerintah memberikan dukungan berupa
subsidi/bantuan dan/atau insentif fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. “Dalam hal Pemerintah memberikan dukungan berupa
subsidi/bantuan sebagaimana dimaksud, perhitungan besaran subsidi/bantuan
mempertimbangkan seluruh pendapatan yang diperoleh dari pelaksanaan
penugasan,” bunyi Pasal 8C ayat (2) Perpres No. 49 tahun 2017 itu. Menurut
Perpres ini, untuk percepatan pemanfaatan hasil pembangunan prasarana
Kereta Api Ringan/Light Rail Transit terintegrasi, Pemerintah menugaskan
PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk :
1. menyelenggarakan sarana yang meliputi: pengadaan sarana,
pengoperasian sarana, perawatan sarana, dan pengusahaan sarana; dan
2. menyelenggarakan sistem tiket otomatis (automatic fare collection).
Dalam pelaksanaan penugasan penyelenggaraan sarana sebagaimana
dimaksud, menurut Perpres ini, PT Kereta Api Indonesia (Persero) dapat
bekerja sama dengan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. dan/atau badan usaha
lainnya melalui pembentukan anak perusahaan atau perusahaan patungan.

Penyelenggara sarana LRT Jabodebek juga menyelenggarakan sistem


tiket otomatis (automatic fare collection). Berdasarkan Peraturan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 25 Tahun 2023 pada Pasal 19
menyatakan bahwa Tarif angkutan orang LRT Jabodebek ditetapkan oleh
Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, Tarif
angkutan orang LRT Jabodebek wajib diumumkan oleh Penyelenggara dalam
waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum diberlakukan, selain itu Tarif
disesuaikan setiap tahun dan Penyesuaian tarif dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek biaya penyelenggaraan, Pendapatan, serta Subsidi

21
Penyelenggaraan LRT Jabodebek yang diterima Penyelenggaran. Dalam
Penyesuaian tarif dilakukan setelah adanya kajian/studi oleh konsultan
independen. Selain itu juga penyelenggara dapat mengajukan permohonan
penyesuaian tarif kepada Menteri yang diajukan dalam waktu paling lambat 6
(enam) bulan sebelum diberlakukan dan dengan melampirkan kajian/studi
oleh konsultan independen.

Dalam penyelenggaraan Tarif Angkutan LRT Jabodebek, adanya subsidi


dari Pemerintah, dimana termuat pada Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 97/PMK.02/2022 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyediaan,
Pencairan, dan Pertanggungjawaban Subsidi Penyelenggaraan Kereta Api
Ringan (Light Rail Transit) Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok,
dan Bekasi yang menyatakan bahwa Pemerintah memberikan Subsidi
Penyelenggaraan LRT Jabodebek kepada Penyelenggara. Subsidi
Penyelenggaraan LRT Jabodebek bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara serta diberikan kepada Penyelenggara LRT Jabodebek dalam
hal :
1. Tarif ditetapkan oleh Pemerintah lebih rendah dari keekonomiannya;
2. Pendapatan Penyelenggara lebih rendah dari Biaya Penyelenggaraan LRT
Jabodebek yang menyebabkan terjadinya selisih arus kas penyelenggaraan
LRT Jabodebek, berdasarkan verifikasi oleh instansi pemeriksa yang
berwenang; dan
3. Sepanjang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Subsidi terkait penyelenggaraan perkeretaapian LRT ini ditegaskan


dalam Perpres ini, untuk meningkatkan keterjangkauan tarif Kereta Api
Ringan/Light Rail Transit terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan
Bekasi yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero),
Pemerintah memberikan subsidi/bantuan dalam rangka penyelenggaraan
Kewajiban Pelayanan Publik/Public Services Obligation. Subsidi/bantuan
untuk penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik/Public Services
Obligation sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dapat pula diberikan
oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibu kota Jakarta. “Peraturan Presiden ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Peraturan Presiden
Nomor 49 Tahun 2017, dan di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 97/PMK.02/2022 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyediaan,
Pencairan, dan Pertanggungjawaban Subsidi Penyelenggaraan Kereta Api
Ringan (Light Rail Transit) Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok,
dan Bekasi.

22
Disebutkan dalam Perpres ini, Pemerintah melakukan pembayaran atas
pembangunan prasarana yang dibangun oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
Melalui :
a. pembayaran yang dialokasikan dalam Anggaran Belanja Kementerian
Perhubungan; dan/atau
b. pembayaran yang dilakukan Pemerintah melalui PT Kereta Api Indonesia
(Persero). (Sebelumnya poin b tidak disebutkan).
Dalam hal pembayaran atas pembangunan prasarana yang dibangun oleh PT
Adhi Karya (Persero) Tbk. dilakukan melalui pengalokasian anggaran
belanja, menurut Perpres ini, pembayaran dapat dilakukan secara bertahap
atau sekaligus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
dituangkan di dalam perjanjian.
“Untuk pengalokasian anggaran belanja sebagaimana dimaksud, Menteri
Keuangan memberikan persetujuan kontrak tahun jamak (multiyear
contract) berdasarkan usulan Menteri Perhubungan,” bunyi Pasal 7A ayat (2)
Perpres ini. Dalam hal pembayaran atas pembangunan prasarana yang
dibangun oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk. dilakukan melalui PT Kereta
Api Indonesia (Persero), menurut Perpres ini, Pemerintah menugaskan
kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang meliputi, penyelenggaraan
pengoperasian prasarana, perawatan prasarana, dan pengusahaan prasarana
termasuk pendanaan pembangunan prasarana Kereta Api Ringan/Light Rail
Transit terintegrasi.

Tata cara pelaksanaan pembayaran atas pembangunan prasarana Kereta


Api Ringan/Light Rail Transit terintegrasi oleh PT Kereta Api Indonesia
(Persero) kepada PT Adhi Karya (Persero) Tbk., tegas Perpres ini, dituangkan
dalam perjanjian berdasarkan pada perjanjian antara Kementerian
Perhubungan dengan PT Adhi Karya (Persero) Tbk., dan perjanjian antara
Kementerian Perhubungan dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Adapun pendanaan PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam pelaksanaan
penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A, terdiri dari :
1. Penyertaan Modal Negara;
2. penerusan pinjaman dari Pinjaman Pemerintah yang berasal dari luar
negeri dan/atau dalam negeri;
3. penerbitan obligasi oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero);
4. pinjaman PT Kereta Api Indonesia (Persero) dari lembaga keuangan,
termasuk lembaga keuangan multilateral; dan/atau
5. pendanaan lainnya.
“Dalam hal pendanaan PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk pelaksanaan
penugasan sebagaimana dimaksud bersumber dari penerbitan obligasi

23
dan/atau pinjaman dari lembaga keuangan, PT Kereta Api Indonesia (Persero)
diberikan Jaminan Pemerintah,” bunyi Pasal 16A ayat (2) Perpres ini.

B. MASS RAPID TRANSIT (MRT)

Sumber : Google.2023
Gambar 4.2 Mass Rapid Transit

Moda Raya Terpadu/Mass Rapid Transit (MRT) adalah angkutan orang


secara massal yang berbasis jalan rel yang memanfaatkan jalur-jalur khusus.
Mass Rapid Transit (MRT) merupakan sarana transportasi yang mempunyai
daya angkut banyak, dan waktu tempuh yang cepat. MRT adalah moda
transportasi berbasis rel perkotaan yang menyediakan layanan publik yang
teratur dan berkelanjutan. oleh karena itu, sangat penting untuk fungsi yang
efisien dan kualitas hidup di kota-kota besar. Mass Rapid Transit (MRT) di
Indonesia saat ini beroperasi di Kota Jakarta. MRT merupakan salah satu
solusi pemerintah dalam mengurangi tingkat kemacetan di Kota Jakarta.
Dalam penyelenggaraannya untuk menjadikan MRT sebagai pilihan utama
masyarakat dalam melakukan kegiatan transportasi maka harus mampu
memberikan pelayanan yang efektif dan efisien sesuai dengan standard
pelayanan yang ada. Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor
95 Tahun 2019 Tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang
dengan Moda Raya Terpadu/Mass Rapid Transit dan Lintas Raya
Terpadu/Light Rail Transit, Standar Pelayanan Minimal yang terdapat di
MRT dan LRT meliputi SPM di Stasiun dan SPM di dalam perjalanan. SPM
distasiun dan di dalam perjalanan meliputi Keselamatan, Keamanan,
Keandalan, Kenyamanan, Kemudahan dan Kesetaraan.

Sistem MRT memiliki kinerja kapasitas, kecepatan, dan keandalan


tertinggi di antara semua moda transportasi lainnya, dan ia memiliki jalurnya
sendiri yang sepenuhnya terpisah dari moda transportasi lain. Sistem MRT
yang efektif memiliki kemampuan untuk mempengaruhi bentuk kota dan

24
berkontribusi pada pertumbuhan suatu daerah. MRT Jakarta di jalur laying
dari Lebak bulus - Sisingamangaraja memiliki 7 stasiun yang dimana jarak
lintasannya. MRT adalah merupakan kereta yang bergerak dengan sistem
propulsi motor listrik. Sistem propulsi adalah sistem yang menggerakan
benda kedepan yang memiliki gaya dorong (thrust). MRT Jakarta memakai
material yang terbuat dari stainless steel dan mempunyai dimensi 2,950 mm x
3,655 mm. MRT Jakarta memiliki 16 rangkaian kereta yang dimana setiap
rangkaian memiliki 6 gerbong kereta, serta dapat menampung penumpang
sekitar 1.850-1.900 orang per rangkaian kereta.

Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Mass Rapid Transit di Jakarta


yaitu PT.MRT Jakarta (Perseroda) yang merupakan Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta yang
dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun
2018 tentang Perseroan Terbatas MRT Jakarta (Perseroda). Dimana ruang
lingkup penugasan PT MRT Jakarta (Perseroda) terdapat didalam Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 53 Tahun 2017 tentang Penugasan
Kepada PT MRT Jakarta untuk Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Mass
Rapid Transit (“PT MRT Jakarta”).

Sebagai penyelenggara prasarana dan sarana perkeretaapian MRT,


menetapkan beberapa perjanjian terkait pengaturan angkutan serta pelayanan
dalam penyelenggaraan MRT, sebagai berikut :
1. Perjanjian Angkutan
a. Peraturan ini merupakan kontrak atau disebut sebagai Perjanjian
Angkutan yang ditetapkan antara Perusahaan dengan penumpang
dan diberlakukan saat Penumpang melakukan tap-in tiket pada PG
stasiun (masuk area berbayar);
b. Perusahaan berhak memberlakukan beberapa peraturan pada area
tidak berbayar dalam rangka keselamatan, keamanan, dan
kenyamanan Penumpang sesuai perundang-undangan yang berlaku
atau kebijakan dari Perusahaan;
c. Sebelum memasuki area berbayar, Perusahaan akan melakukan
pemeriksaan keamanan dan berhak menolak calon penumpang
apabila berpotensi dinilai mengganggu keamanan aset, seluruh
penumpang, dan karyawan yang berkerja untuk PT MRT Jakarta.
d. Penumpang bertiket yang telah masuk dalam area berbayar telah
mendapat perlindungan asuransi dan jaminan pertanggungjawaban
kecelakaan.

25
2. Persyaratan Pengangkutan Penumpang
a. Penumpang wajib memiliki alat pembayaran yang dapat diterima
Perusahaan sebelum menggunakan layanan dari Perusahaan atau
masuk ke area berbayar;
b. Penumpang tidak diperbolehkan masuk area berbayar selain untuk
menggunakan layanan kereta MRT Jakarta;
c. Fasilitas seperti toilet, musala, ruang laktasi hanya disediakan untuk
penumpang yang umumnya terdapat pada area berbayar;
d. Alat pembayaran yang diterima Perusahaan adalah sebagai berikut :
1) Single Trip Ticket oleh PT MRT Jakarta yang berisi relasi sesuai
dengan Stasiun Asal;
2) Uang Elektronik yang diterbitkan oleh Bank-bank yang bekerja
sama dengan MRT Jakarta;
3) Multi Trip Ticket oleh PT MRT Jakarta yang berisi saldo dengan
nilai minimum sejumlah tarif terendah dari seluruh relasi yang
tersedia;
4) QR Code Ticket yang diterbitkan oleh PT MRT Jakarta berisi
relasi sesuai dengan Stasiun Asal; • Manual Ticket oleh PT MRT
Jakarta yang hanya diberlakukan pada kondisi-kondisi tertentu
sesuai kebijakan layanan dari PT MRT Jakarta;
5) Alat pembayaran pada poin 4 diterbitkan sesuai dengan
kebijakan pengesahan yang berlaku;
6) Bagi penumpang yang ditemukan berada di area berbayar tanpa
tiket akan dikenakan denda sejumlah tarif terjauh MRT Jakarta.

3. Maklumat Pelayanan
PT MRT Jakarta sanggup menyelenggarakan pelayanan kepada
penumpang angkutan kereta perkotaan sebagaimana standar pelayanan
minimum yang ditetapkan sesuai peraturan perundangundangan, dan
apabila tidak memenuhi bersedia untuk menerima sanksi yang berlaku.

Sumber : MRT 2023


Gambar 4.3 Maklumat Pelayanan MRT Jakarta

26
4. Standar Pelayanan Minimum
a. Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum
Dalam menyediakan layanan untuk publik, Perusahaan wajib
memenuhi Standar Pelayanan Minimum yang berlaku sesuai
ketentuan perundang-undangan sebagai berikut :
1) Peraturan Menteri Perhubungan No. 63 Tahun 2019 tentang
Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang dengan Kereta Api
(atau peraturan setara yang berlaku);
2) Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 95 Tahun 2019 tentang
Standar Pelayanan Minimum Mass Rapid Transit/Moda Raya
Terpadu Jakarta dan Ligt Rail Transit (atau peraturan setara yang
berlaku).
3) Standar Pelayanan Minimum terdiri Keselamatan, Keamanan,
Keandalan, Kenyamanan, Kemudahan; Kesamaan.
4) Perusahaan akan memberikan kompensasi sesuai perundang-
undangan yang berlaku kepada penumpang apabila tidak dapat
memenuhi Standar Pelayanan Minimum.

5. Layanan Operasi Kereta dan Stasiun


a. Sebagaimana Keputusan Gubernur DKI Jakarta Perusahaan wajib
menyediakan layanan operasi kereta mulai pukul 05.00 – 00.00 WIB
setiap hari sesuai dengan Grafik Perjalanan Kereta yang telah disetujui
oleh Gubernur.
b. Layanan Stasiun disediakan mulai dari pukul 04.45 – 00.15 WIB
dengan rincian sebagai berikut :
1) Pintu masuk akan dibuka pada pukul 04.45 WIB (atau 15 menit
sebelum jadwal operasi pertama layanan kereta MRT Jakarta yang
berlaku) dan ditutup pada 5 menit sebelum jadwal keberangkatan
kereta terakhir masing-masing stasiun;
2) Pintu keluar akan ditutup pada 00.15 WIB (atau 15 menit setelah
jadwal operasi terakhir layanan kereta MRT Jakarta yang
berlaku);
3) Jam operasional Loket Stasiun adalah sebagai berikut :
a) Station Front Office: Pukul 04.45 – 00.00 WIB, istirahat
pukul 09.00-10.00, 12.00-13.00, 16.00-17.00, dan 21.00-
22.00 WIB;
b) Ticket Sales Office: Pukul 07.00 – 19.00 WIB, istirahat pukul
10.00-11.00, dan 13.30-14.30 WIB (atau mengikuti jadwal
yang diinformasikan pada masing-masing stasiun);
c) Jadwal istirahat dapat disesuaikan dengan kebijakan masing-
masing stasiun mengikuti jadwal traffic in dan out
penumpang pada setiap stasiun;

27
d) Jadwal loket dapat berubah sewaktu-waktu mengikuti
kebijakan PT MRT Jakarta dan menyesuaikan jadwal layanan
kereta MRT Jakarta;
4) Jadwal layanan operasi kereta dan layanan stasiun dapat berubah
sewaktu-waktu sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan PT MRT
Jakarta; 4. Kereta khusus wanita diberlakukan untuk kereta
pertama dari setiap arah datangnya kereta dan hanya pada pukul
07.00-09.00 dan 17.00-19.00 (mengikuti jam sibuk yang
ditetapkan pada hari kerja).
5) Ketentuan kereta khusus wanita dapat berubah sesuai ketetapan
PT MRT Jakarta;
6. Tiket
a. Jenis dan Ketentuan Umum Tiket
terdapat 5 alat pembayaran yang sah diantaranya adalah Tiket yang
dikeluarkan oleh PT MRT Jakarta, yaitu :
1) Single Trip Ticket atau Tiket satu kali perjalanan (STT) yang
berisi satu relasi perjalanan dengan stasiun asal dan stasiun tujuan
spesifik;
2) Multi Trip Ticket Tiket Multi Perjalanan (MTT) yang berisi saldo
pra bayar dan akan dipotong setelah penggunaan layanan (pada
stasiun tujuan);
3) Manual Ticket atau Tiket Perjalanan Manual yang hanya
diberlakukan pada kondisi-kondisi tertentu oleh PT MRT Jakarta;
4) QR Code Ticket yang berisi satu relasi perjalanan sesuai dengan
stasiun asal.
b. Tiket yang dikeluarkan oleh Perusahaan maupun Pihak lain dalam
penggunaannya wajib mengikuti ketentuan dalam perjanjian angkutan
ini.
c. Satu tiket hanya dapat digunakan oleh satu penumpang dan
penumpang tidak diperbolehkan menggunakan 2 (dua) atau lebih tiket
dalam satu kali perjalanan.
d. Perusahaan berhak menolak penggunaan suatu tiket dalam kondisi-
kondisi berikut: a. Tiket tersebut tidak dapat dibaca atau ditolak oleh
Passenger Gate; b. Tiket tersebut sudah tidak berlaku atau terkelupas;
c. Tiket palsu atau yang telah dinonaktifkan.

7. Tarif Penumpang
Tarif Layanan MRT Jakarta. mengikuti Peraturan Gubernur DKI Jakarta
No. 34 Tahun 2019 tentang Tarif Angkutan Perkeretaapian Mass Rapid
Transit dan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit atau perundangan-
undangan yang berlaku. Jenis Penumpang Jenis penumpang dibedakan
berdasarkan usia penumpang, dan tarif untuk setiap jenis penumpang.

28
8. Ketentuan Barang Bawaan Penumpang
Penumpang dilarang membawa barang yang dapat mengganggu
keselamatan, keamanan kenyamanan, atau menghalangi Penumpang lain
dalam menggunakan layanan MRT Jakrata. Petugas Stasiun berhak
menolak Penumpang dengan barang bawaan yang dapat mengganggu
kenyamanan penumpang lain. Berikut beberapa ketentuan mengenai
Barang Bawaan :
a. Setiap Penumpang wajib melakukan pemeriksaan Barang Bawaan
yang dilaksanakan oleh Petugas sebelum memasuki Area Stasiun;
b. Setiap Penumpang diperbolehkan membawa bagasi ke dalam Kereta
MRT Jakarta dengan dimensi masing-masing sisi kurang dari 90 cm;
c. Barang Bawaan yang dilarang untuk masuk ke Area Stasiun meliputi :
1) Hewan;
2) Barang-barang yang mudah terbakar atau mudah meledak;
3) Barang-barang yang berbau busuk, amis atau karena sifatnya dapat
mengganggu/merusak kesehatan dan mengganggu kenyamanan
Penumpang lainnya;
4) Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya, senjata api dan
senjata tajam, dan barang lainnya yang dilarang berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang - undangan;
5) Barang-barang yang dapat mengganggu kenyamanan,
keselamatan, atau keamanan Penumpang lain;
6) Pada kondisi skala keamanan meningkat, beberapa barang yang
umum dibawa oleh Penumpang dapat menjadi tidak
diperbolehkan;
Kerusakan pada Kereta atau Stasiun atau aset MRT Jakarta yang
diakibatkan oleh Barang Bawaan Penumpang menjadi tanggung jawab
Penumpang dan diwajibkan membayar ganti rugi sebesar kerugian nyata
atas kerusakan dimaksud

C. KERETA API CEPAT (KAC)

Sumber : Google.2023
Gambar 4.4 Kereta Api Cepat

29
Kereta Api adalah Sarana Perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik
berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan Sarana Perkeretaapian lainnya,
yang akan ataupun sedang bergerak di Jalan Rel yang terkait dengan
perjalanan kereta api. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Pemerintah melaksanakan Proyek
Strategis Nasional yang salah satunya adalah Peningkatan Teknologi
Perkeretaapian dengan program Pembangunan High Speed Train Jakarta –
Bandung, Proyek tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Kementerian Perhubungan selaku Pembina dari Penyelenggaraan
Perekeretaapian Nasional telah mengeluarkan regulasi terkait kereta api
dengan kecepatan tinggi yaitu Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7
Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Kereta Api Kecepatan Tinggi.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2022 tentang


Penyelenggaraan Kereta Api Kecepatan Tinggi pada pasal 3 terdapat
persyaratan teknis prasarana kereta api kecepatan tinggi yang meliputi :
1. Persyaratan Teknis Jalur;
2. Persyaratan Teknis Stasiun;
3. Persyaratan Teknis Fasilitas Operasi.
Pada Pasal 40 dijelaskan bahwa Setiap Prasarana Perkeretaapian yang
dioperasikan harus memenuhi persyatan kelaikan teknis dan kelaikan operasi
yang pemenuhannya dilakukan melalui pengujian dengan hasil pengujian
diberikan sertifikat oleh Menteri melalui Direktur Jenderal.
Pada Pada 41 dijelaskan, untuk persyaratan pengujian kelaikan teknis dan
kelaikan operasi meliputi uji pertama (Uji Rancang Bangun dan Uji Fungsi)
dan uji berkala.

Dijelaskan juga pada pasal 62, bahwa Setiap pengadaan Kereta Api
Kecepatan Tinggi harus memenuhi Spesifïkasi Teknis yang didasarkan pada :
1. Persyaratan Teknis dan standar Spesifïkasi Teknis Kereta Api Kecepatan
Tinggi yang ditetapkan oleh Menteri;
2. Kebutuhan Operasional,yang meliputi kecepatan maksimum, kapasitas
penumpang, percepatan dan perlambatan, dan kenyamanan berkendara.
3. Pelestarian fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebisingan, getaran
dam emisi.
4. Pengutamaan produksi dalam negeri, meliputi ketentuan sebagai berikut :
a. Pengadaan kereta api kecepatan tinggi yang diproduksi di dalam
negeri mengutamakan material dan komponen yang telah memenuhi
ketentuan standard nasional Indonesia atau standard perkeretaapian.

30
b. Pengadaan kereta api kecepatan tinggi yang dibuat diluar negeri harus
memenuhi standard internasional.
Selain itu, dilakukan berdasarkan spesifikasi teknis prasarana perkeretaapian.

Kereta Api Kecepatan Tinggi sebagaimana temuat dalam pasal 63, meliputi :
1. Kereta Api Kecepatan Tinggi dengan tenaga penggerak terpusat;
Kereta Api Kecepatan Tinggi yang memiliki peralatan penggerak dan
penerus daya yang terpusat pada kereta di tiap ujung rangkaian kereta api.
2. Kereta Api Kecepatan Tinggi dengan tenaga penggerak terdistribusi.
Kereta api kecepatan tinggi yang memiliki peralatan penggerak dan
penerus daya yang diposisikan secara terpisah di beberapa kereta pada
rangkaian kereta api.

Berdasarkan PM Nomor 7 Tahun 2022 Pasal 64 Kereta Api Kecepatan Tinggi


harus memenuhi Persyaratan Teknis sebagai berikut:
1. Konstuksi dan Komponen
Pasal 65, Konstruksi dan Komponen sarana Kereta Api Kecepatan tinggi
terdiri atas rangka dasar, badan, kabin masinis, bogie, peralatan penerus
daya, peralatan penggerak, peralatan pengereman, peralatan perangkai,
peralatan pengendali, peralatan keselamatan dan peralatan penghalau
rintangan.
2. Kinerja;
3. Persyaratan Teknis Peralatan Penunjang dan Perlengkapan Penunjang.
Pasal 119, Kelaikan sarana kereta api kecepatan tinggi harus dilakukan
pengujian melalui uji pertama (Uji Rancang Bangun dan Rekayasa, Uji Statis
dan Uji Dinamis) dan uji berkala.

Regulasi spesifik terkait dengan mekanisme penyediaan dalam


Penyelenggaraan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung adalah Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Perizinan
Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum. Peraturan ini merupakan
peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian. Penyediaan infrastruktur kereta cepat merupakan bagian dari
penyelenggaraan prasarana perkeretaapian. Prasarana perkeretaapian itu
sendiri meliputi jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta
api agar kereta api dapat dioperasikan (Pasal 1 angka 7). Penyelenggara
prasarana ini adalah badan usaha yang meliputi BUMN, Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), atau badan hukum Indonesia (Pasal 2 ayat (2)). Badan
usaha yang dimaksud mestilah badan usaha yang dibentuk khusus untuk
menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum. Tiga jenis izin yang
ditentukan wajib dimiliki oleh badan usaha prasarana perkeretaapian yaitu

31
izin usaha, izin pembangunan, dan izin operasi (Pasal 2 ayat (1)). Adapun
proses perizinan penyelenggaraan prasarana perkeretaapian meliputi 6 (enam)
tahapan yaitu:
1. Penetapan trase (Trase merupakan istilah yang sebenarnya berasal dari
Bahasa Slowakia yang artinya adalah rute) jalur kereta api;
Pengajuan permohonan penetapan trase jalur kereta api disampaikan oleh
badan usaha kepada pemerintah. Pengertian Pemerintah di sini tergantung
pada apakah trase tersebut bersifat hanya dalam satu kota, antar kota, atau
antar provinsi. Jika trase berada dalam satu wilayah kabupaten/kota saja,
maka pengajuan permohonan disampaikan kepada Bupati/Walikota yang
bersangkutan. Jika trase berada pada dua wilayah kabupaten/kota atau
lebih, maka pengajuan permohonan disampaikan kepada Gubernur
wilayah yang bersangkutan. Jika trase berada pada dua wilayah provinsi
atau lebih, maka pengajuan permohonan disampaikan kepada Menteri
yang membidangi transportasi.
2. Penetapan badan usaha sebagai penyelenggara prasarana perkeretaapian;
Mengenai penetapan atas badan usaha yang menyelenggarakan prasarana
perkeretaapian oleh pemerintah, prosesnya merujuk kepada peraturan
perundang-undangan lain. Dalam hal ini, salah satunya adalah Peraturan
Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan
Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur (Perpres KPBU).
3. Perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian;
Penandatanganan perjanjian antara pemerintah dan badan usaha dapat
dilakukan jika kedua tahapan di atas telah dilewati. Perjanjian antara
kedua belah pihak ini merupakan perjanjian konsesi dimana ada syarat
klausul minimum yang mesti tertuang dalam dokumen tersebut,
diantaranya meliputi: lingkup penyelenggaraan prasarana perkeretaapian ;
durasi penyelenggaraan; hak dan kewajiban serta alokasi risiko; standar
kinerja pelayanan/penanganan keluhan masyarakat; jaminan; sanksi;
penyelesaian segketa; pemutusan/ pengakhiran perjanjian; fasilitas
penunjang; keadaan memaksa (force majeure); ketentuan mengenai
kegagalan; serah terima aset ketika perjanjian berakhir; dan berakhirnya
perjanjian.
4. Izin usaha;
Permohonan izin usaha adalah tahapan yang mesti dilalui pasca
penandatanganan perjanjian di atas. Permohonan izin usaha harus
memenuhi syarat dan menyampaikan dokumen teknis yang diantaranya
berupa: (1) akta pendirian sebagai badan hukum Indonesia; (2) nomor
pokok wajib pajak (NPWP); (3) surat keterangan domisili perusahaan; (4)
rencana kerja; (5) kemampuan keuangan; (6) surat penetapan sebagai
penyelenggara prasarana perkeretaapian; (7) perjanjian penyelenggara
prasarana perkeretaapian; dan sumber daya manusia. Proses pemberian

32
izin usaha sejak permohonan adalah paling lama sekitar 44 hari kerja,
dimana 30 hari kerja untuk proses evaluasi dan 14 hari kerja dalam proses
pemberian izin usahanya (Pasal 21).
5. Izin pembangunan; dan
Setelah diperolehnya izin usaha, badan usaha wajib melakukan kegiatan-
kegiatan berupa perencanaan teknis, analisis mengenai dampak
lingkungan (AMDAL), pengadaan tanah, dan mengajukan permohonan
izin pembangunan sebelum memulai pembangunan fisik prasarana
perkeretaapian. Kegiatan tersebut wajib dilakukan dalam masa 3 (tiga)
tahun dengan konsekuensi pencabutan izin usaha dan pencabutan
penetapan badan usaha sebagai penyelenggara prasarana perkeretaapian
serta konsekuensi berupa ketidakberlakuan perjanjian (Pasal 22). Namun
demikian, masa 3 (tiga) tahun ini dapat diperpanjang dengan mengajukan
permohonan disertai dengan alasan yang jelas. Pemerintah akan
mengevaluasi permohonan beserta alasannya.
Pada tahapan pemberian izin pembangunan, Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 66 Tahun 2013 tentang Perizinan
Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum hanya mensyaratkan
secara utama adanya izin usaha dan perjanjian penyelenggaraan prasarana
perkeretaapian (Pasal 29). Meskipun begitu, terdapat persyaratan teknis
lainnya yang mesti dipenuhi, yaitu: rancang bangun, AMDAL, Izin
Mendirikan Bangunan (IMB), izin lain sesuai regulasi yang berlaku, dan
telah membebaskan tanah setidaknya 10% dari total tanah yang
dibutuhkan. Lamanya proses pemberian izin pembangunan ini bervariasi
antara 6 (enam) bulan hingga 9 (sembilan) bulan. Lamanya proses ini
bergantung kepada apakah penyelenggaraan prasarana perkeretaapian ini
bersifat hanya dalam satu kota, antar kota, atau antar provinsi yang terkait
tentunya dengan instansi pemerintah mana yang berwenang memberikan
perizinan pembangunan. Izin pembangunan diberikan untuk jangka waktu
paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang setiap kali untuk paling
lama 5 (lima) tahun (Pasal 45). Perpanjangan ini tentu saja harus
didahului dengan permohonan dan alasan yang jelas dan data dukung
yang lengkap (Pasal 46).
6. Izin operasi.
Setelah proses pembangunan selesai, pengajuan izin operasi belum bisa
langsung dilakukan, melainkan badan usaha wajib mengajukan
permohonan pengujian prasarana kepada Direktur Jenderal Perkeretaapian
(Pasal 50). Permohonan ini diajukan dalam rangka perolehan sertifikat uji
kelaikan prasarana perkeretaapian. Sertifikat inilah yang menjadi salah
satu syarat badan usaha untuk mengajukan permohonan izin operasi.
Lengkapnya, persyaratan pengajuan izin operasi meliputi sebagai berikut:
(1) kelaikan prasarana yang telah lulus uji kelaikan; (2) memiliki sistem

33
prosedur pengoperasian; (3) ketersediaan petugas atau tenaga perawatan,
pemeriksaan, dan pengoperasian prasarana perkeretaapian yang memiliki
sertifikat kecapakan; dan (4) memiliki/menguasai peralatan untuk
perawatan prasarana perkeretaapian. Permohonan diajukan kepada
instansi pemerintah sesuai dengan kewenangannya. Sama halnya dengan
pemberian izin pembangunan, Jangka waktu pemberian izin operasi
bervariasi antara 1- 3 bulan bergantung kepada instansi pemerintah yang
berwenang sesuai dengan lingkup penyelenggaraan prasarana
perkeretaapian.Setelah memperoleh izin operasi, badan usaha wajib
mengoperasikan prasarana perkeretapian tersebut (Pasal 58). Izin operasi
tersebut berlaku sesuai dengan masa berlaku perjanjian penyelenggaraan
sarana perkeretaapian antara pemerintah dan badan usaha. Maknanya, izin
operasi berakhir jika durasi perjanjian tadi juga berakhir.

Dalam rangka percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta


cepat Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana Dan
Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta Dan Bandung, pada peraturan tersebut
Pemerintah menugaskan Konsorsium Badan Usaha Milik Negara untuk
membantu Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat yang terdiri
dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT
Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Perkebunan Nusantara VIII. Perusahaan
Konsorsium BUMN tersebut dipimpin oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk
yang selanjutnya akan melakukan penggabungan dengan Perusahaan
Perkeretaapian Tiongkok untuk mendanai Proyek Pembangunan Kereta Cepat
Jakarta – Bandung. Perusahan Gabungan/Perusahaan Konsorsium antara
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Perusahan Perkeretaapian
Tiongkok yaitu PT. Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Pembangunan
Kereta Cepat di Indonesia dimulai dari tahun 2016 dengan jaringan jalur
pertama melintas dari Jakarta sampai Bandung dengan panjang jalur kereta
api 142,3 KM yang terdiri dari empat stasiun yaitu Halim, Karawang, Walini,
Tegalluar dengan satu depo yang berlokasi di Tegalluar. Kedepannya
PT.KCIC akan menyelenggarakan Prasarana dan Sarana Kereta Api
Kecepatan Tinggi.

Untuk saat ini peraturan terkait penyelenggaraan prasarana perkeretaapian


nomor 66 Tahun 2013 sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, untuk
peraturan perizinan penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum termuat
dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 22 Tahun 2021 tentang
Perizinan Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum.

34
BAB V
KESIMPULAN

1. Lintas Raya Terpadu/ Light Rail Transit (LRT) adalah angkutan massal yang
berbasis pada jalan rel atau jalur khusus dengan sistem kereta api ringan/ light
rail transit yang beroperasi secara cepat, nyaman, aman, terjadwal dan
berfrekuensi tinggi. Peraturan Penyelenggaraan LRT Jabodebek diatur
didalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 25
Tahun 2023 Tentang Penyelenggara Kereta Api Ringan Terintegrasi Di
Wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi Terintegrasi di Wilayah Jakarta,
Bogor, Depok dan Bekasi, Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Jakarta,
Bogor, Depok, dan Bekasi yang selanjutnya disebut LRT Jabodebek. Untuk
penugasan dalam penyelenggaraan LRT termuat dalam Peraturan Presiden
Nomor 49 Tahun 2017 ini yang meliputi penyelenggaraan pengoperasian
prasarana, perawatan prasarana, dan pengusahaan prasarana termasuk
pendanaan pembangunan prasarana Kereta Api Ringan/Light Rail
Transit terintegrasi. Pemerintah memberikan dukungan berupa
subsidi/bantuan dan/atau insentif fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. MRT adalah merupakan kereta yang bergerak dengan sistem propulsi motor
listrik. Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Mass Rapid Transit di Jakarta
yaitu PT.M RT Jakarta (Perseroda) yang merupakan Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta yang
dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun
2018 tentang Perseroan Terbatas MRT Jakarta (Perseroda). Dimana ruang
lingkup penugasan PT MRT Jakarta (Perseroda) terdapat didalam Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 53 Tahun 2017 tentang Penugasan
Kepada PT MRT Jakarta untuk Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Mass
Rapid Transit (“PT MRT Jakarta”).
3. Kereta Api Kecepatan Tinggi adalah Kereta Api yang mempunyai kecepatan
lebih dari 200 km/jam, adapun ketentuan penyelenggaraannya diatur oleh
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2022 tentang
Penyelenggaraan Kereta Api Kecepatan Tinggi. Untuk Kereta Api Cepat
Jakarta – Bandung penyelenggaraan prasarana perkeretaapian mengacu pada
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 66 Tahun 2013 dimana peraturan
tersebut sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, untuk peraturan
perizinan penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum termuat dalam
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perizinan
Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Perundang-undangan terkait;


2. JakartaMRT.co.id;
3. Wikipedia.com;
4. https://pshk.or.id/blog-id/menyelisik-aspek-hukum-pengadaan-infrastruktur-
keretacepat/;
5. Kompas.com/Subsidi Penyelenggaraan LRT;
6. https://www.hukumonline.com/berita/a/3-masalah-hukum-proyek-kereta
cepat-jakarta-bandung-lt56af007905828.

36

Anda mungkin juga menyukai