PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk
berinteraksi. Bahasa berfungsi sebagai lem perekat dalam menyatupadukan
keluarga, masyarakat dan bangsa dalam kegiatan sosialisasi. Tanpa bahasa
suatu masyarakat tidak dapat terbayangkan (Alwasilah, 1987:81). Karena
memegang peranan yang sangat penting, bahasa tidak lepas dari kehidupan
manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk menyampaikan maksud,
gagasan atau ide, dan perasaannya. Bahasa sudah menyatu dengan manusia
itu sendiri. Sesuai dengan pengertian bahasa sebagai alat komunikasi untuk
menyampaikan ide dan perasaan kepada orang lain, bahasa yang disampaikan
atau dituturkan tersebut mempunyai arti atau makna sehingga lawan bicara
dapat menangkap maksud dari apa yang disampaikan.
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan
oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berinteraksi, serta
mengidentifikasi diri (Kridalaksana dalam Wardihan, 2014:4). Bahasa
sebagai suatu sistem yaitu komponen yang tersusun secara sistematis atau
terstruktur. Komponen itu terdiri atas komponen fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik. Selanjutnya, bahasa yang bersifat arbitrer yaitu
bahasa yang bersifat mana suka berdasarkan kesepakatan atau konvensi
masyarakat pemakai bahasa itu sendiri.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa sintaksis merupakan salah satu
komponen atau cabang ilmu bahasa. Sintaksis menelaah proses-proses yang
digunakan untuk membentuk kalimat atau dengan kata lain proses
menghubungkan kata-kata menjadi kalimat dalam suatu bahasa. Sintaksis
berusaha menerangkan pola-pola yang mendasari satuan-satuan sintaksis dan
struktur sintaksis serta bagian-bagian yang membentuknya. Satuan-satuan
dalam sintaksis berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat. Sedangkan struktur
sintaksis berupa fungsi, kategori, dan peran.
Salah satu satuan sintaksis yaitu klausa. Klausa menurut Silitonga
(dalam Sasangka, 2016:7) adalah satuan gramatikal (konstituen) yang terdiri
atas sebuah predikat yang dapat disertai subjek, objek, pelengkap, ataupun
keterangan. Ia menegaskan bahwa hanya klausa digunakan dalam kaitannya
dengan pembicaraan kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Klausa
sematan merupakan klausa yang diselipkan ke dalam kalimat dan
memberikan modifikasi kepada salah satu bagian kalimat itu tanpa mengubah
struktur dasarnya (Kridalaksana, dalam Sasangka, 2016:10).
Sedangkan semantik yang juga merupakan komponen atau cabang
ilmu bahasa yang meneelah tentang makna bahasa. Hal ini senada dengan
pendapat Chaer (2009:2) bahwa semantik adalah bidang studi dalam
linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Makna merupakan
aspek penting dalam sebuah bahasa karena makna maka sebuah komunikasi
dapat terjadi dengan lancar dan saling mengerti. Semantik dengan objeknya
yaitu makna, berada di seluruh atau di semua komponen, yaitu berada di
dalam komponen fonologi, morfologi dan sintaksis. Jadi, dapat dikatakan
bahwa sintaksis dan semantik merupakan komponen bahasa yang tidak bisa
dipisahkan. Kridalaksana (1976:35-36) mengemukakan bahwa struktur
semantis dan struktur sintaksis bersifat homogen. Kalau sintaksis akan
diteliti, semantik juga harus diselidiki karena keduanya adalah satu.
Keduanya seharusnya diselidiki bersama-sama (sekaligus). Dalam makalah
ini akan dibahas mengenai tinjauan semantis atau makna dari salah satu
satuan sintaksis yaitu klausa sematan dalam bahasa Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah.
1. Apa hakikat tinjauan semantis klausa sematan?
2. Bagaimana tinjauan semantis klausa sematan berdasarkan tipenya?
8
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk mendeskripsikan.
(1). Hakikat tinjauan semantis klausa sematan.
(2). Tinjauan semantis klausa sematan berdasarkan tipenya.
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada pembaca dalam
menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sintaksis bahasa Indonesia,
khususnya mengenai klausa, yaitu makna klausa sematan berdasarkan
tipenya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
bahasa, tidak perlu diragukan lagi, pasti memiliki dua komponen, yaitu
komponen luar yang berupa bunyi-bunyi atau simbol-simbol (sebut saja
komponen sintaksis) dan komponen dalam yang berupa makna (sebut saja
komponen semantis). Kridalaksana (1976:35-36) mengemukakan bahwa
struktur semantis dan struktur sintaksis bersifat homogen. Kalau sintaksis
akan diteliti, semantik juga harus diselidiki karena keduanya adalah satu.
Keduanya seharusnya diselidiki bersama-sama (sekaligus).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sintaksis dan
semantik yang merupakan bagian dari tata bahasa tidak bisa terpisahkan dan
harus diselidiki secara bersama-sama. Klausa sematan memiliki dua
komponen, yaitu komponen sintaksis berupa bunyi atau simbol dan
komponen semantis berupa makna. Sehingga tinjauan semantis klausa
sematan berarti proses analisis klausa sematan berdasarkan maknanya.
8
sabar pada Andi yang sabar membuat Andi menjadi spesifik sehingga
kalimat itu dapat ditafsirkan bahwa yang masuk penjara hanyalah Andi yang
sabar, bukan Andi yang pemarah atau Andi yang lain.
Kedua fungsi klausa sematan itu akan digunakan untuk menganalisis
frasa nominal berpewatas atau beratribut klausa sematan, baik frasa nominal
tersebut berfungsi sebagai subjek, objek, pelengkap, keterangan, maupun
sebagai predikat.
Berikut ini uraian semantis atau makna klausa sematan berdasarkan
tipenya menurut Sasangka (2016:-64-76).
1. Makna Klausa Sematan Bertipe yang + verba/frasa verbal
Tipe klausa sematan jenis ini dapat menjadi atribut frasa nominal
yang berfungsi sebagai subjek, predikat, objek, pelengkap, dan/atau
keterangan. Klausa sematan yang menjadi atribut frasa nominal ini
membuat nomina di sebelah kirinya menjadi lebih spesifik.
a. Makna Klausa Sematan yang + verba/frasa verbal Menjadi
Atribut Frasa Nominal Berfungsi Sebagai Subjek
8
menunggu mainan dari tentara Indonesia, sedangkan anak-anak lain
yang tidak sedang berbaris di samping mobil untuk menunggu
mainan dari tentara Indonesia
8
Jika contoh di atas diamati tampak bahwa yang bercorak biru
muda (4) merupakan klausa sematan yang menjadi atribut frasa
nominal dan frasa nominal tersebut berfungsi sebagai objek. Klausa
sematan yang bercorak biru muda pada (4) membuat nomina laptop
lenovo menjadi lebih spesifik. Artinya adalah bahwa yang dibelikan
Sulis untuk adiknya adalah laptop Lenovo yang bercorak biru muda
bukan yang bercorak hitam, putih, merah atau warna yang lain, atau
dapat pula ditafsirkan bahwa yang dibelikan Sulis untuk adiknya
adalah laptop Lenovo yang bercorak biru muda bukan laptop lain
yang bercorak biru muda.
8
dan frasa preposisional tersebut berfungsi sebagai keterangan.
Klausa sematan berada di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat
membuat gunung rinjani menjadi lebih spesifik. Artinya bahwa
gunung yang akan didaki Rasyid adalah gunung rinjani yang berada
di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, bukan di pulau lain.
8
1) Ibu Suci akan memasukkan anaknya yang gagah itu ke pondok
pesantren putera.
Kata yang gagah merupakan klausa sematan yang menjadi
atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai objek. Klausa sematan
dalam kalimat itu membuat nomina di sebelah kirinya, yaitu anaknya
menjadi lebih spesifik. Artinya, hanya anak ibu Suci yang gagah
yang dimasukkan ke pondok pesantren putera, sedangkan anaknya
yang lain, mungkin tidak gagah, tidak dimasukkan di pondok
pesantren putera.
1) Anak yang nakal itu dimarahi kepala sekolah saat ribut dalam
kelas.
Jika kalimat di atas dicermati tampak bahwa yang nakal
merupakan klausa sematan yang menjadi atribut frasa nominal dan
frasa nominal tersebut berfungsi sebagai subjek. Klausa sematan
yang nakal membuat nomina anak menjadi lebih spesifik. Artinya,
yang dimarahi kepala sekolah saat rebut dalam kelas adalah anak
yang nakal, bukan anak yang lain.
8
1) Siti Maryam adalah guru bahasa daerah yang sangat tegas.
2) Muhammad Hasyim itu kepala desa yang pemarah.
Jika kalimat di atas diamati tampak bahwa yang sangat tegas
dan yang pemarah merupakan klausa sematan yang menjadi atribut
frasa nominal dan frasa nominal tersebut berfungsi sebagai predikat.
Klausa sematan yang sangat tegas membuat guru bahasa daerah
menjadi lebih spesifik. Artinya adalah bahwa guru bahasa daerah
yang sangat tegas adalah Siti Maryam bukan yang lain. Demikian
pula dengan klausa sematan yang pemarah membuat nomina di
sebelah kirinya, yaitu kepala desa menjadi lebih spesifik. Artinya,
hanya Muhammad Hasyimlah kepala desa yang pemarah, bukan
yang lain.
8
2) Pak Seno menunjuk Pak Aya kepala desa yang malas.
Jika kalimat di atas diamati tampak bahwa konstituen yang
sangat tegas dan yang malas merupakan klausa sematan yang
menjadi atribut nomina atau frasa nominal yang berfungsi sebagai
pelengkap. Klausa sematan yang sangat tegas selain berfungsi
sebagai atribut nomina di sebelah kirinya, sekaligus juga mewatasi
nomina di sebelah kirinya itu sehingga nomina tersebut, yaitu polisi
menjadi lebih spesifik. Artinya, karena selalu menangkap penjual
obat terlarang, saudara Ayu yang di Surabaya menjadi polisi yang
sangat tegas, bukan menjadi polisi yang sangat malas, yang sangat
penakut, atau yang lain. Demikian pula yang malas merupakan klaua
sematan yang menjadi atribut nomina di sebelah kirinya sehingga
nomina itu menjadi lebih spesifik. Artinya adalah bahwa pak Seno
menunjuk pak Aya sebagai kepala desa yang malas, bukan kepala
desa yang rajin, atau yang lain.
e. Makna Klausa Sematan yang + adjektiva/frasa adjektival
Menjadi Atribut Frasa Nominal Berfungsi Sebagai Keterangan
8
Artinya adalah bahwa rumput di halaman belakang kantor kepala
desa yang sudah tinggi dijadikan makanan untuk sapi pak Rahman.
8
4) a. Warsiti dan Ronaldo ini cucu Pak Jayus yang dari Jakarta.
b. HP itu ternyata pemberian kakanya yang di Menteng.
Jika contoh di atas dicermati tampak bahwa yang dari Jakarta pada (15a)
dan yang di Menteng pada (15b) merupakan klausa sematan yang bertipe yang +
frasa preposisional. Klausa-klausa sematan tersebut berfungsi sebagai atribut
frasa nominal yang berfungsi sebagai predikat. Atribut dalam suatu frasa biasanya
juga sekaligus mewatasi konstituen yang menjadi inti frasa. Secara semantis,
klausa sematan yang dari Jakarta pada (15a) membuat cucu Pak Jayus menjadi
lebih spesifik, sehingga kalimat tersebut dapat ditafsirkan bahwa Warsiti dan
Ronaldo merupakan cucu Pak Jayus yang berasal dari Jakarta bukan dari daerah
Yogya, Solo, Sumedang, Kuningan, atau daerah lain. Demikian pula halnya
dengan kalimat (15b), klausa sematan yang di Menteng pada (15b) membuat
kakaknya menjadi lebih spesifik. Artinya adalah bahwa HP itu pemberian
kakaknya yang di Menteng, bukan pemberian kakaknya yang di Bandung, atau
kakaknya yang tinggal di daerah lain.
Jika contoh tersebut dicermati tampak bahwa yang di dalam dus pada
(16a) dan yang di dalam tas pada (16b) merupakan klausa sematan yang bertipe
yang + frasa preposisional. Klausa-klausa sematan tersebut berfungsi sebagai
atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai objek. Lebih lanjut dapat dijelaskan
8
bahwa klausa sematan yang di dalam dus pada (16a) membuat buku menjadi lebih
spesifik sehingga kalimat tersebut dapat ditafsirkan bahwa yang akan diserahkan
Waluyo kepada perpustakaan hanyalah buku yang ada di dalam dus, bukan buku
yang lain. Demikian pula halnya dengan kalimat (16b) membua surat-surat
menjadi lebih spesifik sehingga kalimat tersebut dapat ditafsirkan bahwa yang
akan ditandatangani Direktur Coca Cola di depan notaris hanyalah surat-surat
yang berada di dalam tas, bukan surat yang lain.
Jika kalimat di atas diamati tampak bahwa yang di Solo pada (17a) dan
yang di Sumedang pada (17b) merupakan klausa sematan yang bertipe yang +
frasa preposisional. Klausa-klausa sematan tersebut berfungsi sebagai atribut
frasa nominal yang berfungsi sebagai pelengkap. Lebih lanjut dapat dijelaskan
bahwa klausa sematan yang di Solo pada (17a) membuat keluargamya menjadi
lebih spesifik sehingga kalimat tersebut dapat ditafsirkan bahwa hanya
keuarganya yang di Solo saja yang membuat dia menjadi tulang punggung,
sedangkan keluarga yang bukan di Solo, belum tentu dia yang menjadi tulang
punggung keluarga. Demikian pula halnya dengan kalimat (17b), klausa sematan
yang di Sumedang pada kalimat tersebut membuat adik-adiknya menjadi lebih
spesifik sehingga kalimat itu dapat ditafsirkan bahwa hanya adik-adiknya yang di
Sumedanglah yang mengharapkan Huges pulang kampung, sedangkan adik-
adiknya di tempat lain, kemungkinan, tidak mengharapkan Huges pulang ke
kampung.
8
Klausa sematan bertipe yang + numeralia/frasa numeral hanya dapat
menduduki fungsi subjek dan/atau objek seperti pada pembahasan berikut ini.
Tampak bahwa yang dua potong pada (18a) dan yang dua ratus ribu pada
(18b) merupakan klausa sematan yang bertipe yang + numeralia atau frasa
numeral. Klausa-klausa sematan tersebut menjadi atribut frasa nominal yang
berfungsi sebagai subjek. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa klausa sematan
yang dua potong pada (18a) membuat baju menjadi lebih spesifik sehingga dapat
ditafsirkan bahwa hanya baju yang dua potong sajalah yang dikembalikan ke toko,
sedangkan baju yang lain kemungkinan tidak dikembalikan. Demikian pula
halnya dengan kalimat (18b), klausa sematan yang dua ratus ribu pada (18b)
membuat sisa gaji menjadi lebih spesifik sehingga secara keseluruhan kalimat
tersebut dapat ditafsirkan bahwa yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan
hidup hanya sisa gaji yang tinggal dua ratus ribu.
8
Jika dicermati tampak bahwa yang lima puluh ribu pada (19a) dan yang
dua setengah persen pada (19b) merupakan klausa sematan yang bertipe yang +
frasa numeral. Klausa sematan tersebut berfungsi sebagai atribut frasa nominal
yang berfungsi sebagai objek. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa klausa sematan
yang lima puluh ribu pada (19a) membuat uang menjadi lebih spesifik sehingga
dapat ditafsirkan bahwa Darmadi hanya membelanjakan uang yang lima puluh
ribu untuk keperluan dapur, bukan uang seratus ribu yang dibelanjakan untuk
keperluan dapur, atau uang lain. Demikian pula halnya dengan kalimat (19b),
klausa sematan yang dua setengah persen pada (19b) membuat gaji menjadi lebih
spesifik. Artinya adalah bahwa yang disisihkan untuk membayar infak sebesar
dua setengah persen adalah gaji, atau untuk membayar infak itu ia menyisihkan
gaji sebesar dua setengah persen, bukan lima persen, sepuluh persen, atau yang
lain.
Tampak bahwa yang bersih dan rapi pada (20a) dan yang kokoh dan kuat
pada (20b) merupakan klausa sematan yang bertipe yang + klausa koordinatif.
Klausa sematan koordinatif tersebut berfungsi sebagai atribut frasa nominal yang
berfungsi sebagai subjek. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa kluasa sematan
8
yang bersih dan rapi pada (20a) membuat lingkungan menjadi lebih spesifik.
Artinya adalah bahwa hanya lingkungan yang bersih dan rapi sajalah yang dapat
menggambarkan ciri hidup orang beriman, lingkungan selain itu tidak. Demikian
pula halnya dengan kalimat (20b), klausa sematan yang kokoh dan kuat pada
(20b) membuat tubuh menjadi spesifik. Artinya adalah bahwa tubuh yang kokoh
dan kuat pun suatu saat akan mati dan dibalut kain kafan apalagi tubuh selain itu.
10) a. Yayasan Tunas Bangsa akan mendirikan gedung yang besar dan
megah di daerah Bulak Kapal.
b. Lelaki itu telah lama merindukan gadis yang cantik dan lemah
lembut.
Tampak bahwa yang besar dan megah pada (21a) dan yang cantik dan
lemah lembut pada (21b) merupakan klausa sematan yang bertipe yang + klausa
koordinatif. Klausa sematan koordinatif tersebut berfungsi sebagai atribut frasa
nominal yang berfungsi sebagai objek. Selain itu klausa sematan yang besar dan
megah pada (21a) membuat nomina yang terletak di sebelah kirinya, yaitu gedung
menjadi lebih spesifik. Artinya adalah bahwa gedung yang akan didirikan oleh
Yayasan Tunas Bangsa di daerah Bulak Kapal adalah gedung yang besar dan
megah, bukan gedung besar tetapi tidak megah, gedung yang kecil tapi megah,
ataupun gedung selain itu. Demikian pula halnya dengan kalimat (20b), klausa
sematan yang cantik dan lemah lembut pada (21b) membuat nomina yang terletak
di sebelah kirinya, yaitu gadis menjadi lebih spesifik sehingga kalimat tersebut
dapat ditafsirkan bahwa yang dirindukan oleh lelaki itu adalah gadis yang cantik
dan lemah lembut, bukan gadis selain itu.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan simpulan yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka tim penulis menyarankan untuk penyusun makalah berikutnya
untuk mengkaji mengenai klausa sematan dan makna klausa sematan bahwa dan
untuk.
8
DAFTAR PUSTAKA
Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu. 2016. Klausa Sematan dalam Bahasa
Indonesia. Yogyakarta: Azzagrafika.
8
8