Anda di halaman 1dari 46

KLAUSA SEMATAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Morfosintaksis


Dosen Pengampu Prof. Dr. Johar Amir, M.Hum.

Disusun oleh:

Oleh:

Kelompok 1

Arlin (220001301044 )
Utari Purwaningsi (220001301042)
Yuni Paliling (220001301043)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Klausa Sematan” ini tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Johar Amir, M.Hum..
selaku dosen pengampu mata kuliah morfosintaksis atas pengetahuan baru
yang kami dapatkan melalui penulisan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
memberikan sumbangan pemikiran dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar , 14 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kalusa Sematan ................................................................. 6
B. Bentuk Klausa Sematan ...................................................................... 8
C. Ciri-Ciri Klausa Sematan ..................................................................... 9
D. Tipe Klausa Sematan............................................................................ 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 8
B. Saran .................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi.


Bahasa berfungsi sebagai lem perekat dalam menyatupadukan keluarga, masyarakat
dan bangsa dalam kegiatan sosialisasi. Tanpa bahasa suatu masyarakat tidak dapat
terbayangkan (Alwasilah, 1987:81). Karena memegang peranan yang sangat penting,
bahasa tidak lepas dari kehidupan manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk
menyampaikan maksud, gagasan atau ide, dan perasaannya. Bahasa sudah menyatu
dengan manusia itu sendiri. Sesuai dengan pengertian bahasa sebagai alat komunikasi
untuk menyampaikan ide dan perasaan kepada orang lain, bahasa yang disampaikan
atau dituturkan tersebut mempunyai arti atau makna sehingga lawan bicara dapat
menangkap maksud dari apa yang disampaikan.
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para
anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berinteraksi, serta mengidentifikasi diri
(Kridalaksana dalam Wardihan, 2014:4). Bahasa sebagai suatu sistem yaitu
komponen yang tersusun secara sistematis atau terstruktur. Komponen itu terdiri atas
komponen fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Selanjutnya, bahasa yang
bersifat arbitrer yaitu bahasa yang bersifat mana suka berdasarkan kesepakatan atau
konvensi masyarakat pemakai bahasa itu sendiri.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa sintaksis merupakan salah satu
komponen atau cabang ilmu bahasa. Sintaksis menelaah proses-proses yang
digunakan untuk membentuk kalimat atau dengan kata lain proses menghubungkan
kata-kata menjadi kalimat dalam suatu bahasa. Sintaksis berusaha menerangkan pola-
pola yang mendasari satuan-satuan sintaksis dan struktur sintaksis serta bagian-
bagian yang membentuknya. Satuan-satuan dalam sintaksis berupa kata, frasa,
klausa, dan kalimat. Sedangkan struktur sintaksis berupa fungsi, kategori, dan peran.

4
Salah satu satuan sintaksis yaitu klausa. Klausa menurut Silitonga (dalam
Sasangka, 2016:7) adalah satuan gramatikal (konstituen) yang terdiri atas sebuah
predikat yang dapat disertai subjek, objek, pelengkap, ataupun keterangan. Ia
menegaskan bahwa hanya klausa digunakan dalam kaitannya dengan pembicaraan
kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Klausa sematan merupakan klausa
yang diselipkan ke dalam kalimat dan memberikan modifikasi kepada salah satu
bagian kalimat itu tanpa mengubah struktur dasarnya (Kridalaksana, dalam
Sasangka, 2016:10).
Sedangkan semantik yang juga merupakan komponen atau cabang ilmu
bahasa yang meneelah tentang makna bahasa. Hal ini senada dengan pendapat
Chaer (2009:2) bahwa semantik adalah bidang studi dalam linguistik yang
mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Makna merupakan aspek penting dalam
sebuah bahasa karena makna maka sebuah komunikasi dapat terjadi dengan lancar
dan saling mengerti. Semantik dengan objeknya yaitu makna, berada di seluruh atau
di semua komponen, yaitu berada di dalam komponen fonologi, morfologi dan
sintaksis. Jadi, dapat dikatakan bahwa sintaksis dan semantik merupakan
komponen bahasa yang tidak bisa dipisahkan. Kridalaksana (1976:35-36)
mengemukakan bahwa struktur semantis dan struktur sintaksis bersifat homogen.
Kalau sintaksis akan diteliti, semantik juga harus diselidiki karena keduanya
adalah satu. Keduanya seharusnya diselidiki bersama-sama (sekaligus). Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai tinjauan semantis atau makna dari salah satu
satuan sintaksis yaitu klausa sematan dalam bahasa Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, makarumusan masalah
dalam makalah ini adalah.
1. Apa yang dimaksud dengan klausa sematan?
2. Bagaimanakah Bentuk Klausa Sematan?
3. Bagaimanakah Ciri-Ciri Klausa Sematan?
4. Bagaimanakah Tipe Klausa Sematan?

5
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian klausa sematan.
2. Untuk mngetahuai bentuk klausa sematan .
3. Untuk mengetahui ciri-ciri klausa sematan.
4. Untuk mengetahui tipe klausa sematan.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Klausa Sematan


Sebelum memerikan pengertian klausa sematan, perlu dipaparkan pengertian
klausa terlebih dahulu. Pengertian klausa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) Edisi Keempat, yaitu n Ling satuan gramatikal yang mengandung predikat
dan berpotensi menjadi kalimat.
Selaras dengan pengertian klausa dalam KBBI, Kridalaksana (2009:124))
dalam Kamus Linguistik menuliskan bahwa klausa adalah satuan gramatikal berupa
kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subyek dan predikat, dan
mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.
Cook melalui Tarigan (2009:76) memberikan batasan bahwa klausa adalah
kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat. Lebih lanjut, istilah klausa
dipakai untuk merujuk pada deretan kata yang paling tidak memiliki subjek dan
predikat, tetapi belum memiliki intonasi atau tanda baca tertentu. Istilah kalimat
juga mengandung unsur paling tidak memiliki subjek dan predikat, tetapi sudah
dibubuhi intonasi atau tanda baca tertentu (Alwi et al, 2003:39).
Dengan ringkas, klausa ialah S P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung
menandakan bahwa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya
boleh ada, boleh juga tidak ada.
Berdasarkan beberapa pengertian klausa di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa klausa adalah satuan gramatikal yang sekurang-kurangnya terdiri dari S P
(O) (PEL) (KET) dengan tanda kurung menandakan bahwa yang terletak dalam
kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh juga tidak ada, dan
mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.
Istilah klausa digunakan ketika berhubungan dengan kalimat kompleks atau
kalimat majemuk. Kalimat majemuk terdiri atas dua atau lebih klausa, yaitu klausa
induk (klausa inti) dan klausa bawahan (klausa bergantung, atau ada pula yang
menyebutkan dengan klausa subordinatif. Klausa induk dapat menjadi sebuah
kalimat yang utuh tanpa bergantung pada klausa lain, sedangkan klausa bawah tidak
dapt menjadi utama. Klausa bawahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu klausa

7
subordinatif dan klausa relatif. Klausa subordinatif dapat menduduki fungsi
sintaksis tertentu dan dapat diubah-ubah letaknya sesuai dengan fungsi sintaksis
yang disandangnya, sedangkan klausa relatif tidak dapat menduduki fungsi sintaksis
tertentu. Klausa ini hanya menjadi atribut dalam frasa nominal sehingga letaknya
tetap dan tidak dapat diubah-ubah (Sasangka, 2016:8-9).
Beralih pada klausa sematan, Samsuri (dalam Sasangka, 2016) menyebut
klausa sematan dengan istilah klausa relatif. Menurutnya, klausa relatif adalah
kalimat dasar yang menjadi kalimat pemadu dalam kalimat rumit, yang subjeknya
berubah menjadi partikel yang karena identik dengan sebuah frasa nominal (FN) itu.
Berbeda dengan Samsuri, Kridalaksana (dalam Sasangka, 2016) membedakan
antara klausa sematan dan klausa relatif. Klausa sematan atau klausa parentetis
(embedded clause) merupakan klausa yang diselipkan ke dalam kalimat dan
memberikan modifikasi kepada salah satu bagian kalimat itu tanpa mengubah
struktur dasarnya, sedangkan klausa relatif (relative clause) merupakan klausa
terikat yang diawali oleh pronomina relatif yang dan menurut Silitonga (dalam
Sasangka, 2016) klausa relatif tidak dapat berfungsi sebagai subjek atau objek sebab
klausa itu hanya menerangkan nomina atau frasa nominal.
Sejalan dengan Kridalaksana dan Silitonga di atas, Alwi et al. (dalam
Sasangka, 2016) menyatakan bahwa klausa yang ... yang digunakan untuk
memperluas klausa utama disebut klausa sematan. Klausa sematan berfungsi
sebagai keterangan bagi fungsi sintaksis tertentu.
Dalam bahasa Indonesia, klausa sematan dintandai oleh pronomina relatif
yang ... yang menempel pada nomina atau frasa nominal yang berada di sebelah
kirinya. Tanpa nomina atau frasa nominal yang mendahului, konstituen yang +
verba, yang + nomina, yang + adjektiva, yang + numeralia tidak dapat disebut
sebagai klausa sematan. Klausa sematan tidak dapat berfungsi sebagai inti frasa
nominal, tetapi hanya berfungsi sebagai atribut atau pewatas frasa nominal sebab
klausa sematan hanya merupakan sematan atau sisipan (Sasangka, 2016:12)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
klausa sematan adalah suatu klausa yang ditandai oleh pemakaian pronomina relatif
yang ... yang diselipkan ke dalam frase nominal untuk memperluas klausa utama
(dalam suatu kalimat), sehingga menjadi bagian integral frase tersebut dan

8
memberikan modifikasi kepada salah satu bagian kalimat itu tanpa mengubah
struktur dasarnya dan sebagai keterangan bagi fungsi sintaksis tertentu.

B. Bentuk Klausa Sematan


Menurut Alwi et al. (dalam Sasangka, 2016), klausa sematan dalam bahasa
Indonesia berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu klausa
sematan restriktif dan klausa sematan takrestriktif. Berikut ini akan dipaparkan dua
bentuk klausa sematan tersebut.
1. Klausa Sematan Restriktif
Menurut Verhaar, klausa sematan restriktif atau disebut juga sebagai
klausa pewatas atau pembatas kerena berfungsi sebagai identifikasi anteseden
yang berada di sebelah kirinya. Contoh berikut ini merupakan klausa sematan
yang berfungsi sebagai atribut yang menjelaskan nomina di sebelah kirinya.

(1) Presiden Republik Indonesia yang berupaya mendamaikan Korea Utara


dan Korea Selatan itu mendapat tanggapan positif dari berbagai kalangan.

2. Klausa Sematan Takresktriktif


Klausa sematan takrestriktif adalah klausa sematan yang berfungsi sebagai
atribut atau keterangan tambahan konstituen yang berada di sebelah kirinya.
Contoh berikut ini merupakan klausa sematan yang berfungsi sebagai
keterangan tambahan.

(2) Di dalam pertemuan itu, DPR hanya berfungsi sebagai fasilitator yang
berupaya mempertemukan kedua pihak agar pemogokan tidak berlannjut
dan perusahaan tidak menanggung rugi.

Semua semua bentuk klausa sematan di atas, baik kluasa sematan restriktif,
maupun klausa takrestriktif; baik yang berfungsi sebagai pewatas maupun yang
berfungsi sebagai atribut frasa nominal; serta baik klausa sematan itu berfungsi
sebagai pewatas subjek, predikat, objek, pelengkap, maupun keterangan akan
dibahas dalam makalah ini.

9
C. Ciri Klausa Sematan
1. Berfungsi sebagai atribut dalam frasa nominal
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa klausa sematan adalah klausa yang
disematkan dalam frasa nominal yang menduduki fungsi sintaksis tertentu dan
menjadi bagian integral frasa tersebut. Ciri pertama klausa sematan sebagai
atribut dalam frasa nominal tampak pada contoh berikut.

(1) Akhirnya Srinil yang cantik itu harus dirawat di rumah sakitjiwa.
(2) Makalah ini merupakan hasil penelitian yang saya lakukan
pada tahun 1996.
(3) Dalam persidangan pagi tadi, wanita dari Sukoharjo itu menjadi
tertuduh yang dijatuhi hukuman mati.

Konstituen yang cantik pada frasa nominal Srinil yang cantik itu dalam
kalimat (1) di atas merupakan klausa sematan yang berfungsi sebagai atribut
nomina di sebelah kirinya, yaitu Srinil. Konstituen yang saya lakukan pada
frasa nominal hasil penelitian yang saya lakukan dalam kalimat (2) di atas juga
merupakan klausa sematan yang berfunsi sebagai atribut nomina di sebelah
kirinya, yaitu hasil penelitian. Demikian pula yang dijatuhi hukuman mati
dalam kalimat (3) juga merupakan klausa sematan yang berfungsi sebagai
atribut nomina di sebelah kirinya, yaitu tertuduh. Butir tertuduh pada
kalimat (3) di atas bukan merupakan kata kerja, melainkan kata benda. Kata
tertuduh sebagai kata benda yang bermakna ‘orang yang dituduh’ sering
digunakan dalam ragam hukum. Amatilah diagram pohon berikut.

10
2. Mempunyai letak yang tegar
Klausa sematan mempunyai letak yang tegar, artinya klausa tersebut tidak
dapat diubah-ubah posisinya. Ciri kedua klausa sematan yang mempunyai letak
yang tegar tersebut tampak pada contoh berikut.
(1) Srinil yang sedang menari itu tiba-tiba pingsan di atas panggung.
(2) Yang sedang menari Srinil itu tiba-tiba pingsan di atas panggung.

Konstituen yang sedang menari pada Srinil yang sedang menari itu tiba-
tiba pingsan di atas panggung pada (1) merupakan klausa sematan dan
berfungsi sebagai atribut frasa nominal, sedangkan yang menari pada (2) setelah
diubah letaknya ke depan, kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak
berterima. Hal itu membuktikan bahwa klausa sematan tidak dapat diubah-ubah
letaknya. Klausa itu harus selalu menempel di sebelah kanan nomina dan
menjadi pewatas atau atribut pada frasa nominal itu.
3. Menggunakan relator yang
Ciri ketiga dari klausa sematan adalah digunakannya pronomina yang
sebagai penghubung, tanpa pronomina yang, nomina yang telah disebut
sebelumnya, tidak bisa dihubungkan dengan klausa relatif. Ciri ketiga ini
tampak pada contoh berikut.

(1) WNA Nigeria yang menyembunyikan obat-obatan di alat vitalnya itu


sering berkunjung ke Indonesia sebagai turis.
(2) WNA Nigeria menyembunyikan obat-obatan di alat vitalnya.

Klausa sematan hanya terdapat pada kalimat (1), yaitu yang


menyembunyikan obat-obatan di alat vitalnya, sedangkan kalimat (2) tidak
mengandung klausa sematan. Hal ini disebabkan menyembunyikan pada (1)
merupakan verba yang berfungsi sebagai predikat dalam klausa sematan,
sedangkan menyembunyikan dalam (2) juga merupakan verba yang berfungsi
sebagai predikat, tetapi bukan predikat dalam klausa sematan, melainkan
predikat pada klausa inti. Di dalam klausa sematan pemunculan yang selain
sebagai penghubung atau relator, yang dalam kalimat itu sekaligus berfungsi
pula sebagai subjek klausa tersebut.

11
D. Tipe Klausa Sematan
Sasangka (2016:261) mengklasifikasi tipe klausa sematan berdasarkan jumlah
predikatnya menjadi dua, yaitu (1) klausa sematan berpredikat satu (tunggal) dan (2)
klausa sematan berpredikat lebih dari satu. Kedua hal tersebut akan diuraikan
berikut ini.
1. Tipe Klausa Sematan Berpredikat Satu (Tunggal)
Berdasarkan jenis predikatnya, klausa sematan berpredikat tunggal dalam
bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu klauasa sematan
yang bertipe (1) yang + verba/frasa verbal, (2) yang + nomina/frasa nominal,
(3) yang + adjektiva/frasa adjektiva, (4) yang + frasa preposisional, dan (5)
yang +numerilia/frasa numeral. Kelima tipe klausa tersebut dibicarakan dalam
uraian berikut.
a. Klausa Sematan Bertipe yang + verba/frasa verbal
Data klausa sematan bertipe yang + verba / frasa verbal
jumlahnya sangat melimpah. Amatilah beberapa data berikut.

(1) Perusahaan asing yang berada di Indonesia menunda investasi karena


ketidakpastian hukum dan keadaan jaminan keamanan.
(2) Ramuan yang sedang dimasak itu akan digunakan sebagai obat
penghancur batu ginjal.
(3) Bocah-bocah Afganistan yang sedang duduk di jalan itu sedang
menyaksikan anggota milisi Taliban.
(4) Jumlah virus HIV yang terdapat dalam diri si penderita akan cepat
menyebar ke seluruh tubuh dalam waktu yang relatif pendek.
(5) Air minereal yang diproduksi perusahaan ini bersumber dari air
gunung bukan dari sumur artetis seperti dugaan kebanyakan orang.

Tampak bahwa konstituen yang berada di Indonesia pada kalimat (1),


yang sedang dimasak pada kalimat (2), yang sedang duduk di jalan pada
kalimat (3), yang terdapat dalam diri si penderita pada kalimat (4), dan yang
diproduksi perusahaan pada kalimat (5) merupakan klausa sematan yang
menjadi atribut nomina atau frasa nominal di sebelah kirinya. Sementara itu,
butir berada (1), sedang dimasak (2), sedang duduk (3), terdapat (4), dan
diproduksi (5) merupakan verba atau frasa verbal yanag berfungsi sebagai
predikat dalam klausa sematan tersebut.

12
Klausa sekurang-kurangnya terdiri atas predikat dan dalam bahasa
tulis klausa sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat.
Sehubungan dengan itu, jika berada, sedang dimasak, sedang duduk,
terdapat dan diproduksi menjadi predikat klausa relatif kalimat (1-5) di atas,
konstituen yang menjadi subjek klausa relatif tersebut adalah relator yang,
yaitu yang yang mendahului verba yang berfungsi sebagai predikat klausa
relatif. Pemunculan relator yang pada kalimat tersebut merupakan suatu
keharusan sebab prinsip yang terdapat dalam transformasi adalah sebagai
berikut. Jika subjek dasar kalimat sematan dan subjek kalimat matriks (induk
kalimat) itu sama, salah satu harus dilesapkan dan jika kedua klausa tersebut
dipadukan melalui penyematan, konstituen yang dilesapkan itu harus diganti
dengan pronomina persona yang. Akibatnya, kalimat dasar yang disematkan
dalam kalimat matriks berubah fungsinya menjadi atribut salah satu fungsi
sintaksis kalimat matriks. Sehubungan dengan itu, kalimat (6-10) di atas
dapat diuraikan menjadi sebagai berikut.
(1) a. Perusahaan asing menunda investasi karena ketidakpastian hukum
dan ketiadaan jaminan kemanan.
b. Perusahaan asing berada di Indonesia.
(2) a. Ramuan itu akan digunakan sebagai obat penghancur batu ginjal.
b. Ramuan sedang dimasak.
(3) a. Bocah-bocah Afganistan itu sedang menyaksikan anggota milisi
Taliban
b. Bocah-bocah Afganistan sedang duduk di jalan.
(4) a. Jumlah virus HIV akan cepat menyebar ke seluruh tubuh dalam
waktu yang relatif pendek.
b. Jumlah virus HIV terdapat dalam diri si penderita.
(5) a. Air mineral ini bersumber dari air gunung bukan dari sumur artetis
seperti dugaan kebanyakn orang.
b. Air mineral diproduksi perusahaan.

13
Untuk memperjelas uraian di atas perhatikanlah diagram pohonseperti
yang tampak berikut ini.

Klausa sematan bertipe yang + verba ini tidak hanya dapat menjadi
atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai subjek, tetapi juga dapat
menjadi atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai predikat, objek,
pelengkap, dan/ atau keterangan. Kalimat (6-10) di atas merupakan contoh
subjek yang berupa frasa nominal yang beratribut klausa yang + verbal,
sedangkan frasa nominal beratribut klausa yang + verbal yang menduduki
fungsi selain subjek tampak pada beberapa uraian berikut ini.
Berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa klausa sematan
yang menjadi atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai subjek cenderung
berbentuk klausa relatif restriktif karena klausa sematan tersebut berfungsi
sebagai pembatas, yaitu sebagai identifikasi anteseden yang berada di
sebelah kirinnya.

14
1) Predikat Berupa Frasa Nominal Beratribut Klausa Sematan yang +
Verba
Klausa sematan dalam bahasa Indonesia dapat menjadi keterangan
predikat, tetapi syaratnya predikat itu harus berupa nomina atau frasa
nominal sehingga klausa sematan tersebut tetap menjadi atribut nomina
yang berada di sebelah kirinya. Perhatikan beberapa contoh berikut.

(1) Perempuan berambut panjang itu kemanakan Pak Karjo


yang tinggal di belakang rumah.
(2) Pak Jayuli ini orang tua Budi yang mengantar ibumu kerumah
sakit.
(3) Pak Luqman itu anggota FPP yang menanyakan masalahini kemarin.

Tampak bahwa yang tinggal di belakang tumah pada (1), yang


mengantar ibumu ke rumah sakit pada (2), dan yang menanyakan
masalah ini kemarin pada (3) merupakan klausa sematan yang bertipe
yang + verba yang menerangkan nomina di sebelah kirinya dan nomina
yang diterangkannya itu berfungsi sebagai predikat. Hal itu bisa terjadi
karena predikat pada ketiga klaimat tersebut berupa nomina atau frasa
nominal–yaitu kemanakan Pak Karjo pada (1), orang tua Budi pada (2),
dan anggota FPP pada (3) – sehingga klausa sematan bertipe yang +
verba dapat melekat di sebelah kanannya sebagai atribut frasa tersebut.
Sementara itu, jika predikat pada klausa utama berupa nomina,
predikat pada klausa sematan dalam kalimat (1-3) di atas semuanya
berupa verba, yaitu tinggal pada (1), mengantar pada (2), dan
menanyakan pada (3). Struktur batin kalimat (1-3) di atas jika diuraikan
sebenarnya akan menjadi seperti berikut.
(1) a. Perempuan berambut panjang itu kemanakan Pak Karjo.
b. Pak Karjo tinggal dibelakang rumah.
(2) a. Pak Jayuli ini orang tua Budi.
b. Budi mengantar ibumu ke rumah sakit.
(3) a. Pak Luqman itu anggota FPP.
b. Anggota FPP menanyakan masalah ini kemarin.

15
Karena ada dua unsur yang sama- yaitu Pak Karjo, Budi, dan
anggota FPP–salah satu unsur yang sama itu wajib dielipskan dan
diganti dengan relator yang sehingga Pak Karjo pada kemakanakan Pak
Karjo pada klausa utama berfungsi sebagai atribut frasa nominal yang
berfungsi sebagai predikat, dalam klausa sematan, Pak Karjo yang
disulih dengan yang berfungsi sebagai subjek Budi pada orang tua Budi
yang pada klausa utama berfungsi sebagai atribut frasa nominal yang
berfungsi sebagai predikat, dalam klausa sematan, Budi yang disulih
dengan yang berfungsi sebagai subjek. Demikian pula konstituen
anggota FPP yang pada klausa utama berfungsi sebagai predikat
nomina. Pada klausa sematan, anggota FPP yang disulih dengan yang
berfungsi sebagai subjek. Jika contoh (3) di atas dibuatkan diagram
pohon, diagram itu tampak sebagai berikut.

Berdasarkan analisis beberapa contoh di atas dapat disimpulkan


bahwa klausa sematan yang menjadi atribut frasa nominal yang
berfungsi sebagai predikat cenderung berbentuk klausa relatif tak
restriktif karena klausa sematan tersebut berfungsi sebagai keterangan
tambahan konstituen yang berada di sebelah kirinya.

16
2) Objek Berupa Frasa Nominal Beratribut Klausa Sematan yang +
Verba
Objek yang berupa frasa nominal yang beratribut klausa sematan
yang + verba dapat dilihat pada beberapa contoh berikut.

(1) Pak Pujiyono memberikan sebuah ponsel yangberwarna


abu-abu kepada kekasihnya.
(2) Bu Zaitun menjelaskan empat hal yang harus diingatoleh peserta
kursus.
(3) Rasus menjenguk Srinil yang masih tergeletak di rumah sakit.

Tampaknya bahwa yang berwarna abu-abu pada (1), yang harus


diingat oleh peserta kursus pada (2), dan yang masih tergeletak di rumah
sakit pada (3) merupakan klausa sematan yang bertipe yang + verba
yang menerangkan objek, atau klausa sematan bertipe yang + verba
tersebut menjadi atribut frasa nominal dan frasa nominal itu berfungsi
sebagai objek. Selain itu, predikat pada klausa sematan dalam kalimat (1-
3) di atas semuanya berupa verb atau frasa verba, yaitu berwarna pada
(1), harus diingat pada (2), dan masih tergeletak pada (2). Struktur batin
kalimat (3) di atas jka diuraikan akan menjadi seperti berikut.

(1) a. Pujiono memberikan sebuah ponsel kepada suaminya.


b. Sebuah ponsel berwarna abu-abu.
(2) a. Bu Zaitun menjelaskan empat hal
b. Empat hal harus diingat oleh peserta kursus.
(3) a. Rasus menjenguk Srinil
b. Srinil masih tergeletak di rumah sakit.

Karena ada dua unsur yang sama – yaitu sebuah ponsel pada (1),
empat hal pada (2), dan Srinil pada (3) salah satu unsur yang sama itu
wajib dielipskan dan diganti dengan relator yang sehingga sebuah ponsel
yang semula berfungsi sebagai objek pada klausa utama, pada klausa
sematan sebuah ponsel itun yang kemudia disulih dengan yang,
berfungsi sebagai subjek; empat hal yang semula berfungsi sebagai objek
pada klausa utama, pada klausa sematan empat hal itu, yang kemudian
disulih dengan yang, berfungsi sebagai subjek. Demikian pula konstituen

17
Srinil yang pada klausa utama berfungsi sebagai objek, pada klausa
sematan Srinil, yang kemudian disulih dengan yang, berfungsi sebagai
subjek. Salah satu contoh kalimat (3) di atas jika dibuatkan diagram
pohon tampak seperti berikut.

Berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa klausa


sematan yang menjadi atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai objek
dapat berbentuk klausa relatif restriktif seperti contoh (1) dan dapat
pula berbentuk kalusa sematan takrestriktif seperti contoh (2) dan (3).
Hal ini disebabkan klausa sematan pada (1) berfungsi sebagai
pembatas, sedangkan klausa sematan pada (2) dan (3) berfungsi sebagai
keterangan tambahan.
3) Pelengkap Berupa Frasa Nominal Beratribut Klausa Sematan yang
+ Verba
Klausa sematan dalam bahasa Indonesia dapat menjadi keterangan
pelengkap, tetapi syaratnya pelengkap itu harus berupa nomina atau frasa
nominal sehingga klausa sematan tersebut tetap menjadi atribut nomina
yang berada di sebelah kirinya. Perhatikanlah beberapa contoh berikut.

18
(1) Dia menganggap Tuti wanita brengsek yang tidak mempunyai
pendirian.
(2) Suparno perneah dipukul orang gila yang sedang duduk di tengah
jalan itu.
(3) Pak Surdiyono menghadiahi anak buahnya batu cincin yangdibeli
di Banjar Baru, Banjarmasin.

Tampak bahwa yang tidak mempunyai pendirian pada (1), yang


sedang duduk di tengah jalan pada (2), dan yang dibeli di Banjar Baru,
Banjarmasin pada (3) merupakan klausa sematan yang bertipe yang +
verba yang berfungsi sebagai atribut nomina atau frasa nominal di
sebelah kirinya. Hal itu bisa terjadi karena pelngkap pada ketiga kalimat
tersebut berupa frasa nominal--yaitu wanita brengsek pada (1), orang
gila pada (2), dan batu cincin pada (3)--sehingga klausa sematan bertipe
yang + verba dapat melekat di sebelah kanannya sebagai atribut frasa
tersebut. Selain itu, predikat pada klausa sematan dalam kalimat (1-3) di
atas semuanya berupa verba atau frasa verba, yaitu tidak mempunyai
pada (1), sedang duduk pada (2), dam dibeli pada (3). Struktur batin
kalimat (1-3) di atas jika diuraikan akan menjadi sepertiberikut.
(1) a. Dia menganggap Tuti wanita brengsek.
b. Wanita brengsek tidak mempunyai pendirian.
(2) a. Suparno perneah dipukul orang gila itu.
b. Orang gila sedang duduk di tengah jalan.
(3) a. Pak Surdiyono menghadiahi anak buahnya batu cincin.
b. Batu cincin dibeli di Banjar Baru, Banjarmasin.

Karena ada dua unsur yang sama–yaitu wanita brengsek, orang


gila, dan batu cincin–salah satu unsur yang sama itu wajib dielipskan
dan diganti dengan relator yang sehingga wanita brengsek yang pada
mulanya berfungsi sebagai pelengkap, dalam klausa sematan, wanita
brengsek, yang kemudian disulih dengan yang, berfungsi sebagai subjek.
Orang gila yang dalam klausa utama semula berfungsi sebagai
pelengkap, dalam klausa sematan konstituen itu disulih dengan yang dan
kemudian berubah fungsi menjadi subjek. Demikian pula konstituen batu
cincin yang pada klausa utama berfungsi sebagai pelengkap, pada klausa

19
sematan konstituen itu disulih dengan yang dan berfungsi sebagai subjek.
Jika salah satu contoh tersebut dibuatkan diagram pohon akan tampak
seperti berikut.

Berdasarkan analisis terhadap beberapa contoh di atas dapat


disimpulkan bahwa klausa sematan yang menjadi atribut frasa nominal
yang berfungsi sebagai pelengkap cenderung berbentuk klausa relatif
takrestriktif karena klausa sematan tersebut berfungsi sebagai keterangan
tambahasan konstituens yang berada di ssebelah kirinya.
4) Keterangan Berupa Frasa Nominal Beratribut Klausa Sematan
yang + Verba
Klausa sematan dalam bahasa Indonesia dapat mengisi fungsi
keterangan tetapi klausa itu sebagai atribut nomina yang menjadi poros
pada frasa proposisional. Perhatikanlah beberapacontoh berikut.

20
(1) Bapak dan ibu akan datang pada hari Ahad yang bertepatan dengan
ulang tahunku.
(2) Tamu undangan akan dihibur dengan musik campur sari
yang didatangkan dari Surakarta.
(3) Pasukan Mujahid Indonesia memasuki Afganistan melalui kota
Kandhahar yang dikenal sebagai daerah tak bertuan.

Tampak bahwa yang bertetpatan dengan ulang tahuunku pada (1),


yang didatangkan dari Surakarta pada (2) merupakan klausa sematan
yang bertipe yang + verba yang berfungsi sebagai atribut pada nomina
atau frasa nominal di sebelah kirinya, yaitu menjadi atribut frasa nominal
hari Ahad pada (1), musik sari pada (2), dan kota Kandhahar pada (3).
Frasa nominal itu menjadi poros dalam frasa preposisional pada hari
Ahad yang bertepatan dengan ulang tahnku dalam (1), dengan musik
campur sari yang didatangkan dari Surakarta dalam (2), dan melalui
kota Kandhahar yang dikenal sebagai daerah tak bertuan dalam (3).
Frasa preposisional beratribut klausa sematan itulah yang berfungsi
sebagai keterangan.
Sementara itu, predikat pada klausa sematan dalam kalimat (1-3) di
atas semuanya berupa verba, yaitu bertepatan pada (1), didatangkan
pada (2), dan dikenal pada (3). Sebab adanya dua unsur yang sama, yaitu
hari Ahad, musik campur sari, dan kota Kandhahar yang pada mulanya
berfungsi sebagai poros dalam frasa preposisional dan frasa
preposisional itu berfungsi sebagai keterangan, dalam klausa sematan,
hari Ahad, musik campur sari, dan kota Kandhahar yang kemudian
disulih dengan yang, telah berubah fungsi menjadi subjek.
Berdasarkan analisis terhadap beberapa contoh di atas dapat
disimpulkan bahwa klausa sematan yang menjadi atribut frasa nominal
yang berfungsi sebagai keterangan cenderung berbentuk klausa relatif
takrestrektif karena klausa sematan tersebut berfungsi sebagai
keterangan tambahan konstituen yang berada di sebelah kirinya.

21
b. Klausa Sematan Bertipe yang + nomina/frasa nominal
Klausa sematan bertipe yang + nomina/frasa nominal dapatdilihat
pada data berikut.
(1) Permadi yang paranormal itu paling aktif memberikan sumbang saran
dalam setiap sidang antarfaksi di MPR.
(2) Karena sudah tidak tahan, istrinya yang pemboros itu akhirnya
diceraikannya.
(3) Robet Sirait yang pemborong komputer itu harus berurusandengan polisi.
(4) Gogon yang pelawak Sri Mulat itu kemarin mengobati orang sakit di
Blok M Plaza.
(5) Hang Tuah yang pahlawan dari tanah melayu itu pernah menghadap
Raja Majapahit.

Tampak bahwa konstituen yang paranormal pada kalimat (1), yang


pemboros pada kalimat (2), yang pemborong komputer pada kalimat (23),
yang pelawak Sri Mulat pada kalimat (24), dan yang pahlawan dari tanah
melayu pada kalimat (5) merupakan klausa sematan yang menjadi atribut
nomina atau frasa nominal di sebelah kirinya. Sementara itu, butir
paranormal (1), pemboros (2), pemborong komputer (3), pelawak Sri Mulat
(4), dan pahlawan (5) merupakan nomina atau frasa nominal yang berfungsi
sebagai predikat dalam klausa sematan tersebut. Sementara itu, yang menjadi
subjek klausa relatif adalah sama dengan subjek dalam klausa utama.
Oleh karena itu, subjek pada klausa relatif tersebut disulih dengan
relator yang. Pemunculan relator yang pada kalimat tersebut merupakan
suatu keharusan sebab prinsip yang terdapat dalam transformasi adalah
sebagai berikut. Jika terdapat unsur yang sama antara kalimat sematan dan
kalimat utama atau kalimat matriks, salah satu harus dilesapkan dan jika
kedua klausa tersebut dipadukan melalui proses penyematan, konstituen
yang dilesapkan itu harus diganti dengan pronominal persona yang.
Akibatnya, kalimat dasar yang disematkan dalam kalimat utama berubah
fungsinya menjadi atribut salah satu fungsi sintaktis dalam kalimat utama.
Struktur batin kalimat tersebut jika diwujudkan dalam bentuk yang lengkap
akan menjadi sebagai berikut.

22
(1) a. Permadi itu paling aktif memberikan sumbangan saran
dalam setiap sidang antarfaksi di MPR.
b. Permadi (itu) paranormal.
(2) a. Karena sudah tidak tahan, istrinya itu akhirnya
diceraikannya.
b. Istrinya (itu) pemboros.
(3) a. Robet Sirait itu harus berurusan dengan polisi.
b. Robet Sirait (itu) pemborong komputer.
(4) a. Gogon itu kemarin mengobati orang sakit di Blok M
b Plaza.
b. Gogon itu pelawak Sri Mulat.
(5) a. Hang Tuah itu pernah menghadap Raja Majapahit.
b. Hang Tuah itu pahlawan dari tanah Melayu.

Untuk memperjelas keterangan di atas amatilah diagram pohon berikut.

Klausa sematan bertipe yang + nomina ini tidak hanya dapat menjadi
atribut frasa nomina yang berfungsi sebagai subjek, tetapi juga dapat
menjadi atribut frasa nomina yang berfungsi sebagai objek. Kalimat (1-5) di
atas merupakan contoh subjek yang berupa frasa nomina yang beratribut
klausa sematan yang + nomina, sedangkan frasa nominal beratribut klausa
yang + nomina yangmenduduki fungsi objek tampak pada contoh berikut.,

23
(6) Bu Warni sedang memarahi anaknya yang pemabok.
(7) Pak Samego akan menitipkan putrinya yang pemalu itu kepondok
pesantren.
(8) Menteri Kesehatan menelepon Mandra yang pelawak ituuntuk
berkampanye imunisasi lewat TVRI.
Tampak bahwa yang pemabok pada (6), yang pemalu pada (7), dan
yang pelawak pada (8) merupakan klausa sematan yang bertipe yang +
nomina yang berfungsi sebagai atribut frasa nominal dan frasa nominal itu
berfungsi sebagai objek. Sementara itu, predikat pada klausa sematan dalam
kalimat (6-8) di atas semuanya juga berupa nomina, yaitu pemabok pada (6),
pemalu pada (7), dan pelawak pada (8).
Klausa sematan yang bertipe yang + nomina tampaknya hanya dapat
menjadi atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai subjek atau objek,
sedangkan fungsi lain, seperti predikat, pelengkap, atau keterangan tidak
dapat dilekati klausa tipe ini. Cermatilah beberapa contoh berikut.
(9) a. *Wanita itu guru tari yang guru musik.
b. *Lelaki itu pegawai negeri yang pengojek.
(10) a. *Darniyar memberi kekasihnya sepatu yang kulit.
b. *Anaknya terserempet mobil yang sedan.
(11) a. *Mertuanya baru saja pulang dari Solo yang kota kerajaan.
b. *Santiko pergi ke Bogor yang kota hujan.

Contoh (9a-9b) menunjukkan bahwa klausa sematan yang bertipe yang


+ nomina tidak dapat menjadi atribut dalam frasa nominal yang berfungsi
sebagai predikat. Demikian halnya contoh (10a-10b) dan (11a-11b) juga
menunjukkan bahwa klausa sematan yang + nomina tidak dapat menjadi
atribut frasa nomina, baik yang berfungsi sebagai pelengkap seperti alam
(10a-10b), maupun-sebagai poros dalam frasa preposisional–yang berfungsi
sebagai keterangan seperti dalam (11a – 11b).
Berdasarkan analisis terhadap beberapa contoh di atas dapat
disimpulkan bahwa klausa sematan yang + pronominal yang menjadi atribut
frasa nominal yang berfungsi sebagai subjek cenderung berbentuk klausa
relatif restriktif karena klausa sematan tersebut berfungsi sebagai
pembatasan anteseden yang berada di sebelah kirinya.

24
c. Klausa Sematan Bertipe yang + adjektiva/frasa adjektival
Klausa sematan bertipe yang + adjektiva/ frasa adjektival dapat
dilihat pada beberapa data berikut.
(1) Wanita yang galak itu kemarin terpeleset ketika akanmenaiki tangga
kantor.
(2) Lukisan Affandi yang indah itu akan dilelang di PasarSeni, Ancol.
(3) Sepatu fantofel yang bagus itu buatan Tanggulangi,Sidoarjo bukan
buatan Cibaduyut, Bandung.
(4) Buah yang masih kecil ini bias rusak jika terkena hujan terus
menerus.
(5) Jual beli barang yang belum jelas itu dilarang oleh ajaran agama kami..

Tampak bahwa konstituen yang galak pada kalimat (1), yang indah
pada kalimat (2), yang bagus pada kalimat (3), yang masih kecil pada
kalimat (4), dan yang belum jelas pada kalimat (5) merupakan klausa
sematan yang menjadi atribut nomina atau frasa nominal di sebelah kirinya.
Sementara itu, butir galak (1), indah (2), bagus (3), masih kecil (4), dan
belum jelas (5) merupakan adjektival yang berfungsi sebagai predikat dalam
klausa sematan tersebut, sedangkan yang menjadi subjek klausa sematan
pada contoh di atas adalah sama dengan subjek dalam klausa utama. Karena
sama, subjek pada klausa sematan tersebut disulih dengan relator yang.
Pemunculan relator yang pada kalimat tersebut juga merupakan suatu
keharusan sebab jika terdapat unsur yang sama antar kalimat sematan dan
kalimat utama atau kalimat matriks, salah satu unsur yang sama itu harus
dilesapkan. Jika kedua klausa tersebut dipadukan melalui penyematan,
konstituen yang dilesapkan itu harus diganti dengan pronominal persona
yang. Akibatnya, kalimat yang disematkan dalam kalimat yang lain itu
berubah fungsinya menjadi atribut. Untuk memperjelas uraian di atas,
berikut disajikan diagram pohon dari salah satu contoh di atas.

25
Klausa sematan bertipe yang + adjektiva ini tidak hanya dapat menjadi
atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai subjek, tetapi juga dapat
menjadi atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai predikat, objek,
pelengkap, dan/atau keterangan. Kalimat (1-5) di atas merupakan contoh
subjek yang berupa frasa nominal yang beratribut klausa sematan yang +
adjektiva, sedangkan frasa nominal beratribut klausa yang + adjektiva yang
menduduki fungsi lain akan diuraikan berikut ini.
Berdasarkan analisis terhadap beberapa contoh di atas dapat
disimpulkan bahwa klausa sematan yang + adjectival yang menjadi atribut
frasa nominal yang berfungsi sebagai subjek cenderung berbentuk klausa
relative restriktif karena klausa sematan tersebut berfungsi sebagai pembatas
anteseden yang berada di sebelah kirinya.
1) Predikat Berupa Frasa Nominal Beratribut Klausa Sematan yang
+ adjektiva
Di bawah ini disajikan beberapa data kalimat yang predikatnya
berupa frasa nominal yang beratribut klausa sematan yang + adjektiva.
(1) Ayahnya itu dalang wayang kulit yang sangat terkenal.
(2) Hartini ini karyawan Pemda DKI yang paling santun.
(3) Dahulu Amran Halim itu kepala Pusat Bahasa yang
bersahaja.
Tampak bahwa konstituen yang sangat terkenal pada (1), yang
paling santun pada (2), dan yang bersahaja pada (3) merupakan klausa
sematan yang menjadi atribut nomina atau frasa nominal. Atribut dalam
suatu frasa biasanya juga berfungsi sebagai pewatas sehingga klausa

26
sematan pada (1) mewatasi frasa nominal wayang kulit, klausa sematan
pada (2) mewatasi frasa nominal Pemda DKI, dan klausa semata pada (3)
mewatasi nomina kepala Pusat Bahasa. Nomina atau frasa nominal
berpewatas klausa sematan itu di dalam ketiga kalimat tersebut berfungsi
sebagaipredikat.
Sementara itu, predikat klausa sematan itu sendiri berupa adjektiva
atau frasa adjectival, yaitu sangat terkenal, paling santun, dan bersahaja,
sedangkan subjek pada klausa sematan berupa relator yang. Relator
yang muncul sebagai pengganti unsur yang sama, yaitu dalang wayang
kulit, Pemda DKI, dan kepala Pusat Bahasa. Salah satu unsur yang sama
itu wajib dielipskan dan diganti dengan relator yang sehingga dalang
wayang kulit, Pemda DKI, dan kepala Pusat Bahasa yang pada mulanya
berfungsi sebagai predikat dalam klausa utama, berubah fungsi menjadi
subjek dalama klausa sematan tersebut dapat berfungsi sebagai subjek.
Kalimat (1a–1b) sampai dengan (3a–3b) di atas sebenarnya terdiri atas
kalimat berikut.

(1) a. Ayahnya itu dalang wayang kulit.


b. Dalang wayang kulit (itu) sangat terkenal.
(2) a. Hartini ini karyawan Pemda DKI.
b. Karyawan Penda DKI (itu) paling santun.
(3) a. Dahulu Amran Halim itu kepala Pusat Bahasa.
b. Kepala Pusat Bahasa itu bersahaja.

Untuk mempermudah pemahaman, bagan berikut dapat


memperjelas uraian di atas.

27
Berdasarkan analisis terhadap beberapa contoh di atas dapat
disimpulkan bahwa klausa sematan yang + adjektiva/frasa adjektival
yang menjadi atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai predikat
cenderung berbentuk klausa relative takrestriktif karena klausa sematan
tersebut berfungsi sebagai keterangan tambahan pada nomina atau frasa
nominal yang berada di sebelah kirinya.
2) Objek berupa frasa nominal beratribut klausa sematan yang +
adjektiva
Di bawah ini disajikan beberapa kalimat yang objeknya berupa
frasa nomina yang beratribut klausa sematan yang + adjektiva.

(1) Menurut para ahli, dia melakukan kesalahan yang manusiawi.


(2) Pemerintahan Joko Widodo perlu melindungi debitur
yang lemah.
(3) Panitia Penerimaan PNS haruslah memilih calon pegawai yang
terbaik.

Tampak bahwa konstituen yang manusiawi pada (1), yang lemah


pada (2), dan yang terbaik pada (3) merupakan klausa sematan. Ketiga
klausa sematan tersebut berfungsi sebagai atribut nomina atau frasa
nominal yang berfungsi sebagai objek. Atribut dalam suatu frasa
biasanya juga berfungsi sebagai pewatas sehingga klausa sematan
pada (1) mewatasi nomina kesalahan. Klausa sematan pada (2) mewatasi
nomina debitur, dan klausa sematan pada (3) mewatasi frasa nominal
calon pegawai.
Sementara itu, predikat dalam klausa sematan di atas semuanya
berupa adjektiva atau frasa adjectival, yaitu manusiawi, lemah, dan
terbaik, sedangkan yang menjadi subjek klausa sematan pada contoh di
atas adalah sama dengan objek dalam klausa utama. Karena terdapat
unsur yang sama, subjek pada klausa sematan tersebut disulih dengan
relator yang. Pemunculan relator yang pada kalimat tersebut bersifat
wajib sebab selain berfungsi sebagai penghubung antara klausa utama
dan klausa sematan.
Berdasarkan analisis terhadap beberapa contoh di atas dapat

28
disimpulkan bahwa klausa sematan yang + adjektiva/frasa adjektival
yang menjadi atribut frasa nomina yang berfungsi sebagi objek
cenderung berbentuk klausa relative takrestriktif karena klausa
sematan tersebut berfungsi sebagai keterangan tambahan pada nomina
atau frasa nominal yang berada di sebelah kirinya.
3) Pelengkap Berupa Frasa Nominal Beratribut Klausa Sematan yang
+ adjektiva
Dibawah ini disajikan beberapa data kalimat yang ojeknya
berupa frasa nominal beratribut klausa sematan yang + adjektiva.
(1) Sepuluh tahun lagi Indonesia akan menjadi Negara yang paling
miskin jika krisis multidimensi ini tidak segera di atasi.
(2) Indonesia termasuk Negara miskin yang rendah pendapatan
perkapitannya.
(3) (Bapakmu menuduh Pah Suparto lurah yang korup.

Tampak bahwa konstituen yang paling miskin pada (1), yang


rendah rendah pendapatan perkapitannya pada (2), dan yang korup pada
(3) merupakan klausa sematan yang menjadi atribut nomina atau frasa
nominal. Selain berfungsi sebagai atribut, klausa sematan tersebut
sekaligus juga mewatasi nomina di sebelah kirinya. Klausa sematan pada
(1) mewatasi nomina Negara, klausa sematan pada (2) mewatasi frasa
nomina Negara miskin, dan klausa sematan pada (3) mewatasi nomina
lurah. Nomina atau frasa nominal berpewatas klausa sematan di dalam
ketiga kalimat tersebut berfungsi sebagai pelengkap.
Sementara itu, predikat dalam klausa sematan di atas semuanya
berupa adjektiva atau frasa adjektival, yaitu paling miskin, rendah
pendapatan perkapitannya, dan korup, sedangkan yang menjadi subjek
klausa sematan pada contoh di atas adalah sama dengan pelengkap dalam
klausa utama karena terdapat unsur yang sama, subjek pada klausa
sematan tersebut disulih dengan relator yang. Pemunculan relator yang
pada kalimat tersebut bersifat wajib sebab selain berfungsi sebagai
subjek dalam klausa sematan, yang juga berfungsi sebagai penghubung
antara klausa utama dan klausa sematan. Untuk mempermudah
pemahaman,bagan berikut diharapkan dapat memperjelas uraian di atas.

29
Berdasarkan analisis terhadap beberapa contoh di atas dapat
disimpulkan bahwa klausa sematan yang + adjektiva/frasa adjektival
yang menjadi atribut frasa nomina yang berfungsi sebagai pelengkap
dapat berbentuk klausa relatif restriktif seperti contoh (1) dan dapat pula
berbentuk klausa sematan takresrektif seperti contoh (2) dan (3). Hal ini
disebabkan klausa sematan pada (1) menjadi pewatas nomina di sebelah
kirinya, sedangkan klausa sematan pada (2) dan (3) menjadi keterangan
tambahan pada nomina yang berada di sebelah kirinya.
4) Keterangan Berupa Frasa Nominal Beratribut KlausaSematan yang
+ adjektiva
Keterangan dalam bahasa Indonesia yang berupa frasa nominal
yang beratribut klausa sematan yang + adjektiva dapat dilihat pada
beberapa contoh berikut.

(1) Dengan komputer yang paling canggih, virus HIV dapat dideteksi
secara cepat.
(2) Di tanah lapang yang luas rumput tampak kering sepanjang musim
kemarau.
(3) Penduduk segera diungsikan ke daerah Purworejo yanglebih aman.

Tampak bahwa yang paling canggih pada (1), yang luas pada
(2), dan yang lebih aman pada (3) merupakan klausa sematan. Klausa sematan
pada (1) mewatasi nomina komputer, klausa sematan pada (2) mewatasi nomina

30
tanah lapang, dan klausa sematan pada (3) mewatasi nomina daerah
Purworejo. Nomina berpewatas klausa sematan itu kemudian bergabung
dengan preposisi dan membentuk frasa preposisional. Di dalam frasa
preposisional, nomina beratribut klausa sematan tadi menjadi poros preposisinya
menjadi perangkai. Frasa preposisi itulah yang kemudian berfungsi sebagai
keterangan.
Sementara itu, predikat dalam klausa sematan di atas semuanya
berupa adjektiva atau frasa adjektival, yaitu paling canggih, luas, dan
lebih aman, sedangkan yang menjadi subjek klausa sematan pada contoh
di atas adalah sama dengan poros dalam frasa preposisional karena
terdapat unsur yang sama, subjek pada klausa sematan tersebut disulih
dengan relator yang. Pemunculan relator yang pada kalimat tersebut
merupakan suatu keharusan sebab selain berfungsi sebagai subjek dalam
klausa sematan, yang juga berfungsi sebagai penghubung antara klausa
utama dan klausa sematan. Untuk mempermudah pemahaman, bagan
berikut

Berdasarkan analisis terhadap beberapa contoh di atas dapat


disimpulkan bahwa klausa sematan yang + adjektiva yang menjadi
atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai keterangan dapat berbentuk
klausa relatif restriktifseperti contoh (1) dan (2) serta dapat pula
berbentuk klausa sematan takresrektif seperti contoh (3). Hal ini
disebabkan klausa sematan pada (1) dan (2) menjadi pewatas nomina di

31
sebelah kirinya, sedangkan klausa sematan pada (3) menjadi
keterangan tambahan pada nomina yang berada di sebelah kirinya.

d. Klausa Sematan Bertipe yang + frasa preposisional


Data klausa sematan dalam bahasa Indonesia dapat dilihat pada
beberapa contoh berikut.
(1) Cucu Pak Karjo yang dari Semarang belum datang.
(2) Bungkusan yang di atas meja itu jangan dibuang, Mas.
(3) Rumah yang di Pondok Kopi itu telah dijual beberapa waktu
yang lalu.
(4) Tanah yang di samping Pak Jono itu akan dijual dengan
harga murah.
(5) Rumput yang di atas genting itu rolong dibersihkan, Man.
Tampak bahwa yang dari Semarang pada (1), yang di atas meja
pada (2), yang di Pondok Kopi pada (3), yang di samping Pak Jono pada
(4), dan yang di atas genting pada (5) merupakan klausa sematan yang bertipe yang
+ frasa preposisional. Klausa-klausa sematan tersebut berfungsi sebagai atribut
frasa nominal yang berfungsi sebagai subjek. Dalam suatu frasa, fungsi atribut
biasanya juga sekaligus mewatasi konstituen yang menjadi inti frasa. Oleh karena
itu, tidak aneh jika atribut yang berupa klausa sematan pada (1) mewatasi nomina
atau frasa nominal cucu Pak Karjo, klausa sematan pada (2) mewatasi nomina
bungkusan, klausa sematan pada (3) mewatasi nomina rumah, klausa sematan pada
(4) mewatasi nomina tanah, dan klausa sematan pada (5) mewatasi nomina rumput.
Sementara itu, predikat dalam klausa sematan (1-5) di atas semuanya berupa
frasa preposisional, yaitu dari Semarang, di atas meja, di Pondok Kopi, di samping
Pak Jono, dan di atas genting, sedangkan yang menjadi subjek klausa sematan pada
contoh di atas adalah sama dengan nomina yang menjadi subjek dalam klausa
utama. Karena terdapat unsur yang sama, subjek pada klausa sematan tersebut
disulih dengan relator yang. Pemunculan relator yang pada kalimat tersebut bersifat
wajib sebab selain berfungsi sebagai subjek dalam klausa sematan, yang juga
berfungsi sebagai penghubung antara klausa utama dan klausa sematan. Untuk
mempermudah pemahaman, bagan berikut diharapkan dapat memperjelas uraian di
atas.

32
Klausa sematan bertipe yang + frasa preposisional ini tidak hanya
dapat menjadi atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai subjek, tetapi
juga dapat menjadi atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai predikat,
objek, pelengkap, dan / atau keterangan. Kalimat (1-5) di atas merupakan
contoh subjek yang berupa frasa nominal yang beratribut klausa sematan
yang + frasa preposisional, sedangkan frasa nominal berartribut klausa yang
+ frasa preposisional yang menduduki fungsi lain akan diuraikan sebagai
berikut ini.
Berdasarkan analisis terhadap beberapa contoh di atas dapat
disimpulkan bahwa klausa sematan yang + frasa preposisional yang menjadi
atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai subjek cenderung bebentuk
klausa relative restriktif karena klausa sematan tersebut menjadi pewatas
nomina di sebelah kirinya.
1) Predikat Berupa Frasa Nominal Beratribut Klausa Sematan yang
+ frasa preposisional.
Predikat dalam bahasa Indonesia yang berupa prasa nominal yang
beratribut klausa sematan yang + frasa preposisional dapat dilihat pada
beberapa contoh berikut.
(1) Jumiyati dan Ronaldo ini cucu Pak Jayus yang dari
Jakarta.

33
(2) Suprihono itu karyawan teladan yang dari Medan,
sedangkan karyawan teladan masih dalam perjalanan.
(3) Ponsel ini pemberian kakaknya yang di Menteng.
Tampak bahwa yang dari Jakarta pada (1), yang dari Medan
pada (2), dan yang di Menteng pada (3) merupakan klausa sematan yang
bertipe yang + frasa preposisional. Klausa-klausa sematan tersebut
berfungsi sebagai atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai predikat.
Atribut dalam suatu frasa biasanya juga sekaligus mewatasi konstituen
yang menjadi inti frasa. Oleh karena itu, tidak aneh jika atribut yang
berupa klausa sematan pada (1) mewatasi cucu Pak Jayus, klausa
sematan pada (2) mewatasi karyawan teladan, dan klausa sematan pada
(3) mewatasi pemberian kakaknya.
Predikat klausa sematan dalam (1-3) di atas semuanya berupa prasa
preposisional, yaitu dari Jakarta, dari Medan, dan di Menteng.
Sementara itu, yang menjadi subjek klausa sematan pada contoh di atas
adalah sama dengan predikat dalam klausa utama. Karena terdapat unsur
yang sama, subjek pada klausa sematan tersebut disulih dengan relator
yang. Pemunculan relator yang pada kalimat tesebut selain berfungsi
sebagai penghubung antara klausa utama dan klausa sematan. Untuk
mempermudah pemahaman, bagan berikut diharapkan dapat
memperjelas uraiandi atas.

34
Berdasarkan analisis terhadap beberapa contoh di atas dapat
disimpulkan bahwa klausa sematan yang + frasa preposisional yang
menjadi atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai predikat dapat
berbentuk klausa relatif takrestriktif seperti contoh (1) dan (3)serta dapat
pula bebentuk klausa sematan reskriktif seperti contoh (2). Hal itu
disebabkan klausa sematan pada (1) dan (3) menjadi keterangan
tambahan pada nomina di sebelah kirinya, sedangkan klausa sematan
pada (2) menjadi pewatas nomina di sebelah kirinya.
2) Objek Berupa Frasa Nominal Beratribut Klausa Sematan yang +
frasa preposisional.
Objek dalam kalimat bahasa Indonesia yang berrupa frasa nominal
yang beratribut klausa sematan yang + frasa preposisional dapat dilihat
pada beberapa contoh berikut.
(1) Si Mahmud akan menjual printer Epson LX 800 yang di atas
meja itu.
(2) Waluyo akan menyerahkan buku yang di dalam dus ini kepada
perpustakaan, sedangkan yang di dalam fail akan diberikan
kepada Pak Umar.
(3) Direktur Coca Cola akan menandatangani surat-surat
yang di dalam tas ini di depan notaris.
Tampak bahwa yang di atas meja pada (1), yang di dalam dus
pada (2), dan yang di dalam tas pada (3) merupakan klausa sematan yang
bertipe yang + frasa preposisional. Klausa-klausa sematan tersebut
berfungsi sebagai atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai objek.
Atribut dalam frasa biasanya juga sekaligus , mewatasi konstituen yang
menjadi inti frasa. Oleh karena itu, tidak aneh jika atribut yang berupa
klausa sematan pada (2) mewatasi buku dan klausa sematan pada
(3) mewatasi surat-surat.
Predikat klausa sematan dalam (1-3) di atas semuanya berupa frasa
preposisional, yaitu di atas meja, di dalam tas, dan di dalam tas.
Sementara itu, yang menjadi subjek klausa sematan pada contoh di atas
adalah sama dengan objek dalam klausa utama. Karena terdapat unsur
yang sama, subjekn pada klausa sematan tersebut disulih dengan relator
yang. Pemunculan relator yang pada kalimat tersebut selain berfungsi

35
sebagai subjek dalam klausa relative, juga berfungsi sebagai penghubung
antara klausa utama dan kalusa sematan. Untuk mempermudah
pemahaman, bagan berikut diharapkan memperjelas uraian di atas.

Berdasarkan analisis terhadap beberapa contoh di atas dapat


disimpulkan bahwa klausa sematan yang +frasa preposisional yang
menjadi atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai objek dapat
berbentuk klausa relatif takrestriktif seperti contoh (1) dan dapat pula
berbentuk klausa sematan restrektif seperti contoh (2) dan (3). Hal itu
disebabkan klausa sematan pada (63) menjadi keterangan tambahan pada
nomina de sebelah kirinya, sedangkan klausa sematan pada (2) dan (3)
menjadi pewatas pada nominayang berada di sebelah kirinya.
3) Pelengkap Berupa Frasa Nominal Beratribut Klausa Sematan yang
+ frasa preposisional.
Pelengkap dalam bahasa Indonesia yang berupa frasa nominal
yang beratribut klausa sematan yang + frasa preposisional dapat dilihat
pada beberapa contoh berikut.
(1) Dia menjadi tulang punggung keluarga yang di Solo.
(2) Mas Budi dimarahi ibunya yang di Semarang.

36
(3) Daryanti diharapkan adik-adiknya yang di Sumedang
pulang ke kampung.
Tampaknya bahwa yang di Solo pada (1), yang di Semarang pada
(2), dan yang di Sumedang pada (3) merupakan klausa sematan yang bertipe
yang + frasa preposisional. Klausa-klausa sematan tersebut berfungsi sebagai
atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai pelengkap. Atribut dalam frasa
biasanya jugasekaligus mewatasi konstituen yang menjadi inti frasa. Oleh karena
itu, tidak aneh jika atribut yang berupa klausa sematan pada (1) mewatasi tulang
punggung keluarganya, klausa sematan pada 27) mewatasi ibunya, dan klausa
sematan pada (3) mewatasi adik-adiknya.
Predikat klausa sematan dalam (1-3) di atas semuanya berupa frasa
preposisional, yaitu di Solo, di Semarang, dan di Sumedang. Sementara
itu, yang menjadi subjek klausa sematan pada contoh di atas adalah sama
dengan pelengkap dalam klausa utama. Karena terdapat unsur yang sama,
subjek pada klausa sematan tersebut disulih dengan relator yang.
Pemunculan relator yang pada kalimat tersebut selain berfungsi sebagai
subjek dalam klausa sematan, juga berfungsi sebagai penghubung antara
klausa utama dan klausa sematan. Untuk mempermudah pemahaman,
bagan berikut diharapkan dapat memperjelas uraian di atas.
Berdasarkan analisis terhadap beberapa contoh di atas dapat
disimpulkan bahwa klausa sematan yang + frasa preposisional yang
menjadi atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai pelengkap cenderung
berbentuk klausa relative takreskriptif karena klausa tersebut menjadi
keterangan tambahan pada nomina di sebelah kirinya.
Klausa sematan yang bertipe yang + farasa preposisional yang
menjadi atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai subjek, predikat,
objek, dan pelengkap, sedangkan fungsi keterangan tidak dapat dilekati
klausa relative tipe ini. Cermatilah beberapa contoh berikut.
(4) *Badan Bahasa berada di Rawamangun yang di samping
kampus UNJ.
(5) *Maryani akan datang besok pagai yang dari
Jatinegara.
(6) *Rumah orang tuanya menghadap ke utara yang di Pekalongan.

Tampak bahwa klausa sematan yang bertipe yang + frasa


preposisional tidak dapat menjadi atribut frasa preposisional (di
Rawamangun) yang berfungsi sebagai keterangan seperti pada kalimat (4),
tidak dapat menjadi atribut frasa nominal (besok pagi) yang berfungsi
sebagai keterangan seperti pada kalimat (5), dan tidak dapat pula
menjadi atribut frasa preposisional (ke utara) yang berfungsi sebagai
keterangan seperti pada kalimat (6). Ketiga kalimat itu yang betul-betul
tidak gramatikal hanya yang terdapat pada (4), sedangkan kalimat (5) dan
(6) dalam ragam lisan sering ditemukan pemakaiannya.
e. Klausa Sematan Bertipe yang + numeralia/frasa numeral
Klausa sematan bertipe yang + numeralia frasa numeral dapat dilihat
pada beberapa data berikut.
(1) Uang yang lima ribu itupun diambilnya
(2) Baju yang dua potong itu telah dikembalikan ke took
(3) Sisa gaji yang dua ratus ribu itu digunakan untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya
Tampak bahwa yang lima ribu pada (1), yang dua potong pada (2),
dan yang dua ratus ribu (3) merupakan klausa sematan yang bertipe yang +
numeralia atau frasa numeral. Klausa-klausa sematan tersebut berfungsi
sebagai atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai subjek. Atribut dalam
frasa biasanya juga sekaligus mewatasi konstituen yang menjadi inti frasa.
Oleh karena itu, tidak jika atribut yang berupa klausa sematan pada (1)
mewatasi uang, klausa sematan pada (2) mewatasi baju, dan klausa sematan
pada (3) mewatasi sisa gaji.
Predikat klausasematan dalam (1-3) di atas semuanya berupa numeralia
atau frasa numeral, yaitu lima ribu, dua potong, dan dua ratus ribu. Sementara
itu, yangb menjadi subjek klausa sematan pada contoh di atas adalah sama
dengan subjek dalam klausa utama. Kerena terdapat unsur yang sama, subjek
pada klausa sematan tersebut disulih dengan relator yang. Pemunculanrelator
yang pada kalimat tersebut selain berfungsi sebagai subjek dalam klausa
sematan, juga berfungsi sebagai penghubung antara klausa utama dan klausa
sematan. Untuk mempermudah pemahaman, bagan berikut

Selain berfungsi sebagai atribut frasa nominal, klausa sematan bertipe


yang + numeralia/frasa numeral juga dapat berfungsi sebagai objek. Berikut
disajikan beberapa contoh.

(4) Darmadi membelanjakan uang yang lima puluh ribu itu


untuk keperluan dapur.
(5) Ia menyisihkan gaji yang dua setengah persen untuk
membayar infak setiap bulan.
(6) Cahyono akan meminjam uang yang lima juta itu dari
koperasi bidang.
Tampak bahwa yang lima puluh ribu pada (4), yang dua setengah
persen pada (5), dan yang lima juta pada (6) merupakan klausa sematan yang
bertipe yang + frasa numeral. Klausa-klausa sematan tersebut berfungsi
sebagai atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai objek. Atribut dalam
frasa biasanya juga sekaligus mewatasi konstituen yang menjadi inti frasa.
Oleh karena itu, tidak aneh jika atribut yang berupa klausa sematan pada (4)
dan (6) mewatasi nomina di sebelah kirinya, yaitu mewatasi uang, sedangkan
klausa sematan pada (5) mewatasi gaji.
Predikat klausa sematan dalam (4-6) di atas semuanya berupa frasa
numeral, yaitu lima puluh ribu, dua setengah persen, dan lima juta. Sementara
itu, yang menjadi subjek klausa sematan pada contoh di atas adalah sama
dengan objek dalam klausa utama. Karena terdapat unsur sama, subjek pada
klausa sematan tersebut disulih dengan relator yang. Pemunculan relator
yang pada kalimat tersebut selain berfungsi sebagai subjek dalam klausa
sematan, juga berfungsi sebagai penghubung antara klausa utama dan klausa
sematan.
Tipe Klausa sematan yang + numeralia/ frasa numeral tampaknya hanya
dapat menjadi atribut frasa nominal yang berfungsi sebagai subjek dan objek,
sedangkan fungsi yang lain, seperti predikat, pelengkap, dan keterangan, tidak
dapat diisi oleh nomina beratribut klausa sematan tipe ini. Amatilah beberapa
contoh berikut.
(7) a. *Orang tuanya itu guru yang kedua dalam mengajukan
protes ke kanwil provinsi.
b. *Heri Simbolon itu preman yang kelima di Grogol.
(8) a. *Jatimo akan meminjami Darsono becak yang tiga buah
ini.
b. *Bu Wati menganggap uang yang dua juta itu tidak ada
nilainya.
(9) a. *Dia datang hari jumat yang dua hari lalu.
b. *Subali pergi ke Yogya yang tiga hari lagi.
Contoh (7) dan (8) sebenarnya merupakan bentuk yang potensial, tetapi
struktur seperti itu kurang berterima jika tidak dikaitkan dengan situasi ketika
tuturan itu terjadi, atau dengan kata lain kalimat yang terdapat pada (7) dan (8)
sering ditemukan dalam bahasa Indonesia ragam lisan. Namun, contoh (9)
sama sekali tidak gramatikal dan keberterimaan maknanya sangat diragukan.
Berdasarkan analisis terhadap contoh di atas dapat disimpulkan bahwa
klausa sematan yang = frasa numeral yang menjadikan atribut frasa nominal
yang berfungsi sebagai subjek cenderung berbentuk klausa relative restriktif.
Hal itu disebabkan klausa sebagai keterangan tambahan pada klausa
sebelumnya.

2. Tipe Klausa Sematan Berpredikat Lebih dari Satu (Majemuk)


Klausa sematan berpredikat lebih dari satu dapat pula disebut dengan klausa
sematan koordinatif. Berikut ini disajikan beberapa data yang terkumpul.
(1) a. Lingkungan yang bersih dan rapi seperti ini menggambarkan
ciri hidup orang beriman.
b. Tubuh yang kokoh dan kuat itu suatu saat akan mati dan
dibalut kain kafan.
Tampak bahwa yang bersih dan rapi pada (1a) dan yang kokoh dan kuat
pada (1b) merupakan klausa sematan yang bertipe yang + klausa koordinatif.
klausa sematan koordinatif tersebut berfungsi sebagai atribut frasa nominal yang
berfungsi sebagai subjek. Atribut dalam frasa biasanya juga sekaligus mewwatasi
konstituen yang menjadi inti frasa. Oleh karena itu, tidak aneh jika atribut yang
berupa klausa sematan pada (1a) dan (1b) mewatasi nomina di sebelah kirinya,
yaitu mewatasi lingkungan dan mewatasi tubuh.
Predikat klausa sematan koordinatif dalam (1a-1b) di atas semuanya
berupa frasa adjektival, yaitu bersuh dan rapi serta kuat dan kokoh. Sementara itu
yang menjadi subjek klausa sematan pada contoh di atas adalah sama dengan
subjek dalam klausa utama. Karena terdapat unsur yang sama, subjek pada klausa
sematan tersebut disulih dengan relator yang. Pemunculan relator yang pada
kalimat tersebut selain berfungsi sebagai subjek dalam klausa sematan, juga
berfungsi sebagai penghubung antara klausa utama dan klausa sematan. Kalimat
(1a) dan (1b) sebenarnya merupakan gabungan kalimat berikut.

(2) a1. Lingkungan yang bersih seperti ini menggambarkan ciri hidup
orang bermain.
a2. Lingkungan yang rapi seperti ini menggambarkan cirihidup
orang beriman
b1. Tubuh yang kokoh itu suatu saat akan mati dan dibalut kain
kafan.
b2. Tubuh yang kuat itu suatu saat akan mati dan dibalut kain
kafan.
Klausa sematan koordinatif tipe ini juga dapat menjadi atribut frasa nominal
yang berfungsi sebagai objek. Berikut disajikan beberapa contoh.
(3) a. Yayasan Tunas Bangsa akan mendirikan gedung yang besar dan
megah di daerah Bulak Kapal.
b. Lelaki itu telah lama merindukan gadis yang cantik dan
lemah lembut.
Tampak bahwa yang besar dan megah pada (3a) dan yang cantik dan lemah
lembut pada (3b) merupakan klausa sematan yang bertipe yang + klausa
koordinatif. klausa sematan koordinatif tersebut berfungsi sebagai atribut frasa
nominal yang berfungsi sebagai objek. Atribut yang berupa klausa sematan pada
(3a) dan (3b) mewatasi nomina di sebelah kirinya, yaitu mewatasi gedung dan
gadis.
Predikat klausa sematan koordinatif dalam (3a-3b) di atas semuanya berupa frasa
adjektival, yaitu besar dan megah serta cantik dan lemah lembut. Sementara itu yang
menjadi subjek klausa sematan pada contoh di atas adalah sama dengan objek dalam pada
klausa sematan disulih dengan relator yang. Pemunculan relator yang pada kalimat
tersebut selain berfungsi sebagai penghubung antara klausa utama dan klausa sematan.
Kalimat (3a) dan (3b) sebenarnya merupakan gabungan kalimat berikut.

(4) a1. Yayasan Tunas Bangsa akan mendirikan gedung yang


besar di daerah Bulak Kapal.
a2. Yayasan Tunas Bangsa akan mendirikan gedung yang
megah di daerah Bulak Kapal.
b1. Lelaki itu telah lama merindukan gadis yang cantik.
b1. Lelaki itu telah lama merindukan gadis yang lemah lembut.
Klausa sematan koordinatif tipe ini juga dapat menjadi atribut frasa nominal
yang berfungsi sebagai pelengkap. Berikut disajikan beberapa contoh.

(5) a. Agar kelak menjadi pemimpin yang baik dan bijaksana,


saudara harus bersungguh – sungguh dalam menuntut ilmu.
b. Masyarakat yang telah terbiasa berdisiplin akan menjadi
masyarakat aman dan tertib.

Tampak bahwa yang baik dan bijaksana pada (5a) dan yang aman dan tertib
pada (5b) merupakan klausa sematan yang bertipe yang + klausa koordinatif.
klausa sematan koordinatif tersebut berfungsisebagai pelengkap. Atribut dalam
frasa biasanya juga sekaligus mewatasi konstituen yang menjadi inti frasa. Oleh
karena itu, tidak aneh jika atribut yang berupa klausa sematan pada (5a) dan (5b)
pemimpin dan masyarakat. Predikat klausa semtan koordinatif dalam (5a-5b) di
atas semuanya berupa adjektiva, yaitu baik dan bijaksana serta aman dan tertib.
Sementara itu, yang menjadi subjek klausa sematan pada contoh di atas adalah
sama dengan pelengkap dan klausa subordinatif pada (5a) dan sama dalam pelengkap
kalausa utama. Karena terdapat unsur yang sama, subjek pada klausa sematan tersebut
disulih dengan relator yang. Pemunculan relator yang pada kalimat tersebut selain
berfungsi sebagai penghubung antara klausa utama dan klausa sematan. Kalimat (5a) dan
(5b) sebenarnya merupakan gabungan kalimat berikut.

(6) a1. Agar kelak menjadi pemimpin yang baik, saudara harus
bersungguh – sungguh dalam menuntut ilmu.
a2. Agar kelak menjadi pemimpin yang bijaksana, saudara harus
bersungguh – sungguh dalam menuntut ilmu.
b1. Masyarakat yang telah terbiasa berdisiplin akan menjadi
masyarakat yang aman.
b2. Masyarakat yang telah terbiasa berdisiplin akan menjadi
masyarakat yang tertib.
Untuk mempermudah pemahaman, bagan berikut di harapkan
dapat memperjelas uraian di atas.

3. Tipe Klausa Sematan pada Klausa Subordinatif


Klausa sematan sebenarnya tidak hanya dapat disematakan dalam klausa inti
(induk kalimat), tetapi dapat pula disematkan dalam klausa subordinatif (anak
kalimat) seperti beberapa contoh berikut.
(1) a. Pak Hanif yang berjualan bakso itu sedang menunggu
pelanggan.
b. Baju yang kubelikan itu hilang ketika aku jemur.
(2) a. Ketika aadiknya yang berasal dari pekalongan datang, Mas
Djito sedang ke Bogor
b. Agar kelak menjadi pemimpin yang baik dan bijaksana,
Saudara harus bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.
Tampak bahwa klausa sematan yang berjualan bakso dan yang kubelikan
pada kalimat (1a) dan (1b) merupakan klausa sematang yang disematkan didalam
klausa inti atau disematkan dalam induk kalimat. Sementara itu, klausa sematan
yang berasal dari Pekalongan (2a) dan yang baik dan bijaksana (2b) merupakan
klausa sematan yang disematkan di dalam klausa bawahan atau disematkan di
dalam klausa subordinatif (anak kalimat) dan tidak disematkan dalam klausa
utama atau klausa inti.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Klausa sematan yang merupakan klausa yang ditandai dengan pronomina relatif
yang ... yang diselipkan ke dalam frase nominal untuk memperluas klausa utama (dalam
suatu kalimat), sehingga menjadi bagian integral frase tersebut dan memberikan
modifikasi kepada salah satu bagian kalimat itu tanpa mengubah struktur dasarnya dan
sebagai keterangan bagi fungsi sintaksis tertentu. Berdasarkan bentuknya, klausa sematan
dibagi menjadi dua. Pertama klausa sematan yang berfungsi sebagai pewatas (restriktif).
Kedua, klausa sematan yang berfungsi sebagai atribut atau penjelas (takrestriktif) Klausa
sematan memiliki tiga ciri yaitu (1) berfungsi sebagai atribut dalam frasa nominal (2)
mempunyai letak yang tegar (3) menggunakan relator yang. Sementara itu, tipe-tipe
klausa sematan secara garis besar dibagi menjadi empat bagian yaitu (1) klausa sematan
berpredikat satu (tungal) (2) tipe klausa sematan berpredikat lebih dari satu (jamak), (3)
klausa sematan pada klausa koordinatif dan (4) klausa sematan pada klausa
subkoordinatif. Demikian yang menjadi garis besar dari materi klausa sematan.

B. Saran
Klausa sematan ini menarik, sebab tidak banyak dipelajari di strata satu dan juga
dikaji secara umum di dalam kajian sintaksis. Kajian tentang klausa sematan ini menjadi
kajian yang mengarahkan pembaca untuk menjadi ahli bahasa terutama di dalam kajian
tata bahasa. Meski demikian, tidak banyak penelitian yang berkaitan dengan klausa
sematan, termasuk referensi pendukung terkiat dengan materi ini. Maka dari itu,
disarankan kepada pembaca untuk bisa menggeluiti lebih dalam terkait dengan materi
klausa sematan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar. 1985. Linguistik: Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa

Alwi, Hasan, dkk. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.Edisi Kedua. Jakarta: Depdikbud.

Ba’dulu, Abdul Muis dan Herman. 2005. Morfosintaksis. Jakarta : Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2015. Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.

Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Jakarta.

Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu. 2016. Klausa Sematan dalam Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Azzagrafika.

Tarigan, henry Guntur. 2009. Pengajaran Sintaksis. Bandung: Titian Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai