Anda di halaman 1dari 18

Kerjasama Lintas Sektoral

Leading Sector

Dinas Kesehatan

Keberhasilan pembangunan berwawasan kesehatan tidak semata-mata ditetukan oleh


hasil kerja keras sektor kesehatan saja, tetapi sangat dipengaruhi oleh hasil kerja
keras serta konstribusi positif dari berbagai sektor pembangunan lainnya. Dinas
kesehatan berperan sebagi penggerak utama (Leading Sector) dan memfasilitasi
sector-sektor lain agar segala upayanya memberikan konstribusi yang positif
terhadap perwujudan pembangunan kota berwawasan kesehatan.
Peran aktif masyarakat termasuk swasta sangat penting dan akan menentukan
keberhasilan pembangunan kesehatan. Dinas Kesehatan melaksanakan
pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat dapat berperan sebagai subyek
pembangunan kesehatan.
Diharapkan masyarakat termasuk swasta dapat berpartisipasi aktif dalam melayani,
melaksanakan advokasi, serta mengkritisi pembangunan kesehatan baik secara
individu, kelompok, maupun bersama masyarakat luas. Potensi masyarakat termasuk
swasta, baik berupa organisasi, upaya, tenaga, dana, sarana, teknologi, serta
mekanisme pengambilan keputusan, merupakan asset yang cukup besar yang perlu
digalang. Pelaksanaan desentaralisasi di bidang kesehatan sedang berproses. Untuk
itu perlu adanya fasilitasi dan koordinasi dari Dinas Kesehatan, terutama kepada
jajaran ditingkat Puskesmas. Fasilitasi lebih diutamakan pada pengembangan
kapasitas (capacity building), pelembagaan institusi di semua tatanan, serta
pengembangan Sistem Kesehatan Kota, sehingga ada kesinambungan program
kesehatan dari tingkat Nasional sampai daerah, dan advokasi guna peningkatan
sumberdaya kesehatan di daerah.

Dalam memposisikan diri sebagai leading sector guna penanggulangan DBD Dinkes
harus bekerjasama dan berkoordinasi dengan empat sektor utama. Keempat sektor
utama tersebut antara lain Sector Pembangunan Berwawasan Kesehatan, Sektor
Pemantauan dan Sosialisasi, Sektor Pendanaan, dan Sektor Promosi Kesehatan
Keluarga. Sebagai leading sektor Dinkes harus mampu menjadi penggerak dan
penentu arah kebijakan yang berwawasan kesehatan.

Sektor pembangunan berwawasan kesehatan terdiri dari Dinas PU, Dinas Tata Kota
dan Dinas Kebersihan. Sektor Pemantauan dan Sosialisasi terdiri dari Pers, LSM
serta PMD. Untuk Sektor Pendanaan Dinkes dapat bekerjasama dengan Swasta dan
DPRD . Dan untuk Sektor Promosi Kesehatan Keluarga BKKBN dan PKK dapat
dijadikan rekan kerja oleh Dinkes.

Pembangunan berwawasan kesehatan

Dinas Pekerjaan Umum

Penyakit DBD merupakan penyakit yang berbasis lingkungan. Tempat-tempat


perindukan nyamuk sebagai vektor penyakit sangat bergantung dari kondisi
lingkungan. Program yang telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi
penyakit DBD yakni 3 M (mengubur, menutup, menguras) sepertinya kurang
maksimal apabila dalam pelaksanaannya masih kurang konprehensif. Pada
kenyataannya, jalan-jalan yang berada di daerah dataran rendah juga dapat dijadikan
sebagai tempat peridukan vektor penyakit. Selain itu pula gorong-gorong yang
tergenang air bersih dapat berpotensi juga sebagai tempat peridukan vektor penyakit,
sehingga peranan Dinas Pekerjaan Umum dalam rangka penangulangan masalah
DBD sangat penting.

Tindakan yang mungkin dapat dilakukan untuk menangulanginya yakni harus


adanya komunikasi lintas dinas antara Dinas Kesehatan dan Dinas Pekerjaan Umum.
Dinas Kesehatan dapat memberi data mengenai daerah-daerah endemik DBD
sehingga dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan dan fasilitas lainnya yang
berkenaan dengan penampungan air dapat diperhatikan secara seksama sehingga
tempat tersebut tidak dapat dijadikan perindukan vektor penyakit.

Dinas Tata Kota

Penataan daerah perkotaan yang baik memungkinkan kenyamanan dari masyarakat


sekitarnya untuk tinggal. Lingkungan yang ada di daerah kota sangat dipengaruhi
oleh penataan daerah tempat tinggal. Penataan kota yang kurang baik akan
memunkinkan terciptanya tempat perindukan vektor penyakit DBD.

Program yang dapat dilakukan Dinas Tata Kota adalah menganalisis dan mencari
tempat perindukan vektor penyakit. Dalam hal ini dinas kesehatan memberikan data
daerah mana yang merupakan daerah endemik DBD sehingga hal ini menjadi
landasan bagi Dinas Tata Kota untuk memperbaiki penataan pemukiman warga.
Selain itu pula Dinas Tata Kota melakukan surveilance daerah pemukiman warga
yang berpotensial menjadi tempat perindukan vektor penyakit sehingga dapat
terciptanya pemukiman warga yang bebas dari perindukan vektor penyakit.

Dinas Kebersihan

Penyakit DBD merupakan penyakit yang berbasis lingkungan. Lingkungan yang


kurang bersih akan menciptakan kondisi yang baik untuk tempat perindukan vektor
penyakit. Sampah-sampah anorganik yang berupa plastik dan kaleng dapat
menampung air dan dapat dijadikan tempat perindukan vektor. Sehingga
penanggulangan sampah-sampah tersebut harus dilakukan secara optimal agar tidak
berpotensi menjadi tempat yang dapat tergenang air.

Dinas Kebersihan harus bertindak cepat dalam menanggulangi sampah-sampah non


organik yang dapat dijadikan tempat perindukan vektor dengan cara melakukan
pembersihan sampah ditempat-tempat umum dan kemudian diangkut ke tempat
pembuangan akhir untuk dilakukan daur ulang atau pembakaran sampah. Poin
terpenting dalam penanggulangan sampah ini adalah sampah yang ada tidak dapat
tergenang air sehingga tidak dapat dijadikan tempat perindukan vektor penyakit.

Sosialisasi dan pemantauan program kesehatan

Lembaga Swadaya Masyarakat

Lembaga-lembaga non pemerintah yang bergerak di bidang kesehatan pun harus


dilibatkan dalam rangka penanggulangan penyakit DBD. Kondisi kemasyarakatan
akan terlihat secara objektif ketika benih permasalahan tersebut dideteksi oleh
lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Sehingga dalam memberikan masukan-
masukan program penanggulangan penyakit DBD dapat berjalan dengan baik.

Selain itu pula, keberjalanan program penanggulangan kesehatan tersebut harus


dikawal dalam bentuk pengawasan oleh masyarkat sendiri sehingga terciptanya asas
saling percaya dan saling menguntungkan antara pemerintah dan masyarakat.

PERS

DBD adalah penyakit yang belum dimengerti seluruh lapisan masyarakat mengenai
penyebab dan penangulangannya. Pers terkadang memberikan ketakutan masyarakat
yang berlebihan akan penyakit DBD , karena pemberitaan yang tak proporsianal.
Pers selain memberikan pemberitaan mengenai fakta yang ada harusnya juga
memberikan informasi-informasi kepada masyarakat. Informasi yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat adalah bagaimana menanggulangi penyakit DBD ini.

Dukungan lembaga Pers dalam upaya penanggulangan penyakit DBD seperti


sosialisasi pentingnya 3M (menguras, mengubur, dan menutup), dan perilaku hidup
bersih dan sehat. Selain itu pers juga diharapkan agar melakukuan pemantauan
terhadap kinerja pemerintah dalam upaya penanggulangan DBD ini.

Pemerintahan Masyarakat Desa (PMD)

PMD merupakan instansi yang bertindak sebagai pelaksana kebijakan-kebijakan


Dinkes. Selain itu PMD dapat juga membantu Dinkes dalam mensosialisasikan
kebijakan Dinkes langsung kepada masyarakat. PMD juga bisa bertindak sebagai
pelapor bila terjadi masalah-masalah kesehatan di wilahnya.

Promosi kesehatan berbasis keluarga

BKKBN dan PKK

Bentuk aplikasi dari program penanggulangan penyakit DBD yang berbasis keluarga
sangat berkaitan erat dengan fungsi BKKBN dan PKK. Dalam rangka memberikan
edukasi kepada keluarga diperlukannya sebuah lembaga yang langsung berkenaan
dengan keluarga sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan secara optimal

Pemberantasan sarang nyamuk yang telah diprogramkan pemerintah kurang berjalan


secara mulus karena hal ini berkaitan erat dengan perilaku keluarga. BKKBN dan
PKK dijadikan sebagi garda utama pembinaan keluarga dalam rangka
penanggulangan penyakit DBD.

Pendanaan program kesehatan

DPRD

Peranan DPRD kota dalam penanggulangan DBD ini sangat penting. Selain
berfungsi sebagai pengawas pemerintah (legislatif), DPRD berperan dalam
mempertimbangkan juga mengesahkan kebijakan yang pro kesehatan. Saat ini
anggaran untuk kesehatan di kota Bandar Lampung untuk penanggulangan DBD
masih minim. Untuk itu DPRD melalui komisi D, bersama pemerintah segera
manjalankan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dimana anggaran untuk kesehatan
sebesar 20%.

Swasta

Perusahaan baik BUMN dan Swasta, memiliki pos anggaran yang bertujuan untuk
pengabdian masyarakat. Jumlah dana tersebut tidak sedikit jumlahnya, dan bila
Dinkes mampu mengkoordinasikan serta menampung dana-dana tersebut,
manfaatnya akan sangat dirasakan oleh masyarakat.

Dalam perspektif penanggulangan DBD pihak Swasta juga dapat diajak untuk
bekerja sama hingga memudahkan kerja Dinkes. Dalam penanggulangan DBD bila
hanya mengandalkan dana dari pemerintah, tentu sulit tercapai. Harapannya dengan
bantuan dana atau produk-produk kesehatan dari pihak swasta penanggulangan DBD
dapat segera terwujud.

B. Optimalisasi sitem rujukan pasien DBD

Sistem rujukan pengobatan dan perawatan pasien DBD di Kota Bandar Lampung
sudah digalakkan sejak tahun 1960 tetapi pada realisasinya hal tersebut belum
berjalan optimal. Puskesmas yang bertindak sebagai lini pertama pelayanan
kesehatan masyarakat dinilai kurang produktif dalam menjalankan sistem rujukan
tersebut, hal ini terjadi karena minimnya sarana dan prasarana Puskesmas dalam
menjalankan program. Saat ini Puskesmas yang dapat dijadikan tempat perawatan
pasien DBD kota Bandar Lampung yakni Puskesmas Rawat Inap berjumlah 2 unit
yang terletak di Kedaton, dan Panjang. Akan tetapi pendayagunaan Puskesmas
Rawat Inap tersebut masih kurang optimal. Selain itu pula kurangnya sumber daya
manusia tenaga profesional di Puskesmas Rawat Inap masih menjadi kendala,
sehingga dalam penatalaksanaan perawatan pasien DBD kurang dapat terlaksana
dengan baik.

Puskesmas Induk yang berada di setiap kecamatan merupakan garda terdepan dalam
penatalaksanaan awal pasien DBD sebelum dilakukannya rujukan ke Puskesmas
Rawat Inap dan Rumah Sakit. Selain itu pula Puskesmas Induk bertugas sebagai
perawatan pasien DBD yang sudah berprognosa baik. Sehingga pasien DBD yang
sudah melewati perawatan di rumah sakit dilanjutkan perawatan di Puskesmas Induk
dalam hal pengontrolan proses penyembuhan penyakit. Tetapi hal ini belum
terlaksana dengan baik karena yang terjadi saat ini pasien DBD enggan pulang
kerumah apabila penyakit nya belum sembuh secara sempurna, padahal DBD derajat
satu dapat dilakukan penatalaksanaannya di rumah dalam pengawasan Puskesmas
setempat.

Rumah sakit idealnya merupakan tempat perawatan intensif bagi pasien DBD yang
ada pada stadium 3 dan 4. Akan tetapi pada realisasinya masyarakat melaporkan
penyakit DBD langsung ke rumah sakit dalam stadium 1 dan 2 yang masih dapat
ditanggulangi di Puskesmas Induk dan raweat inap. Hal tersebut mengakibatkan
banyaknya pasien DBD yang dirawat di Rumah Sakit sehingga pelayanan Rumah
Sakit terhadap pasien DBD kurang prima. Contohnya banyak pasien DBD yang
dirawat di lorong-lorong jalan Rumah Sakit akibat kurangnya tempat tidur pasien.
Solusi terbaik dalam menanggulangi banyaknya pasien DBD yang di rawat di
Rumah Sakit yakni
1. Menambah sarana dan prasarana Puskesmas Rawat Inap yang dapat digunakan
dalam rangka penatalaksanaan perawatan pasien DBD
2. Menambah sarana dan prasarana penunjang diagnosis laboratorium penyakit DBD
di Puskesmas Induk.
3.Menambah tenaga profesional seperti dokter spesialis di Puskesmas Rawat Inap
4.Edukasi kepada masyarakat terkait masalah penanggulangan DBD dengan sistem
rujukan yang terpadu, sehingga masyarakat tahu penanggulangannya apabila gejala
penyakit sudah muncul.

C. Pembinaan Keluarga dan Masyarakat

Selain melalui kerjasama lintas sektor dan sistem rujukan yang optimal, salah satu
kunci kesuksesan penanggulangan DBD adalah bagaimana mengubah perilaku
masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Dinkes sejak tahun 2003 telah
mencanangkan program yang bernama desa sehat, namun hingga kini desa sehat
tersebut masih jauh realisasinya. Menurut kami dalam menuju desa yang sehat harus
dimulai dengan pembinaan terhadap keluarga. Dalam pembinaan terhadap keluarga,
posyandu dapat dijadikan ujung tombak pembinaan.

Saat ini vaksin ataupun obat yang spesifik dapat membunuh virus DBD belum
ditemukan. Solusi terbaik dalam memberantas DBD adalah pengendalian vektornya.
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan cara :

1. Pengendalian lingkungan
Langkahnya terdiri dari pengendalian terhadap nyamuk dewasa dan pradewasa. Pada
prinsipnya pengelolaan lingkungan ini adalah mengusahakan agar kondisi
lingkungan tidak/kurang disenangi oleh nyamuk sehingga umur nyamuk berkurang
dan tidak mempunyai kesempatan untuk menularkan penyakit atau mengusahakan
agar untuk nyamuk dan manusia berkurang. Usaha ini dapat dilakukan dengan cara
menguras penampungan air seperti bak mandi, wc, tempayan secara teratur minimal
sekali seminggu. Pengelolaan lingkungan tempat perindukan ini adalah usaha untuk
menghalangi nyamuk meletakkan telurnya atau menghalangi proses
perkembangbiakan nyamuk.

2. Pengendalian secara biologis


Berupa intervensi yang dilakukan dengan memanfaatkan musuh-musuh (predator)
nyamuk yang ada di alam seperti ikan kepala timah dan goppy.

3. Pengendalian secara kimia.


Berupa pengendalian vektor dengan bahan kimia, baik bahan kimia sebagai racun,
sebagai bahan penghambat pertumbuhan ataupun sebagai hormon. Pemberian bahan
kimia berupa bubuk pada penampungan air atau Abatisasi merupakan salah satu
contoh pengendalian secara kimia. Penggunaan bahan kimia untuk pengendalian
vektor harus mempertimbangkan kerentanan terhadap bahan kimia yang digunakan,
bisa diterima masyarakat, aman terhadap manusia dan organisme lainnya, stabilitas
dan aktivitas bahan kimia, dan keahlian petugas dalam penggunaan bahan kimia.

Hal- hal tersebut diatas oleh para kader posyandu dapat digunakan sebagai materi
pembinaan, guna penanggulangan DBD ini.

Revitalisasi dan Optimalisasi Posyandu

Dalam pembinaan terhadap keluarga, Posyandu mengalami kesulitan dalam masalah


pendanaan. Guna menyikapi masalah ini pemerintah melalui Dinkes harus membuat
kebijakan yang menyalurkan dana agar Posyandu bisa tetap aktif. Selain itu upaya
pencarian pendanaan non pemerintah dapat dijadikan alternatif, seperti perusahaan
swasta. Nantinya perusahaan tersebut menjadi sponsor, sehingga Posyandu tidak
perlu tergantung pemerintah.

Dalam rangka revitalisasi dan optimalisasi Posyandu, dapat juga digalangkan suatu
kerja sama dengan pihak lain seperti, Mahasiswa Kesehatan,LSM Kesehatan, PKK
dll. Pihak-pihak yang juga mengerti akan pentingnya hidup bersih dan sehat dapat
diajak untuk bersama-sama melakukan penyuluhan keluarga.

Beberapa inovasi dapat dilakukan oleh posyandu untuk mendukung perilaku hidup
bersih dan sehat keluarga seperti, menggalakkan “gerakan bersih sarang nyamuk,
juga gerakan bersih lingkungan”. Tentunya hal ini dikoordinasikan dengan Ketua
RT dan RW setempat agar bisa diberikan sangsi pada keluarga yang tidak mengikuti
kegiatan ini.

Pembinaan Kader Posyandu

Dalam Pembinaan Keluarga, kader posyandu dijadikan sebagai ujung tombak untuk
memberikan penyuluhan pada tiap keluarga mengenai upaya pencegahan penyakit
DBD. Oleh karenanya tiap kader harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai,
upaya promotif, preventif dan kesehatan lingkungan. Dalam hal ini pihak Puskesmas
harus terus meningkatkan pelatihan dan pembinaan kepada para kader guna hasil
yang efektif dan efisien.

Lalu untuk mengantisipasi kekurangan kader untuk membina keluarga, dapat segera
direncanakan upaya pembentukan dan penjaringan kader-kader baru yang juga
berasal dari desa tersebut. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk merekrut
kader-kader dapat dilakukan sebagai berikut :

Tahap Perencanaan
1. Penetapan kriteria desa dan kriteria kader posyandu dilakukan oleh Puskesmas
setempat.
2. Menyusun instrumen kajian kebutuhan pelatihan di desa prioritas, kemudian
menyusun kurikulum pelatihan
3. Penetapan kriteria pembina Posyandu tingkat Puskesmas dan petugas kecamatan,
4. Merencanakan pelaksanaan pelatihan,
5. Setiap desa berdasarkan hasil rapat Musyawarah Masyarakat Desa merencanakan
rencana kegiatan selama satu tahun untuk kegiatan Posyandu
6. Merencanakan peningkatan kompetensi kader Posyandu
Tahap Pelaksanaan
1. Puskesmas menyusun instrumen kajian kebutuhan pelatihan,
2. Pelatihan dilakukan selama beberapa hari dengan proporsi 30% teori serta 70%
praktik lapangan

V. PENUTUP
A.Simpulan

1. Kerjasama Lintas Sektoral, Optimalisasi Sistem Rujukan dan Pembinaan


Keluarga dapat dijadikan solusi penanggulangan DBD di kota Bandar Lampung.
2. Pada kerjasama lintas sektoral, Dinas Kesehatan bertindak sebagai leading sector,
Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota dan dinas kebersihan sebagai pelaksana
pembangunan berwawasan kesehatan, LSM, Pers dan PMD sebagai pelaksana
pemantauan dan sosialisasi, PKK dan BKKBN sebagai pelaksana promosi kesehatan
keluarga, DPRD dan Swasta sebagai pendanaan program.
3. Optimalisasi Sistem Rujukan merupakan cara perapihan sistem penanggulangan
DBD yang memberikan kompetensi di masing-masing tingkatan pelayanan
kesehatan yakni Puskesmas Induk, Puskesmas Rawat Inap dan Rumah Sakit Umum
sehingga terciptanya suatu upaya penanggulangan yang terpadu.
4. Pembinaan Keluarga dan masyarakat desa merupakan solusi pengakaran sebuah
kebijakan yang berwawasan kesehatan dimana revitalisasi dan optimalisasi
posyandu serta pembinaan kader posyandu memegang peranan penting dalam tahap
pelaksanaan pembinaan kesehatan.

B. Saran

1. Bagi penulis selanjutnya, makalah ini dapat dijadikan sebagai rujukan untuk karya
tulis dengan tema penanggulangan DBD.
2. Bagi para pembaca, dapat memulai untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
sebagai metode yang tepat untuk penanggulangan DBD.
3. Bagi pemerintah khususnya Dinas Kesehatan Kota dapat menjalankan kerja sama
lintas sektoral, pengoptimalisasian Sistem Rujukan dan Pembinaan Keluarga sebagai
solusi penanggulangan DBD.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Desa Siaga. http//www.wikipedia.com. Diakses tanggal 15 April


2008
Azwar, Azrul. 2008. Tantangan dan Harapan Pengembanagan dan Pemberdayaan
SDM Kesehatan yang MendukungProgram Kesehatan Masyarakat.
http//www.depkes.com. Diakses tanggal 12 April 2008
Depkes. 2003. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. http//www.depkes.com. Diakses
tanggal 18 April 2008
Depkes. 2008. Bapelkes Salaman dengan Desa Binaan Menyongsong Desa Siaga.
http//www.depkes.com. Diakses tanggal 12 April 2008
Depkes. 2007. Profil KesehatanIndonesia 2005. http//www.depkes.com. Diakses
tanggal 18 April 2008
Dinata, Arda. 2007. Pengendalian Terpadu Nyamuk Demam
Berdarah.http//www.depkes.com. Diakses tanggal 12 April 2008
Dinkes Kota Bandar Lampung. 2008. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung.
http//www.dinkeskotabandarlampung.com. Diakses tanggal 18 April 2008
Dinkes Provinsi Lampung. 2005. Profil Kesehatan Provinsi.
http//www.dinkeskotabandarlampung.com. Diakses tanggal 18 April 2008
Noor, M. 2008. Puskesmas Sebuah Modifikasi.
http//www.dinkeskotabandarlampung.com. Diakses tanggal 18 April 2008
Sampurno, D. 2006. Lebih dari Satu Dekade Mengampanyekan Paradigma
Sehat.http//www.republika.co.id. Diakses tanggal 12 April 2008
Sinaga, Dy., Herawati, DMD,. Hasanbasri, Mubasysyir. Program Perilaku Hidup
Sehat Studi Kasus di Kabupaten Bantul tahun 2003. http//www.wikipedia.com.
Diakses tanggal 15 April 2008
Siregar. Faizah A. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Indonesia. http//www.usu.ac.id. Diakses tanggal 12 April 2008
Suhendro dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta. Balai
Penerbitan FKUI. Halaman 1731 - 1735
Wuryadi, Suharyono. 2003. Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue pada
Pelita VI. http//www.dinkes.com. Diakses tanggal 12 April 2008

Ke 2

Langkah-langkah kegiatan berhubungan dengan pengendalian vektor demam


berdarah dengue yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI, yaitu :13
1. Surveilans tempat perindukan vektor
– Pendataan rumah/bangunan di wilayah kerja
– Pemeriksaan tempat perindukan vektor padarumah/bangunan
– Pengolahan data hasil pemeriksaan tempat perindukan vektor
– Rekomendasi kepada petugas kesehatan dan sektor terkait
– Laporan kepada atasan langsung dan sektor terkait
– Penyebarluasan (sosialisasi, diseminasi ( informasi) hasil surveilans/pengamatan
kepada lintas program dan lintas sektor maupun swasta dan masyarakat.
2. Pengendalian vektor
– Investigasi rumah/bangunan dan lingkungan yang potensial jentik di wilayah kerja
melalui
survey –lingkungan, sosekbud, dan survei entomologi.
– Menentukan jenis pengendalian vektor sesuai dengan permasalahan di wilayah
kerja.
– Melakukan pemberantasan vektor sesuai dengan jenisnya.
3. Penyuluhan dan penggerakan masyarakat
– Melakukan identifikasi masalah sesuai dengan sasaran
– Menentukan jenis media penyuluhan sesuai dengan sasaran
– Menentukan materi penyuluhan pengendalian vektor
– Melaksanakan penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam rangka
pengendalian vektor khususnya –tempat perindukan
– Menghimpun feed back (umpan balik) yang diberikan oleh sasaran.

Langkah-langkah kegiatan penanggulangan kasus demam beradarah dengue


Langkah-langkah kegiatan penanggulangan Kasus DBD antara lain melakukan
kegiatan yang meliputi penyelidikan epidemiologi (PE) yaitu pencarian
penderita/tersangka DBD lainnya dan pemeriksaaan jentik di rumah
penderita/tersangka dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter (di rumah
penderita dan 20 rumah sekitarnya)
serta tempat-tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan.
Dari hasil PE bila ditemukan penderita DBD lain atau ada jentik dan penderita panas
tanpa sebab yang jelas > 3 orang maka dilakukan kegiatan penyuluhan mengenai 3
M Plus,
Untuk itu, kegiatan yang dilaksanakan yaitu pencanangan gerakan massal PSN ini
merupakan salah satu upaya untuk mengajak seluruh komponen masyarakat
melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk yang sering kita kenal dengan
cara 3M yakni tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan
menghindari gigitan nyamuk demam berdarah dengan cara : menguras, menutup
tempat-tempat penampungan air; mengubur semua barang-barang bekas yang ada di
sekitar rumah yang dapat menampung air hujan plus tindakan memberantas jentik
dan menghindari gigitan nyamuk.
Semua ini merupakan salah satu cara preventif yang efektif dan usaha yang murah
serta dapat dilakukan siapa saja, guna memutus mata rantai siklus daur hidup Aedes
Aegypty, sehingga pada gilirannya mampu menurunkan kepadatan populasi nyamuk
tersebut. kegiatan ini akan sangat berarti apabila dilaksanakan satu kali dalam
seminggu, dengan maksud agar daur hidup nyamuk yang berlangsung 7-10 hari
tidak tercapai, sehingga nyamuk tidak sempat dewasa, dan berkembang biak, yang
pada akhirnya dapat mencegah perluasan penularannya.
Minimimnya kesadaran masyarakat untuk menjalankan pola hidup bersih dan sehat
menjadi salah satu faktor utama masalah ini. Untuk itu dibutuhkan pendekatan lain
yang lebih menyeluruh, dan yang paling utama adalah melibatkan semua pihak.
Menyadari akan pentingnya hal ini, Koalisi untuk Indonesia Sehat bekerja sama
dengan Shell Indonesia berinisiatif membuat suatu upaya kerja bersama dengan
nama Gerakan Lingkungan Sehat (Gelis).
Fokus program ini adalah memberdayakan masyarakat untuk sadar dan secara
bersama-sama melakukan upaya-upaya pencegahan. Dalam program ini masyarakat
didorong untuk memiliki kesadaran membersihkan tempat-tempat yang merupakan
sumber perkembangbiakan nyamuk aides aegeypti. Para kader gelis menjadi motor
penggerak untuk melakukan pemeriksaan sekaligus memberikan penyuluhan tentang
upaya-upaya yang perlu diperhatian dalam melakukan pencegahan DBD.

Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Sumatera Barat melaksanakan Rakor


DBD satu hari penuh tanggal 18 Juni 2013 di Diklat BPM Provinsi Sumatera Barat
dengan peserta dari Pokjanal Kabupaten dan Kota se Sumbar serta Pokjanal
Provinsi yang terdiri dari BPM, Dinas Kesehatan, BKKBN, Dinas Pendidikan TP-
PKK, Dep. Agama.
Sepanjang bulan Mei 2013 sebanyak 90 orang terserabg Penyakit DBD di Kota
PadangSelama cuaca tidak menentu ini warga diminta untuk waspadaterhadap
penyakit DBD, malaria dan Inspeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).
Penyakit Demam Berdarah ( DBD ) merupakan salah satu penyakit yang berbahaya
dan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian kita,
dan penyakit ini merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan
kematian banyak orang yang disebabkan oleh virus dague yang di tularkan oleh
nyamuk “ aedes aegipty “

1. DBD Masih menjadi masalah kesehatan dan saat ini endemis pd beberapa
kabupaten/kota.
2. Hampir setiap tahun terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa??) atau peningkatan
kasus dan kematian yang tinggi.akibat DBD
3. Pada saat ini jumlah penderita DBD makin meningkat kecendrungan kasus
terjadi pada komplek perumahan. Dan jumlah kasus meningkat sesudah
musin hujan.
Tujuan Rakor ini diadakan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap masyarakat dengan perilaku dan lingkungan
yang sehat sehingga terhindar dari DBD.
Kelompok Kerja Operasional Penanggulangan DBD mempunyai tugas sebagai
berikut :

1. 1.Mengadakan pertemuan kelompok Kerja Operasional ( Pokjanal )


Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dague menurut kebutuhan
sesuai dengan permasalahan yang ditemui di lapangan.
2. 2.Menganalisa data, masalah dan kebutuhan pembinaan serta menetapkan
alternatif pemecahan masalah yang dihadapi bagi penentuan metode
pendekatan dalam menggerakan peran serta masyarakat.
3. 3.Melakukan Pemantauan dan bimbingan teknis pengelolaan program
pemberantasan penyait DBD, kepada Pemerintah tingkat bawah.
4. 4.Melaksanakan Inovasi-inovasi dan terobosan sesuai komdisi daerah dalam
upaya penanggulangan DBD Bulan Bhakti Gerakan 3 M Plus
5. 5.Melaporkan hasil kegiatan kelompok kerja operasional ( pokjanal )
penanggulangan penyakit DBD secara berjenjang sampai ke tingkat pusat.
6. 6. Berobat sedini-dininya ke Puskesmas / Dokter RS bila ada tanda-tanda
atau gejala penyakit DBD.
7. 7.Mengikuti petunjuk petugas pelaksana pengasapan atau abatisasi dan bila
diperlukan ikut aktif dan melaksanakan abatisasi.
8. 8.Kegiatan Bhati dalam Program DBD ditunjukan agar masyrakat
melaksanakan usaha-usaha pencegahan dan membantu memberantas
penyakit DBD berupa memberantas jentik nyamuk penularanya, sehingga
penularan penyakit DBD dapat dicegah,

2. SASARAN DAN GERAKAN 3 M ADALAH :


Dan yang menjadi sasaran antara lain :

 Tatanan Keluarga
 Tatanan Istansi Pendidikan
 Tatanan tempat-tempat umum
 Tatanan tempat kerja
 Tatanan Istitusi Kesehatan

3. KEGIATAN YANG DILAKUKAN DALAM BULAN BHAKTI GERAKAN 3 M


ANTARA LAIN :

 Penyuluhan Intensif
 Kerja Bhakti 3 M
 Pemantauan / Pemeriksaan Jentik.

 V. MASALAH YANG DIHADAPI
Sesuai dengan hasil pemantauan dilapangan baik melalui penilaian-
penilaian di Kabupaten / Kota, mka ditemui permasalahan antara lain :
1. Belum seluruh Kabupaten / Kota membentuk kelompok kerja operasional (
pokjanal ) DBD apalagi ditingkat kecamatan dan Desa/Kel/Nagari hal ini
di sebabkan karena pada umumnya Kab/Kota berpendapat bahwa
Penanggulangan penyakit DBD ini adalah tugas dari Dinas Kesehatan.
2. Kesadaran/PSM blm sepenuhnya mendukung kegiatan PSN–
DBD à kurangnya perhatian sebagian “Masyarakat” terhadap
kebersihan lingkungan khususnya dlm PSN-DBD à penggerakan PSM
belum optimal.
3. Kurangnya koordinasi dengan Dinas / Instansi terkait tentang
penanggulangan Penyakit DBD. Dan Belum optimalnya kegiatan
Pokjanal DBD tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam
menggerakkan PSN-DBD.
4. Sering Kabupaten / Kota tidak melaporkan kasus DBD yang terjadi di
Daerah yang terjadi di Daerahnya, sehingga tidak ada yang masuk ke
Provinsi.
STRATEGI PENANGGULANGAN DBD

1. Promotif : penyuluhan baik langsung, maupun melalui media


2. Preventif : mengajak masy. melakukan kegiatan PSN DBD dengan
3 M Plus
3. Kuratif : pengobatan di pusk & rmh skt

VI. LANGKAH LANGKAH PEMECAHAN MASALAH


Sebagaimana Pemecahan masalah dan apalagi penanggulangan penyakit
DBD merupakan Program Nasional yang harus ditindak lanjuti sampai
tingkat Desa/Kel/Nagari, maka ada beberapa upaya yang perlu kita lakukan
antara lain :
1. Bahwa dalam upaya untuk penanggulangan berjangkit penyait Demam
Berdarah Dangue ( DBD ), perlu dilakukan restrukturisasi kelompok
DBD, mulai dai Provinsi sampai ketingkat Desa/Nagari/Kelurahan
Hal ini bertujuan adalah agar penanggulangan berjangkitnya penyakit
DBD dapat terkoordinasikan dengan Dinas / Instansi / Lembaga
kemasyrakatan terkait sehingga seluruh lapisan masyarakat berperan
aktif dalam pelaksanaan program pemberantasan sarang nyamuk
terutama dengan cara 3 M plus.
2. Strategi pendekatan program bertumbu pada pemberdayaan masyarakat,
yang dimaksud adalah agar masyarakat mengerti dan berperan aktif
dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan cara 3 M Plus
3. Mengoptimalkan kinerja pokjanal DBD dalam memfasilitasi Pokja DBD
di Desa/Kelurahan/Nagari sebagai wadah pemberdayaan masyarakat
dalam pemberantasan sarang nyamuk.
4. Personil Pokjanal / Pokja DBD selalu menetapkan kepala
Desa/Lurah/Wali Nagari dan Bupati/Walikota disetiap jenjang sebagai
pembina, sehingga secara struktural ada ikatan organisasi, serta
melibatkan lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) dalam
kepengurusan pokjanal / Pokja DBD.
5. Memanfaatkn segala moment kegiatan untuk mensosialisasikan
pemberantasan sarang nyamuk DBD dengan cara 3 M Plus, seperti
kegiatan HKG-PKK-KB-KES dan kegiatan buln Bhukti Gotong Royong (
Bulan Bhakti Gerakan 3 M Plus ).
6. Mengembangkan potensi daerah dalam usaha mengantisipasi
berkembangnya nyamuk DBD, seperti membudidayakan tanaman anti
nyamuk, serta pemeliharaan ikan pemkan jentik nyamuk
7. Mengedepankan Program Kegiatan Penanggulangan penyakit DBD
sebagai ENTRY Point pokok dalam Evaluasi HKG-PKK-KB-Kesehatan.
8. Melaksanakan monitoring dan evalusi serta pelaporan yang dilakukan
secara berjenjang mulai dari tingkat Desa/Kelurahan/Nagari.
Penguatan Pokjanal DBD olh BPM

1. Mengoptimalkan fungsi dan peran serta LP/LS melalui Pokjanal


DBD dalam gerakan PSN-DBD Tk.Kota,Kecamatan dan Pokja
Kelurahan.
2. Pertemuan Pokjanal TingkatPropinsi/Kabupaten/Kota/Rakornis
DBD Kab/Se Sumbar
3. Pembuatan Lieflet DBD untk Kab/Kota Se Sumbar
4. Melakukan review Penanggulangan Penyakit DBD terhadap
Pokjanal DBD Propinsi dan Kab/Kota se Sumbar (TP-PKK &
Instansi yang membidangi pemberdayaan masyarakat)

Keberadaaan Pokjanal DBD dan Kegiatan PSN - DBD merupakan sala satu
Indikator penting dalam penilaian HKG-PKK,KB-Kesehatan
Tugas dan Fungsi Pokjanal DBD
PEMDA / B P M

o Menyusun rencana kerja Pokjanal DBD tahunan


o Menjalin kemitraan lintas sektor terkait dalam upaya
penanggulangan DBD
o Melaksanakan pembinaan terhadap Pokja DBD di Kab/Kota

Dinas Kesehatan

o Melakukan kajian epidemiologi terus menerus secara sistematis


terhadap perkembangan penyakit DBD dan faktor-faktor risikonya
o Memberikan informasi perkembangan penyakit DBD secara periodik
o Melaksanakan pembinaan dan asistensi teknis penyelenggaraan SKD
KLB DBD

TP-PKK

o Menggerakkan kelompok Dasa Wisma tentang PSN DBD


o Menyusun rencana pembinaan dan pemantauan dan penyuluhan
tentang PSN DBD pada kelompok Dasa Wisma

Dinas Pendidikan Nasional

o Menetapkan kebijaksanaan teknis pembinaan pelaksanaan PSN DBD


di sekolah.
o Menyusun rencana kegiatan pembinaan UKS DBD di sekolah
o Menghimpun, mengolah dan menganalisa laporan dari Tim Pembina
UKS Kab/Kota dan melakukan umpan balik

Departemen Agama

o Menetapkan kebijaksanaan teknis pembinaan pelaksanaan PSN DBD


di Madrasah
o Menyusun rencana penyuluhan ditempat ibadah

BKKBN

o Membuat dan merencanakan media penyuluhan yang efektif dan


efisien tentang pemberantasan DBD
o Melakukan penyuluhan tentang penanggulangan DBD

FAKTOR PEMUNGKIN BERKEMBANGNYA PENYAKIT DBD

o Adanya tempat penampungan air


o Kepadatan & mobilisasi penduduk
o Banyaknya pemukiman baru
o Adanya vektor penyebar penyakit

C. Mencegah
Pencegahan yang dapat dilakukan masyarakat:

o Bunuh jentik/larva nyamuk


o Menggunakan obat anti larva nyamuk pada genangan air, tempat –
perkembang biakan nyamuk
o Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN-DBD)

ü Bersihkan Sarang Nyamuk


ü Membersihkan semak-semak sekitar pemukiman
ü Melipat pakaian yang bergelantungan
ü Upayakan ada cahaya atau sinar matahari masuk ke dalam
rumah (tidak ada tempat gelap untuk nyamuk istirahat)
ü Mengalirkan atau menimbun genangan air yang merupakan
tempat perkembangbiakan nyamuk

AA. A.Tata laksana sederhana di rumah/lokasi pengungsian


o Kompres
o Banyak minum
o Diusahakan cukup makan

Anda mungkin juga menyukai