ANGKATAN XV
PERUM LPPNPI KANTOR CABANG PONTIANAK
BANDAR UDARA INTERNASIONAL SUPADIO
Oleh :
Oleh:
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara
USMAN,S.T.,M.T
NIP. 196008031988031003
LEMBAR PENGESAHAN
1. : ................................
2.
: ..............................
3.
: ..............................
Mengetahui,
Direktur Akademi Teknik dan Keselamatan
Penerbangan Medan
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
limpahan-Nya sehingga saya bisa menulis laporan On The Job Training (OJT) II
dengan baik sesuai pedoman yang diberikan.
Kegiatan On The Job Training II merupakan salah satu program yang
dilaksanakan Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar sebagai
Unit Pelaksana Teknis Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan
Udara dalam rangka meningkatkan kualitas lulusan pendidikan dan pelatihan di
bidang penerbangan.
Laporan On The Job Training II ini disusun dalam rangka melaporkan
permasalahan yang dihadapi selama melaksanakan kegiatan On The Job Training
II pada Perum LPPNPI Cabang Pontianak.
Dengan selesainya penyusunan laporan OJT ini, penulis menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Ucapan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan
kesehatan selama melaksanakan kegiatan OJT.
2. Orang tua yang selalu mendoakan dan mendukung.
3. Bapak SUYATMO, ST, S.Pd, MT. selaku Direktur Akademi Teknik dan
Keselamatan Penerbangan Medan.
4. Bapak USMAN,S.T.,M.T selaku Ketua Program Studi Teknik Navigasi
Udara.
5. Bapak Wasyudi Zufka selaku General Manager Perum LPPNPI Cabang
Pontianak.
6. Bapak Kusmulyadi selaku Manager Fasilitas Teknik Perum LPPNPI
Cabang Pontianak.
7. Bapak Soni Herianto Batu Bara selaku Manager Teknik 1.
8. Bapak Jaelani selaku Manager Teknik 2.
9. Bapak Dudy Hermawan selaku Manager Teknik 3.
10. Bapak Denny Harley D. selaku Manager Teknik 4.
11. Bapak Agus Salim selaku Junior Manager Fasilitas CNS dan Otomasi.
12. Abang Fadlan Adly Lubis selaku pembimbing OJT di Perum LPPNPI
Kantor Cabang Pontianak.
13. Seluruh Pegawai CNSA dan TFP di Perum LPPNPI Kantor Cabang
Pontianak.
14. Segenap Staf dan Karyawan Perum LPPNPI AirNav Indonesia Kantor
Cabang Pontianak.
15. Seluruh sahabat-sahabat seperjuangan OJT POLTEKBANG Surabaya.
16. Seluruh sahabat-sahabat seperjuangan OJT ATKP Makassar.
17. Seluruh pihak yang membantu penulis sehingga laporan On The Job
Training ini dapat terselesaikan, yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR / TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
Lokasi On The Job Training II berada pada Kota Pontianak adalah kota di
Indonesia yang letaknya berada tepat di bawah garis cakrawala khatulistiwa.
Kota yang menjadi ibukota provinsi Kalimantan Barat ini juga dilalui oleh
sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia. Luasnya yang mencapai 107
km2 dengan jumlah penduduknya sekitar 554.764 jiwa ini membuat Pontianak
menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan pemerintahan di Kalimantan Barat.
Pesatnya pembangunan dan arus globalisasi tak urung sering kali membuat
banyak orang semakin membutuhkan kemajuan transportasi yang cepat,
seperti kebutuhan bandara Supadio yang terus berkembang.
Bandara Supadio, awalnya dikenal dengan Lapangan Terbang "Sei
Durian" yang diperuntukkan sebagai pangkalan TNI AU. Pada tahun 1969
nama bandara ini diubah menjadi Pangkalan TNI AU Supadio ditandai dengan
berubahnya status menjadi Bandara tipe “B” dan memiliki 1 skuadron (18
pesawat tempur).
Supadio adalah nama salah satu prajurit perwira TNI AU yang berjasa
menumpas G 30S/PKI di Kalimantan. Komodor Udara Supadio nama
lengkapnya, ia adalah mantan Panglima Komando Wilayah Udara Kalimantan
yang pertama dan ia juga satu-satunya pilot penerbang pesawat tempur TNI
AU di Kalimantan pada saat itu. Untuk mengenang jasa penerbang tersebut
TNI AU menabalkan nama Supadio menjadi nama pangkalan udara TNI AU di
Pontianak dan kini selain menjadi bandara untuk TNI AU lapangan terbang ini
juga untuk umum yang dikelola oleh AP II.
Bandara Supadio saat ini tergolong sebagai bandara dengan aktifitas
paling sibuk di Indonesia. Tak kurang jumlah penerbangan (datang dan
berangkat) mencapai 64 kali dalam sehari dengan jumlah penumpang
1.981.000 orang yang diangkut tahun 2011.
Pada tanggal 16 Januari 2013 pukul 22:00 WIB, seluruh pelayanan
navigasi yang dikelola oleh PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa
Pura II (Persero) dialihkan ke AirNav Indonesia. Sejak saat itu, seluruh
pelayanan navigasi yang ada di 26 bandara yang dikelola oleh PT Angkasa
Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero) dialihkan ke AirNav
Indonesia, begitu juga sumber daya manusia dan peralatannya. Termasuk di
bandara Supadio Kubu Raya Kalimantan Barat.
Daftar Frekuensi:
a. Pontianak Tower : 118.30 Mhz
b. SecondaryTower : 122.35 Mhz
c. Pontianak Approach : 119.0 Mhz
d. Secondary Approach : 123.0 Mhz
e. Pontianak Approach (west) : 125.4 Mhz
f. VHF ER JATSC : 133.5 Mhz
g. VHF ER Secondary :134. 45Mhz
h. Tx ATIS : 127. 4 Mhz
10. Jam Operasi : 18 Jam (06.00-24.00WIB)
11. Telepon Fax : (0561) 672921
12. AFTN Address :WIOO
C. Manager Operasi
Manager Operasi, yang bertanggung jawab atas pengendalian
pelayanan lalu lintas penerbangan dan komunikasi penerbangan yang
menjalankan tugasnya secara bergiliran, meliputi :
Mengawasi dan memeriksa pelaksanaan kegiatan pelayanan lalu
lintas penerbangan dan komunikasi penerbangan;
Memastikan bahwa semua unit pada fungsi pelayanan lalu lintas
penerbangan dan komunikasi penerbangan beroperasi sesuai
dengan kebijakan/ peraturan, standar dan prosedur;
Membantu investigasi terkait keluhan, insiden, kecelakaan dan
pelanggaran pelayanan lalu lintas penerbangan dan komunikasi
penerbangan;
Menyelesaikan permasalahan operasional dan membuat
rekomendasi untuk meningkatkan pelayanan lalu lintas
penerbangan dan komunikasi penerbangan;
Mengkoordinasikan pelayanan lalu lintas penerbangan dan
komunikasi penerbangan dengan unit - unit terkait;
Memastikan distribusi tanggung jawab dan beban keija dengan
tepat kepada tiap sector pelayanan lalu lintas penerbangan dan
komunikasi penerbangan;
Melakukan evaluasi dan usulan terkait perubahan yang diperlukan
pada Standar Operasional Prosedur (SOP), fasilitas, ruang udara,
personel dan pelayanan operasional terkait fungsi pelayanan lalu
lintas penerbangan dan komunikasi penerbangan;
Mengelola personel operasi yang menjadi tanggung jawabnya
termasuk di dalamnya rostering, penilaian kinerja dan peningkatan
kompetensi pada fungsi pelayanan lalu lintas penerbangan dan
komunikasi penerbangan.
D. Manager Fasilitas Teknik
Manager Fasilitas Teknik, mempunyai tugas pokok dan fungsi
menyusun, melaksanakan dan evaluasi program di bidang :
Pengelolaan pemeliharaan fasilitas CNS dan otomasi serta
penunjang di wilayah kerja Cabang Pontianak;
Pengelolaan ketersediaan suku cadang dan peralatan pemeliharaan
fasilitas CNS dan otomasi serta penunjang di wilayah kerja Cabang
Pontianak;
Pengadaan barang dan jasa yang terkait dengan fasilitas CNS dan
otomasi serta penunjang di wilayah kerja Cabang Pontianak;
Pengelolaan administrasi di bidang fasilitas CNS dan otomasi serta
penunjang di wilayah kerja Cabang Pontianak;
Pencatatan dan pelaporan fasilitas CNS dan otomasi serta
penunjang di wilayah kerja Cabang Pontianak;
Sebagai oordinator para Manager Teknik.
Manager Fasilitas Teknik dibantu oleh dua (2) Junior Manager :
a. Junior Manager Fasilitas CNS dan Otomasi, bertugas membantu :
Pengelolaan pemeliharaan fasilitas CNS dan otomasi;
Pengelolaan ketersediaan suku cadang dan peralatan pemeliharaan
fasilitas CNS dan otomasi;
Pengadaan barang dan jasa yang terkait dengan fasilitas CNS dan
otomasi;
Pengelolaan administrasi di bidang CNS dan otomasi;
Pencatatan dan pelaporan fasilitas CNS dan otomasi.
b. Junior Manager Fasilitas Penunjang, bertugas membantu :
Pengelolaan pemeliharaan fasilitas penunjang;
Pengelolaan ketersediaan suku cadang dan peralatan pemeliharaan
fasilitas penunjang;
Pengadaan barang dan jasa yang terkait dengan fasilitas penunjang;
Pengelolaan administrasi di bidang fasilitas penunjang;
Pencatatan dan pelaporan fasilitas penunjang.
E. Manager Teknik
Manager Teknik, bertanggung jawab atas pengoperasian fasilitas
peralatan komunikasi, navigasi, pengamatan dan otomasi serta
penunjang navigasi penerbangan yang menjalankan tugas secara
bergiliran, meliputi :
Memastikan kesiapan fasilitas navigasi penerbangan berjalan sesuai
dengan kebijakan/ peraturan, standar dan prosedur;
Mengawasi dan memeriksa pemeliharaan berkala fasilitas navigasi
penerbangan sesuai dengan kebijakan/ peraturan, standar dan
prosedur;
Menyelesaikan permasalahan fasilitas yang menyebabkan
terganggunya pelayanan navigasi penerbangan;
Menyiapkan data - data teknik yang diperlukan terkait investigasi,
audit dan sertifikasi;
Mengusulkan kebutuhan peralatan pemeliharaan dan suku cadang;
Mengusulkan fasilitas navigasi penerbangan yang lebih efektif dan
efisien;
Mengusulkan perubahan SOP terkait fungsi teknik;
Mengelola personel teknik yang menjadi tanggung jawabnya
termasuk di dalamnya rostering, penilaian kinerja dan peningkatan
kompetensi.
F. Manager Keselamatan
Manager Keselamatan, Keamanan dan Standardisasi,
mempunyai tugas pokok dan fungsi menyusun, melaksanakan dan
evaluasi pelaksanaan supervise, inspeksi serta evaluasi kualitas
pelayanan meliputi pelayanan lalu lintas penerbangan, komunikasi
penerbangan, fasilitas navigasi penerbangan, menjamin mutu
keselamatan, keamanan dan kesehatan lingkungan kerja serta kegiatan
standardisasi dan sertifikasi pelayanan navigasi penerbangan yang
menjadi tanggung jawab di wilayah kerjanya sesuai dengan regulasi di
bidang keselamtan dan keamanan penerbangan.
Manager Keselamatan, Keamanan dan Standardisasi
dibantu oleh 2 (dua) Junior Manager, yaitu :
a. Junior Manager Keselamatan Bidang Operasi dan Keamanan,
bertugas membantu :
Melaksanakan supervise, inspeksi dan evaluasi atas kualitas
Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan, Telekomunikasi Penerbangan
dan Keamanan;
Melaksanakan kegiatan standardisasi dan sertifikasi pelayanan
navigasi penerbangan bidang operasi dan keamanan.
b. Junior Manager Keselamatan Bidang Teknik dan K3 (Keselamatan
dan Kesehatan Kerja), bertugas membantu :
Melaksanakan supervisi, inspeksi dan evaluasi atas kualitas fasilitas
telekomunikasi penerbangan dan fasilitas penunjang serta
Keselamatan dan Kesehatan Keija (K3);
Melaksanakan kegiatan standardisasi dan sertifikasi pelayanan
navigasi penerbangan bidang teknik dan Keselamatan dan
Kesehatan Keija (K3).
3.1 Tinjauan Teori VHF ADC PAE (PARK AIR T6 118.3 MHZ)
alat untuk mengukur SWR disebut SWR meter, kadang kadang bersatu dengan
Power Meter.
ini gambar SWR / Power Meter....
rasio yang diharapkan, tentunya 1:1, artinya energi yang di keluarkan seluruhnya
akan tersalur ke antenna
VSWR adalah Voltage Standing Wave Ratio.
untuk menentukan suatu instalasi telkomunikasi baik atau tidak pengukuran
VSWR sangat diperlukan sekali, karena tujuan pengukuran VSWR adalah untuk
mengetahui berapa jumlah voltage yang terpakai dan juga yang terbuang
SWR Meter
Standing Wave Ratio
Standing wave ratio disingkat SWR kadang-kadang disingkat dengan nama
VSWR (Voltage Standing Wave Ratio). Bila impedansi saluran transmisi tidak
sesuai dengan transceiver maka akan timbul daya refleksi (reflected power) pada
saluran yang berinterferensi dengan daya maju (forward power). Interferensi ini
menghasilkan gelombang berdiri (standing wave) yang besarnya tergantung pada
besarnya daya refleksi.
Skema Rangkaian SWR Meter dan Cara Kalibrasi. Pada Transmisi Daya RF,
apabila Impedansi Saluran Transmisi tidak sesuai dengan Impedansi Beban
(antenna), maka akan muncul Daya Pantul (Reflected Power) pada saluran
transmisi menuju sumber (transmitter). Daya pantul ini akan berinterferensi
dengan daya dari pemancar (Forward Power) dan menghasilkan Gelombang
Tegangan Berdiri pada saluran (Volt Standing Wave).
Nilai SWR dapat dihitung melalui perbandingan Impedansi Beban terhadap
impedansi transmisi , yaitu :
vswr =
VRF max V f Vr
SWR
VRF min V f Vr
Dimana :
VRFmax = Tegangan maximum.
VRFmin = Tegangan minimum.
Vf = Tegangan Forward.
Vr = Tegangan Reverse.
Oleh Profesor Emeritus Hans Schroeder dan Nick Luther
Bayangkan sebuah saluran transmisi yang panjang tak terhingga.
Kabel yang dibangun dengan dimensi tertentu mungkin terlihat
seperti resistor 50-ohm. Itu tidak akan (idealnya) menghilangkan
kekuatan apapun, ia hanya melakukan perjalanan selamanya
sampai tak terhingga. Jika Anda memotong kabel itu pada titik
tertentu dan hubungkan resistor 50 ohm sampai akhir,
keseluruhannya adalah, ke sumbernya, tetap setara dengan 50
ohm, kecuali bahwa sekarang semua daya akan hilang
(menghangatkan) resistor . Antena yang dirancang agar terlihat
seperti 50 ohm akan terlihat sama dengan sumbernya, kecuali
bahwa dalam hal ini apa yang tampak seperti kekuatan "hilang"
adalah benar-benar apa yang terpancar keluar. Sejauh
menyangkut pemancar, tampilannya sama, karena tidak "tahu"
apa itu yang menyerap energi.
Jika sekarang ada hubungan pendek di ujung yang lain, atau
sebaliknya, yaitu sirkuit terbuka, tidak ada yang menyerap
energi. Jadi, apa yang terjadi dengan energi yang dengan riang
menyusuri jalan bujuk, berharap bisa digunakan baik dengan
dipancarkan ke seluruh dunia sebagai radiasi elektromagnetik,
atau sekadar panas rendah? Konservasi energi untuk
penyelamatan: Ini akan tercermin, sama seperti gelombang suara
dari dinding (dinding bata keras, tidak satu dengan ubin akustik,
atau selimut yang tergantung di atasnya - Dapatkah Anda
melihat analoginya?).
Dan bila Anda memiliki dua gelombang dengan frekuensi yang
sama (yaitu yang sama) dengan arah inopposite yang melaju,
Anda mendapatkan "gelombang berdiri" (Fisika 101 - mungkin)
Jadi, dengan kecocokan sempurna, tidak ada gelombang berdiri,
dengan "pertandingan UN-sempurna" "Gelombang berdiri total,
dan di antara" salah korup "sejumlah gelombang berdiri. Jumlah
gelombang berdiri memberi Anda gambaran seberapa bagus
kecocokan beban (antena) dengan impedansi karakteristik dari
jalur transmisi.
Tidak ada gelombang berdiri yang juga disebut garis "datar",
karena tegangannya sama sepanjang. Dalam kasus ini, rasio
gelombang berdiri (SWR) adalah 1, yang merupakan matching
impedansi sempurna. Dengan gelombang berdiri, voltase akan
memiliki "benjolan" atau antinodes yang berjarak 1/2 panjang
gelombang terpisah sepanjang garis, dan semakin tinggi SWR,
semakin buruk kecocokan pada ujung beban, dan semakin besar
jumlah daya pantulnya. Sekarang saatnya untuk mengungkapkan
ini secara matematis. Kita mendefinisikan koefisien refleksi,
yang ditunjukkan oleh simbol For = 0.5 fungsi medan listrik
total (atau voltase, jika Anda ingin memikirkannya seperti itu)
mungkin terlihat seperti ini :
E max 1 | |
SWR
E min 1 | |
Sedangkan :
VR = I R
VL = I IL
Maka :
hambatan dalam rangkaian AC yang disebut impedansi,
dilambangkan Z dan ditulis:
Besarnya pergeseran fase antara arus dan tegangan dinyatakan:
Sedangkan :
VR = I R
VL = I XC
di mana :
V = tegangan total/jepit susunan RLC (volt)
VR = tegangan pada hambatan (volt)
VL = tegangan pada induktor (volt)
VC = tegangan pada kapasitor (volt)
Dari gambar diagram fasor terlihat bahwa antara tegangan dan
arus terdapat beda sudut fase sebesar θ yang dapat dinyatakan
dengan :
di mana :
Z = impedansi rangkaian seri RLC (Ω)
R = hambatan (Ω)
XL = reaktansi induktif (Ω)
XC = reaktansi kapasitif (Ω)
Pada rangkaian seri RLC dapat mempunyai beberapa
kemungkinan yaitu :
Jika nilai XL > XC maka rangkaian akan bersifat seperti
induktor, yaitu tegangan mendahului arus dengan beda sudut
fase θ yang besarnya dinyatakan dengan
Penerima
Penerima VHF–A/G terdiri atas penerima utama dan cadangan yang
dapat berkerja sama atau bergantian dengan menggunakan pemindah
otomatis agar kelangsungan operasionalnya terjamin.VHF A/G ADC
(Very High Frequency Aerodrome Control) VHF A/G yaitu peralatan
komunikasi penerbangan dari darat keudara atau sebaliknya berupa
informasi penerbangan dan pengaturan pergerakan pesawat termasuk
pendaratan dan lepas landas digunakan di unit pelayanan ATS (Air
Traffic Service) sebagai sarana komunikasi dengan pilot dipesawat udara.
Komunikasi mempunyai peran penting untuk menentukan mutu/kualitas
pelayanan lalu lintas udara, oleh karena itu ketersediaan dan kehandalan
peralatan harus menjadi prioritas bagi pengelola bandara. Untuk ADC
menggunakan VHF A/G dengan Daya Pancar 10 Watt s/d 50
Watt.Aerodrome Control (ADC) Jarak Pelayanan 25 NM Flight Level FL
040
Gambar 3.1 VHF A/G ADC
2. VHF A / G APP
a) Merk : CISCO
b) Tahun : 2016
Instalasi
a) Merk : SELEX
b) Type : 1150A
c) Power o/p : 70 Watt
d) Frequency : 113.2 MHz
e) Tahun Instalasi : 2013
f) Ident : PNK
f) Ident : PNK
Gambar 4.18 Blok Diagram DME SELEX Co-located DVOR
Sumber : Manual Book DME SELEX
3. ILS (Instrument Landing System)
i.Localizer
Merupakan Alat bantu pendaratan yang digunakan untuk memandu
pesawat agar mendarat tepat pada centerline runway. Localizer bekerja
pada band frekuensi VHF : 108 – 118 MHz dan normal range nya bias
Identifikasi peralatan:
1. Merk :SELEX
2. Type :2100
3. Power o/p :15 Watt
4. Frequency :111.3 MHz
5. Tahun instalasi :2019
Gambar 4.21 Blok Diagram Localizer SELEX 2100
Sumber : Manual Book Localizer 2100
ii. Glide Path
Glidepath merupakan salah satu jenis ILS yang digunakan untuk
membantu pendaratan pesawat hingga tepat pada posisi 3o pada
Touchdown zone. Bekerja pada band frekuensi UHF : 328 – 356 MHz.
Range nya bias mencapai 10 NM. Cara kerjanya mirip dengan localizer.
glideslope mengirimkan dua signal dalam satu channel. Dua signal yang
dikirimkan tersebut salah satunya termodulasi pada frekuensi 90 Hz, dan
yang lainnya termodulasi pada frekuensi 150 Hz. Kemudian, dipancarkan
oleh antenna glide slope. Signal 90 Hz dipancarkan ke atas descent path
(sudut luncur pesawat) dan signal 150 Hz dipancarkan ke bawah descent
path. Garis tengah dari kedua signal tersebut digunakan untuk menentukan
sudut luncur pesawat kurang lebih 3° di atas tanah
G
Gambar 4.25 Transmitter Middle Marker SELEX
Gambar 4.26 Antena Midle Marker SELEX
Identifikasi RADAR:
i.Merk : INDRA
ii.Type : IRS-20MP/S
iii.Power o/p : 3 KW
iv.Frequency : 1030MHz (TX),
1090 MHz (RX)
v.Jangkauan Pancaran : 256 NM
Gambar 4.36 Blok Diagram RADAR INDRA
Sumber :Manual Book Radar
b. ADS-B ERA
ADS–B adalah singkatan dari Automatic Dependent Surveillance
Broadcasting yang merupakan sistem navigasi dalam dunia penerbangan
yang dengan frekuensinya dapat di deteksi oleh radar dengan berbagai data
yang dapat ditampilkan dalam bentuk text, visual 2D dan 3D.
GGambar 4.37 ADSB ERA
Sumber : Hasil Dokumentasi Penulis, 2019
G
a
m
b
a
r
4
.
3
8
Monitor RCMU ADSB
Sumber : Hasil Dokumentasi Penulis, 2019
Identifikasi ADSB
i.Merk : ERA
ii.Type : ADSB/IDN
iii.Frequency : 1090 MHz
iv.Jangkauan : 200NM
v.Tahun Instalasi : 2008
Gambar
4.40
ATC
System
I
dentifikasi ATC System
i.Merk : Indra
ii.Type : A2100
iii.Tahun Instalasi : 2014
Gambar 4.41 ATC System
Sumber : Hasil Dokumentasi Penulis, 2019
4.2 Jadwal Pelaksanaan OJT
Sesuai Buku Pedoman On The Job Training penulis melampirkan jadwal
pelaksanaan On The Job Training (OJT) di Perum LPPNPI Cabang Pontianak
dalam Laporan Kegiatan On The Job Training (OJT) di Perum LPPNPI Cabang
Pontianak disesuaikan dengan daftar hadir Taruna pada kegiatan On The Job
Training (OJT) di Perum LPPNPI Cabang Pontianak yang dimulai sejak tanggal
16 Juli 2019 sampai dengan 20 November 2019 di Perum LPPNPI Pontianak .
Adapun waktu pelaksanaannya dibagi menjadi beberapa shift sebagai berikut:
Gambar 4.42
Gambar 4.43
G
G
Gambar 4.44
4.3.2 Penyebab Permasalahan
RF Relay antenna tidak berkerja dan tidaj mendapatkan
output supply dari Facilities.
4.4Penyelesaian Masalah
Sesuai dengan perencanaan dan rancangan penyelesaian masalah
yang telah dibuat,para teknisi dan manager Tekni menindaklanjuti dengan
melakukan langkah –langkah dalam menyelesaikan permasalahan pada
VHF ADC tersebut yaitu pada RF Relay ANTENNA pada Transmitter.RF
Relay Antenna digunakan sebagai Change Over kedua transmitter dengan
menggunakan 1 antenna.
a. Melakukan Restart pada Transmitter (Tx 2)
b. Penyettingan VSWR pada perangkat Transmitter tersebut.
c. Check point 9, mengecek tegangan pada Facilities
Connector,ternyata tegangan pada pin 9 tersebut mengeluarkan
tegangan.Sehingga pada facilities connector tersebut dalam
keadaan normal.
d. Check pada connector DB 15
e. Pengecekan pada RF Relay Antenna dikarenakan Bad Connection,
sehingga melakukan pengukuran pada uotputsupply pda RF Relay
tersebut.Dimana tegangan tidak masuk pada RF Relay antenna
tersebut .Sehingga RF Relay Antenna tidak dapat bekerja.
5.2 Saran
5.2.1 Saran terhadap bab IV
Adapun saran-saran yang dapat diberikan untuk BAB IV ini sebagai
berikut:
1. Sebaiknya mengecek RF Relay .
2. Penulis memahami permasalahan pada VHF ADC lebih mendetail pada
Fcilities Connector yang terhubung pada RF Relay 24vDC.
3. Saat menguasai pada peralatan yang penulis ambil saat membuat laporan,
jangan berfokus pada satu peralatan saja.Namun juga harus mengusai
seluruh peralatan Navigasi Udara,Telekomunikasi dan Surveillance yang
telah disepakati dari Kampus ATKP Medan. Karena setiap peralatan saling
berhubungan satu sama lain dan agar lebih menambah wawasan serata
ilmu pengetahuan dalam kegiatan On Job Training.
4. Dalam mengambil dan fokus pada suatu peralatan yang penulis ambil,
penulis harus benar-benar menguasi manual book yang ada pada Perum
LPPNPI AirNav cabang Pontianak, memahami sesuai Merk yang
digunakan pada peralatan tersebut.