Anda di halaman 1dari 110

DIPLOMA III TEKNIK TELEKOMUNIKASI DAN NAVIGASI UDARA

ANGKATAN XV
PERUM LPPNPI KANTOR CABANG PONTIANAK
BANDAR UDARA INTERNASIONAL SUPADIO

Oleh :

TAR. KRISDAYANTI DORMAULI PANE


NIT. 20171050152074

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK TELEKOMUNIKASI DAN NAVIGASI


UDARA AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN PENERBANGAN MEDAN
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PELAKSANAAN ON JOB TRAINING ( OJT )


PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK TELEKOMUNIKASI DAN
NAVIGASI UDARA ( TNU ) ANGKATAN KE XV DI PERUM LPPNPI
CABANG PONTIANAK

Oleh:

TAR. KRISDAYANTI DORMAULI PANE


NIT.20171050152074

NO NAMA TANDA TANGAN

1. FADHLAN ADLY LUBIS ……………….......


NIK. 139207051898 F
(OJT Instructor/Supervisor)

2. AFANDI SAHPUTRA,S.T ……………….......


NIP. 198801032009121002
(Pembimbing OJT I)

3. ROSSI PETER SIMANJUNTAK,M.Si ……………………


NIP. 198207152009121002
(Pembimbing OJT II)

Mengetahui,
Ketua Program Studi
Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

USMAN,S.T.,M.T
NIP. 196008031988031003
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PELAKSANAAN ON THE JOB TRAINING


PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK TELEKOMUNIKASI DAN
NAVIGASI UDARA ANGKATAN KE XV
DI PERUM LPPNPI CABANG PONTIANAK
BANDAR UDARA INTERNASIONAL SUPADIO

Pelaksanaan kegiatan On The Job Training ( OJT ) di Perum LPPNPI Cabang


Banda Aceh Bandar Udara Sultan Iskandar Muda.

Mulai : 16 Juli 2019


Berakhir : 16 November 2019
Tim Penguji

1. : ................................

2.
: ..............................

3.
: ..............................

Mengetahui,
Direktur Akademi Teknik dan Keselamatan
Penerbangan Medan

ACHMAD SETIYO PRABOWO ST, MT


NIP: 197408191995011000
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
limpahan-Nya sehingga saya bisa menulis laporan On The Job Training (OJT) II
dengan baik sesuai pedoman yang diberikan.
Kegiatan On The Job Training II merupakan salah satu program yang
dilaksanakan Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar sebagai
Unit Pelaksana Teknis Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan
Udara dalam rangka meningkatkan kualitas lulusan pendidikan dan pelatihan di
bidang penerbangan.
Laporan On The Job Training II ini disusun dalam rangka melaporkan
permasalahan yang dihadapi selama melaksanakan kegiatan On The Job Training
II pada Perum LPPNPI Cabang Pontianak.
Dengan selesainya penyusunan laporan OJT ini, penulis menyampaikan terima
kasih kepada :

1. Ucapan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan
kesehatan selama melaksanakan kegiatan OJT.
2. Orang tua yang selalu mendoakan dan mendukung.
3. Bapak SUYATMO, ST, S.Pd, MT. selaku Direktur Akademi Teknik dan
Keselamatan Penerbangan Medan.
4. Bapak USMAN,S.T.,M.T selaku Ketua Program Studi Teknik Navigasi
Udara.
5. Bapak Wasyudi Zufka selaku General Manager Perum LPPNPI Cabang
Pontianak.
6. Bapak Kusmulyadi selaku Manager Fasilitas Teknik Perum LPPNPI
Cabang Pontianak.
7. Bapak Soni Herianto Batu Bara selaku Manager Teknik 1.
8. Bapak Jaelani selaku Manager Teknik 2.
9. Bapak Dudy Hermawan selaku Manager Teknik 3.
10. Bapak Denny Harley D. selaku Manager Teknik 4.
11. Bapak Agus Salim selaku Junior Manager Fasilitas CNS dan Otomasi.
12. Abang Fadlan Adly Lubis selaku pembimbing OJT di Perum LPPNPI
Kantor Cabang Pontianak.
13. Seluruh Pegawai CNSA dan TFP di Perum LPPNPI Kantor Cabang
Pontianak.
14. Segenap Staf dan Karyawan Perum LPPNPI AirNav Indonesia Kantor
Cabang Pontianak.
15. Seluruh sahabat-sahabat seperjuangan OJT POLTEKBANG Surabaya.
16. Seluruh sahabat-sahabat seperjuangan OJT ATKP Makassar.
17. Seluruh pihak yang membantu penulis sehingga laporan On The Job
Training ini dapat terselesaikan, yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.

Penulis sangat mengharapkan sumbang saran dan kritik yang membangun


guna penyempurnaan laporan On The Job Training ini. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat serta menambah wawasan bagi pembaca.

Pontianak, November 2019

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR / TABEL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pelaksanaan OJT


Pelaksanaan On The Job Training pada Akademi Teknik dan
Keselamatan Penerbangan Medan adalah Unit Pelaksanaan Teknis (UPT)
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan yang mempunyai
tugas untuk melaksanakan pendidikan profesional diploma di bidang Teknik
dan Keselamatan Penerbangan. Sebagai lembaga pendidikan dan/atau
pelatihan yang memiliki tugas utama mengembangkan dan melatih
Sumber Daya Manusia Perhubungan Udara. Akademi Teknik dan
Keselamatan Penerbangan Medan memiliki komitmen yang kuat dalam
penyelenggaraan oleh fasilitas dan tenaga pengajar yang profesional
untuk mendukung tercapainya keselamatan penerbangan.
Peranan transportasi udara sangat penting dalam pengembangan
ekonomi dan sosial yang ditunjukkan oleh peningkatan jumlah permintaan
jasa penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang pesawat udara.
Salah satu syarat kelulusan bagi taruna adalah On The Job
Training (OJT) dimana pelaksanaannya disesuaikan dengan kurikulum
pada tiap-tiap Program Studi dan berfungsi untuk menerapkan
pengetahuan dan ketrampilan yang didapat selama mengikuti perkuliahan
ke dalam dunia kerja nyata baik di bandar udara maupun di perusahaan
atau industri sesuai bidang terkait.
Dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan, Akademi Teknik
dan Keselamatan Penerbangan Medan didukung oleh dosen pengajar baik
dari lingkungan sendiri maupun dosen tamu yang dianggap mampu dan
profesional dalam membimbing Taruna untuk menempuh ilmu secara teori
maupun praktek dikampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan
Medan.

1.2 Maksud dan Tujuan Pelaksanaan OJT

1.2.1 Maksud pelaksanaan OJT


Maksud pelaksanaan On Job Training adalah sebagai berikut:
1) Merupakan salah satu syarat untuk meningkatan kualitas
lulusan pendidikan dan pelatihan di bidang penerbangan, perlu
menetapkan pedoman On Job Training program diploma
pendidikan dalam pengembangan Sumber Daya Manusia
Perhubungan Udara yang didasarkan pada Undang-Undang
Nomor Tahun 2009 tentang Penerbangan.
2) Merupakan kegiatan untuk menguasai pemahaman pekerjaan
dalam melakukan kegiatan rutin maupun tidak rutin secara
mandiri dengan penuh tanggung jawab agar taruna lebih siap
mengaplikasikan ilmu dipendidikan dan menghadapi dunia
kerja yang sesungguhnya dikemudian hari.

1.2.2 Tujuan Pelaksanaan OJT

Tujuan pelaksanaan On Job Training adalah sebagai berikut:

1) Menerapkan teori dan lapangan keterampilan yang telah


diperoleh dari pendidikan terhadap situasi di lapangan kerja
yang akan menjadi tanggung jawab sesuai dengan bidang yang
telah di pelajarinya.
2) Melatih para Taruna untuk menjadi seorang ahli di bidangnya.
Yang akan membuka wawasan para Taruna untuk memahami
bahwa belajar merupakan kegiatan tanpa batas mengingat
kemajuan teknologi yang harus diikuti oleh semua tidak
terbatas oleh usia.
3) Agar dapat bekerja sama dengan personil yang lain, maupun di
unit- unit yang lainnya, sehingga tercipta suasana team work
serta disiplin dan tanggung jawab yang tinggi.
BAB II
PROFIL LOKASI OJT

2.1 Sejarah Singkat

PERUM LPPNPI ( Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan


Navigasi Penerbangan Indonesia)

Pada bulan September 2009, mulai disusun Rancangan Peraturan


Pemerintahan (RPP) sebagai landasan hukum berdirinya Perum LPPNPI. Pada
13 September 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan RPP
menjadi PP 77 Tahun 2012 tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga
Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI). PP
inilah yang menjadi dasar hukum terbentuknya Perum LPPNPI. Setelah
terbitnya PP 77 Tahun 2012 tentang Perum LPPNPI, pelayanan navigasi yang
sebelumnya dikelola oleh PT Angkasa Pura I (Persero ) dan PT Angkasa Pura
II ( Persero) serta UPT diserahkan kepada Perum LPPNPI atau yang lebih
dikenal dengan AirNav Indonesia. Pemerintah Indonesia merespon audit
ICAO dengan memulai rancangan PP pendirian AirNav Indonesia dan
disahkan pada 13 September 2012 menjadi PP No 77 tahun 2012. AirNav
Indonesia mulai melaksanakan tugasnya mengelola navigasi penerbangan di
seluruh wilayah Indonesia dimulai pada 16 Januari 2013. Sesuai dengan
amanah undang-undang nomor 1 tahun 2009, pemerintah republik Indonesia
mengeluarkan peraturan pemerintah nomor 77 tahun 2012 tentang perusahaan
umum (perum) lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan
Indonesia (LPPNPI), yang ditandatangani oleh presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada 13 September 2013 sebagai dasar pembentukan badan usaha
milik Negara yang menyelenggarakan pelayanan navigasi penerbangan di
Indonesia secara tunggal dan tidak berorientasi mencari keuntungan.
Dengan berdirinya AirNav Indonesia maka, keselamatan dan
pelayanan navigasi penebangan dapat terselenggara dengan baik karena
sebelumnya pelayanan navigasi di Indonesia dilayani oleh beberapa instansi
yaitu UPT Ditjen Perhubungan, PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa
Pura II (Persero), dan bandara udara khusus sehingga menyebabkan adanya
perbedaan tingkat kualitas pelayanan navigasi dan tidak fokusnya
penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan. Kepemilikan modal AirNav
Indonesia sepenuhnya dimiliki oleh Republik Indonesia yang dalam hal ini
diwakilkan oleh Kementerian BUMN. AirNav Indonesia terbagi menjadi 2
ruang udara berdasarkan Flight Information Region (FIR) yakni FIR Jakarta
yang terpusat di Kantor Cabang JATSC (Jakarta Air Traffic Services Center)
dan FIR Ujung Pandang yang terpusat di Kantor Cabang MATSC (Makassar
Air Traffic Services Center). AirNav Indonesia merupakan tonggak sejarah
dalam dunia penerbangan nasional bangsa Indonesia, karena AirNav Indonesia
merupakan satu-satunya penyelenggara navigasi penerbangan di Indonesia.
Berdasarkan PP No.77 tahun 2012 maksud dan tujuan pendirian Perum
LPPNPI ialah melaksanakan penyediaan jasa pelayanan navigasi penerbangan
sesuai dengan standar yang berlaku untuk mencapai efisiensi dan efektivitas
penerbangan dalam lingkup nasional dan internasional. Sebagai Badan
Usaha,tolak ukur kinerja AirNav Indonesia Indonesia dilihat dari sisi safety
yang terdiri atas banyak unsur seperti SDM, peralatan, prosedur dan lain
sebagainya yang semuanya harus mengikuti perkembangan dan standar yang
diatur secara ketat dalam Civil Aviation Safety Regulation (CARS).
Menteri perhubungan dan menteri Negara BUMN telah mengangkat
dewan pengawas dan direksi perum lembaga penyelenggara pelayanan
navigasi penerbangan (LPPNPI) di kantor kementerian Negara BUMN
Nomor. SK.15/MBU/2013 tanggal 16 Januari 2013. Sejak diangkatnya
direksi, perum navigasi LPPNPI resmi beroperasi dan menjadi provider
tunggal dalam memberikan pelayanannavigasi penerbangan di Indonesia dan
bertanggung jawab terhadap keselamatan pelayanan navigasi penerbangan di
Indonesia. Kriteria perum LPPNPI sesuai dengan amanah undang-undang
adalah untuk dapat selalu mengutamakan keselamatan penerbangan dan
tidak berorientasi pada keuntungan, secara finansial dapat mandiri serta
seluruh biaya yang ditarik dari pengguna dikembalikan untuk biaya investasi
dan peningkatan operasional (cost recovery) pelayanan navigasi penerbangan
di Indonesia sehingga dapat terciptanya keselamatan penerbangan yang
maksimal.

Lokasi On The Job Training II berada pada Kota Pontianak adalah kota di
Indonesia yang letaknya berada tepat di bawah garis cakrawala khatulistiwa.
Kota yang menjadi ibukota provinsi Kalimantan Barat ini juga dilalui oleh
sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia. Luasnya yang mencapai 107
km2 dengan jumlah penduduknya sekitar 554.764 jiwa ini membuat Pontianak
menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan pemerintahan di Kalimantan Barat.
Pesatnya pembangunan dan arus globalisasi tak urung sering kali membuat
banyak orang semakin membutuhkan kemajuan transportasi yang cepat,
seperti kebutuhan bandara Supadio yang terus berkembang.
Bandara Supadio, awalnya dikenal dengan Lapangan Terbang "Sei
Durian" yang diperuntukkan sebagai pangkalan TNI AU. Pada tahun 1969
nama bandara ini diubah menjadi Pangkalan TNI AU Supadio ditandai dengan
berubahnya status menjadi Bandara tipe “B” dan memiliki 1 skuadron (18
pesawat tempur).
Supadio adalah nama salah satu prajurit perwira TNI AU yang berjasa
menumpas G 30S/PKI di Kalimantan. Komodor Udara Supadio nama
lengkapnya, ia adalah mantan Panglima Komando Wilayah Udara Kalimantan
yang pertama dan ia juga satu-satunya pilot penerbang pesawat tempur TNI
AU di Kalimantan pada saat itu. Untuk mengenang jasa penerbang tersebut
TNI AU menabalkan nama Supadio menjadi nama pangkalan udara TNI AU di
Pontianak dan kini selain menjadi bandara untuk TNI AU lapangan terbang ini
juga untuk umum yang dikelola oleh AP II.
Bandara Supadio saat ini tergolong sebagai bandara dengan aktifitas
paling sibuk di Indonesia. Tak kurang jumlah penerbangan (datang dan
berangkat) mencapai 64 kali dalam sehari dengan jumlah penumpang
1.981.000 orang yang diangkut tahun 2011.
Pada tanggal 16 Januari 2013 pukul 22:00 WIB, seluruh pelayanan
navigasi yang dikelola oleh PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa
Pura II (Persero) dialihkan ke AirNav Indonesia. Sejak saat itu, seluruh
pelayanan navigasi yang ada di 26 bandara yang dikelola oleh PT Angkasa
Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero) dialihkan ke AirNav
Indonesia, begitu juga sumber daya manusia dan peralatannya. Termasuk di
bandara Supadio Kubu Raya Kalimantan Barat.

2.2 Data Umum


2.2.1 Data Umum Perum LPPNPI Cabang Pontianak
Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan pada Perum LPPNPI
Cabang Pontianak yang berstatus sebagai perusahaan umum.
1. Nama Penyelenggara : Perum LPPNPI
2. Pengelola : Perum LPPNPI Cabang Pontianak
3. Kelas : Internasional
4. Telepon : (0651)721560
5. Alamat : Jalan Adi Sucipto km 15
6. Lokasi : Pontianak
7. Provinsi : Kalimantan Barat
8. ARP : 00008’88.” S 109024’25.”E
9. Pelayanan Ruang Udara : ADC dan APP

Daftar Frekuensi:
a. Pontianak Tower : 118.30 Mhz
b. SecondaryTower : 122.35 Mhz
c. Pontianak Approach : 119.0 Mhz
d. Secondary Approach : 123.0 Mhz
e. Pontianak Approach (west) : 125.4 Mhz
f. VHF ER JATSC : 133.5 Mhz
g. VHF ER Secondary :134. 45Mhz
h. Tx ATIS : 127. 4 Mhz
10. Jam Operasi : 18 Jam (06.00-24.00WIB)
11. Telepon Fax : (0561) 672921
12. AFTN Address :WIOO

13. E-mail : pontianak@airnavindonesia.co.id


14. NPWP : 03.276.302.1- 093. 000

2.2.2 Fasilitas Penerbangan


a.Telekomunikasi : VHF A/G, HF SSB, VHF, Transceiver,
AMSC, ATIS
b.Navigasi Udara : ILS, DVOR/DME
c. Surveillance : PSR/SSR, MSSR-S, ADS-B
d. PKP-PK : CAT. VII
e. Air Field Lightening : SALS/VASIS
2.3 Struktur Organisasi Perusahaan
Berdasarkan Keputusan Direksi LPPNPI Nomor:
PER.015/LPPNPI/X/2017 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perum
Lembaga Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia
Kantor Cabang Pontianak adalah sebagai berikut:
1. Struktur Organisasi Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan
Kantor Cabang Pontianak terlihat di gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Managemen AIRNAV Cabang Pontianak

2. Tugas Pokok dan Fungsi sesuai gambar 2.1


A. General Manager
General Manager Cabang Pontianak mempunyai tanggung jawab
atas terselenggaranya pelayanan navigasi penerbangan yang meliputi
Pelayanan lalu lintas penerbangan, Pelayanan komunikasi
Penerbangan, Keselamatan dan keamanan, Kesiapan fasilitas
Communication, Navigation, Surveillance, Automation (CNSA) dan
Penunjang, administrasi kepegawaian, keuangan, kehumasan dan
pengadaan barang/jasa di seluruh wilayah kerja Cabang Pontianak.

B. Manager Perencanaan dan Evaluasi Operasi


Manager Perencanaan dan Evaluasi Operasi, mempunyai tugas
pokok dan fungsi menyusun, melaksanakan dan evaluasi program
bidang :
 Operasi pelayanan lalu lintas penerbangan dan komunikasi
penerbangan wilayah kerja Cabang Pontianak.
 Pengelolaan dokumen operasi yang meliputi : standar operasional
prosedur (SOP), letter of coordination agreement (LOCA), letter of
agreement (LOA) dan manual operasi di wiayah kerja Cabang
Pontianak.
 ATFM dan ATS system.
 Pengelolaan sertifikasi dan rating personel pada fungsi operasi di
wilayah kerja cabang Pontianak.
 Pengelolaan administasi fungsi operasi diwilayah kerja Cabang
Pontianak.
 Pengusulan kebutuhan dan fasilitas personel pada fungsi operasi
diwilayah kerja Cabang Pontianak.
 Pencatatan dan pelaporan pada fungsi operasi di wilayah kerja
Cabang Pontianak.
 Sebagai koordinator para Manager Operasi.C) Manager
Perencanaan dan Evaluasi Operasi
Manager Perencanaan dan Evaluasi Operasi dibantu oleh 3 (tiga)
Junior Manager :
a) Junior Manager Perencanaan dan Evaluasi Pelayanan Lalu Lintas
Penerbangan, bertugas membantu :
 Perencanaan dan evaluasi operasi pada fungsi pelayanan lalu lintas
penerbangan diwilayah kerja Cabang Pontianak.
 Pengelolaan dokumen operasi yang meliputi : Standar Operasional
Prosedur (SOP), Letter of Coordination Agreement (LOCA), Letter
of Agreement (LOA) dan Manual Operasi pada fungsi pelayanan
lalu lintas penerbangan di wilayah kerja Cabang Pontianak;
 Pengelolaan sertifikasi dan rating personel pada fungsi pelayanan
lalu lintas penerbangan di wilayah kerja Cabang Pontianak;
 Pengelolaan administrasi pada fungsi pelayanan lalu lintas
penerbangan di wilayah kerja Cabang Pontianak;
 Pengusulan kebutuhan dan fasilitas personel pada fungsi pelayanan
lalu lintas penerbangan di wilayah kerja Cabang
Pontianak;Pencatatan dan pelaporan pada fungsi pelayanan lalu
lintas penerbangan di wilayah kerja Cabang Pontianak.
 Junior Manager ATFM dan ATS System, bertugas membantu :
 Pelaksanaan dankoordinasi dengan pihak terkait dalam kegiatan
arus lalu lintas penerbangan;
 Pengoperasian ATS System;
 Pelaporan data penerbangan.
 Junior Manager Perencanaan dan Evaluasi Pelayanan
Komunikasi Penerbangan, bertugas membantu :
 Perencanaan dan evaluasi operasi pada fungsi pelayanan
komunikasi penerbangan di wilayah Cabang Pontianak;
 Pengelolaan dokumen operasi yang meliputi : Standar Operasional
Prosedur (SOP), Letter of Coordination Agreement (LOCA), Letter
of Agreement (LOA) dan Manual Operasi pada fungsi pelayanan
komunikasi penerbangan di wilayah kerja Cabang Pontianak;
 Pengelolaan sertifikasi dan rating personel pada fungsi pelayanan
komunikasi penerbangan di wilayah kerja Cabang Pontianak;
 Pengusulan kebutuhan dan fasilitas personel pada fungsi pelayanan
komunikasi penerbangan di wilayah kerja Cabang Pontianak;
 Pengelolaan administrasi pada fungsi pelayanan komunikasi
penerbangan di wilayah kerja Cabang Pontianak;
 Pengusulan kebutuhan dan fasilitas personel pada fungsi pelayanan
komunikasi penerbangan di wilayah kerja Cabang Pontianak.

C. Manager Operasi
Manager Operasi, yang bertanggung jawab atas pengendalian
pelayanan lalu lintas penerbangan dan komunikasi penerbangan yang
menjalankan tugasnya secara bergiliran, meliputi :
 Mengawasi dan memeriksa pelaksanaan kegiatan pelayanan lalu
lintas penerbangan dan komunikasi penerbangan;
 Memastikan bahwa semua unit pada fungsi pelayanan lalu lintas
penerbangan dan komunikasi penerbangan beroperasi sesuai
dengan kebijakan/ peraturan, standar dan prosedur;
 Membantu investigasi terkait keluhan, insiden, kecelakaan dan
pelanggaran pelayanan lalu lintas penerbangan dan komunikasi
penerbangan;
 Menyelesaikan permasalahan operasional dan membuat
rekomendasi untuk meningkatkan pelayanan lalu lintas
penerbangan dan komunikasi penerbangan;
 Mengkoordinasikan pelayanan lalu lintas penerbangan dan
komunikasi penerbangan dengan unit - unit terkait;
 Memastikan distribusi tanggung jawab dan beban keija dengan
tepat kepada tiap sector pelayanan lalu lintas penerbangan dan
komunikasi penerbangan;
 Melakukan evaluasi dan usulan terkait perubahan yang diperlukan
pada Standar Operasional Prosedur (SOP), fasilitas, ruang udara,
personel dan pelayanan operasional terkait fungsi pelayanan lalu
lintas penerbangan dan komunikasi penerbangan;
 Mengelola personel operasi yang menjadi tanggung jawabnya
termasuk di dalamnya rostering, penilaian kinerja dan peningkatan
kompetensi pada fungsi pelayanan lalu lintas penerbangan dan
komunikasi penerbangan.
D. Manager Fasilitas Teknik
Manager Fasilitas Teknik, mempunyai tugas pokok dan fungsi
menyusun, melaksanakan dan evaluasi program di bidang :
 Pengelolaan pemeliharaan fasilitas CNS dan otomasi serta
penunjang di wilayah kerja Cabang Pontianak;
 Pengelolaan ketersediaan suku cadang dan peralatan pemeliharaan
fasilitas CNS dan otomasi serta penunjang di wilayah kerja Cabang
Pontianak;
 Pengadaan barang dan jasa yang terkait dengan fasilitas CNS dan
otomasi serta penunjang di wilayah kerja Cabang Pontianak;
 Pengelolaan administrasi di bidang fasilitas CNS dan otomasi serta
penunjang di wilayah kerja Cabang Pontianak;
 Pencatatan dan pelaporan fasilitas CNS dan otomasi serta
penunjang di wilayah kerja Cabang Pontianak;
 Sebagai oordinator para Manager Teknik.
Manager Fasilitas Teknik dibantu oleh dua (2) Junior Manager :
a. Junior Manager Fasilitas CNS dan Otomasi, bertugas membantu :
 Pengelolaan pemeliharaan fasilitas CNS dan otomasi;
 Pengelolaan ketersediaan suku cadang dan peralatan pemeliharaan
fasilitas CNS dan otomasi;
 Pengadaan barang dan jasa yang terkait dengan fasilitas CNS dan
otomasi;
 Pengelolaan administrasi di bidang CNS dan otomasi;
 Pencatatan dan pelaporan fasilitas CNS dan otomasi.
b. Junior Manager Fasilitas Penunjang, bertugas membantu :
 Pengelolaan pemeliharaan fasilitas penunjang;
 Pengelolaan ketersediaan suku cadang dan peralatan pemeliharaan
fasilitas penunjang;
 Pengadaan barang dan jasa yang terkait dengan fasilitas penunjang;
 Pengelolaan administrasi di bidang fasilitas penunjang;
 Pencatatan dan pelaporan fasilitas penunjang.
E. Manager Teknik
Manager Teknik, bertanggung jawab atas pengoperasian fasilitas
peralatan komunikasi, navigasi, pengamatan dan otomasi serta
penunjang navigasi penerbangan yang menjalankan tugas secara
bergiliran, meliputi :
 Memastikan kesiapan fasilitas navigasi penerbangan berjalan sesuai
dengan kebijakan/ peraturan, standar dan prosedur;
 Mengawasi dan memeriksa pemeliharaan berkala fasilitas navigasi
penerbangan sesuai dengan kebijakan/ peraturan, standar dan
prosedur;
 Menyelesaikan permasalahan fasilitas yang menyebabkan
terganggunya pelayanan navigasi penerbangan;
 Menyiapkan data - data teknik yang diperlukan terkait investigasi,
audit dan sertifikasi;
 Mengusulkan kebutuhan peralatan pemeliharaan dan suku cadang;
 Mengusulkan fasilitas navigasi penerbangan yang lebih efektif dan
efisien;
 Mengusulkan perubahan SOP terkait fungsi teknik;
 Mengelola personel teknik yang menjadi tanggung jawabnya
termasuk di dalamnya rostering, penilaian kinerja dan peningkatan
kompetensi.
F. Manager Keselamatan
Manager Keselamatan, Keamanan dan Standardisasi,
mempunyai tugas pokok dan fungsi menyusun, melaksanakan dan
evaluasi pelaksanaan supervise, inspeksi serta evaluasi kualitas
pelayanan meliputi pelayanan lalu lintas penerbangan, komunikasi
penerbangan, fasilitas navigasi penerbangan, menjamin mutu
keselamatan, keamanan dan kesehatan lingkungan kerja serta kegiatan
standardisasi dan sertifikasi pelayanan navigasi penerbangan yang
menjadi tanggung jawab di wilayah kerjanya sesuai dengan regulasi di
bidang keselamtan dan keamanan penerbangan.
Manager Keselamatan, Keamanan dan Standardisasi
dibantu oleh 2 (dua) Junior Manager, yaitu :
a. Junior Manager Keselamatan Bidang Operasi dan Keamanan,
bertugas membantu :
 Melaksanakan supervise, inspeksi dan evaluasi atas kualitas
Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan, Telekomunikasi Penerbangan
dan Keamanan;
 Melaksanakan kegiatan standardisasi dan sertifikasi pelayanan
navigasi penerbangan bidang operasi dan keamanan.
b. Junior Manager Keselamatan Bidang Teknik dan K3 (Keselamatan
dan Kesehatan Kerja), bertugas membantu :
 Melaksanakan supervisi, inspeksi dan evaluasi atas kualitas fasilitas
telekomunikasi penerbangan dan fasilitas penunjang serta
Keselamatan dan Kesehatan Keija (K3);
 Melaksanakan kegiatan standardisasi dan sertifikasi pelayanan
navigasi penerbangan bidang teknik dan Keselamatan dan
Kesehatan Keija (K3).

G. Manager Administrasi dan Keuangan


Manager Administrasi dan Keuangan mempunyai tugas pokok
dan fungsi menyusun, melaksanakan dan evaluasi program dibidang:
 Pelaksanaan pengelolaan di bidang sumber daya manusia,
administrasi umum, tata usaha dan kearsipan, fasilitas kantor dan
karyawan, perawatan bangunan perkantoran beserta kebersihan
lingkungan dan keindahan kantor dan perjalanan dinas, kehumasan,
pengadaan barang dan jasa di wilayah kerja Cabang Pontianak;
 Pelaksanaan penyusunan rencana kerja dan anggaran cabang,
menyelenggarakan tata laksana perbendaharaan, mengelola
kepemilikan asset termasuk tanah dan bangunan di wilayah kerja
Cabang Pontianak;
Manager Administrasi dan Keuangan dibantu oleh 2 (dua) Junior
Manager :
a. Junior Manager Keuangan, bertugas membantu penyusunan rencana
kerja dan anggaran cabang, menyelenggarakan tata laksana
perbendaharaan, mengelola kepemilikan asset termasuk tanah dan
bangunan yang menjadi wilayah kerjanya;
b. Junior Manager Personalia dan Umum, bertugas membantu kegiatan
yang berhubungan dengan masalah personalia, umum dan kehumasan,
pengelolaan administrasi pengadaan barang dan jasa yang menjadi
kewenangannya dan melaksanakan tugas sebagai ketua panitia
pelelangan.

H. Kepala Cabang Pembantu/Kepala Unit Pelayanan Navigasi Penerbangan


mempunyai tanggung jawab atas terselenggaranya pelayanan lalu lintas
penerbangan, pelayanan komunikasi penerbangan dan Kesiapan Fasilitas
Communication Navigation, Surveillance (CNS) dan penunjang yang
menjadi kewenangannya.
BAB III
TINJAUAN TEORI

3.1 Tinjauan Teori VHF ADC PAE (PARK AIR T6 118.3 MHZ)

3.1.1 Pengertian Transceiver


Treanceiver berfungsi untuk mengirim dan menerima
informasi secara half duplex, untuk ini transceiver dilengkapi Power
supply,Tx, Rx dan switcging yang digunakan untuk mengalih
fungsikan dari Tx ke Rx atau sebaliknya, agar dapat menerima
informasi Rx pada transceiver menggunakan demodolator yang
berguna untuk memisahkan sinyal informasi dari radio frekuensi
pembawanya, dan agar dapat mengirim sinyal informasi Tx pada
transceiver menggunakan Modulator untuk menumpangkan
informasi pada radio frekuensi pembawanya sehingga bila Rf
termodulasi disalurkan ke antena, antena dapat memancarkan
gelombang elektromagnit ke udara sehingga pancaran tersebut
sampai pada radio penerima melalui media komunikasi udara.
Dalam proses penumpangan informasi pada radio frekuensi
pembawa disebut modulasi yang dilakukan oleh modulator didalam
pemancar di transceiver. Modulasi adalah suatu cara untuk
menumpangkan signal informasi (AF) kepada radio prekuensi
pembawa (Rf) atau frekuensi pancar suatu pemancar dan
selanjutnya di transmisikan melalui antena. Didalam teknik radio
dikenal berbagai macam cara modulasi, antara lain :
a. Modulasi Amplitudo disingkat AM.
b. Modulasi Frekuensi disingkat FM.
c. Modulasi Fasa.

Radio yang kita gunakan sehari-hari untuk berbicara


dengan rekan- rekan di stasiun lawan misalnya dengan pesawat
transceiver SSB HF menggunakan modulasi AM singgle side
band (SSB) sedangkan pesawat radio VHF pada umumnya
menggunakan modulasi FM, kecuali transceiver VHFAG yang
digunakan oleh ATC di Bandar Udara menggunakan modulasi
AM. Pada modulasi amplitude (Amplitude Modulation/AM)
informasi Af yang berasal dari getaran suara akan menumpang
pada frekuensi pembawa (Rf) dengan cara mengubah amplitude
gelombang pembawa (Rf) sesuai perubahan amplitude Informasi
Af (audio informasi), sehingga Rf pembawa (gelombang
pembawa) menjadi gelombang yang termodulasi secara amplitude
(AM), yang dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut.

Gambar 3.1 Modulasi Amplitudo.


Sedangkan FM (modulasi frekuensi), audio frekuensi (frekuensi suara)
menumpang pada frekuensi pembawa dan mengubah-ubah frekuensi
gelombang pembawa (Radio frekuensi) sesuai (seirama) dengan perubahan
amplitude frekuensi suara (Af), dengan kata lain bahwa pada FM
gelombang suara (Af) menumpang secara longitudinal, sedangkan pada
AM, gelombang suara (Af) menumpang secara transversal. Transversal
adalah getaranya tegak lurus dengan arah perambatan gelombang,
sedangkan longitudinal getaranya sama dengan arah perambatan gelombang.
Setelah gelombang suara (infomasi Af) di tumpangkan pada gelombang
pembawa maka terbentulah Rf pembawa yang termudulasi secara Frequency
Modulasi (FM), yang dapat dilihat pada gambar 1.2 berikut.
Gambar 3.2 Modulasi Frekuensi (FM).
Perangkat Tranceiver yang terdapat di pasaran dan yang kita
pergunakan sekarang ini menggunakan dua macam modulasi tersebut.
Kebanyakan pesawat SSB HF menggunakan modulasi AM dan pesawat
VHF dan UHF yang ada di pasaran menggunakan modulasi FM, kecuali
transceiver yang digunakan oleh ATC di Bandar Udara menggunakan
modulasi AM. Pada beberapa jenis pesawat SSB HF misalnya TS-430
menyediakan fasilitas tambahan dengan modulasi FM, sedangkan pesawat
VHF misalnya Kenwood TR9130 tersedia mode SSB sedangkan jenis
modulasi yang digunakan dalam berkomunikasi adalah modulasi AM.

Gambar 3.3 Block Diagram Pemancar


3.1.2 Cara Kerja Block Diagram Pemancar

Bila semua unit Pemancar telah mendapatkan power supply,


jika komunikator ingin menyapaikan informasi (suara) terlebih
dahulu menekan PTT yang ada di Mic (kaki menggunakan switch
kaki), kemudian berbicara didepan Mic sehingga suara (getaran
suara) akan diubah menjadi gelombang suara (audio frekuensi) oleh
Mic (microphone), kemudian output Mic (berupa audio frekuensi)
dimasukan pada Mic Amplifier untuk dikuatkan sehingga mampu
dimodulasikan.
Selanjutnya output Mic PreAmp berupa signal audio yang lebih kuat
dimasukan pada Balance Modulator untuk dimodulasikan
(ditumpangkan) pada frekuensi pembawa (Fc) yang berasal dari Carrier
Oscillator pembangkit frekuensi pembawa (Fc), sehingga pada balance
Modulator terjadi penumpangan signal informasi berupa audio frekuensi
pada frekuensi pembawa (Fc) secara seimbang, artinya signal informasi
yang berada pada Lower Side Band (LSB) dan Uper Side Band (USB)
seimbang, sehinga informasi (audio) di LSB sama dengan informasi yang
ada di USB, kemudian kedua side band tersebut dimasukan pada SSB
Filter agar salah satu sibe band dapat diteruskan, jika ingin meneruskan
signal LSB maka harus menggunakan LSB filter, tetapi jika ingin
meneruskan signal USB maka harus menggunakan USB filter.
Kemudian output SSB filter berupa singgle side band (LSB atau USB)
dimamasukan pada Balance Mixer, bersama frequency Lokal yang
berasal dari unit oscillator vriable frequency oscillator (VFO) sehingga
kedua frekuensi tersebut didalam Balance Mixer dapat dicampur untuk
menghasilkan Rf pembawa (Frequency pancar Tx). Rangkaian equivalen
Balance Mixer menggunakan dua dioda dapat dilihat pada gambar 1.3b
berikut.

Gambar 3.4 Rangkaian Balance Mixer menggunakan dua dioda.

Sehingga dapat dinyatakan, bahwa :


Vs = Tegangan signal SSB.
Vosc = VFO (lokal oscillator).
Vo = Tegangan signal frekuensi Rf termodulasi (frekuensi Tx).
Kemudian output (signal Rf termodulasi) Balan Mixer dimasukan unit
driver dan final sehingga signal Rf tersebut (output Balan Mixer) dapat
dikendalikan dan dikuatkan. Selanjutnya output unit driver dan final
berupa tenaga listri Rf pembawa (frekuensi pancar) disalurkan pada
Antena untuk diubah menja\\\\\di Gelombang Elektromagnit yang dapat
berjalan secepat cahaya di udara mencapai antena receiver (Rx) SSB.
Untuk mencapai antena Rx tergatung daya pancar Tx, hal ini bahwa daya
pancar berbanding lurus terhadap jangkauan pancar.
Untuk lebih jelasnya Balance modulator berfungsi untuk memodulasi
(menumpangkan) informasi suara (audio frequency) dari microphone
yang sudah diperkuat oleh mic pre-amp pada frekuensi pembawa (Fc).
Output balance modulator merupakan double side band, kemudian
dilewatkan melalui SSB filter agar hanya salah satu side band saja yang
dapat lewt sehingga output SSB filter merupakan singgle side band
(DSBSC), dengan demikian maka singgle side band yang keluar dari
SSB filter mempunyai frekuensi yang sama dengan frekuensi pembawa
(Fc) yang telah ditumpangi oleh audio informasi dan sesuai dengan
frekuensi kerja (pancara) yang dikehendaki karena terlebih dahulu
dicampur dengan frekuensi dari unit Variable Frequency Oscillator
(VFO) agar mencapai frekuensi pancar, selanjutnya disalurkan ke antena
agar enegy listrik frekuensi pancar yang telah termodulasi oleh audio
informasi diubah menjadi gelombang elektromagnetik energy yang
mampu berjalan di udara secepat cahaya.

3.1.4 Cara Kerja block diagram Penerima

Untuk memahami cara kerja block diagram Receiver SSB sebaiknya


perhatikan gambar 1.4 berikut.
Gambar 3. 4 Block Diagram Penerima.
Pada saat semua unit penerima SSB mendapatkan power supplay, Rf
gelombang elektromagnit radio frekuensi yang membawa audio
informasi mengenai antena Receiver SBB (penerima) maka signal radio
frekuensi (Rf) yang membawa audio informasi akan diterima oleh
receiver (Rx) berupa informasi suara, tetapi sebelumnya melalui antena
signal radio frekuensi tersebut dimasukan pada tune circuit agar Rf
tersebut dapat dipilih dan dilewatkan dengan cara resonansi, dan
selanjutnya dimasukan pada Rf Amplifier (Fc Amplifier) untuk diperkuat
dan dicampur dengan radio frekuensi pembawa yang dihasilkan oleh
Variable Frequency Oscillator (VFO) atau Beat Frequency Oscillator
(BFO) di dalam Mixer, kemudian output Mixer dimasukan pada SSB
filter untuk disaring agar frekuensi side band dapat dilewatkan. Output
SSB filter selanjutnya diperkuat oleh IF amplifier kemudian diberikan
pada detector untuk menghilangkan Radio frequency (frekuensi
pembawa)nya dengan cara memesukan frequency carrier dari carrier
oscillator (VFO) yang memiliki pase yang berlawanan dengan Rf
pembawa informasi kedalam detector sehingga radio frekensi atau carrier
frequency akan saling meniadakan (canselesion), sehingga output
detector hanya berupa frekuensi audio (suara), kemudian frekuensi audio
tersebut dimasukan pada Audio Amplifier untuk dikuatkan agar enegy
frekuensi suara tersebut dapat menggetarkan membran Speaker,
selanjutnya output Audio Amplifier berupa frekuensi suara yang teleh
dikuatkan tersebut diberikan ke Speaker, dengan demikian maka
membran Speaker akan bergetar untuk menghasilkan bunyi, maka
dengan demikian terdengarlah informasi suara yang diterima oleh
receiver (Rx).
Apabila kita amati block diagram transceiver pada gambar 1.5 berikut,
maka terlihat bahwa beberapa block digunakan oleh transmitter dan juga
digunakan oleh receiver, yaitu Carrier Oscillator, SSB filter dan VFO.
Oleh karena itu pada perangkat SSB transceiver, ketiga block hanya
dibuat masing-masing satu saja dan digunakan bersama oleh bagian
transmitter dan receiver secara bergantian (gambar 1.5).
.
3.1.5 Standing Wave Ratio (SWR).

Standing Wave Ratio (SWR) adalah ekspresi matematis dari non-


keseragaman medan elektromagnetik pada saluran transmisi seperti kabel
koaksial. Biasanya, SWR didefinisikan sebagai perbandingan (rasio) dari
tegangan maksimum RF dengan tegangan minimum RF sepanjang saluran kabel
ke antena. Hal ini juga dikenal sebagai rasio tegangan gelombang (VSWR). SWR
juga dapat didefinisikan sebagai rasio arus maksimum RF dibagi arus RF
minimum pada saluran (Perbandingan atau SWR). Untuk tujuan paling praktis,
VSWR adalah sama dengan ISWR. SWR adalah singkatan dari Standing Wave
Ratio, kadang-kadang disebut dengan nama VSWR (Voltage Standing Wave
Ratio). Bila impedansi pada kabel koaksial tidak sesuai dengan transceiver maka
akan timbul daya refleksi (reflected power) pada kabel yang berinterferensi
dengan daya maju (forward power). Interferensi ini menghasilkan gelombang
berdiri (standing wave) yang besarnya tergantung pada besarnya daya refleksi.

alat untuk mengukur SWR disebut SWR meter, kadang kadang bersatu dengan
Power Meter.
ini gambar SWR / Power Meter....

rumus perhitungan SWR adalah sebagai berikut :


dimana Vf adalah voltase daya maju ( forward ) sedangkan Vr adalah Voltase
daya pantul ( reflected )

rasio yang diharapkan, tentunya 1:1, artinya energi yang di keluarkan seluruhnya
akan tersalur ke antenna
VSWR adalah Voltage Standing Wave Ratio.
untuk menentukan suatu instalasi telkomunikasi baik atau tidak pengukuran
VSWR sangat diperlukan sekali, karena tujuan pengukuran VSWR adalah untuk
mengetahui berapa jumlah voltage yang terpakai dan juga yang terbuang

Dalam pengukuran VSWR untuk feeder di telkomunikasi biasanya menggunakan


Produk dari Anritsu, dalam layar anritsu diperlihatkan dalam bentuk gelombang
amplitudo (wave)

VSWR didifinasikan sebagai perbandinganatau rasio antara tegangan rms


maksimundan minimum yang terjadi pada saluran yang tidak match. Bila saluran
transmisi impedensi beban dan gelombang tidak sama dan terus dipantulkan maka
dalam tegangan terbentuk V+danb V-yang membentuk gelombang

SWR Meter
Standing Wave Ratio
Standing wave ratio disingkat SWR kadang-kadang disingkat dengan nama
VSWR (Voltage Standing Wave Ratio). Bila impedansi saluran transmisi tidak
sesuai dengan transceiver maka akan timbul daya refleksi (reflected power) pada
saluran yang berinterferensi dengan daya maju (forward power). Interferensi ini
menghasilkan gelombang berdiri (standing wave) yang besarnya tergantung pada
besarnya daya refleksi.
Skema Rangkaian SWR Meter dan Cara Kalibrasi. Pada Transmisi Daya RF,
apabila Impedansi Saluran Transmisi tidak sesuai dengan Impedansi Beban
(antenna), maka akan muncul Daya Pantul (Reflected Power) pada saluran
transmisi menuju sumber (transmitter). Daya pantul ini akan berinterferensi
dengan daya dari pemancar (Forward Power) dan menghasilkan Gelombang
Tegangan Berdiri pada saluran (Volt Standing Wave).
Nilai SWR dapat dihitung melalui perbandingan Impedansi Beban terhadap
impedansi transmisi , yaitu :

VSWR didefinisikan sebagai perbandingan tegangan maksimum dan tegangan


minimum gelombang berdiri pada saluran transmisi :

vswr =

Dalam rumus dapat ditulis :

VRF max V f  Vr
SWR  
VRF min V f  Vr

Dimana :
VRFmax = Tegangan maximum.
VRFmin = Tegangan minimum.
Vf = Tegangan Forward.
Vr = Tegangan Reverse.
Oleh Profesor Emeritus Hans Schroeder dan Nick Luther
Bayangkan sebuah saluran transmisi yang panjang tak terhingga.
Kabel yang dibangun dengan dimensi tertentu mungkin terlihat
seperti resistor 50-ohm. Itu tidak akan (idealnya) menghilangkan
kekuatan apapun, ia hanya melakukan perjalanan selamanya
sampai tak terhingga. Jika Anda memotong kabel itu pada titik
tertentu dan hubungkan resistor 50 ohm sampai akhir,
keseluruhannya adalah, ke sumbernya, tetap setara dengan 50
ohm, kecuali bahwa sekarang semua daya akan hilang
(menghangatkan) resistor . Antena yang dirancang agar terlihat
seperti 50 ohm akan terlihat sama dengan sumbernya, kecuali
bahwa dalam hal ini apa yang tampak seperti kekuatan "hilang"
adalah benar-benar apa yang terpancar keluar. Sejauh
menyangkut pemancar, tampilannya sama, karena tidak "tahu"
apa itu yang menyerap energi.
Jika sekarang ada hubungan pendek di ujung yang lain, atau
sebaliknya, yaitu sirkuit terbuka, tidak ada yang menyerap
energi. Jadi, apa yang terjadi dengan energi yang dengan riang
menyusuri jalan bujuk, berharap bisa digunakan baik dengan
dipancarkan ke seluruh dunia sebagai radiasi elektromagnetik,
atau sekadar panas rendah? Konservasi energi untuk
penyelamatan: Ini akan tercermin, sama seperti gelombang suara
dari dinding (dinding bata keras, tidak satu dengan ubin akustik,
atau selimut yang tergantung di atasnya - Dapatkah Anda
melihat analoginya?).
Dan bila Anda memiliki dua gelombang dengan frekuensi yang
sama (yaitu yang sama) dengan arah inopposite yang melaju,
Anda mendapatkan "gelombang berdiri" (Fisika 101 - mungkin)
Jadi, dengan kecocokan sempurna, tidak ada gelombang berdiri,
dengan "pertandingan UN-sempurna" "Gelombang berdiri total,
dan di antara" salah korup "sejumlah gelombang berdiri. Jumlah
gelombang berdiri memberi Anda gambaran seberapa bagus
kecocokan beban (antena) dengan impedansi karakteristik dari
jalur transmisi.
Tidak ada gelombang berdiri yang juga disebut garis "datar",
karena tegangannya sama sepanjang. Dalam kasus ini, rasio
gelombang berdiri (SWR) adalah 1, yang merupakan matching
impedansi sempurna. Dengan gelombang berdiri, voltase akan
memiliki "benjolan" atau antinodes yang berjarak 1/2 panjang
gelombang terpisah sepanjang garis, dan semakin tinggi SWR,
semakin buruk kecocokan pada ujung beban, dan semakin besar
jumlah daya pantulnya. Sekarang saatnya untuk mengungkapkan
ini secara matematis. Kita mendefinisikan koefisien refleksi,
yang ditunjukkan oleh simbol For = 0.5 fungsi medan listrik
total (atau voltase, jika Anda ingin memikirkannya seperti itu)
mungkin terlihat seperti ini :

MSOE Amateur Radio Club W9HHX - SWR Pendahuluan


Rasio gelombang berdiri didefinisikan sebagai rasio amplitudo
maksimum gelombang berdiri terhadap amplitudo minimum. Ini
berarti bahwa SWR adalah rasio tegangan antinode terhadap
tegangan simpul gelombang berdiri pada garis umpan. SWR
juga terkait dengan koefisien refleksi dan, tentu saja, impedansi
media di kedua sisi batas, yang biasanya merupakan saluran
transmisi dan antena.

E max 1 |  |
SWR  
E min 1 |  |

Untuk situasi kecocokan impedansi yang sempurna, = 0, dan


SWR = 1. Ini juga dapat dinyatakan sebagai 1: 1. Bila SWR
dinyatakan sebagai rasio, penyebut rasio selalu 1, membuat
hidup sedikit lebih sederhana. Sebuah SWR kurang dari 1.5: 1
dianggap bagus. SWR yang lebih besar maka 2: 1 biasanya tidak
dapat diterima. Radio modern akan ditutup di atas ambang batas
SWR yang biasanya sedikit lebih besar dari 2: 1. SWR yang
tidak dapat diterima menandakan masalah sistem antena. Antena
mungkin tidak disetel dengan benar, atau mungkin antena atau
jalur umpan terlalu dekat dengan logam. Garis seimbang sangat
sensitif untuk berada di dekat dengan logam-percayalah, saya
menemukan jalan yang sulit !.
Meteran SWR adalah peralatan stasiun yang penting. Hal ini
terutama penting untuk memeriksa sistem antena baru untuk
SWR untuk memastikannya berfungsi dengan baik. Meteran
SWR yang khas hanya berharga $ 20 sampai $ 30. Adalah logis
untuk menempatkannya di dekat pemancar. Jika Anda
menggunakan antena tuner, itu mungkin termasuk meter SWR,
jadi Anda siap. Anda sekarang lebih dari siap untuk menjawab
pertanyaan ujian di SWR! Anda akan menemukan bahwa
mereka benar-benar sangat mudah.

1. Rangkaian Seri RL Pada Arus Bolak-Balik

Jika VR menyatakan tegangan pada ujung-ujung hambatan (R),


VL menyatakan tegangan pada ujung-ujung induktor, maka
dalam rangkaian ini nilai VR sefase dengan arus listrik,
sedangkan VL mendahului arus sebesar 90o. Sehingga besarnya
tegangan V dapat dicari dengan menjumlahkan nilai VR dan VL
secara vektor (fasor) yaitu :

Sedangkan :
VR = I R
VL = I IL
Maka :
hambatan dalam rangkaian AC yang disebut impedansi,
dilambangkan Z dan ditulis:
Besarnya pergeseran fase antara arus dan tegangan dinyatakan:

Besarnya sudut pergeseran antara arus dan tegangan pada


rangkaian seri RL tidak lagi sebesar 90o, melainkan kurang dari
90o, di mana tegangan mendahului arus.
2. Rangkaian Seri RC Pada Arus Bolak-Balik
Sebuah rangkaian seri hambatan dan kapasitor yang
dihubungkan dengan sumber tegangan AC sebesar V, yang
disebut rangkaian seri RC.

Apabila VR menyatakan tegangan pada ujung-ujung hambatan


(R), VC menyatakan tegangan pada ujung-ujung induktor, maka
dalam rangkaian ini nilai VR sefase dengan arus listrik,
sedangkan VC tertinggal arus sebesar 90o. Sehingga besarnya
tegangan V dapat dicari dengan menjumlahkan nilai VR dan VC
secara vektor (fasor) yaitu :

Sedangkan :
VR = I R
VL = I XC

Besarnya impedansi, dilambangkan Z dan ditulis:

Besarnya pergeseran fase antara arus dan tegangan dinyatakan:

Besarnya sudut pergeseran antara arus dan tegangan pada


rangkaian seri RC tidak lagi sebesar 90o, melainkan kurang dari
90o di mana tegangan tertinggal terhadap arus.
3. Rangkaian Seri RLC Pada Arus Bolak-Balik
Rangkaian seri RLC yaitu rangkaian yang terdiri atas hambatan,
induktor dan kapasitor yang dihubungkan seri, kemudian
dihubungkan dengan sumber tegangan AC. Telah diterangkan
bahwa pada rangkaian hambatan arus tegangan sefase,
sedangkan pada induktor tegangan mendahului arus, dan pada
kapasitor arus mendahului tegangan.

Besarnya tegangan jepit pada rangkaian seri RLC dapat dicari


dengan menggunakan diagram fasor sebagai berikut :
VR = Imax R sin ωt = Vmax sin ωt
VL = Imax XL sin (ωt + 90o) = Vmax sin (ωt + 90o)
VC = Imax XC sin (ωt – 90o) = Vmax sin (ωt – 90o)
Jika sudut ωt kita pilih sebagai sumbu x, maka diagram fasor
untuk I, VR, VL, dan VC dapat digambarkan dengan gambar
diatas. Dan besarnya tegangan jepit pada rangkaian seri RLC
dapat dicari dengan menjumlahkan fasor dari VR, VL, dan VC
menjadi :

di mana :
V = tegangan total/jepit susunan RLC (volt)
VR = tegangan pada hambatan (volt)
VL = tegangan pada induktor (volt)
VC = tegangan pada kapasitor (volt)
Dari gambar diagram fasor terlihat bahwa antara tegangan dan
arus terdapat beda sudut fase sebesar θ yang dapat dinyatakan
dengan :

Besarnya Impedansi rangkaian RLC yang disusun seri


dinyatakan :

di mana :
Z = impedansi rangkaian seri RLC (Ω)
R = hambatan (Ω)
XL = reaktansi induktif (Ω)
XC = reaktansi kapasitif (Ω)
Pada rangkaian seri RLC dapat mempunyai beberapa
kemungkinan yaitu :
Jika nilai XL > XC maka rangkaian akan bersifat seperti
induktor, yaitu tegangan mendahului arus dengan beda sudut
fase θ yang besarnya dinyatakan dengan

Jika nilai XL < XC maka rangkaian akan bersifat seperti


kapasitor, yaitu tegangan ketinggalan terhadap arus dengan beda
sudut fase θ yang besarnya dinyatakan dengan

Jika nilai XL = XC maka besarnya impedansi rangkaian sama


dengan nilai hambatannya (Z = R) maka pada rangkaian akan
terjadi resonansi yang disebut resonansi deret/seri yang besarnya
frekuensi resonansi dapat dicari yaitu :

Impedansi adalah ukuran penolakan terhadap arus bolak-balik.


Satuannya adalah ohm. Untuk menghitung impedansi, Anda
harus mengetahui nilai jumlah dari seluruh hambatan serta
impedansi seluruh induktor dan kapasitor yang akan
memberikan jumlah penolakan yang bervariasi terhadap arus
tergantung pada perubahan arus. Anda dapat menghitung
impedansi menggunakan sebuah rumus matematika sederhana.
Ringkasan Rumus
1. Impedansi Z = R atau XLatau XC(apabila hanya salah
satu yang diketahui)
2. Impedansi dalam rangkaian seri Z = √(R2 + X2) (apabila
R dan salah satu X diketahui)
3. Impedansi dalam rangkaian seri Z = √(R2 + (|XL -
XC|)2) (apabila R, XL, dan XC seluruhnya diketahui)
4. Impedansi dalam semua jenis rangkaian = R + jX (j
adalah angka imajiner √(-1))
5. Resistansi R = I / ΔV
6. Reaktansi induktif XL = 2πƒL = ωL
7. Reaktansi kapasitif XC = 1 / 2πƒL = 1 / ωL

Pengertian impedansi. Impedansi dilambangkan dengan simbol Z dan memiliki


satuan Ohm (Ω). Anda dapat mengukur impedansi rangkaian atau komponen
elektrik apa pun. Hasil pengukurannya akan memberitahu Anda seberapa besar
rangkaian tersebut menghambat aliran elektron (arus). Ada dua efek berbeda yang
memperlambat laju arus, kedua-duanya berkontribusi terhadap impedansi:[1]

Resistansi (R) atau Hambatan adalah perlambatan arus yang


disebabkan oleh bahan dan bentuk dari komponen. Efek ini
paling besar terdapat di resistor, meski seluruh komponen
pasti memiliki setidaknya sedikit hambatan.
Reaktansi (X) adalah perlambatan arus dikarenakan bidang
elektrik dan magnetis yang menolak perubahan arus atau
tegangan. Efek ini paling signifikan terdapat pada kapasitor
dan induktor.
3.1.6 Wave Length (panjang gelombang).

Panjang gelombang adalah panjang signal radio frekuensi


tiap satu periode waktu (cycle), panjang gelombang (signal) suatu
frekuensi dapat dicari dengan menggunakan rumus beriluy :
300
Rumus Panjang Gelombang adalah =  
f ( MHz )

Frekuensi Panjang Gelombang Band frekuensi


30 - 300 Hz 1 – 10 km ELF (Extremely Low
Frequency)
300 – 3000 Hz 1mm -100 km SLF (Super Low Frequency)
3 – 30 kHz 100 – 10 km VLF (Very Low Frequency)
30 – 300 kHz 10 – 1 km LF (Low Frequency)
300 – 3000 kHz 1 km – 100 m MF (Medium Frequncy)
3 – 30 MHz 100 – 10 m HF (High Frequency)
30 – 300 MHz 10 – 1 m VHF (Very High Frequency)
300 – 3000 1 m – 10 cm UHF ( Ultra High
MHz Frequency)
3 – 30 GHz 10 – 1 cm SHF (Super High Frequency)
30 – 300 GHz 1 cm – 1 mm EHF Extremely High
Frequency)
300 – 3000 1 mm – 100 µm
GHz
Tabel Band frekuensi dan panjang gelombang.
3.1.7 Pengertian Relay
Relay adalah Saklar (Switch) yang dioperasikan secara listrik dan
merupakan komponen Electromechanical (Elektromekanikal) yang
terdiri dari 2 bagian utama yakni Elektromagnet (Coil) dan Mekanikal
(seperangkat Kontak Saklar/Switch). Relay menggunakan Prinsip
Elektromagnetik untuk menggerakkan Kontak Saklar sehingga dengan
arus listrik yang kecil (low power) dapat menghantarkan listrik yang
bertegangan lebih tinggi.
Perbedaan Jenis Relay Elektromekanikal dan relay Solid
State
Relay merupakan sebuah saklar yang dapat dikontrol
secara elektronis melalui prinsip elektromekanikal .Sebuah
relay dapat mengontrol suatu rangkaian elektronika dengan
membuka atau menutup saklar yang dikendalikan oleh arus
listrik yang diberikan sehingga menimbulkan medan magnet
tertentu yang akan menghubungkan dan memutuskan saklar
mekanik.
Relay memiliki 2 saklar default ,yaitu
- Normaly Open (NO),yaitu saklar relay akan pada posisi terbuka
pada saat control elektromekanik tidak diberikan arus listrik.
- Normaly Close (NC),yaitu saklar relay akan pada kondisi tertutup
pada saat control elektromekanik relay tidak diberikan arus listrik.
Akan tetapi ketika control elektromekanik relay diberikan arus
listrik ,maka kondisi NO akan menjadi tertutup ,dan NC akan
menjadi terbuka. Relay banyak sekali kegunaannya pada
rangkaian elektronika
Perbedaan relay elektromekanikal dan Solid State yaitu:
-Relay elektromekanikal merupakan relay yang menggunakan
prinsip prinsip medan magnet untuk menggerakan saklar secara
mekanis. Pada saat relay bekerja sebagai saklar
elektromekanis,komponen ii melibatkan dua bagian ,yaitu bagian
elektrik dan bagian mekanis.Pertama,kumparan adalah bagian dari
elektrik sedangkan saklar atau kontak merupakan bagian
mekanisnya.Pada saat kumparan relay diberikan arus listrik,aliran
arus tersebut akan masuk pada lilitan kawat dengan inti besi yang
mengakibatkan timbulnya medan magnet.Biasanya arus istrik yang
diberikan pada kumparan relay ini adalah arus DC.
Medan magnet dari kumparan ini akan menarik piringan logam
yang bersifat Ferromagnetik atau benda yang dapat ditarik kuat
oleh magnet.Piringan logam ini melekat pada lempeng saklar yang
dapat bergerak elastis melalui pegas .Ketikan piringan logam
tersebut tertarik oleh medan magnet dari coil ,maka lempengan
yang menempel pada logam akan berpindah dan menempel pada
lempengan lain sehingga akan mengakibatkan saklar
menutup,sedangkan ujung lempeng lainnya akan terbuka dan
sebaliknya.

Relay Solid State merupakan relay yang tidak


menggunakan sistem mekanis untuk membuka atau menutup saklar
yang ada pada relay tersebut ,namun yang digunakan adalah
sebuah rangkaian elektronika tertentu yang difungsikan sebagai
saklar elektronika. Relai adalah sakelar elektronik, dengan relai
memungkinkan penggunaan arus kecil untuk mengontrol arus yang
lebih besar tanpa terhubung secara langsung.. Relai ada 2 jenis
yaitu Elektromekanik Relay { Relai Elektromekanik} atau EMR
biasa disebut Relai saja dan Solid State Relai biasa disebut SSR.
SSR adalah sakelar elektronik yang tidak memiliki
kumparan, kontak yang sesungguhnya dan bagian yang bergerak.
SSR dibangun dengan isolator untuk memisahkan bagian input dan
bagian sakelar. Dengan SSR dapat menghindari terjadinya percikan
api dan sambungan tidak sempurna karena kontaktor keropos seperti
pada relai elektromekanik.
SSR biasanya mempunyai kemampuan mengisolasi listrik
beberapa ribu volt antara kontrol dan beban. Karena isolasi ini,
beban sendiri hanya diberi tegangan listrik dari sakelar line sendiri
dan hanya kan terhubung apabila ada kontrol sinyal yang
mengoperasikan relai.

New Tohtsu CX-230 SPDT with 3 x BNC RF Connectors


Coaxial Relay 12 VDC Coil
X600N-12 Coaxial Relay, SPDT, Type-N (3-Type N Female), 12v,
MFR: Tohtsu (Japan)
X600N-12 Coaxial Relay, SPDT, Type-N (3-Type N Female), 12v,
MFR: Tohtsu (Japan) X600N-12 Coaxial Relay, SPDT, Type-N (3-
Type N Female), 12v,
MFR: Tohtsu (Japan)
Peralatan tranceiver (pemancar dan penerima) yang digunakan
untuk komunikasi antara pilot (pesawat udara) dengan pemandu lalu
lintas udara (unit ATS) dalam bentuk suara yang bekerja pada frekuensi
VHF.Pembahasan pada VHF A/G (Very High Frequency Air to Ground )
VHF Air to Ground merupakan Aeronautical Mobile Services
(AMS) yaitu peralatan komunikasi penerbangan dari darat keudara atau
sebaliknya berupa informasi penerbangan dan pengaturan pergerakan
pesawat termasuk pendaratan dan lepas landas digunakan di unit
pelayanan ATS (Air Traffic Service) sebagai sarana komunikasi dengan
pilot dipesawat udara. VHF-A/G (Very High Freuency-Air to Ground
atau Ground to Air) . Peralatan tranceiver (pemancar dan penerima) yang
digunakan untuk komunikasi antara pilot (pesawat udara) dengan
pemandu lalu lintas udara (unit ATS) dalam bentuk suara yang bekerja
pada frekuensi VHF. Peralatan VHF-A/G didasarkan pada keperluan
pengaturan ruang udara nasional yang disesuaikan dengan jarak dan
ketinggian operasional yang menjadi tanggung jawab unit-unit pelayanan
lalu lintas udara. Keseragaman peralatan komunikasi VHF-A/G
berdasarkan pada penggunaan unit lalu lintas udara secara nasional dan
internasional. Hal itu dapat dilihat dari Konfigurasi peralatan komunikasi
VHF – A/G terdiri dari :
Pemancar
Pemancar VHF – A/G terdiri atas pemancar utama (main) dan cadangan
(standby) dengan keluaran daya (power output) pemancar yang
disesuaikan dengan keperluan jarak dan ketinggian ruang udara yang
menjadi tanggung jawab unit pemandu lalu lintas udara. Dalam
pengoperasiannya pemancar utama dan pemancar cadangan dihubungkan
dengan pemindah otomatis (Automatic change over switch) yang dapat
memindahkannya secara otomatis sesuai dengan keperluan operasional.

Penerima
Penerima VHF–A/G terdiri atas penerima utama dan cadangan yang
dapat berkerja sama atau bergantian dengan menggunakan pemindah
otomatis agar kelangsungan operasionalnya terjamin.VHF A/G ADC
(Very High Frequency Aerodrome Control) VHF A/G yaitu peralatan
komunikasi penerbangan dari darat keudara atau sebaliknya berupa
informasi penerbangan dan pengaturan pergerakan pesawat termasuk
pendaratan dan lepas landas digunakan di unit pelayanan ATS (Air
Traffic Service) sebagai sarana komunikasi dengan pilot dipesawat udara.
Komunikasi mempunyai peran penting untuk menentukan mutu/kualitas
pelayanan lalu lintas udara, oleh karena itu ketersediaan dan kehandalan
peralatan harus menjadi prioritas bagi pengelola bandara. Untuk ADC
menggunakan VHF A/G dengan Daya Pancar 10 Watt s/d 50
Watt.Aerodrome Control (ADC) Jarak Pelayanan 25 NM Flight Level FL
040
Gambar 3.1 VHF A/G ADC

Identifikasi VHF A/GADC


a) Merk : PAE
b) Type : PARKAIR T6
c) Tegangan : 220 VAC
d) Frequency : 118.30 MHz
e) Call Sign : Supadio Tower
f) Power Output : 10Watt
g) Tahun Instalasi : 2017
h) Jumlah : Dual
i) Kondisi : 100%
Gambar 3.2 Blok Diagram Antenna Change Over pada 2 TX
Menggunakan 1 antenna

STANDARD OPERASINAL PROOSEDUR


Pengoperasian Peralatan VHF ADC PAE
Prosedur Menghidupkan Peralatan
1. Memeriksa Kondisi Lingkungan
2. Memeriksa Kebersihan
3. Memeriksa Sumber Daya Listrik
4. Memeriksa Back Up Sumber Daya Listrik
5. Memeriksa Kondisi AC
A. Menghidupkan Peralatan (Transmitter)
1.Hidupkan /naikkan panel switch power supply AC 220 Volt
2.Posisi switch TX1 /TX2 sebagai main
3.ON kan switch baterai charging
4.Check meter reading di panel untuk memastikan TX kondisi siap
normal
B.Menghidupkan Peralatan (Receiver)
1.Hidupkan /naikkan panel switch power supply AC 220VRX1 dan RX2
ke posisi ON
2.Hidupkan /naikkan panel switch power supply antenna distribusi ke
posisi ON
3. Pastikan Receiver kerja dengan menekan tombol switch mute sehingga
terdengar bnyi desis pada loudspeaker.

6.Memastikan Peralatan Beroperasi /tidak


7. Melaporkan kepada Unit Operasional
8.Pencatatan kondisi Peralatan di Logbook.
Prosedur Mematikan Peralatan

1.Memeriksa kondisi lingkungan


2.Posisikan Switch charging ke posisi off
3.Posisikan kembali swich power supply AC 220 Volt ke posisi off
4.Memeriksa keamanan peralatan
5.Pencatatan Kondisi Peralatan di Log Book
BAB IV
PELAKSANAAN OJT

4.1 Lingkup Pelaksanaan OJT


Sesuai Buku Pedoman OnThe Job Training. Lingkup Pelaksanaan OJT
mencakup tentang wilayah kerja yang disesuaikan dengan kompetensi tempat
lokasi OJT. Wilayah kerja mencakup mengenai fasilitas komunikasi,
navigasi, pengamatan lalu lintas penerbangan (Surveillance) dan otomasi.
4.2 Data Peralatan
4.2.1 Fasilitas Telekomunikasi
1. VHF A/G ADC (Very High Frequency Aerodrome Control)
VHF A/G yaitu peralatan komunikasi penerbangan dari darat
keudara atau sebaliknya berupa informasi penerbangan dan pengaturan
pergerakan pesawat termasuk pendaratan dan lepas landas digunakan di
unit pelayanan ATS (Air Traffic Service) sebagai sarana komunikasi
dengan pilot dipesawat udara. Komunikasi mempunyai peran penting
untuk menentukan mutu/kualitas pelayanan lalu lintas udara, oleh
karena itu ketersediaan dan kehandalan peralatan harus menjadi
prioritas bagi pengelola bandara.
Gambar 4.1 VHF A/G ADC
Identifikasi VHF A/GADC
a) Merk : PAE
b) Type : PARKAIR T6
c) Tegangan : 220 VAC
d) Frequency : 118.30 MHz
e) Call Sign : Supadio Tower
f) Power Output : 10Watt
g) Tahun Instalasi : 2017
h) Jumlah : Dual
i) Kondisi : 100%

2. VHF A / G APP

Gambar 4.2 VHF A/G APP


Identifikasi VHF A/G APP
a) Merk : OTE
b) Type : DTR 100
c) Tegangan : 220 VAC
d) Frequency : 119 MHz
e) Power Output : 100 Watt
f) Tahun Instalasi : 2016
g) Jumlah : Single
h) Kondisi : 100 %
Gambar 4.3 Blok Diagram VHF A/G ADC dan APP
Sumber: Manual Book VHF OTE

3. VHF A/G ER JATSC


VHF ER adalah sebuah transceiver berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan pada wilayah Indonesia yang mempunyai
wilayah tanggung jawab yang sangat luas, maka dibeberapa tempat di
pasanglah peralatan VHF ER (VHF Extended Range). VHF-ER biasa
diletakkan di tempat-tempat yang jauh dari centernya.VHF-ER sendiri
mempunyai range frequency 110-156 MHz. Sistem kerja dari VHF-ER
adalah ketika PTT dipress, maka audio dari sumber akan dikirim
melalui V-SAT (Very Small Aparature Terminal) ke tiap-tiap bandara
yg memiliki VHF ER dan voice yang berasal dari V-SAT tersebut akan
diteruskan ke VHF-ER yang kemudian akan dipancarkan pada bandara
tersebut.

Gambar 4.4 VHF ER Jakarta (Primary) Merk OTE SELEX


Identifikasi VHF A/G ER JATSC
a. Merk : OTE
b. Type : D100
c. Power o/p : 100 W
d. Frequency : 133. 5 MHz
e. Jangkauan Pancaran : 100NM
f. Tahun Instalasi : 2010

Gambar 4.5 Blok diagram VHF ER Jakarta (Primary) Merk OTE


Sumber : Manual Book OTE, 2019
VHF – ER JATSC 132.25 Mhz
4. ATIS (Automatic Terminal Information Service)
ATIS yaitu fasilitas bandara – bandara yang broadcast secara terus
menerus yang berisi informasi – informasi penting seperti cuaca,
Runway in use & terminal Area. Rekaman informasi yang di broadcast
dan di upgrade 30 menit sekali membantu untuk efesiensi dan

mengurangi beban kerja ATC dengan repetitive transmisi untuk


informasi penting secara rutin.

Gambar 4.6 ATIS Server ELSA


Gambar 4.7 TX ATIS PAE
Identifikasi ATIS Server ELSA
a) Merk : ELSA DATIS-10
b) Tahun Instalasi : 2017
c) Merk : PAE
d) Type : T6
e) Power : 6 watt
f) Frequency : 127.400 MHz
g) Jangkauan Pancaran : 10 NM
Gambar 4.8 Blok Diagram ATIS PAE
Sumber : Manual Book ATIS PAE

5. AMSC ( Automatic Message Switching Control )


Automatic Message Switching Centre (AMSC) dengan tipe ELSA
AMSC merupakan suatu alat pengendali komunikasi data atau telex
dalam system pengatur penyiaran berita berbasis computer yang
bekerjasecara simpan dan salurkan, yang artinya berita yang masuk ke
AMSC disimpan lalu disalurkan sesuai dengan address(alamat) yang
dituju. AMSC digunakan di dunia penerbangan merupakan standart
format penerbangan yang diatur dalam annex 10 volume II.
Gambar 4.9 AMSC ELSA

Identifikasi AMSC ELSA


a. Merk : ELSA
b. Type : ELSA EROMES 1003 QJ+
c. Tahun Instalasi : 2015

Gambar 4.10 AMSC ELSA


Sumber : Manual Book AMSC ELSA
6. VCCS (Voice Control Communication System)
VCCS merupakan suatu sistem peralatan yang dapat digunakan
untuk mengontrol alur komunikasi suara dari beberapa peralatan
komunikasi yang ada, dan dapat meringankan beban kerja Air Traffic
Controller (ATC). Dengan adanya VCSS ini controller akan lebih mudah
memilih channel komunikasi yang terintegrated dengan VCSS. Sistem
VCSS dapat memilih secara otomatis dengan menekan tombol yang
tersedia. VCSS dapat memilih radio A/G atau G/G, public telephone dan
lainnya.

Gambar 4.11 VCCS GAREX 220

Identifikasi VCCS GAREX


a) Merk : GAREX
b) Type : VCCS220
c) Tahun Instalasi : 2016
Gambar 4.12 Blok Diagram VCCS GAREX 220
Sumber : Manual Book VCCS GAREX 220

7. VSAT ( Very Small Aperture Terminal )


VSAT (Very Small Aparture Terminal) yaitu Fasilitas transmisi
dimana pemancar dan penerimanya pada frekuensi yang berbeda
sehingga komunikasi dapat berlangsung secara full duplex dengan
menggunakan media satelit. VSAT merupakan suatu perangkat
transceiver satelit yang berukuran kecil unuk komunikasi data, suara dan
fax yang handal antara beberapa site-disebut dengan earth station yang
tersebar secara geografis. kata-kata very small pada akronim VSAT
berhubungan dengan ukuran diameter piringan antena..Fungsi utama dari
VSAT adalah untuk menerima dan mengirim data ke satelit. Satelit
berfungsi sebagai penerus sinyal untuk dikirimkan ke titik lainnya di atas
bumi. Sebenarnya piringan VSAT tersebut menghadap ke sebuah satelit
geostasioner. Satelit geostasioner merupakan satelit yang selalu berada di
tempat yang sama sejalan dengan perputaran bumi pada sumbunya yang
dimungkinkan karena mengorbit pada titik yang sama di atas permukaan
bumi, dan mengikuti perputaran bumi pada sumbunya.

Gambar 4.13 VSAT Lintas Arta


Sumber : Blok Diagram VSAT

a) Merk : CISCO

b) Tahun : 2016
Instalasi

4.2.2 Fasilitas Navigasi


1. DVOR (Doppler Very High Frequency Omni-Range)
VOR (VHF Omnidirectional Range) adalah fasilitas navigasi
penerbangan yang bekerja dengan menggunakan frekuensi radio dan
dipasang pada suatu lokasi tertentu di dalam atau diluar lingkungan
Bandar udara sesuai fungsinya. Fasilitas ini memberikan informasi arah
kepada pilot mengenai posisi pesawat terhadap suatu Bandar Udara
pada frekuensi 108 – 118 MHz.
DVOR bekerja dengan menggunakan prinsip efek Doppler. DVOR
merupakan peralatan navigasi untuk yang memberikan informasi
kepada pesawat berupa azimuth bearing dari suatu pesawat terhadap
Ground Station DVOR. DVOR terdiri dari 1 antena tunggal yang
memberikan pancaran ke segala arah (omni-directional) dan 48 antenna
(24 pasang) yang memancarkan sinyal secara berpasangan yaitu 30 Hz
Referensi dan 30 Hz Variabel dan diletakkan mengelilingi antenna
pusat dalam bentuk lingkaran dengan diameter 44 ft yang memberikan
pancaran Doppler. Dengan membandingkan kedua sinyal yang
dipancarkan oleh DVOR tersebut maka penerbang akan mengetahui
posisi (bearing) pesawat terhadap ground station DVOR.

Gambar 4.14 Antena DVOR SELEX 1150A


Gambar 4.15 DVOR SELEX 1150A

a) Merk : SELEX
b) Type : 1150A
c) Power o/p : 70 Watt
d) Frequency : 113.2 MHz
e) Tahun Instalasi : 2013
f) Ident : PNK

Gambar 4.16 DVOR SELEX 1150A


Sumber : Manual Book DVOR SELEX
2. DME (Distance Measuring Equipment)
DME merupakan sistem navigasi yang memberikan informasi jarak (slant
range) antara pesawat dengan ground station DME dalam satuan Nautical
Miles (NM). Komponen sistem DME terdiri dari Transponder pada ground
station DME dan Interrogator pada Airborne DME. DME mengirimkan sinyal
pertanyaan yang akan di reply oleh pesawat dengan delay time 50 s. Jarak di
peroleh dari lamanya waktu sinyal interrogated yang dikirim hingga sinyal
reply diterima station DME ditambah waktu delay. DME dapat dipasang
colocated VOR untuk menyiapkan kombinasi bearing dan distance dan DME
dapat dipasang colocated ILS untuk indikasi jarak/marker. DME pada
AIRNAV cabang Pontianak co-located dengan DVOR PNK sehingga
informasi jarak yang di berikan juga mengindikasikan jarak pesawat terhadap
DVOR PNK.

Gambar 4.17 DME SELEX Co-located DVOR

Identifikasi DME SELEX :


a)Merk : SELEX
b)Type : 1119A
c)Power o/p : 800 Watt
d)Frequency : CH 79X
e)Tahun Instalasi : 2013

f) Ident : PNK
Gambar 4.18 Blok Diagram DME SELEX Co-located DVOR
Sumber : Manual Book DME SELEX
3. ILS (Instrument Landing System)
i.Localizer
Merupakan Alat bantu pendaratan yang digunakan untuk memandu
pesawat agar mendarat tepat pada centerline runway. Localizer bekerja
pada band frekuensi VHF : 108 – 118 MHz dan normal range nya bias

mencapai 20 NM. Antenna localizer merupakan antenna jenis array yang


terletak di runway 33 dan terdiri dari 14 buah antenna.

Gambar 4.19 Antena Localizer SELEX 2100


Gambar 4.20 Modul Localizer SELEX 2100

Identifikasi peralatan:
1. Merk :SELEX
2. Type :2100
3. Power o/p :15 Watt
4. Frequency :111.3 MHz
5. Tahun instalasi :2019
Gambar 4.21 Blok Diagram Localizer SELEX 2100
Sumber : Manual Book Localizer 2100
ii. Glide Path
Glidepath merupakan salah satu jenis ILS yang digunakan untuk
membantu pendaratan pesawat hingga tepat pada posisi 3o pada
Touchdown zone. Bekerja pada band frekuensi UHF : 328 – 356 MHz.
Range nya bias mencapai 10 NM. Cara kerjanya mirip dengan localizer.
glideslope mengirimkan dua signal dalam satu channel. Dua signal yang
dikirimkan tersebut salah satunya termodulasi pada frekuensi 90 Hz, dan
yang lainnya termodulasi pada frekuensi 150 Hz. Kemudian, dipancarkan
oleh antenna glide slope. Signal 90 Hz dipancarkan ke atas descent path
(sudut luncur pesawat) dan signal 150 Hz dipancarkan ke bawah descent
path. Garis tengah dari kedua signal tersebut digunakan untuk menentukan
sudut luncur pesawat kurang lebih 3° di atas tanah

Gambar 4.22 Transmitter Glidepath SELEX 2100

Gambar 4.23 Antena Glide Path SELEX 2100 Identifikasi Glide


Path:
i.Merk : Selex
ii.Type : 2110
iii.Power o/p : 3 Watt
iv.Frequency : 332. 3 MHz
v.Tahun Instalasi : 2016

Gambar 4.24 Blok Diagram Glidepath SELEX 2100


Sumber : Manual Book DVOR
iii. Middle marker
Marker Beacon ini berfungsi sebagai indikator bahwasanya pesawat
telah berada pada jarak tertentu terhadap threshold. Ditempatkan pada
jarak 1050 m dari landing threshold.Tone modulasi sebesar 1300 Hz. Dan
biasanya untuk indikator di pesawat di tandai dengan warna indikator
Amber. Informasi yang diterima pesawat berupa identifikasi nada dot dash
dot ( . _ . ) secara terus menerus sampai pesawat tidak lagi berada pada
pancaran sinyal middle marker / tidak berada di atas peralatan middle
marker.

G
Gambar 4.25 Transmitter Middle Marker SELEX
Gambar 4.26 Antena Midle Marker SELEX

Gambar 4.27 Interface Middle Marker SELEX


Sumber : Manual book Middle Marker SELEX 2130
Identifikasi Middle Marker
i.Merk : SELEX
ii.Type : 2130
iii.Power o/p : 600mwatt
iv.Frequency : 75 MHz
v.Tahun Instalasi : 2016

Gambar 4.28 Blok Diagram Middle Marker SELEX


Sumber : Manual book Middle Marker SELEX 2130
iv. Outer Marker
Outer marker adalah peralatan navigasi yang memancarkan
gel.elektromagnetik untuk memberikan informasi ke pilot bahwa posisi
pesawat berada pada jarak 7 – 12 Km dari threshold (ujung runway). Oleh
karena itulah perlatan pemancar outer marker diletakkan pada jarak 7 – 12
Km dari ujung runway, sehingga pada saat pesawat berada tepat di atas
outer marker maka pesawat akan menerima informasi bahwa pesawat
berada pada jarak 7-12 km dari threshold. Informasi yang diterima pesawat
berupa identifikasi nada panjang terputus-putus (dash tone) / _ _ _ (dash
dash dash) secara terus menerus sampai pesawat tidak lagi berada pada
pancaran sinyal outer marker / tidak berada di atas peralatan outer marker.

Gambar 4.29 Antena Outer Marker SELEX

Gambar 4.30 Transmitter Outer Marker SELEX


Identifikasi Outter Marker :
i. Merk : Selex
ii. Type : 2130
iii. Power o/p : 1 Watt
iv. Frequency : 75 MHz
v. Tahun Instalasi : 2016

Gambar 4.31 Interface Outer Marker SELEX


Sumber : Manual book Outer Marker SELEX
Gambar 4.32 Blok Diagram Outer Marker SELEX
Sumber : Manual book Outer Marker SELEX
4.2.3 Fasilitas Surveilance dan Otomasi
a. RADAR (Radio Detection and Ranging)
Radar (Radio Detection and Ranging) adalah suatu sistem
gelombang elektromagnetik yang berguna untuk mendeteksi,
mengukur jarak dan membuat map benda-benda seperti pesawat
terbang, berbagai kendaraan bermotor dan informasi cuaca (hujan).
Radar merupakan peralatan surveillance atau pemantauan posisi
pesawat terbang di lingkungan sekitar radar hingga radius ± 250 NM.
Berfungsi memantau posisi, ketinggian, identifikasi, serta data dukung
lainnya seperti kecepatan, arah, jenis pesawat, dan lain-lain. Pada
cabang Pontianak memiliki radar jenis MSSR (Monopulse Secondary
Surveillance Radar) Mode- S, yang merupakan radar terkini dengan
kemampuan mampu mendeteksi target dengan mode 1, 2, 3/A, C dan S
(selective).
Gambar 4.33 Transmitter Radar Indra MSSR

Gambar 4.34 Antena Radar Indra MSSR


Gambar 4.35 Display RADAR / VR 3000

Identifikasi RADAR:
i.Merk : INDRA
ii.Type : IRS-20MP/S
iii.Power o/p : 3 KW
iv.Frequency : 1030MHz (TX),
1090 MHz (RX)
v.Jangkauan Pancaran : 256 NM
Gambar 4.36 Blok Diagram RADAR INDRA
Sumber :Manual Book Radar
b. ADS-B ERA
ADS–B adalah singkatan dari Automatic Dependent Surveillance
Broadcasting yang merupakan sistem navigasi dalam dunia penerbangan
yang dengan frekuensinya dapat di deteksi oleh radar dengan berbagai data
yang dapat ditampilkan dalam bentuk text, visual 2D dan 3D.
GGambar 4.37 ADSB ERA
Sumber : Hasil Dokumentasi Penulis, 2019

G
a
m
b
a
r

4
.
3
8
Monitor RCMU ADSB
Sumber : Hasil Dokumentasi Penulis, 2019
Identifikasi ADSB
i.Merk : ERA
ii.Type : ADSB/IDN
iii.Frequency : 1090 MHz
iv.Jangkauan : 200NM
v.Tahun Instalasi : 2008

Gambar 4.39 Blok Diagram ADSB


Sumber : Manual Book ADSB
C.ADSB GECI

d.ATC System (Air Traffic Control System)


Air Traffic Control System atau dalam bahasa Indonesia disebut sistem
control lalu lintas udara adalah sistem yang mengatur lalu-lintas di udara
terutama pesawat terbang untuk mencegah pesawat terlalu dekat satu sama
lain dan tabrakan. Selain tugas separation, ATCS juga bertugas mengatur
kelancaran arus traffic (traffic flow), membantu pilot dalam menghandle
emergency/darurat, dan memberikan informasi yang dibutuhkan pilot
(weather information atau informasi cuaca, traffic information, navigation
information. Peran ATCS sangat besar dalam tercapainya tujuan
penerbangan. Semua aktifitas pesawat di dalam area pergerakan diharuskan
mendapat izin terlebih dahulu melalui ATC, yang nantinya ATC akan
memberikan informasi, instruksi, clearance/izin kepada Pilot sehingga
tercapai tujuan keselamatan penerbangan.

Gambar
4.40
ATC
System
I
dentifikasi ATC System
i.Merk : Indra
ii.Type : A2100
iii.Tahun Instalasi : 2014
Gambar 4.41 ATC System
Sumber : Hasil Dokumentasi Penulis, 2019
4.2 Jadwal Pelaksanaan OJT
Sesuai Buku Pedoman On The Job Training penulis melampirkan jadwal
pelaksanaan On The Job Training (OJT) di Perum LPPNPI Cabang Pontianak
dalam Laporan Kegiatan On The Job Training (OJT) di Perum LPPNPI Cabang
Pontianak disesuaikan dengan daftar hadir Taruna pada kegiatan On The Job
Training (OJT) di Perum LPPNPI Cabang Pontianak yang dimulai sejak tanggal
16 Juli 2019 sampai dengan 20 November 2019 di Perum LPPNPI Pontianak .
Adapun waktu pelaksanaannya dibagi menjadi beberapa shift sebagai berikut:

Dinas Administrasi Pukul 08.00-17.00 WIB


Shift Pagi Pukul 07.00-14.00 WIB
Shift Siang Pukul 12.00-19.00 WIB
Shift Malam Pukul 19.00-07.00 WIB

Tabel 4.3 Daftar Shift Dinas Taruna OJT

4.3 Permasalahan OJT


Selama pelaksanaan kegiatan On The Job Training ( OJT ) di Perum
LPPNPI Cabang Pontianak penulis menemukan permasalahan pada Radio VHF
ADC frekuensi 113.8 Mhz.Hal ini terjadi pada tanggal 28 Juli 2019.Peralatan
tersebut tidak dapat change over dikarenakan pada Relay RF antenna Transmitter
terjadi koneksi yang buruk, dimana RF Relay Antenna tidak mendapat output
supply 24Vdc dari Facilities pada perangkat transmitter, sehingga alarm pada Tx2
.
4.3.1 Analisa Permasalahan
1.Melakukan restart pada Transmitter (TX2)
2.Check inputan pada Transmitter yang masuk ke E1RIC.Pada port
T1/E1.Ternyata kedua inputan yang masuk ke E1RIC melalui
port T1/E1 dalam keadaan normal.
3.Melihat Alarm indicator pada front panel pada Transmitter 2
4.Melihat pancaran forward power dan reflected power pada
transmission line.
Ternyata nilai VSWR pada Transmitter tinggi ternyata alarm pada
VSWR melakukan penyettingan VSWR menggunakan
Cavity,dummy load dan cable .VSWR normal kembali.Ternyata
TX masih tidak dapat change over.

Yang dimana Tx2 alarm VSWR.Alarm VSWR tersebut


mengecek pada Transmission Line dan penyettingan cavity agar
nilai VSWR tidak melebihi dari 1
1. Connector
2. Cable
3. Relay
4. Cavity
5. Surge Protector
6. Antenna

5. Check output supply pada port Facilities


6. Melihat output supply,ternyata mengeluarkan tegangan pada pin
9.Port Facilities dalam keadaan Normal.
7.Mengecek Facilities Connector,dengan memasukkan pin 9 ke
port Facilities Connector.Faciliities Connector dalam keadaan
normal

8.Check Inputan MARC AUDIO pada MARC connector,dalam


keadaan normal.
9.Setelah melihat manual book,Facilities pada perangkat
memerintah RF relay tidak change over.
10.Check output supply pada port Facilities
11.Mengecek RF Relay antenna pada Transmitter,ternyata RF
Relay Antenna tidak medapat supply dari Facilities perangkat
tersebut
12.Ternyata RF Relay Antenna terjadi bad connection.

Gambar 4.42
Gambar 4.43

G
G

Gambar 4.44
4.3.2 Penyebab Permasalahan
RF Relay antenna tidak berkerja dan tidaj mendapatkan
output supply dari Facilities.

4.4Penyelesaian Masalah
Sesuai dengan perencanaan dan rancangan penyelesaian masalah
yang telah dibuat,para teknisi dan manager Tekni menindaklanjuti dengan
melakukan langkah –langkah dalam menyelesaikan permasalahan pada
VHF ADC tersebut yaitu pada RF Relay ANTENNA pada Transmitter.RF
Relay Antenna digunakan sebagai Change Over kedua transmitter dengan
menggunakan 1 antenna.
a. Melakukan Restart pada Transmitter (Tx 2)
b. Penyettingan VSWR pada perangkat Transmitter tersebut.
c. Check point 9, mengecek tegangan pada Facilities
Connector,ternyata tegangan pada pin 9 tersebut mengeluarkan
tegangan.Sehingga pada facilities connector tersebut dalam
keadaan normal.
d. Check pada connector DB 15
e. Pengecekan pada RF Relay Antenna dikarenakan Bad Connection,
sehingga melakukan pengukuran pada uotputsupply pda RF Relay
tersebut.Dimana tegangan tidak masuk pada RF Relay antenna
tersebut .Sehingga RF Relay Antenna tidak dapat bekerja.

f. Mengecek pada Relay 24Vdc,ternyata terjadi bad connection dari


facilities terhadap relay.Sehingga relay tidak mendapat tegangan
dari Faciities.
g. Melakukan penyolderan pada RF Relay Antenna dan pengecekan
konfigurasi port Facilities.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pelaksanaan On Job Training yang dirasakan sangat singkat ini tidak
akan terlaksana dengan baik tanpa adanya dukungan dan bantuan dari semua
pihak. Sebelumnya untuk itu penulis sangat banyak mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang mendukung dalam kegiatan On Job Training
hingga sampai Penulisan dalam membuat buku laporan ini .Dengan demikian
buku laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam pendidikan
program Diploma III Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara didalam
melaksanakan kegiatan On Job Training. Dan sangat banyak manfaat bagi
penulis dimana banyak ilmu pengetahuan yang didapat dan wawasan tentang
dunia penerbangan.
Semoga buku yang laporan ini sangat bermanfaat bagi kami yang
mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran di On Job Training ini untuk
meningkatkan motivasi belajar agar terus menambah ilmu pengetahuan di
dunia penerbangan. Kami juga berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi pembaca maupun dinas-dinas yang terdapat di Lingkungan Perum
Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia ( Perum
LPPNPI ) Cabang Pontianak. Khususnya dalam meningkatkan kinerja dari
alat Telekomunikasi, Navigasi Udara dan Surveillance dan di Indonesia pada
umumnya.Dan penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan
keterbatasan yang terdapat dalam penulisan buku laporan ini. Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk
meningkatkan kualitas penulis. Dalam penulisan buku laporan ini lebih
difokuskan dalam memahami mengenai peralatan Navigasi
Udara.Dikarenakan pedoman pelaksanaan On Job Training pertama ( OJT
Pertama) ini Kepala Program Studi lebih menekan kepada taruna dan taruni
pada bagian peralatan navigasi udara. Kepala pusat pengembangan sumber
daya manusia perhubungan udara ingin meningkatkan kualitas lulusan
pendidikan dan pelatihan di bidang penerbangan.
5.1.1 Kesimpulan bab IV
1. Pada BAB IV menjelaskan tentang permasalahan, penyebab permasalahan
dan penyelesaian masalah serta cara menangani dengan baik bersama
Teknisi Airnav LPPNPI Cabang Pontianak.
2. Melaksanakan program On Job Training di Perum LPPNPI Cabang
Pontianak sejak tanggal 16 Juli 2019 sampai 22 November 2019. Penulis
mengambil permasalahan mengena perbaikan RF Relay pada Transmitter
dikarenakan tidak mendapat supply pada Facilities Connector.

5.1.2 Kesimpulan pelaksanaan OJT secara keseluruhan


1. Dalam pelaksanaan program OJT di Perum LPPNPI cabang Pontianak
yang dilaksanakan sejak tanggal 16 Juli 2019 sampai dengan tanggal 22
November 2019 sebagai program yang diterapkan kepada setiap taruna
dan taruni Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Medan
(ATKP) Medan pada dasarnya adalah untuk mengaplikasikan teori dan
praktek yang telah di pelajari pada program studi Diploma III Teknik
Telekomunikasi dan Navigasi Udara di ATKP Medan.
2. Dengan kegiatan On Job Training ini seluruh Taruna dan Taruni lebih
memahami pembelajaran di dunia nyata langsung dengan memahami
seluruh peralatan telekomunikasi dan peralatan navigasi udara di dunia
penerbangan.Selain itu juga, dengan adanya pengenalan terhadap
pekerjaan yang ada dilapangan.
3. Setiap Taruna dan Taruni diharapkan mampu mendapatkan pemahaman
yang luas dan pelajaran dalam hal berinteaksi atau bersosialisasi dengan
lingkungan pekerjaan maupun lingkungan sekitarnya.
4. Demikian itu juga para Teknisi dan Taruna dalam kegiatan On Job
Training ini, lebih tanggap dalam menghadapi jika ada permasalahan pada
seluruh peralatan. Dari situla penulis dapat bertanya dan lebih memahami
apa saja permasalah yang terjadi pada peralatan tersebut.

5.2 Saran
5.2.1 Saran terhadap bab IV
Adapun saran-saran yang dapat diberikan untuk BAB IV ini sebagai
berikut:
1. Sebaiknya mengecek RF Relay .
2. Penulis memahami permasalahan pada VHF ADC lebih mendetail pada
Fcilities Connector yang terhubung pada RF Relay 24vDC.
3. Saat menguasai pada peralatan yang penulis ambil saat membuat laporan,
jangan berfokus pada satu peralatan saja.Namun juga harus mengusai
seluruh peralatan Navigasi Udara,Telekomunikasi dan Surveillance yang
telah disepakati dari Kampus ATKP Medan. Karena setiap peralatan saling
berhubungan satu sama lain dan agar lebih menambah wawasan serata
ilmu pengetahuan dalam kegiatan On Job Training.
4. Dalam mengambil dan fokus pada suatu peralatan yang penulis ambil,
penulis harus benar-benar menguasi manual book yang ada pada Perum
LPPNPI AirNav cabang Pontianak, memahami sesuai Merk yang
digunakan pada peralatan tersebut.

5.2.2 Saran terhadap pelaksanaan OJT secara keseluruhan


Ada beberapa saran yang dapat diberikan untuk menjadi bahan
pertimbangan pada On Job Training dikemudian hari khususnyan di Perum
LPPNPI Cabang Pontianak, antara lain:
1. Dalam pelaksanaan On Job Training ini taruna dan taruni lebih aktif
dan kritis dalam proses pembelajaran di lapangan dalam mengecek
seluruh peralatan navigasi udara dan mendapatkan ilmu atau wawasan
yang lebih banyak dalam dunia penerbangan.
2. Taruna juga harus lebih kritis dalam menanggapi jika ada permasalahan
pada peralatan, serta dapat memperbaikinya dengan bertanya pada
senior yang lebih berpengalaman sesusi rating yang dimiliki.
3. Perlunya pembaharuan dan perbaikan pada fasilitas peralatan yang
memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun yang dinilai sudah menurun
kinerjanya atau memiliki kerusakan berat, demi menunjang keselamatan
penerbangan agar menghindari peristiwa yang tidak diinginkan.
4. Para Taruna dan Taruni dalam jadwal dinas yang dilaksanakan saat On
Job Trainimg, selalu melaksanakan dan tahu apa yang harus dilakukan
berikutnya, dikarekan merupakan tugas rutin. Dan jika ada sebuah
permasalahan jangan segan dalam bertanya, karena dari situlah para
taruna dan taruni mendapat ilmu serta wawasan yang banyak dalam
kegatan On Job Training.
DAFTAR PUSTAKA

Manual Book T6T VHF 50 WATT Transmitter Park Air System,Oktober


2006
DAFTAR SINGKATAN

VHF : Very High Frekuensi


ADC : Aerodrome Control
ADS-B : Automatic Dependent Surveillance Broadcast
TX : Transmitter
AC : Alternating Current
AGC : Automatic Gain Control
AM : Amplitude Modulation
ATC : Air Tranffic Control
BER : Bit Error Rate
BIT : Built In Test
E-BIT : External Bit Signal
ESSD : Electrostatic Sensitive Devices
LCD : Liquid Crystal Display
MARC : Multi Access Remote Control
Mhz : Megahertz
MSK : Minimum Shift Keying
PA : Power Amplifier
PTT : Press to Transmit
VSWR : Voltage Standing Wave Ratio
DRF : Data Recording Facility
FDP : Flight Data Processing
DIFFUSER : Converter Serial to DB 25
SDP : Surveillance Data Processor
RDCU : Radar Data Compressor Unit
NEPTUNO : Recording ATC System
SDD : Situation Data Display
LAMPIRAN

Lampiran 1. Melakukan kegiatan Ground Check bersama para teknisi pada


setiap bulannya.
Lampiran 2. Melakukan penyettingan Cavity pada VHF ER JATSC 133.5
dikarenakan tingginya nilai VSWR Level = 41.7 .Hal ini melakukan penyettingan
agar turunnya nilai VSWR secara normal.
Lampiran 3. Para Teknisi dan Taruna OJT melakukan maintenance DVOR dan
mencuci antenna DVOR

Anda mungkin juga menyukai