Askep Asma
Askep Asma
PENDAHULUAN
Angka kejadian penyakit alergi semakin meningkat sejalan dengan perubahan pola
hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam
makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit Asma
Bronkial.
Asma Bronkial adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan
secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan
terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya
serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi
penyebab serangan. (Medlinux, 2008)
Asma Bronkial merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di
berbagai propinsi di Indonesia. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema
sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi
asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan
obstruksi paru 2/1000.
Pada 1997, terdapat 124 juta orang menderita Asma Bronkial atau sekitar 2,1 % dari
jumlah penduduk dunia. Pada tahun 2010, jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat dua
kali lipat atau kurang lebih 221 juta orang.
Dengan meningkatnya jumlah penderita, maka tugas dan kinerja tenaga medis,
terutama perawat, semakin perlu ditingkatkan. Teknik perawatan yang sesuai dengan Asuhan
Keperawatan dan penyuluhan kesehatan mengenai penyakit ini sangat perlu dipahami dan
dikuasai oleh calon dan tenaga medis. Oleh karena itu penulis mencoba mengangkat kasus
“Asma Bronkial pada klien Ny.A” sebagai judul makalah ini.
1.2 Tujuan
A. Tujuan umum
Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien Asma Bronkial di ruang Paru RSU dengan menggunakan proses keperawatan.
B. Tujuan khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada Ny.A dengan Diagnosa medis Asma
Bronkial di Ruang Paru.
2. Mampu membuat diagnosa keperawatan menurut prioritas pada pasien.
1
3. Mampu membuat rencana askep pada pasien Ny.A dengan Diagnosa medis Asma
Bronkial di Ruang Paru.
4. Mampu menerapkan tindakan keperawatan pada pasien Ny.A dengan Diagnosa
medis Asma Bronkial.
5. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan
tujuan yang telah diterapkan
1.3 Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya
periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
2.2 Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
1. Faktor Predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain
itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor Presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a.Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.
Seperti : Debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Seperti : Makanan dan obat-obatan.
c.Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Seperti : Perhiasan, logam dan jam tangan.
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
3
serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing. Pada
sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas
serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas
cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot
bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai
dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipnu), otot bantu
pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan
diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi
yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2
dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan
denyut nadi, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons
hipoksemia. (Medicafarma,2008)
2.4 Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis,
kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya
sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya
produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan
udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti
4
gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi
darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang
disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti
eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien
dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak
jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan
asma.
2.5 Komplikasi
2.6 Klasifikasi
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi
seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi
biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan
non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.
Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi dan
lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan
asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema, selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non
alergi.
5
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III
a. Tanpa keluhan.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV
1. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
2. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang
berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
c. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan,
sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, dan takikardi.
6
2. Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3. Tes provokasi bronkial seperti : Tes provokasi histamin, metakolin, alergen,
kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua
destilata.
4. Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum
2.8 Terapi
7
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu
hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
2. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya
diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan.
3. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan
dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberikan secara
oral.
8
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Biodata
A. Identitas Pasien
Nama : Ny.A
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 45 tahun
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Cunda, Lhokseumawe
Tanggal masuk RS : 28 Agustus 2009
No. Register : 01.32.33.83
Ruang : Paru
Gol. Darah :O
Tanggal pengkajian : 28 Agustus 2009
Diagnosa medis : Asma Bronkial
B. Penanggung Jawab
Nama : Tn.B
Hub. dengan pasien : Suami
Pekerjan : Wiraswasta
Alamat : Cunda, Lhokseumawe
9
Ibu kandung os juga menderita sesak napas.
Genogram keluarga :
Ayah Ibu
Keterangan :
Laki-laki tanpa Asma Bronkial
10
- Mata lengkap dan simetris
- Pupil bulat isokor
- Lingkaran pinggir mata tampak cekung
- Bola mata tampak seperti menonjol
4. Hidung
- Tulang, lubang dan cuping hidung normal
- Dapat membedakan bau-bauan dengan baik
- Septum lurus ditengah
- Sekret (-)
- Mukosa tidak hiperemis
5. Telinga
- Bentuk telinga simetris
- Ukuran telinga sedang
- Pendengaran baik
6. Mulut dan faring
- Bibir pucat, pecah-pecah dan kering
- Lidah kotor
- Ludah sangat kental
- Papil eutrofi
- Gigi lengkap
- Mukosa tidak hiperemis
- Gusi sering bengkak dan berdarah.
7. Leher
- Posisi trachea normal
- Suara normal.
d. Pemeriksaan integumen
1. Kebersihan : Baik
2. Kehangatan : Cukup
3. Warna : Sawo matang
4. Turgor : Baik
5. Kelembaban : Baik
6. Kelainan pada kulit : Tidak ada
e.Pemeriksaan payudara dan ketiak
Tidak ada pemeriksaan
f. Pemeriksaan thoraks/dada
Thoraks depan
1. Inspeksi
- Gerak nafas simetris,
11
- Bentuk dada normal
- Ictus cordis tidak terlihat
2. Palpasi
- Vokal fremitus kanan sama dengan yang kiri
- Ictus cordis tidak teraba
3. Perkusi
- Sonor pada seluruh lapangan paru
- Batas paru – lambung : sela iga VIII garis axillaris anterior kiri
- Batas paru – hepar : sela iga VI midklavikularis kanan
- Peranjakan paru : 1 intercostal space
- Batas atas jantung : sela iga III garis parasternal kiri
- Batas kiri jantung : sela iga V garis midklavikular kiri
- Batas kanan jantung : sela iga IV medial garis parasternal kanan
4. Auskultasi
- Suara nafas vesikuler
- Ronchi (-)
- Wheezing (+) dibasal paru
- Murmur (-)
- Gallop (-)
Thoraks belakang
1. Inspeksi
- Bentuk simetris
- Lordosis (-)
- Kifosis(-)
- Skoliosis (-)
- Gerak nafas simetris saat statis dan dinamis
2. Palpasi
- Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
3. Perkusi
- Batas bawah paru kanan : thorakal IX
- Batas bawah paru kiri : thorakal X
- Sonor di kedua lapangan paru
4. Auskultasi
- Suara nafas vesikuler
- ronchi (-)
- wheezing (+) di basal paru
12
g. Pemeriksaan abdomen
1. Inspeksi abdomen
- Datar
- Dilatasi vena (-)
2. Palpasi
- Supel
- Turgor cukup
- Tidak ada nyeri
- Hepar dan lien tidak teraba membesar
3. Perkusi
- Timpani di seluruh lapangan abdomen
4. Auskultasi
- BU (+) normal
h. Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya
Tidak ada pemeriksaan
i. Pemeriksaan muskuloskeletal
1. Otot simetris
2. Tidak ada edema
3. Otot tidak terasa kaku
4. Tidak ada kelainan pada ekstremitas
j. Pemeriksaan Neurologi
1. Tingkat kesadaran : Composmentis
2. Meningeal sign : Kuduk agak kaku
3. Status mental
a.Kondisi emosi dan perasaan : Labil
b. Orientasi : Baik
c.Proses berfikir : Normal
d. Motivasi : Pasien memiliki kemauan yang besar untuk sembuh
e.Bahasa : Pasien menggunakan bahasa Indonesia
k. Nervus Cranialis
Tidak ada pemeriksaan
l. Fungsi motorik
Normal
m. Fungsi sensorik
Normal
n. Reflek
13
Tidak ada pemeriksaan
b. Pola eliminasi
1. BAB
a. Pola BAB : 2 hari sekali
b. Karakter fese : Normal
c. BAB terakhir : Kemarin
d. Diare : Tidak diare
e. Riwayat pendarahan : Tidak pernah
2. BAK
a. Pola BAK : Rutin
b. Karakter urine : Normal
c. Nyeri/kesulitan BAK : Tidak pernah
d. Inkontinentia : Tidak ada
e. Retensi : Tidak pernah
f. Riwayat penyakit ginjal : Tidak ada
c.Pola makan dan minum
1. Gejala (subjek)
a. Diet (type) : Makanan bergizi
b. Jumlah : porsi sedang
c. Pola diet : 3 kali sehari
d. Mual-muntah : ada
e. Nyeri uluhati : ada
f. Alergi makanan : tidak ada
g. BB biasa (sebelumnya) : 60-65 kg
2. Tanda (objek)
a. BB sekarang : 45 kg
14
b. TB : 150 cm
3. Waktu pemberian makan : Pagi, siang dan malam.
4. Masalah : Anoreksia dan ketidakmampuan untuk makan
karena distress pernapasan.
5. Upaya mengatasi masalah : Memberi makanan yang bergizi, sangat disukai
dan enak rasanya.
d. Personal hygiene
1. Pemeliharaan badan : Baik
2. Pemeliharaan gigi dan mulut : Baik
3. Pemeliharaan kuku : Baik
e.Pola kegiatan dan aktivitas
1. Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
2. Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
3. Keterbatasan mobilitas fisik.
4. Adanya ketergantungan pada orang lain.
5. Penurunan libido seksualitas.
15
Analisis Gas Darah
pH : 7,505
pCO2 : 34,7
pO2 : 64,5
BE : 4,6
HCO3- : 27,4
Sat O2 : 94,2
Na : 145 mmol/L
K : 3,9 mmol/L
Foto Thorax
Cor : CTR <50%
Aorta : tidak ada elongasi
Pulmo : corakan bronkovaskuler normal.
Tidak tampak infiltrat di kedua paru
Sinus, diafragma dan tulang – tulang intak
Kesan : jantung dan pulmo dalam batas normal
EKG :
Frekuensi : 75 x/menit
Gelombang P : teratur
Interval antara kompleks QRS teratur pada semua lead
Gelombang Q : terdapat di V1, V2, V3
Segmen ST : depresi (-), elevasi (-)
Gelombang T : depresi (-)
16
Analisa Data
Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d bronkospasme, ditandai dengan sesak nafas
; frekuensi RR = 32 x/menit
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, ditandai dengan
makanan hanya dihabiskan 1/3 porsi dari yang diberikan.
3. Terganggunya pola aktivitas b/d dyspnea, ditandai dengan ketergantungan pasien
terhadap bantuan keluarga dan perawat dalam melakukan aktifitas.
Prioritas Utama
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d bronkospasme, ditandai dengan sesak nafas
; frekuensi RR = 32 x/menit.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, ditandai dengan
makanan hanya dihabiskan 1/3 porsi dari yang diberikan.
3. Terganggunya pola aktivitas b/d dyspnea, ditandai dengan ketergantungan pasien
terhadap bantuan keluarga dan perawat dalam melakukan aktifitas
Intervensi Keperawatan
17
1. Diagnosa Keperawatn : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d bronkospasme,
ditandai dengan sesak nafas ; frekuensi RR = 32 x/menit.
Tujuan jangka pendek : Sesak nafas berkurang.
Tujuan jangka panjang : Sesak nafas hilang.
No Intervensi No Rasional
1. Kaji / pantau frekuensi pernafasan, 1. Tachipnea biasanya ada pada
catat rasio inspirasi / ekspirasi. beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan atau selama stress/
adanya proses infeksi akut.
2. Tempatkan posisi yang nyaman pada 2. Peninggian kepala tempat tidur
pasien. memudahkan fungsi pernafasan.
3. Pertahankan polusi lingkungan 3. Pencetus tipe alergi pernafasan dapat
seminimum mungkin. menyebabkan episode akut.
4. Tingkatkan masukan cairan s.d. 3000 4. Hidrasi membantu menurunkan
ml/ hari sesuai toleransi jantung dan kekentalan sekret, penggunaan cairan
memberikan air hangat. hangat dapat menurunkan kekentalan
sekret, penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan spasme bronkus.
5. Kolaborasi tim medis dengan 5. Merelaksasikan otot halus dan
memberikan obat sesuai dengan menurunkan spasme jalan nafas,
indikasi bronkodilator mengi, dan produksi mukosa.
2. Diagnosa keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia,
ditandai dengan makanan hanya dihabiskan 1/3 porsi dari
yang diberikan.
Tujuan jangka pendek : Makanan dihabiskan 1 porsi dalam waktu 24 jam
Tujuan jangka panjang : Nutrisi terpenuhi
No Intervensi No Rasional
1. Kaji kebiasaan dan kesukaan makan 1. Jenis makanan yang disukai akan
klien. membantu meningkatkan nafsu
makan klien
2. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit 2. Dapat meningkatkan intake nutrisi.
tapi sering dengan makanan tinggi
protein dan karbohidrat dalam
keadaan hangat
3. Anjurkan klien minum air hangat 3. Air hangat dapat mengurangi mual.
saat makan.
4. Berikan oksigen tambahan selama 4. Menurunkan dipsnea dan
makan sesuai indikasi. meningkatkan energi untuk makan,
meningkatkan masukan.
5. Kolaborasi tim medis untuk 5. Mencegah kekurangan vitamin karena
pemberian vitamin. penurunan absorsi vitamin larut dalam
lemak
18
3. Diagnosa keperawatan : Terganggunya pola aktifitas b/d dyspnea, ditandai dengan
ketergantungan pasien terhadap bantuan keluarga dan perawat
dalam melakukan aktifitas.
Tujuan jangka pendek : membantu os melakukan aktifitas.
Tujuan jangka panjang : Os dapat melakukan aktifitasnya secara mandiri.
No Intervensi No Rasional
1. Evaluasi respon os terhadap 1. Menetapkan kebutuhan/ kemampuan
aktivitas. pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam 2. Istirahat dapat menurunkan kebutuhan
rencana pengobatan dan perlunya metabolik, menghemat energi untuk
keseimbangan aktivitas dan istirahat. penyembuhan.
Bantu aktivitas keperawatan diri
3. yang diperlukan. Berikan kemajuan 3. Meminimalkan kelelahan dan membantu
peningkatan aktivitas selama fase keseimbangan suplai dan kebutuhan
penyembuhan. oksigen
Berikan lingkungan tenang dan
4. batasi pengunjung selama fase akut 4. Menurunkan stress dan rangsangan
sesuai indikasi berlebihan.
19
Hari/ No.
Implementasi Evaluasi
tanggal Diagnosa
Selasa, 1 Mengatur posisi pasien S : Os mengatakan
13 Agust dalm posisi semi sudah merasa agak
2013 fowler nyaman
Memasang O2 pada Os O : Os mulai tampak
sebanyak 3 liter/menit tenang,
Memasang cairan Frekuensi RR = 28
infus RL 10 tts/menit. x/m
Memberikan Ventolin A : Masalah teratasi
melalui pemasangan sebagian.
nebulizer P : Intervensi di
lanjutkan
I : - Berikan Ventolin
- Berikan O2
sebanyak 2 L/m.
- Berikan Injeksi
Cefotaxime