Anda di halaman 1dari 91

?

)
-- -------------

11 f 3Uu
.:: 10f.D .
(

SEGI-SEGI HUKUM DALAM


MASALAH CHARTER KAPAL
DAN ASURANSI LAUT

G.I{artasapoetra
Dannie R.

P,n,rbit ABIIICO Bandung


ii

Copy JUght bu : rv. A.P"T':C


E~~ p~ ~rrcm~c~ ;7&Z
.,

ANGGOTA lKAPl

HAK PENGARANG VILINVUNGI UNVANG-UNVANG


VILARANG MEMPERBANYAK
iii

KATA PENGANTAR
Vengan kemauan yangkeJu1.6 W1-tuk me.nyU6un .6e.buah
kaJr..ya UmJ.ah yang .6anga:t cUpeJli.ukan paJr..a mahM.{Awa
FakuitM Huk.um dan meJte.ka yang .6 e.dang me.ne.mpuh .6tucU
pada FakuitM Ekonomi PeJtU6ahaan, teJtutama yang me.-
nyangkut mata kutiah Hukum PeJtda:ta dan Hukum Vagang,
dengan ini wi kemukakan k.aJr..qa. UmJ.ah ini.
Vaiam peJtjanjJ.an ChaJr..:teJt Kapai Laut banyak .6e.-
kaii ma:teJti yang me.nyangkut Hukum PeJtdata, bagaimana'
peJtjanjian-peJtjanjJ.an au d.i1.ak..6anakan, dan bagaimana
.6~e.oMng teJtik.a:t ole.h ke.:te.n:tuan-ke.:ten-:tuan HufWm PeJt
data NMionai dan ole.h ke.:te.n:tuan-ke.:tentuan daJr..i Con-
ve.n.6i In:teJtnMionai. Se.dang dMi .6e.gi Hukum Vagang
dan juga Conve.n.6i-c.onve.n.6i In:teJtnMionai yang beJthu-
bungan de.ngan bidang ini akan cUketahui Tanggungja -
wab-tanggungjawab daJr..i meJte.ka yang me.njacU Subye.k Pe.
.tak..6ana daiam hal chaJr..:teJt Kapai Laut ini.
Tata .6U6un dMi k.aJr..ya UmJ.ah ini cUbua:t .6e.demi
k.J.an JuLpa, agaJr.. umumnya dapa:t mempe.lajaJr..inya, mengi-
nga:t meJte.ka yang be.peJtgJ.an de.ngan mempeJtgunakan ka-
pai .taut dan meJte.ka paJr..a U6ahawan yang .me.njaiin hu-
bungan peJtdagangan an:t~ ne.gaJr..a adaiah juga k.J.an me.-
ningk.a:t teJtu:tama dalam hal e.k..6POIt, .6e.lUn.gga dengan me.
nge.:tahui .6e.luk be.luk Tanggungjawab mMing-mMing, ma-
ka keJtugian-keJtugian yang akan cUdeJU..:ta dapa:t cUlUn.-
daJr..k.an.
Waiaupun wi te.lah beJtdaya upaya untuk me.nyu-
guhkan k.aJr..ya ilmiah ini .6e..6empUltna mungkin, te.:tapi ka
Itena me.nginga:t bahwa tidak ada .6 e..6ua:tu peJtbuatan yang
:tidak le.pM datti ke.:te.n:tuan - ke.:ten:tuan, maka adanya W
uk atau .6aJr..an-.6aJr..an yang membangun demi .6emputtnanya
k.aJr..ya UmJ.ah ini akan .6e.laiu membantu kami untuk le.-
iv

b"[h merUngka.-tk.a.n keman6a.a.:ta.nnya yang akan fuuguhkan


kepada ma.6yaJtaka.-t mahM.-L6wa dan umum, dan un:tu.k hai.
..[n..[ kam"[ menguc.apkan teM.makM"[h.

Bandung, NopembeJl. 1982.


PenyU6un.
v

DAFTAR lSI
HAL.
KATA PENGANTAR .•.•....•.••••••.••..••••..... -. •
DAFTAR ISI . . . . . • . . . . . . . . . . . • . . . . . . . . • . . .- ..... .
BAB I : CHARTER KAPAL LAUT PADA UMUMNYA •...• 1
1. Pengertian Charter Kapal Laut dan
Ketentuan-ketentuannya .•••••••••• 1
2. Maksud dan Tujuan Chart~r Kapal La
ut •.•••••..•.•••.•••••.....•..... 6
3. Macam-macam Perjanjian Charter Ka-
pal La u t . . . . . . . . . . . . . . . . . ~ . . . . . . . 11
4. Hubungan Perjanjian Charter dengan
Pengangkutan ...................... 16

BAB II PERJANJIAN CHARTER KAPAL LAUT •.•••.• 19


1. Perundang-undangan yang M~ndasari-
nya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ':......... 19
2. Hak-hak dan Kewaj iban Masing-masing
Pihak ..............•............. 25
3. Prinsip-prinsip Tanggungjawab ••.• 31
4. Klaim dan Ganti Rug! ••••••••••••• 38
5. -Hubungan Praktek Charter dengan Per
undang-undangan ••••••• '............ 42

BAB III PELAKSANAAN CHARTER KAPAL LAUT DAN


STANDARD KONTRAK .•.••••••...•••••••.• 46
1. Saat Mulai Berlakunya Charter Ka-
pal Laut ••••••••••••••••••• ~..... 46
2. Charter Kapal Laut BagiPengangkut
an Penumpang ..... ~ . . . . . . . . . . . . . . . 50
3. Charter Kapal Laut Bagi Pengangkut
an Bar ang ........................ 53
vi

ASURANSI LAUT •...•, .•.•..•......••.. 57


BAB IV
1. Peranan Asuransi pada Pengangkut-
an Laut ......................... 57
2. Beberapa Ketentuan Penutupan Per-
tanggungan Sehubungan dengan Char
ter Kapal ....................... 59
3. Beberapa Asuransi yang DitutupSe
hubungan dengan Charter Kapal ••. 65
4. AsuransiWajib Pada Pengangkutan
Laut dengan Charter ••.••..•..•.. 68

THE HAGUE RULES INTERNATIONAL CONVENTION FOR


THE UNIFICATION OF CERTEIN RULES . RELATING TO
BILLS OF LADING ••••••.•••••.••.•••••••...•.•• 72

DAFTAR KEPUSTAKAAN ........................... 83


vii

ku p~emba.hkan kepada
dika.u yang membu-tuhkan
baku ..ini., ~alam hangat:.
doJr1.. ku, teJLima.tuu.i.h.
buat:. :
-iAteJri. dan anakku teJl-
~ayang, cU IUUrlah.
BAB I
CHARTER KAPAL LAUT
PADA UMUMNYA

1. Pengertian Charter Kapal Laut dan Ketentuan-Ketentuannya.


Dalam kehidupan manusia di dunia ini, satu dan lainnya sa-
ling membutuhkan, terutama mengenai hasil-hasil yang telah dipro
duksi masing",masing untuk mencukupi kesejahteraan mereka, un-
tuk hal ini diperlukan pengangkutan hasil-hasil tersebut dati suatu
negara kelain negara atau dari suatu daerah kelain daerah. Demiki-
an pula untuk memenuhi keperluannya atau menyampaikan mak -
sudnya, manusia itu perlu mendatangi atau berkunjung ke negara
lainatau ke daerah lain, dan untuk hal inipun diperlukan pengang-
kutan.
Salah satu dian tara jenis-jenis pengangkutan yang te1ah dike-
nal ialah pengangkutan melalui lautan dengan mempergunakan ka-
pallaut.
Agar supaya sejumlah barang atau sejumlah orang dapat di -
angkut dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke
negara lain, maka antara usahawan usahawan yang bergerak dibi-
dang pengangkutan itu dengan pemilik kapallaut, haruslah diada-
kan terlebih dahulu suatu permufakatan dimana masing-masing fl-
hak telah setuju untuk melaksanakan sewa menyewa kapallaut un-
tuk mengangkut sejumlah barang "atau orang ke suatu tujuan terten
tu. Menyewa sebuah kapallaut, sebagiannya atau seluruhnya un-
tuk maksud-maksud pengangkutan barang atau manusia ataupun
sejumlah hewan, lazimnya disebut men charter sebuah kapal.
Dalam pencharteran sebuah kapallaut, harus disepakati oleh
penyewa dan pemilik atau kuasa kapal tentang sejumlah uang sewa
nya, barang-barang apa dan atau orang-orang mana yang akan di-
angkut, tujuan pengangkutan dan biasanya jenis kapal mana yang
akan dipakai, yang kesemuanya ini akan dicantumkan dalam Per-
2 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

janjian Charter Kapal.


Penyewa kapal untuk maksud-maksud pengangkutan terten-
tu, dapat berupa perseorangan atau Usahawan. Perusahaan-perusa-
hain yang bergerak dibidang it6, dan dapat juga dilakukan oleh Pe-
merintah, misalnya dalam pengangkutan transmigrasi dan lain seba
gainya. 1 ,

Pengusaha Angkutan Laut, ialah mereka yangmenggunakan


kapal untuk pengangkutan melalui lautan, baik dijalankannya sen-
diri dalam arti ia menjadinakhodanya, atau ia mengangkat nakho-
da dalam melaksanakari pengangkutan itu yang mempunyai ikatan
kerja dengannya. Pasal32Q KUl{ Dagal!~ menyatakan-:
"Pengusaha adalah dia, yang memakai sebuah /capal guna pe-
, layaran di !aut dan mengemudikannya sendiri atau suruh me
ngemudikannya oleh seorang nakhoda yang bekerja pada-
nya" I.
Jadi d3J.am hal ini yang dimaksud dengan pengusaha Angku(':
an Laut, dapat juga terdiri dari orang yang mencarter sesuatu kapal
laut, dan ia' menyewakannya' lagi kepada penyewa lainpya dalam
hal ini ia pula yang menganaJcat nakhoda kapal terse but.
Usaha angkutan laut merupakan industri jasa pelayaran dan
bukan hanya me.rupakan suatu cabang usaha distribusi, karena usa-
ha ini menghasilkan suatu produk.yaitu jasa angkutan laut yang'
dapat memberikan beberapa kegunaan yaitu place utility dan time
utility .
. , .'

Perjanjiari clulrter kapallaut, agar dapat menjadi aJat ketegas


an dalam perjanjian bahwa pengusaha akan menyelenggarakan pe-
ngangkutan barang atau orang melalui lautan dengan tepat waktu-
nya dan dalam keadaan selamat, serta agar dapat pula merupakan
bukti ten tang adanya perjanjian itu dengan maksud bila perjanjian
itu akan merupakan suatu perjanjian yang bersifat terbuka bagi pi-
hak ketiga yang memungkinkan bagi konosemen atau bill of lading

1. R.Subekti SH. Prof.. dan R. Tjitrosudibjo, KITAB UNDANG UND/tNG HU'


KUM DAGANG DAN UNDANG UNDANG KEPAIUTAN. Pradnya Paramita, JakrJrta,
1f!80. halaman 91.
BAB I. Ozarter Kapa/ Laut Pada Umumny a
3

hak dari pihak pemua t dapat dipindahkan kepada pihak ketiga, se-
perti halnya bila pencha rter berkehendak menda patkan kesempat-
an untuk melakukannya selama waktu angku tannya masih dalam
peIjalanan, maka haruslah diwujudkan sebagai akta yang disebu t
charte r party.
"lI1asing masing pihak boleh rrzenuntut dibuatnya suatu akta
./ ten tang persetujuan tersebit t. Akta ini dinamakan charter
party" 2.
"Apabila charter party itu ditulis atas tf.lnjuk maka dengan
jalan endosemen dan penyerahan suratnya, bolehlah si pen-
charter memindahkan hak hak dan kewajiban-kewajibannya
kepada seorang lain" 3 •
Ketent uan lain yang dapat diam bil manfa atnya dari akta yg.
disebut charte r party tersebut, ialah bila charte r party tidak ditu-
lis atas tunjuk, maka biarpun surat itu telah dipindah tangankan ke
pada orang lain atau pihak ketiga, maka dalam hal demikian akan
tetapla h pen charte r terikat kewajiban-kewajibannya terhadap yang
menyewakan kapal agar dipenuhi seluruhnya.
Dalam hal pihak yang menyewakan kapal dianggap melaku-
kan ingkar janji, misalnya pada waktu yang telah ditentu kan dalam
perjanjian ternya ta kapal pengangkutnya tidak tersedia di pelabuh-
an Y:ing telah ditentu kan, ketent uanny a dalam KUH Dagang pasal
458 pen charter tersebu t dapat membatalkan peIjanjiannya jtu dan
pernyataan batal itu harus segera diberitahukan kepada pengusaha
angkutan atau yang menyewakan kapal. Dalam kejadian ini pen-
charte r kapal dapat menun tut ganti rugi, tetapi tuntut an ganti rugi
ini tidak akan dapat dibenarkan apabila ternya ta pengusaha angkut
an atau yang menyewakan dapat memb uktika n bahwa kejadi aiJ;i-
atas adalah bukan karena disengaja atau bukan karena kelalalan-
nya.
B!~a pencha rter merasa khawa tir dengan kemampuan kapal

2. R. Subekti SR, Prof, dan R. TjitrOffUdibjo, op cit, halaman 132.


3.lbit.
4 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

yang disediakan pihak yang menyewakan, misalnya khawatir bah-


wa kapal itu akan terlalu lamban lajunya atau tidak akan lancar
sampai ke temp at tujuan, ataupu n khawatir bahwa kapal itu akan
mendapat bencana ditengah perjalanan, maka untuk hal demikian
berlaku ketent uan sebagai yang tercantum dalam KUH Dagang pa-
sal 459 : . .

"Sebelum memakai kapal sebagaimana ditetapkan dalam


charter party, maka berhaklah si pen charter. atas biaya sen-
diri, menyu ruh memeriksa kapal tersebut oleh seorang ahli
atau lebih. dst . ... dst. .... ds.f." 4.

Tetapi setelah dilakukan pemeriksaan dengan teliti oleh para


Akhli Perkapalan terse but , temya ta kondisi kapal sangat baik dan
menum t keputusan/ pertimbangan tertulis bahwa kapal itu akan
sangat mampu menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya, ma-
ka pihak yang menyewakan kapal dapat menun tut \ganti kerugian
dari pencharter selama tidak dapat menggunakan kapalnya akibat
dilakukan pemeriksaan.
Dalam hal charter kapal lau t ini, pihak pen charter harus be-
nar- benar tunduk kepada isi perjanjian yang telah dibuatnya dan
kepada ketent uan/ peraturan-peraturan pengangkutan, agar supaya
jangan sampai merugikan pihak .penga ngkut, terutam a nakhoda
kapal dan anakbuahnya. Sepert imisal nya : .
Barang atau orang yang akan diangkut jangarr sampai melebihi
apa yang te1ah tertulis dalam perjanjian pe,Rgangkutan.
Jenis barang yang diangkutnya jangan sampai tidak sesuai de-
ngan apa yang tertulis pada perjanjian pengangkutan.
Jangan sampai menyelundupkan atau mengikutsertakan barang
barang yang mudah meledak dan dalan:i kenyataan pihak pe-
ngangkut sarna sekali tidak mengetahui akan adanya baran~ba­
rang yang berbahaya itu.
Jika ada barang-barang berharga (logam mumi ) yang diangkut
.sebaiknya diistimewakan nilai barang-barang itu diberitahukan,
agar pengangkut dapat lebih oerwaspada.

4. R. Subekti SH, Prot. dan R. Tjirrosudibjo, op cit, h~ 132..

,
BAB J. O/arter Kapal Laut Pada Umumnya. 5

Ketentuan diatas itu sebaiknya ditepati dengan penuh ber-


tanggung jawab oleh pencharter demi keselamatan barang-barang-
nya dan agar pengangkut terhindar dari kerugian-kerugian. Dalam
hal kesalahan terletak pada pencharter, pihak pengangkut terbebas
dari tuntutan ganti kerugian (KUH Dagang pasal 469).
"Adakalanya barang-barang yang diangkut itu adalah isti-
mewa, misalnya barang-barang emas, perak, intan, berlian
dan sebagainya atau barang berharga yang mudah dapat ru-
sak. Dalam hal ini si pengangkut (pasal 469) hanya ber-
tanggungjawab apabila sifat dan harga dari barang-barang
tadi diberi tahukan lebih dahulu kepadanya,,5.
Dalam hal charter kapallaut ini, persetujuan-persetujuan pe-
ngangkutan barang-barang atau orang melalui lautan akan batal ber
dasarkan ketentuan yang terdapat pada KUH Dagang pasal 517s,
yaitu apabila sebelum kapal berangkat :
a. Ada perintah dari Pemerintah untuk segera meninggal-
kan pelabuhan.
b. Ada larangan untuk mengeluarkan barang-barang dari pe-
labuhan itu,
c. Ada meletus sesuatu peperangan,
d. , Pelabuhan diblokir
e. Kapalnya disita oleh pemerintah atau ruangan kapal
yang diperlukan untuk mengangkut barang-barang itu,
diminta oleh pemerintah.
"

Sedang mengenai dihentikannya persetujuan charter, adalah


dikarenakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. KUH Dagang pasal462, persetujuan charter terhenti bila
kapalnya hilang atau tenggelam,
b. KUH Dagang pasal 463, persetujuan charter dapat di-
hentikan bila upah pemakaian tidak dibayar oleh pen-
charter, hal ini harus dibefitihukan kepada pen charter
secara tertulls,
c. KUH Dagang pasal 464, .bila kapalnya tidak dapat di-

5. Wirjono Prodjodikoro SH, Dr, HUKUM tAUT BAGIINDONESIA. Sumul


Bandung, 1970. halaman 113.
6 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

pakai, akibat suatu tindakan Pemerintah dan kapan'-ka,.


pal itu dapat dipakai lagi belum ada ketentuan yang pas-
ti.
Perbedaan arti ten tang pembatalan charter dan terhentinya,
persetujuan charter, ialah kalau pembatalan dikarenakan persetuju-
an atau perjanjian itu tidak akan bisa dilanjutkan lagi, sedang peng-
hentian. persetujuan terdapat kemungkinan persetujuan itu dapat
dilanjutkan setelah keadaan memungkinkan,

sebab dalam hal ini
, J ' .

belum ada pembatalan. . ..

2. Maksud dan Tujuan Charter Kapal Laut.


Perseorangan atauUsahawan yang melakukan charter kapal
laut dapat dikatakan jarang atau sama sekali belumada yang mela-
kukannya di Tanah Air kita, dikarenakan keterbatasan kekayaan-
nya. Terkecuali dalam hal charter perahu layar atau kapal kayu
yang tonnagenya terbatas yang dipergunakan untuk pengangkutan
hasH-hasH produksi antara pulau seperti kayu, rotan dan kopra.
Dalam hal charter kapallaut, lazimnya dilakukan oleh suatu
Perseroan Tebatas (PT) yang memang telah banyak berdid di Ta-
nah Air Kita yang bergerak dibidang jasa angkutan (shipping indus-
tri), seperti misalnya PT. Arafat, PELNI, PT. Samudra Indonesia,
Jakarta Lloyd dan sebagainya. Perusahaan-perusahaan Angkutan
Jasa tersebut pada umumnya memiliki kapal-kapal angkut sendiri,
tetapi dalam hal pengangkutan yang tidak memungkinkan dilola
sendiri, perusahaan-perusahaan terse but men charter kapal-kapal mi
lik perusahaan asing untuk keperluan-keperluan angkutannya. Se-
perti misalnya PT. Arafat sering me charter kapal-kapal milik Peru-
sahaan Perkapalan Amerlka untuk pengangkutan penumpang (Je-
maah Haji) demikian pula PELNI dan Jakarta Lloyd, dalam hal pe-
ngangkutan barang-barang ekspor dan impor ke dan dari luar Ne-
geri.
Maksud dari charter kapallaut itu ada beberapa segi, yaitu :
a.Penanggulangi ham ba tan-ham ba tan,
b. Penanggulangi kesulitan,
BAB T (1larter Kapa/ Lout Pada Umumnya. 7

c. Pelayanan,
d. Keamanan.
a.d. a. Penanggulangi Hambatan-Hambatan :
Hambatan-hambatan dalam pengangkutan melalui lautan,ya-
itu hambatan-hambatan karena tidak adanya kapal-kapal angkutan
yang dimiliki Usaha Pengangkutan, hambatan karena kapal angkut
yang dimiliki Usaha Pengangkutan sudah usang (non in running
well), hambatan karena tidak dimilikinya nakhoda yang benar be-
nar mampu memimpin pelayaran samudra dengan mengindahkan
Hukum Laut yang berlaku.
Usaha Angkutan yang tidak memiliki kapal angkutan atau ar-
mada kapal, dengan adanya kerja sarna dengan pemilik kapal
(baik perusahaan perkapalan dalam negeri, maupun perusahaan
perkapalan luar negeri yang ada kantor cabangnya ditempat itu
serta melakukan pelayaran secara kontinyu), dapat melanjut-
kan usahanya itu dengan mencharter sebuah kapal atau sebagai
nya guna melaksanakan kegiatannya. Misalnya Biro Biro ex-
port-import. Perusahaan-perusahaan b~sar yang bergerak dalam
perindustrian dan produksi yang mendatangkan sarana sarana
pembantunya dan pengiriman hasil hasil produksinya ke luar
negeri, perusahaan .. perusahaan besar perdagangan temak dan
( sayur-sayuran.
"Dalam dunia perdagangan soal angkutan memegang pera-
nan yang sangat vital; tidak hanya sebagai alat fisik, alat
yang haros membawa barang-barang yang diperdagangakan
dari produsen ke konsumen, tetapi sebagai alat penentu
harga dari barang-barang tersebut''6 .
Dengan dapat dilaksanakannya pencharteran kapallaut lTIilka
hambatan yang menghalangi perk.embangan dan p~mingkatan
kegiatan dari Usaha Angkutan terse but dapat diatasi
.....
Ada kalanya suatu Perusahaan Angkutan mempunyai kapal

6· Achmad Ichllan SH, HUKUM DAGANG, Penerbit Pradnya Paramita,


Jakarta, 1976, halaman 404.
8 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

atau annada kapal, tetapi keadaannya sudah out of date dan


dalarn kondisi non in running well, sehingga bila kapal-kapal
tersebut dipaksakan untuk melakJ,lkan pengangkutan antar sa-
mudra, akan menanggung resiko yang besar. Lain halnya kalau
kapal-kapal tersebut digunakan untukangkutan antar pulau.
Resiko yang dapat diderita ialah tidak sampainya barang-ba-
rang kiriman ketempat tujuan pada wak~u yang telah ditentu-
kan atau sarna sekali tidak sampai karena tenggelam, resik() gan
ti kerugian karen a akibat kelarnbatan dan hilangnya barang-ba-
rang kiriman.
Pihak Perusahan Angkutan, walaupun memiliki kapal-kapal
sendiri tetapi kondisinya seperti di atas, maka dalam melak-
sanakan ,angkutan terutama dalam jarak jauh, lebih suka mela
kukan charter suatu kapal atau sebagiaonya yang benar-benar
dapat diandalkan daya angkutnya, karena biaya pun akan jauh
lebih rendah, lebih arnan, ketimbang mempergunakan kapal-
nya sendiri. Dengan melakukan char!~r kapal lain, bonafiditas
akan lebih dapat dimungkinkan, dari pada digunakannya ka-
pal-kapal yang diragukan kemampuandaya angkutnya.
Pemilik barang-barang yang akan diangkutnyapun akan ber
pikir-pikir lebih dahulu atau membatalkan perjanjian angkutan
, mengingat resiko yang dihadapi, (lama waktu, kerusakan ba-
r~ng-barang dsb.).

~ Ditinjau dari segi keuntungan, malah banyak Perusahaan


Angkutan yang memiliki kapal sendiri melakukan charter k<l;-
pal lain. '
Bagi suatu Perusahaan yang bergerak dalani bidang Angkutan,
dengan dimilikinya kapal sendiri belum'tentu perusahaan ter-
sebut mempergunakan kapalnya isendiri untuk melaksanakan
pengangkutan, karena tidak dimilikinya nakhoda yang benar
benar dapat bertanggung jawab dan dapat memimpin pelayar-
an dengan sebaik-baiknya, terutarna dalam pelayaran an tar sa-
mudra.
Dalam hal mempergunakan kapal_ sendiri ataupun men--
charter kapallain, Pengusaha Angkutanakan melihat atau me--
BAB l Ozarter Kapal Lout Pada Umumnya. 9

nyelidiki dahulu siapa yang menjadi Nakhoda kapal angkut ter-


sebut, dengan adanya kepastian bahwa kapal akan berlayar di-
bawah komando Nakhoda yang benar.benar dapat bertanggung
jawab atas keselamatan kapal dan muatannya, maka order ang-
kutan dan atau charter dapat dilakukan.
Hal demikian dilakukan sebab Nakhoda yang kurang ber-
tanggung jawab dalam keadaan terjepit (mengalami kesulitan -
kesulitan) dapat saja melakukan bottomry bonds dan respon-
dentia bonds (menggadaikan kapal dan menggadaikan muatan-
nya untuk mendapatkan sejumlah uang pinjaman), selain itu ia
dapat juga mengambil keputusan untuk membuang sejumlah
barang angkutan bila:dirasakan ada bahaya yang suIit untuk di-
tanggulanginya (pasal 365 KUH Daga-'!g).

ad. b. Penanggu[angi Kesulitan :


Mencharter sebuah kapallazimnya dilakukan oleh Perusa-
haan Perdagangan dan Angkutan bila barang-barang yang akan di-
angkut keluar. daerah/ negeri atau yang akan~~masukkan dari luar
daerah/ negeri betiumlah sangat besar dan merupakan barang-ba-
rang yang harus diangkut secara khusus dan cepat mengingat kon
disi barang-barang atau muatan tersebut, seperti halnya pengang-
kutan sekian ribu ton beras, gandum, semen atau jika yang diang-
kutnya sejumlah besar penumpang yang khusus untuk satu tujuan,
seperti jemaah haji.
Pengangkutan sejumlah besar tonnage muatan atau sejum-
lah besar penumpang untuk satu tujuan, biasanya mengalami kesu-
litan kalau hanya ditumpangkan sebagai barang angkutan atau ~)C­
numpang biasa pada sebuah kapal umum, mengingat cabin (ruang-
an) yang tersedia. Jadi untuk menanggulangi kesulitari tersebut a-
kan dilakukan charter sebuah atau sebagian ruangan yang ada di-
kapal tersebut.
Dengan dilakukannya charter kapal ini, kesulitan akan ru-
angan yang diperlukan akan teratasi, biaya dalam angkutan akan Ie
bili murah, keamanan akan lebih tetiamin dan waktu yang telah di-
10 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

tentukan dapat ditepati (pasal 468,470,471 dan 477 K. U. H Da-


gang).

ad. c. Pel a y a nan.


Dalam hal charter kapal ini, pihak pen charter biasanya a..
kan mendapat jaminan pelayanan yang lebih baik dari Perusahaan
Angkutan melalui Nakhoda Kapal selama dalam perjalanan, hingga
yang diangkut (baik barang maupun penumpang).
Bagi barang-barang muatan, jaminan seIVice ini berupa ke-
amanan barang-barang dari kerusakan, pencurian, kehancuran, se-
dang bagi penumpang berupa keamanan, peningkatan mutu ran-
sum, kesehatan (team dokter), hiburan dalam kapal dan ketepatan
waktu, peningkatan pelayanan>ini diberikan sehubungan dengan di-
dapatnya keuntungan yang meningkat mengingat kapalnya dichar-
ter.

ad. d. K e a man a n.
Dalam pencharteran sebuahkapal, pada umumnya berarti
bahwa kapal yang dicharter itu diserahkan kepada pen charter oleh
pemiliknya atau Perusahaan Perkapalan tersebut dalam kondisi la-
yak laut (seaworthy) agar pencharter dapat mengoperasikan kapal
terse but sesuai dengan peraturan yang berlaku bagi pelayaran niaga
pada umumnya. Nakhoda kapal beserta crewnya'akan melakukan
pelayaran sesuai dengan order dari pencharter.
Dengan demikian selama pelayaran, pen charter dapat me-
ngawas-ngawasi tehtang keamanan barang barang muatan atau pe-
numpang yang ada dibawah tanggung jawabnya. Nakhoda dan
crewnya akan selalu tunduk kepada perintah pencharter dalam ba-
tas batas pelaksanaan peIjanjian pengangkutan barang atau penum·
pang, tetapi hal ini tidak berarti pen charter memperoleh hak un-
c_'_ '

tuk turut cam pur tangan dalam pengelolaan tekhnis kapal terSe-
but.
"Dalam hal ini ditetapkan bahwa pen charter mempunyai
hak untuk memerintah kapal beroperasi dari suatu pe/abuh
BAB I. (]zarter Kapa/ Laut Pada Umumnya. u
an ke pelabuhan lainnya, mengangkut muatan sebagaimana
disetujui dalam Pokok Trading Limits and Cargoes. Hak
pencahrter hanya terbatas pada bidang operasi kapt;ll, teta-
pi pencharter tidak mempunyai hak untuk mengaiur tata-
cara kerja di kapal" 7 .
Dengan diperolehnya hak untuk memerintahkan pelayaran
, maka keamanan muatan dan penumpang dapat terawasi dengan
baik.
Adapun tujuan pencharteran sebuah kapal oleh Perusahaan
Angkutan atau Perusahaan Dagang tidak lain untuk mendapatkan
keuntungan dan nama derrii kelangsungan hidup dan perkembang-
an perusahaan.
Keuntungan keuangan sudah tentu akan didapat, karena
biaya angkutan barang atau penumpang yang didapat dibanding-
kan dengan disbursement expenses atau biaya keperluan muatan
kapal yang dikeluarkan akan jauh lebih besar, sedangkan keuntung
an nama yaitu dapatnya nama baik dari perusahaan teIjaga karena
pengangkutan-pengangkutan barang atau penumpang dapat dilaku-
kan dengan semestinya.

3. Alacam Alacam Perjanjian charter Kapal Laut.


Dalam praktek pelayaran niaga terdapat bermacam-macam
bentuk charter bagi pengangkutan berbagai macam barang dagang-
an dan sarana penunjang perekonomian serta peru bangunan dan ~
juga pengangkutan penumpang. Bermacam-macam bentuk charter
ini timbul dari dua bentuk persetujuan charter, yaitu : Time char-
ter dan Voyage charter.
a. Time Charter.
Merupakan suatu persetujuan pencharteran, dim ana pihak
yang satu ialah yang menyewakan mengikatkan diri dengan pihak
yang lain (charterer) atau si penyewa kapal mehyediakan sebuahj

~-7 F. D. ~ Sudjatmiko, Drs., POKOK POKOK PELA YARAN NIAGA, Pe-


nerbit Bhratara, Jakart~ 1979, halaman 137.
12 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

kapal yang diisyaratkan untuk waktu tertentu untuk kepentingan


. bagi pelayaran di laut, dengan menerima sejumlah uang sewa ter-
tentu yang dihitung berdasarkan lamanya waktu pemakaian kapal.
K. U. ~. Dagang pasal4S3 sub. 2 menyatakan sebagai berikut :
"Charter menufut waktu adalah persetujuan dengan mana ;(
pihak yang satu (si yang mencharterkanJ .",engikatkan diri
untuk, selama waktu tertentu, menyediakan sebuah kapal
tertentu, kepada pihak lawannya (si pencharter), dengan
maksud untuk memakai kapal tersebut dalam pelayaran di-
lautan guna keperluan pihak yang terakhtT,ini, dengan pem
bayaransuatu harga, yang dihitung menurut lamanya wak-
tu" 8 •
Persetujuanatau perjanjian di 'sini banyak persamaannya
dengan persetujuan sewa-menyewa biasa, pemilik kapal menyerah-
kan kepada penyewase1'mah kapal yang dalam keadaan in running
well lengkap dengan anak buah kapal dan perlengkapan berlayar
tetapi tanpa bahan bakar dan persediaan air tawar, dalam hal ini
persediaan bahan bakar dan air tawar menjadi tanggungan penuh
pen charter .
''Menurut pasal460 kapalnya harus oleh pemilik diusaha-
kan tetap bersiap untuk dipakai, jadi dengan dipelihara Se-
baik-baiknya dan disertai alat perlengkapan dan anak-anak
kapal yang cukup.
Apabila selaku akibat dari kurang baik keadaan kapal si
pen charter menderita rugi, maka si pemilik . harus meng-
ganti kerugian itu, kecuali apabi/a dapat dibuktikan, bahwa
si pemilik sudah menepati kewajibannya berdasarkan ata.s
perjanjian" 9 •
Dalam perjanjian time charter, kewajiban..kewajiban shi-
powner dan pen charter disebut secara jelas satu persatu, yang di-
antara lain pada garis besarnya dapat diutarakian sebagai berikut :
l• •~ •

8. . ' R. {ittbek! " . Pro!.. dim R. TjitroNdlbJO. op cit, hllllzmllll 131.


9. 'OJ';' H.1YrtllDmidjaia, Mr•• POKOX POKOK HUKUM PERNI-AGAAN,
DjambIJtan. 19~2. halaman 183.
BAB L OIorter Kapal Laut Podi1 Umumnyo. 13

description of steamer,
charterer,
period
port of delivery,
time of delivery trade,
owners provide,
charterers to provide,
payment, .
re-delivery 'notice,
cargo space,
Captain,
directions for captain logs, suspension of hire,. cleaning!boilers,
responsibility and exemtion, advences, excluded ports, .
loss of steamer, overtime, lien, salvage, sublet, war, cancelling,
arbritration, general avarage, indemnity, and commission.
Hal-hal h~rsebut di atas kesemuanya itu akan dijelaskan N
da Bah III terutama dari segi segi hukumnya.
Ketentuan-ketentuan diatas menimbulkan peraturan-per-
aturan bagi time charter berlainan dengan segi voyage charter, di-
karenakan dalarn time charter sering dipergunakan untuk memakai
kapal guna lain -lain tujuan, seperti kapal keruk lumpur, kapal pe-
nyeret kapallain atau untuk perikanan atau untuk melakukan pe-
nyelidikan dibidang ilmu pengetahuan.

b. Voyage Charter.
Dalarn hal Voyage Charter terdapat pengarahan yang lebih
tegas ten tang penggunaan kapal yang disewa, jadi lebih tegas dan
Jeias maksud peITlakaiannya, voyage charte! mempunyai sifat yang
sarna sekali lain daripada time charter, karena voyage charter me-
rupakan suatu persetujuan penyewaan kapal dimana penyewa
mempunyai hak memakai kapal itu untuk mengangkut barang-ba-
rang atau penumpang dalam satu'kali atau lebih pelayaran-pelayar-
an tertentu ketempat-tempat tertentu pulang pergi.
"Charter menurut perjalanan adalah persetujuan, dengan
mana pihak yang satu (si yang mencharterkan)mengikat di-
14 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

ri untuk menyediakan sebuah kapal tertentu, seluruhnj;u u-


tau sebagian, kepada pihak lawannya {si pen charter}, de-
ngan maksud untuk baginya mengangkut orang-orang atau
barang-barang melalui lautan, clalam satu perjalanan atau
/ebih, dengan pembayaran suatu harga pasti untuk pengang
kutan ini" 1 O.
Mr. M. H. Tirtaamidjaja dalam bukunya yang betjudul :
Pokok-Pokok Hukum Pemiagaan, telah mengemukakan cuplikan
dari E. W. Chance dati bukunya Principles of Mercantile Law, volu
me II halaman 70, sebagai berikut :
"Where a shipowner lets the ship, or some part of it, for
the conveyance of goods for particular voyage {voyage
charter}, or for a specified period {time charter}, to a per-
son {who is termed the charter} for a sum of money which
that person undertakes to pay as freight for the can-iage of
the goods, such an agreement is known as a charter par-
ty" 11. .

Keistimewaandarlpada Voyage charterini, yaitu tersedia-


nya oleh pemilik (ship owner) kapal tertentu seluruhnya tau seba-
giannya, diserahkan untuk dipakai oleh charterer untuk satu perja-
lanan atau lebih seperti telah ditetapkan sedangkan dalam pengang
kutan biasa,pengangkutan ini tidak perlu dilakukan dengan kapal
yang ditunjuk oleh kedua belah pihak.
Dalam voyage charter ierdapat sangat banyak masalah hu-
bungan hak dan kewajiban antara shipowner dengan charterer, se-
perti halnya mengenai pembayaran biaya perjalanan kapal (trips)
yang merupakan sewa kapal, di mana untuk Lmenyelesa;.kan Jletja-
lanan atau petjalanan petjalanan (trips or trips) yang diborOng itu
dikaitkan dengan waktu, yaitu waktu yang tidak dapat dipastikan
sehubungan dengan dibutuhkannya waktu untuk pemuataD., pela-
yaran, pembongkaran muatan dsb. Tentang waktu pelayaran kapal
tentu akan mudah ditetapkan, tetapi mengenaiwaktu untuk pemu
atan dan pembongkaran muatan tidak demikian, karena sangat ter-

10. R. Subekti SH, Pro!., dim R. TjitTOBUdibjo, op cit,IuIIommr131 dDn 132.

.
11. M. H. Tfrtfllllnidjaja. op cit, halaman 184
BAB L Otarter KapilllAut Padll Umumnya. 15

gantung kepada masalah buruh pelabuhan, perbedaan bentuk/letak


pelabuhan, fasilitas bongkar muat, congesti pelabuhan dapat saja
memperpanjang lamanya waktu dari yang diperkirakan, penambah
an waktu tersebut berarti penambahan biaya dalam voyage charter
itu.
Masalah..masalah voyage charter akan dijelaskan lebih lan-
ju t dalam Bab III.

c. Bareboat charter:
Charter macam ini hams dibedakan dari kedua masalah
charter diatas, karena cenderung merupakan bentuk charter tersen-
diri, karena itu dalam pembahasan ten tang charter, maka bentuk
charter ini tidak akan penulis lakukan.
Walaupun demikial1 sekedar untuk mengartikan dapat dije-
laskan bahwa Bareboat Charter adalah penyewaan kapal untuk su-
atu jangka waktu tertentu, kapal diserahkan kepada pen charter da-
lam keadaan kosong dalam arti tanpa anak buah kapal, tanpa ba-
han bakar dan air tawar, dan tanpa perlengkapan [berlayar (kecuali
perlengkapan-perlengkapan yang bersifat tetap ~erti winches, se-
koci sekoci dan lain lain). Masalah-masalah penting dalam bareboat
ialah :
karena kapal diserahkan dalam keadaan kosong, maka pen char-
ter menghadapi hubungan kerja dengan anak buah kapal, dan
menghadapi masalah hubungan hak milik dengan ownership ..
karena bareboat charter lazimnya dilakukan oleh suatu perusa
haan yang tidak memilik£ kapal atau kapal yang dipesannya be-
lum selesai, maka untuk melancarkan usahanya perusahaan ter-
sebut melakukan bareboat charter.
Charter demikian hams mempergunakan perhitungan sete-
liti-telitinya, agar tidak timbul kerugian akibatnya hams dipikirkan
biaya pemulangan anak buah kapal dsbnya. Dengan perhitungan
yang teliti, dapat pula pen charter subletting atau mencharterkan
lagi kapal yang dicharternya kepada pihak lain.
Dalam bentuk gabungan pelaksanaan charter, didapat pula
16 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

bentuk charter yang disebut Trip-Time Charter, dalam hal ini ka-
pal sewa untuk suatu jangka waktu tertentu, dasar penyewaan ada-
lah Time Charter, tetapi didalam suatu jangka waktu penyewaan ..
tersebut, kapal hanlS menyelesaikan serangkaian perjalanan terten
tu.

4. Hubungan Perjanjian Charter Dengan Pengangkutan.


Perjanjian charter kapal pada umumnya sangat berhubung-
an dengan usaha usaha pengangkutan (seperti halnya voyage char-
ter) tetapi ~alam Time 'Charter ti4aklah berarti bahwa charter ini
selamanya berhubungan dengan pengangkutan, karena sering time
charter diadakan untuk maksud maksud penyelidikan ilmiah, peng
gunaan kapal untuk pengerukan dan sebagainya.
Sehubungan dengan hal di atas, maka penulis hanya akan
mengemukakan ten tang hubungan charter dengan pengangkutan
saja, dan pengangkutan yang dimaksud ialah pengangkutan barang
atau penumpang.
"Persetujuan pengangkutan mewajibkan si pengangkut un-
tuk menjaga akan keselamatan barang yang harus diangkut-
nya mulai dari saat diterimanya hingga 'saat diserahkannya
barang tersebut" 1 2-
Sehubungan dengan ketentuan ps.468 KUH Dagang di atas
Nakhoda Kapal sebagai pimpinan tertinggi dalam melaksanakan pe
ngangkutan terse but yang dibebani dengan tanggung jawab penuh
oleh pencharter kapal selalu meneliti kondisi dan jumlah barang
yang akan diangkutnya melalui konosemen yang diterima,dan de-
ngan kenyataannya. Sebagai pada umumnya barang-barang yang
akan dimuat ke kapal harusdiserahkan dengan Stuurmans recu da-
lam rangkap dua. Pencharter kapal yang bertindakjuga sebagai pe-
ngangkut setelah mencocokarr, mendapat ketidak cocokan dan
mendapatkan kerusakan-kerusakan, hal-hal· tersebllt dicatatnya se-
cara terperinci pada kedua lembar stuurmans recu itu, yang selan-

12. R. Subekti SH. Prof. d4n R. Tjitrorudibjo. op cit. ha/Juntzn 134 - 135.
BA" I OIarter Kapal Lout PadiJ Umumnya. 17

jutnya' asH dari recu itu diserahkan kepada pemilik barang. Dari re-
cu dibuatlah Bill of Lading,! Konosemen/ Surat Angkutan rangkap.
4. Konosemen ini dinyatakan kotor bila memuat ketidak cocokan
seperti di atas.
Perusahaan pengangkutan akan menyerahkan 2lembar ko-
nosemen yang telah ditandatangani Nakhoda kepada pemilik ba-
rang sedang yang 2 lembar lagi dijadikan arsip, dimana yang satu
lembar diserahkan kepada Nakhoda sebagai Captain's copy.
Keempat lembar konosemen dimana selembar meja~icap­
tain's copy adalah benar-benar memuat tentang keadaan senyata-
nya dari barang berdasarkan tanggungjawab pengawasan Nakhoda,
karena Nakhodalah bertanggungjawab penuh sebagai pengangkut-
. nya. Dalam hal ganti kerugian,tidaklah berarti dengan adanya tang-
gungjawab penuh itu nakhoda harus berrliri sendiri, tetapi juga si-
powner yang telah mendelegasikan tanggungjawab terse but harus
memikulnya. / .
"Apabila konosemen -konosemen yang diberikan untuk ba-
rang barang tersebut, ditandatangani oleh atau atasnama
nakh,oda, maka para pemegangnya' bolel! menuntut, baik
sipengusaha kapal, maupun sip en charter (KUH Dagang ,
pasal518d dan 518k)" 13.
Pencharter kapal harus dapat menunjukkan tempat atau pe
labuhan tertentu kepada pengangkut untuk pemuatan barang ba-
barang yang akan diangkut, bila penyewa kapal itu menunjukkan
beberapa tempat/ pelabuhan maka tentu kapal akan mehgalami ke-
lambatan waktu, dan sehubungan dengan hal ini maka pen charter
diharuskan memberikan biaya kerugian kepada yang mencharter-
kan kapalnya. Bila terdapat beberapa tempat yang ditunjuk oleh
pen charter atau para pen charter untuk pemuatan barang angkutan
itu dan ternyata satu dan lainnya tidakada kesempatan,maka yang
menyewakan kapal adalah bebas dalam menentukan satu temp at
yang cocok dengan kondisi kapalnya dalam hal peniuatan barang-
barang angkutan terse but kekapalnya. Kesemuanya ini dicantum-

13.:R. Subekti SH, Pro[., don R. Tjitrorudibjo, op cit, haJamon 155 - 156.'/
18 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

kan dalamKUH Dagangpasal 5 Us 1 dan 51 8m.


. ,
Tetapi sebaliknya,' bila .satu.tempat tertentu untuk pe-
muatan ',barang-barang myatan telah disepakati oleh pencharter
dan yang mencharterkan kap&l, lalu dalam kenyataannya nakhoda
tidak dapat menyelesaikan pemuatan barang-ba~ang tadi dalam
waktu yang telah ditetapkan, maka pencharter akibat keterlambat-
an itu memperoleh hak untuk menuntut ganti kerugian kepada
yang mencharterkan kapal terse but. Tentang tuntutan-tuntutan
ganti-rugi ini berlaku pula bagi keterlambatan-keterlambatan pe-
layaran di tempat yang dituju/ ditetapkan, kerusakan barang diluar
yang telah ditulis pada konosemen dan lain-lain.
. Dengan demikian maka hu bungan an tara pencharter de-
ngan pengangkutan berkisar pada petjanjian petjanjian pengangkut
an, hak dan kewajiban pencharter, hak dan kewajiban pengangkut,
soal ganti rugi bila salah satu pihak ingkar janji, pembiayaan pemu-
atan, pembiayaan bahan bakar, air tawar, pemeriksaan kapal sebe-
lum berlayar, tanggungjawab pen charter atas kerusakan kapal,tang
.gung jawab pengangkut terhadap pemilik barang bila terdapat ke-
rosakan kerusakan dan lain lainnya, yang kesemuanya ini lebih lan-
jut akan diuraikan dalam Bab-Bab lainnya.
BAB IT
PERJANJIAN CHARTER
KAPAL LAUT

1. Penmdang Undangan Yang Mendasarinyv


Charter kapal laut dari pemiliknya, dapat dilakukan oleh
seseorang~suatuperusahaan angkutan, badan-badan pemerintah a-
taupun swasta, dengan maksud agar penumpang-penumpangnya a-
tau barang barangnya-dapat diangkut oleh kapallaut yang dichar-
temya kesuatu temp at tujuan dengan s~lamat dan dalam waktu
yang ditentukan.
Dengan .adanya charter atau penyewaan kapal laut milik
orang atau perusahaan pelayaran dan adanya tujuan-tujuan dari
charterer menggunakan kapallaut i itu, maka untuk menghindarkan
terjadinya kesinlPiillg ~iur~ dalampelaksana~n dan untuk melin-
dungi, h~k-hakdcm kewajiban masing-masing pihak yang tersangkut
dal~.~harter tersebut, oleh Pemerintah telah diadakan peraturan-
peIflturan, kp~entuan-ketentuan yang dihimpun dalam Un dang Un-
dang ,Hukum,Dagang, pada Bab V ten fang penyewaan dan pemuat
an kapal. Disamping itu, beberapa hal yang menyangkut kebenda-
annya dalam perjanjiah charter tersebut diatur dalam Hukum Per-
data, seperti pada pasal 1576, pasal 1577 dan pasa11578 dan ten-
tang somasi pada pasal 1238.
Undang,·Undang Hukum Dagang tentang Penyewaan dan
Pemuatan Kapal, berasal dari Wetboek van Koophandel, van Ver-
vrachting en Bevrachting Schepen, merupakan Undang~imdang
yang seutuhnya dapat berlaku untuk seluruh penduduk negara kita
Disamping Undang-undang, Pemerintah telah mengeluarkan Per-
aturan Pemerintah nomor 2 tahun 1969 tentang penyelenggaraan
dan Pengusahaan Angkutan Laut yang tentu ada manfaatnya juga
bagi orang-orang yang akan menyewa kapal dan menyelenggarakan
angkutan melalui laut. Tentang Konvensi Intemasional yang me-

19
20 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

!1gatur ten tang angkutan di laut, yang mungkin juga ada manfaat-
nya bagi maksud sese orang dalam mencahrter kapal, yaitu The
Jntemasional Convention for. The Unification of Cartain Rules
Relating to Bill of Lading yang diadakan di Den Haag tanggal 25
Agustus 1924 (dikenal dengan THE HAGUE RULES), dan Ham-
burg Convention f978 (United Convention on the Carriage of
Goods by sea) yang merupakan konvensi yang diadakan PBB ten·
tang Pengangkutan barang-barang d~ laut dan ketegasan-ketegasan
pertanggunganjawab angkutan laut.
'.
Mengenai . Un dang Undang Hukum Dagang yang didalam-
nya ketentuan ketentuan dasar tentang pelaksanaan charter di ne-
geri kita, garis garis besamya adalah sebagai berikut :
I •

Dalam pasal 320 KUH Dagang ditentukan sia~a yang


menjadipengusaha kapal (reder), yaitu inereka yang menggunakan
kapal dilaut baik dijalankan olehnya atau dijalankan olea seorang
flakhoda yang diangkatnya. Bila ia sebagai pemiIik kapal dan ia
menjalankan sendiri (bertindak sebagai nakhoda) kapal mi1ila:J.ya
itu, maka ia disebut reder pemiIik. Tetapi, apabila ia menyewa ka-
pal, ia menjalanICan sendiri atau ia mengaitgkat nakhoda untuk
menjalankan kaPat yang tel3h disewanya maka ia disebut reder pe-
nyewa! Dengan dernikian maka cllarter dapat dilakukan oleh pe•.
ngirim, pengUsaha angkuum, pihak ekspeditur terhadap reder pemi
lik dan atau reder penyewa. Charter kapal dibuat dalarn akta yang
disebut Charter Party (pasal466 dan pasal 521 KUH Dagang).
Charter Party merupakan alat bukti}entang !f.danya 'perse·
tujuan itu,·dan dapat merupakan suatu persetujuan yang bersifat
terbuka deflganpihak ketiga (charter party atas tunjuk) sehingga
memungkinkan seperti bill of lading bahwa hak dari pemuat dapat
dipindahkan kepada pihak ketiga.
Berdasarkan Undang Undang terdapat charter menurut
waktu (Time Charter) dan Charter menurut perjalanan (Voyage
Charter) tersebut dalam pasal453 KUHDagang.

..Time Charter . ,
Yang menyewakan kapal berkewajiban menyediakan kapal
BAB IL Perjanjian Charter Kapal Laut. 21

, nya kepada pihak pemuat selama jangka waktu yang telah ditentu-
kan dalam Charter Party, menyiapkan kapal in running well, me-
lengkapi dan menyediakan kelasi (crews) yang cukup, sehingga ada
dalam kemantapan untuk dipergunakan berlayar sesuai maksud
charterer, (paragrap 2 Ifab Y pasal460 sampai dengan pasal465 -
KUH Dagang). Dalam ketentuan charter ini, bahan bakar untuk
menggerakkan mesin mesin kapal harns dipikul charterer, sedang-
kan bila teIjadi kerugian kerugian yang menimpa charterer selama
pelayaran menjadi tanggung jawab pengangkut, sepanjang kesalah- .
an kesalahan dilakukan pengangkut.
Charter dapat dihentikan atau dianggap ,berhenti, apabila
kapalnya karam atau hilang ditengah lautan (pasal462 KUH Da
gang) dan dalam pasal 463 KUH Dagang dihentikannya charter
disebabkan pula oleh karena uang sewa, uang muatan tidak dipe-
nuhi/ tidak dibayar oleh charterer. Charter dapat pula dihentikan
atas perintah dari Pemerintah atau juga karena pecahnya perang
yang mengakibatkan terhalangny~ pelaksanaan pelayaran/ pen gang·
kutan. Dengan ketentuan bila saitt dihentikannya itu berada, jauh
dari temp at tujuan, maka muatan harus disampaikan dahulu ketem
pat terdekat yang aman (pasal464 ayat 2 KUH Dagang), dalam
hal ini kapal menurunkan muatan (penumpang.dan pembongkaran
barang) di temp at/ pelabuhan yang aman itu, maka biaya muatan
harns dibayar sampai dengan tanggal pembongkaran muatan terse-
but, (pasal465 ayat 2KUH Dagang).,,
Pada pasal 518a KUH Dagang ditentukan bahwa selu-
ruh ruangan atau sebagi3J,1nya yang ilicharter selama waktu terten-
tu itu,tidak boleh dipergunakan untuk m~ngangkut penumpang
atau barang lain, tanpa persetujuan charterer, dalam pasal518b, di
nyatakan apabila daya muat dari ruang kapal itu kenyataanny~
maka biaya angkut harns dikurangi secara seimbang, disamping itu
pengangkut harns mengganti kerugian ~epada pemuat mengenai ke
rugian yang dideritanya akibat pernyataan yang tidak benar itu ke-
cuali apabila pihak p~muat sendiri sudah mengetahui sebelumnya.
Dalam pasal .518cayat I - KUH Dagang, ditentukan bahwa da-
lam batas batas charter party, perintah perintah pemuat harns di-
taati oleh nakhoda, dalam semua hal yang berhubungan dengan pe-
,22 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

-, .

nerimaan, pengangkutan dan penyerahanmuatan, jadi nakhoda


berhak .untuk menangani hal-hal tersebut dan bertindak atas nama
pemuat. Tetapi, apabila pemuat memerintahkan kepada pengang-
kut untuk mengerjakan hal hal yang diluar ketentukan charter par-
ty, maka pengangkut berhak meminta tambahan biaya dari pihak
pemuat (pasal 518 KUH Dagang). . -'
Mengenai pengangkutan orang (penumpang) yang sangat
terjadi diatur dalam paragrap 3 pasal 533n sampai dengan pasal
S33p KUH Dagang, dapat pula dinyatakan bahwa secara umum
ketentuan ketentuan- rhengenai charter bagi pengangkutan ,barang'
secara analogi berlaku pula ketentuan dalam pasal 518, 518a sam-
pai dengan pasal SI8f KUH Dagang.
,
Akhirnya, pasal 533p KUH Dagang menyatakan, bahwa
apabila time charter ini menge~ai k~pal Indonesia jika',idak ~iada­
kan persetujuan lain, ketentuan-ketentuan mengenai time charter
ini berlaku dengan tidak mengingat dimana pemuatan dilakukan.

Voyage Charter
Pada pasal 453 sub j KUH Dagang, dinyatakan bahwa
yang 'dimaksud dengan voyage charteryaitu suatu persetujuan pen
charteran, dimana pihak yang satu (yang menyewakan kapal) ke-
pada pihak lain (pemuat) dengan tujuan untuk mengangkut muat-
an (orang atau barang) dalam satu atau beberapa pelayaran de-
ngan
,
pemberian biay~
.
yang disepakati kedua pihak.
t;~

Tentang pengangkutan muatan dalam hal voyage charter


,ini diatur dal~..rangkap 4 pasal 518.h sampai dengan pasal S2Of-
'KUH Dagang, tentang biaya angkutan dihitung berdasarkan.jatak
\pelayaran ata,u jumlah pelayaran yang harns ditempuh, dapat diba-
yar secara lumpsUm freight atau sejumlah biaya tertentu untuk di-
bayar sekaligus dan dapat pula dihitung atas dasar harga kesatuan.
Persetujuan untuk mengadakan voyage charter dengan pi-
hak ketiga, diatur oleh pasal 518k KUH Dagang, dimana telah
. ada p,eridzinan yang disebut dalam charter party ahtara pengang-
kut dan penyewa (pemuat), tetapi bila tidakada peridzinan hal ter
BAB II Perjanjian Charter KapaJ Laut. 23

sebut sarna sekali tidakboleh dilaksanakan, karena akan menimblil


kan ingkar janji salah satu pihak. Apabila penyewa dan pengangkut'
telah mengadakan persetujuan/ full and complete cargo, maka char
ter dapat menggunakan seluruh ruangan yang disediakan untuk pe-
ngangkutan barang, dengan ketentuan bahwa pemakai ruang lain-
nya yang berdekatan dengan ruangan yang disewanya, hams ada
idzin dahulu dari charterer, hal ini untuk menjaga keselamatan dan
keamanan muatan yang diangku t.
Dalam voyage charter ini, pihak pemuat dapat.mengangkut
barang barang pihak ketiga (barang potongan), persetujuim de-
ngan pihak ketiga ini diatur dalam pasalsI8k KUH Dagang,se-
dang dalam pasal 518 I sarnpai dengan pasal sI9aditentllkan ten-
tang cara cara pemuatan sebagai berikut.
pemuat berhak menunjuk tempat berlabuhnya kapal,
bila ada beberapa pemuat, satu dengan lainnyatldak-ada kese-
pakatan ten tang penunjukkan tempat berlabuh, flak penunjuk-
kan ada pada pengangkut dengan syarat bahwa temp at itu me-
rupakan tempat berlabuh yang bisa digunakan.
pemuatan .muatan di atas dek dan atau dalam ruangan, harus
ada idzin pihakCIiarterer (pemuat), t,
waktu dan cara cara pemuatan dilakukan dengan adanya keIja
sarna antara pengangkut din pemuat, '" i~
ipabila pemuat dalam ha( menerima rnuatan pihak ketiga, ter-' .
nyata mu~tannya itu tidak tertampung, maka sebelum pemuat-
annya dimulaiI
harns segera diadakan pembatalan
.
(tertulis), se-
lanjutnyaganti rugi kepada pengangkut dipikul oleh pemuat,
apabila pada waktu pernuatan tertentu dalamchiU1:erwrrty,
muatan belum disiapkan oIeh pemuat, pihak. pengangkut dapat
mengajukan pernbatalan persetujuan', dan karena,~bat waktu
maka pengangkut berhak m~liiinta ganti rugi: !." ',' .

dalam voyage charter, waktu pembongkararl, lamanya pem-


bongkaran dan besamya uang pembongkaran harus tercantum
dalam charter party , untuk mencegah kerugian yang diderita
pengangkut, .
kelebihan waktu pembongkaran muatan, yang secara diluar per
hitungan dapat saja teIjadi, biasanya menimbulkan perselisihan
24 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

dalam perhitungan biaya, karena itu kelebihan waktu itu ber-


dasarkan pasal 518w KUH Dagang~ianggap 8 ihari,
dalam pasal 519b dan 519c KUH Dagang, tlitentukan bah-
wa pengangkut harns menanggung pemberian ganti rugi kepada
penumpang, bila atas kesalahan kesalahannya atau kesalahan
awak kapalnya menyebabkan tertahannya atau disitanya kapal .
itu oleh yang berwajib, dan sebaliIalya pemuat harus menggan-
ti kerugian kepada pemuat bila kejadian kejadian itu ditimbul-
kan oleh pihak pemuat, .
tentang pengangkutan barang barang potongan diatur dalam
pasal pasal520g sampai dengan 520t KUH Dagang paragrap
5 Buku 2 Bab V A, an tara lain garis besarnya sebagai berikut :
a. titik berat dalam hal ini a.dalah barang barang yang diang-
kut, bukan kapal atau barang yang digunakan pengangkut-
an,
b. yang menentukan tempat kapal berlabuh dan sampai kapan
berlabuhnya itu adalah pengangkut,
c. pihak pengangkut tidak berkewajiban memasukkan barang-
barang itu di kapal, bagi yang tidak datang pada waktunya
dapat ditinggalkan, tanpa kesalahan pada pengangkut,
d. ganti kerugian dapat diminta dari pengangkut, apabila ka-
pal tidak jadi berangkat karena kesalahan pengangkut, ka-
palnya rusak atau tidak mampu berlayar.

Dalam kita hendak mengadakan charter, baik time charter


maupun voyage charter, selain Undang Un dang Hukum Oagang
yang perlu diperhatikan, hendaknya pula perlu diketahui ten tang
materi atau ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam keputus-
an Presiden nomor 16 tahun 1971 ten tang idzin berlayar untuk
kendaraan air atau kapal asing, karena salah-salah kapal terse but
tidak boleh berlayar di perairan negara kita, maka pen charter akan
menderita kerugian besar.
Kemudian untuk melindungi para pemuat, para penum-
pang agar, tidak menderita kerugian dari adanya kapal kapal yang
secara tidak syah berlayar diperairan kita, maka sejak tanggal
. i April 1977 telah dikeluarkan Surat Keputusan Perhubungan La:
BAB II. Perjanjlan Charter Kapal Laut. 25

ut no. DAL 13/ 1/7 dimana setiap kapal hanis memiliki surat pe-
netapan pengoperasian (SPP) dengan harus dibuktikan bahwa serti~
fikat sertifikat kelas dan kesempurnaan kapal masih terjamin baik
dalam kenyataan, salinan-salinan dokumen asuransi yang menyang-
kut kapalnya maupun pihak ketiga SK. Dirjen Perhu~ungan Laut
no. DAL 136/ 18/ 2/ 77 tanggal 26 April 1977, dan surat idzin tra
yek. Kalau dibandingkan dengan pasal-pasal yang terdapat pada
UUH Dagang maka keputusan keputusan pemerintah tersebut di-
atas adalah sejalan, untuk mengatur secara sebaik baiknya pengang
kutan melalui perairan dan untuk tidak mengecewakan para pe-
muat, baik dalam angkutan penumpang maupun dalam angkutan
barang.

2. Hak - Hak dan Kewajiban Masing - Masing Pihak


Mengenai hak-hak dan kewajiban masmg-masing pihak da-
lam pelaksanaan charter ini, penulis dalam menjelaskannya akan
membagi menjadi 3 (tiga), yaitu yang menyangkut pelaksanaan
Time Charter, kemudian yang menyangkut pelaksanaan Voyage
Charter dan terakhir yang menyangkut pelaksanaan Bareboat Char
ter.
a. Hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam time char-
ter:

flAK-HAK dan KEWAJlBANCHARTERER


Setelah ditandatanganinya charter party oleh charterer dan
yang mencharterkan kapal, maka berlakulah isi dari maksud perse-
pakatan itu. Charterer, dimulai mempunyai hak atas selu~h ruang-
an kapal atau sebagiannya setelah uang charter disetujui bersama
dipenuhi sebagiannya atau seluruhnya sesuai dengan ketentuan
perjanjian, .dan ia mempunyai hak untuk mengisi ruangan yang di-
charternya itu dengan penumpang-penumpangnya atau barang mu-
atan yang akan diangkut sesuai dengan waktu perjanjian (pasal 453
KUH Dagang).
26 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

Hak untuk mendapatkan kapal sesuai Charter Party, dalam


keadaan yang terpelihara berserta anak buah yang lengkap sehing-
ga kapal itu dapat digunakan untuk maksud pencharteran (pasal
460 UUH Dagang), hila ternyata akibat kapal yang dicharternya ia
j

menjadi charterer yang menderita kerugian, maka segala keru~an­


nya dapat diminta kepada pengangkut.

Dalam pelaksanaan charter, apabila diperlukan upah pe-


nolongan, maka charterer mempunyai hak hanya membayar sepa-
ruhnya (pasal 461 UUH Dagang). Dalam hal pengangkutan barang,
charterer berhak pula mengadakan kesepakatan dengan pihak ke-
tiga yang akan menyewa ruangan-ruangan kapal yang telah dichar-
ternya, hal ini dalam rangka pemenuhan perjanjian dengan yang
mencharterkan kapal (pasal 518 UUH Dagang). Selain itu charterer
berhak menerima barang-barang dan orang-orang atau penumpang
dari pihak ketiga dalam rangka pemenuhan charter party tersebut,
tetapi dalam pelaksanaannya harus sepengetahuan pengangkut da-
lam usaha mencegah muatan yang menyelundup/ masuknya tanpa
. sepengetahuan kedua belah pihak (5l8d UUH Dagang).

Dalam hal pengangkutan penumpang, charterer berhak me-


nerima penumpang-penumpang yang hendak bepergian dengan me-
numpang kapal yang telah dicharternya dan menerima upah pe-
ngangkutan atas syarat-syarat sebagaimana yang dikehendakinya
(pasal 533n UUH Dagang). Dalam hal ternyata ruangan kapal tidak
sesuai dengan yang tersebut dalam perjanjian, sehingga merugikan
charterer, maka ia berhak menimtut ganti-rugi kepada pengangkut
(pasa15330 UOH Dagang).

Charterer dapatjuga bertindak sebagai pengangkut, dengan'


demikian ia menjadi pengangkut terhadap orang ketiga, dengan
sendirinya dalam hal keadaan ia sebagai pengangkut, maka hak-hak
yang kemudian ia miliki adalah ha*,"hak sebagai pengangkut.
"Kapal yang disewa dengan time charter dapat ditambang-
kan langsung oleh penyewa, tetapi dapat juga dipersewa-
kan kembali, tergantung dari permupakatan dengan owner.
Charterer dalam hal time chfUter lazimnya adalah pengusa-
BAB IL Perjanjian Charter KapaJ Laut. 27

ha kapal pula. Biasanya time charter terdapat dikala suatu


pengusaha kapal memerlukan penambahan kapal dala,m
waktu singkat, dan untuk suatu jangka waktu terbatas pu-
la" 14.
Sebagai pengangkut, maka charterer mempunyai dua ben-
tuk kewajiban yang harus dipenuhi, yaitu kewajiban terhadap pe-
milik kapal dan kewajiban terhadap muatan baik penumpang mau-
pun barang barang. Mengenai kewajiban terhadapowner, tergan-
tung kepada macam charter yang diadakannya, apakah hanya char-
ter biasa dimana charterer hanya berkewajiban memQ.ayar sejum-
lah uang sewa yang ditentukan dalam charter party. Tetapi kalau
charter itu menghendaki penyewaan kapal menurut waktu yang a-
gak lama, maka dasar penyewaannya adalah bareboat charter, yang
dapat j\lga disebut demisi charter. Kewajiban charter lebih luas lagi
karena harus memperlengkapi kapal demikian rupa, termasuk pe-
nempatan nakhoda dengan awak kapalnya. Selanjutnya mengenai
kewajiban-kewajiban charterer sebagai pengangkut akan diuraikan
secara khusus pada halaman~halaman berikutnya.

b. Hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam Voyage


Charter.
HAK HAK DAN KEWAJIBAN CHARTERER,'
Charterer dalam hal voyage charter selalu merupakan pemi-
lik muatan, biasanya para eksportir bertindak sebagai charterer.Da-
lam voyage charter terdapat banyak masalah hubungan hak dan ke
Wajiban antara pemilik kapal dan charterer, sebab dalam voya~'c
charter dasar pembayaran sewa kapal adalah perjalanan kapal yang
dichart~r, padahal untuk menyelesaikan perjalanan atau trips yang
diborong itu terlebih banyak pet:nakaian waktu dan waktu yang di-
perlukan itu (untuk pemuatan, pelayaran dan pembongkaran muat

14. Hutabarat, G. K. S., PENGANTAR PELAYARAN NIAGA, PT. Pemba-


ngunan, Jakarta, 1971, halaman 64.
28 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

an) tidak dapat ditetapkan dengan pasti. Steaming time mungkin


mttdah ditetapkan, tetapi waktu untuk memuat dan membongkar
muatan yang diangkut oleh kapal yang di charter itu tidakAemiki-
an halnya. Perbectaan waktu dan letak dalam pelayaran dan pela-
buhan, fasilitas borl~ar muat, kongesti pelabuhan dan lain-lain da-
pat memperbesar juinlah hari persinggahan kapal, dan pertambah-
an ini walau bagaimartapun akan merupakan tam bah an bebas biaya
kapal.
Sebagai dimuka telah dikatakan bahwa charterer dalam
charter ini pada umumnya adalah pemuat, maka apabila telah di-
adakan persetujuan tentang pengangkutan suatu muatan, charter
mempunyai hak untuk~memakai selumh ruangan kapal yang di-
per~nakan untuk mengangkut muatan, karena mungkin dalam ka-
pal yang tel~h dicharternya itu masih ada ruangan lain didekat ru-
angan yang disewakan masih kosong, maka untuk mencegah ba-
rang muatan msak, maka tanpa idzin pencharter kapal itu tidak di-
perbolebkan -.memuat barang atau penumpang lainnya\(pasal5l8i
' >-
KUH Dagang), £.,pntohnya: muatan kepunyaan charterer terigu
, diruangan lainnya dimasukkan kopra, maka dengan sendirinya te-
rigu akart msak. Bila mangan kapal yang telah dijanjikan pengang-
kut sesuai dengan yang dikemukakan dalam charter party, kenyata
annya tidak sesuai dalam arti lebih sempit, maka charterer barhak
meminta ganti kerugian,' sebagai akibat tidak terangkutnya seba-
gian muatan atau tertumpuknya muatan yang mungkin menyebab-
kan kerusakan (pasal 5l8j KUH Dagang).
Dalam hal mangan kapal yang telah dichartemya itu masih
terdapat bagian-bagian yang masih kosong atau belum terisi, char-
terer berhak menerima muatan dari pihak ketiga, yang ,menurut
pertimbangannya dan pertimbangan pengangkut, tidak
\,':,
akan mem-
bahayakan, biasanya bararig barang sejenis, syarat'>syarat pengang-
kutan muatan pihak ketiga ini tidak boleh bertentangan dengan ke
.tentuan ketentuan dalam charter party, sedangkan P7mbayaran
upah angkut dapat ditetapkan charterer (,pasal 51 ~J<: KUH D~
gang).
BAB II Perjanjian Charter Kapal Laut. 29

Charterer, berhak meminta pertanggungan jawab dari pe-


ngangkut (reder pengangkut) agar muatan (baik muatan sendiri
maupun muatan pihak ketiga yang diangkut atas persetujuan dan
pembayaran kepada charterer) sampai ketuj~an dan penerima yang
dimaksud dengan selamat tanpa kekurangan atau kerusakan selama
dalam peIjalanan angkutan, hal ini sesuai dengan kewajiban pe-
ngangkut yang ketentuan-ketentuannya sebagai berikut :
"Sipengangkut harns memelihara barang barang sejak dari
saat penenrnaan sampai pada ketika penyerahaannya kepa-
da si alamat. 1a harus mengganti kerugian karena barang
barang itu tidak diserahkan semuanya atau sebagiamrya a-
tau karena kerusakan oarang barang itu adalah akibat dan
kejadian kejadian yang disebabkan pengangkut" 1 s.
Tentang kewajiban kewajiban yang mencharterkan kapai
dalam voyage charter ini, juga ten tang hak haknya dapat dikemuka
kan se bagai beriku t :
a. Hak untuk meminta ganti rugi,
Dalam hak minta ganti rugi ini, tidak hanya charterer saja
yang dapat mengajukan kepada yang menyewakan kapal (da-
lam voyage charter ini pengangku t) akan tetapi se baliknya pe-
ngangkutpun mempunyai hak untuk menuntut ganti rugi dari
charterer, yai!U seperti dalam hal pengusaha kapal itu diwajib-
kan melakukan kegiatan kegiatan yang melebihi wewenangnya
menurut konosemen (pasal518k KUH Dagang), apabila ter-
jadi kelambatan waktu disebabkan charterer menunjukkan le-
bih dari satu tempat pemuata~l (pasa15181 KUH Dagang),
apabila teIjadi pemutusan pers~jujuan pengangkutansedaw pi-
hak yang mencharterkan kapal sudah siap ditempat dimana
muatan akan diangkut/ dimuatkan (pasal 518s KUH Da~
gang), apabila pemutusan persetujuan akibat kesalahaq charter-
er dikarenakan charterer melalaikan kewajibannya melakukan

15., Tirtaamldjaja, Mr. M. H., Pokok Pokok Hukum Pemiagaan, Penerbit


niambatan, 1962, halaman 185.
30 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

pemuatan pada waktu yang telah ditentuK3n (pasa1518t KUH


Dagang), apabila charterer belum juga melaksanakan penye-
lesaian pengiriman muatan setelah hari tambah labuh dilam-
paui (pasal 518u. KUH Dagang), disamping pengangkut ber-
hak atas ganti rugi disebabkan karena pihak charterer barn me-
muatkan sebagian barang-barang muatannya setelah layday
(waktu pemuatan tertentu), pengangkut berhak pula untuk me
nerima muatan lainnya guna mengisi ruangan yang belum terisi
(pasal 518x KUH Dagang).
Hak-hak ganti rugi,dapat pula dituntut oleh yang menchar-
terkan kapal (dalam hal ini sebagai reder pengangkut), apabi}.a sete-
lah muatan seluruhnya ada dalam kapal terjadi pemutusan persetu-
juan, maka selain ganti rugi atas sewa kapal atau ruangan dapat di-
tuntut pula biaya atas pembongkaran kembali muatan (pasal 519
I(UH Dagang), dalam hal karena akibat perbuatan charterer
pemberangkatan kapal merijadi terlambat, maka dalam hal ini yang
menyewakan kapal b~rhak pula menuntut ganti kerugian (pasal
519c KUH Dagang).
Dalam hal pembongkaran muatan, apabila charterer mela-
laikan saat-saat pembongkaran sehingga baik wakil-wakilnya atau
petugas-petugasnya ditempat tujuan tidak dapat melaksanakan
pembongkaran muatan itu, maka pihak pengangkut dapat menu-
runkan muatan-muatan ·tersebut dengan bantuan-bantuan sekoci-
nya atau kapal-kapal kedl yang ada di pelabuhan atas biaya char- .
terer, tetapi apabila tidak memungkinkan, maka pengangkut dapat
membawa muatan tersebut ke pelabuhan terdekat lainnya dengan
resiko tambahan biaya muatan dan pembongkaran dari charterer
(pasal 5 19 1 KUH Dagang).
Mengenai kewajiban-kewajiban pengangkut selain ia harus
memenuhi segal a kewajiban sesuai dengan tanggung jawabnya da-
lam pengangkutan barang-barang dan juga penumpang, mengganti
kerugian yang diderita pengirim sebagai akibat kesalahan pengang-
1r~lt, mengganti kerugian yang diderita penumpang selama dalam

\.
BAB IL Perjanjian Charter Kapa/ Laut. 31

peIjalanan pelayaran, maka ia berkewajiban pula menghadap si-


dang-sidang pengadilan sehubungan dengan adanya tuntutan dati
pihak pemuat atau pengirim.
Dalam voyage charter ini diIakukan juga pengangkutan pe-
numpang yang diatur dalam paragrap 4 pasal 533q sampai dengan
pasal 533u KUH Dagang, dalam hal kewajibanmengganti keru-
gian timbul apabila jumlah penumpang yang dapat diangkut de-
ngan kapal atau ruangan kapal itu dinyatakan lebih besar dati ke-
nyataannya, disamping itu biaya angkutan harusdikurangi seim-
bang dengan kurangnya penumpang itu apabila dalam hal ini diten-
tukan jumlah biaya angkutan yang bersifat lump sum (pasal 533r
KUH Dagang).
Dalam hal kapal itu tenggelam atau mengalami kerusakan,
sehingga persetujuan menjadi batal, tetapi pengangkut berdasarkan
kebijaksanaannya melangsungkan angkutan penumpang dengan ka-
pal lain ketempat berlabuh yang terdekat, maka biaya angkutan
bagi para penumpang itu, menjadi tanggungan pihak pengangkut
(pasal 533t I(UH Dagang);
Dalam hal tewasnya beberapa penumpang dalam peIjalah-
an di laut, yang bukan karena akibat orang itu telah mendetita sa-
kit melainkan karena akibat kecelakaan kapal (akibat tubrukan ka-
pal, tenggelamnya kapal dan lairi--Iain yang sejenis), maka dengan
keIja sarna pengangkut dengan pihak asuransi (laut) dapat diberi-
kan pergantian-pergantian rugi baik terhadap penumpang dan ba-
rang-barang angkutan lainnya kepada akhli warisnya .

. 3. Prinsip - Prinsip Tanggungjawab.


Dalam hal pelaksanaan charter kapallaut ini, beberapa prin
sip pertanggungan jawab yang umum dapat dipergunakan untuk
mengetahui sampai dimana luasnya pertanggunganjawab pemilik
kapal, penyewa dan tanggung j'awab pengang.cut sebagai pelaksana'
apa yang dipersepakatkan dalam charter party. Dengan demikian,
32 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

mengenai tanggungjawab ini dapat dibagi atas dua, yaitu :


a. Tanggung jawab mereka yang terlibat dalam charter }(apal,
b. Tanggung jawab mereka yang melaksanakanmaksud dari "ada-
nya charter itu, dalam hal prinsip presumption of liability, pre-
sumption of non liability dan limitation of liability dapat diper
gunakan.

ad. a. Tanggung jawab mereka yang terlibat dalam charter kapal,


Dalam hal peIjanjiannya, yaitu disatu pihak pemi1ik kapal
dan dilain pihak penyewa kapal, maka akan berlaku sewa menye-
wa biasa, dimana owner bertanggung jawab menyediakan kapalnya
atau ruangan kapalnya untuk dipakai oleh pihak penyewa menurut
lamanya w"aktu, atau menurut peIjalanan, dengan imbalan meneri-
rna sejumlah uang pembayaran yang telah disepakati bersama.
Tentang sewa menyewa yang sebenarnya terhadap suatu
benda secara sepenuhnya (dalam hal ini kapal kosong artinya tan.-
pa aWak) dapat diketahui dalam bareboat charter.
Absolute liability atau pertanggungan jawab penuh atau
mutlak dalam hal ini, dimana si penyewa yang terlibat dalam bare-
boat charter ini bertanggung jawab penuh terhadap kapal yang di-
terimanya dari owner, bila rusak, maka ia harus sanggup memper-
baiki, bila tenggelam harns dapat mengganti dengan kapal yang se-
jenis, hal ini disebabkan kapal sepenuhnya dikuasai oleh penyewa,
karen a itulah ada ketentuan_bahwa setiap kapal yang disewa dari
pemiliknya harns' terdaftar dan sedap-at mungkin harus di asuransi-
kan. Lain halnya didalam time charter dan voyage charter, dalam
kedua charter ini kapal tidak diserahkan secara mu tlak kepada
charterer, dalam kedua charter ini hanya: merupakan ~. peIjanjian
sewa kapal seluruhnya atau sebagiannya untuk melaksanakan ang-
kutan menurut lamanya keperluan atau menurut peIjalanan, se-
dangkan pengelolaan kapal tetap dilaksanakan pemilik (reder pe-
ngangku t), dengan pedengkapan d,an I anak kapal yang telah disedia
kan pemilik angkutan.
Tanggung jawab dalam kedua charter ini adalah tanggung
jawab dalam pengangkutan (pasal468 KUH Dagang) dan berki-
BAB II. Perjanjian Charter Kapal Laut. 33

sar bukan kepada kapalnya akan tetapi kepada muatan yang diang-
kutnya. Prinsip-prinsip tanggung jawab presumsi, non presumsi,
dan limit dapat dipergunakan dalam kedua charter ini, seperti hal-
nya dapat diketahui dalam pasal-pasal KUH Dagang yang me-
nyangkut soal ganti kerugian atas muatan.
Dengan demikian, maka tanggung jawab mereka yang terli-
bat dalam charter kapal, yaitu an tara pemilik kapal/ pengusaha ka-
pal dengan charterer hanya akan berkisar pada :
pemilik/ pengusaha kapal bertanggung jawab menyediakan se-
buah kapal yang telah disepakati bersama, dengan kapasitas ru-
angan tertentu,dan kapal itu fit untuk berlayar,lengkap dengan
crewsnya, (pasal 453, 460 KUH Dagang),
penyewa bertanggung jawab uhtuk memakai ruangan-ruangan
yang telah dicharternya untuk dimuati muatan sesuai dengan
yang telah disepakati untuk waktu tertentu dan atau perjalan-
an tertentu, pemuatan-muatan tidak boleh melebihi yang telah
disepakati.
Dalam hal ini, prinsip-prinsip presumption liabilitys dan presump-
tion of non liability sudah bisa dipergunakan, misalnya :

pemutusan perjanjian charter karen a pihak charterer mengang-


gap bahwa pemilik atau yang menyewakan kapal tidak mem-
persiapkan kapal tepat pada waktunya, sehingga ia menuntut
ganti rugi. Tuntutan atas tanggung jawab pemiIik kapal itu, ba-
ru merupakan prasangka, apakah benar-benar secara sengaja
pemilik tidak berdaya upaya untuk mempersiapkan kapal itu
ataukah karena ada kejadian yang menimpa kapal tersebut. Ka-
lau berdasarkan penelitilm dan penyelidikan terbukti bahwa
pemilik benar-benar beriktikad tidak baik dan benar-benar se-
cara sengaja atau at as kealpaannya, maka pemilik itu bisa ditun
tut untuk mengganti keru!iian (pasal458 KUH Dagang).
--- Pemutusan perjanjian charter, dikarenakan terbukti bahwa pe-
milik kapal telah benar-benar bahwa ia telah menyediakan ka-
pal tidak sesuai dengan yang 'telah disepakati dalam charter par
ty, kapalnYl!,lusak tak dapat berlayar, dan perlengkapannya
sangat huang, berdasarkan prinsip presumption of liability,
34 HC/KUM CHARTER KAPAL LAUT

maka'ia diwajibkan untuk mengganti kerugian kepada charter-


er (pasal459 KUH Dagallgf'

ad. b. Tanggung jawab antara charterer dengan pengangkut, da-


lam rangka melaksanakan maksud dari charter party.
Dal~m hal ini banyak mempergunakan prinsip-prinsip t~ng­
gung jawab _di atas, dimana suatu kerugian yang diderita oleh salah
satu pihak benar-benar terjadinya akibat kesalahan pihak lawannya
, sehingga kalau benar-benar berdasarkan penyelidikan dan pertiI!l-
bangan terbukti kesalahannya itu, maka pihak yang salah harus
menanggung resiko/ ganti kerugian (presumption of liability).
Tetapi sesuatu pihak, misalnya pengangkut dapatjugame-
ngelak dari kewajiban/ tanggung jawab memberikan ganti rugi de~
ngan mempergunakan prinsip presumption of non liability, yaitu
misalnya dalain suatu pelayatan (voyage charter) dim ana charterer
mengangkut terigu, karena masih ada ruangan yang belum terisi
muatan, charterer berniat memanfaatkan ruangan tersebut dan
memberi idzin kepada pedagang kopra untuk memasukan muatan-
nya; padahal pihak pengangkut telah memberikan pedagang agar
muatan pihak ketiga itu jangan diterima. Tatkala sampai di p'ela-
buhan tujuan dan setelah dilakukan pem bongkaran muatan, ter-
nyata terigu dalam keadaan rusak semua disebabkan pengaruh kop
ra yang ada di ruangan yang berdekatan. Berdasarkan presumption
of non liability,pengangkut bebas mengganti kerugian, karena ke-
salahan ada pada charterer. Lain halnya kalau pengangkut sendiri
yang menyetujui ten tang pemuatan barang pihak ketiga itu, maka
mau tidak mau ia harus turut bertanggung jawab.
" ....... under every contract of carriage of goods by sea
the carrier, in relation to the loading handling stowage, car-
rier, custody, care and discarge of such goods shall be sub-
jeck to the responsibilities and liabilities and entitled to
the rights and immunities hereinafter set forth " 16.
' . ,

16. THE HAGUE RULES, Article 2.


BAB II Perjanjian Charter Kapal Laut. 35

Prinsip limitation of liability, dipergunakan bagi tanggung


jawab dalam mengganti kerugian, dimana perhitungan limit bagi
besarnya kerugian telah ditetapkan, yaitu berdasarkan pasal 472
KUH Dagang, dim ana dinyatakan sebagai berihlt :
"Kerugian yang harus dibayar olfh si pengangkut yang di-
sebabkan karena barang yang diangkut seluruhnya atau se-
bagian tidak dapat diserahkannya. harus dihitung menurut
harganya barang dan jenis dan keadaan yang sama ditem-
pat penyerahan. pada saat barang tadi sedianya harus dise-
rahlamnya. dengan dipotong apa yang telah terhemat da-
lam soal bea. biaya dan upah pengangkutan. karena tidak
diserahkannya barang itu" 1 7.
"Kalau barang-barang itu sampai tetapi dengan kerusakkan
, maka perhitungan penggantian kerugian menurut pasal
472 Kitab Undang Undang Hukum Dagang tersebut diku-
rangi dengan harga barang barang yang rusak. selisih yang
didapat lalu dikurangi pula jumlah biaya-biaya. ongkos
ongkos dan upah pengangkutan, yang tidak dibayar karena
kerusakan itu" 1 8 •
Demikianlah prinsip-prinsip pertanggungan jawab, yang
mana kemudian akan melahirkan beberapa sistim pertanggungan
jawab yang. dipakai baik didalam pelayaran dinegeri kita maupun
dalam pelayaran antar benua.
a. Sistim pertanggungan jawab yang dipergunakan dalam pelak-
sanaan pelayaran Nusantara (Interinsuler).
Dalam pelayaran Nusantara, kita berpedoman pada Bab II
KUH Dagang danPeraturan Pemerintah no. 2 tahun 1969,
tentang penyelenggaraan dan pengusahaan angkutan laut, yang
berbunyi demikian :
Perusahaan pelayaran \~rtanggung jawab' sebagai pengang-
kut barang kepada pemilik barang sejak saat menerima ba-
-..:...---.........-
17. Subekti SR. Prot. dan Tjitrosudibyo R. KITAB UNDANG UNDANG
HUKUM DAGANG DAN UNDANG UNDANG KEPAILITAN. Pradnya Parimata. Jakar·
"",ta, 1980. halaman 136.
18. 1Trtaamidjaja. Mr. M. H.. op cit. haJamon 187.
36 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

rang dari pengirim sarnpai sa at penyerahan barang yang di-·


angkut kepada penerima sesuai dengan ketentuan perun-
dang undangan yang berlaku atau syarat-syarat perjanjian
pengangkutan atau kelazirnan-kelazirnan yang berlaku da-
lam bidang pelayaran (pasal 14 ayat I PP 2/1969).
Dalam hal sesuatu perusahaan pelayaran rnenguasai gudang
laut seperti dirnaksud dalarn pasal 12 ayat (2) dan (3) peru-
sahaan pelayaran yang bersangkutan bertanggung jawab
atas kehilangan dan atau kerusakan barang selama barang-
barang tersebut berada dalarn gudang laut (pasal 14 ayat
(2) PP 2/1969). Sedang dalam . KUH Dagang pasal 468
ayat (1) didapat ketentuan sebagai berikut :
"Persetujuan mengangkut mewajibkan pengangkuq menja-
ga keselamatan barang yang diangkut sejak diterimanya
sampai diserahkannya" 19.
Dalarn the Hague Rules .. 1924 pasal I e) ten tang hal yang
sarna dinyatakan dernikian :
"Carriage of goods covers the period from the time when
the goods are loaded on to the time they are disc1~llrged
from the ship" 2 0 • .

Kalau dilihat dan dikaji dari ketigaketentuan diatas, le-


bih lebih lagi kalau dihubungkan dengan pasal-pasal4 70 dan se
terusnya (KUH Dagang), rnaka sis tim pertanggungan jawab
yang dipergunakan dalam pelayaran Nusantara, rnerupakan ga-
bungan dari prinsip-prinsip yang telah dikemukakan, dimana
satu pihak (dalam hal ini pengangkut) dibebani pertanggungan
jawab penuh, tetapi dalarn· kesalahan terletak pada pernuat, ia
bisa dibebaskan atau dikurangi pertanggungan jawabnya.

b. Sistirn tanggungjawab dalam pelayaran antar benua.


Dalam pelayaran antar benua digunakan ketentuan-keten-

19. Suberti SH. Prof.. dan Tjitrosudibyo R. op cit. haJaman 134.


20. THE HAGUE RULES. Article 1 sub e).
· BAB II. Perjanjian Charter Kapal Laur. 37

tuan yang terdapat dalam Th£.' Huges Ruler 1924 d~ disem-


purnakan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
Hamburg Convention 1978.
Dinyatakan bahwa pengangkut mempunyai kewajiban dan
tanggung jawab terhadap muatan yang diangkut dengan kapal-
nya, dalam hal pemuatan, pengurusan, pemadatan, pengangkut
an, penjagaan, pemeliharaan serta pembongkaran barang ba-
rang muatan yang diserahkan kepadanya untuk diangkut. Di
pihak lain pengangkut mempunyai kebebasan-kebebasan serta
hak hak, imunitas mana memberi perlindungan kepada pe-
ngangkut terhadap tuntutan ganti rugi atas kerusakan atau ke-
rugian pada muatan, bila kerusakan atau kerugian itu telah ter-
jadi bukan karena kesalahan pengangkut, begitu pula hak dibe-
rikar kepada pengangkut untuk menambah tanggung jawabnya
, maupun untuk tidak menggunakan imunitas inL
Dari ketentuan itu jelaslah bahwa pengangkut bertanggung-
jawab untuk mengganti kerugian kalau muatan menderita ke-
rusakan atau kerugian disebabkan pengangkut tidak cermat da-
lam menjalankan/ pemuatan, tetapi pengangkut dapat membe-
bask.an dirinya dari kewajiban untuk mengganti kerugian kalau
muatan rusak disebabkan cuaca buruk yang mengakibatkan pe-
layaran tertunda, ruangan muatan terserang air dan sebagainya.
Tetapi kalau cuaca buruk itu tetiadi sebagaimana biasa, tidak
tetiadi secara tiba tiba dan diluar kebiasan, maka pengangkut
tidak dapat membebaskan diri dari tanggungjawab.
Maka jelas pula disini, bahwa untuk menentukan pengang-
kut benar-benar salah atau dapat dibebaskan atau dikurangi
tanggung jawabnya, harns dilakukan penelitian lebih dahulu
dan dengansendirinya ketiga prinsip diatas harus diperguna-
kan.
Jadi untuk menyatakan satu-satu pihak harns. memikul
tanggung jawab, atau dibebaskan dari tanggungjawab, dan sam
pai dimana besarnya kerugian harus diganti, maka prinsip-prin-
sip presumption of liability, presumption of non liability dan
.limitation of liability, harns dipergunakan agar dengan demiki-
an, karena adanya atau dibuatnya charter party yang mengaki~
3.8 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

batkan pihak yang menyewakan kapal untuk bertindak sebagai


pengangkut,tidak selalu pengangkut ditekan untuk bertang-.
gungjawab penuh me ngganti segala kerusakan atas muatan
yang hilang, rusak padahal kerugian-kerugian itu tidak'sepe-
nuhnya diakibatkan pihak pengangkut.

4. Klaim dan Ganti Rugi.


Yang dimaksudkan dengan klaim adalah tuntutan ganti ru-
gi yang diajukan oleh pengirim atau pemuat, baik ole~ ia sendiri a-
tau wakilnya kepada pihak pengangkut, sehubungan dengan dida-
patnya kerusakan atau kekurangan pada barang muatan yang telah
teIjadi sebagai akibat d~ri bermacam macam resiko selama pengang
kutan muatan itu dari pelabuhannya sampai ke pelabuhan tujuan.
Bagi consignee menerima Tanpa Bukti kekurangan dari
Agen perusahaan pelayaran setempat atau petugas yang diserahi
urusan itu, dapat mengajukan ganti kerugian kepada :
a. Perusahaan pelayaran atau agennya atau petugasnya yang me-
ngurusi urusan itu, yang telah mengeluarkan TBK (tanda bukti
kekurangan = Except bewijs), atau
b. Perusahaan asuransi, jika barangnya diasuransikan. Jika tuntut-
an diajukan kepada asuransi terlebih dahulu, dan jika dibayar
klaimnya, pihak asuransi menjadi subrogator.
Subrogator berhak memiliki semua dokumen atas barang -
barang tersebut dan berhak pula mengajukan tuntutan (subrogasi)
terhadap Perusahaan pelayaran yang bersangku tan (dalam hal ini
menjadi pihak ketiga).
Pasal 284 KUH Dagang menyatakan :
"Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesu-
atu· yang dipertanggungkan, menggantikansi tertanggung
dalam segala hak yang diperoldtnya terhadap orang..orang
ketiga berhubungan dengan penerbitan kerugian tersebut,
dan s;: tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk se- .
tiap perbuatan· yang dapat me1]Jgikan hak si penanggung
BAB II Perjanjian Clianer Kapal Lout.
39

.terhadap orang orang ketiga iiu" 21.

Pengajuan klaim kepada, Perusahaan Perkapalan harus d'i-


lengkapi dengan : ~ ° 0 °

1. TBK (EB) sebagai bukti bahwa memang barangnya hUang, afim


rusak.
2. Copy B/ L untuk memudahkan Perusahaan Pelayaran mengada
kan penelitian, apakah muatan yang hilang atau rusak tersebut
di atas palka atau tidak, serta catatan catatan lainnya.
3. Faktur, untuk meneliti apakah jumlah tuntutannya sesuai de-
ngan harga faktur tersebut.
4. Daftar pengepakan (packing list) untuk mengetahui lebih ter-
perinci ten tang barangnya, ukuran, isi, berat, harga dan lain -
lain yang tidak tercantum pada faktur.
5. Polis asuransi sebagai pelengkap atas pembayaran sesuatu
klaim, jika barangnya diasuransikan.
'Dasar penggantian kerugian oleh perusahaan pelayaran/
angkutan laut kepada consignee atau subrogator, lazimnya didasar-
J&n atas harga barang yang tertulis dalam B/ L atau harga pasaran
untuk barang sejenis ketika barang barang itu tiba ditempat tujuan
, tetapi dapat juga atas dasar fakturnya yaitu C & F atau C. I. F.
Tentang klaim kekurangan atau kerusakan muatan, kalau
kekuraJgan atau kerusakan itu disebabkan kesalahan-kesalahan pe-
madatan, pengaruh dati benda lain dalam kapal, pengangkut secara
mutlak (absolute liability) harus mengganti kerugian itu.

a. Klaim atas kerusakanmuatan : ot

Klaim kenisakan adalah tuntutan ganti kerugian atas keru-


sakan barang muatan, kerusakan ini dapat berupa, kerusakan
yang bersifat fisik (pecah, patah, remuk, lecet dan sebagainya)
yang terjadi dikarenakan jatuhnya peti atau tertimpanya peti
oleh barang berat lainnya. Kesusutan atau kehilangan sebagian
bobot dati peti peti melebihi kekurangan atau kesusutan nor-
mal, termasuk juga dalam--xerusakan in;i (mungkin petinya te-

21. Subekti SR, Prof.. dan Tjitrosudibyo R, op cit;ohalamarl 80.


40- HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

lah dibuka orang kemudian ditutup lagi dengan rapi), kerusak-


an ekonomis (kemungkinan adimya beb:erapa perbedaan baik
harga maupun mutunya,pada waktu benda/muatan dikapalkan
dengan tatkala pembongkaran) disebabkan deviasi atau per-
buatan sengaja.
b. Klaim atas kekurangan (kehi1angan colli = shortage of package)
Klaim ini diajukan berhubung telah terjadi kekurangan a-
tau hilangnya beberapa colli muatan yang mungkin disebabkan
terjadi kekelirunya penempatan tatkala dilakukan pembong-
karan muatan.
Tuntutan dan proses penyelesaian tuntutan dilakukan di-
pelabuhan tujuan terakhlr, proses yang dimaksud adalah proses
tingkat pertama, dalam proses ini akan diperoleh kesimpulan ten-
tang sampai dimana letak tanggungjawab pengangkut, berdasarkan
hasil penelitian-penelitian yang sei<sama.
Setelah didapat kesimpulan ini, petugas atau agen perusaha
an pelayaran/ angkutan laut ditingkat pertama jni, meminta wewe-
nang untuk membayar ganti kerugian ini ke Kantor Pusatnya atau
kepada prinsipalnya, dan Kantor Pusat inilah yang akan mengeluar
kan keputusannya, apakah akan sesuai dengan yang diajukan, Agen
atau kantor cabangnya, atau kurang ataukah lebih tinggi karena
menurut penilaian Kantor Pusat harus demikian.
Penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan
kesimpulan letak tanggungjawab pengangkut :
a. dalam kehilangan colli :
pemeriksaan tally sheets, apakah barang-barang itu benar-
benar tidak dibongkar dari kapal.
pemeriksaan dokumen-dokumen lain seperti Note of Pro-
test, apakah tidak terjadi jettison, disamping itu diperiksa
pula affidavit apakah tidak jatuh kelaut pada waktu pem-
bongkaran.
pemeriksaan proces'verbal dan long an try ,jika telah terjadi
pencurian-pencuriail.
apakah ada: Nota Pengusutan'-.rang dibongkitr(shorthand
ed tracers) yang dikirimkan ke pelabuhan singgahan.
BAB II. Perjanjian Charter Kapal Laut. 41

b. dalam kerusakan dan kekurangan isi colli :


pemeriksaan terhadap mate's receipt,
pemeriksaan terhadap damaged cargo list, apakah kerusak-
an itu tercantum dalam dokumen tersebut,
pemeriksaan claim days, apakah kerusakan barang..barang
itu sebagai akibat lamanya barang berada digudang, ,
pemeriksaan affidavit, kemungkinan stevedore menanda-
tangani dokumen semacam ini,
pemeriksaan stowage plan, kemungkinan kerusakan itu se-
bagai akibat pemadatan dalam penimbunan barang-barang
muatan,
dan kemungkinan penelitian-penelitian lainnya.
_Klaim tidak selamanya berhasil, adakalanya ditolak, diba-
wah dikemukakan ten tang dasar dasar penolakan k1aim~ sebagai
berikut:
karena kedaluarsaan (time barred),
klaim termijn telah habis (claim period expired),
tidak cukupnya pembungkusan (insuffiency if packing),
karena pencurian-pencurian (pilferage),
kehilangan penguat-penguat pada pengepakan, karung tali~ta1i­
nya terbuka dan sebagainya (natural loss),
kare'na pemuataft diatas palka (deck cargo),
karena kebocoran (leakage), .
karena pemindahan muatan (transshipment),
karena muatan tidak dilindungi pembungkus (unpacked cargo)
karena telah ada berita acara tentang hilangnya barang-barang
itu (proces verbal),
karena kerusakan kamar pendingin (refrigerated goods),
karena tidak diberitahukannya ten tang nilai/ keberhargaan ben
da tersebut (valuable goods),
karena kecurigaan terhadap benda - benda berbahaya (dange-
rous cargo), yang dapat membahayakan lain-lainnya,
karena tidak jelasnya pemberian label atau merk untuk alamat
tujuan (marks),
karena' penyimpangan-penyimpangan dari rute yang semesti-
nya (deviation),
karen a kejadian-kejadian yang timbul diluar kebiaSaan (fqrd~
42 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

mayaure),
dan karena adanya penyitaan oleh negara, atau karena peram-
pokan-perampokan ..
Demikianlah tentang dasar-dasar dari penolakan klairn atas
ganti rugi yang sangat diharapkan oleh pengirim/ pemuat harang-
barang dalam angkutan melalui laut.

5. Hubungan'.Praktek Charter dengan Perundang-Undangan.


Dalam menguraikan tentang hubungan praktek charter ini,
akan dikemukakan ten tang pelaksanaan sewa menyewanya, apa-
kah cara demikian dilindungi oleh perundang-undangan dan bagai-
mana hubungannya dengan perundang-undangan tersebut.
Tentang Persetujuan Charter:
Persetujuan charter ini merupakan persetujuan atas beban,
karen a mewajibkan masing-masing pihak yang terikat sebagai aki-
bat adanya persetujuan itu, untuk memberikan sesuatu, berbuat se
suatu atau tidak berbuat sesuatu (pasal 1314 (3) KUH Perdata).
Kalau hal di atas dihubungkan dengan KUH Uagang Bab V ten-
. fang charter maka akan lebihjelaslah bahwa owner/ rnengusaha pe-
layaran yang mengikat perjanjian charter dengan pihak si penyewa,
masing-masing berkewajiban mem berikan sesuatu, berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu sebagai diatur dalam pasal-pasal 453 dst
Kl)H Dagang.-Kewajiban -kewajibanmasing-masing pihak itu
\W,eserta segal a hak-haknya yang diperoleh masing~masingpihak itu,
diatur secatfl terperinci di dalam pasal-pasal Hukuni Dagang Bab V,
hal ini tidak lain agar dalam segala pelaksanaannya tidak menyim-
pang dan terdapat hasil yang memuaskan masing-masing pihak, pe_
ngaturan itu berarti pula memberikan perlindungan hukum bagi
masing-masing pihak bila salah satu diantaranya ingkar janji.
Tentang persetujuan itu barn dianggap syah, apabila telah
memenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 1320
-KU:H Perdata, antara lain seb,agai be~ut : -
sepakat mereka y'ang menglkatkan dmnya,
~. kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
BAD Il Perjanjian Charter Kapal Laut.
43

suatu hal tertent u,


suatu sebab yang halal.

Kesepakatan,
- Kesep akatan ini merup akan pangkal dari akan diadakanQfa
suatu perjanjian atau persetujuan., tanpa adanya suatu kesepa~
katan tidak mungk in suatu peIjanjian diadakan. Kesepakatan
ini hams secara tulus hati yang artinya masing-masing pihak ti-
dak adanya tekana n, tidak karena pengaruh dan paksaan orang
lain, sebab suatu kesepakatan yang secara terpaksa atau atas te-
kanan, desakan dan pengaruh orang lain tidak dapat dibenar-
kan dalam hukum untuk diwujudkan dalam persetujuan atau
peIjanjian (pasaI 1321, 1323, 1324 KUH Perdat?)
Dengan demikian sepaka t ·dalam persetujuanl peIjanjian
charte r, merup akan sepaka t yang tulus, keluar dari akal sehat,
untuk mengadakan sesuatu usaha menye wa sebuah kapal, un-
tuk penyam paian maksud-maksudnya. Seorang pimpin an peru-
sahaan perkap alan atau pelayaran yan!rm ewakil i perusahaan-
nya, sepaka t pula dengan penuh ketulu san untuk menyewakan
sebuah kapal atau sebagian dari kapaln ya kepada penyew a dan
sepaka t untuk mener ima imbalan jumlah uang sewaan.
Adany a kesepa katan tersebu t, belumlah menen tukan bah-
wa perjanjian akan diresmikan, sebab kegiatan tersebu t barulah
pangkal atau permulailll/ pendah uluan dari suatu peIjanjian.
2. Kecak apan untuk memb uat suatu perika tan,
Orang-orang atau subjek-subjek yang mengadakan persepa-
katan sewa menye wa kapal, haruslah cakap untuk memb uat
suatu persetu juan, artinya masing-masing berakal sehat, maka
perusa haanny a hams dilindungi hukum . Subjek-subjek itu ha-
rus sarna tingka tannya dalarn hukum , dapat bergerak berdasar
hukurn dan dilindungi hukum .
Karena subjek -subje k itu bersep akat untuk mengadakan
sewa menye'wa kapal, maka masing-rnasing subjek hams mengu
asai penget ahuan dan lapangan kegiatan yang akan ditempuh-
nya sehubungan dengan sewa rnenyewa kapal tersebu t, satu
dan lainnya agar tidak mende rita kerugian akihat kegiatan
44 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

yang dilakukannya.

3. Suatu hal tertentu,


Dalam hal ini sudah jelas, bahwa antara subyek-subyek ter-
sebut telah bersepakat mengenai sewa-menyewa kapal, baik se-
lurnhnya atau sebagiannya, dengan maksud ruangan kapal ter-
sebut akan dipergunakan untuk mengangkut penumpang atau
muatan barang kesuatu tujuan tertentu baik secara menurut
waktu (time charter) maupun menurut perjalanan(voyage char-
ter), pasal453 KUH Dagang.

4. Suatusebab yang halal,


Hal tertentu yang dimaksudkan masing-masing subyek itu
merupakan hal yang halal, yang dibenarkan pemerintah dan
Dunia Internasional, yang pelaksanaannya dilindungi oleh un-
dang-undang (KUH Dagang), pera~ran-peraturan pemerintah
(a.l PP. no. 2/1069 dsb.) dan konvensi Internasional.

Dengan demikian, maka praktek mengadakan persetujuan


charter kapal itu, telah memiliki syarat"syarat yang diharuskan un-
tuk syahnya suatu persetujuan atau peijanjian. Persetujuan atau
perjanjian dibuat secara tertulis, dim ana ketentuan-ketentuannya
dapat dibaca dan dimengerti kedua subjek, demikian pula tentang
hak-hak dan kewajibannya, dan ditandatangani oleh masing-masing
subjek (Charter Party)pasal 454 KUH Dagang. Menurut Hukum
Perdata pasal 1338 dan pasall339, dinyatakan_ bahwa,~ nilai perse-
tu}uan itu sarna dengan undang undang bagi subjek subjek yang
mengadakannya dan memplinyai daya kegiatan yang lebih luas da-
ri ketentuan-ketentuan yang tertulis didalamnya.

Dalam prakteknya, maksud dari charter kapal ini seperti


halnya pengangkutan penumpang dan muatan barangrbarang, sela-
10. berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum, baik hukum pelay-ar-
an, peraturan peraturan tentang pengangkutanbarang dan penurn- _
pang dan hukum dagang yang mengaturnya dengan lain perkata:an
praktek charter party, pertanggunganjawaban dala:m pelaksanaan
pengangkutan, sa:mpai sa~t putusnya perjanjian charter terse but.
BAB II. Perjanjian Charter KapaJ £aut. 45

Tentang hubungan praktek charter dengan perundang-


undangan, dengan demikian dapat dijelaskan dengan tegas, sebagai
berikut :
a. Praktek Charter dalam-\Pelayaran Nusantara
Tunduk kepada penllldang undangan yang mengatumya,
yaitu Undang Un dang Hukum Perdata, Undang Un dang Hu-
kum DagiJng dan segal a peraturan pemerintah yang mengik.uti-
nya, baik ten tang petjanjiannya maupun tentang pelaksanaan
~ maksud\dari pada diadakannya petjanjian sewa menyewa kapal
tersebut
b. Praktek Charter dalam pelayaran Antar Benua/ Samudra :
Tunduk kepada perundang undangan dan hukum negara
dari pihak yang mencharterkan kapalnya, dengan demikian
char~erer akan mengikuti dan tunduk kepada ketentuan keten-
tuannya, disamping tunduk dan mengikuti ketentuan ketentu-
an yang terdapat dalam The Hague Rules 1924, Hamburg Con-
vention 1978 (United Nati6ns Convention on the Carrier of
goods by sea 1978).
BAB III
PELAKSANAAN CHARTER KAPAL LAUT
DAN STANDARD KONTRAK

. 1. Saat Mulai Berlakunya Charter Kapal Laut.


Untuk dapat lebih menjelaskan tentang saat mulai berlaku-
nya charter kapal laut, disini akan diuraikan mengenai segala ke-
giatan sekitar
•. ,
saat,. mulai
. I. '"
berlakunya charter tersebut .
Saat mulainya charter kapal laut, didahului dengan aktivi-
tas tawar menawareharter;kesepakatan untuk mengadakan peIjan
jian charter dan pelaksanaan peIjanjian charter.
a. Tawar menawar charter:
Biasanya, b,eberapa bulan sebelum Charter Party dikukuh-
kan, antara pemilik kapal dengan calon charterer telah diada-
kan tawar menaWar, yang artinya masing-masing pihak saling .
mengajukan syarat-syarat yang mereka inginkan untuk dican-
tumkan dalam peIjanjian charter. Sela.ma proses ini masih be-
lum ada kesepakatan, mereka baru daiam taraf pendahuluan .
dari kesepakatan itu. Waktu beberapa bulan yang diperlukan
sebelum pengukuhan peIjanjian itu, merupakan hal yang baik,
karena:
-. eksploitasi kapal harus direncanakan dan dilaksanakan de-
, ngan effisiensi seting8i-tingginya, supaya kapal dapat mem-
berikan hasil guna yang sebesar besarnya,
memberi kesempatan kepada pemilik kapal, agar emploi-
men kapalnya dapat diatur secermat mungkin, dengan de-
mikian tidak ada waktu yang terbuang (kapalnya dalam ke-
adaan nongkrong/ tidak beroperasi),
bagi cal on charterer, selama waktu itu telah benar-benar
mempersiapkan seluruh muatan yang akan diangkutnya.

46
BAB III. Pelaksanaan Charter Kapal Laut dan Standord Kontrak. 47

Dalam hal tawar menawar ini shipowner dapat diwakili oleh a-


gennya (pada cabang perusahaan perkapalan) yang disebut ow-
ner's agent, demikian pula calon charterer dapat diwakili oleh
charter's broker. Beberapa syarat/ ketentuan yang selalu men-
jadi bahan perbincangan dalam tawar menawar itu adalah :
1. Tergantung dari keadaan kapal,
Owner mengajukan syarat kepada calon charterer, bahwa
kesanggupannya untuk menyediakan kapal yang dimaksud
oleh calon charterer, bila pada waktu yang diperlukan itu
kapalnya tidak berada dalam suatu emploimen tertentu, ja-
di owner barn mengikatkan diri pada penawaran yang demi
kian (SubjeckJree),
2. Realisasi penutupan charter akan tergantung pada keadaan
jipelabuhan pemuatan, yaitu apakah dipelabuhan muatan
tersebut akan cukup cadanganmuatan bagi calon charterer
atau sebaliknya. Syarat ini diajukan oleh calon charterer,
mengadakan perhitungan yang pasti, agar penyewaan kapal
itu tidak merupakan usaha yang sia-sia. Dengan telah ada-
nya kesanggupan penyediaan kapal (ruangan, waktunya,
kapasitas angkut) maka pada waktu yang tepat dapat diper
kirakan muatan itu telah siap dipelabuhan tertentu (Subjek
to stem),
3. Syarat peridzinan dari pemerintah baik bagi shipowner
maupun b~gi calon charterer, yang akan menentukan apa-
kah merekadapat melanjutkan perjanjian sewa menyewa
kapal terse but, misalnya idzin terhadap barang-barang/ ko-
moditi yang akan dikirimkan dan tak adanya larangan la-
rangan dari Pemerintah setempat dan tempat tujuan kapal
itu untuk memasuki perairan dan berlabuh dibawah bende-
ra negara owner (subjeck to licence baing granted),
4. Syarat apakah setelah perjanjian charter ditandatangani,pe-
nyerahan kapal akan berlaku umum artinya beberapa bu-
lan setelah penandatanganan terse but , ataukah dalam wak
tu yang singkat, dan kalau penyerahan dalam waktu yang
singkat kapankah waktunya yang tertentudan bagaimana
ketentuan imbalannya (promptship),
5. Syarat yang diminta calon charterer agar penyediaan kapal
48 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

segera dilaksanakan setelah perjanjian charter ditanda-


tangani (spot boat) untuk segera dioperasikan.
Setelah tawar menawar syarat syarat yang diajukan selesai
dan masing-masing pihak telah mempertimbangkan 'segala -
persyaratan untuk mengadakan perjanjian, maka diadakan ke-
sepakatan bersama.

b. K e s epa kat an:


Dalam -tahap ini belum berarti bahwa charter sudah bisa di-
laksanakan,' karena barn tercapai kesepakatan, yang artinya
masing masing pihak telah menerima segala syarat-syarat yang
diajukan masing-masing,tanpa ada keberatan apa-apauntuk di-
majukan dan diikatdalam suatu perjanjian. Setelah terjadi ke-
sepakatan itu, maka disusunlah pokok-pokok persetujuan da-
lam bentuk tatasusun perjanjian yang semustinya dalam wujud
net konsep yang siap untuk dikukuhkan.
Dibawah ini dikemukakan beberapa pokok persetujuan da-
lam charter menurnt waktu (time charter), antara lain sebagai beri-
kut: .
1. Selama waktu pencharteran, kapal harns diserahkan dalam ke-
adaan siap dan mampu melaksanakan operasi~ baik' tentang
anak buah kapal maupun tentang kondisi kapal dalam keadaan
terjaga sebaik-baiknya (seaworthiness of the ship). Bila seawor-
thiness if the ship ini tidak akan terjamin oleh pemilik kapal,
maka kemungkinan besar perjanjian tidak akan ditandatangani.
Juga harns dicantumkan apakah selama operasi, pemeliharaan
kelayakan kapal (seaworthy) akan dilaksanakan terns oleh pe-
milik, ataukah diserahkan kepada charterer, dalam hal dikelola
oleh charterer maka segala biaya tanggung jawabnya tetap ada
pada pemilik kapal.
2. J angka waktu penyerahan kapal (laydays) hams ditentukan se-
baik-baiknya dan semantap mantapnya, misalnya Reporting
day ,dimlliai tanggal 5 Oktober 1980 dan Cancelling day ber-
akhir 19 Oktober 1980, hal ini berarti bahwa selama lay days
itu pem~'kapal dapatmengirimkan kapalnya yang dimaksud '
BAB III. Pelaksanaan Charter Kapal Lout dan Standard Kontrak. 49

untuk dapat dioperasikan oleh pencharter, agar supaya pengi-


timan kapal dapat tepat, maka selama lay days tersebut.harus
memberitahukan dengan pasti ten tang tanggalnya yang pasti.
Apabila ~lewati cancelling day (date) temyata charterer ma-
sih menyatakan belum siap untuk memuatkan muatannya, ma-
ka pemilik kapal dapat melakukan pemutusan perjanjian de-
ngan menuhtut kerugian yang semestinya
3. Tentang muatan dan trayek pelayaran, inipun menjadi pokok
dalam perjanjian, yaitu sampai berapa ton dan muatan yang ti-
dak dilarang (contraband cargoes) serta perairan-perairan mana
yang bisa dilayari dengan bebas tanpa ada larangan-Iarangan
dari pengusaha dipelabuhan tujuan (trading limits and cargoes)
Karena itu dalam charter party lazimnya disebutkan pelabuhan
pelabuhanyang tidak akan disinggahi oleh kapal tersebut (mi-
salnya karena sedang bermusuhan, atau di negara tujuan se':
dang terjadi peperangan, atau pelabuhan mana sedang dalam
keadaan tertutup.
4. Selama waktu pencharteran, kapal ada dibawah perintah pen-
charter, karena itu supaya ditentukan batas batas dari wewe-
nang pemberian perintah itu, apa yang boleh dilakukan pen-
charter dan apa pula yang tidak boleh dilakukan.Hendaknya di
maklumi kedua belah pihak bahwa hak charterer terbatas pada
bidang operasi kapal selama pelayaran ketempat atau pelabuh-
an tujuan, jadi tidak "berhak memerintah atau untuk mengatur
tata kerja dikapal tersebut (order and directions of the ship).
5. Dalam hal charterer mempunyai hak memerintah selama kapal
beroperasi (tidak untuk mengatur tatakerja), maka selama da-
lam pelayaran itu ternyata ada hal-hal yang tidak memuaskan
charterer,misalnya pelaksanaan/ pelayanan kerja nakhoda be-
serta anakbuahnya dirasakan kurang baik, charterer sarna se-
kali tidak dibenarkan untuk menempuhjalan sendiri dalam hal
ini misalnya ~emerintahkan nakhoda untuk mengganti bebera-
pa awak kapal~ Dalam kejadian demikian charterer hanya ber-
hak mengajtikan usul dan memberikanlaporan ten tang ketidak
sempumaan pelaksanaan kerja nakhoda dan anak buahnya ke-
pada pemilik kapal, dan hal ini tergantung kepada penilaian
owner, apakah perlu pergantian nakhoda beserta awak kapaJ-
HUKuM CHARTER KAPAL LAUT

M'a ~:-'i~ (dissatisfactions With master and crew).


o. Tenfang disbursement expenees ymt_ menjadi tanggung jawalJ
charterer hams menjadi ditentukan secara jelas dan tegas, juga
tentang ketegasan pemilik kapal bila uang sewa kapal tidak di-
bayar charterer apakah berh~k menahan muatannya, sebalik-
nya bila kapal yang disewa ternyata Udak dapat dipergunakan
padahal uang sewa telah dibayar, apakah mimgkin -charterer
lflenahan kapa~ tersrbut.
'Pokok pokok persetujuan itu dicantumkan dalam naskah
perjafljian, dan secara kesepakatan bersama, perjanjian terse but di-
tanda tangani oleh kedua belah pihak. Dengan ditanda tanganinya
Charter Party, maka sejak tanggal penanda tanganan terse but ber.,.
lakwahmateri perjanjian itu. Mereka atau salah satu pihak yang
meJakukanirigkar janji, sudah terkena sanksi sanksiyang timbul a-
~bat tersebut, sanksi sanksi itu berwujud keharusan pihak yang
, melakukan ingkar janji memikulresiko resiko yang telah dimufa-
kati kedua belah pihak.

2;' Charter Kapal Laut Bagi Mengangkutan Penumpang. '


\'
Dalafu hut ,time charter, penggunaan kapalnya untuk pe-
ngangkutan penumpang sesungguhnya jarang sekali dilakukan, di-
mqlca sesungguhnya hallni telah disinggung. Menurnt pasal pasal
53~n, pasal 5330 dan J33;p KUI! Dagang secara gans besarnya
su~ ditegaskan pada ~umnya semua peraturan tentang ~e
charter, untuk pengangkutan barang barangberlaku pula bagi pe-
ngangkutan orang atau penumpang.
Dalam hal voyage charter demikian pula halnya, tetapi ka-
dang kadang dilakukan angkutan penumpang, apabila sekaligus su-
atu rombongan besar akan diangkut kesuatu tempat tujuan, misal-
nya jemaah haji, transmigrasi. Dalam voyage, charterpun menurnt
p~ pasal 533q sampai dengan S33u KUR Dagang ~ada umum
n§a segala peratul1l.fl dari pengangkutan barang m'utatis mutandis
1.. ' ..laku juga bagi pengangkutan orang-orang/ penumpang.
, Yang pokok~dalam pengangkutan penumpang ini, kewajib-
R,1B IIIr PeiakSll1ll1lln Charter Kapal !Aut dan Standard Kontrak. Sl

pengangkut untuk menjaga keamanan para penumpang sejak


mereka masuk kedalam kapal sampai saat mereka keluar dati d.
lam kapal (pasal 522iKtTH Dagang).
Menurut pasal 518 KUH Dagang, dengan tidak mengu-'
rangt tanggung jawabny~ terhciciap pihak yang mencharterkan ka-
pal, untuk memenuhi persetujuan yang dibuatnya, charterer ber-
hak mengadakan pencharteran terhadap pihak ketiga, menurut
waktu ataupun menurut peIjalanan. Bagi pengangkutanpenum-
pang ini, charterer berhak memakai seluruh ruangan kapal yang
telah disewakan (pasal 5l8a, KUH Dagang). Dalam segala hal
Dalam batas batas yang ditentukan dalam charter party, maka da-
lam segala hal yang mengenai penerimaan, pengangku tan dan pen-
charteran muatat;l, nakhoda harus mentaati perintah perintah char-
terer (pasal 5180 ~UH Dagang).
Tentang'penjagaan keamanan penumpang sejak masuk
kapal satnpai turun kapal di tempat tujuailcli muka sudah dijelas-
kan adalah tanggung jawab pengangkut, tetapi dalam pemeliharaan
nya adalah tanggung jawab charterer seperti ransum dan tempat
yang telah disewakannya dari pemilik kapal, dalam soal ransum bi~
asanya telah diadakan agreement antara charterer dengan pengang-
kut tentang jumlah ransum yang harns disediakan selaina peIjalan-
an, yang akan diperhitungkan oleh charterer kepada pengangkut,
untuk h3J jaminan ransunt ini charterer harus memberikan daftar
kekuatan penumpang yang jelas/riil (pasal 533n ayat (1 dalam »,
hal pembiayaan penumpang, pihak charterer berhak karenanya
menerima upah upah pengangkutan atas syarat syarat sebagaimana
dikehendaki, apabiJa kareis karas/ tickets peIjalanan diberikan
oleh atau atas nama nakhoda maupun oleh atau atas nama charter-
er, maka tanggung jawab terhadap penumpang ada pada pengusaha •
kapal dan charterer (pasaI 533n ayat (2,) dan (;!> KUH Dagang). .
Menurut pasal 5330 KUH, Dagang, apabiJa t;trnyata da-
lam charter party jumlah penumpang yang dapat diangku t telah di-
beritahukan charterer kepada pengangkut jumlahnya lebih besar
iari jumlah yang sebenarnya, maka upah pengangkutannya harns
jikurangi menurut imbangan, si pengusaha kapal diwajibkanpula
:nengganti kerugian, kecuali apabiJa charterer mengetahui dengan
52 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

pasti ten tang kapasitas daya angkut penumpang xapal terse but.
-'

Ketentuan-ketentuan diatas berlaku pulabagi anghitan pe-


numpang menurut perjalanan (voyage charter~. Selanjutnya,apabi-
la kapalnya musnah, atau mengalami kerusakan yang berat, sehing-
ga perbaikkrumya memakan waktu lama ataupuh sulit untuk diper-
baikinya lagi, maka persetujuan dapat diputuskan, kecuali apabila
pengangkut sanggup atas tanggungan biayanya menyampaikan.pe-
numpang-penumpaiig terse but ketempat/ pelabuhan tujuan (pasal
533s KUH Dagang).
Dalam· hal gugurnya perjanjian akibat hal di atas, penyewa
kapal diwajibkan membayar biaya perjalanan yang belum terselesai
kan itu, ag~r dengan ongkos sisa tersebut para penumpang dapat
melanjutkan perjalanannya,adapun jika kelak terdapat perselisihan '
atas biaya ini antara pengangkut dan charterer, dapat diselesaikan
dimuka hakim. Tetapi bila ada kemauan dari charterer untuk me-
nyampaikan para penumpang dengan kapallain ketempat tujuan,
maka charterer tinggal berurusan dengan pihak pengangkut dalam
soal ganti rugi.
Bila kapal dalam perjalanan, timbul peperangan yang dapat
menimbulkan bahaya-bahaya baik terhadap para penumpang mau-
pun terhadap kapalnya sendiri, maka kedua belah pihak dengan ke
sepakatan mengakhiri persetujuan tersebut, dan kedua belah pihak
sepakat untuk menyampaikan dan menyelematkan para penum-
pang ke pelabuhan/ tempat yang terdekat yang aman yang mung-
kin para penumpang dapat didaratkan (pasal 533u_ KUH Da-
gang). /
Dalam hal tanggung jawab dan ganti kerugian, pasal 522 a-
yat (2) dan ayat (3) KUH Dagang telah mengaturnya sebagai
berikut :
apabila seorang penumpang mendapat luka-luka berhubung de-
ngan pengangkutannya, maka pihak /
pengangkut diwajibkan
memberiganti kerugian, kecuali apabila lukanya disebabkan 0-
leh kesalahan penumpang itu sendiri atau oleh suatu peristiwa
yang timbul yang secara sewajarnya tidak dapat dihindarkan
pengangkut.
BAB III. PelaksaniJan Charter Kapal Laut dan Standard Kontrak. 53'
-
apabila seorang sampai meninggal dunia sebagai akibat dari lu-'
ka lukanya itu atau langsung meninggal dunia sebagai akibat
kesalahan pengangkut (tertimpa bend a keras karen a kecero-
bohan awak kapal), maka pengangkut harus memberi ganti ke-
rugian yang diderita oleh janda, anak anak dan orang tua dari
yang meninggal dunia itu.
Dalam pasal 526 a KUH Dagang ditentukan bahwa tuit-
tutan ganti kerugian dari penumpang atau akhli warisnya tan tang
pembayarannya hams didahulukan diatas lain lain ganti kerugian,
dan apabila luka luka atau tewasnya penumpang teisequtdiseb.ab-
kan kesengajaan pihak pengangkut atau culpa, maka ganti kerugian
dapat dituntut tanpa batas (pasal 527 KUH Dagang).

3. Charter l<apal Lau t 8agi Pengangku tan Barang.


Tentang pengangkutan barang di laut beldasarkan time'
charter diatur dalam pasal 517z sampai dengan 518q KUH Da-
gang. Dalam time chart~r ini sebagai telah dijelaskan dimuka, pe-
milik menyewakan kapalnya beserta seluruh awak kapal kepada
charterer, nakhoda beserta seluruh awak kapal dengan demikian
tetap menjadi karyawan dari pengusaha kapal, tetapi dalam hal me
laksanakan angkutan semala time charter betialan, mereka hams
mentaati perintah perintah dari charterer (pasal. 518c KUH Da
gang), perintah ini dikecualikan jika berhubungan dengan tata ker-
ja pada awak kapal (soal ini intem pengusaha kapal).
Berhubung nakhoda/ kapten kapal dapat mengeluarkan.kog
nosemen, maka apabila hal ini tetiadi, berdasarkan pasal 518d ayat
(2) yang bertanggungjawab atas pelaksanaan kOgilosemen itu adl:!-
lah pengusaha kapal dan charterer, dengan demikian kedua duanya
dapat dituntut untuk mengganti kerugian apabila tetiadi ketidak
beresan dalam pengangkutan barang barang tersebut. Dan apabila
pihak pengusaha kapal dihamskan membayar lebih dari pada Yang
dijanjikan terhadap charterer, maka penggantian kerugian demi-
kian dapat diperhitungkan dikemudian hari.
,
Karena ada kemungkinan, dalam time charter bahwa kapa)
yang dichartel]lya itu diperlukan untuk melaksanakan pelayaran
54 HUKUM CHARTER KAPAL LA UT

lebih dari waktu yang telah ditentukan, maka jika teIjadi demikian
, tambahan waktunya dari ketentuan yang telah ditentukan hams
mendapat pembayaran sebagaimana mestinya (pasaI5) 8f KUH-
Dagang). Selanjutnya bagi kapal kapal Indonesia yang diperguna-
kan untuk time charter, walaupun pelaksanaannya time charternya
dipersetujukan di luar negeri, maka ketentuan-ketentuan diatas ber
laku juga baginya,.pasal 518g, KUH Dagang) ...
Dalain hal voyage charter,tentang pengangkutan barang ba-
rang ini ketentuan ketentuannya tercantumdalam pasal 518h sam-
pai dengan 520r. Dalam voyage charter ini pengangkutan barang
dapat dilakukan dalam jumlah besar/ tertentu, umumnya terdiri
dari barang yang sejenis, dengan adanya persetujuan ini maka char-
terer _dapat mempergunakan selumh kapasitas kapal atau sebagian-
nya tergantung dari jumlah muatan yang akan diangkut ketujuan -
tujuan tertentu pula (pasal 518i" KUH Dagang). Jika ada pihak
ketiga yang meminta kepada charterer untuk diangkutkan pula
muatannya yang sejenis, selama mangan yang disewanya masih me
mungkinkan dapatlah permintaan demikian dilayani, cara pemba-
yarannya hams diperhitungkan bagi pengangkutan selumhnya, ti-
dak diperhitungkan secara time charter atau tidak selama kapalnya
dipakai (pasal 518k KUH Dagang).
Tentang inlading dalam voyage charter ini diatur dalam pa-
sal 518 I, 5 I 8m, 5180 sampai dengan 519a KUH Dagang, dalam
hal menentukan tempat atau pelabuhan bagi inlading ini terletak
ditangan charterer, sedang apabila pihak charterer lalai menentu-
kan pelabuhan untuk inlading ini, maka haknyajatuh ketangan pe-
ngangkut, jadi pengangkutlah yang akan menentukannya (pasal
518m KUH" Dagang).
Tentang in lading ini sebaiknya dilakukan secara keIja sama .
antara pengangkut dan charterer, agar dengan demikian pelaksana-
annya lebih lancar dan memuaskan kedu~ belah pihak (pasal 5180
sampai dengan pasal 519a KUH Dagang). Dalam hal diperlukan-
nya waktu yang lebih lama untuk inlading ini dari ketentuan yang
telah disetujui, maka charterer harus memikul biaya tambahan ter
sebut, sedang apabila terdapat penyingkatanwaktu dari yang se;."
mustinya a,kan diperoleh pengangkut sejumlah dispatch money

/
BAB Ill. Pelaksanaan Charter Kapal Laut dan Standard Kontrak. 55

(pasal 5l8u sampai dengan pasal 5l8y KUH Dagang).


Dalarn pengangkutan barang pihak charterer, ada kemung-
kinan pihak charterer tidak mempergunakan seluruh ruangan yang
telah dicharternya, kemungkihan ini berdasar perhitungannya un-
tuk mengosongkan ruangan lainnya demi kepentingan barang ba-
rang yang diangkutnya, perhitungan biaya ganti rugi atas hal ini
dipikul oleh charterer (pasal 5l8z KUH Dagang). ~
Dalarn hal menurunkan muatan Clossing) diatur dalam pa-
sal 5l9g sampai dengan 5l9s KUH Dagang, an tara lain penentu-
an tempat untuk lossihg itu adalah menjadi hak dari charterer, ke-
cuali charterer la1ai. Dalam lossing muatan tersebut agar masihg -
masing pihak merasa puas, diperlukan pula keda sarna yang sebaik-
baiknya antara pengangkut dengan charterer, dengan demikian le-
bih praktis, effisien dan berhasil guna.
Apabila dalarn lossihg muatan tersebut setelah sampai pada
tempat tujuan, pihak charterer lalai atau mendapat kesulitan da-
lam pelaksanaannya, maka kewajiban pengangkut untuk bertindak
menurunkan muatan tersebut dengan maksud untuk semen tara da-
lam gudangnya, kebijaksanaan pengangkut ini dapat dihentikan,
apabila charterer kemudian menepati kewajibannya (pasal 5l9m
KUH Dagang).
Dalarn pasal 5l9u sarnpai dengan 520 KUH Dagang, di-
tentukan ten tang kewajiban kewajiban untuk membayar upah pe-
ngangkutan, antara lain upah yang sepenuhnya hams dibayar char-
ter ialah :
pasal 5l9u KUH Dagang, apabila muatan barang telah sam-
pai dipelabuhan yang dituju (si alarnat) dan telah diserahkan
kepada charterer atau pemegang kognosemen
pasal 5l9w KUH Dagang, apabila ditengah pelayaran/ perja-
lanan,muatan barang dimihta untuk diturunkan oleh charterer,
pasal 5l9y KUH Dagang, apabila muatan barang se bagian-
nya terpaksadilemparkan kedalan'llaut, demi mencegah tengge-
lamnya kapal, atau menyebabkan kerusakan bagi barang ba-
, rang l a i h n y a . "
Disamping itu terdapat ketentuan ketentuan bahwa upah tidal<.
HUKUM CHARTER KAPAL LAcn
56

usah dibayar kepada pengangkut, yang tercantum dalam pasal pa-


sal beriku t :
pasal 519v KUH Dagang, bagi barang barang yang oleh pe-
ngangkut tidak disampaikan ketempat tujuan (si alamat), .
pasal 519u ayat (2), bagi barang~barang muatan yang ternyata
sesampainya di tempat tujuan, menderita kerusakan-kerusakan
hingga menjadi barang yang tidak berharga lagi, kecuali kalau
kerusakan-kerusakan ini disebabkan oleh charterer atau pihak-
nya atau oleh karena sifat dari barang itu sendiri,
pasal 519x KUH Dagang, untuk barang-barang ditengah per
jalanan terpaksa harus dijual karena menderita kerusakan dan
sebagai preventip untuk kerusakan lebih parah, kecuali bila ha-
sil penjualan itu memberi keuntungan yang cukup bagi charter-
er:
Mengenai pengangkutan barang barang potongan, dalam
KUH Dagang/ diatur dalam pasal-pasal 520g sampai dengan 520t
, titik berat pengangkutan barang barang demikian tidak pada ru-
angan ruangan yang harus disediakan untuk menampungnya, teta-
pi pada barang barang itu secara satu persatu, tentang penempatan-
nya diatur oleh charterer dan pihak pengangkut pad a ruangan-ru-
angan yang kiranya sestiai dan tidak akan menimbulkan kerusakan
atau kekeliruan.
BAB IV
ASURANSI LAUT

1. Peranan Asuransi Pada Pengangku tan Lau t.


" Tugas kewajiban pengangkut dalarn angkutan melalui laut,
dapat dikatakan euk~p berat mengingat perjuangan perjuangan pe-
ngangkut dalam bergelut menghadapi serangan badai, gelombang
dan kemungkinan serangan dari ikan ikan besar serta kapal a,ngkut-
nya kandas atau tp.enabra1(bukit karang yang. ada dibawahpennu-
kaan laut. Kejadian lainnya seperti yang dialami kapal angkut
Tampomas IIbelum lama bersetang, ratusa,n/penumpang menjadi
korban, berienis-jenis barang/ muatan penumpang tidak dapat di-
selamatkan. Siapakah yang menderitakerugian ? Dan siapa pula
yang harus bertanggungjawab dalam kejadian-kejadian di atas ? Ke-
,
semuanya itu telah dijelaskan pada. bab-bab terdahulu.
Dalam menghadapi keadaan <lemikian, pengangkut selalu
berdaya upaya ttnnik memperkecil tanggungjawab tanggungjawab
nya, terutamk dalam pelriik:ulan ganti rugi terhadap para penUm-
pang dan muatan barang, daya upaya ini hanya bisa berhasil de-
ngan cara rtlenurup pertanggungan angkutan melalui laut.
Asuransi laut merupakan bagian dari usaha perasuransian
pada umumnya, sebab itu ketentuan ketentuan dan atau peraturan
peraturan yang berhubungan deng3.Q, perUsahaan' asuransi laut ini,
pacta umumnya sebagian besar sam~dengan ketentuan-ketentuan
'atau peraturan-peraturan perasuransian pada umumnya, hanyaada
beberapa ketenhj,an khusus yang hanya berlaku pada asuransi laut
dan tidak berlaku pada jenis jenis usaha asuransi lainnya, dan ini
merupakan ciri eiri khusus asuransi laut. .
Dengan demikian, maka fungsi asuransi dilihafdari segi
ekonomi danb:qkum adalah sarna yaitu sebag3i pengejawantahan
daya-upaya atau usaha untuk memperkecil kerugian-kerugian yang
diderita penanggung dan tertanggung: dalam rangka menghadapi
58 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

yang mungkin timbul menimpa mereka.


Fungsi ini akan lebih jelas dikemukakan dalam definisi ten-
tang perjanjian asuransi yang dikemukakan oleh Ale brt Kunz -
Swissre dalam bukunya yang berjudul : Dasar-dasar Penutupan
Asuransi Marine, yaitu sebagai berikut :
"Perjanjian ganti rugi dengan cara dan sampai batas batas
yang. disepakati terhadap kerugian kerugian yang bertalian
dengan perfstiwa laut (marine adventure).
Pihak pihak yang turut serta: penanggung {insurer-
underwriter},
tertanggung (assured),
-. J mba 1 an pre m i" 2 2.
Batas batas yan~ telah disepakati oleh insurer dan assured.
ini, merupakan tujuan untuk memperkecil atau kalau mungkin un-
tuk memperkecil atau rrienghilangkan resiko baik yang harus dipi-
kul oleh pihak pengangkut maupun oleh pihak penumpang dan a-
tau muatan barang. Dengan demikian pelaksanaan charter kapal,pi-
hak tertanggung dapat terdiri dari pihak pengangkut maupun pi-
hak penumpang tergantung dari bunyi perjanjiannya.
Sifat asuransi, dapat berupa sifat selaku gejala ekonomi,ya-
itu mempunyai sifat memperkecil resiko, atau mengganti apa yang
menjadi resiko~ dan sifat lainnya yaitu sifat selaku gejala hukum
seperti yang dijelaskan q.alam pasai 1313 KUH Perdata, dan pasal
246 KUH Dagang.
Sehubungan dengan diadakannya charter kapal, ada ke-
mung kin an bahwa penumpang atau muatan yang sudah memiliki
dokumen angkutan/ dokumen muatan mengalami kecelakaan atau
kehancuran barang barang pada waktu dimua1:, maka bahaya di la-
ut dan di darat dapat digabungkan dengan demikian polisnya akan
mencakup:
marine adventure (peristiwa laut),
peristiwa yang sama atau bertalian dengan peristiwa laut, seper

22. Albert Kunz-Swissre, DASAR DASAR PENUTUPAN ASURANSI MAR/-


NE, alih bahasa Drs. C. Adnan, Devisi MIC Bag. Pendidikan, PT. ASUARANSI JASA IN-
DONESIA, Jakarta, 1977, haJaman 4.
BAB IV. Asuransi Laut. 59

ti pengangkutan melalui darat ke pelabuhan dinyatakan secara


tegas, atau karena kebiasaan dalam per(iagangan, dan resiko re-
siko bangunan (di daraO 2 3 .
Da1am hal charter kapa1, dengan ditutupnya asuransi oleh
pengangkut, maka resiko yang mungkin akan dihada,pinya, seandai
nya kapal tersebut mengalami bencana, dengan demikian dapat ber
arti bahwa tanggung jawab ganti rugi yang harus diberikan kepada
penumpang dan atau muatan barang seo1ah olah dia1ihkan pemiku1
annya kepada pihak asuransi yang bersangkutan, bahkan ka1au pe-
ngangkut te1ah menutup asuransi untuk kapa1nya (hull insurence)
maka pihak asuransi akan memberikan ganti rugi atas kerugian yg.
diderita kapal tersebut.
Da1am hal charter kapa1, baik time charter maupun voyage
charter, umumnya perjanjian charter hanya merupakan penyewaan
- sebagian ruangan atau dapat juga se1uruh ruangan kapal yang akan
digunakan untuk pengangkutan penumpang atau muatan barang,
sehingga pengangkut1ah yang mempunyai prakarsa untuk menutup
hull insurance, sedang penutupan pertanggungan bagi penumpang
dan barang dapat dilakukan penumpang atau pengirim barang itu
sendiri.atau me1alui pihak pengangkut, atau juga seperti yang ber-
1aku di Indonesia secara asuransi wajib (U.U. no. 33' tahun 1964
jo. PP. no. 17 tahun 1965).
Tetapi da1am hal misa1nya time charter, suatu perusahaan
angkutan yang bergerak mengangkut barang dan muatan penum-
pang me1a1ui 1autan, menyewa sebuah kapal untuk jangka waktu
yang lama (umpamanya 2 tahun) tanpa awak kapa1, dengan sendi-
rinya pihak pencharter karena keinginannya untuk mengurangi re-
siko bila se1ama masa persewaannya menga1ami musibah, pen char-
ter dapat menutup hull insurance untuk kapa1 sewaannya terse>ut.

2. Beberapa Ketentuan Penutupan Pertanggungan Sehubungan


Oengan Charter Kapal.
Bila terjadi misalnya sebuah kapa1 disewa untuk waktu

23. Albert Kunz-Swissers, op cit, halaman 4.


60 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

lama oleh sebuah perusahaan angkutan, maka demi memperkecil


resiko, kapal tersebut akan ditutup asuransinya, ketentuan ini di·,
perbolehkan, asal asuransi yang akan ditutupnya bukan. merupa-
kan penutupan untuk kedua kalinya dalam waktu yang sarna. dan
bahaya yang sarna yang telah dipertanggungkan untuk harga yang
sepenuhnya.
Pasa1252 KUH Dagang memperkuathal terse but, seper-
ti yang terkandung pada ketentuan di dalarnnya :
"Kecuali dalam hal hal yang disebutkan dalam ketentuan
undang undang, maka tak boleh.lah diadakan suatu pertang
gungan ke dua, untuk jangka waktu yang sudah dipertang-
gungkan untuk harganya penuh, dan demikian itu atas an-
. caman pertanggungan yang kedua tersebut" 2 4.
Dengan demikian maka apakah pihak yang mencharterkan
yang akan menutup pertanggungan untuk kapalnya ataukah pihak
charterer, kalau yang menyewakan yang menutup pertanggungan-
nya, pihak charterer wajib mengetahuinya, masalahnya ialah kelak
bila mengganti resikonya sehingga charterer tidak harus menang-
gungnya. Tetapi apabila llntuk hull insurance ini harga penutupan
yang pertama belum merupakan harga sebuah kapal yang ditutup-
nya, maka penutupan asuransiuntuk harga yang belum ditutup ter
sebut masih bisa dilakukan, misalnyasebuah kapal harga belinya
US $. 3.000.000,- pemilik atau penutup asuransi pertania baru
m:enutupnya unt]..lk ganti rugi sebesar US $. 2.000,000,-, maka pe-
nutupan asuransi yang US $. 1.000.000,-bisa dilakukan oleh char-
terer yang akan mengontrak kapal :tersebut untuk jangka waktu 2
tahun. Jika terjadi bencana, pihak pemilik akan memperoleh ganti
rugi sebesar US $. 2.000.000,- sedang charterer akan memperoleh
sebesar US. $. 1.000.000,-, uang mana dapat diserahkan kepada'
pemilik untukmelengkapi harga kapal yang terkena bencana.
"Apabila berbagai penanggungan, dengan itikad baik, telah
diadakan mengenai satu satunya barang, sedangkan dalam
pertanggungan yang pe;ta'rniiha'rga sepenuhnya telah diper-
tanggungkan, maka hanya pertanggungan yang pertama itu.
--~'"---
"" , Subekti Sil. Pro[., dan Tjitrorudibyo. op cit, haIaman 75.
BAB IV. Asuransi Laut. 61

sajalah yang mengikat, sedangkan para penanggung yang


berikutnya dibebaskan.
Apabila dalam pertanggungan yang pertama itu tidak diper
tanggungkan harga sepenuhnya, maka para penanggung yg.
berikut bertanggung jawab untuk harga yang selebihnya,
menurut tertib waktu ditutupnya pertanggungan pertang-
gungan yang berikut itu" 2 5 .
Da1am hal hull insurance ini, petjanjian penutupan pertang-
gungan akan merupakan suatu petjanjian ganti rugi, yang masing
beritikad . baik mengadakannya (Uber rimai fidei), petjanjian ini
berkenaan dengan bagian tertentu dari kepentingan murni da1am
objek yang disebutkan terhadap resiko yang dinyatakan dengan te-
gas yang kemungkinan menimpa objek tersebut, dengan imba1an
.atas penggantian kerugian itu ditetapkan berdasarkan perhitungan
tertentu.
Proposal Fonn yang harus diisi oleh penutup asuransi (ter-
tanggung) sebagai tanda dimu1ainya kesepakatan itu, ialah sebagai
berikut:
a. Nama yang meminta penutupan asuransi :
b. Pemilik dari pada kapa1 yang akan dipertanggungkan :
c. Apakah kapal tersebut disewa ataukah dimiliki sendiri :
d. Keterangan terperinCi mengenai kapal, type dan tujuan peng-
gunaannya:
e. Luas jangkauan pe1ayarannya :
f. Luas jaminan asuransi yang diminta :
g. J angka waktu pertanggungan :
h. Keterangan mengenai perusahaan pemi1ik kapal tersebut :
i. Keterangan tentang fasilitas perawatan :
j. Perincian tentang penutupan asuransi sebe1umnya :
k. Statistik kerugian dimasamasa 1ampau.
Dari hasil pengisian proposal fonn ini, Pimpinan Perusaha-
an Pertanggungan akan mempertimbangkan apakah penutupan per
tanggungan tersebut dapat diakseptir atall tidak. Dengan disetujui-

25. Subekti SH, Prof., dan R. Tjitrosudibyo, op cit, halamon 79.


62 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

nya segala apa yang tercantum dalam proposal fonn tersebut, Peru
sahaan Pertanggungan dan mengeluarkan Polis Asuransinya.
Untuk penutupan pertanggungan bagi para awak kapal, ka-
rena misalnya dalam charter tersebut hanya berupa sewa meny~wa
. kapalnya saja, sehingga pen charter mempergunakan awak kapal
sendiri untuk menjalankan kapal char!erannya itu, maka Proposal
Form untuk penutupan pertanggungan ini (Loss of Lisence dan
Kecelakaan diri) meliputi keterangan keterangan sebagai berikut :
a. Nama_dan alamat pemohon,
b. Fungsi dari pada awak kapal, apakah Nakhoda, Mualim, Akhli
mesin ataukah kelasi,
c. Usia, masing masing,
d. Perincian tentang pengalaman berlayar dan lain sebagainya,
e. Dan lain lain yang diperlukan sehubungan dengan kesehatan
dan kemampuannya.
.
Dalam hal penutupan asuransi untuk pihak ketiga/ penum-
pang yang bukan merupakan Asuransi Wajib, dapat dilakukan de-
ngan melalui pihak pengangkut, sehingga dengan teIjadinya benca-
na maka para penumpang yang meminta dilakukannya penutupan
asuransi itu, akan mendapatkan ganti rugi terhadap kecelakaan diri
atau juga dengan barang barang muatannya. Di Indonesia bagi para
penumpang yang melakukan pelayaran interinsuler dan berlaku tic
ket yang dikeluarkan oleh perusahaan perusahaan Nasiortal diwajib
kan membawa uang iuran wajib yang besarnya ditimtukan Pemerin
tah c.q. Perum Jasa RahaIja, iuran wajib ini berlaku sebagai premi /
sekaligus untuk satu kali pertanggungan, bila dalam peIjalanan pe-
numpang' tersebut mengalami kecelakaan. luran wajib ini berlaku
untuk semua penumpang tanpa kecualinya.
Dalam haL charter kapal, bagi charterer yang bermaksud
mengirimkan barang barang muatannya, dapat pula menutup per-
setujuan pertanggungan atas keuntungan yang oakan/ seharusnya di-
terima apabila barang barang tersebut.sampai ditempat tujuan, Ke-
untungan° yang tidak jadi diterima itu dalam dunia perdagangan su-
dah dapat dianggap sebagai suatu kerugian dan karena tujuan asu-
ransi adalah menutup kerugian maka keuntungan yang diharapkan
itu pun dapat dipertanggungkan dalam asuransi laut untuk bahaya
BAB IV. Asuransi Laut. 63

dan resiko seperti yang ditanggung da~am asuransi muatan. 26

Setelahpersetujuan penu tu pan pertanggungan dilakukan,


pihak tertanggung telah memenuhi kewajiban membayar preminya
sedang pihak penanggung telah mengetahui dengan yakin ten tang .
uang perta~ggungan yang ditutup, maka pertanggungan tersebut
sesungguhnya sudah berlaku, Pasal 257 KUH Dagang menyatakan
sebagai berikut :

"Perjanjian pertanggungan diterbitkan seketika setelah ia


. ditutup. Hak-hak dan kewajiban kewajiban bertimbal balik
dan si penanggung dan si tertanggung mulai berlaku sejak
saat itu, bahkan sebelum polisnya ditanda tangani" 2 7 •
Karena dalam angkutan penumpang dan barang sehubung-
an dengan diadakannya charter ini, membutuhkan waktu yang ce-
pat, sedang berdasarkan pengalaman biasa dalam hal menuntut u-
ang santunan bahwa Polis itu merupakan hal yang penting, maka
oleh karen a itu dalam hal penumpang atau barang muatan hendak
diasuransikan haruslah melalui pihak pengangkut, dengan demiki-
an pihak pengangkut selain turut bertanggung jawab akan tetjadi~
nya penutupan asuransi tersebut, juga pihak pengangkutlah yang
akan menguruskan polisnya dengan segera kepada penanggung.
Menurut pasal 256 KUH Dagang isi Polis Asuransi pada
umumnya adalah sebagai berikut :
hari pembentukan asuransi,
nama pihak yang selaku terjamin menyetujui terbentuknya
asuransi, yaitu atas tanggungannya sendiri atau atas tanggung-
an orang lain,
penyebutan yang cukup terang dari hal atau objek yang dija-
min,
jumlah uang yang mana diadakan jaminan (uang asuransi),
bahaya bahaya yang ditanggung oleh si penjamin,
mulai dan akhir tenggang waktu, dalam mana diadakan jam in-
an oleh penjamin,
26. Drs. F. D. C. Sudjatm/ko, POKOK POKOK PELAYARAN NIAGA, Bra·
tara, Jakarta, halaman 117. .
27. Subekti SR, Prot., dan R. Tjitrosudibyo, op cit, halaman 76.
64 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

• uang premi yang wajib dibayar oleh' pihak terjamin/ tertang-


gung,
pllda umumnya semua hal' yang perlu diketahui oleh pihak ma·
sing-masing, serta semua janji yang diadakan oleh kedua belah
piii:ak. 2 8 ' .

Segala apa yang tertulis dalam persetujuan penutupanasu-


ransi dan pada polisnya harns sarna, tidak boleh terdapat tulisan
yang ~rbeda beda, karena kalau terdapat keterangan keterangan
yang berbeda, bal demikian mengakibatkan batalnya pertanggung-
an (pasal 251 KUH Dagang).
Suatu penutupan perianggungan bagi para penumpang dan
atau barang dalam hubungan dengan charter, biasanya pencharter
yang bertanggung jawab pada tingkat pertama kepada para penum-
paltg atau pengirim barang yang diterima olehnya, menutup asuran
si bagi Para penumpangnya (rOmbongannya) dan barang barang ki-
riman yang dikirimkan melaluinya, dalam men@adapi' beberapa
kemungkinan maka pihak penanggung berhak untuk mereasuransi-
kannya kepada pasar asuransi internasional yang bermarkas eli
London. Tentang reasuransi ini diatur pula ketentuannya pada pa
,sal 271 KUH Oagang,-sehagai berikut :
. _ .. .",.: \""- - - . _.... -

. '"S'i penanggung selamanYa berkuasa untuk sekali lagi mem-


. ,fJf!1'tanggungkan apa yang telah dittinggung olehnya" 2 9 •
Maksud dati pada;dipertanggungkannya lagi pertanggungan terse-
but, kemudian mengingat' dana untuk mem bayar atau menyelesai'"
kan tuntutan pembayaran pertanggungan itu diperkirakan tidak a..
tau kurang mencukupi, dan cara ini sudah lazim dilakukan oleh pa-
ra pengusaha asuransi.
Seseorang yang telah menu tup pertanggungan, misalnya
"da1am hal ini pencharter belum tent'u atau belum pasti akan mem-
!'peroleh uangsantumin/ uang ganti kerugiah atas penumpang dan
,barang-barang yang dipertanl!gungkannya, kalau ,kecelakaan atau'

28. Subekti SH, ho/.. dan R. Tjitrosudibyo. op dt. htJlamlm 75.


29.i$UbektitSH, Pro/., dll1l R. Tjitrosudibyo, op dt. halmnlm 78.
BAB IV. Asuranri Laut. 65 .
· kermakan atau hilangnya barang-barang dan kecelakaan penum- .
pang selama dalam perjalanan angkutannya diakibatkan.oleli pihak-
pihaknya, hal ini menjadi resiko sendiri, maIah dalam hal demikian
chartererlah yang hams mengeluarkan ganti kerugian terhadap
yang dirugikannya. Misalnya pen charter memerintahkan agar ba-
· rang kiriman berupa sekian puluh ton terigu ditempatkan pada pal-
· ka bekas pengangkut kopra, pihak pengangkut telah membeiitahu-
kan akibat-akibatnya tetapi pencharter berkeras hati untuk tetap
menempatkannya pada palka tersebut, dengan demikian walaupun
muatan barang terse but telah diasuransikan, pihak penanggung ti-
dak akan membayar tuntutan ganti rugi atas kerusakan barang ter-
· sebut. Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan sebagai berikut :
"Tiap perbuatan melanggar huku';: yang membawa kerugi-
an kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena sa-
lahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian terse-
but" 30.

3. Beberapa asuransi yang ditutup sehuhungan dengan charter


kapal.

Dalam hal charter sebuah kapal yang umum (bukan berarti
sewa kapal tanpa awak kapal seperti telah dijelaskan di atas), maka
pihak pengangkut selalu berkehendak agar segala palayaran dan ke-
adaan didalam kapalnya ada dalam keselamatan.
Tetapi sebagai tindakan berjaga jaga, karena segala sesuatu tidak
dapat berlangsung sebagai apa yang diharapkan, maka pihak pe-
ngangkut telah menutup Hull Insurance dan loss lisence insurance
untuk para awak kapalnya.
Sedang untuk menghadapi resiko-reslko pertanggungan selama pe-
layaran dikarenakan pengangkut hams memikul tanggung jawab-
nya terhadap keselamatan penumpang dan barang-barang muatan
yang diangkutnya, beberapa pertanggungan yang berhubungan de-
ngan risiko dapat ditutupnya pula, dengan demikian maka tang-
gung jawab pengangkut menjadi lebih ringan, karen a seolah-olah
tanggung jawab ini telah dialihkan pertanggungannya kepada pihak
Asuransi.

30.Subekti SH, Prof, dan Tjitrosudibyo, K.U.H. PERDATA, haJaman 310.


,66 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

a. Free From Particular Average (FPA),


lalah pertanggungan dtmgan syarat bahwa penanggung bersedia
menutup asuransi yang tidak karenaresiko Particular Average,
kecuali kalau kerugian Particular Average itu terjadi karena ka-
pal kandas, tenggelam, terbakar atau bertubrukan. Syarat ini di
adakan penanggung mengingat keadaan fisik manusia dan be-
berapa jenis barang yang mudah menderita luka-Iuka atau ru-
sakI pecahl hancur dan lain sebagainya kalau terjadi kecelaka-
an keeelakaan seperti di atas.
b. With Average (WA),
Dalam pertanggungan ini dengan tegas dinyatakan berlaku ter-
hadap resiko-resiko yang lazim, terma~uk kerugian Particular
Average.
Berdasar perundang undangan di Inggris sesuatu penutupan
pertanggungan dengan syarat F. P. A. di atas, secara otomatis
berubah menjadi With Average kalau selama pelayaran tetiadi
bencana atau tabrakan tabrakan dan lain sebagainya.
Ketentuan ini menguntungkah tertanggung, karena .tidak saja
mengenai kecelakaan karena kesalahan kepentingan (subjek
matter of insurance) tetapi juga karena akibat yang d~ri laut.
c. All Risk,
Pertanggungan yang ditutup mengenai segala resikoyang mung-
kin akan timbul selama berlangsungnyapengan~utan barang
dan penumpang dari pelabuhan ketempat tujuan sesuai dengan
petianjian charter.
Umumnya yang ditutup oleh syarat all risk hanyalah bencana-
bencanal kerugian yang terjadi atau timbul dari luar yang ber-
sifat fisiko
d.
e. All" Loss or Damage, ,
Dalam pertanggungan all risk temyata resiko yang dipertang-
gungkan belum begitu luas~ karen a dalam ketentuan All risk!
terse but dikeluarkan bencana-bencana tertentu, maka untllk
menutup pertanggungan dengan syarat-syarat yang lebih luas
lagi, yaitu dengan menghilangkan syarat-syarat pembatasan se-
perti halnya dalam All Loss of Damage. Dalam syarat All Loss
of Damage ditanggung semua jenis bencana dan kerugian yang
· BAB .IV. Asurans; Laut.
67
,
telah menimpa muatan barang yang dipertanggungkan dengan
syarat memenuhi hal-hal sebagai berikut :
Kerugian harus teIjadi dalam masa berlakunya polis yang
bersangkutan.
bahwa kerugian tersebut benar-benar telah teIjadi atas ba-
rang barang muatan terse but.
icerugian atau bencana yang diderita itu akibat kesalahan
yang karena sengaja, tidak dapat menerima ganti kerugian.
f. General Average,
Dalam pertanggungan ini ditutup pertanggungan atas segala ke-
rugian yang diderita yang secara sengaja terpaksa dilakukan gu-
na menyelamatkan kapal dari bencana, misalnya karen a muat-
an kapal terlalu sarat (melebihi tonnage kemampuan angkut
kapal) sehingga kapal akan mengalami bahaya karam, sehingga
terpaksa sebagian muatan barang dibuang. Jadi dalam asuransi
ini malah keadaannya berbeda oengan asuransi umum, karena
dalam asuransi ini malah barang-barang muatan dibllang guna
menyelamatkan kapal.
Adapun syarat-syarat kerugian yang dimaksudkan General Ave
rage ini ialah :
Jettison of Cargo l (muatan barang yang terpaksa dibuang
ke laut, dengan maksud mengurangi daya bobot kapal),
segala kerusakan yang diderita akibat usaha untuk menye-
lamatkan kapal terse but,
segala biaya guna pembetulan kapal dan perlengkapannya,
biaya-biaya guna.mengeIjakan General Average, sewa tug-
boat, honorarium bagi akhli penghitung General Average
(General Average Adjuster).
Adakalanya bahwa seseorang atau suatu perusahaan men-
charter sebuah kapal angkut untuk·mengangkut barang-barang mu-
atan melalui route-route pelayaran yang banyak mendapat ganggu-
an baik karena akibat peperangan atau tindakan-tindakan dari para
penjahat,untuk mengatasi hal ini terutama untuk memperoleh gan- .
ti rugi bila barang-barangnya terkena musibah demikian, maka da-
pat diadakan pertanggungan molest, yaitu pertanggungan atas ke-
·jitdian kejadian yang menimbulkan kerugian seperti di atas.
HUKUM CHARTER KAPAL LAI/T

4. Asuransi Wajib pada pengangkutan laut dengan charter.


Bagi para penumpang di negara kita, baik yang akan me-.
numpang kapallaut, atau keterangan keterangari bermotor lainnya
diharuskan membayar uang iuran wajib dalam rangka pertanggung-
an terhadap penump¥1g. .
Ketentuan ten tang Pertanggungan Wajib ini terdapat dalam Un-
dang-undang no. 33 tahun 1964 jo. Peraturan Pemerintahno. 17
Tahun 1965 tentang Ketentuan-ketentuan Pelaksanaan, dan Per-
tanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.
luran Wajib dalam rangka Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penum
pang ini,wajib ditutup atau dibayar oleh setiap penumpang danka~
lau tidak dijalankan;mereka akan terkena oleh sanksi sanksi dari
Pemerintah, baik kepada perusahaan angkutan sendiri maupun ba-
gi para penumpangnya.
Menurut pasal 2 Peraturan Pemerintah no. 17/ 1965 ters&
but bahwa untuk jaminan pertanggungan .kecelakaan diri maka se-
tiap penumpang kapallaut diharuskan membayar iuran yang besar-
nya ditentukan oleh pemerintajt c.q Perum Jasa Raharja untuk se-
tiap kali peIjalanan yang mereka lakukan. (-
Tentang ketentuan besarnya uang iuran wajib ini sebenar-
nya disesuaikan dengan kemampuan penumpang yang umum yang
artinya dapat dijangkau oleh sebagian besar penumpang, dan disela""iJ
raskan dengan keadaan yang berlaku, karen a itulah taripnya dise-
but tarip yang bersifat progresif, maksudnya Pemerintah kita me-
wajibkan setiaR penurnpang menutup pertanggungan wajib ini, ti-
dak lain untuk melindungi penumpang sendiri agar dalam setiapke
celakaan dalam peIjalanan/ ~pi:mgallgkutan melalui laut dalam per-
airan Indonesia, segera dapat diberikan_gant( rugi sehubungan de-
ngan kecelak.aan yang diderita para penumpang. Jadi PP. nomor
17/ 1965 ini tidak berlaku bagi pertanpgan barang barang yang
menderita kerusakan, hHang atau hancur d3J.am peIjalanan.
Memang ada baiknya pemerintah mewajibkan setiap pe-
numpang menutup pertanggungan wajib bagi kecelakaan penum-
pang ini, mengingat tidak semua penumpang memahami ten tang
perasuransian, padahal setiap penumpang dan atau akhli warisnya
m:enghendaki ganti rugi atau santunanbila teIjadikecelakaan, ~
BAB III Pelaksanaon Charter Kapal Lout daTI Standard Kontrak.
69·

untuk menutup pertanggungan mi sangat mudah sehingga dapat di-


1akukan oleh setiap penumpang yang awampun. Menurut pasal 3
PP NQ. 17/ 1965':
a. Premi atau iuran wajib pertanggun~an ~ajib bagi kece1akaan
ini harus dibayar oleh para penumpang sekaligus bersama-~a­
ma waktu membayar harga ticket angkutan kapal,
b. Perum Jasa Rahatja te1ah mende1egasikan wewenang untuk pe-
mungutan iuran wajib ini kepada para petugas Angkutan Laut
yang me1ayani penjua1an ticket penump!ffig, dengan ketentuan
tegas tanpa ada seorang penumpangpun yang diberi ticketnya
dengan tidak dipungut uang iuran wajibnya.
Para petugas penjualan ticket penumpang inilah yang harus ber-
. tanggung jawab kepada pemerintah C.q Perum Jasa Raharja baik
dalam tanggung jawab pertanggungan ini maupun penyetorannya
kepada pemerintah, yang harus dipertanggung jawabkan setiap
tanggal 27 da1am bulan yang sedang berjalan.
Untuk setiap penumpang yang te1ah me1unasi iuran wajib
bagi pertanggungan wajib ini, diberikan sehe1ai Kupon Pertanggung
an yang akan berlaku sebagai bukti/ polis da1am menuntut uang
ganti rugi pertanggungan kece1akaan diri.
Untuk mengetahui dan kemudian memberikan sanksi-sank-
si kepada para peHmggar, maka menurut pasa16 PP. No. 17/ 1965
setiap penurnpang yang pada waktu diadakan pengontro1an oleh
yang berwenang (aparatur Pemerintah, petugas Perum Jasa Raharja
, Dinas La1u Lintas Angkutan Laut atau instansi yang ditunjuk un-
tuk me1akukan pengawasan), ternyata tidak dapat memperlihatkan
Kupon Pertanggungan Wajib tersebut, maka baik penumpang yang
bersangkutan dan atau Perusahaan Angkutan Laut tersebut akan di
kenakan sanksi-sanksi berdasarkan pasa121 PP. no. 17/ 1965, anta-
ra lain :
kepada penumpang tersebut akan dikenakan denda sebesar
Rp. 25.000,- per sekali pe1anggaran,
kepada perusahaan angkutan yang bersangkutan (yang menge-
1uarkan ticket penumpang) yang 1a1ai memberikan Kupon Per-'
tanggungan jawabnya menyetor uang iuran wajib tersebut di-
kenakan denda setinggi-tingginya sebesar Rp. 1.000.000,- di-
70' HUKUM CHARtER KAPAL LAUT

samping itu dap'at pula dicabut izin usahanya untUk selama-Ia-


manya 3 bulan.
Menuru t pasal 10 PP. No. 17/ 1965, para penumpang yang
berhak mendapat ganti rug;. pertanggungan ialah mereka yang me-
numpang kapallaut antara saat naik alat angkutan perusahaan per-
kapalan/ pelayaran yang bersangkutan di tempat berangkat dan sa-
at turun di darat pelabuhan tujuan menurut ticket yang berlaku
untuk perjalanan kapal yang bersangkutan yang menderlta kecela-, '
kaan, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. kepada penumpang yang meninggal dunia dalam rangka me-
numpang kapal itu, dalam jangka waktu 365 hari sesudah terja-
dinya kecelakaan. .
b. kepada penumpang yang menderita cacat badan tetap, sehing-
ga anggota tubuhnya tidak bisa dipergunakan lagi atau hilang
seketika, atau hilang karena pengobatan (operasi badan),dalam
jangka waktu 365 hari setelah teIjadinya kecelakaan.
c, biaya perawatan dokter dan lain lain yang berhubungan de-
ngan kecelakaan badannya itu, dari hari pertama hingga 365
hari setelah terjadi kecelakaan tersebut.
d. dalam hal korban meninggal dunia dan tanpa akhli waris maka
kepada yang menyelenggarakan penguburannya diberikan bia-
ya benguburan sepenuhnya~

fentang hal cac~t badan tetap, ketentuan ganti rugi pei--


tanggungan menurut pasal 10 ayat (3) diatur sebagai berikut ;
DALAM HAL CACAT TETAP DARI : KANAN KIRI
kedua lengan atau kedua kaki .......... '... '. 100%
satu lengan dan satu kaki ................. 100%
. penglihatan dari kedua mata .............. '. 100%
akan budi seluruhnya dan tidak dapat sembuh'
yang menyebabkan tidak dapat melakukan se-
suatu pekerjaan .... " . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 100%
lengan dan sendi bahu ................... 70% 60%
lengan dari atas atau sendi siku siku . . . . . . . .. 65% 55%
lengan dari atas atau sendi pergelangan tangan- 60% 50%
BAB III. Pelakllll1UlJln Charter Kapal Lout dan Standard Kontrak. 71.

satu kaki ......... ~ . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 50% 50%


pengliha~dari ~tu mata ................ 30% 30%
ibujari tangan ......................... 25% 20%
telunjuk tangan ............. ~ ......... ~ 15% 10%
Kelingking tangan ........... ~ .. ~ .. ~ . .. .. 10% 5%
jari tengah atau jari manis tangan . . . . .. . .... 10% 5%
tiap tiap jari kaki .. ~ .... ~. ... . . . . . . . . . . . 5% 5%

Ketentuan tersebut merupakan pa~okan dalam memberi ganti rugi


atas ca~at badan tetap, dan sekiranya seor~mg penumpang·;enderi~
ta cacat beberapa anggota tubuhnya, maka perhitungan ganti rugi
pertanggungan yang harus diserahkan adalah dengan menggunakan
pedoman tersebut, maksimal tidak boleh melebihi 100% ganti rugi
pertanggungan yang te~ah ditentukan.
Ganti rugi pertanggungan diberikan kepada akhli waris.nya
. ·bagi korban yang meninggal dunia (isteri/ duda. anak anak atau o-
rang tuanya) .dan ganti rugi pertanggungan ini baik yang meninggal
maupun yang menderita cacat badan tetap harus diberikan lang-
sung kepada akhli waris yang syah, atau bagi yang menderita cacat
langsung kepada yang bersangkutan.
Ganti rugiini tidaIc diberikan kepada penumpang yang me-
ninggal dunia atau yang menderita cacat badan tetap, yang dalam
menjadi korbannya atas perbuatan sendiri atau kesalahan sendiri,
dan kepada mereka yang tidak memiliki' Kupon Pertanggungan.
Menurut pasal 14 PP. rio. 17/ 1965. bahwa ganti rugi per-
tanggungan ini khusus merupakan ganti rugi yang diberikan peme-
rintah berdasarkan pertanggungan wajib kecelakaan, sedang hal ini
tidak mengurangi tanagung jawab pengangkut/ dan atau pihak lain
yang dapat dipersalahkan menurut hukum pidana, perdata dan per
janjian perjanjian internasional yang bersangkutan untuk kecelaka-
an yang terjadi.
Besarnya santi rugi pertanggungan wajib yang telah diberi-
kan kepada para korban yang meninggal adalah sebesar seratus ri-
bu rupiah (Rp. 100.000,-) per korban.
THE HAGUE RULES
INTENATIONAL CONVENTION FOR
THE UNIFICATION OF CERTEIN RU-
LES RELATING TO BIL~S OF LADING

Agustus 25-,-1924.

ARTICLE 1
. In this Convention the following words are employed with
the meanings set oufbelow :.... . , . ,
a.~'Carrler"'includesthe owner or the charterer who enters into
a contract of cairiage with a shipper. ~
b. ~Coiltract of Carriage"'applies' only t'O contract of carriage cp-
vered by a 'bil(of lading or any similar document of title, in so
far as such dOCumerit relates to the.carriage of goods by sea,
including any'bill of ladmg or any similar document as afore-
said issued under or pursuant to a charter party from the mo-
ment at which such bill of lading or ,similar document of title
regulates the relations between a carrier and a holder of the,
same. .
c. "Goods" includes goods, wares, merchandise and -articles!af
every kind whatsoever except live animals and cargowlrich ~y
the contract of carriage is stated as being carried on deck and
is so carried.
d. "Ship" means any vessel used for the carriage of goods by sea.
e. "Carriage of goods" covers the period from the time when the
goods are loaded on to the time they are discharged from the
ship . .

ARTICLE 2
Subjeck to the provisions of Article 6, under every con-
.ract of carriage of goods by sea the carrier, in relation to the load-
ing handling, stowage, carriage, custody, care and discharge of

72
BAB IV. Asuransi /Aut. 73

. 5. The shipper shall be deemed to have guaranteed to me carrier


to accuracy at the time of shipment of the marks, number,
quantity and weight, as furnished by him, and the shipper shall
indemnity the carrier against all loss, damages and expences
arising or resulting from inaccuracies in such particulars. The
right of the carrier to such indemnity shall in; no way limit his
responsibility and liability under the contract of carriage to
any person other than the shipper.
6. Unless noties of loss damage and the general nature of such
loss or damage be given in writing to the carrier or his agent at
the prot of disthargebefore or at the time of the removal of
thegoeds into the custody or the person entitled to delivery
there of under the contra€-t bf' carriage, such removal shall be
prima facie evidence of the delivery by the carrier of the
goods as described in the bill of lading.
If the loss or damage ismot ap,parent, the notice must be given
within three days of the delivery of the goods. The notice in
writing,need not be given if the state of the goods has, at the
time of their receipt, been the subject of joint surveyor inspec
tion.
In any event the carrier and the ship shall be discharged from
all liability in respect of loss or damage unless suit is brought
within one year after delivery of the goods or the date when
the goods should have been delivered.
In the case of any actual or apprehended loss or damage the
carrier and the receiver shall give all reasonable facilities to
each other for inspecting and tallying the goods.
7. After the goods are loaded the bill of lading to be issued by
the carrier, master, ,or agent of the carrier, to the shipper shall,
if the shipper so 'demands, be a "shipped" bill of lading, provi-
ded that if the shipper shall have previously taken up any do-
cument of title to such goods, he shall surrender the same as
against the issue of the "shipped" bill of lading, but at the op-
tion of the carrier such document of title may be noticed at
the port of shipment by the carrier, master, or agent with the
name or names of the ship or'ships upon which the goods have
been shipped and date or dates of shipment, ~d when so
74 HUKUM CHARTER KAPAL LA UT

such goods, shall be subject to the responsibilities and liabilities,


and entitled to the tights and immunities hereinafter set forth.

ARTICLE 3
1. The carrier shall be found before and' at the beginning of the
voyage to e}\ercise due diligence to :
a). Make the ship seaworthy,
b). Properly man, equip and supply the ship,
c). Make the llOlds, refrigerating ~d cool chambers, and all
other parts of the ship in which goods are carried fit and
safe for their reception, carriage and preservation.
2. Subject to the provision of Article 4, the carrier shall properly
and carefully load, handle, stow, carry, keep, care for, and dis-
charge the goods carried.
3. After receving the goods into his charge the carrier ot the mas-
ter or agent of the carrier shall, on demand of the shipper,issue
to the shipper a bill of lading showing among other things :
a). The leading marks necessary for indentification of the
goods as the same are furnished in writing by the shippers
before the loading of such goods starts, provided such
marks are stamped 'or otherwise shown clearly upon the
goods if uncovered, or on the cases or coverings in which
goods are contained, in such a manner as should ordinarily
remain legible untill the end of the voyage~
b). Either the number of packages or peices, or the quantity
or weigth, as the case may be, as furnished in writing by
the shipper,
c). The apparent order and condition of the goods.
Provided that no carrier, master or agent of the carrier shall be
bound to state or show in the bill of lading any marks, num ber
, quantity, or weight which he has reasonable ground for sus-
pecting not accurately to represen.t the goods actualy received,
or which he has had no. reasonable, means o~check~.
4. Such a bill of lading shall be prima facie evidenceI of the re-
ceip.t by the carrier of the goods as there in described in accor-
dance with 3, (a) (l?) and (c).
BAB IV. Asuransi Laut. 75

noted.. if it. shows the particulars mentioned in 3 of Article 3,


shall for the purpose of this Article be deemed to constitute a
"shipp ed" bill of lading.
8. Any clause, covenant, or agr~ement in a contract of carriage
relieving the carrier or the ship from liability for loss or dama-
ge to, or in connection with, goods arising from negligence,
fault, or failure in the duties and obligations provided in this
Article or lessening such liability otherwise than as provied in
this Convension, shall be null and void and of no effect. A be-
befit of insurace clause in favour of the carrier or similar clause
shall be deemed to be a clause relieving the carrier from liabili-
ty.

ARTICLE 4
1. Neither the carrier nqr the ship shall be for loss or damage ari-
sing or resulting from unseaworthiness unless caused by want
of dilligence on the part of the carrier to make the ship seawor
thy, and to secure that the ship is properly manned, equepped
and supplied, and to make the holds, refrigerating and cool
cham bers and all other parts of the ship in which' goods are
carried fit and safe for their receiption, carriage, and preserva-
tion in accordence with the provisions of 1 of Article 3. When-
ever loss or damage has resulted from unseaworthiness the bur-
den of proving the exercise of due diligence be on the carrier
or other person claiming exemption under this Article.
2. Neither the carrier nor the ship shall be responsible for loss or
damage arising or resulting from :
a). Act. neglect, or defaut of the master, mariner, pilot, or the
servants of the carrier in the navigation or in the manage-
ment of the ship;
b). Fire, unless caused by the actual fault or privity of the car-
rier,
c). Perils, dangers and accidents of the sea or other navigable
waters ;
d). Act of God,
76 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

e). Act of war,


f). Act of public enemies;
g). Arrest or restraint of princes, rulers or people, or seizure
under legal process;
h). Quarantine restrictions;
i). Act of omission of the shipper or owner of the goods his
agent or representative;
j). Strikes or lockouts or stoop age of restraint of labour from
whatever clause, whether partial or general,
k). Riots and civil commotions;
1). Saving of attempting to save life or property at sea,
m). Wastage in bulk or weight or any other loss or damage ari-
sing from inherent defect, quality or vice of goods.
n). Insufficiency of facking ;
0). Insufficiency of inadequacy of marks;
p). Latents defects not discoverable by the due diligence;
q). Any other cause arising without the actual fault or privity
of the carrier or without the fault or neglect of the agent
or servants of the carrier, but the burden of proof shall be
on the person claiming the benefit of this exeeption to
show that neither the actual fault or privity the carrier nor
the fault or neglect of the agent or servants of the carrier
contributed to the loss or damage.
3. The shipper shall not responsible for loss or damage sustained
by the. carrier of the ship arising or resulting from any cause
without the act, fault or neglect of the shipper, his agents or
his servants.
4. Any deviation in saving or attemping to save life or property at
sea or any reasonable deviatiop shall not be deemed to be in-
fringement or breach of this Convention or of the contract of
carriage, and carrier shall not be liable for any loss or damage
resulting there from.
5. Neither the carrier nor the ship shall in. any event be or be-
come liable for any loss or damage to or in connection with
goods in an amount exceeding 100 pounds sterling per packed
or unit, or the equivalent of that sum in other currency unless
nature and value of such goods have been declared by the ship-
BAB IV. Asuransi Laut. 77

per before shipment and inserted in the bill of lading.


This declaration if embodied in the bill of lading shall be prima
facie evidence, but shall not be biding or conclusive on the car-
rier.
By agreement between the carrier, master or agent or the acr-
rier and teh shipper another maximum amount than that men-
tioned in this paragraph may be fIxed, provided that such
maximum shall not be less than the figure above named.
Neither the carrier nor the ship shall be responsible in any
event for loss or damage to, or in connection with, goods if the
nature or value there of has been knowingly misstated by the
shipper in the bill of lading.
6. Goods of an inflammable, explosive or dangerous nature to the
shippment where of the carrier, master of agent of the carrier
has not consented with knowledge if their nature and charac-
ter, may at any time before discharge be landed at any place,or
destroyed or rendered innocuous by the carrier without com-
pensation and the shipper of such goods shall be liable for all
damages and expences directly or indirectly arising out of or
resulting from such shipment. If any such goods shipped with
such knowledge and consent shall be come a danger to the ship
or cargo, they may in like manner be landed at any place, or
destroyed or rendered innocuous by the carrier liability on the
part of the carrier except to general average, if any.

ARTICLE 5
A carrier shall be at liberty to surender in whole or in part
all or any of his rights and immunities or to increase any of his r~s­
cponsibilities and abligations under this Convension, provided such
surrender or increase shall be embodied in the bill of lading issued
to the shipper. :
The provisions of this Convension shall not be applicable
to charter parties, but bill of lading are issued in the case of a ship
under a charterparty they shall comply with the terms of this Con-
vension~Nothing in th~e rules shall be held to prevent the insertion
,
78 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT.

in a bill of lading of any lawful provision regarding general average..


~

ARTICLE 6
Not with standing the provisions of the preseding Article,
a carrier ,master or agent of the carrier and a shipper shall in regard
to any particular goods be at liberty to enter into any agreement
in any terms as to the responsibility and liability of the carrier for
such goods, and as to the rights and immunities of the carrier in
respect of such goods, or his obligation as to seaworthiness, so far
as this stipulation is not contrary to publicy, or the care or diligen-
ce of his servent or agent in regard to the loading, handling, stowa-
ge, carriage, custody, care and discharge of the goods carrier or
shall be issued and that the term agreed shall be embodied in a
receipt - which shall be a nonnegotiable document and shall be
marked as such.
Any agreement so entered into shall have full legal effect.
Provided that this Article shall not apply to ordinary com-
mercial shipments made in the ordinary course of trade, but only
to other shipments where the character or condition of the proper-
ly to be acrried or the circumstances, terms and conditions under
with the carriage is to be pel'formed are such as reasonablely to
justify a special agreement.

ARTICLE 7
, Nothing here in contained shall prevent a carrier or a ship-
per ~rom entering into any agreement, stipulation, condition, reser
vasion or exemption as to the responsibility and liability of the car
rier or the ship the loss or damage of goods prior to the loading
on, and subsequent to, thedischargel from the ship on with the
goods are carried by sea.
BAB IV. Asuransi Laut. 79

ARTICLE 8
The provisions of this Convention shall not effect the rights
and obligations of the carrier under any statute for the time being
in force relating to the limitation of the liability of owners of sea-
going vessels.

ARTIC.LE 9
The monetary units mentioned in this conventi@n are to
be taken to be gold value.
Those contracting States in which the pound sterling is not
a monetary unit reserve to them selves the right of translating the
sums indicated in this Convension interns of pound sterling into
terms of their own monetary system in round figures.
The national laws may reserve to the debtor the right of
discharging his debt in national currency according to the rate of
exchange prevailing on the day of the arrival of the ship at the
port Of discharge of the goods concerned~ :

ARTICLE 10
The provisfons of this Convention shall apply to aU bills of
lading issued in any the contracting States.

ARTICLE 11
Mter an interval for not more than two years from the day
on which the Convention is signed the Belgian Government shall
place it self in cemmunication with the Governments of the high
Contracting Parties which have declared them selves prepared to
ratify the Convention, with a view to deciding whether it shall be
put into force. The ratifications shall be "deposited at Brussels at 'c

·a date to be fixed by agreement among the said Governments. The


80 HUKUM CHARTER KAPAL LAUT

frrts deposit of ratifications shall be recorded in a procesverbal sig-


ned by the representatives of the Powers which take part there in
and by the Belgian Minister of Foreign Affairs.
The subsequent deposit of ratifications shall be m.ad~ by
means of a written notification, addressed to the Belgian Govern ,
ment and accompanied by the iIlstrument of ratification.
A duly certified copy of the proces verbal relating to the
first deposit of ratifications, of the notifications, referred to in the
previous paragraph, and also of the instrument of ratification ao-
compaying them, shall be immediately sent by the Belgian Govern-
ment through the diplomatic channel to the Powers who have sig-
ned this Convension or who acceded to it. In the cases contempla-
ted in the preceding paragraph, the said Government shall inform
them at the same time of the date on which it received the notifi-
cation.

ARTICLE 12
Non signatory States may accede to the prevent Conven-
tion whether or not they been represented at the International
Conference at Brussels.
A states which desires to accede shall notifi its intention in
writing to the Belgian Government forwarding to it the document
of accession, which shall be deposited in the archieves of the said
Government.
Tht Belgian Government shall immediately forward to all
the States which have signed or acceded to the Convention a duly
certified copy of the notification and of the act of accession men-
tioning the date on which it received the notification. '

ARTICLE 13
The High Contecting Parties may at the time of signature
BAB IV. Asuransi Laut. 81

ratification or accession declare that their acceptance of the pre-


sent Convention does not include any or all of the self governing
dominions, or of the colonies, overseas possessions, protectorates
or~nder their sovereignity or outhority, and they may subsequent
ly accede separately on behalf of any self governing dominion, co-
lony, overseas prosession, protectorate or territory excluded in
their declaration, They may also denounce the Convention separa-
tely in accordence with its provisions in respect of any self gover-
ning dominion, or any colony, overseas possession, protectorate or
territory under their sovereignity or outhority. .

,. ARTICLE 14

The present Convention shall take effect, in the case of the


States which have taken part in the fIrst deposit of ratifications,
one year after the date of the protocol recording such deposit.
As respects the States which ratify subsequently or which
accede, and also in case in which the Convention is subsequently
put into effect in accordance With Article 13, it shall take effect
six months after the notifications specified in paragraph 2 of Artic
Ie 11 and paragraph 2 of Article 12 have been received by the Bel-
gian Government.

ARTICLE IS
In the event of one contracting States wishing to denounce
the present Convention, the denunciation shall be notified in wri-
ting to the Belgian Government, which shall immediately commu-
nicate a duly certified copy of the notification to all other States,
informing them of the date on which it was received.
The denuciation shall only operate in respect of the state
which made the notification, and on the expire of one year after
. the notification has reached the Belgian Government.
82 HUKUM CHARTER KAPAL LA UT

ARTICLE 16

Anyone the contracting States shall have the right to call


for a fresh conference with a view to considering possible amend-
ments.
A States which would exercise the right should notify its
intention to the other States through the Belgian Govemement,
which would make arrangements for convening the conference.
Done at Brussels, in a single copy, August 25 th, 1924.

PROTOCOL OF SIGNATURE.
At the time of signing the International Convention for the
unification of certain rules of law relating bills. of lading the Peleni-
potentiaries whose signatures appear be low have adopted this pro-
tocol, which will have the same force and the same value as if its
provision were inserted in the text of the Convention to which it
relates.
The High Contrakting Parties may give effects to this Con-
vention either by giving it the fqrce of low or by including in their
National Legislation in a form appropiate to that legislation to the
rules adopted under this Convention.

TAMAT
BAB IV. Asuransi Laut.
83

DAFTAR KEPUST AKAAN

1. Subek ti SH, Prof., dan R. Tjitrosudibyo, KITAB UNDANG -


UNDANG HUKUM DAGANG DAN UNDANG -
UNDANG KEPAILITAN, Pradny a Paramita, Jalcar~
ta, 1980. . .
·2. Subek ti SH, Prof., dan R. Tjitrosudibyo, KITAB UNDA NG-
UNDANG HUKUM PERDATA/ BURGELIJK
WETBOEK, Pradnya Paramita, Jakarta , 1976.
3. Subek ti SH, Prof., POKOK POKOK HUKUM PERDATA, Pe-
nerbit Intermasa, Jakarta , 1977.
4. Subek ti SH, Prof., ANEKA PERJANJIAN, Penerbit Alumni,
Bandung, 1979.
5. Sudjat miko, Drs., POKOK POKOK PELAYARAN NIAGA, Pe-
nerbit Bhratara, Jakarta , 1979.
6. Santoso Poedjo soebro to, SH, DR.,HUKUM PERTANGGUNG-
AN JIWA DI INDONESIA, Bharata, Jakarta , 1966.
7. Wirjono Prodjo dikoro SH, DR., HUKUM LAUT BAGI INDO -
NESIA, Sumur Bandung, Bandung 1970.
8. Wirjono Prodj odikoro , SH, Prof, DR.,HUKUM ASURANSI DI-
INDONESIA, Pembingbing Masa, Jakarta , 1972.
9. Soeka rdono SH, Prof. R, HUKUM DAGANG INDONESIA, Pe
nerbit Dian Rakya t, Jakarta , 1975.
10. Emmy Pangaribuan S, SH. Prof., HUKUM PERT ANGG UNG-
AN DAN PERKEMBANGANNYA; Bursa Buku, Ja
karta, 1980.
11. Tirtaamidjaja, Mr. M. H., POK-0K POKOK HUKUM PERN IA-
GAAN, Penerb it Djainbatan, Jakart a, 1962.
12. Achma d Ichsan SH., HUKUM DAGANG, Pradny a Paramita,
Jakarta , 1976.
13. Hutab arat GKS, PENGANTAR PELAYARAN NIAGA,
. PT. Pembangunan, Jakart a, 1971.
14. A1bexLKunz Swissre, DASAR DASAR PENUTUPAN ASU-
HUKUM CHARTER KAPAL LAUT
84

RANSI MARINE, PT. Asuransi Jasa Indonesia, ja-


karta, 1977.
1S. Hennan A. Carel L., BSC, TEKNIK OPERASI PETIKEMAS,

Aksara Baru, Jakarta, 1980. 1.':',


16. THE HAGUE RULES, INTERNATIONAL CONVENTION,
1924.

-gkm-

(
\ ,

r
)

Anda mungkin juga menyukai