Anda di halaman 1dari 24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengujian Karakteristik Material

4.1.1. Hasil Pengujian Karakteristik Agregat Kasar

Agregat kasar yang digunakan pada penelitian ini adalah split ukuran

0,5-1 dan 1-2 yang telah melalui pengujian di Laboratorium Transportasi dan Jalan

Raya Fakultas Teknik Program Studi Sipil. Pemeriksaan ini dilakukan untuk

menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar dengan menggunakan

metode pengujian SNI. Hasilnya secara lengkap dapat dilihat pada Rekapitulasi

hasil pengujian sifat fisik agregat sesuai dengan metode pengujian yang dipakai

dan spesifikasi yang diisyaratkan disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. hasil pengujian karakteristik agregat kasar (split 1-2)

Persyaratan
No. Pengujian Hasil
Min Maks

1 Penyerapan (%) 2,45 - 3,00

a. Berat Jenis Bulk


2,56 2,50 -
(gr/cc)
b. Berat Jenis SSD
2 2,62 2,50 -
(gr/cc)
c. Berat Jenis Semu
2,73 2,50 -
(gr/cc)
3 Keausan Agregat (%) 38,54 - 40
4 Indeks Kepipihan (%) 8,295 - 10
5 Indeks Kelonjongan (%) - - 25
Sumber: Hasil pengujian dan perhitungan Lab. Transportasi dan Jalan Raya

28
Tabel 4.2. hasil pengujian karakteristik agregat kasar (split 0,5-1)
Persyaratan
No. Pengujian Hasil
Min Maks

1 Penyerapan (%) 2,35 - 3.00

a. Berat Jenis Bulk (gr/cc) 2,46 2,4 2,9


2 b. Berat Jenis SSD (gr/cc) 2,52 2,4 2,9
c. Berat Jenis Semu (gr/cc) 2,61 2,4 2,9
3 Keausan Agregat (%) 38,54 - 40
4 Indeks Kepipihan (%) 8,29 - 10
5 Indeks Kelonjongan (%) - - 25
Sumber: Hasil pengujian dan perhitungan Lab. Transportasi dan Jalan Raya

4.1.2. Hasil Pengujian Karakteristik Agregat Halus

Hasil pengujian agregat disajikan dalam tabel dan data selengkapnya dapat

dilihat pada lampiran-lampiran.

Tabel 4.3. hasil pengujian karakteristik agregat halus


Persyaratan
No. Pengujian Hasil
Min Maks

1 Penyerapan (%) 1,44 - 3.00

a. Berat Jenis Bulk (gr/cc) 2,64 2,4 2,9

2 b. Berat Jenis SSD (gr/cc) 2,70 2,4 2,9

c. Berat Jenis Semu (gr/cc) 2,60 2,4 2,9

3 Sand Equivalent (S.E), (%) 80,82 60 -

Sumber: Hasil pengujian dan perhitungan Lab. Transportasi dan Jalan Raya

29
4.1.3. Hasil Pengujian Karakteristik Aspal Minyak Penetrasi 60/70

Hasil pengujian aspal yang dilakukan terhadap material aspal Pertamina

jenis penetrasi 60/70 di laboratorium disajikan dalam tabel dan data selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran-lampiran.

Tabel 4.4. Hasil pengujian karakteristik aspal penetrasi 60/70

Sumber: Hasil pengujian dan perhitungan Lab. Transportasi dan Jalan Raya

4.2. Penentuan Gradasi Campuran Untuk Mencari KAO

Prinsip penentuan proporsi agregat untuk mendapatkan gradasi gabungan

yang memenuhi spesifikasi adalah sebagai berikut :

a. Penentuan gradasi setiap fraksi yang digunakan berdasarkan persen

berat lolos saringan.

b. Dengan menggunakan metode Trial and Error dilakukan penggabungan.

c. Agregat dan diperoleh persen proporsi masing-masing fraksi dari berat total

agregat.

Persen proporsi agregat masing-masing dikalikan dengan persen lolos

setiap saringan dari masing-masing fraksi dan jumlahkan untuk gradasi gabungan

pada nomor saringan. Dari hasil analisa saringan, dilakukan penggabungan

agregat dengan menggunakan metode Trial and Error, prinsip kerja Trial and Error

adalah:

30
a. Memahami batasan gradasi yang disyaratkan.

b. Memasukkan data spesifikasi gradasi pada kolom spesifikasi.

c. Memasukkan presentase lolos saringan, masing-masing jenis batuan

kedalam presentase passing.

d. Masukkan spesifikasi ideal yaitu nilai salah satu dari spesifikasi ideal yang

disyaratkan.

e. Mengambil salah satu dari spesifikasi ideal dengan jenis yang ada, dalam hal

agregat kasar, halus dan filler. Kemudian campuran ketiganya dengan jumlah

100% dan nilai penggabungannya mendekati nilai spesifikasi ideal yang telah

kita ambil.

f. Jika sudah mendekati salah satu nilai spesifikasi ideal dari ketiga agregat tadi,

yang lain dihitung dengan presentase yang sama. Sehingga dapat

dipergunakan sebagai gradasi untuk campuran aspal panas sebagai

perkerasan jalan.

Tabel 4.5. Gradasi Agregat Gabungan


PENGGABUNGAN AGREGAT

ANALISA AGREGAT METODE TRIAL AND ERROR (HRS) senjang WC

No. % Lolos % Lolos % Lolos BP 1 - 2 BP 0,5 - 1 Pasir Total Spesifikasi


Spesifikasi
Saringan BP 1 - 2 BP 0,5 - 1 Pasir 15% 23% 62% Agregat Ideal

19,1 (3/4") 100,00 100,00 100,00 15,00 23,00 62,00 100,00 100 - 100 100,00

12,7 (1/2") 69,69 100,00 100,00 10,45 23,00 62,00 95,45 90 - 100 95,00

9,52 (3/8") 2,93 62,71 100,00 0,44 14,42 62,00 76,86 75 - 85 80,00

No. 8 0,00 2,78 89,12 0,00 0,64 55,25 55,89 50 - 72 61,00

No. 30 0,00 0,00 69,96 0,00 0,00 43,38 43,38 35 - 60 47,50

No. 200 0,00 0,00 13,00 0,00 0,00 8,06 8,06 6 - 10 8,00
Sumber: Hasil pengujian dan perhitungan Lab. Transportasi dan Jalan Raya

31
Grafik 4.1.Grafik gradasi gabungan

Keterangan ;
Batas Atas dan Bawah
Total Agregat
Ideal Spec
Sumber: Hasil pengujian dan perhitungan Lab. Transportasi dan Jalan Raya

4.3. Analisa Karakteristik Campuran Untuk Mencari KAO

Sebelum kita melakukan analisa dari hasil pengujian Marshall, kita

menghitung karakteristik campuran aspal yang terdiri dari Stabilitas, Flow, Void in

Mixture (VIM), Void in Mineral Aggregates (VMA), Void Filled with Asphalt (VFA),

Density dan Marshall Quotient dengan menggunakan Metode Marshall Test

terlebih dahulu, dari hasil pengujian Laboratorium kemudian didapatkan hasil

perhitungan karakteristik Marshall dengan 5 variasi kadar aspal yang akan

digunakan yaitu kadar aspal 6%, 6,5%, 7%, 7,5%, dan 8%. Berikut merupakan

hasil rekapitulasi karakteristik Marshall dapat dilihat pada tabel berikut:

32
Tabel 4.6. Hasil Rekapitulasi Karakteristik Marshall
Kadar Aspal (%)
Sifat Campuran 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0
Stabilitas 888,60 976,35 1014,33 971,28 882,27
Flow 3,60 3,37 3,23 3,30 3,52
VIM 7,89512 6,30429 4,97937 3,77911 2,95489
VMA 20,1379 19,7439 19,5948 19,5639 19,8548
VFA 60,8545 68,0796 74,6754 80,6913 85,1404
Density 2,38566 2,36933 2,35322 2,33732 2,32164
Marshall Quotient 247,980 290,33 313,862 294,688 250,9
Sumber: Hasil pengujian dan perhitungan Lab. Transportasi dan Jalan Raya

Berdasarkan hasil pengujian, maka diperoleh nilai kadar aspal terhadap

karakteristik campuran seperti pada Tabel 4.6. Dari hasil pengujian tersebut kita

dapat menentukan nilai kadar aspal optimum. Semua nilai hasil pengujian

dimasukkan ke dalam grafik untuk mengetahui perlakuan yang terjadi sesuai

dengan hubungan antara kadar aspal terhadap karakteristik campuran tersebut.

4.3.1. Stabilitas

Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu

lintas tanpa terjadi perubahan bentuk (deformasi) seperti bergelombang, alur dan

bleeding akibat beban lalu lintas yang bekerja. Perkerasan yang mempunyai nilai

stabilitas yang tinggi akan mampu menahan beban lalu lintas yang besar.

Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas

yang akan dilayani. Faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas diantaranya adalah

kohesi aspal, kadar aspal, ketahanan gesekan antar agregat, tekstur permukaan

agregat, bentuk agregat, kepadatan campuran, kemampuan saling mengunci

antar agregat (interlocking), dan gradasi agregat. Grafik hubungan kadar aspal

33
terhadap stabilitas dapat dilihat pada grafik 4.2 Spesifikasi minimum yang

disyaratkan adalah 800 Kg.

2000.0
1850.0
y = -124.15x2 + 1734.6x - 5049.9
1700.0 R² = 0.9953
1550.0
Stability ( kg )

1400.0
1250.0
1100.0
950.0
800.0
650.0
500.0
5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5
KADAR ASPAL (%)

Grafik 4.2.grafik hubungan kadar aspal dengan stabilitas

Y = -124,15 x² + 1734,6 x – 5049,9


𝑑𝑥
= 2 (-124,15 x) + 1734,6
𝑑𝑦

= -248,3 x + 1734,6
𝑑𝑥
Jika dicari puncaknya maka samakan 𝑑𝑦
dengan nol, lalu dicari nilai x,

setelah didapatkan nilai x masukkan pada persamaan y:


𝑑𝑥
𝑑𝑦
= -248,3 x + 1734,6 = 0

-248,3 x = 1734,6
1734,6
x = 248,3
= 6, 99-

y = -124,15 × (6,99) ² + 1734,6 (6,99) – 5049,9


= -6065,9814 + 12124,854 – 5049,9
= 1008,9726

Jadi, titik puncak (x,y) = (6.99, 1008,9726)

Dari grafik 4.2 menunjukkan bahwa grafik diatas berbentuk parabola

dimana ada nilai maksimum dan nilai minimum pada kadar aspal tertentu,

34
campuran akan mencapai batas maksimum dan kemudian akan menurun seiring

bertambahnya kadar aspal. Hal ini disebabkan karena campuran tersebut lembek

dan tidak padat lagi karena jumlah kadar aspal yang berlebihan. Campuran

dengan kadar aspal 6% hingga kadar aspal 8% memenuhi spesifikasi stabilitas.

4.3.2. Flow

Flow adalah besarnya deformasi atau penurunan yang terjadi pada

campuran benda uji akibat menahan beban sampai batas runtuh. Nilai flow

dipengaruhi oleh kadar aspal, viskositas aspal, gradasi agregat dan proses

pemadatan. Grafik hubungan antara kadar aspal dan flow dapat dilihat pada grafik

4.3 sesuai dengan Spesifikasi minimum yang disyaratkan adalah 3 mm.

Grafik 4.3.grafik hubungan kadar aspal dengan flow

Dari hasil analisa grafik 4,3 menunjukan bahwa ada kadar aspal 6%, 6.5%

dan 7% mengalami penurunan untuk nilai flow. Namun, pada kadar aspal 7.5%

dan 8 % mengalami peningkatan. Hal ini menjelaskan bahwa kurangnya

kandungan aspal untuk menyelimuti agregat mengakibatkan mudahnya terjadi

kelelehan atau keruntuhan pada campuaran aspal dan besarnya nilai flow pada

35
campuran dapat menggambarkan bahwa campuran tersebut lebih rentan terhadap

perubahan bentuk yang terjadi. Semakin kecil nilai flow maka campuran tersebut

lebih tahan terhadap kelelehan atapun keruntuhan yang akan terjadi pada

campuran.

4.3.3. Hubungan Kadar Aspal terhadap Void In Mixture (VIM)

Void in Mixture (VIM) adalah parameter yang menunjukkan volume

rongga yang berisi udara dalam campuran aspal yang terdiri atas ruang udara

diantara partikel agregat yang terselimuti aspal dan dapat dinyatakan dalam

persentase (%) volume. VIM ini dibutuhkan untuk bergesernya butir-butir agregat,

akibat pemadatan tambahan yang oleh repetisi beban lalu lintas atau ketika aspal

menjadi lunak akibat meningkatnya temperatur. Nilai VIM berpengaruh kepada

keawetan dari campuran aspal aggregat, semakin tinggi nilai VIM menunjukkan

semakin besar rongga dalam campuran. Grafik hubungan kadar aspal terhadap

VIM dapat dilihat pada grafik 4.4 sesuai dengan Spesifikasi minimum yang

disyaratkan adalah 4% - 6%.

Grafik 4.4 Hubungan antara Kadar Aspal terhadap VIM

36
Dari hasil analisis grafik 4.4 menunjukkan bahwa nilai VIM pada kadar

aspal 6% mengalami penurunan nilai presentase volume rongga campuran hingga

kadar aspal 8%. Campuran dengan kadar aspal 6% dan 6,5% serta kadar aspal

7.5% dan 8.0% tidak memenuhi spesifikasi. Hal ini menggambarkan bahwa

volume rongga yang berisi udara pada campuran semakin mengalami penurunan

persentase rongga akibat penambahan kadar aspal. Semakin kecil nilai VIM pada

campuran maka semakin besar nilai VMA. Karena, apabila persentase rongga

yang terdapat pada campuran semakin kecil, maka persentase rongga diantara

butir agregat yang tertutupi aspal semakin besar.

4.3.4. Hubungan Kadar Aspal terhadap Void in Mineral Aggregates (VMA)

Voids in Mineral Aggregates (VMA) adalah volume rongga yang terdapat

diantara butir-butir agregat dari suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan,

termasuk didalamnya rongga udara dan rongga yang berisi aspal efektif, yang

dinyatakan dalam persentase volume. Agregat bergradasi menerus memberikan

rongga antar butiran yang kecil dan menghasilkan stabilitas yang tinggi. Grafik

hubungan kadar aspal terhadap VMA dapat dilihat pada grafik 4.5 sesuai

Spesifikasi minimum yang disyaratkan adalah minimal 18%.

Grafik 4.5 Hubungan antara Kadar Aspal terhadap VMA

37
Dari hasil analisis grafik 4.5 menunjukkan bahwa, setiap variasi kadar aspal

pada campuran secara menyeluruh memenuhi nilai VMA pada campuran

berdasarkan spesifikasi minimum yaitu 18%. Semakin tinggi kadar aspal dalam

campuran maka semakin tinggi nilai VMA dalam campuran. Nilai VMA atau

persentase volume rongga yang terdapat di antara butir-butir agregat dari suatu

campuran beraspal yang telah di dapatkan, termaksud didalamnya rongga udara

(VIM) dan rongga berisi aspal semua memenuhi spesifikasi. Hal ini

menggambarkan bahwa rongga yang terdapat pada campuran untuk semua kadar

aspal dengan nilai VMA sudah sesuai dengan besarnya rongga yang seharusnya

di miliki oleh suatu campuran.

4.3.5. Hubungan Kadar Aspal terhadap Void Filled with Asphalt (VFA)

Void Filled with Asphalt (VFA) adalah rongga dalam agregat yang terisi

aspal yang dinyatakan dalam persentase (%) terhadap rongga antar butiran

agregat (VMA). Nilai antara Voids in Mineral Aggregates (VMA) dengan Void Filled

with Asphalt (VFA) memiliki katerkaitan yang artinya rongga pada agregat yang

terisi aspal adalah bagian dari VMA yang merupakan rongga diantara agregat

yang terisi oleh aspal. Grafik hubungan kadar aspal terhadap VFA dapat dilihat

pada grafik 4.6 sesuai dengan Spesifikasi minimum yang disyaratkan adalah 68%.

38
Grafik 4.6 Hubungan antara Kadar Aspal terhadap VFA

Hasil analisa grafik 4.6 menunjukkan bahwa peningkatan kadar aspal dalam

campuran menyebabkan rongga-rongga dalam campuran semakin banyak terisi

oleh aspal. Hal ini disebabkan oleh besarnya kadar aspal yang mengisi rongga

agregat sehingga bukan hanya rongga pada agregat yang akan terisi oleh aspal

melainkan rongga yang terdapat diantara butiran agregat (VIM) juga terisi oleh

aspal. Pada kadar 6% persentase VFA belum memenuhi spesifikasi artinya kadar

aspal yang digunakan kurang sehingga volume rongga yang terisi juga menjadi

kurang. Semakin besar nilai VFA pada campuran maka semakin kecil nilai VIM.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar pula rongga yang dapat terisi aspal

sehingga campuran akan semakin baik.

4.3.6. Marshall Quotient (MQ)

MQ merupakan hasil bagi antara stabilitas dengan flow. Nilai MQ ini akan

memberikan nilai kekakuan dan fleksibilitas campuran. Semakin besar nilai MQ

berarti campuran aspal semakin kaku dan kurang lentur sehingga mudah retak

sebaliknya bila semakin kecil nilainya maka campuran semakin lentur dan plastis

sehingga mudah mengalami perubahan bentuk saat menerima beban lalu lintas

39
yang tinggi.Besarnya nilai MQ tergantung pada stabilitas dan kelelehan suatu

campuran. Grafik hubungan antara kadar aspal dan MQ dapat dilihat pada

Gambar 4.7. Spesifikasi minimum yang disyaratkan adalah 250 Kg/mm.

Grafik 4.7 Hubungan antara Kadar Aspal terhadap Marshall Quotient

Dari hasil analisis grafik 4.7 menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan nilai MQ mulai dari kadar aspal 6% hingga kadar aspal 7%

kemudian terjadi penurunan mulai pada kadar aspal 7% hingga kadar aspal

8%. Nilai MQ menunjukkan fleksibilitas campuran yaitu semakin besar nilai

MQ pada suatu campuran maka akan semakin kaku (bila terlalu kaku

cenderung mudah retak) campuran tersebut, demikian juga bila semakin

kecil nilai MQ maka tingkat kelenturan semakin besar (terlalu lentur

cenderung kurang stabil).

4.3.7. Hubungan Kadar Aspal terhadap Berat Volume (Density)

Density atau kepadatan adalah rasio antara berat benda uji kering dengan

volume benda uji. Faktor-faktor yang mempengaruhi density adalah temperatur,

komposisi, kadar bahan tambah, pemadatan, dan kadar aspal. Semakin tinggi nilai

40
stabilitasnya maka semakin tinggi pula nilai density (kepadatannya). Untuk

mendapatkan kepadatan yang memenuhi standar maka density harus mencapai

minimal 2,2 kg/cm3.

Grafik 4.8 Hubungan antara Kadar Aspal terhadap Density

Dari hasil analisa grafik 4.8 menjelaskan bahwa nilai density atau

kepadatan pada kadar aspal 6% nilai density turun sampai kadar aspal 8%. kadar

aspal 6% hingga 8% nilai density campuran telah memenuhi spesifikasi yaitu min

2,2 kg/mm3. Pada grafik 4.8 diatas besarnya menunjukkan semakin besar kadar

aspal yang digunakan pada campuran maka semakin rendah nilai density atau

kepadatan yang dihasilkan.

41
4.3.8. Hubungan Kadar Aspal dengan Karakteristik Campuran Aspal

Grafik 4.9 Penentuan Nilai KAO

Dari hasil analisis grafik 4.9 Barchat hubungan kadar aspal dengan

karakteristik campuran di gunakan nilai tengah pada grafik yang memenuhi

karakteristik Marshal Test, sehingga diperoleh KAO sebesar 6%.

7% + 8
𝐾𝐴𝑂 = = 7,5%
2

Kadar Aspal Optimum (KAO) pada suatu campuran HRS - WC

mempengaruhi karakteristik campuran aspal seperti Density, Void In Mix (VIM),

Void In Material Agregates (VMA), Void Filled with Asphalt (VFA), Stability, Flow,

dan Marshall Quotient. Dimana VIM menurun secara konsisten dengan

bertambahnya kadar aspal. VFA secara konsisten bertambah dengan

bertambahnya kadar aspal. Stability naik dengan bertambahnya kadar aspal

sampai batas tertentu kemudian turun. Flow secara konsisten terus naik dengan

bertambahnya kadar aspal. Marshall Quotient bertambah dengan bertambahnya

kadar aspal sampai batas tertentu kemudian menurun.

42
4.4. Analisis Karakteristik Campuran Terhadap Penggunaan serbuk Eceng

Gondok pada Campuran HRS-WC

Tabel dan grafik dibawah ini menunjukkan nilai karakteristik campuran

terhadap penggunaan bahan tambah serbuk eceng gondok pada campuran aspal

HRS-WC, dengan variasi bahan tambah serbuk eceng gondok 0,3%, 0,5%, 0,7%,

dan 0,9%, 1,1%. Berikut merupakan hasil rekapitulasi karakteristik Marshall

terhadap penggunakan serbuk eceng gondok sebagai bahan tambah pada

campuran HRS-WC dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7. Hasil Rekapitulasi Karakteristik Marshall


Kadar Serbuk Eceng Gondok (%)
Sifat Campuran 0.3 0.5 0.7 0.9 1.1
Stabilitas 888,60 976,35 1014,33 971,28 882,27
Flow 3,60 3,37 3,23 3,30 3,52
VIM 7,89512 6,30429 4,97937 3,77911 2,95489
VMA 20,1379 19,7439 19,5948 19,5639 19,8548
VFA 60,8545 68,0796 74,6754 80,6913 85,1404
Density 2,38566 2,36933 2,35322 2,33732 2,32164
Marshall Quotient 247,980 290,33 313,862 294,688 250,9
Sumber: Hasil pengujian dan perhitungan Lab. Transportasi dan Jalan Raya

4.4.1. Pengaruh Penggunaan Serbuk Eceng Gondok Terhadap Stabilitas

Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan dalam menerima beban

lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk (deformasi) akibat beban lalu lintas yang

bekerja . Perkerasan yang mempunyai nilai stabilitas yang tinggi akan mampu

menahan beban lalu lintas yang besar. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai

stabilitas diantaranya adalah kohesi aspal, kadar aspal, ketahanan gesekan antar

agregat, tekstur permukaan agregat, bentuk agregat, kepadatan campuran,

43
kemampuan saling mengunci antar agregat(interlocking), dan gradasi agregat.

Spesifikasi minimum yang disyaratkan adalah 800 Kg.

4.10.grafik hubungan eceng gondok dengan stabilitas

Dari grafik 4.10 menunjukkan bahwa ada nilai maksimum dan nilai

minimum pada kadar serbuk eceng gondok tertentu, campuran akan mencapai

batas maksimum dan kemudian akan menurun seiring bertambahnya kadar

serbuk eceng gondok. Hal ini disebabkan karena campuran tersebut lembek dan

tidak padat lagi karena jumlah kadar aspal yang berlebihan.

Campuran dengan kadar serbuk eceng gondok 0.3%, 0.5%, 0.7% dan

0.9% memenuhi spesifikasi stabilitas. Sedangkan untuk variasi kadar eceng

gondok 1.1% tidak memenuhi spesifikasi stabilitas.

4.4.2. Pengaruh Penggunaan Serbuk Eceng Gondok Tehadap Flow

Nilai kelelehan (flow) menyatakan besarnya deformasi yang terjadi pada

suatu lapis perkerasan akibat beban lalu lintas. Suatu campuran dengan nilai flow

tinggi akan cenderung lembek, sehingga mudah berubah bentuk jika menerima

44
beban. Sebaliknya jika flow terlalu rendah maka campuran menjadi kaku dan

mudah retak jika menerima beban yangmelampaui daya dukungnya Spesifikasi

minimum yang disyaratkan adalah 3 mm.

4.11.grafik hubungan eceng gondok dengan flow

Dari hasil analisa grafik 4,11 menunjukan bahwa nilai flow dari kadar

serbuk eceng gondok 0.3%, 0.5%, 0.7%, 0.9% dan 1.1% mengalami peningkatan

.Hal ini menjelaskan bahwa besarnya nilai flow pada campuran dapat

menggambarkan bahwa campuran tersebut lebih rentan terhadap perubahan

bentuk yang terjadi.

Semakin kecil nilai flow maka campuran tersebut lebih tahan terhadap

kelelehan atapun keruntuhan yang akan terjadi pada campuran. Campuran

dengan variasi 0.3%, 0.5%, 0.7%, 0.9% dan 1.1% memenuhi spesifikasi flow.

45
4.4.3. Pengaruh penambahan serbuk Eceng Gondok Tehadap Marshall Quotient

(MQ)

Marshall Quotient adalah nilai pendekatan yang hampir menunjukkan nilai

kekauan suatu suatu campuran aspal dalam menerima beban. Nilai MQ diperoleh

dari perbandingan antara nilai stabilitas yang telah dikoreksi terhadap dilai

kelelehan (flow) dan dinyatakan dalam satuan Kg/mm.

Nilai MQ menunjukkan fleksibilitas campuran yaitu semakin besar nilai

MQ pada suatu campuran maka akan semakin kaku (bila terlalu kaku cenderung

mudah retak) campuran tersebut, demikian juga bila semakin kecil nilai MQ maka

tingkat kelenturan semakin besar (terlalu lentur cenderung kurang stabil).

Besarnya nilai MQ menunjukkan bahwa seberapa besar nilai kekuatan suatu

campuran dalam menerima beban yang diatasnya sampai terjadinya deformasi.

Spesifikasi minimum yang disyaratkan adalah 250 Kg/mm.

4.12.grafik Eceng Gondok Tehadap Marshall Quotient (MQ)

Dari hasil analisis grafik 4.12 menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai

MQ mulai dari kadar serbuk eceng gondok 0.3%, 0.5%, 0.7%, 0.9% dan 1.1%.

Nilai MQ pada kadar serbuk eceng gondok variasi 0.3% dan 0.5% memenuhi

46
spesifikasi.nilai MQ. Sedangkan untuk kadar serbuk eceng gondok variasi 0.7%,

0.9% dan 1.1% tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan.

Nilai MQ menunjukkan fleksibilitas campuran yaitu semakin besar nilai

MQ pada suatu campuran maka akan semakin kaku (bila terlalu kaku cenderung

mudah retak) campuran tersebut, demikian juga bila semakin kecil nilai MQ maka

tingkat kelenturan semakin besar (terlalu lentur cenderung kurang stabil).

4.4.4. Pengaruh penambahan serbuk Eceng Gondok Tehadap Void In Mixture

(VIM)

Void in Mixture (VIM) adalah parameter yang menunjukkan volume

rongga yang berisi udara dalam campuran aspal yang terdiri atas ruang udara

diantara partikel agregat yang terselimuti aspal dan dapat dinyatakan dalam

persentase (%) volume. VIM ini dibutuhkan untuk bergesernya butir-butir agregat,

akibat pemadatan tambahan yang oleh repetisi beban lalu lintas atau ketika aspal

menjadi lunak akibat meningkatnya temperatur. Spesifikasi minimum yang

disyaratkan adalah 4% - 6%.

Grafik 4.13 Hubungan antara eceng gondok dengan VIM

Dari hasil analisis grafik 4.13 menunjukkan bahwa nilai VIM menurun dari

kadar variasi serbuk eceng gondok mulai dari 0.3%, 0.5%, 0.7%, 0.9% dan 1.1%

47
Semakin kecil nilai VIM pada campuran maka semakin besar nilai VMA. Karena,

apabila persentase rongga yang terdapat pada campuran semakin kecil, maka

persentase rongga diantara butir agregat yang tertutupi aspal semakin besar.

Namun, apabila kadar aspal berlebihan aspal akan naik kepermukaan sehingga

kadar aspal optimum yang dapat mengisi rongga yang kurang tertutup atau

menutupi semua rongga. Campuran dengan kadar serbuk eceng gondok 0.3% dan

0.5% memenuhi spesifikasi sedangkan, kadar serbuk eceng gondok 0.7%, 0.9%

dan 1.1% tidak memenuhi spesifikasi.

4.4.5. Pengaruh penambahan serbuk Eceng Gondok Tehadap Void in Mineral

Aggregates (VMA)

Voids in Mineral Aggregates (VMA) adalah volume rongga yang terdapat

diantara butir-butir agregat dari suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan,

termasuk didalamnya rongga udara dan rongga yang berisi aspal efektif, yang

dinyatakan dalam persentase volume. Spesifikasi minimum yang disyaratkan

adalah minimal 18%.

Grafik 4.14 Hubungan antara eceng gondok dengan VMA

Dari hasil analisa grafik 4.14 dapat dilihat bahwa penambahan kadar

serbuk eceng gondok menyebabkan nilai VMA semakin menurun dan kemudian

48
naik dengan kadar aspal tertentu. Nilai VMA atau persentase volume rongga yang

terdapat diantara butir-butir agregat dari suatu campuran beraspal yang telah

dipadatkan, termasuk didalamnya rongga udara (VIM) dan rongga berisi aspal

dengan variasi kadar serbuk eceng gondok 03%, 0.5%, 0.7%, 0.9% dan 1.1%

memenuhi spesifikasi.

4.4.6. Pengaruh penambahan serbuk Eceng Gondok Tehadap Void Filled with

Asphalt (VFA)

Void Filled with Asphalt (VFA) adalah rongga dalam agregat yang

dinyatakan dalam persentase (%) terhadap rongga antar butiran agregat (VMA).

Nilai antara Voids in Mineral Aggregates (VMA) dengan Void Filled with Asphalt

(VFA) memiliki katerkaitan yang artinya rongga pada agregat yang terisi aspal

adalah bagian dari VMA yang merupakan rongga diantara agregat yang terisi oleh

aspal. Spesifikasi minimum yang disyaratkan adalah 68%.

Grafik 4.15 Hubungan antara eceng gondok dengan VFA

Hasil analisa grafik 4.15 menunjukkan bahwa peningkatan kadar serbuk

eceng gondok dalam campuran menyebabkan rongga-rongga dalam campuran

semakin banyak terisi oleh serbuk eceng gondok. Semakin besar nilai VFA pada

49
campuran maka semakin kecil nilai VIM. Hal ini menunjukkan bahwa semakin

besar pula rongga yang dapat terisi serbuk eceng gondok sehingga campuran

akan semakin baik. Pada variasi serbuk eceng gondok 0.3%, 0.5%, 0.7%, 0.9%

dan 1.1% memenuhi spesifikasi.

4.4.7. Pengaruh penambahan serbuk Eceng Gondok Tehadap Berat Volume

(Density)

Density atau kepadatan adalah rasio antara berat benda uji kering dengan

volume benda uji. Faktor-faktor yang mempengaruhi density adalah temperatur,

komposisi, kadar bahan tambah, pemadatan, dan kadar aspal. Semakin tinggi nilai

stabilitasnya maka semakin tinggi pula nilai density (kepadatannya). Untuk

mendapatkan kepadatan yang memenuhi standar maka density harus mencapai

minimal 2,2 kg/cm3.

Grafik 4.16 Hubungan antara eceng gondok dengan Density

Dari hasil analisa grafik 4.16 menjelaskan bahwa nilai density atau

kepadatan pada kadar serbuk eceng gondok 0.3%, 0.5%, 0.7%, 0.9% dan 1.1%.

telah memenuhi spesifikasi yaitu min 2,2 kg/mm3. Hal ini menunjukkan semakin

50
besar kadar serbuk eceng gondok yang digunakan pada campuran maka semakin

rendah nilai density atau kepadatan yang dihasilkan.

51

Anda mungkin juga menyukai