Anda di halaman 1dari 25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemeriksaan Agregat


Pemeriksaan agregat dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2018, pukul 08.30-
selesai dan bertempat di Laboratorium Jalan Raya, Program Studi Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Udayana.

4.1.1 Analisa Gradasi Agregat


Analisa gradasi adalah pengelompokan besar butir analisa agregat kasar dan
agregat halus menjadi komposisi gabungan yang ditinjau berdasarkan saringan.
Adapun tujuan dari analisa saringan yaitu untuk memperoleh distribusi besaran
atau jumlah persentase butiran agregat halus.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di laboratorium jalan raya
didapatkan hasil dari pengujian analisa gradasi agregat yang ditunjukkan dalam
Tabel 4.1 dan grafik pada Gambar 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Analisa Saringan Agregat


Ukuran Persen Persen Persen Lolos
Tertahan Spesifikasi
Saringan Tertahan Tertahan Kumulatif
(gram)
Inchi mm (%) Kumulatif (%) (%) Min Max
1" 25 0.0 0 0 100 100 100
3/4" 19 60.2 5.45 5.45 94.55 100 100
1/2" 12.5 140.3 12.68 18.13 81.87 90 100
3/8" 9.5 48.6 4.40 22.52 77.48 77 90
No. 4 4.75 191.6 17.32 39.85 60.15 53 69
No. 8 2.36 157.2 14.21 54.06 45.94 33 53
No. 16 1.18 148.1 13.39 67.44 32.56 21 40
No. 30 0.6 104.9 9.48 76.93 23.07 14 30
No. 50 0.3 48.9 4.42 81.35 18.65 9 22
No. 100 0.15 88.5 8.00 89.35 10.65 6 15
No. 200 0.075 81.3 7.35 96.69 3.31 4 9
Pan 55.3 36.6 3.31 0 0.00
Jumlah 1106.23 100.00

Data ukuran saringan (mm) dan data lolos kumulatif (%) kemudian diplot ke
dalam grafik dengan sumbu x dan sumbu y skala normal serta grafik dengan
sumbu x skala log dan sumbu y skala normal.mkji
Hasil pemeriksaan analisa saringan tersebut kemudian dibandingkan dengan
gradasi agregat campuran untuk AC – BC sesuai spesifikasi Kementerian PU RI-
Ditjen Bina Marga, 2010 (revisi 3). Lebih lanjut hasil pemeriksaan analisa
saringan secara grafis dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Grafik Analisa Saringan Agregat


100
90
Persen Kumulatif Lolos (%)

80
70
60
50 Data
Sampel
40 Batas
30 Bawah
Batas Atas
20
10
0
0.01 0.1 1 10 100
Ukuran Ayakan (mm)

Gambar 4.1 Grafik Pemeriksaan Analisa Gradasi Agregat Campuran untuk AC – BC

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa gradasi agregat tidak memenuhi
spesifikasi untuk gradasi agregat campuran AC – BC yang ditetapkan oleh
Kementerian PU RI-Ditjen Bina Marga, 2010 (revisi 3). Dapat dilihat bahwa
agregat yang lolos dari saringan dengan ukuran 25 mm; 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18
mm; 0,6 mm; 0,3 mm; 0,15 mm; 0,075 telah masuk dalam spesifikasi sedangkan
agregat yang lolos dari saringan dengan ukuran 19 mm; 12,5 mm; 9,5 mm tidak
masuk dalam spesifikasi. Agar sesuai dengan spesifikasi Kementerian PU RI-
Ditjen Bina Marga, 2010 (revisi 3) untuk gradasi agregat campuran untuk AC –
BC, maka agregat yang lolos dari saringan dengan ukuran 19 mm; 12,5 mm;
9,5mm perlu ditambah.

4.1.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat


Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat ini dimaksudkan untuk
menentukan berat jenis agregat kasar serta kemampuannya menyerap air.
Besarnya berat jenis yang diperiksa adalah untuk agregat dalam keadaan kering,
berat kering permukaan jenuh (Saturated Surface Dry) dan berat jenis semu
(Apparent). Berikut ini adalah tabel dari hasil pemeriksaan berat jenis dan
penyerapan agregat.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di laboratorium jalan raya
didapatkan hasil pengujian berat jenis dan penyerapan agregat kasar yang
ditunjukkan dalam Tabel 4.2 dan agregat halus yang ditunjukkan dalam Tabel
4.3.

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
Percobaan I II Rata-rata Spesifikasi
Berat kering oven (BK), gram 1439.7 1755.3 -
Berat Kering Permukaan Jenuh (SSD) = BJ gr 1483.8 1803.2 -
Berat Didalam Air = BA gr 915.5 1098.7 -
BJ Kering (Bulk) = BK
BJ  BA  2.53 2.49 2.51

BJ Kering Permukaan Jenuh (SSD) = BJ


BJ  BA  2.61 2.56 2.59

BJ Semu (Apparent) = BK
BK  BA  2.75 2.67 2.71

Penyerapan (Absorption) = BJ  BK   100% Maks. 3%


BK 3.06 2.73 2.90

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
Pemeriksaan 1 2 Rata-Rata Spesifikasi

Berat Benda Uji SSD di udara 1500 1500 -


Berat Benda Uji Kering Oven (BK) 479.3 481.4 -
Berat Piknometer + Air (BA) 710 712 -
BeratPiknometer + Air + benda uji SSD (BT) 1022.4 1022.5 -
Bulk SG = BK / (BA + 500 - BT) 2.55 2.54 2.55
SSD SG = 500 / (BA + 500 - BT) 2.67 2.64 2.65
Apparent SG = Bk / (BA + BK - BT) 2.87 2.82 2.84
Penyerapan Air = ((500-BK)/BK) x 100 % 4.32 3.86 4.09 Maks. 3%

Berdasarkan ketentuan Kementerian PU RI-Ditjen Bina Marga, 2010 (revisi


3), penyerapan air oleh agregat maksimum 3%. Dari hasil percobaan didapat
penyerapan air oleh agregat kasar sebesar 2,90% dan penyerapan air oleh agregat
halus sebesar 4,09%. Dapat disimpulkan bahwa penyerapan air oleh sampel
agregat kasar sudah sesuai dengan spesifikasi penyerapan air oleh agregat yaitu
maksimum 3% sedangkan agregat halus belum sesuai.
Perbandingan berat jenis agregat kasar dan agregat halus dapat dilihat dalam
Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Perbandingan Berat Jenis Agregat Kasar dan Agregat Halus
Agregat Kasar Agregat Halus Selisih Spesifikasi
BJ Bulk 2.51 BJ Bulk 2.55 0.04 0,2
BJ SSD 2.59 BJ SSD 2.65 0.07 0,2
BJ Apparent 2.71 BJ Apparent 2.84 0.13 0,2

Berdasarkan ketentuan Kementerian PU RI-Ditjen Bina Marga, 2010 (revisi


3), berat jenis (specific grafity) agregat kasar dan halus tidak boleh memiliki
selisih lebih dari 0,20. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4.4 dapat
dilihat perbedaan berat jenis antara agregat halus dan kasar seluruhnya tidak
melebihi 0,20 maka berat jenis agregat memenuhi spesifikasi yang diisyaratkan.

4.1.3 Pemeriksaan Keausan Agregat (Abrasi) dengan mesin Los Angeles


Pemeriksaan keausan agregat adalah untuk mengetahui angka keausan suatu
agregat, yang dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan yang aus yaitu
lolos saringan No. 12 (1,7 mm) terhadap berat mula - mula, dalam persen (%), dan
juga sebagai pegangan untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap
keausan dengan mengunakan mesin Abrasi Los Angeles.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di laboratorium jalan raya
didapatkan berat benda uji yang dipakai yaitu ditunjukkan pada Tabel 4.5. Dan
hasil pengujian keausan agregat dengan mesin Los Angeles dapat ditunjukkan
pada Tabel 4.6.
Tabel 4.5 Berat Benda Uji
Tertahan
Lolos Saringan Berat Benda Uji (gram)
Saringan
3/4" (19 mm) 1/2" (12,5 mm) 2500
1/2" (12,5 mm) 3/8" (9,5 mm) 2500

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Keausan Agregat Menggunakan Abrasi Los Angeles

Pemeriksaan Sampel Spesifikasi


Berat sebelum : A gram 5000
Berat sesudah : B gram 3400

Keausan = ((A-B)/A x 100% 32,00% Maks. 40%

Agregat dalam pencampuran beton aspal berperan sebagai pendukung beban


di atasnya, karena itu harus mempunyai kekuatan yang cukup terhadap keausan
pada waktu pengangkutan penghamparan, pemadatan, maupun oleh lalu lintas.
Berdasarkan Kementerian PU RI-Ditjen Bina Marga, 2010 (revisi 3)
keausan agregat maksimum adalah 40%, dari hasil pengujian yang ditunjukkan
pada Tabel 4.6 didapatkan keausan benda uji sebesar 32,00% Maka agregat yang
diuji memenuhi spesifikasi yang diisyaratkan.

4.1.4 Pemeriksaan Nilai Setara Pasir (Sand Equivalent Test)


Pengujian setara pasir adalah suatu metode pengujian agregat halus atau
pasir lolos saringan nomor 4 (4,76 mm), menggunakan suatu alat uji cara setara
pasir dan larutan kerja tertentu. Nilai setara pasir adalah perbandingan antara skala
pembacaan pasir terhadap skala pembacaan lumpur pada alat uji setara pasir yang
dinyatakan dalam persen.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di laboratorium jalan raya
didapatkan hasil pengujian sand equivalent yang ditunjukkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Sand Equivalent
Percobaan I II Spesifikasi
Tinggi tangkai penunjuk beban di atas permukaan
7,5 7,3
tabung SE (A), cm
Skala permukaan lumpur dari dasar tabung (B), cm 11,5 11,3
Skala pada tangkai beban diatas tabung (C), cm 16,9 16,00
Skala pasir (D) = C – A 9,4 8,7
Sand equivalent = D/B x 100 (%) 81,74 % 76,99 %
Sand equivalent rata-rata (%) 79,37 % Min. 60%

Dari hasil pengujian kadar lempung agregat halus percobaan I dan II didapat
nilai sand equivalent 81,74 %dan 76,99 %, sehingga didapat nilai sand equivalent
rata-rata yaitu 79,37 %. Berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan Kementerian PU
RI-Ditjen Bina Marga, 2010 (revisi 3) untuk material agregat halus, nilai sand
equivalent minimal adalah 60%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
sampel agregat halus memenuhi spesifikasi yang diisyaratkan.

4.1.5 Pemeriksaan Pelapukan Agregat dengan Natrium Sulfat


Pemeriksaan ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam
pengujian-pengujian di laboratorium untuk mengetahui sifat kekekalan batu
terhadap proses pelarutan dengan cara perendaman di daerah larutan natrium
sulfat. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memperoleh index ketangguhan dari
agregat yang akan digunakan sebagai bahan perkerasaan jalan.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di laboratorium jalan raya
didapatkan hasil pemeriksaan Soundness Test yang ditunjukkan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hasil Pemeriksaan Pelapukan Agregat dengan Natrium Sulfat


Percobaan 1 2
Kasar (tertahan Halus (tertahan Spesifikasi
Ukuran Fraksi Agregat
saringan ukuran 3/8") saringan No. 50)
Berat sebelum test (gram) (A) 500 500
Berat sesudah test (gram) (B) 485,5 484,5
Kehilangan berat (C) = ((A-B)/A) x 100% 2,9 % 3,1 %
Kehilangan berat rata-rata (%) 3% ≤ 12%
Dari hasil pengujian pelapukan agregat dengan Natrium sulfat (soundness
test) diperoleh prosentase pelapukan agregat sebesar 2,9% dan 3,1% pada
percobaan pertama dan kedua. Sehingga didapat kehilangan rata – ratanya adalah
3%. Berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan Kementerian PU RI-Ditjen Bina
Marga, 2010 (revisi 3) terhadap tingkat pelapukan agregat oleh Natrium sulfat
tidak boleh melebihi 12%. Oleh karena itu, sampel agregat memenuhi spesifikasi
yang diisyaratkan.

4.1.6 Pemeriksaan Kadar Lumpur atau Kadar Lempung Agregat Kasar


Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berapa banyaknya lumpur
yang dikandung oleh kerikil. Agregat kasar atau kerikil tidak boleh mengandung
Lumpur lebih dari 1 % ditentukan dari berat kering. Yang diartikan dengan
Lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan no.200 atau 0,063 mm.
Apabila kadar Lumpur melampui 1 % , maka agregat kasar harus dicuci.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di laboratorium jalan raya
didapatkan hasil pemeriksaan kadar lumpur atau kadar lempung agregat kasar
yang ditunjukkan pada Tabel 4.9.

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Kasar


Agregat Kasar Tertahan Ayakan (no.4) 4,75 mm
Spesifikasi
Percobaan 1 2
Berat tempat, gr 58 58
Berat sampel kotor (kering oven) dan tempat, gr 456 420
Berat sampel kotor (kering oven) (A), gr 398 462
Berat sampel bersih (kering oven) dan tempat, gr 454,3 507,4
Berat sampel bersih (kering oven) (B), gr 396,3 449,4
Kadar lempung = ((A-B)/A)*100% 0,427% 2,727%
Kadar lempung rata-rata 1,577% Maks. 2%

Dari hasil pengujian kadar lumpur atau kadar lempung percobaan I dan II
masing-masing didapat nilai kadar lempung 2,727% dan 0,427% sehingga didapat
nilai lempung rata-rata 1,577%. Berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan
Kementerian PU RI-Ditjen Bina Marga, 2010 (revisi 3), untuk material agregat
kasar, kadar lempung maksimum adalah 2%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa sampel agregat kasar memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

4.2 Pemeriksaan Aspal


Pemeriksaan agregat dilakukan pada tanggal 12 April 2018, pukul 10.00-
selesai dan bertempat di Laboratorium Jalan Raya, Program Studi Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Udayana.

4.2.1 Pemeriksaan Penetrasi Aspal


Pemeriksaan penetrasi aspal adalah suatu pemeriksaan yang di gunakan
untuk menentukan nilai penetrasi pada aspal sehingga dapat diketahui mutunya.
Pemeriksaan ini menggunakan alat yang bernama penetration test, alat inilah yang
akan membantu kita untuk menentukan seberapa besar penetrasi aspal yang di uji
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di laboratorium jalan raya
didapatkan hasil pemeriksaan penetrasi aspal yang ditunjukkan pada Tabel 4.10
dibawah ini.

Tabel 4.10. Hasil Pemeriksaan Penetrasi Aspal


Sampel (mm) Spesifikasi
No Penetrasi pada 25oC, 100 gr, 5 detik
I II
1 Pengamatan 1 71,8 69,4
2 Pengamatan 2 84,3 81,4
3 Pengamatan 3 69,4 84,9
4 Pengamatan 4 72,7 94,6
5 Pengamatan 5 79,3 92,3
Rata-rata (1-5) 75,5 84,52
Rata-rata (I+II) 80,01 60-70 mm

Pada proses pemeriksaan penetrasi aspal dilakukan 5 kali pengamatan untuk


satu benda uji dengan menggunakan dua benda uji. Berdasarkan Tabel 4.10
diperoleh nilai penetrasi rata - rata terhadap pengamatan benda uji (I+II) sebesar
66,02 mm. Berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan Kementerian PU RI-Ditjen
Bina Marga, 2010 (revisi 3), terhadap nilai penetrasi aspal untuk benda uji aspal
AC 60/70 yaitu berada diantara 60 - 70 mm. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa benda uji memenuhi persyaratan spesifikasi aspal AC 60/70.
4.2.2 Pengujian Titik Lembek Aspal
Pngujian ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal dan ter yang
berkisar antar 30° C sampai dengan 200° C. Titik lembek adalah suhu pada saat
bola baja, dengan berat tertentu, mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan
dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal atau ter tersebut menyentuh plat
dasar yang terletak dibawah cincin pada tinggi tertentu, akibat pemanasan
tertentu.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di laboratorium jalan raya
didapatkan hasil pemeriksaan titik lembek aspal yang ditunjukkan pada Tabel
4.11 dibawah ini.

Tabel 4.11 Hasil Pemeriksaan Titik Lembek Aspal


Suhu yang Waktu Titik Lembek
No. Spesifikasi
Diamati (oC) I II I II
5 0 0
2. 10 1’55’’ 1’55’’
3. 15 2’65’’ 2’65’’
4. 20 3’55’’ 3’55’’
5. 25 4’45’’ 4’45’’
6. 30 5’45’’ 5’45’’
7. 35 6’55’’ 6’55’’
8. 40 7’55’’ 7’60’’ 40 40
9. 45 8’55’’ 8’55’’
10. 50 9’55’’ 10’00’’
11. 55 10’55’’ 10’55’’
Rata – rata (oC) > 48 oC

Berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan Kementerian PU RI-Ditjen Bina


Marga, 2010 (revisi 3), titik lembek aspal untuk tipe I aspal pen. 60/70 yaitu pada
suhu > 48oC. Berdasarkan Tabel 4.11 didapat titik lembek aspal berada pada suhu
35oC. Hasil ini tidak sesuai dengan spesifikasi yang diisyaratkan. Hal ini dapat
terjadi karena human error pada saat praktikum, salah satunya pada pembacaan
suhu saat pengujian titik lembek. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada nilai
titik lembek yang didapatkan.

4.2.3 Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal


Pengujian titik nyala dan titik bakar bertujuan untuk menentukan titik bakar
dan titik nyala dari aspal. Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala
sekurang-kurangnya 5 detik pada suatu titik di atas permukaan aspal. Titik nyala
dan titik bakar perlu diketahui untuk menentukan temperatur maksimum
pemanasan aspal sehingga tidak terbakar. Jika terbakar tentunya akan
menyebabkan menurunnya kualitas aspal. Pengujian titik nyala dan titik bakar
sebaiknya dilakukan di ruang gelap sehingga nyala api pertama dapat terlihat
jelas.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di laboratorium jalan raya
didapatkan hasil pemeriksaan titik nyala dan titik bakar aspal yang ditunjukkan
pada Tabel 4.12 dibawah ini.

Tabel 4.12 Hasil Pemeriksan Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal
No °C Di Bawah Titik Waktu °C Titik Spesifikas
. Nyala Nyala/Bakar i
1 71 260 Nyala
2 66 265 -
3 61 270 -
4 56 275 -
5 51 280 -
> 232oC
6 46 285 -
7 41 290 Bakar
8 36 295 -
9 31 300 -
10 26 305 -
11 21 310 -
Dalam pengujian digunakan benda uji aspal penetrasi 60/70. Berdasarkan
spesifikasi yang ditetapkan Kementerian PU RI-Ditjen Bina Marga, 2010 (revisi
3), titik nyala dan titik bakar aspal untuk tipe I aspal pen. 60/70 yaitu pada suhu >
232oC. Berdasarkan Tabel 4.12 diperoleh temperatur titik nyala adalah 260°C dan
titik bakar adalah 290°C, yang berarti memenuhi spesifikasi yang diisyaratkan.
4.2.4 Pemeriksaan Daktilitas Aspal
Adapun tujuan dari pemeriksaan daktilitas aspal yaitu dapat mengetahui
kekenyalan/keplastisan aspal yang dinyatakan dengan panjang pelumaran aspal
yang dapat dicapai aspal sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tertentu.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di laboratorium jalan raya
didapatkan hasil pemeriksaan daktilitas aspal dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Hasil Pengamatan Uji Daktilitas Aspal


Daktilitas pada 250C, 5 Pembacaan pengukuran pada Spesifikasi
cm/menit alat (cm)
Pengamatan I 131 cm
Pengamatan II 123 cm
Rata-rata 127 cm > 100 cm

Berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan Kementerian PU RI-Ditjen Bina


Marga, 2010 (revisi 3), daktilitas untuk tipe I aspal pen. 60/70 pada suhu 25 oC
adalah > 100 cm. Berdasarkan Tabel 4.13 didapat daktilitas rata-rata aspal sebesar
150 cm. Hasil tersebut memenuhi spesifikasi yang diisyaratkan.

4.2.5 Pemeriksaan Berat Jenis Aspal Keras


Berat jenis aspal adalah perbandingan antara volume aspal dan volume air.
Pemeriksaan berat jenis aspal bertujuan untuk mengetahui berat jenis aspal keras
yang terdapat di laboratorium. Besarnya berat jenis aspal penting dalam
perencanaan campuran agregat dan aspal, karena pada umumnya berdasarkan
perbandingan berat dan juga untuk menentukan kadar aspal dalam suatu
campuran.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di laboratorium jalan raya
didapatkan hasil pemeriksaan berat jenis aspal keras yang ditunjukkan pada Tabel
4.14 dibawah ini.

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Berat Jenis Aspal


Sampel
No Pemeriksaan (gr) Spesifikasi
I II
1 Berat Piknometer kosong 33,6 32,8

2 Berat Piknometer + Aquades Penuh 57,8 56,9


3 Berat Air (2-1) 24,2 24,1
4 Berat Piknometer + Contoh Aspal 43,5 42,7
5 Berat Contoh Aspal (4-1) 9,9 9,9

6 Berat Piknometer + Contoh Aspal + Aquades 58,2 56,6

7 Berat Airnya Saja (6-4) 14,7 13,9


8 Berat Isi Contoh Aspal (3-7) 9,5 10,2
9 Berat Jenis Aspal (5:8) 1,04 0,97
Berat Jenis Rata-rata 1,01 > 1,0

Berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan Kementerian PU RI-Ditjen Bina


Marga, 2010 (revisi 3), berat jenis untuk tipe I aspal pen. 60/70 pada suhu 25oC
adalah > 1,0. Berdasarkan Tabel 4.14 diperoleh berat jenis rata-rata atan benda uji
(I+II) sebesar 1,01. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa berat jenis benda
uji tersebut memenuhi spesifikasi yang diisyaratkan.

4.2.6 Pengujian Kehilangan Berat Minyak Dan Aspal


Adapun tujuan dari pengujian ini adalah agar dapat mengtahui kehilangan
minyak pada aspal akibat pemanasan berulang dan untuk perubahan kinerja aspal
akibat kehinlangan berat. Perhitungan berat jenis menggunakan persamaan:
{( A  a)  ( B  a)}
Penurunan berat (%) =  100%
( A  a)
dimana:
A = berat sampel dan cawan sebelum pemanasan (gram)
B = berat sampel dan cawan sesudah pemanasan (gram)

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di laboratorium jalan raya


didapatkan hasil pengujian kehilangan minyak dan aspal yang ditunjukkan pada
Tabel 4.15 dibawah ini.

Tabel 4.15 Hasil Pengujian Kehilangan Minyak dan Aspal


SAMPEL
No PEMERIKSAAN Spesifikasi
I II
1 Berat cawan kosong (a) (gr) 15,1 15,1
Berat Cawan + Berat aspal keras sebelum di
2 68,6 71,9
panaskan (gr)
3 Berat aspal keras sebelum dipanaskan (A) (gr) 53,5 56,8
4 Berat setelah dipanaskan (B) (gr) 53,1 56,6
5 Kehilangan berat 0,4 0,2
6 Kehilangan berat = {( A  a)  ( B  a)} 100% 1,04 % 0,48 %
( A  a)

7 Kehilangan berat rata-rata 0,76% < 0,8%

Berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan Kementerian PU RI-Ditjen Bina


Marga, 2010 (revisi 3), kehilangan minyak dan aspal untuk tipe I aspal pen. 60/70
yaitu < 0,8%. Berdasarkan Tabel 4.15 didapatkan persentase kehilangan berat
sample I dan II adalah 1,04% dan 0,48%, sehingga diperoleh persentase
kehilangan berat rata-rata sebesar 0,76%. Hasil ini sesuai dengan spesifikasi yang
diisyaratkan.
Refrensi untuk kalian
(genta & turah)
(http://www.academia.edu
/28410151/laboratorium_uji_bah
4.3 Hasil Pengujian Campuran Aspal an_job_10._analisa_marshall)
Metode Marshall (SNI 06-2489)

Benda uji dibuat sebanyak 3 sampel dengan kadar aspal sebesar 6,5%
dimana campuran agregatnya berdasarkan campuran AC-WC seperti pada Tabel
4.16.

Tabel 4.16 Kebutuhan Agregat Untuk Campuran AC-BC

(KEBUTUHAN AGREGAT UDAH AKU UBAH PAKAI PUNYA KITA


GESS )

Kadar Aspal Rencana Opt N 5.00% 5.50% 6.00% 6.20% 6.50% 7%


Total Campuran (gram) A 1155 1160.5 1166 1168 1172 1177
Total Aspal (gram) B (N x F) 55 50.5 66 68.2 71.5 77
Berat Agregat (gram) F 1100 1100 1100 1100 1100 1100
Berat Agregat per Fraksi (gram)
1" 0 - - - - - -
3/4" 5 55 55 55 55 55 55
1/2" 12.5 137.5 137.5 137.5 137.5 137.5 138
3/8" 8.5 93.5 93.5 93.5 93.5 93.5 93.5
No.4 19 209 209 209 209 209 209
No.8 15.5 170.5 170.5 170.5 170.5 170.5 171
No.16 11.5 126.5 126.5 126.5 126.5 126.5 127
No.30 8 88 88 88 88 88 88
No.50 6.5 71.5 71.5 71.5 71.5 71.5 71.5
No.100 4.6 49.5 49.5 49.5 49.5 49.5 49.5
No.200 3 33 33 33 33 33 33
Filler 6 66 66 66 66 66 66
Aspal 55 60.5 66 68.2 71.5 77
Total Agregat 1155 1160.5 1166 1168 1172 1177

Dari pengujian sampel campuran aspal didapat hasil yang ditunjukkan pada
Tabel 4.17  Tabel 4.18 dan grafik pada Gambar 4.2  Gambar 4.7.
Tabel 4.17 Hasil Pengujian Marshall dengan Kadar Aspal 6,0 %
Berat (gram)
Bj.
Bj. Eff Bj. Max Volume Kadar Rongga Rongga
Kadar Bulk Bj. Bulk
Proporsi Agregat (% Total Total Benda Rongga dalam Terisi Flow MQ
Aspal Total Campuran Hasil
Total Campuran Agregat) Agregat Campuran Di Dalam Uji Agregat Campuran Aspal Faktor Stabilitas (mm) (kg/mm)
No. (%) Agregat SSD (GMB) Uji
(Gse) (Gmm) Udara Air (cm3) (VMA) (VIM) (VFB) Koreksi (kg)
(Gsb) (kN)

P1 P2 P3 A B C D E F G H I J K L M N O P Q

Agregat Agregat MxNx


Filler Cat. 1 Cat. 2 Cat. 3 G-F E/H Cat. 4 Cat. 5 Cat. 6 O/P
Kasar Halus 20,672

1 38.5 54.5 7 6.5 2.387 2.387 2.303 525.3 2.211 13.869 3.990 71.23 0.92 210.000 19806.028 26.00 761.7703
1161.5 663 1188.3
2 38.5 54.5 7 6.5 2.549 2.549 2.303 522.4 2.216 19.156 3.797 80.18 0.92 195.000 18224.791 28 650.8854
1157.4 656 1178.4
3 38.5 54.5 7 6.5 2.549 2.549 2.303 519.4 2.224 18.829 3.409 81.90 0.92 160.000 14953.674 13 1150.2826
1155.4 654.7 1174.1
Rataan 2.549 2.549 2.303 17.285 3.732 77.767 17661.498 22.333 854.313

Spec Min. 15 3-5 Min. 65 Min. 800 Min. 3 Min. 250

Catatan:
1. B = Gsb = (P1+P2+P3) / (P1/bulk1)+(P2/bulk2)+(P3/SG filler) 4. J = VMA = 100{1-[Gmb(1-Pbt)/Gsb]}
2. C = Gse ={ [(P1+P2+P3)/2] / [(P1/bulk1)+(P2/bulk2)+(P3/SG filler)]}+Gsb/2 5. K = VIM = 100{1-(Gmb/Gmm)}
3. D = Gmm = 100/{100x(1-Pbt)/Gse}+{100xPbt/Gbt} 6. L = VFB = {(J-K)/J} x 100
Tabel 4.18 Hasil Pengujian Marshall dengan Kadar Aspal 5%,5.5%,6%,6.2%,6.5%,7%
Tabel 4.19 Hasil koreksi/justifikasi uji Marshall
4.3.1 Pembahasan
Dari hasil pengujian rancangan campuran aspal dan agregat yang dihitung
pada Tabel 4.17 dapat dibahas beberapa hal, sebagai berikut.
1. Kadar rongga agregat (VMA)

Gambar 4.18. Grafik hubungan antara kadar aspal dan VMA


Berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan Kementerian PU RI-Ditjen Bina
Marga, 2010 (revisi 3), kadar rongga agregat (VMA) untuk campuran AC-WC
minimal 15%. Dari hasil pengujian didapatkan grafik seperti pada Gambar 4.4.
bahwa beberapa data hasil perhitungan kadar rongga agregat (VMA) untuk
campuran AC-WC dengan kadar aspal 5%; 5,5%; 6%; 6,2%; 6,5%; 7% tidak
memenuhi spek yaitu garis grafik berada pada bawah batas minimum. Dan
bentuk grafik tidak sesuai dengan grais grafik VAM ideal.
Setelah dilakukan beberapa kali koreksi data maka di dapat hasil
perhitungan kadar rongga agregat (VMA) untuk campuran AC-WC dengan kadar
aspal 5%; 5,25%; 5,5%; 6%; 6,25%; 6,5% seperti pada Gambar 4.19 sudah sesuai
dengan grafik ideal. Ketika kadar aspal rendah kepadatan akan rendah karena
campuran kaku maka campuran lebih sukar dipadatkan. Ketika kadar aspal
(mendekati kadar aspal opt = KAO), campuran semakin mudah dipadatkan karena
kadar aspal semakin tinggi dan kepadatan meningkat sehingga mencapai
maksimal. Ketika kadar aspal tinggi (diatas kadar aspal optimum), campuran
semakin mudah dipadatkan dan kepadatan menurun karena BJ campuran semakin
rendah.
Gambar 4.19. Grafik hubungan antara kadar aspal dan VMA ideal
2. Rongga dalam campuran (VIM)

Gambar 4.20. Grafik hubungan antara kadar aspal dan VIM


Berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan Kementerian PU RI-Ditjen Bina
Marga, 2010 (revisi 3), kadar rongga dalam campuran (VIM) untuk campuran
AC-WC adalah 3% - 5%. Dari hasil pengujian didapatkan grafik seperti pada
Gambar 4.5. bahwa kadar rongga dalam campuran (VIM) untuk campuran AC-
WC dengan kadar aspal 5%; 5,5%; 6%; 6,2%; 6,5%; 7% banyak yang tidak
berada diantara garis batas minimum dan maksimum. Bentuk grafik juga tidak
sesuai dengan garis grafik VIM ideal. Hal ini terjadi karena ketidaktelitian dalam
melakukan praktikum.
Setelah dilakukan beberapa kali koreksi data maka di dapat hasil
perhitungan kadar rongga dalam campuran (VIM) untuk campuran AC-WC
dengan kadar aspal 5%; 5,25%; 5,5%; 6%; 6,25%; 6,5% seperti pada Gambar
4.21 sudah sesuai dengan grafik ideal. Ketika kadar aspal rendah maka porositas
tinggi karena campuran kurang padat. Ketika kadar aspal mencapai optimum,
maka porositas menurun karena campuran makin padat. Ketika kadar aspal makin
tinggi, maka porositas terus menurun walaupun kepadatan campuran berkurang,
namun karena kadar aspal makin tinggi campuran menjadi lebih plastis.

Gambar 4.21. Grafik hubungan antara kadar aspal dan VIM ideal
3. Rongga terisi aspal (VFB)

Gambar 4.22. Grafik Hubungan antara Kadar aspal dan VFB


Berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan Kementerian PU RI-Ditjen Bina
Marga, 2010 (revisi 3), kadar rongga terisi aspal (VFB) untuk campuran AC-WC
minimal 65%. Dari hasil pengujian didapatkan grafik seperti pada Gambar 4.6.
bahwa kadar rongga terisi aspal (VFB) untuk campuran AC-WC dengan kadar
aspal 5%; 5,5%; 6%; 6,2%; 6,5%; 7% hampir semua lebih besar dari 65%. Tetapi,
bentuk grafik tidak sesuai dengan garis grafik VFB ideal. Hal ini terjadi karena
ketidaktelitian dalam melakukan praktikum.
Setelah dilakukan beberapa kali koreksi data maka di dapat hasil
perhitungan kadar rongga terisi aspal (VFB) untuk campuran AC-WC dengan
kadar aspal 5%; 5,25%; 5,5%; 6%; 6,25%; 6,5% seperti pada Gambar 4.23 sudah
sesuai dengan grafik ideal. Ketika kadar aspal rendah maka VFB rendah karena
kadar aspal rendah, sehingga jumlah aspal yg mengisi rongga sedikit. Ketika
kadar aspal mencapai optimum, maka VFB makin tinggi, karena kadar aspal
meningkat, sehingga jumlah aspal yg mengisi rongga makin banyak. Ketika kadar
aspal makin tinggi, maka VFB terus makin tinggi.

Gambar 4.23. Grafik Hubungan antara Kadar aspal dan VFB ideal
4. Stabilitas

Gambar 4.24. Grafik hubungan antara kadar aspal dan stabilitas


Berdasarkan Spesifikasi yang ditetapkan Kementerian PU RI-Ditjen Bina
Marga, 2010 (revisi 3), stabilitas untuk campuran AC-WC minimal 800 kg. Dari
hasil pengujian didapatkan grafik seperti pada Gambar 4.7. bahwa stabilitas untuk
campuran AC-WC dengan kadar aspal 65%; 5,5%; 6%; 6,2%; 6,5%; 7% lebih
besar dari 800 kg. Tetapi, bentuk grafik tidak sesuai dengan garis grafik stabilitas
ideal.
Setelah dilakukan beberapa kali koreksi data maka di dapat hasil perhitungan
stabilitas untuk campuran AC-WC dengan kadar aspal 5%; 5,25%; 5,5%; 6%;
6,25%; 6,5% seperti pada Gambar 4.25 sudah sesuai dengan grafik ideal. ketika
kadar aspal rendah maka stabilitas menjadi rendah karena kurang padat dan sifat
saling kunci kurang. Ketika kadar aspal mencapai optimum, maka stabilitas
semakin tinggi sehingga mencapai maks pada kadar aspal yg tepat (KAO) karena
campuran makin padat, dimana sifat saling kunci agregat makin baik. Ketika
kadar aspal makin tinggi, maka stabilitas semakin menurun karena lapis selimut
aspal makin tebal, sifat saling kunci berkurang, campuran menjadi makin plastis.

Gambar 4.25. Grafik hubungan antara kadar aspal dan stabilitas ideal
5. Flow (Pelelehan)

Gambar 4.26. Grafik hubungan antara kadar aspal dan flow

Berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan Kementerian PU RI-Ditjen Bina


Marga, 2010 (revisi 3), pelelehan untuk campuran AC-WC adalah 2–4 mm. Dari
hasil pengujian didapatkan grafik seperti 5%; 5,5%; 6%; 6,2%; 6,5%; 7% %
hampir semua berada diantara garis batas minimum dan maksimum. Tetapi
bentuk grafik tidak sesuai dengan garis grafik flow ideal. Hal ini terjadi karena
ketidaktelitian dalam melakukan praktikum.
Setelah dilakukan beberapa kali koreksi data maka di dapat hasil
perhitungan pelelehan untuk campuran AC-WC dengan kadar aspal 5%; 5,25%;
5,5%; 6%; 6,25%; 6,5% seperti pada Gambar 4.27sudah sesuai dengan grafik
ideal. ketika kadar aspal rendah maka flow menjadi rendah, karena campuran
kaku sehingga mudah retak. Ketika kadar aspal mencapai optimum, maka flow
semakin besar karena kadar aspal semakin tinggi dimana campuran menjadi lebih
plastis. Ketika kadar aspal semakin tinggi, maka semakin besar karena kadar aspal
semakin tinggi dimana menjadi makin plastis.

Gambar 4.27. Grafik hubungan antara kadar aspal dan flow ideal
6. Marshall Quotient

Gambar 4.28. Grafik hubungan antara kadar aspal dan marshall quotient
Berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan Kementerian PU RI-Ditjen Bina
Marga, 2010 (revisi 3), Marshall Quotient untuk campuran AC-WC minimal 250
kg/mm. Dari hasil pengujian didapatkan grafik seperti pada Gambar 4.9. bahwa
Marshall Quotient untuk campuran AC-WC dengan kadar aspal 5%; 5,5%; 6%;
6,5%; 7% lebih besar dari 250kg/mm. Tetapi, bentuk grafik tidak sesuai dengan
garis grafik marshall quotient ideal.
Setelah dilakukan beberapa kali koreksi data maka di dapat hasil
perhitungan Marshall Quotient untuk campuran AC-WC dengan kadar aspal 5%;
5,25%; 5,5%; 6%; 6,25%; 6,5% seperti pada Gambar 4.29 sudah sesuai dengan
grafik ideal. Dimana pada kadar aspal KAO stabilitas semakin menurun dan flow
semakin meningkat sehingga nilai Marshall Quotient menurun.

Gambar 4.29. Grafik hubungan antara kadar aspal dan Marshall Quotient ideal
7. Kadar aspal optimum dengan hasil yang belum di koreksi

Gambar 4.30. Bar chart pengujian kadar aspal optimum


Berdasarkan bar chart pada Gambar 4.30. dari hasil pengujian dengan hasil
yang belum di koreksi, didapatkan kadar aspal optimum sebesar 6,175%, karena
kadar 6,175% merupakan nilai tengah dari range kadar aspal yang memenuhi
syarat.
8. Kadar aspal optimum dengan hasil yang di koreksi
Kadar Aspal (%)
Karakteristik Campuran
5,5 6 6,5

Stabilitas

Flow

Marshall Quotient
Rongga Dalam Campuran (VIM)
(Marshall)
Rongga di dalam Agregat (VMA)

Rongga Terisi Aspal (VFB)

Kadar aspal optimum 6%


= memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan oleh
Kementerian PU RI-Ditjen
Bina Marga, 2010 (revisi
3)
Gambar 4.30. Bar chart pengujian kadar aspal optimum ideal
Berdasarkan bar chart pada Gambar 4.31. dari hasil pengujian dengan hasil
yang ideal, didapatkan kadar aspal optimum sebesar 6%, karena kadar 6%
merupakan nilai tengah dari range kadar aspal yang memenuhi syarat.

Anda mungkin juga menyukai