Anda di halaman 1dari 16

BAB III

LANDASAN TEORI

A. Spesifikasi Beton Aspal

1. Spesifikasi Agregat Kasar


Spesifikasi untuk agregat kasar yang digunakan adalah spesifikasi umum Bina
Marga 2010 Revisi 3. Tercantum pada Tabel III.1.
Tabel III.1 Spesifikasi Agregat Kasar
No
Pengujian Spesifikasi
.
1 Abrasi dengan mesin Los Angeles Maks. 40%
2 Kelekatan agregat terhadap aspal Min. 95%
3 Penyerapan agregat terhadap air Maks. 3%
Sumber : Bina Marga (2010)

2. Spesifikasi Agregat Halus


Agregat halus yang digunakan pada campuran aspal harus memenuhi spesifikasi
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel III.2.
Tabel III.2 spesifikasi Agregat Halus
No. Pengujian Standar Spesifikasi
1 Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min.60%
2 Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8%
3 Kandungan lumpur SNI 3423 : 2008 Maks. 1%
4 Penyerapan terhadap air SNI 03-1970-1990 Maks. 3%
Sumber : Marga (2010)

3. Spesifikasi Gradasi Agregat


Ruang lingkup penelitian ini jenis Asphalt Concrete yang digunakan adalah AC
– WC dan spesifikasi yang digunakan adalah spesifikasi umum Bina Marga 2010 Revisi
3. Spesifikasi gradasi agregat AC dapat dilihat pada Tabel 3.1.

15
Tabel 3.1. Spesifikasi Gradasi Agregat AC
Ukuran % Berat Lolos terhadap Total Agregat dalam Campuran
Ayakan Laston (AC)
(mm) WC BC Base
37,5 100
25 100 90 - 100
19 100 90 – 100 76 - 90
12,5 90 – 100 75 – 90 60 - 78
9,5 77 – 90 66 -82 52 - 71
4,75 53 – 69 46 – 64 35 -54
2,36 33 – 53 30 – 49 23 - 41
1,18 21 – 40 18 - 38 13 -30
0,600 14 – 30 12 -28 10 - 22
0,300 9 – 22 7 - 20 6 - 15
1,150 6 – 15 5 - 13 4 - 10
0,075 4–9 4–8 3-7
(Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3)
4. Spesifikasi Aspal
Dalam penelitian ini aspal yang digunakan adalah aspal penetrasi 60 – 70 dan
spesifikasi yang digunakan adalah spesifikasi umum Bina Marga 2010 Revisi 3.
Spesifikasi aspal tercantum pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Spesifikasi Aspal
No. Jenis Pengujian Aspal Pen. 60-70
1 Penetrasi pada 25⁰C (0,1 mm) 60-70
2 Titik Lembek ( ⁰C ) ≥ 48
3 Titik Nyala ( ⁰C ) ≥ 232
4 Titik Bakar ( ⁰C ) ≥ 232
5 Berat Jenis ≥ 1,0
(Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3)

16
5. Spesifikasi Sifat Campuran
Spesifikasi sifat campuran yang digunakan adalah spesifikasi umum Bina Marga
2010 Revisi 3. Spesifikasi sifat campuran tercantum pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Spesifikasi Sifat Campuran
No. Karakteristik Marshall Spesifikasi Satuan
1 VIM 3–5 %
2 VFWA Min 65 %
3 Stabilitas Min 800 Kg
4 Flow 2-4 mm
5 Marshall Quotient 250 Kg/mm
(Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3)

17
B. Properties Marshall
Adapun dasar perhitungan yang menjadi acuan dalam penganalisisan
data yaitu mengacu pada SNI 06-2489-1991 dan The Asphalt Institute sebagai
berikut :

a. Berat Jenis Aspal


Pemeriksaan berat jenis aspal di laboratorium (Specific Gravity
Test) adalah perbandingan antara berat aspal dan berat air suling dengan
isi yang sama pada suhu tertentu (25˚C atau 15,6˚C). pengujian ini diperlukan
pada saat pelaksanaan untuk konversi dari berat ke volume atau sebaliknya.
(C− A)
Berat Jenis =
( B−A )−(D−C )
(3.1)
Dengan :

A : massa piknometer dan penutup

B : massa piknometer dan penutup berisi air

C : massa piknometer, penutup dan benda uji

D : massa piknometer, penutup, benda uji dan air

b. Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat


Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus, dan
bahan pengisi (Additive) yang masing-masing mempunyai berat jenis
yang berbeda, baik berat jenis kering dan berat jenis semu. Penyerapan
terhadap air dan berat jenis efektifnya juga berbeda antara agregat kasar dan
agregat halus.

18
a) Agregat Kasar

1) Berat jenis kering


A
Sd =
( B−C )
(3.2)
2) Berat Jenis Semu
A
Sa =
( A−C)
(3.3)
3) Penyerapan air

Sw = [ B− A
A
x 100 %
]
(3.4)
4) Berat jenis efektif
Sa−Sd
BJ Efektif =
2
(3.5)
dengan :

Sd : Berat Jenis Kering


Sa : Berat Jenis Semu
Sw : Penyerapan Air
A : berat benda uji kering oven
B : berat benda uji jenuh kering permukaan
C : berat benda uji dalam air

b) Agregat Halus
1) Berat jenis kering
Bk
Sd =
( B+ SSD−Bt )
(3.6)

19
2) Berat jenis semu
Bk
Sa =
( B+ Bk−Bt )
(3.7)
3) Penyerapan air

Sw = [ SSD−Bk
Bk
x 100 %
]
(3.8)

dengan :
Sd : Berat Jenis Kering
Sa : Berat Jenis Semu
Sw : Penyerapan Air
Bk : Berat pasir kering
B : Berat piknometer + air
Bt : Berat piknometer + pasir + air
SSD : Berat pasir kering permukaan

c. Rongga dalam Agregat (VMA)

Rongga antar mineral agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara


partikel agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan
volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat).
VMA dapat dihitung dengan rumus berikut :

( 100−%aspal ) x berat volume b . u


VMA = 100−
BJ Agregat
(3.9)

dengan :

VMA : Rongga udara pada mineral agregat (%)

20
%Aspal : Kadar aspal terhadap campuran (%)

B.J. Agregat : Berat jenis efektif

21
d. Rongga dalam Campuran (VIM)

Rongga udara dalam campuran (VIM) dalam campuran perkerasan


beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang
terselimuti aspal. Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan
dengan rumus berikut:

100 x berat volume b .u


VIM = 100−
BJ maksimum teoritis
(3.10)

Berat jenis maksimum teoritis :

100
BJ = %agr %aspal
+
BJ Agr BJ Aspal
(3.11)

dengan :

VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan


(%) B.J Teoritis : Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah
pemadatan (gr/cc)

22
e. Rongga terisi Aspal (VFWA)

Rongga terisi aspal atau Volume of voids Filled with Asphalt (VFWA)
adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat (VMA) yang
terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Rumus
adalah
sebagai berikut:
(VMA−VIM )
VFWA = 100 x
VMA
(3.12)
dengan :
VFWA : Rongga udara terisi aspal (%)
VMA : Rongga udara pada mineral agregat (%)
VIM : Rongga udara pada campuran seteah pemadatan (%)

f. Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan lapis keras dalam menahan beban lalu
lintas tanpa terjadi perubahan bentuk yang permanen, dinyatakan dalam kg.
Pengukuran stabilitas dengan uji Marshall diperlukan untuk mengetahui
kekuatan tekan geser dari sampel yang ditahan dua sisi kepala penekan,
dengan nilai stabilitas yang cukup tinggi diharapkan perkerasan dapat
menahan beban lalu lintas tanpa terjadi kehancuran geser.
Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing masing yang
ditunjukkan oleh jarum arloji. Untuk nilai stabilitas, nilai yang
ditunjukkan pada arloji perlu dikonversi terhadap alat Marshall. Hasil
pembacaan di arloji stabiilitas harus dikalikan dengan nilai kalibrasi proving
ring yang digunakan pada alat Marshall. Pada penelitian ini, alat Marshall
yang digunakan mempunyai nilai kalibrasi proving ring sebesar 15,9.
Selanjutnya, nilai tersebut juga harus disesuaikan dengan angka koreksi
terhadap ketebalan benda uji seperti yang tertera pada tabel 3.5.

23
Tabel 3.5 Angka koreksi tebal benda uji
Volume Benda Uji Tebal Benda Uji Angka
(mm) (mm) Korelasi
523-535 65.1 0.96
536-546 66.7 0.93
547-559 68.3 0.89
560-573 69.9 0.86
574-585 71.4 0.83
586-598 73 0.81
599-610 74.6 0.78
611-625 76.2 0.76
Sumber : Asphalt Institute MS-2, 1998

24
Nilai stabilitas terkoreksi dihitung dengan rumus sebagai berikut.

S = q × c × k × 0,454 (3.13)
dengan :
S : nilai stabilitas terkoreksi (kg)
q : pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb)
k : faktor kalibrasi alat
c : angka koreksi ketebalan
0,454 : konversi beban dari lb ke kg

g. Kelelehan (Flow)
Nilai flow ditunjukkan oleh jarum arloji pembacaan flow pada alat
Marshall. Untuk arloji pembacaan flow, nilai yang didapat sudah dalam satuan
mm, sehingga tidak perlu dikonversi lebih lanjut.

h. Densitas
Densitas adalah suatu besaran kerapatan masa benda dinyatakan dalam berat
benda per satuan volume benda tersebut. Menurut Roberts,F.L.,et al (1991) kadar
aspal naik, densitas ikut naik sampai mencapai puncaknya kemudian turun. Sifat
kepadatan kering diperlukan berat dan volume dari sampel. Penentuan volume
memerlukan ketelitian yang dilaksanakan dengan penimbangan diudara dan saat
seluruhnya berada didalam air. Namun karena kondisi sampel masih lemah,maka
sampel dapat ditentukan dengan mengukur dimensi sampel saja. Karena sampel
dalam keadaan belum benar-benar kering, dan untuk mengeringkan specimen
secara penuh memerlukan waktu yang lama. Kepadatan kering dapat dihitung
dengan menggunakan rumus (Asphalt Institute,MS 14,1989) sebagai berikut.

W
Ɣ dry = (3.14)
V

25
dengan :
Ɣdry : Density /berat isi kering (gr/cm3)
V : Volume benda uji (cm3)
w : Kadar air (%)
i. Marshall Quotient
Marshall Quotient dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:

MS
MQ =
MF
(3.15)
dengan :
MQ = Marshall Quotient (kg/mm)
MS = Marshall Stability (kg)
MF = Flow Marshall (mm)

C. Durabilitas

Salah satu factor yang mempengaruhi tingkat durabilitas campuran


beraspal adalah kekuatan ikatan antara agregat dengan aspal. Agregat dan aspal
dalam campuran memiliki bentuk dan sifat kimia yang berbeda-beda. Adanya
agregat halus sebagai pengisi rongga pada campuran sangat berpengaruh. Gradasi
agregat kasar pun juga mempengaruhi ikatan campuran aspal. Ikatan juga
dipegaruhi dengan adanya senyawa kimia yang terkandung pada agregat dan
aspal. Jika senyawanya saling berikatan, maka campuran akan semakin baik
sehingga air tidak mudah merusak campuran.
Durabilitas adalah berapa lama kemampuan lapis perkerasan
mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca maupun lalu lintas selama
pelayanan jalan. Adapun cara mengetahui durabilitas dengan beberapa metode
sebagai berikut:
a. Metode Pengujian Durabilitas Standar
Prosedur pengujian durabilitas standar menurut Bina Marga (2010) yaitu
dilakukan dengan perendaman benda uji pada temperatur tetap ± 60°C selama 30

26
menit dan 24 jam. Perbandingan nilai stabilitas yang direndam selama 24 jam
dengan nilai stabilitas yang direndam selama 30 menit, dinyatakan dalam persen,
dan disebut Indeks Kekuatan Sisa (IKS). Nilai Indeks Kekuatan Sisa (IKS) dapat
dihitung dengan persamaan berikut ini :
S1
IKS= x 100 (3.16)
S2
dengan :
IKS : Indeks Kekuatan Sisa (%)
S1 : Stabilitas Marshall standart dengan perendaman selama 30 menit
Pada suhu ± 60°C, (kg)
S2 : Stabilitas Marshall setelah perendaman 24 jam dan 30menit pada
suhu ± 60°C, (kg)
Nilai IKS yang semakin besar menunjukan campuran beraspal semakin
durable (awet). Nilai minimum IKS yang disyaratkan Bina Marga adalah sebesar
90 %, sehingga jika nilai IKS di atas 90%, maka campuran beraspal tersebut
dianggap cukup tahan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh pengaruh air dan
suhu.
b. Metode Pengujian Durabilitas Modifikasi
Beberapa peneliti melakukan penelitian tingkat keawetan dengan
pengujian masa perendaman yang lebih lama. Craus (1981) menyatakan bahwa
kriteria perendaman satu hari tidak selalu mencerminkan sifat keawetan dari
campuran setelah beberapa waktu masa perendaman diperkenalkan 2 macam
indeks keawetan yaitu :
a) Indeks Durabilitas Pertama (IDP)
Indeks Durabilitas Pertama didefinisikan sebagai kelandaian yang
berurutan dari kurva keawetan. Indeks Durabilitas Pertama juga dapat
didefinisikan sebagai nilai sensitivitas penurunan stabilitas benda uji
terhadap lama perendaman.
Indeks Durabilitas Pertama dinyatakan dalam (r) dihitung
berdasarkan persamaan berikut ini :

27
n −1
Si−S i+t
r=∑ (3.17)
i=0 t i+ t−t i
dengan :
r : Indeks penurunan Stabilitas (%)
Si+1 : Persentase kekuatan sisa pada waktu ti+1 (%)
Si : Persentase kekuatan sisa pada waktu ti (%)
ti, ti+j : Pengujian (jam)

Nilai “r” positif menunjukan laston mengalami penurunan nilai


stabilitas yang mengindikasikan kehilangan kekuatan, sedangkan nilai
“r” negatif menunjukan mengalami peningkatan nilai stabilitas yang
mengindikasikan adanya penambahan kekuatan.

b) Indeks Durabilitas Kedua (IDK)


Indeks Durabilitas Kedua didefinisikan sebagai persentase
kehilangan kekuatan rata – rata selama satu hari antara kurva keawetan
dengan garis So = 100 persen.
Indeks Durabilitas Kedua dinyatakan dalam (a) dihitung
berdasarkan persamaan berikut ini :
n=1
1
a= ∑ (S −S )¿ ¿
2t n n=0 i i +t
(3.18)

dengan :
a : Persentase kehilangan kekuatan selama satu hari (%)
Si+1 : Persentase kekuatan sisa pada waktu ti+1 (%)
Si : Persentase kekuatan sisa pada waktu ti (%)
ti, ti+j : Periode perendaman, dimulai dari awal pengujian (jam)
tn : Total perendaman (jam)
Semakin kecil nilai IDK maka semakin kecil kehilangan kekuatan
dan semakin besar nilai IDK maka semakin besar pula kehilangan
kekuatannya atau semakin tidak durable.

28
Indeks durabilitas ini menggambarkan kehilangan kekuatan satu
hari. Nilai “a” positif menggambarkan kehilangan kekuatan, sedangkan
nilai “a” negatif merupakan pertambahan kekuatan. Berdasarkan
definisi tersebut, maka a < 100. Oleh karena itu, memungkinkan untuk
menyatakan persentase kekuatan sisa satu hari ( Sa ) sebagai berikut :
Sa = ( 100 – a ) (3.19)
Nilai Indeks Durabilitas Kedua juga dapat dinyatakan dalam
bentuk nilai absolut dari ekuivalent kehilangan kekuatan sebagai berikut
:
A = Sa x So
(3.20)
dengan :
A : nilai absolut kehilangan kekuatan selama satu hari (kg)
So : nilai absolut kekuatan awal (kg)
Berdasarkan definisi tersebut, maka nilai A < So. Sehingga
memungkinkan untuk menyatakan nilai absolut kekuatan sisa satu hari
(SA) sebagai berikut :
SA = ( So – A ) (3.21)
Tingkat durabilitas campuran beraspal dapat digambarkan dalam
bentuk kurva keawetan yang dapat dilihat pada Grafik III.1 berikut ini.

29
Grafik 3.1. Skema Kurva Keawetan
(Sumber : Craus, 1981)

30

Anda mungkin juga menyukai