Anda di halaman 1dari 36

BAB II

MATERI DAN PEMBAHASAN

2.1 Kegagalan Relativitas Klasik


Relativitas klasik (yang diperkenalkan pertama kali oleh Galileo
Galilei dan didefinisikan ulang oleh Sir Isaac Newton) mencakup
transformasi sederhana diantara benda yang bergerak dan seorang
pengamat pada kerangka acuan lain yang diam (inersia). Jika kamu
berjalan di dalam sebuah kereta yang bergerak, dan seseorang yang diam
diatas tanah (di luar kereta) memperhatikanmu, kecepatanmu relatif
terhadap pengamat adalah total dari kecepatanmu bergerak relatif terhadap
kereta dengan kecepatan kereta relatif terhadap pengamat. Jika kamu
berada dalam kerangka acuan diam, dan kereta (dan seseorang yang duduk
dalam kereta) berada dalam kerangka acuan lain, maka pengamat adalah
orang yang duduk dalam kereta tersebut.
Pandangan paham Newton tentang alam memberi suatu kerangka
nalar dasar yang membantu kita memahami sejumlah besar gejala alam.
Pandangan tentanng alam ini, yang sebenarnya berasal dari Galileo,
mengatakan bahwa ruang dan waktu adalah mutlak. Juga dikemukakan
bahwa setiap percobaan yang dilakukan dalam kerangka acuan
(pengamatan) kita barulah bermakna fisika apabila dapat dikaitkan dengan
percobaan serupa yang dilakukan dalam kerangka acuan mutlak, yaitu
sistem koordinat kartesius semesta yang padanya tercantelkan jam-jam
mutlak. Sebagai contoh, pernyataan yang lazim dikenal sebagai asas
kelembaman (inersia) Galileo, mengatakan bahwa sebuah benda yang
diam cenderung diam kecuali jika padanya dikenakan gaya luar.
Jika anda mencoba menguji asas ini dalam sebuah kerangka acuan
yang mengalami percepatan, seperti sebuah mobil yang berhenti secara
mendadak, atau sebuah komidi putar yang sangat cepat perputarannya,

1
akan anda dapati bahwa asas ini tidak berlaku (dilanggar). Jadi, hukum-
hukum Newton (termasuk asas kelembaman) tidak berlaku dalam
kerangka acuan yang mengalami percepatan, kecuali dalam kerangka
acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap. Kerangka acuan (yang
bergerak dengan kecepatan tetap) ini, disebut kerangka lembam (inersial).
Peristiwa-peristiwa yang diamati dari berbagai kerangka lembam
dapat tampak berbeda bagi masing-masing pengamat dalam tiap kerangka
itu. Tetapi, mereka semua akan sependapat bahwa hukum-hukum Newton,
kekekalan energi, dan seterusnya, tetap berlaku dalam kerangka acuan
mereka. Pembandingan pengamatan-pengamatan yang dilakukan dalam
berbagai kerangka lembam, memerlukan transformasi Galileo, yang
mengatakan bahwa kecepatan (relative terhadap tiap kerangka lembam)
mematuhi aturan jumlah yangpaling sederhana.
Transformasi Galileo. Relativitas berhubungan dengan dua
kerangka acuan yang saling bergerak dengan kecepatan konstan. Pada
Gambar 5.1.2a diilustrasikan kerangka acuan “diam”, yaitu pengamat yang
diam di tepi rel dan kerangka acuan “bergerak”, yaitu pengamat yang
berada dalam kereta. Kita dapat menjelaskan situasi ini dengan
menggunakan kerangka acuan inersial. Pada Gambar 5.1.2 dilukiskan dua
buah kerangka acuan inersial. Kerangka acuan S yang berhubungan
dengan pengamat diam di tepi rel, memiliki system koordinasi XYZ
dengan titik dasar O. Kerangka acuan S’ yang berhubungan dengan
pengamat dalam kereta, memiliki koordinat X’Y’Z’ relatif terhadap
kerangka acuan S. Mula-mula (saat t =t’= 0), titik asal kedua acuan adalah
berimpit. Dalam transformasi Galileo yang akan kita turunkan ini, selang
waktu yang dicatat oleh pengamat di S di anggap sama dengan yang
dicatat oleh yang dicatat oleh pengamat di S’. Jadi, t’=t.

2
Gambar 2.1.1. (a) S, memiliki sistem kordinat XYZ dan S’, memiliki sistem
kordinat X’Y’Z’ (b) Setelah selang waktu t, titik asal koordinat S’ berada
sejauh v.t dari titik asal koordinat S .

Setelah selang waktu t, koordinat setiap benda (missal titik P) pada


kerangka acuan S’ kita nyatakan dengan koordinat pada kerangka acuan S.
dari gambar 5.1.2b tampak bahwa

O’P = OP – OO’

O’P adalah koordinat x’, OP adalah koordinat x, dan OO’ = v t,


sehingga persamaan di atas menjadi

x' = x – v t

Koordinat y dan z dari benda tidak berubah karena kerangka acuan


S’ dibatasi hanya bergerak sepanjang sumbu X, dan tidak pada sumbu Y
dan Z. oleh karena itu

y' = y,

z' = z

3
Jadi, transformasi Galileo untuk koordinat dan waktu adalah

.....................................................(2.1-1)

Transformasi kebalikannya adalah

.....................................................(2.1-2)

Untuk memperoleh transformasi Galileo untuk kecepatan,


persamaan (5.1-1) kita diferensialkan terhadap waktu.

x' = x – v t

dx'/dt = , dx/dt = ux, dan, sehingga kita peroleh


transformasi Galileo untuk kecepatan adalah:

.....................................................(2.1-3)

Transformasi kebalikannya adalah:

ux = ux' + v

uy = uy' (2.1-4)

4
uz = uz'

Di sini, ux' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu X',

uy' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu Y',

uz' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu Z'.

transformasi Galileo untuk percepatan kita peroleh dengan


mendeferensialkan Persamaan (2.1-3) terhadap waktu.

ux' = ux – v

dux'/dt = ax', dux/dt = ax, dan dv/dt = 0 sebab v konstan, sehingga


kita peroleh:

ax' = ax

dengan cara yang sama, kita peroleh: ax' = ay, az' = az

Jadi, transformasi Galileo untuk percepatan adalah:

ax' = ax

ay' = ay .....................................................(5.1-5)

az' = az

dari persamaan (2.1-5) dapat kita simpulkan bahwa F' = ma' sama
dengan F = ma, sebab a' = a. sekali lagi tampak bahwa hukum-hukum
mekanika berlaku sama, baik pada kerangka acuan S' ataupun kerangka
acuan S. ini adalah sesuai dengan prinsip relativitas Newton yang telah
ditanyakan sebelumnya.

5
Permasalahan dengan relatifitas ini terjadi ketika diaplikasikan
pada cahaya, pada akhir 1800-an, untuk merambatkan gelombang melalui
alam semesta terdapat substansi yang dikenal dengan eter, yang
mempunyai kerangka acuan (sama seperti pada kereta pada contoh di
atas). Eksperimen Michelson-Morley, bagaimanapun juga telah gagal
untuk mendeteksi gerak bumi relatif terhadap eter, dan tak ada seorangpun
yang bisa menjelaskan fenomena ini. Ada sesuatu yang salah dalam
interpretasi klasik dari relatifitas jika diaplikasikan pada cahaya dan
kemudian muncullah pemahaman baru yang lebih matang setelah Einstein
datang untuk menjelaskan fenomena ini.

Gejala gelombang secara umum dapat kita definisikan sebagai


rambatan gangguan periodik melalui suatu zat perantara. Dengan cara
apakah perambatan gelombang ini berlangsung, bergantung pada gaya-
gaya yang bekerja antar partikel zat perantaranya. Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan mengapa segera setelah Maxwell memperlihatkan bahwa
kehadiran gelombang elektromagnet diramalkan berdasarkan persamaan-
persamaan elektromagnet klasik, para fisikawan segera melakukan
berbagai upaya untuk mempelajari sifat zat perantara yang berperan bagi
perembatan gelombang electromagnet ini.

Zat perantara ini disebut eter. Namun, karena zat ini belum pernah
teramati dalam percobaan, maka dipostulatkan bahwa ia tidak bermassa
dan tidak tampak, tetapi mengisi seluruh ruangan fungsi dan fungsi satu-
satunya hanyalah untuk merambatkan gelombang elektromagnet. Konsep
eter ini sangat menarik perhatian karena sekurang-kurangnya dua alasan
berikut. Pertama, sulit untuk membayangkan bagaimana sebuah
gelombang dapat merambat tanpa memerlukan zat perantara (bayangkan
gelombang air tanpa air). Kedua, pengertian dasar eter ini berkaitan erat
dengan gagasan Newton tentang ruang mutlak, eter dikaitkan dengan
Sistem Koordinat Semesta Agung. Dengan demikian, keuntungan
sampingan yang bakal diperoleh dari penyelidikan terhadap eter ini adalah

6
bahwa dengan mengamati gerak bumi mengarungi eter, akan terungkap
pula gerak bumi relative terhadap “ruang mutlak”.

Percobaan awal yang paling saksama untuk mendapatkan bukti


kehadiran eter dilakukan pada tahun 1887 oleh fisikawan Amerika, Albert
A. Michelson dan rekannya E.W. Morley. Percobaan mereka pada
dasarnya mempergunakan interferometer Michelson yang dirancang
khusus bagi maksud ini. Dalam percobaan ini, seberkas cahaya
monokromatik (satu warna) dipisahkan menjadi dua berkas yang dibuat
melewati dua lintasan berbeda dan kemudian diperpadukan kembali.
Karena adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh kedua berkas,
maka akan dihasilkan suatu pola interferensiseperti tmpak pada gambar
(2.3.)

Untuk sementara, marilah kita membayangkan bahwa bumi


sedang bergerak mengarungi eter dalam arah AB. Pada pola interferensi,
pita-pita gelap terjadi di tempat kedua berkas cahaya berinteferensi secara
meminimumkan (destructive), sedangkan pita-pita terang di tempat
interferensinya maksimum (constructive). Interferensi minimum dan

7
maksimum brgantung pada beda fase antara kedua berkas cahaya. Ada
dua saham (contribution) bagi beda fase ini. Yang pertama berasala dari
beda jalan (AB-AC), karena salah satu berkas menempuh jarak yang lebih
panjang, sedangkan saham kedua bagi beda fase ini ternyata akan selalu
ada meskipun panjang kedua lintasan berkas tepat sama. Seberkas cahaya
yang “berenang” mengarungi eter dalam arah lawan turut aliran eter akan
berbeda waktu tempuhnya dengan yang melintasi dalam arah silang dan
kembali.

Jika kita dapat memisahkan dan mengukur saham kedua ini, maka
kita dapat menarik kesimpulan tentang “laju” aliran eter, dan dari sini pula
tentang gerak bumi mengarungi eter. Sayangnya pemisahan seperti itu
merupakan sesuatu hal yang tidak mungkin dapat dilakukan. Walaupun
demikian, Michelson dan Morley menggunakan suatu metode cerdik untuk
dapat menarik suatu kesimpulan tentang komponen saham kedua ini, yakni
dengan memutarkan seluruh peralatan mereka sebanyak 90ᴼ. Saham bagi
beda fase yang disebabkan oleh beda jalan, tentu saja tidak berubah,
karena sekarang berkas sepanjang AC yang bergerak menuruti aliran eter,
sedangkan yang sepanjang AB sekarang melawan aliran eter. Adanya
perubahan tanda pada saham kedua ini diperkirakan bakal teramati sebagai
perubahan pola frinji (fringes, atau pita) terang dan gelap bila peralatannya
diputar. Setiap perubahan terang menjadi gelap atau gelap menjadi terang
menggambarkan suatu perubahan fase sebesar 180ᴼ (setengah siklus),
yang setara dengan keterdahuluan atau keterlambatan waktu sebesar
setengah periode (untuk cahaya tampak, besarnya sekitar 10 -15). Dari
hubungan-hubungan yang kita turunkan bagi beda waktu antara rambatan
lawan-turut silang, kita kemudian dapat menarik kesimpulan tentang laju
bumi mengarungi eter.

Ketika Michelson dan Morley melakukan percobaan ini, mereka


tidak mengamati adanya perubahan mencolok dalam pola frinji
interferensi, yang mereka simpulkan hanyalah suatu pergeseran yang lebih

8
kecil daripada 0,01 frinji, yang berhubungan dengan laju bumi mengarungi
eter, paling tinggi 5 km/detik. Sebagai upaya terakhir, Michelson dan
Morley bernalar bahwa mungkin gerak orbital bumi menghapus gerak
translasi mengarungi eter. Jika hal ini benar, maka enam bulan kemudian,
bumi akan bergerak dalam orbitnya pada arah yang berlawanan, sehingga
dengan demikian penghapusan ini tidak akan terjadi. Ketika percobaan ini
mereka ulangi enam bulan kemudian, kembali diperoleh hasil nihil.
Sebagai rangkumannya, kita lihat bahwa terdapat suatu rantai nalar yang
berawal dari asas kelembaman Galileo, melalui hukum-hukum Newton
dengan andaian-andaian implisitnya tentang ruang dan waktu, dan berakhir
dengan kegagalan percobaan Michelson-Morley untuk mengamati gerak
Bumi relatifit terhadap eter. Dengan demikian, penjelasan yang lebih baru,
revolusioner, dan berhasil memerlukan penyususnan ulang konsep-konsep
tradisional kita tentang ruang dan waktu, dan oleh karena itu akan
merombak beberapa konsep fisika klasik yang paling mendasar.

2.2 Postulat Einstein


Permasalahan yang dimunculkan percobaan Michelson-Morley ini
ternyata baru berhasil terpecahkan dengan teori relativitas khusus yang
membentuk landasan bagi konsep-konsep baru tentang ruang dan waktu.
Teori ini didasarkan pada dua postulat berikut, yang diajukan Albert
Einstein pada tahun 1905.
Postulat I : hukum-hukum fisika tetap sama pernyataannya dalam semua
sistem lembam
Postulat II : laju cahaya memiliki nilai c yang sama dalam semua sistem
lembam.
Postulat pertama, secara mudah mengatakan bentuk hukum-hukum
fisika yang berlaku pada suatu kerangka acuan inersial akan sama dengan
hukum yang berlaku pada kerangka inersial lainnya. Misalnya pada suatu
kerangka acuan inersial berlaku hukum kedua newton F = m.a (untuk
massa konstan), maka pada kerangka acuan inersial lainnya bentuk

9
persamaannya akan sama hanya saja F' = m'.a', nilai F, m, atau a-nya
mungkin berbeda.
Postulat pertama ini menyatakan bahwa tidak ada kerangka acuan
mutlak hingga gerak benda hanya bersifat relatif, sehingga tidak mungkin
mengukur kecepatan mutlak suatu benda, yang ada hanya kecepatan
relatif. Sebagai contoh: seseorang berada di dalam pesawat terbang yang
bergerak dengan kecepatan penerbangan konstan jika penumpang tersebut
melempar bola ke atas, maka bola akan bergerak parabola. Begitu pula
dengan orang yang berada di bumi bila melempar ke atas gerakan bola
juga parabola. Hal ini berarti bahwa bola yang dilempar di dalam pesawat
terbang dan dibumi sama-sama membentuk gerakan parabola.
Postulat kedua tidak lain merupakan konsekuensi dari percobaan
Michelson-Morley bahwa laju cahaya dalam arah silang maupun searah
sumber adalah sama. Dan postulat kedua ini menegaskan pula bahwa laju
cahaya pun akan tetap sama bagi pengamat yang sedang berada dalam
keadaan gerak relatif, selama pengamat tersebut merupakan sistem
inersial. Postulat yang kedua menunjukan bahwa bagaimana pun cara kita
mengukurnya kecepatan cahaya tidak pernah berubah. Apa pun patokan
yang kita gunakan untuk mengukur kecepatan cahaya, di mana pun posisi
kita mengukur, dan berapa pun kecepatan kita saat mengukur, kecepatan
cahaya selalu konstan.
2.3 Akibat Postulat Einstein
a. Pemuluran Waktu atau Time Dilatation
Mulurnya waktu, atau bahasa kerennya Time Dilation, ini
maksudnya bahwa jika suatu jam bergerak dengan kecepatan tertentu,
waktunya akan memuai (mulur). Misalnya ada seorang astronot yang
membawa jam tangannya saat menjalankan misi ke luar angkasa.
Pesawat luar angkasa yang membawanya meluncur sangat cepat. Jika
kita, yang berada di bumi, punya teropong yang sangat sensitif dan
bisa melihat ke dalam pesawat yang sedang meluncur cepat itu, kita
bisa menggunakan teropong itu untuk mengintip jam tangan si

10
astronot. Sebelum si astronot berangkat kita sudah menyesuaikan jam
tangan itu dengan jam tangan yang kita gunakan di bumi. Aneh, di jam
tangan si astronot yang sedang meluncur di luar angkasa itu lebih
lambat dibanding jam tangan kita di bumi? Padahal sebelum ia
berangkat kedua jam sudah dicocokkan dan si astronot tidak
mengubahnya sama sekali sejak keberangkatannya itu. Jarum detiknya
tampak bergerak lebih lambat dibanding jarum detik di jam tangan
kita. Inilah yang disebut dengan waktu yang mulur saat bergerak pada
kecepatan tinggi.
Semakin besar kecepatan gerak suatu benda atau partikel, waktu
akan berjalan semakin lambat bagi benda atau partikel tersebut. Tentu
saja hal ini tidak dirasakan oleh si astronot. Menurut si astronot, jam
tangannya tidak berubah kecepatannya, yang berubah justru kecepatan
jam tangan kita di bumi yang tampak bergerak lebih cepat. Hal ini
disebabkan segala sesuatu di dalam pesawat astronot bergerak lambat
termasuk proses metabolisma tubuh, getaran atom dan sebagainya.
Keterangan:
∆𝑡 ′ = selang waktu yang diamati
pada kerangka diam
Δt = selang waktu pada kerangka
bergerak
u = kecepatan relatif

Contoh Soal
Dua orang A dan B adalah anak kembar. Pada umur 20 tahun A pergi
ke ruang angkasa dengan pesawat yang lajunya 0,8c dan kembali ke
bummi pada saat B berumur 30 tahun. Berapakah umur B menurut A
yang baru kembali
Penyelesaian

∆𝑡0
∆𝑡 = 2
√1−𝑢2
𝑐

11
∆𝑡0
10 = 2
√1−(0,8𝑐)
2𝑐

∆𝑡0
10 =
√1−0,64

∆𝑡0
10 =
√0,36

∆𝑡0 = 6 tahun

Umur A = 20 + 6 = 26 tahun

b. Kontraksi Panjang
Kontraksi panjang juga berkaitan dengan perbedaan kecepatan.
Misalnya si astronot agak lelah, lalu mulai berbaring di tempat tidur
yang sudah disediakan di pesawat luar angkasanya. Dengan teropong
yang sama, kita bisa mengintip si astronot yang tidur berbaring itu.
Aneh, sewaktu berbaring si astronot tampak lebih pendek? Sewaktu ia
masih di bumi dan pesawatnya belum berangkat, ia tampak tinggi.
Lebih aneh lagi, sewaktu ia sudah terbangun lagi dari tidurnya dan
kembali berdiri, tiba-tiba ia kelihatan tinggi seperti biasa. Tetapi ia
juga kelihatan lebih kurus saat berdiri. Hal ini terjadi karena ia sedang
berada dalam pesawat yang meluncur cepat, saat ia tidur kita melihat
panjang tubuhnya menciut (terjadi kontraksi panjang). Saat ia berdiri,
kita melihat lebar tubuhnya menciut (juga merupakan kontraksi
panjang). Ia sendiri tidak merasak
an perubahan apa-apa di dalam pesawat. Benda yang bergerak
dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya akan tampak lebih
pendek bila diukur dari kerangka diam.
L’ = selang waktu yang diamati
pada kerangka diam
L = selang waktu pada kerangka
bergerak
u = kecepatan relatif

12
Contoh Soal
Sebuah benda yang panjangnya 1 meter diamati oleh pengamat yang
beergerak dengan kecepatan 0,6c. Berapa panjang benda itu menurut
pengamat?
Penyelesaian
𝑢2
L’ = 𝐿√1 −
𝑐2

(0,6𝑐)2
L’ = 1√1 − 𝑐2

L’ = √1 − 0,36
L’ = √0,64
L’ = 0,8 meter
c. Efek Doppler
Efek Doppler bagi gelombang cahaya dalam fisika klasik
𝑣 ± 𝑣0
𝑓′ = 𝑓
𝑣 ∓ 𝑣0

Postulat pertama Einstein mengatakan bahwa ini tidak mungkin


berlaku bagi gelombang cahaya, karena gelombang cahaya tidak
memerlukan zat perantara dan tidak ada percobaan yang dapat
mengungkapkan geraak mutlak.

2
√1 − 𝑢2 𝑢
1+ 𝑐
𝑐 𝑓′ = √
𝑓′ = 𝑓 𝑢 𝑢
1−𝑐 1−
𝑐

Rumus ini adalah rumus pergeseran Doppler yang taat asas dengan
keddua postulat Einstein. Rumus ini tidak membedakan antara gerak
sumber dan pengamat dan hanya bergantung pada laju relatif u.

13
2.4 Transformasi Lorentz
Transformasi Galileo, persamaan (2.1-1) sampai dengan persamaan
(2.1-4) hanya berlaku jika kecepatan-kecepatan yang terlibat lebih jauh
dari cepat rambat cahaya, c. sebagai contoh dapat kita lihat bahwa
persamaan pertama dari persamaan (2.1-2) tidak akan berlaku untuk
kecepatan cahaya. Untuk cahaya yang bergerak terhadap kerangka acuan
S’ dengan kelajuan ux’ = c akan memiliki kelajuan ux = ux’ + v atau ux = c
+ v terhadap kerangka acuan S. Jadi, jelaslah diperlukan suatu
transformasi baru agar senantiasa berlaku bahwa pada kerangka acuan apa
saja, kelajuan cahaya dalam vakum adalah c.
Kekeliruan transformasi Galileo untuk kelajuan-kelajuan yang
mendekati kelajuan cahaya adalah anggapan bahwa selang waktu pada
kerangka acuan S’ sama dengan selang waktu pada kerangka acuan S (t =t)
untuk memasukkan konsep relativitas Einstein, maka selang waktu ini
tidaklah sama (t ≠ t). jika kita anggap transformasi ini adalah linier
maka hubungan transformasinya akan mengandung suatu pengali 𝛾,
disebut tetapan transformasi. Dengan demikian transformasi baru ini akan
berbentuk:
x = 𝛾( x’ +v t)
y = y’ (2.2-1)
z = z’
Perhatikan, kita ,menganggap persamaan y dan z tidak berubah
karena tidak ada perubahaan gerak pada arah ini.
Prinsip relativitas ini menyatakan bahwa S’ bergerak kekanan
terhadap kerangka acuan S sama saja dengan S bergerak ke kiri terhadap
kerangka acuan S’. Oleh karena itu, transformasi kebalikan persamaan
pertama dari Persamaan (2.2-1) adalah:
x’ = 𝛾( x– v t)
Sekarang jika pulsa cahaya meninggalkan titik asal bersama S dan
S’ pada saat t=t’=0, maka setelah selang waktu t,pulsa tersebut akan
menempuh sepanjang sumbu X sejauh x=ct (dalam kerangka acuan S) atau

14
x’=ct’ (dalam kerangka acuan S’). Dari persamaan transformasi untuk x
dam x’, kita peroleh:

x = 𝛾( x’ + v t)

ct= 𝛾(ct’+vt’)

ct= 𝛾(c+v)t’ ............................ (*)

dan

x’= 𝛾(𝑥 − 𝑣𝑡)

ct’= 𝛾(𝑐𝑡 − 𝑣𝑡)

ct’= 𝛾(c-v)t

𝛾(𝑐−𝑣)
t’= t .................................(**)
𝑐

Substisusikan t’ dari (**) ke (*), kita peroleh :

𝛾(𝑐−𝑣)
ct= 𝛾(𝑐 + 𝑣) [ 𝑡]
𝑐

𝛾2 (𝑐+𝑣)(𝑐−𝑣)
ct= 𝑡
𝑐

Bagi kedua ruas persamaan dengan t, kita peroleh:

𝛾2 (𝑐+𝑣)(𝑐−𝑣)
c= 𝑐

𝛾 2 (𝑐 2 + 𝑣 2 )
𝑐2 =
𝑐

𝑐2 𝑐2 1
𝛾 2 = (𝑐 2 +𝑣2 ) = 𝑣2
= 𝑣2
𝑐 2 (1− 2 ) 1− 2
𝑐 𝑐

15
1
𝛾=√
𝑣2
1−
𝑐2

Setelah kita mengetahui tetapan transformasi 𝛾 kita akan


menentukan hubungan antara t dan t. Untuk mengerjakan ini, kita
gabungkan persamaan x’= 𝛾(x-vt) dengan x= 𝛾(x’+vt’) dengan cara
mensubsisusikan x kedalam persamaan pertama.

x’= 𝛾(x-vt)

x’= 𝛾([𝛾(x’+vt’)-vt]

x’= 𝛾2 ( x’+vt’)- 𝛾vt

x’= 𝛾2x’+ 𝛾2vt’- 𝛾vt

𝛾= 𝛾2vt’+( 𝛾2-1)x’ : 𝛾𝑣

𝛾2 −1
t= 𝛾𝑡′ + x’ ...................................(***)
𝛾𝑣

𝛾2 −1
Mari kita tentukan dahulu nilai dari , sebagai berikut.
𝛾𝑣

𝛾2 − 1 1
=𝛾−
𝛾 𝛾

𝑣2
1 𝑣2 1−(1− 2 )
𝑐
= 2
− √1 − 𝑐 2 =
𝑣2
√1−𝑣2 √1− 2
𝑐 𝑐

𝛾2 −1 𝑣²/𝑐²
=
𝛾 𝑣²
√1−
𝑐²

𝛾²−1 𝑣²/𝑐² 𝑣 1
= = 𝑐² x 2
𝛾 𝑣²
𝑣√1− √1−𝑣2
𝑐² 𝑐

𝛾2 −1 𝑣
𝛾𝑣
= 𝑐² 𝛾……………………….(****)

16
𝛾2 −1
Masukkan nilai dari (****) ke dalam (***) kita peroleh:
𝛾𝑣

𝑣
t = 𝛾𝑡 ′ + 𝛾𝑥′
𝑐²

𝑣𝑥′
t = 𝛾(𝑡 ′ + …………………………………………. (2.2-2)
𝑐²

akhirnya dapatlah kita peroleh hasil transformasi baru tersebut


sebagai berikut.

1
x= 2
(x’ + vt’)
√1−𝑣2
𝑐

y = y’………………………………………………………..(2.2-3)

z = z’

𝑣𝑥′
t = 𝛾(𝑡 ′ + )
𝑐²

atau transformasi kebalikannya

1
x’ = 2
(x - vt’)
√1−𝑣2
𝑐

y’ = y………………………………………………………(2.2-4)

z’ = z

𝑣𝑥
t’ = 𝛾(𝑡 − )
𝑐²

Transformasi pada persamaan (2.2-3) dan (2.2-4) disebut


transformasi Lorentz. Persamaan-persamaan ini pertama kali diusulkan
dalam dalam suatu bentuk yang sedikit berbeda oleh Lorentz, pada tahun
1904. Ia mengajukan persamaan-persamaan ini untuk menjelaskan hasil
nol dalam percobaan Michelson-Morley, dan untuk membuat persamaan-
persamaan Maxwell memiliki bentuk yang sama untuk semua kerangka

17
acuan inersial. Setahun kemudian, Einstein menueunkan persamaan-
persamaan ini secara independen berdasarkan teori relativitasnya.
Perhatikan, bukan hanya persamaan kedudukan x yang
dimodifikasi jika dibandingkan dengan transformasi Galileo, tetapi juga
persamaan waktu t. Akhirnya, dapatlah kita lihat bahwa dalam relativitas
khusus Einstein, ruang dan waktu adalah relatif (dalam relativitas
Newton, ruang dan waktu adalah mutlak).
Transformasi Lorentz Untuk Kecepatan
Seperti biasanya, kecepatan dapat kita peroleh dari turunan fungsi
kedudukan terhadap waktu.
𝑑𝑥
Ux = ………………………………………………(*)
𝑑𝑡

Dari persamaan (13-14) :


x = 𝛾𝑥 ′ + 𝛾𝑣𝑡 ′ 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝛾 𝑑𝑎𝑛 𝑣 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
dx = 𝛾𝑑𝑥 ′ + 𝛾𝑣𝑑𝑡′…………………………………(**)
dari persamaan (13-14)
𝑣𝑥′
t = 𝛾(𝑡 ′ + )
𝑐²

𝛾𝑣
t = 𝛾𝑡 ′ + x’
𝑐²

jika variable t, t, dan x’ kita tarik diferensialnya, kita peroleh:

𝛾𝑣
dt = 𝛾𝑑𝑡 + dx’……………………………………..(***)
𝑐²

masukkan elemen dx dari (**) dan dt (***) ke dalam (*), sehingga


kita peroleh kecepatan

1
𝑑𝑥 𝛾𝑑𝑥 ′ +𝛾𝑣𝑑𝑡′ 𝑑𝑡′
ux= 𝑑𝑡 = 𝛾𝑣 𝑥 1
𝛾𝑑𝑡 ′ + 2 𝑑𝑥
𝑐 𝑑𝑡′

𝑑𝑥′
𝛾+ 𝛾𝑣
𝑢𝑥 = 𝑑𝑡
𝛾𝑣 𝑑𝑥′
𝛾+ 2
𝑐 𝑑𝑡′
𝛾𝑢𝑥′ + 𝛾𝑣 𝑑𝑥′
= 𝛾𝑣 , sebab = 𝑢𝑥′
𝛾+ 2 𝑢𝑥 ′ 𝑑𝑡′
𝑐

18
𝛾(𝑢′ +𝑣)
= 𝑣
𝛾(1+ 2 𝑢𝑥 ′ )
𝑐

𝑢 ′ +𝑣
𝑢𝑥
𝑥= 𝑣
1+ 2
𝑐 𝑢𝑥 ′

Sekarang kita akan menentukan kecepatan pada sumbu Y, uy. Dari


persamaan (9)
y=y’ , sehingga dy=dy’
1
𝑑𝑦 𝑑𝑦′ 𝑑𝑡′
uy = = 𝛾𝑣 𝑥 1
𝑑𝑡 𝛾𝑑𝑡 ′ + 2 𝑑𝑥′
𝑐 𝑑𝑡′

𝑑𝑦/𝑑𝑡
= 𝛾𝑣 𝑑𝑥′
, sebab dy’/dt’=uy’ dan dx’/dt’=ux’
𝛾+ 2 ( ′ )
𝑐 𝑑𝑡

1 𝑢𝑦′
uy=𝛾 𝑣𝑢
[1+ 2𝑥′ ]
𝑐

1 1 𝑣2
𝛾= 2
𝛾=√1 − 𝑐 2 ,sehingga
√1−𝑣2
𝑐

𝑢
𝑣2
𝑦′ √1− 2
𝑐
uy= 𝑣𝑢
1+ 2𝑥
𝑐

Dengan cara yang sama, dapat kita peroleh kecepatan pada sumbu
Z, uz , yaitu:

𝑣²
𝑢𝑧 ′√1−
𝑐²
uz = 𝑣𝑢 ′
1+ 𝑥
𝑐²

Akhirnya dapatlah kita peroleh hasil transformasi Lorentz untuk


kecepatan, yaitu :
𝑢𝑥 ′+ 𝑣
ux = 𝑣𝑢𝑥
1+
𝑐²

𝑢𝑦′
√1−𝑣²
𝑐²
uy = 𝑣𝑢 ………………………………………………(2.2-5)
1+ 𝑥′
𝑐²

𝑢𝑧′
√1−𝑣²
𝑐²
uz = 𝑣𝑢
1+ 𝑥′
𝑐²

19
atau transformasi kebalikannya
𝑢𝑥 + 𝑣
ux’ = 𝑣𝑢𝑥
1+
𝑐²
𝑢 𝑣²
𝑦√1−
𝑐²
uy’ = 𝑣𝑢 ………………………………………………(2.2-6)
1+ 𝑥′
𝑐²
𝑢 𝑣²
𝑧√1−
𝑐²
uz’ = 𝑣𝑢𝑥′
1+
𝑐²

2.5 Dinamika Relativistik


Kita telah melihat bagaimana kedua postulat einstei menentun kita
epada suatu penafsiran “relative” baru terhadap konsep-konsep mutlak ang
dianut sebelmnya sepeerti panjadng dan waktu. juga darinya kita
berkesimpulan bagwa konsep klasik ita tentang laju relative tidaak lagi
benar. Dengan demikian, cukup beralasan bagi kita untk menanyakan
sejauh manakah revolusi konsep ini mengubah tafsiran kita terhadap
berbagai konsep fisika.oleh karena itu, kita sekarang membahas ulang
besaran-bersaran dinamika seperi massa, energy, momentum, dan gaya,
agar kita dapat megkajinya dari sudut pandang teori relativitas khusus.
Apakah hubungan yang yelah lazim kita kenal, seperti p = mv, K =
1/2mv2, F = m ( atau lebih tepat, F = dp/dt), tetap berelaku, ataukah kita
haru mempunyai konsep baru lagi bagi bsara-besaran dinamika ini ?
begitu pula, bagaimana halnya dengan hukum-hukum kekekalan dasar dari
fisika klasik, seperti kekekalan energy dan kekekalan momentum linier
?semua konsep ini begitu penting dalam fisika klasik sehingga rasana kita
enggan membuangnya. Kedua hukum kekekalan ini (bersama dengan
hukum kekekalan momentum sudut) dapat diperlihatkan merupakan akigat
dari kehomogenan (gomogeneity) dan keisotropian (isotropy) alam

20
semesta- jika kita megoreksi semua efek local ( seperti perubagan pada
atmosfer atau keadaan lingkungan), maka percobaan yang dilakukan pada
satu hari terteb akan memberika hasil sama seperti yang diperoleh dari
percobaan serupa yang dilakukan pada hari berikutnya, percobaan yang
dilakukan dalam salah satu laboratorium pertama), tidak akan pula
megubah hasil percobaan kita.
Pengertian ketidak ubaha (invariance) ini terhadap translasi dalam
waktu dan ruag, dan terhadap rotasi (pemutaran) dalam ruang dapat
diperlihatikan setara dengan konsep kita tentang kekekalan energy,
momentum linier, dan momentum sudut. Dengan demikian, membuang
konsep-konsep ini menyiratkan bahwa kita hidup dalam alam semesta
yang sangat aneh. Karena itu, kita akan tetap beranggapan bahwa alam
semesta kita memilia semacam struktur yang sangat serasi, dan bahwa
hukum-hkum kekekalan ini tetap berlaku, namun dngan catata bahwa
relativitas khusu ungkin menghendaki suatu pedefinisian ulang terhadap
besaran-besaran diamika dasa. Kita sebenarya dapat dengan segera
menebak bahwa ini memang merupakan sesuatu hal yang perlu dilakukan.
Andaikanlah kita kenakan suatu gaya etap F pada sebuah benda
yang bermassa m, yang memberikan percepatan a = F/m. jika gaya
tersebut kemudian kita kenakan selama suatu selang wakut yang cukup
lama, maka dinamika klasik meramalkan bahwa patikelnya akan terus
bertambah lajunga ingga melampaui laju cahaya. Tetapi, kita ketahui
bahwa rasformasi Lorentz member hasil yang tidak bermaka fisika bila
u≥c. jadi, kita memerlukan sehimpunan hukum dinamika baru yang
mencegah benda mengalami percepatan sehingga melaju melampaui laju
cahaya.

1. Dalam kerangka relativistik hukum-hukum dasar (misal hukum


kekekalan momentum, energikinetik dan gaya) masih tetap berlaku
namun perlu pendefinisian ulang terhadap besaran - besaran dinamika
dasarnya.

21
2. Diperlukan sehimpunan hukum dinamika baru yang mencegah benda
mengalami percepatan sedemikian sehingga mencapai kecepatan
melebihi kecepatan cahaya.
Ilustrasi bahwa hukum-hukum klasik tetap berlaku :

Laju cahaya menurut pengukuran O’ adalah c + u menurut postulat


Einstein tidak mungkin Karena baik O maupun O’ kedua-duanya harus
mengukur laju cahaya yang sama ,oleh karena itu t dan t’ harus
berbeda , dapat dicari dengan cara: Laju cahaya menurut pengukuran
O’ adalah c + u menurut postulat Einstein tidak mungkin Karena
baik O maupun O’ kedua-duanya harus mengukur laju cahaya yang
sama ,oleh karena itu t dan t’ harus berbeda , dapat dicari dengan
cara:

3. Apakah hukum-hukum dasar fisika klasik (misal hukum kekekalan


momentum, energy kinetik dan gaya) masih tetap berlaku dalam
kerangka relativistik ?
A. Kekekalan Momentum Relativistik
1. Kerangka acuan O .
2. Dua massa identik saling mendekat masing-masing dengan laju v.

22
3. Setelah bertumbukkan didapat sebuah massa 2m dalam keadaan diam .
4. Menurut kerangka acuan yang bergerak dengankecepatan v ke kanan ,
massa (1) akan tampak diam sedangkan massa (2) akan tampak
mendekat dengan laju 2v (mekanika klasik Transformasi Lorentz :
5. Menurut kerangka O’yang bergerak dengan laju u=v , kecepatan massa
(1) adalah

6.

7. Menurut kerangka acuan O’, momentum linear awal tidak sama


momentum linear akhir
Momentum linear awal adalah
−2𝑣
P’awal = m1v1’ + m2v2’ = m(0) = m ( 𝑣² )
1+
𝑐²
Momentum linear akhir adalah -2mv

P’akhir = 2mv’ = 2m(-v) = -2mv

8. Menurut bahasan di depan , kita berusaha mempertahankan kekekalan


momentum linear dalam semua kerangka acuan. Momentum hanyalah
melibatkan massa dan kecepatan, maka kesalahan tentu terletak pada
penanganan massa. Sejalan dengan terdapatnya penyusutan panjang dan
pemuluran waktu, marilah kita membuat anggapan bahwa bagi besaran
massa terdapat pula pertambahan massa relativistik menurut hubungan
sebagai berikut :

23
m0 disebut massa diam.

9. Dengan O’ mendefinisikan massa relativistic akan dapat mempertahankan


kekekalan momentum menurut O dan O’
10. Menurut O momentum awal sama denganmomentum akhir yaitu nol .
11. Menurut O’ momentum awal juga sama dengan momentum akhir yaitu

12. Selain mendefinisikan massa relativistikseperti yang kita lakukan di


atas,kita dapat pula mendefinisikan ulang momentum relativistik sebagai
berikut :

B. Energi Kinetik Relativistik


1. Dalam fisika klasik energi kinetik didefinisikan sebagai usaha sebuah
gaya luar yang mengubah laju sebuah obyek, definisi yang sama
dipertahan-kan berlaku pula dalam mekanika relativistik (dengan
membatasi bahasan kita dalam satu dimensi )

24
2. Perubahan energi kinetik jika benda bergerak dari keadaan diam, maka
energi kinetik akhir adalah K

Perbedaan antara besaran mc 2 bagi sebuah partikel yang bergerak


dengan laju v dengan besaran m0c2 bagi sebuah partikel yang diam,tidak
lain adalah energi kinetiknya.

Energi relativistik total diungkapkan oleh persamaan berikut :

E = E0 + K = m0c²

E = mc² : energy relativistic total partikel

Eo = m0c² : energy diam partikel

K = tambahan energy bagi partikel yang bergerak (energy kinetik)

25
2.6 KESERAMPAKAN DAN PARADOKS KEMBAR

Dalam hal ini, kita akan meninjau dua akibat dari teori relativitas
khusus. Yang pertama menyangkut pengertian keserampakan dan
pensikronan jam. Keserampakan adalah keadaan atau perihal yang
serempak. Sedangkan pensikronan berasal dari kata sinkron yang artinya
sejalan, selaras, sesuai, atau terjadi pada waktu yang sama.

Bagi sebagian besar di antara kita, masalah mensinkronkan jam


bukanlah suatu proses yang sulit. Sebagai contoh, kita dapat menyetel jam
kita dengan langsung melihat pada jam yang berada di dekat kita. Namun
metode ini mengabaikan waktu yang dibutuhkan oleh cahaya dari jarum jam
untuk merambat ke mata kita. Jika kita berada 1 m dari sebuah jam, maka
arloji kita akan terlambat sekitar 3 ns ( 3× 10−9s). keterlambatan waktu
yang kecil ini tidak akan membuat kita terlambat dalam beraktivitas, namun
bagi seorang ilmuan yang sedang melakukan eksperimen hal itu merupakan
masalah serius. Karena pengukuran yang biasa adalah dengan pengukuran
selang waktu yang lebih kecil 1 ns.

Andai kita membuat sebuah piranti seperti pada gambar dibawah

(kasih spasi buat tempel gambar)

GAMBAR 2.13 Kilatan cahaya yang dipancarkan dari sebuah titik


ditengah-tengah antara kedua jam, menghidupkan kedua jam ini secara
serempak, menurut O. Pengamat O’ melihat jam 2 berdetak lebih dulu
daripada jam 1.

Di x= 0 dan x = L masing-masing terletak sebuah jam, sedangkan di x


= L/2 terletak sebuah bola lampu kamera. Kedua jam ini dibuat sedemikian

26
rupa sehingga mereka berdetak ketika mereka menerima kilatan cahaya.
Karena rambatan cahaya membutuhkan waktu yang sama untuk mencapai
kedua jam tersebut, maka keduanya akan berdetak secara bersamaan pada
saat L/2 c sehingga kedua jam tersebut benar-benar tersinkronkan.

Dalam kerangka acuan O, terjadi dua peristiwa, yaitu :

 Penerimaan sebuah sinyal cahaya oleh jam 1 di 𝑥1 = 0 , 𝑡1 = L/2 c


𝐿
 Penerimaan oleh jam 2 di 𝑥2 = 𝐿 , 𝑡2 = 2 𝑐

Dengan menggunakan persamaan transformasi Lorentz, kita dapati


bahwa o’ mengamati ja, 1 menerima sinyal pada saat

𝑢2 𝐿
𝑡1 − ( 𝑐 )𝑥1

𝑡1 = = 2𝑐
2 2
√1 − 𝑢2 √1 − 𝑢2
𝑐 𝑐

Sedangkan jam 2 pada saat

𝑢2 𝐿 𝑢
𝑡2 − ( 𝑐 )𝑥2 2𝑐 − (𝑐 2 ) 𝐿
𝑡′2 = =
2 2
√1 − 𝑢2 √1 − 𝑢2
𝑐 𝑐

Jadi, 𝑡 ′ 2 lebih kecil daripada 𝑡 ′ 1 sehingga jam 2 tampak menerima


sinyal lebih dulu daripada jam 1. Karena itu, kedua jam tersebut berdetak
pada dua saat yang berbeda dengan selang waktu sebesar

𝑢𝐿⁄𝑐 2
∆𝑡 ′ = 𝑡 ′ 1 − 𝑡 ′ 2 =
√1 − 𝑢2 ⁄𝑐 2

Menurut O’ . penting untuk dicamkan bahwa beda waktu ini bukanlah


efek pemuluran waktu- karena pemuluran waktu dicirikan oleh suku
pertama persamaan transformasi Lorentz bagi t’ , sedangkan keterlambatan
pensikronan dicirikan oleh suku keduanya. O’ memang mengamati kedua
jam tersebut berjalan lambat , sebagai akibat efek pemuluran waktu ; O’

27
juga mengamati bahwa jam 2 berjalan sedikit lebih cepat daripada jam 1 .
selang waktu ∆t’ yang diukur O’ antara saat kedua jam tersebut mulai
𝑢𝐿
berdetak, memberikan dengan menggunakan persamaan diatas , ∆t’ = 𝑐2

bagi pembacaan jam 2 ketika O melihat jam 1 pada pembacaan 0 (nol).

Oleh karena itu kita peroleh kesimpulan berikut : dua peristiwa yang
terjadi serempak dalam satu kerangka acuan tidaklah serempak dalam
kerangka acuan lain yang bergerak relative terhadap yang pertama, kecuali
jika kedua peristiwa itu terjadi pada tempat yang sama. (dalam contoh kita
tadi, jika L = 0, sehingga kedua jam terletak pada titik yang sama dalam
ruang , maka keduanya akan sinkron dalam semua kerangka acuan). Jadi,
jam-jam yang sinkron dalam satu kerangka acuan tidaklah perlu tetap
sinkron dalam kerangka acuan lain yang dalam keadaan gerak relative.

Sekarang kita beralih sejenak ke permasalahan yang lazim dikenal


sebagai paradox kembar. Tinjau dua orang saudara yang bermukim di bumi
. andaikanlah slah satunya, katakanlah yang bernama casper, tetap berdiam
di bumi , sedangkan saudara kembar perempuannya, Amelia, melakukan
perjalanan antariksa dengan sebuah pesawat roket menuju suatu planet jauh.
Casper , yang memahami teori relativitas khusus, mengetahui bahwa jam
saudari kembarnya akan berjalan lambat relative terhadap jam miliknya.
Karena itu, Amelia akan lebih muda daripadanya ketika ia tiba kembali di
bumi : ini tidak lain adalah apa yang tersirat dari bahasan kita tentang efek
pemuluran waktu. Namun, dengan mengingat kembali bahasan tadi, kita
ketahui bahwa bagi dua pengamat yang bergerak relative, masing-masing
berpendapat bahwa jam saudara kembarnya yang berjalan lambat. jadi,
maslah ini dapat pula kita pelajari dari sudut pandang Amelia, yang
berpendapat bahwa casper dan bumilah (bersama dengan system tata surya
dan galaksi ) yang melakukan perjalanan pulang-pergi menjauhinya dan
kemudian kembali lagi. Dalam keadaan seperti itu, Amelia akan
berpendapat bahwa jam saudara kembarnya (yang sekarang bergerak
relative terhadapnya) yang berjalan lambat, sehingga bagi Amelia saudara

28
kembarnya casper yang lebih muda daripadanya ketika mereka bertemu
kembali. Memang mungkin saja timbul ketidaksepahaman tentang jam
siapakah yang berjalan lambat terhadap jam milik masing-masing saudara
kembar ini, namun ini hanyalah masalah pemilihan kerangka acuan belaka ;
ketika Amelia tiba kembali di bumi (atau ketika bumi kembali di amerika )
semua pengamat haruslah sependapat tentang siapakah diantara kedua
saudara kembarnya itu yang usianya lebih muda. Inilah paradoksnya
masing-masing saudara kembar itu memperkirakan bahwa yang lainnya
yang lebih muda.

Pemecahan bagi paradoks ini terletak pada peninjauan kita yang tidak
simetris terhadap peran kedua saudara kembar itu. Hukum-hukum relativitas
khusus hanya berlaku bagi kerangka lembam yang bergerak relative
terhadap kerangka lainnya dengan kecepatan tetap. Kita dapat memasok
roket Amelia dengan dorongan yang cukup kuat sehingga Amelia dan
roketnya mengalami percepatan untuk suatu selang waktu yang
singkat,sehingga pesawatnya mencapai suatu laju tetap yang
meluncurkannya menuju planet tujuannya, jadi, selama perjalanan Amelia
ke planet tujuannya , hapir seluruh waktunya ia habiskan dalam suatu
kerangka acuan yang bergerak pada kecepatan tetap terhadap casper. Tetapi,
untuk kembali ke bumi, ia harus memperlambat dan membalikkan
pesawatnya. Meskipun gerak ini juga dilakukan dalam selang waktu yang
sangat singkat, perjalanan kembali Amelia berlangsung dalam suatu
kerangka acuan yang berbeda dari kerangka pada perjalanan perginya.
“Loncatan” Amelia dari suatu kerangka acuan ke yang lainnyalah. Yang
menyebabkan usia kedua saudara kembar ini tidak simetri. Hanya Amelia
yang harus “meloncat” ke suatu kerangka acuan baru agar dapat kembali,
dan karena itu semua pengamat akan sependapat bahwa Amelia-lah yang
“sebenarnya’ bergerak, sehingga dengan demikian jam miliknya yang
“sebenarnya” berjalan lambat; oleh Karena itu, Amelia-lah yang lebih muda
ketika ia tiba kembali di bumi.

29
Marilah kita membuat bahasan ini lebih kuantitatif dengan beberapa
contoh numeric (angka). Seperti pada pembahasan di atas, kita menganggap
bahwa percepatan dan perlambatan berlangsung dalam selang waktu yang
sangat singkat, sehingga seluruh usia Amelia terhitung selama perjalannya
saja. Untuk menyederhanakan , kita akan menganggap bahwa planet jauh
tersebut diam terhadap bumi; pilihan ini tidak mempengaruhi kesimpulan
persoalannya, tetapi sekedar mengabaikan perlunya diperkenalkan kerangka
acuan lain. Andaikan planet itu berjarak 12 tahun cahaya dari bumi, dan
bahwa Amelia bergerak dengan laju 0,6c. maka menurut casper, saudarinya
membutuhkan waktu 20 tahun (20 tahun× 0,6𝑐 = 12 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑐𝑎ℎ𝑎𝑦𝑎) untuk
mencapai planet itu dan 20 tahun lagi untuk tiba kembali di bumi, dan oleh
karena itu saudarinya berpergian untuk total waktu 40 tahun. (tetapi, casper
tidak akan dapat mengetahui apakah saudari kembarnya telah tiba di planet
itu sampai sinyal cahaya yang membawa berita tentang ketibaannya di sana
mencapai bumi. Karena cahaya membutuhkan waktu 12 tahun untuk
menempuh jarak bumi-planet, maka barulah 2 tahun kemudian setelah
keberangkatan Amelia, casper ‘melihat” saudarinya tiba di planet itu.
Delapan tahun kemudian ia kembali di bumi). Dari kerangka acuan Amelia
pada roket, jaraknya ke planet menyusut dengan faktor sebesar
√1 − (0,6)2 = 0,8, dank arena itu jarak ini adalah 0,8× 12 =
9,6 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑐𝑎ℎ𝑎𝑦𝑎. Pada laju 0,6c ini, Amelia akan mengukur lama waktu
16 tahun bagi perjalanannya menuju planet tujuannya, sehingga dengan
demikian ia membutuhkkan total waktu 32 tahun bagi perjalanan pergi-
pulangnya. Jadi, casper berusia 40 tahun, sedangkan Amelia hanya berusia
32 tahun, dan memang benar bahwa Amelia-lah yang lebih muda setelah
kembali di bumi. Kita dapat mempertegas analisis ini dengan meminta
casper setiap tahun mengirimkan suatu sinyak cahaya, pada saat ia berulang
tahun, kepada saudari kembarnya. Kita ketahui bahwa frekuensi sinyal yang
diterima Amelia akan mengalami pergeseran Doppler. Selama perjalanan
pergi, Amelia akan menerima sinyal tersebut pada laju (frekuensi terima)

30
𝑢 𝑢 1 0,4
(1/th) × √(1 − 𝑐 )/(1 + 𝑐 ) = ( 𝑡 ) √1,6 = 0,5/th , sedangkan untuk

perjalanan balik , laju sinyal yang diterimanya adalah (1/th) ×


𝑢 𝑢
√(1 − 𝑐 )/(1 + 𝑐 ) atau 2/tahun. Jadi, untuk 16 tahun pertama, selama

perjalanan Amelia menuju planet, ia akan menerima 8 sinyal, sedangkan


selama 16 tahun perjalanan pulangnya ia akan menerima 32 sinyal, jadi total
40 buah sinyal. Empat puluh sinyal yang diterimanya ini menunjukkan
bahwa saudara kembarnya telah merayakan 40 kali pesta ulang tahun selama
32 tahun kepergiannya.

2.7 UJI PERCOBAAN TEORI RELATIVITAS KHUSUS

 Ketidakberadaan Eter

Sebelumnya kita telah membahas percobaan Michelson-Morley yang


berkaitan dengan relativitas khusus. Namun kemudian tidak ditemukan
bukti nyata mengenai laju cahaya terhadap arah meskipun telah dilakukan
berkali-kali percobaan dengan berbagai variasi dan perbaikan kepekaan
yang terus ditingkatkan.

 Pemuluran Waktu

Efek pemuluran waktu telah dibahas sebelumnya pada pemuluran


muon oleh sinar kosmik, contoh lainnya yaitu peluruhan partikel
berkecepatan tinggi yang dapat diteliti di labolatorium, misalnya meson pi
yang memiliki usia hidup 26 x 10-9 s (26 ns) yang mana selang waktunya
sangat serasi dngan prcobaan labolatorium sehingga proses tumbukan antar
partikel dapat dikendalikan agar ia berhenti sebelum meluruh yang
memungkinkan untuk mengukur usia hidup sejatinya. Pengukuran usia
hidup meson pi yang bergerak dengan laju 𝑣⁄𝑐 = 0,913 memberi hasil 63,7
ns dalam kerangka acuan labolatorium. Usia ini jelas lebih lama dari usia
hidup sejatinya karena pemuluran waktu dalam kerangka acuan meson pi
yang bergerak. Jadi efek peuluran waktu terbukti kebenarannya.

31
 Massa dan energy Relativitas

Setiap melakukan eksperimen nuklir atau partikel, seorang fisikawan


hamper pasti melakukan uji langsun dan tak langsung terhadap hubungan
massa-energi teori relativitas khusus. Berikut akan dibahas mengenai
hubungan tersebut.

Bukti langsung kebenaran ramalan teori relativitas khusus diperoleh


beberapa tahun setelah diterbitkannya makalah Einstein pada tahun 1905.
Pertambahan massa karena bertambahnya kecepatan diuji dengan mengukur
momentum dan kecepatan elektron berenergi tinggi yang dipancarkan dalam
beberapa proses peluruhan radioaktif tertentu.

(kasih spasi buat tempel gambar)

GAMBAR 2.14 Hasil percobaan bagi perubahan massa terhadap kecepatan.


Data percobaan ini diperoleh dengan mengukur momentum sejumlah
elektron lewat pengukuran jari-jari kelengkungan lintasannya dalam suatu
medan magnet. Kesesuian data dan ramalan teori relativitas khusus tampak
luar biasa tepat. (sumber. Resnick, Basic Concept in Relativity and Early
Quantum Theory).

32
Dari grafik 2.14 tampak kecocokan dengan pertambahan massanya.
Gambar 2.15 juga menggambarkan kecocokan data terhadap teori relativitas
khusus. Sebagai contoh, kita tinjau atom deuterium (hidrogen berat) yang
terdiri dari atom hydrogen biasa dengan tambahan sebuah neutron pada
intinya. Jumlah massa atom hidrogen dan neutron pada keadaan diam:

mH + mn = (1, 67356 x 10-27 kg) + (1, 67496 x 10-27 kg)


= 3,34852 x 10-27 kg

Jika massa deuterium diukur secara langsung hasilnya:


mD = 3,34455 x 10-27 kg
sehingga massa seluruh inti atom lebih kecil dari pada massa partikel
penyusunnya dengan Δm = 0,00397 x 10-27 kg (sekitar empat kali massa
elektron). Ini setara dengan energi ΔE = (Δm)c² = 2,23 MeV, yang dikenal
sebagai energi ikat deuterium.

(kasih spasi buat tempel gambar)

GAMBAR 2.15 Kecocokan hubungan energi kinetik relativistik. Pada (a)


dan (b), momentum dan energi elektron –elektron hasil peluruhan radioaktif
diukur secara serempak. Pada kedua percobaan yang dilakukan secara
terpisah ini, walaupun semua datanya dirajah dengan cara yang berbeda,
semua hasilnya ternyata sangat cocok dengan hubungan relativistik,
sedangkan terhadap yang klasik, takrelativistik, penyimpangannya sangat
jauh. Pada (c), elektron-elektron dipercepat hingga mencapai suatu energi

33
tertentu dalam suatu medan elektrik tinggi (hingga 4,5 juta volt, seperti yang
tampak) dan kecepatan elektron ini kemudian ditentukan dengan mengukur
waktu tempuhnya untuk jarak 8,4 m. Perhatikan bahwa pada energi kinetik
yang rendah (𝐾 ≪ 𝑚0 𝑐 2 ) hubungan relativistik dan takrelativistik menjadi
identik. (Sumber.(a) K. N.Geller dan R. Kollarist, Am. J. Phys. 40, 1125
(1972); (b) S. Parker, Am. J. Phys. 40, 241 (1972); (c) W. Bertozzi, Am. J.
Phys. 32, 551 (196) ).

Artinya untuk memisahkan atom deuterium menjadi atom hidrogen


dan sebuah neutron memerlukan energy sebesar 2,23 MeV yang dalam
proses pemisahan inti ini terubahkan menjadi massa. Pengubahan massa
menjadi energi atau lebih tepatnya energi massa menjadi energy kinetik
(begitupun sebaliknya) menjadi tidak asing lagi bagi para fisikawan.
Contoh lain pengubahan energi menjadi massa adalah penciptaan
messon pi. Dalam keadaan normal, messon pi yang massa diamnya sekitar
140 MeV (sekitar 274 kali massa elektron) tidak terdapat dialam, tetapi
diciptakan pada akselerator energi-tinggi, yaitu dalam tumbukan antara
partikel-partikel biasa seperti proton, sebagaimana yang diperlihatkan pada
diagram berikut.

------

34
Dalam proses ini, energi kinetik proton sekitar 140 MeV diubah
menjadi energi massa meson pi.

 Ketidakubahan Laju Cahaya


Jika laju cahaya bergantung pada gerak pengamat, maka dapa
dinyatakan c’=c+ku, dimana c adalah laju cahaya dalam kerangka diam
sumber, c’ laju cahaya diukur dalam kerangka acuan yang bergerak dan u
laju relative terhadap kedua krangka acuan. Variabel k adalah bilangan yang
ditentukan olh eksperimen menurut relativitas khusus k adalah O,
sedangkan menurut relativitas Galileo k=1.
Salah satu prcobaan yaitu yang bertujuan mempelajari pemancaran
sinar X yang berdenyut cepat sambil mengorbit pada system bintang ganda.
Jika laju cahaya berubah ketika gerak orbitnya bergerak mnuju dan
menjauhi bumi maka awal dan akhir gerhana terjadi dalam selang waktu
berbeda. Dimana efek ini tidak teramati sehimgga disimpulkan bahwa
k<2x10-9, sesuai dengan ramalan relativitas khusus.

 Paradoks Kembar
Dalam percobaan ini kita menggunakan 2 jam identik yang
disinkronkan secara hati-hati dalam labolatorium. Salah satu jam kita
terbangkan dngan psawat mengelilingi bumi, saat kmbali k bumi kemudian
kita bandingkan dengan jam yang diam di labolatorium. Diperkirakan jika
teori relativitas khusus itu benar, dimana jam yang diterbangkan itu “lebih
muda”, tampak pada lambatnya detak jam dan ketertinggalan waktu di
sebandingkan dengan jam yang diam di labolatorium. Sehingga percobaan
ini juga sesuai dengan ramalan relativitas khusus.

35
DAFTAR PUSTAKA

Adenov. 2010. Fisika Modern Relativitas. Diakses pada http://sagitarius-


adenovblogspotcom.blogspot.com/2010/07/fisika-modern-relativitas.html
tanggal 16 Maret 2013 pukul 19.00

Az Zahra, Aulia. 2011. Proses dan Hasil Penemuan Relativitas. Diakses pada
http://simplefisika.blogspot.com/2011/05/proses-dan-hasil-penemuan-
relativitas.html tanggal 16 Maret 2013 pukul 19.18

Krane, Kenneth. 1992. Fisika Modern (Modern Physics). Jakarta : Universitas


Indonesia Pers

36

Anda mungkin juga menyukai