Anda di halaman 1dari 22

TUGAS 10 RELATIVITAS

Diusulkan oleh:
Andreas Cristian Manik (140310170030)
Yessy Maharani Utami (140310170028)

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2018
Prinsip Relativitas Galileo

Relativitas klasik (yang diperkenalkan pertama kali oleh Galileo Galilei dan didefinisikan
ulang oleh Sir Isaac Newton) mencakup transformasi sederhana diantara benda yang bergerak
dan seorang pengamat pada kerangka acuan lain yang diam (inersia). Jika kamu berjalan di
dalam sebuah kereta yang bergerak, dan seseorang yang diam diatas tanah (di luar kereta)
memperhatikanmu, kecepatanmu relatif terhadap pengamat adalah total dari kecepatanmu
bergerak relatif terhadap kereta dengan kecepatan kereta relatif terhadap pengamat. Jika
kamu berada dalam kerangka acuan diam, dan kereta (dan seseorang yang duduk dalam
kereta) berada dalam kerangka acuan lain, maka pengamat adalah orang yang duduk dalam
kereta tersebut.
Pandangan paham Newton tentang alam memberi suatu kerangka nalar dasar yang
membantu kita memahami sejumlah besar gejala alam. Pandangan tentanng alam ini, yang
sebenarnya berasal dari Galileo, mengatakan bahwa ruang dan waktu adalah mutlak. Juga
dikemukakan bahwa setiap percobaan yang dilakukan dalam kerangka acuan (pengamatan)
kita barulah bermakna fisika apabila dapat dikaitkan dengan percobaan serupa yang
dilakukan dalam kerangka acuan mutlak, yaitu sistem koordinat kartesius semesta yang
padanya tercantelkan jam-jam mutlak. Sebagai contoh, pernyataan yang lazim dikenal
sebagai asas kelembaman (inersia) Galileo, mengatakan bahwa sebuah benda yang diam
cenderung diam kecuali jika padanya dikenakan gaya luar.
Jika anda mencoba menguji asas ini dalam sebuah kerangka acuan yang mengalami
percepatan, seperti sebuah mobil yang berhenti secara mendadak, atau sebuah komidi putar
yang sangat cepat perputarannya, akan anda dapati bahwa asas ini tidak berlaku (dilanggar).
Jadi, hukum-hukum Newton (termasuk asas kelembaman) tidak berlaku dalam kerangka
acuan yang mengalami percepatan, kecuali dalam kerangka acuan yang bergerak dengan
kecepatan tetap. Kerangka acuan (yang bergerak dengan kecepatan tetap) ini, disebut
kerangka lembam (inersial).
Peristiwa-peristiwa yang diamati dari berbagai kerangka lembam dapat tampak berbeda
bagi masing-masing pengamat dalam tiap kerangka itu. Tetapi, mereka semua akan
sependapat bahwa hukum-hukum Newton, kekekalan energi, dan seterusnya, tetap berlaku
dalam kerangka acuan mereka. Pembandingan pengamatan-pengamatan yang dilakukan
dalam berbagai kerangka lembam, memerlukan transformasi Galileo, yang mengatakan
bahwa kecepatan (relative terhadap tiap kerangka lembam) mematuhi aturan jumlah
yangpaling sederhana.
Transformasi Galileo. Relativitas berhubungan dengan dua kerangka acuan yang saling
bergerak dengan kecepatan konstan. Pada Gambar 5.1.2a diilustrasikan kerangka acuan
“diam”, yaitu pengamat yang diam di tepi rel dan kerangka acuan “bergerak”, yaitu pengamat
yang berada dalam kereta. Kita dapat menjelaskan situasi ini dengan menggunakan kerangka
acuan inersial. Pada Gambar 5.1.2 dilukiskan dua buah kerangka acuan inersial. Kerangka
acuan S yang berhubungan dengan pengamat diam di tepi rel, memiliki system koordinasi
XYZ dengan titik dasar O. Kerangka acuan S’ yang berhubungan dengan pengamat dalam
kereta, memiliki koordinat X’Y’Z’ relatif terhadap kerangka acuan S. Mula-mula (saat t =t’=
0), titik asal kedua acuan adalah berimpit. Dalam transformasi Galileo yang akan kita
turunkan ini, selang waktu yang dicatat oleh pengamat di S di anggap sama dengan yang
dicatat oleh yang dicatat oleh pengamat di S’. Jadi, t’=t.

Gambar 2.1.1. (a) S, memiliki sistem kordinat XYZ dan S’, memiliki sistem kordinat
X’Y’Z’ (b) Setelah selang waktu t, titik asal koordinat S’ berada sejauh v.t dari titik asal
koordinat S .

Setelah selang waktu t, koordinat setiap benda (missal titik P) pada kerangka acuan S’
kita nyatakan dengan koordinat pada kerangka acuan S. dari gambar 5.1.2b tampak bahwa

O’P = OP – OO’

O’P adalah koordinat x’, OP adalah koordinat x, dan OO’ = v t, sehingga persamaan di
atas menjadi

x' = x – v t

Koordinat y dan z dari benda tidak berubah karena kerangka acuan S’ dibatasi hanya bergerak
sepanjang sumbu X, dan tidak pada sumbu Y dan Z. oleh karena itu

y' = y,
z' = z

Jadi, transformasi Galileo untuk koordinat dan waktu adalah

.....................................................(2.1-1)

Transformasi kebalikannya adalah

.....................................................(2.1-2)

Untuk memperoleh transformasi Galileo untuk kecepatan, persamaan (5.1-1) kita


diferensialkan terhadap waktu.

x' = x – v t

dx'/dt = , dx/dt = ux, dan, sehingga kita peroleh transformasi Galileo


untuk kecepatan adalah:

.....................................................(2.1-3)

Transformasi kebalikannya adalah:

ux = ux' + v
uy = uy' (2.1-4)

uz = uz'

Di sini, ux' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu X',

uy' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu Y',

uz' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu Z'.

transformasi Galileo untuk percepatan kita peroleh dengan mendeferensialkan Persamaan


(2.1-3) terhadap waktu.

ux' = ux – v

dux'/dt = ax', dux/dt = ax, dan dv/dt = 0 sebab v konstan, sehingga kita peroleh:

ax' = ax

dengan cara yang sama, kita peroleh: ax' = ay, az' = az

Jadi, transformasi Galileo untuk percepatan adalah:

ax' = ax

ay' = ay .....................................................(5.1-5)

az' = az

dari persamaan (2.1-5) dapat kita simpulkan bahwa F' = ma' sama dengan F = ma, sebab
a' = a. sekali lagi tampak bahwa hukum-hukum mekanika berlaku sama, baik pada
kerangka acuan S' ataupun kerangka acuan S. ini adalah sesuai dengan prinsip relativitas
Newton yang telah ditanyakan sebelumnya.

 Percobaan Michelson-Morley
Percobaan awal yang paling saksama untuk mendapatkan bukti kehadiran eter dilakukan
pada tahun 1887 oleh fisikawan Amerika, Albert A. Michelson dan rekannya E.W. Morley. Percobaan
mereka pada dasarnya mempergunakan interferometer Michelson yang dirancang khusus bagi
maksud ini. Dalam percobaan ini, seberkas cahaya monokromatik (satu warna) dipisahkan menjadi
dua berkas yang dibuat melewati dua lintasan berbeda dan kemudian diperpadukan kembali. Karena
adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh kedua berkas, maka akan dihasilkan suatu pola
interferensiseperti tmpak pada gambar (2.3.)

Untuk sementara, marilah kita membayangkan bahwa bumi sedang bergerak


mengarungi eter dalam arah AB. Pada pola interferensi, pita-pita gelap terjadi di tempat kedua berkas
cahaya berinteferensi secara meminimumkan (destructive), sedangkan pita-pita terang di tempat
interferensinya maksimum (constructive). Interferensi minimum dan maksimum brgantung pada beda
fase antara kedua berkas cahaya. Ada dua saham (contribution) bagi beda fase ini. Yang pertama
berasala dari beda jalan (AB-AC), karena salah satu berkas menempuh jarak yang lebih panjang,
sedangkan saham kedua bagi beda fase ini ternyata akan selalu ada meskipun panjang kedua
lintasan berkas tepat sama. Seberkas cahaya yang “berenang” mengarungi eter dalam arah lawan
turut aliran eter akan berbeda waktu tempuhnya dengan yang melintasi dalam arah silang dan
kembali.

Jika kita dapat memisahkan dan mengukur saham kedua ini, maka kita dapat menarik
kesimpulan tentang “laju” aliran eter, dan dari sini pula tentang gerak bumi mengarungi eter.
Sayangnya pemisahan seperti itu merupakan sesuatu hal yang tidak mungkin dapat dilakukan.
Walaupun demikian, Michelson dan Morley menggunakan suatu metode cerdik untuk dapat menarik
suatu kesimpulan tentang komponen saham kedua ini, yakni dengan memutarkan seluruh peralatan
mereka sebanyak 90ᴼ. Saham bagi beda fase yang disebabkan oleh beda jalan, tentu saja tidak
berubah, karena sekarang berkas sepanjang AC yang bergerak menuruti aliran eter, sedangkan yang
sepanjang AB sekarang melawan aliran eter. Adanya perubahan tanda pada saham kedua ini
diperkirakan bakal teramati sebagai perubahan pola frinji (fringes, atau pita) terang dan gelap bila
peralatannya diputar. Setiap perubahan terang menjadi gelap atau gelap menjadi terang
menggambarkan suatu perubahan fase sebesar 180ᴼ (setengah siklus), yang setara dengan
keterdahuluan atau keterlambatan waktu sebesar setengah periode (untuk cahaya tampak, besarnya
sekitar 10 -15). Dari hubungan-hubungan yang kita turunkan bagi beda waktu antara rambatan lawan-
turut silang, kita kemudian dapat menarik kesimpulan tentang laju bumi mengarungi eter.

Ketika Michelson dan Morley melakukan percobaan ini, mereka tidak mengamati adanya
perubahan mencolok dalam pola frinji interferensi, yang mereka simpulkan hanyalah suatu
pergeseran yang lebih kecil daripada 0,01 frinji, yang berhubungan dengan laju bumi mengarungi
eter, paling tinggi 5 km/detik. Sebagai upaya terakhir, Michelson dan Morley bernalar bahwa mungkin
gerak orbital bumi menghapus gerak translasi mengarungi eter. Jika hal ini benar, maka enam bulan
kemudian, bumi akan bergerak dalam orbitnya pada arah yang berlawanan, sehingga dengan
demikian penghapusan ini tidak akan terjadi. Ketika percobaan ini mereka ulangi enam bulan
kemudian, kembali diperoleh hasil nihil. Sebagai rangkumannya, kita lihat bahwa terdapat suatu rantai
nalar yang berawal dari asas kelembaman Galileo, melalui hukum-hukum Newton dengan andaian-
andaian implisitnya tentang ruang dan waktu, dan berakhir dengan kegagalan percobaan Michelson-
Morley untuk mengamati gerak Bumi relatifit terhadap eter. Dengan demikian, penjelasan yang lebih
baru, revolusioner, dan berhasil memerlukan penyususnan ulang konsep-konsep tradisional kita
tentang ruang dan waktu, dan oleh karena itu akan merombak beberapa konsep fisika klasik yang
paling mendasar.

 Postulat Einstein

Permasalahan yang dimunculkan percobaan Michelson-Morley ini ternyata baru berhasil


terpecahkan dengan teori relativitas khusus yang membentuk landasan bagi konsep-
konsep baru tentang ruang dan waktu. Teori ini didasarkan pada dua postulat berikut,
yang diajukan Albert Einstein pada tahun 1905.
Postulat I : hukum-hukum fisika tetap sama pernyataannya dalam semua sistem lembam
Postulat II : laju cahaya memiliki nilai c yang sama dalam semua sistem lembam.
Postulat pertama, secara mudah mengatakan bentuk hukum-hukum fisika yang berlaku
pada suatu kerangka acuan inersial akan sama dengan hukum yang berlaku pada kerangka
inersial lainnya. Misalnya pada suatu kerangka acuan inersial berlaku hukum kedua newton F
= m.a (untuk massa konstan), maka pada kerangka acuan inersial lainnya bentuk
persamaannya akan sama hanya saja F' = m'.a', nilai F, m, atau a-nya mungkin berbeda.
Postulat pertama ini menyatakan bahwa tidak ada kerangka acuan mutlak hingga gerak
benda hanya bersifat relatif, sehingga tidak mungkin mengukur kecepatan mutlak suatu
benda, yang ada hanya kecepatan relatif. Sebagai contoh: seseorang berada di dalam pesawat
terbang yang bergerak dengan kecepatan penerbangan konstan jika penumpang tersebut
melempar bola ke atas, maka bola akan bergerak parabola. Begitu pula dengan orang yang
berada di bumi bila melempar ke atas gerakan bola juga parabola. Hal ini berarti bahwa bola
yang dilempar di dalam pesawat terbang dan dibumi sama-sama membentuk gerakan
parabola.
Postulat kedua tidak lain merupakan konsekuensi dari percobaan Michelson-Morley
bahwa laju cahaya dalam arah silang maupun searah sumber adalah sama. Dan postulat kedua
ini menegaskan pula bahwa laju cahaya pun akan tetap sama bagi pengamat yang sedang
berada dalam keadaan gerak relatif, selama pengamat tersebut merupakan sistem inersial.
Postulat yang kedua menunjukan bahwa bagaimana pun cara kita mengukurnya kecepatan
cahaya tidak pernah berubah. Apa pun patokan yang kita gunakan untuk mengukur kecepatan
cahaya, di mana pun posisi kita mengukur, dan berapa pun kecepatan kita saat mengukur,
kecepatan cahaya selalu konstan.
 Akibat Postulat Einsten
a. Pemuluran Waktu atau Time Dilatation
Mulurnya waktu, atau bahasa kerennya Time Dilation, ini maksudnya bahwa
jika suatu jam bergerak dengan kecepatan tertentu, waktunya akan memuai
(mulur). Misalnya ada seorang astronot yang membawa jam tangannya saat
menjalankan misi ke luar angkasa. Pesawat luar angkasa yang membawanya
meluncur sangat cepat. Jika kita, yang berada di bumi, punya teropong yang
sangat sensitif dan bisa melihat ke dalam pesawat yang sedang meluncur cepat itu,
kita bisa menggunakan teropong itu untuk mengintip jam tangan si astronot.
Sebelum si astronot berangkat kita sudah menyesuaikan jam tangan itu dengan
jam tangan yang kita gunakan di bumi. Aneh, di jam tangan si astronot yang
sedang meluncur di luar angkasa itu lebih lambat dibanding jam tangan kita di
bumi? Padahal sebelum ia berangkat kedua jam sudah dicocokkan dan si astronot
tidak mengubahnya sama sekali sejak keberangkatannya itu. Jarum detiknya
tampak bergerak lebih lambat dibanding jarum detik di jam tangan kita. Inilah
yang disebut dengan waktu yang mulur saat bergerak pada kecepatan tinggi.
Semakin besar kecepatan gerak suatu benda atau partikel, waktu akan berjalan
semakin lambat bagi benda atau partikel tersebut. Tentu saja hal ini tidak
dirasakan oleh si astronot. Menurut si astronot, jam tangannya tidak berubah
kecepatannya, yang berubah justru kecepatan jam tangan kita di bumi yang
tampak bergerak lebih cepat. Hal ini disebabkan segala sesuatu di dalam pesawat
astronot bergerak lambat termasuk proses metabolisma tubuh, getaran atom dan
sebagainya.
Keterangan:
= selang waktu yang diamati pada

kerangka diam
Δt = selang waktu pada kerangka bergerak
u = kecepatan relatif

Contoh Soal
Dua orang A dan B adalah anak kembar. Pada umur 20 tahun A pergi ke ruang
angkasa dengan pesawat yang lajunya 0,8c dan kembali ke bummi pada saat B
berumur 30 tahun. Berapakah umur B menurut A yang baru kembali
Penyelesaian

10 =

10 =

10 =

= 6 tahun

Umur A = 20 + 6 = 26 tahun

b. Kontraksi Panjang
Kontraksi panjang juga berkaitan dengan perbedaan kecepatan. Misalnya si
astronot agak lelah, lalu mulai berbaring di tempat tidur yang sudah disediakan di
pesawat luar angkasanya. Dengan teropong yang sama, kita bisa mengintip si
astronot yang tidur berbaring itu. Aneh, sewaktu berbaring si astronot tampak
lebih pendek? Sewaktu ia masih di bumi dan pesawatnya belum berangkat, ia
tampak tinggi. Lebih aneh lagi, sewaktu ia sudah terbangun lagi dari tidurnya dan
kembali berdiri, tiba-tiba ia kelihatan tinggi seperti biasa. Tetapi ia juga kelihatan
lebih kurus saat berdiri. Hal ini terjadi karena ia sedang berada dalam pesawat
yang meluncur cepat, saat ia tidur kita melihat panjang tubuhnya menciut (terjadi
kontraksi panjang). Saat ia berdiri, kita melihat lebar tubuhnya menciut (juga
merupakan kontraksi panjang). Ia sendiri tidak merasak
an perubahan apa-apa di dalam pesawat. Benda yang bergerak dengan
kecepatan mendekati kecepatan cahaya akan tampak lebih pendek bila diukur dari
kerangka diam.
L’ = selang waktu yang diamati pada
kerangka diam
L = selang waktu pada kerangka bergerak
u = kecepatan relatif

Contoh Soal
Sebuah benda yang panjangnya 1 meter diamati oleh pengamat yang beergerak
dengan kecepatan 0,6c. Berapa panjang benda itu menurut pengamat?
Penyelesaian

L’ =

L’ =

L’ =

L’ =
L’ = 0,8 meter
c. Efek Doppler
Efek Doppler bagi gelombang cahaya dalam fisika klasik

Postulat pertama Einstein mengatakan bahwa ini tidak mungkin berlaku bagi
gelombang cahaya, karena gelombang cahaya tidak memerlukan zat perantara dan
tidak ada percobaan yang dapat mengungkapkan geraak mutlak.

Rumus ini adalah rumus pergeseran Doppler yang taat asas dengan keddua
postulat Einstein. Rumus ini tidak membedakan antara gerak sumber dan
pengamat dan hanya bergantung pada laju relatif u.
- Transformasi Lorentz

Transformasi Galileo, persamaan (2.1-1) sampai dengan persamaan (2.1-4) hanya berlaku
jika kecepatan-kecepatan yang terlibat lebih jauh dari cepat rambat cahaya, c. sebagai contoh
dapat kita lihat bahwa persamaan pertama dari persamaan (2.1-2) tidak akan berlaku untuk
kecepatan cahaya. Untuk cahaya yang bergerak terhadap kerangka acuan S’ dengan kelajuan
ux’ = c akan memiliki kelajuan ux = ux’ + v atau ux = c + v terhadap kerangka acuan S. Jadi,
jelaslah diperlukan suatu transformasi baru agar senantiasa berlaku bahwa pada kerangka
acuan apa saja, kelajuan cahaya dalam vakum adalah c.
Kekeliruan transformasi Galileo untuk kelajuan-kelajuan yang mendekati kelajuan cahaya
adalah anggapan bahwa selang waktu pada kerangka acuan S’ sama dengan selang waktu
pada kerangka acuan S (t =t) untuk memasukkan konsep relativitas Einstein, maka selang
waktu ini
tidaklah sama (t ≠ t). jika kita anggap transformasi ini adalah linier maka hubungan

transformasinya akan mengandung suatu pengali , disebut tetapan transformasi. Dengan

demikian transformasi baru ini akan berbentuk:


x= x’ +v t)
y = y’ (2.2-1)
z = z’
Perhatikan, kita ,menganggap persamaan y dan z tidak berubah karena tidak ada perubahaan
gerak pada arah ini.
Prinsip relativitas ini menyatakan bahwa S’ bergerak kekanan terhadap kerangka acuan S
sama saja dengan S bergerak ke kiri terhadap kerangka acuan S’. Oleh karena itu,
transformasi kebalikan persamaan pertama dari Persamaan (2.2-1) adalah:
x’ = x– v t)
Sekarang jika pulsa cahaya meninggalkan titik asal bersama S dan S’ pada saat t=t’=0, maka
setelah selang waktu t,pulsa tersebut akan menempuh sepanjang sumbu X sejauh x=ct (dalam
kerangka acuan S) atau x’=ct’ (dalam kerangka acuan S’). Dari persamaan transformasi untuk
x dam x’, kita peroleh:

x= x’ + v t)

ct= (ct’+vt’)

ct= (c+v)t’ ............................ (*)


dan

x’=

ct’=

ct’= (c-v)t

t’= t .................................(**)

Substisusikan t’ dari (**) ke (*), kita peroleh :

ct=

ct=

Bagi kedua ruas persamaan dengan t, kita peroleh:

c=

=
Setelah kita mengetahui tetapan transformasi kita akan menentukan hubungan antara t

dan t. Untuk mengerjakan ini, kita gabungkan persamaan x’= (x-vt) dengan x= (x’+vt’)

dengan cara mensubsisusikan x kedalam persamaan pertama.

x’= (x-vt)

x’= ( (x’+vt’)-vt]

2
x’= ( x’+vt’)- vt

2 2
x’= x’+ vt’- vt

2 2
= vt’+( -1)x’ :

t= + x’ ...................................(***)

Mari kita tentukan dahulu nilai dari , sebagai berikut.

=
= = x

= ……………………….(****)

Masukkan nilai dari (****) ke dalam (***) kita peroleh:

t=

t= …………………………………………. (2.2-2)

akhirnya dapatlah kita peroleh hasil transformasi baru tersebut sebagai berikut.

x= (x’ + vt’)

y = y’………………………………………………………..(2.2-3)

z = z’

t= )

atau transformasi kebalikannya

x’ = (x - vt’)

y’ = y………………………………………………………(2.2-4)

z’ = z
t’ = )

- Dinamika Relativistik

Transformasi pada persamaan (2.2-3) dan (2.2-4) disebut transformasi Lorentz.


Persamaan-persamaan ini pertama kali diusulkan dalam dalam suatu bentuk yang sedikit
berbeda oleh Lorentz, pada tahun 1904. Ia mengajukan persamaan-persamaan ini untuk
menjelaskan hasil nol dalam percobaan Michelson-Morley, dan untuk membuat persamaan-
persamaan Maxwell memiliki bentuk yang sama untuk semua kerangka acuan inersial.
Setahun kemudian, Einstein menueunkan persamaan-persamaan ini secara independen
berdasarkan teori relativitasnya.
Perhatikan, bukan hanya persamaan kedudukan x yang dimodifikasi jika dibandingkan
dengan transformasi Galileo, tetapi juga persamaan waktu t. Akhirnya, dapatlah kita lihat
bahwa dalam relativitas khusus Einstein, ruang dan waktu adalah relatif (dalam
relativitas Newton, ruang dan waktu adalah mutlak).
Transformasi Lorentz Untuk Kecepatan
Seperti biasanya, kecepatan dapat kita peroleh dari turunan fungsi kedudukan terhadap
waktu.

Ux = ………………………………………………(*)

Dari persamaan (13-14) :

x=

dx = …………………………………(**)

dari persamaan (13-14)

t= )

t= x’

jika variable t, t, dan x’ kita tarik diferensialnya, kita peroleh:


dt = + dx’……………………………………..(***)

masukkan elemen dx dari (**) dan dt (***) ke dalam (*), sehingga kita peroleh kecepatan

ux=

= , sebab

-
Sekarang kita akan menentukan kecepatan pada sumbu Y, uy. Dari persamaan (9)
y=y’ , sehingga dy=dy’

uy =

= , sebab dy’/dt’=uy’ dan dx’/dt’=ux’

uy=

 = ,sehingga

uy=

Dengan cara yang sama, dapat kita peroleh kecepatan pada sumbu Z, uz , yaitu:

uz =
Akhirnya dapatlah kita peroleh hasil transformasi Lorentz untuk kecepatan, yaitu :

ux =

uy = ………………………………………………(2.2-5)

uz =

atau transformasi kebalikannya

ux’ =

uy’ = ………………………………………………(2.2-6)

uz’ =

Kita telah melihat bagaimana kedua postulat einstei menentun kita epada suatu
penafsiran “relative” baru terhadap konsep-konsep mutlak ang dianut sebelmnya
sepeerti panjadng dan waktu. juga darinya kita berkesimpulan bagwa konsep klasik ita
tentang laju relative tidaak lagi benar. Dengan demikian, cukup beralasan bagi kita
untk menanyakan sejauh manakah revolusi konsep ini mengubah tafsiran kita
terhadap berbagai konsep fisika.oleh karena itu, kita sekarang membahas ulang
besaran-bersaran dinamika seperi massa, energy, momentum, dan gaya, agar kita
dapat megkajinya dari sudut pandang teori relativitas khusus. Apakah hubungan yang
yelah lazim kita kenal, seperti p = mv, K = 1/2mv2, F = m ( atau lebih tepat, F =
dp/dt), tetap berelaku, ataukah kita haru mempunyai konsep baru lagi bagi bsara-
besaran dinamika ini ? begitu pula, bagaimana halnya dengan hukum-hukum
kekekalan dasar dari fisika klasik, seperti kekekalan energy dan kekekalan momentum
linier ?semua konsep ini begitu penting dalam fisika klasik sehingga rasana kita
enggan membuangnya. Kedua hukum kekekalan ini (bersama dengan hukum
kekekalan momentum sudut) dapat diperlihatkan merupakan akigat dari kehomogenan
(gomogeneity) dan keisotropian (isotropy) alam semesta- jika kita megoreksi semua
efek local ( seperti perubagan pada atmosfer atau keadaan lingkungan), maka
percobaan yang dilakukan pada satu hari terteb akan memberika hasil sama seperti
yang diperoleh dari percobaan serupa yang dilakukan pada hari berikutnya, percobaan
yang dilakukan dalam salah satu laboratorium pertama), tidak akan pula megubah
hasil percobaan kita.
Pengertian ketidak ubaha (invariance) ini terhadap translasi dalam waktu dan
ruag, dan terhadap rotasi (pemutaran) dalam ruang dapat diperlihatikan setara dengan
konsep kita tentang kekekalan energy, momentum linier, dan momentum sudut.
Dengan demikian, membuang konsep-konsep ini menyiratkan bahwa kita hidup
dalam alam semesta yang sangat aneh. Karena itu, kita akan tetap beranggapan bahwa
alam semesta kita memilia semacam struktur yang sangat serasi, dan bahwa hukum-
hkum kekekalan ini tetap berlaku, namun dngan catata bahwa relativitas khusu ungkin
menghendaki suatu pedefinisian ulang terhadap besaran-besaran diamika dasa. Kita
sebenarya dapat dengan segera menebak bahwa ini memang merupakan sesuatu hal
yang perlu dilakukan.
Andaikanlah kita kenakan suatu gaya etap F pada sebuah benda yang
bermassa m, yang memberikan percepatan a = F/m. jika gaya tersebut kemudian kita
kenakan selama suatu selang wakut yang cukup lama, maka dinamika klasik
meramalkan bahwa patikelnya akan terus bertambah lajunga ingga melampaui laju
cahaya. Tetapi, kita ketahui bahwa rasformasi Lorentz member hasil yang tidak
bermaka fisika bila u≥c. jadi, kita memerlukan sehimpunan hukum dinamika baru
yang mencegah benda mengalami percepatan sehingga melaju melampaui laju
cahaya.

1. Dalam kerangka relativistik hukum-hukum dasar (misal hukum kekekalan


momentum, energikinetik dan gaya) masih tetap berlaku namun perlu
pendefinisian ulang terhadap besaran - besaran dinamika dasarnya.

2. Diperlukan sehimpunan hukum dinamika baru yang mencegah benda mengalami


percepatan sedemikian sehingga mencapai kecepatan melebihi kecepatan cahaya.
Ilustrasi bahwa hukum-hukum klasik tetap berlaku :
Laju cahaya menurut pengukuran O’ adalah c + u menurut postulat Einstein
tidak mungkin Karena baik O maupun O’ kedua-duanya harus mengukur laju
cahaya yang sama ,oleh karena itu t dan t’ harus berbeda , dapat dicari dengan
cara: Laju cahaya menurut pengukuran O’ adalah c + u menurut postulat
Einstein tidak mungkin Karena baik O maupun O’ kedua-duanya harus mengukur
laju cahaya yang sama ,oleh karena itu t dan t’ harus berbeda , dapat dicari
dengan cara:

3. Apakah hukum-hukum dasar fisika klasik (misal hukum kekekalan momentum,


energy kinetik dan gaya) masih tetap berlaku dalam kerangka relativistik ?
A. Kekekalan Momentum Relativistik
1. Kerangka acuan O .
2. Dua massa identik saling mendekat masing-masing dengan laju v.
3. Setelah bertumbukkan didapat sebuah massa 2m dalam keadaan diam .
4. Menurut kerangka acuan yang bergerak dengankecepatan v ke kanan , massa (1)
akan tampak diam sedangkan massa (2) akan tampak mendekat dengan laju 2v
(mekanika klasik Transformasi Lorentz :
5. Menurut kerangka O’yang bergerak dengan laju u=v , kecepatan massa (1) adalah

6.
7. Menurut kerangka acuan O’, momentum linear awal tidak sama momentum linear
akhir
Momentum linear awal adalah

P’awal = m1v1’ + m2v2’ = m(0) = m

Momentum linear akhir adalah -2mv

P’akhir = 2mv’ = 2m(-v) = -2mv

8. Menurut bahasan di depan , kita berusaha mempertahankan kekekalan momentum


linear dalam semua kerangka acuan. Momentum hanyalah melibatkan massa dan
kecepatan, maka kesalahan tentu terletak pada penanganan massa. Sejalan dengan
terdapatnya penyusutan panjang dan pemuluran waktu, marilah kita membuat
anggapan bahwa bagi besaran massa terdapat pula pertambahan massa relativistik
menurut hubungan sebagai berikut :

m0 disebut massa diam.

9. Dengan O’ mendefinisikan massa relativistic akan dapat mempertahankan kekekalan


momentum menurut O dan O’
10. Menurut O momentum awal sama denganmomentum akhir yaitu nol .
11. Menurut O’ momentum awal juga sama dengan momentum akhir yaitu
12. Selain mendefinisikan massa relativistikseperti yang kita lakukan di atas,kita dapat
pula mendefinisikan ulang momentum relativistik sebagai berikut :

B. Energi Kinetik Relativistik


1. Dalam fisika klasik energi kinetik didefinisikan sebagai usaha sebuah gaya luar
yang mengubah laju sebuah obyek, definisi yang sama dipertahan-kan berlaku
pula dalam mekanika relativistik (dengan membatasi bahasan kita dalam satu
dimensi )

2. Perubahan energi kinetik jika benda bergerak dari keadaan diam, maka energi
kinetik akhir adalah K

Perbedaan antara besaran mc 2 bagi sebuah partikel yang bergerak dengan laju v
dengan besaran m0c2 bagi sebuah partikel yang diam,tidak lain adalah energi
kinetiknya.
Energi relativistik total diungkapkan oleh persamaan berikut :

E = E0 + K = m0c²

E = mc² : energy relativistic total partikel

Eo = m0c² : energy diam partikel

K = tambahan energy bagi partikel yang bergerak (energy kinetik)

- Teori Relativitas Umum


Setelah sukses dengan teori relativitas khusus, tak lama kemudian Einstein menyadari
bahwa agar gravitasi sesuai dengan relativitas, diperlukan perubahan lain.
Sebelas tahun berikutnya Einstein mengembangkan teori gravitasi baru, yang dia
sebut relativitas umum (general relativity). Konsep gravitasi dalam relativitas umum sangat
berbeda dengan konsep gravitasi Newton. Konsep gravitasi umum didasarkan kepada usul
revolusioner bahwa ruang-waktu bukan datar sebagaimana diduga sebelumnya, melainkan
melengkung dan terdistorsi oleh massa dan energy di dalamnya.
Menurut hukum gerak Newton, benda seperti peluru meriam, dan planet bergerak
menyusur garis luerus kecuali jika terpengaruh gaya seperti gravitasi. Tapi gravitasi dalam
teori Einstein bukan gaya sebagaimana gaya lain; gravitasi justru konsekuensi kenyataan
bahwa massa mendistorsi ruang-waktu, menciptakan kelengkungan. Dalam teori Einstein,
benda bergerak mengikuti geodesika, yang merupakan pendekatan bagi garis lurus dalam
ruang melengkung. Garis adalah geodesika dii budang datar, dan lingkaran besar adalah
geodesika pada permukaan bumi. Tanpa adanya zat, geodesika pada ruang-waktu berdimensi
empat sepadan dengan garis pada ruang berdimensi tiga. Tapi ketika ada zat yang yang
mendistorsi ruang-waktu, jalur gerak benda dalam ruang berdimendi tiga menjadi
melengkung karena tarikan gravitasi menurut teori Newton. Ketika ruang-waktu tidak datar,
jalur benda tampak berbelok, sehingga memberi kesan ada gaya yang mempengaruhinya.
Penerapan teori relativitas umum dalah model alam semesta yang amat berbada, yang
memprediksi efek-efek baru seperti gelombang gravitasi dan lubang hitam. Teori relativitas
umum menyatakan jagat raya berhingga namun tak terbatas. Sebagaimana teori relativitas
khusaus, teori relativitas umum juga telah melalui uji sensitifitas dan semuanya menyatakan
sukses. Salah satu penjelasan yang telah teruji sukses adalah penjelasan mengenai perihelion
Planet Merkurius.

Anda mungkin juga menyukai