Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TEORI RELATIVITAS KHUSUS

OLEH:
ERI LASTIANI
XII IPA 5

GURU PEMBIMBING : BERESMAN SIMANGUNSONG, M.Pd.

SMAN 22 PALEMBANG
TAHUN AJARAN
2016/2017
1. Transformasi Galileo
Relativitas berhubungan dengan dua kerangka acuan yang saling bergerak dengan kecepatan
konstan. Pada Gambar 1.a diilustrasikan kerangka acuan “diam”, yaitu pengamat yang diam
di tepi rel dan kerangka acuan “bergerak”, yaitu pengamat yang berada dalam kereta.

Kita dapat menjelaskan situasi ini dengan menggunakan kerangka acuan inersial. Pada
Gambar 1.a dilukiskan dua buah kerangka acuan inersial. Kerangka acuan S yang
berhubungan dengan pengamat diam di tepi rel, memiliki system koordinasi XYZ dengan
titik dasar O. Kerangka acuan S’ yang berhubungan dengan pengamat dalam kereta, memiliki
koordinat X’Y’Z’ relatif terhadap kerangka acuan S. Mula-mula (saat t =t’= 0), titik asal
kedua acuan adalah berimpit. Dalam transformasi Galileo yang akan kita turunkan ini, selang
waktu yang dicatat oleh pengamat di S di anggap sama dengan yang dicatat oleh yang dicatat
oleh pengamat di S’. Jadi, t’=t.

Gambar 5.1.1. (a) S, memiliki sistem kordinat XYZ dan S’, memiliki sistem kordinat X’Y’Z’
(b) Setelah selang waktu t, titik asal koordinat S’ berada sejauh v.t dari titik asal koordinat S .
Setelah selang waktu t, koordinat setiap benda (missal titik P) pada kerangka acuan S’ kita
nyatakan dengan koordinat pada kerangka acuan S. dari gambar 1.b tampak bahwa
O’P = OP – OO’
O’P adalah koordinat x’, OP adalah koordinat x, dan OO’ = v t, sehingga persamaan di atas
menjadi
x' = x – v t
Koordinat y dan z dari benda tidak berubah karena kerangka acuan S’ dibatasi hanya bergerak
sepanjang sumbu X, dan tidak pada sumbu Y dan Z. oleh karena itu
y' = y, z' = z
Jadi, transformasi Galileo untuk koordinat dan waktu adalah
.....................................................(5.1-1)
Transformasi kebalikannya adalah
.....................................................(5.1-2)
2) Transformasi Galileo untuk kecepatan dan percepatan
Untuk memperoleh transformasi Galileo untuk kecepatan, persamaan (5.1-1) kita
diferensialkan terhadap waktu.
x' = x – v t

dx'/dt = , dx/dt = ux
, dan , sehingga kita peroleh transformasi Galileo untuk kecepatan adalah:
.....................................................(5.1-3)
Transformasi kebalikannya adalah:
ux = ux' + v
uy = uy' (5.1-4)
uz = uz'
Di sini, ux' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu X',
uy' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu Y',
uz' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu Z'.
transformasi Galileo untuk percepatankita peroleh dengan mendeferensialkan Persamaan
(5.1-3) terhadap waktu.
ux' = ux – v

dux'/dt = ax', dux/dt = ax, dan dv/dt = 0 sebab v konstan, sehingga kita peroleh:
ax' = ax
dengan cara yang sama, kita peroleh: ax' = ay,az' = az
Jadi, transformasi Galileo untuk percepatanadalah:
ax' = ax
ay' = ay .....................................................(5.1-5)
az' = az
dari persamaan (5.1-5) dapat kita simpulkan bahwa F' = ma' sama dengan F = ma, sebab a'
= a. sekali lagi tampak bahwa hukum-hukum mekanika berlaku sama, baik pada kerangka
acuan S' ataupun kerangka acuan S. ini adalah sesuai dengan prinsip relativitas Newton yang
telah ditanyakan sebelumnya.
2. Percobaan Michelson dan Morley

Apabila kita telaah gelombang bunyi berbeda dengan gelombang cahaya. Gelombang
cahaya dapat merambat dalam ruang hampa udara, buktinya adalah bahwa sinar matahari
yang dapat sampai ke bumi. Fenomena tersebut mendorong para pakar fisika abad ke-19
untuk menghipotesis keberadaan eter sebagai medium lain. Karena harus ada dalam ruang
hampa dan juga dalam bahan tembus cahaya. Jelaslah bahwa eter tidak mungkin seperti
materi biasa, yang memiliki kerapatan dan komposisi kimia. Karena tidak mungkin materi
yang semacam ini berada dalam ruang hampa. Eter haruslah memenuhi seluruh ruang,
bahkan sampai bintang yang terjauh sekalipun. Karena cahaya ada di mana-mana, termasuk
di tempat yang terjauh.

Cara mengamati gerak eter adalah dengan menjalarkan gelombang dalam medium
(eter). Sebagai ilustrasi awal, perhatikan suatu aliran air di sungai seperti tampak pada
gambar berikut.

Misalkan kita menjalarkan sebuah pulsa gelombang lurus di A sejajar tepi sungai. Lalu, kita
mengukur waktu yangdiperlukan untuk sampai ke B yang berjarak l dari A. Kemudian, waktu
yang terukur itu kita bandingkan dengan yang diperlukan oleh gelombang untuk menjalar
dari B ke A. Apabila aliran air berkelajuan v sementara pulsa gelombang berkelajuan u maka
waktu yang diperlukan gelombang untuk menjalar dari A ke B dan kemudian kembali lagi ke
A adalah

Anda pun dapat menuliskan lagi menjadi

Lalu, kita mengirimkan pulsa gelombang ke arah tegak lurus aliran air, seperti gambar
berikut.

Apabila pulsa kita kirimkan langsung ke C, pulsa ini tidak akan sampai karena akan terhanyut
ke hilir. Oleh karena itu, pulsa harus kita kirimkan sedikit ke hulu. Laju relatif pulsa terhadap
tanah haruslah sebesar

Setelah tiba di C pulsa akan dipantulkan dan akan sampai di A lagi. Waktu yang diperlukan
pulsa dalam penjalaran bolak-balik ini adalah
selisih antara waktu tA-B-A dantA-C-A adalah

Untuk kasus gerak bumi dalam eter, persamaan di atas dapat disederhanakan lebih
lanjut. Dalam hal ini, laju aliran sungai di atas merupakan analogi laju eter sedangkan pulsa
gelombang menyebar analogi gelombang cahaya. Laju bumi vdalam orbitnya mengelilingi
Matahari jauh lebih kecil daripada laju pulsa gelombang cahaya. Dengan demikian, dapat
digunakan pendekatan sebagai berikut.

maka persamaan di atas menjadi

karena v sangat kecil maka


Jadi persamaan di atas menjadi

Pada 1887, Michelson dan Morley melakukan percobaan untuk mengukur (tA-B-A - tA-C-
A ) pulsa gelombang cahaya. Mereka membanding waktu yang diperlukan cahaya untuk
merambat bolak-balik sepanjang arah gerak eter terhadap bumi dengan waktu yang
diperlukan bolak-balik tegak lurus arah ini. Jadi beda waktu yang diharapkan dpat diamati
apabila memang eter ada adalah 3,7 x 10-16 s. Bagaimana hasil itu di dapat? Kita akan bahas
pada postingan berikutnya.

Selisih waktu ini sangat pendek, bagaimanakah cara mengukurnya? Michelson telah
menghabiskan waktunya selama 50 tahun untuk membuat alat yang memiliki ketelitian yang
sebanding dengan kecilnya selisih waktu tersebut. Alat yang dipergunakan dikenal sebaga
iinterferometer Michelson.

Hasil percobaan Michelson bahwa laju cahaya bersifat isotropik, artinya tidak
bergantung pada arah pengamatan. Pengukuran laju cahaya, yang dilakukan dalam arah
manapun, tetap akan memberikan hasil yang sama. Dengan kenyataan itu, laju cahaya
dikatakan merupakan besaran mutlak. Karena pengukurannya tidak bergantung pada
kerangka zacuan yang dipilih. Pernyataan ini telah dijadikan Einstein sebagai postulat
pertama prinsip relativitas khusus.

Konsekuensi lain dari fakta tersebut adalah apabila memang ada maka eter haruslah
dalam keadaan diam dalam kerangka acuan bumi. Akan tetapi, kerangka acuan serupa ini
tidak ada keistimewaannya.Karena tidak akan mempengaruhi pengukuran-pengukuran yang
kita lakukan. Dengan demikian, konsep eter itu tidak perlu ada dan para pakar fisika sekarang
yakin bahwa eter itu memang benar tidak ada. Perlu juga catatan tambahan, bahwa fenomena
elektromagnetik (cahaya) tidak bersesuaian dengan prinsip relativitas Galileo. Apabila kita
paksakan transformasi Galileo berlaku di sini maka pengukuran kelajuan cahaya dalam
kerangka acuan S dan S* haruslah memenuhi persamaan
c’ = c - v
dengan c adalah laju cahaya menurut kerangka acuan S. Sementara c’ adalah laju cahaya
menurut kerangka acuan S*. Akan tetapi, hasil dari percobaan Michelson-Morley
menunjukkan bahwa ternyata c’ = c. Jelas bahwa transformasi kecepatan Galileo tersebut
tidak berlaku dalam fenomena elektromagnet.

3. Konstraksi Panjang – Dilatasi Waktu


 Dilatasi Waktu

Akibat penting postulat Einstein dan transformasi Lorentz adalah bahwa selang waktu
antara dua kejadian yang terjadi pada tempat yang sama dalam suatu kerangka acuan selalu
lebih singkat daripada selang waktu antara kejadian sama yang diukur dalam kerangka acuan
lain yang kejadiannya terjadi pada tempat yang berbeda.

Pada dua kejadian yang terjadi di x0' pada waktu t1' dan t2' dalam kerangka S ', kita
dapat menentukan waktu t1 dan t2 untuk kejadian ini dalam kerangka S dari persamaan
Sehingga, dari kedua persamaan tersebut diperoleh:
t2 - t1 = γ (t2' – t1') ............................................. (1)
Waktu di antara kejadian yang terjadi pada tempat yang sama dalam suatu kerangka
acuan disebut waktu patut, tp. Dalam hal ini, selang waktu Δtp = t2' – t1' yang diukur dalam
kerangka S' adalah waktu patut. Selang waktu Δt yang diukur dalam kerangka sembarang
lainnya selalu lebih lama dari waktu patut. Pemekaran waktu ini disebut dilatasi waktu, yang
besarnya:
Δt = γ.Δtp ..................................................... (2)

Sebelum melakukan perjalanan ke ruang antariksa, seorang astronaut memiliki laju


detak jantung terukur 80 detak/menit. Ketika astronaut mengangkasa dengan kecepatan 0,8 c
terhadap Bumi, berapakah laju detak jantung astronaut tersebut menurut pengamat di Bumi?
Penyelesaian:
Kecepatan astronaut terhadap Bumi:
v = 0,8 c
v/c = 0,8
γ dapat ditentukan dengan persamaan:

Waktu patut, Δtp adalah selang waktu detak jantung astronaut yang terukur di Bumi.
Jadi, Δtp = 1 menit/80 detak.
Selang waktu relativistik, Δt adalah selang waktu detak jantung astronaut yang sedang
mengangkasa diukur oleh pengamat di Bumi. Pemekaran waktu dihitung melalui persamaan
(2):
Δt = γ . Δtp = 10/6 (1menit/80 detak) = 1 menit/((6/10) x 80 detak) = 1 menit/48 detak.
 Bola Kuarsa dan Jam Hidrogen Maser
Bola kuarsa di bagian atas wadah tersebut mungkin merupakan benda paling bulat di
dunia. Bola ini didesain untuk berputar sebagai giroskop dalam satelit yang mengorbit Bumi.
Relativitas umum memperkirakan bahwa rotasi bumi akan menyebabkan sumbu rotasi
giroskop untuk beralih secara melingkar pada laju 1 putaran dalam 100.000 tahun.
Jam maser hidrogen yang teliti di atas diluncurkan dalam satelit pada 1976, dan
waktunya dibandingkan dengan waktu jam yang identik di Bumi. Sesuai dengan perkiraan
relativitas umum, jam yang di Bumi, yang di sini potensial gravitasinya lebih rendah,
"terlambat" kira-kira 4,3 x 10-10 sekon setiap sekon dibandingkan dengan jam yang mengorbit
Bumi pada ketinggian kira-kira 10.000 km.
 Konstraksi Panjang
Kontraksi panjang adalah fenomena memendeknya sebuah objek yang diukur oleh
pengamat yang sedang bergerak pada kecepatan bukan nol relatif terhadap objek tersebut.
Kontraksi ini (resminya adalah kontraksi Lorentz atau kontraksi Lorentz–
FitzGerald dari Hendrik Lorentz dan George FitzGerald) biasanya hanya dapat dilihat ketika
mendekati kecepatan cahaya. Kontraksi panjang hanya terlihat pada arah paralel dengan arah
dimana benda yang diamati bergerak. Efek ini hampir tidak terlihat pada kecepatan sehari-
hari dan diabaikan untuk semua kegiatan umum. Hanya pada kecepatan sangat tinggi dapat
terlihat. Pada kecepatan 13.400.000 m/s (30 juta mph, 0.0447c) kontraksi panjangnya adalah
99.9% dari panjang saat diam; pada kecepatan 42.300.000 m/s (95 juta mph, 0.141c),
panjangnya masih 99%. Ketika semakin mendekati kecepatan cahaya, maka efeknya semakin
kelihatan, seperti pada rumus:

Keterangan :
L0 adalah panjang diam (panjang objek ketika diam),
L adalah panjang yang dilihat pengamat pada gerak relatif terhadap objek,
v adalah kecepatan relatif antara pengamat dan benda bergerak,
c adalah kecepatan cahaya,
dan faktor Lorentz, γ(v), didefinisikan dengan

Dalam persamaan ini diasumsikan bahwa objek paralel dengan garis perpindahannya. Untuk
pengamat dengan gerak relatif, panjang objek diukur dengan mengurangkan secara simultan
jarak kedua ujung objek. Untuk konversi yang lebih umum, lihat transformasi Lorentz.
Pengamat pada keadaan diam melihat objek yang bergerak mendekati kecepatan cahaya akan
melihat panjang objek tersebut mendekati nol.
4. Postulat Einstein
Dalam mengemukakan teori relativitas khusus ini Einstein mengemukakan dua postulat,
kedua postulat tersebut kemudian menjadi dasar teori relativitas khusus. Kedua postulat itu
adalah :
1. Postulat pertama, hukum fisika dapat dinyatakan dalam persamaan yang berbentuk
sama dalam semua kerangka acuan inersia.
2. Postulat kedua, kecepatan cahaya dalam ruang hampa sama besar untuk semua
pengamat, tidak tergantung dari keadaan gerak pengamat itu. Kecepatan cahaya di
ruang hampa sebesar c = 3.108 m/s.
Dengan dasar dua postulat tersebut dan dibantu secara matematis dengan transformasi
Lorentz, Einstain dapat menjelaskan relativitas khusus dengan baik. Hal terpenting yang
perlu dijelaskan dalam transformasi Lorentz adalah semua besaran yang terukur oleh
pengamat diam dan bergerak tidaklah sama kecuali kecepatan cahaya. Besaran -besaran yang
berbeda itu dapat dijelaskan seperti dibawah.
Pada postulat yang pertama tersebut menyatakan ketiadaan kerangka acuan universal.
Apabila hukum fisika berbeda untuk pengamat yang berbeda dalam keadaan gerak relatif,
maka kita dapat menentukan mana yang dalam keadaan “diam” dan mana yang “bergerak”
dari perbedaan tersebut. Akan tetapi karena tidak ada kerangka acuan universal, perbedaan itu
tidak terdapat, sehingga muncullah postulat ini. Postulat pertama menekankan bahwa prinsip
Relativitas Newton berlaku untuk semua rumus Fisika, tidak hanya dalam bidang mekanika,
tetapi pada hukum-hukum Fisika lainnya. Sedangkan postulat yang kedua sebagai
konsekuensi dari postulat yang pertama, sehingga kelihatannya postulat kedua ini
bertentangan dengan teori Relativitas Newton dan transformasi Galileo tidak berlaku untuk
cahaya. Dalam postulat ini Einstein menyatakan bahwa selang waktu pengamatan antara
pengamat yang diam dengan pengamat yang bergerak relatif terhadap kejadian yang diamati
tidak sama (t ≠ t’). Menurut Einstein besaran kecepatan, waktu, massa, panjang adalah
bersifat relatif. Untuk dapat memasukkan konsep relativitas Einstein diperlukan transformasi
lain, yaitu transformasi Lorentz.
Akibat Postulat Einstain
Pada postulat Einstain telah dijalaskan bahwa besaran yang tetap dan sama untuk semua
pengamat hanyalah kecepatan cahaya berarti besaran lain tidaklah sama. Besaran – besaran
itu diantaranya adalah kecepatan relatih benda, panjang benda waktu, massa dan energi.
a. Kecepatan relatif
Jika ada sebuah pesawat (acuan O’) yang bergerak dengan kecepatan v terhadap bumi (acuan
O) dan pesawat melepaskan bom (benda) dengan kecepatan tertentu maka kecepatan bom
tidaklah sama menurut orang di bumi dengan orang di pesawat. Kecepatan relatif itu
memenuhi persamaan berikut.

dengan :
vx = kecepatan benda relatif terhadap pengamat diam (m/s)
vx’ = kecepatan benda relatif terhadap pengamat bergerak (m/s)
v = kecepatan pengamat bergerak (O’) relatif terhadap pengamat diam (O)
c = kecepatan cahaya

5. Transformasi Lorentz

Kita akan menurunkan suatu transformasi koordinat yang menghubungkan kerangka


acuan inersial S dan S* yang memenuhi persyaratan prinsip relativitas khusus Einstein. Oleh
karena waktu merupakan besaran relatif maka kita perlu mencari persamaan yang mengaitkan
besaran waktu tersebut dari kerangka acuan S ke kerangka acuan S*. Selain itu, kita perlu
mencari juga persamaan transformasi untukx karena benda yang ditinjau diasumsikan
bergerak dalam arah sumbu x seperti yang telah dilakukan dalam transformasi Galileo.

Coba Anda perhatikan gambar di atas mengenai hubungan antara x dan x’ ialah

x’ = k(x-vt) . . . . . persamaan (1)


k merupakan faktor pembanding yang tidak bergantung pada x atau t, tetapi dapat merupakan
fungsi dari u. Untuk menuliskan persamaan yang bersesuaian untuk x dinyatakan dalam x’
dan t’. Oleh karena hukum fisika harus berbentuk sama, hubungan ini pun harus memiliki
konstanta kesebandingan yang sama. Dengan demikian,

x = k(x’-vt’) . . . . . persamaan (2)

t dan t’ tidaklah sama. Ini dapat kita lihat dengan cara mensubtitusikan x’ yang diperoleh dari
persamaan x’ = k(x-vt) ke persamaan x = k(x’-vt’)Kita akan memperoleh persamaan yang
baru, yaitu

x = k2(x-vt) + kvt’ . . . . . persamaan (3)

Maka dari sini kita dapat memperoleh persamaan

Persamaan (1), (2), dan (4) merupakan tranformasi koordinat yang dimiliki postulat
relativitas Einstein.

Harga k dapat diperoleh pada saat t = 0, titik asal kedua kerangka S dan S* berada pada
tempat yang sama. Maka t’ = 0 juga. Masing-masing pengamat melakukan pengukuran
kelajuan cahaya yang memancar dari titik itu. Kedua pengamat harus mendapatkan kelajuan
yang sama, yaitu c. Berarti dalam kerangka S.

x = c.t . . . . . persamaan (5)

sedangkan dalam kerangka S*

x’ = c.t’ . . . . . persamaan (6)

Coba Anda subtitusikan x’ dari persamaan (1) dan t’ dari persamaan (4) sehingga Anda dapat
memperoleh persamaan baru yaitu
Persamaan tersebut dapat disusun kembali agar memperoleh x

Rumusan untuk x ini akan sama dengan yang dihasilkan oleh persamaan x = c.t. Jadi,

Sehingga akan diperoleh persamaan


Dengan memasukkan k dalam persamaan (1) dan persamaan (4) Anda memperoleh
persamaan transformasi lengkap dari pengukuran suatu kejadian dalam S terhadap
pengukuran yang sesuai dilakukan dalam S*, memenuhi persamaan:

atau

Selanjutnya, akan ditinjau gerak relatif kerangka acuan S terhadap kerangka acuan S*.
Kerangka acuan S* yang semula bergerak ke arah sumbu x positif dengan kecepatan
tetap vmenjadi diam. Sementara itu, kerangka acuan S yang semula diam, sekarang bergerak
ke arah sumbu x negatif sehingga kecepatan relatifnya adalah –v. Transformasi koordinat
untuk gerak relatif ini mirip dengan transformasi koordinat persamaan (10), persamaan (12),
persamaan (13) dan persamaan (14). Karena kedua gerak relatif di atas setara. Perbedaannya
hanyalah arah kecepatan relatif masing-masing kerangka acuan tersebut yaitu dari v menjadi
–v. Jadi, transformasi koordinatnya menjadi:

atau
Transformasi koordinat ini dikenal dengan nama transformasi Lorentz. Nama ini di ambil
untuk menghormati Hendrik Anton Lorentz seorang pakar fisika yang berkebangsaan
Belanda. Persamaan-persamaan ini kali pertama diusulkan dalam bentuk yang sedikit berbeda
oleh Lorentz pada 1904. Ia mengajukan persamaan-persamaan ini untuk menjelaskan hasil
nol dalam percobaan Michelson-Morley dan untuk membuat persamaan-persamaan ini
Maxwell mengambil bentuk yang sama untuk semua kerangka acuan inersial. Setahun
kemudian, Einstein menurunkan persamaan-persamaan ini secara independen berdasarkan
pada teori relativitas.

6. Energi Benda Diam – Bergerak


a. Massa relativistik
Pada sekitar tahun 1910 seorang ahli fisika Jerman, A.H.Bucherer, untuk pertama kali
menunjukan melalui percobaan tentang bertambahnya massa seiring dengan bertambahnya
kecepatan. Bucherer melakukan pengukuran terhadap partikel β, yaitu elektron yang
dipancarkan oleh zat radioaktif dan berhasil menemukan massa partikel β bertambah dengan
bertambahnya kecepatan, sama seperti yang telah diramalkan oleh teori relativitas khusus,
yaitu massa benda bergerak (m) relatif terhadap pengamat lebih besar dari massa diamnya,
dan dihubungkan oleh persamaan :

dengan :
m : massa ketika bergerak terhadap pengamat
m0 : massa diam
v : kecepatan benda
b. Momentum Relativitas
Benda yang bergerak mendekati kecepatan cahaya mempunyai momentum relativitas
yang besarnya

dengan :
v : kecepatan benda
P : momentum benda
m0 : massa diam benda

c. ENERGI RELATIVITAS
Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnakan, tetapi diubah ke bentuk yang lain. Pada awal
abad ke-20, Einstein menyatakan bahwa massa dan energi adalah dua hal yang tidak bisa
dipisahkan. Sebuah benda yang mempunyai massa akan mengandung sejumlah energi. Benda
yang bermassa diam m0 dapat diubah menjadi energi sebesar
Energi yang dimiliki oleh benda diam ini dinamakan energi diam.
Benda yang bergerak mempunyai massa yang berbeda bila dibandingkan dengan massa
benda dalam keadaan diam. Oleh karena massa identik dengan energi, benda yang bergerak
akan mempunyai energi total
Ketika dalam keadaan diam, benda sudah mempunyai energi E0. Pada saat benda tersebut
bergerak, energi yang dimilikinya tentu bertambah sebesar energi kenetiknya.
Hubungan Massa dan Energi
E = mc2 dalam ilmu fisika adalah sebuah rumus yang sering dikenal dan sangat penting
dalam menjelaskan persamaan nilai antara energi (E) dan massa (m), yang disetarakan secara
langsung melalui konstanta kuadrat laju cahaya dalam vakum ( c 2 )
yang mana:

 E = energi (J)
 m = massa (kg)
 c = kecepatan cahaya (m.s-1)

Faktor c 2 bernilai 89.88 PJ/kg = 21.48 Mt TNT per kg = 149.3 pJ/u = 931.5 MeV/u.
Jika energi yang dimaksud dalam persamaan di atas adalah energi diam, maka massa yang
terkait adalah juga massa diam atau massa invarian.

Anda mungkin juga menyukai