MODUL 1
TEORI RELATIVITAS
1. Pendahuluan
Teori Relativitas Khusus dan teori kuantum Planck membawa perubahan besar
yang sangat mendasar dalam cara kita memandang alam. Teori relativitas khusus dianggap
teori yang anah dan rumit, akibatnya hanya sedikit orang yang dapat memahaminya. Teori
ini sebagai suatu sistem kinematika dan dinamika, yang didasarkan pada sekumpulan
postulat yang berbeda dari fisika klassik.
Rumus yang dihasilkan teori ini tidak lebih rumit daripada hukum-hukum Newton,
namun menghasilkan ramalan (prediksi) yang seolah-olah bertentangan dengan “akal
sehat” kita. Einstein memperkenalkan teori relativitas khusus sebagai akibat adanya
kelemahan pada teori relativitas klasik Newton.
v
y S y S’
cahaya P
v.t x lampu
O x O x
Gambar 1
Keterangan Gambar :
Kejadian terjadi pada titik P. Kejadian diamati oleh dua pengamat dalam kerangka inersial S dan S’,
dimana S’ bergerak dengan kecepatan v relatif terhadap S. Pengamat dalam sistim S akan
menjelaskan kejadian dengan koordinat ruang dan waktu (x, y, z, t), sedangkan pengamat dalam
sistem S’ akan menggunakan ( x’, y’, z’, t’ ) untuk menjelaskan kejadian yang sama.
x’ =x–vt
y’ =y (1.1)
z’ =z
t’ =t
u x, u x v atau u x u x, v (1.2)
Dengan kata lain u x, adalah kecepatan titik P relatif terhadap S” dan ux adalah kecepatan
titik P relatif terhadap S. Metode ini disebut Transformasi Kecepatan Galileo. Dikatakan
bahwa kecepatan benda di P yang diukur oleh pengamat dalam kerangka berherak sama
dengan kecepatan yang diukur dalam kerangka acuan yang diam “minus” kecepatan dari
Gambar 2
Misalkan, seorang pria melemparkan bola kearah sumbu x positif dalam mobil boks yang
sedang bergerak. Laju bola relatif terhadap pengamat yang diam ditanah (P) adalah
u , v , dimana v adalah laju bola relatif terhadap pria yang berada dalam mobil boks.
Hasil ini sudah jelas, namun Einstein menunjukkan bahwa tranformasi ini tidak benar
bila benda bergerak dengan laju yang mendekati laju cahaya. Maka transformasi Galileo
adalah suatu pendekatan yang benar hanya bila v <<< c .
Contoh:
Dua mobil bergerak dengan laju tetap disepanjang jalan lurus dalam arah arah yang sama. Mobil A
bergerak dengan laju 60 km/jam, dan mobil B dengan laju 40 km/jam. Masing-masing laju tersebut
diukur relatif terhadap seorang pengamat di tanah. Berapakah laju mobil A terhadap mobil B.
Dalam abad 19, sifat-sifat gelombang mekanik, seperti gelombang air atau bunyi
telah dikenal. Dan gejala gelombang dapat didefinisikan sebagai rambatan gangguan
periodik melalui suatu zat peranta (medium). Maxwell memperlihatkan bahwa gelombang
Elektromagnetik (gelombang cahaya) juga memerlukan medium untuk perambatan
gelombang Elektromagnetik (EM) tersebut. Diusulkan zat perantara tersebut adalah eter
(luminiferous ether).
Namun, karena zat ini belum pernah teramati dalam percobaan, maka dipostulatkan
bahwa zat ini mempunyai sifat-sifat :
Konsep ether menjadi menarik karena; Pertama, tidak mungkin suatu gelombang
mekanik atau gelombang EM dapat merambat tanpa medium (zat perantara); Kedua, sistem
koordinat mutlak (absolute frame) dikaitkan dengan gagasan ruang mutlak ether. Dengan
kata lain, jika dapat diamati gerakan bumi mengarungi ether, akan dapat mengungkapkan
gerak bumi relatif terhadap ruang mutlak.
Dalam tahun 1887 Albert A. Michelson (1852-1931) dan Edward W. Morley (1838 –
1923) melakukan percobaan yang dirancang untuk mendeteksi gerak bumi (kecepatan
bumi) terhadap ether. Alat yang digunakan adalah interferometer Michelson yang dirancang
khusus. Gerakan bumi mengarungi ether akan menimbulkan “Ether Wind” terhadap
pengamat yang berada di bumi, yang pada gilirannya mengubah laju cahaya yang diamati
oleh pengamat di bumi.
Berkas cahaya dari sumber cahaya (cahaya monokromatis) diuraikan (split) oleh half-
silvered mirror menjadi dua berkas cahaya yang saling tegak lurus. Satu berkas dipantulkan
menuju cermin 1; berkas lainnya dilewatkan melalui half-silvered mirror ke cermin 2. Karena
sifat dari gelombang cahaya, berkas cahaya dari cermin 2 dan 4 menghasilkan cincin-cincin
interferensi terang dan gelap ketika kedua berkas bertemu (bergabung) kembali.
Jarak antara cincin-cincin sangat berpengaruh terhadap perbedaan laju rata-rata dari
kedua berkas sebelum kedua berkas cahaya dipantulkan kembali. Ketika interferometer
diputar 900 sehingga berkas cahaya bergerak paralel dengan gerak bumi. sedangkan
berkas cahaya lainnya tegak lurus terhadap gerak bumi. Jika v adalah laju “ether wind”
relatif terhadap bumi dan c adalah laju cahaya dalam ether yang bergerak, selama
percobaan pola interferensi diamati ketika interferometer diputar sejauh (sudut) 900. Rotasi
ini akan mengubah laju “wind ether”.
4. POSTULAT EINSTEIN
Teori Relatif Khusus berhubungan dengan keadaan yang melibatkan kerangka acuan
inersia, yaitu, kerangka yang bergerak dengan kecepatan konstan relatif terhadap lainnya,
dan berdasarkan pada dua Postulat.
Gambar 4
Tinjau berkas cahaya yang dipancarkan dari senter (sumber) oleh pengamat dalam
mobil boks yang bergerak dengan kecepatan v. Pulsa cahaya mempunyai kecepatan v
relatif terjadap pengamat S’ dalam mobil boks. Menurut mekanika Newton, laju pulsa
cahaya relatif terhadap pengamat stasioner (diam) S diluar mobil boks adalah c + v.
Hal ini bertentangan dengan postulat kedua Einstein yang menyatakan kecepatan
pulsa cahaya sama untuk semua pengamat. Menurut Einstein, pengamat diam dan
bergerak seharusnya menghasilkan pengukuran yang sama terhadap kecepatan pulsa.
Jika kita membenarkan postulat Einstein, kita harus menyimpulkan gerak relatif tidak
berlaku bila mengukur laju cahaya. Einstein mengubah konsep ruang dan waktu sedemikian
rupa untuk menghasilkan hasil yang sama untuk laju cahaya yang diukur oleh pengamat
yang terletak dalam sembarang kerangka acuan inersia. Kesimpulan ini cukup aneh karena
bertentangan dengan intuasi kita (common sence) yang didasarkan pada pengalaman
sehari-hari.
5. DILATASI WAKTU
Tinjau kenderaan yang bergerak ke kanan dengan laju v (lihat gambar). Sebuah
cermin dipasang di bagian atas kenderaan, dan pengamat di O’ dalam keadaan diam dalam
sistim tersebut memengang lampu senter pada jarak “ d ” dari cermin
jarak 2d
Δt’ =
kecepa tan c
jika Δt ” adalah waktu yang diukur oleh pengamat dalam kerangka acuan kenderaan
bergerak.
Tinjau kejadian diamati pengamat di O dalam kerangka acuan stasioner. Menurut
pengamat, cermin dan cahaya lampu bergerak kekanan dengan laju v. Pada saat cahaya
t
dari lampu senter, mencapai senter, cermin akan bergerak pada jarang v , jika Δt adalah
2
waktu untuk cahaya berpindah dari O’ ke cermin dan kembali lagi ke pengamat, sewaktu
diukur oleh pengamat stasioner.
Dengan kata lain, pengamat diam menyimpulkan bahwa, karena gerak sistim
cahaya, jika cahaya mengenai cermin, akan meninggalkan lampu senter dengan
membentuk sudut vertikal.
v ∆t
Gambar 6 Gambar 7
Bandingkan gambar 5 dan 6, kita melihat cahaya berpindah lebih jauh dalam
kerangka acuan stasioner dibandingkan dalam kerangka acuan bergerak. Menurut postulat
II Einstein, laju cahaya harus c jika diukur oleh kedua pengamat. Oleh karena itu, interval
waktu (Δt), diukur oleh pengamat dalam kerangka acuan stasioner, lebih lama
dibandingkan interval waktu Δt’, yang diukur oleh pengamat dalam kerangka acuan
bergerak.
Untuk memperoleh hubungan antara Δt dan Δt’, gunakan gambar 7 dengan teorema
Phytagorean diperoleh
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
8
ct vt
2 2
d
2
2 2
2d 2d 2d
t , karena t , kita dapat tuliskan
c v
2 2
v2 c
c 1
c2
t , 1
t t , , jika (1.3)
2 2
v
1 2 1 v
c2
c
Hasil ini menunjukkan bahwa interval waktu yang diukur oleh pengamat dalam kerangka
acuan stasioner lebih lama dibandingkan oleh pengamat dalam kerangka acuan bergerak.
Kita dapat simpulkan:
Menurut pengamat stasioner, jam yang bergerak berputar lebih lambat daripada jam
stasioner oleh faktor 1 . Efek ini dikenal sebagai “DILATASI WAKTU”.
Keterangan : Δt’ dalam persamaan (3) disebut Proper time. Secara umum, proper time
didefinisikansebagai interval waktu diantara dua peristiwa jika diukur ole pengamat yang
melihat kejadian terjadi pada tempat sama. Pada kasus diatas, pengamat pada O”
mengukur proper time. Proper time selalu waktu yang diukur oleh pengamat yang
bergerak bersama dengan jam.
Contoh 1.
Periode pendulum diukur sebesar 3 sekon dalam kerangka acuan inersial pendulum. Berapakah
priode pendulum bila diukur oleh pengamat yang bergerak dengan laju 0,95c terhadap pendulum.
Penyelesaian.
Dalam kasus ini, proper time (waktu sesungguhnya) sama dengan 3 sekon. Untuk menghitung
periode yang diukur oleh pengamat yang bergerak, kita gunakan persamaan
t ,
t t , jika Δt = T, dan Δt’ = T’, maka
1 v / c
2 2
T , 3,23s 9,6 s
1
T T ,
1
0,95c 2
c2
Maka, pengamat yang bergerak dengan laju 0,95 c mengamati pendulum bergerak lebih lambat.
Penyelesaian.
Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh cahaya dalam 1 tahun, yaitu
1 tahun cahaya = (2,998 x 108 m/s) (3,16 x 107 s) = 9,47 x 10 15 m.
Maka jarak dari bintang adalah de = (4,5) (9,47x 1015 m) = 4,3 x1016 m.
d
(a). t e e 1,5 x1016 s .
v
(b). Karena jam yang berada dalam pesawat bergerak bersama dengan pesawat, maka
jarum jam bergerak lebih lambat. Sehingga
t p t e 1 v / c 4,7 x10 7 s .
2
(c). Untuk pengamat dalam pesawat, jarak bumi-bintang ditempuh dengan laju 0,95c. Terjadi jarak
yang lebih pendek bagi pengamat; Mereka ukur menjadi
d p (4,3x1016 m 1 0,95 1,3x1016 m.
2
(d). Untuk pengamat dalam pesawat, laju relatif pesawat menurut pengamat adalah
d p 1,34 x1016 m
v 2,8 x1016 m / s 0,95c.
t p 4,71x10 s7
Oleh karena itu, baik pengamat dibumi dan dalam pesawat mengukur laju relatif yang sama.
pendek t ' t . Dan pengamat juga menyimpulkan jarak (L) diantara bintang lebih pendek
v2
L L' 1 (1.4)
c2
Gambar 8a Gambar 8b
Dari gambar, jika pengamat diam terhadap benda, maka pengamat mengukur panjang L’,
sehingga seorang pengamat yang bergerak relatif terhadap benda dengan laju v akan
menghasilkan pengukuran lebih pendek daripada panjangnya pada saat diam.
Contoh 1.
Sebuah pesawat ruang angkasa diukur panjangnya 100 m ketika pesawat dim terhadp seorang
pengamat. Jika pesawat ini dikenderai oleh seorang pengamat dengan laju 0,99c, berapakah panjang
pesawat yang diukur oleh pengamat tersebut ?.
Penyelesaian.
Panjang pesawat yang diukur oleh pengamat di dalam pesawat adalah
L L 1 v / c (100m)
, 2 2
1
0,99c
2
c2
L 14m
Jadi panjang pesawat yang diukur oleh pengamat yang bergerak dengan pesawat adala 14 m.
Latihan : Jika pesawat bergerak melewati pengamat dengan laju 0,01c, berapakah panjang pesawat
menurut pengamat dalam pesawat.
Penyelesaian
L L, 1 v 2 / c 2 = 50m 1
0,95c 2 15,6m.
c2
Panjang arah vertikal tidak berubah karena tegaklurus terhadap arah gerak antara pengamat dengan
pesawat. Gambar (b) menunjukkan bentuk pesawat yang dilihat oleh pengamat yang diam.
7. TRANSFORMASI LORENTZ
Transformasi Galileo tidak berlaku (valid) bila v mendekati laju cahaya. Transformasi
Lorents oleh H.A. Lorents (1853 – 1928) berlaku untuk semua laju dalam interval 0 v c .
Gambar 9a Gambar 9b
Tinjau roket yang bergerak dengan laju v sepanjang sumbu x, x’ (gambar 9a).
Kerangka acuan roket S’ ditunjukkan oleh koordinat ( x’, y’, z’, t’ ). Sedangkan pengamat
diam (stasioner) menggunakan koordinat (x, y, z, t) lihat gambar 9b. Lampu yang dipasang
pada roket memancarkan sinyal cahaya pada saat tertentu yang titik asal kedua kerangka
acuan berimpit.
Pada saat sinyal cahaya dipancarkan dan titik asal kedua kerangka acuan berimpit,
kita tetapkan t = t’ = 0. Sinyal cahaya merambat dalam bentuk gelombang berbentuk bola,
dengan ketentuan titik asal muka gelombang adalah titik O tetap yang merupakan sinyal
cahaya yang terlihat. Beberapa saat kemudian, titik P pada muka gelombang berjarak r dari
O dan jarak r’ dari O’ (lihat gambar 9b).
Karena gerak dari S’ sepanjang sumbu xx’, maka koordinat y dan z untuk kerangka acuan
adalah sama, atau y = y’ dan z = z’.
x 2 x' c 2t 2 c 2 t ' x 2 c 2 t 2 x' c 2 t ' , dengan menggunakan
2 2 2 2
Diperoleh atau
kondisi x = v.t dan x’ = 0, kita peroleh
x'
x v.t
dan t '
t v / c2 x
v 2
1 v / c2
2
1
c2
Diringkaskan, persamaan transformasi Lorentz untuk melakukan dari S ke S’ adalah
x v.t
x' = x v.t
v2
1 2
c
y = y’ (1.5)
z = z’
t'
t v / c2 x
= t v / c2 x ,
1 v / c 2 2
1
jika
2
1 v
c2
Bilamana kita transformasi koordinat dalam kerangka acuan S’ ke kerangka acuan S, kita
dapat mengganti (v) menjadi (– v), sehingga
t
t ' v / c 2 x'
t ' v 2 / c 2 x'
1 v / c 2 2
Catatan:
1). Dalam transformasi Lorentz, t tergantung pada t’ dan x’. Dan t’ tergantung t dan x
berbeda dengan transformasi Galileo yaitu t = t’.
2). Transformsi Lorentz dapat meramalkan berbagai efek relativistik seperti penyusutan
panjang, pemuluran waktu, dan efek Doppler relativistik.
3). Transformasi ini mengaitkan koordinat dari suatu peristiwa (x, y, z, t) yang diamati dalam
kerangka acuan O (S) dengan koordinat peristiwa yang sama (x’, y’, z’, t’) yang diamati dalam
kerangka acuan O’ (S’) yang sedang bergerak dengan kecepatan v terhadap S. Gerak relatifnya
sepanjang arah sumbu x (atau x’) positip (O’ bergerak menjauhi O).
4). Bila v << c, transformasi Lorentz dapat menjadi transformasi Galileo. Misalkan v →0,
v2 / c2 <<1, maka persamaan diatas menjadi
x’ = x – v.t,
y’= y
z’ = z
t’ = t
Dari t '
t v / c2 x
t v / c 2 x , kita peroleh
1 v / c 2 2
dx v.dt
dx '
1 v2 / c2
dt '
dt v / c 2 dx
1 v / c2 2
Maka u x'
dx '
dx vdt
dx / dt v
dt '
2
dt v / c dx 1 v . dx
c 2 dt
Karena dx/dt adalah kecepatan (ux ) dari benda yang diukur dalam kerangka S, maka untuk
komponen sumbu y dan sumbu z dalam S’
ux v
u x' (1.8)
1 uxv / c 2
Merupakan transformasi kecepatan Lorentz untuk S →S’
uy uz
u 'y
1 uxv / c 2
, dan u z'
1 uxv / c2
(1.9)
Bila ux dan v lebih kecil dari c (kasus non relativistik), maka penyebut pada persamaan (1.8)
mendekati 1, maka u’ ≈ ux – v. Hal ini merupakan transformasi kecepatan Galileo.
cv c1 v / c
Dalam hal ekstrim bila ux = c, persamaan (1.8) menjadi u x' c
1 c.v / c 2
1 v / c
Dari hasil tersebut, kita ketahui bahwa benda yang bergerak dengan laju c relatif
terhadap pengamat dalam kerangka acuan S juga mempunyai laju c relatif terhadap
pengamat dalam kerangka S’ (tidak tergantung dari gerak relatif dari S dan S’). Kesimpulan
ini sesuai dengan postulat II Einstein, yaitu laju cahaya harus c terhadap semua kerangka
acuan inersial. Dan, laju sebuah benda tidak pernah (never exceed c) melampaui laju
cahaya (c). Untuk memperoleh ux, kita ganti v menjadi (-v) sehingga
u x' v
ux (1.10)
1 u x' v / c 2
Contoh 1.
Pesawat ruang angkasa A dan B bergerak dengan arah berlawanan. Seorang pengamat berada bumi
mengukur laju pesawat A sebesar 0,75c dan laju pesawat B sebesar 0,85c. Tentukan laju pesawat B
terhadap A.
y y’
A B
O x O’ x’
ux v 0,85c 0,75c
u x'
1 uxv / c 2
1 0,85c 0,75c / c 2
u x' = -0,9771c.
Tanda negatif untuk u x' menunjukkan bahwa pesawat B bergerak dalam arah x negatif seperti diamati
oleh A. Catatan hasilnya lebih kecil daripada c. Yaitu, suatu benda yang lajunya lebih kecil dari c
dalam salah satu kerangka acuan harus mempunyai laju yang lebih kecil dari c dalam kerangka acuan
yang lain. Jika transformasi kecepatan Galilean digunakan dalam contoh ini, kita akan peroleh
u x' u x v 0,85c 0,75c 1,6c , yang lebih besar dari c
Contoh 2.
Bayangkan pengendera sepeda motor yang bergerak dengan laju 0,8c melewati pengamat yang diam
(lihat gambar). Jika pengendera melemparkan bola kedepan dengan laju 0,7c, berapakah laju bola
diamati oleh pengamat yang diam.
Penyelesaian
9. MOMENTUM RELATIVISTIK
Prinsip relativitas dipenuhi jika transformasi Galilean diganti dengan transformasi
Lorentz. Maka untuk menjelaskan gerak partikel di dalam kerangka relativitas khusus, kita
harus menjelaskan kembali hukum Newton dan definisi momentum dan energi. Definisi
momentum dan energi akan diberlakukan untuk definisi klasikal yaitu v<<c. Hukum
kekekalan momentum menyatakan bahwa dua benda bertumbukan, momentum total tetap
konstan.
Contoh.
Suatu elektron yang massanya 9,11 x 10-31 kg bergerak dengan laju 0,75c. Tentukan momentum
relativistik dan bandingkan dengan momentum yang dihitung dari persamaan klassik.
Penyelesaian
mu
Jika u = 0,75c, maka p = 3,10 x 10-22 kg.m/s.
1 u / c
2 2
Oleh karena itu, hasil relativistik yang benar adalah 50% lebih besar dari hasil klassik.
a). Energi total sama dengan energi diam, bila m = 0, diperoleh E = pc (partikel mempunyai
energi dan momentum bila massa diam m = 0).
b). Persamaan yang menunjukkan hubungan energi dan momentum untuk foton dan
neutrino.
c). Karena massa (m) partikel tidak tergantung pada geraknya massa benda mempunyai
harga yang sama dalam semua kerangka acuan.
d). Namun energi total dan momentum partikel tergantung pada kerangka acuan pada saat
pengukuran dilakukan, karena keduanya tergantung pada kecepatan.
Catatan:
1 eV = 1,60 x 10-19 J.
Energi diam elektron : mc2 = (9,11 x 10-19 kg)(3,00 x 108 m/s)2 = 8,20 x 1010-24 J.
mc2 = (8,20 x 1010-14 J)(1 eV/1,60 x10-19 J) = 0,511 MeV = 106 eV
Catatan:
Massa partikel tidak tergantung pada geraknya, maka m mempunyai nilai yang sama untuk
semua kerangka acuan. Namun, energi total dan momentum partikel tergantung pada
kerangka acuan dimana besaran tersebut diukur, karena kedua tergantung pada kecepatan.
Menurut persamaan E 2 p 2 c 2 mc 2
2
harus mempunyai nilai yang sama untuk semua
2 2 2
kerangka acuan. Maka, E – p c “invariant” dalam transformasi Lorentz.
Contoh 1.
Sebuah elektron bergerak dengan laju u = 0,85c. Tentukan energi totalnya dan energi kinetiknya
dalam eV.
Penyelesaian.
Dengan mengunakan data bahwa energi diam elektron adalah 0,511 MeV, diperoleh bahwa
mc 2 0,511MeV
E =
1 u 2 / c2 1 0,85c / c 2
2
Energi kinetik diperoleh dengan mengurangkan energi diam dari energi total
K E mc 2 0,970 MeV – 0,511 MeV
K = 0,459 MeV.
Contoh 2.
Energi total proton adalah tiga kali dari energi diamnya. Tentukan (a) energi diam proton, (b)
dengan laju berapakah proton bergerak ?, dan (c) Tentukan energi kinetik proton dalam eV, serta
(d). Berapakah momentum proton ?.
Penyelesaian.
(b). Karena energi total E adalah tiga kali energi diam, maka
E 3mc 2 mc 2 / 1 u 2 / c 2
1
3
1 u 2 / c2
8
u c 2,83 x10 8 m / s .
3
(c). Energi kinetik proton,
K E mc 2 3mc 2 mc 2 2mc 2
p 2 c 2 8(mc 2 ) 2
mc 2 MeV
p 8 2653
c c
MODUL 2
Gambar 1. Benda Hitam Data yang diperoleh dari eksperimen untuk distribusi
energi dari radiasi benda hitam dengan suhu yang
bervariasi.
Rd T
4
(2.2)
0
Persamaan (2.1) dikenal sebagai hukum Stefan, dan σ adalah tetapan pembanding
-8 2 4
Stefan-Boltzman = 5,6703 x 10 w/m K .
1
maks
T
dari percobaan diketahui tetapan pembanding adalah
-3
λmaks . T = 2,898 x 10 m.K
Contoh 1
(a) Pada panjang gelombang berapakah sebuah benda pada suhu ruang T = 200 C memancarkan radiasi
termal maksimum.
(b) Hingga suhu berapakah benda tersebut harus dipanaskan agar puncak radiasi termalnya berada pada
daerah spektrum merah ?.
(c) Berapa kali besarnya radiasi termal yang dipancarkan benda tersebut pada suhu tertinggi ?
Penyelesaian:
(a) Dari soal diketahui T = 200 C = 293 K,
2 ,898 x10 3 mK
Hukum pergeseran Wien maks 9 ,89 m
293 K
T24 4460
4
(c). 5,37 x10 4 .
T14 2934
Contoh 2
Temperatur kulit kira-kira 350 C, berapakah panjang gelombang puncak dari radiasi yang dipancarkan
dari kulit ?.
Penyelesaian :
Dari hukum pergeseran Wien, kita peroleh
maksT 0,2898 x10 2 m.K . Jika T = 350 C = 308 K, maka
0,2898 x10 2 m.K
maks 940 m
308K
Radiasi berada dalam daerah spektrum infrared.
Contoh 3.
Benda dengan massa 2 kg diikatkan pada pegas dengan k = 25 N/m. Pegas diregangkan sejauh 0,4 m
dari kedudukan kesetimbangan dan dilepaskan
(a) Tentukan energi total dari frekuensi osilasi menurut perhitungan klasik,
(b) Anggap energi terkuantisasi dan tentukan bilangan kuantum (n) untuk sistem,
(c) Berapah energi dibawa dalam satu perubahan kuantum.
Penyelesaian:
2
(a). Energi total dari osilator harmonis sederhana yang mempunyai Amplitudo (A) = ½ kA .
2 2
Oleh karena itu, E = ½ kA = ½ ( 25 N/m)(0,4 m) . = 2,0 J.
1 k 1 25 N / m
Frekuensi osilasi adalah f 0,56 Hz .
2 m 2 2kg
(b). Jika energi terkuantisasi, kita peroleh E n nhf , dan dari (a), kita peroleh
En nhf = n (6,63 x 10-34 J.s)(0,56 Hz) = 2,0 J. Oleh karena itu n = 5,4 x 1033.
(c). Energi yang dibawa dalam perubahan energi bilangan kuantum adalah
-34 -34
E = h.f = (6,63 x 10 J.s)(0,56 Hz) = 3,7 x 10 J.
Bila V negatif ( C positif dan A negatif) foto elektron ditolak oleh elektron ditolak oleh pelat A negatif.
Hanya elektron yang mempunyai energi kinetik > eV akan mencapai pelat A.
Jika V ≤ Vo (potensial stopping) tidak elektron yang mencapai pelat A dan arus akan menjadi nol.
Potensial stopping tidak tergantung pada intensitas radiasi. Energi kinetik maksimum dari foto
elekton sihubungkan dengan potensial stopping oleh persamaan
Kmaks = e. Vo (2.3)
K maks
Hubungan energi kinetik maksimum dengan frekuensi.
c c hc
c (2.6)
fc / h
Gejala efek fotolistrik tidak dapat dijelaskan dengan fisika klasik atau teori gelombang
cahaya.
1. Tidak elektron dipancarkan jika frekuensi cahaya datang jauh dibawah frekuensi cutt-
off (fe); karakteristik bahan disinari (misalnya sodium, fc= 5,50 x1014 Hz). Ini
bertentangan dengan teori gelombang bahwa efek fotolistrik seharusnya terjadi pada
frekuensi sembarang yang disediakan oleh intensitas cahaya yang cukup tinggi.
2. Jika frekuensi cahaya melampaui frekuensi cutt-off, efek fotolistrik diamati dan jumlah
foto elektron yang dipancarkan sebanding dengan intensitas cahaya. Namun, energi
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
24
kinetik maksimum foto elektron tidak tergantung intensitas cahaya. Hal ini juga tidak
dijelaskan oleh konsep fisika klassik.
3. Energi kinetik maksimum elektron bertambah besar dengan pertambahan frekuensi
cahaya.
-9
4. Elektron dipancarkan dari permukaan logam dengan waktu <10 s setelah
permukaan logam disinari, bahkan pada intensitas cahaya rendah. Secara klassik,
elektron perlu waktu untuk menyerap radiasi yang mengenainya sebelum elektron
memperoleh energi kinetik yang cukup untuk lepas dari logam.
Contoh 1:
Permukaan sodium disinari dengan cahaya dengan panjang gelombang 300 nm. Fungsi kerja untuk logam
sodium adalah 2,46 eV. Tentukan (a) Energi kinetik dari fotoelektron yang ditolak dan (b) Panjang
gelombang cutoff untuk sodium.
Penyelesaian.
(a). Energi berkas cahaya yang disinari adalah
hc 6,63x10 19 J
E hf 6,63x10 19 J 4,14eV
1,60 x10 19 J / eV
-19
Jika 1 eV = 1,6 x 10 J
(b). Panjang gelombang cutoff dapat dihitung dengan mengubah dari elektro volt menjadi joule.
= 2,46 eV = (2,46 eV)( 1,6 x 10-19 J). Maka
hc (6,63x10 34 J .s )(3,00 x108 m / s )
5,05 x10 7 m 505nm
3,94 x10 J 19
Panjang gelombang ini berada dalam daerah spektrum cahaya nampak green .
sudut hamburan. Hasil ini tidak dijelaskan oleh teori klassik. Menurut model klassik sinar X
dianggap gelombang EM dengan frekuensi f0 mengenai bahan yang mengandung elektron.
Gelombang EM menyebabkan elektron berosilasi dan memancarkan kembali gelombang
EM dengan frekuensi f0 yang sama.
Proses hamburan sebagai tumbukan antara foton dengan elektron. Dalam hal ini
elektron dianggap sebagai partikel
hc
E hf (2.7)
Massa diam foton dianggap nol, momentum foton ditunjukkan oleh
E hc h
p (2.8)
c c
Hamburan foton
Foton
Recoiling elektron
Gambar 5.
Foton yang dihamburkan mempunyai energi
yang kecil (λ lebih kecil) dari foton datang
Tumbukan antara foton datang dengan panjang gelombang λo dengan elektron diam,
akibat tumbukan sebagian energi foton di transfer kerecoiling elektron. Energi dan frekuensi
foton yang dihamburkan lebih kecil dan panjang gelombang bertambah besar.
Hubungan antara panjang gelombang yang bergeser dari foton yang dihamburkan
0
h
1 cos
mc
Keterangan
λo : panjang gelombang foton yang dihamburkan
m : massa elektron
θ : sudut antara arah foton yang dihamburkan dengan foton datang
h
= 2,43 x 10 -12 m = 0,00243 nm (panjang gelombang Compton)
mc
Persamaan 0
h
1 cos diperoleh sebagai berikut
mc
Tinjau tumbukan antara foton dengan elektron (mula-mula diam), menurut hukum kekekalan energi
hc hc
Ke (2.10)
0
Keterangan
hc
: energi foton datang
0
hc
: energi foton hamburan
0
Ke : energi kinetik dari recoiling elektron
K e mc 2 mc 2 , sehingga
hc hc hc hc
K e menjadi mc 2 mc 2
0 0
1
jika
1 v2 / c2
Sinar X dengan panjang gelombang λ0 = 0,20 nm dihamburkan dari lempengan Carbon. Sinar X
dihamburkan pada sudut 450 terhadap berkas sinar datang. Hitung panjang gelombang sinar X yang
dihamburkan pada sudut tersebut.
Penyelesaian:
Pergeseran panjang gelombang yang dihamburkan ditunjukkan oleh persamaan
0
h
1 cos . Gunakan θ = 450, kita peroleh bahwa
mc
h
1 cos = 7,11 x 10-13m = 0,000711 nm.
mc
Maka, panjang gelombang sinar X yang dihamburkan pada sudut θ = 450 adalah
0 = 0,200711 nm.
Untuk latihan : Tentukan berapa bagian energi yang hilang oleh foton pada saat tumbukan.
Contoh 2.
Sinar X dengan λ0 = 1,00 А dihamburkan dari lempengan Carbon. Radiasi yang dihamburkan diamati pada
sudut 900 terhadap berkas sinar datang. (a) berapakah pergeseran Compton , (b) Berapakah energi
kinetik diberikan kepada elektron yang terlempar.
Penyelesaian:
K
6,63x10 34 Js 3,00 x108 m / s 2,43x10 12 m 4,72 x10 17 J 295eV
1,00 x10 m 1,00 0,024x10 m
10 10
Kita dapat tunjukkan bahwa energi foton mula-mula (E) dalam kasus ini (= hf = hc/λ) adalah 12,4 eV
sehingga foton kehilangan 2,4% dari energinya pada saat tumbukan. Foton yang mempunyai energi sepuluh
kali lebih besar (= 124 eV) dapat kehilangan sebesar 20% dari energinya pada kejadian yang sama. Hal ini
konsisten dengan fakta bahwa tidak tergantung panjang gelombang mula-mula. Semakin besar energi
sinar X, dengan panjang gelombang lebih pendek, akan mengalami prosentase yang lebih besar pada
penambahan panjang gelombang dan sehingga mengalami prosentase yang lebih besar kehilangan energi.
Tinjau tabung vakum dan diisi dengan gas tertentu (neon, helium, atau argon).
Elektroda pada tabung dialiri arus, tabung akan memancarkan cahaya yang warnanya
menunjukkan karakteristik gas. Melalui celah sempit dan spektroskopi, sekumpulan garis
diskrit diamati, setiap garis terkait dengan panjang gelombang atau warna. Kita
menyebutkan kumpulan garis sebagai “spektrum garis”.
Spektrum garis paling sederhana diamati pada atom hidrogen. Spektrum garis
hidrogen meliputi sekumpulan garis dalam daerah spektrum yang nampak. Empat garus
yang paling dikenal dalam daerah ini terjadi pada panjang gelombang 656,3 nm, 486,1nm,
434,1 nm, dan 410,2 nm.
Garis pertama dalam deret Balmer pada 656,3 nm, terkait dengan n = 3 dalam persamaan
diatas, garis kedua pada 486,1 nm terkait dengan n = 4 dan seterusnya.
Spektrum garis lain untuk hidrogen setelah Balmer yaitu Deret Lymann, Paschen, dan
Brackett (nama-nama penemunya). Panjang gelombang dalam deret ini dapat dihitung
dengan rumus empiris
1 1
R1 2 , jika n = 2, 3, 4, ... Deret Lymann (Daerah UV)
n
perhatikan n = 3, 4, 5, ... Deret Balmer (Daerah Cahaya Nampak)
1 1 1
R 2 2 , jika n = 4,5,6, ... Deret Paschen (Daerah infra merah) (2.11)
3 n
1 1 1
R 2 2 , jika n = 5,6,7... Deret Brackett (Daerah infra merah jauh)
4 n
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
29
Disamping cahaya dipancarkan pada panjang gelombang tertentu, bahan juga menyerap
cahaya pada panjang gelombang tertentu, spektrum garis tersebut disebut spektrum
absorpsi (absorption spectrum).
Pada awal abad 20, para fisikawan membicarakan bagaimana kegagalan fisika
klassik dalam menjelaskan karakteristik spektrum atom “Mengapa atom hidrogen hanya
memancarkan garis-garis tertentu dalam bagian spektrum yang nampak”; dan “mengapa
hidrogen hanya menyerap panjang gelombang yang sama dengan spektrum yang
dipancarkan ?”. Niels Bohr memberikan penjelasan tentang spektrum ataom tersebut. Teori
Bohr merupakan gabungan idea dari Planck (teori Kuantum), Einstein (teori cahaya
sebagai foton), dan Rutherford (model atom).
Postulat Model Atom Bohr untuk Atom Hidrogen
1. Elektron bergerak mengelilingi inti dalam orbit yang berbentuk lingkaran dibawah
pengaruh gaya Coulomb (gaya tarik menarik elektron dengan inti).
2. Elektron dapat berada hanya dalam orbit tertentu saja, maka keadaan tersebut
disebut terkuantisasi (quantized) sesuai dengan hipotesis Planck.
Orbit-orbit yang diperbolehkan adalah orbit yang momentum angular elektron ( e )
terhadap inti merupakan perkalian
h
(h = konstanta Planck)
2
nh
m.v.r n jika n = 1,2, 3 (2.12)
2
hf Ei E f (2.13)
Jika Ei dan Ef adalah energi dari keadaan stasioner awal ke akhir. Postulat ini
menyatakan energi yang dipancarkan (Ei - Ef ) dibawa oleh foton dengan energi h.f
Gambar 7.
Model Atom Bohr untuk atom Hidrogen, e
mengorbit pada orbit yang diperbolehkan
dengan jejari diskrit
Dengan asumsi-asumsi ini, kita akan menghitung energi yang diizinkan dari atom
hidrogen dengan menghitung panjang gelombang dari spektrum garis yang dipancarkan
oleh atom. Energi potensial listrik atom (U)
U k
q1q2
k
e e
k
e2
r r r
1 2 e2
Energi total (E) dari atom E K U mv k
2 r
e2
Gaya listrik , F = k 2 , menurut hukum II Newton
r
e2 v2
k 2 m.ar jika ar
r r
e2 v2
k m
r2 r
1 e2
Energi kinetik e (K) = mv 2 k , sehingga
2 2r
e2 e2 e2
E k k k (2.14)
2r r 2r
2 mr m r
e2 v2 ke 2
Dari k m , diperoleh v 2
, sehingga
r2 r mr
n 2 2 ke 2
dan diperoleh persamaan untuk jari-jari orbit yang diperbolehkan
m 2 r 2 mr
n 2 2
rn 2
mke
(2.15)
Persamaan ini didasarkan pada asumsi e dapat hanya dalam orbit-orbit tertentu yang
diperbolehkan. Orbit dengan jejari terkecil (jejari Bohr = r0) untuk n = 1 mempunyai harga
2
r0 0,0529 nm (2.16)
mke 2
Keadaan energi stasioner terendah (ground state), terkait pada n = 1, dan mempunyai
energi
mk 2 e 4
E1 = -13,6 eV, untuk n = 2 diperoleh
2 2
13,6 E1
E2 = - 3,4 eV, demikian seterusnya.
n2 4
Diagram tingkat energi yang menunjukkan energi keadaan stasioner dan terkait dengan
bilangan kuantum ditunjukkan sebagai berikut
mk 2 e 4 1
Persamaan hf Ei E f dan En 2
2 2 n
dan postulat ke-4 menjelaskan bahwa e berpindah dari orbit energi yang paling tinggi, yang
bilangan kuantum ni, ke orbit dengan energi terendah dengan bilangan kuantum nf,
e memancarkan foton dengan frekuensi
Ei E f mk 2 e 4 1
f 1
h 4 3 n f ni
2 2
Ei E f mk 2 e 4 1
f 1 (2.18)
h 4 3 n f ni
2 2
1 f mk 2 e 4 1
1 atau
c 4c
3
n 2 2
f ni
1 1 1 mk 2 e 4
R 2 2 jika R
n 4c 3
f ni
1 1 1 mk 2 e 4
R 2 2 jika R (2.19)
n 4c 3
f ni
Jika transisi terjadi diantara keadaan ni ke keadaan nf (ni >nf ), foton dipancarkan yang
Ei E f
frekuensinya f . Garis dari Deret Lymann timbul jika e melompat dari orbit ke-2
h
ke orbit ke-3, atau orbit tertinggi ke orbit paling rendah ( nf = 1). Teori Bohr berhasil untuk
menjelaskan panjang gelombang dari semua spektrum dalam atom hidrogen.
Pada eksitasi pertama, n = 2 dan E = 13,6 = -3,4 eV (sama dengan model Bohr).
4
Bilangan kuantum orbital (l) dapat bernilai 1 atau 0, jika l = 1. Bilangan kuantum magnetik
(m) dapat bernilai -1, 0, atau +1. Kesemua keadaan mempunyai energi yang sama.
Diagram tingkat energi untuk atom hidrogen yang ditunjukkan oleh teori kuantum
sama dengan model Bohr.
Panjang gelombang garis spektrum yang dapat dipancarkan oleh atom hidrogen ditunjukkan
(dikaitkan) dengan tingkat energi oleh persamaan
hc
h. f Ei E f
Ditemukan garis spektrum terdiri dari dua garis yang berdekatan (dalam ketelitian
tinggi) disebut struktur garis spektrum halus. W. Pauli (1925) elektron mempunyai bilangan
kuantum lain dengan dua harga. S.Goudsmit dan G. Uhlenbeck mengusulkan bilangan
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
34
kuantum ke-4 yang merupakan komponen momentum angular intrinsik aqrah sumbu z (spin
elektron) lihat gambar
sumbu
eee
Gambar 10
Elektron dalam atom hidrogen melakukan transisi dari keadaan energi n =2 ke kedaan dasar (n=1).
Tentukan panjang gelombang dari frekuensi foton yang dipancarkan.
Penyelesaian:
Jika ni = 2 dan nf = 1;
1 1 1 1 1 3R
R 2 2 = R 2 2
n 1 2 4
f ni
4
1,215 x10 7 m 121,5nm .
3R
Panjang gelombang ini berada dalam daerah ultraviolet. Karena c = fλ, frekuensi foton adalah
c
f 2,47 x1015 Hz .
Latihan: Berapakah panjang gelombang dari foton yang dipancarkan oleh hidrogen jika elektron
melakukan perpindahan dari keadaan n =3 ke keadaan n = 1.
MODUL 3
hc
E h. f .............................................(2.20)
E hc h
p = ................................................(2.21)
c c
Dari persamaan ini kita ketahui bahwa panjang gelombang foton dapat ditunjukkan oleh
h
momentumnya, atau . De Broglie menyarankan bahwa
p
Momentum dari suatu materi partikel seharusnya juga mempunyai sifat-sifat gelombang dan
ditunjukkan dengan panjang gelombang.
Karena momentum partikel dengan massa m dan kecepatan v adalah p = mv. Panjang
gelombang de Broglie dari suatu partikel adalah
h h
p mv ....................................................(1.22)
E
f
h .......................................................(1.23)
Dualisme materi cukup jelas dari kedua persamaan diatas. Yaitu, setiap persamaan
mengandung baik konsep partikel (mv dan E) dan konsep gelombang ( λ dan f). Faktanya
bahwa hubungan ini diperoleh secara eksperimen untuk foton yang menyebabkan hipotesis
de Broglie lebih mudah diterima kebenarannya.
Salah satu konsekuensi penting dari hipotesis de Broglie adalah bahwa de Broglie
mampu memberikan penjelsan untuk kuantisasi momentum angular yang dipostulatkan oleh
Bohr. De Broglie menerapkan idea-idea ini untuk elektron dalam atom hidrogen dan
menunjukkan bahwa kondisi kuantum L n atau mvr n adalah setara dengan kondisi
gelombang berdiri dari elektron ( e ). Akibatnya, de Broglie mengharuskan bahwa keliling
dari orbit lingkaran elektron harus sama dengan kelipatan bilangan panjang elektron, seperti
ditunjukkan pada gambar berikut ini. Yaitu
h
2r n , karena ,
mv
kita dapat tuliskan kondisi ini
h
2r n , atau
mv
h
mvr n n (postulat Bohr)
2
Gambar 1
h h n
Dari L n n , atau mvr n atau r dapat ditulis dalam bentuk lain
2 2 mv
h
2r n untuk bilangan kuantum (n), menurut Bohr lintasan e adalah n kali panjan
mv
h h
gelomb. berdiri 2r n , panjang gelombang berdiri , karena p = mv, maka .
mv p
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
37
h
= 7,28 x 10-11 m.
mv
Panjang gelombang ini berhubungan dengan sinar X dalam spektrum elektromagnetik
Penyelesaian:
(a) Bila sebuah muatan dipercepat dari keadaan diam melalui beda potensial V, memperoleh energi
kinetik ½ mv harus sama dengan kehilangan energi potensial qV, karena energinya kekal. Maka
1 2
mv qV . Disebabkan p = mv, maka
2
Panjang gelombang ini merupakan orde dimensi atom dan jarak antara atom-atom dalam zat padat. Energi
elektron ini yang rendah ini digunakan dalam percobaan difraksi elektron.
Contoh 3:
Berapakah panjang gelombang dari berkas elektron dengan energi kinetiknya 100 eV.
Penyelesaian:
Kita dapat peroleh laju elektron dari K = ½ mv2 , atau
2K 2(100eV )(1,6 x10 19 J / eV
v 31
=5,9 x 106 m/s
m 9,1x10 kg
memberikan probabilitas menemukan partikel pada titik tertentu pada waktu tertentu.
Interpretasi gelombang materi ini diperkenalkan oleh Max Born dalam tahun 1926. Sejumlah
percobaan dilakukan dengan menunjukkan bahwa materi mempunyai sifat gelombang dan
partikel. Pertanyaan yang dimunculkan dari sifat-sifat tersebut
“jika kita sedang mempelajari partikel ( e ), bagaimana kita memandang apa
yang bergerak”.
Jawaban pertanyaan tersebut dapat ditunjukkan dalam kasus gelombang pada tali,
gelombang air, dan gelombang bunyi. Gelombang ini menunjukkan gangguan yang
merambat dalam medium materi.
Dalam setiap kasus, gelombang ditunjukkan oleh besaran yang berubah-ubah
terhadap waktu dan posisi. Contoh, gelombang bunyi ditunjukkan oleh peubah tekanan
(Δp), dan gelombang pada tali ditunjukkan oleh perpindahan y. Dengan cara yang sama,
gelombang materi (gelombang de Broglie) dapat ditunjukkan oleh besaran (fungsi
gelombang).
Secara umum tergantung pada posisi dan waktu dari semua partikel dalam sistem
dan oleh karena itu dituliskan (x, y, z, t). Bentuk tergantung pada sistem yang
dijelaskan dan tergantung pada gaya yang bekerja pada sistem. Jika diketahui untuk
suatu partikel, maka sifat-sifat khusus dari pertikel dapat dijelaskan.
Jika dV adalam elemen volume kecil yang melingkupi beberapa titik, maka
probabilitas menemukan partikel dalam elemen volume ditunjukkan oleh
Probabilitas = dV
2
(3.2)
Karena sistem adalah satu dimensi dimana partikel pasti terletak pada atau sepanjang
sumbu x, kita ganti dV dengan dx, sehingga kita tuliskan
sepanjang sumbu x, jumlah probabilitas meliputi semua nilai x sehingga harus bernilai 1.
yang menyatakan bahwa partikel berada pada beberapa titik pada setiap saat. Jika
probabilitas nol, maka partikel tidak ada.
Oleh karena itu, meskipun tidak mungkin untuk menunjukkan posisi sebuah partikel
2
Probabilitas = dx . (3.4)
a
Harga probabilitas harus terletak diantara batas 0 dan 1. Contoh, jika probabilitas 0,3, ini
akan pasti 30% peluang menemukan benda/partikel.
Fungsi gelombang memenuhi persamaan gelombang, sama halnya medan E
yang berhubungan dengan gelombang EM memenuhi persamaan gelombang dari
persamaan Maxwell. Meskipun sendiri tidaklah suatu besaran yang terukur, semua
besaran-besaran yang dapat diukur, seperti energi dan momentum partikel dapat diturunkan
dari pengetahuan . Contoh, bilamana fungsi gelombang suatu pertikel diketahui, ada
kemungkinan untuk menghitung probabilitas dari pengukuran harga tertentu untuk posisi (x)
suatu partikel.
Diketahui bahwa persamaan de Broglie berhubungan dengan momentum partikel
h
dengan panjang gelombang melalui hubungan p . Jika suatu partikel mempunyai
p
momentum yang telah diketahui, fungsi gelombang adalah gelombang sinusioda dengan
h
panjang gelombang . Bagian riil dari fungsi gelombang untuk suatu partikel yang
p
bergerak sepanjang sumbu x dapat dituliskan dalam bentuk
2x
x A sin A sin kx .
2
Dalam hal ini, k adalah bilangan gelombang dan A adalah konstan.
ikx
(kita dapat menuliskan fungsi gelombang untuk partikel dalam bentuk Ae ).
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
40
Karena fungsi gelombang merupakan fungsi posisi dan waktu, persamaan diatas
menunjukkan bahwa sebagian dari fungsi gelombang hanya tergantung pada posisi. Untuk
itu dapat dipandang bahwa x sebagai “snapshot” dari gelombang pada waktu yang
diberikan (lihat gambar 21 dan 2b).
Meskipun tidak suatu besaran yang dapat diukur, besaran dapat diukur, dimana
2
yang mana partikel akan dapat ditemukan pada titik yang diberikan. Probabilitas ini disebut
nilai harap dari x dan ditetapkan oleh persamaan
x x
2
dx (3.5)
Persamaan ini mengisyaratkan bahwa partikel berada dalam medan listrik dalam keadaan
tertentu (definite state), sehingga kerapatan probabilitas tidak tergantung waktu (time-
independent).
Nilai harap setara dengan nilai rata-rata dari x yang seharusnya diperoleh bila kita
meninjau sejumlah besar partikel dalam keadaan yang sama. Kita juga dapat memperoleh
nilai harap dari sembarang fungsi f(x) dengan menggunakan persamaan diatas melalui
pergantian besaran x dengan f (x), atau
f x f x
2
dx (3.6)
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
41
2. PRINSIP KETIDAK PASTIAN
Pernyataan ini dikenal sebagai prinsip ketidak pastian yang pertama kali diperkenalkan oleh
Heisenberg 1927.
Tinjau sebuah partikel yang bergerak sepanjang sumbu x dan misalkan bahwa Δx
dan Δp menunjukkan ketidak pastian dalam nilai-nilai hasil pengukuran posisi partikel dan
momentumnya pada saat-saat tertentu. Prinsip ketidak pastian menyatakan bahwa
perkalian Δx Δp tidak pernah lebih kecil daripada konstanta Planck, atau
xp . (3.7)
Artinya tidak mungkin untuk meramalkan secara serentak posisi dan momentum suatu
partikel secara pasti (exact). Jika Δx dibuat nilainya kecil, Δp akan menjadi besar, dan
sebaliknya.
Contoh 1.
Sebuah kelereng dengan massa 25 gram berada dalam kotak yang panjangnya 10 cm. Tentukan ketidak
pastian minimum dalam momentum, laju v, dan energi kinetik minimumnya. Anggap bahwa p p .
Penyelesaian. Dari prinsip ketidak pastian xp h . Jika Δx= 10cm, maka kita peroleh
4
p min
h
5,3 x10 34 kg.m / s
4x
Laju yang terkait dengan momentum
p 5,3 x10 34 kg .m / s
v 2,1x10 32 m / s .
m 0,025kg
Energi kinetik minimum
K min
p min
2
5,3x10 34
kg.m / s
2
K min
p 2 1,5 x10 19 J 1eV
2m
Tinjau sebuah elektron dalam sebuah kotak satu dimensi dengan panjang L. Partikel
( e ) menumbuk dinding kotak pada x = 0 dan x = L (menurut pandangan klassik). Sehingga
partikel hanya mungkin ditemukan di dalam kotak (gambar)
2L
n L , atau (panjang gelombang terkuantisasi), jika n = 1,2, 3, ...
2 n
Syarat gelombang berdiri seperti gelombang dalam tali dengan panjang L di kedua ujung
tetap. Jika energi total adalah energi kinetik (dimana Ep = 0)
E
1
m.v 2
mv p 2
2
2 2m 2m
Persamaan de Broglie
h
(λ adalah identitas gelombang, dan p adalah identitas materi)
p
Gambar berikut ini menunjukkan plot fungsi gelombang terhadap x dan plot kerapatan
Perhatikan gambar (5b) menunjukkan bahwa selalu bernilai nol pada daerah
2
batas (boundary) sehingga tidak mungkin untuk menemukan partikel pada titik-titik ini. Dan,
bernilai nol pada titik-titik lain tergantung pada nilai n. Untuk n = 2, =0 pada titik
2 2
probabilitas menemukan maksimum pada x = L/2. Karena panjang gelombang partikel oleh
kondisi 2 L , besar momentum juga dibatasi oleh nilai tertentu. Kita dapat peroleh nilai-
n
nilai momentum tersebut dengan menggunakan
h h nh
p , sehingga p
2L / n 2L
Jika digunakan p = m.v, kita peroleh harga energi kinetik yang diperbolehkan dari
persamaan
p 2 nh / 2 L h2 2
2
En 1 / 2mv
2
n
2
(3.7)
2m 2m 8mL
Seperti telah dipelajari dalam fisika dasar, setiap titik pada gelombang berdiri
berosilasi dengan frekuensi yang sama, tetapi amplitudo osilasi (y) tergantung pada jarak x
yang diukur dari salah satu ujung. Posisi titik pada gelombang berdiri adalah
y x A sin kx
2 2L
jika A adalah amplitudo maksimum dan k = adalah bilangan gelombang serta ,
n
maka
Jika dianalogikan dengan gelombang berdiri pada tali, maka fungsi gelombangnya adalah
nx
x A sin ; untuk n = 1, 2, 3 ...
L
dan A adalah nilai maksimum dari fungsi gelombang. Hal ini menunjukkan bahwa untuk
semua partikel yang terangkap dalam kotak dan mempunyai panjang de Broglie,
ditunjukkan dengan gelombang sinusioda.
h2
E1 , energi pada keadaan dasar (ground state 0)
8mL2
Menurut teori kuantum partikel tidak pernah diam dalam kotak. Bila partikel berada dalam
ruang (terperangkap), partikel mempunyai energi minimum (the zero- point energy).
Dari persamaan energi kinetik diatas, semakin kecil ruangan, semakin besar the
2
zero- point energy, dimana E1 berbanding lurus dengan 1/L . Energi keadaan lainnya
ditentukan dengan En n 2 E1 , jika n = bilangan kuantum (satu dimensi), syarat batas pada
Contoh 1:
Tentukan energi dalam keadaan dasar dari suatu elektron yang terkurung dalam kotak satu dimensi dengan
panjang L = 0,1 nm.
Penyelesaian:
Energi dalam keadaan dasar (ground state)
E1
hc 2 atau E1
h2
,
8mc 2 L2 8mL2
E1
1240eV .nm 2 37,6eV .
85,11x10 4 eV 0,1nm
2
Contoh 2.
Sebuah elektron terkurung dalam kotak dengan lebar 1,00 x 10-8 m. Berapakah kemungkinan energinya ?.
Penyelesaian.
h2 2
Energi yang diizinkan E n n , jika n = 1, 2, 3, ....
8mL2
6,63x10 34
j.s
2
h2 2
Penyelesaian: Dari persamaan E n 2
n , jika m = 9,11 x 10-31 kg, dan L = 0,2 nm = 2 x 10-10 m.
8mL
h2
Untuk n =1, kita peroleh E1
-18
2
= 1,51 x 10 J = 9,42 eV.
8mL
Meskipun model ini agak konvensional, dapat digunakan untuk menjelaskan sebuah elektron yang
terperangkap dalam kristal atau tingkat energi dari nukleoun dalam suatu inti
Penyelesaian:
(a). Laju minimum terkait dengan keadaan yang ditunjukkan oleh n =1. Dengan menggunakan
h2 2
persamaan E n n dan n = 1 menghasilkan zero-point energy.
8mL2
h2
E1 2
-58
= 5,49 x 10 J.
8mL
2 2 -58
Karena E = ½ mv , kita peroleh v sebagai berikut ½ mv = 5,49 x 10 J.
2 5,49 x10 58 J
v
1/ 2
3,31x10 26 m / s .
6
1x10 kg
Berdasarkan hasil perhitungan ini, benda dianggap diam jika dipandang dari sudut makroskopik.
2 -10
(b). Jika laju benda 3 x 10-2 m/s, energi kinetik benda E = ½ mv = 4,5 x 10 J.
Karena E n n 2 E1 dan E1 = 5,49 x 10 J , kita peroleh bahwa
-58
1/ 2
4,5 x10 10 J
n 9,1x10 23
E1
h2 2 U(r)
Penyelesaian : Kita gunakan pers. En n da 0 r
8mL2
gunakan panjang kotak L = 0,2 nm (diameter atom) En
E2
h2
En ( 2
)n 2 = (1,51 x 10-18) n2 J = 9,42 n2 eV .
8mL E1
Maka perbedaan energi diantara keadaan n =1 dengan Panjang gelombang foton dapat dihitung yang
n = 2 adalah menyebabkan perpindahan, dengan
menggunakan fakta E hc /
E E 2 E1 9,42(2) 2 9,42(1) 2 28,3eV
hc
=4,39 x 10-18 m = 43,9 nm
E
MODUL 4
Pendahuluan
Struktur atom dianalogikan seperti sistem tata surya. Jarak inti dengan e sebesar 0,1
-15
nm atau 100.000 fm ( 1 fm = 10 m). Sifat-sifat kimia dan fisika dari suatu unsur ditentukan
oleh jumlah dan susunan elektron dalam atom. Elektron berada dalam kulit, kulit pertama
terdapat 1 s.d 2 elektron, kulit kedua 4 kali jumlah e pada kulit pertama, kulit ketiga 9 kali
jumlah e pada kulit pertama.
Postulat Bohr merupakan modifikasi terhadap hukum-hukum EM klassik.
1. Dalam sistem atom, elektron tidak memancarkan radiasi (energi) sewaktu mengorbit inti
atom. Lintasan (orbit) tersebut disebut lintasan stasioner (orbit stabil).
2. Pemancaran (transmisi) dan penyerapan (absorbsi) gelombang EM dalam suatu atom bila
elektron berpindah dari keadaan stasioner ke keadaan lain.
h. f Ei E f , jika f = frekuensi foton yang dilepaskan atau diserap dan Ei dan Ef
adalah energi dalam orbit awal dan akhir.
1. Persamaan Schrodinger.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, fungsi gelombang untuk gelombang de Broglie
harus memenuhi persamaan yang dikembangkan oleh Schrodinger (1927). Masalah yang
mendasar dalam mekanika gelombang adalah bagaimana menentukan solusi dari
persamaan ini, yang pada gilirannya untuk menghasikan fungsi gelombang yang
diperbolehkan dan tingkat energi dari sistem.
Pada pelajaran sebelumnya kita telah diskusikan bentuk umum persamaan
gelombang untuk gelombang yang berpindah sepanjang sumbu x. Bentuk umum ini adalah
2 1 2
...............................................................(4.1)
x 2 v 2 t 2
dimana v adalah laju gelombang dan fungsi gelombang tergantung pada x dan t.
Dalam penjelasan gelombang de Broglie, dibatasi pembicaraan pada sistim yang
terbatas yang total energinya E tetap konstan. Karena E = hf, frekuensi dari gelombang de
Broglie berkaitan dengan partikel yang juga tetap. Dalam kasus ini, kita dapat tunjukkan
Hal ini analog dengan kasus gelombang berdiri pada tali, dimana fungsi gelombang
ditunjukkan oleh y(x,t) = y(x) cos ωt. Fungsi gelombang yang tergantung pada frekuensi
adalah sinusioda karena frekuensi diketahui. Subsitusikan persamaan (4.2) ke persamaan
(4.1) diperoleh
2 2
cos(t ) 2 cost
x 2 v
2 2
2
x 2 v
... .......................................................(4.3)
Ingat bahwa ω = 2πf = 2πv/λ dan, untuk gelombang de Broglie, p = h/λ. Oleh karena itu
2 2 4 2 2 p 2
2
2 p 2
v2 h
Selanjutnya kita dapat tunjukkan energi total sebagai penjumlahan energi kinetik dengan
energi potensial:
p2
E = K + U = ½ mv 2 + U = U , sehingga p 2 2m( E U )
2m
2 p 2 2m
dan 2 2 E U , kita subsitusikan hasil ini ke persamaan (4.3), diperoleh
v2
2
2 E U
2m ...................................................................(4.4)
x 2
Persamaan (4.4) merupakan persamaan Schrodinger tidak tergantung pada waktu jika
diterapkan terhadap suatu pertikel yang terbatas bergerak sepanjang sumbu x. Pada
prinsipnya, jika energi potensial U(x) diketahui untuk sistem, kita dapat menyelesaikan
persamaan (4.4) dan memperoleh fungsi gelombang dan energi untuk keadaan yang
diperbolehkan. Karena U berubah-ubah terhadap posisi, penting menyelesaikan persamaan
dalam daerah yang berbeda-beda. Dalam prosesnya, fungsi gelombang untuk daerah yang
berbeda-beda harus tersambung pada daerah batas. Dengan kata lain, kita membutuhkan
bahwa (x) bersifat kontinu. Selanjutnya, agar (x) memenuhi kondisi normalisasi , kita
d 2 2mE
2 k 2
dx 2
..............................................(4.5)
k 2mE / ,
∞ ∞
0 L
x
Gambar 1: Diagram kotak satu dimensi
Dengan panjang L dan tinggi
Dinding tak-hingga
Karena dinding-dinding tak-hingga tingginya, partikel tidak dapat berada diluar kotak.
Akibatnya, (x) harus bernilai nol di luar kotak dan di dinding. Solusi persamaan (4.5) yang
memenuhi syarat batas (x) = 0 pada x = 0 dan x = L adalah :
( x) A sin(kx) .....................................(4.6)
Catatan:
Kondisi batas pertama, (x) =0 dipenuhi oleh persamaan (4.6) karena sin 00 = 0.
Kondisi batas kedua, (L) = 0 dipenuhi hanya jika kL adalah kelipatan dari π, yaitu, jika kL
2mE
k 2mE / kL L n
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
50
Dengan menyelesaikang persamaan (4.5) untuk energi yang diperbolehkan E diperoleh
h 2 ...........
En n 2
2
.....................................................................(4.7)
8mL
Hasil ini sesuai dengan persamaan sebelumnya. Permasalahan yang belum dapat
diselesaikan adalah normalisasi konstan A untuk masalah ini sama dengan (2/L)1/2
Contoh 1: Tinjau sebuah elektron (m = 9,1 x 10 -31 kg) dipaksa oleh gaya listrik untuk bergerak diantara dua
dinding yang terpisah sejauh 1,0 nm, yang merupakan lima kali diameter atom. Tentukan nilai energi
terkuantisasi untuk keadaan stasioner terendah.
E
6,6 x10 34
J .s
2
Contoh 2. Tinjau sebutir debu (m = 1 μg = 1 x 10-9 kg) dipaksa untuk bergerak diantara dua dinding tegar
yang dipisahkan oleh jarak 0,1 mm. Lajunya hanya 1 x 10 -6 m/s, sehingga membutuhkan 100 sekon untuk
melintasi gap antara dua dinding. Berapa bilangan kuantum yang menjelaskan gerakan benda tersebut.
Penyelesaian :
Energi adalah E ( =K ) = ½ mv2 = ½ (1 x 10-9 kg) (1 x 10 -6 m/s)2 = 5 x 10 -22 J.
h2 2
Dari persamaan E n n diperoleh
2
8mL
L
n 8mE 3 x1014 .
h
Contoh 3.
Tinjau sebuah partikel yang terletak dalam sumur potensial dengan tingginya tertentu
(U) dan lebarnya L, ditunjukkan dalam gambar 2. Titik energi bernilai NOL berada di dasar
sumur. Jika energi E dari partikel lebih kecil dari U, secara klassik partikel secara permanen
terikat dalam daerah 0< x < L. Namun, menurut mekanika kuantum, adanya suatu
probabilitas tertentu partikel dapat ditemukan di luar daerah ini. Maka, fungsi gelombang
secara umum bernilai nol di luar sumur, dalam daerah I dan II, maka kerapatan probabilitas
juga NOL dalam daerah ini.
I II III
U E
0 L
x
Gambar2: Diagram sumur energi potensial U
dengan tinggi tertentu dan panjang L.
Energi E dari partikel kecil dari U
d 2 2m(U E )
....................................................................(4.8)
dx 2 2
Karena U > E, kefisien pada ruas kanan persamaan (4.8) harus positif. Oleh karena itu, kita
dapat menunjukkan persamaan (4.8) dalam bentuk
d 2
2
C 2 ..........................................................................(4.9)
dx
solusi umum dari persamaan (4.9) adalah Ae Cx Be Cx , jika A dan B adalah konstan.
Kita dapat menggunakan solusi ini sebagai titik awal untuk menentukan bentuk solusi
yang tepat untuk daerah I dan III. Fungsi yang kita pilih untuk solusi kita harus tetap
mempunyai nilai tertentu (finite) meliputi seluruh daerah yang ditinjau. Dalam daerah I,
–Cx
dimana x < 0, kita harus abaikan besaran Be . Dengan kata lain, kita harus tetapkan
bahwa B=0 dalam daerah I untuk menghindari nilai tak-tentu untuk terhadap nilai x yang
terbesar dalam arah negatif. Sebaliknya, dalam daerah III, dimana x > L, kita harus abaikan
suku Ae Cx, hal ini dapat diperoleh dengan menetapkan A = 0 dalam daerah ini. Pilihan ini
menghindari nilai tak-tentu untuk terhadap nilai x positif besar, Maka, solusi dalam
daerah I dan III adalah
I Ae Cx untuk x < 0
dan
III Be Cx untuk x > L
Dalam daerah II fungsi gelombang adalah sinusoida dan mempunyai bentuk umum
II ( x) F sin(kx) G cos(kx)
dimana F dan G adalah konstan.
Hasil ini menunjukkan bahwa fungsi gelombang dalam daerah luar berkurang secara
eksponensial terhadap jarak. Pada nilai x negatif besar nilai I mendekati nilai NOL secara
eksponensial, dan pada x positif besar nilai III mendekati NOL secara eksponensial.
Fungsi-fungsi ini, bersamaan dengan solusi sinusoida dalam daerah II, ditunjukkan dalam
gambar berikut ini keadaan-keadaan tiga pertama. Dalam menentukan fungsi gelombang
yang lengkap, kita persyaratkan bahwa
d I d II
I= II dan , pada x = 0
dx dx
dan
d II d III
II = III dan , pada x = L\
dx dx
Gambar 4
(a) Fungsi gelombang pada tiga keadaan energi terendah (b) Kerapatan probabilitas dari tiga keadaan energi terendah
untuk sebuah partikel dalam sumur potensial dengan untuk sebuah partikel dalam sumur potensial dengan tinggi
tinggi tertentu (finite) tertentu
Gambar 4 (b) menunjukkan grafik kerapatan probabilitas untuk tiga keadaan energi
terendah. Perhatikan bahwa setiap kasus fungsi gelombang terhubung secara smooth
pada batas sumur potensial. Kondisi daerah batas ini dan grafik berasal dari persamaan
Schrodinger. Jika diselidiki gambar 4 (a) menunjukkan bahwa fungsi gelombang tidak sama
dengan NOL pada dinding-dinding sumur potensial dan dalam daerah luar (exterior). Oleh
karena itu, kerapatan probabilitas tidak sama dengan NOL pada titik-titik tersebut. Faktanya
bahwa tidak sama dengan NOL pada dinding-dinding yang bertambah panjang
gelombang de Broglie dalam daerah II (bandingkan kasus partikel dalam sumur potensial
dengan kedalam infinite), dan hal ini menyebabkan energi dan momentum partikel lebih
rendah.
Tinjau masalah sebuah partikel yang bekerja padanya gaya pemulih linier F = -kx,
dimana x adalah perpindahan partikel dari posisi kesetimbangan (x = 0) dan k adalah
konstanta gaya. Gerak partikel yang dikenai gaya demikian disebut gerak harmonis
sederhana. Energi potensial sistem ditunjukkan oleh
1 2 1
U kx m 2 x 2
2 2
d 2 2mE m 2 2
2 x ..................................................(4.10)
dx 2
Be Cx ..............................................................(4.11).
2
Jika disubsitusikan fungsi ini ke dalam persamaan (4.10), diperoleh persamaan (4.11)
adalah sebagai pemenuhan solusi ke dalam persamaan Schrodinger yang menghasilkan
bahwa
m
C ,
2
dan
E 1 2 . ................................................................(4.12)
Persamaan (4.12) merupakan gambaran kedaan dengan energi yang terendah, 1 2 . ,
m
yaitu energi sistem titik NOL (zero). Karena C , dengan mengikuti persamaan (4.11)
2
bahwa fungsi gelombang untuk kedaan ini adalah
Be m / 2 x
2
................................................. (4.13)
Persamaan (4.13) merupakan fungsi gelombang untuk keadaan ground state dari osilatr
harmonis sederhana. Catatan, bahwa persamaa (4.13) hanya satu solusi untuk persamaan
(4.10). Sedangkan solusi lainnya yang menjelaskan keadaan eksitasi lebih kompleks dan
akan dijelaskan pada matakuliah Fisika Kuantum. Namun, semua solusinya mempunyai
Cx 2
bentuk faktor eksponensial, e , dikalikan dengan polinomial dalam x.
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
55
Tingkat energi dari suatu osilator harmonis terkuantisasi, seperti yang diharapkan.
Kedaan energi yang bilangan kuantumnya adalah n diberikan oleh
En n 1 2 ..............................................................(4.14)
Dalam hal ini n = 0, 1, 2, 3, ... sehingga, kedaaan n = 0 berkaitan dengan keadaan dasar
(ground state), yang energinya adalah E0 1 2 ; kedaan n = 1 berkaitan dengan kedaan
E .....................................................................(4.15)
U(x)
E3 = /2
7
E E2 = /2
5
E1 = /2
3
E0 = /2
1
x
Gambar 5 : Diagram tingkat energi untuk suatu Osilator harmonis sederhana
Perhatikan bahwa tingkat-tingkat energi sama jaraknya dan ruangnya, dengan
pemisah sama dengan . Titik energi nol sama dengan E0 .
2 2 2 2m
2 U E ........................................................(4.16)
x 2 y 2 z 2
Dengan juga, 2 (y) adalah fungsi sin (ky y), dan 3 (z) adalah fungsi sin (kz z). Oleh sebab
itu fungsi gelombang lengkap yaitu dalam bentuk
k x n x / L
k y n y / L
....................................................................(4.18)
k z nz / L
Dalam hal ini nx, ny, dan nz semuanya bilangan bulat (integer). Dengan mensubsitusikan
persamaan (4.17) ke (4.16), kita peroleh energi partikel yang ditunjukkan oleh
E
2
2m
kx ky kz
2 2 2
Karena bilangan gelombang dibatasi pada nilai-nilai yang diberikan leh persamaan (4.18),
kita ketahui bahwa energi dapat ditunjukkan
E
2 2
2mL2
nx n y nz
2 2 2
................................................(4.19)
L
y
L
L
x Gambar 6 : Sebuah partikel dibuat bergerak dalam
dalam kotak kubus dengan panjang sisinya L.
Di dalam kotak, U = 0. Energi potensial takhingga
di dinding dan diluar kotak
Hasil ini menunjukkan bahwa fungsi gelombang dan energi tergantung pada tiga
bilangan kuantum nx, ny, dan nz. Bilangan-bilangan kuantum ini berasal dari syarat batas
yang disyaratkan pada untuk setiap koordinat-koordinat. Meskipun bilangan kuantum ini
bebas dari setiap kasus ini, secara umum permasalahan tiga dimensi koordinat dapat saling
tidak tergantung.
Keadaan dasar (ground state) dari suatu partikel dalam kotak tiga dimensi berkaitan
dengan kasus bila nx= ny = nz= 1. Fungsi gelombang dan energi untuk keadaan ini, seperti
diperoleh dari persamaan (4.17) dan (4.19), ditunjukkan oleh
x y z
1,1,1 A1 sin sin sin
L L L
Ground State
3
2 2
E1,1,1
2mL2
\Tingkat eksitasi pertama dapat diperoleh dengan kombinasi berbeda dari tiga nx, ny , dan nz
Maka, kita peroleh energi yang sama untuk tiga kombinasi nx= 2, ny = 1, nz= 1 atau
nx= 1, ny = 2, nz= 1 atau nx= 1, ny = 1, nz= 2. Energi yang berkaitan untuk tiga keadaan ini,
menurut persamaan (4.19), diberikan oleh
6 2 2
E1,1,1 E1, 2,1 E1,1, 2
2mL2
Catatan setiap kedaan mempunyai suatu fungsi gelombang yang berbeda. Contohnya,
keadaan nx= 1, ny = 2, nz= 1 mempunyai bentuk
Tabel 1. Bilangan kuantum untuk tingkat energi yang bervariasi dan degerasi
tingkat energi untuk sebuah partikel yang diperangkap dalam kotak
kubus dengan panjang sisi-sisinya L .
nx ny nz n2 Degenerasi
1 1 1 3 Tidak ada
1 1 2 6
1 2 1 6 Tiga lipat
2 1 1 6
1 2 2 9
2 1 2 9 Tiga Lipat
2 2 1 9
1 1 3 11
1 3 1 11 Tiga lipat
3 1 1 11
2 2 2 12 Tidak ada
Catatan : n n n n
2 2
x
2
y
2
z
Gambar 7 adalah diagram tingkat energi yang menunjukkan lima tingkat energi pertama
dalam kotak dimensi tiga, dan tabel 1 urutan bilangan kuantum dan degenerasi lima tingkat
energi pertama.
n2 Degenerasi
4 E0 12 tidak ada
11
/3 E0 11 3
3E0 9 3 3 2 2
E0
2mL2
2E0 6 3
E0 3 tidak ada
Pemecahan :
Tingkat eksitasi kedua berkaitan dengan tiga kombinasi bilangan kuantum yang diberikan oleh
nx= 2, ny = 2, nz= 1 atau nx= 2, ny = 1, nz= 2, atau nx= 1, ny = 2, nz= 2. Fungsi gelombang yang
berkaitan adalah
2x 2y z
2, 2,1 A sin sin sin
L L L
2x y 2z
2,1, 2 A sin sin sin
L L L
x 2y 2z
1, 2, 2 A sin sin sin
L L L
Hal ini menunjukkan bahwa tingkatnya mempunyai degerasi lipat tiga (threefold), sebagaimana
dalam tingkatan eksitasi pertama. Dari persamaan (4.19), kita ketahui bahwa energi setiap kedaan-
keadaan ini diberikan oleh
9 2 2
E 2, 2,1 E2,1, 2 E1, 2, 2
2m
1. ATOM HIDROGEN
Atom hidrogen terdiri dari suatu elektron dan satu proton. Model atom Bohr
menjelaskan pada kita bahwa elektron sebagai partikel yang mengelilingi (orbit) inti dalam
tingkat energi yang terkuantisasi. Model de Broglie menjelaskan e sebagai gelombang
dengan menganggap e sebagai gelombang resonansi dalam oribit-orbit yang diizinkan.
Deskripsi gelombang berdiri dapat mengatasi keberatan pada postulat Bohr.
Fungsi energi potensial untuk atom hidrogen ditunjukkan oleh
e2
U r k ...................................................... (3.1)
r
jika k adalah konstanta Coulomb, dan r adalah jarak dari proton ke elektron.
Menurut mekanika kuantum, energi dari keadaan yang diizinkan diperoleh dari
mk 2 e 4 1 13,6
En =
2 2
eV, ... ..............................................(3.2)
2 n n 2
jika n = 1, 2, 3, ...
Dalam kasus satu dimensi, hanya satu bilangan kuantum diperlukan untuk
menjelaskan keadaan stasioner. Dalam kasus tiga dimensi, tiga bilangan kuantum yang
diperlukan untuk setiap keadaan stasioner yang terkait dengan tiga derajat kebebesan
untuk e . Tiga bilangan kuantum tersebut ditunjukkan oleh n, l , ml. Bilangan kuantum “n”
disebut bilangan kuantum utama, bilangan kuantum “l” disebut bilangan kuantum orbital,
dan bilangan kuantum “ml “ disebut bilangan kuantum magnetik orbital.
Hubungan ketiga bilangan kuantum dan batasan nilai-nilainya ditunjukkan oleh
Nilai n mempunyai interval dari 1 ke
Nilai l mempunyai interval dari 0 ke (n -1)
Nilai ml mempunyai interval dari – l ke l .
Contoh : Jika n = 1, hanya l = 0 dan ml = 0 diizinkan
Jika n = 2, nilai l dapat bernilai 0 atau 1; jika l = 0, maka ml = 0, tetapi jika l = 1,
maka ml dapat bernilai 1, 0, atau -1.
Semua keadaan dengan bilangan kuantum utama yang sama dikatakan untuk
membentuk kulit. Kulit-kulit ini diidentifikasi dengan huruf K, L, M, N, O, P,... yang
menunjukkan keadaan untuk n = 1, 2, 3,... Sebaliknya keadaan yang mempunyai nilai yang
sama dari n dan l dikatakan untuk membentuk sub kulit (subshell). Huruf s, p, d, f, g, h, ...
digunakan untuk menunjukkan keadaan untuk l = 0, 1, 2, 3,.... Notasi ini diringkas dalam
tabel 3.2. Sebagai contoh, keadaan yang ditunjukkan oleh 3p mempunyai bilangan kuantum
n =3 dan l = 1 ; keadaan 2s mempunyai bilangan kuantum n = 2 dan l = 0.
Keadaan yang melanggar aturan yang ditunjukkan pada tabel 3.1 tidak dapat terjadi.
Misalnya, satu keadaan yang tidak dapat ada adalah keadaan 2 d, yang seharusnya n = 2
dan l = 2. Keadaan ini tidak diperbolehkan karena nilai tertinggi yang diperbolehkan dari l
adalah n – 1, atau 1 dalam kasus ini. Maka untuk n = 2, 2s dan 2 p adalah keadaan yang
diperbolehkan tetapi 2d, 2f, ...tidak. Untuk n = 3, keadaan yang diperbolehkan adalah 3s,
3p, dan 3d.
Penyelesaian.
Untuk n = 2, l dapat mempunyai nilai 0 dan 1
Untuk l = 0, ml hanya mempunyai nilai 0
Untuk l = 1, ml dapat mempunyai nilai -1, 0, atau 1.
\ Maka, kita peroleh satu keadaan yang ditunjukkan sebagai keadaan 2s yang terkait dengan bilangan luatum
n = 2, l = 0, dan ml = 0, dan tiga keadaan yang ditunjukkan sebagai keadaan 2p yang terkait dengan
bilangan kuantum n = 2, l = 1, ml = -1; n = 2, l = 1 ml = 0, dan n = 2, l = 1, ml = 1.
Karena semua keadaan ini mempunyai bilangan kuantum utama yang sama, maka keadaan tersebut
mempunyai energi yang sama yaitu n = 2.
13,6
E2 eV = -3,4 eV.
22
Latihan 1. Berapa banyak keadaan yang mungkin untuk n = 3 dari atom hidrogen ?.Untuk tingkat n = 4 ?.
Spin up
(ms =1/2)
Spin down
(ms = -1/2)
Dalam teori kuantum, elektron dijelaskan oleh fungsi gelombang ( ). Dan, adalah
2
probabilitas menemukan e dalam daerah tertentu. Syarat batas L = n pada fungsi
2
gelombang menunjukkan kuantisasi panjang gelombang dan frekuensi dan kuantisasi
energi elektron. Karena atom hidrogen adalah tiga dimensi, solusi persamaan gelombang
Schrodinger menunjukkan tiga bilangan kuantum. Bilangan kuantum tersebut dan nilai-
nilainya adalah
n = 1, 2, 3, ...
l = 0, 1, 2, ... (n -1)
m = -l , l +1, -l + 2, ... +l .
Bilangan kuantum (n, l, m) terkait dengan keterantungan ruang (spatial) dari fungsi
gelombang. Gambar sebagai berikut menunjukkan e sebagai distribusi kerapatan muatan
Grafik untuk
2
e dalam keadaan n = 2 pada
atom hidrogen.
Untuk l = 0,
2
simetris bola.
Untuk l = 1, dan m = 0 ,
2
sebanding dengan
2
cos θ.
Untuk l = 2, dan m = +1 , atau -1,
2
sebanding
2
dengan sin θ.
Bilangan magnetik spin (ms) berhubungan erat dengan momentum angular instrinsik
elektron atau spin elektron. Momentum sudut intrinsik elektron tidak tergantung pada
momentum sudut orbital elektron. Pengamatan Wolfgang Pauli bahwa setiap garis pada
spektrum atom hidrogen terdiri dari garis yang sangat berdekatan. Garis pertama deret
Balmer yang berasal dari transisi n = 3 ke n = 2 (λ = 6563 A), garis tersebut terdiri dari dua
garis yang berdekatan sekali (dengan jarak 1,4 A).
Posisi
mula-mula
Membentuk satu garis spektrum
berasal dari gelombang EM
transisi
Pauli menyatakanbahwa kedua garis berasal dari transisi dua tingkat energi yang
sangat berdekatan. Perbedaan kedua tingkat energi ini disebabkan oleh momentum sudut
di dalam elektron (momentum sudut intrinsik)
Elektron mengelilingi inti atom, timbul medan B dan medan magnetik ini berinteraksi
medan B akibat momentum sudut intrinsik e . Hasil interaksi menimbulkan efek Zeeman
(garis-garis spektrum pecah menjadi dua). Momentum sudut intrinsik L elektron timbul
akibat puntiran e yang berputar pada sumbunya. Besar nilai L adalah
L s s 1 , jika s = ½
Bilangan kuantum l dan m dikaitkan dengan momentum angular dari e . Bilangan kuantum l
disebut bilangan kuantum orbital. Momentum angular orbital dari e (L) ditentukan oleh l
L l l 1 l l 1
h
2
Bilangan kuantum m disebut bilangan kuantum magnetik yang terkait dengan komponen
momentum angular. Jika arah Z dipilih untuk magnetik, komponen Z momentum angular
dari e ditunjukkan oleh
h
LZ m m
2
Spin elektron ditunjukkan oleh bilangan kuantum s dengan nilai ½. Bilangan kuantum ini
diperlukan untuk menjelaskan struktur spektrum garis halus dan tabel periodik. Spin
5. TABEL PERIODIK
Penerapan teori mekanika kuantum untuk atom dengan lebih satu elektron, keadaan
setiap e ditunjukkan oleh bilangan kuantum n, l, m dan ms. Energi e ditentukan oleh
bilangan n dan l, semakin rendah harga n dan l, semakin energinya. Ketergantungan energi
pada l disebabkan oleh interaksi dari e dalam atom dengan e lain. Dalam hidrogen hanya
ada satu e dan energi tidak tergantung pada l. Spesifikasi n,dan l untuk setiap e dalam
atom disebut konfigurasi e .
Huruf digunakan untuk spesifikasi dari l dari pada harga angka
s p d f g h
(sharp) (principal) (diffuse) (fundamental)
Harga l 0 1 2 3 4 5
MATAKULIAH
FISIKA MODERN
(FIS 302)
Disusun
Irwan Koto