Anda di halaman 1dari 68

1

MODUL 1

TEORI RELATIVITAS
1. Pendahuluan
Teori Relativitas Khusus dan teori kuantum Planck membawa perubahan besar
yang sangat mendasar dalam cara kita memandang alam. Teori relativitas khusus dianggap
teori yang anah dan rumit, akibatnya hanya sedikit orang yang dapat memahaminya. Teori
ini sebagai suatu sistem kinematika dan dinamika, yang didasarkan pada sekumpulan
postulat yang berbeda dari fisika klassik.
Rumus yang dihasilkan teori ini tidak lebih rumit daripada hukum-hukum Newton,
namun menghasilkan ramalan (prediksi) yang seolah-olah bertentangan dengan “akal
sehat” kita. Einstein memperkenalkan teori relativitas khusus sebagai akibat adanya
kelemahan pada teori relativitas klasik Newton.

2. Kegagalan Relativitas Klassik


Pandangan paham Newton terhadap sejumlah besar gejala alam berasal dari Galileo
yang menyatakan bahwa ruang dan waktu adalah mutlak. Setiap percobaan yang dilakukan
dalam kerangka acuan pengamat akan bermakna fisika apabila dikaitkan dengan
percobaan yang serupa dan dilakukan dalam kerangka acuan mutlak yaitu sistem koordinat
Kartesius Semesta, yang padanya tercantel jam-jam mutlak.
Azas ini tidak berlaku dalam kerangka acuan yang mengalami percepatan seperti
mobil yang berhenti secara mendadak artau komidi putar yang sangat cepat putarannya.
Hukum-hukum Newton (termasuk azas kelembaban/inersia) tidak berlaku dalam kerangka
acuan yang mengalami. Hukum-hukum Newton hanya berlaku untuk kerangka acuan yang
bergerak dengan kecepatan tetap. Kerangka acuan demikian disebut kerangka acuan
inersial (lembab).
Peristiwa-peristiwa yang diamati dari berbagai kerangka inersial dapat tampak
berbeda bagi masing-masing pengamat dalam tiap kerangka itu. Tetapi para pengamat
sependapat bahwa hukum Newton, hukum kekekalan energi, dan seterusnya tetap berlaku
dalam kerangka inersial. Perbandingan pengamatan-pengamatan yang dilakukan dalam
kerangka inersial memerlukan Transformasi Galileo, yang menyatakan bahwa kecepatan
(relatif terhadap tiap kerangka inersial) mematuhi aturan jumlah yang paling sederhana.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


2
Misalkan beberapa gejala alam, disebut peristiwa, terjadi dalam sistem/kerangka
inersial. Lokasi kejadian dan waktu terjadinya ditunjukkan oleh koordinat (x, y, z, t).
Kita dapat mentranformasikan koordinat ruang dan waktu kejadian dari satu sistem inersial
ke sistem inersial lainnya yang bergerak dengan kecepatan relatif serba sama. Metode ini
dilakukan dengan menggunakan Transformasi Galileo.

v
y S y S’

cahaya P
v.t x lampu

O x O x
Gambar 1

Keterangan Gambar :

Kejadian terjadi pada titik P. Kejadian diamati oleh dua pengamat dalam kerangka inersial S dan S’,
dimana S’ bergerak dengan kecepatan v relatif terhadap S. Pengamat dalam sistim S akan
menjelaskan kejadian dengan koordinat ruang dan waktu (x, y, z, t), sedangkan pengamat dalam
sistem S’ akan menggunakan ( x’, y’, z’, t’ ) untuk menjelaskan kejadian yang sama.

Dari gambar diketahui koordinat kejadian ditunjukkan dengan persamaan

x’ =x–vt
y’ =y (1.1)
z’ =z
t’ =t

Persamaan ini dikenal sebagai koordinat Transformasi Galileo. Koordinat keempat


(waktu) dianggap sama pada kedua sistem inersial, sesuai dengan pandangan mekanika
klassik, waktu adalah besaran universal sehingga waktu kejadian untuk pengamat di S
adalah sama dengan waktu kejadian waktu pengamat di S”. Akibatnya interval waktu
diantara dua kejadian yang berurutan seharusnya sama untuk kedua pengamat. Meskipun,
asumsi ini tidak benar bila situasi kejadian dengan kecepatannya mendekati laju cahaya.
Tinjau dua kejadian dipisahkan oleh jarak Δx dalam waktu Δt ” ketika diukur oleh
pengamat di S. Berdasarkan persamaan (1), perpindahan yang terjadi terhadap kedua
kejadian tersebut adalah Δt diukur oleh pengamat di S” sehingga Δx”= Δx – v Δt.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


3
Karena Δt = Δt”, maka
x , x x
  v atau adalah kecepatan rata-rata dalam S
t ,
t t
x , x ,
dan  adalah kecepatan rata-rata dalam S”.
t , t

Karena limit Δt→0, maka persamaan menjadi :

u x,  u x  v atau u x  u x,  v (1.2)

Dengan kata lain u x, adalah kecepatan titik P relatif terhadap S” dan ux adalah kecepatan

titik P relatif terhadap S. Metode ini disebut Transformasi Kecepatan Galileo. Dikatakan
bahwa kecepatan benda di P yang diukur oleh pengamat dalam kerangka berherak sama
dengan kecepatan yang diukur dalam kerangka acuan yang diam “minus” kecepatan dari

kerangka acuan S” (karena gerak S” sepanjang sumbu xx”, sehingga u y  u y dan u z  u z


, ,

Persamaan transformasi Galileo sesuai dengan pengalaman sehari-hari

Gambar 2

Misalkan, seorang pria melemparkan bola kearah sumbu x positif dalam mobil boks yang
sedang bergerak. Laju bola relatif terhadap pengamat yang diam ditanah (P) adalah

u ,  v , dimana v adalah laju bola relatif terhadap pria yang berada dalam mobil boks.
Hasil ini sudah jelas, namun Einstein menunjukkan bahwa tranformasi ini tidak benar
bila benda bergerak dengan laju yang mendekati laju cahaya. Maka transformasi Galileo
adalah suatu pendekatan yang benar hanya bila v <<< c .

Contoh:
Dua mobil bergerak dengan laju tetap disepanjang jalan lurus dalam arah arah yang sama. Mobil A
bergerak dengan laju 60 km/jam, dan mobil B dengan laju 40 km/jam. Masing-masing laju tersebut
diukur relatif terhadap seorang pengamat di tanah. Berapakah laju mobil A terhadap mobil B.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


4
Penyelesaian:
Misalkan O adalah pengamat di tanah yang mengamati mobil A bergerak dengan laju v = 60 km/jam.
Anggaplah O” bergerak dengan mobil dengan laju u = 40 km/jam.
Maka v” (laju mobil A relatif terhadap B) = v – u .
v’ = (60 – 40) km/jam = 20 km/jam.

3. PERCOBAAN MICHELSON – MORLEY

Dalam abad 19, sifat-sifat gelombang mekanik, seperti gelombang air atau bunyi
telah dikenal. Dan gejala gelombang dapat didefinisikan sebagai rambatan gangguan
periodik melalui suatu zat peranta (medium). Maxwell memperlihatkan bahwa gelombang
Elektromagnetik (gelombang cahaya) juga memerlukan medium untuk perambatan
gelombang Elektromagnetik (EM) tersebut. Diusulkan zat perantara tersebut adalah eter
(luminiferous ether).
Namun, karena zat ini belum pernah teramati dalam percobaan, maka dipostulatkan
bahwa zat ini mempunyai sifat-sifat :

a. tidak bermassa (massless)


b. tidak tampak
c. terdapat dimana-mana, bahkan dalam ruang hampa (free space)
d. berfungsi hanya untuk merambatkan gelombang EM.

Konsep ether menjadi menarik karena; Pertama, tidak mungkin suatu gelombang
mekanik atau gelombang EM dapat merambat tanpa medium (zat perantara); Kedua, sistem
koordinat mutlak (absolute frame) dikaitkan dengan gagasan ruang mutlak ether. Dengan
kata lain, jika dapat diamati gerakan bumi mengarungi ether, akan dapat mengungkapkan
gerak bumi relatif terhadap ruang mutlak.
Dalam tahun 1887 Albert A. Michelson (1852-1931) dan Edward W. Morley (1838 –
1923) melakukan percobaan yang dirancang untuk mendeteksi gerak bumi (kecepatan
bumi) terhadap ether. Alat yang digunakan adalah interferometer Michelson yang dirancang
khusus. Gerakan bumi mengarungi ether akan menimbulkan “Ether Wind” terhadap
pengamat yang berada di bumi, yang pada gilirannya mengubah laju cahaya yang diamati
oleh pengamat di bumi.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


5

Berkas cahaya dari sumber terbagi menjadi


dua berkas yang tegal lurus sewaktu
melewati dan dipantulkan oleh cermin
separoh bersifat memantulkan dan separoh
lagi diteruskan. Rekombinasi dari berkas
yang dipantulkan dari cermin menghasilkan
cincin-cincin interferensi yang sangat
terhadap perbedaan panjang lintasan
sepanjang dua lintasan yang saling tegak
lurus.
Gambar 3

Berkas cahaya dari sumber cahaya (cahaya monokromatis) diuraikan (split) oleh half-
silvered mirror menjadi dua berkas cahaya yang saling tegak lurus. Satu berkas dipantulkan
menuju cermin 1; berkas lainnya dilewatkan melalui half-silvered mirror ke cermin 2. Karena
sifat dari gelombang cahaya, berkas cahaya dari cermin 2 dan 4 menghasilkan cincin-cincin
interferensi terang dan gelap ketika kedua berkas bertemu (bergabung) kembali.
Jarak antara cincin-cincin sangat berpengaruh terhadap perbedaan laju rata-rata dari
kedua berkas sebelum kedua berkas cahaya dipantulkan kembali. Ketika interferometer
diputar 900 sehingga berkas cahaya bergerak paralel dengan gerak bumi. sedangkan
berkas cahaya lainnya tegak lurus terhadap gerak bumi. Jika v adalah laju “ether wind”
relatif terhadap bumi dan c adalah laju cahaya dalam ether yang bergerak, selama
percobaan pola interferensi diamati ketika interferometer diputar sejauh (sudut) 900. Rotasi
ini akan mengubah laju “wind ether”.

4. POSTULAT EINSTEIN

Teori Relatif Khusus berhubungan dengan keadaan yang melibatkan kerangka acuan
inersia, yaitu, kerangka yang bergerak dengan kecepatan konstan relatif terhadap lainnya,
dan berdasarkan pada dua Postulat.

Pertama : Hukum-hukum fisika sama dalam setiap kerangka acuan inersia.


Kedua : Laju cahaya mempunyai harga yang sama untuk semua pengamat, tidak
tergantung dari gerak pengamat atau gerak sumber cahaya.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


6

Gambar 4

Tinjau berkas cahaya yang dipancarkan dari senter (sumber) oleh pengamat dalam
mobil boks yang bergerak dengan kecepatan v. Pulsa cahaya mempunyai kecepatan v
relatif terjadap pengamat S’ dalam mobil boks. Menurut mekanika Newton, laju pulsa
cahaya relatif terhadap pengamat stasioner (diam) S diluar mobil boks adalah c + v.
Hal ini bertentangan dengan postulat kedua Einstein yang menyatakan kecepatan
pulsa cahaya sama untuk semua pengamat. Menurut Einstein, pengamat diam dan
bergerak seharusnya menghasilkan pengukuran yang sama terhadap kecepatan pulsa.
Jika kita membenarkan postulat Einstein, kita harus menyimpulkan gerak relatif tidak
berlaku bila mengukur laju cahaya. Einstein mengubah konsep ruang dan waktu sedemikian
rupa untuk menghasilkan hasil yang sama untuk laju cahaya yang diukur oleh pengamat
yang terletak dalam sembarang kerangka acuan inersia. Kesimpulan ini cukup aneh karena
bertentangan dengan intuasi kita (common sence) yang didasarkan pada pengalaman
sehari-hari.

5. DILATASI WAKTU

Tinjau kenderaan yang bergerak ke kanan dengan laju v (lihat gambar). Sebuah
cermin dipasang di bagian atas kenderaan, dan pengamat di O’ dalam keadaan diam dalam
sistim tersebut memengang lampu senter pada jarak “ d ” dari cermin

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


7
Gambar 5
Karena berkas cahaya dari lampu senter mempunyai laju c, waktu untuk berpindah dari
pengamat ke cermin dan kembali lagi adalah

jarak 2d
Δt’ = 
kecepa tan c
jika Δt ” adalah waktu yang diukur oleh pengamat dalam kerangka acuan kenderaan
bergerak.
Tinjau kejadian diamati pengamat di O dalam kerangka acuan stasioner. Menurut
pengamat, cermin dan cahaya lampu bergerak kekanan dengan laju v. Pada saat cahaya
t
dari lampu senter, mencapai senter, cermin akan bergerak pada jarang v , jika Δt adalah
2
waktu untuk cahaya berpindah dari O’ ke cermin dan kembali lagi ke pengamat, sewaktu
diukur oleh pengamat stasioner.
Dengan kata lain, pengamat diam menyimpulkan bahwa, karena gerak sistim
cahaya, jika cahaya mengenai cermin, akan meninggalkan lampu senter dengan
membentuk sudut vertikal.

v ∆t

Gambar 6 Gambar 7

Bandingkan gambar 5 dan 6, kita melihat cahaya berpindah lebih jauh dalam
kerangka acuan stasioner dibandingkan dalam kerangka acuan bergerak. Menurut postulat
II Einstein, laju cahaya harus c jika diukur oleh kedua pengamat. Oleh karena itu, interval
waktu (Δt), diukur oleh pengamat dalam kerangka acuan stasioner, lebih lama
dibandingkan interval waktu Δt’, yang diukur oleh pengamat dalam kerangka acuan
bergerak.
Untuk memperoleh hubungan antara Δt dan Δt’, gunakan gambar 7 dengan teorema
Phytagorean diperoleh
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
8

 ct   vt 
2 2

    d
2

 2   2 
2d 2d 2d
t   , karena t ,  kita dapat tuliskan
c v
2 2
v2 c
c 1
c2

t , 1
t   t , , jika   (1.3)
2 2
v
1 2 1 v
c2
c

Hasil ini menunjukkan bahwa interval waktu yang diukur oleh pengamat dalam kerangka
acuan stasioner lebih lama dibandingkan oleh pengamat dalam kerangka acuan bergerak.
Kita dapat simpulkan:
Menurut pengamat stasioner, jam yang bergerak berputar lebih lambat daripada jam
stasioner oleh faktor  1 . Efek ini dikenal sebagai “DILATASI WAKTU”.
Keterangan : Δt’ dalam persamaan (3) disebut Proper time. Secara umum, proper time
didefinisikansebagai interval waktu diantara dua peristiwa jika diukur ole pengamat yang
melihat kejadian terjadi pada tempat sama. Pada kasus diatas, pengamat pada O”
mengukur proper time. Proper time selalu waktu yang diukur oleh pengamat yang
bergerak bersama dengan jam.

Contoh 1.
Periode pendulum diukur sebesar 3 sekon dalam kerangka acuan inersial pendulum. Berapakah
priode pendulum bila diukur oleh pengamat yang bergerak dengan laju 0,95c terhadap pendulum.

Penyelesaian.

Dalam kasus ini, proper time (waktu sesungguhnya) sama dengan 3 sekon. Untuk menghitung
periode yang diukur oleh pengamat yang bergerak, kita gunakan persamaan

t ,
t   t , jika Δt = T, dan Δt’ = T’, maka
1 v / c
2 2

T ,  3,23s   9,6 s
1
T  T , 
1
0,95c  2

c2

Maka, pengamat yang bergerak dengan laju 0,95 c mengamati pendulum bergerak lebih lambat.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


9
Contoh 2.
Suatu pesawat ruang angkasa yang bergerak dengan 0,95 c melakukan perjalanan dari Bintan
Centauri Alfa yang jaraknya 4,5 tahun cahaya. Berapa lamakah perjalanan yang harus ditempuh
menurut (a) jam di bumi, (b) jam dalam pesawat, (c) Berapa jauhkan perjalanan dari Bumi ke Bintang
menurut pengamat dalam pesawat ?, dan (d) Berapakah laju pesawat menurut pengamat dalam
pesawat.

Penyelesaian.

Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh cahaya dalam 1 tahun, yaitu
1 tahun cahaya = (2,998 x 108 m/s) (3,16 x 107 s) = 9,47 x 10 15 m.
Maka jarak dari bintang adalah de = (4,5) (9,47x 1015 m) = 4,3 x1016 m.
d
(a). t e  e  1,5 x1016 s .
v

(b). Karena jam yang berada dalam pesawat bergerak bersama dengan pesawat, maka
jarum jam bergerak lebih lambat. Sehingga
t p  t e 1  v / c   4,7 x10 7 s .
2

(c). Untuk pengamat dalam pesawat, jarak bumi-bintang ditempuh dengan laju 0,95c. Terjadi jarak
yang lebih pendek bagi pengamat; Mereka ukur menjadi
d p  (4,3x1016 m 1  0,95  1,3x1016 m.
2

(d). Untuk pengamat dalam pesawat, laju relatif pesawat menurut pengamat adalah
d p 1,34 x1016 m
v   2,8 x1016 m / s  0,95c.
t p 4,71x10 s7

Oleh karena itu, baik pengamat dibumi dan dalam pesawat mengukur laju relatif yang sama.

6. KONTRAKSI PANJANG (LENGHT CONTRACTION)


Panjang sesungguhnya (proper lenght) dari sebuah benda didefinisikan sebagai
panjang benda yang diukur dalam kerangka acuan bilamana benda dalam keadaan diam.
Panjang benda diukur dalam kerangka acuan ketika benda sedang bergerak selalu lebih
pendek dari panjang sesungguhnya. Efek ini dikenal sebagai kontraksi panjang
(penyusutan).
Tinjau pesawat ruang angkasa yang bergerak dengan laju v dari satu bintang ke
bintang lain, ketika dilihat dua orang pengamat. Seorang pengamat diam di bumi (dan juga
dianggap diam terhadap kedua bintang) mengukur jarak diantara bintang adalah L’ (jika L’
L'
adalah proper leght), dan menurut pengamat ini, dibutuhkan waktu t  untuk pesawat
v
ruang angkasa melakukan perjalanan. Berapakah jarak kedua bintang menurut pengamat
dalam pesawat ?.
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
10
Karena dilatasi waktu, pengamat dalam pesawat mengukur interval waktu lebih

pendek t '  t . Dan pengamat juga menyimpulkan jarak (L) diantara bintang lebih pendek

dari L’, sehingga


t
L  v.t '  v , karena L’=v.Δt, kita ketahui bahwa L
L' atau
 

v2
L  L' 1  (1.4)
c2

Gambar 8a Gambar 8b

Dari gambar, jika pengamat diam terhadap benda, maka pengamat mengukur panjang L’,
sehingga seorang pengamat yang bergerak relatif terhadap benda dengan laju v akan
menghasilkan pengukuran lebih pendek daripada panjangnya pada saat diam.

Contoh 1.
Sebuah pesawat ruang angkasa diukur panjangnya 100 m ketika pesawat dim terhadp seorang
pengamat. Jika pesawat ini dikenderai oleh seorang pengamat dengan laju 0,99c, berapakah panjang
pesawat yang diukur oleh pengamat tersebut ?.

Penyelesaian.
Panjang pesawat yang diukur oleh pengamat di dalam pesawat adalah

L  L 1  v / c  (100m)
, 2 2
1
0,99c 
2

c2
L  14m

Jadi panjang pesawat yang diukur oleh pengamat yang bergerak dengan pesawat adala 14 m.

Latihan : Jika pesawat bergerak melewati pengamat dengan laju 0,01c, berapakah panjang pesawat
menurut pengamat dalam pesawat.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


11
Contoh 2.
Sebuah pesawat ruang angkasa berbentuk segi tiga terbang bersama dengan pengamat dengan laju
0.95c. Ketika pesawat diam (gambar a) jarak x dan y diperoleh 50 m dan 25 m. Berapakah ukuran
pesawat dilihat oleh pengamat yang diam ketika pesawat bergerak sepanjang arah yang ditunjukkan
oleh gambar.

Penyelesaian

Pengamat melihat panjang arah horizontal mengalami kontraksi menjadi

L  L, 1  v 2 / c 2 = 50m  1 
0,95c 2  15,6m.
c2

Panjang arah vertikal tidak berubah karena tegaklurus terhadap arah gerak antara pengamat dengan
pesawat. Gambar (b) menunjukkan bentuk pesawat yang dilihat oleh pengamat yang diam.

7. TRANSFORMASI LORENTZ

Transformasi Galileo tidak berlaku (valid) bila v mendekati laju cahaya. Transformasi
Lorents oleh H.A. Lorents (1853 – 1928) berlaku untuk semua laju dalam interval 0  v  c .

Gambar 9a Gambar 9b
Tinjau roket yang bergerak dengan laju v sepanjang sumbu x, x’ (gambar 9a).
Kerangka acuan roket S’ ditunjukkan oleh koordinat ( x’, y’, z’, t’ ). Sedangkan pengamat
diam (stasioner) menggunakan koordinat (x, y, z, t) lihat gambar 9b. Lampu yang dipasang
pada roket memancarkan sinyal cahaya pada saat tertentu yang titik asal kedua kerangka
acuan berimpit.
Pada saat sinyal cahaya dipancarkan dan titik asal kedua kerangka acuan berimpit,
kita tetapkan t = t’ = 0. Sinyal cahaya merambat dalam bentuk gelombang berbentuk bola,
dengan ketentuan titik asal muka gelombang adalah titik O tetap yang merupakan sinyal
cahaya yang terlihat. Beberapa saat kemudian, titik P pada muka gelombang berjarak r dari
O dan jarak r’ dari O’ (lihat gambar 9b).

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


12
Menurut postulat kedua Einstein, laju cahaya (c) untuk kedua pengamat. Maka jarak
titik P pada muka gelombang bila diukur pengamat dalam S adalah r = c. t. Dan jarak titik P
diukur oleh pengamat di S’ adalah r’ = c. t’. Maka r = c.t dan r’ = c. t’.
Jika kita terima kebenaran postulat kedua Einstein, kita memerlukan waktu t dan t’
yang dibutuhkan cahaya untuk mencapai P dengan nilai yang berbeda. Hal ini akan
berbeda dengan transformasi Galileo, yaitu t = t’. Jari-jari bola ditunjukkan oleh persamaan
r 2  x 2  y 2  z 2 menurut pengamat di S.
Sebaliknya jarak r’ diukur oleh pengamat di S’, ditunjukkan oleh
r '2  x'2   y '2  z '2 . Maka
menurut pengamat di S : x 2  y 2  z 2  c 2t 2 , dan

menurut pengamat di S’ :  x'   y '   z '  c 2 t '


2 2 2 2

Karena gerak dari S’ sepanjang sumbu xx’, maka koordinat y dan z untuk kerangka acuan
adalah sama, atau y = y’ dan z = z’.
x 2   x'  c 2t 2  c 2 t ' x 2  c 2 t 2   x'  c 2 t ' , dengan menggunakan
2 2 2 2
Diperoleh atau
kondisi x = v.t dan x’ = 0, kita peroleh

x' 
x  v.t
dan t ' 

t  v / c2 x 
v 2
1  v / c2
2
1
c2
Diringkaskan, persamaan transformasi Lorentz untuk melakukan dari S ke S’ adalah
x  v.t
x'  =   x  v.t 
v2
1 2
c
y = y’ (1.5)
z = z’

t' 

t  v / c2 x   
=  t  v / c2 x , 
1 v / c 2 2

1
jika  
2
1 v
c2

Bilamana kita transformasi koordinat dalam kerangka acuan S’ ke kerangka acuan S, kita
dapat mengganti (v) menjadi (– v), sehingga

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


13

x' v.t '


x    x'v.t '
1  v2 / c2
y = y’ (1.6)
z = z’

t

t ' v / c 2 x'    
  t ' v 2 / c 2 x'
1 v / c 2 2

Catatan:
1). Dalam transformasi Lorentz, t tergantung pada t’ dan x’. Dan t’ tergantung t dan x
berbeda dengan transformasi Galileo yaitu t = t’.
2). Transformsi Lorentz dapat meramalkan berbagai efek relativistik seperti penyusutan
panjang, pemuluran waktu, dan efek Doppler relativistik.
3). Transformasi ini mengaitkan koordinat dari suatu peristiwa (x, y, z, t) yang diamati dalam
kerangka acuan O (S) dengan koordinat peristiwa yang sama (x’, y’, z’, t’) yang diamati dalam
kerangka acuan O’ (S’) yang sedang bergerak dengan kecepatan v terhadap S. Gerak relatifnya
sepanjang arah sumbu x (atau x’) positip (O’ bergerak menjauhi O).
4). Bila v << c, transformasi Lorentz dapat menjadi transformasi Galileo. Misalkan v →0,
v2 / c2 <<1, maka persamaan diatas menjadi
x’ = x – v.t,
y’= y
z’ = z
t’ = t

8. TRANSFORMASI KECEPATAN LORENTZ


Misalkan benda tidak dipercepat yang diamati dalam kerangka S’ pada x1’ pada
waktu t1’ dan pada x2’ pada waktu x2’. Laju benda tersebut diukur dalam kerangka S’
ditunjukkan oleh
x2'  x1' dx '
u x'   ' (1.7)
t 2'  t1' dt

Dari t ' 

t  v / c2 x    
  t  v / c 2 x , kita peroleh
1 v / c 2 2

dx  v.dt
dx ' 
1  v2 / c2

dt ' 

dt  v / c 2 dx 
1  v / c2 2

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


14

Maka u x' 
dx '

dx  vdt

dx / dt   v
dt '
 2

dt  v / c dx 1  v . dx
c 2 dt
Karena dx/dt adalah kecepatan (ux ) dari benda yang diukur dalam kerangka S, maka untuk
komponen sumbu y dan sumbu z dalam S’
ux  v
u x'  (1.8)
1  uxv / c 2
Merupakan transformasi kecepatan Lorentz untuk S →S’
uy uz
u 'y 

 1  uxv / c 2
 , dan u z' 

 1  uxv / c2 
(1.9)

Bila ux dan v lebih kecil dari c (kasus non relativistik), maka penyebut pada persamaan (1.8)
mendekati 1, maka u’ ≈ ux – v. Hal ini merupakan transformasi kecepatan Galileo.
cv c1  v / c 
Dalam hal ekstrim bila ux = c, persamaan (1.8) menjadi u x'   c
1  c.v / c 2
1 v / c
Dari hasil tersebut, kita ketahui bahwa benda yang bergerak dengan laju c relatif
terhadap pengamat dalam kerangka acuan S juga mempunyai laju c relatif terhadap
pengamat dalam kerangka S’ (tidak tergantung dari gerak relatif dari S dan S’). Kesimpulan
ini sesuai dengan postulat II Einstein, yaitu laju cahaya harus c terhadap semua kerangka
acuan inersial. Dan, laju sebuah benda tidak pernah (never exceed c) melampaui laju
cahaya (c). Untuk memperoleh ux, kita ganti v menjadi (-v) sehingga
u x'  v
ux  (1.10)
1  u x' v / c 2

(Transformasi kecepatan Lorentz “inverse” untuk S’ → S)

Contoh 1.
Pesawat ruang angkasa A dan B bergerak dengan arah berlawanan. Seorang pengamat berada bumi
mengukur laju pesawat A sebesar 0,75c dan laju pesawat B sebesar 0,85c. Tentukan laju pesawat B
terhadap A.

y y’
A B

O x O’ x’

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


15
Penyelesaian.
Masalah ini dapat diselesaikan dengan menggunakan kerangka S’ melekat pada pesawat A, sehingga
v = 0,75c relatif terhadap pengamat di bumi (kerangka S). Pesawat B dapat dianggap sebagai benda
yang bergerak ke kiri dengan kecepatan ux = -0,85c relatif terhadap pengamat di bumi

Maka kecepatan pesawat B terhadap A dapat diperoleh dengan

ux  v  0,85c  0,75c
u x'  
1  uxv / c 2
1   0,85c 0,75c  / c 2
u x' = -0,9771c.

Tanda negatif untuk u x' menunjukkan bahwa pesawat B bergerak dalam arah x negatif seperti diamati
oleh A. Catatan hasilnya lebih kecil daripada c. Yaitu, suatu benda yang lajunya lebih kecil dari c
dalam salah satu kerangka acuan harus mempunyai laju yang lebih kecil dari c dalam kerangka acuan
yang lain. Jika transformasi kecepatan Galilean digunakan dalam contoh ini, kita akan peroleh
u x'  u x  v  0,85c  0,75c  1,6c , yang lebih besar dari c

Contoh 2.

Bayangkan pengendera sepeda motor yang bergerak dengan laju 0,8c melewati pengamat yang diam
(lihat gambar). Jika pengendera melemparkan bola kedepan dengan laju 0,7c, berapakah laju bola
diamati oleh pengamat yang diam.

Penyelesaian

Dalam kasus ini, kecepatan pengendara terhadap


pengamat yang diam adalah v = 0,8c. Kecepatan
bola dalam kerangka acuan pengendara adalah 0,7
c. Yaitu, u x' = 0,7c. Oleh karena itu, kecepatan ux
relatif terhadap pengamat stasioner (diam) adalah

u x'  v 0,7c  0,8c


ux    0,962c
ux'
(0,7c)0,8c 
1 2 1 
c c2

9. MOMENTUM RELATIVISTIK
Prinsip relativitas dipenuhi jika transformasi Galilean diganti dengan transformasi
Lorentz. Maka untuk menjelaskan gerak partikel di dalam kerangka relativitas khusus, kita
harus menjelaskan kembali hukum Newton dan definisi momentum dan energi. Definisi
momentum dan energi akan diberlakukan untuk definisi klasikal yaitu v<<c. Hukum
kekekalan momentum menyatakan bahwa dua benda bertumbukan, momentum total tetap
konstan.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


16
Menurut prinsip relativitas, momentum harus tidak berubah untuk semua sistem
sehingga definisi momentum ralativistik harus memenuhi kandisi sebagai berikut
1. Momentum relativistik harus menjadi kekal dalam semua tumbukan.
 
2. Momentum relativistik harus mendekati nilai klassik yaitu m u jika u → 0.
Persamaan momentum relativistik yang memenuhi kondisi diatas adalah

mu 
p   .m.u (1.11)
1  u2 / c2

jika u adalah kecepatan partikel. Gaya relativistik pada partikel yang momentumnya (p)
didefinisikan oleh persamaan
dp
F . (1.12)
dt
Dalam hal ini harga p diberikan oleh persamaan (1.11)

Contoh.
Suatu elektron yang massanya 9,11 x 10-31 kg bergerak dengan laju 0,75c. Tentukan momentum
relativistik dan bandingkan dengan momentum yang dihitung dari persamaan klassik.

Penyelesaian
mu
Jika u = 0,75c, maka p  = 3,10 x 10-22 kg.m/s.
1 u / c
2 2

Perhitungan secara klassik : Momentum = mu = 2,05 x 10-22 kg.m/s.

Oleh karena itu, hasil relativistik yang benar adalah 50% lebih besar dari hasil klassik.

10. ENERGI RELATIVISTIK


mc 2
Energi relativistik adalah K  mc 2
1 u / c 2 2

Atau K  mc  mc jika  


2 2 1
, jika mc2 disebut energi diam partikel karena tidak
1 u / c
2 2

bergantung pada laju partikel, dan mc tergantung laju partikel.


2

Hubungan E = mc menunjukkan bahwa massa adalah bentuk energi atau


2

E = mc = K + mc2 (Energi total = Energi kinetik + Energi diam).


2

Persamaan Menghubungkan Energi Total (E) dengan Momentum Relativistik (p)

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


17
 
Dari E  mc dan p  mv diperoleh, E 2  p 2 c 2  mc 2
2
 
2
(energi total, momentum, dan
energi diam). Bila partikel diam, p = 0, dan E = mc2 .

a). Energi total sama dengan energi diam, bila m = 0, diperoleh E = pc (partikel mempunyai
energi dan momentum bila massa diam m = 0).
b). Persamaan yang menunjukkan hubungan energi dan momentum untuk foton dan
neutrino.
c). Karena massa (m) partikel tidak tergantung pada geraknya massa benda mempunyai
harga yang sama dalam semua kerangka acuan.
d). Namun energi total dan momentum partikel tergantung pada kerangka acuan pada saat
pengukuran dilakukan, karena keduanya tergantung pada kecepatan.

Karena m konstan, persamaan E 2  p 2 c 2  mc 2  2 2 2 2


atau E – p c harus mempunyai nilai
2 2 2
yang sama dalam semua kerangka acuan, sehingga E – p c tidak berubah dalam
transformasi Lorentz.

Catatan:
1 eV = 1,60 x 10-19 J.
Energi diam elektron : mc2 = (9,11 x 10-19 kg)(3,00 x 108 m/s)2 = 8,20 x 1010-24 J.
mc2 = (8,20 x 1010-14 J)(1 eV/1,60 x10-19 J) = 0,511 MeV = 106 eV

Dapat juga dituliskan dengan (m) menggunakan persamaan E  mc 2 dan


 
2
E   .m.u sehingga E 2  p 2 c 2  mc 2 . Jika partikel diam p = 0, maka E = mc2 . Artinya
energi total sama dengan energi diam. Jika m = 0 (foton), maka E = pc. Persamaan ini
menunjukkan hubungan energi dan momentum untuk foton dan neutron.

Catatan:
Massa partikel tidak tergantung pada geraknya, maka m mempunyai nilai yang sama untuk
semua kerangka acuan. Namun, energi total dan momentum partikel tergantung pada
kerangka acuan dimana besaran tersebut diukur, karena kedua tergantung pada kecepatan.

Menurut persamaan E 2  p 2 c 2  mc 2  
2
harus mempunyai nilai yang sama untuk semua
2 2 2
kerangka acuan. Maka, E – p c “invariant” dalam transformasi Lorentz.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


18

Contoh 1.

Sebuah elektron bergerak dengan laju u = 0,85c. Tentukan energi totalnya dan energi kinetiknya
dalam eV.

Penyelesaian.
Dengan mengunakan data bahwa energi diam elektron adalah 0,511 MeV, diperoleh bahwa
mc 2 0,511MeV
E =
1  u 2 / c2 1  0,85c  / c 2
2

=1,90 (0,511 MeV) = 0,970 MeV.

Energi kinetik diperoleh dengan mengurangkan energi diam dari energi total
K  E  mc 2  0,970 MeV – 0,511 MeV
K = 0,459 MeV.

Contoh 2.
Energi total proton adalah tiga kali dari energi diamnya. Tentukan (a) energi diam proton, (b)
dengan laju berapakah proton bergerak ?, dan (c) Tentukan energi kinetik proton dalam eV, serta
(d). Berapakah momentum proton ?.

Penyelesaian.

(a). Energi diam = mc = (1,67x10-27 kg)(3x108 m/s)2 .


= (1,50 x 10 -10 J)(1 eV/1,60 x 10-19 J) = 938 MeV.

(b). Karena energi total E adalah tiga kali energi diam, maka
E  3mc 2  mc 2 / 1  u 2 / c 2
1
3
1  u 2 / c2
8
u c  2,83 x10 8 m / s .
3
(c). Energi kinetik proton,
K  E  mc 2  3mc 2  mc 2  2mc 2

karena mc2 = 938 MeV, maka K = 1876 MeV.

(d). Momentum proton dengan E = mc2 .



E 2  p 2 c 2  mc 2   3mc 
2 2 2

p 2 c 2  8(mc 2 ) 2
mc 2 MeV
p 8  2653
c c

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


19

MODUL 2

1. RADIASI BENDA HITAM


Sebuah benda pada temperatur tertentu diketahui memancarkan radiasi, disebut
Radiasi Termal. Karakteristik radiasi ini tergantung pada temperatur dan sifat-sifat benda.
Pada temperatur rendah, panjang gelombang radiasi termal berada dalam daerah infra
merah (tidak diamati). Bila temperatur semakin tinggi, benda kelihatan putih kebiru-biruan.
Radiasi termal terdiri dari distribusi kontinu panjang gelombang dari infra merah, cahaya
tampak, dan ultra violet.
Dari pandangan klassik, radiasi termal berasal dari partikel bermuatan yang
dipercepat di permukaan benda, yang memancarkan radiasi mirip seperti antena kecil.
Radiasi yang dipancarkan menunjukkan sifat radiasi kontinu. Akhir abad 19 penjelasan
tersebut kurang dapat menjawab pertanyaan tentang distribusi panjang gelombang yang
dapat diamati pada gelombang radiasi yang dipancarkan benda hitam (black body)

Benda hitam didefinisikan sebagai benda ideal yang


menyerap semua radiasi yang mengenainya.

Benda hitam dapat dimodelkan dengan lobang kecil


pada benda yang didalamnya terdapat rongga.

Radiasi yang dipancarkan dari lobang tersebut


berasal dari rongga dan tergantung pada temperatur
dinding rongga.

Gambar 1. Benda Hitam Data yang diperoleh dari eksperimen untuk distribusi
energi dari radiasi benda hitam dengan suhu yang
bervariasi.

Energi radiasi bervariasi terhadap panjang


gelombang dan temperatur. Jika temperatur benda
hitam bertambah, jumlah energi keseluruhan yang
memancar bertambah.

Dan dengan pertambahan temperatur, puncak


distribusi bergeser ke panjang gelombang yang
lebih pendek.

Pergeseran ini disebut hukum Pergeseran Wien yang diformulasikan seperti:

maks .T  0,2898 x10 2 mK (2.1)

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


20
jika λmaks adalah panjang gelombang puncak kurva dan T adalah temperatur mutlak dari
benda yang memancarkan radiasi.
Asumsi (hipotesis) Planck tentang sifat-sifat molekul yang berisolasi dari dinding
rongga.
1. Molekul yang bergetar memancarkan radiasi dengan satuan energi diskrit En dalam

betuk persamaan En = n h f. Jika n adalah bilangan bulat (integer) yang disebut


bilangan kuantum dan f adalah frekuensi getaran (vibrasi) dari molekul. Energi
molekul disebut terkuantisasi dan keadaan energi yang diperolehkan disebut
keadaan kuantum.
2. Molekul memancarkan atau menyerap energi dalam satuan energi cahaya bersifat
diskrit yang disebut kuanta (foton). Molekul berpindah dari keadaan kuantum yang
satu ke lainnya.
Jika bilangan kuantum n berubah dengan 1 satuan, maka jumlah energi yang
dipancarkan atau diserap oleh molekul besarnya menjadi E = h.f . Molekul akan
memancarkan atau menyerap energi hanya bila molekul berubah keadaan kuantum.

Dua Sifat Penting Radiasi Termal


1. Intensitas radian total terhadap seluruh panjang gelombang berbanding lurus dengan
temperatur (T) berpangkat empat. Karena intensitas total adalah luas daerah di bawah
kurva intensitas radian, maka

 Rd  T
4
(2.2)
0

Persamaan (2.1) dikenal sebagai hukum Stefan, dan σ adalah tetapan pembanding
-8 2 4
Stefan-Boltzman = 5,6703 x 10 w/m K .

2. Panjang gelombang masing-masing kurva mencapai nilai maksimumnya disebut λmaks


berbanding terbalik dengan suhu atau

1
maks 
T
dari percobaan diketahui tetapan pembanding adalah

-3
λmaks . T = 2,898 x 10 m.K

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


21

Contoh 1
(a) Pada panjang gelombang berapakah sebuah benda pada suhu ruang T = 200 C memancarkan radiasi
termal maksimum.
(b) Hingga suhu berapakah benda tersebut harus dipanaskan agar puncak radiasi termalnya berada pada
daerah spektrum merah ?.
(c) Berapa kali besarnya radiasi termal yang dipancarkan benda tersebut pada suhu tertinggi ?

Penyelesaian:
(a) Dari soal diketahui T = 200 C = 293 K,
2 ,898 x10 3 mK
Hukum pergeseran Wien  maks   9 ,89  m
293 K

(b). Dari soal diketahui bahwa λ ≈ 650 nm


λmaks . T = 2,898 x 10-3 m.K.
T = 4460 K

T24 4460
4
(c).   5,37 x10 4 .
T14 2934

Contoh 2
Temperatur kulit kira-kira 350 C, berapakah panjang gelombang puncak dari radiasi yang dipancarkan
dari kulit ?.

Penyelesaian :
Dari hukum pergeseran Wien, kita peroleh
maksT  0,2898 x10 2 m.K . Jika T = 350 C = 308 K, maka
0,2898 x10 2 m.K
maks   940 m
308K
Radiasi berada dalam daerah spektrum infrared.

Contoh 3.
Benda dengan massa 2 kg diikatkan pada pegas dengan k = 25 N/m. Pegas diregangkan sejauh 0,4 m
dari kedudukan kesetimbangan dan dilepaskan
(a) Tentukan energi total dari frekuensi osilasi menurut perhitungan klasik,
(b) Anggap energi terkuantisasi dan tentukan bilangan kuantum (n) untuk sistem,
(c) Berapah energi dibawa dalam satu perubahan kuantum.

Penyelesaian:
2
(a). Energi total dari osilator harmonis sederhana yang mempunyai Amplitudo (A) = ½ kA .
2 2
Oleh karena itu, E = ½ kA = ½ ( 25 N/m)(0,4 m) . = 2,0 J.
1 k 1 25 N / m
Frekuensi osilasi adalah f    0,56 Hz .
2 m 2 2kg

(b). Jika energi terkuantisasi, kita peroleh E n  nhf , dan dari (a), kita peroleh
En  nhf = n (6,63 x 10-34 J.s)(0,56 Hz) = 2,0 J. Oleh karena itu n = 5,4 x 1033.

(c). Energi yang dibawa dalam perubahan energi bilangan kuantum adalah
-34 -34
E = h.f = (6,63 x 10 J.s)(0,56 Hz) = 3,7 x 10 J.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


22
2. EFEK FOTOLISTRIK
Bila berkas cahaya mengenai permukaan logam, elektron dipancarkan dari permukaan
(efek fotolistrik), elektron yang dipancarkan disebut fotoelektron.

Bila cahaya monokromatis dengan panjang


gelombang (λ) tertentu menyinari pelat C, arus
terbaca pada galvanometer (aliran muatan melalui
celah antara C dan A.

Arus timbul dari elektron yang dipancarkan dari


plate negatif (C) dan dikumpulkan pada pelat positif
(A).

Grafik disamping ini menunjukkan arus foto listrik


Gambar 2. Skema Alat terhadap beda potensial antara pelat C dan A untuk
dua intensitas cahaya yang berbeda.

Untuk harga V besar, arus mencapai harga


maksimum (semua foto elektron dikumpulkan di A).

Arus meningkat bila intensitas cahaya bertambah.

Arus bertambah dengan intensitas tetapi mencapai


level Saturasi untuk harga V besar. Pada tegangan
sama dengan atau kecil dari (-Vo), arus nol.

Gambar 3. Arus fotolistrik vs


Tegangan untuk dua Intensitas
cahaya.

Bila V negatif ( C positif dan A negatif) foto elektron ditolak oleh elektron ditolak oleh pelat A negatif.
Hanya elektron yang mempunyai energi kinetik > eV akan mencapai pelat A.
Jika V ≤ Vo (potensial stopping) tidak elektron yang mencapai pelat A dan arus akan menjadi nol.
Potensial stopping tidak tergantung pada intensitas radiasi. Energi kinetik maksimum dari foto
elekton sihubungkan dengan potensial stopping oleh persamaan

Kmaks = e. Vo (2.3)

Energi kinetik maksimum fotoelektron yang lepas dari logam adalah

Kmaks = h.f - φ (2.4)

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


23
Dengan teori foton dapat dijelaskan gejala efek foto listrik yang tidak dipahami dengan
konsep klassik.
1. Efek fotolistrik tidak dapat diamati dibawah frekuensi cutt-off sehingga energi foton ≥
dengan fungsi kerja (φ). Jika energi foton yang datang tidak sama dengan atau lebih besar
dari φ, elektron tidak pernah ditolak dari permukaan, meskipun intensitas cahaya diperbesar.
2. Energi kinetik maksimum (Kmaks) tidak tergantung pada intensitas cahaya
(Kmaks = h.f - φ) atau hanya tergantung pada frekuensi cahaya dan fungsi kerja.
3. Kmaks meningkat seiring dengan pertambahan frekuensi (lihat persamaan diatas).
4. Elektron dipancarkan secara spontan dan konsisten dengan teori partikel cahaya dimana
energi foton muncul dalam paket-paket kecil dan adanya interaksi satu-satu antara foton dan
elektron.

K maks
Hubungan energi kinetik maksimum dengan frekuensi.

Kemiringan kurva memberikan harga h

Perpotongan sumbu datar dengan h memberikan frekuensi


cutt-off ( fc )

Foton dengan frekuensi < fc tidak mempunyai energi yang


f cukup untuk menolak elektron dari logam.
Gambar 4

Hubungan fungsi kerja φ dengan frekuensi cutt-off adalah



fc  (2.5)
h
Jika panjang gelombang cutt-off

c c hc
c    (2.6)
fc  / h 

Catatan : Harga h = 6,62618 x 10 -34 j.s.

Gejala efek fotolistrik tidak dapat dijelaskan dengan fisika klasik atau teori gelombang
cahaya.
1. Tidak elektron dipancarkan jika frekuensi cahaya datang jauh dibawah frekuensi cutt-
off (fe); karakteristik bahan disinari (misalnya sodium, fc= 5,50 x1014 Hz). Ini
bertentangan dengan teori gelombang bahwa efek fotolistrik seharusnya terjadi pada
frekuensi sembarang yang disediakan oleh intensitas cahaya yang cukup tinggi.
2. Jika frekuensi cahaya melampaui frekuensi cutt-off, efek fotolistrik diamati dan jumlah
foto elektron yang dipancarkan sebanding dengan intensitas cahaya. Namun, energi
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
24
kinetik maksimum foto elektron tidak tergantung intensitas cahaya. Hal ini juga tidak
dijelaskan oleh konsep fisika klassik.
3. Energi kinetik maksimum elektron bertambah besar dengan pertambahan frekuensi
cahaya.
-9
4. Elektron dipancarkan dari permukaan logam dengan waktu <10 s setelah
permukaan logam disinari, bahkan pada intensitas cahaya rendah. Secara klassik,
elektron perlu waktu untuk menyerap radiasi yang mengenainya sebelum elektron
memperoleh energi kinetik yang cukup untuk lepas dari logam.

Einstein berhasil menjelaskan fenomena Efek fotolistrik (hadiah Nobel 1921).


Einstein mengembangkan konsep kuantisasi gelombang elektromagnetik oleh Planck. Dia
memandang cahaya (gelombang elektromagnetik) dengan frekuensi f dapat dianggap aliran
foton (a stream of photon). Setiap foton mempunyai energi (E) yang besarnya E = h. f. (h
adalah konstanta Planck).
Foton dapat diserap sebagai paket-paket (unit) oleh elektron. Bila energi foton
ditransfer ke sebuah elektron dalam logam, energi yang diperoleh elektron adalah h. f.
Tetapi elektron harus menembus permukaan logam untuk dipancarkan dan sejumlah energi
diperlukan untuk mengatasi rintangan ini (barrier). Jumlah energi yang diperlukan untuk
melewati logam disebut fungsi kerja (φ) dari bahan (misalnya fungsi kerja zinc = 3,0 eV).

Contoh 1:
Permukaan sodium disinari dengan cahaya dengan panjang gelombang 300 nm. Fungsi kerja untuk logam
sodium adalah 2,46 eV. Tentukan (a) Energi kinetik dari fotoelektron yang ditolak dan (b) Panjang
gelombang cutoff untuk sodium.

Penyelesaian.
(a). Energi berkas cahaya yang disinari adalah
hc 6,63x10 19 J
E  hf   6,63x10 19 J   4,14eV
 1,60 x10 19 J / eV
-19
Jika 1 eV = 1,6 x 10 J

K maks  hf    4,14eV  2,46eV  1,68eV .

(b). Panjang gelombang cutoff dapat dihitung dengan mengubah  dari elektro volt menjadi joule.
 = 2,46 eV = (2,46 eV)( 1,6 x 10-19 J). Maka
hc (6,63x10 34 J .s )(3,00 x108 m / s )
   5,05 x10 7 m  505nm
 3,94 x10 J 19

Panjang gelombang ini berada dalam daerah spektrum cahaya nampak green .

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


25
3. EFEK COMPTON
Justifikasi teori cahaya sebagai foton berdasarkan eksperimen (1892-1962). Berkas
sinar X diarahkan pada balok grafit. Intensitas sinar X yang dihamburkan siukur sebagai
fungsi panjang gelombang sinar X dan sudut hamburan. Sinar X yang dihamburkan
mempunyai panjang gelombang λ lebih panjang dari panjang gelombang sinar X yang
datang (λo).
Perubahan dalam panjang gelombang,     0 (Compton Shift) berubah dengan

sudut hamburan. Hasil ini tidak dijelaskan oleh teori klassik. Menurut model klassik sinar X
dianggap gelombang EM dengan frekuensi f0 mengenai bahan yang mengandung elektron.
Gelombang EM menyebabkan elektron berosilasi dan memancarkan kembali gelombang
EM dengan frekuensi f0 yang sama.
Proses hamburan sebagai tumbukan antara foton dengan elektron. Dalam hal ini
elektron dianggap sebagai partikel
hc
E  hf  (2.7)

Massa diam foton dianggap nol, momentum foton ditunjukkan oleh
E hc h
p   (2.8)
c c 

Hamburan foton

Foton

Recoiling elektron

Gambar 5.
Foton yang dihamburkan mempunyai energi
yang kecil (λ lebih kecil) dari foton datang

Tumbukan antara foton datang dengan panjang gelombang λo dengan elektron diam,
akibat tumbukan sebagian energi foton di transfer kerecoiling elektron. Energi dan frekuensi
foton yang dihamburkan lebih kecil dan panjang gelombang bertambah besar.

Hubungan antara panjang gelombang yang bergeser dari foton yang dihamburkan

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


26

    0 
h
1  cos  
mc

Keterangan
λo : panjang gelombang foton yang dihamburkan
m : massa elektron
θ : sudut antara arah foton yang dihamburkan dengan foton datang

h
= 2,43 x 10 -12 m = 0,00243 nm (panjang gelombang Compton)
mc

Persamaan     0 
h
1  cos   diperoleh sebagai berikut
mc
Tinjau tumbukan antara foton dengan elektron (mula-mula diam), menurut hukum kekekalan energi

hc hc
  Ke (2.10)
0 
Keterangan
hc
: energi foton datang
0
hc
: energi foton hamburan
0
Ke : energi kinetik dari recoiling elektron

Karena elektron terlempar pada kecepatan seperti kecepatan cahaya

K e  mc 2  mc 2 , sehingga

hc hc hc hc
  K e menjadi   mc 2  mc 2
0  0 
1
jika  
1  v2 / c2

Hukum kekekalan momentum untuk tumbukan (komponen sumbu x dan y)


h h
Komponen sumbu x :  cos    .mv. cos 
0 
h
Komponen sumbu y : 0  sin    .mv sin 

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


27

Contoh 1. Pergeseran Compton untuk Carbon

Sinar X dengan panjang gelombang λ0 = 0,20 nm dihamburkan dari lempengan Carbon. Sinar X
dihamburkan pada sudut 450 terhadap berkas sinar datang. Hitung panjang gelombang sinar X yang
dihamburkan pada sudut tersebut.

Penyelesaian:
Pergeseran panjang gelombang yang dihamburkan ditunjukkan oleh persamaan
    0 
h
1  cos   . Gunakan θ = 450, kita peroleh bahwa
mc

 
h
1  cos   = 7,11 x 10-13m = 0,000711 nm.
mc
Maka, panjang gelombang sinar X yang dihamburkan pada sudut θ = 450 adalah

    0 = 0,200711 nm.

Untuk latihan : Tentukan berapa bagian energi yang hilang oleh foton pada saat tumbukan.

Contoh 2.
Sinar X dengan λ0 = 1,00 А dihamburkan dari lempengan Carbon. Radiasi yang dihamburkan diamati pada
sudut 900 terhadap berkas sinar datang. (a) berapakah pergeseran Compton  , (b) Berapakah energi
kinetik diberikan kepada elektron yang terlempar.

Penyelesaian:

(a) Dengan menggunakan θ = 900 , kita peroleh pergeseran Compton.


6,63 x10 34 J .s
 
h
1  cos   = (1  cos 90 0 )
mc  31

9,11x10 kg 3,00 x10 m / s8

= 0,0234 A.

(b). Untuk menghitung energi kinetik elektron, kita menggunakan persamaan


hc hc
  K e , karena     0 , maka
0 
hc hc hc
  K e , atau K 
0 0   0 0   

K
 
6,63x10 34 Js 3,00 x108 m / s 2,43x10 12 m 4,72 x10 17 J  295eV
 
1,00 x10 m 1,00  0,024x10 m
10 10

Kita dapat tunjukkan bahwa energi foton mula-mula (E) dalam kasus ini (= hf = hc/λ) adalah 12,4 eV
sehingga foton kehilangan 2,4% dari energinya pada saat tumbukan. Foton yang mempunyai energi sepuluh
kali lebih besar (= 124 eV) dapat kehilangan sebesar 20% dari energinya pada kejadian yang sama. Hal ini
konsisten dengan fakta bahwa  tidak tergantung panjang gelombang mula-mula. Semakin besar energi
sinar X, dengan panjang gelombang lebih pendek, akan mengalami prosentase yang lebih besar pada
penambahan panjang gelombang dan sehingga mengalami prosentase yang lebih besar kehilangan energi.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


28
4. SPEKTRUM ATOM

Tinjau tabung vakum dan diisi dengan gas tertentu (neon, helium, atau argon).
Elektroda pada tabung dialiri arus, tabung akan memancarkan cahaya yang warnanya
menunjukkan karakteristik gas. Melalui celah sempit dan spektroskopi, sekumpulan garis
diskrit diamati, setiap garis terkait dengan panjang gelombang atau warna. Kita
menyebutkan kumpulan garis sebagai “spektrum garis”.
Spektrum garis paling sederhana diamati pada atom hidrogen. Spektrum garis
hidrogen meliputi sekumpulan garis dalam daerah spektrum yang nampak. Empat garus
yang paling dikenal dalam daerah ini terjadi pada panjang gelombang 656,3 nm, 486,1nm,
434,1 nm, dan 410,2 nm.

UV Blue Red Johann Balmer menemukan panjang


gelombang garis ini yang dpat dijelaskan
dengan persamaan empiris
364,6 486,1 656,3
1  1 1 
410,2 434,1  R 2  2  (deret Balmer daerah optis)
 2 n 
λ (nm)
Spektrum garis bagian dari Deret Balmer Keterangan n = mempunyai nilai 3,4,5...
Gambar 6
R = tetap (konstantan Rydberg)
7 -1
Jika λ dalam meter, R = 1,0973732 x 10 m .
-3 -1
≈ 1,0967758 x 10 A

Garis pertama dalam deret Balmer pada 656,3 nm, terkait dengan n = 3 dalam persamaan
diatas, garis kedua pada 486,1 nm terkait dengan n = 4 dan seterusnya.
Spektrum garis lain untuk hidrogen setelah Balmer yaitu Deret Lymann, Paschen, dan
Brackett (nama-nama penemunya). Panjang gelombang dalam deret ini dapat dihitung
dengan rumus empiris

1  1 
 R1  2  , jika n = 2, 3, 4, ... Deret Lymann (Daerah UV)
  n 
perhatikan n = 3, 4, 5, ... Deret Balmer (Daerah Cahaya Nampak)

1 1 1 
 R 2  2  , jika n = 4,5,6, ... Deret Paschen (Daerah infra merah) (2.11)
 3 n 

1  1 1 
 R 2  2  , jika n = 5,6,7... Deret Brackett (Daerah infra merah jauh)
 4 n 
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
29
Disamping cahaya dipancarkan pada panjang gelombang tertentu, bahan juga menyerap
cahaya pada panjang gelombang tertentu, spektrum garis tersebut disebut spektrum
absorpsi (absorption spectrum).

5. TEORI BOHR UNTUK ATOM HIDROGEN

Pada awal abad 20, para fisikawan membicarakan bagaimana kegagalan fisika
klassik dalam menjelaskan karakteristik spektrum atom “Mengapa atom hidrogen hanya
memancarkan garis-garis tertentu dalam bagian spektrum yang nampak”; dan “mengapa
hidrogen hanya menyerap panjang gelombang yang sama dengan spektrum yang
dipancarkan ?”. Niels Bohr memberikan penjelasan tentang spektrum ataom tersebut. Teori
Bohr merupakan gabungan idea dari Planck (teori Kuantum), Einstein (teori cahaya
sebagai foton), dan Rutherford (model atom).
Postulat Model Atom Bohr untuk Atom Hidrogen
1. Elektron bergerak mengelilingi inti dalam orbit yang berbentuk lingkaran dibawah
pengaruh gaya Coulomb (gaya tarik menarik elektron dengan inti).
2. Elektron dapat berada hanya dalam orbit tertentu saja, maka keadaan tersebut
disebut terkuantisasi (quantized) sesuai dengan hipotesis Planck.
Orbit-orbit yang diperbolehkan adalah orbit yang momentum angular elektron ( e )
terhadap inti merupakan perkalian
h
 (h = konstanta Planck)
2

Momentum angular elektron ( e ) : I  (mr 2 )v / r  , jika I  mr 2 dan  


v
sehingga
r
L  m.v.r . Karena L (momentum angular) terkuantisasi, maka

nh
m.v.r   n jika n = 1,2, 3 (2.12)
2

3. Bilamana e berada dalam orbit yang diperbolehkan, e tidak memancarkan energi,


sehingga e disebut dalam keadaan stabil. Orbit tersebut adalah keadaan stasioner.
(Model Listrik dan magnet klassik, e yang dipercepat memancarkan gelombang EM dan
pada akhirnya orbitnya berbentuk spiral dan jatuh menuju inti).
4. Atom memancarkan energi bila e berpindah (jumps) dari suatu orbit stasioner yang
diperbolehkan ke orbit lain. Frekuensi radiasi adalah

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


30

hf  Ei  E f (2.13)

Jika Ei dan Ef adalah energi dari keadaan stasioner awal ke akhir. Postulat ini

menyatakan energi yang dipancarkan (Ei - Ef ) dibawa oleh foton dengan energi h.f

Gambar 7.
Model Atom Bohr untuk atom Hidrogen, e
mengorbit pada orbit yang diperbolehkan
dengan jejari diskrit

Dengan asumsi-asumsi ini, kita akan menghitung energi yang diizinkan dari atom
hidrogen dengan menghitung panjang gelombang dari spektrum garis yang dipancarkan
oleh atom. Energi potensial listrik atom (U)

U k
q1q2
k
 e e 
 k
e2
r r r
1 2 e2
Energi total (E) dari atom E  K  U  mv  k
2 r
e2
Gaya listrik , F = k 2 , menurut hukum II Newton
r
e2 v2
k 2  m.ar jika ar 
r r
e2 v2
k  m
r2 r
1 e2
Energi kinetik e (K) = mv 2  k , sehingga
2 2r

e2 e2 e2
E  k k  k (2.14)
2r r 2r

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


31

Persamaan ini merupakan energi total atom hidrogen.


nh n h 2 2
Dari m.v.r   n , diperoleh v  atau v  2 2
2

2 mr m r
e2 v2 ke 2
Dari k  m , diperoleh v 2
 , sehingga
r2 r mr

n 2  2 ke 2
 dan diperoleh persamaan untuk jari-jari orbit yang diperbolehkan
m 2 r 2 mr

n 2 2
rn  2
mke
(2.15)

Persamaan ini didasarkan pada asumsi e dapat hanya dalam orbit-orbit tertentu yang
diperbolehkan. Orbit dengan jejari terkecil (jejari Bohr = r0) untuk n = 1 mempunyai harga

2
r0   0,0529 nm (2.16)
mke 2

sehingga rn  n 2 r0  n 2 0,0529  nm,

Energi dalam keadaan kuantum tertentu


mk 2 e 4  1 
En    2  jika n = 1, 2, 3, ...
2 2 n 

Dengan memasukkan harga-harga (massa e , harga k, muatan e , harga  ) diperoleh


13,6
En   eV (2.17)
n2

Keadaan energi stasioner terendah (ground state), terkait pada n = 1, dan mempunyai
energi
mk 2 e 4
E1   = -13,6 eV, untuk n = 2 diperoleh
2 2
13,6 E1
E2    = - 3,4 eV, demikian seterusnya.
n2 4
Diagram tingkat energi yang menunjukkan energi keadaan stasioner dan terkait dengan
bilangan kuantum ditunjukkan sebagai berikut

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


32

Gambar 8. Tingkat energi


Tingkat energi yang paling tinggi : n →  , menunjukkan keadaan yang mana
e berpindah atau lepas dari atom. Dalam hal ini E = 0 untuk r = .
Energi maksimum yang diperlukan untuk mengionisasi atom disebut energi ionisasi yang
besarnya untuk atom hidrogen adalah 13,6 eV.

mk 2 e 4  1 
Persamaan hf  Ei  E f dan En    2
2 2 n 
dan postulat ke-4 menjelaskan bahwa e berpindah dari orbit energi yang paling tinggi, yang
bilangan kuantum ni, ke orbit dengan energi terendah dengan bilangan kuantum nf,
e memancarkan foton dengan frekuensi
Ei  E f mk 2 e 4  1 
f     1 
h 4 3  n f ni 
2 2
 

Ei  E f mk 2 e 4  1 
f     1  (2.18)
h 4 3  n f ni 
2 2
 

Rumus empiris untuk bermacam spektrum garis dimana λ f = c ,

1 f mk 2 e 4  1 
    1  atau
 c 4c
3
n 2 2 
 f ni 

1  1 1  mk 2 e 4

 R 2  2 jika R 
 n  4c 3
 f ni 

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


33

1  1 1  mk 2 e 4

 R 2  2 jika R  (2.19)
 n  4c 3
 f ni 

Penggunaannya : Deret Balmer, nf, = 2 dan ni = 3, 4, 5, ...

Deret Lymann, nf, = 1 dan ni = 2, 3, 4, 5, ...

Jika transisi terjadi diantara keadaan ni ke keadaan nf (ni >nf ), foton dipancarkan yang

Ei  E f
frekuensinya f  . Garis dari Deret Lymann timbul jika e melompat dari orbit ke-2
h
ke orbit ke-3, atau orbit tertinggi ke orbit paling rendah ( nf = 1). Teori Bohr berhasil untuk
menjelaskan panjang gelombang dari semua spektrum dalam atom hidrogen.

Pada eksitasi pertama, n = 2 dan E =  13,6 = -3,4 eV (sama dengan model Bohr).
4
Bilangan kuantum orbital (l) dapat bernilai 1 atau 0, jika l = 1. Bilangan kuantum magnetik
(m) dapat bernilai -1, 0, atau +1. Kesemua keadaan mempunyai energi yang sama.
Diagram tingkat energi untuk atom hidrogen yang ditunjukkan oleh teori kuantum
sama dengan model Bohr.

n Diagram tingkat energi untuk hidrogen



4 Paschen Transisi dalam deret Lymann, Balmer,
3 -1,51 eV Pashen.
Balmer
2 - 3,40 eV
Energi setiap tingkat diperoleh
2 2 k 2 e 4 m z 2
En   . 2
Lymann h2 n
E
=  z 2 20
1 - 13,6 eV n
2 k e m
2 2 4
E0   13,6 eV
Gambar 9 h2

Panjang gelombang garis spektrum yang dapat dipancarkan oleh atom hidrogen ditunjukkan
(dikaitkan) dengan tingkat energi oleh persamaan
hc
h. f   Ei  E f

Ditemukan garis spektrum terdiri dari dua garis yang berdekatan (dalam ketelitian
tinggi) disebut struktur garis spektrum halus. W. Pauli (1925) elektron mempunyai bilangan
kuantum lain dengan dua harga. S.Goudsmit dan G. Uhlenbeck mengusulkan bilangan
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
34
kuantum ke-4 yang merupakan komponen momentum angular intrinsik aqrah sumbu z (spin
elektron) lihat gambar

sumbu

eee

Elektron digambarkan seperti bumi


Mengorbit matahari dan sekaligus
berotasi pada sumbu putarnya.

Gambar 10

Contoh 1: Transisi elektron dalam hidrogen

Elektron dalam atom hidrogen melakukan transisi dari keadaan energi n =2 ke kedaan dasar (n=1).
Tentukan panjang gelombang dari frekuensi foton yang dipancarkan.

Penyelesaian:
Jika ni = 2 dan nf = 1;
1  1 1   1 1  3R
 R  2  2  = R 2  2  
 n  1 2  4
 f ni 
4
  1,215 x10 7 m  121,5nm .
3R

Panjang gelombang ini berada dalam daerah ultraviolet. Karena c = fλ, frekuensi foton adalah
c
f   2,47 x1015 Hz .

Latihan: Berapakah panjang gelombang dari foton yang dipancarkan oleh hidrogen jika elektron
melakukan perpindahan dari keadaan n =3 ke keadaan n = 1.

Contoh 2: Deret Balmer untuk Hidrogen


Deret Balmer untuk atom hidrogen dihubungkan dengan perpindahan elektron yang berakhir pada
keadaan kuantum n = 2, lihat gambar (a) Tentukan panjang gelombang foton terpanjang yang dipancarkan
dan tentukan energinya.
1  1 1  1 1  5R
 R 2  2  = R 2  2   
max n  2 3  36
 f ni  5
36 4
max   656,3nm .
5R
Panjang gelombang ini dalam daerah merah spektrum cahaya 3
nampak
Deret
Energi foton adalah Balmer
hc 2
E foton  hf   3,03 x10 19 J  1,89eV
max Semua transisi berakhir pada n = 2
Kita dapat memperoleh energi foton dengan persamaan hf = E3
– E2 dimana E3 – E2 adalah tingkat energi atom hidrogen yang
hc
dapat dihitung dengan persamaan h. f   Ei  E f

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
35

MODUL 3

1. DUALISME GELOMBANG - PARTIKEL

Louis de Broglie mengemukakan bahwa radiasi EM berperilaku sebagai gelombang


dan pada saat lain sebagai partikel, dengan demikian partikel seperti e pada saat tertentu
berprilaku sebagai gelombang. Jika materi melewati celah yang lebarnya sekitar panjang
gelombang, maka meteri itu akan mengalami difraksi seperti yang ditunjukkan oleh foton.
Hubungan antara energi dan momentum untuk foton, yang mempunyai massa diam
E
nol, adalah p  . Kita juga ketahui energi foton
c

hc
E  h. f  .............................................(2.20)

Maka, momentum foton ditunjukkan oleh

E hc h
p  =  ................................................(2.21)
c c 

Dari persamaan ini kita ketahui bahwa panjang gelombang foton dapat ditunjukkan oleh
h
momentumnya, atau   . De Broglie menyarankan bahwa
p
Momentum dari suatu materi partikel seharusnya juga mempunyai sifat-sifat gelombang dan
ditunjukkan dengan panjang gelombang.

Karena momentum partikel dengan massa m dan kecepatan v adalah p = mv. Panjang
gelombang de Broglie dari suatu partikel adalah

h h
  
p mv ....................................................(1.22)

Selanjutnya, dianologikan dengan foto, de Broglie mempostulatkan bahwa frekuensi


gelombang materi (yaitu, gelombang berkaitan dengan partikel sesungguhnya) mematuhi
hubungan Einstein E = h f, sehingga frekuensi foton

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


36

E
f 
h .......................................................(1.23)

Dualisme materi cukup jelas dari kedua persamaan diatas. Yaitu, setiap persamaan
mengandung baik konsep partikel (mv dan E) dan konsep gelombang ( λ dan f). Faktanya
bahwa hubungan ini diperoleh secara eksperimen untuk foton yang menyebabkan hipotesis
de Broglie lebih mudah diterima kebenarannya.
Salah satu konsekuensi penting dari hipotesis de Broglie adalah bahwa de Broglie
mampu memberikan penjelsan untuk kuantisasi momentum angular yang dipostulatkan oleh
Bohr. De Broglie menerapkan idea-idea ini untuk elektron dalam atom hidrogen dan
menunjukkan bahwa kondisi kuantum L  n atau mvr  n adalah setara dengan kondisi
gelombang berdiri dari elektron ( e ). Akibatnya, de Broglie mengharuskan bahwa keliling
dari orbit lingkaran elektron harus sama dengan kelipatan bilangan panjang elektron, seperti
ditunjukkan pada gambar berikut ini. Yaitu
h
2r  n , karena   ,
mv
kita dapat tuliskan kondisi ini
h
2r  n , atau
mv
h
mvr  n  n (postulat Bohr)
2

Gelombang berdiri sesuai dengan orbit


Bohr melingkar, tiga panjang gelombang
sesuai dengan orbit, sesuai dengan n = 3
keadaan energi dari teori Bohr.

Gambar 1

h h n
Dari L  n  n , atau mvr  n atau r  dapat ditulis dalam bentuk lain
2 2 mv
 h 
2r  n  untuk bilangan kuantum (n), menurut Bohr lintasan e adalah n kali panjan
 mv 
h h
gelomb. berdiri 2r  n , panjang gelombang berdiri   , karena p = mv, maka   .
mv p
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
37

Contoh 1: Panjang gelombang suatu elektron


Hitunglah panjang gelombang de Broglie untuk sebuah elektron (m = 9,11 x 10-31 kg) bergerak dengan
laju 107 m/s.

Penyelesaian: Kita gunakan persamaan   h  h , maka kita peroleh


p mv

h
  = 7,28 x 10-11 m.
mv
Panjang gelombang ini berhubungan dengan sinar X dalam spektrum elektromagnetik

Contoh 2: Muatan yang dipercepat


Sebuah partikel bermuatan q dan massa m dipercepat dari keadaan diam melalui beda potensial V.
Tentukan (a) panjang gelombang de Broglie, (b) panjang gelombang jika partikel adalah elektron dan V =
50 volt.

Penyelesaian:
(a) Bila sebuah muatan dipercepat dari keadaan diam melalui beda potensial V, memperoleh energi
kinetik ½ mv harus sama dengan kehilangan energi potensial qV, karena energinya kekal. Maka
1 2
mv  qV . Disebabkan p = mv, maka
2

kita dapat tuliskan persamaan ini dalam bentuk


p2
 qV atau p  2mqV .
2m
h
Kita subsitusikan persamaan ini untuk p ke dalam hubungan de Broglie   menghasilkan
p
h h
 
p 2mqV

(b). Panjang de Broglie dari elektron yang dipercepat melalui 50 V adalah


h 6,63x10 34 Js
 =
2mqV   
2 9,11x10 31 kg 1,6 x10 19 C 50V 

=1,74 x 10-10 m = 0,174 nm

Panjang gelombang ini merupakan orde dimensi atom dan jarak antara atom-atom dalam zat padat. Energi
elektron ini yang rendah ini digunakan dalam percobaan difraksi elektron.

Contoh 3:
Berapakah panjang gelombang dari berkas elektron dengan energi kinetiknya 100 eV.

Penyelesaian:
Kita dapat peroleh laju elektron dari K = ½ mv2 , atau
2K 2(100eV )(1,6 x10 19 J / eV
v  31
=5,9 x 106 m/s
m 9,1x10 kg

Momentum p = m v = 5,4 x 10-24 kg m/s.


Panjang gelombang de Broglie diproleh dari
h =1,2 x 10 -10 m = 120 pm = 1,2 A
 
p
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
38
2. FISIKA STATISTIK

Adanya kesamaan sifat-sifat cahaya dan sifat-sifat materi. Keduanya mempunyai


karakter dalam sifat baik sebagai gelombang dan sebagai partikel. Dalam kasus gelombang
cahaya, kita tunjukkan bagaimana teori gelombang memberikan keboleh jadian menemukan
foton pada titik yang ditentukan dengan interval waktu tertentu.
Sama halnya gelombang materi ditunjukkan oleh fungsi gelombang dalam bilangan
kompleks (dinyatakan dengan  ) dengan nilai absolutnya

    dalam hal ini (  konjugate kompleks dari  )


2

memberikan probabilitas menemukan partikel pada titik tertentu pada waktu tertentu.
Interpretasi gelombang materi ini diperkenalkan oleh Max Born dalam tahun 1926. Sejumlah
percobaan dilakukan dengan menunjukkan bahwa materi mempunyai sifat gelombang dan
partikel. Pertanyaan yang dimunculkan dari sifat-sifat tersebut
“jika kita sedang mempelajari partikel ( e ), bagaimana kita memandang apa
yang bergerak”.
Jawaban pertanyaan tersebut dapat ditunjukkan dalam kasus gelombang pada tali,
gelombang air, dan gelombang bunyi. Gelombang ini menunjukkan gangguan yang
merambat dalam medium materi.
Dalam setiap kasus, gelombang ditunjukkan oleh besaran yang berubah-ubah
terhadap waktu dan posisi. Contoh, gelombang bunyi ditunjukkan oleh peubah tekanan
(Δp), dan gelombang pada tali ditunjukkan oleh perpindahan y. Dengan cara yang sama,
gelombang materi (gelombang de Broglie) dapat ditunjukkan oleh besaran  (fungsi
gelombang).
Secara umum  tergantung pada posisi dan waktu dari semua partikel dalam sistem
dan oleh karena itu dituliskan  (x, y, z, t). Bentuk  tergantung pada sistem yang
dijelaskan dan tergantung pada gaya yang bekerja pada sistem. Jika  diketahui untuk
suatu partikel, maka sifat-sifat khusus dari pertikel dapat dijelaskan.
Jika dV adalam elemen volume kecil yang melingkupi beberapa titik, maka
probabilitas menemukan partikel dalam elemen volume ditunjukkan oleh

Probabilitas =  dV
2
(3.2)

Karena sistem adalah satu dimensi dimana partikel pasti terletak pada atau sepanjang
sumbu x, kita ganti dV dengan dx, sehingga kita tuliskan

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


39

Probabilitas =  dx , karena partikel harus berada sembarang


2

sepanjang sumbu x, jumlah probabilitas meliputi semua nilai x sehingga harus bernilai 1.

 dx  1 (kondisi normalisasi pada  )


2
(3.3)


Besaran  disebut kerapatan probabilitas. Kondisi diatas disebut kondisi ternormalisasi


2

yang menyatakan bahwa partikel berada pada beberapa titik pada setiap saat. Jika
probabilitas nol, maka partikel tidak ada.
Oleh karena itu, meskipun tidak mungkin untuk menunjukkan posisi sebuah partikel

dengan kepastian yang lengkap, ada kemungkinan melalui  , untuk menunjukkan


2

probabilitas pengamatannya. Probabilitas menemukan partikel dalam interval


a  x  b ditunjukkan oleh
b


2
Probabilitas = dx . (3.4)
a

Harga probabilitas harus terletak diantara batas 0 dan 1. Contoh, jika probabilitas 0,3, ini
akan pasti 30% peluang menemukan benda/partikel.
Fungsi gelombang  memenuhi persamaan gelombang, sama halnya medan E
yang berhubungan dengan gelombang EM memenuhi persamaan gelombang dari
persamaan Maxwell. Meskipun  sendiri tidaklah suatu besaran yang terukur, semua
besaran-besaran yang dapat diukur, seperti energi dan momentum partikel dapat diturunkan
dari pengetahuan  . Contoh, bilamana fungsi gelombang suatu pertikel diketahui, ada
kemungkinan untuk menghitung probabilitas dari pengukuran harga tertentu untuk posisi (x)
suatu partikel.
Diketahui bahwa persamaan de Broglie berhubungan dengan momentum partikel
h
dengan panjang gelombang melalui hubungan p  . Jika suatu partikel mempunyai
p
momentum yang telah diketahui, fungsi gelombang adalah gelombang sinusioda dengan
h
panjang gelombang   . Bagian riil dari fungsi gelombang untuk suatu partikel yang
p
bergerak sepanjang sumbu x dapat dituliskan dalam bentuk
 2x 
  x   A sin    A sin kx  .
  
2
Dalam hal ini, k  adalah bilangan gelombang dan A adalah konstan.

 ikx
(kita dapat menuliskan fungsi gelombang untuk partikel dalam bentuk Ae ).
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
40
Karena fungsi gelombang merupakan fungsi posisi dan waktu, persamaan diatas
menunjukkan bahwa sebagian dari fungsi gelombang hanya tergantung pada posisi. Untuk
itu dapat dipandang bahwa   x  sebagai “snapshot” dari gelombang pada waktu yang
diberikan (lihat gambar 21 dan 2b).

Gambar 2a. Gambar 2b.


Fungsi gelombang untuk partikel yang Fungsi gelombang untuk partikel yang panjang gelombang
panjang gelombangnya diketahui tidak diketahui dan momentumnya diketahui hanya meliputi
dengan tepat beberapa range nilai.
Fungsi gelombang yang panjang gelombangnya diketahui dengan tepat
menyebabkan momentum hanya diketahui yang ditentukan oleh penyebaran dalam panjang
gelombang. Adanya analogi antara  dengan vektor medan listrik E (gelombang EM). Kita
2
ketahui kerapatan energi yang berhubungan dengan medan listrik sebanding dengan E .

Meskipun  tidak suatu besaran yang dapat diukur, besaran  dapat diukur, dimana
2

 berarti pangkat dua dari harga absolut  .


2

Jika  mewakili partikel tunggal, maka  adalah prabobalitas persatuan volume


2

yang mana partikel akan dapat ditemukan pada titik yang diberikan. Probabilitas ini disebut
nilai harap dari x dan ditetapkan oleh persamaan

x   x
2
dx (3.5)


Persamaan ini mengisyaratkan bahwa partikel berada dalam medan listrik dalam keadaan
tertentu (definite state), sehingga kerapatan probabilitas tidak tergantung waktu (time-
independent).
Nilai harap setara dengan nilai rata-rata dari x yang seharusnya diperoleh bila kita
meninjau sejumlah besar partikel dalam keadaan yang sama. Kita juga dapat memperoleh
nilai harap dari sembarang fungsi f(x) dengan menggunakan persamaan diatas melalui
pergantian besaran x dengan f (x), atau

f x   f x 
2
dx (3.6)

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
41
2. PRINSIP KETIDAK PASTIAN

Teori kuantum meramalkan bahwa :


“Tidak mungkin untuk melakukan pengukuran secara serentak besaran posisi dan
kecepatan partikel dengan ketepatan tidak terbatas”

Pernyataan ini dikenal sebagai prinsip ketidak pastian yang pertama kali diperkenalkan oleh
Heisenberg 1927.
Tinjau sebuah partikel yang bergerak sepanjang sumbu x dan misalkan bahwa Δx
dan Δp menunjukkan ketidak pastian dalam nilai-nilai hasil pengukuran posisi partikel dan
momentumnya pada saat-saat tertentu. Prinsip ketidak pastian menyatakan bahwa
perkalian Δx Δp tidak pernah lebih kecil daripada konstanta Planck, atau
xp   . (3.7)
Artinya tidak mungkin untuk meramalkan secara serentak posisi dan momentum suatu
partikel secara pasti (exact). Jika Δx dibuat nilainya kecil, Δp akan menjadi besar, dan
sebaliknya.

Contoh 1.
Sebuah kelereng dengan massa 25 gram berada dalam kotak yang panjangnya 10 cm. Tentukan ketidak
pastian minimum dalam momentum, laju v, dan energi kinetik minimumnya. Anggap bahwa p  p .
Penyelesaian. Dari prinsip ketidak pastian xp  h . Jika Δx= 10cm, maka kita peroleh
4

p min 
h
 5,3 x10 34 kg.m / s
4x
Laju yang terkait dengan momentum
p 5,3 x10 34 kg .m / s
v   2,1x10 32 m / s .
m 0,025kg
Energi kinetik minimum

K min 
p min
2


5,3x10 34
kg.m / s 
2

 5,6 x10 66 J .


2m 0,050kg
Oleh sebab itu, hubungan prinsip ketidak pastian tidak signifikan untuk sistem makroskopik.
Contoh 2.
Kerjakan untuk elektron yang terkurung dalam ruang dengan panjang L = 0,1 nm ( ≈ diamater atom).
Penyelesaian.
p min 
h
 5,3 x10 25 kg .m / s
4x
p
v  5,8 x10 5 m / s
m

K min 
p 2  1,5 x10 19 J  1eV
2m

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


42
Partikel dalam Kotak

Tinjau sebuah elektron dalam sebuah kotak satu dimensi dengan panjang L. Partikel
( e ) menumbuk dinding kotak pada x = 0 dan x = L (menurut pandangan klassik). Sehingga
partikel hanya mungkin ditemukan di dalam kotak (gambar)

Gambar 3(a) Gambar 3(b)

Menurut teori kuantum, partikel ditunjukkan oleh fungsi gelombang ( ). Karena


partikel tidak ditemukan diluar kotak, fungsi gelombang ( ) harus nol pada x = 0 dan x = L.
Syarat batas pada fungsi gelombang (sesuai dengan sifat gelombang berdiri)

 2L
n  L , atau   (panjang gelombang terkuantisasi), jika n = 1,2, 3, ...
2 n

Syarat gelombang berdiri seperti gelombang dalam tali dengan panjang L di kedua ujung
tetap. Jika energi total adalah energi kinetik (dimana Ep = 0)

E
1
m.v 2 
mv   p 2
2

2 2m 2m

Persamaan de Broglie
h
 (λ adalah identitas gelombang, dan p adalah identitas materi)
p
Gambar berikut ini menunjukkan plot fungsi gelombang  terhadap x dan plot kerapatan

probabilitas  terhadap x untuk n = 1, 2, 3,...


2

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


43

Gambar 5(a). Gambar 5 (b).


Fungsi gelombang untuk n= 1,2,3 Distribusi probabilitas untuk n= 1,2,3

Perhatikan gambar (5b) menunjukkan bahwa  selalu bernilai nol pada daerah
2

batas (boundary) sehingga tidak mungkin untuk menemukan partikel pada titik-titik ini. Dan,

 bernilai nol pada titik-titik lain tergantung pada nilai n. Untuk n = 2,  =0 pada titik
2 2

tengah, x = L/2; untuk n = 3,  =0 pada x = L/3 dan pada x = 2L/3. Untuk n = 1,


2

probabilitas menemukan maksimum pada x = L/2. Karena panjang gelombang partikel oleh

kondisi   2 L , besar momentum juga dibatasi oleh nilai tertentu. Kita dapat peroleh nilai-
n
nilai momentum tersebut dengan menggunakan

h h nh
p , sehingga p  
 2L / n 2L

Jika digunakan p = m.v, kita peroleh harga energi kinetik yang diperbolehkan dari
persamaan

p 2 nh / 2 L   h2  2
2
En  1 / 2mv 
2
   n
2 
(3.7)
2m 2m  8mL 
Seperti telah dipelajari dalam fisika dasar, setiap titik pada gelombang berdiri
berosilasi dengan frekuensi yang sama, tetapi amplitudo osilasi (y) tergantung pada jarak x
yang diukur dari salah satu ujung. Posisi titik pada gelombang berdiri adalah

y  x   A sin kx 
2 2L
jika A adalah amplitudo maksimum dan k = adalah bilangan gelombang serta   ,
 n
maka

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


44
2 2 
k  n , (3.8)
 2L / n L
 nx 
sehingga fungsi gelombang untuk gelombang berdiri adalah y  x   A sin  
 L 
Tinjau partikel dalam kotak, misalkan dinding kotak “rigid” sempurna sehingga
probabilitas partikel menembus dinding nol. Hal ini setara dengan fungsi gelombang   x 
nilainya nol pada dinding dan di luar dinding. Maka kita dapat menuliskan dan berlaku
syarat batas
  x   0 untuk x = 0 dan untuk x = L.

Jika dianalogikan dengan gelombang berdiri pada tali, maka fungsi gelombangnya adalah
 nx 
  x   A sin   ; untuk n = 1, 2, 3 ...
 L 

dan A adalah nilai maksimum dari fungsi gelombang. Hal ini menunjukkan bahwa untuk
semua partikel yang terangkap dalam kotak dan mempunyai panjang de Broglie, 
ditunjukkan dengan gelombang sinusioda.

Energi kinetik partikel


 h2 
E  n 
2
 , yang memperlihatkan energi terkuantisasi.
2 
 8mL 

Keadaan energi terendah (ground state) bila n = 1, diperoleh

h2
E1  , energi pada keadaan dasar (ground state  0)
8mL2

Menurut teori kuantum partikel tidak pernah diam dalam kotak. Bila partikel berada dalam
ruang (terperangkap), partikel mempunyai energi minimum (the zero- point energy).
Dari persamaan energi kinetik diatas, semakin kecil ruangan, semakin besar the
2
zero- point energy, dimana E1 berbanding lurus dengan 1/L . Energi keadaan lainnya

ditentukan dengan En  n 2 E1 , jika n = bilangan kuantum (satu dimensi), syarat batas pada

fungsi gelombang dimana   x  pada x = 0 dan x = L.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


45

Contoh 1:
Tentukan energi dalam keadaan dasar dari suatu elektron yang terkurung dalam kotak satu dimensi dengan
panjang L = 0,1 nm.

Penyelesaian:
Energi dalam keadaan dasar (ground state)

E1 
hc 2 atau E1 
h2
,
8mc 2 L2 8mL2

karena hc = 1240 eV. nm; dan mc2 = 0,511 MeV

E1 
1240eV .nm 2  37,6eV .
85,11x10 4 eV 0,1nm 
2

Contoh 2.
Sebuah elektron terkurung dalam kotak dengan lebar 1,00 x 10-8 m. Berapakah kemungkinan energinya ?.

Penyelesaian.
h2 2
Energi yang diizinkan E n  n , jika n = 1, 2, 3, ....
8mL2
6,63x10 34
j.s 
2

xn 2  6,03x10 22 Jxn 2 .


  
= 2
31 8
8 9,11x10 kg 1x10 m

Karena 1 eV = 1,60 x 10 -19 J.


6,03x10 22 J
En 
1,60 x10 19 J / eV

 3,77 x10 3 eV n 2 . 
Untuk n = 1, E1 = (3,77 x 10 -3 eV) x 1 = 3,77 x 10 -3 eV.
Untuk n = 2, E2 = (3,77 x 10 -3 eV) x 4 = 1,51 x 10 -2 eV.
.... dst...

Contoh 3. A Bound Electron


Sebuah elektron dimasukkan dalam ruangan tertutup dengan dinding yang tidak dapat ditembus dengan
jarak 0,2 nm. Tentukan tingkat energi untuk keadaan n = 1, 2 dan 3.

h2 2
Penyelesaian: Dari persamaan E n  2
n , jika m = 9,11 x 10-31 kg, dan L = 0,2 nm = 2 x 10-10 m.
8mL
h2
Untuk n =1, kita peroleh E1 
-18
2
= 1,51 x 10 J = 9,42 eV.
8mL

Untuk n = 2, kita peroleh E2 = 4 E1 = 37,7 eV.

Untuk n = 3, kita peroleh E3 = 9 E1 = 84,8 eV.

Meskipun model ini agak konvensional, dapat digunakan untuk menjelaskan sebuah elektron yang
terperangkap dalam kristal atau tingkat energi dari nukleoun dalam suatu inti

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


46

Contoh 4. A macroskopic Object


Sebuah benda dengan massa 1 mg dibatasi bergerak diantara dua dinding yang terpisah sejauh 1 cm. (a)
Hitunglah laju minimum dari benda, dan (b) Jika laju benda adalah 3 x 10-2 m/s, tentukanlah nilai n yang
bersesuain.

Penyelesaian:
(a). Laju minimum terkait dengan keadaan yang ditunjukkan oleh n =1. Dengan menggunakan
h2 2
persamaan E n  n dan n = 1 menghasilkan zero-point energy.
8mL2
h2
E1  2
-58
= 5,49 x 10 J.
8mL
2 2 -58
Karena E = ½ mv , kita peroleh v sebagai berikut ½ mv = 5,49 x 10 J.


 2 5,49 x10 58 J 
v
 1/ 2

 3,31x10 26 m / s .
6 
 1x10 kg 

Berdasarkan hasil perhitungan ini, benda dianggap diam jika dipandang dari sudut makroskopik.
2 -10
(b). Jika laju benda 3 x 10-2 m/s, energi kinetik benda E = ½ mv = 4,5 x 10 J.
Karena E n  n 2 E1 dan E1 = 5,49 x 10 J , kita peroleh bahwa
-58

n 2 E1  4,5 x10 10 J

1/ 2
 4,5 x10 10 J 
n     9,1x10 23
 E1 

Contoh 5. Model of an Atom.


Suatu atom dapat dipandang sebagai sejumlah elektron yang bergerak disekita inti yang bermuatan
positif, dimana elektron mengalami gaya tarik-menarik Coulomb dengan inti. Sumur potensial dari
setiap elektron seperti digambarkan. Gunakan model sebuah partikel dalam kotak untuk memperkirakan
energi (dalam eV) dperlukan untuk memindahkan elektron dari keadaan n =1 ke keadaan n =2, anggap
atom mempunyai jari-jari 0,1 nm.

h2 2 U(r)
Penyelesaian : Kita gunakan pers. En  n da 0 r
8mL2
gunakan panjang kotak L = 0,2 nm (diameter atom) En

dan m = 9,11 x 10-31kg, diperoleh E3

E2
h2
En  ( 2
)n 2 = (1,51 x 10-18) n2 J = 9,42 n2 eV .
8mL E1

Maka perbedaan energi diantara keadaan n =1 dengan Panjang gelombang foton dapat dihitung yang
n = 2 adalah menyebabkan perpindahan, dengan
menggunakan fakta E  hc / 
E  E 2  E1  9,42(2) 2  9,42(1) 2  28,3eV
hc
 =4,39 x 10-18 m = 43,9 nm
E

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


47

MODUL 4

Pendahuluan

Struktur atom dianalogikan seperti sistem tata surya. Jarak inti dengan e sebesar 0,1
-15
nm atau 100.000 fm ( 1 fm = 10 m). Sifat-sifat kimia dan fisika dari suatu unsur ditentukan
oleh jumlah dan susunan elektron dalam atom. Elektron berada dalam kulit, kulit pertama
terdapat 1 s.d 2 elektron, kulit kedua 4 kali jumlah e pada kulit pertama, kulit ketiga 9 kali
jumlah e pada kulit pertama.
Postulat Bohr merupakan modifikasi terhadap hukum-hukum EM klassik.
1. Dalam sistem atom, elektron tidak memancarkan radiasi (energi) sewaktu mengorbit inti
atom. Lintasan (orbit) tersebut disebut lintasan stasioner (orbit stabil).
2. Pemancaran (transmisi) dan penyerapan (absorbsi) gelombang EM dalam suatu atom bila
elektron berpindah dari keadaan stasioner ke keadaan lain.
h. f  Ei  E f , jika f = frekuensi foton yang dilepaskan atau diserap dan Ei dan Ef
adalah energi dalam orbit awal dan akhir.

1. Persamaan Schrodinger.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, fungsi gelombang untuk gelombang de Broglie
harus memenuhi persamaan yang dikembangkan oleh Schrodinger (1927). Masalah yang
mendasar dalam mekanika gelombang adalah bagaimana menentukan solusi dari
persamaan ini, yang pada gilirannya untuk menghasikan fungsi gelombang yang
diperbolehkan dan tingkat energi dari sistem.
Pada pelajaran sebelumnya kita telah diskusikan bentuk umum persamaan
gelombang untuk gelombang yang berpindah sepanjang sumbu x. Bentuk umum ini adalah

 2 1  2
 ...............................................................(4.1)
x 2 v 2 t 2

dimana v adalah laju gelombang dan fungsi gelombang  tergantung pada x dan t.
Dalam penjelasan gelombang de Broglie, dibatasi pembicaraan pada sistim yang
terbatas yang total energinya E tetap konstan. Karena E = hf, frekuensi dari gelombang de
Broglie berkaitan dengan partikel yang juga tetap. Dalam kasus ini, kita dapat tunjukkan

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


48
ungsi gelombang  (x,t) sebagai perkalian suatu suku yang tergantung hanya pada x dan
suatu suku yang tergantung pada t. Maka,

 (x,t) =  (x) cos(ωt) ..................................................(4.2)

Hal ini analog dengan kasus gelombang berdiri pada tali, dimana fungsi gelombang
ditunjukkan oleh y(x,t) = y(x) cos ωt. Fungsi gelombang yang tergantung pada frekuensi
adalah sinusioda karena frekuensi diketahui. Subsitusikan persamaan (4.2) ke persamaan
(4.1) diperoleh

 2 2 
cos(t )   2  cost 
x 2 v 

 2 2 
   2 
x 2  v 
... .......................................................(4.3)

Ingat bahwa ω = 2πf = 2πv/λ dan, untuk gelombang de Broglie, p = h/λ. Oleh karena itu

 2  2  4 2 2 p 2
2

   2 p  2
v2    h 
Selanjutnya kita dapat tunjukkan energi total sebagai penjumlahan energi kinetik dengan
energi potensial:
p2
E = K + U = ½ mv 2 + U =  U , sehingga p 2  2m( E  U )
2m
 2 p 2 2m
dan  2  2 E  U  , kita subsitusikan hasil ini ke persamaan (4.3), diperoleh
v2  

 2
  2 E  U 
2m ...................................................................(4.4)
x 2

Persamaan (4.4) merupakan persamaan Schrodinger tidak tergantung pada waktu jika
diterapkan terhadap suatu pertikel yang terbatas bergerak sepanjang sumbu x. Pada
prinsipnya, jika energi potensial U(x) diketahui untuk sistem, kita dapat menyelesaikan
persamaan (4.4) dan memperoleh fungsi gelombang dan energi untuk keadaan yang
diperbolehkan. Karena U berubah-ubah terhadap posisi, penting menyelesaikan persamaan
dalam daerah yang berbeda-beda. Dalam prosesnya, fungsi gelombang untuk daerah yang
berbeda-beda harus tersambung pada daerah batas. Dengan kata lain, kita membutuhkan
bahwa  (x) bersifat kontinu. Selanjutnya, agar  (x) memenuhi kondisi normalisasi , kita

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


49
butuhkan bahwa  (x) mendekati nol ketika x mendekati   . Akhirnya,  (x) harus bernilai
tungga (single-valued) dan d /dt harus juga kontinu untuk nilai U(x) tak hingga.

Partikel Dalam Sebuah Kotak


Kita akan menggunakan persamaan persamaan Schrodinger untuk permasalahan sebuah
partikel dalam ktak satu dimensi dengan lebar L (gambar). Dinding-dinding ktak tingginya
tak hingga, yang terkait dengan U (x) =  untuk x = 0 dan x = L. Energi potensial konstan di
dalam kotak, tetapi digunakan U = 0 dalam daerah ini. Maka dalam daerah 0  x  L , kita
dapat tunjukkan persamaan Schrodinger dalam bentuk

d 2 2mE
  2    k 2
dx 2
 ..............................................(4.5)

k  2mE /  ,

∞ ∞

0 L
x
Gambar 1: Diagram kotak satu dimensi
Dengan panjang L dan tinggi
Dinding tak-hingga

Karena dinding-dinding tak-hingga tingginya, partikel tidak dapat berada diluar kotak.
Akibatnya,  (x) harus bernilai nol di luar kotak dan di dinding. Solusi persamaan (4.5) yang
memenuhi syarat batas  (x) = 0 pada x = 0 dan x = L adalah :

 ( x)  A sin(kx) .....................................(4.6)
Catatan:
Kondisi batas pertama,  (x) =0 dipenuhi oleh persamaan (4.6) karena sin 00 = 0.
Kondisi batas kedua,  (L) = 0 dipenuhi hanya jika kL adalah kelipatan dari π, yaitu, jika kL

= n π, dimana n adalah bilangan bulat (integer). Jika k  2mE /  , kita peroleh

2mE
k  2mE /  kL  L  n

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
50
Dengan menyelesaikang persamaan (4.5) untuk energi yang diperbolehkan E diperoleh

 h 2 ...........
En   n 2
2 
.....................................................................(4.7)
 8mL 

Hasil ini sesuai dengan persamaan sebelumnya. Permasalahan yang belum dapat
diselesaikan adalah normalisasi konstan A untuk masalah ini sama dengan (2/L)1/2

Contoh 1: Tinjau sebuah elektron (m = 9,1 x 10 -31 kg) dipaksa oleh gaya listrik untuk bergerak diantara dua
dinding yang terpisah sejauh 1,0 nm, yang merupakan lima kali diameter atom. Tentukan nilai energi
terkuantisasi untuk keadaan stasioner terendah.

Penyelesaian : Dari persamaan (4.7), untuk n = 1, kita peroleh


 h2  2
En   n
2 
 8mL 

E
6,6 x10 34
J .s 
2

12 = 6,0 x 10-20 J = 0,38 eV.



(8) 9,1x10 31

kg 1,0 x10 m 9

2

Contoh 2. Tinjau sebutir debu (m = 1 μg = 1 x 10-9 kg) dipaksa untuk bergerak diantara dua dinding tegar
yang dipisahkan oleh jarak 0,1 mm. Lajunya hanya 1 x 10 -6 m/s, sehingga membutuhkan 100 sekon untuk
melintasi gap antara dua dinding. Berapa bilangan kuantum yang menjelaskan gerakan benda tersebut.

Penyelesaian :
Energi adalah E ( =K ) = ½ mv2 = ½ (1 x 10-9 kg) (1 x 10 -6 m/s)2 = 5 x 10 -22 J.
 h2  2
Dari persamaan E n   n diperoleh
2 
 8mL 
L
n  8mE  3 x1014 .
h
Contoh 3.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


51
Partikel dalam Sumur dengan Tingginya Tertentu

Tinjau sebuah partikel yang terletak dalam sumur potensial dengan tingginya tertentu
(U) dan lebarnya L, ditunjukkan dalam gambar 2. Titik energi bernilai NOL berada di dasar
sumur. Jika energi E dari partikel lebih kecil dari U, secara klassik partikel secara permanen
terikat dalam daerah 0< x < L. Namun, menurut mekanika kuantum, adanya suatu
probabilitas tertentu partikel dapat ditemukan di luar daerah ini. Maka, fungsi gelombang
secara umum bernilai nol di luar sumur, dalam daerah I dan II, maka kerapatan probabilitas
juga NOL dalam daerah ini.

I II III
U E

0 L
x
Gambar2: Diagram sumur energi potensial U
dengan tinggi tertentu dan panjang L.
Energi E dari partikel kecil dari U

Dalam daerah II, dimana U = 0, fungsi gelombang yang diperbolehkan adalah


sinusoida karena fungis gelombang menunjukkan solusi persamaan (4.5). Tetapi, syarat
batas tidak mengharuskan lagi  harus NOL di dinding-dinding sumur, seperti halnya pada
kasus dinding tak hingga.
Persamaan untuk daerah I dan III dapat dituliskan

d 2 2m(U  E )
  ....................................................................(4.8)
dx 2 2

Karena U > E, kefisien pada ruas kanan persamaan (4.8) harus positif. Oleh karena itu, kita
dapat menunjukkan persamaan (4.8) dalam bentuk

d 2
2
 C 2 ..........................................................................(4.9)
dx

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


52
dimana C 2  2 m (U  E ) /  2 adalah suatu tetapan positif dalam daerah I dan III. Maka

solusi umum dari persamaan (4.9) adalah   Ae Cx  Be  Cx , jika A dan B adalah konstan.
Kita dapat menggunakan solusi ini sebagai titik awal untuk menentukan bentuk solusi
yang tepat untuk daerah I dan III. Fungsi yang kita pilih untuk solusi kita harus tetap
mempunyai nilai tertentu (finite) meliputi seluruh daerah yang ditinjau. Dalam daerah I,
–Cx
dimana x < 0, kita harus abaikan besaran Be . Dengan kata lain, kita harus tetapkan
bahwa B=0 dalam daerah I untuk menghindari nilai tak-tentu untuk  terhadap nilai x yang
terbesar dalam arah negatif. Sebaliknya, dalam daerah III, dimana x > L, kita harus abaikan
suku Ae Cx, hal ini dapat diperoleh dengan menetapkan A = 0 dalam daerah ini. Pilihan ini
menghindari nilai tak-tentu untuk  terhadap nilai x positif besar, Maka, solusi dalam
daerah I dan III adalah
 I  Ae Cx untuk x < 0
dan
 III  Be  Cx untuk x > L
Dalam daerah II fungsi gelombang adalah sinusoida dan mempunyai bentuk umum
 II ( x)  F sin(kx)  G cos(kx)
dimana F dan G adalah konstan.
Hasil ini menunjukkan bahwa fungsi gelombang dalam daerah luar berkurang secara
eksponensial terhadap jarak. Pada nilai x negatif besar nilai  I mendekati nilai NOL secara
eksponensial, dan pada x positif besar nilai  III mendekati NOL secara eksponensial.
Fungsi-fungsi ini, bersamaan dengan solusi sinusoida dalam daerah II, ditunjukkan dalam
gambar berikut ini keadaan-keadaan tiga pertama. Dalam menentukan fungsi gelombang
yang lengkap, kita persyaratkan bahwa
d I d II
I= II dan  , pada x = 0
dx dx
dan
d II d III
 II =  III dan  , pada x = L\
dx dx

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


53

Gambar 4
(a) Fungsi gelombang pada tiga keadaan energi terendah (b) Kerapatan probabilitas dari tiga keadaan energi terendah
untuk sebuah partikel dalam sumur potensial dengan untuk sebuah partikel dalam sumur potensial dengan tinggi
tinggi tertentu (finite) tertentu

Gambar 4 (b) menunjukkan grafik kerapatan probabilitas untuk tiga keadaan energi
terendah. Perhatikan bahwa setiap kasus fungsi gelombang terhubung secara smooth
pada batas sumur potensial. Kondisi daerah batas ini dan grafik berasal dari persamaan
Schrodinger. Jika diselidiki gambar 4 (a) menunjukkan bahwa fungsi gelombang tidak sama
dengan NOL pada dinding-dinding sumur potensial dan dalam daerah luar (exterior). Oleh
karena itu, kerapatan probabilitas tidak sama dengan NOL pada titik-titik tersebut. Faktanya
bahwa  tidak sama dengan NOL pada dinding-dinding yang bertambah panjang
gelombang de Broglie dalam daerah II (bandingkan kasus partikel dalam sumur potensial
dengan kedalam infinite), dan hal ini menyebabkan energi dan momentum partikel lebih
rendah.

Osilator Hamonis Sederhana

Tinjau masalah sebuah partikel yang bekerja padanya gaya pemulih linier F = -kx,
dimana x adalah perpindahan partikel dari posisi kesetimbangan (x = 0) dan k adalah
konstanta gaya. Gerak partikel yang dikenai gaya demikian disebut gerak harmonis
sederhana. Energi potensial sistem ditunjukkan oleh
1 2 1
U kx  m 2 x 2
2 2

jika frekuensi getaran angular   k / m .

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


54
Secara klassik, jika partikel dipindahkan dari posisi kesetimbangannya dan dilepaskan,
partikel akan berosilasi diantara titik-titik x = -A dan x = A, jika A adalah amplitudo gerak.
Oleh sebab itu, energi totalnya E ditunjukkan oleh
1 2 1
E  K U  kA  m 2 A 2
2 2
Dalam model klassik, harga E dapat dimungkinkan dan energi total dapat menjadi NOL jika
partikel dalam kedaan diam pada x = 0.
Persamaan Schrodinger untuk masalah ini diperoleh dengan mensubsitusikan
U = ½ m ω2 x2 ke dalam persamaan (4.4). Hal ini menghasilkan

d 2  2mE   m  2 2 
   2     x  ..................................................(4.10)
dx 2       

Secara matematis fungsi gelombang adalah

  Be  Cx ..............................................................(4.11).
2

Jika disubsitusikan fungsi ini ke dalam persamaan (4.10), diperoleh persamaan (4.11)
adalah sebagai pemenuhan solusi ke dalam persamaan Schrodinger yang menghasilkan
bahwa
m
C ,
2
dan
E  1 2 . ................................................................(4.12)
Persamaan (4.12) merupakan gambaran kedaan dengan energi yang terendah, 1 2 . ,
m
yaitu energi sistem titik NOL (zero). Karena C  , dengan mengikuti persamaan (4.11)
2
bahwa fungsi gelombang untuk kedaan ini adalah

  Be  m / 2 x
2

................................................. (4.13)

Persamaan (4.13) merupakan fungsi gelombang untuk keadaan ground state dari osilatr
harmonis sederhana. Catatan, bahwa persamaa (4.13) hanya satu solusi untuk persamaan
(4.10). Sedangkan solusi lainnya yang menjelaskan keadaan eksitasi lebih kompleks dan
akan dijelaskan pada matakuliah Fisika Kuantum. Namun, semua solusinya mempunyai
 Cx 2
bentuk faktor eksponensial, e , dikalikan dengan polinomial dalam x.
Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA
55
Tingkat energi dari suatu osilator harmonis terkuantisasi, seperti yang diharapkan.
Kedaan energi yang bilangan kuantumnya adalah n diberikan oleh

En  n  1 2  ..............................................................(4.14)

Dalam hal ini n = 0, 1, 2, 3, ... sehingga, kedaaan n = 0 berkaitan dengan keadaan dasar
(ground state), yang energinya adalah E0  1 2  ; kedaan n = 1 berkaitan dengan kedaan

teraksitasi, yang energinya diberikan oleh E1  1 2  ; dan seterusnya. Diagram tingkat


energi untuk sistem ini ditunjukkan dalam gambar (5). Catatan jarak pemisah antara tingkat
energi dengan berikutnya adalah sama yang ditunjukkan oleh

E   .....................................................................(4.15)

U(x)

E3 = /2 
7

E   E2 = /2 
5

E1 = /2 
3

E0 = /2 
1

x
Gambar 5 : Diagram tingkat energi untuk suatu Osilator harmonis sederhana
Perhatikan bahwa tingkat-tingkat energi sama jaraknya dan ruangnya, dengan
pemisah sama dengan  . Titik energi nol sama dengan E0 .

Partikel dalam Kotak Tiga Dimensi


Pada pelajaran sebelumnya, kita telah membahas bagaimana mekanika kuantum
dapat digunakan untuk menjelaskan gerak satu dimensi. Meskipun, permasalahan satu
dimensi menjelaskan sifat-sifat dasar suatu sistem seperti kuantisasi energi, adanya
baiknya kita membicarakan masalahan tiga dimensi untuk memahami penerapannya dalam
matakuliah fisika zat padat dan fisika inti.
Dalam tiga dimensi persamaan Schrodiner tak gayut waktu ditunjukkan oleh

 2  2  2 2m
   2 U  E  ........................................................(4.16)
x 2 y 2 z 2 

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


56
Dalam hal ini  dan U tergantung pada semua tiga koodinat x, y dan z.
Tinjau sebuah partikel yang dibuat bergerak dalam kotak kubus dengan panjang sisi-
sisinya L (gambar 6) dan anggap bahwa dinding-dinding kotak adalah kaku (rigid).
Potensial dibuat NOL didalam kotak dan tak-tentu (infinite) diluar. Pada kondisi ini, fungsi
gelombang harus bernilai NOL di dinding-dinding kotak dan diluar kotak. Di dalam kotak,
fungsi gelombang dapat dituliskan sebagai perkalian tiga fungsi, satu hanya tergantung
pada x saja, satu berikutnya hanya tergantung hanya pada y saja, dan satu terakhir hanya
tergantung hanya pada z. Maka,
 ( x, y, z )   1 ( x) 2 ( y ) 3 ( z ) ,
dalam hal ini masing-masing fungi adalah fungsi sinus. Sebagai contoh,  1 (x) adalah
fungsi sin (kx x) dimana kx adalah bilangan gelombang. Selanjutnya, kita membutuhkan
bahwa k x L  n x untuk memenuhi syarat batas bahwa  1(x) = 0 pada x = 0 dan pada x = L,

Dengan juga,  2 (y) adalah fungsi sin (ky y), dan  3 (z) adalah fungsi sin (kz z). Oleh sebab
itu fungsi gelombang lengkap yaitu dalam bentuk

  x, y, z  A sink x x sin k y y sin k z z  ........................................(4.17)

Bilangan gelombang dibatasi pada nilai

k x  n x / L
k y  n y / L
....................................................................(4.18)
k z  nz  / L

Dalam hal ini nx, ny, dan nz semuanya bilangan bulat (integer). Dengan mensubsitusikan
persamaan (4.17) ke (4.16), kita peroleh energi partikel yang ditunjukkan oleh

E
2
2m

kx  ky  kz
2 2 2

Karena bilangan gelombang dibatasi pada nilai-nilai yang diberikan leh persamaan (4.18),
kita ketahui bahwa energi dapat ditunjukkan

E
 2 2
2mL2

nx  n y  nz
2 2 2
 ................................................(4.19)

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


57

L
y
L
L
x Gambar 6 : Sebuah partikel dibuat bergerak dalam
dalam kotak kubus dengan panjang sisinya L.
Di dalam kotak, U = 0. Energi potensial takhingga
di dinding dan diluar kotak

Hasil ini menunjukkan bahwa fungsi gelombang dan energi tergantung pada tiga
bilangan kuantum nx, ny, dan nz. Bilangan-bilangan kuantum ini berasal dari syarat batas
yang disyaratkan pada  untuk setiap koordinat-koordinat. Meskipun bilangan kuantum ini
bebas dari setiap kasus ini, secara umum permasalahan tiga dimensi koordinat dapat saling
tidak tergantung.
Keadaan dasar (ground state) dari suatu partikel dalam kotak tiga dimensi berkaitan
dengan kasus bila nx= ny = nz= 1. Fungsi gelombang dan energi untuk keadaan ini, seperti
diperoleh dari persamaan (4.17) dan (4.19), ditunjukkan oleh

 x   y   z 
 1,1,1  A1 sin  sin  sin  
L  L L
Ground State
3 
2 2
E1,1,1 
2mL2

\Tingkat eksitasi pertama dapat diperoleh dengan kombinasi berbeda dari tiga nx, ny , dan nz
Maka, kita peroleh energi yang sama untuk tiga kombinasi nx= 2, ny = 1, nz= 1 atau
nx= 1, ny = 2, nz= 1 atau nx= 1, ny = 1, nz= 2. Energi yang berkaitan untuk tiga keadaan ini,
menurut persamaan (4.19), diberikan oleh
6 2 2
E1,1,1  E1, 2,1  E1,1, 2 
2mL2
Catatan setiap kedaan mempunyai suatu fungsi gelombang yang berbeda. Contohnya,
keadaan nx= 1, ny = 2, nz= 1 mempunyai bentuk

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


58
 x   y   z 
 1, 2,1  A2 sin  sin  sin 
L L L

Tabel 1. Bilangan kuantum untuk tingkat energi yang bervariasi dan degerasi
tingkat energi untuk sebuah partikel yang diperangkap dalam kotak
kubus dengan panjang sisi-sisinya L .

nx ny nz n2 Degenerasi
1 1 1 3 Tidak ada

1 1 2 6
1 2 1 6 Tiga lipat
2 1 1 6

1 2 2 9
2 1 2 9 Tiga Lipat
2 2 1 9

1 1 3 11
1 3 1 11 Tiga lipat
3 1 1 11

2 2 2 12 Tidak ada
Catatan : n n n n
2 2
x
2
y
2
z

Gambar 7 adalah diagram tingkat energi yang menunjukkan lima tingkat energi pertama
dalam kotak dimensi tiga, dan tabel 1 urutan bilangan kuantum dan degenerasi lima tingkat
energi pertama.

n2 Degenerasi
4 E0 12 tidak ada
11
/3 E0 11 3

3E0 9 3 3 2 2
E0 
2mL2
2E0 6 3

E0 3 tidak ada

Gambar 7. Diagram tingkat energi untuk sebuah partikel


yang dibatasi bergerak dalam kotak kubus.
Perhatikan hampir semua tingkat energi terdegenerisasi

Bilamana keadaan berbeda (dikarakteristikkan oleh fungsi panjang gelombang


berbeda) mempunyai energi yang sama, tingkat energi yang terkait dengan keadaan-
keadaan tersebut dikatakan menjadi “terdegenerasi” (degenerate). Sistem ini mempunyai
tingkat degenerasasi karena derajat simetrisnya tinggi dalam permasalahan yang
diakibatkan oleh fakta bahwa kotak adalah kubus. Degenerasasi ini dalam tingkatan
seharusnya berpindah jika sisi-sisi kotak tidak sama panjangnya. Kenyataannya, derejat
terbelahnya (splitting) tingkatan bertambahan ketika derajat tidak simetrisnya bertambah.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


59

Contoh: Keadaan Eksitasi Kedua


Tentukan fungsi gelombang dan energi untuk tingkat eksitasi kedua dari suatu partikel dalam ktak
kubus dengan panjang sisinya L.

Pemecahan :
Tingkat eksitasi kedua berkaitan dengan tiga kombinasi bilangan kuantum yang diberikan oleh
nx= 2, ny = 2, nz= 1 atau nx= 2, ny = 1, nz= 2, atau nx= 1, ny = 2, nz= 2. Fungsi gelombang yang
berkaitan adalah
 2x   2y   z 
 2, 2,1  A sin   sin   sin  
 L   L  L
 2x   y   2z 
 2,1, 2  A sin   sin   sin  
 L  L  L 
 x   2y   2z 
 1, 2, 2  A sin  sin   sin  
L  L   L 

Hal ini menunjukkan bahwa tingkatnya mempunyai degerasi lipat tiga (threefold), sebagaimana
dalam tingkatan eksitasi pertama. Dari persamaan (4.19), kita ketahui bahwa energi setiap kedaan-
keadaan ini diberikan oleh
9 2 2
E 2, 2,1  E2,1, 2  E1, 2, 2 
2m

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


60
MODUL 5
FISIKA ATOM

1. ATOM HIDROGEN
Atom hidrogen terdiri dari suatu elektron dan satu proton. Model atom Bohr
menjelaskan pada kita bahwa elektron sebagai partikel yang mengelilingi (orbit) inti dalam
tingkat energi yang terkuantisasi. Model de Broglie menjelaskan e sebagai gelombang
dengan menganggap e sebagai gelombang resonansi dalam oribit-orbit yang diizinkan.
Deskripsi gelombang berdiri dapat mengatasi keberatan pada postulat Bohr.
Fungsi energi potensial untuk atom hidrogen ditunjukkan oleh

e2
U r    k ...................................................... (3.1)
r

jika k adalah konstanta Coulomb, dan r adalah jarak dari proton ke elektron.
Menurut mekanika kuantum, energi dari keadaan yang diizinkan diperoleh dari

 mk 2 e 4  1  13,6
En    =
2  2
eV, ... ..............................................(3.2)
 2   n n 2

jika n = 1, 2, 3, ...
Dalam kasus satu dimensi, hanya satu bilangan kuantum diperlukan untuk
menjelaskan keadaan stasioner. Dalam kasus tiga dimensi, tiga bilangan kuantum yang
diperlukan untuk setiap keadaan stasioner yang terkait dengan tiga derajat kebebesan
untuk e . Tiga bilangan kuantum tersebut ditunjukkan oleh n, l , ml. Bilangan kuantum “n”
disebut bilangan kuantum utama, bilangan kuantum “l” disebut bilangan kuantum orbital,
dan bilangan kuantum “ml “ disebut bilangan kuantum magnetik orbital.
Hubungan ketiga bilangan kuantum dan batasan nilai-nilainya ditunjukkan oleh
Nilai n mempunyai interval dari 1 ke 
Nilai l mempunyai interval dari 0 ke (n -1)
Nilai ml mempunyai interval dari – l ke l .
Contoh : Jika n = 1, hanya l = 0 dan ml = 0 diizinkan
Jika n = 2, nilai l dapat bernilai 0 atau 1; jika l = 0, maka ml = 0, tetapi jika l = 1,
maka ml dapat bernilai 1, 0, atau -1.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


61
Tabel 3.1 menunjukkan aturan-aturan untuk menentukan nilai-nilai yang diizinkan dari l dan
ml untuk suatu nilai n yang diberikan.

Tabel 3.1 Tiga Bilangan kuantum untuk atm Hidrogen


Bilangan Nama Nilai yang Jumlah keadaan
Kuantum diizinkan
n Bilangan kuantum utama 1, 2, 3, ... Sembarang bilangan
l Bilangang kuantum orbital 0, 1, 2, ... (n-1) n
ml Bilangan kuantum magnetik -l , - l +1, ... 0,... 2l +1
orbital , l -1, , -l

Semua keadaan dengan bilangan kuantum utama yang sama dikatakan untuk
membentuk kulit. Kulit-kulit ini diidentifikasi dengan huruf K, L, M, N, O, P,... yang
menunjukkan keadaan untuk n = 1, 2, 3,... Sebaliknya keadaan yang mempunyai nilai yang
sama dari n dan l dikatakan untuk membentuk sub kulit (subshell). Huruf s, p, d, f, g, h, ...
digunakan untuk menunjukkan keadaan untuk l = 0, 1, 2, 3,.... Notasi ini diringkas dalam
tabel 3.2. Sebagai contoh, keadaan yang ditunjukkan oleh 3p mempunyai bilangan kuantum
n =3 dan l = 1 ; keadaan 2s mempunyai bilangan kuantum n = 2 dan l = 0.

Tabel 3.2 Notasi Shell dan Subshell


n Simbol l Simbol
shell subshell
1 K 0 s
2 L 1 p
3 M 2 d
4 N 3 f
5 O 4 g
6 P 5 h
... ... ... ..

Keadaan yang melanggar aturan yang ditunjukkan pada tabel 3.1 tidak dapat terjadi.
Misalnya, satu keadaan yang tidak dapat ada adalah keadaan 2 d, yang seharusnya n = 2
dan l = 2. Keadaan ini tidak diperbolehkan karena nilai tertinggi yang diperbolehkan dari l
adalah n – 1, atau 1 dalam kasus ini. Maka untuk n = 2, 2s dan 2 p adalah keadaan yang
diperbolehkan tetapi 2d, 2f, ...tidak. Untuk n = 3, keadaan yang diperbolehkan adalah 3s,
3p, dan 3d.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


62

Contoh 1. Tingkat n =2 Atom Hidrogen


Tentukan jumlah keadaan dalam atom hidrogen yang terkait dengan bilangan kuantum utama n = 2 dan
hitung juga energi untuk keadaan ini.

Penyelesaian.
Untuk n = 2, l dapat mempunyai nilai 0 dan 1
Untuk l = 0, ml hanya mempunyai nilai 0
Untuk l = 1, ml dapat mempunyai nilai -1, 0, atau 1.

\ Maka, kita peroleh satu keadaan yang ditunjukkan sebagai keadaan 2s yang terkait dengan bilangan luatum
n = 2, l = 0, dan ml = 0, dan tiga keadaan yang ditunjukkan sebagai keadaan 2p yang terkait dengan
bilangan kuantum n = 2, l = 1, ml = -1; n = 2, l = 1 ml = 0, dan n = 2, l = 1, ml = 1.

Karena semua keadaan ini mempunyai bilangan kuantum utama yang sama, maka keadaan tersebut
mempunyai energi yang sama yaitu n = 2.
13,6
E2   eV = -3,4 eV.
22
Latihan 1. Berapa banyak keadaan yang mungkin untuk n = 3 dari atom hidrogen ?.Untuk tingkat n = 4 ?.

3. BILANGAN KUANTUM MAGNETIK SPIN

Contoh 1 memberikan penjelasan bagaimana kita dapat memanipulasi bilangan


kuantum. Sebagai contoh, ditemukan bahwa ada empat keadaan yang berhubungan
dengan bilangan kuantum utama n = 2. Seperti kita diskusikan dalam pokok bahasan ini,
sesungguhnya terdapat delapan keadaan daripada empat kedaan. Hal ini dapat dijelaskan
dengan keberadaan bilangan kuantum keempat untuk setiap keadaan, yang disebut
bilangan kuantum magnetik spin.
Perlunya bilangan kuantum baru ini disebabkan adanya sifat-sifat aneh dalam
spektrum gas tertentu, misalnya uap sodium. Pengamatan secara teliti terhadap garis
spektrum sodium menunjukkan bahwa garis-garis ini terdiri dari dua garis yang sangat
berdekatan. Panjang gelombang garis-garis ini terdapat dalam daerah yellow yaitu 589,0
nm dan 589,6 nm. Dalam tahun 1925, ketika pertama kalinya peristiwa ini diamati, teri
struktur atom tidak dapat menjelaskan mengapa ada dua garis. Untuk mengungkap rahasia
ini, Samuel Gudsmidt dan George Uhlenbeck, berdasarkan saran Wolfgang Pauli,

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


63
mengusulkan bilangan kuantum baru yang disebut bilangan kuantum spin, harus
ditambahkan ke kelompok bilangan kuantum dalam menjelaskan suatu keadaan kuantum.
Untuk menjelaskan bilangan kuantum spin, sebagaimana elektron berputar (spin)
pada sumbunya ketika elektron mengelilingi inti, seperti bumi berputar (spin) pada
sumbunya ketika bumi mengelilingi matahari. Ada dua cara elektron melakukan spin ketika
elektron mengorbit intinya (lihat gambar 1). Jika arah spin seperti gambar (1a), elektron
elektron dikatakan mempunyai spin ke atas (spin up). Jika arah elektron kebalikannya
(gambar 1.b), elektron dikatakan mempunyai spin ke bawah (spin dwon). Energi elektron
sedikit berbeda untuk kedua arah spin. Sebagaimana yang diakibatkan oleh perbedaan
energi menyebabkan perbedaan yang dapat diamati pada spektrum garis. Bilangan
kuantum yang berkaitan dengan spin elektron adalah ms= ½ untuk kedaan spin –up dan

ms= - ½ untuk kedaan spin-down.

Spin up
(ms =1/2)

Spin down
(ms = -1/2)

Gambar 1. Spin elektron dapat dalam cara


(a) ke atas (up) atau ke bawah (down)

Dalam teori kuantum, elektron dijelaskan oleh fungsi gelombang ( ). Dan,  adalah
2


probabilitas menemukan e dalam daerah tertentu. Syarat batas L = n pada fungsi
2
gelombang menunjukkan kuantisasi panjang gelombang dan frekuensi dan kuantisasi
energi elektron. Karena atom hidrogen adalah tiga dimensi, solusi persamaan gelombang
Schrodinger menunjukkan tiga bilangan kuantum. Bilangan kuantum tersebut dan nilai-
nilainya adalah
n = 1, 2, 3, ...
l = 0, 1, 2, ... (n -1)
m = -l , l +1, -l + 2, ... +l .

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


64
Bilangan n disebut bilangan kuantum utama, dikaitkan dengan ketergantungan fungsi
gelombang pada jarak r dan akibatnya terkait dengan probabilitas menemukan elektron
pada jaran tertentu dari inti.

Distribusi probabilitas (prob) untuk e dari atom


hidrogen dalam ground state (n=1) dan dalam
keadaan eksitasi n = 1 dan l = 1.

Untuk n = 1, e paling mungkin ditemukan


disekitar r = a0 disebut jari-jari orbit Bohr pertama
Untuk n = 2 dan l = 1, e paling mungkin
ditemukan disekitar r = 4 a0 disebut jari-jari orbit
Bohr kedua.
Untuk n = 3 da l = 2, e paling mungkin ditemukan
disekitar r = 9 a0 disebut jari-jari Bohr ketiga.
Bilangan sama dengan bilangan yang dipakai
untuk menamai tingkat-tingkat energi dalam
model atom Bohr.

Bilangan kuantum (n, l, m) terkait dengan keterantungan ruang (spatial) dari fungsi
gelombang. Gambar sebagai berikut menunjukkan e sebagai distribusi kerapatan muatan

e  2 untuk n = 2, l = 0, dan m=0; n = 2, l = 1, dan m = 0; n = 2, l = 0, dan m=1 atau = -1.

Grafik  untuk
2
e dalam keadaan n = 2 pada
atom hidrogen.
Untuk l = 0, 
2
simetris bola.

Untuk l = 1, dan m = 0 , 
2
sebanding dengan
2
cos θ.
Untuk l = 2, dan m = +1 , atau -1, 
2
sebanding
2
dengan sin θ.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


65
E0
Energi atom hidrogen diperoleh dari solusi persamaan Schrodinger En   Z 2 , jika
n2
Z merupakan nomor atom, dan E0 = 13,6 eV. Untuk atom-atom yang mempunyai beberapa
e , interaksi e mengarah kepada ketergantungan energi pada bilangan kuantum orbital (l ).
Semakin kecil harga l, semakin kecil energi untuk atom. Energi atom tidak tergantung pada
bilangan kuantum magnetik (m) jika atom tidak berada dalam medan magnetik.
Terbaginya tingkat energi dari suatu atom dalam medan B untuk harga m berbeda
ditemukan P. Zeeman (efek Zeemann). Keadaan energi terendah, bilangan kuantum utama
(n) berharga n = 1, l = 0, dan m=0. Energinya -13,6 eV (sama dengan model Bohr) tetapi
momentum angular (L) mempunyai nilai 0 (model Bohr = i ). Elektron dapat ditemukan di
sembarang tempat dalam atom, dengan posisimya paling ,ungkin ditemukan disekitar jari-
jari orbit Bohr r =a0 .
Untuk harga l > 3, hruf mengikuti sistem alphabet, maka g untuk l = 4, h untuk l = 5,
demikian seterusnnya. Harga n digunakan untuk kulit (shell) atau n = 1 disebut kulit K, n = 2
disebut kulit L, dan seterusnya. Konfigurasi e dibangun oleh larangan Pauli yaitu tidak boleh
dua e dalam sebuah atom dalam keadaan kuantum yang sama sehingga sehingga e tidak
boleh mempunyai harga yang sama untuk bilangan kuatum n, l , m dan ms .
Struktur tabel periodik menggunakan prinsip ekslusif Pauli dan batasan pada
bilangan kuatum
n : 1, 2, 3, ... (integer)
l : n-1 (range dari nol sampai dengan n-1)
m : 2 l +1 (harga dari – l ke +l
ms : +1/2 atau – 1/2

Unsur teringan (hidrigen) mempunyai satu elektron, energi terendah n = 1, l = 0, dan


m=0 dan ms = +½ atau – ½. Disebut 1s elektron dimana angka 1 menunjukkan n = 1, dan s
menunjukkan l = 0.
Unsur Helium (Z = 2) mempunyai dua elektron. Pada ground state, elektron berada
dalam kulit K, dengan n = 1, l = 0, dan m=0. Salah satu elektron mempunyai ms = +½ dan
2
lainnya ms = – ½. Konfigurasi elektron untuk helium adalah 1 s . Angka 1 merupakan n = 1,
s merupakan l = 0, dan 2 menunjukkan dua elektron dalam keadaan dasar. Karena l hanya
dapat bernilai 0 untuk n = 1, kedua elektron mengisi kulit K (n = 1). Energi yang diperlukan
untuk memindahkan elektron dari atom disebut energi ionisasi; untuk helium sebesar 24,6
eV.

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


66
4. BILANGAN KUANTUM MAGNETIK SPIN (Lanjutan)

Bilangan magnetik spin (ms) berhubungan erat dengan momentum angular instrinsik
elektron atau spin elektron. Momentum sudut intrinsik elektron tidak tergantung pada
momentum sudut orbital elektron. Pengamatan Wolfgang Pauli bahwa setiap garis pada
spektrum atom hidrogen terdiri dari garis yang sangat berdekatan. Garis pertama deret
Balmer yang berasal dari transisi n = 3 ke n = 2 (λ = 6563 A), garis tersebut terdiri dari dua
garis yang berdekatan sekali (dengan jarak 1,4 A).

Posisi
mula-mula
Membentuk satu garis spektrum
berasal dari gelombang EM

transisi

Pauli menyatakanbahwa kedua garis berasal dari transisi dua tingkat energi yang
sangat berdekatan. Perbedaan kedua tingkat energi ini disebabkan oleh momentum sudut
di dalam elektron (momentum sudut intrinsik)
Elektron mengelilingi inti atom, timbul medan B dan medan magnetik ini berinteraksi
medan B akibat momentum sudut intrinsik e . Hasil interaksi menimbulkan efek Zeeman
(garis-garis spektrum pecah menjadi dua). Momentum sudut intrinsik L elektron timbul
akibat puntiran e yang berputar pada sumbunya. Besar nilai L adalah
L   s s  1 , jika s = ½

Bilangan kuantum l dan m dikaitkan dengan momentum angular dari e . Bilangan kuantum l
disebut bilangan kuantum orbital. Momentum angular orbital dari e (L) ditentukan oleh l

L  l l  1  l l  1
h
2
Bilangan kuantum m disebut bilangan kuantum magnetik yang terkait dengan komponen
momentum angular. Jika arah Z dipilih untuk magnetik, komponen Z momentum angular
dari e ditunjukkan oleh
h
LZ  m  m
2
Spin elektron ditunjukkan oleh bilangan kuantum s dengan nilai ½. Bilangan kuantum ini
diperlukan untuk menjelaskan struktur spektrum garis halus dan tabel periodik. Spin

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


67
elektron ditunjukkan oleh bilangan ms dan mempunyai dua nilai +½ dan – ½ sesuai dengan
komponen arah Z spin elektron intrinsik menjadi +½  dan – ½  .
Spin elektron mempunyai momen magnetik intrinsik, muatan yang melakukan spin
setara dengan loop arus.Momen magnetik dikaitkan dengan momentum angular orbital
elektron, jika elektron bergerak dalam orbit lingkaran. Interaksi momen magenetik ini
menyebabkan penguraian garis spektrum hidrogen dan atom lainnya.

5. TABEL PERIODIK
Penerapan teori mekanika kuantum untuk atom dengan lebih satu elektron, keadaan
setiap e ditunjukkan oleh bilangan kuantum n, l, m dan ms. Energi e ditentukan oleh
bilangan n dan l, semakin rendah harga n dan l, semakin energinya. Ketergantungan energi
pada l disebabkan oleh interaksi dari e dalam atom dengan e lain. Dalam hidrogen hanya
ada satu e dan energi tidak tergantung pada l. Spesifikasi n,dan l untuk setiap e dalam
atom disebut konfigurasi e .
Huruf digunakan untuk spesifikasi dari l dari pada harga angka
s p d f g h
(sharp) (principal) (diffuse) (fundamental)
Harga l 0 1 2 3 4 5

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA


68

DRAFT BAHAN AJAR

MATAKULIAH
FISIKA MODERN
(FIS 302)

Disusun
Irwan Koto

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2017

Draft Bahan Ajar/Fismod/Irwan Koto/Fisika/JPMIPA

Anda mungkin juga menyukai