Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Urin adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal dan akan

dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinalisa. Peranan urin sangat

penting untuk mengetahui beberapa kelainan dalam tubuh, karena sebagian

pembuangan cairan oleh tubuh melalui ekskresi urin (Ma’rufah, 2011).

Dalam bidang Laboratorium pemeriksaan urin tidak hanya dapat

memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan saluran urin, tetapi juga mengenai

faal berbagai organ dalam tubuh seperti : hati, saluran empedu, pankreas,

cortex adrenal, dan lain-lain (Chairlan, 2011).

Urinalisa merupakan pemeriksaan yang paling sering dilakukan. Selain

karena sampel yang mudah didapat, pemeriksaanya mudah dilakukan.

Pemeriksaan urinalisa sebaiknya dilakukan <1 jam setelah pengambilan

sampel. Spesimen urin yang terbaik adalah urin segar yang segera diperiksa,

namun yang sering terjadi adalah penundaan pengiriman sampel, seringkali

dengan banyaknya sampel urin yang harus diperiksa dan kondisi lain yang

menyebabkan terjadinya penundaan pemeriksaan (Rosita, 2011).

Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan penunjang yang

dilakukan untuk membantu diagnosa suatu penyakit dan menentukan

prognosis yang tepat sehingga membutuhkan suatu hasil pemeriksaan

laboratorium yang baik dan terpercaya. Salah satu tes atau pemeriksaan

1
laboratorium yang sering dilakukan adalah pemeriksaan glukosa urin

( Aziz,2016 ).

Peran laboratorium dalam pemeriksaan glukosa urin yaitu salah

satunya untuk pengelolaan dan mendeteksi Diabetes. Diabetes merupakan

masalah penting karena prevalensinya di Indonesia terus mengalami

penigkatan (Herlini, 2012).

WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia

dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.

Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan sebanyak 2-3 kali lipat pada

tahun 2035. (PERKENI,2015).

Sedangkan International Diabetes Federation(IDF) memprediksi pada

tahun 2015, 415 juta orang dewasa dengan diabetes, kenaikan 4 kali lipat dari

108 juta di 1980an. Pada tahun 2040 diperkirakan jumlahnya akan menjadi

642 juta. Pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ke 7 di dunia untuk

prevalansi penderita diabetes tertinggi bersama dengan China, India, Amerika

serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko dengan jumlah estimasi orang dengan

diabetes sebesar 10 juta (IDF Atlas, 2015)

Prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter pada

penduduk umur ≥ 15 tahun menurut provinsi, 2013-2018 mengalami

peningkatan dari 1.5 % menjadi 2.0 % dari total penduduk Indonesia.

Prevalensinya tertinggi penyakit Diabetes Melitus diderita oleh kelompok usia

(55- 64) yaitu 6.3 %. Prevalensinya tertinggi penyakit Diabetes Melitus

2
berdasarkan jenis kelamin diderita oleh perempuan yaitu 1.8 % dan laki-laki

1.2% dari total penduduk Indonesia (RISKESDAS, 2018).

Di Provinsi Sumatera Selatan, khusunya di daerah Palembang jumlah

penderita diabetes melitus pada bulan Januari tahun 2017 sebanyak 1.522

kasus dan pada bulan januari tahun 2016 sebanyak 267 kasus (DINKES Kota

Palembang, 2017 dan 2016 ).

Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urin termasuk

pemeriksaan penyaring. Glukosa dalam urin dapat ditentukan dengan cara

yang berbeda – beda, cara yang manual menggunakan metode Benedict dan

metode Fehling. Glukosa dapat diperiksa juga dengan cara semi

autometik/autometik menggunakan metode carik celup berupa strip

( Gandasoebrata, 2013 ).

Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil

pemeriksaan glukosa urin metode Benedict diantaranya wadah sampel urin,

pH urin yang sangat asam pengaruh obat salah satunya adalah vitamin C.

Penggunaan vitamin C yang berlebih dapat mempengaruhi sistem ekskresi,

vitamin C yang masuk ke dalam tubuh diserap oleh dinding usus halus dan

sisanya dikeluarkan melalui urin (Vitahealth,2006 dalam Ikhsan, 2017).

Dengan meningkatnya permintaan glukosa urin maka para tenaga analis

harus siap dan cekatan dalam menangani pemeriksaan serta perlu perhatian

dan penanganan yang cepat dan tepat sehingga hasil yang dicapai lebih

berkualiatas sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

3
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Hasil Pemeriksaan

Glukosa Urin Secara Kualitatif Dengan Metode Benedict Sebelum Dan

Sesudah Konsumsi Tablet Vitamin C 500 mg Di Universiatas Kader

Bangsa Palembang Tahun 2019”.

1.2 Identifikasi Masalah

Pemeriksaan glukosa dalam urin dapat menggunakan metode Benedict,

metode Fehling dan metode carik celup berupa strip. Faktor yang dapat

mempengaruhi hasil pemeriksaan glukosa urin metode Benedict diantaranya

wadah sampel urin, pH urin yang sangat asam pengaruh obat salah satunya

adalah vitamin C.

1.3 Pembatasan Masalah

Dengan keterbatasan, tenaga dan biaya maka peneliti hanya melakukan

pemeriksaan glukosa urin secara kualitatif dengan metode Benedict sebelum

dan sesudah konsumsi tablet vitamin C 500 mg di Laboratorium Universiatas

Kader Bangsa Palembang tahun 2019.

1.4 Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan hasil pemeriksaan glukosa urin secara kualitatif

dengan metode Benedict sebelum dan sesudah konsumsi tablet vitamin C 500

mg ?.

4
1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan glukosa urin

secara kualitatif dengan metode Benedict sebelum dan sesudah

konsumsi tablet vitamin C 500 mg.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui ada tidaknya glukosa dalam urin sebelum

konsumsi tablet vitamin C 500 mg metode Benedict.


2. Untuk mengetahui ada tidaknya glukosa dalam urin sesudah

komsumsi tablet vitamin C 500 mg metode Benedict.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Secara Teoritis

1. Bagi Rektor Universiatas Kader Bangsa Palembang


Penelitian ini merupakan salah satu output dari pembelajaran

selama dibangku perkuliahan, sebagai bahan evaluasi untuk

meningkatkan mutu pembelajaran, khususnya program studi DIII

Analis Keshatan.
1.6.2 Secara Praktis
1. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai pentingnya

mengkonsumsi vitamin C bagi tubuh.

2. Bagi Peneliti

Memperluas pengetahuan tentang tata cara penelitian dan

pembuatan Karya Tulis Ilmiah, serta sebagai sarana untuk

5
menerapkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan dan

menambah pengetahuan mengenai teori, metode pemeriksaan,

peralatan dan reagen yang di pergunakan dalam pemesiksaan

glukosa urin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes

6
Menurut WHO (World Health Organization) sendiri diabetes

merupakan suatu penyakit kronis yang terjadi apabila pankreas tidak

memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh yang tidak

efektif menggunakan hormon insulin yang sudah dihasilkan. Ketidak

mampuan tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar glukosa

dalam darah atau yang dikenal dengan hiperglikemia. jika kadarnya dalam

darah mencapai 180-200 mg/dL terjadi glukosuria dapat dideteksi melalui

pemeriksaan urin. Kadar gula dalam darah akan kembali seperti biasa atau

normal, dengan merubah beberapa kebiasaan hidup seseorang yaitu, mengikuti

suatu pola hidup yang sehat dan makan secara teratur, mengaatasi/menjaga

berat badan, memakan obat resep dokter, olahraga secara teratur

(Tjokoprawiro,2001)

2.2 Urin

2.2.1 Pengertian Urin

Urin atau air seni adalah cairan yang diekskresikan oleh ginjal

yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses

urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa

dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeosatasis

cairan tubuh. Buang air kecil adalah rute utama dimana tubuh

menghilangkan produk limbah yang larut dalam air. Rata-rata orang

dewasa menghasilkan antara 1,5-2,0 liter urin per hari

(Bouatra,dkk,2013 dalam Purwoko,2017).

7
2.2.2 Pembentukan Urin

Tabel 2.2.2 Proses Pembentukan Urin

No Proses Penjelasan
1. Filtrasi (Penyaringan) Tempat : Badan Malphigi (Glomelurus
dan Kapsul Bowman )
Bahan : Darah
Hasil : Urin Primer (Mengandung
Air, Glukosa, Asam Amino,
Na+, K+ dan Cl-)
2. Reabsorbsi Temapt : Tubulus Proksimal,
(penyerapan kembali Lengkung Henle dan Tubulus
zat yang dibutuhkan Distal
dalam tubuh) Bahan : Urin Primer
Hasil : Urin Sekunder (Air, Na+, K+ ,
Cl-)
3. Augmenatasi Tempat : Tubulus Distal dan Tubulus
(pembuangan zat Collectives
yang tidak Bahan : Urin Sekunder
dibutuhkan dalam Hasil : Urin Sesungguhnya
tubuh) ( Mengandung Urea )

8
Filtrasi merupakan perpindahan cairan dari glomerulus menuju ke

ruang kapsula bowman dengan menembus membran filtrasi. Di dalam

glomerulus, sel-sel darah, trombosit, dan sebagian besar protein plasma

disaring dan diikat agar tidak ikut dikeluarkan. Hasil penyaringan

tersebut berupa urin primer. Proses Reabsorpsi urin yang dihasilkan

setelah proses reabsorpsi disebut urin sekunder (filtrat tubulus). Bagian

yang berperan dalam proses ini meliputi sel-sel epitalium pada tubulus

kontrotus proksimal, lengkung henle dan tubulus distal. Pada tubulus

kontortus proksimal lebih diutamakan reabsorpsi glukosa, asam amino

dan air yang dilakukan dengan proses osmosis (Perpindahan pelarut dari

konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggih melalui membran). Sedangkan

reabsorpsi yang terjadi di tubulus kontortus distal yaitu reabsorpsi ion

natrium dan air, air yang di reabsorpsi tergantung dari kebutuhan. Proses

augmenatasi berlangsung di tubulus distal. Pada proses ini terjadi

penyerapan air dan penambahan zat-zat seperti H+, K+, keratin dan urea

dalam urin sehingga urin hanya berisi zat-zat yang benar-benar sudah

tidak berguna lagi (Campbell, 2008).

2.2.3 Komposisi Urin

Komposisi Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat buangan

nitrogen meliputi urea dari metabolisme protein, asam urat dari

metabolisme asam nukleat, dan keratin dari proses penguraian keratin

fosfat dalam jaringan otot. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium,

amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan magnesium. Hormon atau

9
metabolisme hormon ada secara normal dalam urin. Sebagai zat kimia

asing yaitu, pigmen, vitamin, atau enzim, secara normal ditemukan

dalam jumlah kecil. Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau

ammonia jika didiamkan.

Keadaan abnormal terdapat albumin, glukosa, sel darah merah,

sejumlah besar badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat menggeras

dalam tubulus dan dikeluarkan), dan batu ginjal atau kalkuli.

(Gandasoebrata, 2013 dalam Linda,2016).

2.2.4 Urinalisa

Pemeriksaan analisa urin atau urinalisa dapat memberikan

informasi yang cukup signifikan dan mampu mendeteksi penyakit pada

sistem pencernaan baik yang disebabkan oleh kelainan fungsi maupun

kelainan sturktur anatomi ginjal salah satunya adalah diabetes. Berbagai

pemeriksaan terhadap bahan urin yang dilakukan secara berkelanjutan

akan sangat berperan dalam pengobatan klinik (Ricke,2012).

2.2.5 Jenis Spesimen Urin

1. Spesimen urin pagi

2. Spesimen urin sewaktu

3. Spesimen urin 24 jam

4. Spesimen urin porsi-tengah (midstream) (Jakarta : EGC, 2011).

2.2.6 Pengambilan Dan Syarat Spesimen Urin

Dalam pengambilan spesimen urin menggunakan wadah yang

bersih, kering, dan bermulut lebar. Pemeriksaan urin sebaiknya

10
dilakukan <1 jam setelah pengambilan sampel, namun yang sering

terjadi adalah penundaan pengiriman sampel, seringkali dengan

banyaknya sampel urin yang harus diperiksa dan kondisi lain yang

menyebabkan terjadinya penundaan pemeriksaan (Rosita, 2011 dalam

Linda,2016).

Kalau pemeriksaan spesimen urin ditunda atau harus dikirim ke

tempat lain berapa pun lamanya, pengawet yang sesuai harus

ditambahkan pada spesimen tersebut, untuk mencegah tumbuhnya

bakteri (Jakarta : EGC, 2011).

Bahan yang digunakan sebagai pengawet :

1. Toluena

2. Thymol

3. Formaldehida

4. Natrium karbonat

5. Asam klorida pekat

6. Asam sulfat pekat

(Gandasoebrata,2007 dalam Ikhsan,2017).

2.3 Glukosa

2.3.1 Definisi Glukosa

Glukosa adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan

sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Glukosa mempunyai rumus

kimia C6H12O6. Glukosa merupakan golongan monosakarida, ialah

11
karbohidrat yang paling sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi

karbohidrat lain. Sebagian besar monosakarida dikenal sebagai heksosa,

karena terdiri atas 6-rantai atau cincin karbon. Ada tiga jenis heksosa

yang penting dalam ilmu gizi, yaitu glukosa, fruktosa, dan galaktosa.

Ketiga macam monosakarida ini mengandung jenis dan jumlah atom

yang sama, yaitu 6 atom karbon, 12 atom hidrogen, dan 6 atom oksigen.

Perbedaan hanya terletak pada cara penyusunan atom-atom hidrogen dan

oksigen di sekitar atom-atom karbon (Sunita, 2004)

2.3.2 Bentuk Molekul Glukosa

Berdasarkan bentuknya, molekul glukosa dapat dibedakan menjadi

2 jenis yaitu molekul D-Glukosa dan L-Glukosa. Faktor yang menjadi

penentu dari bentuk glukosa ini adalah posisi gugus hidrogen (-H) dan

alkohol (–OH) dalam struktur molekulnya. Glukosa yang berada dalam

bentuk molekul D & L-Glukosa dapat dimanfaatkan oleh sistim tumbuh-

tumbuhan, sedangkan sistim tubuh manusia hanya dapat memanfaatkan

D-glukosa (M. Anwari,2007).

Gambar. 2.3.2 Struktur Glukosa

12
D-glukosa rantai terbuka mempunyai enam rantai karbon, dari C1

sampai C6. Pada C1 terdapat gugus fungsi aldehida, sedangkan C yang

lain mengikat gugus hidroksi dan atom hidrogen. Gugus hidroksi pada

C2, C4, dan C5 harus berada di sebelah kanan, sedangkan gugus

hidroksi pada C3 harus di sebelah kiri. Penyusunan struktur D-glukosa

ini dinamakan proyeksi Fischer (Karatasapoetra, 1995).

2.3.3 Sumber Glukosa

Tabel 2.3.3. Kadar Glukosa Dan Indeks Glikemik Pangan Uji

Pangan uji* Kadar glukosa Indeks Glikemik


(g/ 100 g)
Beras Putih 25,40 82
Beras Merah 23,03 47
Jagung 17,05 62
Sorgum 7,34 43
Singkong 22,66 79
Bentul 20,41 71
Pisang kapok 23,06 43
Pisang Ambon** 19,12 33
Sukun 13,84 65
Kacang hijau*** 24,58 50
Kacang merah*** 12,16 41
Sumber : Nuzul, 2016.

Keterangan tabel diatas yaitu, *bahan pangan diolah dengan

cara dikukus,**tidak diolah,***diolah dengan cara direbus.

Indeks glikemik (IG) adalah salah satu konsep penting yang

diajukan dalam memilih makanan yang sesuai bagi penderita DM. IG

adalah ukuran kecepatan suatu pangan meningkatkan kadar glukosa

darah setelah dikonsumsi. Nilai IG rendah adalah di bawah 55, IG

13
sedang di antara 55 sampai 69, dan IG tinggi di atas 70 (Atkinson dkk.,

2008).

2.4 Glukosa Urin

Pada kondisi normal darah disaring oleh jutaan nefron, sebuah unit

fungsional dalam ginjal. Hasil penyaringan (filtrat) berisi produk-produk

limbah misalnya urea, elektrolit (natrium, kalium, klorida), asam amino, dan

glukosa. Filtrat kemudian dialirkan ke tubulus ginjal untuk direabsorbsi (zat-

zat yang diperlukan termasuk glukosa diserap kembali) dan zat-zat yang tidak

diperlukan kembali diekskresikan ke dalam urin. Bila ditemukan adanya gula

yang keluar pada air kemih maka terdapat dua kecurigaan, yakni kadar gula

dalam darah yang terlalu tinggi sehingga tidak mampu disaring oleh ginjal

atau terdapat kerusakan pada saluran ginjal sehingga kehilangan kemampuan

untuk menyerap kembali gula tersebut.

Adanya glukosa dalam urin menunjukkan kadar glukosa darah

melebihi kemampuan reabsorbsi tubulus ginjal. Glukosuria biasanya terjadi

jika kadarnya dalam darah mencapai 180-200 mg/dL, glukosuria dapat

dideteksi melalui pemeriksaan urin. (Ricke,2012).

2.5 Vitamin C

2.5.1 Definisi Vitamin C

Nama lain vitamin C adalah asam askorbat, antiskorbut vitamin,

acidium ascorbinicum, cevitamid, cantau, cabion, ascorvit, planacit C,

asam sevitamat dan asam xiloaskorba, (Depkes, 1995).

14
Ascorbic acid (asam askorbat) adalah salah satu senyawa kimia

yang membentuk vitamin C. Vitamin C adalah kristal putih yang mudah

larut dalam air. Vitamin C yang disebut juga sebagai asam askorbik

merupakan vitamin yang larut dalam air. Dalam keadaan kering

vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah

rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama apabila

terkena panas. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali (Larutan

basah), tetapi cukup stabil dalam larutan asam (Sunita, 2004). Di dalam

tubuh, vitamin C terdapat di dalam darah (khususnya leukosit), korteks

anak ginjal, kulit, dan tulang. Vitamin C akan diserap di saluran cerna

dan jika kelebihan akan dikeluarkan melalui urin (Sherwood, 2001).

2.5.2 Susunan Kimia Vitamin C

Rumus kimia vitamin C adalah C6H8O6, massa molar 176.12 g

mol−1. Asam askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan

diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan

monosakarida. Struktur asam askorbat pertama sekali dikemukakan

oleh Haworth. Vitamin C dapat disintesis dari D-glukosa dan D-

galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar hewan dengan

bantuan bakteri Acetobacter xylinum. Vitamin C terdapat dalam dua

bentuk di alam, yaitu L-asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam

dehidro askorbat (bentuk teroksidasi). Oksidasi bolak-balik L-asam

askorbat menjadi L-asam dehidro askorbat terjadi apabila bersentuhan

15
dengan tembaga (Cu), panas, atau alkali (Larutan bersifat basah)

(Soediaoetomo,2007).

Asam L-askorbat Asam L-dehidroaskorbat

Gambar. 2.5.2 Struktur Kimia Vitamin C (Anonim, 2010)

2.5.3 Sifat Vitamin C

Vitamin C dalam keadaan kering stabil tetapi mudah rusak atau

terdegredasi jika vitamin C berada dalam bentuk larutan, terutama jika

terdapat di udara, logam-logam seperti Cu, Fe dan cahaya. Vitamin C

jika terkena cahaya berubah menjadi coklat. Sifat utama dari vitamin C

adalah kemampuan sebagai reduktor (mereduksi yang kuat) dan mudah

tereduksi yang dikatalis oleh beberapa logam terutama Cu dan Ag .

Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam

atau pada suhu rendah.

a. Sifat Fisika

1. Vitamin c dalam bentuk serbuk putih atau agak kuning oleh

pengaruh cahaya lambat laun menjadi warna gelap. Dalam

keadaan kering stabil di udara. Melebur pada suhu ±190°C.

16
2. Kelarutan dalam air 33 g/100 ml, dalam etanol 2 g/100 ml, dalam

gliserol 1 g/100 ml, dalam propilen glikol 5 g/100 ml, larut dalam

dietil eter, kloroform, benzene, eter minyak bumi, minyak, lemak

pelarut. Keasaman (pKa) 4,17 (Depkes, 1995).

b. Sifat Kimia

Dalam air bersifat asam terhadap kertas lakmus, reduktor

(mereduksi zat lain) yang mudah teroksidasi oleh panas, cahaya dan

logam karena adanya gugus etanol pada atom C2 dan C3 yang

mudah melepaskan 2 atom H (Depkes, 1995).

2.5.4 Metabolisme Vitamin C

Vitamin C mudah diabsorbsi secara aktif dan mungkin pula secara

difusi (peristiwa perpindahan suatu zat dalam pelarut dari konsentrasi

tinggih ke konsentrasi rendah) pada bagian atas usus halus lalu masuk

ke peredaran darah melalui vena porta. Kadar vitamin C dalam darah

mencapai puncaknya 2-3 jam. Rata-rata arbsorbsi adalah 90% untuk

konsumsi diantara 20-120 mg/hari. Konsumsi tinggi sampai 12 gram

hanya diarbsorbsi sebanyak 16%. Vitamin C kemudian dibawa ke

semua jaringan. Konsentrasi tertinggi adalah di dalam jaringan adrenal,

pituitary, dan retina. Vitamin C di ekskresikan terutama melalui urin,

sebagian kecil di dalam tinja. Ekskresi vitamin C melalui urin

merupakan yang terbesar sekitar 3-6 jam sedangkan dalam feses hanya

sekitar 6-10 mg dalam 24 jam dan pada kulit berupa keringat sedikit

(Sediaoetomo,2007).

17
Mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah besar (Megadose)

sebagian besar akan dibuang keluar, terutama pada saat konsumsi

vitamin C yang bergizi tinggi. Vitamin C akan ditahan dalam jaringan

tubuh apabila keadaan gizi dalam tubuh belum terpenuhi/jelek (Jimm

man, 2014).

2.5.5 Sumber Vitamin C

Tabel 2.5.5 Bahan Makanan Sumber Vitamin C

SAYUR (mg Vit.C/100 g BUAH (mg Vit.C/100 g


bahan) bahan)
Kacang- 19 Mangga 41
kacangan segar
Kol kembang 69 Jeruk 49
orange
Salada air 77 Nanas 24
Cabe hijau 120 Jambu batu 302
Sawi 50 Jeruk lemon 50
Asparagus 33 Jeruk nipis 27

Sumber: Daftar Analisa Bahan Makanan, Dep.Kes.RI, 1964

Vitamin C sangat mudah rusak selama proses persiapan atau

penyajian, pemasakan dan penyimpanan. Sayur-sayuran segar yang

telah dibersihkan atau disiangi, kemudian disimpan atau didiamkan

selama 24 jam, maka sebanyak 45% kandungan vitamin C nya akan

berkurang. Cara memasak bahan makanan sumber vitamin C adalah

dengan menggunakan sesedikit mungkin air dan air tersebut sebaiknya

turut dikonsumsi juga. Oleh karena itu sember vitamin C dari makanan

yang paling baik adalah memakan langsung buah-buahan dalam

keadaan segar (Ausman, 1999 dalam Dwi dan Istikhomah).

18
2.5.6 Dosis Vitamin C

Tabel 2.5.6 Dosis Vitamin C Berdasarkan Usia

Vitamin C Vitamin C
Rentang Usia Rentang Usia
(mg/hari) (mg/hari)
Bayi dan anak Perempuan
0-6 bulan 40 10-12 tahun 50
7-11 bulan 50 13-15 tahun 65
1-3 tahun 40 16-18 tahun 75
4-6 tahun 45 19-29 tahun 75
7-9 tahun 45 30-49 tahun 75
Laki-laki 50-64 tahun 75
10-12 tahun 50 65-80 tahun 75
13-15 tahun 75 80 + tahun 75
16-18 tahun 90 Ibu hamil
+10 mg dari
19-29 tahun 90 trimester 1
standar usia
+10 mg dari
30-49 tahun 90 trimester 2
standar usia
+10 mg dari
50-64 tahun 90 trimester 3
standar usia
Ibu
65-80 tahun 90
menyusui
6 bulan +25 mg dari
80 + tahun 90
pertama standar usia
+25 mg dari
6 bulan kedua
standar usia

Sumber : Permenkes, No 75 Tahun 2013.

2.5.7 Manfaat Vitamin C

Vitamin C berperan dalam meningkatkan daya tahan tubuh

terhadap infeksi. Vitamin C juga berperan penting dalam membantu

penyerapan zat besi dan mempertajam kesadaran. Sebagai antioksidan,

19
vitamin C mampu menetralkan radikal bebas di seluruh tubuh.

Penelitian menunjukkan bahwa vitamin C memegang peranan penting

dalam mencegah terjadinya aterosklerosis (Proses pengerasan pada

pembuluh darah yang ditandai oleh penimbunan salah satunya

kolestrol). Vitamin C mempunyai hubungan dengan metabolisme

kolesterol.

Peran Vitamin C dalam metabolisme kolesterol adalah melalui cara:

1. Vitamin C meningkatkan laju kolesterol dibuang dalam bentuk asam

empedu.
2. Vitamin C meningkatkan kadar HDL, tingginya kadar HDL akan

menurunkan resiko menderita penyakit aterosklerosis.


3. Vitamin C dapat meningkatkan pembuangan kotoran dan hal ini akan

menurunkan pengabsorbsian (penyerapan) kembali asam empedu

dan konversinya menjadi kolesterol (Khomsan, 2010).

Penelitian klinis menunjukkan bahwa vitamin C menurunkan

kolesterol dan trigliserida pada orang-orang yang mempunyai kadar

kolesterol yang tinggi, tetapi tidak pada orang-orang yang mempunyai

kadar kolesterol yang normal. Ini membuktikan bahwa vitamin C

berperan sebagai homeostatis. Konsumsi vitamin C 1g per hari setelah

tiga bulan akan menurinkan kolesterol 10% dan trigliserida 40%

(Khomsan, 2010).

2.5.8 Defisiensi Vitamin C

Defisiensi vitamin C dapat menimbulkan beberapa gejala, dari

yang ringan sampai berat. Defisiensi ringan ditandai dengan timbulnya

20
kelelahan, anoreksia, nyeri otot dan lebih mudah stress dan infeksi,

sedangkan defisiensi berat menimbulkan penyakit sariawan atau

skorbut, penyakit yang ditandai dengan ulkus (luka). Bila pengobatan

yang diberikan terlambat dapat menyebabkan kematian (Thurnmham

dkk, 2000 dalam Dwi dan Istikhomah).

Vitamin C sebenarnya merupakan vitamin yang relatif tidak

toksik, tetapi pernah dilaporkan asupan 1 gram/hari dapat menimbulkan

mual dan diare (Ausman, 1999 dalam Dwi dan Istikhomah).

2.5.9 Efek Kelebihan Vitamin C

a. Mengkonsumsi vitamin C berlebih 1000 mg/hari akan

menyebabkan produksi asam lambung meningkat, menimbulkan

masalah pencernaan seperti iriatasi lambung, diare.


b. Mengkonsumsi vitamin C berlebih mengakibatkan (500-1000

mg/hari) terjadinya gangguan pada urikosuria (meningkatnya

ekskresi asam urat dalam urin) didalam kandungan kemih akan

memicu resiko gangguan pada ginjal.


c. Mengkonsumsi vitamin C dengan batas dosis setiap hari berlebih

akan mengakibatkan pusing dan juga mual.


d. Mengkonsumsi vitamin C melebihi dosis akan mengakibatkan hasil

positif palsu pada pemeriksaan glukosa urin metode benedict

(Rusdin,2015 dalam Ikhsan, 2017).

2.6 Pemeriksaan Glukosa Urin

21
Uji benedict digunakan untuk menunjukkan adanya monosakarida dan

gula pereduksi. Tembaga sulfat dalam reagen benedict akan bereaksi dengan

monosakarida dan gula pereduksi (golongan gula yang dapat mereduksi

senyawa-senyawa penerima elektron) membentuk endapan berwarna merah

bata. Monosakarida dan gula pereduksi dapat bereaksi dengan reagen benedict

karena keduanya mengandung aldehida ataupun keton bebas. Hasil positif

ditunjukkan dengan perubahan warna larutan menjadi hijau, kuning, orange,

atau merah bata dan muncul endapan hijau, kuning, orange atau merah bata.

(Jakarta: EGC,2011)

A. Dasar Teori :

Adanya glukosa dalam urin di sebut glukosuria, pada hakekatnya

glukosa urin itu di atur oleh 2 faktor yaitu :

1. Kadar zat glukosa di dalam urin.

2. Ambang ginjal terhadap pengeluaran zat glukosa pada kebanyakan

orang bertubuh sehat adalah 180 mg%. Adanya glukosa dalam urin itu

akan terjadi jika kadar glukosa darah melebihi nilai ambang ginjal.

Indikasi pemeriksaan ini adalah sebagai tes awal untuk penyakit

diabetes mellitus.

B. Prinsip Pemeriksaan :

Gukosa dapat mereduksi kupri ( Cu2+) menjadi kupro (Cu+) yang

terlihat dengan perubahan warna dari larutan Benedict tersebut. Jadi, bila

urin mengandung glukosa, maka akan terjadi reaksi perubahan warna.

C. Pra Analitik

22
1. Persiapan pasien

Pada umumnya tidak memerlukan persiapan khusus hanya saja,

sebagai tenaga analis kesehatan dapat memberitahu tujuan dari

pengambilan spesimen urin dalam pemeriksaan glukosa urin.

2. Persiapan sampel

a. Sampel (urin) harus terhindar dari kontaminasi.

b. Wadah penampung hendaknya bersih dan kering.

c. Identifikasi sampel: nama, nomor, alamat, umur dan penggunaan

pengawet urin.

d. Cara pengumpulan sampel yang digunakan adalah urin sewaktu.

3. Alat dan Bahan

A. Alat

1. Tabung reaksi

2. Rak tabung reaksi

3. Pipet tetes

4. Botol penampung Urin

5. Gelas Beaker

6. Penjepit Tabung Reaksi

7. Kaki Tiga dan Kawat Kasa

B. Bahan

1. Larutan Benedict

2. Sampel Urin sewaktu

3. Vitamin C 500 mg

4. Lampu spritus

23
D. Analitik

1. Pembuatan reagen benedict:

Larutan A:

1. Na. sitrat 86,5 g


2. Na2CO3 50 g
3. Aquades 400 ml.
4. Larutkan Na.sitrat dan Na2Co3 kedalam air (dibantu dengan

pemanasan), hasilnya disaring dengan kertas saring dan diencerkan

dengan aquades hingga volume menjadi 425 ml.


Larutan B
1. CuSO4.5H2O 8,65 g
2. Aquades 50 ml
3. Larutkan CuSO4.5H2O ke dalam aquades hingga larut homogen.
4. Tuangkan larutan B ke dalam larutan A sambil diaduk pelan-pelan,

tambahkan aquades hingga volume menjadi 500 ml.


2. Langkah kerja

1. Masukkan 5ml atau 2,5ml reagen benedict kedalam tabung reaksi.

2. Teteskan 8 tetes urin kedalamnya (untuk 5ml reagen) atau 4 tetes

urin (untuk 2,5ml reagen).

3. Masukkan tabung ke dalam beaker gelas yang berisi air selama 5

menit atau panaskan di atas nyala lampu api spiritus sampai

terbentuk gelembung.

4. Angkat dan kocok isi tabung lalu di dinginkan.

5. Setelah dingin, baca hasil reaksinya.

E. Pasca Analitik

Interpreatasi:

1. Negatif (-) : Warna Tetap biru.

2. Positif (+) : Warna hijau kekuningan (lebih banyak warna hijau).

24
3. 2+ : Warna kuning (hijaunya tingal sedikit).

4. 3+ : Warna jingga sampai coklat

5. 4+ : Warna merah batu bata

2.7 Reaksi Benedict

Glukosa dalam urin akan mereduksi garam kompleks dari reagen

benedict yaitu cupri (Cu2+) menjadi kupro (Cu+) kemudian membentuk Cu2O

yang mengendap dan berwarna merah. Reaksi benedict ini berlangsung dari

gabungan monosakarida / gula pereduksi + ion Tembaga dari reagen benedict

= Karboksilat + Tembaga (I) oksida (warna merah bata).

Gambar 2.7 Reaksi kimia uji glukosa urin metode benedict

25
BAB III
KERANGKA KOSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Pemeriksaan glukosa dalam urin dapat ditentukan dengan cara yang

manual menggunakan metode Benedict. Faktor yang dapat mempengaruhi

hasil pemeriksaan glukosa urin metode Benedict diantaranya wadah sampel

urin, pH urin yang sangat asam pengaruh obat salah satunya adalah vitamin C

(Gandasoebrata,2007).

Kadar vitamin C dalam darah mencapai puncaknya 2-3 jam. Rata-rata

arbsorbsi adalah 90% untuk konsumsi diantara 20-120 mg/hari. Konsumsi

tinggi sampai 12 gram hanya diarbsorbsi sebanyak 16%. Vitamin C kemudian

dibawa ke semua jaringan. Konsentrasi tertinggi adalah di dalam jaringan

adrenal, pituitary, dan retina. Vitamin C di ekskresikan terutama melalui urin,

sebagian kecil di dalam tinja dan melaului kulit (Jimm man, 2014).

Peneliti hanya membahas sebelum dan sesudah konsumsi tablet

vitamin C 500 mg sebagai variabel independen dan hasil pemeriksaan

glukosa urin sebagai variabel dependen. Maka langkah kerja pertama dalam

penelitian ini yaitu memberikan perlakuan yang berbeda pada subjek yaitu

dengan pengambilan urin sebelum konsumsi vitamin C dan sesudah konsumsi

vitamin C. Kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa urin metode Benedict

lalu dianalisa. Selanjutnya hasil data pemeriksaan glukosa urin diolah

26
menggunakan uji statistik, untuk mengetahui perbedaan hasil glukosa urin

pada subjek.

Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Perbedaan Hasil Pemeriksaan Glukosa Urin Secara Kualitatif Dengan
Metode Benedict Sebelum Dan Sesudah Konsumsi Tablet Vitamin C
500 mg Di Universiatas Kader Bangsa Palembang Tahun 2019.

Variabel Independen Variabel Dependen

Sebelum konsumsi
vitamin C
Hasil Pemeriksaan
Glukosa Urin
Sesudah konsumsi
vitamin C

3.2 Hipotesis

Ada Perbedaan hasil pemeriksaan glukosa urin secara kualitatif metode

Benedict sebelum dan sesudah konsumsi tablet vitamin C 500 mg di

Laboratorium Klinik Universiatas Kader Bangsa Palembang tahun 2019.

27
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian


Jenis penelitian ini bersifat Survei analitik secara kualitatif dengan

desain penelitian cross sectional adalah suatu metode penelitian dimana

variabel independen dan variabel dependen dikumpulkan sekaligus pada

waktu yang bersamaan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama untuk

melihat perbedaan hasil kadar glukosa urin metode Benedict sebelum dan

sesudah konsumsi tablet vitamin C 500 mg di laboratorium klinik

Universiatas Kader Bangsa Palembang (Notoadmojo,2010).


4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian direncanakan satu bulan pada bulan Mei tahun 2019.
4.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian direncanakan di Laboratorium Klinik Universiatas Kader

Bangsa Palembang.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam ini adalah semua mahasiswa jurusan prodi DIII

Analis Kesehatan semester (4) di Universiatas Kader Bangsa

Palembang. Jumlah mahasiswa di Universiatas Kader Bangsa

Palembang sebanyak 30 mahasiswa.

4.3.2 Sampel
Menurut Arikunto s, yang menyebutkan jika populasi ≤ 100, maka

sebaiknya diambil semua untuk diteliti sehingga penelitiannya

penelitian populasi, jika populasi ≥ 100 maka diambil 10-15% atau 20-

28
25% tergantung kemampuan penelitian. Maka dari itu, jumlah sampel

yang diteliti adalah 30 sampel (Arikunto s, 2006).


4.3.2.1 Kreteria Responden
1. Terdaftar Sebagai mahasiswa di Universiatas Kader Bangsa

Palembang.
2. Bersedia menjadi responden
3. Responden yang tidak mengalami sakit
4.3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel secara acak sederhana ( Simple

Random Sampling ). Teknik ini adalah bahwa setiap anggota

atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama

untuk diseleksi sebagai sampel.


4.4 Pengumpulan Data
4.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh

perorangan atau suatu organisasi secara langsung dari objek yang

diteliti (Hasil pemeriksaan glukosa urin) dan untuk kepentingan studi

yang bersangkutan yang dapat berupa interview dan observasi.

4.5 Pengolahan Data


Proses pengolahan data hasil pemeriksaan glukosa urin dari Cleaning,

Coding, Editing, Tabulasi (data dalam bentuk table).


4.6 Analisa Data
4.6.1 Analisa Bivariat

Analisa data dalam ini berupa analisa bivariat yang digunakan

untuk menganalisa (2) variabel yang di teliti, bertujuan untuk mengataui

ada tidanya perbedaan atau hubungan antara dua variabel dilakukan uji

statistik. Dalam hal ini sebelum dan sesudah konsumsi tablet vitamin C

500 mg sebagai variabel independen dan hasil pemeriksaan glukosa urin

sebagai variabel dependen.

29
4.7. Definisi Operasional
4.7.1 Variabel Dependen
Hasil Pemeriksaan Glukosa Urin
1) Definisi : Pemeriksaan glukosa urin adalah pemeriksaan untuk
mengetahui adanya glukosa dalam urin

(Gandasoebrata,2003).
2) Cara Ukur : Metode Benedict dengan membaca warna larutan.
3) Alat Ukur : Tabung reaksi, Rak tabung reaksi, Pipet tetes, Botol
penampung air, gelas beaker, penjepit tabung reaksi,

kaki tiga dan kawat kasa.


4) Hasil Ukur :

1. Negatif : Warna Tetap biru.

2. Positif (1+) : Warna hijau kekuningan (lebih banyak

warna hijau).

3. (2+) : Warna kuning (hijaunya tingal sedikit).

4. (3+) : Warna jingga sampai coklat

5. (4+) : Warna merah batu bata

5) SkalaUkur : Ordinal.
4.7.2 Variabel Independen
Sebelum Konsumsi Tablet Vitamin C 500 mg
1) Definisi : Sampel urin diambil sebelum responden konsumsi
tablet vitamin C 500 mg untuk pemeriksaan glukosa

urin.
2) Cara Ukur : Metode Benedict dengan membaca warna larutan.
3) Alat Ukur : Tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, botol
Penampung air, gelas beaker, penjepit tabung reaksi,

kaki tiga dan kawat kasa.


4) Hasil Ukur :

1. Negatif : Warna Tetap biru.

2. Positif (1+) : Warna hijau kekuningan (lebih banyak

warna hijau).

30
3. (2+) : Warna kuning (hijaunya tingal sedikit).

4. (3+) : Warna jingga sampai coklat

5. (4+) : Warna merah batu bata

5) SkalaUkur : Ordinal.
Sesudah Konsumsi Tablet Vitamin C 500 mg
1) Definisi : Sampel urin diambil sesudah responden konsumsi
tablet vitamin C 500 mg untuk pemeriksaan glukosa

urin.
2) Cara Ukur : Metode Benedict dengan membaca warna larutan.
3) Alat Ukur : Tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, botol
penampung air, gelas beaker, penjepit tabung reaksi,

kaki tiga dan kawat kasa.


4) Hasil Ukur :

1. Negatif : Warna Tetap biru.

2. Positif (1+) : Warna hijau kekuningan (lebih banyak

warna hijau).

3. (2+) : Warna kuning (hijaunya tingal sedikit).

4. (3+) : Warna jingga sampai coklat

5. (4+) : Warna merah batu bata

5) SkalaUkur : Ordinal.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.


Jakarta: Departemen Kesehatan.2005

Gandasoebrata, R. 2007.Pedoman laboratorium klinik. Jakarta: Pustaka utama.

31
Jim man. 2014. Essential of human nutrition. Jakarta: Buku kedoteran

Sediaoetomo,A.D.2007.Vitaminologi.Jakarta: Balai ppustaka

Notoadmojo,Soekidjo.2010.Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

WHO.2011. Pedoman Teknik Dasar untuk laboratorium kesehatan.Edisi ke-2.


Diterjemahkan oleh: Chairlan & Estu.Jakarta: EGC

Vitahealth.2006.Seluk Beluk Food Supplement. Jakarta: Gramedia Putaka Utama.

Atkinson dkk., 2008 dalam Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol.
3 No. 2 Desember 2016

Karatasapoetra dan Marsetyo, Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan, dan


Produktiviatas Kerja), (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm. 49.

Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 75 tahun 2013 tentang


angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia.(penelitian
Purwoko,Ikhsan, 2017).

Sumber : http://wahyuriyadi.blogspot.com/2009/10/uji-benedict-adalah-uji-kimia-
untuk.html.

Sumber : https://www.atlm-edu.id/p/kebijakan-dan-privasi.html

Sumber : http://www.ilmukimia.org/2013/05/glukosa.html

32

Anda mungkin juga menyukai