Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI URIN

DI SUSUN OLEH :

ABD HAIR A. HUSAIN ( 2320191021 )

NIM : 2320191021

KELAS : A

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN

UNIVERSITAS BINA MANDIRI GORONTALO

2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya kuasa dan rahmat-

Nyalah, kami dapat menyelesaikan laporan ini yaitu “pemeriksaan bakteriologi

urin”.

Dengan ini kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan tersusun dengan

baik tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak terkait. oleh karena itu, pada kesempatan

ini tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu kami dalam menyusun makalah ini.Kami menyadari bahwa makalah ini

belum sempurna.

Akhir kata, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam

penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat khususnya bagi praktikan dan pada umumnya bagi para pembaca.

Gorontalo, Okbober 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Urin adalah cairan berwarnah pucat yang memiliki variasi warna sesuai
dengan kualitasnya; merupakan zat asam dan mempunyai berat jenis 1003-1030
(Watson,2002; Gandasoebrata,2007). Urin merupakan larutan yang mengandung
zat-zat sisa metabolic yang toksit dan senyawa-senyawa asing dari tubuh yang
dikeluarkan oleh ginjal melalui saluran kemih (Sherwood,2011). Pada keadaan
normal, urin tidak megandung bakteri, virus atau mikroorganise lain (Garcia dan
lestari, 2011).
Kolonisasi bakteri patogen pada pemeriksaan kultur urin di sebut bakteriuria.
Bakteriuria bermakna atau signifikan di definisikan sebagai terdapatnya ¿ 105
CFU/ml bakteri pada sampel urin pancar tengah (Bailey dan Scott’s, 2007 ;
adlbergh et.al, 2008; tom Elliot et.al., 2013). Jumlah jumlah bakteriuria
bermakna dari hasil pemeriksaan kultur urin masih merupakan standar baku
(gold standar) untuk menegakan diagnosa adanya infeksi saluran kemih (Bailey
dan scott’s. 2007 ; kemenkes RI 2014). Bakteruira bermakna tidak selalu disertai
adanya gejalah klinis pada pasien sehinggah hasil kultur urin dapat di gunakan
sebagai jaminan bahwa dagnosa yang di berikan telah akurat. Jumlah bakteri
yang di temukan dalam specimen dalam pemeriksaan kultur urin harus
menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari klinis pasien agar penegakan
diagnosa yang akurat dapat tercapai. Aspek- aspek seperti teknik sampling,
proses penyimpanan dan transportasi specimen menjadi sangat penting
diperhatikan pada pemeriksaan kultur urin (kriharyani, 2010).
Urin merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bakteri karena zat-zat
yang terkandung dalam urin dapat menjadi sumber nutrisi bagi bakteri.
Penerimaan spesimen urin dalam kondisi tidak segar di khawatirka tidak dapat
menggambarkan keadan yang sesuai denga klinis pasien ( krihariyani, 2010).
Clinical and laboratory Standart institute 2015 menganjurkan agar pemeriksaan
kultur urin dilakukan paling lambat dua jam setelah dilakukan sampling.
Penundaan pemeriksan urin tanpa di simpan pada suhu 2-8℃ dapat menurunkan
kualitas hasil pemeeriksaan (Delanghe dan Speekaert,2014).
Pengiriman spesimen urin dari bangsal-bangsal untuk pemeriksaan
laboratorium biasanya dilakukan secara kolektif sebagai bentuk efsiensi kerja.
Container stelir yang berisikan spesimen urin yang telah di beri label identitas
pasien akan diletakan pada sebuah box plastik yang tersedia pada meja dorong,
yang kemudian akan diperiksa kembali oleh petugas dengan mencocokan antara
spesimen dengan formulir permintaan pemeriksaan. Apabila telah di anggap
lengkap dan pencocokan telah sesuai, maka petugas akan mengirimkan box
tersebut ke laboratorium. Jumlah pasien yang banyak atau kapasitas petugas
bangsal yang kurang memadai merupakan sebuah kendala sehinggah menjadi
permasalahan karena terjadi penundaan dalam pengiriman spesimen
kelaboratorium. semu
Spesime urin sudah harus sampai di laboratorium dan proses dalam waktu
tidak lebih dari dua jam setelah sampling, jika hal ini tidak memungkinkan untuk
segera dilakukan. Maka spesimen harus dimasukan ke dalam kulkas
(Garcia,2010;Delanghe dan speeckaert,2014).

2.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang dapat di tarik rumusan masalah apakah
penundaan pemeriksaan kultur urin dapat mempengaruhi pemerikssan
bakteriologi urine ?
2.3 Tujuan masalah
Agar seorang praktikan bisa mengetahui bagaimana cara pemeriksaan
bakteriologi urin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar teori

a. Pengertian

Urine atau air seni adalah sisa yang disekresikan oleh ginjal yang kemudian akan

dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinalisis. Ekskresi urine diperlukan untuk

membuang molekul molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal untuk menjaga

homeostasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh, peran urine sangat

penting karena sebagai pembuang cairan oleh tubuh adalah melalui proses sekresi urine

(Wahyundari, 2016). Sehingga komposisi urine dapat mencerminkan kemampuan ginjal

untuk menahan dan menyerap bahan-bahan yang penting untuk metabolisme dasar dan

mempertahankan homeostasis tubuh. Normalnya jumlah bahan yang terdapat dalam urine

selama 24 jam adalah 35 gram bahan organik dan 25 gram bahan anorganik (Ma’arufah,

2004).

b. Proses Pembentukan Organ yang berperan dalam pembentukan urine yaitu ginjal. Di

dalam ginjal, zat sisa metabolisme akan dipilah-pilah kembali. Hasil pemilahan tersebut

berupa zat yang sudah tidak berguna dan zat yang masih bisa dipergunakan kembaliZat

yang tidak bergunatersebut akan dikeluarkan dari tubuh,sedangkan zat-zat yang masih

dapat dipergunakan lagiakan dikembalikan kesirkulasi (Riswanto, dan Rizki,2015).

Nefron terdiri atas seperangkat glomerulus dan tubulus.Glomerulus mempunyai fungsi

filtrasi, sedangkan tubulusmempunyai fungsi sekresi dan reabsorbsi. Setidaknya salah

satu dari tiga proses berikut akan dialami suatu zat ketika diangkut melalui darah ke

sistem filtrasi kompleks ginjal, yaitu filtrasi glomerular, sekresi tubular dan reabsorbsi

tubular (Riswanto, dan Rizki, 2015). Filtrat glomerulus memiliki zat-zat yang masih

dibutuhkan oleh tubuh, sehingga filtrat akan berpindah dari dalam tubulus ke plasma

kapiler peritubulus. Perpindahan ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-zat yang
direabsorpsi tidak keluar sebagai urine, tetapi akan diangkut oleh kapiler peritubulus ke

sistem vena dan kembali ke jantung untuk diedarkan. Zat-zat yang akan diserap kembali

adalah glukosa, sodium, klorida fosfat, dan beberapa ion bikarbonat yang terjadi secara

pasif di tubulus proksimal. Jika tubuh masih membutuhkan sodium dan ion bikarbonat

maka terjadi penyerapan kembali secara aktif pada tubulus distal (reabsorbsi fakultatif)

dan sisanya dialirkan ke papilla renalis (Lauralee, 2011). Tubulus proksimal berfungsi

menahan ion-ion (K+, Na+, Cl-, HCO3-), reabsorbsi glukosa dan asam amino, serta

mengeliminasi ureum dan kreatinin. Ansa Henle berperan dalam pembentukan tekanan

osmotik (Sudiono, Iskandar, Halim, et al., 2006). Setelah zat yang masih dibutuhkan

tubuh diserap kembali, proses selanjutnya adalah sekresi tubulus yaitu perpindahan

selektif zatzat dari darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus. Sisa dari penyerapan

kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan

ke luar tubuh dalam bentuk urine (Lauralee, 2011).

c. Kandungan di dalam urine Komposisi zat didalam urine bervariasi tergantung jenis

makanan serta air yang diminumnya. Urine normal terdiri dari air, urea, asam urat,

amoniak, kreatinin, asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, klorida, garam- garam terutama

garam dapur dan zat- zat yang berlebihan dalam darah misalnya vitamin C dan obat-

obatan. Semua cairan dan pembentuk urine trsebut berasal dari darah atau cairan

interstisial. Komposisi urine berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang

penting bagi tubuh, misalnya glukosa diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul

pembawa (Halander, dkk., 2000).

2. Urinalisis

Urinalisis adalah pemeriksaan spesimen urine secara fisik, kimia dan mikroskopik

(Hardjoeno, dan Fitriyani, 2007). Urinalisis tidak hanya menggambarkan gangguan

keadaan intrinsik ginjal, tetapi juga memberi bukti yang penting tidak hanya pada kondisi
kerusakan primer dari ginjal dan taktus urinearius. Perubahan pada urine mungkin

menjadi pertanda yang pertama kali muncul pada penyakit vaskuler yang serius (Bishop

dkk, 1996). Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang sering dikerjakan pada

praktik dokter sehari-hari, apalagi kasus urologi. Pemeriksaan ini menurut Purnomo

tahun 2011 meliputi:

a. Makroskopik dengan menilai warna, bau dan berat jenis urine.


b. Kimiawi meliputi pemeriksaaan derajat keasaman/ Ph, protein, dan gula dalam urine.
c. Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel- sel, cast (silinder), atau bentukan lain
didalam urine.
3. Jenis urine
ada beberapa jenis urine berdasarkan waktu pengumpulannya yang digunakan untuk
diagnosis maupun penunjang suatu diagnosis penyakit. Jenis urine tersebut meliputi :
urine sewaktu, urine pagi, urine postprandial, urine 24 jam, urine 3 gelas dan urine 2 gelas
pada orang lelaki, urine porsi tengah, dan urine terminal (Gandasoebrata, 2013).
4. Wadah Spesimen Urine
Botol penampung urine harus bersih dan kering. Adanya air dan
kotoran dalam wadah berarti adanya kuman-kuman yang kelak berkembang biak dalam
urine dan mengubah susunannya. Wadah urine yang terbaik adalah yang berupa gelas
dengan mulut lebar yang dapat disumbat rapat dan sebaiknya urine dikeluarkan langsung
ke wadah tersebut. Jika hendak memindahkan urine dari wadah ke wadah lain, kocoklah
terlebih dahulu, supaya endapan ikut terpisah. Berikan keterangan yang lengkap tentang
identitas sampel pada wadah spesimen (Gandasoebrata, 2013).
5. Identitas spesimen
Identitas spesimen ditulis dalam wadah yang mudah dibaca. Label ini memuat setidaknya
nama pasien dan nomor identifikasi, tanggal dan waktu pengumpulan, dan informasi
tambahan seperti usia pasien dan lokasi dan dokter, seperti yang dipersyaratkan oleh
protokoler institusional (Strasinger dan Lorenzo, 2008).
6. Pengiriman spesimen urine
Pemeriksaan urinalisis yang baik harus dilakukan pada saat urine
masih segar (kurang dari 1 jam), atau selambat-lambatnya dalam waktu 2 jam setelah
dikemihkan. Penundaan ketika berkemih dan pemeriksaan urine dapat mempengaruhi
stabilitas spesimen dan validitas hasil pemeriksaan. Spesimen urine yang tidak dapat
dikirim dan diuji dalam waktu 2 jam harus didinginkan atau diberi bahan pengawet yang
tepat (Riswanto, dan Rizki, 2015).
7. Penanganan sampel
Fakta bahwa spesimen urine begitu mudah diperoleh atau dikumpulkan sering
menyebabkan penanganan spesimen setelah pengumpulan menjadi kelemahan dalam
urinalisis. Perubahan komposisi urine terjadi tidak hanya invivo tetapi juga invitro,
sehingga membutuhkan prosedur penanganan yang benar. Penanganan spesimen meliputi
prosedur penampungan urine dalam wadah spesimen, pemberian identitas spesimen,
pengiriman atau penyimpanan spesimen. Penanganan yang tidak tepat dapat menyebabkan
hasil pemeriksaan yang keliru (Riswanto, dan Rizki, 2015).
Metode yang paling rutin digunakan untuk pengawetan spesimen
urine adalah pendinginan 2-8°C yang dapat mengurangi pertumbuhan dan metabolisme
bakteri. Urine akan dilakukan uji biakan kuman harus didinginkan selama transit dan
didinginkan sampai dilakukan kultur hingga 24 jam. Perlu diperhatikan bahwa
pendinginan dapat meningkatkan berat jenis bila diukur dengan urinometer. Pendinginan
juga akan mengakibatkan pengendapan fosfat amorf dan urat yang akan mengaburkan
analisis sedimen mikroskopis. Spesimen harus dikembalikan di suhu kamar sebelum
pengujian kimia dengan strip reagen. Upaya ini dapat mengoreksi berat jenis dan dapat
melarutkan amorf urat (Strasinger dan Lorenzo,2008).
8. Jenis pemeriksaan
Pemeriksaan rutin adalah pemeriksaan penyaring, yaitu beberapa
macam, pemeriksaan yang dianggap sebagai dasar bagi pemeriksaan selanjutnya dan yang
menyertai pemeriksaan badan tanpa pendapat khusus (Gandasoebrata, 2013). Pemeriksaan
rutin mencakup pemeriksaan : a. fisik/ maksroskopik, seperti warna, kejernihan dan berat
jenis; b. kimia, meliputi glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, darah, keton, nitrit,
dan leukosit esterase; dan c. mikroskopis struktur dalam sedimen. Sampel yang digunakan
untuk urinalisis rutin setidaknya harus 15 mL (Riswanto, dan Rizki, 2015)
a. Pemeriksaan fisik/ maksroskopik Pemeriksaan fisik urine meliputi penentuan warna,
kejernihan, bau dan berat jenis. Pemeriksaan ini memberikan informasi awal mengenai
gangguan seperti perdarahan gromerulus, penyakit hati, gangguan metabolisme bawan dan
infeksi saluran kemih (ISK) (Strasinger dan Lorenzo, 2008).
b. Pemeriksaan kimia
Pemeriksaan kimia urine memberikan informasi mengenaiginjal dan fungsi hati,
metabolisme karbohidrat, dan asam-basa. Testkimia konvensional dilakukan
menggunakan tabung reaksi dan hasil ujinya dengan mengamati adanya endapan atau
kekeruhan atau perubahan warna setelah penambahan bahan kimia cair dengan atau tanpa
pemanasan. Tes yang paling umum diigunakan sekarang ini adalah test carik celup
menggunakan strip reagen, dimana reagen ini tersedia dalam bentuk kering siap pakai,
relatif stabil, murah, volume urine yang dibutuhkan sedikit, serta tidak memerlukan
persiapan reagen (Riswanto, dan Rizki, 2015).
c. Pemeriksaan sedimen
Pemeriksaan mikroskopis dari sedimen urine adalah bagian yang paling standar dan
paling memakan waktu dari urinalisis rutin. Pemeriksaan mikroskopis membutuhkan
banyak penanganan dalam mempersiapkan sampel dan melakukan analisis sedimen. Nilai
dari pemeriksaan mikroskopis tergantung pada dua faktor utama, yaitu pemeriksaan
spesimen yang sesuai, dan pengetahuan dari orang yang melakukan pemeriksaan
(Strasinger dan Lorenzo, 2008).
9. Metode pemeriksaan kimia
Dalam pemeriksaan zat terlarut dalam urine, bisa dilakukan dengan dua metode. Yaitu
metode kimia basah dan carik celup.
a. Kimia basah
Pemeriksaan kimia basah meliputi pemeriksaan glukosa dan zat pereduksi lain (galaktosa,
laktosa, pentosa, fruktosa, dan maltosa), protein (termasuk protein Bence Jones, dan
mikroalbumin), bilirubin, urobilinogen dan benda keton. Volume sampel yang dibutuhkan
lebih besar daripada pemeriksaan yang menggunakan strip reagen. (Riswanto,dan Rizki,
2015)
b. Carik celup (Strip)
Tes kimia dengan metode strip reagen saat ini begitu sederhana, cepat, dan hemat biaya
(dalam hal reagen, personel) dengan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dan tidak
memerlukan urine dalam jumlah yang besar untuk pengujian. Reaksi yang terlibat dalam
uji strip sebagian besar berdasarkan pada prinsipprinsip yang sama seperti pada
pemeriksaan kimia basah (Brunzel, 2013).
Reaksi diinterpretasikan dengan membandingkan warna yang dihasilkan pada strip
reagen dengan bagan warna yang disediakan oleh produsen. Kuat/lemahnya warna yang
dihasilkan berhubungan dengan konsentrasi zat dalam urine. Tergantung pada tes yang
dilakukan, hasilnya dilaporkan sebagai 1) konsentrasi (miligram per desiliter); 2)
kecil/sedikit/trace, sedang, atau besar; 3) menggunakan sistem plus (1+, 2+, 3+, 4+); atau
4) positif, negatif, atau normal. Berat jenis dan pH adalah pengecualian, hasilnya
dilaporkan dalam satuan masing-masing (Strasinger dan Lorenzo, 2008). Menurut
panduan dari CLSI, pemeriksaan kimia rutin untuk urine mencakup pemeriksaan glukosa,
protein (albumin), bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah/ hemoglobin, benda keton
(asam asetoasetat dan/atauaseton), nitrit, dan leukosit esterase.
1) Glukosa
Metode strip reagen dinilai lebih bagus dibandingkan uji kimia basah tradisional karena
lebih spesifik untuk glukosa dan waktu pengujian relatif singkat. Strip reagen untuk
glukosa dilekati dua enzim, yaitu glukosa oksidase dan peroksidase, serta zat warna
(kromogen), seperti orto-tuluidin, kalium iodida, tetrametilbensidin atau 4- aminoantipirin.
Perubahan warna yang terjadi tergantung pada kromogen yang digunakan dalam reaksi.
Hasil tes positif harus dikaitkan dengan temuan yang lain, seperti berat jenis, keton dan
albumin. Namun yang lebih penting, korelasi harus dilakukan dengan kadar glukosa darah
serta riwayat penyakit, riwayat keluarga dan gambaran klinis (Riswanto,2015).
2) Protein
Metode yang digunakan dalam strip reagen untuk deteksi protein adalah kolorimetri.
Indikator yang digunakan pada berbagai strip reagen dan perubahan warna yang
dihasilkan dapat berbeda tergantung produsen strip reagen ( Mundt dan Shanahan, 2011).
3) Bilirubin Pemeriksaan rutin terhadap bilirubin urin dalam strip reagen menggunakan
reaksi diazo. Bilirubin bereaksi dengangaram diazoniu dalam suasana asam menghasilkan
azodye, dengan warna mulai dari coklat atau merah. Reaksi warna strip reagen untuk
bilirubin lebih sulit diinterpretasikan daripada reaksi strip reagen untuk analit lainnya dan
mudah dipengaruhi oleh pigmen lain yang ada dalam urine (Strasinger dan Lorenzo,2008).
4) Urobilinogen
Tes skrining urobilinogen didasarkan pada reaksi aldehid Erlich, dimana urobilinogen
beraksi dengan senyawa diazonium (pdimethylaminobenzaldehyde) dalam suasana asam
membentuk warna merah azo. Namun, adanya bilirubin dapat mengganggu pemeriksaan
karena membentuk warna hijau (Mundt dan Sahanahan, 2011).
5) pH
kebanyakan merk strip reagen menggunakan dua macam indikator (indikator ganda), yaitu
metil merah dan bromtimotil biru, dan bereaksi dengan ion H+ memberikan warna jingga,
hijau, dan biru seiring dengan peningkatan pH. Strip reagen mengukur rentang pH 5,0
sampai 9,0 dengan estimasi pengukuran 0,5 sampai 1, tergantung produsen strip reagen
(Riswanto, dan Rizki, 2015).
6) Berat jenis
Penetapan berat jenis urin menggunakan strip reagen lebih praktis, cepat, dan tepat
daripada metode konvensional. Strip mengandung tiga bahan utama, yaitu polielektrolit,
substansi indkator dan buffer. Pembacaan dilakukan dalam interval 0,005 dari berat jenis
1,000 sampai 1,030. Urine yang mengandung glukosa atau urea tinggi menyebabkan berat
jenis cenderung tinggi dan protein sedang atau ketoasidosis dapat menyebabkan berat jenis
cenderung rendah (Riswanto, dan Rizki, 2015).
7) Darah
Pemeriksaan dengan strip reagen mendeteksi eritrosit, hemoglobin bebas, maupun
mioglobin, namun reaksi sensitif terhadap hemoglobin dan mioglobin daripada eritrosit.
Pad reagen diresapi dengan kromogen tetrametilbenzidin dan peroksida. Adanya eritrosit
utuh akan memberikan reaksi berupa bintik – bintik hijau, sedangkan hemoglobin bebas
dan mioglobin akan memberikan warna hijau atau hijau- biru tua (Mundt dan Shanahan,
2011).
8) Keton
Strip reagen berisi sodium nitroprusid (nitroferisianida) dan buffer basa yang bereaksi
dengan keton urine membentuk warna ungu atau merah marum. Sampel urine untuk
pemeriksaan benda keton adalah urine acak atau sewaktu. Hasil pemeriksaan keton
dilaporkan secara kualitatif (negatif, 1+, 2+, 3+) atau semikuantitatif (negatif, 5, 15, 40, 80,
160 mg/dL) (Riswanto, dan Rizki, 2015).
9) Nitrit
Dasar tes kimia nitrit adalah kemampuan bakteri tertentu untuk mereduksi nitrat (NO3)
menjadi nitrit (NO2). Nitrit terdeteksi oleh reaksi Greiss, dimana nitrit pada pH asam
bereaksi dengan amina aromatik (asam p-arsanilat atau sulfanilamide) membentuk senyawa
diazonium yang kemudian bereaksi dengan tetrahidrobenzoquinolin menghasilkan warna
azo yang merah muda (Strasinger dan Lorenzo, 2008). Spesimen yang baik untuk
pemeriksaan nitrit adalah urine pagi pertama (McPherson dan Pincus, 2011).
10) Leukosit
Uji strip reagen mendeteksi esterase leukosit yang ditemukan dalam granula azurofilik
leukosit granulositik (neutrofil, eosinofil dan basofil ), serta monosit dan makrofag.
Prinsipnya adalah aksi esterase leukosit memecah ester yang diresapkan dalam pad reagen
membentuk senyawa aromatik. Segera setelah hidrolisis ester, reaksi azocoupling terjadi
antara senyawa aromatik yang dihasilkan dan garam azodium yang disediakan dalam pad
tes menghasilkan warna azo dari krem sampai ungu (Riswanto, dan Rizki, 2015).
10. Urine analyzer
Urine analyzer merupakan alat laboratorium yang berfungsi untuk membantu analisis
sampel urine dari pasien, yang dibutuhkan dokter dalam proses diagnosis. Pemeriksaan
kimia urine dan pemeriksaaan endapan urine merupakan pemeriksaan urine rutin yang
befungsi untuk membantu diagnosis dari suatu penyakit yang ada dalam tubuh.
Pemeriksaan endapan pada dasarnya adalah memeriksa kandungan endapan yang ada pada
urine, sedangkan pemeriksaan kimia urine adalah pemeriksaan berdasarkan reaksi biokimia
antara dengan bahan- bahan kimia.
Pemeriksaan kimia urine dapat dilakukan dengan menggunakan urinetest strips. Pada
setiap strip, terkandung bahan kimia yang berbeda- beda, dimana perubahan warna pada
setiap strip akan mengindikasikan ada atau tidaknya bahan kimia tertentu dalam urine. Alat
yang dapat membantu menganalisis atau membantu pembacaan hasil urine test strips adalah
urine chemistry analyzer. Urine chemistry analyzer dapat digunakan untuk menganalisis
berat jenis urine, pH, leukosit, nitrit, protein, glukosa, keton, urobilinogen, bilirubin, dan
eritrosit yang terkandung dalam urine. Pengukuran alat ini dapat diset menggunakan satuan
konvensional maupun satuan internasional. Pada urine chemistry analyzer terdapat memori
yang digunakan untuk menyimpan sementara hasil analisis dan thermal printer yang
digunakan untuk mencetak hasil analisis. Prinsip kerja dari urine chemistry analyzer adalah
reflectance photometry (pengukuran pantulan cahaya) dimana alat mengukur intensitas
cahaya dari pantulan sinar pada setiap bagian urine test strips yang disinari oleh sinar LED
dengan panjang gelombang yang sudah ditentukan. Sebuah LED memancarkan sinar
dengan panjang gelombang yang telah ditentukan ke permukaan test pad dengan susut
maksimum, sehingga permukaan dari setiap bagian urine test strips tersinari oleh LED.
Sinar yang terpantul dari urine test strips akan diterima oleh detektor. Waktu pemeriksaan
dari mulai mencelupkan urine test strips hingga selesai mencetak adalah 55- 65 detik.
Sinyal analog yang diterima oleh detektor akan dikirim ke ADC (Analog to Digital
Converter) untuk diubah menjadi sinyal digital agar bisa diproses oleh mikroprosesor. Pada
mikroprosesor, data hasil pembacaan setiap dari urine test strips akan dikonversi menjadi
nilai reflektansi relatif yang mengacu pada standar kalibrasi. Hasil pengolahan
mikroprosesor akan disimpan dalam memori, dikirim ke komputer atau langsung dicetak
(Noviyanto, 2013).
11. Analisis darah dalam urine
Setiap jumlah eritrosit yang lebih dari 5 sel per mikroliter urine dianggap bermakna secara
klinis, maka pemeriksaan visual terhadap warna tidak dapat diandalkan untuk mendeteksi
keberadaan darah. Pemeriksaan mikrsokopis dari sedimen urine menunjukan eritrosit utuh
(intact), namun hemoglobin bebas yang dihasilkan baik oleh gangguan hemolitik atau
lisisnya eritrosit tidak terdeteksi (Riswanto, dan Rizki, 2015). Pemeriksaan dengan strip
reagen (dipstik)mendeteksi eritrosit, hemoglobin bebas, maupun mioglobin, namun reaksi
lebih sensitif terhadap hemoglobin dan mioglobin daripada eritrosit.Prinsip pemeriksaan
darah dalam urine adalah dengan menggunakan pseudoperoksidase dari hemoglobin untuk
mempercepat reaksi antara hidrogen peroksidase dan kromogen tetramethylbenzidine untuk
menghasilkan kromogen teroksidasi yang berwarna hijau kebiruan (Mundt dan Shanahan,
2011).

BAB III
METODE KERJA

3.1 Alat dan bahan


3.3.1 Alat
1. tabung reaksi
2. tempat sampel
3. Bunsen
4. rak tabung
5. ose lurus dan ose bulat
6. pipet tetes
7. objek gelas
8. mikroskop
3.3.2. Bahan
1. media BHIB dan Mac conkey
2. sampel urin
3. Aquades steril
4. tissue
5. NaCl 0,9 5
6. lugol
7. krital gentian violet
8. alkohol 96 %
9. Air fuchin
10. Oil Emersi
11. Media MRVP
12. Media urea
13. Media citrate
14. KIA
15. media gula gula ( laktosa,sukrosa glukosa dan maltose).
16. MIO
3.3.3 PROSEDUR KERJA
1. Isolasi sampel pada media mac Conkey
a. disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. kemudain di dalam tabung reaksi yang telah berisi NaCl steril 0,9 % di
maasukan 1 mL sampel urine
c. selanjutnya dihomogenkan dan di pipet 0,1 ml sampel tersebut, lalu di
masukan ke dalam media mac conkey
d. Disebar atau di zig-zag sampel pada media dengan menggunakan ose yang
telah dipijarkan di atas api Bunsen sebelum dan sesudah melakukan
pemindahan.
e. Ditunggu hinggah kering, kemudian dimasukan ke dalam incubator pada
suhu 370C selama 1× 24 jam.
f. kemudian hitung jumlah koloni terduga pada mediaMac conkey
2. Pewarnaan gram
1. Dibuat preparat dengan mensuspensikan koloni dengan aquadest steril
2. kemudian difiksasi di atas api Bunsen
3. Ditambahkan 1-2 tetes Kristal violet,lalu diamkan selama 3 menit
4. Setelah kering, di cuci dengan air mengalir
5. Ditambahkan -2 tetes lugol, lalu diamkan selama 2 menit
6. Dicuci air mengalir
7. Dekolorisasi dengan alcohol 96 % selama 2 menit.
8. Dicuci air mengalir
9. Ditambahkan 1-2 tetes carbun fuchin selama 1 menit
10. Dicuci air mengalir
11. Dikeringkan dan diamati pada mikroskop dengan perbesaran objektif 40×
Dan 100× (tambhakan oil emersi).
3.3.4 Uji biokimia
1.) Uji MRVP
a. Diambil koloni terpisah menggunakan ose
b. masukan kedalam media MRVP
c. Setelah itu dihomogenkan dengan carak di kocok
d. kemudian dimasukan kedalam incubator Suhu 370C selama 24 jam
2.) Uji urea
a. Diambil koloni terpisah dengan menggunakan ose
b. Dimasukan kedalam media urea dengan cara di gores
c. kemudian dimasukan kedalam incubator selama 370C selama 24 jam.
3.) Uji KIA/TSIA
a. Diambil koloni terpisah dengan menggunakan ose
b. Dimasukan kedalam media KIA dengan cara di gores dan di tusuk
c. kemudian dilakukan tehknik penusukan pada media KIA
d. setelah itu dimasukan kedalam incubator pada suhu 370C selama 24 jam.
4.) Uji Citrat
a. Diambil koloni terpisah dengan menggunakan ose
b. Dimasukan kedalam media Citrat dengan cara di gores pada lereng media
c. masukan kedalam incubator pada suhu 370C selama 24 jam
5.) Uji media gula-gula(laktosa,sukrosa glugosa dan maltose)
a. Diambil koloni terpisah dengan menggunakan ose
b. DImasukan kedalam media gula-gula
c. kemudain di homogenkan dengan cara di kocok
d. Setelah itu dimasukan ke dalam incubator selama 370C selama 24 jam
5.) Uji Mio (Motility indol ornityn)
a. Diambil koloni terpisah dengan menggunakan ose
b. Dimasukan kedalam media mio
c. Setelah dihomogenkan dengan cara dikocok
d. Kemudian dimasukan kedalam incubator pada suhu 370C selama 24 jam
3.3.5 Uji anti biotic pada media NA
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Diambil koloni terpisah yang telah di isolasi pada media Mac conkey
menggunakan ose bulat
c. Kemudian masukan ke dalam NaCl steril 0,9 % dihomogenkan dan kocok
d. setelah itu masukan kapas lidi dalm NaCl 0,9% dan kapas lidi tersebut di
isolasi pada media NA
e. Diamkan selama 5 menit setelah itu dimasukan obat (Ampicilin) dan letakan
di atas media
f. diamkan selama 15 menit lalu masukan dalam incubator selama 1× 24 jam
pada suhu 370C
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Beradasarkan makalah di atas dapat kami simpulkan bahwa ada beberapa
tahap dalam pemeriksaan bakteriologi urin dimana sampel urine kita harus
tanam di beberapa media yakni media Mac conkey dan NA setelah di tanam dan
tumbuh koloni kita perlu melakukan pewarnaan yakni pewarnaan gram di dalam
pewarnaan ada babarapa tahap pegujian yakni uji biokimia. di dalam Uji
biokimia ada beberapa pengujian yakni,Uji MRVP, Uji urea,Uji KIA,Uji citrat,
Uji MIO selektif dan lain- lain
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Watson,2002; Gandasoebrata,2007 Penuntun laboratorium. Jakarta : Dian Rakyat.
Sherrwood,Laura lee, 2011. Fisiologi manusia. jakarta : EGC
Garcia dan Lestai, 2011. Atomic absorption spectrometry (AAS). Intech: Rijeka
Bailey dan scott’s. 2007 ; kemenkes RI 2014.
Krihariyani, D.2010: 115-9 pengaruh penyimpanan urin kultur pada suhu 20C -80C
selama lebih dari 24 jam Terhadap pertumbuhan bakteri. Jurnal pendidikan
kesehatan forikel, vol 1, no 2 april 2010.

Anda mungkin juga menyukai