Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN DAN ELIMINASI FEKAL


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Dosen: Sri Hayati, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh:

1. Putri Nur Aliffia 88211027 5. Nuraeni Sobah 88213050


2. Dwie Septhyani 88211030 6. Arni Delas Trianur 88213057
3. Deriansyah Al Gifari 88212026 7. Nurapni Oktavia Lail 88213060
4. Nur Ajijah 88212032 8. Gemi Nastiti S 88213209

UNIVERSITAS ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Sholawat beserta salam tidak lupa pula penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah membawa kita ke jalan Allah SWT. Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar 2 yang diberikan oleh
dosen yang bersangkutan. Di mana dalam makalah ini penulis akan membahas
mengenai “Fisiologi Perkemihan dan Eliminasi Fekal”.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya
sehingga dapat menambah pengetahuan bagi kita semua. Akhir kata penulis mohon
maaf jika terdapat kesalahan dalam makalah ini, karena penulis masih dalam proses
pembelajaran. Untuk itu penulis menerima saran dan kritikan dari pembaca sebagai batu
loncatan bagi penulis untuk pembuatan makalah kedepannya.

Bandung, 21 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................ iii


DAFTAR ISI………………………………..……………..
……………..………….. iv

DAFTAR GAMBAR ..
……………………………......................................... V

BAB I PENDAHULUAN ...................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................... 1


B. Perumusan Masalah ................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ...................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................. 2

A. Fisiologi Sistem Perkemiha dan Eliminasi Fekal .... 2

BAB III PENUTUP............................................................... 15

A. Kesimpulan ............................................................... 15
B. Saran ......................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 16

iii
DAFTAR GAMBAR

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

B. Perumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan sistem perkemihan?
2. Apa yang di maksud dengan eliminasi fekal?
3. Bagaimana proses fisiologi sistem perkemihan?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat memahami tentang sistem perkemihan.
2. Dapat memahami tentang eliminasi fekal.
3. .Dapat memahami tentang proses

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Fisiologi Sistem Perkemihan dan Eliminasi Fekal


1. Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan atau sistem urinaria adalah suatu sistem tubuh tempat
terjadinya proses filtrasi atau penyaringan darah sehingga darah terbebas dari
zat-zat yang tidak digunakan lagi oleh tubuh. Selain itu pada sistem ini juga
terjadi proses penyerapan zat-zat yang masih dipergunakan lagi oleh tubuh.
Zat-zat yang sudah tidak dipergunakan lagi oleh tubuh akan larut dalam air
dan dikeluarkan berupa urine/ air kemih ( Prabowo dan Pranata, 2014).
2. Fungsi Sistem Perkemihan
Fungsi utama sistem perkemihan pada tubuh adalah melakukan ekskresi
dan eliminasi sisa-sisa metabolisme tubuh. Selain itu terdapat beberapa
fungsi tambahan, antara lain :
a) Sebagai regulator volume darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan
sejumlah cairan ke dalam urine dan melepaskan homon eritropoetin dan
rennin.
b) Sebagai regulator konsentrasi plasma dari beberapa ion, yaitu : sodium,
potassium, klorida dan mengontrol jumlah kehilangan ion-ion lainnya ke
dalam urine, serta menjaga batas ion kalsium melalui sintesis kalsiterol.
c) Sebagai stabilisator pH darah melalui jumlah pengeluaran hidrogen dan
ion bikarbonat ke dalam urine.
d) Sebagai detoksifikator racun bersama organ hepar selama kelaparan
melalui proses deaminasi asam amino yang dapat merusak jaringan
(Muttaqin & Sari, 2012).
3. Eliminasi Fekal
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan
berperan penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan
untuk mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-

2
3

sisa metabolisme. Sisa metabolisme terbagi menjadi dua jenia yaitu berupa
feses yang berasal dari saluran cerna dan urine melalui saluran perkemihan
(Kasiati & Rosmalawati, 2016).
Setiap individu memiliki pola eliminasi fekal berbeda yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain usia, diet, cairan, aktivitas, faktor psikologis,
dan obat-obatan. Apabila konsumsi serat dalam makanan, asupan cairan,
pemenuhan kebutuhan aktivitas dan beberapa faktor lainnya tidak terpenuhi
maka akan menimbulkan gangguan di saluran pencernaan (Setyani, 2012;
Kozier, Erb, Berman & Snyder 2010).
4. Urine
Urine atau air seni adalah sisa yang disekresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinalisis.
Ekskresi urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam
darah yang disaring oleh ginjal untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.
Dalam mempertahankan homeostasis tubuh, peran urine sangat penting
karena sebagai pembuang cairan oleh tubuh adalah melalui proses sekresi
urine (Wahyundari, 2016).
Sehingga komposisi urine dapat mencerminkan kemampuan ginjal untuk
menahan dan menyerap bahan-bahan yang penting untuk metabolisme dasar
dan mempertahankan homeostasis tubuh. Normalnya jumlah bahan yang
terdapat dalam urine selama 24 jam adalah 35 gram bahan organik dan 25
gram bahan anorganik (Ma’arufah, 2004).
5. Komposisi Urine
Komposisi zat didalam urine bervariasi tergantung jenis makanan serta air
yang diminumnya. Urine normal terdiri dari air, urea, asam urat, amoniak,
kreatinin, asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, klorida, garam- garam
terutama garam dapur dan zat- zat yang berlebihan dalam darah misalnya
vitamin C dan obat-obatan. Semua cairan dan pembentuk urine trsebut
berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urine berubah
sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh,
4

misalnya glukosa diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa


(Halander, dkk., 2000).
6. Karakteristik Urine
Karakteristik urin dibagi menjadi 2 bagian yaitu komposisi urin dan sifat
fisik urin.
a) komposisi urin terdiri atas 95% air yng mengandung zat terlarut seperti :
1) Zat buangan nitrogen meliputi urea,asam urat,dan kreatinin
2) Asam hipurat
3) Elektrolit meliputi ion natrium
4) Hormon
5) Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing (syaifuddin,2007)
b) sifat fisik urin merupakan bagian kedua dari karakteristik urin yang

meliputi warna, bau, berat jenis, asiditas(keadaan asam). Sifat fisik urin
yang paling terlihat adalah warna, dimana warna urin normal adalah
kuning pucat atau ambar. Pigmen utamanya urokrom,sedikit urobilin dan
hematopofirin. Pada keadaan demam urin berwarna kuning tua atau
kecoklatan, pad penyakit hati empedu urin menjadi hijau,cokelat,atau
kuning tua dan biasanya urin segar beraroma sesuai dengan zat-zat yang
di makan (soewolo,2005).
Berat jenis urin berkisaran antara 1,001-1,035 tergatung pada konsentrasi
urin, sedangakan asiditas (keadaan asam) atau alkalinitas(keadaan alkali)
yaitu memiliki pH bervariasi antara 4,8-7,5 dan biasanya 6,0 tergantung pada
diet (Syaifuddin, 2007).
5

Gambar.1 Warna urine

7. Proses Pembentukan Urine


Nefron membuat urin yaitu dengan menyaring darah dan kemudian
mengambil kembali bahan-bahan yang bermanfaat kedalam darah. Maka
tersisalah bahan tak berguna keluar dari nefron dalam suatu larutan yang
dinamakan urin (kimball, 1994) .
Urin adalah cairan produk limbah yang telah disaring oleh ginjal di dlam
tubuh. Warn kuning yang khas pada urin disebabkan oleh sekresi pigmen
yang berasal dari darah(urochrome). Jadi banyak warna urin yabg
ditimbulkan tergantung dari jumlah cairan yang diminum. Perubahan warna
urin yang bersifat sementara bisa juga disebabkan pewarna makanan buatan
yang tidak baik. Bisa jug warna urin atau air seni akibat resep obat yang di
konsumsi (prabowo dan pranata,2014).
Urin terbentuk menjadi 3tahap. Yaitu:
a. filtrasi (penyaringan)
Proses filtrasi terjadi di kapsul bowman dan glomerulus, dinding luar
kapsul bowman tersusun dari satu lapis sel epitel pipih. Antara dinding
luar dan dinding dalam terdapat ruang kapsul yang berhubungan dengan
lumen tubulus kontortus ptoksimal. Dinding dalam kapsul bowman
tersusun dari sel-sel khusus (prodosit). Proses filtrasi terjadi karena
adanya perbedaan tekanan hidrostatik (tekanan darah) dan tekanan
onkotik (tekann osmotik plasma), dimulai ketika darah masuk ke
glomerulus, tekanan darah menjadi tinggi sehingga mendorong air dan
komponen-komponen yang tidak dapat larut melewati pori-pori
endotelium kapiler, glomerulus, kemudian menuju membran dasar, dan
melewati lempeng filtrasi, lalu masuk kedalam ruang kapsul bowman.
b. reabsorpsi (penyerapan)
Proses reabsorpsi terjadi di tubulus kontortus proksimal, lengkung
henle, dan sebgian tubulus kontortus distal. Reabsorpsi dilakukan oleh
6

sel-sel epitel di seluruh tubulus ginjal. Banyaknya zat yang direabsorpsi


tergantung kebutuhan tubuh saat itu. Reabsorpsi terjadi secara transpor
aktif dan trasport pasif. Glukosa dan asam amino direabsorpsi secara
transport aktif di tubulus proksimal. Reabsorpsi Na+, HCO3 dan H2O
terjadi di tubulus kontortus distal. Proses reabsorpsi dimulai ketika urin
primer (bersifat hipotonis dibanding plasma darah) masuk ke tubulus
kontortus proksimal. Kemudian terjadi reabsorpsi glukosa dan 67% ion
Na+, selain itu juga terjadi reabsorpsi air dan ion CI- secara pasif.
Bersamaan dengan itu, filtrat menuju lengkung henle. Filtrat ini telah
berkurang volumenya dan bersifat isotonis dibndingkan cairan pada
jaringan di sekitar tubulus kontortus proksimal. Pada lengkung henle
terjadi sekresi aktif ion CI- ke jaringan di sekitarnya. Reabsorpsi
dilanjutkan di tubulus kontortus distal. Pada tubulus ini terjadi reabsorpsi
Na+ dan air di bawah kontrol ADH (hormon antidiuretik). Hasil
reabsorpsi ini berupa urin sekunder yang memiliki kandungan
air,haram,urea,dan pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan
bu pada urin.
c. augmentasi (pengumpulan)
Urin sekunder dari tubulua distal akan turun menuju tubulus
pengumpul. Pada tubulus pengumpul ini masih terjadi penyerapan ion
Na+, CI- dan urea. sehingga terbentuklah urin sesungguhnya dari tubulus
pengumpul. Urin dibawa ke pelvis renalis, urin mengalir melalui ureter
menuju vesika urinaria (kantong Kemih) yang merupakan tempat
penyimpanan sementara urin.
8. Fungsi Nefron Dalam Pembentukan Urine
Ginjal tesusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas
banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar
satu juta pada setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan
fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowmen yang
mengintari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
7

lengkung henle dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke


duktus pengumpul.
Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal.
Terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula
bowman dan ruang yang mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang
bowmen atau ruang kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh sel - sel epitel.
Sel epitel parielalis berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari
kapsula, sel epitel veseralis jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam
kapsula. ( Elisabeth, 2008).
9. Hormon Yang Mengatur Sistem Perkemihan
a. Antidiuretik Hormon (ADH)
Antidiuretik Hormon (ADH) dilepaskan oleh kelenjar hipofisis
posterior saat jumlah air di dalam tubuh turun. Di bawah pengaruh ADH,
tubulus kontortus distal dan tubulus kolektivus mampu mereabsorpsi
lebih banyak air dari filtrat ginjal. Hal ini membantu mempertahankan
volume dan tekanan darah tetap normal, dan juga memungkinkan ginjal
memproduksi urine yang lebih pekat dari pada cairan tubuh. Produksi
urine yang pekat penting untuk mencegah kehilangan air secara
berlebihan, namun tetap mengekskresikan semua zat yang harus dibuang.
Jika jumlah air dalam tubuh meningkat, sekresi ADH akan menurun atau
berhenti dan ginjal akan mereabsorbsi lebih sedikit air. URine menjadi
lebih encer dan air dibuang sampai jumlahnya didalam tubuh menjadi
normal.
b. Aldosteron
Aldosteron disekresikan oleh korteks adrenal sebagai respon terhadap
kadar kalium darah yang tinggi, dan kadar natrium darah yang rendah,
atau terhadap penurunan tekanan darah. Bila aldosteron merangsang
reabsorbsi ion Na+, air akan tereabsorbsi dan filtrat kembali kedalam
darah. Hal ini membantu mempertahankan volume dan tekanan darah
tetap normal.
8

Antagonis aldosteron adalah Atrial Natriuretic Hormone (ANH),


yang disekresikan oleh atrium jantung saat dinding atrium teregang oleh
tekanan darah yang tinggi atau oleh volume darah yang besar. ANH
menurunkan reabsorbsi ion Na+ dan air oleh ginjal, sehingga ditemukan
dalam filtrat untuk diekskresikan. Dengan peningkatan pembuangan
natrium dan air, ANH membantu menurunkan volume dan tekanan
darah.
10. Proses Miksi (Rangsangan Berkemih)
11. Laju Filtrasi Glomerulus
Laju filtrasi glomerulus (LFG) merupakan salah satu pemeriksaan fungsi
ginjal dalam menilai fungsi ekskresi, dengan cara menghitung banyaknya
filtrat yang dapat dihasilkan oleh glomerulus. Derajat penurunan kadar LFG
menandakan beratnya kerusakan ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan kadar lipid serum (kolesterol total, HDL, LDL, Tg)
Tekanan filtrasi (Starling forces), ditentukan oleh:
a. Tekanan yg mendorong filtrasi:
1) Tekanan hidrostatik di kapiler glomerulus
2) Tekanan onkotik dalam kapsula bowman (karena hampir tidak ada
protein, πKB=0
b. Tekanan yg melawan filtrasi:
1) Tekanan hidrostatik di kapsula bowman
2) Tekanan onkotik protein plasma dalam kapiler glomerulus
3) Tekanan hidrostatik kapiler glomerulus (±55mmHg) = kekuatan
kontraksi jantung & tahanan di dlm aferen & eferen (derajat
konstriksi & dilatasi atau diameter pembuluh darah)
4) Tekanan onkotik protein plasma (±15mmHg) = konsentrasi plasma
dalam kapiler glomerulus
5) Tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman (±30mmHg) = keadaan
ureter & keadaan ginjal
9

6) LFG: jumlah cairan yang difiltrasi ke dalam kapsula bowman per


satuan waktu
7) Rata-rata LFG = 125 ml/menit → 180 L/hari
8) Total volume plasma ± 3 L → ginjal memfiltrasi darah 60 x/hari ⇒
2,5 x/jam (24 menit/1 x filtrasi)
9) LFG dipengaruhi oleh:
a) Tekanan filtrasi net → tekanan & aliran darah ginjal
b) Koefisien filtrasi → luas permukaan kapiler glomerulus yang
dapat melakukan filtrasi & permeabilitas membran kapiler-
kapsula bowman.
12. Tubulus Proksimal (Proses Reabsorpsi)
Reabsorpsi tubulus proksimal ginjal adalah elemen kunci dalam
homeostasis keseluruhan dan ini melibatkan mekanisme transpor aktif
sekunder. Di antara sistem kotransport natrium-fosfat (Na/Pi ) yang
diidentifikasi secara molekuler, kotransporter tipe IIA Na-Pi membran
brush-border adalah pemain kunci dalam reabsorpsi tubulus proksimal.
Perubahan fisiologis dan patofisiologis pada reabsorpsi ginjal terkait
dengan perubahan ekspresi/konten membran brush-border tipe IIa Na-Pi
kotransporter. Mekanisme pengambilan / penyisipan membran yang
kompleks terlibat dalam memodulasi konten transporter dalam membran
brush-border. Dalam model kultur jaringan (sel OK) yang mengekspresikan
secara intrinsik kotransporter tipe IIA Na-Pi , kaskade seluler yang terlibat
dalam kontrol "fisiologis/patofisiologis" reabsorpsi telah dieksplorasi.
Karena model sel ini menawarkan lingkungan "tubulus proksimal", ini
berguna untuk karakterisasi (dalam studi ekspresi heterolog) dari persyaratan
seluler/molekul untuk regulasi transportasi. Akhirnya, sistem ekspresi oosit
telah memungkinkan karakterisasi menyeluruh dari karakteristik transportasi
dan hubungan struktur/fungsi. Dengan demikian kloning tipe IIA Na-Pi
cotransporter (tahun 1993) menyediakan alat untuk mempelajari
fungsi/regulasi kotransport Na-Pi membran ginjal pada tingkat
10

seluler/molekul serta pada tingkat organ dan mengarah pada pemahaman


tentang mekanisme seluler yang terlibat dalam kontrol tubulus proksimal
penanganan dari keseluruhan homeostasis.
13. Lengkung Henle
adalah bagian nefron dalam ginjal berbentuk seperti huruf U yang
menghubungkan antara tubulus kontortus proksimal dengan tubulus
kontortus distal. Lengkung Henle berfungsi untuk membuat cairan di medula
ginjal dalam konsentrasi asam, karena pada Lengkung Henle terdapat NaCl
(Garam) dalam konsentrasi tinggi, sehingga cairan dalam lengkung henle
selalu dalam keadaan hipertonik. Ansa Henle juga berfungsi untuk
memekatkan atau mengencerkan urin, karena terjadi proses rearbsorpsi di
dalamnya. Lengkung Henle terbagi menjadi 2 bagian , yaitu :
a. Lengkung Henle Desenden (Melengkung Ke bawah)
Bagian dinding Ansa Henle desenden (turun) permeabel terhadap air dan
ion-ion namun impermeabel terhadap Na dan Klorida. Artinya pada saat
Urin melewati bagian ini air akan keluar dari dindingnya.
b. Lengkung Henle Asenden (Melengkung ke atas)
Bagian dinding Ansa Henle Asenden (Naik) permeabel terhadap Na dan
Kloria, namun Impermeabel terhadap air. Artinya pada saat urin
melewati bagian ini air akan tetap berada dalam dinding, sedangkan
Natrium dan Klorida akan keluar dari dinding sesuai dengan kebutuhan
tubuh.
14. Tubulus Distal
Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun
oleh selapis sel kuboid dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan
tubulus kontortus proksimal. Inti sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar
inti sel berdekatan. Sitoplasma sel bewarna basofil (kebiruan) dan
permukaan sel yang mengahadap lumen tidak mempunyai paras sikat.
Bagian ini terletak di korteks ginjal. Fungsi bagian ini juga berperan dalam
pemekatan urin, salah satu struktur ginjal yang di dalamnya terjadi proses
11

reabsorpsi dan sekresi. Senyawa yang direabsorpsi antara lain H2O, NaCl,
dan HCO3.
Selain proses penyerapan, fungsi tubulus distal lainnya adalah untuk
sekresi atau augmentasi, yaitu proses pengeluaran zat-zat yang tidak
diperlukan tubuh meliputi K+ dan H+. Kemudian, urine akan masuk ke
dalam tubulus kolektivus.

15. Tubulus Kolektivus / Pengumpul


Tubulus ini dapat dibagi menjadi bagian kortikal dan medula. Bersama-
sama, keduanya secara normal untuk reabsorpsi dari 5-7% dari muatan
sodium yang di saring.
a. Tubulus Pengumpul Kortikal
Bagian dari nefron ini terdiri dari 2 tipe sel :
1) Principal cells (p cells), yang mana secara utama menghasilkan
potasium dan turut serta dalam aldosteron-diperantai reabsopsi Na+.
2) Intercalated cells (I cells), yang bertanggung jawab untuk regulasi
asam-basa. Karena P sel mereabsobsi Na+ melalui pompa
elektrogenik, CT juga hatus direabsorbsi atau K+ harus dikeluarkan
untuk menjaga keelektronetralitas. Kenaikan pada intraseluler [K+]
menambah sekresi K+, Aldosteron meningkatkan aktifitas Na+-K+-
ATPase pada bagian nefron ini dengan meningkatkan jumlah saluran
K+ dan Na+ yang dibuka pada membran luminal. Aldosteron juga
meningkatkan sekresi H+ atpase pada garis luminal dari I cells. I
cells secara tambahan memiliki pompa K+-H+-atpase luminal, yang
mana mereabsorbsi K+ dan mengeluarkan H+. Kebanyakan I cells
mampu mensektesikan ion bikarbonat dalam menanggapi muatan
alkalin yang besar.
b. Tubulus Pengumpul Medula
Tubulus pengumpul medula menurun dari korteks terus ke medula
hipertonik sebelum bergabung dengan tubulus pengumpul dari nefron-
12

nefron yang lain untuk membentuk sebuah ureter untuk setiap ginjal.
Bagian dari tubulus pengumpul ini adalah bagian pokok kegiatan untun
antidiuretik hormon (ADH), juga disebut arginin vasopressin (AVP),
hormon ini mengaktivasi adenilat siklase melalui reseptor V² (reseptor
V¹ meningkatkan resistensi vaskular).
ADH merangsang pengungkapan saluran protein, aqyaporin+2, di
dalam sel membran permeabilitas dari membran luminal terhadap air
secara keseluruhan bergantung pada kehadiran ADH. Dehidrasi
meningkatkan sekresi ADH, memberikan membran luminal dapat
ditembus oleh air. Sebagai hasil, air secara osmotik keluar dari cairan
tubular melewati terus medula, dan dihasilkan urin yang pekat (hingga
1400 mOsm/L). Sebaliknya, hidrasi yang cukul menekan sekresi ADH,
cairan dalam tubulus pengumpul tak berubah saat melewati terus medula
dan tetap hipotonik (100-200 mOsm/L). Tubulus pengumpul medula
juga memiliki P dan I cells, tetapi predominasi. Selain itu, bagian dari
nefton ini beratnggung jawab untuk mengasamkan urin, ion hidrogen
yang dihasilkan diekskresikan dalam bentuk asam titrasi (fosfat) dan ion
amonium.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan data dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Sistem perkemihan atau sistem urinaria adalah suatu sistem tubuh tempat
terjadinya proses filtrasi atau penyaringan darah sehingga darah terbebas dari zat-
zat yang tidak digunakan lagi oleh tubuh. Selain itu pada sistem ini juga terjadi
proses penyerapan zat-zat yang masih dipergunakan lagi oleh tubuh. Zat-zat yang
sudah tidak dipergunakan lagi oleh tubuh akan larut dalam air dan dikeluarkan
berupa urine/ air kemih ( Prabowo dan Pranata, 2014).
Nefron membuat urin yaitu dengan menyaring darah dan kemudian mengambil
kembali bahan-bahan yang bermanfaat kedalam darah. Maka tersisalah bahan tak
berguna keluar dari nefron dalam suatu larutan yang dinamakan urin (kimball,
1994) .
Urin terbentuk menjadi 3 tahap yaitu: filtrasi (penyaringan), reabsorpsi
(penyerapan), augmentasi (pengumpulan).

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Artha, R. A., Indra, R. L., & Rasyid, T. A. (2018). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN ELIMINASI FEKAL PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT
(ICU). Jurnal Riset Kesehatan, 7(2), 97-105.
Elizabeth Topik. 2008. New Trens In Classification Diagnosis Management Of Kidney
Diseases
Histologi Leeson and Leeson (terjemahan), Edisi V, EGC, Jakarta, hal 427-450

13
Kimbal John W. 2005. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Kozier, B., Erb, G., Beiman., A., & Snyder, S. (2010). Buku Ajar Keperawatan Dasar :
Konsep, Proses & Praktik., (7th Ed)., Vol 2 Jakarta: EGC.
Murer, H., Hernando, N., Forster, I., & Biber, J. (2000). Proximal tubular phosphate
reabsorption: molecular mechanisms. Physiological reviews, 80(4), 1373-1409.
Noor, H., & Sureskiarti, E. (2018). Analisis Praktik Keperawatan pada Pasien CKD
(Chronic Kidney Disease) dengan Intervensi Inovasi Pijat Es Batu terhadap Penurunan
Rasa Nyeri di Ruang Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2018.
Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan pada sistem perkemihan &
penatalaksanaan keperawatan. Deepublish.
Nugroho, B. S., Rahayu, M., & Hardisari, R. R. (2019). Pengaruh Penundaan
Pemeriksaan Terhadap Kadar Darah Dalam Urine (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta).
NURUL BADRIYAH, U. M. I. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA GANGGUAN
ELIMINASI URINE DENGAN MASALAH KEPERAWATAN INKONTINENSIA URINE
FUNGSIONAL (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).
Prabowo dan Pranata. 2014. Buku Ajar ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERKEMIHAN
(edisi ke 1). Yogyakarta: Nuha Medika,
Senge, C. E., Moeis, E. S., & Sugeng, C. E. (2017). Hubungan Kadar Lipid Serum dengan
Nilai Estimasi Laju Filtrasi Glomerulus pada Penyakit Ginjal Kronik. e-CliniC, 5(1).
Soewolo. 2005. Fisiologi Manusia Cetakan 1.Malang: Universitas Negeri Malang.

Syaifuddin. 2007. Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2.


Jakarta: Salemba Medika
Wonodirekso S dan Tambajong J (editor), (1990),Sistem urinaria dalam Buku Ajar
Zulfa, N. P. N. Pemeriksaan Urine.

14

Anda mungkin juga menyukai