Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH BIOKIMIA

PEMERIKSAAN PADA URINE

Dosen Pengampu : dr. Deinike Wanita Marwan,M.Kes,AIFO-K

Disusun Oleh Kelompok 2

Dhea Amalia Asri (2015201010)


Holijah Lubis (2015201011)
Hurum Aini (2015201012)
Icha Nur Adinda (2015201013)
Indah Insani Putri (2015201014)
Indriani (2015201015)
Jihan Bela Islami (2015201016)
Meia Zulianty (2015201017)
Nadya Ade Anggraini (2015201018)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN DAN PROFESI


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
T.A 2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan hidayah-Nya
hingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Pemeriksaan Glukosa Urine Test
Benedict”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka tugas
makalah ini tidak akan dapat terwujud, untuk itu pada kesempatan ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-sebesarrnya kepada dr. Deinike
Aditya Marwan. selaku dosen pembinbing mata kuliah biokimia dan teman-teman yang
telah berpartisipasi dalam praktikum dan pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif bagi kesempurnaan
makalah selanjutnya.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca

Pekanbaru, 01 Februari 2021


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II Pemeriksaan Glukosa Dalam Urine

2.1 Pengertian Glukosa Urine

2.2 Alat dan Bahan

2.3 Prosedur Percobaan

2.4 Analisa dan Hasil Percobaan

2.4.1 Tabel Analisa Percobaan

2.4.2 Hasil Percobaan dan Pembahasan

BAB III Pemeriksaan Albumin Dalam Urin

3.1 Apa itu cek rasio albumin-kreatin urine (ACR) sewaktu?

3.2 Kenapa melakukan cek rasio albumin-kreatin sewaktu?

3.3 Kapan harus melakukan cek rasio kreatin-albumin sewaktu?

3.4 Bagaimana melakukan cek rasio albumin-kreatin urine sewaktu?

3.5 Dimana melakukan cek rasio albumin-kreatin sewaktu?


BAB IV Ammonia Dalam Urine

4.1 Pengertian Amonia

4.2 Cara Pengujian

4.3 Asal Terjadinya Amonia

4.4 Penyakit

4.5 Sifat – sifat Amonia

4.6 Kegunaan Amonia

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Urine merupakan cairan sisa dari hasil metabolisme dalam tubu yang
dibentuk dalam ginjal melalui 3 (tiga) proses, yaitu filtrasi oleh glomerulus,
reabsorbsi dan sekresi oleh tubulus. Urine merupakan hasil dari filtasi
glomerulus dan disertai sejumlah air yang dikeluarkan oleh tubuh (Hardjono dan
Mangarengi,2011). Urine dapat digunakan untuk menganalisis sejumlah
penyakit yang ada di dalam tubuh. Pemeriksaan atau analisis urine sering disebut
dengan istilah urinalisis (Mengko,2013).

Urinalisis dilakukan dengan tiga macam cara yaitu pemeriksaan fisik,


pemeriksaan kimia urine, dan pemeriksaan mikroskopis urine (Mengko,2013).
Urinalisis merupakan pemeriksaan uji saring yang sering diminta untuk
mengetahui gangguan ginjal dan saluran kemih atau gangguan metabolisme
tubuh. Urinalisis merupakan pemeriksaan medis yang digunakan di laboratorium
klinik dan biasanya berupa pengamatan mikroskopik sedimen urine.

Sedimen urine adalah unsur yang tidak larut di dalam urine yang berasal
dari darah, ginjal, dan saluran kemih. Unsur-unsur dalam sedimen urine dibagi
atas dua golongan yaitu unsur organik (berasal dari suatu organ atau jaringan
seperti sel epitel, eritrosit, leukosit, silinder, potongan jaringan, sperma, bakteri,
parasit) dan unsur organik (tidak berasal dari suatu jaringan seperti aurat amorf
dan kristal) (Hardjono dan Mangarengi, 2011).

Pemeriksaan glukosa urine test benedict merupakan pemeriksaan


penyaringan untuk mengetahui adanya gula dalam urine dan sifatnya semi
kuantitatif. Salah satu reagen yang dapat digunakan untuk melakukan tes ada
tidaknya glukosa adalah dengan benedict yang menggunakan sifat glukosa
sebagai sifat pereduksi. Benedict adalah reagen yang berwarna biru jernih
(karena mengandung kupri, Cu⁺⁺) tetapi ketika dicampurkan lalu dipanaskan
hingga mendidih dengan suatu substrat yang mengandung glukosa di rantai
kimianya, ion kupri akan direduksi menjadi Cu⁺ atau kupro lalu dioksidasi
menjadi Cu₂O. Hasil oksidasi ini akan menghasilkan substrat yang berwarna
orange-kecoklatan yang tidak bisa dilarutkan di air.
Ketika reagen benedict dicampurkan dan dipanaskan dengan glukosa,
dimana glukosa memiliki electron untuk diberikan, tembaga (salah satu
kandungan di reagen benedict) akan menerima electron tersebut dan mengalami
reduksi sehingga terjadilah perubahan warna. Selama proses ini Cu⁺⁺ tereduksi
menjadi Cu⁺. Ketika Cu mengalami reduksi, glukosa memberikan salah satu
elektronnya dan dioksidasi. Karena glukosa mampu mereduksi Cu pada
benedict, maka glukosa disebut sebagai gula pereduksi.

Pemeriksaan dengan reagen benedict paling sering untuk mendetaksi


diabetes mellitus dengan melihat ada tidaknya glukosa dalam urin pasien.
Penderita diabetes mensekresikan glukosa di dalam urin karena pada penderita
diabetes glukosa tidak dapat diabsorbsi secara maksimal ke dalam sel-sel atau
jaringan. Jika hasil benedict memberikan hasil yang positif pada seorang pasien,
alangkah baiknya jika dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan
diagnosis. Pada keadaan normal karbohidrat diekskresikan lewat urin dalam
jumlah yang kecil (kurang dari 50mg/ml).

a. Untuk membantu membuat diagnose atau mengikuti perjalanan penyakit


atau gangguan metabolism dan gangguan organ-organ atau faktor-faktor
yang berhubungan dengan metabolism tersebut.
b. Untuk mengetahui kandungan glukosa yang terdapat di dalam urine baik
secara normal maupun patologis.

Glukosa di dalam urine dapat diukur. Penanganan glukosa di ginjal


bergantung pada transportasi yang diperantarai oleh pembawa, karena glukosa
difiltrasi secara bebas menembus kapiler glomerulus. Pada orang non diabetes,
semua glukosa yang difiltrasi ke dalam urine akan diserap secara aktif kembali
ke dalam darah. Glukosa urin dalam keadaan normal adalah nol. Apabila kadar
glukosa lebih besar dari 180mg/100ml darah, seperti yang dapat terjadi pada
diabetes, maka pengangkut glukosa di ginjal yang membawa glukosa keluar urin
untuk masuk kembali ke darah mengalami kejenuhan. Dengan demikian,
pengangkut-pengangkut tersebut tidak dapat mengangkut glukosa lebih banyak.
Setiap glukosa yang lebih dari 180mg/100ml akan keluar melalui urine.
Referensi : (Patofisiologi, Elizabeth J. Corwin : hlm. 456)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mendeteksi glukosa pada urine?
2. Alat dan bahan apa saja yang dibutuhkan dalam percobaan tersebut?
3. Bagaimana prosedur percobaan tersebut?
4. Bagaimana analisa hasil percobaan tersebut?
5. Bagaimana pemeriksaan albumin pada urine ?
6. Bagaimana pemeriksaan ammonia dala urine ?

C. Tujuan
1. Mengetahui cara mendeteksi glukosa pada urine
2. Mengetahui alat dan bahan apa saja yang dibutuhkan dalam percobaan
tersebut
3. Mengetahui prosedur percobaan tersebut
4. Mengetahui analisa dan hasil percobaan tersebut
5. Mengetahui prosedur / langkah kerja dari pemeriksaan albumin
6. Mengetahui prosedur / langkah kerja dari pemeriksaan ammonia dalam
urine.
BAB II

PEMERIKSAAN GLUKOSA DALAM URINE

2.1 Pemeriksaan Glukosa urine


Pemeriksaan glukosa urine sangat penting dalam dunia kesehatan. Dengan
mengetahui kadar glukosa urin maka dapat mencegah dan menanggulangi terjadinya
penyakit yang lebih parah. Pemeriksaan glukosa urine dapat dilakukan dengan berbagai
cara, namun metode yang paling sering digunakan adalah pemeriksaan dengan reagen
benedict. Selain prosedurnya yang sederhana, waktu yang dibutuhkan juga relative
singkat.

2.2 Alat dan Bahan


a. Tabung reaksi
b. Tabung ukur
c. Pipet ukur
d. Rak tabung reaksi
e. Penjepit tabung reaksi
f. Api Bunsen
g. Korek api
h. 2 ml pereaksi benedict kwalitatif
i. Urine normal dan patologis (masing-masing 1 tetes)

2.3 Prosedur Percobaan

a. Siapkan urine yang akan diperiksa beserta semua alat dan bahan yang diperlukan
b. Siapakan tabung ukur lalu ukurlah pereaksi benedict kwalitatif sebanyak 2,5ml
c. 2,5ml pereaksi benedict kwalitatif tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi
d. Teteskan urine sebanyak 4 tetes ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 2,5ml
pereaksi benedict kwalitatif
e. Nyalakan api Bunsen
f. Didihkan urine dan pereaksi benedict kwalitatif yang telah dicampur tersebut di
atas api bunsen selama 1 menit
g. Biarkan menjadi dingin perlahan-lahan
h. Lakukan penafsiran dan catat hasil percobaan
2.4Analisa dan Hasil Percobaan

2.4.1 Tabel Analisa Percobaan

Warna Penilaian Kadar


Biru - -
Hijau + Kurang dari 0.5%
Kuning ++ 0.5 – 1.0 %
Jingga +++ 1.0 – 2.0%
Merah ++++ Lebih dari 2%

2.4.2 Hasil Percobaan dan Pembahasan

Urin atau air seni adalah cairan yang disekresikan oleh ginjal yang kemudian
akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Fungsi utama urin adalah
untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Eksresi urin
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalm darah yang disaring oleh ginjal
dan untuk menjaga homeostatis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa
melalui ureter menuju kandung kemih dan akhirnya dibuang keluar tubuh melalui
uretra. Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolism (seperti urea),
garam terlarut dan materi organic. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah
atau cairan interstisial (Chernecky and Berger, 2008).

Komposisi urine berubah sepanjang proses reabsorbsi ketika molekulyang


penting bagi tubuh, missal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul
pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai
senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi
yang terkandung di dalam urine dapat diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung
oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat
digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos. Dari urine kita bisa memantau
penyakit melalui perubahan warnanya. (Chernecky and Berger, 2008).

Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urine. Urine
seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam
urine orang yang sehat. Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine termasuk
pemeriksaan penyaringan. Untuk menyatakan keberadaan suatu glukosa, dapat
dilakukan dengan cara yang berbeda. Cara yang tidak spesifik dapat dilakukan dengan
menggunakan suatu zat dalam reagen yang berubah sifat dan warnanya jika direduksi
oleh glukosa, di antaranya adalah benedict. Sedangkan pembuktian glukosuria secara
spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan enzim oksidase.
Tes glukosa urine dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi reduksi,
dikerjakan dengan menggunakan fehling, benedict dan clinitest. Ketiga jenis test ini
dapat digolongkan dlam jenis pemeriksaan semi-kuantitatif. Sedangkan tes glukosa
dengan reaksi enzimatik dilakukan dengan metode carik celup yang tergolong dalam
pemeriksaan semi-kuantitatif dan kuantitatif. (Sumbawa, 2010).

Pada praktikum ini diketahui bahwa tabung A, B dan C menunjukkan hasil


positif terkandungnya glukosa dalam sampel urine. Dalam suasana alkali, glukosa
mereduksi kupri menjadi kupro kemudian membentuk Cu₂O yang mengendap dan
berwarna kuning kecoklatan sampai merah. Perbedaan intensitas warna dari tiap tabung
tersebut secara kasar menunjukkan hasil pengamatan yang diketahiu bahwa tabung A
dan B mengandung glukosa dengan kadar tertinggi yang ditunjukkan dengan perubahan
warna dari biru muda menjadi kuning orange yang keruh. Dilanjutkan dengan tabung C
dengan warna hijau kekuningan dan tabung D yang tidak menunjukkan perubahan
warna, yakni tetap berwarna biru muda seperti warna larutan benedict sebelum
dipanaskan.

Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urin. Glukosaria
dapat terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kapasitas
maksimum tubulus untuk mereabsorpsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan pada kondisi
diabetes mellitus, tirotoksikosis, sindroma cushing, phaeochromocytoma, peningkatan
tekanan intracranial atau karena ambang rangsang ginjal yang menurun seperti pada
renal glukosuria, kehamilan dan sindroma fanconi. (Wirawan, dkk, tt).
Namun reduksi positif tidak selalu berarti pasien menderita diabetes mellitus.
Hal ini dikarenakan pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada
urin yang disebabkan karena adanya kandungan bahan reduktor selain glukosa. Bahan
reduktor yang dapat menimbulkan reaksi positif palsu antara lain galaktosa, fruktosa,
laktosa, pentose, formalin, glukoronat dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat
dan vitamin C. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk memastikan jenis
gula pereduksi yang terkandung dalam sampel urine. Hal ini dikarenakan hanya
kandungan glukosa yang mengindikasikan keberadaan penyakit diabetes. Penggunaan
cara enzimatik lebih sensitive dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat
mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100mg/dl, sedangkan pada cara reduksi hanya
sampai 250mg/dl. Nilai ambang ginjal untuk glukosa dalam keadaan normal adalah
160-180mg %. (Wirawan, dkk, tt).
BAB III

PEMERIKSAAN ALBUMIN DALAM URIN

3.1 Apa Itu Cek Rasio Albumin-Kreatin Urine (ACR) Sewaktu?

ACR merupakan singkatan dari albium to creatinine ratio  atau rasio


albumin - kreatin. Rasio rasio albumin-kreatin urine (ACR) atau ACR sewaktu
digunakan untuk mengidentifikasi penyakit ginjal yang dapat terjadi akibat
komplikasi seperti diabetes. 

Di sini urine seseorang akan uji nilai albuminnya. Albumin sendiri


merupakan protein utama yang ditemukan dalam darah. Bila ginjal berfungsi
dengan baik, albumin ini tak ditemukan di dalam urine. Sebab urine ini akan
tersaring oleh ginjal. 

Akan tetapi, bila ginjal mengalami gangguan atau bahkan rusak, fungsi
penyaring ginjal pun akan terganggu. Kondisi inilah yang membuat albumin
tidak tersaring dan bocor. Albumin ini nantinya akan terbuang bersama urine.
Albumin sini merupakan satu protein yang dideteksi di urine bila terjadi
kerusakan ginjal. Hal yang perlu diingat, banyaknya jumlah albumin di dalam
urine, menandakan tingkat keparahan gangguan organ ginjal. 

Sementara itu, kreatin merupakan produk sampingan dari metabolisme


otot. Biasanya kreatin dibuang bersamaan dengan urine. Kadar kreatin di dalam
urine ini bisa menggambarkan konsentrasi urine. Pengukuran rasio albumin dan
kreatin di dalam urine bisa memberikan gambaran mengenai kondisi ginjal. 

3.2 Kenapa Melakukan Cek Rasio Albumin-Kreatin Urine (ACR) Sewaktu?

Pemeriksaan rasio albumin-kreatin urine (ACR) bertujuan untuk


mendeteksi penyakit ginjal yang terjadi akibat komplikasi diabetes atau
hipertensi. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan bagi mereka yang mengidap
diabetes, khususnya diabetes yang tidak terkontrol hingga menimbulkan
komplikasi.

Ingat, penyakit diabetes bisa menyebabkan kerusakan ginjal atau disebut


dengan penyakit ginjal diabetik (nefropati diabetik). Kadar gula yang tinggi dan
dibiarkan tanpa pengobatan bisa menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh,
termasuk ginjal.

3.3 Kapan Harus Melakukan Cek Rasio Albumin-Kreatin Urine (ACR)


Sewaktu?

Pemeriksaan rasio albumin-kreatin urine (ACR) dianjurkan dilakukan


setiap tahun setelah diabetes atau hipertensi didiagnosis. Selain itu, tes ACR
juga perlu dilakukan lebih sering bila tingkat albumin dan kreatin meningkat
secara signifikan. 

Seseorang yang kadar albumin dan kreatin yang meningkat dalam kadar
yang sedikit, mungkin mengidap penyakit ginjal tahap awal. Namun, kadar
albumin dan kreatin yang sangat tinggi, bisa mengindikasikan penyakit ginjal
yang lebih parah. Hal sebaliknya juga berlaku, level albumin dan kreatin rendah
menandakan ginjal berfungsi secara normal. 

Peningkatan protein (albumin) yang terjadi secara terus-menerus dalam


urine (dua tes positif selama 3 bulan atau lebih) merupakan gejala utama
kerusakan ginjal. Kondisi ini menjadi penanda awal pada banyaknya jenis
penyakit ginjal. 

3.4 Bagaimana Melakukan Cek Rasio Albumin-Kreatin Urine (ACR)


Sewaktu?

Seperti namanya, rasio albumin-kreatin urine (ACR) menggunakan


sampel urine untuk diteliti. Pasien akan diminta untuk mengambil sampel urine
di pagi hari atau secara acak. Nantinya, tenaga medis akan menganalisis albumin
dan kreatin dalam urine di laboratorium. 
Penggunaan rasio ini memungkinkan konsentrasi albumin terkait dengan
pengenceran urine (seperti yang ditunjukkan oleh konsentrasi kreatinin), yang
dapat bergantung pada seberapa banyak cairan yang pasien konsumsi hari di hari
tersebut

Hasil rasio albumin atau kreatin yang normal adalah < 30 mg/dL. Kadar
albumin atau kreatin yang meningkat bisa disebabkan oleh berbagai hal. Mulai
dari kerusakan ginjal akibat diabetes, hipertensi, sindrom nefrotik, hingga
infeksi ginjal. 

3.5 Dimana Melakukan Cek Rasio Albumin-Kreatin Urine ( ACR) Sewaktu ?

Cek rasio albumin-kreatin urine (ACR) sewaktu bisa dilakukan di rumah


sakit atau laboratorium melalui aplikasi Halodoc. Tindakan ini dilakukan oleh
dokter atau tenaga medis yang sudah berpengalaman.
BAB IV

AMMONIA DALAM URINE

4.1 Pengertian Amonia

Amonia adalah senyawa nitrogen dan hidrogen yang memiliki aroma


tajam dengan bau yang khas. Sebuah molekul amonia terbentuk dari ion
nitrogen bermuatan negatif dan tiga ion hidrogen bermuatan positif, dan karena
itu secara kimia direpresentasikan sebagai NH3 (rumus kimia amonia). Amonia
dapat terjadi secara alami atau dapat diproduksi. Amonia alami yang hadir dalam
jumlah jejak di atsmosfer berasal dari dekomposisi bahan organik. Metode alami
produksi amonia melibatkan serangkaian proses kimia yang menggabungkan
bersama-sama ion nitrogen dan hydrogen (Alim,2013).

4.2 Cara Pengujian

Uji bau amonia urine atau bahasa kerennya mengukur kepesingan pipis.
Caranya urine di panaskan dengan menggunakan spiritus sampai mendidih, lalu
cium baunya. Jika saat sampel telah mendidih dan bau dari sampel masih belum
tajam,, berarti urine dikatakan tidak normal. Bau urine akan menajam seiring
dengan lama waktu pemanasan (Ninna,2013).

4.3 Asal Terjadinya Amonia

Amonia merupakan senyawa yang ada di dalam urin yang bersifat basa
dan bila terkena sinar atau panas akan menimbulkan bau menyengat. Bau
amonia tersebut berasal dari peruraian urea sebagai komponen bahan organik
terbanyak dalam urin oleh jasad renik menjadi energi dan gas NH3.
Permasalahan tersebut banyak ditemukan di toilet-toilet rumah tangga ataupun
di toilet umum. Apabila toilet jarang dibersihkan kondisi ini dapat mengganggu
kenyamanan pengguna toilet karena pengguna akan merasakan pusing dan mual
karena bau dari amonia tersebut.

4.4 Penyakit

Amonia juga dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan
yaitu :

a. Mengganggu pernafasan.

b. Iritasi selaput lendir hidung dan tenggorokan.

c. Pada konsentrasi 5000 ppm dapat menyebabkan ederma laring, paru-paru dan
akhirnya dapat menyebabkan kematian.
d. Iritasi mata (mata merah, pedih, dan berair) dan kebutaan total.

e. Iritasi kulit yang menyebabkan terjadinya luka bakar (frostbite).

4.5 Sifat – Sifat Amonia

Sifat – sifat amonia antara lain sebagai berikut :

a. Amonia adalah gas yang tidak berwarna dan baunya sangat merangsang
sehingga gas ini mudah dikenal melalui baunya.

b. Sangat mudah larut dalam air, yaitu pada keadaan standar, 1 liter air terlarut
1180 liter amonia.

c. Merupakan gas yang mudah mencair, amonia cair membeku pada suhu
-78℃ dan mendidih pada suhu -33℃.

4.6 Kegunaan Amonia

Kegunaan amonia bagi manusia cukup beragam. Diantaranya adalah sebagai


berikut :

a. Untuk pembuatan pupuk, terutama urea dan ZA (asam sulfat).

b. Untuk membuat senyawa nitrogen yang lain, seperti asam nitrat, amonium
klorida, dan amonium sitrat.

c. Untuk membuat hidrazin. Hidrazin merupakan salah satu senyawa nitrogen


yang digunakan sebagai bahan bakar roket. Dalam pabrik es, amonia cair
digunakan sebagai pendingin karena amonia cair mudah menguap dan akan
menyerap panas sehingga menimbulkan efek pembekuan (J. Goenawan 153-
154).
BAB V

PENUTUP

5 Kesimpulan

Pemeriksaan sampel pada urin dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya


kandungan glukosa. Glukosa dalam urin ditentukan dengan reaksi reduksi
menggunakan reagen benedict, fehling dan clinitest, namun yang terbaik adalah
reagen benedict. Pada hasil pemeriksaan yang mengandung glukosa dan fruktosa
maka memiliki sifat pereduksi sehingga warna benedict berubah sesuai dengan
kadar glukosa yang dikandungnya.

Pemeriksaan albumin urin kuantitatif mengukur kadar albumin dalam


sampel urin sewaktu ataupun urin yang dikumpulkan dalam waktu tertentu
sebagai penanda kerusakan ginjal. Pemeriksaan albumin urin kuantitatif
membutuhkan sampel urin sewaktu urin yang ditampung dalam waktu tertentu
atau 24 jam.

5.2 Saran

Dari penelitian diatas, peneliti menyarankan agar pembaca dapat selalu menjaga
kesehatan tubuh pembaca. Penelitian diatas merupakan penelitian sederhana
namun dapat menjadi indikasi pertama anda untuk mengetahui kesehatan organ
dalam anda. Jika anda melakukan penelitian diatas dan menemukan bahwa hasil
penelitian pada sampel anda tidak normal, segeralah periksakan tubu anda agar
dapat ditangani lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

http://cunyuund.blogspot.com/2012/12/pemeriksaan-glukosa-urin.html

http://hestooong.blogspot.com/2012/12/pemeriksaan-glukosa-urin.html

Lab Tests Online-UK. Diakses pada 2020. Urine Albumin to Creatinine Ratio or
ACR.

National Kidney Foundation. Diakses pada 2020. ACR.

NHS. Diakses pada 2020. Urine albumin to creatinine ratio (ACR).

Pusat Dokumentasi Ilmiah Nasional (Indonesia). 2018. Sari Laporan Penelitian Dan
Survei, 1950-1980, Volume 15-16. University Of California, Berkeley. Pusat
Dokumentasi Ilmiah Nasional.

Marks, Dawn B. Allan D, Marks.Colleen M, Smith. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar Sebuah
Pendekatan Klinis. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai