Anda di halaman 1dari 13

PERCOBAAN V

UJI BENEDICT SEMI KUANTITATIF

I. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan kadar glukosa dalam
urine dengan pereaksi benedict secara semi kuantitatif.
II. Dasar Teori

Adanya glukosa dalam urine dapat di nyatakan berdasarkan sifat glukosa


yang dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam larutan alkali. Uji ini tidak
spesifik terhadap glukosa, tapi pada gula lain yang mempunyai sifat mereduksi
dapat memberikan hasil yang positif. Gugus aldehid atau keton bebas gula akan
mereduksi kuprioksida dalam pereaksi benedict menjadi kuprioksida yang
berwarna. Dengan uji ini dapat diperkirakan secara kasar (semi kuantitatif) kadar
gula dalam urine (Wulandari, 2012).

Urine atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring
oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga
beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori.
Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih,
akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urin terdiri dari air dengan bahan
terlarut berupa sisa metabolisme, garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan
materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial (Wulandari,
2012).

Sistem urine terdiri dari ginjal, ureter, kantong kemih dan uretra dengan
menghasilkan urin yang membawa serta berbagai produk sisa metabolisme untuk
dibuang. Ginjal juga berfungsi dalam pengaturan keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh dan merupakan tempat pembuangan hormon renin dan eritropitin.
Renin ikut berperan dalam pengaturan tekanan darah dan eritropitin berperan
dalam merangsang produksi sel darah merah. Urin juga dihasilkan oleh ginjal
berjalan melalui ureter ke kantung kemih melalui uretra (Yaner, 2011).

Urine dibentuk oleh ginjal dalam menjalankan sistem homeostatik. Sifat


dan susunan urin dipengaruhi oleh faktor fisiologis (misalkan masukan diet,
berbagai proses dalam tubuh, suhu, lingkungan, stress, mental, dan fisik) dan
factor patologis (seperti pada gangguan metabolisme misalnya diabetes mellitus
dan penyakit ginjal). Oleh karena itu pemeriksaan urine berguna untuk menunjang
diagnosis suatu penyakit. Pada penyakit tertentu, dalam urin dapat ditemukan zat-
zat patologik antara lain glukosa, protein dan zat keton (Yaner, 2011).

Proses eksresi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak
dipergunakan lagi. Zat ini berbentuk cairan contohnya urin, keringat dan air.
Fungsi utama organ eksresi adalah menjaga konsentrasi ion (Na+, K+, Cl-, Ca++ dan
H+), menjaga volume cairan tubuh (kandungan air), menjga konsentrasi
kandungan osmotik, membuang hasil akhir metabolism (urea, asam urat) dan
mengeluarkan substansi asing atau produk metabolismnya (Yaner, 2011).

Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urin termasuk pemeriksaan


penyaring. Gula mempunyai gugus aldehid dan keton bebas mereduksi ion kupri
dalam suasana alkalis menjadi koprooksida yang tidak larut dan berwarna merah.
Banyaknya endapan merah yang terbentuk sesuai dengan kadar gula yang terdapat
di urin. Analisa urin itu penting, karena banyak penyakit dan gangguan
metabolisme dapat diketahui dari perubahan yang terjadi didalam urin. Zat yang
dapat dikeluarka dalam keadaan normal tidak terdapat adalah glukosa, aseton,
albumin, darah dan nanah (Yaner, 2011).

Prinsip kerja dari uji benedict semi kuantitatif ini adalah pereaksi benedict
yang mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula yang
mempunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa). Dalam suasana
Alkalis sakarida akan membentuk enidid yang mudah teroksidasi. Semua
monosakarida dan diskarida kecuali Sukrosa dan trekalosa akan bereaksi positif
bila dilakukan uji Benedict. Larutan-larutan tembaga yang alkalis bila direduksi
oleh karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan
memebentuk cupro oksida (Cu2O) yang berwarna hijau merah orange atau merah
bata dan adanya endapan merah bata pada dasar tabung reaksi (Mawar, 2012).

Normalnya glukosa tidak ada atau ada tapi dalam jumlah yang sangat kecil
di dalam urin. Ketika tingkat glukosa dalam darah in melebihi batasan gula ginjal
(160-180 mg/dl) maka glukosa mulai nampak dalam urin. Kehadiran glukosa
dalam urin (glucosuria) merupakan indikasi adanya penyakit diabetes mellitus.
Jumlah urin dihasilkan seseorang oleh jumlah air yang dimimun, syarat, ADH
banyak garam yang harus dikeluarkan di dalam tubuh agar tekanan osmotiknya
stabil apada penderita diabetes mellitus pengeluaran glukosa yang diikuti
kenaikan volume urine (Mawar, 2012).

Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin
seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan
dalam urin orang yang sehat. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa
seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh.Urin atau air seni adalah cairan
yng diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui proses urinasi. Dari urin kita bisa memantau penyakit melalui perubahan
warnanya (Wulandari, 2012).

Analisa urine yang teratur meliputi test berikut: warna kejernihan, bau,
berat jenis dan adanya sustansi lain. Hal-hal yang mempengaruhi warna yaitu
keseimbangan cairan, makanan, obat-obatan dan penyakit. Jernih atau keruhnya
urine menunjukkan kadar air di dalam tubuh. Vitamin B dapat mengenbalikan
warna kuning cerah urine. Urine tidak normal memiliki bau yang sangat
menyengat. Berat jenis urine menunjukkan sejumlah substansi yang terkandung di
dalamnya. Makin tinggi berat jenis maka semakin banyak mater atau partikel yang
terkandung didalamnya. Protein dan gula biasanya tidak ditemukanan di dalam
urine. Glukosa dapat ditemukan pada urine jika terjadi kerusakab pada ginjal
(Wulandari, 2012).
III. Alat dan Bahan
a. Alat b. Bahan
1. Tabung reaksi 1. Urine wanita normal
2. Rak tabung reaksi 2. Urine laki-laki normal
3. Pipet tetes 3. Urin DM
4. Penangas listrik 4. Larutan glukosa 0,3%
5. Gelas kimia 500 mL 5. Larutan glukosa 1%
6. Penjepit tabung 6. Larutan glukosa 5%
7. Stopwatch 7. Pereaksi benedict
8. Aquades
IV. Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam percobaan ini adalah sebagai
berikut:

1. Menyediakan 6 buah tabung reaksi yang bersih dan kering.


2. Memasukkan masing-masing 2,5 mL pereaksi bennedict ke dalam 6 buah
tabung reaksi.
3. Menambahkan 4 tetes urine perempuan ke dalam tabung I, 4 tetes urine laki-
laki ke dalam tabung II, 4 tetes larutan glukosa 0,3% ke dalam tabung III, 4
tetes larutan glukosa 1% ke dalam tabung IV, 4 tetes larutan glukosa 5% ke
dalam tabung V, dan 4 tetes urine DM ke dalam tabung VI.
4. Mengocok masing-masing tabung selama beberapa detik.
5. Memanaskan tiap tabung di dalam air mendidih menggunakan penangas listrik
selama 5 menit.
6. Mengamati warna endapan yang terbentuk pada tiap tabung.

V. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan yang diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai


berikut:

Larutan/Pereaks Tabung
i 1 2 3 4 5 6
Benedict 2,5 Ml 2,5 mL 2,5 mL 2,5 mL 2,5 mL 2,5 mL
Urine Wanita 4 tetes 0 0 0 0 0
Urine Laki-laki 0 4 tetes 0 0 0 0
Glukosa 0,3% 0 0 4 tetes 0 0 0
Glukosa 1% 0 0 0 4 tetes 0 0
Glukosa 5% 0 0 0 0 4 tetes 0
Urine DM 0 0 0 0 0 4 tetes
Warna Biru Biru
Hijau Jingga Merah Merah
jernih jernih
Kadar 0 0 <0,5 1,0-2,0 >2,0 >2,0

VI. Persamaan Reaksi


VII. Pembahasan

Adanya glukosa dalam urine dapat di nyatakan berdasarkan sifat glukosa


yang dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam larutan alkali. Uji ini tidak
spesifik terhadap glukosa, tapi pada gula lain yang mempunyai sifat mereduksi
dapat memberikan hasil yang positif. Gugus aldehid atau keton bebas gula akan
mereduksi kuprioksida dalam pereaksi benedict menjadi kuprioksida yang
berwarna. Dengan uji ini dapat diperkirakan secara kasar (semi kuantitatif) kadar
gula dalam urine (Wulandari, 2012).
Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu untuk menentukan kadar glukosa
dalam urine dengan pereaksi benedict secara semi kuantitatif (Tim Pembina Mata
Kuliah, 2017).

Prinsip dasar Uji Benedict adalah untuk membuktikan adanya gula


pereduksi. Gula pereduksi adalah gula yang mengalami reaksi hidrolisis dan bisa
diurai menjadi sedikitnya dua buah monosakarida. Karateristiknya tidak bisa larut
atau bereaksi secara langsung dengan Benedict, contohnya semua golongan
monosakarida, sedangkan gula non pereduksi struktur gulanya berbentuk siklik
yang berarti bahwa hemiasetal dan hemiketalnya tidak berada dalam
kesetimbangannya, contohnya fruktosa dan sukrosa. Dengan prinsip berdasarkan
reduksi Cu2+ menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O berwarna merah bata.
Untuk menghindari pengendapan cuco3 pada larutan natrium karbonat (reagen
Benedict), maka ditambahkan asam sitrat. Larutan tembaga alkalis dapat direduksi
oleh karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau monoketon bebas, sehingga
sukrosa yang tidak mengandung aldehid atau keton bebas tidak dapat mereduksi
larutan Benedict (Yaner, 2011).

Prinsip kerja dari uji benedict semi kuantitatif ini adalah pereaksi benedict
yang mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula yang
mempunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa). Dalam suasana
Alkalis sakarida akan membentuk enidid yang mudah teroksidasi. Semua
monosakarida dan diskarida kecuali Sukrosa dan trekalosa akan bereaksi positif
bila dilakukan uji Benedict. Larutan-larutan tembaga yang alkalis bila direduksi
oleh karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan
memebentuk cupro oksida (Cu2O) yang berwarna hijau merah orange atau merah
bata dan adanya endapan merah bata pada dasar tabung reaksi (Mawar, 2012).

Pada percobaan ini urin yang digunakan adalah urin laki-laki, urin
perempuan dan urin diabetes malitus. Pertama-tama yang dilakukan adalah
menyiapkan 6 buah tabung reaksi kemudian memasukkan masing-masing 2,5 mL
perekasi benedict ke dalam masing-masing tabung tersebut. Pereaksi benedict
berfungsi sebagai pereaksi yang digunakan untuk menentukan kadar glukosa yang
terkandung dalam urine. Glukosa yang ada dalam urine ditandai dengan
berubahnya larutan menjadi merah bata setelah dipanaskan. Pereaksi bennedict
akan bereaksi dengan gugus aldehid pada glukosa, kecuali aldehid dalam gugus
aromatik dan alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa bukanlah
gula pereduksi, namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka
fruktosa akan berubah menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan
memberikan hasil positif dengan pereaksi benedict (Timbangnusa, 2013).

. Selanjutnya menambahkan 4 tetes urin perempuan ke dalam tabung I,


menambahkan 4 tetes larutan urin laki-laki ke dalam tabung II, menambahkan 4
tetes larutan glukosa 0,3 % ke dalam tabung III, lalu menambahkan larutan
glukosa 1 % ke dalam tabung IV, menambahkan larutan glukosa 5 % ke dalam
tabung V, dan menambahkan urin DM ke dalam tabung VI. Selanjutnya
mengocok campuran yang terdapat pada tabung tersebut, dengan tujuan agar urin
dan larutan glukosa dapat bercampur dengan pereaksi benedict. Pada hasil
pengamatan diperoleh warna pada ke enam tabung tersebut adalah biru yang
merupakan warna khas Cu yang terdapat dalam pereaksi benedict. Pereaksi
benedict yang mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh
gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa), yang
dibuktikan dengan terbentuknya kuprooksida berwarna merah. Pemeriksaan
Benedict ini bertujuan untuk mendeteksi adanya glukosa, asam homogentisat, dan
substansi reduktor lainnya (misalnya vitamin C) dalam urin, sesuai dengan
mekanisme reaksi yaitu reduksi tembaga sulfat (Mawar, 2012).

Selanjutnya tabung yang berisi larutan tersebut dikocok selama beberapa


detik kemudian dan dipanaskan didalam air mendidih menggunakan penangas
listrik selama 5 menit. Tujuan dilakukannya pemanasan tersebut adalah untuk
mempercepat reaksi antara logam Cu dalam pereaksi benedict dengan glukosa
dalam urin. Setelah pemanasan keenam tabung reaksi tersebut didiamkan sampai
terbentuk endapan berwarna. Hasil pengamatan yang diperoleh adalah untuk
tabung I dan II diperoleh warna biru jernih dan tidak terdapat endapan, tabung III
diperoleh endapan berwarna hijau, tabung IV diperoleh endapan berwarna jingga,
dan untuk tabung V dan VI diperoleh endapan berwarna merah. Warna yang
terbentuk pada dari masing-masing tabung reaksi dikarenakan konsentrasi glukosa
dalam larutan, dimana makin besar kadar glukosa maka banyak endapan orange
atau merah yang terbentuk. Namun jika tidak terbentuk endapan orange atau
merah menandakan bahwa konsentrasi rendah karena baru sedikit glukosa yang
mereduksi kuprisulfat dan kemudian tertutup warnanya dengan pereaksi benedict
yang berwarna biru (Mawar, 2012).

Terbentuknya warna-warna endapan tersebut sesuai dengan konsentrasi


glukosa yang terkandung di dalam larutan. Dimana, semakin besar kadar glukosa
maka semakin banyak pula endapan yang terbentuk. Hal ini juga disebabkan
karena konsentrasi glukosa yang semakin tinggi sehingga menyebabkan banyak
glukosa yang mereduksi kuprioksida sehingga bereaksi positif dengan pereaksi
bennedict sehingga menyebabkan banyak terbentuk endapan. Sehingga dari hasil
pengamatan tersebut, dapat diketahui bahwa kadar glukosa terbanyak terdapat
pada tabung 5 dan 6 (Yaner, 2011).

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dari tiap tabung reaksi yaitu
berupa warna endapan maka dapat ditentukan kadar glukosa yang terkandung
dalam larutan dari masing-masing tabung maka diperoleh kadar glukosa dari
masing-masing larutan yaitu, untuk tabung I dan tabung II kadar glukosanya <0
%, untuk tabung III mangandung kadar glukosa sekitar <0,5%, untuk tabung IV
mengandung kadar glukosa sekitar 1,0-2,0%, sedangkan untuk tabung V dan VI
mengandung kadar glukosa sekitar >2,0%. Dari hasil pengamatan tersebut dapat
diketahui bahwa untuk sampel urin yang terdapat pada tabung I dan II tidak
mengandung glukosa, hal ini menunjukan bahwa urin tersebut termasuk dalam
urin normal. Dan untuk sampel urin yang terdapat pada tabung VI terdapat kadar
glukosa >2,0%. Hal ini menunjukkan bahwa sampel urin yang digunakan tidak
termasuk dalam urin normal karena telah mengandung glukosa yang banyak
(kandungan glukosanya tinggi). Sedangkan untuk hasil yang diperoleh untuk
tabung , III, IV dan V sesuai dengan kadar glukosa yang ditambahkan pada tabung
tersebut.

Faktor faktor yang mempengaruhi jumlah atau keadaan urine yaitu


diantaranya jumlah air yang diminum, keadaan sistem syaraf, hormon ADH,
banyaknya garam yang harus dikeluarkan dari darah agar tekanan menjadi
osmotic, pada penderita diabetes melitus pengeluaran glukosa diikuti kenaikan
volume urine (Wulandari, 2012).

Kadar glukosa akan meningkat seiringan dengan pencernaan dan


penyerapan glukosa dari makanan. Pada individu sehat dan normal, kadar tersebut
tidak melebihi sekitar 140 mg/dL, karena jaringan akan menyerap glukosa dari
darah dan menyimpannya untuk digunakan kemudian atau mengoksidasinya
untuk menghasilkan energi. Setelah makanan dicerna dan diserap, maka kadar
glukosa darah akan (Mawar, 2012).

Konsekuensi kelebihan atau kekurangan glukosa yang berbahaya dalam


keadaan normal dihindari karena tubuh mampu mengatur kadar glukosa darahnya.
Sewaktu konsentrasi glukosa darah mendekati rentang puasa normal yaitu 80-100
mg/dL atau sekitar 2 jam setelah makan, terjadi pengaktifan proses glikogenolisis
di hati. Glikogen hati merupakan sumber utama glukosa selama beberapa jam
pertama puasa. Kemudian glukoneogenesis suatu proses yang terjadi di hati
berasal dari jaringan lain. Otot yang teraktivasi dan sel darah merah menghasilkan
laktat melalui glikolisis, otot juga memberi asam amino melalui penguraian
protein dan terjadi pembebasan gliserol melalui mobilisasi simpanan triasilgliserol
di jaringan adipose (Mawar, 2012).

Uji bennedict ini pada dasarnya ditujukan untuk mendeteksi adanya


glukosa, asam homogentisat dan substansi reduktor lainnya (misalnya vitamin C)
dalam urin, sesuai dengan mekanisme reaksi yaitu reduksi tembaga sulfat.
Glukosa urine positif tidak selalu berarti diabetes mellitus (DM), walaupun
memang penyakit ini yang paling sering memberi hasil positif pada uji glukosa
urine (Mawar, 2012).
VIII. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Prinsip kerja uji benedict semi kuantitatif adalah pereaksi benedict yang
mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula yang
mempunyai gugus aldehid atau keton (misalnya glukosa).
2. Kadar glukosa yang diperoleh dalam urine dengan menggunakan pereaksi
benedict secara semi kuantitatif adalah sebagai berikut:
- Urine normal wanita : 0%
- Urine normal pria : 0%
- Urine DM : <2,0%
- Glukosa 0,3% : <0,5%
- Glukosa 1% : 1,0-2,0%
- Glukosa 5% : >2,0%

DAFTAR PUSTAKA

Mawar. (2012). Laporan Uji Bennedict Semi Kuantitatif. (http://


www.mawarchemistry09.blogspot.com/2012/06/laporan-ujibennedict-semi-
kuantitatif.html). Diakses pada tanggal 10 Maret 2017.

Pembina Mata Kuliah. (2014). Penuntun Praktikum Biokimia Lanjut. Palu:


Universitas Tadulako.

Timbangnusa, K. (2013). Uji Bennedict Semi Kuantitatif. (http://www.kerenita-


bio.blogspot.com/2013/06/uji-bennedict-semi-kuantitatif.html). Diakses
pada tanggal 10 Maret 2017.
Wulandari, G. (2012). Analisis Urine. (http://www.gianwulandari.
wordpress.com/2012/04/21/analisis-urine/) Diakses pada tanggal 10 Maret
2017.

Yaner, Y.Y. (2011). Pemeriksaan Glukosa Urine (Bennedict Semi Kuantitatif).


(http://www.yoriyovitayaner280106/2011/04/biokimia.html). Diakses pada
tanggal 10 Maret 2017.

Anda mungkin juga menyukai