Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


“ KAMAR OPERASI “

“Di Sususn Umtuk Memenuhi Tugas PPN Keperawatan Medikal Bedah 1 di Ruang Bedah Sentral RSUPF”

DISUSUN OLEH :
FUJA AMANDA, S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
KONSEP KAMAR OPERASI

A. Definisi
Kamar operasi merupakan salah satu unit khusus yang berada di rumah sakit,
berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif
maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dengan udara yang tidak
terkontaminasi (Kemenkes, 2012).

HIPKABI (2012) uga menyebutkan, kamar operasi merupakan suatu unit khusus
di rumah sakit, dimana tempat untuk melakukan tindakan pembedahan baik secara
elektif maupun emergency, yang membutuhkan kondisi bersih dari hama (steril).

B. Pembagian Area Kamar Operasi


Menurut Mutaqqin (2009), secara umum area kamar operasi terdiri dari 3 area,
diantaranya :
1. Area bebas terbatas ( unerestricted area)
Dimana pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian
khusus kamar operasi.
2. Area semi ketat ( semi restricted area)
Dimana pada area ini pertugas wajib memakai pakaian khusus kamar operasi
yang terdiri dari baju dan celana operasi, masker dan penutup kepala (topi).
3. Area ketat/terbatas ( restricted area)
Dimana pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi
secara lengkap serta melakukan prosedur aseptic.

Kamar operasi juga dibagi ke dalam berbagai zona yang bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi pada pasien post operasi. Menurut
Kemenkes (2012) zona tersebut terbagi atas :
5
Zona diatas
meja
operasi
4
Kamar bedah

3
Kompleks kamar
bedah

2
Area penerimaaan pasien

1
Area diluar instalasi bedah

Keterangan :
1. Zona Tingkat Risiko Rendah (Normal)
2. Zona Tingkat Risiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
3. Zona Risiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
4. Zona Risiko Sangat Tinggi (Steril dengan Prefilter, Medium filter, dan Hepa
filter, Tekanan positif)
5. Area Nuklei Steril (Meja Operasi)

Pembagian zona ini yaitu :


a. Zona 1, Tingkat risiko rendah (normal)
Zona yang terdiri dari area resepsionis (ruang administrasi dan pendaftaran),
ruang tunggu keluarga pasien, janitor dan ruang utilitas kotor.
b. Zona 2, Tingkat Risiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
Zona yang terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang plester, pantry
petugas, ruang tunggu pasien (holding), ruang transfer dan ruang loker (ruang
ganti). Merupakan area transisi antara zona 1 dan zona 2.
c. Zona 3, Zona Risiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
Zona yang meliputi kompleks kamar operasi, area scrub, ruang pemulihan
(recovery), ruang linen, ruang pelaporan bedag, ruang penyimpanan
perlengkapan bedah, ruang penyimpanan peralatan anastesi, implant orthopedi
dan emergency serta koridor-koridor di dalam kompleks kamar operasi.
d. Zona 4, Zona Risiko Sangat Tinggi
Zona ini adalah kamar operasi, dengan tekanan udara yang positif, yang
memiliki jumlah maksimal debu per m3 adalah 35.300 partikel.
e. Area Nuklei Steril (Meja Operasi)
Area yang terletak di bawah area aliran udara kebawah (laminair air flow)
dimana proses bedah dilakukan.

C. Syarat Kamar Operasi


1. Persyaratan fisik kamar operasi meliputi:
a. Bangunan kamar operasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Mudah dicapai oleh pasien
 Penerimaan pasien dilakukan dekat dengan perbatasan daerah steril dan
non-steril
 Kereta dorong pasien harus mudah bergerak
 Lalu lintas kamar operasi harus teratur dan tidak simpang siur
 Terdapat batas yang tegas yang memisahkan antara daerah steril dan non-
steril, untuk pengaturan penggunaan baju khusus
 Letaknya dekat dengan UGD

b. Rancang bangun kamar operasi harus mencakup:


 Kamar yang tenang untuk tempat pasien menunggu tindakan anestesi yang
dilengkapi dengan fasilitas induksi anestesi
 Kamar operasi yang langsung berhubungan dengan kamar induksi
 Kamar pulih (recovery room)
 Ruang yang cukup untuk menyimpan peralatan, linen, obat farmasi
termasuk bahan narkotik
 Ruang/ tempat pengumpulan/ pembuangan peralatan dan linen bekas
pakai operasi
 Ruang ganti pakaian pria dan wanita terpisah
 Ruang istirahat untuk staf yang jaga
 Ruang operasi hendaknya tidak bising dan steril.
 Kamar ganti hendaknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga terhindar
dari area kotor setelah ganti dengan pakaian operasi.
 Ruang perawat hendaknya terletak pada lokasi yang dapat mengamati
pergerakan pasien.
 Dalam ruang operasi diperlukan 2 ruang tindakan, yaitu tindakan elektif
dan tindakan cito
 Alur terdiri dari pintu masuk dan keluar untuk staf medik dan paramedik;
pintu masuk pasien operasi; dan alur perawatan
 Harus disediakan spoelhock untuk membuang barang-barang bekas
operasi.

2. Syarat Kamar Operasi


- Pintu kamar operasi harus selalu tertutup. ƒ
- Pintu keluar masuk harus tidak terlalu mudah dibuka dan ditutup ƒ ƒ
- Paling sedikit salah satu sisi dari ruang operasi ada kaca ƒ
- Ukuran kamar operasi minimal 6x6 m2 dengan tinggi minimal 3 m ƒ
- Dinding, lantai dan langit-langit dari bahan yang tidak berpori ƒ
- Pertemuan lantai, dinding dan langit-langit dengan lengkung ƒ
- Plafon harus rapat, kuat dan tidak bercelah ƒ
- Cat /dinding berwarna terang ƒ
- Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan dan
berwarna terang, ditutup dengan vinyl atau keramik. ƒ
- Tersedia lampu operasi dengan pemasangan seimbang, baik jumlah lampu
operasi dan ketinggian pemasangan ƒ
- Pencahayaan 300-500 lux
- Meja operasi 10.000-20.000 lux
- Ventilasi kamar terkontrol dan menjamin distribusi udara melalui filter.
Ventilasi menggunakan AC sentral atau semi sentral dengan 98% steril dan
dilengkapi saringan.Ventilasi harus dengan sistem tekanan positif/ total
pressure. ƒ
- Suhu kamar idealnya 20-26º C dan harus stabil ƒ
- Kelembaban ruangan 50-60% ƒ
- Arah udara bersih yang masuk ke dalam kamar operasi dari atas ke bawah ƒ
- Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk itu
harus dibuat ruang antara
- Hubungan dengan ruang scrub-up untuk melihat ke dalam ruang operasi perlu
dipasang jendela kaca mati, hubungan ke ruang steril dari bagian alat steril
cukup dengan sebuah loket yang dapat dibuka/ ditutup ƒ
- Pemasangan gas medik secara sentral diusahakan melalui atas langit-langit ƒ
- Di bawah meja operasi perlu adanya kabel anti petir yang dipasang di bawah
lantai ƒ
- Ada sistem pembuangan gas anestesi yang aman.
KONSEP KEPERAWATAN PERIOPERATIF

A. Definisi
Keperawatan perioperatif merupakan proses keperawatan untuk
mengembangkan rencana asuhan secara individual dan mengkoordinasikan serta
memberikan asuhan pada pasien yang mengalami pembedahan atau prosedur invasif
(AORN, 2013).
Perawat kamar bedah (operating room nurse) adalah perawat yang memberikan
asuhan keperawatan perioperatif kepada pasien yang akan mengalami pembedahan
yang memiliki standar, pengetahuan, keputusan, serta keterampilan berdasarkan
prinsip-prinsip keilmuan khususnya kamar bedah (AORN, 2013 dalam Hipkabi,
2014).
Perawat kamar bedah bertanggung jawab mengidentifikasi kebutuhan pasien,
menentukan tujuan bersama pasien dan mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Selanjutnya, perawat kamar bedah melakukan kegiatan keperawatan
untuk mencapai hasil akhir pasien yang optimal (Hipkabi, 2014).

B. Fase Pelayanan Perioperatif


1. Fase Pre Operatif
Fase pre operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi
bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Aktivitas keperawatan
selama fase ini mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik
ataupun rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi
yang diberikan serta pembedahan (Hipkabi, 2014).
Asuhan keperawatan pre operatif pada prakteknya akan dilakukan secara
berkesinambungan, baik asuhan keperawatan pre operatif di bagian rawat inap,
poliklinik, bagian bedah sehari (one day care), atau di unit gawat darurat yang
kemudian dilanjutkan di kamar operasi oleh perawat kamar bedah (Muttaqin,
2009).
2. Fase Intra Operatif
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk kamar bedah dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan atau ruang perawatan intensif (Hipkabi,
2014). Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan infus,
pemberian medikasi intravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.
Dalam hal ini sebagai contoh memberikan dukungan psikologis selama induksi
anastesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien
di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip kesimetrisan tubuh
(Smeltzer, 2010).
Pengkajian yang dilakukan perawat kamar bedah pada fase intra operatif lebih
kompleks dan harus dilakukan secara cepat dan ringkas agar segera dilakukan
tindakan keperawatan yang sesuai. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien
yang bersifat resiko maupun aktual akan didapatkan berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman keperawatan. Implementasi dilaksanakan berdasarkan pada tujuan
yang diprioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim operasi, serta melibatkan
tindakan independen dan dependen (Muttaqin, 2009).
3. Fase Post Operatif
Fase post operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan
(recovery room) atau ruang intensive dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut
pada tatanan rawat inap, klinik, maupun di rumah. Pada fase ini fokus pengkajian
meliputi efek agen anastesi dan memantau fungsi vital serta mencegah
komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut, serta
rujukan untuk penyembuhan, rehabilitasi, dan pemulangan (Hipkabi, 2014).

C. Perawat Kamar Operasi


1. Perawat Scrub
Perawat scrub atau di Indonesia juga dikenal sebagai perawat instrumen
merupakan perawat kamar bedah yang memiliki tanggung jawab terhadap
manajemen area operasi dan area steril pada setiap jenis pembedahan (Muttaqin,
2009).
Tugas seorang perawat scrub diantaranya :
a. Pada fase pre operasi (AORN, 2013):
 Melakukan kunjungan pasien yang akan operasi minimal sehari sebelum
pembedahan untuk memberikan penjelasan atau memperkenalkan tim
bedah.
 Mempersiapkan ruangan operasi dalam keadaan siap pakai yang meliputi
kebersihan ruang operasi, meja instrumen, meja operasi, lampu operasi,
mesin anastesi lengkap, dan suction pump.
 Mempersiapkan instrumen sterilsesuai dengan tindakan operasi.
 Mempersiapkan cairan antiseptik dan bahan-bahan sesuai keperluan
pembedahan.

b. Pada fase Intra operasi (Lopez, 2011) :


 Memperingatkan tim bedah jika terjadi penyimpangan prosedur aseptik.
 Membantu mengenakan jas steril dan sarung tangan untuk ahli bedah
 Menata instrumen steril di meja operasi sesuai dengan urutan prosedur
operasi.
 Memberikan cairan antiseptik pada kulit yang akan diinsisi. e)
Membantu melakukan prosedur drapping.
 Memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai urutan prosedur dan
kebutuhan tindakan pembedahan secara tepat dan benar.
 Mempersiapkan benang benang jahitan sesuai kebutuhan dalam keadaan
siap pakai.
 Membersihkan instrumen dari darah dari darah pada saat intra operasi
untuk mempertahankan serilitas alat di meja instrumen.
 Menghitung kassa, jarum, dan instrumen sebelum, selama, dan setelah
operasi berlangsung.
 Memberitahukan hasil perhitungan jumlah alat, kassa, dan jarum pada
ahli bedah sebelum operasi dimulai dan sebelum luka ditutup lapis demi
lapis.
 Mempersiapkan cairan untuk mencuci luka.
 Membersihkan luka operasi dan kulit sekitar luka.

c. Pada fase post operasi (AORN, 2013)


 Memfiksasi drain dan kateter (jika terpasang).
 Membersihkan dan memeriksa adanya kerusakan kulit pada daerah yang
terpasang elektrode.
 Memeriksa dan menghitung kelengkapan semua instrumen sebelum
dikeluarkan dari kamar operasi.
 Memeriksa ulang catatan dan dokumentasi dalam keadaan lengkap.
 Mengirim instrumen ke bagian sterilisasi (CSSD).

2. Perawat Sirkulasi
Perawat sirkulasi merupakan perawat berlisensi yang bertanggung jawab
untuk mengelola asuhan keperawatan pasien di dalam kamar operasi dan
mengkoordinasikan kebutuhan tim bedah dengan tim perawatan lain yang
diperlukan untuk menyelesaikan tindakan operasi (Litwack, 2009). Perawat
sirkulasi juga bertanggung jawab untuk menjamin terpenuhinya perlengkapan
yang dibutuhkan oleh perawat scrub dan mengobservasi pasien tanpa
menimbulkan kontaminasi terhadap area steril (Muttaqin, 2009).
Tugas dan tanggung jawab perawat sirkulasi diantaranya adalah :
a. Pada fase pre operasi (Lopez, 2011) :
 Melakukan timbang terima pasien
 Memeriksa perlengkapan isian checklist dengan perawat rawat inap.
 Memeriksa dokumen medis
 Melakukan pengkajian keperawatan
 Memeriksa persiapan fisik
 Menyusun asuhan keperawatan pre operasi
 Memberikan penjelasan ulang kepada pasien sebatas kewenangan
mengenai gambaran rencana tindakan operasi, tim bedah yang akan
menolong, fasilitas yang ada di kamar bedah, serta tahap-tahap anastesi.
b. Pada fase intra operasi (Muttaqin, 2009):
 Mengatur posisi pasien sesuai jenis operasi.
 Membuka set steril dengan memperhatikan teknik aseptik.
 Mengobservasi intake dan output selama tindakan operasi.
 Melaporkan hasil pemantauan hermodinamik kepada ahli anastesi.
 Menghubungi petugas penunjang medis (petugas radiologi,
laboratorium, farmasi, dan lain sebagainya) apabila diperlukan selama
tindakan operasi.
 Menghitung dan mencatat pemakaian kassa bekerjasama dengan
perawat scrub.
 Mengukur dan mencatat tanda-tanda vital
 Memeriksa kelengkapan instrumen dan kain kassa bersama perawat
scrub agar tidak ada yang tertinggal dalam tubuh pasien sebelum luka
operasi ditutup.
c. Pada fase post operasi (Litwack, 2009):
 Membersihkan badan pasien dan merapikan linen pasien yang telah
selesai tindakan operasi.
 Memindahkan pasien ke ruang pemulihan.
 Mencatat tanda-tanda vital
 Mengukur tingkat kesadaran post operasi
 Menghitung, dan mencatat obat-obatan serta cairan yang telah
diberikan pada pasien.
 Memeriksa kelengkapan dokumen medik
 Mendokumentasikan tindakan keperawatan selama tindakan operasi.
 Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pre, intra, dan post operasi di
kamar bedah.
3. Perawat Anastesi
a. Pada fase perioperatif
Memastikan identitas pasien yang akan dilakukan pembiusan dan melakukan
medikasi praanastesi.
b. pada fase intraoperatif
bertanggung jawab terhadap manajemen pasien, instrumen dan obat bius,
membantu dokter anastesi dalam proses pembiusan pasien sampai pasien sadar
penuh setelah operasi.

Pada pelaksanaanya, perawat anastesi berperan penuh pada seluruh


pembibiusan umum. Peran dan tanggung jawab perawat anastesi secara spesifik
antara lain :

a. menerima pasien dan memastikan bahwa semua pemeriksaan telah


dilaksanakan sesuai peraturan institusi
b. melakukan pendekatan holistik dan menjelaskan perihal tindakan prainduksi
c. manajemen dan suplai alat serta obat anastesi
d. pengaturan alat-alat pembiusan yang telah digunakan
e. memeriksa semua peralatan anestesi (mesin anestesi, monitor dan lainnya)
ebelummemulai operasi.
f. Mempersiapkan jalur intravena dan arteri, menyiapkan pasokan obat anestesi,
spuit, dan jarum yang akan digunakan; dan secara umum bertugas sebagai
tangan kanan ahli anestesi, terutama selama induksi dan ektubasi.
g. Berada di sisi pasien selama pembedahan, mengobservasi, dan mencatat
status tanda-tanda vital, obat-obatan, oksigenasi, cairan, transfusi darah,
status sirkulasi, dan merespon tanda komplikasi dari operator bedah.
h. Memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan ahli anestesi untuk melakukan
suatu prosedur misalnya anestesi lokal, umum, atau regional.
i. Memberi informasi dan bantuan pada ahli anastesi setiap terjadi perubahan
status tanda-tanda vital pasien atau penyulit yang mungkin mengganggu
perkembangan kondisi pasien.
j. Menerima dan mengirim pasien baru untuk masuk ke kamar prainduksi dan
menerima pasien diruang pemulihan.
4. Perawat Ruang Pemulihan
DAFTAR PUSTAKA

AORN, 2013. Standars of Perioperative Nursing. Guidline for Perioperative Practice


Association of Perioperative Registered Nurse.

HIPKABI (2012), Buku Pelatihan Dasar-Dasar Bagi Perawat Kamar Bedah. Jakarta :
HIPKABI press

Kemenkes RI (2012), Pedoman Teknis Ruang Operasi Rumah Sakit. Jakarta : Direktorat
Jendral Bina Upaya Kesehatan.

Mutaqqin, Arif dan Kumala Sari, 2009. Asuhan Kepetawatan Perioperatif Konsep, Proses,
dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai