Anda di halaman 1dari 75

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kamar Operasi


2.1.1 Pengertian
Menurut Permenkes (2012) Kamar Operasi merupakan suatu unit khusus di
rumah sakit yang yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan pembedahan secara
elektif maupun akut yang membutuhkan kondisi steril ataupun kondisi khusus lainnya.
2.1.2 Pembagian Zona Kamar Operasi
Sistem zona pada bangunan ruang operasi rumah sakit adalah untuk
meminimalisir risiko penyebaran infeksi (infection control) oleh micro-organisme dari
rumah sakit (area kotor) sampai pada kompleks ruang operasi.
Pembagian Zona pada Sarana Ruang Operasi di Rumah Sakit menurut
Permenkes 2012.

Zona di atas
meja Operasi

5 4

Kamar Bedah 3
Kompleks Kamar Bedah

Area penerimaan pasien 2

Area di luar Instalasi Bedah 1

Gambar 2.1 Pembagian Zona Kamar Operasi di Rumah Sakit


Keterangan :
1 = Zona Tingkat Resiko Rendah (Normal)
2 = Zona Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
3 = Zona Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
4 = Zona Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan prefilter, medium filter dan hepa
filter, Tekanan Positif)
5 = Area Nuklei Steril (Meja Operasi)

1
(1) Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)
Zona ini terdiri dari area resepsionis (ruang administrasi dan
pendaftaran), ruang tunggu keluarga pasien, janitor dan ruang utilitas kotor.
Zone ini mempunyai jumlah partikel debu per m3 > 3.520.000 partikel
dengan diameter 0,5 μm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun
1999).
(2) Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang plester,
pantri petugas, ruang tunggu pasien (holding), ruang transfer dan ruang loker
(ruang ganti pakaian dokter dan perawat) merupakan area transisi antara zona 1
dengan zone 2.
Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 3.520.000
partikel dengan dia. 0,5 μm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun
1999).
(3) Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang terdiri dari ruang
persiapan (preparation), peralatan/instrument steril, ruang induksi, area scrub
up, ruang pemulihan (recovery), ruang linen, ruang pelaporan bedah, ruang
penyimpanan perlengkapan bedah, ruang penyimpanan peralatan anastesi,
implant orthopedi dan emergensi serta koridor-koridor di dalam kompleks
ruang operasi.
Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah
352.000 partikel dengan dia. 0,5 μm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards
Tahun 1999).
(4) Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter, Medium
Filter, Hepa Filter)
Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif. Zone ini
mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 35.200 partikel
dengan dia. 0,5 μm (ISO 7 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999)
Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif. Zone ini
mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 35.200 partikel
dengan dia. 0,5 μm (ISO 7 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999)
(5) Area Nuklei Steril
Area ini terletak dibawah area aliran udara kebawah (;laminair air flow)
dimana bedah dilakukan. Area ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu
2
per m3 adalah 3.520 partikel dengan dia. 0,5 μm (ISO 5 s/d ISO 6 - ISO 14644-
1 cleanroom standards Tahun 1999).
2.1.3 Pembagian Ruangan di Kamar Operasi Rumah Sakit
A. Ruang Pendaftaran.
1) Ruang ini digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi,
khususnya pelayanan bedah.
2) Ruang ini berada pada bagian depan Ruang Operasi Rumah Sakit dengan
dilengkapi loket, meja kerja, lemari berkas/arsip, telepon/interkom.
3) Pasien bedah dan Pengantar (Keluarga atau Perawat) datang ke ruang
pendaftaran.
4) Pengantar (Keluarga atau Perawat), melakukan pendaftaran di Loket
pendaftaran, petugas pendaftaran Ruang Operasi Rumah Sakit melakukan
pendataan pasien bedah dan penandatanganan surat pernyataan dari keluarga
pasien bedah, selanjutnya pengantar menunggu di ruang tunggu.
5) Kegiatan administrasi meliputi :
a) Pendataan pasien bedah.
b) Penandatanganan surat pernyataan dari keluarga pasien bedah.
c) Rincian biaya pembedahan.
B. Ruang tunggu Pengantar.
Ruang di mana keluarga atau pengantar pasien menunggu. Di ruang ini
perlu disediakan tempat duduk dengan jumlah yang sesuai aktivitas pelayanan
bedah. Bila memungkinkan, sebaiknya disediakan pesawat televisi dan ruangan
yang dilengkapi sistem pengkondisian udara.
C. Ruang Transfer (Transfer Room).
1) Pasien bedah dibaringkan di stretcher khusus ruang operasi. Untuk pasien
bedah yang datang menggunakan stretcher dari ruang lain, pasien tersebut
dipindahkan ke stretcher khusus Ruang Operasi Rumah Sakit.

3
Gambar 2.2 Contoh Transfer bed ruang operasi.
2) Pasien melepaskan semua perhiasan dan diserahkan kepada keluarga pasien.
3) Selanjutnya Pasien dibawa ke ruang persiapan (preperation room)
D. Ruang Tunggu Pasien (Holding Room).
Ruang tunggu pasien dimaksudkan untuk tempat menunggu pasien
sebelum dilakukan pekerjaan persiapan (preparation) oleh petugas Ruang Operasi
Rumah Sakit dan menunggu sebelum masuk ke kompleks ruang operasi. Apabila
luasan area Ruang Operasi Rumah Sakit tidak memungkinkan, kegiatan pada
ruangan ini dapat di laksanakan di Ruang Transfer.
E. Ruang Persiapan Pasien.
1) Ruang yang digunakan untuk mempersiapkan pasien bedah sebelum memasuki
ruang operasi.
2) Di ruang persiapan, petugas Ruang Operasi Rumah Sakit membersihkan tubuh
pasien bedah, dan mencukur bagian tubuh yang perlu dicukur.
3) Petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengganti pakaian pasien bedah dengan
pakaian khusus pasien bedah.
4) Selanjutnya pasien bedah dibawa ke ruang induksi atau langsung ke ruang
operasi.
F. Ruang Induksi.
Di ruang induksi, petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengukur tekanan
darah pasien bedah, memasang infus, memberikan kesempatan pada pasien untuk
beristirahat/ menenangkan diri, dan memberikan penjelasan pada pasien bedah
mengenai tindakan yang akan dilaksanakan.
Anastesi dapat dilakukan pada ruangan ini. Apabila luasan area Ruang
Operasi Rumah Sakit tidak memungkinkan, kegiatan anastesi dapat di laksanakan
di kamar bedah.

4
G. Ruang Penyiapan Peralatan/Instrumen Bedah.
Peralatan/Instrumen dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk
pembedahan dipersiapkan pada ruang ini.
H. Kamar Bedah.
1) Kamar bedah digunakan sebagai ruang untuk melakukan tindakan operasi dan
atau pembedahan. Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas
bergerak sekeliling peralatan bedah. Kamar bedah harus dirancang dengan
faktor keselamatan yang tinggi.
2) Di kamar bedah, pasien dipindahkan dari stretcher khusus Ruang Operasi ke
meja operasi/bedah.
3) Di kamar ini pasien bedah dilakukan pembiusan (anestesi).
4) Setelah pasien bedah tidak sadar, selanjutnya proses bedah dimulai oleh
Dokter Ahli Bedah dibantu petugas medik lainnya.

Gambar 2.3. Contoh kamar Bedah

5
I. Ruang Pemulihan (Recovery).
1) Ruang pemulihan ditempatkan berdekatan dengan kamar bedah
dan diawasi oleh perawat. Pasien bedah yang ditempatkan di
ruang pemulihan secara terus menerus dipantau karena pasien
masih dalam kondisi pembiusan normal atau ringan. Daerah ini
memerlukan perawatan berkualitas tinggi yang dapat secara
cepat menilai pasien tentang status : jantung, pernapasan dan
physiologis, dan bila diperlukan melakukan tindakan dengan
memberikan pertolongan yang tepat.
2) Setiap tempat tidur pasien pasca bedah dilengkapi dengan
minimum satu outlet Oksigen, suction, udara tekan medis,
peralatan monitor dan 6 (enam) kotak kontak listrik,
3) Kereta darurat (emergency cart) secara terpusat disediakan dan
dilengkapi dengan defibrillator, saluran napas (airway), obat-
obatan darurat, dan persediaan lainnya.
4) Di beberapa rumah sakit, ruang pemulihan sering juga
dinamakan ruang PACU (Post Anaesthetic Care Unit).
Komunikasi ruang pemulihan atau ruang PACU langsung ke
ruang dokter bedah dan perawat bedah dengan perangkat
interkom. Tombol panggil darurat ditempatkan diseluruh Ruang
Operasi Rumah Sakit.
J. Ruang ganti pakaian (Loker).
1) Loker atau ruang ganti pakaian, digunakan untuk Dokter dan
petugas medik mengganti pakaian sebelum masuk ke
lingkungan ruang operasi.
2) Pada loker ini disediakan lemari pakaian/loker dengan kunci
yang dipegang oleh masing-masing petugas dan disediakan juga
lemari/tempat menyimpan pakaian ganti dokter dan perawat
yang sudah disteril. Loker dipisah antara pria dan wanita. Loker
juga dilengkapi dengan toilet.

6
K. Ruang Dokter.
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
1) Ruang kerja.
2) Ruang istirahat/kamar jaga.
Pada ruang kerja harus dilengkapi dengan beberapa
peralatan dan furnitur. Sedangkan pada ruang istirahat diperlukan
sofa. Ruang Dokter perlu dilengkapi dengan bak cuci tangan
(wastafel) dan toilet.
L. Scrub Station.
1) Scrub station atau scrub up, adalah bak cuci tangan bagi Dokter
ahli bedah dan petugas medik yang akan mengikuti langsung
pembedahan di dalam ruang operasi.
2) Bagi petugas medik yang tidak terlibat tidak perlu mencuci
tangannya di scrub station.
3) Scrub station sebaiknya berada disamping atau di depan ruang
operasi.
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Operasi

Gambar 2.4 Scrub station untuk 3 orang

7
4) Beberapa persyaratan dari scrub station yang harus dipenuhi,
antara lain :
a) Terdapat kran siku atau kran dengkul, minimal untuk 2 (dua)
orang.
b) Aliran air pada setiap kran cukup.
c) Dilengkapi dengan ultra violet (UV), water sterilizer.
d) Dilengkapi dengan tempat cairan desinfektan.
e) Dilengkapi sikat kuku.
M. Ruang Utilitas Kotor (Spoel Hoek, Disposal).
1) Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien
khususnya yang berupa cairan. Spoolhoek terdiri dari :
a) Sloop sink (lihat gambar 2.1.3.13 .a & b).
b) Service Sink (lihat gambar 2.1.3.13 .a & c)
2) Peralatan/Instrumen/Material kotor dikeluarkan dari ruang
operasi ke ruang kotor (disposal, spoel Hoek).
3) Barang-barang kotor ini selanjutnya dikirim ke ruang Laundri
dan CSSD (Central Sterilized Support Departement). untuk
dibersihkan dan disterilkan.
4) Ruang Laundri dan CSSD berada diluar Ruang Operasi Rumah
Sakit.

Slop Sink Service Sink


Gambar 2.5 - Slop Sink dan Service Sink

8
Gambar 2.1.3.13 .b - Sloop Sink

Gambar 2.1.3.13 .c - Service Sink


N. Ruang Linen.
Ruang linen berfungsi menyimpan linen, antara lain duk
operasi dan pakaian bedah petugas/dokter pada Ruang Operasi
Rumah Sakit.

9
Gambar 2.1.3.14 - Kompleks ruang operasi
O. Ruang Penyimpanan Perlengkapan Bedah
1) Ruang tempat penyimpanan instrumen yang telah disterilkan.
Instrumen berada dalam Tromol tertutup dan disimpan di dalam
lemari instrumen. Bahan-bahan lain seperti kasa steril dan kapas
yang telah disterilkan juga dapat disimpan di ruangan ini.

10
2) Persediaan harus disusun rapih pada rak-rak yang titik
terendahnya tidak lebih dari 8 inci (20 cm) dari lantai dan titik
tertingginya tidak kurang dari 18 inci (45 cm) dari langit-langit.
Persediaan rutin diperiksa tanggal kadaluarsanya dan di bungkus
secara terpadu.
3) Ruang Penyimpanan peralatan anastesi, peralatan implant
orthopedic, dan perlengkapan emergensi diletakkan pada ruang
yang berbeda dengan ruang penyimpanan perlengkapan bedah.
P. Ruang Penyimpanan Peralatan Kebersihan (Janitor).
Ruang untuk menyimpan peralatan kebersihan dan ruang
tempat menempatkan barang-barang kotor di dalam kontainer
tertutup yang berasal dari ruang-ruang di dalam bangunan (sarana)
Ruang Operasi Rumah Sakit untuk selanjutnya dibuang ke tempat
pembuangan di luar bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.

Gambar 2.1.3.16 – Janitor


2.1.4 Persyaratan Bangunan Kamar Operasi
Berdasarkan pedoman teknis ruang operasi Kementerian
Kesehatan RI tahun 2012 persyaratan ruang operasi adalah sebagai
berikut:
A. Material Lantai, Dinding dan Plafon:
1) Lantai:
Sebaiknya menggunakan vinyl ketebalan 2.5 mm – 3 mm,
warna sesuai selera, sebaiknya warna polos (tidak bercorak).
Gunakan spesifikasi terbaik untuk fungsi jangka panjang.
2) Dinding:

11
Sebaiknya menggunakan gypsum dengan ketebalan 15mm
atau double layer dengan ketebalan masing-masing 10mm (lebih
direkomendasikan menggunakan gypsum water resistant),
dengan konstruksi yang kuat, jarak antara main support
(vertical) tidak lebih dari 400mm (40cm), dan horizontal
framenya tidak lebih dari 600mm (60 cm), bila ruangan operasi
lebih dari satu dan bersebelahan, pasang isolasi antara kedua
dinding dapat menggunakan Styrofoam, atau lembaran spon
lembut. Hindari penggunaaan isolasi yang berasal dari bahan
yang mengandung partikel micron. Finishing pengecatan cukup
dengan menggunakan bahan epoxy painting.
3) Plafon:
Menggunakan gypsum dengan ketebalan 12 mm jenis water
resistant, rangka galvalum dengan size ukuran 300mm x 300
mm, plus original accessories,  dengan ketahanan beban
minimal 60 kg.
Finishing pengecetan epoxy sudah cukup memadai sesuai
standar yang dikehendaki. Tidak dibenarkan ada ‘opening
space’ untuk maintenance di dalam ruang operasi, jenis lampu
penerangan dan lampu operasi harus dipilih yang berkualitas
bagus agar pemasangannya tidak mengalami kendala bila ada
lubang-lubang kecil disekitar konstruksi lampu.
B. Alur pasien, petugas dan peralatan
1) Alur Pasien : Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah
berbeda.Pintu masuk pasien dan petugas berbeda.
2) Alur Petugas : Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu
pintu.
3) Alur Peralatan : Pintu keluar-masuknya peralatan yang bersih
dan yang kotor harus berbeda.

12
C. Letak
Letak kamar operasi berada ditengah-tengah rumah sakit
berdekatan dengan unit gawat darurat (IRD), ICU dan unit
radiology.
D. Bentuk dan Ukuran
1) Kamar operasi tidak bersudut tajam, lantai, dinding, langit-langit
berbentuk lengkung, warna tidak mencolok.
2) Lantai dan dinding harus terbuat dari bahan yang rata, kedap air,
mudah dibersihkan dan menampung debu.
3) Ukuran kamar operasi  : Minimal 5,6 m x 5,6 m (=29,1 m2)  Dan
Khusus/besar 7,2 m x 7,8 (=56 m2)
E. Sistem Ventilasi :
1) Ventilasi kamar operasi harus dapat diatur dengan alat control
dan penyaringan udara dengan menggunakan Pre,Medium dan
HEPA Filter. Idealnya menggunakan sentral AC atau Split
Duct AC.
2) Pertukaran dan sirkulasi udara harus berbeda.
3) Suhu dan Kelembaban.Suhu ruangan antara 20 – 24 derajat
Celcius.Kelembaban 50 -60%
F. Sistem Penerangan :
1) Lampu Operasi Menggunakan lampu khusus, sehingga tidak
menimbulkan panas, cahaya terang, tidak menyilaukan dan
arah sinar mudah diatur posisinya.
2) Lampu Penerangan Menggunakan lampu pijar putih dan mudah
dibersihkan.
G. Peralatan :
A. Semua peralatan yang ada di dalam kamar operasi harus be-
roda dan mudah dibersihkan.
B. Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaaanya harus menempel
pada alat tersebut agar mudah dibaca. c. Sistem pelistrikan
dijamin aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk

13
memusatkan arus listrik mencegah bahaya kebocoran gas
anestesi.
C. Sistem Instalasi Gas Medis Pipa (out let) dan konektor N2O
dan oksigen, dibedakan warnanya, dan dijamin tidak bocor
serta dilengkapi dengan system pembuangan/penghisap udara
untuk mencegah  penimbunan gas anestesi.
H. Pintu :
1) Pintu masuk dan keluar pasien harus berbeda.
2) Pintu masuk dan keluar petugas tersendiri
3) Setiap pintu menggunakan door closer (bila memungkinkan)
4) Setiap pintu diberi kaca pengintai untuk melihat kegiatan
kamar tanpa membuka pintu.
I. Pembagian Area :
1) Ada batas tegas antara area bebas terbatas, semi ketat dan area
ketat.
2) Ada ruangan persiapan untuk serah terima pasien dari perawat
ruangan kepada perawat kamar operasi.
J. Air Bersih :
Air bersih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Tidak berwarna, berbau dan berasa.
2) Tidak mengandung kuman pathogen.
3) Tidak mengandung zat kimia.
4) Tidak mengandung zat beracun
2.1.5 Penentuan Jumlah Kamar Operasi
Menurut PP-HIPKABI JAKARTA tahun 2014 Setiap rumah
sakit merancang Kamar Operasi disesuaikan dengan bentuk dan lahan
yang tersedia, sehingga dikatakan bahwa rancangan bangunan Kamar
Operasi setiap rumah sakit berbeda, tergantung dari besar atau tipe
rumah sakit tersebut.
Makin besar rumah sakit tertentu membutuhkan jumlah dan luas
kamar bedah yang besar. Jumlah Kamar Operasi tergantung dari
berbagai hal yaitu:

14
a. Jumlah dan lama waktu operasi yang dilakukan
b. Jumlah dokter bedah dan macam spesialisasi serta subspesialisasi
bersama fasilitas penunjang
c. Pertimbangan antara operasi elektif dan operasi cito
d. Jumlah kebutuhan waktu pemakaian Kamar Operasi baik jam per
hari maupun perminggu
e. Sistem dan prosedur yang ditetapkan untuk alur paisen, petugas dan
penyediaan peralatan
f. Selain itu adapula cara untuk menentukan jumlah kebutuhan kamar
operasi dengan membandingkan jumlah operasi dengan jumlah
tempat tidur dari rumah sakit tersebut khususnya jumlah tempat
tidur dari bagian bedah.
g. Mexico mereka mengambil perbandingan 1 ( satu ) kamar operasi
untuk tiap 50 tempat tidur rumah sakit.
h. Inggris , 1 ( satu ) kamar bedah untuk 30 – 40 tempat tidur.
i. Norwegia 1 ( satu ) kamar operasi untuk 25 tempat tidur ruang
ruang bedah.
j. Juga ada patokan lain untuk menentukan jumlah kebutuhan kamar
bedah yaitu 5 % dari total jumlah tempat tidur bedah.
2.1.6 Patient Safety
Berdasarkan Permenkes RI No. 1691/MENKES/PER/VII/ 2012
bahwa Keselamatan Pasien atau pasien safety adalah suatu system
yang membuat asuhan pasien di RS menjadi lebih aman. Penyusunan
pasien safety mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety
Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan
dari Joint Commission International (JCI). Maksud dari Sasaran
Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien.
Adapun komponen patien safety antara lain :
a. Ketepatan Identifikasi Pasien

15
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif
dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya
pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat,
darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan
lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara
untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor
rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan barcode,
dan lain-lain.
b. Peningkatan Komunikasi Yang Efektif
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas,
dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Rumah sakit secara
kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur
untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau
memasukkan ke komputer) perintah yang lengkap atau hasil
pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah
membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan;
dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca
ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur
pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak
melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di
IGD atau ICU.
c. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan
pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan
keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert
medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko
tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya

16
mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look
Alike Sound Alike/LASA). Cara yang paling efektif untuk
mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan
meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai
termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan
pasien ke farmasi.
d. Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat Pasien Operasi
Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi,
adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di
rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak
efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah,
kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site
marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi.
Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di
Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di
The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong
Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi
operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality),
multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level
(tulang belakang). Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan
akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan
seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu
didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.
Berikut contoh Surgical Safety Checklist. ( gambar 2.1.6 )

17
1) Sign In
Sebelum induksi anestesi, koordinator ceklist secara
verbal akan mereview dengan anstesist dan pasien (jika
mungkin) bahwa identitas pasien sudah dikonfirmasi, bahwa
prosedur dan tempat yang dioperasi sudah benar dan persetujuan
untuk pembedahan sudah dilakukan. Koordinator akan melihat
dan mengkonfirmasi secara verbal bahwa tempat operasi sudah
ditandai (jika mungkin) dan mereview dengan anstesist risiko
kehilangan darah pada pasien, kesulitan jalan napas dan reaksi
alergi dan mesin anestesi serta pemeriksaan medis sudah
lengkap. Idealnya ahli bedah akan hadir pada fase sebelum
anestesi ini sehingga mempunyai usulan tindakan yang jelas
untuk mengantisipasi kehilangan darah, alergi, atau komplikasi
pasien yang lain. Akan tetapi, ahli bedah tidak wajib hadir pada
fase ini.
2) Time Out
Sebelum insisi kulit, setiap anggota tim akan
memperkenalkan diri, nama dan perannya dalam operasi apabila
belum saling mengenal, jika sudah saling mengenal maka

18
masing – masing anggota tim dapat mengkonfirmasi bahwa
mereka sudah saling mengenal satu sama lain. Tim akan
mengatakan dengan keras untuk menunjukkan operasi yang
benar dengan pasien yang benar dan tempat operasi yang benar
dan direview oleh satu sama lain, menggunakan ceklist. Tim
juga akan mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis sudah
diberikan 60 menitsebelumnya dan gambaran yang penting juga
diberikan dengan benar.
3) Sign out
Sebelum meninggalkan kamar operasi, tim akan
mereview operasi yang sudah dilakukan, kelengkapan kassa dan
alat dan pemberian label spesimen yang sudah didapatkan.
Dalam hal ini juga mereview apakah ada instrumen yang tidak
berfungsi atau isu yang perlu diperhatikan. Akhirnya, tim akan
mendiskusikan rencana utama dan memperhatikan manajemen
postoperatif dan pemulihan sebelum memindahkan pasien ke
Ruang Pemulihan.
e. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Rumah sakit berkewajiban untuk mengurangi risiko infeksi
penyakit yang ditimbulkan karena aktifitas yang terjadi yang ada di
rumah sakit. Untuk mengurangi risiko infeksi dapat dengan
menggunakan berbagai macam strategi seperti cuci tangan, tindakan
sterilisasi, aseptik dan lain-lain
f. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Manajemen risiko pasien jatuh merupakan salah satu bentuk
upaya untuk mewujudkan keselamatan pasien di Rumah Sakit.
Yang mendasari upaya ini adalah beberapa kasus jatuh yang terjadi
di Rumah Sakit yang menimbulkan cedera atau hampir cidera bagi
pasien. Bahkan kasus tersebut menyebabkan semakin lamanya
waktu kesembuhan pasien atau mungkin dapat memperburuk
kondisi pasien. Seharusnya hal seperti ini dapat dicegah apabila
setiap rumah sakit menerapkan manajemen risiko pasien jatuh

19
dengan baik. Sehingga dapat mengurangi angka insiden dan
meningkatkan keselamatan pasien Rumah Sakit.
2.1.7 Personil Kamar Operasi
A. Jenis tenaga
1) Tim Bedah terdiri dari:
a) Ahli Bedah
b) Ahli Anestesi
c) Asisten Ahli Bedah
d) Asisten Anestesi
e) Perawat Instrument ( scrub nurse)
f) Perawat Sirkuler ( Circulating nurse)
2) Staf Perawat Kamar Operasi terdiri dari:
a) Perawat Kpala Kamar Operasi
b) Perawat penanggung jawab Kamar Operasi
c) Perawat Pelaksana
3) Tenaga lain terdiri dari:
a) Pekerja Kesehatan
b) Tata Usaha
c) Penunjang Medis
B. Uraian Tugas Perawat Instrumen / Scrub Nurse dan Perawat
Sirculasi
1) Perawat Instrumen / Scrub nurse
a) Pengertian : Seorang tenaga perawat profesional yang diberi
wewenang dan ditugaskan dalam pengelolaan paket alat
pembedahan, selama tindakan pembedahan berlangsung.
b) Persyaratan                  
(1) Pendidikan :          
 Berijazah Pendidikan formal keperawatan dari
semua jenis jenjang yang diakui oleh Pemerintah
atau berwenang.
 Memiliki sertifikat khusus teknik Kamar Operasi.

20
(2) Mempunyai pengalaman kerja di Kamar Operasi
minimal 2 tahun sebagai circulating nurse.
(3) Mempunyai bakat, minat dan iman
(4) Berdedikasi tinggi.
(5) Berkepribadian mantap / emosional stabil.
(6) Dapat bekerjasama dengan anggota tim.
(7) Cepat tanggap.
c) Tanggung jawab  
Secara administratif dan kegiatan keperawatan,
bertanggung jawab kepada Perawat Kepala Kamar Operasi,
dan secara operasional tindakan bertanggung jawab kepada
Ahli Bedah dan Perawat Kepala Kamar Operasi.    
d) Uraian Tugas
(1) Sebelum Pembedahan
(a) Melakukan kunjungan pasien yang akan dibedah
minimal sehari sebelum pembedahan untuk
memberikan penjelasan.
(b) Menyiapkan ruangan operasi dalam keadaan siap
pakai meliputi :
 Kebersihan ruang operasi dan peralatan.
 Meja mayo / instrumen.
 Meja operasi lengkap.
 Lampu operasi.
 Mesin anestesi lengkap.
 Suction pump.
 Gas medis.
(c) Menyiapkan set instrument steril sesuai jenis
pembedahan.
(d) Menyaipkan bahan desinfektan, dan bahan lain
sesuai keperluan pembedahan.
(e) Menyiapkan sarung tangan dan alat tenun steril.

21
(2) Saat Pembedahan
 Memperingatkan “ tim steril “ jika terjadi
penyimpangan prosedur aseptik.
 Membantu mengenakan jas steril dan sarung tangan
untuk ahli bedah dan asisten.
 Menata instrumen steril di meja mayo sesuai urutan
prosedur pembedahan.
 Memberikan bahan desinfektan kepada operator untuk
desinfeksi kulit daerah yang akan disayat.
 Memberikan laken steril untuk prosedur drapping.
 Memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai
urutan prosedur dan kebutuhan tindakan pembedahan
secara tepat dan benar.
 Memberikan kain kasa steril kepada operator, dan
mengambil kain kasa yang telah digunakan dengan
memakai alat.
 Menyiapkan benang jahitan sesuai kebutuhan, dalam
keadaan siap pakai.
 Mempertahankan instrumen selama pembedahan
dalam keadaan tersusun secara sistematis untuk
memudahkan bekerja.
 Membersihkan instrumen dari darah dalam
pembedahan untuk mempertahankan sterilitas alat dan
meja mayo.
 Menghitung kain kasa, jarum dan instrumen.
 Memberitahukan hasil perhitungan jumlah alat, kain
kasa dan jarum kepada ahli bedah sebelum luka
ditutup lapis demi lapis.
 Menyiapkan cairan untuk mencuci luka.
 Membersihkan kulit sekitar luka setelah luka dijahit.
 Menutup luka dengan kain kasa steril.

22
 Menyiapkan bahan pemeriksaan laboratorium /
patologi.
(3) Setelah pembedahan
 Memfiksasi drain, dan kateter.
 Membersihkan dan memeriksa adanya kerusakan kulit
pada daerah yang dipasang elektrode.
 Menggantikan alat tenun, baju pasien dan penutup
serta memindahkan pasien dari meja operasi ke kereta
dorong.
 Memeriksa dan mneghitung semua instrumen dan
menghitung sebelum dikeluarkan dari Kamar Operasi.
 Memeriksa ulang catatan dan dokumentasi
pembedahan dalam keadaan lengkap.
 Membersihkan instrumen bekas pakai dengan cara :
– Pembersihan awal.
– Merendam dengan cairan desinfektan yang
mengandung deterjen.
– Menyikat sela – sela instrumen.
– Membilas dengan air mengalir.
– Membungkus instrumen sesuai jenis, macam,
bahan, kegunaan dan ukuran. Memasang pita
autoclave dan membuat label nama alat – alat (set)
pada tiap bungkus instrumen dan selanjutnya siap
untuk disterilkan sesuai prosedur yang berlaku.
 Membersihkan Kamar Operasi setelah tindakan
pembedahan selesai agar siap pakai.
2) Perawat Sirkuler / Circulating nurse
a) Pergertian    :Tenaga perawatan profesional yang diberi
wewenang dan tanggung jawab membantu kelancaran
pelaksanaan tindakan pembedahan.

23
b) Persyaratan   :            
a. Pendidikan
Berijazah pendidikan formal keperawatan dari
semua jenjang, yang diakui oleh pemerintah atau yang
berwenang.
b. Mempunyai pengalaman kerja di Kamar Operasi lebih
dari 1 tahun.
c. Mempunyai bakat dan minat.
d. Berdedikasi tinggi.
e. Berkepribadian mantap / emosi stabil.
f. Dapat bekerjasama dengan anggota tim.
g. Cepat tanggap.
c) Tanggung jawab
Secara administrasi dan opeasional bertanggung
jawab kepada Perawat Kepala Kamar Operasi, dan kepada
Ahli Bedah.
d) Uraian Tugas
a. Sebelum pembedahan
(a) Menerima pasien yang akan dibedah.
(b) Memeriksa dengan menggunakan formulir “ check
list “ meliputi :
 Kelengkapan dokumen medis antara lain :
– Izin operasi.
– Hasil pemeriksaan laboratorium terakhir.
– Hasil pemeriksaan radiologi dan foto
rontgen.
– Hasil pemeriksaan ahli anestesia ( Pra visite
anestesi ).
– Hasil konsultasi ahli lain sesuai kebutuhan.
 Kelengkapan obat – obatan.
 Persediaan darah ( bila diperlukan ).
(c) Memeriksa pemeriksaan fisik.
24
(d) Melakukan serah terima pasien dan perlengkapan
sesuai isian check list, dengan perawat ruang rawat.
(e) Memberikan penjelasan ulang kepada pasien
sebatas kewenangan tentang :
 Tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
 Tim bedah yang akan menolong.
 Fasilitas yang ada didalam kamar bedah antara
lain lampu operasi dan mesin pembiusan.
 Tahap – tahap anestesi.
b. Saat pembedahan
(a) Mengatur posisi pasien sesuai jenis pembedahan dan
bekerja sama dengan petugas anestesi.
(b) Membuka set steril dengan memperhatikan teknik
aseptik.
(c) Mengingatkan tim bedah jika mengetahui adanya
penyimpangan penerapan teknik aseptik.
(d) Mengikatkan tali jas steril tim bedah.
(e) Membantu, mengukur dan mencatat kehilangan
darah dan cairan, dengan cara mengetahui : jumlah
produksi urine, jumlah perdarahan, jumlah cairan
yang hilang.
Cara menghitung perdarahan :
– Berat kain kasa kering harus diketahui sebelum
dipakai.
– Timbang kain kasa basah.
– Selisih berat kain kasa basah dengan kain kasa
kering adalah jumlah perdarahan.
(f) Melaporkan hasil pemantauan dan pencatatan kepada
ahli anestesi.
(g) Menghubungi petugas penunjang medis ( petugas
radiologi, petugas laboratorium ) bila diperlukan
selama pembedahan.
25
(h) Mengumpulkan dan menyiapkan bahan pemeriksaan.
(i) Menghitung dan mencatat pemakaian kain kasa,
bekerjasama dengan perawat instrumen.
(j) Mengambil instrumen yang jatuh dengan
menggunakan alat dan memisahkan dari instrumen
yang steril.
(k) Memeriksa kelengkapan instrumen dan kain kasa,
bersama perawat instrumen agar tidak tertinggal
dalam tubuh pasien sebelum luka operasi ditutup
(Sign Out).
(l) Merawat bayi untuk kasus sectio caesaria.
c. Setelah pembedahan
(a) Membersihkan dan merapikan pasien yang sudah
selesai dilakukan pembedahan.
(b) Memindahkan pasien dari meja operasi ke kereta
dorong yang telah disediakan.
(c) Mengukur dan mencatat tanda – tanda vital :
 GCS
 Tekanan darah.
 Suhu, nadi.
(d) Mengukur tingkat kesadaran, dengan cara
memanggil nama pasien, memberikan stimulus,
memeriksa reaksi pupil.
(e) Meneliti, menghitung dan mencatat obat – obatan
serta cairan yang diberikan kepada pasien.
(f) Memeriksa kelengkapan dokumen medik antara
lain:
 Laporan pembedahan.
 Laporan anestesi.
 Pengisian formulir Patologi Anatomi ( PA ).
(g) Mendokumentasikan tindakan keperawatan selama
pembedahan antara lain :
26
 Identitas pasien :
– Nama pasien.
– Umur
– No rekam medik.
– Nama tim bedah.
– Waktu dan lama pembedahan.
– Jenis pembedahan.
– Jenis kasus ( bersih, bersih tercemar,
tercemar, kotor ).
– Tempat tindakan.
– Urutan jadwal tindakan pembedahan.
 Masalah – masalah yang timbul selama
pembedahan.
 Tindakan yang dilakukan.
 Hasil evaluasi.
(h) Melakukan serah terima dengan perawat ruang
petugas RR tentang :
 Kelengkapan dokumen medik, instruksi pasca
bedah.
 Keadaan umum pasien.
 Obat – obatan dan resep baru.
(i) Membantu perawat instrumen, membersihkan dan
menyusun instrumen yang telah digunakan,
kemudian alat tersebut disterilkan.
(j) Membersihkan slang dan botol suction dari sisa
jaringan serta cairan operasi.
(k) Mensterilkan slang suction yang dipakai langsung
ke pasien.
(l) Membantu membersihkan kamar bedah setelah
tindakan pembedahan selesai.

27
2.1.8 Pembersihan Kamar Operasi
Menurut Muttaqin, Arif, 2009 tentang Asuhan
Keperawatan perioperstif konsep, proses dan aplikasi menyatakan
Kamar Operasi secara rutin dan periodik selalu dibersihkan secara
teratur. Ini bertujuan untuk tetap mempertahankan sterilisasi Kamar
Operasi, sehingga dapat mencegah kontaminasi pasien dengan
lingkungan serta meminimalkan pertumbuhan kuman yang membawa
resiko baik kepada pasien mauoun personil kamar pererasi.
A. Macam – Macam Pembersihan Kamar Operasi
Cara pembersihan kamar operasi ada 3 macam :
1) Cara pembersihan harian (Rutin)
2) Cara pembersihan mingguan
3) Cara pembersihan sewaktu.
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
1) Cara Pembersihan Harian Atau Pembersihan rutin, yaitu :
pembersihan sebelum dan sesudah penggunaan kamar operasi
agar  siap pakai dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Semua permukaaan peralatan yang terdapat didalam kamar
operasi harus dibersihkan dengan menggunakan desinfektan
atau dapat juga menggunakan air sabun
b) Permukaan meja operasi dan matras harus diperiksa dan
dibersihkan.
c) Ember tempat sampah harus dibersihkan setiap selesai
dipakai, kemudian pasang plastic yang baru.
d) Semua peralatan yang digunakan untuk pembedahan
dibersihkan, antara lain :
(1) Slang suction dibilas.
(2) Cairan yang ada dalam botol suction dibuang bak
penampung tidak boleh dibuang di ember agar sampah
yang ada tidak tercampur dengan cairan yang berasal
dari pasien.

28
(3) Alat anestesi dibersihkan, alat yang terbuat dari karet
setelah dibersihkan direndam dalam cairan desinfektan.
(4) Noda-noda yang ada pada dinding harus dibersihkan.
(5) Lantai dibersihkan kemudian dipel dengan menggunakan
cairan desinfektan. Air pembilas  dalam ember setiap
kotor harus diganti dan tidak boleh untuk kamar operasi
yang lain.
(6) Lubang angin, kaca jendela dan kusen, harus
dibersihkan.
(7) Alat tenun bekas pasien dikeluarkan dari kamar operasi.
Jika alat tenun tersebut bekas pasien infeksi, maka
penanganannya sesuai prosedur yang berlaku.
(8) Lampu operasi harus dibersihkan setiap hari. Pada waktu
membersihkan, lampu harus  dalam  keadaan dingin.
(9) Alas kaki (sandal) khusus kamar operasi harus
dibersihkan setiap hari.
2) Pembersihan Mingguan
(a) Dilakukan secara teratur setiap minggu sekali.
(b) Semua peralatan yang ada di dalam kamar bedah
dikeluarkan dan diletakkan di koridor/didepan kamar bedah.
(c) Peralatan kamar bedah harus dibersihkan /dicuci dengan
memakai cairan desinfektan atau cairan sabun.
Perhatian harus ditujukan pada bagian peralatan yang
dapat menjadi tempat berakumulasinya sisa organik, seperti
bagian dari meja operasi, dibawah matras.Permukaan
dinding dicuci dengan menggunakan air mengalir.
(d) Lantai disemprot dengan menggunakan deterjen, kemudian
permukaan lantaidisikat. Setelah bersih dikeringkan.
(e) Setelah lantai bersih dan kering, peralatan yang sudah
dibersihkan dapatdipindahkan kembali dan diatur kedalam
kamar operasi.

29
3) Pembersihan Sewaktu.
Pembersihan sewaktu dilakukan bila kamar operasi
digunakan untuk tindakan pembedahan pada kasus infeksi,
dengan ketentuan sebagai berikut :
(a) Pembersihan kamar operasi secara menyeluruh, meliputi
dinding, meja operasi, meja instrument dan semua peralatan
yang ada di kamar operasi.
(b) Instrument dan alat bekas pakai harus dipindahkan/tidak
boleh campur dengan alat yang lain sebelum di desinfektan.
(c) Pemakaian kamar operasi untuk pasien berikutnya diijinkan
setelah pembersihan secara menyeluruh dan sterilisasi
ruangan telah selesai.
Sterilisasi kamar operasi didapat dengan cara :
(1) Pemakaian sinar ultra violet, yang dinyalakan selama 24
jam.
(2) Memakai desinfektan yang disemprotkan dengan
memakai alat (foging). Waktu yang dibutuhkan lebih
pendek dibandingkan dengan pemakaian ultra violet,
yaitu kurang lebih  1 jam untuk menyemprotkan cairan,
dan 1 jam kemudian baru dapat dipakai.
2.1.9 Cuci Tangan Pembedahan
Berdasarkan SPO Cuci Tangan Pembedahan RSUD dr.Soetomo
Surabaya, Cuci tangan bedah adalah membersihkan tangan dengan
menggunakan sikat halus dan sabun antiseptik dibawah air mengalir
untuk mengangkat debu, kotoran, minyak atau lotion maupun
mikroorganisme dari tangan dan lengan pada anggota tim bedah yang
akan melakukan prosedur pembedahan.
Cuci tangan bedah ini dapat melalui 2 proses:
a. Proses mekanik: menggosok tangan dengan menggunakan sikat
halus, untuk mengangkat kotoran dan mikroorganisme.

30
b. Proses kimiawi: proses melepaskan kotoran dan mikoorganisme
dengan menggunakan antiseptik yang memiliki kemampuan
residural.
Persiapan alat :
a. Tempat cuci tangan yang cukup dalam dan lebar untuk mencegah
percikan air keluar dari area cuci tangan.
b. Air mengalir yang memenuhi syarat yang akan dikendalikan dengan
siku atau kaki.
c. Chlorhexidin glukonase 4%
d. Sikat halus dan spon yang menggunakan antiseptic.
e. Pembersih kuku.
f. Tempat sampah untuk membuang sikat bekas pakai.
Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Pada Saat Mencuci Tangan :
a. Semua perhiasan yang ada (jam tangan, gelang, cincin) harus
dilepas
b. Lamanya mencuci tangan sesuai dengan prosedur penggunaan jenis
antiseptik selama 5 menit
Cara cuci tangan pembedahan (cuci tangan surgical):
a. Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan
b. Pakai celemek
c. Naikkan lengan baju sampai 5 cm di atas siku
d. Basahilah tangan sampai siku dengan menggunakan air bersih dan
mengalir
e. Ambil chlorhexidin glukonase 4 %, ratakan di kedua tangan dan
gosok sampai berbusa
f. Gosoklah dengan antiseptik, telapak tangan, punggung tangan, sela
jari tangan, ujung jari dengan gerakan mengunci, putar ibu jai
tangan, bersihkan ujung kuku dengan gerakan memutar berlawanan
arah jarum jam.
g. Gosok bagian lengan sampai 5 cm di atas siku
h. Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir, dengan posisi jari
tangan lebih tinggi dari posisi siku

31
i. Bersihkan kuku dengan pengumpil kuku di bawah air mengalir
j. Sikat ujung kuku kanan dan kiri selama 30 detik.
k. Gunakan spon di balik sikat, bersihkan telapak tangan, lalu jari
tangan seolah mempunyai 4 sisi bergantian dengan gerakan searah.
l. Gunakan spon untuk membersihkan lengan kiri dari tengah ke
pergelangan tangan bagi menjadi dua bagian, lalu bagian kanan
sampai siku, kembali ke lengan kiri dari tengah ke siku.
m. Hindarkan tangan yang sudah dicuci tersentuh dengan benda
disekitarnya
n. Keringkan kedua tangan sampai 3/4 lengan dengan handuk steril
satu persatu dari ujung jari menuju ke lengan dengan cara
memutar, kemudian handuk dipisahkan dari benda steril
2.1.10 Memakai dan Melepas Gaun Bedah
Sesuai SPO Memakai Gaun Bedah RSUD dr.Soetomo
Surabaya Memakai gaun bedah adalah memakai / memasang baju
steril pada diri sendiri atau orang lain setelah cuci tangan, dengan
prosedur tertentu agar lokasi pembedahan bebas dari mikroorganisme.
a. Memakai gaun bedah sendiri :
1) Ambil gaun bedah seteril, dengan cara memegang bagian leher
angkat dengan kedudukan tangan setinggi bahu
2) Pegang bagian leher dengan lengan setinggi bahu dengan
menjaga bagian dalam gaun tetap menghadap ke pemakai
3) Jaga jarak dengan meja instrumen, jarak antara petuga dan meja
intrumen adalah 30 cm.
4) Masukkan lengan kanan dan kiri
5) Cari kedua tali panjang, amankan ke sisi tengah gaun
6) Kibaskan / pakai gaun sambil mendekat ke meja instrument.
7) Petugas yang tidak steril mngambil bagian dalam dari gaun dan
menarik kebelakang untuk merapikan dan harus menutup bagian
belakang.
8) Gunakan sarung tangan seteril dengan posisi tertutup(jari jangan
sampai keluar gaun)

32
9) Ambil tali yang panjang lalu bungkus dengan kertas sarung
tangan dan berikan ke perawat non steril, dan berputarlah
sehingga ikat gaun belakang tertutup dan ikat sendiri. Tali
ikatan harus pendek dan tidak boleh terlalu ke bawah.
b. Memakaikan gaun bedah kepada operator
1) Petugas yang akan memakaikan jas kepada operator harus sudah
melakukan gowning dan gloving.
2) Ambil gaun dengan posisi luar gaun menghadap kita, dan
pastikan lengan tidak ada yang terlipat, amankan kedua tali.
3) Pakaikan kepada operator secara bersamaan kedua lengan
tangannya, biarkan perawat non seteril mengikatkan belakang
gaun sembari kita memakaikan sarung tangan seteril kepada
operator.
4) Ambil tali steril yang pendek, tali panjang diberikan kepada
operator, lalu operator berputar sehingga ikatan belakang
tertutup
Prosedur Melepas Baju Steril
a. Mengganti Baju Terkontaminasi
Jika baju operasi terkontaminasi dan perlu diganti, pertama
kali ditanggalkan baju operasi lalu sarung tangan, hal ini
memungkinkan anda untuk mengenakan kembali baju operasi dan
sarung tangan tanpa perlu mencuci tangan lagi. Jika sarung tangan
dilepaskan terlebih dahulu, diikuti dengan baju yang tidak steril,
makan harus cuci tangan ulang sebelum memakai kembali baju
steril dan sarung tangan.
b. Melepas Baju Operasi
1) Perawat sirkuler melepas tali belakang baju operasi, tim bedah
yang memakai baju operasi melepas tali bagian depan dengan
tetap memakai sarung tangan, tarik bahu baju kanan dengan
tangan kiri dan bahu kiri dengan tangan kanan tarik kebawah
sampai turun.

33
2) Saat melepaskan baju steril dari lengan, tarik lengan baju dari
tubuh dengan memfleksikan siku
3) Lipat baju operasi dengan posisi bagian luar baju ada didalam
lipatan
4) Masukkan baju operasi yang sudah terlipat ke dalam tempat
yang sudah disediakan.
2.1.11 Memakai dan Melepas Sarung Tangan Steril
A. Pengertian
Adalah memasang sarung tangan steril pada tangan sendiri
atau orang lain yang sudah cuci tangan pembedahan dengan
prosedur tertentu.
B. Tujuan
1) Menutup permukaan tangan yang tidak steril dari para anggota
tim bedah sehingga melindungi pasien dari kontaminasi
2) Melindungi tim bedah dari kontaminasi
3) Mencegah terjadinya infeksi pada luka operasi
C. Persiapan
Sarung tangan steril sesuai ukuran diletakkan pada tempat
yang telah disediakan.
D. Prosedur Memakai Sarung Tangan Steril
1) Teknik Memakai Sarung Tangan Terbuka
a) Dengan tangan kiri, ambillah sarung tangan kanan pada
lipatan, kemudian memasukkan tangan kanan.
b) Tangan kanan mengambil sarung tangan kiri dengan
menyelipkan jari – jari di bawah lipatan sarung tangan
tersebut.
c) Cuff baju ( ujung lengan baju ) harus masuk kedalam
sarung tangan tersebut. Kita harus ingat bahwa tangan kita
sudah steril, maka harus hati – hati tidak boleh
terkontaminasi.

34
2) Teknik memakai sarung tangan tertutup
a) Usahakan jari tangan tetap berada di dalam gaun saat
memegang sarung tangan yang terlipat keluar.
b) Pastikan sarung tangan sesuai dengan tangan kanan
(R/right) atau tangan kiri (L/left)
c) Posisikan jempol sarung tangan sejajar dengan jempol jari
dengan jari masih di dalam gaun, dengan bantuan tangan
satunya yang masih tertutup gaun pakai sarung tangan.
d) Seperti tahap sebelumnya lakukan pemakaian sarung
tangan pada tangan satunya dan rapikan
3) Teknik Memakaikan sarung tangan ke orang lain
a) Setelah perawat instrumen memakai gaun bedah dan
sarung tangan steril, kemudian menyiapkan sarung
tangan steril kepada operator dan asisten operator setelah
memakai gaun steril
b) Buka bagian lengan tangan kanan operator / asisten
operator sebatas jari tangan saja
c) Buka pangkal sarung tangan bagian kanan tersebut secara
melebar dengan posisi sarung tangan sesuai posisi
pemakai
d) Masukkan sarung tangan tersebut ke tangan pemakai,
sampai ujung jari tengan pemakai tanpa sentuh
e) Untuk memakaikan sarung tangan bagian kiri, caranya
seperti pada memakaikan sarung tangan bagian kanan juga
tanpa sentuh.
E. Melepas Sarung Tangan
1) Pegang bagian luar dari satu mancet dengan tangan bersarung
tangan, hindari menyentuh pergelangan tangan.
2) Lepaskan sarung tangan dengan dibalik bagian luar kedalam,
buang pada bengkok.
3) Dengan ibu jari atau telunjuk yang tidak memakai sarung
tangan, ambil bagian dalam sarung tangan lepaskan sarung

35
tangan kedua dengan bagian dalam keluar, buang pada
bengkok.
2.1.12 Bahan antiseptik dan desinfektan
Menurut levinson 2012 Antiseptik adalah bahan atau zat yang
dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
pada jaringan hidup, khususnya di atas kulit dan selaput lendir (mulut,
tenggorokan dan sebagainya).
Desinfektan merupakan suatu bahan yang dapat membunuh
atau menghambat pertumbuhan suatu mikroorganisme, terutama
mikroba atau bakteri yang patogen atau membahayakan yang terdapat
pada benda mati seperti alat-alat injeksi dan operasi, lantai dan air
minum atau kolam renang (klor, karbon,lisol, formalin, dan
sebagainya).
Antiseptika dan desinfektansia dapat merusak sel bakteri
dengan cara koagulasi atau denaturasi protein protoplasma sel, atau
menyebabkan sel mengalami lisis yaitu mengubah struktur membran
sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran sel.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi suatu desinfektan
adalah:
a. Waktu dan lamanya kontak dengan mikroba
b. Suhu desinfektan
c. Konsentrasi desinfektan
d. Jumlah dan tipe dari mikroorganisme
e. Keadaan bahan yang didesinfektan
Bahan kimia menimbulkan suatu pengaruh yang lebih selektif
terhadap jasad renik dibandingkan dengan perlakuan fisik seperti
panas dan radiasi.
Dalam memilih bahan kimia sebagai suatu desinfektan atau
antiseptik perlu diperhatikan hal-hal berikut :

36
a. Sifat mikrosida (membunuh jasad renik)
Spora pada umumnya lebih tahan daripada bentuk
vegetatif dan hanya beberapa desinfektan sebagaihalogen,
formalin, dan etilen oksida yang efektif terhadap spora.
b. Sifat mikrostatik (menghambat pertumbuhan jasad renik)
Beberapa komponen kimia pada konsentrasi rendah tidak
dapat membunuh jasad renik, tetapi hanya menghambat
pertumbuhannya, misalnya senyawa tertentu yang terdapat pada
rempah-rempah, dan komponen ini mempunyai sifat
bakteriostatik atau fungisid.
c. Kecepatan penghambatan
Komponen kimia mempunyai kecepatan membunuh yang
berbeda-beda terhadap jasad renik. Beberapa komponen lainnya
hanya efektif setelah beberapa jam. Sel yang sedang tumbuh atau
berkembang biak lebih sensitive dan mudah dibunuh
dibandingkan dengan sel dalam keadaan istirahat atau statik
d. Sifat-sifat lain
Dalam pemilihan suatu desinfektan harus disesuaikan
dengan harga yang tidak mahal, efektivitasnya tetap dalam waktu
yang lama. Larut dalam air dan stabil dalam larutan. Juga perlu
diperhatikan sifat racunnya dan sifat iritasi pada kulit.
Dalam penggunaan desinfektan harus diperhatikan :
a. Apakah suatu desinfektan tidak meracuni suatu jaringan.
b. Apakah tidak menyebabkan rasa sakit.
c. Apakah dia tidak memakai logam
d. Apakah ia dapat diminum.
e. Apakah ia stabil.
f. Bagaimana bau dan rasanya.
g. Apakah ia mudah dihilangkan dari pakaian apabila kena pakaian
h. Dan apakah harganya murah

37
Mekanisme kerja suatu antiseptik atau desinfektan:
a. Penginaktifan enzim tertentu
b. Denaturasi protein
c. Mengubah permeabilitas membrane sitoplasma bakteri
d. Intekalasi ke dalam DNA
e. Pembentukan khelat
Senyawa yang mempunyai aktivitas antiseptik dibagi atas:
a. Turunan alkohol
b. Amidin dan Guanidin
c. Zat warna
d. Halogen dan Halogenofor
e. Senyawa merkuri
f. Senyawa fenol
g. Turunan ammonium kuartener
h. Senyawa perak
i. Turunan lain
Penggunaan berbagai jenis agen antiseptic
Antiseptik Persisten/ Penggunaan Pengguna Kontra Perhatian
agent residual pada mata dan an pada indikasi
activity telinga membrane
mukosa
Alcohol none Tidak. Dapat tidak Flammable.
mengakibatka Konstrasi
n kerusakan optimum 60 –
kornea atau 90%
nerve
Chlorhexi excellent Tidak. Dapat Gunakan Hipersen Kontak pada
dine mengakibatka dengan sitif kulit yang lama
glukonate n kerusakan hati - hati terhadap dapat
kornea. Dapat Chg. menyebabkan
mengakibatka Lumbar iritasi pada
n ketulian bila puncture individu yang
terkena telinga dan sensitive.
bagian dalam pengguna
38
an pada
meninges
.
Povidon minimal Ya. Iritasi ya Sensitive Kontak pada
iodine ocular terhadap kulit yang lama
moderate povidone dapat
iodine menyebabkan
iritasi. Hindari
pada neonate.
Inaktif bila
terkena darah
Chg excellent Tidak. Dapat tidak Hipersen flamable
dengan mengakibatka sitif thd
alcohol n kerusakan Chg.
kornea. Dapat Lumbal
mengakibatka puncture
n ketulian bila dan
terkena telinga pengguna
bagian dalam an pada
meninges
Iodine moderate Tidak. Dapat tidak Sensitive flamable
berbasis mengakibatka thd
alcohol n kerusakan povidon
kornea atau iodine
nerve
Parachloro moderate Ya ya Hipersen Kurang efektif
xilenol sitif thd pada bahan
PCMX organic. Masih
diteliti oleh
FDA
Tabel 2.1.12 Penggunaan berbagai jenis – jenis agent antiseptik

Desinfektan dibagi dalam 4 kelompok :


39
a. Turunan aldehida
b. Turunan klorofor
c. Senyawa pengoksidasi
d. Turunan Fenol
Cairan desinfektan yang biasa dan sering dipakai di dalam
Kamar Operasi antara lain:
a. Savlon pekat dapat membunuh kuman biasa tetapi tdak dapat
membunuh TBC, Spora dan Virus Hepatitis ( sesuai petunjuk
pemkaian)
b. Bethadine 10% dan Yodium 2% mempunya efek kerja yang sama
c. Alkohol 70%
1) Tidak dapat membunuh spora dan virus hepatitis
2) Dapat membunuh kuman biasa pseudomorus deroginosa dan
basil TBC
d. Cidek
1) Dapat membunuh semua jenis kuman dan virus
2) Mempunyai efek samping yang lebih baik diantara
desinfektan yang ada
3) Tidak boleh dipakai angsung ke badan manusia
e. Venol
1) Dapat membunuh kuman biasa pseroginosa dan basil TBC
2) Tidak dapat membunu spora dan virus Hepatitis B
3) Sedikit berefek membunuh euycetes
f. Presept
1) Dapat membunuh bakteri, spora, jamur, protoza, virus
2) Sangat efektif untuk virus AIDS, hepatitis B
3) Desinfektan dalam bentuk tablet dapat dicampur denagn
anioic dan nonionic detergen
4) Untuk desinfektan permukaan, peralatan dan perlengkapan
rumah sakit, laboratorium
g. Formalin
1) Tablet

40
2) Cair
2.1.13 Positioning
Posisi pembedahan merupakan prosedur yang sangat penting
agar operasi berjalan lancer, kesuksesan dari tindakan operasi juga
dipengaruhi oleh ketepatan posisi pasien. Memposisikan pasien juga
harus nekerja sama dengan anestesi karena perubahan posisi yang tiba
– tiba dapat mempengaruhi kondisi pasien.
A. Pengertian
Suatu posisi pasien yang aman dan nyaman tanpa
menimbulkan resiko pasca bedah
B. Persiapan mengatur pasien
1) Petugas
a) Lihat kembali posisi yang dianjurkan
b) Yakinkan pada ahli anetesi, mengenai posisi berhubungan
dengan sirkulasi dan pernafasan
c) Konsultasikan segera kepada ahli bedah bila meras tidak
nyaman
d) Susun alat yang diperlukan
e) Harus yakin terhadap cara kerja ,eja operasi
2) Peralatan
a) Safety belt ( sabuk pengaman)
b) Anesthetic Scren
c) Wirt of Arm Board strap
d) Armboart
e) Lateral pads protector
f) Shoulder bridge
g) Kidney rest
h) Body restraint strap
i) Elevating pad
j) Rellton Hall Frame
k) Elbow pads protector
l) Body restrain braces

41
m) Pillow ( bantal)
n) Towel ( handuk )
3) Hal – hal yang harus diperhatikan:
a) Saat memindahkan pasien, meja operasi sudah dalam
keadaan terkunci
b) Papan tangan dijaga jangan sampai hiperektensi
c) Usia pasien
d) Tungkai tidak saling bersilang
e) Jenis posisi
f) Tidak menekan selang selang yang terpasang
g) Tidak boleh merubah posisi tanpa izin dokter anetesi
h) Meja mayo, meja instrumen tidak boleh menekan tubuh
pasien
3. Berikut ini adalah macam – macam posisi pasien menurut AOSR
2007 :
a) Posisi supine
Operasi yang menggunakan posisi supine antara lain
operasi ektermitas umumnya operasi lengan tangan dan kaki.

Gambar 2.1.13.2 Posisi supine untuk operasi pada tibia

42
Gambar 2.1.13.3 Posisi Supine untuk operasi antebrachii,
metacarpal.

Gambar 2.1.13.4 Posisi supine untuk operasi tangan dengan


pendekatan posterior, missal operasi pada
humerus
b) Posisi supine di atas meja traksi
Operasi yang menggunakan posisi supine di atas meja traksi
adalah operasi femur.

Gambar 2.1.13.5 Posisi supine di atas meja traksi untuk


operasi femur
c) Posisi Prone / Tengkurap
Deskripsi dan Penempatan Pasien
Variasi dari posisi prone:

43
1) Prone horisontal, 
2) Prone dengan kepala yang dielevasikan ( posisi
concorde ),
3) Prone ”sea lion”,
4) Prone thoracica,
5) Pronejackknife
6) Prone duduk.
Posisi paling umum adalah pasien dengan kepala
tertelungkup dengan :
1) Ditempatkan penyanggah di antara bahu dan pada krista
iliaka, supaya pergerakan abdomen dan ekspansi dada
bebas. Hal ini untuk mengurangi kompresi abdomen dan
memperbaiki fungsi pernapasan dan stabilitas
kardiovaskuler.
2) Bantalan busa atau jelly donut dapat digunakan untuk
memproteksi mata dan telinga.
3) Pasien-pasien pediatrik, kain operasi yang digulung dengan
kuat sehingga membentuk bantalan yang berbentuk silinder
bebas kerutan untuk menyanggah torso, pembebasan
abdomen dari permukaan meja operasi serta menstabilisasi
pasien.

Gambar 2.1.13.6 Gulungan kain dapat ditempatkan di atas


panggul dan kaki bagian bawah pada anak kecil
yang ditempatkan pada posisi prone agar tidak
mengganggu pergerakan torakoabdominal dan
meminimalkan penekanan pada pergelangan kaki

44
4) Pada pasien-pasien yang lebih besar atau prosedur
pembedahan khusus, Wilson, Relton-Hall dan Andrew
menggunakan prosedur kerangka.

Gambar 2.1.13.7 Posisi prone untuk operasi spine, belakang


lutut, tendon archhiles.
d) Posisi lateral dekubitus 
Posisi lateral dekubitus ada dasarnya tidak stabil dan
penyanggah harus tersedia untuk mempertahankan postur
pasien pada posisi ini. Stabilitas pasien dapat dipertahankan
dengan menggunakan penyanggah, sabuk, atau plester
perekat.Tergantung pada kondisi klinisnya, direkomendasikan
untuk menggunakan dua penyanggah; penyanggah yang
berada di atas diletakkan di bagian kaudal aksila, digunakan
untuk menghindari penekanan pada bundle neurovaskuler
brakhialis, dan penyanggah yang berada di bagian bawah
diletakkan di bawah panggul, di bawah krista iliaka.
Penyanggah harus diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
menghambat pergerakan dada pada saat inspirasi dan
abdomen dapat bergerak dengan bebas, sehingga meminimasi
penekanan pada sistem respirasi. Pertahankan kepala dan leher
pada posisi netral dengan bantal, dan penyanggah juga penting
untuk menghindari trauma akibat regangan pada pleksus
brakhialis. Lengan bagian bawah biasanya diletakkan diantara
bantal sehingga menyanggah kepala. Sebuah penyanggah

45
aksila diletakkan di bagian kaudal aksila untuk meminimalkan
penekanan pada aksila yang bersangkutan. Penempatan
penyanggah aksila secara tepat penting untuk menghindari
kompresi pada aksila bagian bawah dan dengan demikian
meminimalkan resiko trauma pleksus brakhialis akibat
kompresi nervus di antara kaput humerus dan kosta.

Gambar 2.1.13.8 Posisi lateralpada operasi femur, hip joint

Gambar 2.14.8 Posisi lateraldengan penyangga siku untuk operasi


pada olecranon, proximal radius, distal bumerus
Gambar 2.8.9 Posisi lateral dengan penyangga siku untuk Gambar
2.1.13.9 Operasi pada olecranon, proximal radius, distal humerus.

2.1.14 Tehnik Antisepsis


A. Pengertian skin antisepsis
Menurut Porteus, Matthew, 2010 Skin antiseptis
daerah operasi adalah prosedur pra operasi dalam melakukan
prosedur persiapan kulit di area sayatan ( insisi ) dengan
menggunakan cairan antimokrobial dengan tujuan untuk
mengurangi / menghilangkan jumlah mikroorganisme secara
signifikan di permukaan kulit.

46
B. Tujuan skin antisepsis
Tujuan dari persiapan kulit pra operasi dari pasien adalah
untuk mengurangi resiko infeksi pasca operasi, menghapus tanah/
kotoran dan mikroorganisme transient dari kulit, mengurangi
jumlah mikroba sampai tingkat yang sub pathogenic dalam waktu
singkat dan dengan efek iritasi jaringan yang paling sedikit,
meminimalkan pertumbuhan mikroba rebound selama periode
intraoperative dan pasca operasi dan untuk mencegah cedera pada
pasien selama persiapan kulit bedah.
Persiapan daerah operasi
1) Daerah operasi dan sekitarnya harus dibersihkan dengan
antiseptic sebelum ditutup dengan alat tenun steril ( sebelum
dilakukan drapping )
2) Persiapan antiseptic yang digunakan dapat mengurangi jumlah
mikroorganisme dengan cepat aman bagi kulit, tidak
menimbulkan iritasi, mampu menghilangkan atau menghapus
sisa dari organic lain ( sabun, detergen, dan lemak )
C. melakukan antiseptic daerah pembedahan :
1) Bukalah perlatan steril untuk antiseptic kulit di atas meja steril
yang terdiri dari 2 mangkok ( kom kecil ) tempat cairan
antiseptic, 1 piala ginjal ( kidney disposal/ nierbekken0, forceps
antisepsis, dan Deppers/ kassa steril untuk antisepsis kulit
2) Cairan antiseptic dituangkan ke dalam kom/ mangkok
3) Pencucian daerah pembedahan dimulai dari tengah menuju ke
perifer dengan cara memutar seperti obat nyamuk ( lihat
gambar )
D. Tata cara skin antiseptic
1) Setelah pasien dalam keadaan teranestesi, daerah operasi
diperlihatkan
2) Beberapa dokter bedah memilih untuk menggososk daerah
operasi dengan sabun sebelum antiseptic

47
3) Umbilicus dibersihkan dengan tangkai lidi kapas yang dibasahi
dengan antiseptic, bila ia juga termasuk bagian dari daerah
operasi.
4) Selanjutnya asisten bedah mengolesi daerah operasi dengan
kain kassa yang dibasahi dengan antiseptic. Daerah insisi
diolesi terlebih dahulu, kemudian daerah persiapan pra bedah
diperluas secara melingkar keluar sampai batas keamanan yang
cukup lebar.
5) Biasanya dilakukan 3 kali pengolesan dengan antiseptic pada
daerah operasi
6) Supaya efektif, antiseptic harus dinbiarkan kering di udara
7) Jika ekstrimitas yang dilakukan skin antiseptic, maka
eksrtrimitas tersebut dipegang oleh seorang personil dan
seluruh kelilingnya diolesi dengan cairan antiseptic. Jika jari –
jari yang akan dibersihkan, gunakan kassa kecil diantara jari –
jari, tanpa memakai pemegang kassa/ forceps
8) Setelah daerah yang dilakuakn skin antiseptic kering, mulai
lakukan penutupan dengan kain.
Contoh gambar antisepsis kulit :

Gambar 2.1.14.4 Batas antisepsis untuk operasi pada hip, dan


ekstrimitas bawah

48
Gambar 2.1.14.5 Batas antisepsis untuk operasi pada knee, tibia,
ankle, foot.

Gambar 2.1.14.6 Antisepsis untuk operasi pada daerah femur

Gambar 2.1.14.7 Antisepsis


untuk operasi lengan dan
tangan

49
Gambar 2.1.14.8 Antisepsis untuk operasi daerah antebrachii,
hand.

Gambar 2.1.14.9 Antisepsis untuk operasi spine


2.1.15 Drapping
Menurut PP-HIPKABI 2014 Drapping dilakukan secara rutin
dalam prosedur bedah terhadap pasien oleh karena itu, Standar
rekomendasi menjadi acuan kerja, seperti : pilihan drapping,
karakteristik drapping yang diinginkan, baik drapping sekali pakai
maupun yang digunakan kembali dan secara umum menjadi
pedoman drapping. Semua anggota tim bedah harus terlibat dalam
proses mengembangkan dan melaksanakan kebiajakan di pelayanan
kamar bedah yang terkait dengan prosedur drapping.
a. Karakteristik bahan drapping
1) Resisten terhadap abrasi
2) Sebagai barrier ( anti mikroorganisme)
3) Biocompatibility ( free toxic 0)

50
4) Drapebility
5) Dapat mencegah listrik static
6) Nonflammable ( tidak menginduksi kebakaran )
7) Bebas serat
8) Tensile strength ( kuat terhadap tahanan )
b. Jenis Drapping
1) Drapping pakai ulang ( reusable )
a) Penggunaannya terutama untuk penggunaan drapping
atau jas operasi yang digunakan berkali – kali, bahnnya
impermeable terhadap cairan (dalam kondisi tertentu).
b) Proses pencucian, setrika dan sterilisasi menyebabkan
seratnya mengkisut
c) Siklus di atas menyebabkan kecenderungan mengubah
struktur material
d) Beberapa pabrikan melaporkan kerusakan struktur
material setelah 75 – 100 kali siklus.
2) Drapping sekali pakai ( disposable )
a) Mencegah penetrasi bakteri dan lelehan cairan
b) Lembut, bebas serat, ringan, padat, tahan kelembaban,
non iritasi dan bebas listrik static.
c) Menurunkan kontaminasi mikroorganisme berbahaya/
infeksius dari ekskresi dan cairan tubuh dalam proses
laundry dimana pada bahan pakai ulang mempunyai
resiko yang besar
d) Penyimpanan, transportasi, dan pembuangan limbah
biasanya menjadi masalah
e) Penggunaan insenerator cukup baik tetapi harus diolah
dengan baik agar tidak mencemarkan lingkungan.
c. Bahan untuk drapping
1) Linen
a) Memerlukan pencucian
b) Memerlukan pelia[atan yang benar

51
c) Memerlukan proses sterilisasi
d) Adanya lipatan/ jahitan yang menjadi tempat kuman
e) Tidak kedap air
2) Macam tenun/ linen untuk drapping
a) Laken operasi besar rapat
b) Pembungkus alat
c) Alas meja dorong ( trolley)
d) Duk bolong
e) Duk rapat
f) Laken kecil
g) Sarung mayo
h) Baju dan celana operasi
i) Jas operasi
j) Topi operasi
k) Sarung couter
l) Schort
m) Kantong canula, suction, dan cauter
n) Sarung kaki
o) Sarung tabung O2
p) Lap tangan / handuk
q) Baju pasien
r) Perlak besar dan kecil
3) Ukuran tenun untuk drapping
1) Sarung tangan mayo 140 cm x 75 cm
2) Sarung mayo dan tray 80 cm x 55 cm
3) Sarung kaki 140 cm x 60 cm
4) Sarung couter 10 cm x 200 cm
5) Duk rapat 100 cm x 75 cm
6) Duk lobang 80 cm x 80 cm ø10cm
7) Laken kecil 146 cm x 140 cm
8) Laken besar rapat 250 cm x 180 cm
9) Pembungkus instrument 100 cm x 100 cm

52
10) Pembungkus meja tray 250 cm x 180 cm
11) Pembungkus linen/ waskom 150 cm x 150 cm
4) Non Woven ( kertas )
Non woven ( semi kertas sintetis ):
a) Baik sebagai proteksi terhadap kontaminasi
b) Tidak lembab
c) Mahal
d) Saat ini semakin disenangi untuk diapkai
e) Kedap air
f) Dispossible
5) Plastic incisional drapes
a) Terbuat dari bahan polyvinyl
b) Tersedia dalam kemasan steril dalam berbagai ukuran
c) Insisi dapat dilakukan langsung di atas permukaan yang
melekat
d) Memudahkan drapping pada area tubuh yang ireguler
e) leher, sekitar telinga, ekstrimitas dan sendi.
d. Jenis drapping dan aplikasinya
1) Plain sheet
Plain sheet disebut juga minor sheet, top sheet, atau
bottom sheet. N plain sheet dipakai menutup bagian bawah
atau bagian atas dari daerah insisi.
2) Tube stockinetle
a) Drape yang menyerupai kaos kaki
b) Biasanya terbuat dari kain yang elastis
c) Biasanya digunakan pada pembedahan tungkai
3) Plastic drape
a) Berfungsi sebagai pelindung steril di atas kulit di daerah
insisi
b) Terbuat dari plastic yang sangat tipis
c) Terdapat perekat pada salah satu sisi

53
e. Gambar drapping
1) Posisi supine

Gambar 2.1.15.1 Drapping untuk operasi hand

Gambar 2.1.15.2 dengan pendekatan posterior, missal operasi pada


humerus

54
Gambar 2.1.15.3 Drapping supine untuk operasi daerah knee dan
tibia,femur.

Gambar 2.1.15.4 Drapping dengan pasien supine di atas meja traksi


untuk operasi femur
2) Drapping dengan posisi pasien prone

3) Drapping dengan posisi pasien prone

Gambar 2.1.15.5 Drapping dengan posisi pasien prone


55
4) Drapping dengan posisi pasien lateral

Gambar 2.1.15.6 Drapping dengan posisi pasien lateral untuk


operasi hand dengan pendekatan posterior

Gambar 2.1.15.7 Drapping dengan posisi pasien lateral untuk


operasi femur.

56
2.1.16 Set dasar Pembedahan dan Set khusus Orthopaedi
A. Set Dasar Pembedahan
Ada empat kategori dasar instrument adalah pemotong,
penjepit, pemegang, peregang. Setiap jenis memiliki fungsi
spesifik selama prosedur pembedahan.
1) Pemotong
Instumen pemotong digunakan untuk mengiris,
memisah atau membagi jaringan, instrument jenis ini
mencakup scalpel, gunting, rongeur, dan ostotom.
a) Scalpel digunakan untuk insisi kulit dan menembus
struktur internal untuk menembus struktur lain atau
memisahkan jaringan untuk diangkat. Scalpel biasanya
memiliki dua bagian : sebuah pegangan yang dapat dipakai
ulang dan terbuat dari baja antikarat dan sebuah mata
pisau sekali pakai.

Gambar 2.1.16. 1 Pisau dan scalpel


b) Gunting digunakan untuk memotong jaringan . macam –
macam gunting :
 Gunting Benang /Straight Mayo Scissors
Ada dua macam gunting benang yaitu bengkok dan
lurus, kegunaannya adalah memotong benang operasi.

57
Gambar 2.1.16.2 Gunting benang
 Gunting Diseksi (disecting scissor)
Gunting ini ada dua jenis yaitu, lurus dan bengkok.
Ujungnya biasanga runcing. Terdapat dua tipe yang
sering digunakan yaitu tipe Moyo dan tipe
Metzenbaum
 Curved Metzembaum/ gunting jaringan, kegunaan :
melakukan deseksi dan memotong jaringan halus.

Gambar 2.1.16.3 Gunting Metzemboum


 Gunting Pembalut/Perban atau Lister Bandage
Scissors
Kegunaannya adalah untuk menggunting
plester dan pembalut., membuka dressing luka.
2) Penjepit
Penjepit berfungsi menjepit dan memegang jaringan.
a) Klem Arteri Pean
Ada dua jenis yang lurus dan bengkok.
Kegunaanya adalah untuk hemostatis untuk jaringan tipis
dan lunak.

58
Gambar 2.1.16.4 Hemostat lurus
b) Klem Kocher
Ada dua jenis bengkok dan lurus. Sifatnya
mempunyai gigi pada ujungnya seperti pinset sirugis.
Kegunaannya adalah untuk menjepit jaringan.

Gambar 2.1.16.5 Kocher


c) Klem Ellis
Penggunaan klem ini adalah untuk menjepit
jaringan yang halus dan menjepit tumor.

Gambar 2.1.16.6 Ellis

59
d) Klem Babcock
3) Pemegang
Alat ini memungkinkan ahli bedah mengambil dan
menahan jaringan. Jenis pemegang yang paling sering
digunakan adalah forsep, tetapi sebagian instrument dalam
kategori penjepit juga dapat memegang. Jenis lain dari
instrument pemegang adalah pemegang jarum (needle holder)
yang dirancang untuk memegang jarum.
a) Pincet Chirugis ; digunakan untuk memegang jaringan
seperti otot, kulit, fascia.
b) Pincet anatomis ; digunakan untuk memegang jaringan
halus seperti usus, peritoneum, dll.

Gambar 2.1.16.7 Pincet anatomis dan cirugis


c) Sponge holding forceps ; digunakan untuk memegang kasa
yang digunakan untuk antiseptic area operasi, menyerap
air dan darah dari rongga tubuh.

Gambar 2.1.16.8 Sponge holding forceps


d) Needle holder ; digunakan untuk memegang jarum,
permukaannya berbentuk diamond untuk menjaga agar
jarum tidak berputar.
60
Gambar 2.1.16.9 Needle holder
4) Peregang
Peregang / retractor menyebabkan lapangan
pembedahan terpajan dengan menyingkirkan struktur –
struktur penghalang. Sebagian retractor dapat dipegang
dengan tangan. Retraktor yang menahan sendiri ( self-
retaining) akan bertahan di posisinya denagn bantuan gigi –
gigi. Ujung retractor bervariasi sesuai tingkat kerapuhan
jaringan dan kedalaman struktur di dalam tubuh yang
diregangkan. Berikut contoh – contoh retractor :

Gambar 2.1.16.10 Weitlane retractor


B. Set dasar orthopaedi
1) Set basic orthopaedi
a) Rasparatorium

Gambar 2.1.16.11 Rasparatorium


61
b) bone curettage

Gambar 2.1.16.12 Bone curettage


c) mallet

Gambar 2.1.16.13 Mallet


2) Set basic fragmen atau Set tambahan Orthopaedi
a) Hohmann

Gambar 2.1.17.14 Hohmann


b) Reduction

Gambar 2.1.17.15 Reduction

62
c) Ferburger

Gambar 2.1.17.16 Ferbuger


d) Muller

Gambar 2.1.17.17 Muller


3) Set basic insertion

Gambar 2.1.17..18 Set Basic Insertion


Keterangan gambar:
3. Drill bit
4. Drill bit
5. Universal drill sleeve

63
6. Double drill sleeve
7. Depth gauge
8. Tapper
9. T-handle
10. Screwdriver shaft
11. Screwdriver with locking sleeve
4) Set osteotome
a) Chisel
b) Knable

Gambar 2.1.17.19 Knable


5) Setwire

Gambar 2.11.20Set wire

64
Menurut Porteous, Matthew, 2010 Adapun Peralatan yang
dimaksud adalah peralatan medis maupun non medis. Berikut adalah
alat-alat kesehatan minimal yang dibutuhkan untuk sebuah kamar
operasi :
a. Mesin Anestesi
b. Meja
c. Operasi
d. Lampu Operasi
e. Meja Mayo
f. Meja Instrumen
g. Standar Infus
h. Tabung Oksigen dan isinya
i. Tabung N2O dan isinya
j. Tempat sampah medis, non medis dan benda tajam
k. Patient Monitor
l. Stetoskop
m. Lampu Ruangan
n. Suction
o. Electric Couter
p. Instrumen Bedah sesuai kebutuhan operasinya
q. Kursi mobile
r. Papan Baca Rontgen
s. Tromol Kassa Steril
t. Trolly Instrumen
u. Tempat Cuci tangan
Demikian peralatan minimal yang harus ada di kamar operasi.
2.1.17 Benang Pembedahan
Menurut HIPKABI 2014 benang pembedahan terdiri dari :
A. Benang bedah
Merupakan materi yang digunakan untuk melakukan ligasi
( ligate ) pada pembuluh darah dan approksimasi (approximate)
pada jaringan.

65
B. Benang bedah ideal
1) Steril
2) Mudah digunakan
3) Reaksi / trauma jaringan yang minimal
4) Memiliki tensile strength ( kekuatan menahan jaringan luka )
yang memadai
5) Simpul yang aman
6) Diserap tubuh setelah tidak berfungsi
7) Dapat digunakan untuk segala jenis operasi
C. Klasifikasi benang bedah
1) Absorbable / nonabsorbable ( diserap/ tidak diserap)
2) Natural/ synthetic ( bahan alami dan sintetis )
3) Braided/ Monofilament ( multifilament/ monofilament )
D. Konsep penting
1) Absorbable
a) Absorption rate ;
 Lamanya waktu yang dibutuhkan oleh sehelai benang
bedah untuk diserap tubuh
 Tidak mempengaruhi kekuatan benang bedah untuk
merpatkan jaringan luka
 Perawat bedah perlu mengetahui absorption rate dari
benang bedah merupakan benda asing di dalam tubuh
pasien
 Hydrolisys ( benang sintesis )
 Enzymatic process ( Benang alami )
b) Tensile strength in vitro :
Kekuatan yang dimiliki benang bedah untuk
diregangkan, dalam pounds hingga benang tersebut putus,
setelah implantasi di dalam.

66
c) Tensile strength in vivo
Kapan benang tersebut ( dalam hari/ minggu ) masih
cukup kuat untuk merapatkan / menahan luka hingga luka
itu sembuh.
Contoh : benang ungu sintetis = 35 hari
Kekuatan masih 75 % @ 2 minggu
Kekuatan masih 50 % @ 3 minggu
2) Non absorbable
Aplikasi :
a) Exterior skin closure, harus dicabut setelah luka sembuh
b) Aproksimasi permanen. Akan tinggal di dalam tubuh
sebagai benda asing ( encapsulated )
c) Pasien memiliki sejarah reaksi terhadap benang yang
diserap
d) Untuk memasang prothesis
3) Natural / alami
Benang bedah alami dibuat dari bahan yang dapat
ditemukan di alam :
a) Gut/ usus sapi atau kambing
b) Silk / sutera
c) Stainless steel
4) Sintetis
Bahan sintetis diciptakan karena adanya beberapa
kekurangan yang dimiliki oleh benang bedah alami, khususnya
reaksi jaringan dan absorption rate yang tidak dapat diprediksi.
E. Cara penyerapan benang bedah
1) Natural / alami = enzymatic process
2) Sintetis = hydrolisys
a) Suture classification
 Monofilament
Benang monofilament tterbuat dari sehelai
benang, keuntungannya adalah : minimal trauma saat

67
melewati jaringan. Mencegah melekatnya mikro yang
dapat mengakibatkan terbawanya infeksi melalui
benang.
 Braided
Benang multifilament terdiri dari beberapa helai
benang yang dipilin menjasi satu, keuntungannya
adalah : greater tensile strength,pliability and
flexibility.
a) Plain catgut
Natural: absoebable: monofilament
Tensile strength : 7 – 10 hari
Absorption rate :60 – 90 hari
b) Chromic catgut
Natural: absorbable: monofilament
Tensile strength : 21 – 28 hari
Absorption rate : 90 – 110 hari
c) Suture size
d) Packaging – foil pack
F. Jarum Bedah
Jarum bedah diperlukan untuk penempatan jahitan pada
jaringan, oleh karena itu mereka harus dirancang untuk membawa
material yang digunakan untuk menjahit melalui jaringan dengan
trauma yang minimal.
1) Karakteristik dari sebuah jarum bedah yang ideal
Kekuatan, stabilitas, ketajaman, daktilitas
2) Anatomi jarum

68
Gambar 2.1.18. 1 Anatomi jarum bedah
3) Needle swage
1) Single armed
2) Double armed
3) Loop

Gambar 2.1.18. 2 Jarum swaged

69
4) Tubuh jarum

Gambar 2.1.18.3 Jenis tubuh jarum


5) Mata/ ujung jarum ( point of the needle )
Klasifikasi : konvensional cutting, cutting reverse taper
point, tapercut, spatula ( memotong sisi ), CS ULTIMA,
tumpul.
6) Needle selection
a) Minimal trauma jaringan
b) Ketajaman
c) Bend resistensi
d) Korosi resistensi
e) Sterilitas
f) Ukuran, bentuk dan desain
7) Needle types
a) Round bodied, cutting, ophthalmic
 Tapering point
70
 Separates tissue
 Does not cut

Gambar 2.1.18. 4 Round needles


b) Cutting( cuticular ) needles

Gambar2.1.18.5 Cutting ( cuticular ) needles

71
2.1.18 Tehnik Dekontaminasi dan Sterilisasi
A. Dekontaminasi
1) Pengertian
Dekontaminasi adalah proses yang menghilangkan
banyak atau seluruh mikroorganisme pathogen kecualai spora
bakteri pada benda mati.(SPO.Teknik Dekontamintasi,
Dr.Soetomo,2016). Pada proses ini menggunakan bahan cair
atau dengan pasteurisasi basah. Apapun metode desinfeksi
dan sterilisasi yang akan digunakan untuk pembedahan harus
didekontaminasi dan dipersiapkan dahulu sebelum proses
desinfeksi atau sterilisasi
2) Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari desinfeksi
a) Pembersihan pra dekontaminsi pada alat
b) Adanya bahan organik dan anorganik
c) Jenis dan tingkat kontaminasi mikroba
d) Konsertasi dan waktu paparan bahan desinfektan
e) Sifat fisik dari alat ( misal: celah – celah, engsel , dan
lumen)
3) Proses Dekontaminasi
a) Dekontaminasi alat kritis
1) Pre Cleaning
Alat dibersihkan dari sisa debris dengan air
mengalir

72
2) Cleaning
Setelah debris hilang, rendam alat dengan
larutan enzimatik 0,5 % yaitu dengan melarutkan
25ml enzimatik dalam 5liter air selama 5-10 menit

3) Brushing
Sikat sela-sela alat dengan sikat lembut hingga
tidak ada

4) Rhinsing
Bilas dengan air mengalir

73
5) Drying
Keringkan alat dengan menggunakan handuk
kering dan lembut

6) Setting / Packiging
Bahan dan alat yang akan dikemas harus
diperiksa kondisi dan kelengkapan alat /bahannya

74
7) Sterilisasi

8) Dokumentasi

75

Anda mungkin juga menyukai