3246 5505 1 PB
3246 5505 1 PB
Oleh
Nimas Wulandari
ABSTRAK
Pertunjukan angklung caruk ini sarat akan nilai etika dan estetika. Nilai etika
nampak spontanitas, rasa kerjasama dan sportifitas, sedangkan nilai estetika nampak dari
penyajian karya musiknya, termasuk dengan segala unsur keestetisannya seperti melodis,
ritmis, harmoni, tempo dan lain sebagainya.
Kompetisi musikal yang terjadi dalam angklung caruk adalah sebuah fenomena
yang menarik. Dimana pertunjukan menjadi sebuah peristiwa sosial multifungsi, tidak
hanya menjadi media penyajian dan penikmatan sebuah karya musik. Angklung caruk
juga merupakan proses sosial yang memberikan kesempatan menunjukkan prestasi,
mengangkat identitas diri, kelompok daerah, mengokohkan status serta ajang seleksi
sosial seniman.
1
PENDAHULUAN
memiliki kekayaan seni tradisi, baik dari seni tari, teater dan seni musiknya.
Kekayaan akan berbagai ragam kesenian tersebut tentunya tak terlepaskan dari
dikenal sebagai seniman yang memiliki daya produktivitas tinggi. Daya saing
antara satu seniman dan seniman lainnya sangat kuat dalam menciptakan karya
seni. Hal inilah yang menjadikan kabupaten Banyuwangi dikenal sebagai daerah
yang memiliki ragam seni tradisi yang berkualitas, termasuk kesenian Angklung
Caruk.
kesenian Angklung Caruk sudah tidak asing lagi. Sekitar satu dekade yang lalu
masyarakat seperti acara perkawinan, khitanan maupun acara lain seperti perayaan
hari kemerdekaan RI. Namun sekarang ini sudah sangat jarang di jumpai.
Kata ” Caruk ” dalam bahasa Osing berarti ” temu “. Kata dasar itu bisa
2
panggung, saling beradu kepandaian dengan iringan sejumlah tembang
sportifitas antara grup satu atau “panjak” (sebutan penabuh dalam bahasa Osing)
dengan grup lainnya meski terjadi “padu-paduan” (olokan dan ejekan). Uniknya
Meski tidak ada aturan secara tertulis, kedua kelompok kesenian itu sejak puluhan
tahun sudah memahi aturan yang menjadi kesepakatan. Sehingga, mereka tidak
ada yang curang, tidak ada yang marah saat kurang mendapatkan respon atau
Pertunjukan angklung caruk ini sarat akan nilai etika dan estetika. Nilai
etika nampak spontanitas, rasa kerjasama dan sportifitas. Sedangkan nilai estetika
yang dibungkus dalam sajian pertunjukan. Kompetisi musikal yang terjadi dalam
menjadi sebuah peristiwa sosial multifungsi Kesenian ini tidak hanya menjadi
media penyajian dan penikmatan sebuah karya musik, namun Angklung Caruk
3
PEMBAHASAN
kata “angklung” yang berarti pada pengertian alat musik dengan 12- 13 nilah
bambu dan kata “caruk” yang berasal dari kata “kecaruk” yang mempunyai arti
jalan saling bergantian memamerkan dan menirukan gending dan iringan sejumlah
kurang lebih oleh 12-15 pemain yang terdiri dari seperangkat angklung ( dua unit
angklung ), slenthem ( dua buah ), saron ( dua buah ), saron ( 4 buah ), peking
( dua buah ), kendang ( 1 orang ), kethuk ( satu buah ), biola ( satu buah ),
kluncing ( satu buah ), gong ( 1 buah ), sinden ( 1 orang ) dan badut ( 1 orang ).
berhadapan layaknya orang yang akan beradu, namun tata instrumen dalam satu
kelompok secara garis besar dibagi dalam dua pola, yaitu pola sejajar
berdampingan dan pola berhadapan. Hal ini didasari alasan karena secara musikal
2
Karsono dalam jurnal Keteg. 2007. Jurnal Pengetahuan,Pemikiran dan Kajian Tentang Bunyi ,
Surakarta. ISI Press Surakareta
4
gending angklung terbangun dari pola jalinan berpasangan, baik melodis maupun
Struktur Penyajian
dalam setiap bagin pertunjukan Angklung Caruk. Karena dalam konteks ini,
pertunjukan “caruk” terwujud dalam sebuah bentuk kompetisi. Oleh karena itu,
dan nilai yang disepakati kedua pihak utuk mengatur dan menilai persaingan nilai
yang terjadi, baik itu persaingan antar seniman di tingkat personal hingga
kelompok.
Peran badut ini cukup rumit dan masih agak “misterius”, apakah badut itu
semacam wasit atau mediator atau provokator atau ketiganya. Biasanya gending-
gending yang dimainkan memang difungsikan untuk mengiringi tarian badut, dan
3
Subiha, wawancara 26 Oktober 2012
4
Subiha, wawancara 26 Oktober 2012
5
Bagian giro-giroan yang merupakan bagian awal pertunjukan
gending giro.
khusus dibuat untuk giro-giroan atau ada juga yang menyajikan gending
dalam kreasi semakin seru. Ini terjadi karena kedua kelompok menyajikan
mereka mampu menyajikan dengan lebih baik. Hal ini juga menjadi
dinamis.
2. Penghormatan
6
terkait nama dan asal daerah kelmpok. Proses perkenalan bisa dilakukan
gerakan lucu dan dinamis sehingga tujuan menarik dan perhatian penonton
dapat tercapai.
3. Embat-Embatan / Blabakan
4. Brindrong
musikal ini disebut dengan adu gendhing. Adu gending antara dua
7
kelompok dilakukan dengan saling menyajikan dan meniru gending-
kelompok saling beradu gendhing. Pertarungan satu lawan satu ini dimulai ketika
ranginan adalah rangkaian melodi bebas metrum atau rageman bebas untuk
dengan istilah bem. Ranginan ini juga berfungsi sebagai tanda kepada sang
angklung dimana melodi yang dihasilkan disusun dalam pola ngloci. Pola
ngloci adalah pola memukul bilah angklung satu persatu dengan cepat,
atau speed permainan dari pemain juga menjadi faktor kerumitan sang
Dalam pertarungan satu antar satuini tak jarang terjadi aksi saling
ejek, baik itu dari ucapan maupun raut muka atau gaya dan sikap menabuh
5
Menurut Subiha ( wawancara 26 Oktober 2012 ) klocian merupakan pertarungan antar personal
pemain angklung. Pertaruhan nama ‘besar’ pemain angklung terjadi pada bagian ini. Gending yang
dimainkan adalah gending ciptaan pribadi sehingga kerahasiaan gending sangat terjaga.
8
emosi lawan sehingga lawan tak dapat berkosentrasi dalam menirukan
gending. Ejekan yang terlontar dari penyaji atau sorak sorai dari penonton
Lain halnya dengan pertarungan satu lawan satu, dalam bagian ini
sudah tahu, maka diberi kesempatan memotong dengan cara ngosek atau
memukul gamelan secara tidak beraturan. Jika itu sudah terjadi, maka
9
Ini juga berlaku kepada badut, mereka juga diadu variasi tariannya
baik tarian maupun pukulan instrumennya tidak boleh ada yang salah.
6. Mengakhiri Pertarungan
dalam arti dipengaruhi faktor pengertian dan kesadaran dari kedua belah
pihak serta situasi dan kondisi persaingan. Sebagai tanda penyaji akan
pihak, terutama dari peniru. Jika peniru diam dan tidak bereaksi saat sajian
SIMPULAN
Angklung Caruk merupakan salah satu dari beragam kesenian yang berkembang
di Banyuwangi. Kata ” Caruk ” dalam bahasa Osing berarti ” temu “. Kata dasar itu
10
bisa diucapkan ” Kecaruk ” atau ” Bertemu “. Kata ” Angklung Caruk ” artinya
dari struktur penyajiannya. Dalam Angklung Caruk ini memiliki struktur sajian
multifungsi, tidak hanya menjadi media penyajian dan penikmatan karya musik.
DAFTAR RUJUKAN
11
Munardi, A.M. dkk. 1983. Pengetahuan Karawitan Jawa Timur. Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Sumitro Hadi. 1996. Deskripsi Seni Angklung Caruk Banyuwangi. Jawa Timur :
Depdikbud Provinsi Jawa Timur.
12