PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kerja Praktek Industri (KPI) merupakan salah satu kurikulum yang wajib
ditempuh mahasiswa program S-1 Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik
Universitas Islam Makassar. Selain untuk memenuhi kewajiban akademik, Kerja
Praktek Industri dapat menambah pengetahuan tentang dunia industri, yang mana
mahasiswa mempunyai pandangan tentang arah dan tujuan perkembangan
teknologi sehingga mampu memupuk kreativitas dan dapat memahami
permasalahan yang terjadi didunia industri serta mampu menumbuhkan ide-ide
baru yang mana berguna bagi kemajuan perkembangan Ilmu Pengetahuan
Teknologi di Indonesia yang dapat menunjang perkembangan dunia industri.
Mahasiswa sebagai insan akademis yang mempelajari ilmu-ilmu dasar dan
perekayasaan sebatas pada teori sehingga sangat kurang memahami dan
mengetahui secara mendalam aktualitas dilapangan kerja. Sedangkan di dalam
dunia kerja diperlukan pengalaman dan pengetahuan yang menyeluruh dan
kompleks.
Kerja Praktek Industri (KPI) merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
memperkenalkan secara nyata akan dunia kerja, sesuai dengan bidang yang
ditekuni, sehingga diharapkan mampu meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan. Hal ini dapat tercapai dengan dikenalkannya segala kelengkapan
pada dunia kerja disertai dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Oleh karena
itu kemampuan akademis yang dimiliki oleh penulis diharapkan mampu merespon
secara cepat dan akurat setiap objek permasalahan yang ada pada ruang lingkup
pekerjaan yang dijalaninya dengan mendapatkan bimbingan dari pembimbing.
Dengan adanya pemikiran tersebut maka, penulis memilih Balai Besar Industri
Hasil Perkebunan Makassar untuk melaksanakan kerja Praktek Industri. Balai
Besar Industri Hasil Perkebunan Makassar merupakan Instansi Pemerintahan yang
bergerak dalam bidang penelitian dan pengembangan dengan kompetensi Industri
Hasil Perkebunan.
1
1.2 Tujuan Kerja Praktek Industri
a. Tujuan Umum
Tujuan kami melaksanakan Kerja Praktek Idustri ini pada dasarnya adalah:
1) Memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam mempelajari
kaidah-kaidah yang berlaku di lingkungan dunia kerja menurut teori
di bangku kuliah dan mepraktekannya di lingkungan dunia kerja;
2) Membentuk sikap profesional mahasiswa dalam menghadapi dunia
kerja;
3) Untuk memenuhi tuntutan kurikulum yang berlaku S-1 Jurusan
Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar.
b. Tujuan Khusus
2
BAB II
3
2.3 Struktur Organisasi Instansi /Perusahaan
Kelompok Jabatan
Fungsional
4
Adapun susunan organisasi Balai Besar Industri Hasil Perkebunan adalah
sebagai berikut:
1. Bagian Tata Usaha
Bagian tata usaha mempunyai tugas melaksanakan penyusunan program
dan pelaporan, keuangan umum dan kepegawaian di lingkungan BBIHP, bagian
tata usaha terdiri dari :
Sub bagian Umum dan Kepegawaian
Sub bagian Keuangan
Sub bagian Program dan Pelaporan
2. Bidang pengembangan dan jasa teknik
Bidang pengembangan jasa teknik mempunyai tugas melaksanakan
pemasaran, kerja sama, pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi,
bidang pengembangan jasa terdiri dari:
Seksi pemasaran dan kerja sama
Seksi informasi
3. Bidang penelitian dan pengembangan
Bidang penelitian dan pengembangan mempunyai tugas melaksanakan
perencanaan, penelitian dan pengembangan bahan baku, bahan pembantu, produk
akhir, teknologi proses, rancang bangun, dan perekayasaan industri serta hasil
ikutan dan limbah industri perkebunan. Bidang penelitian dan pengembangan
terdiri dari:
Seksi teknologi pengolahan pasca panen
Seksi teknologi pengolahan pasca panen bertugas melakukan penyimpanan
bahan penelitian dan pengembangan, ahli teknologi dan konsultasi di bidang
industri hasil perkebunan pasca panen dan hasil ikutan serta limbah industri hasil
perkebunan.
Seksi teknologi diversifikasi produk hilir
Sekti teknologi diversifikasi produk hilir bertugas melakukan penyimpanan
bahan penelitian dan pengembangan ahli teknologi dan konsultasi di bidang
diversifikasi produk hasil industri perkebunan.
5
4. Bidang penilaian kesesuaian
Bidang penilaian kesesuaian mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
pengujian dan sertifikasi bahan baku, bahan pembantu produk industri serta
kegiatan kalibrasi mesin dan peralatan. Bidang penilaian dan kesesuaian terdiri
dari:
Seksi pengujian dan kalibrasi
a. Seksi pengujian dan kalibrasi bertugas melakukan penyiapan bahan
perencanaan dan pelaksanaan pengujian bahan baku, bahan pembantu dan
produk industri. Pelaporan dan evaluasi hasil pengujiaan dan pelaksanaan
kalibrasi peralatan dan evaluasi hasil kalibrasi serta penyiapan penerbitan
sertifikat kalibrasi dan melaksanakan sertifikasi ulang.
b. Seksi sertifikasi
Seksi sertifikasi bertugas melakukan penyiapan bahan sertifikasi sistem
mutu produk, keamanan, keselamatan, pengambilan contoh, jasa
pelayanan sertifikasi dan pemelihara sistem sertifikasi.
5. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional melakukan tugas melakukan kegiatan sesuai
dengan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Bioplastik
Bioplastik merupakan plastik yang dapat digunakan layaknya seperti
plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme
menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang
ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, bioplastik termasuk
bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan (Pranamud, 2003). Karena
sifatnya yang dapat kembali ke alam, maka dikategorikan sebagai plastik yang
ramah lingkungan (Charles, 1999). Berdasarkan bahan baku yang dipakai, plastik
biodegradable dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dengan bahan baku
petrokimia dan kelompok dengan bahan baku produk tanaman seperti pati dan
selulosa (Firdaus, 2004).
Bioplastik juga merupakan jenis plastik atau polimer yang dibuat dari
bahan-bahan biotik seperti jagung, singkong ataupun mikrobiota. Berbeda dengan
plastik konvensional yang sering kita gunakan, yang umumnya dibuat dari minyak
bumi dan gas alam atau petroleum. Bioplastik yang tersusun atas komponen-
komponen alam akan lebih mudah didegradasi oleh bakteri-bakteri pengurai
karena senyawa penyusunnya sudah dapat diurai oleh bakteri-bakteri pengurai.
Berbeda dengan plastik konvensional saat dibuang ke lingkungan plastik jenis ini
tidak dapat terurai karena plastik merupakan bahan polimer kimia yang berfungsi
sebagai kemasan yang selalu digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-
hari. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan
dasar karena sifatnya yang ringan, mudah digunakan dan harganya yang
terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat didunia. Masalah yang timbul ialah
bahan plastik yang tidak dapat terurai dengan mudah karena akan membutuhkan
puluhan tahun agar dapat terdegradasi secara sempurna. Apabila plastik
dihancurkan dengan cara dibakar akan menghasilkan zat berbahaya yang dapat
merusak kesehatan dan lingkungan.
7
Jenis- Jenis Bioplasik
Bioplastik terdiri atas beberapa jenis, yang paling luas penggunaan dan
produksinya yaitu bioplastik berbasis pati. Menguasai sekitar 50% pasar
bioplastik, umumnya digunakan untuk bahan kemasan termoplastik, diproduksi
dari bahan-bahan alam yang mengandung karbohidrat. Bioplastik berbasis Asam
Polilactat (PLA). PLA adalah bioplastik bening yang biasanya diprodusi dari
bahan jagung atau sumber gula alam, umumnya digunakan sebagai bahan
kemasan. PLA dihasilkan dari proses fermentasi senyawa-senyawa gula yang
diperoleh dari bahan alam. Hasil fermentasi menghasilkan asam laktat yang
dipolimerisasi untuk menghasilkan plastik PLA siap untuk dibentuk sesuai produk
yang diinginkan.
8
2. Konsentrasi Polimer
Konsentrasi pati ini sangat berpengaruh terutama pada sifat fisik plastik yang
dihasilkan dan juga menentukan sifat pasta yang dihasilkan. Semakin besar
konsentrasi pati maka jumlah polimer penyusun matrik plastik semakin besar
sehingga dihasilkan plastik yang tebal.
3. Plasticizer
Plasticizer ini merupakan bahan non volatile yang ditambah ke dalam formula
plastik dan akan berpengaruh terhadap sifat mekanik serta fisik plastik yang
terbentuk. Plasticizer akan mengurangi sifat intermolekul dan menurunkan ikatan
hidrogen internal. Plasticizer mempunyai titik didih tinggi dan penambahan
plasticizer diperlukan untuk mengatasi sifat rapuh plastik yang disebabkan oleh
kekuatan intermolekul ekstensif.
9
Asia, khususnya di Papua Nugini (41 %) dan di Indonesia (47%). (Matanubun
dan Maturbongs, 2005), menambahkan bahwa produktivitas (ton/ha/th) sagu
sangat besar dibandingkan dengan sumber pati lainnya, yaitu sagu (14-15), padi
(5-6), jagung (3-4) dan ubi kayu (10-15). Untuk skala industri, pati sagu dapat
digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan dextrin, bubuk puding, sirup
glukosa dan fruktosa, pembuatan hunk kwee, sebagai bahan perekat kapsul (obat-
obatan), etanol, perekat dan industri lainnya (Flach, 1983).
Salah satu produk olahan dari sagu adalah tepung sagu. Komponen yang
paling banyak terdapat pada tepung sagu adalah pati. Pati sagu diperoleh dari
proses ekstraksi inti batang sagu (empulur batang). Menurut (Flach 1983),
empulur batang sagu mengandung 20.2 – 29 persen pati, 50 – 66 persen air dan
13.8 – 21.3 persen bahan lain atau ampas. Dihitung dari berat kering, empulur
batang sagu mengandung 54 – 60 persen pati dan 40 – 46 persen ampas.
Tepung sagu merupakan pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi bagian
dalam empelur batang sagu. Mengandung 70-76% pati dari bahan kering. Sifat
pati sagu berbeda dengan sifat pati lainnya karena perbedaan rantai karbonnya.
Pati sagu tidak larut dalam air dingin tetapi dalam air panas dapat terpisah antara
fraksi amilosa dan fraksi amilopektin. Molekul pati mempunyai gugus hidrofilik
yang dapat menyerap air sesuai dengan kelembaban udara di sekitarnya . Dalam
keadaan normal kadar air mencapai 12-14% sedangkan bagian molekul yang
amorf dapat menyerap air dingin sampai 30% tanpa merusak struktur pati
(Branlecht, 1953). Daya serap pati dapat ditingkatkan melalui proses pemanasan
dimana air yang diikat dapat mencapai 60 % . Sedangkan pada suhu tertentu
granula pati akan pecah menyebabkan viskositas larutan mencapai titik optimum
kemudian membentuk gel dan menurun lagi.
Tepung sagu ini juga dapat digunakan dalam proses pembuatan kemasan
aktif. Kemasan aktif adalah teknik kemasan yang mempunyai sebuah indikator
eksternal atau internal untuk menunjukkan secara aktif perubahan produk serta
menentukan mutunya. Kemasan akif disebut sebagai kemasan interaktif karena
adanya interaksi aktif dari bahan kemasan dengan bahan pangan yang dikemas.
Ide penggunaan kemasan aktif bukanlah hal yang baru, tetapi keuntungan dari
10
segi mutu dan nilai ekonomi dari teknik ini merupakan perkembangan terbaru
dalam industri kemasan bahan pangan. Keuntungan dari teknik kemasan aktif
adalah tidak mahal (relatif terhadap harga produk yang dikemas), ramah
lingkungan, mempunyai nilai estetika yang dapat diterima dan sesuai untuk sistem
distribusi. Pengemasan aktif merupakan kemasan yang mempunyai bahan
penyerap O2 (oxygen scavangers), bahan penyerap atau penambah (generator)
CO2, ethanol emiters, penyerap etilen, penyerap air, bahan antimikroba,
heating/cooling, bahan penyerap (absorber) dan yang dapat mengeluarkan
aroma/flavor, dan pelindung cahaya (photochromic).
Selain dengan menggunakan tepung sagu dalam pembuatan kemasan aktif
ini dapat juga dibuat dengan menggunakan senyawa aktif yang terkandung dalam
kulit ari biji kakao. Kulit ari biji kakao mengandung senyawa aktif yang tidak
berbeda jauh dengan kandungan senyawa aktif yang terdapat pada kulit buah
kakao dan biji kakao itu sendiri.
Menurut (Kusuma, et.al, 2013) bahwa biji kakao mengandung senyawa
polifenol 5-18%, katekin 33-42%, leukosianidin 23-25%, dan antosianin 5% Kulit
ari biji kakao diduga mengandung senyawa aktif antara lain polifenol, flavonoid,
terpenoid/steroid, tannin terkondensasi atau terpolimerisasi seperti katekin dan
antosianin. Senyawa-senyawa bioaktif tersebut diketahui memiliki sifat
antibakteri (Matsumoto et.al,2004). Penelitian ini bertujuan memanfaatkan tepung
sagu dan senyawa aktif kulit ari biji kakao dalam pembuatan kemasan aktif.
Adapun sifat fisika dan kimiawi pati sagu:
Sifat-sifat fisika :
a. Merupakan sumber karbohidrat (pati) yang dominan pada tanaman
sagu
b. Merupakan butiran atau granula
c. Berwarna putih mengkilap
Sifat-sifat kimia :
a. Pati sagu merupakan polimer glukosa dengan ikatan 1,4 glukosa
b. Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan 73% amilopektin
c. Pati tidak larut dalam air dingin
11
d. Mengalami gelatinitas pada suhu 105°C
e. Dapat dihidrolisa menjadi glukosa monohidrat
Semua jenis pati tidak membentuk gel pada suhu yang sama, makin besar
ukuran butiran makin tinggi suhu geletanisasinya. Selain suhu dan konsentrasi,
pembentukan gel juga dipengaruhi oleh pH larutan dimana kondisi optimum
diperoleh pada pH 4-7. Bila pH larutan tinggi, pembentukan gel semakin cepat
tercapai tetapi cepat mengalami penurunan. Pada pH 10, bila pemanasan
dilanjutkan viskositas tidak mengalami perubahan. Pati sagu dapat diaplikasikan
sebagai bahan baku industri, baik pangan maupun non pangan. Salah satu
aplikasinya adalah sebagai bahan starch-based plastics. Vilpoux dan (Averous ,
2012) melaporkan potensi penggunaan pati sebagai bahan bioplastik berkisar 85-
90% dari pasar bioplastik yang ada.
Sekitar 78,5% biji kakao di Indonesia diekspor dalam bentuk kering tapa
proses pengolahan menjadi produk terlebih dahulu merupakan salah satu
permasalahan dalam komoditas kakao di Indonesia (Rubiyi dan Siswanto, 2012).
Para petani menghendaki proses pembayaran yang lebih cepat tanpa harus
12
menunggu proses pengolahan merupakan penyebab utama sehingga berdampak
langsung pada pendapatan petani berkurang dan kurang berkembangnya industri
pengolahan kakao dalam negeri (Munarso, 2016). Pengolahan kakao menjadi
produk olahan merupakan salah satu cara meningkatkan nilai tambah kakao
adalah cokelat. Cokelat merupakan suspensi partikel-partikel seperti pasta kakao,
susu bubuk dan gula yang terdispersi dalam fase kontinyu yaitu lemak kakao.
Kualitas produk cokelat dipengaruhi oleh struktur, teknik proses dan komposisi
bahan.
Tanaman kakao adalah tanaman pohon yang berasal dari negara Pantai
Gading, Afrika Selatan. Tanaman ini di bawah oleh para penjajah dari negara
tersebut ke Indonesia pada sekitar abad ke-17. Tanaman kakao menjadi salah satu
komoditas perkebunan unggulan Indonesia selain karet dan kakao. Tanaman juga
dikenal dengan nama cokelat atau kopi atau kopi cokelat ini merupakan bahan
baku pembuatan karamel cokelat. Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennil)
berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10m. Meskipun demikian,
dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk
menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabag
produktif.
13
Akar
Perekaran tanaman kakao sangat beragam dan bervariasi tergantung
dengan media tanah yang digunakan, namun pada umumnya tanaman
kakao memiliki akar tunggang, memanjang berkisaran 30-35 cm dalam
tanah. Tanaman kakao liar akar akan tunggang tumbang lebih pendek dan
akar literal lebih meluas dan banyak.
Daun
Daun berbentuk bulat memanjang, ujung daun meruncing, pangkal daun
meruncing dan susunan, pertulangan menyirip memiliki permukaan bahwa
menonjol. Pada tanaman tunas ortotrop, tangkai daun dengan panjang 7,5-
10 cm, dan tunas plagiotrop panjang tangki daun 2,5 cm.
Batang dan Cabang
Batang memanjang dengan bentuk bulat berdiameter 3-5 cm bahkan lebih
tergantung dengan pertumbuhan tanaman, berwarna kecokelatan, bergetah
dan juga permukaan kulit kasar. Percabangan tanaman kakao sangat
banyak, dalam satu tanaman percabangan akan berkisar 5-10 percabangan
dan bahkan juga percabangan tersebut berbentuk tidak beraturan. Adapun
yang menyebutkan percabangan dibagi menjadi 2 bagian yaitu
percabangan primer dan lateral, percabangan primer berbentuk arah ke
horizontal dak tidak timbun sedangkan primer membentuk tajuk yang
rimbun.
Biji dan Buah
Biji tanaman kakao berbentuk bulat memanjang, ada terdapat lendir,
permukaan licin berwarna kecokelatan muda. Biji tersebutterdapat di buah
kakao perbuah sekitar 20-50 butir yang tersusun dari 5 baris dan menyatu
dalam poros buah. Buah berbentuk bulat memanjang dengan warna
memanjang dan bervariasi, namun ketika muda berwarna hijau keputihan
dan sudah tua berwarna kekuningan. Permukaan kulit buah keras, dan
tipis, halus dan memiliki panjang 10-30cm, tergantung pada kultivar dan
faktor lingkungan selama perkembangan buah.
14
3.4 Jenis-jenis Kakao
1. Kakao Criollo
Merupakan tipe tanaman kakao yang menghasilkan biji kakao kering
permium yang dikenal sebagai fine flovour cocoa, choice cocoa, edel cocoa, serta
kakao mulia. Kakao criollo dibedakan atas 2 jenis, yaitu: Central dari Amerika
Criollos dan South Amerika Criollos. Cacao endel memasuki kurang dari 7%
produksi kakao dunia yang di hasilkan oleh negara Ecuador, Venezuelaa,
Trimidat, Grenada, Srilangka serta Indonesia.
2. Kakao Forastero
Merupakan tipe tanaman yang menghasilkan biji kakao kering bermutu
serta di kenal sebagai ordinary cacao atau kako baku serta bulk cacao 93%
produksi kakao di dunia merupakan jenis bulk kakao yang di hasilkan dari negara
Afrika Barat, Brazil dan Dominica.
3. Kakao Trinitaro
Merupakan tipe hibrida yang berasal dari persilangan alami criollo dan
forastero sehingga sangat heterogen dengan biji kering yang di hasilkan bisa endel
cocoa maupun bulk cocoa yang artinya kakao jenis ini dapat menghasilkan biji
kakao vine flafor maupun bulk cacao.
Kulit biji kakao merupakan limbah dari industri pengolahan cokelat. Pada
tahun 2012 kulit biji kakao yang di hasilkan oleh industri cokelat sebanyak 52.500
ton/tahun dan meningkat pada tahun 2014 sebanyak 60.000 ton/tahun (Utami et
al, 2017). Kulit biji kakao mempunyai nilai komersial rendah. Kulit biji kakao
mengandung vitamin D, dan jika diberikan pada sapi perah dapat meningkatkan
kandungan vitamin D dalam susu.
15
Namun, penggunaan dalam pakan ternak sangat di batasi karena keberadaan
teobromin yang bersifat racun bagi banyak hewan, khususnya unggas. Konsumsi
teobromin pada unggas tidak lebih dari 0,0027 gram/kg BB. Kulit biji kakao
berpeluang sebagai sumber antioksidan karena adanya kandungan senyawa
flavonoid. Untuk itu perlu dilakukan pengekstrakan senyawa aktif khususnya
polifenol kulit biji kakao sebagai aktivitas antioksidan. Biji kakao merupakan biji
tanaman kakao (Theobroma cacao L) yang telah di fermentasi ataupun tidak
dengan fermentasi, dibersihkan dan di keringkan. Biji kakao yang diekspor
diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman, jenis mutu, dan jenis ukuran berat
biji. Berdasarkan jenis tanaman di bedakan atas dua klasifikasi, yaitu jenis mulia
(fine cocoa) dan jenis lindak (bulk cocoa). Berdasarkan jenis mutu kakao terdapat
tiga golongan, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III. Menurut ukuran bijinya
dinyatakan dalam jumlah biji/100 gram.
16
di potong-potong dalam udara akan cepat berwarna cokelat dan polifenol cepat
didestruksi selama 1 jam. Apabila tidak ada udara, maka pewarnaan cokelat tidak
akan terjadi (Haryadi dan Supriyanto, 2012).
Kulit ari biji kakao mengandung senyawa aktif yang tidak berbeda jauh
dengan senyawa aktif yang terdapat pada kulit buah kakao dan biji kakao itu
sendiri. bahwa biji kakao mengandung senyawa polifenol 5-18%, Katekin 33-
42%, leukosianidin 23-25%, dan antosianin 5%. Kulit ari biji kakao diduga
mengandung senyawa aktif antara lain polifenol, flavonoid, terponoid/steroid,
taninterkondensasi, atau terpolimerisasi seperti katekin dan antosianin. Senyawa-
senyawa bioaktif tersebut diketahui memiliki sifat antibakteri (Matsumoto et al,
2004).
Kulit biji kakao digunakan pada beberapa pabrik dan cokelat sebagai bahan
bakar tambahan, dan sudah diusulkan sebagai pengisi barang-barang plastik, jika
sudah dimanfaatkan sebagai pupuk kompos karena banyak mengandung nitrogen,
kalium, fosfor dan banyak bahan organik. Kulit biji peruntukannya kurang sesuai
untuk pangan karena kandungan selulosa yang cukup tinggi sehingga dapat
menyebabkan rasa pedih (Haryadi dan Supriyanto, 2012). Meskipun seperti itu,
kulit biji kakao berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai sumber antioksidan
17
karena mengandung senyawa polifenol. Polifenol kulit biji kakao yang telah
melewati tahap penyangraian memiliki aktivitas antioksidan yang mampu
menangkap radikal bebas dan menghambat oksidasi asam linoleat (Utami dkk,
2017).
B. Cokelat Susu
Cokelat susu terdiri dari cokelat padat, susu, gula, lemak nabati dan sedikit
lesitin. Kandungan cokelat padat pada cokelat jenis ini lebih banyak dibandingkan
cokelat pekat sedangkan kandungan gulanya jauh lebih besar (Atkinson, Banks,
France, & McFadden, 2010). Di Amerika Serikat cokelat susu harus mengandung
paling tidak 10% cokelat cair dan 12% susu padat. Sementara itu, peraturan dari
Uni Eropa mengharuskan kandungan cokelat padat minimal 25% namun 20% di
kerjaan Inggris dan Irlandia.
18
C. Cokelat Putih
Cokelat putih memiliki komposisi yang lebih sama dengan cokelat susu
namun tidak mengandung cokelat padat melainkan menggunakan minyak cokelat
(cocoa butter) (Brown, 2010). Cokelat putih paling tidak mengandung 20%
minyak cokelat, 14% susu, sekitar 55% gula dan bahan-bahan lainnya. Cokelat
putih biasanya di jual agar bisa menghasilkan berbagai macam warna untuk
permen cokelat ataupun kue (Atkinson, Banks, France, & McFadden, 2010).
D. Courvourture
19
3. Conching
Homogenisasi dilakukan dengan mengaduk campuran dalam mesin
conche selama 12-14 jam atau bahkan 1-2 hari sesuai kebutuhan. Jika kita
menginginkan adanya penambahan cocoa butter dengan rasio tertentu,
maka penambahan tersebut dilakukan pada tahap conching ini. Selain
bertujuan untuk menghomogengkan campuran, tahap ini bertujuan untuk
menghilangkan bau atau rasa asam yang tersisa, sehingga aroma cokelat
semakin terasa.
4. Tempering
Karakteristik couverture ini biasanya belum stabil. Tempering merupakan
suatu proses untuk menstabilkannya, dan membuat permukaan cokelat
menjadi mengkilat dan cokelat menjadi renyah. Tempering dilakukan
dengan menaikkan/menurunkan suhu.
3.8 Bahan Tambahan Non Kakao
1. Sukrosa
Sukrosa merupakan bahan yang sangat diperlukan tubuh manusia, hewan,
dan tumbuhan. Senyawa ini dalam jaringan tumbuhan tertentu seperti tebu dan bit
disimpan sebagai cadangan makanan. Pada tanaman aren sukrosa ditransfer dari
daun ke empulur batang dalam bentuk sukrosa (Pontoh, 2007).
Gula reduksi merupakan hasil perombakan pektin, pati, dan sukrosa yang
terkandung dalam pulp dan tetes tebu oleh mikroba selama fermentasi. Pektin
dengan bantuan enzim pektinase dipcah menjadi alkohol dan asam pektinat,
kemudian asam pektinat dengan bantuan enzim pektinase dipecah menjadi
galaktosa, arabinosa, dan asam asetat. Pati pada plasenta dirombak menjadi gula
oleh khamir amilolitik. Sukrosa dari tetes tebu dipecah menjadi glukosa dan
fruktosa oleh enzim invertase. Gula reduksi selain berfungsi sebagai bahan baku
pembentukan etanol juga berfungsi sebagai senyawa calon rasa dalam biji kakao.
Kandungan gula reduksi pada fermentasi biji kakao basah meningkat pada awal
fermentasi dan menurun pada pertengahan fermentasi dan tetap stabil hingga akhir
masa fermentasi (Lopez, dan Dimick, 1995).
20
2. Lesitin
Lesitin merupakan senyawa ampifii alam yang mempunyai struktur unik
mengandung satu bagian yang menarik air (hidrofilik/polar) bagian hidrofilik
terdiri dari ester fosfat sedangkan lippofiliknya terdiri dari atas dua rantai asam
lemak. Pada gugus fosfat terikat alkohol amina yang sering disebut nitrogen
berupa sirene (-CH₂CH₂N*H₃COOH), eholin (-CH₂CH₂N*CH₃) atau ethanolamin
(-CH₂CH₂N*H₃).
21
yang dihasilkan. Kandungan senyawa polifenol akan lebih mudah terekstrak dari
suatu sampel dengan ukuran partikel yang kecil, sehingga mempersingkat waktu
ekstraksi untuk mendapatkan hasil dengan jumlah dan kandungan yang lebih
tinggi.
22