Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kerja Praktek Industri (KPI) merupakan salah satu kurikulum yang wajib
ditempuh mahasiswa program S-1 Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik
Universitas Islam Makassar. Selain untuk memenuhi kewajiban akademik, Kerja
Praktek Industri dapat menambah pengetahuan tentang dunia industri, yang mana
mahasiswa mempunyai pandangan tentang arah dan tujuan perkembangan
teknologi sehingga mampu memupuk kreativitas dan dapat memahami
permasalahan yang terjadi didunia industri serta mampu menumbuhkan ide-ide
baru yang mana berguna bagi kemajuan perkembangan Ilmu Pengetahuan
Teknologi di Indonesia yang dapat menunjang perkembangan dunia industri.
Mahasiswa sebagai insan akademis yang mempelajari ilmu-ilmu dasar dan
perekayasaan sebatas pada teori sehingga sangat kurang memahami dan
mengetahui secara mendalam aktualitas dilapangan kerja. Sedangkan di dalam
dunia kerja diperlukan pengalaman dan pengetahuan yang menyeluruh dan
kompleks.
Kerja Praktek Industri (KPI) merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
memperkenalkan secara nyata akan dunia kerja, sesuai dengan bidang yang
ditekuni, sehingga diharapkan mampu meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan. Hal ini dapat tercapai dengan dikenalkannya segala kelengkapan
pada dunia kerja disertai dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Oleh karena
itu kemampuan akademis yang dimiliki oleh penulis diharapkan mampu merespon
secara cepat dan akurat setiap objek permasalahan yang ada pada ruang lingkup
pekerjaan yang dijalaninya dengan mendapatkan bimbingan dari pembimbing.
Dengan adanya pemikiran tersebut maka, penulis memilih Balai Besar Industri
Hasil Perkebunan Makassar untuk melaksanakan kerja Praktek Industri. Balai
Besar Industri Hasil Perkebunan Makassar merupakan Instansi Pemerintahan yang
bergerak dalam bidang penelitian dan pengembangan dengan kompetensi Industri
Hasil Perkebunan.

1
1.2 Tujuan Kerja Praktek Industri

a. Tujuan Umum
Tujuan kami melaksanakan Kerja Praktek Idustri ini pada dasarnya adalah:
1) Memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam mempelajari
kaidah-kaidah yang berlaku di lingkungan dunia kerja menurut teori
di bangku kuliah dan mepraktekannya di lingkungan dunia kerja;
2) Membentuk sikap profesional mahasiswa dalam menghadapi dunia
kerja;
3) Untuk memenuhi tuntutan kurikulum yang berlaku S-1 Jurusan
Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar.
b. Tujuan Khusus

1) Mahasiswa mampu mengetahui metode pembuatan bioplastik berbasis


pati sagu dengan penambahan polifenol dari kulit biji kakao.
2) Mahasiswa dapat mengetahui alat-alat yang di gunakan pada proses
pembuatan bioplastik berbasis pati sagu.
1.3 Manfaat Kerja Praktek Industri
a. Bagi Mahasiswa:
1) Melatih mahasiswa agar kreatif, inovatif dan dapat bekerja sama
dalam lingkungan kerja;
b. Bagi Perusahaan:

1) Dapat memanfaatkan bantuan tenaga mahasiswa selama pelaksanaan

Kerja Praktek Industri;

2
BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah singkat Balai Besar Industri Hasil Perkebunan Makassar


Balai Besar Industri Hasil Perkebunan Makasar merupakan suatu
lembaga yang didirikan pada tahun 1947 yang dulunya dikenal dengan nama
laboratorium Voor Schelkunding Onderzook, merupakan suatu lembaga
pemerintahan dalam bidang penelitian dan pengembangan di bawah badan
penelitian dan pengembangan industri , dan juga merupakan satu cabang dari
laboratorium pusat di Bogor, namun pada tahun 1952 nama lembaga ini berubah
menjadi Balai Penyelidikan Kimia cabang Makassar dan pada tahun 1961 berubah
lagi menjadi Balai Penelitian Kimia. Selanjutnya pada tahun 1980 di reorganisasi
menjadi Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Ujung Pandang, selanjutnya
reorganisasi terjadi pada tahun 2002 menjadi Balai Riset dan Standardisasi
Industri dan Perdagangan Makasar, dan tahun 2006 berubah menjadi Balai Besar
Industri Hasil Perkebunan.
Balai Besar Industri Hasil Perkebunan Makasar mempunyai tugas pokok
melaksanakan kegiatan penelitian, pegembangan, standardisasi, pengujian,
sertifikasi, kalibrasi, dan pengembangan kompetensi industri hasil perkebunan,
dan menyelenggarakan beberapa fungsi antara lain memberikan pelayanan jasa
teknis penelitian dan pengembangan industri hasil perkebunan, rancang bangun
dan perekayasaan, standardisasi, pengujian, kalibrasi, sertifikasi, konsultasi, dan
penelitian.
2.2 Lokasi Instansi/perusahaan/took
Jl. Prof. Dr. Abdurahman Basalamah No. 28, Karampuang, Kecamatan
Panakukang, Makassar Sulawesi Selatan 90231.

3
2.3 Struktur Organisasi Instansi /Perusahaan

Balai Besar Industri


Hasil Perkebunan

Bagian Tata Usaha

Sub Bag. Umum Sub Bag. Sub Bag. Program


Dan Keuangan Keuangan Dan Pelaporan

Bidang Bidang Penelitian dan Bidang Penelitian dan


Pengembangan Jasa Pengembangan Kesesuaian
Teknik

Seksi pemasaran Seksi Seksi teknologi Seksi pengujian


dan kerja sama informasi pengolahan pasca panen dan kalibrasi

Seksi teknologi Seksi


Diversifikasi Produk Hilir sertifikasi

Kelompok Jabatan
Fungsional

Gambar 1. Struktur Organisasi Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

4
Adapun susunan organisasi Balai Besar Industri Hasil Perkebunan adalah
sebagai berikut:
1. Bagian Tata Usaha
Bagian tata usaha mempunyai tugas melaksanakan penyusunan program
dan pelaporan, keuangan umum dan kepegawaian di lingkungan BBIHP, bagian
tata usaha terdiri dari :
 Sub bagian Umum dan Kepegawaian
 Sub bagian Keuangan
 Sub bagian Program dan Pelaporan
2. Bidang pengembangan dan jasa teknik
Bidang pengembangan jasa teknik mempunyai tugas melaksanakan
pemasaran, kerja sama, pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi,
bidang pengembangan jasa terdiri dari:
 Seksi pemasaran dan kerja sama
 Seksi informasi
3. Bidang penelitian dan pengembangan
Bidang penelitian dan pengembangan mempunyai tugas melaksanakan
perencanaan, penelitian dan pengembangan bahan baku, bahan pembantu, produk
akhir, teknologi proses, rancang bangun, dan perekayasaan industri serta hasil
ikutan dan limbah industri perkebunan. Bidang penelitian dan pengembangan
terdiri dari:
 Seksi teknologi pengolahan pasca panen
Seksi teknologi pengolahan pasca panen bertugas melakukan penyimpanan
bahan penelitian dan pengembangan, ahli teknologi dan konsultasi di bidang
industri hasil perkebunan pasca panen dan hasil ikutan serta limbah industri hasil
perkebunan.
 Seksi teknologi diversifikasi produk hilir
Sekti teknologi diversifikasi produk hilir bertugas melakukan penyimpanan
bahan penelitian dan pengembangan ahli teknologi dan konsultasi di bidang
diversifikasi produk hasil industri perkebunan.

5
4. Bidang penilaian kesesuaian
Bidang penilaian kesesuaian mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
pengujian dan sertifikasi bahan baku, bahan pembantu produk industri serta
kegiatan kalibrasi mesin dan peralatan. Bidang penilaian dan kesesuaian terdiri
dari:
 Seksi pengujian dan kalibrasi
a. Seksi pengujian dan kalibrasi bertugas melakukan penyiapan bahan
perencanaan dan pelaksanaan pengujian bahan baku, bahan pembantu dan
produk industri. Pelaporan dan evaluasi hasil pengujiaan dan pelaksanaan
kalibrasi peralatan dan evaluasi hasil kalibrasi serta penyiapan penerbitan
sertifikat kalibrasi dan melaksanakan sertifikasi ulang.
b. Seksi sertifikasi
Seksi sertifikasi bertugas melakukan penyiapan bahan sertifikasi sistem
mutu produk, keamanan, keselamatan, pengambilan contoh, jasa
pelayanan sertifikasi dan pemelihara sistem sertifikasi.
5. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional melakukan tugas melakukan kegiatan sesuai
dengan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Bioplastik
Bioplastik merupakan plastik yang dapat digunakan layaknya seperti
plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme
menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang
ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, bioplastik termasuk
bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan (Pranamud, 2003). Karena
sifatnya yang dapat kembali ke alam, maka dikategorikan sebagai plastik yang
ramah lingkungan (Charles, 1999). Berdasarkan bahan baku yang dipakai, plastik
biodegradable dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dengan bahan baku
petrokimia dan kelompok dengan bahan baku produk tanaman seperti pati dan
selulosa (Firdaus, 2004).
Bioplastik juga merupakan jenis plastik atau polimer yang dibuat dari
bahan-bahan biotik seperti jagung, singkong ataupun mikrobiota. Berbeda dengan
plastik konvensional yang sering kita gunakan, yang umumnya dibuat dari minyak
bumi dan gas alam atau petroleum. Bioplastik yang tersusun atas komponen-
komponen alam akan lebih mudah didegradasi oleh bakteri-bakteri pengurai
karena senyawa penyusunnya sudah dapat diurai oleh bakteri-bakteri pengurai.
Berbeda dengan plastik konvensional saat dibuang ke lingkungan plastik jenis ini
tidak dapat terurai karena plastik merupakan bahan polimer kimia yang berfungsi
sebagai kemasan yang selalu digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-
hari. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan
dasar karena sifatnya yang ringan, mudah digunakan dan harganya yang
terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat didunia. Masalah yang timbul ialah
bahan plastik yang tidak dapat terurai dengan mudah karena akan membutuhkan
puluhan tahun agar dapat terdegradasi secara sempurna. Apabila plastik
dihancurkan dengan cara dibakar akan menghasilkan zat berbahaya yang dapat
merusak kesehatan dan lingkungan.

7
 Jenis- Jenis Bioplasik

Bioplastik terdiri atas beberapa jenis, yang paling luas penggunaan dan
produksinya yaitu bioplastik berbasis pati. Menguasai sekitar 50% pasar
bioplastik, umumnya digunakan untuk bahan kemasan termoplastik, diproduksi
dari bahan-bahan alam yang mengandung karbohidrat. Bioplastik berbasis Asam
Polilactat (PLA). PLA adalah bioplastik bening yang biasanya diprodusi dari
bahan jagung atau sumber gula alam, umumnya digunakan sebagai bahan
kemasan. PLA dihasilkan dari proses fermentasi senyawa-senyawa gula yang
diperoleh dari bahan alam. Hasil fermentasi menghasilkan asam laktat yang
dipolimerisasi untuk menghasilkan plastik PLA siap untuk dibentuk sesuai produk
yang diinginkan.

Salah satu bagian proses pembuatan bioplastik adalah modifikasi genetik


yang melibatkan mikroorganisme. Proses modifikasi genetik ini dianggap
merupakan kunci masa depan agar proses pembuatan bioplastik lebih murah dan
lebih sedikit mengkonsumsi bahan bakar minyak. Metabolix salah satu
perusahaan yang begerak dalam bidang pembuatan bioplastik mengkalim telah
memiliki berbagai paten yang terkait dengan proses rekayasa genetik mikroba
untuk dapat membuat Bioplastik lebih ekonomis.

 Faktor –faktor yang mempengaruhi pembuatan Bioplastik


Dalam pembuatan plastik biodegradable ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan seperti:
1. Temperatur
Perlakuan suhu diperlukan untuk membentuk plastik biodegradable yang
utuh. Tanpa adanya perlakuan panas kemungkinan terjadinya interaksi molekul
sangatlah kecil sehingga pada saat plastik dikeringkan akan menjadi retak dan
berubah menjadi potongan-potongan kecil. Perlakuan panas diperlukan untuk
membuat plastik tergelatinisasi, sehingga terbentuk pasta pati yang merupakan
bentuk awal dari plastik. Kisaran suhu gelatinisasi pati rata-rata 64,5-70oC.

8
2. Konsentrasi Polimer
Konsentrasi pati ini sangat berpengaruh terutama pada sifat fisik plastik yang
dihasilkan dan juga menentukan sifat pasta yang dihasilkan. Semakin besar
konsentrasi pati maka jumlah polimer penyusun matrik plastik semakin besar
sehingga dihasilkan plastik yang tebal.
3. Plasticizer
Plasticizer ini merupakan bahan non volatile yang ditambah ke dalam formula
plastik dan akan berpengaruh terhadap sifat mekanik serta fisik plastik yang
terbentuk. Plasticizer akan mengurangi sifat intermolekul dan menurunkan ikatan
hidrogen internal. Plasticizer mempunyai titik didih tinggi dan penambahan
plasticizer diperlukan untuk mengatasi sifat rapuh plastik yang disebabkan oleh
kekuatan intermolekul ekstensif.

3.2 Pati Sagu


Pati merupakan butiran granula yang berwarna putih mengkilap, tidak
berbau dan tidak mempunyai rasa. Pati sagu sebagian besar berwarna putih,
namun ada juga yang secara genetik berwarna kemerahan yang disebabkan oleh
senyawa phenolik. Pati juga merupakan polimer glukosa dengan ikatan 1,4 a-
glikosida. Sifat pati ditentukan oleh panjang rantai C dan bentuk rantai
molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas,
yaitu fraksi terlarut disebut 6 amilosa dengan struktur lurus dan fraksi tidak larut
yang disebut amilopektin dengan struktur bercabang.

Sagu (Metroxylon sagu Rottb) merupakan tanaman penghasil pati


yang sangat potensial namun pemanfaatannya masih sangat terbatas. Tanaman
sagu banyak dijumpai di Indonesia khususnya di daerah Indonesia bagian
timur. Sagu juga merupakan komoditas penghasil karbohidrat potensial,
khususnya pati. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keunggulan dalam
keragaman sumber pati. Salah satu sumber pati yang potensial di Indonesia adalah
tanaman sagu. Berdasarkan hasil penelitian (Oates dan Hichs, 2002),
menunjukkan bahwa lebih dari 2.500.000 ha tanaman sagu di dunia ditemukan di

9
Asia, khususnya di Papua Nugini (41 %) dan di Indonesia (47%). (Matanubun
dan Maturbongs, 2005), menambahkan bahwa produktivitas (ton/ha/th) sagu
sangat besar dibandingkan dengan sumber pati lainnya, yaitu sagu (14-15), padi
(5-6), jagung (3-4) dan ubi kayu (10-15). Untuk skala industri, pati sagu dapat
digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan dextrin, bubuk puding, sirup
glukosa dan fruktosa, pembuatan hunk kwee, sebagai bahan perekat kapsul (obat-
obatan), etanol, perekat dan industri lainnya (Flach, 1983).
Salah satu produk olahan dari sagu adalah tepung sagu. Komponen yang
paling banyak terdapat pada tepung sagu adalah pati. Pati sagu diperoleh dari
proses ekstraksi inti batang sagu (empulur batang). Menurut (Flach 1983),
empulur batang sagu mengandung 20.2 – 29 persen pati, 50 – 66 persen air dan
13.8 – 21.3 persen bahan lain atau ampas. Dihitung dari berat kering, empulur
batang sagu mengandung 54 – 60 persen pati dan 40 – 46 persen ampas.
Tepung sagu merupakan pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi bagian
dalam empelur batang sagu. Mengandung 70-76% pati dari bahan kering. Sifat
pati sagu berbeda dengan sifat pati lainnya karena perbedaan rantai karbonnya.
Pati sagu tidak larut dalam air dingin tetapi dalam air panas dapat terpisah antara
fraksi amilosa dan fraksi amilopektin. Molekul pati mempunyai gugus hidrofilik
yang dapat menyerap air sesuai dengan kelembaban udara di sekitarnya . Dalam
keadaan normal kadar air mencapai 12-14% sedangkan bagian molekul yang
amorf dapat menyerap air dingin sampai 30% tanpa merusak struktur pati
(Branlecht, 1953). Daya serap pati dapat ditingkatkan melalui proses pemanasan
dimana air yang diikat dapat mencapai 60 % . Sedangkan pada suhu tertentu
granula pati akan pecah menyebabkan viskositas larutan mencapai titik optimum
kemudian membentuk gel dan menurun lagi.
Tepung sagu ini juga dapat digunakan dalam proses pembuatan kemasan
aktif. Kemasan aktif adalah teknik kemasan yang mempunyai sebuah indikator
eksternal atau internal untuk menunjukkan secara aktif perubahan produk serta
menentukan mutunya. Kemasan akif disebut sebagai kemasan interaktif karena
adanya interaksi aktif dari bahan kemasan dengan bahan pangan yang dikemas.
Ide penggunaan kemasan aktif bukanlah hal yang baru, tetapi keuntungan dari

10
segi mutu dan nilai ekonomi dari teknik ini merupakan perkembangan terbaru
dalam industri kemasan bahan pangan. Keuntungan dari teknik kemasan aktif
adalah tidak mahal (relatif terhadap harga produk yang dikemas), ramah
lingkungan, mempunyai nilai estetika yang dapat diterima dan sesuai untuk sistem
distribusi. Pengemasan aktif merupakan kemasan yang mempunyai bahan
penyerap O2 (oxygen scavangers), bahan penyerap atau penambah (generator)
CO2, ethanol emiters, penyerap etilen, penyerap air, bahan antimikroba,
heating/cooling, bahan penyerap (absorber) dan yang dapat mengeluarkan
aroma/flavor, dan pelindung cahaya (photochromic).
Selain dengan menggunakan tepung sagu dalam pembuatan kemasan aktif
ini dapat juga dibuat dengan menggunakan senyawa aktif yang terkandung dalam
kulit ari biji kakao. Kulit ari biji kakao mengandung senyawa aktif yang tidak
berbeda jauh dengan kandungan senyawa aktif yang terdapat pada kulit buah
kakao dan biji kakao itu sendiri.
Menurut (Kusuma, et.al, 2013) bahwa biji kakao mengandung senyawa
polifenol 5-18%, katekin 33-42%, leukosianidin 23-25%, dan antosianin 5% Kulit
ari biji kakao diduga mengandung senyawa aktif antara lain polifenol, flavonoid,
terpenoid/steroid, tannin terkondensasi atau terpolimerisasi seperti katekin dan
antosianin. Senyawa-senyawa bioaktif tersebut diketahui memiliki sifat
antibakteri (Matsumoto et.al,2004). Penelitian ini bertujuan memanfaatkan tepung
sagu dan senyawa aktif kulit ari biji kakao dalam pembuatan kemasan aktif.
Adapun sifat fisika dan kimiawi pati sagu:
 Sifat-sifat fisika :
a. Merupakan sumber karbohidrat (pati) yang dominan pada tanaman
sagu
b. Merupakan butiran atau granula
c. Berwarna putih mengkilap
 Sifat-sifat kimia :
a. Pati sagu merupakan polimer glukosa dengan ikatan 1,4 glukosa
b. Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan 73% amilopektin
c. Pati tidak larut dalam air dingin

11
d. Mengalami gelatinitas pada suhu 105°C
e. Dapat dihidrolisa menjadi glukosa monohidrat
Semua jenis pati tidak membentuk gel pada suhu yang sama, makin besar
ukuran butiran makin tinggi suhu geletanisasinya. Selain suhu dan konsentrasi,
pembentukan gel juga dipengaruhi oleh pH larutan dimana kondisi optimum
diperoleh pada pH 4-7. Bila pH larutan tinggi, pembentukan gel semakin cepat
tercapai tetapi cepat mengalami penurunan. Pada pH 10, bila pemanasan
dilanjutkan viskositas tidak mengalami perubahan. Pati sagu dapat diaplikasikan
sebagai bahan baku industri, baik pangan maupun non pangan. Salah satu
aplikasinya adalah sebagai bahan starch-based plastics. Vilpoux dan (Averous ,
2012) melaporkan potensi penggunaan pati sebagai bahan bioplastik berkisar 85-
90% dari pasar bioplastik yang ada.

3.3 Pengertian Kakao


Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia
khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan sumber
devisa negara (Ariyanti et al., 2008; Poppenborg dan Holscher, 2009; Davit et al.,
2013; Suwastika et al., 2015). Tahun 2010, Indonesia merupakan negara
pengekspor biji kakao terbesar ketiga di dunia dengan produksi biji kering sebesar
550.000 ton setelah Pantai Gading dan Ghana dengan produksi biji kering sebesar
1.242.000 ton dan 662.000 ton (Rubiyo dan Saswita, 2012). Luas areal tanaman
kakao di Indonesia pada tahun 2009 memcapai 1.587.136 ha dengan sentra kakao
Indonesia tersebar di Pulau Sulawesi yaitu 63,8%, Sumatera 16,3%, jawa 5,3%,
Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali 4%, Kalimantan 3,6% dan
Maluku dan Papua 7,1%.

Sekitar 78,5% biji kakao di Indonesia diekspor dalam bentuk kering tapa
proses pengolahan menjadi produk terlebih dahulu merupakan salah satu
permasalahan dalam komoditas kakao di Indonesia (Rubiyi dan Siswanto, 2012).
Para petani menghendaki proses pembayaran yang lebih cepat tanpa harus

12
menunggu proses pengolahan merupakan penyebab utama sehingga berdampak
langsung pada pendapatan petani berkurang dan kurang berkembangnya industri
pengolahan kakao dalam negeri (Munarso, 2016). Pengolahan kakao menjadi
produk olahan merupakan salah satu cara meningkatkan nilai tambah kakao
adalah cokelat. Cokelat merupakan suspensi partikel-partikel seperti pasta kakao,
susu bubuk dan gula yang terdispersi dalam fase kontinyu yaitu lemak kakao.
Kualitas produk cokelat dipengaruhi oleh struktur, teknik proses dan komposisi
bahan.

Karakteristik bahan baku akan mempengaruhi kualitas dan atribut sensori


cokelat. Kakao sebagai bahan baku utama pembuatan cokelat akan memiliki
karakteristik yang berbeda berdasarkan perbedaan daerah tumbuhnya, sehingga
perbedaan asal biji kakao akan mempengaruhi produk cokelat yang dihasilkan.
Selain itu, proses dalam pembuatan cokelat mempengaruhi kualitas akhir produk
cokelat dan salah satu tahapan proses pembuatan cokelat adalah conching.
Menyatakan bahwa conching merupakan tahap yang penting untuk menentukan
ukuran partikel dan konistensi suspensi dan viskositas untuk menghasilkan
kualitas tekstur dan sensori yang khas.

Tanaman kakao adalah tanaman pohon yang berasal dari negara Pantai
Gading, Afrika Selatan. Tanaman ini di bawah oleh para penjajah dari negara
tersebut ke Indonesia pada sekitar abad ke-17. Tanaman kakao menjadi salah satu
komoditas perkebunan unggulan Indonesia selain karet dan kakao. Tanaman juga
dikenal dengan nama cokelat atau kopi atau kopi cokelat ini merupakan bahan
baku pembuatan karamel cokelat. Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennil)
berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10m. Meskipun demikian,
dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk
menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabag
produktif.

13
 Akar
Perekaran tanaman kakao sangat beragam dan bervariasi tergantung
dengan media tanah yang digunakan, namun pada umumnya tanaman
kakao memiliki akar tunggang, memanjang berkisaran 30-35 cm dalam
tanah. Tanaman kakao liar akar akan tunggang tumbang lebih pendek dan
akar literal lebih meluas dan banyak.
 Daun
Daun berbentuk bulat memanjang, ujung daun meruncing, pangkal daun
meruncing dan susunan, pertulangan menyirip memiliki permukaan bahwa
menonjol. Pada tanaman tunas ortotrop, tangkai daun dengan panjang 7,5-
10 cm, dan tunas plagiotrop panjang tangki daun 2,5 cm.
 Batang dan Cabang
Batang memanjang dengan bentuk bulat berdiameter 3-5 cm bahkan lebih
tergantung dengan pertumbuhan tanaman, berwarna kecokelatan, bergetah
dan juga permukaan kulit kasar. Percabangan tanaman kakao sangat
banyak, dalam satu tanaman percabangan akan berkisar 5-10 percabangan
dan bahkan juga percabangan tersebut berbentuk tidak beraturan. Adapun
yang menyebutkan percabangan dibagi menjadi 2 bagian yaitu
percabangan primer dan lateral, percabangan primer berbentuk arah ke
horizontal dak tidak timbun sedangkan primer membentuk tajuk yang
rimbun.
 Biji dan Buah
Biji tanaman kakao berbentuk bulat memanjang, ada terdapat lendir,
permukaan licin berwarna kecokelatan muda. Biji tersebutterdapat di buah
kakao perbuah sekitar 20-50 butir yang tersusun dari 5 baris dan menyatu
dalam poros buah. Buah berbentuk bulat memanjang dengan warna
memanjang dan bervariasi, namun ketika muda berwarna hijau keputihan
dan sudah tua berwarna kekuningan. Permukaan kulit buah keras, dan
tipis, halus dan memiliki panjang 10-30cm, tergantung pada kultivar dan
faktor lingkungan selama perkembangan buah.

14
3.4 Jenis-jenis Kakao
1. Kakao Criollo
Merupakan tipe tanaman kakao yang menghasilkan biji kakao kering
permium yang dikenal sebagai fine flovour cocoa, choice cocoa, edel cocoa, serta
kakao mulia. Kakao criollo dibedakan atas 2 jenis, yaitu: Central dari Amerika
Criollos dan South Amerika Criollos. Cacao endel memasuki kurang dari 7%
produksi kakao dunia yang di hasilkan oleh negara Ecuador, Venezuelaa,
Trimidat, Grenada, Srilangka serta Indonesia.

2. Kakao Forastero
Merupakan tipe tanaman yang menghasilkan biji kakao kering bermutu
serta di kenal sebagai ordinary cacao atau kako baku serta bulk cacao 93%
produksi kakao di dunia merupakan jenis bulk kakao yang di hasilkan dari negara
Afrika Barat, Brazil dan Dominica.

3. Kakao Trinitaro
Merupakan tipe hibrida yang berasal dari persilangan alami criollo dan
forastero sehingga sangat heterogen dengan biji kering yang di hasilkan bisa endel
cocoa maupun bulk cocoa yang artinya kakao jenis ini dapat menghasilkan biji
kakao vine flafor maupun bulk cacao.

3.5 Kulit Biji Kakao dan Kandungannya


Kulit biji kakao adalah kulit tipis, lunak dan agak berlendir yang
menyelubungi keping biji kakao. Persentasenya berkisar 10-16% dari keseluruhan
bagian biji kakao kering. Pada proses pengolahan biji kakao menjadi cokelat, kulit
biji kakao dipisahkan dari keping bijinya melalui proses winnowing.

Kulit biji kakao merupakan limbah dari industri pengolahan cokelat. Pada
tahun 2012 kulit biji kakao yang di hasilkan oleh industri cokelat sebanyak 52.500
ton/tahun dan meningkat pada tahun 2014 sebanyak 60.000 ton/tahun (Utami et
al, 2017). Kulit biji kakao mempunyai nilai komersial rendah. Kulit biji kakao
mengandung vitamin D, dan jika diberikan pada sapi perah dapat meningkatkan
kandungan vitamin D dalam susu.

15
Namun, penggunaan dalam pakan ternak sangat di batasi karena keberadaan
teobromin yang bersifat racun bagi banyak hewan, khususnya unggas. Konsumsi
teobromin pada unggas tidak lebih dari 0,0027 gram/kg BB. Kulit biji kakao
berpeluang sebagai sumber antioksidan karena adanya kandungan senyawa
flavonoid. Untuk itu perlu dilakukan pengekstrakan senyawa aktif khususnya
polifenol kulit biji kakao sebagai aktivitas antioksidan. Biji kakao merupakan biji
tanaman kakao (Theobroma cacao L) yang telah di fermentasi ataupun tidak
dengan fermentasi, dibersihkan dan di keringkan. Biji kakao yang diekspor
diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman, jenis mutu, dan jenis ukuran berat
biji. Berdasarkan jenis tanaman di bedakan atas dua klasifikasi, yaitu jenis mulia
(fine cocoa) dan jenis lindak (bulk cocoa). Berdasarkan jenis mutu kakao terdapat
tiga golongan, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III. Menurut ukuran bijinya
dinyatakan dalam jumlah biji/100 gram.

Sebelum dilakukan pengolahan biji kakao basah terlebih dahulu melalui


proses fermentasi yang bertujuan untuk menghancurkan pulp dan mengusahakan
kondisi agar bisa terjadi reaksi kimia dan biokimia di dalam keping biji. Tujuan
pertama tersebut di kenal dengan tujuan eksternal, sedangkan tujuan yang kedua
disebut sebagai tujuan internal. Reaksi kimia dan reaksi biokimia dimaksudkan
untuk pembentukan precursor senyawa aroma dan warna. Reaksi tersebut baru
terjadi setelah biji kakao mati, yaitu setelah biji kakao difermentasi dalam waktu
yang cukup. Kematian biji kakao ditandai dengan difusi zat warna dari kantong
sel tertentu ke seluruh jaringan biji merupakan akibat dari perubahan-perubahan
yang terjadi selama fermentasi (Haryadi dan Supriyanto, 2012).

Perubahan yang terus terjadi selama fermentasi akan terus berlangsung


selama pengeringan. Pengeringan biji kakao tidak hanya bertujuan untuk
mengurangi kadar air seperti yang di lakukan pada pengeringan hasil pertanian
pada umumnya. Pengeringan biji kakao juga bertujuan untuk memberi
kesempatan agar reaksi pencokelatan bisa berkembang maksimal. Pencokelatan
terjadi akibat pelepasan senyawa polifenol dari kantong-kantong sel dan oksigen
dapat menetrasi ke kulit ari selama pengeringan. Dengan kata lain biji segar yang

16
di potong-potong dalam udara akan cepat berwarna cokelat dan polifenol cepat
didestruksi selama 1 jam. Apabila tidak ada udara, maka pewarnaan cokelat tidak
akan terjadi (Haryadi dan Supriyanto, 2012).

Kulit ari biji kakao mengandung senyawa aktif yang tidak berbeda jauh
dengan senyawa aktif yang terdapat pada kulit buah kakao dan biji kakao itu
sendiri. bahwa biji kakao mengandung senyawa polifenol 5-18%, Katekin 33-
42%, leukosianidin 23-25%, dan antosianin 5%. Kulit ari biji kakao diduga
mengandung senyawa aktif antara lain polifenol, flavonoid, terponoid/steroid,
taninterkondensasi, atau terpolimerisasi seperti katekin dan antosianin. Senyawa-
senyawa bioaktif tersebut diketahui memiliki sifat antibakteri (Matsumoto et al,
2004).

Indonesia merupakan Negara produsen kakao terbesar ketiga setelah Pantai


Gading dan Ghana. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan, total
produksi kakao Indonesia tahun 2009 sebanyak 809.583 ton. Produksi biji kakao
kering menghasilkan produk sampingan atau limbah diantaranya kulit buah kakao
dan pulp sedangkan pada proses pengolahan biji kakao kering menjadi produk
cokelat dihasilkan limbah berupa kulit biji kakao. Limbah kulit biji kakao belum
dimanfaatkan secara optimal sehingga nilai ekonomisnya rendah. Selama ini
limbah kulit biji kakao hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan kompos.
Kulit biji kakao adalah kulit tipis, lunak dan agak berlendir yang menyelubungi
keping biji kakao, yaitu berkisar antara 10-16% dari keseluruhan bagian biji kakao
kering (Kayaputri dkk, 2014).

Kulit biji kakao digunakan pada beberapa pabrik dan cokelat sebagai bahan
bakar tambahan, dan sudah diusulkan sebagai pengisi barang-barang plastik, jika
sudah dimanfaatkan sebagai pupuk kompos karena banyak mengandung nitrogen,
kalium, fosfor dan banyak bahan organik. Kulit biji peruntukannya kurang sesuai
untuk pangan karena kandungan selulosa yang cukup tinggi sehingga dapat
menyebabkan rasa pedih (Haryadi dan Supriyanto, 2012). Meskipun seperti itu,
kulit biji kakao berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai sumber antioksidan

17
karena mengandung senyawa polifenol. Polifenol kulit biji kakao yang telah
melewati tahap penyangraian memiliki aktivitas antioksidan yang mampu
menangkap radikal bebas dan menghambat oksidasi asam linoleat (Utami dkk,
2017).

3.6 Jenis-Jenis Produk cokelat


Produsen cokelat pada umumnya memproduksi tiga macam cokelat jadi,
yaitu cokelat pekat (dark chocolate), cokelat susu (milk chocolate), dan cokelat
putih (white chocolate). Ketiga macam cokelat ini dibedakan berdasarkan
komposisinya, yaitu dari kandungan cokelat, gula, serta bahan tambahan lain
(Brown, 2010). Berikut ini adalah jenis-jenis cokelat beserta penjelasannya:

A. Cokelat Pekat (dark chocolate)

Cokelat dark ditentukan dengan tingginya kandungan cokelat. Amerika


Serikat menetapkam minimal 35% kandungan cokelat untuk dark chocolate
sedangkan Eropa menetapkan minimal 43%. Cokelat pekat yang berkualitas tinggi
memiliki kandungan gula yang sangat rendah dibandingkan dengan jenis cokelat
lainnya dan oleh sebab itu rasanya lebih pahit (Atkinson, Banks, France, dan
McFadden, 2010).

B. Cokelat Susu

Cokelat susu terdiri dari cokelat padat, susu, gula, lemak nabati dan sedikit
lesitin. Kandungan cokelat padat pada cokelat jenis ini lebih banyak dibandingkan
cokelat pekat sedangkan kandungan gulanya jauh lebih besar (Atkinson, Banks,
France, & McFadden, 2010). Di Amerika Serikat cokelat susu harus mengandung
paling tidak 10% cokelat cair dan 12% susu padat. Sementara itu, peraturan dari
Uni Eropa mengharuskan kandungan cokelat padat minimal 25% namun 20% di
kerjaan Inggris dan Irlandia.

18
C. Cokelat Putih

Cokelat putih memiliki komposisi yang lebih sama dengan cokelat susu
namun tidak mengandung cokelat padat melainkan menggunakan minyak cokelat
(cocoa butter) (Brown, 2010). Cokelat putih paling tidak mengandung 20%
minyak cokelat, 14% susu, sekitar 55% gula dan bahan-bahan lainnya. Cokelat
putih biasanya di jual agar bisa menghasilkan berbagai macam warna untuk
permen cokelat ataupun kue (Atkinson, Banks, France, & McFadden, 2010).

D. Courvourture

Cokelat jenis Courvourture merupakan cokelat berkualitas tinggi yang digunakan


sebagai pelapis dan bahan pembuat kue untuk membuat cokelat courvourture
minyak cokelat dan gula di tambahkan pada pasta cokelat (cocoa mass) kemudian
diadon dan digiling menjadi butiran kecil hasilnya lalu masuk kedalam mesin
penggilas untuk diaduk hingga memiliki tekstur yang lembut. Proses ini dapat
berlangsung hingga berhari-hari sesuai kelembutan yang diinginkan. Kemudian
hasil akhir cokelat melewati proses tempering dimana temperatur dari cokelat
diturunkan hingga tercapai konsistensi yang diinginkan (Atkinson, Banks, France,
& McFadden, 2010).

3.7 Pengolahan Cokelat


Proses produksi cokelat umumnya melalui tahap pengolahan sebagai berikut:

1. Blending dan Mixing


Tahap ini merupakan tahap pencampurankakao massa dengan bahan non
kakao (gula, susu bubuk, vanillin, soya lecithin, dan lainnya). Penambahan
bahan non kakao bertujuan untuk mengatasi rasa pahit yang dihasilkan
dari kakao massa.
2. Refining
Campuran tadi kemudian dihaluskan menggunakan mesin refiner, yang
menghasilkan lapisan tipis campuran.

19
3. Conching
Homogenisasi dilakukan dengan mengaduk campuran dalam mesin
conche selama 12-14 jam atau bahkan 1-2 hari sesuai kebutuhan. Jika kita
menginginkan adanya penambahan cocoa butter dengan rasio tertentu,
maka penambahan tersebut dilakukan pada tahap conching ini. Selain
bertujuan untuk menghomogengkan campuran, tahap ini bertujuan untuk
menghilangkan bau atau rasa asam yang tersisa, sehingga aroma cokelat
semakin terasa.
4. Tempering
Karakteristik couverture ini biasanya belum stabil. Tempering merupakan
suatu proses untuk menstabilkannya, dan membuat permukaan cokelat
menjadi mengkilat dan cokelat menjadi renyah. Tempering dilakukan
dengan menaikkan/menurunkan suhu.
3.8 Bahan Tambahan Non Kakao
1. Sukrosa
Sukrosa merupakan bahan yang sangat diperlukan tubuh manusia, hewan,
dan tumbuhan. Senyawa ini dalam jaringan tumbuhan tertentu seperti tebu dan bit
disimpan sebagai cadangan makanan. Pada tanaman aren sukrosa ditransfer dari
daun ke empulur batang dalam bentuk sukrosa (Pontoh, 2007).
Gula reduksi merupakan hasil perombakan pektin, pati, dan sukrosa yang
terkandung dalam pulp dan tetes tebu oleh mikroba selama fermentasi. Pektin
dengan bantuan enzim pektinase dipcah menjadi alkohol dan asam pektinat,
kemudian asam pektinat dengan bantuan enzim pektinase dipecah menjadi
galaktosa, arabinosa, dan asam asetat. Pati pada plasenta dirombak menjadi gula
oleh khamir amilolitik. Sukrosa dari tetes tebu dipecah menjadi glukosa dan
fruktosa oleh enzim invertase. Gula reduksi selain berfungsi sebagai bahan baku
pembentukan etanol juga berfungsi sebagai senyawa calon rasa dalam biji kakao.
Kandungan gula reduksi pada fermentasi biji kakao basah meningkat pada awal
fermentasi dan menurun pada pertengahan fermentasi dan tetap stabil hingga akhir
masa fermentasi (Lopez, dan Dimick, 1995).

20
2. Lesitin
Lesitin merupakan senyawa ampifii alam yang mempunyai struktur unik
mengandung satu bagian yang menarik air (hidrofilik/polar) bagian hidrofilik
terdiri dari ester fosfat sedangkan lippofiliknya terdiri dari atas dua rantai asam
lemak. Pada gugus fosfat terikat alkohol amina yang sering disebut nitrogen
berupa sirene (-CH₂CH₂N*H₃COOH), eholin (-CH₂CH₂N*CH₃) atau ethanolamin
(-CH₂CH₂N*H₃).

Kemampuan lesitin sebagai bahan dasar liposom dengan karakteristik


tertentu sangat dipengaruhi oleh sifat fisika-kimia molekul lesitin penyusunannya,
diantaranya adalah spesies molekulnya. Spesies molekul lesitin berbeda
tergantung pada jenis gugus kepala serta jenis (jenuh atau tidak jenuh) dan
panjang rantai hidrokarbon. Perbedaan ini juga tergantung pada sumbernya, lesitin
hasil isolasi dari alam bervariasi pada jenis basa nitrogennya serta rantai asam
lemaknya.

3.9 Ekstraksi Polifenol


Senyawa fenol merupakan suatu senyawa yang mengandung gugus hidroxil
(-OH) yang terikat langsung pada gugus cincin hidrokarbonaromatik. Klasifikasi
senyawa fenol yang terkandung dalam tumbuhan yaitu fenol sederhana,
benzowquinone, asam fenolat asetofenon, naftokuinon, xanton bioflafonoit
humarin, stilben, turunan tirison, asam hidroxi sinamat, lafonoit, liknan, dan tanin.

Biji kakao mengandung senyawa polifenol cukup besar. Kandungan polifenol


pada biji kakao meliputi kataken 33-42%, leukosianidin 23-25%, dan antosianin
5%. Sedangkan pada biji kakao bubuk bebas lemak mengandung 5-18% senyawa
polifenol. Senyawa polifenol biji kakao memiliki aktifitas antioksidan yang sangat
bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan dapat digunakan sebagai pewarna alami
(Misnawi et al., 2005).

Biji kakao inferior terserang penyakit dapat menghasilkan sumber polifenol


sebagai zat antioksidan dan antibakteri. Dalam pengambilan polifenol biji akkao
inferior, ukuran partikel biji kakao akan mempengaruhi hasil ekstrak polifenol

21
yang dihasilkan. Kandungan senyawa polifenol akan lebih mudah terekstrak dari
suatu sampel dengan ukuran partikel yang kecil, sehingga mempersingkat waktu
ekstraksi untuk mendapatkan hasil dengan jumlah dan kandungan yang lebih
tinggi.

22

Anda mungkin juga menyukai