Anda di halaman 1dari 22

POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI

PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
`
BAB I
PENDAHULUAN
.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum

Mampu melakukan uji visual dalam pengaplikasian Non-Destructive


Test

1.1.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu membedakan jenis diskontinuitas yang ada di


permukaan benda kerja
2. Mahasiswa mampu menggunakan peralatan yang digunakan dalan
visual test
3. Mahasiswa mampu mengevaluasi diskontinuitas yang ada di benda
kerja
4. Mahasiswa mampu membuat kesimpulan untuk tindakan lanjutan

BAB II
83
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
DASAR TEORI
DT-NDT
PENGELASAN
SURABAYA
`
.2 Visual inspection.
Visual inspection atau inspeksi visual adalah salah satu metode uji tidak
merusak (Non-Dectructive Test). Pada beberapa program quality control pada
pengelasan yang efektif, inspeksi visual memberikan elemen dasar untuk evaluasi
pada struktur atau komponen yang difabrikasi. Bertujuan untuk mendapatkan
jaminan kesesuaian pada pengelasan untuk code dan standart yang dimaksud akan
selalu menetapkan penggunaan inspeksi visual sebagai tingkatan minimum dalam
acceptance (Penerimaan) atau rejection (Penolakan) dalam evaluasi. Meskipun
metode non-destructive atau destructive lain spesifik, metode itu sebenarnya
bertujuan untuk mendukung, melengkapi, memperkuat atau sebagai tambahan
inspeksi visual dasar. Ketika kita memutuskan menggunakan berbagai metode lain
untuk mengevaluasi pengelasan, sebenarnya itu bisa dikatakan sebagai teknik
yang memudahkan inspeksi visual karena pada akhir evaluasi atau hasil tes akan
diselesaikan dengan visual.
Itu sudah dibuktikan dalam berbagai situasi dimana inspeksi visual yang
efektif akan menghasilkan penemuan sebagian besar dari berbagai cacat atau
defect yang akan ditemukan lagi setelah menggunakan metode tes non-destructive
lain yang lebih mahal. Ketika inspeksi visual dinilai sebagai metode evaluasi yang
simpel, kita tidak boleh berfikir bahwa ini bisa dilakukan oleh siapa saja.
American Welding Society telah mengakui pentingnya hanya mempergunakan
individu yang mempunyai setidaknya sedikit pengetahuan dan pengalaman untuk
melakukan inspeksi visual. Untuk menjawab itu, program sertifikasi welding
inspektor telah dikembangkan untuk menilai kesesuaian seorang individu untuk
posisi sebagai welding inspektor. Ketika seorang individu memenuhi syarat
pengalaman dan sukses melewati berbagi ujian, dia bisa dikatakan mampu untuk
melakukan visual inspeksi pada las dan pengelasan dengan efektif.

Ketika inspeksi visual dikatakan sebagai metode non-destructive test yang


sedikit tidak membingungkan dari metode lain, itu tidak menjadikan bahwa setiap
84
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI PRAKTIKUM
orang bisa melakukanVISUAL TEST
evaluasi ini dengan efektif. Dari
DT-NDT
review 11 code section
PENGELASAN
SURABAYA
terdahulu, itu menjadi jelas bahwa siapapun yang melakukan inspeksi visual harus
`
ahli dibeberapa area. Membutuhkan pengalaman dan latihan bertahun – tahun
untuk menjadi familiar dengan berbagai macam aspek dari inspeksi visual. Yang
terpenting, welding inspektor harus familiar dengan semua teknik yang digunakan
untuk pengelasan dan juga berbagai metode yang digunakan untuk mengevaluasi
produk.

2.1.1 Macam - Macam Cacat Las

Cacat las adalah hasil pengelasan yang tidak memenuhi syarat


keberterimaan yang sudah dituliskan di standart (ISO, ASME IX, AWS, API,
ASTM). Tidak semua cacat las harus diperbaiki, melainkan terdapat ukuran-
ukuran khusus yang tertulis di standart. Macam macam cacat visual adalah
mengikuti cacat-cacat yang hanya ada di permukaan benda uji.

1. Distorsi

Distorsi (distortion) merupakan cacat las yang terjadi akibat


kontraksi logam las selama pengelasan yang mendorong/menarik benda
kerja untuk bergerak.

Gambar 2.1 Distorsi

Penyebab distorsi adalah Heat input yang terlalu besar. Solusi agar
terhindar dari distorsi adalah Meningkatkan kecepatan pengelasan,
Gunakan arus listrik yang lebih kecil, Membuat tack weld, Gunakan clamp
untuk menahan benda kerja, dan Las dalam segmen yang kecil.

2. Spatter

Spatter merupakan bintik-bintik kecil logam las akibat cairan


elektroda yang diteteskan berupa semprotan (spray).

85
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
`

Gambar 2.2 Spatter

Spatter biasanya terjadi karena Arc length yang terlalu besar, sehingga
solusi untuk menghindari terjadinya spatter yaitu memperkecil arc length,
dan menjaga arc length selalu tepat.

3. Excess Penetration

Cacat las jenis ini terjadi di mana logam las mencair melewati tebal
benda kerja dan tergantung pada bagian bawah hasil pengelasan.

Gambar 2.3 Excess Penetration

Hal ini disebabkan karena heat input yang terlalu besar, dan bisa juga
disebabkan karena teknik pengelasan yang kurang tepat. Solusi untuk
menghindari terjadinya excess penetration yaitu kecilkan arus listrik, jika
perlu gunakan elektroda yang lebih kecil dan percepat kecepatan
pengelasan.

4. Lack of Penetration

Cacat las jenis ini terjadi karena logam las gagal mencapai root
(akar) dari sambungan dan gagal menyambungkan permukaan root secara
menyeluruh. Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam memilih ukuran
elektroda, arus listrik yang terlalu kecil, dan rancangan sambungan yang
kurang memadai. Kurang penetrasi sering dialami pada pengelasan posisi
vertikal dan overhead. Pada gambar berikut nampak logam las tidak
menutupi bagian bawah (akar) sambungan.

86
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
`

Gambar 2.4 Lack Of Penetration

Cacat jenis ini disebabkan antara lain Persiapan sambungan (groove) pada
benda kerja yang tebal kurang memadai atau bahkan tidak dilakukan, Heat
input kurang besar, dan teknik pengelasan kurang tepat.

Untuk menghindari cacat seperti ini dapat dilakukan pembuatan


groove harus tepat di mana mampu menyediakan akses pada bagian bawah
sambungan, tingkatkan arus listrik, bila perlu gunakan elektroda yang lebih
besar, kontrol kondisi busur las, kurangi kecepatan pengelasan.

5. Incomplete Fusion

Cacat Incomplete Fusion adalah sebuah hasil pengelasan yang


tidak dikehendaki karena ketidaksempurnaan proses penyambungan antara
logam las dan logam induk. Cacat ini biasanya terjadi pada bagian
samping lasan.

Gambar 2.5 Incomplete fusion

Incomplete fusion ini biasanya disebabkan oleh posisi Sudut kawat las
salah, ampere terlalu rendah, sudut kampuh terlalu kecil, permukaan
kampuh terdapat kotoran, travel Speed terlalu tinggi.

Selain terdapat penyebab incomplate fusion dapat dihindari dengan


cara memperbaiki posisi sudut elektroda, menaikkan ampere sesuai dengan

87
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
wps atau Ampere recomended, sudut kampuh
DT-NDT
sesuai dengan yang di
WPS,
PENGELASAN
SURABAYA
melakukan persiapan pengalasan yang benar, membersihkan semua
`
kotoran, dan mengatur travel speed yang sesuai

6. Porosity

Porosity adalah salah satu jenis cacat pada las. Porosity merupakan
sekelompok gelembung gas yang terjebak di dalam lasan. Porosity bisa
terjadi karena proses pemadatan yang terlalu cepat. Porosity berupa
rongga-rongga kecil berbentuk bola yang mengelompok pada lokasi-lokasi
lasan. Terkadang terjadi rongga besar berbentuk bola yang tunggal atau
tidak mengelompok. Rongga besar tersebut adalah blow hole.

Gambar 2.6 Porosity

Porosity disebabkan oleh Arc length terlalu panjang, benda kerja kotor,
elektroda basah/lembab.

Upaya untuk mencegah timbulnya porosity adalah dengan Jaga arc


length selalu tepat, bersihkan benda kerja dari minyak, oli, cat, debu,
lapisan, slag, embun, dan kotoran sebelum melakukan pengelasan,dan
gunakan elektroda yang kering.

7. Crack (Retak)

Retak adalah salah satu dari beberapa jenis cacat las. Retak
merupakan putusnya benda kerja akibat tegangan. Retakan sering terjadi
pada lasan maupun bagian benda kerja yang dekat dengan lasan. Retakan
yang sering terjadi berupa retakan yang sangat sempit, walaupun tidak
menutup kemungkinan terjadi retakan yang luas. Retakan dibagi dalam
tiga jenis yakni: retakan panas, retakan dingin, dan macrofissure.

88
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
`

Gambar 2.7 Crack

8. Undercut

adalah salah satu jenis cacat las. Undercut merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan sebuah alur (groove) benda kerja yang
mencair dan terletak pada tepi/kaki lasan (manik-manik las) di mana alur
benda kerja yang mencair tersebut tidak terisi oleh cairan las. Undercut
menyebabkan slag terjebak di dalam alur yang tidak terisi oleh cairan las.

Gambar 2.8 Undercut

Undercut bisa disebabkan oleh Arus lasan yang tidak sesuai, Heat input
yang terlalu besar, dan kecepatan las yang tidak tepat.

9. Underfill

Underfill, seperti undercut, adalah penghentian permukaan yang


menyebabkan hilangnya material cross section. Namun, underfill terjadi
pada logam lasan dari lasan alur sedangkan undercut ditemukan di logam
dasar yang berdekatan dengan lasan. Dalam istilah sederhana, kurangi
hasil ketika tidak ada logam pengisi yang cukup diendapkan untuk mengisi
sambungan las secara memadai. Ketika dilihat, biasanya berarti tukang las

89
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
belum selesai membuat lasan, atauDT-NDT
belum memahami persyaratan
PENGELASAN
SURABAYA
pengelasan.
`

Gambar 2.9 Underfill

Penyebab utama underfill adalah teknik yang digunakan oleh tukang las.
Kecepatan perjalanan yang berlebihan tidak memungkinkan logam pengisi
yang cukup untuk meleleh dan disimpan untuk mengisi zona las ke tingkat
permukaan logam dasar.

10. Overlap
Overlap yaitu kecacatan dimana logam las mengendap melebihi sisi
dari manik manik las sehingga endapan las menumpuk dipermukaan
logam dasar.

Gambar 2.10 Overlap

90
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
Terjadinya overlap biasanya karenaDT-NDT
teknik yang PENGELASAN
tidak benar yang
SURABAYA
digunakan oleh tukang las. Artinya, jika kecepatan perjalanan pengelasan
`
terlalu lambat, jumlah logam pengisi akan meleleh lebih dari jumlah yang
diperlukan untuk mengisi sambungan.

2.1.2 Persyaratan

Seperti yang diketahui terdapat bermacam-macam jenis standart


dalam pelaksanaan Visual test, tetapi dalam metode kali ini akan
digunakan standart ISO 17637 : 2003 (E)

1. Minimum cahaya yang digunakan 350 lx, tetapi lebih


direkomendasikan 500 lx
2. Jarak material ke mata setidaknya 600mm atau kurang dari sudut 30
derajat

Gambar 2.11 Access for testing

Peralatan Inspeksi Visual tambahan seperti cermin, boroscope,


kabel fiber optik atau kamera dapat digunakan ketika akses untuk
melakukan pengujian pada gambar 2.11 tidak memungkinkan untuk
dilakukan. Atau ketika pengujian yang dilakukan harus mengacu ke
standard tertentu.

91
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
2.1.3 Keriteria Pemerimaan Diskontinuitas
DT-NDT
PENGELASAN
SURABAYA
`
Pada ISO 5817 terdapat batas dari “imperfection” yang diatur pada table
berikut. Batas - batas ketidak sempurnaan (imperfections) berupa ukuran
detail yang sesuai dengan quality level yang ada, dalam hal ini terdapat
quality level D, C, dan B.

Table 2.1 Referensi Batas Keriteria Cacat yang Bisa Diterima


No. ISO Penunjukan Remarks t Batas ketidak sempurnaan untuk quality
6520-1 ketidak mm level
Referensi sempurnaan D C B
1.10 503 Excessive ≥ 0,5 h ≤ 1 mm + h ≤ 1 mm h ≤ 1 mm
convexity (fillet 0,25b, tetapi + 0,15b, + 0,1b,
weld) max.5 mm tetapi max. tetapi max.
4 mm 3 mm

1.7 5011 Continuous Transisi halus 0,5 to 3 Ketidak Ketidak Tidak


5012 undercut diprlukan. Ini tidak sempurnaan sempurnaan diizinkan
Intermittent dianggap sebagai pendek : pendek :
undercut ketidak sempurnaan h ≤ 0,2 t h ≤ 0,1 t
sistematis

>3 h ≤ 0,2, h ≤ 0,1t, h ≤ 0,05 t


tetapi tetapi tetapi max.
max. 1 mm max. 0,5 0,5 mm
mm

1.5 401 Lack of fusion - ≥ 0,5 Tidak Tidak Tidak


(incomplete diijinkan diijinkan diijinkan
fusion)

Micro lack of Hanya terdeteksi Diijinkan Diijinkan Tidak


fusion dengan pengujian diijinkan
mikro

1.23 Spatter - ≥ 0,5 Penerimaan tergantung pada aplikasinya,


misalnya material perlindungan korosi

2.1.4 Cara Menggunakan Welding Gauges


92
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
Dalam dunia pengelasan pastinya diperlukan
DT-NDT
alat ukur yang digunakan
PENGELASAN
SURABAYA
untuk mengetahui dimensi hasil proses pengelasan. Salah satu alat
`
terpenting dalam dunia pengelasan adalah Welding Gauge. Alat ini
mempunyai fungsi untuk mengukur tinggi mahkota las, lebar gap, mengukur
sudut bavel, mengukur root face, dan beberapa fungsi lainnya

a. Cara menggunakan welding gauge type 1


1. Pengukuran internal miss match dinding pipa
2. Pengukuran scribes line pada fillet
3. Pengukuran ketinggian mahkota

Gambar 2.12 cara menggunakan welding gauge type 1

b. Cara menggunakan welding gauge type 2

1. buka kunci sekrup penahan. Tekan kaki pengukur di luar laras.


2. masukkan kaki (kabel) ke ruang celah akar dari dua potongan pipa
untuk dipasang. Putar pengukur 90º, berhati-hati untuk menerapkan
tekanan balik konstan ke laras.
3. Pegang pengukur sedatar mungkin dengan pas untuk mendapatkan
pembacaan yang akurat. Kunci sekrup penahan, Putar balik 90º dan
lepaskan pengukur. Anda sekarang sudah siap untuk membaca
kenaikan di seberang garis merah.
4. Ketika garis merah sejajar dengan penambahan 1/32 Anda memiliki
keselarasan internal yang baik dan fit-up. Misalignment dapat
ditentukan dari garis nol dengan penambahan tanda sebesar 1/16 inci.

Rootweld spacing gauge Pengoperasian yang mudah menentukan


jarak rootweld.

93
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
1. Buka kunci sekrup penahan dan
DT-NDT
masukkan perataan interior
PENGELASAN
SURABAYA
gauge berhenti di antara kedua bagian pipa yang akan dipasang.
`

2. Masukkan kaki dengan taper panjang ke celah akar sampai


membuat kontak dengan kedua sisi celah.

Masukkan kembali sekrup penahan, lepaskan pengukur dan baca.

3. Skala dikalibrasi dalam dimensi pecahan dari 1/32 hingga 3/16


inci dalam tanda kenaikan 1/16 inci. Pembacaan yang Anda
terima mewakili jumlah celah rootweld.

Gambar 2.13 cara menggunakan welding gauge type 2

c. Cara menggunakan welding gauge type 3

Pengukur ini mengukur setiap lasan fillet dari 1/8 "hingga 1" hingga 1/32.
Pengukur las fillet WG-3 yang dapat disesuaikan menggunakan lengan
offset yang meluncur pada sudut 45º untuk membuat pengukuran panjang
las fillet. Cukup atur lengan sampai menyentuh ujung kaki vertikal.

Pengukur dikalibrasi ke 32nds. Empat sekrup menahan lengan offset pada


posisi untuk penyesuaian di masa mendatang.
Pengukur ini juga mengukur ketebalan leher las hingga 1/16 inci dengan
menyesuaikan penunjuk pada posisi untuk referensi di masa mendatang.
Jika pengelasan cekung, material pengisi dapat ditambahkan untuk
94
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
membuat leher las menjadi
standar. adjustable
DT-NDT
fillet weld gauge terbuat
PENGELASAN
SURABAYA
dari stainless steel tahan karat yang tahan lama, desain ramping 2-1 / 4 x 3
`
"beratnya hanya 1-1 / 2 Oz. Ini dengan mudah masuk ke saku baju. Karena
hanya ada satu kebutuhan pengukur untuk membuat semua pengukuran,
kemungkinan kehilangan pisau las pengukur fillet esensial dihilangkan.
Meraba-raba melalui tujuh pisau gages yang berbeda juga dihilangkan.
WG-3 adjustable fillet weld gauge mengukur panjang kaki dan ketebalan
las las fillet leher.

Gambar 2.14 cara menggunakan welding gauge type 3

d. Cara menggunakan welding gauge type 4

95
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
`

Gambar 2.15 Cara menggunakan welding gauge type 4


1. UNDERCUT DEPT : Untuk mengukur kedalaman undercut
2. BEVEL ANGEL : Untuk mengukur sudut bevel
3. BEAD STRIDING WIDTH STEP DIFFERENCE : Untuk
mengukur hight low base metal
4. HEIGHT OF FILLET & BEAD WELD : Untuk mengukur
tinggi lengan dari lasan fillet
5. THROAT THICKNESS OF FILLET WELD : Untuk mengukur
tinggi caping atau manik las pada fillet weld
6. ROOT OPENING : Untuk mengukur lebar root gap
7. PLATE THICKNESS : Untuk mengukur tebal plat

e. Cara menggunakan welding gauge type 5

WG-5 V-WAC ™ Gauge dengan cepat menentukan apakah lasan fillet


memenuhi Kriteria Penerimaan Weld Visual NRC untuk lasan struktural.
Dengan mudah dan cepat memeriksa empat pengukuran penting yang
diperlukan untuk kepatuhan dengan Kriteria Penerimaan Weld Visual
NRC. Ini memeriksa kedalaman undercut, perbandingan porositas, jumlah
porositas per inci linier dan tinggi mahkota.
Ketinggian yang kurang atau skala tinggi mahkota dapat dibaca hingga
1/32 inci. Porositas perbandingan 1/8 "dan 1/16 inci. Pengukur linear
dalam penambahan 1/16 inci.

Pengukur mudah diatur dan sekrup pengunci menahannya pada posisi


untuk referensi nanti. Keempat pengukuran yang diperlukan dibuat dengan
pengukur tunggal .

96
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
`

Gambar 2.16 Cara menggunakan welding gauge type 5

f. Cara menggunakan Welding gauge type 6

Gambar 2.17 Cara menggunakan welding gauges type 6

1. BEN LANGDE : Untuk mengukur panjang lengan dari lasan


fillet
2. BEN HOJDE : Untuk mengukur tinggi lengan dari lasan filletE
97
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
3. OVER HWELVING : Untuk mengukur
DT-NDT
tinggi ceping
PENGELASAN atak
SURABAYA
manik las pada but joint
`
4. A-MOL : Untuk mengukur tinggi ceping atak manik las pada T
joint
5. SKAERPE VINKEL : Untuk mengukur sudut bevel atau sudut
kampuh pada pengelasan fillet atau T joint
6. LUFT SPALTE : Untuk mengukur lebar root gap
7. LINEAL : Untuk mengukur tebal plat
8. VINKEL : Untuk mengukur sudut bevel atau sudut kampuh
9. LAENGDE : Untuk mengukur tebal plat.

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
1. Welding gauge (bridge cam)
98
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
2. Mistar DT-NDT
PENGELASAN
SURABAYA
3. Jangka sorong
` 4. Marker
5. Kaca Pembesar
6. Benda Kerja
7. Cermin
8. Senter

Gambar 3.1 peralatan yang digunakan

3.2 Langkah Kerja :

1. Marking batasan-batasan pada benda kerja yang anda amati, beri kode
A& B
2. Amati dan Identifikasi cacat yang terdapat di benda kerja
3. Ukur diskontinuitas mengunakan alat ukur yang sesuai dengan jenis
diskontinuitas yang ada dan tinjau keberterimaan dimensi
diskontinuitas dengan menggunakan standart ISO 5817 : 2003 (E)
4. Catat bagian-bagian yang relevan, abaikan cacat yang tidak termasuk
5. Ukur jarak cacat dari slah satu batas yang telah dibuat
6. Gambarkan dan beri keterangan dalam Laporan Tabel yang tersedia
pada formulir pengujian

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data yang Diperoleh

99
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI PRAKTIKUM
Hasil VISUAL TEST
pengukuran yang kami lakukan,
DT-NDT
meliputi: kedalaman
PENGELASAN cacat,
SURABAYA
` panjang, dan jarak akan ditentukan keberterimaannya dimana dalam hal ini
diacu pada ISO 5817Table 1 – Limits for Imperfections. Berikut adalah
table hasil inspeksi dan ukuran diskontinuitas dengan standar limit of
imperfection
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Visual
Type of Quality Result
No Limits Dimension Location
discontinuity Level Accept Reject
h ≤ 0,315 (max
1 Continous Undercut h = 0,1 mm 142,1 mm from side A X
0,5 mm)
B
h ≤ 0,315 (max
2 Undercut h = 0,05 mm 87 mm from side A X
0,5 mm)
3 spatter h = 11,2 mm 233,5mm from side A X
4 spatter Penerimaan h = 27,2 mm 176,4mm from side A X
5 spatter tergantung h = 11 mm 132,1mm from side A X
pada
6 spatter aplikasinya, h = 65 mm 75,4 mm from side A X
7 spatter misalnya h = 13,1 mm 6,55 mm from side A X
material
8 spatter perlindungan h = 25,8 mm 12,9 mm from side A X
9 spatter korosi h = 29,6 mm 75,2mm from side A X
10 spatter h = 28,2 mm 133,5mm from side A X
11 Incomplete Fusion h = 90,8 mm 45,4 mm from side A X
12 Incomplete Fusion h = 90,8 mm 45,4 mm from side A X
B Not Permitted
13 Incomplete Fusion h = 3,8 mm 5,4 mm from side A X
14 Incomplete Fusion h = 1,4 mm 238,4mm from side A X
h ≤ 2,41 mm
15 Excessive Convexity C h = 0,57 mm 87,3 mm from side A X
(max 4 mm)

4.2 Analisis Hasil Pengujian

Pada saat melakukan inspeksi pada permukaan las fillet T joint,


terdapat berbagai discontinuity yang ditemukan. Diantaranya seperti
Incomplete Fusion, Undercut, Spatter Dari semua discontinuity yang
100
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
disebutkan tidak seluruhnya di reject karena
DT-NDT
dimensi yang dimiliki
PENGELASAN
SURABAYA
sebagian discontinuity tersebut tidak melebihi batas yang ditetapkan oleh
`
tabel Assesment of Imperfections dalam referensi ISO 5817 seperti

1. Continuous undercut dan Intermittent undercut


Menggunakan quality level B dengan ketentuan
h ≤ 0,05 t = h ≤ 0,05 x 6,3 = h ≤ 0,315 mm
Sehingga dinyatakan accepted, karena dimensi tidak melebihi batas
0,315 mm.

Gambar 4.1 Undercut pada specimen uji

2. Excessive convexity (filet weld)


Menggunakan quality level C dengan ketentuan
h ≤ 1 mm + 0,15b = h ≤ 1 mm + (0,15 x 9,43) mm = h ≤ 2,41
mm
Sehingga dinyatakan accepted, karena dimensi tidak melebihi batas
2,41 mm.

101
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
`

Gambar 4.2 Excessive convexity pada specimen uji


3. Spatter
Untuk cacat spatter rejected, karena pada material perlindungan
korosi tidak diperbolehkan ada spatter.

Gambar 4.3 Spatter pada specimen uji

4. Incomplete fusion
Cacat jenis ini pada ISO 5817:2003(E) tidak di izinkan baik di
level B, C maupun D.

Gambar 4.4 Incomplete fusion pada specimen uji

102
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
BAB V
`
KESIMPULAN

Melalui inspeksi tanpa standart didapatkan sangat banyak cacat las yang
terjadi, sehingga besar kemungkinan terjadi reject atau penolakan, namun dengan
meninjau Assesment of imperfections yang tertera dalam ISO 5817:2003(E) cacat
las yang ada pada spesimen dapat tersaring dimana sebagian besar dalam
pengujian yang kami lakukan adalah ditolak (reject), karena dimensi discontinuity
melebihi accepted keriteria yang ada di ISO 5817:2003(E).

Pada specimen uji fillet weld T joint, kami menemukan banyak jenis
discontinuity beberapa diantaranya termasuk kedalam kategori Reject yakni,
Incomplete fusion pada 238,4, 45,4 dan 5,4 mm dari tepi garis A karena menurut
tabel Acceptance Criteria pada ISO 5817:2003(E) pada quality level C dan B
cacat jenis Incomplete fusion tidak diperbolehkan pada spesimen, dan spatter
karena pada material perlindungan korosi tidak diperbolehkan ada spatter.

Jadi, kami dapat menarik kesimpulan dari hasil pengujian visual pada fillet
weld T joint, matrial yang kami uji dinyatakan reject. Hal tersebut dikarenakan
dimensi discontinuity pada material tersebut tidak memenuhi keriteria pada
referensi yang kami gunaka yaitu ISO 5817:2003(E).

103
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
DAFTAR PUSTAKA
DT-NDT
PENGELASAN
SURABAYA
`

1. INTERNATIONAL STANDART (ISO 5817), Welding-Fusion welded joints


in steel, nickel, titanium and their alloys (beam welding excluded) –
Quality levels for imperfections.
2. ISO 9606-1

104

Anda mungkin juga menyukai