PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
`
BAB I
PENDAHULUAN
.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
BAB II
83
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
DASAR TEORI
DT-NDT
PENGELASAN
SURABAYA
`
.2 Visual inspection.
Visual inspection atau inspeksi visual adalah salah satu metode uji tidak
merusak (Non-Dectructive Test). Pada beberapa program quality control pada
pengelasan yang efektif, inspeksi visual memberikan elemen dasar untuk evaluasi
pada struktur atau komponen yang difabrikasi. Bertujuan untuk mendapatkan
jaminan kesesuaian pada pengelasan untuk code dan standart yang dimaksud akan
selalu menetapkan penggunaan inspeksi visual sebagai tingkatan minimum dalam
acceptance (Penerimaan) atau rejection (Penolakan) dalam evaluasi. Meskipun
metode non-destructive atau destructive lain spesifik, metode itu sebenarnya
bertujuan untuk mendukung, melengkapi, memperkuat atau sebagai tambahan
inspeksi visual dasar. Ketika kita memutuskan menggunakan berbagai metode lain
untuk mengevaluasi pengelasan, sebenarnya itu bisa dikatakan sebagai teknik
yang memudahkan inspeksi visual karena pada akhir evaluasi atau hasil tes akan
diselesaikan dengan visual.
Itu sudah dibuktikan dalam berbagai situasi dimana inspeksi visual yang
efektif akan menghasilkan penemuan sebagian besar dari berbagai cacat atau
defect yang akan ditemukan lagi setelah menggunakan metode tes non-destructive
lain yang lebih mahal. Ketika inspeksi visual dinilai sebagai metode evaluasi yang
simpel, kita tidak boleh berfikir bahwa ini bisa dilakukan oleh siapa saja.
American Welding Society telah mengakui pentingnya hanya mempergunakan
individu yang mempunyai setidaknya sedikit pengetahuan dan pengalaman untuk
melakukan inspeksi visual. Untuk menjawab itu, program sertifikasi welding
inspektor telah dikembangkan untuk menilai kesesuaian seorang individu untuk
posisi sebagai welding inspektor. Ketika seorang individu memenuhi syarat
pengalaman dan sukses melewati berbagi ujian, dia bisa dikatakan mampu untuk
melakukan visual inspeksi pada las dan pengelasan dengan efektif.
1. Distorsi
Penyebab distorsi adalah Heat input yang terlalu besar. Solusi agar
terhindar dari distorsi adalah Meningkatkan kecepatan pengelasan,
Gunakan arus listrik yang lebih kecil, Membuat tack weld, Gunakan clamp
untuk menahan benda kerja, dan Las dalam segmen yang kecil.
2. Spatter
85
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
`
Spatter biasanya terjadi karena Arc length yang terlalu besar, sehingga
solusi untuk menghindari terjadinya spatter yaitu memperkecil arc length,
dan menjaga arc length selalu tepat.
3. Excess Penetration
Cacat las jenis ini terjadi di mana logam las mencair melewati tebal
benda kerja dan tergantung pada bagian bawah hasil pengelasan.
Hal ini disebabkan karena heat input yang terlalu besar, dan bisa juga
disebabkan karena teknik pengelasan yang kurang tepat. Solusi untuk
menghindari terjadinya excess penetration yaitu kecilkan arus listrik, jika
perlu gunakan elektroda yang lebih kecil dan percepat kecepatan
pengelasan.
4. Lack of Penetration
Cacat las jenis ini terjadi karena logam las gagal mencapai root
(akar) dari sambungan dan gagal menyambungkan permukaan root secara
menyeluruh. Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam memilih ukuran
elektroda, arus listrik yang terlalu kecil, dan rancangan sambungan yang
kurang memadai. Kurang penetrasi sering dialami pada pengelasan posisi
vertikal dan overhead. Pada gambar berikut nampak logam las tidak
menutupi bagian bawah (akar) sambungan.
86
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
`
Cacat jenis ini disebabkan antara lain Persiapan sambungan (groove) pada
benda kerja yang tebal kurang memadai atau bahkan tidak dilakukan, Heat
input kurang besar, dan teknik pengelasan kurang tepat.
5. Incomplete Fusion
Incomplete fusion ini biasanya disebabkan oleh posisi Sudut kawat las
salah, ampere terlalu rendah, sudut kampuh terlalu kecil, permukaan
kampuh terdapat kotoran, travel Speed terlalu tinggi.
87
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
wps atau Ampere recomended, sudut kampuh
DT-NDT
sesuai dengan yang di
WPS,
PENGELASAN
SURABAYA
melakukan persiapan pengalasan yang benar, membersihkan semua
`
kotoran, dan mengatur travel speed yang sesuai
6. Porosity
Porosity adalah salah satu jenis cacat pada las. Porosity merupakan
sekelompok gelembung gas yang terjebak di dalam lasan. Porosity bisa
terjadi karena proses pemadatan yang terlalu cepat. Porosity berupa
rongga-rongga kecil berbentuk bola yang mengelompok pada lokasi-lokasi
lasan. Terkadang terjadi rongga besar berbentuk bola yang tunggal atau
tidak mengelompok. Rongga besar tersebut adalah blow hole.
Porosity disebabkan oleh Arc length terlalu panjang, benda kerja kotor,
elektroda basah/lembab.
7. Crack (Retak)
Retak adalah salah satu dari beberapa jenis cacat las. Retak
merupakan putusnya benda kerja akibat tegangan. Retakan sering terjadi
pada lasan maupun bagian benda kerja yang dekat dengan lasan. Retakan
yang sering terjadi berupa retakan yang sangat sempit, walaupun tidak
menutup kemungkinan terjadi retakan yang luas. Retakan dibagi dalam
tiga jenis yakni: retakan panas, retakan dingin, dan macrofissure.
88
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
`
8. Undercut
adalah salah satu jenis cacat las. Undercut merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan sebuah alur (groove) benda kerja yang
mencair dan terletak pada tepi/kaki lasan (manik-manik las) di mana alur
benda kerja yang mencair tersebut tidak terisi oleh cairan las. Undercut
menyebabkan slag terjebak di dalam alur yang tidak terisi oleh cairan las.
Undercut bisa disebabkan oleh Arus lasan yang tidak sesuai, Heat input
yang terlalu besar, dan kecepatan las yang tidak tepat.
9. Underfill
89
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
belum selesai membuat lasan, atauDT-NDT
belum memahami persyaratan
PENGELASAN
SURABAYA
pengelasan.
`
Penyebab utama underfill adalah teknik yang digunakan oleh tukang las.
Kecepatan perjalanan yang berlebihan tidak memungkinkan logam pengisi
yang cukup untuk meleleh dan disimpan untuk mengisi zona las ke tingkat
permukaan logam dasar.
10. Overlap
Overlap yaitu kecacatan dimana logam las mengendap melebihi sisi
dari manik manik las sehingga endapan las menumpuk dipermukaan
logam dasar.
90
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
Terjadinya overlap biasanya karenaDT-NDT
teknik yang PENGELASAN
tidak benar yang
SURABAYA
digunakan oleh tukang las. Artinya, jika kecepatan perjalanan pengelasan
`
terlalu lambat, jumlah logam pengisi akan meleleh lebih dari jumlah yang
diperlukan untuk mengisi sambungan.
2.1.2 Persyaratan
91
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
2.1.3 Keriteria Pemerimaan Diskontinuitas
DT-NDT
PENGELASAN
SURABAYA
`
Pada ISO 5817 terdapat batas dari “imperfection” yang diatur pada table
berikut. Batas - batas ketidak sempurnaan (imperfections) berupa ukuran
detail yang sesuai dengan quality level yang ada, dalam hal ini terdapat
quality level D, C, dan B.
93
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
1. Buka kunci sekrup penahan dan
DT-NDT
masukkan perataan interior
PENGELASAN
SURABAYA
gauge berhenti di antara kedua bagian pipa yang akan dipasang.
`
Pengukur ini mengukur setiap lasan fillet dari 1/8 "hingga 1" hingga 1/32.
Pengukur las fillet WG-3 yang dapat disesuaikan menggunakan lengan
offset yang meluncur pada sudut 45º untuk membuat pengukuran panjang
las fillet. Cukup atur lengan sampai menyentuh ujung kaki vertikal.
95
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
`
96
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
`
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
1. Welding gauge (bridge cam)
98
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
2. Mistar DT-NDT
PENGELASAN
SURABAYA
3. Jangka sorong
` 4. Marker
5. Kaca Pembesar
6. Benda Kerja
7. Cermin
8. Senter
1. Marking batasan-batasan pada benda kerja yang anda amati, beri kode
A& B
2. Amati dan Identifikasi cacat yang terdapat di benda kerja
3. Ukur diskontinuitas mengunakan alat ukur yang sesuai dengan jenis
diskontinuitas yang ada dan tinjau keberterimaan dimensi
diskontinuitas dengan menggunakan standart ISO 5817 : 2003 (E)
4. Catat bagian-bagian yang relevan, abaikan cacat yang tidak termasuk
5. Ukur jarak cacat dari slah satu batas yang telah dibuat
6. Gambarkan dan beri keterangan dalam Laporan Tabel yang tersedia
pada formulir pengujian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
99
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI PRAKTIKUM
Hasil VISUAL TEST
pengukuran yang kami lakukan,
DT-NDT
meliputi: kedalaman
PENGELASAN cacat,
SURABAYA
` panjang, dan jarak akan ditentukan keberterimaannya dimana dalam hal ini
diacu pada ISO 5817Table 1 – Limits for Imperfections. Berikut adalah
table hasil inspeksi dan ukuran diskontinuitas dengan standar limit of
imperfection
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Visual
Type of Quality Result
No Limits Dimension Location
discontinuity Level Accept Reject
h ≤ 0,315 (max
1 Continous Undercut h = 0,1 mm 142,1 mm from side A X
0,5 mm)
B
h ≤ 0,315 (max
2 Undercut h = 0,05 mm 87 mm from side A X
0,5 mm)
3 spatter h = 11,2 mm 233,5mm from side A X
4 spatter Penerimaan h = 27,2 mm 176,4mm from side A X
5 spatter tergantung h = 11 mm 132,1mm from side A X
pada
6 spatter aplikasinya, h = 65 mm 75,4 mm from side A X
7 spatter misalnya h = 13,1 mm 6,55 mm from side A X
material
8 spatter perlindungan h = 25,8 mm 12,9 mm from side A X
9 spatter korosi h = 29,6 mm 75,2mm from side A X
10 spatter h = 28,2 mm 133,5mm from side A X
11 Incomplete Fusion h = 90,8 mm 45,4 mm from side A X
12 Incomplete Fusion h = 90,8 mm 45,4 mm from side A X
B Not Permitted
13 Incomplete Fusion h = 3,8 mm 5,4 mm from side A X
14 Incomplete Fusion h = 1,4 mm 238,4mm from side A X
h ≤ 2,41 mm
15 Excessive Convexity C h = 0,57 mm 87,3 mm from side A X
(max 4 mm)
101
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
`
4. Incomplete fusion
Cacat jenis ini pada ISO 5817:2003(E) tidak di izinkan baik di
level B, C maupun D.
102
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
PENGELASAN
SURABAYA DT-NDT
BAB V
`
KESIMPULAN
Melalui inspeksi tanpa standart didapatkan sangat banyak cacat las yang
terjadi, sehingga besar kemungkinan terjadi reject atau penolakan, namun dengan
meninjau Assesment of imperfections yang tertera dalam ISO 5817:2003(E) cacat
las yang ada pada spesimen dapat tersaring dimana sebagian besar dalam
pengujian yang kami lakukan adalah ditolak (reject), karena dimensi discontinuity
melebihi accepted keriteria yang ada di ISO 5817:2003(E).
Pada specimen uji fillet weld T joint, kami menemukan banyak jenis
discontinuity beberapa diantaranya termasuk kedalam kategori Reject yakni,
Incomplete fusion pada 238,4, 45,4 dan 5,4 mm dari tepi garis A karena menurut
tabel Acceptance Criteria pada ISO 5817:2003(E) pada quality level C dan B
cacat jenis Incomplete fusion tidak diperbolehkan pada spesimen, dan spatter
karena pada material perlindungan korosi tidak diperbolehkan ada spatter.
Jadi, kami dapat menarik kesimpulan dari hasil pengujian visual pada fillet
weld T joint, matrial yang kami uji dinyatakan reject. Hal tersebut dikarenakan
dimensi discontinuity pada material tersebut tidak memenuhi keriteria pada
referensi yang kami gunaka yaitu ISO 5817:2003(E).
103
POLITEKNIK LAB UJI BAHAN KELOMPOK 4 PRODI
PERKAPALA
TEKNIK
N NEGERI VISUAL TEST PRAKTIKUM
DAFTAR PUSTAKA
DT-NDT
PENGELASAN
SURABAYA
`
104