Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana teknik mesin di Institut
Teknologi Budi Utomo
Disusun oleh :
NAMA : SUTRISNO
NIM : 16171015031
JAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dapat diterima sebagai salah satu syarat menyelesaikan Sarjana Teknik
Mesin di Institut Teknologi Budi Utomo.
Mengtahui,
Dekan Ketua Program Studi
Fakultas Teknologi Industri Teknik Mesin
i
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
Demikian surat pernyataan ini saya buat tanpa paksaan dan digunakan sesuai
keperluan.
(Sutrisno)
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademia Insitut Teknologi udi Utomo, saya yang bertanda tangan
di bawah ini :
Nama : Sutrisno
NPM : 16171015031
Program Studi : Teknik Mesin
Fakultas : Teknologi Industri
Jenis Karya : Skripsi
Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Institut Teknologi Budi Utomo Hak Bebas Royalti Nonekslusif atas Skripsi
saya yang berjudul : “PENGARUH VARIASI KAMPUH SAMBUNGAN BUTT
JOINT PENGELASAN SMAW PADA BAJA KARBON RENDAH ST42“ beserta
perangkat yang ada (jika ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non ekslusif ini Insitut
Teknologi Budi Utomo berhak menyimpan, mengalihmedia/ format-kan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat, dan memublikasikan
skripsi saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 29 Agustus 2020
Yang menyatakan,
(Sutrisno)
iv
v
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
meberikan limpahan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan
Tugas Akhir ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan Tugas Akhir ini
merupakan salah satu tugas mahasiswa sebagai tugas Akademik. Sehingga laporan
ini dijadikan sebagai salah satu persyaratan wajib yang harus diambil oleh setiap
mahasiswa pada jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Budi Utomo.
Dalam laporan Tugas Akhir ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari
banyak pihak , untuk itu dengan segala kerendahan hati menyampaikan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
viii
diberikan kepada penulis mendapatkan pahala yang berlimpah dari ALLAH
SWT.
Penulis menyadari akan semua kesalahan dalam penyusunan
Laporan Tugas Akhir ini Karena Keterbatasan Kemampuan, oleh karena itu
penulis menerima kritik dan saran dengan segala kerendahan hati guna
kesempurnaan penyusunan laporan ini. Pada kesempataan ini pula penulis
mohon maaf atas kekurangan, semoga penyusunan laporan ini bermanfaat
bagi penulis khususnya bagi pembaca.
Sutrisno
(16171015031)
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................................xvii
x
2.3 Jenis Sambungan Dan Kampuh ................................................................. 12
2.4 Elektroda ....................................................................................................... 15
2.4.1 Elektroda Terbungkus ................................................................... 16
2.4.2 Klasifikasi Elektroda ..................................................................... 18
2.4.3 Arus Pengelasan ............................................................................. 19
2.5 Cacat Pengelasan ......................................................................................... 20
2.6 Baja Karbon .................................................................................................. 29
2.7 Struktur Mikro Baja Karbon....................................................................... 31
2.8 Siklus Termal Daerah Pengelasan ............................................................. 33
2.9 Struktur Mikro Daerah Pengelasan ........................................................... 35
2.10 Pembekuan Dan Struktur Logam Las ....................................................... 35
2.11 Pengujian Pengelasan .................................................................................. 36
2.11.1 Uji Merusak (Destructive Testing) ............................................... 36
2.11.2 Uji Tidak Merusak (Non Destructive Testing). .......................... 43
xi
4.2.1 Uji Tarik ............................................................................................... 63
4.2.2 Uji Bending .......................................................................................... 64
4.2.3 Uji Hardness ........................................................................................ 64
4.2.4 Uji Struktur Mikro .............................................................................. 65
LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................................... 70
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar Mesnin Las SMAW ........................................................................ 7
xiii
Gambar 2.25 Pengujian tarik ........................................................................................ 37
xiv
Gambar 4.7 Hasil bending kampuh I ........................................................................... 60
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tipe salutan dan arus elektroda................................................................... 19
xvi
PENGARUH VARIASI KAMPUH SAMBUNGAN BUTT JOINT
PENGELASAN SMAW PADA BAJA KARBON RENDAH ST 42
ABSTRAK
Nama/NPM/Prodi: Sutrisno/16171015031/Teknik Mesin
Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari bentuk kampuh mana yang paling efisien
digunakan dalam pengelasan dengan melibatkan material yang relatif tebal. Pengujian yang
dilakukan meliputi pengujian tarik, pengujian tekuk, pengujian Vickers dan peninjauan
struktur mikro. Adapun hasil yang didapatkan adalah: pada hasil pengujian tarik semua
spesimen patah pada bagian base yang mana ini menandakan kualitas las yang bagus,
kemudan dalam pengujian tekuk didapatkan hasil untuk kampuh I terdapat retak pada
bagian las, sedangkan kampuh V dan X tanpa ada retak, dari sini bisa diketahui bahwa
kampuh I tidak disarankan untuk pengelasan material yang relatif tebal. Kemudian pada uji
kekerasan dapatkan hasil bahwa pada logam induk mempunyai nilai kekerasan yang sama
yaitu 124 HV 0,3 hal ini di karenakan pada logam induk tidak terdampak panas pengelasan
yang dapat mempengaruhi nilai kekerasan material, Dan pada daerah HAZ nilai kekerasan
tertinggi di dapatkan oleh kampuh I dan kampuh X dengan nilai kekerasan kampuh I
sebesar 157 HV 0,3 dan 154 HV 0,3 dan pada kampuh X memiliki nilai kekerasan 154 HV
0,3 dan 161 HV 0,3. Sedang pada daerah HAZ kampuh V hanya memiliki nilai kekerasan
147 HV 0,3 dan 148 HV 0,3.Dan pada daerah lasan nilai kekerasan tertinggi berada pada
kampuh x dengan nilai kekerasan 161 HV 0,3, sedang pada kampuh I mempunyai nilai
kekerasan 158 HV 0,3 dan pada kampuh x mempunyai nilai kekerasan 154 HV 0,3
Kata kunci : SMAW, Uji tarik, Uji tekuk, Uji vickers, Struktur mikro
This research is intended to find which seam form is most efficient to use in welding
involving a relatively thick material. The tests carried out include tensile testing, bending
testing, Vickers testing and microstructure examination. The results obtained are: in the
tensile test results all broken specimens on the base, which indicates good weld quality,
then in the bending test, the results for seam I have cracks in the weld section, while seam
V and X are without cracks, from here it can be seen that seam I is not recommended for
welding relatively thick materials. Then on the hardness testget the results that the main
metal has the same hardness value, is 124 HV 0.3, this is because the main metal is not
affected by welding heat which can affect the hardness value of the material, and in the
HAZ area the highest hardness values are obtained by seam I and seam X with the hardness
value of seam I of 157 HV 0.3 and 154 HV of 0.3 and at seam X having a hardness of 154
HV 0.3 and 161 HV of 0.3. While in the HAZ area, village V only has a hardness value of
147 HV 0.3 and 148 HV 0.3. And in the weld area the highest hardness value is at village
x with a hardness value of 161 HV 0.3, while at village I has a value of 158 HV 0.3 and at
seam x has a hardness value of 154 HV 0.3
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1
elektorda yang digunakan. Parameter inilah yang menjadikan dasar
pemilihan yang tepat guna mendapatkan kualitas atau mutu sambungan
yang baik.
Bahan yang akan di gunakan dalam penelitian ini merupakan bahan
baja paduan karbon rendah St42 di karenakan baja jenis ini mudah untuk di
lakukan proses psengelasan dan banyak di gunakan pada konstruksi umum.
Pada penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Dion Prakoso
menyimpulkan bahwa pengelasan GTAW dengan material St42 dan
elektroda AWS/SFA A5.28 ER 70 S 6 dengan diameter 0,8 menyimpulkan
bahwa sudut kampuh dan kuat arus tidak berpengaruh terhadap kekuatan
tarik [3].
Penelitian ini akan fokus pada pengaruh bentuk kampuh las terhadap
kualitas lasan. Kampuh las merupakan kubangan tempat cairan logam
(elektroda) terisi agar terjadi ikatan (welding) yang kuat antara 2 logam yang
disambung. Jenis kampuh di pilih berdasarkan beberapa hal seperti tebal
plat, jenis material, dan jenis sambungan. Jenis kampuh seperti kampuh I
(square), double V (X), singgle V, di pilih dalam pengujian ini karena jenis
ini merupakan jenis kampuh yang banyak di gunakan pada konstruksi baja
sambungan butt joint. Pada penelitian ini judulnya adalah “ Pengaruh
Bentuk Kampuh Pengelasan SMAW Pada Butt Joint Baja St42 .
2
3. Jenis sambungan yang di gunakan jenis sambungan datar (butt joint) dengan
posisi pengelasan 1G (posisi flat).
4. Variasi kampuh yang di gunakan kampuh square (I), kampuh X (double V),
dan kampuh singgle V.
5. Pengelasan menggunakan elektroda AWS E6013 Ø 3.2 mm, dan AWS
E6010 Ø 3,2 mm (khusus root).
6. Arus yang di gunakan 110A dan tegangan DC dengan polaritas positif.
7. Pengujian meliputi uji tarik,uji bending,dan uji hardness, serta uji struktur
mikro.
BAB I PENDAHULUAN
3
Berisi segala teori tentang pengelasan (lebih spesifik spt pengelasan SMAW
dsb) dan pengujiannya.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
4
BAB II
LANDASAN TEORI
Berdasarkan definisi dari DIN (Deutch Industrie Normen) las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan
lumer atau cair [1]. Dengan kata lain las merupakan proses penyambungan
logam yang memanfaatkan panas logam cair.
5
lebih rendah sehingga logam induk tidak ikut mencair karena logam induk
mempunyai titik cair yang lebih tinggi. Contoh pematrian yaitu soldering dan
brazing.
Energi Listrik
Bersumber pada busur listrik yang terjadi saat elektroda menyentuh benda
kerja karena adanya pertukaran ion.
Contoh : Las SMAW, GMAW, SAW, dsb.
Energi Kimia
Proses pengelasan yang bersumber pada bahan bakar gas dengan udara yang
sifatnya eksotermik.
Contoh : Explosion Welding (EXW), Las Termit, Las Asetilin.
Energi Mekanik
Sumber panas di hasilkan oleh proses mekanik seperti gesekan dan tekanan.
Contoh : Pengelasan Friction stir welding.
2.2 Jenis - Jenis Pengelasan
Berikut merupakan jenis-jenis las yang umum di gunakan pada dunia
industri :
2.2.1 Shield Metal Arc Welding (SMAW)
Shield Metal Arc Welding ( SMAW) merupakan salah satu jenis pengelasan
busur listrik yang memanfaatkan panas untuk meleburkan elektroda yang di
hasilkan oleh lompatan ion yang berbeda antara ujung elektroda dan material
yang akan di las. Mesin pengelasan smaw terbagi menjadi 3 jenis arus , yaitu
arus AC, DC, AC-DC.
6
Gambar 2.1. Mesnin las SMAW [3].
7
Gambar 2.2. skema proses SMAW [5]
Beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam proses pengelasan SMAW
meliputi :
a. Sumber arus
Arus listrik yang mempunyai arus besar ini adalah menimbulkan bunga api
pada elektroda las yang berhubungan dengan bagian yang akan disambung
(di las) sehingga terjadilah panas yang tinggi untuk melelehkan logam [6].
Sumber arus listrik pada mesin las SMAW ada 3 jenis yaitu arus searah
(DC),arus bolak-balik (AC), dan juga mesin las dengan arus otomatis AC-
DC.
Pada mesin las ac mempunyai kelebihan perlengkapan yang relatif lebih
murah,nyala api busu
r relatif lebih kecil sehingga mengurangi resiko keropos pada rigi rigi las.
Namun mesin jenis ini tidak dapat di gunakan untuk berbagai elektroda.
Pada mesin las DC mempunyai kelebihan nyala busur apinya lebih stabil,
dapat di gunakan pada semua jenis elektoda logam, tingkat kebisingan
rendah.
b. Polaritas Listrik
pengelasan busur listrik dengan elektroda terbungkus dapat menggunakan
polaritas lurus dan polaritas balik [7]. Dalam pengelasan SMAW dengan arus
8
DC mempunyai 2 polaritas, yaitu polaritas DCEN (Direct Current Elektroda
Negatif) dan DCEP (Direct Current Elektroda Positif).
9
1. Tumbukan elektron di dasar material yang di akibatkan oleh busur listrik yang
bergerak dari elektroda ke material dasar berdampak pada 2/3 panas berada
pada material dasar dan 1/3 panas berada pada elektroda [8].
2. Pada polaritas DCEN menghasilkan pencairan material dasar lebih banyak
dibanding elektrodanya sehingga hasil las mempunyai penetrasi yang dalam,
sehingga baik digunakan pada pengelasan yang lambat, wilayah yang sempit
dan untuk pelat yang tebal [8].
Polaritas DCEP
1. Busur listrik bergerak dari material dasar ke elektrode dan tumbukan
elektron berada di elektrode yang berakibat 2/3 panas berada di elektroda
dan 1/3 panas berada di material dasar [8].
2. Polaritas DCEP menghasilkan pencairan elektroda lebih banyak sehingga
hasil las mempunyai penetrasi dangkal, serta baik digunakan pada
pengelasan pelat tipis dengan manik las yang lebar [8].
. pemilihan elektroda ini bergantung pada konduksi termal dari bahan induk,
fluks pembungkus elektroda,kapasitas panas dari sambungan dan lain
sebgainya.
c. Besar Arus
Besar arus yang di pakai dalam pengelasan tergantung pada beberapa point
yaitu bahan dan ukuran sambungan las, posisi pengelasan, jenis elektroda dan
diameter inti elektroda. Range pemilihan besarnya arus biasanya tertera pada
bungkus / elektroda yang sudah di rekomendasikan oleh pabrikan pembuat
elektroda. Pemilihan arus yang tidsk tepat dapat menimbulkan cacat
pengelasan berupa terjadinya undercut, lebar cairan las terlalu
besar,penyalaan busur sulit dan lengket-lengket pada material, proses
peleburan terputus-putus karena nyala busur tidak stabil.
d. Besarnya penembusan / penetrasi
Penetrasi merupakan kedalaman perambatan panas yang mampu
mencairkan logam besarnya penembusan tergantung pada sifat fluks
elektroda, polaritas, besar arus, kecepatan pengelasan,dan tegangan busur.
Penetrasi dalam pengelasan merupakan hal yang penting dan harus di lakukan
10
dengan prosedur yang sesuai, karena jika terjadi cacat las yang di sebabkan
oleh penetrasi tidak dapat di tolerir karena merupakan cacat memanjang.
Contoh cacat yang di sebabkan oleh penetrasi berlebih yaitu ketika logam las
mencair sampai melewati tebal dari benda kerja dan menggantung pada
bagian bawah dari hasil pengelasan. Namun penetrasi yang kurang dalam
juga dapat membuat cacat las berupa tidak sampainya logam cair pengisi pada
akar dari sambungan, cacat jenis ini biasanya terjadi pada pengelasan posisi
vertikal dan overhead. Dalamnya penembusan sangat penting terlebih untuk
proses membuat root pada pengelasan yang menggunakan kampuh.
2.2.2 Pengelasan Gas Metal Arc Welding (GMAW)
Pengelasan jenis ini menggunakan sumber panas yang di hasilkan dari
listrik yang telah di konversi menjadi energi panas. GMAW menggunakan
jenis elektroda terumpan dimana kawat las yang digulung di suatu roll sebagai
elektroda dan gas mulia (inert gas) atau CO2 sebagai pelindung logam las
yang mencair saat proses oengelasan berlangsung.
11
2.2.3 Pengelasan Submerge Arc Welding ( SAW )
Merupakan jenis pengelasan dimana logam cair di tutup dengan fluks yang
di atur melalui penampang fluks dan elektroda yang berbentuk kawat pejal
di umpankan secara terus menerus. Arus dan busur metal di timbun dengan
butiran fluks di atas daerah yang di las.
2.2.4. Pengelasan Gas Tungsten Arc Welding ( GTAW )
Merupakan pengelasan dengan memakai bususr nyala api yang
menghasilkan elektorda tetap yang terbuat dari tungsten ( wolfram ),
sedangkan bahan penambah terbuat dari bahan yang sama atau sejenis dengan
bahan yang di las dan terpisah dari torch, biasanya menggunakan gas argon
99% yang keluar dari torch sebagai pelindung untuk menegah oksidasi.
12
Gambar 2.6 Macam-macam bentuk kampuh las pada
sambungan butt joint [9]
2. T Joint (Sambungan T)
Sambngan T merupakan jenis sambungan yang tediri dari 2 logam induk
yang di sambung membentuk huruf T. Penambahan smbungan lain pada
sambungan ini sehingga membentuk palang di sebut cruciform joint.
Sambungan ini banyak di gunakan dalam kontruksi atap,design konveyor,
dan lainnya. Sambungan jenis ini biasanya menggunakan pengelasan filllet
weld,groove weld,plug weld, seam weald. Untuk tipe groove juga terkadang
digunakan untuk sambungan fillet adalah double bevel, namun hal tersebut
sangat jarang kecuali pelat atau materialnya yang di gunakan sangat tebal.
Berikut ini gambar sambungan T pada pengelasan.
13
3. Sambungan Sudut ( Corner Joint )
Sambungan sudut merupakan jenis sambungan yang hampir mirip
dengan sambungan T,nmun pada sambungan ini kedua material di letakan di
masing masing ujung material sehingga membentuk huruf L,lalu pengelasan
di lakukan pada pinggir sudutnya. Sambungan jenis ini biasanya di gunakan
pada konstruksi yang membutuhkn bentuk kotak. Ada dua jenis corner joint,
yaitu close dan open. Pengelasan yang di pakai dapat menggunakan type
pengelasan fillet weld, groove weld, plug weld, seam weld.
4. Lap Joint
Tipe sambungan las yang sering digunakan untuk pengelasan spot atau
seam. Karena materialnya ini ditumpuk atau disusun sehingga sering
digunakan untuk aplikasi pada bagian body kereta dan cenderung untuk plat
plat tipis. Lap joint dimana tiap sisi yang di sambung terletak pada bagian
yang sama di sebut dengan joggled lap joint. Pengelasan yang di pakai dapat
menggunakan type pengelasan fillet weld, groove weld, plug weld, seam weld.
14
Gambar 2.9 Macam-macam contoh edge joint [10]
2.4. Elektroda
15
logam satu dengan yang lainnnya. Elekroda dapat berupa bentuk batang,
kawat. Dan bahannya biasanya terbuat dari logam, berupa tembaga, perak,
timah, atau juga dapat terbuat dari bahan konduktor non logam seperti grafit.
16
mudah dibersihkan. Deposit las biasanya mempunyai sifat sifat mekanik yang
baik dan dapat dipakai untuk pekerjaan dengan pengujian Radiografi. Selaput
selulosa dengan kebasahan 5% pada waktu pengelasan akan menghasilkangas
pelindung CO2.E 6011 mengandung Kalium untuk mambantu menstabilkan
busur listrik jika dipakai pada arus AC.
b. .E 6012 dan E 6013
Kedua elektroda ini termasuk jenis selaput rutil yang dapat manghasilkan
penembusan sedang. Keduanya dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi,
tetapi kebanyakan jenis E 6013 sangat baik untuk posisi pengelesan tegak
arah ke bawah. Jenis E 6012 umumnya dapat dipakai pada ampere yang relatif
lebih tinggi dari E 6013. E 6013 yang mengandung lebih benyak Kalium
memudahkan pemakaian pada voltage mesin yang rendah. Elektroda dengan
diameter inti kecil kebanyakan dipakai untuk pangelasan pelat tipis.
c. E 6020
Elektroda jenis ini dapat menghasilkan penembusan las sedang dan
teraknya mudah dilepas dari lapisan las. Selaput elektroda terutama
mengandung oksida besi dan mangan. Cairan terak yang terlalu cair dan
mudah mengalir menyulitkan pada pengelasan dengan posisi lain dari pada
bawah tangan atau datar pada las sudut.
2. Elektroda dengan Selaput Serbuk Besi
Selaput elektroda jenis E 6027, E 7014. E 7018. E 7024 dan E 7028
mengandung serbuk besi untuk meningkatkan efisiensi pengelasan.
Umumnya selaput elektroda akan lebih tebal dengan bertambahnya
persentase serbuk besi. Dengan adanya serbuk besi dan bertambah tebalnya
selaput akan memerlukan ampere yang lebih tinggi.
3. Elektroda Hydrogen Rendah
Selaput elektroda jenis ini mengandung hydrogen yang rendah (kurang
dari 0,5 %), sehingga deposit las juga dapat bebas dari porositas. Elektroda
ini dipakai untuk pengelasan yang memerlukan mutu tinggi, bebas porositas,
misalnye untuk pengelasan bejana dan pipa yang akan mengalami tekanan
Jenis-jenis elektroda hydrogen rendah misalnya E 7015, E 7016 dan E 7018.
17
4. Elektroda Untuk Besi Tuang
Elektroda yang dipekai untuk mengelas besi tuang adalah sebagei berikut
: a.Elektroda Nikel
Elektroda jenis ini dipakai untuk mengelas besi tuang, bila hasil las masih
dikerjakan lagi dengan mesin. Elektroda nikel dapat dipakai dalam sagala
posisi pengelasan. Rigi-rigi las yang dihasilkan elektroda ini pada besi tuang
adalah rata dan halus bila dipakai pada pesawat las DC kutub terbalik.
b. Elektroda perunggu
Hasil las dengan memakai elektroda ini tahan terhadap retak, sehingga
panjang las dapat ditambah. Kawat inti dari elektroda dibuat dari perunggu
fosfor dan diberi selaput yang menghasilkan busur stabil.
c. Elektroda dengan Hydrogen rendah
Elektroda jenis ini pada dasarnya dipakai untuk baja yang mengandung
karbon kurang dari 1,5%. Tetapi dapat juga dipakai pada pengelasan besi
tuang dengan hasil yang baik. Hasil lasnya tidak dapat dikerjakan dengan
mesin.
18
Tabel 2.1 Tipe salutan dan arus elektroda [6]
Tipe Salutan dan Arus
No Salutan Arus
Contoh : E 6013
E = Menyatakan elektroda busur listrik.
60 = Kekuatan tarik kawat pengisi 60 x 1000 psi = 60.000 psi.
1 = Posisi pengelasan semua posisi.
3 = jenis salutan dan arus (Lihat tabel 2.1)
19
Tabel 2.2 Hubungan diameter elektroda dengan arus pengelasan [6]
20
1. Retak (Crack)
Hot Crack
Hot Crack merupakan retakan yang terjadi saat proses pengelasan .
Penyebab hot crack :
Pemilihan elektroda yang tidak sesuai.
Tidak melakukan perlakuan panas pada material yang perlu perlakuan
panas.
Cara Mencegah Hot Crack:
Menggunakan elektroda yang sesuai dengan WPS atau Low Hidrogen
yang mempunyai sifat regangan yang tinggi.
Melakukan perlakuan panas (PWHT dan Preheat)
21
Cold Cracking.
Cold Cracking (retak dingin) adalah sebuah retak yang terjadi pada daerah
lasan setelah beberapa waktu (memerlukan waktu, bisa 1 menit, 1 jam, atau 1
hari) proses pengelasan selesai.
22
Gambar 2.12 ilustrasi cacat distosi [12]
Penyebab terjadinya distorsi:
Panas yang berlebih.
Ampere terlalu tinggi.
Take weld (las ikat) kurang kuat.
Persiapan pengelasan yang salah.
Cara mencegah distorsi las:
Menyesuaikan arus dengan yang ada di WPS.
Take weld (las ikat) ditambah atau memberikan stopper (penguat pada
logam induk).
Melakukan Persiapan pengelasan yang benar.
Jenis jenis cacat pengelasan dan penyebabnya di atas dapat terjadi pada las
listrik (SMAW), GMAW, GTAW, SAW, FCAW, OAW. Namun untuk
tungsten inclusion hanya terjadi pada GTAW, karena hanya pengelasan
tersebut yang menggunakan logam tungsten.
3. Cacat Las Undercut
Undercut adalah sebuah cacat las yang berada di bagian permukaan atau
akar, bentuk cacat ini seperti cerukan yang terjadi pada base metal atau logam
induk. Jenis cacat pengelasan ini dapat terjadi pada semua sambungan las,
baik fillet, butt, lap, corner dan edge joint.
23
Gambar 2.13 gambar cacat las undercut [12]
Penyebab Cacat Las Undercut:
Arus pengelasan yang digunakan terlalu besar.
Travel speed / kecepatan las terlalu tinggi.
Panjang busur las terlalu tinggi.
Posisi elektroda kurang tepat.
Ayunan tangan kurang merata, waktu ayunan pada saat disamping
terlalu cepat.
Cara mencegah Cacat Undercut:
Menyesuaikan arus
Kecepatan las diturunkan.
Panjang busur diperpendek atau setinggi 1,5 x diameter elektroda.
Sudut kemiringan 70-80 derajat (menyesuaikan posisi).
Lebih sering berlatih untuk mengayunkan yang sesuai dengan
kemampuan.
4. Porosity (Porositas)
Cacat Porositas adalah sebuah cacat pengelasan yang berupa sebuah
lubang lubang kecil pada weld metal (logam las), dapat berada pada
permukaan maupun didalamnya. Porosity ini mempunyai beberapa tipe yaitu
Cluster Porosity, Blow Hole dan Gas Pore.
24
Gambar 2.14 Cacat akibat lubang gas pada hasil las [12]
Penyebab Cacat Las Porositas:
Elektroda yang digunakan masih lembab atau terkena air.
Busur las terlalu panjang.
Arus pengelasan terlalu rendah.
Travel Speed terlalu tinggi.
Adanya zat pengotor pada benda kerja (karat, minyak, air dll).
Gas Hidrogen tercipta karena panas las.
Cara Mengatasi Cacat Las Porositas:
Pastikan elektroda yang digunakan sudah dioven (jika disyaratkan),
jangan sampai kawat las terkena air atau lembab.
Atur tinggi busur kurang lebih 1,5 x diameter kawat las.
Ampere disesuaikan dengan prosedur atau rekomendasi dari
produsen elektroda.
Persiapan pengelasan yang benar, memastikan tidak ada pengotor
dalam benda kerja.
Untuk material tertentu panas tidak boleh terlalu tinggi, sehingga
perlu perlakukan panas.
5. Slag Inclusion
Welding Defect Slag Inclusion adalah cacat yang terjadi pada daerah
dalam hasil lasan. Cacat ini berupa slag (Flux yang mencair) yang berada
25
dalam lasan, yang sering terjadi pada daerah stop and run (awal dan
berhentinya proses pengelasan). Untuk melihat cacat ini kita harus melakukan
pengujian radiografi atau bending.
6. Incomplete Penetration
Incomplete Penetration (IP) adalah sebuah cacat pengelasan yang terjadi
pada daerah root atau akar las, sebuah pengelasan dikatakan IP jika
pengelasan pada daerah root tidak tembus atau reinforcemen pada akar las
berbentuk cekung.
26
Gambar 2.16 Penetrasion dan gambar radiografinya [12]
Penyebab Cacat Incomplete Penetration:
Travel speed terlalu tinggi.
Jarak gap atau root opening terlalu lebar.
Jarak elektroda atau busur las terlalu tinggi.
Sudut elektroda yang salah.
•Ampere las terlalu kecil.
Cara mencegah cacat Incomplete Penetration:
Travel speed disesuaikan dengan WPS.
Standar gap atau root opening 2-4 mm.
Standar jarak elektroda 1,5 x diameter elektroda.
Ampere disesuaikan dengan Welding Prosedur.
7. Incomplete Fusion
Cacat Incomplete Fusion adalah sebuah hasil pengelasan yang tidak di
kehendaki karena ketidak sempurnaan proses penyambungan antara logam
las dan logam induk. Cacat ini biasanya terjadi pada bagian samping lasan.
27
Gambar 2.17 Cacat Incomplete Fusion [11]
Penyebab Cacat Incomplete Fusion:
Posisi Sudut kawat las salah.
Ampere terlalu rendah.
Sudut kampuh terlalu kecil.
Permukaan kampuh terdapat kotoran.
Travel Speed terlalu tinggi.
Cara Mengatasi Cacat Incomplete Fusion:
Memperbaiki Posisi Sudut Elektroda.
Menaikkan Ampere sesuai dengan WPS atau Ampere Recomended.
Sudut kampuh sesuai dengan yang di WPS.
Melakukan persiapan pengelasan yang benar, membersihkan semua
kotoran.
Mengatur Travel Speed yang sesuai.
8. Over Spatter
Spatter adalah percikan las, sebenarnya jika spater dapat dibersihkan maka
tidak termasuk cacat. Namun jika jumlahnya berlebih dan tidak dapat
dibersihkan maka dikategorikan dalam cacat visual.
28
Gambar 2.18 Cacat las spater [12]
Penyebab Spater atau percikan las berlebih:
Ampere terlalu tinggi.
Jarak elektroda dengan base metal terlalu jauh.
Elektroda lembab
Cara mencegah terjadinya cacat pengelasan Over Spatter:
Arus diturunkan sesuai dengan rekomendasi.
Panjang busur ( 1,5 x diameter Elektroda ).
Elektroda dioven sesuai dengan handbook (khususnya kawat las low
hidrogen).
29
a. Baja karbon rendah
Baja karbon rendah merupakan baja dengan kandungan karbon
sebesar <0,3%. Baja karbon jenis ini memiliki tingkat keuletan dan kekerasan
yang tinggi. Baja ini dalam pengaplikasiannya biasa di jadikan mur, ulir
sekrup, peralatan senjata. Pengilingan dan penyesuaian ukuran baja dapat di
lakukan dalam keadaan panas. Hal ini dapat di lihat dari lapisan oksida bagian
atasnya berwarna hitam. Namun dapat juga di kerjakan dalam keadaan dingin
dimana baja di celupkan atau di rendam di larutan asam guna mengeluarkan
lapisan oksidasinya,setelah itu baja di giling sampai ukuran yang di
kehendaki. Proses ini akan menghasilkan logam baja yang lebih licin dan
lebih baik.
b. Baja karbon sedang
Baja karbon sedang mengandung karbon sebagai paduannya
sebesar 0,3% - 0,6%. Baja jenis ini dapat di keraskan dengan cara di masukan
panas (heat input).
Baja jenis ini dalam pengaplikasiannya bisa di jadikan roda gigi otomotif,
poros bubungan, poros engkol.
c. Baja karbon tinggi
Baja karbon tinggi mempunyai kadar karbon 0,6%-1,5% C. Baja
jenis ini dalam pengaplikasiannya pada umumnya harus melalui proses
pemanasan terlebih dahulu.
Berdasarkan penggunaannya baja dapat di klasifikasikan dalam dua grup
yaitu baja konstruksi dan baja perkakas [13]. Baja konstruksi pada umumnya
mengandung karbon 0,3% dengan kekuatan tarik dan batas renggang
rendah,serta tidak dapat di keraskan. Sedangkan baja perkakas pada
umumnya memiliki kadar karbon sekitar 0,3%-0,6% dan mempunyai
kekerasan yang lebih besar serta kekuatan tarik dan rneggang agak tinggi
serta dapat di keraskan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan baja karbon rendah di
karenakan baja jeis ini merupakan baja yang sering di pakai pada konstruksi
pengelasan.
30
2.7 Struktur Mikro baja karbon dan diagram Fe3C
31
berarti sifat-sifat mekanisnya sangat di tentukan pada tahap ini. Terbentuknya
sebuah fasa sangat tergantung pada komposisi kimia logam las, kecepatan
pendinginan dari temperatur 800°C - 500°C, bentuk sambungan dan
kandungan oksigen pada logam las. Proses pendinginan pada proses
pengelasan pada umumnya terjadi begitu cepat,sehingga untuk menganalisa
struktur mikro hasil pengelasan tidak dapat di gunakan diagram fasa, dan
memerlukan pengujian struktur mikro dengan menggunakan mikroskop
optik. Perubahan struktur mikro pada baja karbon rendah biasanya di
dominasi oleh ferrit dan perlite.
32
Gambar 2.21 Perubahan struktur mikro baja karbon selama
pendingan lambat dari fasa austenit menuju suhu kamar. ( y = austenit
, α = ferit , p = perlit ) [19].
33
struktur dan sifat. Disamping ketiga pembagian utama tersebut masih terdapat
satu daerah khusus yang membatasi antara daerah logam las dan daerah
pengaruh yang di sebut batas las. Dalam membahas siklus termal daerah
las,hal hal yang perlu di bahas meliputi proses pembekuan, reaksi yang terjadi
dan struktur mikro yang terbentuk.
Siklus termal las adalah proses pemanasan dan pendinginan di daerah
lasan. Lamanya pendinginan dalam suatu daerah temperatur tertentu dari
suatu siklus termal las sangat mempengaruhi kwalitas sambungan. Karena itu
banyak sekali usaha-usaha pendekatan untuk menentukan lamanya waktu
pendinginan tersebut. Pendekatan ini biasanya dinyatakan dalam bentuk
rumus empiris. Struktur mikro dan sifat mekanik dari daerah HAZ sebagian
besar tergantung pada lamanya pendinginan dari temperatur 800˚C sampai
500˚C. Sedangkan retak dingin, di mana hidrogen memegang peranan
penting, terjadinya sangat tergantung oleh lamanya pendinginan dari
temperatur 800˚C sampai 300˚C atau 100˚C.
34
2.9 Struktur Mikro Daerah Pengelasan
Sebagaimana diketahui bahwa logam pada hasil pengelasan dapat
dikategorikan menjadi 3 bagian, yaitu : base metal (benda kerja awal), heat
affected zone (daerah terpengaruh panas) dan weld metal (logam las). Base
metal / logam induk adalah bagian logam dasar dimana panas dan suhu
pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan struktur
maupun sifat pada logam tersebut. Heat Affected Zone (HAZ) adalah daerah
pada logam induk yang bersebelahan langsung dengan daerah
pengelasan,dan daerah ini merupakan daerah yang paling kritis dari sebuah
sambungan las.
Logam Las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair
dan kemudian membeku, komposisi logam las terdiri dari komponen logam
induk dan bahan tambah dari elektroda.
35
pengelasan, logam las harus menjadi satu dengan logam induk, sedangka
dalam pengecoran yang terjadi harus sebaliknya.
Dalam Gambar berikut ditunjukkan secara skematik proses
pertumbuhan dari kristal-kristal logam las berbentuk pilar. Titik A dari
gambar tersebut adalah titik mula dari struktur pilar yang selalu terletak dala
logam induk. Titik ini tumbuh menjadi garis lebur dengan arah yang sama
dengan gerakan sumber panas. Pada garis lebur sebagian dari logam dasar
turur mencair dan selama proses pembekua logam las tumbuh butir-butir
logam induk dengan sumbu kristal yang sama.
36
2.11.1 Uji merusak ( Destructive Testing )
Pengujian ini di lakukan dengan memotong beberapa bagian hasil
lasan untuk di lakukan test mekanik baik dengan cara di tarik, di tumbuk, di
lengkung, di tekan. Berikut macam macam uji merusak:
1. Uji Tarik
𝑙₁−𝑙ₒ ∆𝑙
ℯ= = (Regangan dalam satuan Mpa)...........................................(2.2)
𝑙ₒ 𝑙ₒ
37
Batas Tegangan luluh : dimana tegangan benar-benar memasuki fase
deformasi plastis.
Tegangan tarik maksimum : tegangan maksimum yang di dapatkan dalam
uji tarik.
Tegangan patah : Besar tegangan dimana material patah atau putus.
Standar kelulusan menurut AWS D1.1 yaitu dimana “kuat tarik tidak boleh
kurang dari spesifikasi kuat tarik minimum dari logam dasar yang di
gunakan” [15].
Uji hardness / uji kekerasan merupakan salah satu pengujian sifat mekanik
(mechanical properties) dari suatu material. Tujuan dari pengujian ini yaitu
untuk mengetahui sifat mekanis suatu material khususnya kekerasan.
Pengujian ini sangat penting untuk suatu mterial yang saat pengaplikasiannya
berhubungan dengan gesekan dan deformasi pastis. Deformasi plastis
merupakan keadaan suatu material ketika di berikan suatu gaya maka struktur
mikro dari material tersebut tidak dapat kembali.
Uji hardness dalam pengujiannya mempunyai 4 macam metode dalam
pengujiannya, yaitu :
a. Brinnel (HB / BHN )
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen).
Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki
permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor
(Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari
bahan Karbida Tungsten [16]
b. Rockwell (HR / RHN)
Pengujian kekerasan yang menggunakan indentor berupa bola baja ataupun
kerucut intan yang di tekankan pada material uji.
38
Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode
Rockwell dijelaskan pada gambar 4, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan
oleh indentor dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan
dengan beban mayor (major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3
beban mayor diambil sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada
kondisi 3 ini indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F [16].
HR = E – e ..........................................................................................(2.3)
Dimana :
E = Nilai konstanta 130 pada indentor bola dan nilai 100 pada indentor intan
E = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line
yang untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bias dilihat pada table 1
Tabel dibawah ini merupakan skala yang dipakai dalam pengujian Rockwell
skala dan range uji dalam skala Rockwell [16].
39
Tabel 1 Rockwell Hardness Scales [16].
F0 F1 F
Scale Indentor E
(kgf) (kgf) (kgf)
Jenis Material Uji
A Diamond cone 10 50 60 100 Exremely hard materials, tugsen carbides,
dll
B 1/16" steel ball 10 90 100 130 Medium hard materials, low dan medium
carbon steels, kuningan, perunggu, dll
C Diamond cone 10 140 150 100 Hardened steels, hardened and tempered
alloys
D Diamond cone 10 90 100 100 Annealed kuningan dan tembaga
E 1/8" steel ball 10 90 100 130 Berrylium copper,phosphor bronze, dll
F 1/16" steel ball 10 50 60 130 Alumunium sheet
G 1/16" steel ball 10 140 150 130 Cast iron, alumunium alloys
H 1/8" steel ball 10 50 60 130 Plastik dan soft metals seperti timah
K 1/8" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale
L 1/4" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan H scale
M 1/4" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan H scale
P 1/4" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale
R 1/2" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan H scale
S 1/2" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan H scale
V 1/2" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale
40
Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian
rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.Vikers mempunyai
rumus :
HV = 1,854 x F / D ²..............................................................................(2.4)
41
Gambar 2.27 Microscop vickers test [14]
3.Uji Bending
42
Pengujian yang bertujuan mendapatkan nilai lengkungan,
pembebanan, dan kekenyalan suatu material baik di weld metal maupun di
daerah HAZ.
Pengukuran tegangan yang terjadi pada spesimen uji dapat di lakukan melalui
perhitungan :
𝑀. 𝑐
σ= .................................................................................................(2.4)
𝑙
dimana :
σ = Tegangan Normal
M = Momen lentur di penampang melintang yang di tinjau
c = Jarak dari sumbu netral ke elemen yang di tinjau
𝑙 = Momen inersia penampang
43
pengujian ini di antaranya Ultrasonic Test (UT), Radiography, Penetrant
Test, Magnethic Particle Test dsb. Berikut beberapa contoh pengujian NDT:
1. Ultrasonic (UT)
Digunakan untuk mendeteksi retakan tersembunyi, void, komposit,
plastik, dan keramik dalam suatu material dengan memanfaatkan rambatan
gelombang suara atau ultrasonik pada benda padat/material. Cara kerjanya
yaitu dengan memanfaatkan gelombang suara yang di hasilkan oleh
transduser pada benda kerja dan kemudian gelombang baliknya di tangkap
oleh receiver. Pemeriksaan ultrasonik ini pada umumnya di baca
berdasarkan perbedaan intensitas gelombang dengan waktu perambatannya.
2. Radiografi (RT)
Tes Radiografi di lakukan dengan memanfaatkan sinar gamma atau
sinar x yang dapat menembus semua logam kecuali timbal dan beberapa
material padat sehngga dapat mengungkap cacat las atau ketidaksesuaian
yang berada di dalam material itu sendiri. Pengujian radiografi merupakan
pengujian NDT paling populer karena hasil dari pengujian dapat di rekam
dengan mudah pada sheet film.
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Study literatur
Pengujian Spesimen
(Uji tarik, Uji Bending, Uji Hardness, Uji Struktur Mikro
Hasil Pengujian
Selesai
45
3.2 Tahapan Penelitian
Adapun bahan yang akan di gunakan dalam persiapan spesimen uji yaitu
sebagai berikut :
a) Pelat baja karbon rendah St42 ukuran L=50 mm , P=200 mm, Tebal=
10 mm. Dengan komposisi kimia karbon (C) 0,25 %, mangan (Mn) 0,80
%, silikon (Si) 0,30 % dan sisanya besi (Fe) [18] .
46
b) Elektroda AWS A5.1 E6010 Ø 3,2 mm.
47
Gambar 3.5 mesin flame cutting merk zincer lk130[14]
3. Membuat kampuh V dan X (double V) dengan kemiringan 30° terbuka
dengan ukuran yang telah di tentukan menggunakan mesin flame
cutting sesuai prosedur pengoperasian mesin.
48
3.2.4 Proses Pengelasan Material
Proses pengelasan spesimen di lakukan oleh welder yang telah terkualifikasi
dengan menggunakan mesin las DC merk Fronius WTU 307 A dengan
polaritas positif dan arus DC sebesar 110 A. Berikut prosedur yang di
gunakan pada proses pengelasan spesimen uji :
1. Siapkan peralatan las busur manual dan alat bantu serta APD yang akan
di perlukan.
2. Siapkan dua buah bahan las ukuran 50 mm x 200mm x 10mm di bevel
30° - 35°, dan besar root face ±2mm.
3. Tempatkan benda kerja pada posisi horizontal dengan menggunakan
alat bantu klem benda kerja agar tidak bergeser saat di las.
4. Atur amper pengelasan sesuai dengan parameter uji spesimen yang
telah di buat.
5. Lakukan las cantum pada / tack welding pada tiga tempat (depan,
tengah, ujung). Dengan menggunakan elektroda AWS A5.1 E6013.
6. Bersihkan las catat dengan sikat baja dan gerinda agar penampang las
catat sedikit tirus.
7. Periksa hasil lasan sebelum melanjutkan ke proses selanjutnya.
8. Lakukan pengelasan sesuai ketentuan wps menggunakan elektroda
AWS A5.1 E6010 Ø 3,2mm untuk proses rooting, dan
AWS A5.1 E6013 Ø 3,2 mm untuk proses filling dan capping.
9. Proses pengelasan di lakukan disertai proses pemantauan arus yang di
hasilkan oleh mesin las dengan menggunakan metode pengukuran tang
ampere. Jika terdapat selisih antara settingan mesin dengan actual maka
di lakukan penyetelan kembali pada mesin las bila di perlukan.
10. Lakukan proses pembersihan sebelum melakukan proses pengelasan
bagian filling.
49
11. Sebelum melakukan pengelasan pada bagian capping, gerinda bagian
permukaan jalur las sehingga tersisa antara 0,5 - 1 mm dari permukaan
bahan guna menghasilkan capping yang rata dan seimbang.
12. Lanjutkan pengelasan hingga selesai dengan hati-hati dan teliti .
13. Jika sudah selesai proses capping, bersihkan dan dinginkan benda kerja.
50
Ganbar 3.8 Spesimen Uji Tarik
Dengan dimensi sebagai berikut :
Kampuh I : t =10,35 mm dan w = 12,98 mm
Kampuh V : t = 10,10 mm dan w = 12,95 mm
Kampuh X : t= 10,35 mm dan w = 13,00 mm
Langkah-langkah dalam pengujian uji tarik di antaranya:
a) Menyiapkan spesimen yang akan di uji dan alat uji tarik.
b) Menyiapkan ragum yang akan di gunakan pada uji tarik.
c) Menjepit benda kerja pada ragum yang ada pada alat uji (pastikan
cekraman ragum kuat).
d) Benda kerja mendapatkan gaya tarik di awali dari 0 kgf dan terus
bertambah hingga terjadi patahan pada beban maksimum yang dapat
di terima pada benda kerja.
e) Mencatat gaya maksimum yang di terima spesimen dan menghitung
kekuatan tarik pada data yang menggunakan persamaan perhitungan.
2. Uji Bending
Pengujian yang dilakukan menggunakan standar ASTM E290,
ASME D1.1 dengan mesin uji UTM Shimadzu EHP-EB20186838.
51
Gambar 3.9 Spesimen Uji Bending
Dengan dimensi sebagai berikut :
Kampuh I : t = 10,35 mm dan w = 37,15 mm
Kampuh v : t = 10,10 mm dan w = 36,65 mm
Kampuh x : t = 10,18 mm dan w = 36,10 mm
Adapun langkah-langkah dalam melakukan uji bending di antaranya
sebagai berikut :
52
c) Letakan spesimen pada bantalan (pastikan material spesimen pas
berada di tengah-tengah dari penekan.
d) Nyalakan mesin bending dan atur beban pada 200 hingga 250 kg/cm2.
e) Pastikan letak bantalan alat bending sesuai dengan prosedur pengujian
bending.
f) Turunkan bending secara perlahan hingga menyentuh speismen.
g) Selanjutnya turunkan alat bending secara perlahan agar mendesak
spesimen ke bawah.
h) Lakukan hingga titik maksimum beban dapat di terima spesimen atau
sampai batas m
i) aksimum penekanan yang di atur.
j) Amati perubahan spesimen secara visual dan tekanan maksimum yang
di terima material.
53
Langkah-langkah pengujian vickers diantaranya sebagai berikut:
a) Pemasangan indentor piramida intan (penekanan piramida intan
136° di pasang pada tempat indentor mesin uji,kencangkan
secukupnya agar penekanan intan tidak jatuh).
b) Memberikan garis pada daerah logam induk, daerah HAZ, dan
daerah logam las yang akan di uji.
c) Meletakan spesimen di atas landasan tempat spesimen.
d) Menentukan beban sebesar 1 kgf.
e) Menentukan titik yang akan di uji.
f) Menekan tombol indentor.
54
c) Grinding/pengamplasan, amplas mulai amplas nomor 200 hingga 2000.
Pengamplasan di lakukan dengan hati-hati.
d) Etsa dengan cairan kimia keller’s reagent yang kadarnya 2%
HF(hidrogen florida), 3% HCL (asam klorida), 5% HNO3 (asam nitrat),
90% H2O (aquades), untuk kemudian permukaan spesimen di
bersihkan dengan alkohol.
e) Pengambilan gambar struktur mikro.
55
3. Mesin gerinda tangan
56
6. Mistar dan jangka sorong
Di gunakan untuk membantu welder dalam pengukuran spesimen uji.
57
BAB IV
58
Gambar 4.4 Patahan Kampuh X
455
450
445
441 441
440
435
430
59
Grafik Regangan
16 15
14 13
12
Elongation (%)
10
8 7
60
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Bending
Kode Dimention Cross Length Beban Kekuatan Keterangan
(mm) section (mm) maks Bending
(mm2) (Kg) (MPa)
61
Tabel 4.3 Hasil Uji Kekerasan
Dalam pengujian struktur mikro di dapatkan hasil foto struktur mikro pada
penampang pengelasan sebagai berikut :
Gambar 4.13 Struktur mikro kampuh I dengan pembesaran 500X dan skala
500µm
62
Gambar 4.14 Struktur mikro kampuh V dengan pembesaran 500X dan skala
500µm
Gambar 4.15 Struktur mikro kampuh X dengan pembesaran 500X dan skala
500µm.
4.2 Pembahasan
63
Kg/mm² [441 MPa]. dan jenis kampuh yang dapat menerima beban
maksimum tertinggi di miliki oleh kampuh V yang dapat menerima beban
maksimum sebesar 6147,36 Kg, sedang pada kampuh I hanya dapat
menerima beban maksimal sebesar 6045,30 Kg/mm² dan kampuh X dapat
menerima beban maksimal sebesar 6054,75 Kg/mm².
Dapat di lihat pada gambar 4.7 diperoleh hasil bahwa pada logam
induk mempunyai nilai kekerasan yang sama yaitu 124 HV hal ini di
karenakan pada logam induk tidak terdampak panas pengelasan yang dapat
mempengaruhi nilai kekerasan material.
64
Dan pada daerah lasan nilai kekerasan tertinggi berada pada
kampuh X dengan nilai kekerasan 161 HV, sedang pada kampuh I
mempunyai nilai kekerasan 158 HV dan pada kampuh V mempunyai nilai
kekerasan 154 HV.
Dari diagram fasa Fe-Fe3C [2] , terlihat bahwa suhu sekitar 723 C
merupakan suhu transformasi austenite menjadi fasa pearlite (yang
merupakan gabungan fasa ferrite dan sementite). Transformasi fasa ini
dikenal sebagai reaksi eutectoid dan merupakan dasar proses perlakuan
panas dari baja. Bila baja dipanaskan hingga mencapai suhu austenite dan
kemudian didinginkan perlahan-lahan selama beberapa jam untuk mencapai
suhu kamar, maka sutruktur fasa yang dihasilkan adalah campuran dari
ferrite dan sementite.
65
Sedangkan pada kampuh v cenderung lebih sedikit unsur ferrite
widmanstatten nya namun di dominasi oleh ferrite acicular dimana ferrite
yang terbentuk berbentuk intragranular dengan ukuran yang kecil dan
mempunyai orientasi arah yang acak,sehingga jenis ferrite ini mempunyai
ketangguhan paling tinggi di banding dengan struktur mikro lainnya.
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil nalisa dan pembahasan yang di lakukan pada bab
sebelumnya mengenai perbandingan jenis kampuh yang berbeda terhadap
kekuatan tarik, bending, hardness, dan struktur mikro. Dapat di simpulkan
sebagai berikut :
1. Terkait dengan pengujian tarik, semua spesimen patah di bagian base metal.
Ini menunjukan bahwa kekuatan tarik weld metal lebih tinggi di banding
dengan base metal. Ini menunjukan hasil pengelasan yang baik.
2. Hasil uji tarik tidak bisa di pakai untuk menentukan pengaruh bentuk kampuh
I, V, dan X terhadap kekuatan lasan dikarenakan semua uji tarik putus di base
metal. Nilai uji tarik yang berkisar antara 441 – 461 MPa, dan tidak ada
perbedaan signifikan diantara ketiga jenis kampuh, menunjukan bahwa itu
kekuatan tarik dari base metal (St42)..
3. Nilai kekerasan weld metal dan HAZ metal jauh lebih tinggi di bandingkan
kekerasan base metal, hal ini membuktikan proses pengelasan meningkatkan
kekerasan daerah yang terdampak panas dan kekerasan tertinggi di dapatkan
pada kampuh X (161 HV). Dikarenakan nilai kekerasan berbanding lurus
dengan kekuatan tarik, maka disimpulkan bahwa kekuatan tarik tertinggi
diperoleh untuk pengelasan dengan kampuh X.
4. Kekuatan bending yang tinggi di miliki pengelasan dengan kampuh V dan X.
5. Pengelasan kampuh I tidak direkomendasi digunakan karena memiliki nilai
kekuatan bending yang kecil dan berpotensi crack bahkan patah.
6. Hasil pengamatan struktur mikro, nilai struktur mikro paling efisien ada pada
kampuh V dikarenakan di dominasi oleh ferrite acicular.
7. Jenis kampuh yang paling baik di gunakan dalam pengelasan SMAW posisi 1G
dengan material St42 dengan ketebalan 10mm berdasarkan pengujian tarik,
bending, hardness, dan struktur mikro yaitu jenis kampuh V.
67
5.2 Saran
68
DAFTAR PUSTAKA
[1] http://www.pengelasan.com/2014/06/pengertian-proses-las-smaw-
adalah.html. [Diakses 03 juli 2020].
[3] https://www.alatuji.com/article/detail/3/what-is-hardness-test-uji-kekerasan-.
[Diakses 03 juni 2020].
[6] S. d. Suratman, “Diagram fasa besi-karbon,” sruktur mikro baja karbon, p. 53,
2004.
[7] B. Sucahyo, “Ilmu Logam,” dalam ilmu logam, solo, PT. Tiga Serangkai Mandiri,
1999.
[10] sersasih, “laporan material teknik uji tarik,” juli 20111. [Online]. Available:
https://sersasih.wordpress.com/2011/07/21/laporan-material-teknik-uji-tarik/.
[Diakses 1 juli 2020].
pernakertrans, “https://toolsfortransformation.net/wp-content/uploads/2017/05/Per-
[12] Men-Naker-No.2-thn-1982-ttg-Kualifikasi-Juru-Las-ditempat-kerja.pdf,”
peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi, vol. ll, no. 02, p. 2, 02 1982.
69
[15] D. I. Normen, jerman, 1917.
[20] j. A. V. Y. ferry Budhi Susetyo, “Studi karakteristik pengelasan smaw pada baja
karbon rendah st42 dengan elektroda e 7018,” Jurnal Konversi Energi dan
Manufaktur UNJ, vol. 1, no. 3, p. 39, 2013.
[22] Daryanto, KEterampilan paktis teknik mengelas dan mematri logam, semarang:
Aneka Ilmu, 1982.
[23] astm.org, “uji tarik standar astm e8,” astm, 25 may 2018. [Online]. Available:
http://www.astm.org. [Diakses 1 07 2020].
[24] arifin, “struktur mikro pada logam sambungan las,” [Online]. Available:
https://achmadarifin.com/jenis-struktur-mikro-pada-logam-hasil-sambungan-
las. [Diakses 22 august 2020].
[25] P. R. M. Anggoro, “Pengaruh sudut kampuh dan kuat arus terhadap struktur
mikro dan kekuatan bending sambungan las SMAW baja karbon rendah,” p. 23,
2017.
70