Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN FOURNIER GANGREN DI RUANG RAWAT INAP


MAWAR RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)


Stase Keperawatan Bedah

oleh
Putri Mareta Hertika, S.Kep
NIM 122311101014

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada klien denganfournier gangren di


runag rawat inap Mawar RSD dr. Soebandi telah disetujui dan di sahkan pada
tanggal:
Hari, tanggal : 2017
Tempat: Ruang Rawat Inap Mawar

Jember, Januari 2017


Mahasiswa

Putri Mareta Hertika, S.Kep.


NIM 122311101014

Pembimbing Klinik Penanggung Jawab Mata Kuliah


Ruang Rawat Inap Mawar Stase Keperawatan Bedah
RSD dr. Soebandi Jember PSIK Universitas Jember

____________________________
NIP Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB
NIP 19810319 201404 1 001
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN FOURNIER
GANGREN
Oleh : Putri Mareta Hertika, S.Kep

I. ANATOMI FISIOLOGIS GENETALIA EKSTERNA PRIA


1. Penis

Penis berasal dari bahasa Latin yang artinya berarti "ekor" akar katanya sama
dengan phallus, yang memiliki arti sama adalah alat kelamin jantan. Penis
merupakan organ eksternal, karena berada di luar ruang tubuh. Pemakaian istilah
"penis" praktis selalu dalam konteks biologi atau kedokteran. Istilah "falus" (dari
phallus) dipakai dalam konteks budaya, khususnya menerangkan gambran penis
yang menegang (ereksi). Lingga (atau lingam) adalah salah satu penggambaran falus.
Penis terdiri dari:
a) Akar (menempel pada dinding perut)
b) Badan (merupakan bagian tengah dari penis)
c) Glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut)
Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di
ujung glans penis. Dasar glans penis disebut korona. Pada pria yang tidak disunat
(sirkumsisi), kulit depan (preputium) membentang mulai dari korona menutupi glans
penis. Badan penis terdiri dari 3 rongga silindris (sinus) jaringan erektil. Dua rongga
yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosum yang terletak bersebelahan.
Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra. Jika rongga
tersebut terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami
ereksi). Penis terletak menggantung didepan skrotum, bagian ujung disebut glans
penis, bagian tangah disebut korpus penis, bagian pangkal disebut radiks penis. Kulit
ini berhubungan dengan pelvis, skrotum, dan perineum. Penis adalah alat kelamin
laki-laki dan berisi saluran keluar bersama untuk urin dan cairan mani. Penis terdiri
dari tiga badan jaringan erektil karvenosus silindris yang diliputi oleh kapsula
fibrosa, yakni tunika albugenia. Di sebelah luar tunika albugenia terdapat fascia
penis profunda yang membentuk pembungkus bersama untuk corpus spongiosum
penis dan kedua korpus kavernosum penis. Di dalam korpus kavernosum penis
melintas pars spongiosa urethra. Kedua korpus kavernosum penis saling bersentuhan
di bidang medial, kecuali di sebelah dorsal yang berpisah untuk membentuk crus
masing-masing yang melekat pada ramus bersama os pubis dan os ischii di sebelah
kanan dan sebelah kiri.

Gambar 1
Penis potongan melintang

Radix penis terdiri dari krus penis, bulbus penis, dan musculus
iskhiocavernosus dan muskulus bulbospongiosus di kedua sisi. korpus penis adalah
bagian bebas yang tergantung sewaktu penis berada dalam keadaan lemas. Kecuali
serabut muskulus bulbospongiosus yang menutupi bulbus penis dan serabut
muskulus iskhiokavernosus pada kedua krus penis, penis tidak memiliki otot. Penis
terdiri dari kedua korpus kavernosum dan sebuah korpus spongiosum dan dilapisi
oleh kulit. Ke arah distal korpus spongiosum penis melebar untuk membentuk glans
penis. Tepi glans penis, yakni corona glandis, melewati ujung kedua korpus
kavernosum penis. korona penis berada di atas sebuah penyempitan melewati alur
yang serong, yakni kolum glandis, yang membatasi glans penis terhadap corpus
penis.
Ligamentum suspensorium penis adalah kondensasi fascia superfisialis yang
berasal dari permukaan ventral simpisis pubik. Ligamentum suspensorium penis
melintas ke kaudal dan bercabang dua yang melekat pada fascia penis yang tak dapat
digerakan dan merupakan bagian yang bebas. Muskulus perinei superfisialis ialah
muskulus transverse perinei superfisialis, muskulus bulbospongiosus, muskulus
ischiocavernosus. Otot-otot ini terletak dalam spatium perinei superficial, dan semua
dipersarafi oleh nervus perinealis. Prepusium yang menutupi glans dipisahkan dari
prepusium dan di dalamnya terdapat ruangan yang dangkal.
1) Fasia superfisialis
Secara langsung berhubungan dengan fasia skrotum dengan lapisan sel otot
polos.
2) Korpora kavernosa penis
Korpora kavernosus penis ditutupi oleh kapsul kuat yang terdiri atas benang-
benang superfisialis dan profunda mempunyai arah longitudinal dan
membentuk satu saluran.
3) Korpus kavernosa uretra
Merupakan bagian dari penis yang berisi uretra. Di dalam batang penis
terlihat berbentuk silinder lebih kecil dari kavernosa penis.
4) Glans penis
Bagian akhir anterior dari korpus kavernosa uretra memanjang kedalam
bentuknya seperti jamur. Glans penis ini licin dan kuat, bagian perifernya
lebih besar hingga membentuk pinggir yang bundar disebut korona glandis.
5) Bulbus uretra
Merupakan pembesaran bagian posterior 3-4 cm dari korpus kavernosa
uretra, letaknya superfisialis dari diafragma urogenitallis.
Penis dilekatkan oleh beberapa ligamentum antara lain Ligamentum
fundiformis penis : lapisan tebal yang berasal dari fasia superfisialis dan dari dinding
abdominalis anterior diatas pubis Ligamentum suspensorium penis berupa benang
berbentuk segitiga. Bagian eksterna dari fasia profunda menggantung pada dorsum,
sedangkan akar penis ke bagian inferior linea alba, simpisis pubis, dan ligamentum
arkuarta pubis, kruris iskhio pubis dan bulbus diafragma urogenitalis sebagai alat
penggantung penis. Pada penis juga terdapat beberapa pembuluh darah. Pembuluh
darah penis antara lain Arteri pudenda interna : cabang arteri hipogastrika yang
menyuplai darah untuk ruangan kavernosa. Arteri profunda penis : cabang dari arteri
dorsalis penis, bercabang terbuka langsung ke ruangan kavernosa. Cabang kapiler ini
akan menyuplai darah ke trabekula ruangan kavernosa dan dikembalikan ke vena
pada dorsum membentuk vena dorsalis penis melewati permukaan superior korpora
lalu bergabung dengan yang lain. Saraf pada penis merupakan cabang dari nervus
pudendus dan pleksus. Fungsi penis secara biologi adalah sebagai alat pembuangan
(organ ekskresi) sisa metabolisme berwujud cairan (urinasi) dan sebagai alat bantu
reproduksi.

Gambar 2
Anatomi penis

2. Skrotum

Skrotum adalah sebuah kantung yang terdiri dari kulit dan otot yang
melindungi testis berwarna gelap dan berlipat-lipat. Skrotum terletak di antara penis
dan anus serta di depan perineum. Skrotum berasal dari bagian yang sama dengan
labia mayora pada organ kelamin perempuan. Skrotum manusia dan beberapa
mamalia dapat ditumbuhi rambut kemaluan. Pada manusia, rambut ini mulai tumbuh
ketika individu memasuki tahap pubertas. Skrotum terdiri atas kulit tanpa lemak
memiliki sedikit jaringan otot yang berada dalam pembungkus disebut tunika
vaginalis. Sepasang skrotum ini menggantung didasar pelvis. Pada bagian depan
skrotum terdapat penis dan dibelakangnya terdapat anus. Skrotum adalah sebuah
kantong fibromuskular untuk kedua testis dan bangunan yang berhubungan. Skrotum
terletak dorsokaudal terhadap penis dan kaudal terhadap simphisis pubik.
Pembentukan embrional skrotum secara bilateral menjadi nyata dari raphe scrota di
garis tengah yang dilanjutkan pada permukaan ventral penis sebagai raphe penis dan
ke arah dorsal sebagai raphe perinei mengikuti garis median perineum.
Vaskularisasi arterial pada skrotum mulai dari arteri pudenta externa mengurus
pendarahan bagian ventral skrotum, dan arteria pudenta interna bagian dorsal.
Bagian ini juga dipasok oleh cabang-cabang dari arteria testikularis dan arteria
kremasterica. Penyaluran balik darah dan penyaluran limfe pada skrotum di mulai
dari vena scrotales mengiringi arteria scrotales dan bergabung dengan vena pudenta
externa. Pembuluh limfe dari skrotum ditampung oleh nodi lymphoidei inguinales
superficiales. Skrotum adalah sebuah kantong kulit yang terdiri dari dua lapis : kulit
dan fascia superficialis. Fascia superficialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi
pada fascia superficialis terdapat lapisan otot polos yang tipis, dikenal sebagai fascia
dartos, yang berkontraksi sebagai reaksi terhadap dingin, dan dengan demikian
mempersempit luas permukaan kulit. Ke arah ventral fascia superficialis dilanjutkan
menjadi lapis dalamnya yang berupa selaput pada dinding abdomen ventrolateral,
dan ke arah kaudal dilanjutkan menjadi fascia superficialis perineum.

Gambar 3
Anatomi skrotum
1. Arteri Untuk Skrotum :
a) Ramus perinealis dari arteria pudenda interna.
b) Arteriae pudendae externae dari arteria femoralis.
c) Arteria cremasterica dari arteria epigastrica inferior.
2. Venae skrotales mengiringi arteri-arteri tersebut. Pembuluh limfe ditampung
oleh nodi lymphoidei inguinales superficiales.
3. Saraf-Saraf pada skrotum :
a) Ramus genitalis dari nervus genitofemoralis (L1,L2) yang bercabang
menjadi cabang sensoris pada permukaan scrotum ventral dan lateral.
b) Cabang nervus ilioinguinalis (L1), juga untuk permukaan skrotum
ventral.
c) Ramus perinealis dari nervus pudendalis (S2-S4) untuk permukaan
scrotum dorsal.
d) Ramus perinealis dari nervus kutaneus femoris posterior (S2,S3) untuk
permukaan scrotum kaudal.
4. Persarafan pada skrotum.
Bagian ventral testis dipersarafi oleh nervus ilioinguinalis dan oleh ramus
genitalis nervus genitofemoralis. Bagian dorsal memperoleh persarafan dari
ramus medialis dan ramus scrotalis nervi perinealis dan ramus perinealis
nervi cutanei femoralis posterioris.
5. Lapisan skrotum.
a) Kulit : warna kecoklatan, tipis, dan mempunyai flika/rugae.
b) Tunika dartos : berisi lapisan otot polos yang tipis sepanjang basis
skrotum.

Fungsi skrotum adalah menjaga suhu dari testis agar tetap optimal yakni di
bawah suhu tubuh. Pada manusia, suhu testis sekitar 34 °C. Pengaturan suhu
dilakukan dengan mengeratkan atau melonggarkan skrotum, sehingga testis dapat
bergerak mendekat atau menjauhi tubuh. Testis akan diangkat mendekati tubuh pada
suhu dingin dan bergerak menjauh pada suhu panas.

Gambar 3
Anatomi skrotum

II. KONSEP PENYAKIT

A. Pengertian
Fournier's gangrene (FG) merupakan fasciitis nekrotikans yang progresif pada
daerah penis, skrotum, dan perineum. FG termasuk penyakit infeksi yang fatal
namun jarang terjadi. Infeksi pada FG memiliki karakteristik khas, yaitu akan
menyebabkan trombosis pada pembuluh darah subkutis yang akan menyebabkan
nekrosis kulit di sekitarnya. Penyakit ini merupakan kedaruratan di bidang urologi
karena mula penyakitnya (onset) berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang,
bisa menjadi gangren yang luas dan menyebabkan septisemia. Pada beberapa tahun
terakhir ini insiden FG cenderung meningkat yang disebabkan oleh faktor
predisposisi dari FG seperti diabetes mellitus, imunosupresi, dan penyakit hati dan
ginjal kronik juga meningkat. Infeksi pada sebagian besar kasus FG merupakan
gabungan sinergis antara bakteri aerob dan anaerob (Purnomo, 2008).

B. Epidemiologi
Fournier yang pertama kali melaporkan kejadian penyakit ini pada tahun 1883
terhadap 5 pria yang menderita gangrene skrotum, menyebutkan bahwa sebabnya
adalah idiopatik. Saat ini penyebab penyakit ini dapat diungkapkan, di antaranya 13-
50% adalah infeksi dari kolorektal dan 17-87% sumber infeksi dari urogenitalia,
sedang yang lain dari trauma lokal atau infeksi kulit di sekitar genitalia.
Tidak ada variasi musiman yang terjadi pada Fournier gangren untuk setiap
wilayah di dunia, meskipun secara klinis terbesar berasal dari benua Afrika, seksual
dan usia juga terkait dalam insiden Fournier gangrene dengan rasio pria ke
perempuan adalah sekitar 10:1. Kejadian yang lebih rendah pada wanita dapat
disebabkan oleh drainase yang lebih baik dari daerah perineum melalui cairan
vagina. Pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis berada pada risiko yang
lebih tinggi, terutama untuk infeksi yang disebabkan terkait dengan methicillin-
resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Kebanyakan kasus yang dilaporkan terjadi
pada pasien berusia 30-60 tahun. Sebuah tinjauan literatur hanya ditemukan 56 kasus
anak, dengan 66% dari mereka pada bayi yang lebih muda dari 3 bulan .

C. Etiologi
Meskipun awalnya digambarkan sebagai gangren idiopatik alat kelamin, tetapi
penyebab Fournier ganggren dapat diidentifikasikan pada 75-95% dari jumlah
kasusnya. Proses nekrosis biasanya berasal dari infeksi di anorektal, saluran
urogenital, atau kulit di sekitar alat kelamin. Penyebab ganggren Fournier pada
anorektal termasuk perianal, abses perirektal, dan iskiorektalis, fisura anal, dan
perforasi usus yang terjadi karena cedera kolorektal atau komplikasi keganasan
kolorektal, penyakit radang usus, divertikulitis kolon, atau usus buntu. Pada saluran
urogenital, penyebab fournier gangren mencakup infeksi di kelenjar bulbourethral,
cedera uretra, cedera iatrogenik sekunder untuk manipulasi striktur uretra,
epididimitis, orkitis, atau infeksi saluran kemih bawah (misalnya, pada pasien
dengan penggunaan jangka panjang kateter uretra). Sedangkan pada dermatologi,
penyebabnya termasuk supuratif hidradenitis, ulserasi karena tekanan skrotum, dan
trauma (Purnomo, 2008).
Ketidakmampuan untuk menjaga kebersihan perineum seperti pada pasien
lumpuh menyebabkan peningkatan risiko. Terkadang akibat trauma, post operasi dan
adanya benda asing juga dapat menyebabkan penyakit. Pada wanita seperti sepsis
aborsi, vulva atau abses pada kelenjar Bartholini, histerektomi, dan episiotomi dapat
dicurigai sebagai penyebab Fournier ganggren. Pada pria, seks pada daerah anal
dapat meningkatkan risiko infeksi perineum, baik dari trauma tumpul langsung atau
dengan penyebaran mikroba dari rektal. Sedangkan pada anak-anak yang bisa
menyebabkan Fournier ganggren seperti sirkumsisi, strangulasi hernia inguinalis,
omphalitis, gigitan serangga, trauma, perirektal abses dan infeksi sistemik (Purnomo,
2008).
Kultur dari pasien dengan Fournier gangren adalah infeksi polimikroba dengan
rata-rata 4 isolat per kasus. Escherichia coli adalah aerob dominan, dan Bacteroides
adalah anaerob dominan. Mikroorganisme umum lainnya adalah sebagai berikut:
1. Gram-negative
a) E. coli
b) Klebsiella pneumoniae
c) Pseudomonas aeruginosa
d) Proteus mirabilis
e) Enterobacteria
2. Gram Positif
a) Staphylococcus aureus
b) Beta Hemolytic Streptococcus Group B
c) Streptococcus faecalis
3. Anaerob
a) Peptococcus
b) Fusobacterium
c) Clostridium perfringens
4. Mycobacteria
a) Mycobacterium tuberculosis

D. Patofisiologi

Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya


Fournier gangren. Pada akhirnya, suatu endarteritis obliterative berkembang
menyebabkan kulit, subkutan dan pembuluh darah menjadi nekrosis kemudian
berlanjut iskemia lokal dan proliferasi bakteri. Tingkat kerusakan fasia setinggi 2-3
cm. Infeksi fasia perineum (fasia colles) dapat menyebar ke penis dan skrotum
melalui fasia buck dan dartos, atau ke dinding perut anterior melalui fasia scarpa,
atau sebaliknya. Fasia colles melekat pada perineum dan posterior diafragma
urogenitalia dan lateral dari ramus pubis, sehingga membatasi perkembangan ke arah
ini. Keterlibatan testis jarang, karena arteri testis berasal langsung dari aorta dan
dengan demikian memiliki suplai darah terpisah dari infeksi lokal (Price, 2005).
Infeksi merupakan ketidakseimbangan antara (1) imunitas host, yang sering
terganggu oleh satu atau lebih proses sistemik penyerta, dan (2) virulensi dari
mikroorganisme penyebab. Faktor etiologi memungkinkan untuk masuknya
mikroorganisme ke dalam perineum, sistem imun yang turun memberikan
lingkungan yang baik untuk memulai infeksi, dan virulensi mikroorganisme
menyebabkan penyebaran penyakit ini semakin cepat (Price, 2005).
Virulensi mikroorganisme hasil dari produksi toksin atau enzim yang
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk multiplikasi mikroba yang cepat,
Meskipun Meleney pada tahun 1924 menjelaskan penyebab infeksi nekrotikans
hanya dari spesies Streptococcus saja, tapi klinis selanjutnya telah menekankan sifat
multiorganism dari kebanyakan kasus dari infeksi nekrotiknas, termasuk Fournier
gangren. Keterlibatan polimikroba diperlukan untuk menciptakan sinergi produksi
enzim yang mempromosikan penyebaran Fournier gangren. Sebagai contoh, salah
satu mikroorganisme dapat menghasilkan enzim yang diperlukan untuk
menyebabkan koagulasi dari pembuluh darah. Trombosis pembuluh darah ini dapat
mengurangi suplai darah lokal dengan demikian suplai oksigen ke jaringan menjadi
berkurang. Hipoksia jaringan yang dihasilkan memungkinkan pertumbuhan fakultatif
anaerob dan organisme mikroaerofilik. Mikroorganisme kemudian pada gilirannya
dapat menghasilkan enzim (misalnya, lesithinase, kolagenase) yang menyebabkan
kerusakan dari fasia, sehingga memicu perluasan cepat infeksi. Nekrosis fasia adalah
awal dasar dari proses penyakit, hal ini penting untuk sebagai penanda klinis dalam
keterlibatan jaringan. Secara khusus, jika potongan fasia dapat dipisahkan dengan
mudah dari jaringan sekitarnya dengan diseksi tumpul sangat mungkin terlibat
dengan proses iskemik-infkesi oleh karena itu setiap jaringan harus dieksisi (Price,
2005).

E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari Fournier gangren adalah rasa sakit dan nyeri tekan di
alat kelamin. Perjalanan klinis biasanya berlangsung melalui tahap-tahap berikut:
a) Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari
b) Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada kulit di
atasnya yang disertai pruritus
c) Meningkatkan nyeri genital dengan eritema dikulit atasnya
d) Gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi)
e) Gangren jelas dari bagian alat kelamin disertai drainase purulen dari luka
Pada awal perjalanan penyakit, rasa sakit tidak sesuai dengan temuan fisik.
Gangren dapat berkembang, tetapi nyeri dapat hilang akibat jaringan saraf menjadi
nekrotik. Efek sistemik dari proses ini bervariasi dari nyeri lokal tanpa disertai syok
septik dan kemerahan. Secara umum, semakin besar derajat nekrosis, yang lebih
mendalam efek sistemik. Pada Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah
palpasi dari alat kelamin, perineum dan pemeriksaan colok dubur, untuk menilai
tanda-tanda penyakit dan untuk mencari potensi masuknya portal infeksi. Dapat juga
ditemukan krepitasi jaringan lunak, nyeri lokal, ulkus yang disertai eritem, edema,
sianosis, indurasi, blister, maupun gangren. Dari inspeksi kulit tersebut dapat
menentukan derajat dari bau amis ditimbulkan akibat infeksi dari bakteri anaerob
dan krepitasi yang disebabkan mikroorganisme Clostridium yang dapat
memproduksi gas. Gejala sistemik dapat terjadi seperti demam, takikardia dan
hipotensi (Purnomo, 2008).
F. Pemeriksaan penunjang

a. Tes Darah Lengkap


Untuk menilai respon kekebalan yang ditimbulkan oleh proses infeksi dan
untuk memeriksa jumlah dari sel darah merah, dan mengevaluasi potensi sepsis-yang
menyebabkan trombositopenia. Profil koagulasi seperti, prothrombin time (PT),
Activated Partial Thromboplastin Time (APTT), jumlah trombosit, kadar fibrinogen
sangat membantu untuk mencari sepsis-induced koagulopati seperti pada ITP. Kultur
darah juga diperlukan untuk menetahui jenis mikroba yang terlibat serta menilai
keadaan septisemia. Kimia darah untuk mengevaluasi gangguan elektrolit, untuk
mencari bukti dehidrasi dapat diperiksa blood urea nitrogen [BUN] / kreatinin rasio,
yang cenderung terjadi sebagai akibat perlangsungan penyakit, juga kadar gula
dalam darah mengevaluasi intoleransi glukosa, yang mungkin disebabkan untuk DM
atau sepsis yang disebabkan gangguan metabolisme. Arterial blodd gas (ABG) untuk
memberikan penilaian yang lebih akurat gangguan asam dan basa. Asidosis dengan
yang dapat terjadi dengan hiperglikemia atau hipoglikemia
b. Foto Polos Radiologi
Foto polos radiologi harus dipertimbangkan untuk mengevaluasi keberadaan
dan luasnya penyakit fournier, terutama jika dari pemeriksaan klinis tidak dapat
disimpulkan. Gas dalam jaringan lunak dapat lebih mudah terdeteksi modalitas
pencitraan dibandingkan dengan pemeriksaan fisik. Radiografi polos harus menjadi
pemeriksaan pencitraan awal. Untuk mengetahui seberapa besar jumlah gas jaringan
lunak, benda asing, atau edema pada jaringan skrotum. Gas dalam jaringan lunak
bermanifestasi sebagai daerah hiperlusen. Namun, tidak adanya gas (hiperlusen)
pada foto polos tidak dapat menyingkirkan diagnosis.
Gambar 4
Fournier gangren pada pria umur 32 tahun dengan riwayat nyeri testis dan
infeksi kulit. Pada foto polos radoiografi anteroposterior menunjukkan tanda
radiolusen (panah) dalam jaringan lunak yang melapisi daerah skrotum dan
perineum yang dapat dicurigai sebagai emfisema subkutan.

c. CT-Scan (Computed Tomography)


Meskipun diagnosis Fournier gangren adalah paling sering dibuat secara klinis,
CT-scan dapat membantu pada pasien yang diagnosis tidak jelas atau sulit untuk
menetukan luasnya penyakit. CT-scan memiliki kekhususan yang lebih besar untuk
mengevaluasi penyakit dibandinkan foto polos radiografi, USG, atau pemeriksaan
fisik. Dengan meluasnya penggunaan CT-scan dalam kondisi darurat, Fournier
gangren semakin banyak dipelajari dengan teknik pencitraan. CT-scan memainkan
peran penting dalam diagnosis serta evaluasi penyakit, jalur anatomi penyebaran
gangren, akumulasi cairan,abses, emfisema subkutan dan perluasannya yang paling
baik dinilai dengan CT-scan. CT-scan juga tidak hanya membantu mengevaluasi
struktur perineum yang dapat terlibat oleh Fournier gangren, tetapi membantu
menilai retroperitoneum yang dapat menyebar pada penyakit ini. CT-scan dapat
mengidentifikasi udara dalam jaringan lunak sebelum krepitasi terdeteksi. Hingga
90% dari pasien dengan Fournier gangren telah dilaporkan memiliki emfisema
subkutan, sehingga setidaknya 10% tidak menunjukkan pada temuan ini.
CT-scan dapat membantu mengevaluasi baik bagian superfisial dan profunda
dari fasia. Dalam banyak kasus, pemeriksaan fisik tidak akurat membantu
memprediksi tingkat nekrosis ditemukan di operas. CT-scan juga penting dalam
membedakan Fournier gangren dari yang lain kurang agresif seperti jaringan lunak
edema atau selulitis, yang mungkin tampak mirip dengan Fournier gangren pada
pemeriksaan fisik. Selain itu, CT-scan sangat bermanfaat dalam post treatment yang
merupakan tindak lanjut dari terapi respon seperti pada pemberian antibiotik
spektrum luas dan debridemen yang penting untuk keberhasilan.

Gambar 5

Fournier gangren pada seorang pria 61 tahun dengan pembengkakan skrotum,


nyeri, dan kemerahan yang bersama dengan nyeri perut. CT-scan kontrast yang
diperbesar menunjukkan skrotum yang mengandung fokus gas (Panah gambar a)
Pada daerah sisi kanan dan kiri terjadi perluasan pada daerah perineum dan jaringan
subkutan dari daerah medial kanan di region glutealis melalui fasia Colles.

d. USG (Ultrasonografi)
Gambaran USG pada Fournier gangren dinding skrotum menebal mengandung
fokus hiperekoik yang menunjukkan mewakili gas dalam dinding skrotum. Bukti gas
dalam skrotum dinding dapat dilihat sebelum pemeriksaan fisik yang ditemukan
adanya krepitasi. Biasanya juga terdapat hidrokel unilateral atau bilateral. Testis dan
epididimis sering normal dalam ukuran dan ekotekstur karena vaskularisasi yang
berbeda. Vaskularisasi testis adalah paling sering bertahan karena suplai darah ke
skrotum berbeda dengan yang ke testis.
Pasokan darah skrotum adalah dari arteri pudenda cabang dari arteri femoralis
sedangkan pasokan darah testis adalah dari cabang dari aorta. Jika terdapat
keterlibatan testis, ada kemungkinan sumber infeksi berasal dari intra abdominal atau
retroperitoneal. USG juga berguna dalam membedakan Fournier gangren dari hernia
inguinal skrotalis. Dalam fase lanjut, gas dapat diamati dalam lumen usus, jauh dari
dinding skrotum. USG lebih unggul dalam foto polos radiografi, karena isi skrotum
dapat diperiksa bersama dengan aliran darah Doppler. Jaringan lunak udara juga
lebih jelas di USG daripada di radiografi, tetapi CT lebih unggul baik di USG dan
radiografi menunjukkan Fournier gangren baik melaui perluasannya dan penyakit
yang mendasarinya.
Gambar 6

Fournier gangren pada seorang pria umut 71tahun dengan demam. USG
menunjukkan daerah hyperechoic (panah melengkung) dengan bayangan ang kabur
yang mewakili udara di dinding skrotum dan perineum. Terdapat juga akumulasi
cairan (tanda panah) di jaringan subkutan.
5. Histopatologis
Biopsi insisional pada saat debridemen memungkinkan jenis patologis
Fournier gangren yaitu nekrosisi infeksi dari selulitis. Yang pertama akan mendapat
manfaat dari debridement eksisional, sedangkan yang kedua jarang membutuhkan
bedah eksisi. Sampel biopsi harus diambil mencakup kulit dan fasia superfisialis dan
profunda. Sampel ini dapat dikirim untuk frozen section untuk menilai nekrosis fasia.
Keterlibatan fasia muncul sebagai pembengkakan juga akibat nekrosis pada analisis
mikroskopis.
Gambar 7

Temuan Histologis (mikroskop optic dengan eosin-hematoxilin) necrotizing


fasciitis dari dinding skrotum. Tampak jaringan granulasi . Panah menunjuk ke absen
epidermis, menunjukkan ulserasi. Bagian kulit skrotum hiper-dan parakeratotic
memberi jalan untuk ulserasi luas.

G. Penatalaksanaan
Prinsip terapi pada gangren Fournier ada terapi suportif memperbaiki keadaan
umum pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen. Pengobatan Fournier gangren
melibatkan beberapa modalitas. Pembedahan diperlukan untuk diagnosis definitif
dan eksisi jaringan nekrotik. Pada pasien dengan gejala sistemik terjadi hipoperfusi
atau kegagalan organ, resusitasi agresif untuk memulihkan perfusi organ normal
harus lebih diutamakan daripada prosedur diagnostik. Dengan demikian, pengobatan
pasien dengan gangren Fournier meliputi resusitasi agresif dalam mengantisipasi
operasi. Menyediakan manajemen jalan nafas jika ada indikasi, berikan oksigen
tambahan, dan membangun intravena (IV) akses dan pemantauan jantung terus
menerus. Pengganti kristaloid diindikasikan untuk pasien yang mengalami dehidrasi
atau menampilkan tanda-tanda syok. Awal, antibiotik spektrum luas yang
ditunjukkan. Tetanus profilaksis diindikasikan jika terjadi ulkus pada jaringan
lunak.Selain itu, kondisi komorbiditas yang mendasari (misalnya, diabetes,
alkoholisme) harus diatasi. Kondisi seperti itu sering terjadi pada pasien-pasien dan
berpotensi sebagai faktor predisposisi Fournier ganggren. Kegagalan untuk memadai
mengelola kondisi komorbiditas dapat mengancam keberhasilan bahkan intervensi
yang paling tepat untuk menyelesaikan Penyakit menular.
1. Antibiotik
Pengobatan Fournier gangren melibatkan antibiotik spektrum luas terapi
antibiotik. Spektrum harus mencakup staphylococci, streptokokus,
Enterobacteriaceae organisme, dan anaerob. Dimana secara empiris ciprofloksasin
dan klindamisin dapat digunakan. Klindamisin sangat berguna dalam pengobatan
nekrosis jaringan lunak infeksi karena spektrum gram positif dan anaerob.
Klindamisin telah terbukti untuk menghasilkan tingkat respons unggul daripada
penisilin atau eritromisin. Pilihan lain yang mungkin termasuk ampisilin / sulbaktam,
tikarsilin / klavulanat, atau piperasilin / Tazobactam dalam bentuk kombinasi dengan
aminoglikosida dan metronidazole atau Klindamisin. Vankomisin dapat digunakan
untuk menyediakan cakupan untuk methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA). Dalam kasus yang berhubungan dengan sindrom sepsis, terapi dengan
imunoglobulin intravena (IVIG), yang diduga untuk menetralisir superantigens
(misalnya, streptotoxins A dan B) diyakini mengurangi respon sitokin berlebihan,
telah terbukti menjadi pembantu yang baik untuk antibiotik dan bedah debridemen.
Jika pada tes kalium hidroksida [KOH] menunjukkan adanya jamur, tambahkan agen
empirik anti jamur seperti amfoterisin B atau caspofungin.

2. Debridemen
Tujuan debridemen adalah mengangkat seluruh jaringan nekrosis (devitalized
tissue) sebelum dilakukan debridement sebaiknya dicari sumber infeksi dari uretra
atau dari kolorektal dengan melakukan uretroskoi atau proktoskopi. Kadang-kadang
perlu dilakukan diversi urine melalui sistotomi atau diversi feces dengan melakukan
kolostomi. Setelah nektrotomi, dilakukan perwatan terbuka dan kalau perlu
pemasangan pipa drainase. Setelah 12 dan 24 jam lagi dilakukan evaluasi untuk
menilai demarkasi jaringan nekrosis dan kalau perlu dilakukan operasi ulang.
Debridement yang kurang sempurna seringkali membutuhkan operasi ulang bahkan
dilaporkan dapat terjadi dua atau empat kali harus masuk kamar operasi. Pemberian
oksigen hiperbarik masih kontroversi. Terapi ini bermanfaat pada infeksi kuman
anrobik. Perawatan luka pasca operasi dengan hidroterapi dengan kombinasi rendam
duduk hangat, dan pemberian hydrogen peroksida. Pemberian madu yang belum
diproses bergun dalam membersihkan jaringan nekrosis secara enzimatik mneguangi
bau, mampu menstrilkan luka, menyerap air dari luk dan memperbaiki oksigenasi
jaringan dan meningkatkan epiteliisasi. Angka mortalis gangren Founier berkisar ari
7-75% dengan rerata 20. Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya mortalitas
adalah usia lanjut , penyakit yang sudah menjalar uar, syok atau sepsis, kultur darah
menunjukan bakteriemia, dan uremia.

Gambar 8
Ektensif debridemen dari Fournier gangren

3. Oksigen Hiperbarik
Oksigen hiperbarik (HBO) telah digunakan sebagai tambahan dalam
pengobatan gangren Fournier. Protokol yang biasa digunakan antara lain : ismultiple
sesi sebesar 2,5% 90min dan atmfor 100 oksigen inhalasi setiap 20 menit. HBO
meningkatkan kadar tekanan oksigen dalam jaringan dan memiliki efek
menguntungkan berbagai penyembuhan luka. Oksigen radikal bebas adalah jaringan
dari hipoksik yang dibebaskan, yang secara langsung beracun terhadap bakteri
anaerob. Aktifitas fibroblast meningkat dengan angiogenesis berikutnya mengarah ke
penyembuhan luka dipercepat. Ini merupakan kontraindikasi untuk ruang vakum
udara di dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan karena ekspansi setelah
kembali tekanan atmosfer normal, seperti sinusitis, otitis media, asma, dan penyakit
paru bulosa. Pada pasien diabetes, seperti hipoglikemia dapat diperburuk oleh HBO.
Beberapa penulis mempertanyakan efektivitas empiris HBO, menunjukkan bahwa
pasien harus dipilih hanya jika ada permukaan tubuh daerah besar keterlibatan yang
siap untuk transplantasi kulit dalam menanggapi reaksi infeksi bakteri anaerob.

4. Rekonstruksi Bedah
Tergantung pada tingkat cacat kulit, pilihan dalam rekonstruksi menjahit,
ketebalan kulit perpecahan pencangkokan, atau vaskularisasi miomukotaneus
pedikel. Cacat kecil dapat ditutup oleh penjahitan primer, terutama dikulit yang
lentur seperti pada skrotum. Kecacatan besar biasa paling sering timbul saat
pencangkokan kulit. Kulit kaki yang sehat, pantat, dan lengan dapat digunakan untuk
pencangkokan. Cacat pada kulit batang penis harus terhindar dari pencangkokkan
untuk mencegah pembentukan bekas luka fibrosis karena berhubungan dengan
masalah ereksi. Pada cacat yang luas, terutama di mana tendon yang terkena
vaskularisasi miokutaneus harus digunakan. Pada daerah medial paha misalnya
myocutaneous gracilis flap pedikel dapat memberikan hasil terbaik karena dapat
menutup kedekatan dengan mobilitas dan perineum yang baik. Flaps lain yang
menggunakan arteri epigastrika inferior juga dapat dipertimbangkan. Pada pria
dengan penyakit striktur uretra yang mendasarinya, uretroplasti mungkin sangat sulit
atau tidak mungkin karena kehilangan kulit penoskrotal yang cukup luas dan bahkan
dari uretra sendiri. Mukosa bukal dapat digunakan untuk merekonstruksi uretra,
tetapi dalam beberapa kasus dengan jaringan yang luas tidaklah mendapatkan hasil
memuaskan, uretrostomi perineum permanen mungkin solusi terbaik.

Gambar 9
Transplantasi kulit pada Fournier ganggrene

H. Komplikasi
Sepsis mungkin karena debridemen yang tidak lengkap, infeksi sistemik, atau
respon yang kurang baik. Banyak pasien yang gagal karea kekebalan organ yang
merupakan konsekuensi paling ditakuti sepsis yang belum terselesaikan dan biasanya
melibatkan paru, kardiovaskular, sistem ginjal, koagulopati, kolesistitis acalculous,
dan cedera serebrovaskular juga telah. Miositis dan mionekrosis dari paha atas dapat
terjadi sebagai akibat sepsis yang berasal dari kantong testis subkutan saat dilakukan
debridemen. Komplikasi akhir meliputi:
a) Chordee, ereksi yang menyakitkan, dan disfungsi ereksi
b) Infertilitas akibat memindahkan testis di paha kantong (suhu tinggi)
c) Karsinoma sel skuamosa pada jaringan parut
d) Imobilisasi dengan kontraktur yang lama
e) Perubahan sekunder pada perubahan tubuh karena gangguan depresi
dismorfik
f) Lymphodema dari kaki sekunder untuk debridement panggul yang
selanjutnya thrombophlebitis.
Pathway Fornier Gangren

Faktor etiologi
(Virulensi mikroba + Penurunan imun)

Infeksi polymicrobial di daerah perineum

Sinergi polymicroba dalam pembentukan enzim

Koagulasi pembuluh nutrient

Gangguan Citra
tubuh Trombus pembuluh nutrient

Terdapat Penurunan suplai darah
bendungan uretra
karena infeksi ↓
Penurunan oksigen jaringan

Gangguan ↓
eliminasi urin Pertumbuhan organisme anaerob & aerob

Produksi enzim lecithinase & collagenase

Digesti barrier fascia

Sumber: Price Wilson (2012)
Obliterative endartheritis

Nekrosis pembuluh darah kutan dan subkutan

Iskemia lokal dan proliferasi bakteri lebih lanjut

Ansietas Infeksi pada fascia perineum (colles fascia) Hipertermia

menyebar ke penis dan skrotum Menyebar ke dinding perut


melalui fasia buck dan dartos anterior melalui fasia scarpa

Nyeri akut
Gangren jelas dari bagian alat
kelamin disertai drainase purulen
dari luka Kerusakan integritas
Risiko Infeksi
kulit
I. Data yang Perlu Dikaji
1) Anamnesis
1) Identitas pasien
Fournier gangrene dengan rasio pria ke perempuan adalah sekitar 10:1.
Kejadian yang lebih rendah pada wanita dapat disebabkan oleh drainase yang
lebih baik dari daerah perineum melalui sekresi vagina.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pada awal perjalanan penyakit, rasa sakit tidak sesuai dengan temuan fisik.
Gangren dapat berkembang, tetapi nyeri dapat hilang akibat jaringan saraf
menjadi nekrotik. Efek sistemik dari proses ini bervariasi dari nyeri lokal
tanpa disertai syok septik dan kemerahan. Secara umum, semakin besar
derajat nekrosis, yang lebih mendalam efek sistemik.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien dengan fournier gangren biasanya pernah menderita infeksi di
anorektal, saluran urogenital, atau kulit di sekitar alat kelamin, gangguan imun
(misalnya HIV).
4) Keluhan utama
Pasien dengan fournier gangren biasanya mengeluhkan nyeri pada alat
kelamin, rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada
kulit di atasnya yang disertai pruritus, Gangren jelas dari bagian alat kelamin
disertai drainase purulen dari luka

5) Riwayat penyakit keluarga


Meliputi susunan anggota keluarga khususnya yang kemungkinan bisa
berpengaruh pada kesehatan anggota keluarga yang lain penyakit infeksi yang
pernah di derita ibu pasien, seperti HIV, kanker atau DM.
2) Pemeriksaan fisik
Pada dasarnya dalam pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan secara
sistematik yaitu: inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
1) Keadaan umum
Pasien biasanya lemah, hipertermi karena infeksi, merasakan nyeri.
2) Kesadaran
Kesadaran pasien compos mentis, hingga delirium.

3) Pemeriksaan head to toe


a) Kepala dan rambut
Tidak terdapat kelainan di kepala pada pasien dengan fournier gangren.
b) Wajah
Wajah pasien nampak pucat karena kurangnya oksigen ke jaringan otak.
c) Mata
Tidak ada kelainan mata pada pasien dengan fournier gangren.
d) Hidung
Tidak ada kelianan pada pada mata pasien
e) Telinga
Tidak ada gangguan pada telinga pasien
f) Mulut dan bibir
Bibir bisa pucat dikeranakan kurangnya oksigen ke jaringan
g) Gigi
Tidak ada kelainan pada gigi pasien.
h) Leher
Tidak ditemukan jejas pada leher atau pembesaran kelenjar limfe atau
tiroid.
i) Integumen
Kulit di daerah kelamin dan di bagian atasnya dapat ditemukan edema dan
pruritas.
j) Thorax
Biasanya pasien dengan fournier gangren dapat detemukan takipnea
dengan penurunan kedalaman pemafasan, penggunaan kortikosteroid.
k) Abdomen
Bisa ditemukan odem dan ulkus yang disertai dengan eritema apabila
fournier gangren telah meluas.
l) Ektremitas atas dan bawah
Tidak ada gangguan pada ekstremitas pasien
m) Genetalia
Pasien mengeluhkan nyeri pada alat kelaminnya, ulkus yang disertai
eritem, edema, sianosis, indurasi, blister, maupun gangren. Pasien juga
mengeluhkan produksi urin sedikit bahkan sampai anuria.

J. Diagnosis Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
oksigen ke jaringan
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis yaitu infeksi
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka gangren pada
kulit
d. Hipertermia berhubungan dengan terjadinya infeksi
e. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan adanya bendungan pada
penis
f. Disfungsi seksual berhubungan dengan penyakit pada daerah gebetalia
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit yang diderita
K. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, NIC:
jaringan perifer masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi Perawatan Sirkulasi: Insufisiensi Vena (4066)
berhubungan dengan jaringan teratasi, dengan kriteia hasil: 1. Lakukan penilaian sirkulasi perifer secara komperhensif
penurunan oksigen ke Perfusi jaringan: Perifer (0407): (misalnya, pengecekan nadi perifer, udem, waktu
jaringan 1) CRT < 2 detik pengisian kapiler, warna dan suhu tubuh)
2. Inspeksi kulit apakah terdapat luka tekan dan jaringan
2) Suhu kulit ujung kaki dan
yang tidak utuh
tangan hangat
3. Pertahankan hidrasi untuk menurunkan viskositas darah
3) Kekuatan denyut nadi teraba
kuat Perawatan Sirkulasi: Insifisiensi arteri (4062)
4) Tekanan darah sistole maupun
1. Instruksikan pasien untuk menghindari faktor-faktor yang
diastole berada dalam rentang normal
mengganggu sirkulasi darah
(120/80)
Manajemen Sensasi Perifer (2660)
1. Monitor adanya parhastesia dengan tepat (misalnya mati
rasa, hipertesia, hipotesia)
2. Diskusikan dan identifikasi penyebab sensasi abnormal
atau perubahan sensasi yang terjadi

Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan, NIC:


dengan agen cedera diharapkan nyeri klien berkurang Manajemen Nyeri (1400)
biologis yaitu infeksi NOC: 1. Kaji tanda-tanda vital klien.
Tingkat Nyeri menurun (2102) 2. Kaji secara komprehensif tentang nyeri klien meliputi
a. Tidak ada ekspresi nyeri di wajah lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
b. Tidak menangis nyeri, dan faktor pencetus.
3. Observasi tanda-tanda non verbal yang mengganggu
c. Tidak ada nyeri yang dilaporkan
d. Fokus tidak menyempit klien, terutama dalam berkomunikasi efektif.
e. Tidak ada ketegangan otot 4. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang nyeri.
5. Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan
ketidaknyamanan pada klien, misalnya pencahayaan
ruang, temperatur ruang.
6. Ajarkan teknik non-farmakologis untuk mengatasi nyeri
klien, misal hypnosis, relaksasi, akupresur, terapi musik.
Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan luka (3660)
berhubungan dengan kerusakan integritas kulit tidak mengalami 1. Ganti balutan dan pelekat adesi
adanya luka gangren pada infeksi dan teratasi dengan kriteria hasil: 2. Cukur rambut di arealuka jika dibutuhkan
3. Monitor karakteristik luka termasuk adanya cairan,
kulit NOC
warna, ukuran dan bau
Penyembuhan luka intensi sekuder (1103)
4. Ukur dasar luka sesuai kebutuhan
a. Granulasi luka baik 5. Bersihkan benda yang menempel pada luka
b. Pembentukan skar pada luka baik 6. Bersihkan luka dengan normal salin atau caian yang non
c. Luma semakin mengecil
toksik sesuai kebutuhan
a. Tidak terdapat nanah
7. Jika dibutuhkan letakkan area yang berpengaruh pada
bak pusaran
8. Berikan perawatan area insisi
9. Kelola perawatan ulser kulit
10. Berikan obat salep pada kulit atau lesi jika dibutuhkan
11. Berikan balutan, sesuai kebutuhan tipe luka
12. Menebalkan balutan sesuai kebutuhan
13. Jaga keseterilan balutan, teknik steril saat melakukan
perawatan luka
14. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan cairan
15. Inspeksi luka setip pergantian balutan
16. Secara reguler bandingkan dan rekam perubahan pada
luka
17. Posisikan sesuai untuk menghindari tekanan pada luka
Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Demam (3740)
diharapakn masalah keperawatan hipertermi 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
berhubungan dengan teratasi, dengan kriteria hasi: 2. Monitor warna kulit
terjadinya infeksi Termoregulasi (0800) 3. Dorong konsumsi cairan
1. Ada penurunan suhu tubuh 4. Tingkatkan sirkulasi udara
2. Tingkat pernafasan dalam batas normal 5. Kompres klien dengan kompres hangat
3. Tingkat pernafasan normal 6. Kolaborasikan pemberian antipiretik
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, dkk. 2015. Nursing Intervension Classification. Jakarta: EGC.

Heather, Herdman. 2015. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Moorhead, dkk. 2015. Nursing Outcomes Classification. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A, Lorraine. 2005. Patofiiologi Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit Edisi : 6, volume :2. Jakarta : EGC.

Purnomo, Basuki. 2008. Dasar-dasar Urologi. Edisi : 2. Malang : Sagung Seto.

Sjamsuhidajat, Wim De Jong. 2008. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :2. Jakarta :
EGC.

Slone, Ethel. 2005. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai