Anda di halaman 1dari 44

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang . Karena itu aktivitas seksual menjadi salah satu bagian dalam penilaiankualitas hidup manusia. Kehidupan seksual yang menyenangkan memberikan pengaruh positif bagi kualitas hidup. Sebaliknya, bila kehidupan seksual tidak menyenangkan, makakualitas hidup terganggu. Dalam perkawinan, fungsi seksual mempunyai beberapa peran, yaitu sebagai saranauntuk reproduksi (memperoleh keturunan), sebagai sarana untuk memperoleh kesenanganatau rekreasi, serta merupakan ekspresi rasa cinta dan sebagai sarana komunikasi yang penting bagi pasangan suami-istri. Gangguan seksual tidak hanya berdampak pada laki-laki,tetapi juga berdampak terhadap pasangannya sehingga dapat menyebabkan gangguan psikisyang berat. Gangguan seksual umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun. Pada satu penelitiandi Amerika Serikat didapatkan 33% wanita mengalami penurunan hasrat seksual, 19%kesulitan dalam lubrikasi, dan 24% tidak dapat mencapai orgasme. Statistik pada pria jugabermakna. kesulitan yang umum dilaporkan pada pria meliputi ejakulasi dini (29%),kecemasan terhadap kemampuan seksual (17%), dan rendahnya hasrat seksual (16%).
(Wibowo S, Gofir A 2007)

Pada pria dapat terjadi gangguan seksual berupa disfungsi ereksi (DE) yang meningkat sesuai umur. DE adalah ketidak mampuan yang menetap atau terus-menerus untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang berkualitas. Sebagai seorang mahasiswa kedokteran yang kelak akan menjadi seorang dokter, pengetahuan tantang mekanisme ereksi penis sangatlah penting karena dengan pengetahuan ini berbagai bentuk gangguan ereksi penis dapat diatasi.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalah pada laporan praktikum ini adalah Mengetahui seberapa besar manfaat pengetahuan tentang mekanisme ereksi penis dalam pengobatan disfungsi ereksi

1.3 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Mengetahui lebih jauh tetantang mengetahui hubungan pengetahuan tentang mekanisme ereksi penis dalam pengobatan disfungsi ereksi 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui fisiologi ereksi penis. 2. Mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam ereksi penis. 3. Mengetahui organ-organ yang berperan dalam terjadinya ereksi penis. 4. Mengetahui lebih jauh tentang disfungsi ereksi serta cara penatalaksanaannya.

1.4 Manfaat Penulisan 1. Membentuk pola pikir mahasiswa menjadi terarah dan sistematik. 2. Mahasiswa mampu menyusun tulisan ilmiah yang baik dan benar. 3. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang mekanisme ereksi penis. 4. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang disfungsi ereksi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Genetalia Pria 2.1.1 Organ Genetalia Eksterna Pria

2.1.1.1 PENIS Penis (dari bahasa Latin yang artinya "ekor", akar katanya sama dengan phallus, yang memiliki arti sama) adalah alat kelamin jantan. Penis merupakan organ eksternal, karena berada di luar ruang tubuh. Pemakaian istilah "penis" praktis selalu dalam konteks biologi atau kedokteran. Istilah "falus" (dari phallus) dipakai dalam konteks budaya, khususnya mengenai penggambaran penis yang menegang (ereksi). Lingga (atau lingam) adalah salah satu penggambaran falus. Penis terdiri dari: Akar (menempel pada didnding perut). Badan (merupakan bagian tengah dari penis). Glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut). Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di ujung glans penis. Dasar glans penis disebut korona. Pada pria yang tidak disunat (sirkumsisi), kulit depan (preputium) membentang mulai dari korona menutupi glans penis. Badan penis terdiri dari 3 rongga silindris (sinus) jaringan erektil yaitu 2 rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosus, terletak bersebelahan. Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra. Jika rongga tersebut terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami ereksi). Penis terletak menggantung didepan skrotum, bagian ujung disebut glans penis, bagian tangah disebut korpus penis, bagian pangkal disebut radiks penis. Kulit ini berhubungan dengan pelvis, skrotum, dan perineum. Penis adalah alat kelamin laki-laki dan berisi

saluran keluar bersama untuk urin dan cairan mani. Penis terdiri dari tiga badan jaringan erektil karvenosus silindris yang diliputi oleh capsula fibrosa, yakni tunica albugenia. Di sebelah luar tunica albugenia terdapat fascia penis profunda yang membentuk

pembungkus bersama untuk corpus spongiosum penis dan kedua corpus cavernosum penis. Di dalam corvus cavernosum penis melintas oars spongiosa urethra. Kedua corpus cavernosum penis saling bersentuhan di bidang median, kecuali di sebelah dorsal yang berpisah untuk membentuk crus masing-masing yang melekat pada ramus bersama os pubis dan os ischii di sebelah kanan dan sebelah kiri. Radix penis terdiri dari crus penis, bulbus penis, dan musculus ischiocavernosus dan musculus bulbospongiosus di kedua sisi. Corpus penis adalah bagian bebas yang tergantung sewaktu penis berada dalam keadaan lemas. Kecuali serabut musculus bulbospongiosus yang menutupi bulbus penis dan serabut musculus ischiocavernosus pada kedua crus penis, penis tidak memiliki otot. Penis terdiri dari kedua corpus cavernosum dan sebuah corpus spongiosum dan dilapisi oleh kulit. Ke arah distal corpus spongiosum penis melebar untuk membentuk glans penis. Tepi glans penis, yakni corona glandis, menjulang melewati ujung kedua corvus cavernosum penis. Corona penis menganjur di atas sebuah penyempitan berupa alur yang serong, yakni collum glandis, yang membatasi glans penis terhadap corpus penis. Lubang pars cavernosa urethra yang berupa celah sempit, yakni ostium urethrae externum, terletak di dekat ujung glans penis. Kulit dan fascia penis berkelanjutan sebagai lapis ganda kulit yang dikenal sebagai preputium dan menutupi glans penis sejauh berbeda-beda. Ligamentum suspensorium penis adalah kondensasi fascia superficialis yang berasal dari permukaan ventral symphisis pubica. Ligamentum suspensorium penis melintas ke kaudal dan bercabang dua untuk membentuk ambin yang melekat pada fascia penis yang tak dapat digerakan dan merupakan bagian yang bebas. Musculus perinei

superficialis ialah musculus transverses perinei superficialis, musculus bulbospongiosus, musculus ischiocavernosus. Otot-otot ini terletak dalam spatium perinei superficial, dan semua dipersarafi oleh nervus perinealis. Prepusium yang menutupi glans dipisahkan dari prepusium dan di dalamnya terdapat ruangan yang dangkal. Fasia superfisialis Secara langsung berhubungan dengan fasia skrotum dengan lapisan sel otot polos. Korpora kavernosa penis Korpora kavernosus penis ditutupi oleh kapsul kuat yang terdiri atas benang-benang superfisialis dan profunda mempunyai arah longitudinal dan membentuk satu salluran. Korpus kavernosa uretra Merupakan bagian dari penis yang berisi uretra. Di dalam batang penis terlihat berbentuk silinder lebih kecil dari kavernosa penis. Glans penis Bagian akhir anterior dari korpus kavernosa uretra memanjang kedalam bentuknya seperti jamur. Glans penis ini licin dan kuat, bagian perifernya lebih besar hingga membentuk pinggir yang bundar disebut korona glandis. Bulbus uretra Merupakan pembesaran bagian posterior 3-4 cm dari korpus kavernosa uretra, letaknya superfisialis dari diafragma

urogenitallis. Penis digantung/dilekatkan oleh beberapa ligamentum antara lain : Ligamentum fundiformis penis : lapisan tebal yang berasal dari fasia superfisialis dan dari dinding abdominalis anterior diatas pubis. Ligamentum suspensorium penis : berupa benang berbentuk segitiga. Bagian eksterna dari fasia profunda menggantung pada

dorsum, sedangkan akar penis ke bagian inferior linea alba, simpisis pubis, dan ligamentum arkuarta pubis, kruris iskhio pubis dan bulbus diafragma urogenitalis sebagai alat

penggantung penis. Pada penis juga terdapat beberapa pembuluh darah. Pembuluh darah penis antara lain : Arteri pudenda interna : cabang arteri hipogastrika yang menyuplai darah untuk ruangan kavernosa. Arteri profunda penis : cabang dari arteri dorsalis penis, bercabang terbuka langsung ke ruangan kavernosa. Cabang kapiler ini akan menyuplai darah ke trabekularuangan kavernosa dan dikembalikan ke vena pada dorsum membentuk vena dorsalis penis melewati permukaan superior korpora bergabung dengan yang lain. Saraf pada penis : Merupakan cabang dari nervus pudendus dan pleksus. Fungsi penis secara biologi adalah sebagai alat pembuangan (organ ekskresi) sisa metabolisme berwujud cairan (urinasi) dan sebagai alat bantu reproduksi. Penis sejati dimiliki oleh mamalia dan menjadi penciri utama jenis kelamin jantan. (Moore, Keith. 2002) lalu

Gambar 1. Organ genetalia pria

Gambar 2. Corpus penis

Gambar 3. penis

Gambar 4. Crus penis

Gambar 5. Organ genetalia externa pria

2.1.1.2 SCROTUM Scrotum atau kantung pelir adalah kantung (terdiri dari kulit dan otot) yang membungkus testis atau buah zakar. Skrotum terletak di antara penis dan anus serta di depan perineum. Skrotum berasal dari bagian yang sama dengan labia mayora pada organ kelamin

perempuan. Skrotum manusia dan beberapa mamalia dapat ditumbuhi rambut kemaluan. Pada manusia, rambut ini mulai tumbuh ketika individu memasuki tahap pubertas. Scrotum adalah, berupa kantong yang terdiri atas kulit tanpa lemak, memiliki sedikit jaringan otot yang berada dalam pembungkus disebut tunika vaginalis. Sepasang skrotum ini menggantung didasar pelvis. Pada bagian depan skrotum terdapat penis dan dibelakangnya terdapat anus. Scrotum adalah sebuah kantong fibromuskular untuk kedua testis dan bangunan yang berhubungan. Scrotum terletak dorsokaudal terhadap penis dan kaudal terhadap symphysis pubica. Pembentukan embrional scrotum secara bilateral menjadi nyata dari raphe scrota di garis tengah yang dilanjutkan pada permukaan ventral penis sebagai raphe penis dan ke arah dorsal sebagai raphe perinei mengikuti garis median perineum. Pendarahan arterial pada scrotum mulai dari arteri pudenta externa mengurus pendarahan bagian ventral scrotum, dan arteria pudenta interna bagian dorsal. Bagian ini juga dipasok oleh cabang-cabang dari arteria testicularis dan arteria cremasterica. Penyaluran balik darah dan penyaluran limfe pada scrotum di mulai dari vena scrotales mengiringi arteria scrotales dan bergabung dengan vena pudenta externa. Pembuluh limfe dari scrotum ditampung oleh nodi lymphoidei inguinales superficiales. Scrotum adalah sebuah kantong kulit yang terdiri dari dua lapis : kulit dan fascia superficialis. Fascia superficialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi pada fascia superficialis terdapat selembar otot polos yang tipis, dikenal sebagai tunica dartos, yang berkontraksi sebagai reaksi terhadap dingin, dan dengan demikian mempersempit luas permukaan kulit. Ke

arah ventral fascia superficialis dilanjutkan menjadi lapis dalamnya yang berupa selaput pada dinding abdomen ventrolateral, dan ke arah kaudal dilanjutkan menjadi fascia superficialis perineum. Arteri Untuk Scrotum : 1. Ramus perinealis dari arteria pudenda interna. 2. Arteriae pudendae externae dari arteria femoralis. 3. Arteria cremasterica dari arteria epigastrica inferior. Venae scrotales mengiringi arteri-arteri tersebut. Pembuluh limfe ditampung oleh nodi lymphoidei inguinales superficiales. Saraf-Saraf pada scrotum : 1. Ramus genitalis dari nervus genitofemoralis (L1,L2) yang bercabang menjadi cabang sensoris pada permukaan scrotum ventral dan lateral. 2. Cabang nervus ilioinguinalis (L1), juga untuk permukaan scrotum ventral. 3. Ramus perinealis dari nervus pudendalis permukaan scrotum dorsal. 4. Ramus perinealis dari nervus cutaneus femoris posterior (S2,S3) untuk permukaan scrotum kaudal. Persarafan pada scrotum. Bagian ventral testis dipersarafi oleh nervus ilioinguinalis dan oleh ramus genitalis nervus genitofemoralis. Bagian dorsal memperoleh persarafan dari ramus medialis dan ramus scrotalis nervi perinealis dan ramus perinealis nervi cutanei femoralis posterioris. Lapisan skrotum. 1) Kulit : warna kecoklatan, tipis, dan mempunyaiflika/rugae. (S2-S4) untuk

2) Tunika dartos : berisi lapisan otot polos yang tipis sepanjang basis skrotum.

Fungsi skrotum adalah menjaga suhu dari testis agar tetap optimal yakni di bawah suhu tubuh. Pada manusia, suhu testis sekitar 34 C. Pengaturan suhu dilakukan dengan mengeratkan atau melonggarkan skrotum, sehingga testis dapat bergerak mendekat atau menjauhi tubuh. Testis akan diangkat mendekati tubuh pada suhu dingin dan bergerak menjauh pada suhu panas. (Moore, Keith. 2002)

Gambar 6. Scrotum dan isinya

Gambar 7. Testis dan lapisannya

10

2.1.2 Organ Genetalia Interna Pria 1.1.2.1 Testis Testis merupakan dua kelenjar yang berbentuk oval, agak gepeng, dengan panjang sekitar 4 sampai 5 cm dan diameter sekitar 2,5 cm. Testis berada didalam skrotum, keduanya menggantung pada ikatan jaringan skrotum dan korda spermatik (seluruh pembuluh dan limfe yang menuju ke testis). Asal testis sama (homolog) dengan asal ovarium pada wanita. Setiap sisi berwarna keputihan, agak pipih pada sisi-sisinya. Pada awalnya testis berada didalam abdomen kemudian turun melalui kanal inguinalis pada akhir bulan ketujuh kehidupan janin. Pada bayi yang lahir cukup bulan, satu atau kedua testis mungkin masih tetap dalam kanal inguinalis dan penurunan akhir ke dalam kantong skrotum terjadi masa awal pascanatal. Testis harus berada dalam skrotum supaya permatogenesis dapat terjadi. Testis dibungkus oleh lapisan fibrosa yang disebut tunika albuginea. Di dalam testis terdapat jaringan fibrosa putih yang

membungkus setiap testis dan membaginya menjadi beberapa lobulus. Dalam setiap lobulus terdapat satu sampai tiga tubulus dan kelompok sel interstitial (sel leydig) yang panjangnya kira-kira 75cm, sempit dan berbelok-belok. Spermatid melekat pada epitel germinal (sel-sel sertoli) didalam tubulus seminiferus dan kemudian berkembang menjadi sperma. Sel-sel interstitial merupakan sel-sel jaringan penyambung dan penyokong (stroma) yang besar dan bertanggung jawab memproduksi hormon androgen testosteron. Pada tubulus spermatikus terdapat otot kremaster yang apabila berkontraksi akan mengangkat testis mendekat ke tubuh. Bila suhu testis akan diturunkan, otot kremaster akan berelaksasi dan testis akan menjauhi tubuh. Fenomena ini dikenal dengan refleks kremaster

11

Pada umumnya, kedua testis tidak sama besar. Dapat saja salah satu terletak lebih rendah dari yang lainnya. Hal ini diakibatkan perbedaan struktur anatomis pembuluh darah pada testis kiri dan kanan. Arteri testikular memasok darah ke testis dan epididimis. Arteri ini berasal dari aorta dibawah arteri renalis. Arteri testikular berakhir pada pleksus vaskular yang padat yang disebut pleksus

pampiniformis. Yang berada sedikit dibawah tunika vaginlis (dinding pada rongga yang memisahkan testis dengan epididimis) yang mengelilingi testis. Selanjutnya darah dari pleksus mengalir ke vena testikular. Pleksus vampiniformis dapat membuang panas dari skrotum melalui vasodilatasi, sehingga plaksus berperan dalam pengaturan suhu testis. Seperti vena ovarika, vena testikular kanan mengalirkan darah ke vena kava inferior, sedangkan vena testikular kiri ke vena renalis kiri. Aliran limfatik testis mengalir menuju nodus para-aorta. Semua pembuluh darah dan limfe yang menuju testis berkumpul dalam suatu struktur yang dikenal sebagai korda

spermatika. Korda ini memasuki skrotum dari abdomen melalui kanalis inguinalis. Testis memiliki dua fungsi, yaitu sebagai tempat

spermatogenesis dan produksi androgen. Seperti yang telah dijelaskan, spermatogenesis terjadi didalam tubulus seminiferus. Tubulus ini berlekuku-lekuk dalam lobus yang semua duktusnya kemudian meninggalkan testis dan masuk kedalam epididimis. Sementara produksi androgen terjadi didalam kantung dari sel khusus yang terdapat didaerah interstitial antar tubulus. Tubulus seminiferus dikelilingi oleh membran basal. Didekat sisi sel membran basal ini terdapat sel progenitor untuk produksi sperma. Epitel yang mengandung spermatozoa yang sedang

berkembang disepanjang tubulus disebut sebagai epitel semineferus atau epitel germinal. Pada potongan melintang testis, spermatosit

12

dalam tubulus berada dalam berbagai tahap pematangan diantara spermatosit terdapat selsertoli. Sel ini merupakan satu-satunya sel nongerminal dalam epitel seminiferus.. Sel ini berperan secara

metabolik dan struktural untuk menjaga spermatozoa yang sedang berkembang. Selain itu, sel sertoli juga berperan dalam proses aromatisasi menghasilkan prekursor protein andorgen pengikat menjadi androgen. estrogen Semua dan sel juga sertoli

berhubungan dengan membran basal pada satu kutubnya dan mengelilingi spermatozoa yang sedang berkembang pada kutub yang lain. Sel sertoli memiliki jari-jari sitoplasma yang besar dan kompleks yang dapat mengelilingi banyak spermatozoa dalam satu waktu. Sel sertoli yang membungkus spermatozoa yang berkembang bersifat homolog dengan sel granulosa di ovarium. Sel sertoli memfagosit sitoplasma spermatid yang telah dikeluarkan.
(Moore, Keith. 2002)

Gambar 8.testis, epididymis, ductus deferens

13

1.1.2.2 Saluran reproduksi a. Epididimis Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma yang menahan batas postero lateral testis. Epididimis dibentuk oelh saluran yang berlekukuk-lekuk secara tidak teratur yang disebut duktus edpididimis. Duktus epididimis memiliki panjang sekitas 600cm. Duktus ini berawal pada puncak testis yang merupakan kepala epididimis. Setelah melewati jalan yang berliku-liku, duktus ini berakhir pada ekor apididimis yang kemudian menjadi vasdeferens. Pematangan sperma di epididimis, setelah dibentuk di tubulus seminiferus, sperma membutuhkan waktu beberapa hari untuk melewati tubulus epididimis yang panjangnya 6 meter. Sperma yang bergerak dari tubulus seminiferus dan dari bagian awal epididimis merupakan sperma yang tidak motil, dan tidak dapat membuahi ovum. Akan tetapi, setelah sperma berada dalam epididimis selama 18-24jam, sperma memiliki kemampuan motilitas, walaupun bebrapa inhibitor protein dalam cairan epididimis masih menceegah motilitas akhir sampai setelah ejakulasi. b. Vas deferens Vas deferens atau saluran sperma (duktus deferens) merupakan saluran lurus yang mengarah ke atas dan merupakan lanjutan dari epididimis. Vas deferens tidak menempel pada testis dan ujung salurannya terdapat di dalam kelenjar prostat. Vas deferens berfungsi sebagai saluran tempat jalannya sperma dari epididimis menuju kantung semen atau kantung mani (vesikula seminalis). Struktur ini mempunyai panjang 45 cm yang berawal dari ujung bawah epididimis kemudian naik disepanjang posterior testis dalam bentuk gulungan-gulungan bebas. Setelah meninggakn bagian belakang testis, vas deferens melewati korda spermatika menuju abdomen. Vas deferens dapat teraba sebagai tali yang keras pada posterior korda spermatika saat melewati skrotum menuju cincin inguinalis

14

superfisialis.

Setelah

masuk

kedalam

abdomen,

vasdeferens

melengkung kearah medial menyilang arteri iliaka eksterna menuju pelvis. Dari sana, vasdeferens menyilang saraf dan pembuluh darah obturator dan pembuluh vesikular. Vas deferens kemudian menyilang ureter untuk menuju duktus vesikula seminalis. Dua testis orang dewasa menyekresi 120 juta sperma setiap hari. Sebagian besar sperma ini disimpan di vas deferens. Sperma tersebut dapat disimpan hingga fertilitasnya dapat dipertahankan selama sebulan. Selam waktu tersebut, sperma-sperma dijaga pada keadaan sangat inaktif oleh berbagai zat inhibitor yang terdapat dalam sekresi duktus. Sebaliknya, pada aktivitas seksual dan ejakulasi yang tinggi, penyimpanan berlansung tidak lebih dari beberapa hari. c. Saluran ejakulasi Saluran ejakulasi merupakan saluran pendek yang

menghubungkan kantung semen dengan uretra. Saluran ini berfungsi untuk mengeluarkan sperma agar masuk ke dalam uretra d. Uretra Uretra merupakan saluran akhir reproduksi yang terdapat di dalam penis. Uretra berfungsi sebagai saluran kelamin yang berasal dari kantung semen dan saluran untuk membuang urin dari kantung kemih. (Moore, Keith. 2002) 1. Kelenjar kelamin Kumpulan kelenjar aksesoris terdiri dari vesikula seminalis, prostate, dan kelenjar bulbouretralis. Sebelum ejakulasi, kelenjar tersebut mensekresikan mucus bening yang menetralkan setiap urine asam yang masih tersisa dalam uretra. Sel-sel sperma dapat bergerak dan mungkin aktif mengadakan metabolisme setelah mengadakan kontak dengan plasma semen. Plasma semen mempunyai dua fungsi utama yaitu: berfungsi sebagai media pelarut dan sebagai pengaktif bagi sperma yang mula-mula tidak dapat bergerak serta melengkapi sel-sel dengan substrat yang kaya akan elektrolit (natrium dan kalium klorida), nitrogen, asam sitrat,

15

fruktosa, asam askorbat, inositol, fosfatase sera ergonin, dan sedikit vitamin-vitamin serta enzim-enzim. Kelenjar aksesoris terdiri dari: a. Vesikula seminalis Vesikula seminalis atau kantung semen (kantung mani) merupakan kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang kantung kemih, dilapisi oleh epitel sekretoris yang menyekresi bahan-bahan mukus yang mengandung banyak fruktosa, asam sitrat, dan zat nutrisi lainnya,dan sejumlah besar prostaglandin dan fibrinogen. Dinding vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang merupakan sumber makanan bagi sperma.Vesikula seminalis menyumbangkan sekitar 60 % total volume semen. Selam prose emisi/ejakulasi , setiap vesikula seminalis mengeluarkan isinya ke dalam duktus ejakulatorius sesat setelah vas deferens mengeluarkan sperma. Hal ini sangat menambah jumlah semen yang diejakulasi, dan fruktosa serta zat lain dalam cairan seminalis merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh sperma yang diejakulasikan sampai salah satu sperma tersebut membuahi ovum. Prostaglandin diyakini membantu proses pembuahan dengan 2 cara, yaitu : Bereaksi dengan mukus serviks wanita sehingga serviks lebih dapat menerima pergerakan sperma. Menyebabkan kontraksi peristaltik balik dalam uterus dan tuba fallopii unutk menggerakkan sperma ejakulat mencapai ovarium (beberapa sperma dapat mencapai ujung atas tuba fallopii dalam waktu 5 menit). b. Kelenjar prostat Kelenjar prostat melingkari bagian atas uretra dan terletak di bagian bawah kantung kemih. Organ ini berukuran sekitar 2,3 x 3,5 x 4,5 cm. Prostat bagian anterior sebagian besar terdiri atas jaringan fibromuskular. Jaringan kelenjar prostat berada pada sisi uretra dan posterior terhadapnya. Jaringan kelenjar dibagi menjadi zona sentral dan perifer berdasarkan embriologi dan histologi. Zona perifer jauh

16

lebih besar daripada zona sentral dan terdiri atas 50 lobulus yang tidak berbatas tegas. Masing-masing lobulus mengandung dukutusduktus kecil yang mengalir ke uretra sedikit di atas duktus ejakulatorius. Pasokan darah ke kelenjar prostat bervariasi, namun sebagian besar berasal dari arteri podenda dan glutea inferior dari arteri iliaka interna (hipogastrika). Vena yang mengalirkan darah dari prostat berukuran besar dan berdinding tipis, membentuk pleksus yang berhubungan dengan pleksus yang mengalirkan darah dari kandung kemih. Keduanya mengalirkan darah ke vena iliaka interna. Pleksus prostatika juga berhubungan dengan plesus-pleksus vena vertebralis, sehingga tumor pada prostat dapat menimbulkan penyebaran sekunder pada kolumna vertebralis. Aliran limfatik pada prostat mengikuti aliran pada vesikula seminalis dan leher kandung kemih yaitu ke rantai nodus iliaka. Kelenjar prostat adalah kelenjar pensekresi terbesar. Cairan prostat bersifat encer dan seperti susu, mengandung enzim antikoagulan, sitrat (nutrient bagi sperma), sedikit asam, ion fosfat, kolesterol,profibrinolisin , garam dan fosfolipid yang berperan

untuk kelangsungan hidup sperma. Selama pengisian, simpai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah jumlah semen lebih banyak lagi. Sifat cairan prostat yang sedikit basa mungkin pentik untuk keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relati asam akibat adanya asam sitrat dan hasilakhir metabolisme sperma , dan sebagai akibatnya akan mengahmbat fertilisasi sperma. Selain itu, skret vagina bersifat asam (pH 3,5 sampai 4).sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH sekitarnya menigkat menjadi 6 sampai 6,5. Akibatnya, cairan prostat yang sedikit basa mungkin dapat menetralkan sifat asam cairan seminalis

17

lainnya selama ejakulasi,dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma. c. Kelenjar bulbouretra / cowper Kelenjar bulbouretralis adalah sepasang kelenjar kecil yang terletak disepanjang uretra, dibawah prostat. Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra) merupakan kelenjar yang salurannya langsung menuju uretra. Kelenjar Cowper menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa), disekresikan ke dalam uretra saat ejakulasi dengan memberikan lubrikasi. (Moore, Keith. 2002) 2.2 Fisiologi Penis Ereksi penis merupakan hasil dari relaksasi otot polos penis yang pada dasarnya dimediasi oleh refleks spinal dan melibatkan proses saraf pusat dan pengintegrasian stimuli taktil, olfaktori, auditori, dan mental. Pada ereksi penis dapat terjadi sekurangkurangnya dua mekanisme, yakni psikogenik dan refleksogenik yang berinteraksi selama aktivitas seksual normal. Ereksi psikogenik diawali secara sentral sebagai respon terhadap rangsang pendengaran, penglihatan, pembauan atau imaginasi. Ereksi refleksogenik terjadi akibat pacuan pada reseptor sensoris pada penis, yang dengan interaksi spinal, menyebabkan aksi saraf somatis dan parasimpatis. Pada stadium arousal, aktivitas para simpatis memicu serangkaian kejadian dengan lepasnya nitric oxide, diakhiri dengan kenaikkan cGMP (cyclic guanosine monophosphate). Kenaikkan cGMP menyebabkan relaksasi pembuluh darah penis dan otot polos trabekuler. Aliran darah ke dalam korpora kavernosa naik secara dramatis. Isian cepat ruang-ruang kavernosa akan menekan vena sehingga mengakibatkan aliran darah vena ke luar menurun. Kombinasi kenaikkan aliran darah masuk dan lambatnya darah keluar yang berlangsung cepat akan menaikkan tekanan intra kavernosa. Hasilnya ialah terjadi rigiditas penis progresif dan kondisi ereksi sempurna. Ereksi terjadi karena proses sebagai berikut. Arteri kavernosa dan jaringannya berdilatasi, menyebabkan darah mengalir ke dalam jaringan kavernosa. Relaksasi otot polos dinding trabekuler ruang lakuner jaringan kavernosa memberi ruang akibat kenaikkan aliran darah. Perluasan ini akan

18

menekan dinding trabekuler bagian luar jaringan kavernosa terhadap tunika albugenia di sekelilingnya. Akibatnya, vena yang keluar dari ruang lakuner melalui dinding trabekula dan tunika menjadi tertekan, mengurangi aliran keluar darah vena dari ruang lakuner. Penutupan venosa terjadi secara pasif, sementara itu kontraksi muskulus isiokavernosus dapat mengkerutkan bagian proksimal korpora kavernosa dan juga akan menimbulkan penutupan vena. Pelemasan terjadi akibat kontraksi otot polos jaringan arteri dan trabekula. Kosntriksi arteri akan mengurangi aliran darah menuju ruang lakuner. Kontraksi trabekula menyebabkan pengosongan lakuna dan kontraksi ini juga akan menarik dinding lakuna bagian luar menjauhi tunika albuginia, dan membuka aliran vena. Pengendalian sistem ereksi melalui sistem saraf, tonus otot polos korpus kavernosum dikendalikan oleh proses biokimia yang kompleks di tingkat sistem saraf perifer dan sentral. Saraf otonom simpatis, parasimpatis, dan saraf somatis mengendalikan tonus otot polos korpus kavernosum dan sistem vaskulernya melalui hubungan neuroanatomi yang merupakan bagian integral inervasi dari traktus urinarius bawah. Ada tiga jenis saraf yang memelihara organ seksual, yaitu: 1. nervus simpatis torakolumbal: nervus hipogastrikus dan nervus simpatis lumbal 2. nervus parasimpatis sakral: nervus pelvikus yang kemudian umumnya dikenal sebagai nervus erigentes 3. nervus somatis pudendal
(Arthur C. Guyton, John E. Hall. 2007)

19

2.3 Aksi Seksual Pria 2.3.1 Ransangan Saraf Untuk Kinerja Aksi Seksual Pria Sumber sinyal sensoris yang paling penting untuk memulai aksi seksual pria adalah glans penis. Glans penis mengangdung sistem organ-akhir sensorik yang sangat sensitif yang meneruskan modalitas sensasi khusus yang disebut sensasi seksual ke dalam sistem saraf pusat. Aksi gesekan meluncur pada hubungan seksual terhadap galns penis meransang organ-akhir sensoris, dan sinyal sensasi seksual selanjutnya menjalar melalui saraf pudendus, kemudian melalui pleksus sakralis ke dalam bagian sakral dari medula spinalis, dan akhirnya sampai ke daerah yang belum teridentifikasi dari otak. Impuls juga dapat masuk ke medula spinalis dari daerah yang berdekatan dengan penis untuk membantu meransang aksi seksual. Contohnya, ransangan pada epitel anus, skrotum dan strukrur perineum secara umum dapat mengirim sinyal ke medula yang akan meningkatkan seensasi seksual. Sensasi seksual bahkan dapat berasal dari struktur interna, seperti di area uretra, kandung kemih, prostat, vesikula seminalis, testis, dan vas deferens. Bahkan, salah satu penyebab dari dorongan seksual adalah pengisian prgan seksual dengan sekret. Infeksi ringan dan inflamasi pada organ seksual ini kadangkadang menyebabkan hasrat seksual terus-menerus, dan beberapa obat afrodisiak, seperti cantharidin, dapat meningkatkan hasrat sekaul dengan mengiritasi kandung kemih dan mukosa uretra, yang akan menginduksi inflamasi dan kongesti vaskular.
(Arthur C. Guyton, John E. Hall. 2007)

2.3.2 Unsur psikis ransangan seksual pria Ransangan psikis yang sesuai dapat sangat meningkatkan kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan seksual. Hanya dengan memikirkan hal-hal seksual atau hanya dengan membayangkan bahwa hubungan seksual sedang dilakukan, dapat memulai terjadinya aksi seksual pria, dan menyebabkan ejakulasi. Bahkan, emisi noktural selama mimpi terjadi pada banyak pria selama beberapa tahap kehidupan seksual, terutama pada usia remaja. (Arthur C. Guyton, John E. Hall. 2007)
20

2.3.3 Tahap-tahap Aksi Seksual Pria a. Ereksi penis (peranan saraf parasimpatis) Ereksi penis merupakan pengaruh pertama dari ransangan seksual pria, dan derajat ereksi sebanding dengan derajat ransangan, baik ransangan psikis atau fisik. Ereksi disebabkan oleh impuls saraf parasimpatis yang menjalar dari bagian sakral medula spinalis melalui saraf-saraf pelvis ke penis. Berlawanan dengan sebagian besar serabut saraf parasimpatis lainnya, serabut parasimpatis ini diyakini melepaskan nitric oxide dan/atau vasoactive intestinal peptide selain asetilkolin. Nitric oxide terutama melebarkan arteri-arteri penis, dan juga merelaksasi jalinan trabekula serabut otot polos di jaringan erekti dari korpus kavernosa dan korpus spongiosum dalam batang penis. Jaringan erektil ini terdiri dari sinusoid-sinusoid kavernosa yang lebar, yang normalnya tidak terisi penuh dengan darah namun menjadi sangat berdilatasi saat darah arteri mengalir dengan cepat ke dalamnya sementara sebagian aliran vena dibendung. Selain itu, badan erektil, terutama kedua korpus kavernosa, dikelilingi oleh lapisan fibrinosa yang kuat. oleh karena itu, tekana yang tinggi di dalam sinusoid, menyebabkan penggembungan jaringan erektil sehingga penis menjadi keras dan memanjang. b. Lubrikasi (suatu fungsi parasimpatis) Selama ransangan seksual, impuls parasimpatis, selain

meningkatkan ereksi, menyebabkan kelenjar uretra dan kelenjar bulbouretra menyekresi lendir. Lendir ini mengalir melalui uretra selama hubungan seksual untuk membantu terjadinya lubrikasi selama koitus. Akan tetapi, kebanyakan lubrikasi selama koitus dihasilkan oleh organ kelamin wanitadaripada oleh pria. Tanpa lubrikasi yang memuaskan, aksi seksual pria jarang yang berhasil dengan baik karena hubungan seksual dengan lubrikasi yang tidak cukup menyebabkan gangguan dan nyeri yang bersifat lebih menghambat daripada merangsang sensasi seksual.

21

c. Emisi dan ejakulasi (fungsi saraf simpatis) Emisi dan ejakulasi adalah puncak aksi seksual pria. Ketika ransanga seksual menjadi amat sangat kuat, pusat refleks medula spinalis mulai melepas impuls simpatis yang meninggalkan medula pada segmen T-12 sampai L-2 dan berjalan ke organ genitalia melalui pleksus hipogastrik dan pleksus saraf pelvis unutuk mengawali emisi, awal dari ejakulasi. Emisi dimulai dengan kontraksi vas deferens dan ampula yang meyebabkan keluarnya sperma ke dalam uretra interna. Kemudian, kontraksi otot yang melapisi prostat yang diikuti dengan kontraksi vesikula seminalis, akan mengeluarkan cairan prostat dan cairan seminalis ke dalam uretra juga, yang akan mendorong sperma lebih jauh. Semua cairan ini bercampur di uretra interna dengan mukus yang telah disekresi oleh kelenjar bulbouretra untuk membentuk semen. Proses yang berlangsung sampai saat ini disebut emisi. Pengisian uretra interna dengan semen mengeluarkan sinyal sensoris yang dihantarkan melalui nervus pudendus ke regio sakral medula spinalis, yang menimbulkan rasa penuh yang mendadak di organ genitalia interna. Selain itu, sinyal sensoris ini lebih jauh lagi membangkitkan kontraksi ritmis dari organ geitalia interna dan menyebabkan kontraksi otot-otot iskhiokavernosus dan

bulbokavernosus yang menekan dasar jaringan erektil penis. Kedua pengaruh ini menyebabkan peningkatan tekanan ritmis seperti ggelombang di kedu jaringan erektil penis dan duktus genital serta uretra, yang mengejakulasikan semen dari uretra ke luar. Proses akhir ini disebut ejakulasi. Pada waktu yang sama, kontraksi berirama dari otot pelvis dan bahkan beberapa otot penyangga tubuh menyebabkan gerakan mendorong dari pelvis dan penis, yang juga akan membantu mengalirkan semen ke bagian terdalam vagina dan mungkin bahkan sedikit ke dalam serviks uterus. Keseluruhan periode emisi dan ejakulasi ini disebut orgasme pria. Pada akhir proses tersebut, gairah seksual pria menghilang

22

hampir sepenuhnya dalam waktu 1 sampai 2 menit, dan ereksi menghilang, suatu proses yang disebut resolusi. Secara fisiologis, menurut Masters dan Johnson (1966), respon seksual dapat dianalisis melalui 2 proses,yaitu : vasokongesti dan miotonia. Stimulasi seksual menimbulkan refleks vasokongesti, dilatasi pembuluh darah penis (ereksi pada pria) dan pembuluh darah sirkumvaginal (lubrikasi pada wanita) sehingga terjadi engorgement dan distensi genitalia. Kongesti vena dilokalisasi terutama pada genitalia, tetapi juga terjadi pada derajat yang lebih kecil pada payudara dan bagian tubuh yang lain. Miotonia (peningkatan tegangan otot), menyebabkan kontraksi ritmik yang volunter dan involunter. Contoh-contoh miotonia yang distimulasi seksual adalah : dorongan pelvis, wajah meringis, spasme tangan dan kaki(spasme karpopedal). d. Resolusi Pada fase terahir terjadi konstriksi otot polos trabekuler dan vasokonstriksi arteriol yang memasok darah ke jaringan erektil. Terjadi aliran darah keluar dari sinus venosus sehingga penis menjadi lemas atau flaksid. Fase ini diperantarai oleh saraf adrenergik simpatis. (Arthur C. Guyton, John E. Hall. 2007)

Empat fase respon seksual


Tabel 1. Empat fase respon sexual

Reaksi Umum 1) Fase Ransangan a. Denyut jantungdan tekanan darah terus meningkat b. Puting susu ereksi c. Miotonia dimulai

Reaksi Pria

a. Timbul ereksi penis; panjang dan diameter penis meningkat b. Kulit skrotum meregang dan menebal c. Testis mulai membesar dan terangakt ke arah tubuh

23

2) Fase Plateau a. Denyut jantung dan tekanan darah terus meningkat b. Pernafasan meningkat c. Miotonia menjadi nyata; wajah meringis a. Kepala penis sedikit membesar b. Skrotum menegang dan menebal c. Testis terangkat dan membesar d. Pengeluaran dua atau tiga tetes cairan pada kepala penis sebelum orgasme

3) Fase Orgasme a. Denyut jantung, tekanan darah dan pernafasan meningkat sampai tingkat maksimum b. Timbul spasme otot involunter c. Sfingter rektum eksterna berkontraksi 4) Fase Resolusi a. Denyut jantung, tekanan darah, dan pernafasan kembali normal b. Ereksi puting susu mereda c. Miotonia berkurang a. Lima puluh persen ereksi segera hilang setelah ejakulasi; penis secara bertahap kembali ke ukuran normal b. Testis dan skrotum kembali ke ukuran normal c. Periode refrakter (waktu yang diperlukan supaya ereksi kembali) bervariasi sesuai usia dan kondisi fisik secara umum. a. Testis terangkat ke tingkat maksimum b. Titik yang tidak terelakkan terjadi sesaat sebelum ejakulasi dan terasa ada cairan di uretra c. Kontraksi ritmik terjadi di penis d. Terjadi ejakulasi semen

24

Mekanisme fungsi seksual melibatkan beberapa unsur : libido, ereksi dan ejakulasi. Oleh beberapa peneliti, proses ereksi dan detumesens

diringkaskan menjadi beberapa fase, yaitu: a. Fase 0, yaitu fase flaksid. Pada keadaan lemas, yang dominan adalah pengaruh sistem saraf simpatik. Otot polos arteriola ujung dan otot polos kavernosum berkontraksi. Arus darahke korpus kavernosum minimal dan hanya untuk keperluan nutrisi saja. Kegiatan listrik otot polos kaverne dapat dicatat, menunjukkan bahwa otot polos tersebut berkontraksi.Arus darah vena terjadi secara bebas dari vena subtunika ke vena emisaria b. Fase 1, merupakan fase pengisian laten. Setelah terjadi perangsangan seks, sistem saraf parasimpatik

mendominan, dan terjadi peningkatan aliran darah melalui arteria pudendusinterna dan arteria kavernosa tanpa ada perubahan tekanan arteria sistemik. Tahananperifer

menurun oleh berdilatasinya arteri helisin dan arteri kavernosa. Penis memanjang,tetapi tekanan intrakavernosa tidak berubah. c. Fase 2, fase tumesens (mengembang). Pada orang dewasa muda yang normal, peningkatanyang sangat cepat arus masuk (influks) dari fase flaksid dapat mencapai 25 - 60 kali.Tekanan intrakavernosa meningkat sangat cepat. Karena relaksasi otot polos trabekula, daya tampung kaverne meningkat sangat nyata menyebabkan pengembangan dan ereksipenis. Pada akhir fase ini, arus arteria berkurang. d. Fase 3, merupakan fase ereksi penuh. Trabekula yang melemas akan mengembang danbersamaan dengan meningkatnya jumlah darah akan menyebabkan tertekannya pleksusvenula subtunika ke arah tunika albuginea sehingga menimbulkan venoklusi. Akibatnyatekanan intrakaverne meningkat

sampai sekitar 10 - 20 mmHg di bawah tekanan sistol.

25

e. Fase 4, atau fase ereksi kaku (rigid erection) atau fase otot skelet. Tekanan intakavernemeningkat melebih tekanan sistol sebagai akibat kontrasi volunter meningkat

melebihitekanan sistol sebagai akibat kontrasi volunter ataupun karena refleks otot iskiokavernosusdan otot bulbokavernosus menyebabkan ereksi yang kaku. Pada fase ini tidak ada alirandarah melalui arteria kavernosus. f. Fase 5, atau fase transisi. Terjadi peningkatan kegiatan sistem saraf simpatik, yangmengakibatkan meningkatnya tonus otot polos pembuluh helisin dan kontraksi otot polostrabekula. Arus darah arteri kembali menurun dan mekanisme venoklusi masih tetapdiaktifkan. g. Fase 6, yang merupakan fase awal detumesens. Terjadi sedikit penurunan tekananintrakaverne yang menunjukkan pembukaan kembali saluran arus vena dan penurunan arusdarah arteri. h. Fase 7, atau fase detumesens cepat. Tekanan intrakaverne menurun dengan cepat, mekanisme venoklusi diinaktifkan, arus darah arteri menurun. (Arthur C. Guyton, John E. Hall. 2007)

2.4 Disfungsi Ereksi (DE) 2.4.1 Defenisi Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap atau terus-menerus untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang berkualitas sehingga dapat mencapai hubungan seksual yang

memuaskan. Batasan tersebut menunjukkan bahwa proses fungsi seksual laki-laki mempunyai dua komponen yaitu mencapai keadaan ereksi dan mempertahankannya.
(NIH Consensus Development Panel on Impotence. JAMA 1993)

26

2.4.2 Etiologi Fazio dan Brock mengklasifikasikan penyebab disfungsi ereksi sebagai berikut: Faktor Penyebab dan contohnya: a. Penuaan. b. Gangguan psikologis, misalnya: depresi, ansietas. c. Gangguan neurologis, misalnya: penyakit serebral, trauma spinal, penyakit medula spinalis neuropati, trauma nervus pudendosus. d. Penyakit hormonal (libido menurun), misalnya: hipogonadism, hiperprolaktinemi, hiper atau hipotiroidsme, Cushing sindrom, penyakit Addison. e. Penyakit vaskuler, misalnya: aterosklerosis, penyakit jantung iskemik, penyakit vaskuler perifer, inkompetensi vena, penyakit kavernosus. f. Obat-obatan, misalnya: antihipertensi, antidepresan, estrogen, antiandrogen, digoksin. g. Kebiasaan, contohnya: pemakai marijuana, alkohol, narkotik, merokok. h. Penyakit-penyakit lain, contohnya: diabetes melitus, gagal ginjal, hiperlipidemi, hipertensi, penyakit paru obstruksi kronis.
(Wibowo S, Gofir A 2007)

2.4.3 Klasifikasi Menurut Wibowo (2007) pembagian DE dikelompokkan menjadi lima kategori penyebab yaitu: a. Psikogenik DE yang disebabkan faktor psikogenik biasanya episodik, terjadi secara mendadak yang didahului oleh periode stres berat, cemas, depresi. DE dengan penyebab psikologis dapat dikenali dengan mencermati tanda klinisnya yaitu : 1. Usia muda dengan awitan (onset) mendadak 2. Awitan berkaitan dengan kejadian emosi spesifik

27

3. Disfungsi pada keadaan tertentu, sementara pada keadaan lain, normal. 4. Ereksi malam hari tetap ada 5. Riwayat terdahulu adanya DE yang dapat membaik spontan 6. Terdapat stres dalam kehidupannya, status mental terkait kelainan depresi, psikosis atau cemas. b. Organik DE yang disebabkan organik dibagi menjadi dua: 1) Neurogenik DE yang disebabkan neurogenik ditandai dengan gambaran klinis: a. Riwayat cedera atau operasi sumsum tulang atau panggul b. Mengidap penyakit kronis (diabetes melitus, alkoholisme) c. Menderita penyakit neurologis tertentu seperti multipel sklerosis, stroke d. Pemeriksaan neurologik abnormal daerah genital (alat kelamin) / perineum. 2) Vaskuler DE yang disebabkan oleh kelainan vaskuler dibagi dua, kelainan pada arteri dan kelainan pada vena. DE yang disebabkan oleh kelainan vaskulogenik arteria memiliki penampilan klinis sebagai berikut: a. Minat tehadap seks tetap ada b. Pada semua kondisi terjadi penurunan fungsi seks c. Secara bertahap terjadi DE sesuai bertambahnya umur d. Menggunakan obat resep atau obat bebas terkait dengan DE e. Perokok f. Kenaikan tekanan darah, terbukti dengan didapatkannya penyakit vaskuler perifer (bruit, denyut nadi menurun, kulit dan rambut berubah sejalan dengan insufisiensi arteri).

28

DE oleh karena kelainan vaskulogenik venosa memiliki gambaran klinis sebagai berikut: 1. Tidak mampu mempertahankan ereksi yang sudah terjadi. 2. Riwayat priapismus (penis selalu tegang) sebelumnya 3. Kelainan (anomali) lokal penis c. Hormonal DE yang disebabkan karena hormonal mempunyai gambaran klinis sebagai berikut: 1. Hilangnya minat pada aktivitas seksual 2. Testis atrofi, mengecil 3. Kadar testosteron rendah, prolaktin naik d. Farmakologis Hampir semua obat hipertensi dapat menyebabkan DE yang bekerja disentral, misalnya metildopa, klonidin dan reserpin. Pengaruh utama kemungkinan melalui depresi sistem saraf pusat. Beta bloker seperti propanolol dapat menurunkan libido e. Traumatik paska operasi 1. Patologi pelvis (proses penyakit pada panggul) dapat merusak jalur serabut saraf otonom untuk ereksi penis. 2. Reseksi abdominal perineal, sistektomi radikal, prostatektomi radikal, bedah beku prostat, prostatektomi perineal,

prostatektomi retropubik, dapat merusak saraf pelvis atau kavernosus yang menyebabkan DE. 3. Uretroplasti membranasea, reseksi transuretra prostat,

spingkterotomi eksterna, insisi striktura uretra eksterna dapat menyebabkan DE karena kerusakan serabut saraf kavernosus yang berdekatan. 4. Uretrotomi internal visual untuk striktur dapat menyebabkan kerusakan saraf kavernosus dengan fibrosis sekunder akibat perdarahan atau ekstravasasi cairan irigasi dapat menyebabkan DE.

29

5. Radiasi daerah pelvis untuk keganasan rektal, kandung kemih atau prostat dapat juga menyebabkan DE. 2.4.4 Patofisiologi Mekanisme terjadinya DE menurut Hilsted dan Low (1993) merupakan kombinasi neuropati otonom dan keterlibatan ada dua

arteriosklerosis arteri pudenda interna. Menurut Moreland

pandangan utama patofisiologi kasus DE, pada hipotesis pertama perubahan yang dipengaruhi tekanan oksigen pada penis selama ereksi ditujukan untuk mempengaruhi struktur korpus kavernosum dengan cara menginduksi sitokin yang bermacam-macam. Faktor vasoaktif dan faktor pertumbuhan pada kondisi tekanan oksigen yang berbeda akan mengubah metabolisme otot polos dan sintesis jaringan ikat. Penurunan rasio antara otot polos dengan jaringan ikat pada korpus kavernosum dihubungkan dengan meningkatnya vena difusi dan kegagalan mekanisme penyumbatan vena. Hipotesis tersebut menyertakan bukti adanya perubahan pada fase ereksi penis malam hari dan perubahan sirkadian yang berhubungan dengan oksigenasi yang penting dalam pengaturan ereksi sehat. Hipotesis yang lain menyatakan bahwa DE adalah hasil dari ketidakseimbangan metabolik antara proses kontraksi dan relaksasi di dalam otot polos trabekula, misalnya dominasi proses kontraksi. Kedua hipotesis ini dikaitkan dengan strategi penanganan DE. Pada kasuskasus dengan penyebab biologis jelas (misal neuropati diabetika), pengobatan dan akibat dalam jangka panjang kelainan seksual sekunder tersebut akan terpengaruh juga oleh faktor psikoseksual. Penyebab organik DE termasuk vaskuler, neurologik (saraf), hormonal, penyakit, atau obatobatan tertentu dan sejumlah orang mempunyai faktor penyebab ganda. Pada faktor neurologik dapat berupa: stroke, penyakit demielinasi, kelainan dengan bangkitan atau kejang, tumor atau trauma sumsum belakang dan kerusakan saraf tepi. Dua pertiga kasus DE adalah organik dan kondisi komorbid sebaiknya dievaluasi secara aktif. Penyakit vaskular dan jantung

30

(terutama yang berhubungan dengan hiperlipidemia, diabetes, dan hipertensi) berkaitan erat dengan DE. Kombinasi kondisi-kondisi ini dan penuaan meningkatkan resiko DE pada usia lanjut. Permasalahan hormonal dan metabolik lainnya, termasuk hipogonadisme primer dan sekunder, hipotiroidisme, gagal ginjal kronis, dan gagal hati juga berdampak buruk pada DE. Penyalahgunaan zat seperti intake alkohol atau penggunaan obat-obatan secara berlebihan merupakan kontributor utama pada DE. Merokok merupakan salah satu penyebab arterio occlusive disease. Psikogenik disorder termasuk depresi, disforia dan kondisi kecemasan juga berhubungan dengan peningkatan kejadian disfungsi seksual multipel termasuk kesulitan ereksi. Cedera tulang belakang, tindakan bedah pelvis dan prostat dan trauma pelvis merupakan penyebab DE yang kurang umum . DE iatrogenik dapat disebabkan oleh gangguan saraf pelvis atau pembedahan prostat, kekurangan glisemik, tekanan darah, kontrol lipid dan banyak medikasi yang umum, digunakan dalam pelayanan primer. Obat anti hipertensi khususnya diuretik dan central acting agents dapat menyebabkan DE. Begitu pula digocsyn phsychopharmachologic agents termasuk beberapa antidepresan dan hormone anti testosteron. Kadar testosteron memang sedikit menurun dengan bertambahnya usia namun yang berkaitan dengan DE adalah minoritas pria yang benarbenar hipogonadisme yang memiliki kadar testosteron yang rendah.
(The Alberta Medical Association. 2005.)

31

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hubungan Disfungsi Ereksi dengan pengetahuan tentang mekanisme Ereksi penis Disfungsi ereksi adalah suatu ketidakmampuan yang menetap atau terusmenerus untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang berkualitas sehingga dapat mencapai hubungan seksual yang memuaskan. Sedangkan pengetahuan tentang mekanisme ereksi penis adalah suatu pengetahuan tentang proses terjadinya ereksi penis yang terdiri dari beberapa fase yaitu Ereksi penis, lubrikasi, emisi dan ejakulasi, resolusi. Dengan mengetahui emapat fase tersebut kita dapat mengetahui pada fase apa terjadi kehasalah yang menyebabkan DE. Disfungsi ereksi biasanya terjadi pada fase ereksi penis. Pada fase ereksi penis ini, seseorang yang mengalami DE tidak dapat mempertahankan ereksi penis dalam waktu tertentu bahkan lebih parahnya lagi orang tersebut tidak mampu untuk mencapai fase ereksi. Pada suatu proses ereksi penis berbagai faktor turut berperan sebagai contoh pembuluh darah dan nervus-nervus penis. Pada saat ereksi, pembuluh darah penis akan terisi darah penuh sehingga penis membesar dan mengeras. Pada seseorang yang mengalami kelainan pembuluh darah (arterisklerosis) pada penisnya, proses terjadinya ereksi penis dapat terganggu karena pembuluh darah yang kehilangan sifat elastisnya akan menyebabkan darah sukar masuk dan ereksi penis gagal terjadi. Kelanan pembuluh darah ini biasanya terjadi pada orang yang menderita diabetes melitus, perokok, kolestrol tinggi dan pengkonsumsi alkohol. Faktor yang berikutnya yaitu faktor nervus. Pada faktor ini ereksi penis dapat gagal terjadi karena adanya gangguan psikologi(jiwa) ataupun terdapat gangguan organ-organ yang mengatur rangsangan pada penis yaitu medula spinalis dan otak (hipofisis) yang mengatur hormon-hormon yang perperan dalam ereksi penis. Pada seseorang yang mengalami gangguan psikologi(jiwa) seperti depresi atau ansietas rangsangan untuk ereksi penis buruk tetapi organ

32

yang menghantarkan rangsangan baik sedangkan pada kerusakan organ rangsangan baik tapi tidak dapat disampaikan dengan baik. Pengetahuan tentang ereksi penis dan faktor-faktor yang berperan sangat lah membantuk seorang dokter dalam proses pengobatan.

3.2 Diagnosa 3.2.1 Anamnesis Dalam anamnesis perlu ditanyakan tentang penyakit-penyakit seperti diabetes melitus, hiperkolesterolemia, hiperlipidemia, penyakit jantung, merokok, alkohol, obat-obatan, operasi yang pernah dilakukan, penyakit tulang punggung, dan penyakit neurologik dan psikiatrik. 7 Pada diagnosis pasien DE harus digali riwayat seksual, penyakit yang pernah diderita dan psikoseksual. Pada pria yang mengalami DE ditanyakan halhal di bawah ini : Gangguan ereksi dan gangguan dorongan seksual Ejakulasi, orgasme dan nyeri kelamin Fungsi seksual pasangan Faktor gaya hidup : merokok, alkohol yang berlebihan dan penyalahgunaan narkotika Penyakit kronis Trauma dan operasi daerah pelvis / perineum / penis Radioterapi daerah penis Penggunaan obat obatan Penyakit saraf dan hormonal Penyakit psikiatrik dan status psikologik

DE dapat dibedakan dengan jelas dari masalah seksual lainnya seperti ejakulasi, libido dan orgasme. Pada penelusuran riwayat penyakit harus ditanya tentang hipertensi, hiperlipidemia, depresi, penyakit neurologis, diabetes melitus, gagal ginjal, penyakit adrenal dan tiroid. Riwayat trauma panggul pembedahan pembuluh darah tepi juga

33

harus ditanyakan karena hal tersebut merupakan faktor resiko impotensi. Pencatatan daftar obat yang dikonsumsi juga harus diperhatikan, karena sekitar 25% dari semua kasus DE terkait dengan obatobatan. Pengguanaan alkohol yang berlebihan dan pemakaian narkotik juga ditanyakan karena terkait dengan peningkatan resiko DE. Pasien juga ditanya adakah riwayat depresi karena merupakan faktor resiko DE. Untuk mengetahui apakah seseorang telah mengalami DE diperlukan suatu evaluasi fungsi seksual pria. Evaluasi tersebut disusun dalam bentuk beberapa pernyataan yang dikenal sebagai IIEF-5 (International Index of Erectile Function). Pada setiap pertanyaan telah disediakan pilihan jawaban. Orang yang sedang dievaluasi diminta memilih yang paling sesuai dengan kondisi orang tersebut 6 bulan terakhir. Pilihan hanya satu jawaban untuk setiap pertanyaan.

1) Bagaimanakah tingkat keyakinan anda bahwa anda dapat ereksi dan bertahan terus selama hubungan intim ? 1 = Sangat rendah 2 = Rendah 3 = Cukup 4 = Tinggi 5 = Sangat tinggi

2) Pada saat anda ereksi setelah mengalami perangsangan seksual, seberapa sering penis anda cukup keras untuk dapat masuk ke vagina pasangan anda? 1= Tidak pernah / hampir tidak pernah 2= Sesekali (<59%) 3= Kadang kadang (50%) 4= Seringkali >50% 5= Selalu / hampir selalu

34

3) Setelah penis masuk ke vagina pasangan anda, seberapa sering anda mampu mempertahankan penis tetap keras? 1= Tidak pernah / hampir tidak pernah 2= Sesekali (<50%) 3= Kadang kadang (50%) 4= Seringkali >50% 5= Selalu / hampir selalu

4) Ketika melakukan hubungan intim, seberapa sulitkah mempertahankan ereksi sampai selesai melakukan hubungan intim? 1= Teramat sangat sulit 2= Sangat sulit 3= Sulit 4= Sulit sekali 5= Tidak sulit

5) Ketika anda melakukan hubungan intim, seberapa sering anda merasa puas? 1= Tidak pernah / hampir tidak pernah 2= Sesekali (<50%) 3= Kadang kadang (50%) 4= Seringkali >50% 5= Selalu / hampir selalu

Skor : ________

Kemudian lima pertanyaan tersebut dijumlah skornya. Jika skor tersebut kurang atau sama dengan 21, maka orang tersebut menunjukkan adanya gejala- gejala disfungsi ereksi.(Vary, 2007).

35

3.2.2 Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda hipogonadisme (termasuk testis kecil, ginekomasti dan berkurangnya pertumbuhan rambut tubuh dan janggut) memerlukan perhatian khusus. Pemeriksaan penis dan testis dikerjakan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan bawaaan atau induratio penis. Bila perlu dilakukan palpasi transrektal dan USG transrektal. Tidak jarang DE disebabkan oleh penyakit prostat jinak ataupun prostat ganas atau prostatitis. Pemeriksaan rektum dengan jari (digital rectal examination), penilaian tonus sfingter ani, dan bulbo cavernosus reflex (kontraksi muskulus bulbokavernous pada perineum setelah penekanan glands penis) untuk menlai keutuhan dari sacral neural outflow. Nadi perifer dipalpasi untuk melihat adanya tanda-tanda penyakit vaskuler. Dan untuk melihat komplikasi penyakit diabetes (termasuk tekanan darah, ankle brachial index, dan nadi perifer).

3.2.3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis DE antara lain: kadar serum testosteron pagi hari (perlu diketahui, kadar ini sangat dipengaruhi oleh kadar luteinizing hormone). Pengukuran kadar glukosa dan lipid, hitung darah lengkap (complete blood count), dan tes fungsi ginjal. Sedangkan pengukuran vaskuler berdasarkan injeksi

prostaglandin E1 pada corpora penis, duplex ultrasonography, biothensiometry, atau nocturnal penile tumescence tidak

direkomendasikan pada praktek rutin/sehari-hari namun dapat sangat bermanfaat bila informasi tentang vascular supply diperlukan, misalnya, untuk menentukan tindakan bedah yang tepat (implantation of a prosthesis vs. penile reconstruction).

36

3.3 PENATALAKSANAAN 3.3.1 Farmako Terapi Dalam terapi DE, yang menjadi sasaran terapi (bagian yang akan diterapi) adalah ereksi penis. Berdasarkan sasaran yang diterapi, maka tujuan terapi adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas ereksi penis yang nyaman saat berhubungan seksual. Kualitas yang dimaksud adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menjaga ereksi. Sedangkan kuantitas yang dimaksud adalah seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjaga ereksi (waktu untuk tiap-tiap orang berbeda untuk mencapai kepuasan orgasme, tidak ada waktu normal dalam ereksi). Sebelum memilih terapi yang tepat, perlu diketahui penyebab atau faktor risiko pada pasien yang berperan dalam menyebabkan munculnya DE. Hal ini terkait dengan beberapa penyebab DE yang terkait. Dengan demikian, jika diketahui penyebab DE yang benar maka dapat diberikan terapi yang tepat pula. Terapi untuk DE dapat dibedakan menjadi dua yaitu terapi tanpa obat (nonfarmakologis pola hidup sehat dan menggunakan alat ereksi seperti vakum ereksi) dan terapi menggunakan obat (farmakologis). Yang pertama kali harus dilakukan oleh pasien DE adalah harus memperbaiki pola hidup menjadi sehat. Beberapa cara dalam menerapkan pola hidup sehat antara lain olah raga, menu makanan sehat (asam amino arginin, bioflavonoid, seng, vitamin C dan E serta makanan berserat), kurangi dan hindari rokok atau alkohol, menjaga kadar kolesterol dalam tubuh, mengurangi berat badan hingga normal), dan mengurangi stres. Jika dengan menerapkan pola hidup sehat, pasien sudah mengalami peningkatan kepuasan ereksi maka pasien DE tidak perlu menggunakan obat atau vakum ereksi.

37

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen DE menyangkut terapi psikologi, terapi medis dan terapi hormonal yaitu : a. Terapi psikologi yaitu terapi seks atau konsultasi psikiatrik, percobaan terapi (edukasi, medikamentosa oral / intrauretral, vacum constricsi device). b. Terapi medis yaitu terapi yang disesuaikan dengan indikasi medisnya c. Terapi hormonal yaitu jika tes laboratoriumnya abnormal seperti kadar testoteron rendah , kadar LH dan FSH tinggi maka diterapi dengan pengganti testoteron. Jika Prolaktin tinggi, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan pituitary imaging dan dikonsulkan.

Manajemen Khusus Pada manajemen khusus meliputi terapi nonbedah dan terapi bedah / operatif yaitu : Terapi non bedah / medis : a. Farmakoterapi oral, misalnya yohimbin, sildenafil citrate, vardenafil, alprostadil, papaverin HCl, phenoxybenzamine HCl, Aqueous testosterone mesylate, injection, apomorfin, transdermal fentolamin, testosteron, ganglioid,

bromocriptine

linoleat gamma, aminoguanidine, methylcobalamine. b. Injeksi intrakavernosa c. d. Pengobatan kerusakan vena Pengobatan hormonal

e. Terapi intraurethral pellet (MUSE) f. Terapi external vacuum

38

3.3.2 Terapi Bedah 1. Prostesis penis Termasuk terapi yang sangat sukses walaupun pasien dapat memilih atau mempertimbangkan terapi yang lain. Pembedahan penis kemudian dilanjutkan dengan pemasangan implan/ protesa ini sangat rendah tingkat morbiditas dan mortalitasnya. a. Semirigid or malleable implant rod implants Kelebihannya: 1. Teknik bedah sederhana 2. Komplikasi relatif sedikit 3. Tidak ada bagian yang dipindah 4. Implan yang sedikit atau tidak mahal 5. Tingkat keberhasilannya 70-80% 6. Efektivitasnya tinggi Kekurangannya: 1. Ereksi terus sepanjang waktu 2. Tidak meningkatkan lebar (ukuran) penis 3. Risiko infeksi 4. Dapat melukai atau merubah erection bodies 5. Dapat menyebabkan nyeri/mengerosi kulit 6. Jika tidak sukses, dapat mempengaruhi terapi lainnya. b. Fully inflatable implants Kelebihannya: 1. Rigiditas-flaksiditasnya menyerupai proses alamiah 2. Pasien dapat mengontrol keadaan ereksi 3. Tampak alamiah 4. Dapat meningkatkan lebar (ukuran) penis saat digunakan 5. Tingkat keberhasilannya 70-80% 6. Efektivitasnya tinggi

39

Kekurangannya: 1. Risiko infeksi 2. Implan yang paling mahal 3. Jika tidak sukses, dapat mempengaruhi terapi lainnya. c. Self-contained inflatable unitary implants Kelebihannya: 1. Rigiditas-flaksiditasnya menyerupai proses alamiah 2. Pasien dapat mengontrol keadaan ereksi 3. Tampak alamiah 4.Teknik bedahnya lebih mudah daripada prostesis inflatable Kekurangannya: 1. Terkadang sulit mengaktifkan peralatan inflatable 2. Risiko infeksi 3. Dapat melukai atau merubah erection bodies 4. Relatif mahal

2. Vascular reconstructive surgery Kelebihannya: 1. Tampak alamiah 2. Rata-rata tingkat kesuksesannya 40-50% 3. Jika tidak berhasil tidak mempengaruhi terapi lainnya 4. Tidak perlu implan 5. Efektivitasnya sedang Kekurangannya: 1. Teknik pembedahannya paling sulit secara teknis 2. Perlu tes yang ekstensif 3. Dapat menyebabkan pemendekan penis 4. Hasil jangka panjang tidak tersedia 5. Sangat mahal 6. Risiko infeksi, pembentukan jaringan parut (skar), dengan distortion penis dan nyeri saat ereksi

40

3.4 Prognosis Disfungsi Ereksi Disfungsi ereksi temporer sering terjadi dan biasanya bukan masalah yang serius. Akan tetapi, jika DE menjadi persisten, efek psikologis menjadi signifikan. DE dapat menyebabkan gangguan hubungan antara suami istri dan dapat menyebabkan terjadinya depresi. DE yang persisten dapat merupakan suatu gejala dari kondisi medis yang serius seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, gangguan tidur, atau masalah sirkulasi.

41

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Disfungsi ereksi adalah suatu ketidakmampuan yang menetap atau terus-menerus untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang berkualitas sehingga dapat mencapai hubungan seksual yang memuaskan. Pengetahuan tentang ereksi penis sangat membantu dalam pengobatan disfungsi ereksi. Untuk mempermudah diagnosa disfungsi ereksi telah dibuat pertanyaan dalam bentuk IIEF-5 (International Index of Erectile Function). Pengobatan disfungsi ereksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung penyebab. Bisa dengan farmako terapi, psikoterapi, ataupun terapi bedah

42

4.2 Saran 1. Pengobatan disfungsi ereksi memerlukan waktu yang panjang sehingga kesabaran pasien sangat dibutuhkan. 2. Dalam pengobatan peran keluarga sangat penting terutama peran seorang istri. 3. Konsumsi alkohol, makanan tinggi lemak, merokok merupakan faktor resiko disfungsi ereksi. Oleh karena itu hindari kegiatan tersebut. 4. Angka kejadian disfungsi ereksi setiap tahunnya meninggakat.

Disarankan agar para dokter lebih memperhatikan dan memperdalam pengetahuan tentang disfungsi ereksi dan hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme ereksi penis.

43

DAFTAR PUSTAKA

Arthur C. Guyton, John E. Hall. 2007. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC. B. Windhu, Siti Candra. 2009. Disfungsi Seksual. Yogyakarta: Penerbit ANDI Barton, D. & Joubert, 2000. Psychosocial aspecs of sexual disorders. J Aust.Fam.Phsysician. 29(6): 577-31. Baziad A. Menopause dan Andropause. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2003. Jakata. Hlm. 217-221. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Datta, Misha, dkk. 2010. Rujukan Cepat Obstetri & Ginekologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. McVary KT. Erectile dysfunction and lower urinary tract symptoms secondary to BPH. Eur Urol 2005;47:838-45. Moore, Keith. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates NIH Consensus Development Panel on Impotence. NIH Consensus Conference:impotence. JAMA 1993; 270:83-90. The Alberta Medical Association. Guideline for The Investigation and Management of Erectile Dysfunction. 2005. Wibowo S, Gofir A. Disfungsi Ereksi. Pustaka Cendekia Press. 2007. Yogyakarta. Hlm. 35-39, 51-53, 57-59, 83-87.

44

Anda mungkin juga menyukai