Anda di halaman 1dari 13

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

PROGRAM STUDI D-III ANALIS FARMASI & MAKANAN FMIPA


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS MAKANAN DAN MINUMAN II

PERCOBAAN IV
PENETAPAN KADAR RHODAMIN B

Disusun Oleh :
Maulana Afriadi
1701011310026
Kelompok VI

PROGRAM STUDI D-III ANALIS FARMASI & MAKANAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2019
LABORATORIUM KIMIA FARMASI
PROGRAM STUDI D-III ANALIS FARMASI & MAKANAN FMIPA
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

PERCOBAAN IV
PENETAPAN KADAR RHODAMIN B

Asisten Nilai Laporan Awal Nilai Laporan Akhir

Tanggal Praktikum : Tanggal Dikumpul :


Rusyda Humaira Arumaisha 29 Oktober 2018 05 November 2019

PROGRAM STUDI D-III ANALIS FARMASI & MAKANAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2019
PERCOBAAN IV
PENETAPAN KADAR RHODAMIN B

I. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah menetapkan kandungan kadar rhodamin B
yang terdapat pada beberapa bahan makanan dan mengetahui prinsip metode
penetapan kadar rhodamin B dengan metode spektrofotometer Uv-visible.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Dasar Teori
Zat pewarna yang diizinkan penggunannya dalam pangan disebut sebagai
permitted color atau certified color. Zat warna yang akan digunakan harus
menjalani pengujian dan prosedur penggunannya, yang disebut proses sertifikasi.
Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis
media terhadap zat warna tersebut. Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya
melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali
terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pembuatan
zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu
senyawa antara dulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal
dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat
pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh
lebih dari 0,0004 % dan timbal tidak boleh lebih dari 0,0001, sedangkan logam
berat lainnya tidak boleh ada (Cahyadi, 2006).
Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai
pewarna tekstil. Menurut Peraturan Pemerintah RI NO. 28, Tahun 2004, rhodamin
B merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-
produk pangan. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan, iritasi
kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, gangguan hati
dan dapat menyebabkan kanker. Zat warna rhodamin B walaupun telah dilarang
penggunaannya ternyata masih produsen yang sengaja menambahkan zat warna
rhodamin B untuk produknya. Rhodamin B ini biasanya dipakai dalam
pewarnaaan kertas, di dalam laboratorium digunakan sebabai pereaksi untuk
identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th. Rhodamin B sampai sekarang masih
banyak digunakan untuk mewarnai berbagai jenis makanan dan minuman
(terutama untuk golongan ekonomi lemah), seperti kue-kue basah, saus, sirup,
kerupuk dan tahu (Praja, 2015).
Rhodamin B adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada
makanan, terutama makanan jajanan. Rhodamin B, yaitu zat pewarna berupa
serbuk kristal berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, serta mudah
larut dalam larutan warna merah terang berfluoresan sebagai bahan pewarna
tekstil atau pakaian. Jenis jajanan yang banyak dijumpai dan dicampuri dengan
Rhodamin B, antara lain bubur delima, cendol, kolang-kaling, cincau dan kue-kue
lainnya. Setelah dicampuri bahan ini makanan tersebut menjadi berwarna merah
muda terang. Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama
akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun
demikian, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu
singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B (Paulina & Yamlean,
2011).
Rhodamin B digunakan dalam biologi sebagai pewarnaan neon, terkadang
dikombinasikan dengan Auramine o, sebagai auramine-rhodamine noda untuk
menunjukan Mycobacterium. Rhodamin B memiliki kelarutan 50 g/L dalam air.
Namun, memiliki kelarutan 400g/L dalam asam asetat 30%. Rhodamin cenderung
bersifat menyerap plastik sehingga harus disimpan dalam wadah yang terbuat dari
kaca atau gelas. Rhodamin B merupakan zat pewarna sintetik yang berbahaya.
Termasuk bahan kimia yang bersifat toksik, berbahya bila tertelan, terhisap
pernapasan atau terserap melalui kulit. Toksisitasnya adalah ORL-RAT LDLO
mg/Kg (Praja, 2015).
Tanda-tanda dan gejala akut terpapar rhodamin B adalah sebagai berikut:
1. Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernpasan.
2. Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit.
3. Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan, udem
pada mkelopak mata.
4. Jika tertelan dapat menimbulkan gejala kercunan dana ir sen berwarna merah
atau merah muda.
(Praja, 2015).
Mahasiswa telah mengenal uji warna yang sederhana yang digunakan untuk
maksud identifikasi. Warna ungu dari larutan permenganat, biru dari tembaga,
kuning dari kromat, dan banyak yang lain dapat disebut. Spektrum absorpsi suatu
senyawa, yang ditetapkan dengan spektrofotometer, dapat dianggap sebagai
indikator identifikasi yang lebih elegan, obyektif dan andal. Spektrum itu boleh
dikatakan merupakan suatu tetapan fisika lain, yang bersama-sama dengan titik
leleh, indeks bias dan sifat lain., dapat digunakan untuk karakterisasi. Seperti
tetapan yang lain, spektra absorpsi bukanlah bukti yang tidak dapat salah bagi
identitas, melainkan semata-mata menyatakan suatu alat lain yang tersedia untuk
penetapan yang cerdas (Day & Underwood, 2002).
Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan
spektrofotometer. Sektriofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer
dan fotometer. Spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur
energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan
fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorpsi (Neldawati et al., 2013).
Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan berwarna,
maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap (absorbsi) secara
selektif dan radiasi lainnya akan diteruskan (transmisi). Absorbansi adalah
perbandingan intensitas sinar yang diserap dengan intensitas sinar datang. Nilai
absorbansi ini akan bergantung pada kadar zat yang terkandung di dalamnya,
semakin banyak kadar zat yang terkandung dalam suatu sampel maka semakin
banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu
sehingga nilai absorbansi semakin besar atau dengan kata lain nilai absorbansi
akan berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang terkandung didalam suatu
sampel. Jika suatu molekul bergerak dari suatu tingkat energi ke tingkat energi
yang lebih rendah maka beberapa energi akan dilepaskan. Energi ini dapat hilang
sebagai radiasi dan dapat dikatakan telah terjadi emisi radiasi. Jika suatu molekul
dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai sehingga energi
molekul tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, maka terjadi peristiwa
penyerapan (absorpsi) energi oleh molekul. Ketika cahaya dengan berbagai
panjang gelombang (cahaya polikromatis) mengenai suatu molekul, maka cahaya
dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap. Jika molekul
menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi perpindahan elektron dari
keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi. Perpindahan elektron ini disebut
transisi elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya inframerah maka
elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu molekul hanya
akan bergetar (vibrasi), sedangkan gerakan berputar elektron terjadi pada energi
yang lebih rendah lagi (Neldawati et al., 2013).
Atas dasar inilah spektrofotometri dirancang untuk mengukur konsentrasi
yang ada dalam suatu sampel, dimana molekul yang ada dalam sel sampel disinari
dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Ketika cahaya
mengenai sampel, sebagian akan diserap, sebagian akan dihamburkan dan
sebagian lagi akan diteruskan. Pada spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya
masuk atau cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat
tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah transmittansi atau absorbansi.
Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang
hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert-
beer atau Hukum Beer yang berbunyi, “jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet,
inframerah dan sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan
merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”
(Neldawati et al., 2013).
2.2 Uraian Bahan
2.2.1. Amonia
Nama Resmi : Amonia
Nama latin : Ammonia
Struktur Kimia :

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, bau khas


Kelarutan : mudah larut dalam air
Indikasi : sebagai pelarut
BM : 35,05
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk
(Depkes RI, 1979).
2.2.2. Aquades
Nama Resmi : Air suling
Nama latin : Aqua destillata
Struktur Kimia :

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,


tidak mempunyai rasa
Kelarutan : Dapat bercampur dengan alkohol
Indikasi : sebagai pelarut
BM : 18,02
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
(Depkes RI, 1979).

2.2.3. Asam Asetat


Nama Resmi : Asam Asetat
Nama latin : Acidum aceticum
Struktur :
Kimia

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, bau menusuk,


rasa asam dan tajam
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, etanol (95%)
P dan gliserol P
Indikasi : sebagai pelarut
BM : 60,05
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
(Depkes RI, 1979).
2.2.4. Etanol 70%
Nama Resmi : Etanol
Nama latin : Aethanolum
Struktur :
Kimia

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, mudah menguap


dan bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, kloroform P
dan eter P
Indikasi : sebagai pelarut
BM : 46,07
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, ditempat sejuk dan jauh dari nyala api
(Depkes RI, 1979).
2.2.5 HCl
Nama Resmi : Asam Klorida
Nama lain : Acidum hydrochloridum
Struktur : H Cl
Kimia
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, berasap, bau
merangsang
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian air
Indikasi : sebagai sampel
BM : 36,46
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
(Depkes RI, 1979).
2.2.6. Rhodamin B
Nama resmi : Rhodamin B
Nama latin : Tetraetilrhodamin
Struktur : C28H31ClN2O3
kimia
Pemerian : Hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan.
Kelarutan : Sangat menghasilkan larutan merah
kebiruan dan berflouresensi kuat jika
diencerkan
BM : 479,01
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
(Kemenkes. 2014)

III. PRINSIP
Prinsip Kerja penetapan kadar rhodamin B disini mengunakan serat wool.
Serat wool digunakan untuk analisis zat warna karena sifatnya yang dapat
mengabsorpsi zat warna baik yang asam maupun basa. Serat wool dan sutra
mengandung protein amfoter yang afinitas terhadap asam maupun basa dengan
membentuk garam. Dengan mengamati perubahan awrna dari benang wool yang
telah dicelupkan dalam berbagai pereaksi, jenis zat warna dapat ditentukan
(Yenrina, 2015). Kemudian dibaca menggunakan spektrofotometri yang memiliki
prinsip kerja yaitu apabila cahay monokromatik melalui suatu media (larutan),
maka sebagian cahaya tersebut diserap (I), sebagian dipantulkan (Ir) dan sebagian
lagi dipancarkan (It), sesuai dengan hukum Lambert-Beer yaitu bila suatu cahay
monokromatis dilewatkan melalui suatu media yang transparan, maka intensitas
cahaya yang ditransmisikan sebanding dengan tebal dan kepekaan media larutan
yang digunakan (Yanlinastuti & Fatimah, 2016).

IV. ALAT DAN BAHAN


4.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah
1. Erlenmeyer
2. Gelas beaker
3. Hot plate
4. Kuver
5. Neraca Analitik
6. Spektrofotometri Uv-Vis
4.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah
1. Air 10 ml
2. Ammonia 10% 10 ml
3. Asam asetat 10% 5 ml
4. Benang wol 15 cm
5. Etanol 70%
6. Kertas saring Whatman No.1
7. Larutan ammonia 2%
8. Larutan baku sampel 10 gram, konsentrasi 20 ppm
9. Larutan baku 0,5;1;1,5;2;3;4;5;6;7,5 ppm
10. Larutan HCl 0,1 N 20 ml

V. CARA KERJA
5.1 Pembuatan Larutan Baku Rhodamin B

Rhodamin B

 Dibuat larutan baku dengan konsentrasi 20 ppm yang


dilarutkan dengan HCl 0,1 N
 Dibuat larutan baku dengan konsentrasi masing-masing 1,
2, 3, 4 dan 5 ppm

Hasil

5.2 Pembuatan Kurva Baku Larutan Baku Rhodamin B

Larutan baku 1, 2, 3, 4,
dan 5 ppm

 Dimasukkan masing-masing ke dalam kuvet & ukur secara


spektrofotometri pada panjang gelombang 500-600 nm
 Dihitung kadar rhodamin B dalam sampel menggunakan
kalibrasi dengan persamaan regresi Y = bx ± a

Hasil

5.3 Penetapan Kadar Rhodamin B pada Sampel

Sampel

 Ditimbang sebanyak 10 gram


 Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

20 mL Ammonia 2%

 Digunakan untuk merendam sampel


 Direndam semalaman dalam etanol 70%

Filtrat

 Disaring menggunakan kertas saring whatman No. 1


 Dipindahkan larutan ke dalam gelas kimia
 Dipanaskan di atas hot plate

Larutan asam (10


mL air & 5 mL
asam asetat

 Digunakan untuk melarutkan residu


 Dimasukkan benang wol 8 cm ke dalam larutan asam
 Dididihkan hingga 10 menit, pewarna akan mewarnai
benang wol
 Diangkat benang yang direndam tadi
 Dicuci benang wol dengan air

10 mL ammonia
10% & etanol 70%

 Direndam benang wol ke dalamnya


 Dididihkan dan benang wol akan melepaskan pewarna dan
pewarna akan masuk ke dalam larutan basa
 Ditambahkan
 Dimasukkan masing-masing larutan sampel ke dalam kuvet
 Diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang
500-700 nm
 Dihitung kadar rhodamin B dalam sampel menggunakan
kalibrasi dengan persamaan regresi y = bx ± a

Hasil
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.


Bumi Aksara. Jakarta

Day, R. A., & A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Penerbit Erlangga, Jakarta.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.

Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.

Neldawati, Ratnawulan. & Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam


Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat.
PILLAR OF PHYSICS. 2: 76-83.

Praja, D. I. 2015. Zat Adiktif Makanan Manfaat dan Bahayanya. Garudhawaca,


Yogyakarta.

Yanlinastuti & S. Fatimah. 2016. Pengaruh Konsentrasi Untuk Menentukan Kadar


Zirkonium dalam Paduan U-Zr dengan Menggunakan Metode
Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Pengelola Instansi Nuklir. 17: 22-33.
Yamlean, P. V. Y. 2011. Identifikasi dan Penetapan Kadar Rhodamin B pada
Jajanan Kue Berwarna Merah Muda yang Beredar di Kota Manado. Program
Studi Farmasi FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado Jurnal Ilmiah
Sains. 11: 290-295.

Yenrina, R. 2015. Metode Analisis Bahan Pangan dan Komponen Bioaktif.


Andalas University Press, Padang.

Anda mungkin juga menyukai